Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

CAMPAK

DI SUSUN OLEH :
MUHAMMAD ARFANDI
N21020006

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Campak dalam sejarah anak telah dikenal sebagai pembunuh terbesar,
meskipun adanya vaksin telah dikembangkan lebih dari 30 tahun yang lalu, virus campak
ini menyerang 50 juta orang setiap tahun dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian.
Insiden terbanyak berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas penyakit campak yaitu
pada negara berkembang, meskipun masih mengenai beberapa negara maju seperti
Amerika Serikat.
Campak adalah salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan
imunisasi dan masih masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini umumnya menyerang
anak umur di bawah lima tahun (Balita) akan tatapi campak bisa menyerang semua umur.
Campak telah banyak diteliti, namun masih banyak terdapat perbedaan pendapat dalam
penanganannya. Imunisasi yang tepat pada waktunya dan penanganan sedini mungkin
akan mengurangi komplikasi penyakit ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. apa pengertian campak?
2. bagaimana riwayat alamiah dari penyakit campak?
3. bagaimana etiologi, epidemiologi, patofisiologi dan gejala klinis penyakit campak?
4. Bagaimana pencegahan penyakit campak?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian campak
2. Untuk mengetahui etiologi, epidemiologi dan patofisiologi dari penyakit campak
3. Untuk mengetahui riwayat alamiah dari penyakit campak
4. Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit campak

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Campak yang disebut juga dengan measles atau rubeola merupakan suatu
penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan oleh paramixovirus yang pada
umumnya menyerang anak-anak. Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang melalui percikan
liur (droplet) yang terhirup
Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3
stadium, yaitu: a. stadium kataral, b. stadium erupsi dan c. stadium konvalesensi. Campak
adalah suatu penyakit akut menular, ditandai oleh tiga stadium:
1. Stadium kataral
Di tandai dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring, demam
ringan sampai sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk.
2. Stadium erupsi
Ditandai dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan muka,
tubuh, lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi.
3. Stadium konvalesensi
Ditandai dengan hilangnya ruam sesuai urutan munculnya ruam, dan terjadi
hiperpigmentasi.
Diagnosa
Untuk mendiagnosa dapat dilakukan dengan:
• Secara klinis, yakni berdasarkan riwayat timbulnya penyakit (anamnesa) dan
pemeriksaan fisik (physic diagnostic) seperti berdasarkan gejala dan ruam kulit yang
khas.
• Pemeriksaan Penunjang, antara lain: pemeriksaan darah, serologis dan biakan virus
(mahal).
Diagnosa Banding
Artinya, kemungkinan penyakit lain yang mirip dengan Campak, diantaranya:
• German measles
• Eksantema subitum
• Infeksi virus lain
• Infeksi Stafilokokus, dan lain-lain.

2.2 Riwayat Alamiah Penyakit Campak


Riwayat alamiah penyakit campak melalui tahap-tahap sebagai berikut :
a. Tahap prepatogensis
b. Tahap Patogenesis

3
c. Tahap Akhir/ pasca patogenesis.

1. Tahap Prepatogensis
Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat tetapi mereka
pada dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agen penyakit
(stage of suseptibility). Walaupun demikian pada tahap ini sebenarnya telah terjadi
interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih terjadi di
luar tubuh, dalam arti bibit penyakit masih ada diluar tubuh pejamu dimana para
kuman mengembangkan potensi infektifitas, siap menyerang peniamu. Pada tahap
ini belum ada tanda-tanda sakit sampai sejauh daya tahan tubuh penjamu masih
kuat. Namun begitu penjamunva ‘lengah’ ataupun memang bibit penyakit menjadi
lebih ganas ditambah dengan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan
pejamu, maka keadaan segera dapat berubah. Penyakit akan melanjutkan
perjalanannya memasuki fase berikutnya, tahap patogenesis.

2. Tahap Patogenesis
Tahap ini meliputi 4 sub-tahap yaitu:- Tahap Inkubasi, - Tahap Dini, - Tahap
Lanjut, dan -Tahap Akhir.
• Tahap Inkubasi
Masa inkubasi dari penyakit campak adalah 10-20 hari. Pada tahap ini
individu masih belum merasakan bahwa dirinya sakit.
• Tahap Dini
Mulai timbulnya gejala dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa:
➢ Panas badan
➢ nyeri tenggorokan
➢ hidung meler ( Coryza )
➢ batuk ( Cough )
➢ Bercak Koplik
➢ nyeri otot
➢ mata merah ( conjuctivitis )
• Tahap Lanjut
munculnya ruam-ruam kulit yang berwarna merah bata dari mulai kecil-kecil
dan jarang kemudian menjadi banyak dan menyatu seperti pulau-pulau. Ruam

4
umumnya muncul pertama dari daerah wajah dan tengkuk, dan segera
menjalar menuju dada, punggung, perut serta terakhir kaki-tangan. Pada saat
ruam ini muncul, panas si anak mencapai puncaknya (bisa mencapai 40
derajad Celsius), ingus semakin banyak, hidung semakin mampat, tenggorok
semakin sakit dan batuk-batuk kering dan juga disertai mata merah.

3. Tahap Akhir/ pasca patogenesis.


Berakhirnya perjalanan penyakit campak. Dapat berada dalam lima pilihan
keadaan, yaitu:
➢ Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan tubuh
menjadi pulih, sehat kembali.
➢ Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang, penyakit
sudah tidak ada, tetapi tubuh tidak pulih sepenuhnya, meninggalkan
bekas gangguan yang permanen berupa cacat.
➢ Karier, di mana tubuh penderita pulih kembali, namun penyakit masih
tetap ada dalam tubuh tanpa memperlihatkan gangguan penyakit.
➢ Penyakit tetap berlangsung secara kronik.
➢ Berakhir dengan kematian.
2.3 Etiologi, Epidemiologi, Patofisiologi dan Gejala Klinis Penyakit Campak
1. Etiologi
Campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus
Morbillivirus. Selama masa prodormal dan selama waktu singkat sesudah ruam
tampak, virus ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus dapat aktif
sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar.
Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan
ginjal kera rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel
raksasa multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat
dideteksi bila ruam muncul.
Penyebaran virus maksimal adalah melalui percikan ludah (droplet) dari mulut
selama masa prodormal (stadium kataral). Penularan terhadap penderita rentan sering
terjadi sebelum diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada
hari ke 9-10 sesudah pemajanan, pada beberapa keadaan dapat menularkan hari ke 7.
Tindakan pencegahan dengan melakukan isolasi terutama di rumah sakit atau institusi

5
lain, harus dipertahankan dari hari ke 7 sesudah pemajanan sampai hari ke 5 sesudah
ruam muncul.
2. Epidemiologi
Berdasarkan hasil penyelidikan lapangan KLB campak yang dilakukan Subdit
Surveilans dan Daerah pada tahun 1998-1999, kasus-kasus campak terjadi karena
anak belum mendapat imunisasi cukup tinggi, mencapai sekitar 40–100 persen dan
mayoritas adalah balita (>70 persen).
Frekuensi KLB campak pada tahun 1994-1999 berdasarkan laporan seluruh
provinsi se-Indonesia ke Subdit Surveilans, berfluktuasi dan cenderung meningkat
pada periode 1998–1999: dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian. Angka frekuensi itu
sangat dipengaruhi intensitas laporan dari provinsi atau kabupaten/kota. Daerah-
daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan yang cukup intensif dan mempunyai
kepedulian cukup tinggi terhadap pelaporan KLB, mempunyai kontribusi besar
terhadap kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia, seperti
Jawa Barat, NTB, Jambi, Bengkulu dan Yogyakarta.
Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB
campak sesungguhnya terjadi jauh lebih banyak. Artinya, masih banyak KLB campak
yang tidak terlaporkan dari daerah dengan berbagai kendala. Walaupun frekuensi
KLB campak yang dilaporkan itu mengalami peningkatan, tapi jumlah kasusnya
cenderung menurun dengan rata-rata kasus setiap KLB selama 1994–1999, yaitu
sekitar 15–55 kasus pada setiap kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap
episode KLB campak selama periode itu, rata-rata tidak lebih dari 15 kasus.
Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki Subdit Surveilans, daerah dan
mahasiswa FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat attack-rate pada KLB campak
dominan pada kelompok umur balita. Angka proporsi penderita pada KLB campak
1998–1999 juga menunjukkan proporsi terbesar pada kelompok umur 1–4 tahun dan
5–9 tahun bila dibandingkan kelompok umur lebih tua (10–14 tahun).
3. Patofisiologi
Lesi campak terdapat di kulit, membran mukosa nasofaring, bronkus, dan
saluran cerna dan pada konjungtiva. Eksudat serosa dan proliferasi sel mononuklear
dan beberapa sel polimorfonuklear terjadi disekitar kapiler. Ada hiperplasi limfonodi,
terutama pada apendiks. Pada kulit, reaksi terutama menonjol sekitar kelenjar sebasea
dan folikel rambut. Bercak koplik pada mukosa bukal pipi berhadapan dengan molar

6
II terdiri dari eksudat serosa dan proliferasi sel endotel serupa dengan bercak pada lesi
kulit. Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder.
Pada kasus ensefalomielitis yang mematikan, terjadi demielinisasi pada daerah
otak dan medulla spinalis. Pada SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis) dapat
terjadi degenerasi korteks dan substansia alba.
4. Gejala Klinis
Masa inkubasi 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam
3 stadium, yaitu:
• Stadium kataral (prodormal).
Stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai gambaran klinis seperti
demam, malaise, batuk, fotopobia, konjungtivitis, dan coryza. Menjelang akhir
dari stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantem, terdapat bercak koplik
berwarna putih kelabu sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema.
Lokasinya di mukosa bukal yang berhadapan dengan molar bawah. Gambaran
darah tepi leukopeni dan limfositosis.

• Stadium erupsi
Coryza dan batuk bertambah. Timbul enantem atau titik merah di palatum
durum dan palatum mole. Kadang – kadang terlihat bercak koplik. Terjadi
eritem bentuk makulopapuler disertai naiknya suhu badan. Diantara macula
terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga,
bagian atas lateral tengkuk sepanjang rambut dan bagian belakang bawah.
Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka

7
bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ke 3, dan menghilang sesuai
urutan terjadinya.
Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di daerah
leher belakang. Sedikit terdapat splenomegali, tidak jarang disertai diare dan
muntah.
Variasi yang biasa terjadi adalah Black Measless, yaitu morbili yang disertai
dengan perdarahan di kulit, mulut, hidung, dan traktus digestivus.

• Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang menimbulkan bekas yang berwarna lebih tua atau
hiperpigmentasi (gejala patognomonik) yang lama kelamaan akan hilang sendiri.
Selain itu ditemukan pula kelainan kulit bersisik. Hiperpigmentasi ini
merupakan gejala patognomonik untuk morbilli. Pada penyakit-penyakit lain
dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi.
Suhu menurun sampai normal kecuali bila ada komplikasi.
5. Diagnosis
Diagnosis dibuat dari gambaran klinis, selama stadium prodormal, sel raksasa
multinuklear dapat ditemukan pada apusan mukosa hidung. Virus dapat diisolasi pada
biakan jaringan. Angka leukosit cenderung rendah dengan limfositosis relatif. Pungsi
lumbal pada penderita dengan ensefalitis campak biasanya menunjukkan kenaikan
protein dan sedikit kenaikan limfosit. Kadar glukosa normal. Bercak koplik dan
hiperpigmentasi adalah patognomonis untuk rubeola/campak.

8
6. Komplikasi
Pada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat
terjadi alergi (uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi negatif). Keadaan
ini menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti:
a. Bronkopnemonia
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus campak atau oleh
pneumococcus, streptococcus, staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat
menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi
protein, penderita penyakit menahun seperti tuberkulosis, leukemia dan lain-
lain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu dilakukan pencegahan.
b. Komplikasi neurologis
Kompilkasi neurologis pada morbili seperti hemiplegi, paraplegi, afasia,
gangguan mental, neuritis optica dan ensefalitis.
c. Encephalitis morbili akut
Encephalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksantem, angka kematian
rendah. Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi morbili ialah 1:1000 kasus,
sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah 1,16
tiap 1.000.000 dosis.
d. SSPE (Subacute Scleroting panencephalitis)
SSPE yaitu suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat.
Ditandai oleh gejala yang terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental,
disfungsi motorik, kejang, dan koma. Perjalan klinis lambat, biasanya
meninggal dalam 6 bulan sampai 3 tahun setelah timbul gejala spontan.
Meskipun demikian, remisi spontan masih dapat terjadi. Biasanya terjadi pada
anak yang menderita morbili sebelum usia 2 tahun. SSPE timbul setelah 7
tahun terkena morbili, sedang SSPE setelah vaksinasi morbili terjadi 3 tahun
kemudian.
Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbilli
memegang peranan dalam patogenesisnya. Anak menderita penyakit campak
sebelum umur 2 tahun, sedangkan SSPE bisa timbul sampai 7 tahun kemudian
SSPE yang terjadi setelah vaksinasi campak didapatkan kira-kira 3 tahun
kemudian. Kemungkinan menderita SSPE setelah vaksinasi morbili adalah
0,5-1,1 tiap 10.000.000, sedangkan setelah infeksi campak sebesar 5,2-9,7 tiap
10.000.000.
9
e. Immunosuppresive measles encephalopathy
Didapatkan pada anak dengan morbili yang sedang menderita defisiensi
imunologik karena keganasan atau karena pemakaian obat-obatan
imunosupresif.
7. Prognosis
Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis
buruk bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau
bila ada komplikasi4.
Angka kematian kasus di Amerika Serikat telah menurun pada tahun-tahun ini
sampai tingkat rendah pada semua kelompok umur, terutama karena keadaan
sosioekonomi membaik.
Campak bila dimasukkan pada populasi yang sangat rentan, akibatnya
bencana. Kejadian demikian di pulau Faroe pada tahun 1846 mengakibatkan kematian
sekitar seperempat, hampir 2000 dari populasi total tanpa memandang umur.
2.4 Pencegahan Penyakit Campak
a. Pencegahan
• Imunisasi aktif.
Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15 bulan tetapi mungkin
diberikan lebih awal pada daerah dimana penyakit terjadi (endemik). Imunisasi
aktif dilakukan dengan menggunakan strain Schwarz dan Moraten. Vaksin
tersebut diberikan secara subcutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung
lama. Dianjurkan untuk memberikan vaksin morbili tersebut pada anak berumur
10 – 15 bulan karena sebelum umur 10 bulan diperkirakan anak tidak dapat
membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Akan tetapi
dianjurkan pula agar anak yang tinggal di daerah endemis morbili dan terdapat
banyak tuberkulosis diberikan vansinasi pada umur 6 bulan dan revaksinasi pada
umur 15 bulan. Di Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili
pada anak berumur 9 bulan ke atas.
Vaksin morbili tersebut dapat diberikan pada orang yang alergi terhadap telur.
Hanya saja pemberian vaksin sebaiknya ditunda sampai 2 minggu sembuh. Vaksin
ini juga dapat diberikan pada penderita tuberkulosis aktif yang sedang mendapat
tuberkulosita. Akan tetapi vaksin ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil,

10
anak dengan tuberkulosis yang tidak diobati, penderita leukemia dan anak yang
sedang mendapat pengobatan imunosupresif.
• Imunisasi pasif.
Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum
konvalesens, globulin plasenta atau gamma globulin kumpulan plasma adalah
efektif untuk pencegahan dan pelemahan campak. Campak dapat dicegah dengan
menggunakan imunoglobulin serum dengan dosis 0,25 mL/kg diberikan secara
intramuskuler dalam 5 hari sesudah pemajanan tetapi lebih baik sesegera
mungkin. Proteksi sempurna terindikasi untuk bayi, anak dengan penyakit kronis
dan untuk kontak dibangsal rumah sakit anak.
• Isolasi
Penderita rentan menghindari kontak dengan seseorang yang terkena penyakit
campak dalam kurun waktu 20-30 hari, demikian pula bagi penderita campak
untuk diisolasi selama 20-30 hari guna menghindari penularan lingkungan sekitar.
b. Pengobatan
Simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk dan
memperbaiki keadaan umum. Tindakan lain adalah pengobatan segera terhadap
komplikasi yang timbul.
Diberikan sedatif, antipiretik untuk demam tinggi, tirah baring dan masukan
cairan yang cukup. Penderita harus dilindungi dari kontak dengan cahaya yang kuat
selama masa fotofobia. Adanya komplikasi seperti ensefalitis, SSPE,
bronkopneumonia pada setiap kasus harus dinilai secara individual.
c. Campak di Indonesia
Program Pencegahan dan pemberantasan Campak di Indonesia pada saat ini
berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB. Hasil
pemeriksaan sample darah dan urine penderita campak pada saat KLB menunjukkan
Igm positip sekitar 70% – 100%. Insidens rate semua kelompok umur dari laporan
rutin Puskesmas dan Rumah Sakit selama tahun 1992 – 1998 cenderung menurun,
terutama terjadi penurunan yang tajam pada kelompok umur = 90%) dan merata
disetiap desa masih merupakan strategi ampuh saat ini untuk mencapai reduksi
campak di Indonesia pada tahun 2000. CFR campak dari Rumah Sakit maupun dari
hasil penyelidikan KLB selama tahun 1997 – 1999 cenderung meningkat,

11
kemungkinan hal ini terjadi berkaitan dengan dampak kiris pangan dan gizi, namun
masih perlu dikaji secara mendalam dan komprehensive.
Sidang WHO tahun 1988, menetapkan kesepakatan global untuk membasmi
polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi
Campak (RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan
beberapa negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang
CDC/PAHO/WHO tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk
dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada
manusia dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan effikasi vanksin
85%. Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10 – 15 tahun setelah eliminasi.
Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982 dan masuk
dalam pengembangan program imunisasi. Pada tahun 1991, Indonesia dinyatakan
telah mencapai UCI secara nasional. Dengan keberhasilan Indonesia mencapai UCI
tersebut memberikan dampak positip terhadap kecenderungan penurunan insidens
campak, khususnya pada Balita dari 20.08/10.000 – 3,4/10.000 selama tahun 1992 –
1997 (ajustment data rutin SST). Walaupun imunisasi campak telah mencapai UCI
namun dibeberapa daerah masih terjadi KLB campak, terutama di daerah dengan
cakupan imunisasi rendah atau daerah kantong.
1) Tahapan pemberantasan Campak Pemberantasan campak meliputi beberapa
tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap yang berbeda-beda.
a. Tahap Reduksi.
Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap: Tahap pengendalian campak.
Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi
>80%, dan interval terjadinya KLB berkisar antara 4 – 8 tahun.
Tahap pencegahan KLB. Pada tahun ini cakupan imunisasi dapat
dipertahankan tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan
kematian, dan interval terjadinya KLB relative lebih panjang.
b. Tahap Eliminasi
Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan
daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil
jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah
ternadi. Anak-anak yang dicurigai tidak terlindung (susceptible) harus
diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan.

12
c. Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak
ditemukan. Transmisi virus sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di
dunia sudah memasuki tahap eliminasi. Pada TCG Meeting, Dakka, 1999,
menetapkan Indonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan
terjadinya KLB.
2) Tujuan Reduksi Campak
Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens campak sebesar 90%
dan angka kematian campak sebesar 95% dari angka sebelum program
imunisasi campak dilaksanakan. Di Indonesia, tahap reduksi campak
diperkirakan dengan insiden menjadi 50/10.000 balita, dan kematian 2/10.000
(berdasarkan SKRT tahun 1982).
3) Strategi Reduksi Campak
Reduksi campak mempunyai strategi yaitu:
➢ Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar
Kelas I (belum dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan
atau Suplemen.
➢ Surveilans Campak.
➢ Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen Kasus
➢ Pemeriksaan Laboratorium
4) Masalah pokok Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia.
Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik surveilans
eradikasi polio. Kendala utama yang dihadapi adalah, kelengkapan
data/laporan rutin Rumah Sakit dan Puskesmas yang masih rendah, beberapa
KLB campak yang tidak terlaporkan, pemantauan dini (SKD – KLB) campak
pada desa-desa berpotensi KLB pada umumnya belum dilakukan dengan baik
terutama di Puskesmas, belum semua unit pelayanan kesehatan baik
Pemerintah maupun Swasta ikut berkontribusi melaporkan bila menemukan
campak. Dukungan dana yang belum memadai, terutama untuk melaksanakan
aktif surveilans ke Rumah Sakit dan pengembangan surveilans campak pada
umumnya. Surveilans campak sangat penting untuk menilai perkembangan
pemberantasan campak dan untuk menentukan strategi pemberantasannya di
setiap daerah.

13
5) Angka Insidens
Insidens campak di Indonesia selama tahun 1992 – 1998 dari data rutin Rumah
sakit dan Puskesmas untuk semua kelompok umur cenderung menurut dengan
keleng – kapan laporan rata-rata Puskesmas kurang lebih 60% dan Rumah
sakit 40%. Penurunan Insidens paling tajam terjadi pada kelompok umur
Kejadian Luar Biasa (KLB).
Dampak keberhasilan cakupan imunisasi campak nasional yang tinggi dapat
menekan insidens rate yang cukup tajam selama 5 tahun terakhir, namun di
beberapa desa tertentu masih sering terjadi KLB campak. Asumsi terjadinya
KLB campak di beberapa desa tersebut, disebabkan karena cakupan imunisasi
yang rendah (90%) atau kemungkinan masih rendahnya vaksin effikasi di desa
tersebut. Rendahnya vaksin effikasi ini dapat disebabkan beberapa hal, antara
lain kurang baiknya pengelolaar: rantai dingin vaksi yang dibawa kelapangan,
penyimpanan vaksin di Puskesmas cara pemberian imunisasi yang, kurang
baik dan sebagainya.
Dari beberapa hasil penyelidikan lapangan KLB campak dilakukan oleh
Subdit Surveilans dan Daerah selama tahun 1998 – 1999, terlihat kasus-kasus
campak yang belum mendapat imunisasi masih cukup tinggi, yaitu kurang
lebih 40% – 100% (Grafik: 9). Dari sejumlah kasus-kasus yang belum
mendapat imunisasi tersebut, pada umumnya (>70%) adalah Balita. Frekuensi
KLB campak berdasarkan laporan yang dikirim dari seluruh propinsi
Indonesia ke Subdit Surveilans melalui laporan (W 1) selam tahun 1994 –
1999 terlihat ber fluktuasi, dan cenderung meningkat dari tahun 1998 – 1999
yaitu dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian (grafik: 2). Angka frekuensi
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas laporan W1 dari Propinsi atau
Kabupaten/Kota. Daerah-daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan Wl
yang cukup intensive dan mempunyai kepedulian yang cukup tinggi terhadap
pelaporan Wl KLB, mempunyai kontribusi yang besar terhadap
kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia (Jawa
Barat, NTB, Jambi Bengkulu, Yogyakarta). Dari sejumlah KLB yang
dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak yang
sesungguhnya terjadi jauh lebih baik. Dengan pengertian lain, masih cukup
banyak KLB campak yang tidak terlaporkan oleh Daerah dengan berbagai
kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang dilaporkan mengalami
14
peningkatan, namun jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-rata
kasus setiap KLB selam tahun 1994 – 1999 sekitar 15 – 55 kasus pada setiap
kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama
periode tahun tersebut rata-rata tidak lebih dari 15 kasus (grafik: 3 dan 4).
Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki o1eh Subdit Surveilans dan
Daerah serta mahasiswa FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat Attack Rate
pada KLB campak dominan pada kelompok umur Balita, (Grafik 5 dan 6′).
(pie diagram). Angka proporsi penderita pada KLB campak tahun 1998 – 1999
juga menunjukkan proporsi terbesar pada kelompok umur 1 – 4 tahun dan S –
9 tahun dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (10 – 14 tahun)
grafik:7.
Pada kelompok KLB campak telah dilakukan pengambilan spesimen serologis
dan urine untuk memastikan diagnosa lapangan dan mengetahui virus campak.
Hasil pemeriksaan sampel serologis dan urine penderita campak pada 12
lokasi KLB campak di beberapa Daerah selama tahun 1998 – 1999 yang
diperiksa oleh Puslit. Penyakit Menular Badan Litbangkes RI, menunjukkan
IgM positif sekitar 70% – 100%, (tabel: l). Angka tersebut mengindikasikan
ketajaman diagnosa campak dilapangan pada saat KLB berlangsung.
Angka Fatalitas Kasus (AFP atau CFR) campak di Rumah Sakit maupun pada
saat KLB terjadi selama tahun (1997 – 1999) cenderung meningkat, masing-
masing dari 0,1% – 1,1% dan 1,7% – 2,4% (grafik 8). Kecenderungan
peningkatan CFR ini perlu pengkajian yang mendalam dan koprehensive.
Jadi, Insidens Rate Campak dari data rutin selama tahun 1992 – 1998 di
Indonesia cenderung menurun untuk semua kelompok umur. Penurunan paling
tajam pada kelompok umur

2.5 Pemeriksaan penunjang

• Darah tepi: jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi
bakteri
• Pemeriksaan antibodi IgM anti campak
o Pemeriksaan untuk komplikasi:
o Ensefalopati/ensefalitis: dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinalis, kadar
elektrolit darah dan analisis gas darah

15
o Enteritis: feses lengkap
o Bronkopneumonia: dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah.

2.6 Penatalaksanaan

• Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari:


o Pemberian cairan yang cukup
o Kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat
kesadaran dan adanya komplikasi
o Suplemen nutrisi
o Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder
o Anti konvulsi apabila terjadi kejang
o Pemberian vitamin A.
• Indikasi rawat inap: hiperpireksia (suhu > 39,00 C), dehidrasi, kejang, asupan oral
sulit, atau adanya komplikasi.
• Campak tanpa komplikasi:
o Hindari penularan
o Tirah baring di tempat tidur
o Vitamin A 100.000 IU, apabila disetai malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari
o Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan disesuaikan
dengan tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya komplikasi
• Campak dengan komplikasi :
o Ensefalopati/ensefalitis
▪ Antibiotika bila diperlukan, antivirus dan lainya sesuai dengan PDT
ensefalitis
▪ Kortikosteroid, bila diperlukan sesuai dengan PDT ensefalitis
▪ Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta koreksi
terhadap gangguan elektrolit
o Bronkopneumonia:
▪ Antibiotika sesuai dengan PDT pneumonia
▪ Oksigen nasal atau dengan masker
▪ Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, gas darah dn elektrolit
o Enteritis: koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi (lihat Bab enteritis
dehidrasi).

16
o Pada kasus campak dengan komplikasi bronkhopneumonia dan gizi kurang
perlu dipantau terhadap adanya infeksi TB laten. Pantau gejala klinis serta
lakukan uji Tuberkulin setelah 1-3 bulan penyembuhan.
o Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang/buruk.

17
BAB III
TINJAUAN KEPERAWATAN

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 PENGKAJIAN
a. Biodata
o Anak yang sakit.
o Orang tua.
b. Riwayat kesehatan
o Keluhan utama.
o RPS (demam tinggi, anoreksia, malaise, dll).
o Riwayat kesehatan lalu.
o Riwayat kesehatan keluarga.
o Riwayat kehamilan (anak yang sakit). ANG…..x, imunisasi……x, ada kelainan /
tidak.
o Riwayat imunisasi (bayi dan anak).
o Riwayat nutrisi.
o Riwayat tumbuh kembang.
c. Pola aktivitas sehari-hari
o Nutrisi / minum :
1) Dirumah
2) Dirumah sakit
o Tidur / istirahat :
1) Dirumah
2) Dirumah sakit
o Kebersihan :
1) Dirumah
2) Dirumah sakit
o Eliminasi :
1) Dirumah
2) Dirumah sakit
d. Pemeriksaan fisik
o K/U lemah
o TTV (suhu di atas 38oC)

18
o Pemeriksaan mulai dari kepala – musculoskeletal termasuk neurology.
e. Pemeriksaan penunjang
o Pemeriksaan darah
o Pemeriksaan sel giant
o Pemeriksaan serologis
3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
b. Ganguan peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi virus.
c. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan adanya demam, tidak
enak bedan, pusing, mulut terasa pahit, kadang-kadang muntah dan gatal.
d. Resiko terjadi komplikasi berhubungan dengan daya tahan tubuh yang menurun.
e. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakit.

3.3. INTERVENSI / IMPLEMENTASI


a. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
Kriteria – standart:
• Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan peningkatan yang tepat.
• Menunjukkan perilaku / perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau
mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi Keperawatan:
• Berikan banyak minum (sari buah-buahan, sirup yang tidak memakai es).
Rasional : untuk mengkompensasi adanya peningkatan suhu tubuh dan
merangsang nafsu makan

• Berikan susu porsi sedikit tetapi sering (susu dibuat encer dan tidak terlalu
manis, dan berikan susu tersebut dalam keadaan yang hangat ketika diminum).

Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi melalui cairan bernutrisi.

• Berikan makanan lunak, misalnya bubur yang memakai kuah, sup atau bubur
santan memakai gula dengan porsi sedikir tetapi dengan kuantitas yang sering.

19
Rasional : untuk memudahkan mencerna makanan dan meningkatkan asupan
makanan.

• Berikan nasi TKTP, jika suhu tubuh sudah turun dan nafsu makan mulai
membaik.

Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh setelah sakit.

b. Ganguan peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi virus.

Criteria – standart:

- Pasien menunjukkan adanya penurunan suhu tubuh mencapai normal.

- Pasien menunjukkan tidak adanya komplikasi.

Intervensi keperawatan:

o Memberikan kompres dingin / hangat.

Rasional : untuk membantu dalam penurunan suhsu tubuh pada pasien.

o Kolaborasi medis untuk pemberian terapi antipiretikum.

Rasional : antipiretikum bekerja untuk menurunkan adanya kenaikan suhu


tubuh.

o Pantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi.

Rasional : suhu ruangan / jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan


suhu tubuh agar tetap normal.

c. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan adanya demam, tidak enak
bedan, pusing, mulut terasa pahit, kadang-kadang muntah dan gatal.

Kriteria – standart:

- Pasien menunjukkan kenyamanan, tidak merasa gatal lagi.

20
- Badan kelihatan segar dan tidak merasa pusing.

Intervensi keperawatan:

o Bedaki tubuh anak dengan bedak salisil 1% atau lainnya atas resep dokter.

Rasional : bedak salisil 1% dapat mengurangi rasa gatal pada tubuh anak.

o Menghindari anak tidak tidur di bawah lampu karena silau dan membuat tidak
nyaman.

Rasional : lampu yang terlalu terang membuat anak silau dan menambah rasa
tidak nyaman.

o Selama demam masih tinggi tidak boleh dimandikan dan sering-sering dibedaki.

Rasional : tubuh yang dibedaki akan membuat rasa nyaman pasa pasien.

o Jika suhu tubuh turun, untuk mengurangi gatal dapat dimandikan dengan PK
atau air hangat atau dapat juga dengan bethadine.

Rasional : air hangat / PK dapat mengurangi gatal dan menambah rasa


nyaman.

d. Resiko terjadi komplikasi berhubungan dengan daya tahan tubuh yang menurun.

Criteria – standart:

- Pasien menunjukkan peningkatan kondisi tubuh.

- Daya tahan tubuh optimal tidak menunjukkan tanda-tanda mudah terserang


panyakit.

Intervensi keperawatan:

o Mengubah sikap baring anak beberapa kali sehari dan berikan bantal untuk
meninggikan kepalanya.

21
Rasional : meninggikan posisi kepala dapat memberikan sirkulasi udara dalam
paru.

o Mendudukkan anak / dipangku pada waktu minum.

Rasional : mencegah terjadinya aspirasi.

o Menghindarkan membaringkan pasien di depan jendela atau membawanya


keluar selama masih demam.

Rasional : menghindarkan anak terkena angin dan menambah suhu tubuh.

e. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakit.

Kriteria – standart:

- Orang tua menunjukkan mengerti tetang proses penyakit.

- Orang tua mengerti bagaimana pencegahan dan meningkatkan gizi agar tidak
mudah timbul komplikasi yang berat.

Intervensi keperawatan:

o Memberikan penyuluhan tentang pemberian gizi yang baik bagi anak, terutama
balita agar tidak mudah mendapat infeksi.

Rasional : memberikan pengetahuan kepada orang tua.

o Menjelaskan pada orang tua tentang morbili tentang hubungan pencegahan


dengan vaksinasi campak dan peningkatan gizi agar tidak mudah timbul
komplikasi yang berat.

Rasional : memberikan pengetahuan kepada orang tua tentang pencegahan


penyakit anaknya.

22
3.4. EVALUASI

a. Suhu tubuh normal / turun (36,7oC – 37,6oC).

b. Cairan dan nutrisi dalam tubuh seimbang.

c. Tubuh tidak merasa gatal.

d. Orang tua / keluarga mengerti mengenai penyakit morbili dan pencegahannya.

23
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular, secara epidemiologi


penyebab utama kematian terbesar pada anak. Menurut etiologinya campak disebabkan
oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus Morbillivirus, yang ditularkan secara
droplet. Gejala klinis campak terdiri dari 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi
dan stadium konvalesensi. Campak dapat dicegah dengan melakukan imunisasi secara
aktif, pasif dan isolasi penderita. Insidens Rate Campak dari data rutin selama tahun
1992 – 1998 di Indonesia cenderung menurun untuk semua kelompok umur. Penurunan
paling tajam pada kelompok umur

4.2 Saran

Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar


dapat menelaah dan memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini sehingga sedikit
banyak bisa menambah pengetahuan pembaca. Disamping itu kami juga mengharapkan
saran dan kritik dari para pembaca sehinga kami bisa berorientasi lebih baik pada
makalah kami selanjutnya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Maldonado, Y. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC.

Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu KEsehatan Anak FKUI.
Jakarta: _______

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Anonim, 2008. Measles. http://dermnetnz.org/viral/morbilli.html. 9 Maret 2011

Depkes, R.I. 2004. Campak di Indonesia. http://www.penyakitmenular.info. 9 Maret 2011

Imunisasi, vaksinasi. 2008. http://www.sidenreng.com 9 Maret 2011

Ika. 2009. Ilmu Kesehatan Anak. http://www.wordpress.com 9 Maret 2011

Infokes.2011.http://berlli.blogspot.com/2009/11/campak-measles-rubeola_04.html. 9 Maret
2011

25

Anda mungkin juga menyukai