Anda di halaman 1dari 23

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN BAYI

RESIKO TINGGI MORBILI


Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas :
Keperawatan Anak Keluarga

Disusun Oleh :
KELOMPOK III
SEMESTER IV B
ADI WIRANATA
ARDIANNOR
BAHRAINI
INDAH PURNAMA SARI
NISA NOVIYANTI

NOVAL RIZKY TAMARA


NOR AINA JANNAH
REZKI TRI MAYANG SARI
SITI MARDIANA
YUSNUNETA PRAVITA SARI

AKADEMI KEPERAWATAN INTAN MARTAPURA

TAHUN AJARAN 2015/2016


KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpihan
karunia,

hidayah

dan

bimbingan-Nya,

sehingga

makalah

ini

dapat

terselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas


Keperawatan Anak dalam Konteks Keluarga dengan judul Konsep Asuhan
Keperawatan Bayi Resiko Tinggi Morbili. Kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan
makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat diterima,
dipelajari dan bermanfaat bagi mahasiswa dan pembaca dikalangan
masyarakat serta dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam penyusunan
makalah yang lain. Dan kami menyadari adanya banyak kekurangan, baik
tulisan maupu cara penulisan, untuk itu kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit

Campak

sering

menyerang

anak

anak

balita.

Penyakit ini mudah menular kepada anak anak sekitarnya, oleh karena
itu, anak yang menderita Campak harus diisolasi untuk mencegah
penularan. Campak disebabkan oleh kuman yang disebut Virus Morbili.
Anak yang terserang campak kelihatan sangat menderita, suhu badan
panas, bercak bercak seluruh tubuh terkadang sampai borok bernanah.
Biasanya

penyakit

ini

timbul

pada

masa

anak

dan

kemudian

menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu


yang pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif
(melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut
kekebalan akan mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili.
Bila seseorang wanita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan,
maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus, bila ia menderita
morbili pada trimester I, II, atau III maka ia akan mungkin melahirkan
seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan
BBLR, atau lahir mati atau anak yang kemudian meninggal sebelum
usia 1 tahun.
Morbili / campak adalah penyakit akut yang disebabkan virus
campak yang sangat menular pada umumnya menyerang anak-anak.
Menurut kriteria diagnostiknya, ada 4 stadium campak meliputi

stadium tunas, stadium prodormal / kataral, stadium erupsi, dan


stadium konvalesensi. Gejala klinis morbili meliputi demam mencapai
400C, pilek, batuk, konjungtivitis, ruam erupsi makulopapular, dan
kopliks spot (merupakan tanda pathognomonis penyakit campak,
bentuk bintik tidak teratur dan kecil berwarna merah terang, pada
pertengahan di dapat noda putih keabuan, mula-mula 2-6 bintik).

B. Rumusan Masalah
Permasalahan
keperawatan

yang

timbul

sehingga

disusunnya

asuhan

ini adalah bagaimana seharusnya tindakan asuhan

keperawatan pada kasus Penyakit Morbili pada pasien anak-anak.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui bagaimana
cara membuat Asuhan Keperawatan pada Pasien Anak dengan Morbili.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa akan mampu:
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
k

Memahami definisi Morbili


Mengetahui etiologi terjadinya Morbili
Mengetahui manifestasi klinis dari Morbili
Mengetahui cara penularan dari Morbili
Mengetahui patofisiologi terjadinya Morbili
Mengetahui komplikasi dari Morbili
Mengetahui diagnose banding dari Morbili
Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk Morbili
Mengidentifikasi penatalaksanaan klien anak dengan Morbili
Mengetahui bagaimana pencegahan Morbili
Merumuskan asuhan keperawatan pada klien anak dengan Morbili
meliputi

pengkajian,

keperawatan.

diagnosis

keperawatan,

dan

intervensi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Morbili ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang
ditandai dengan 3 stadium yaitu : stadium inkubasi, stadium prodromal
dan stadium erupsi (Rampengan, 1997: 90)
Campak adalah organisme yang sangat menular ditularkan
melalui rute udara dari seseorang yang terinfeksi pada orang lain yang
rentan (Smeltzer, 2001:2443)
Morbili ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang
ditandai dengan 3 stadium, yaitu : stadium kataral, stadium erupsi dan
stadirum konvelensi. (Rusepno, 2002:624)
Morbili ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang
ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan
stadirum konvelensi. (Ngastiyah, 1997:351)
Campak, measles atau rubeola adalah penyakit virus akut
yang disebabkan oleh virus campak. (Hardjiono, 2004:95)
Campak adalah demam eksantematosa akut oleh virus yang
menular ditandai oleh gejala prodromal yang khas, ruam kulit dan
bercak koplik. (Ovedoff, 1995:451)
Measles atau rubeola adalah penyakit infeksi tinggi akut
melibatkan

traktus

respiratorius

dan

dikarakteristikkan

makulopapuler confluent. (N. Clex, 2001:153).

oleh

ras

B. Etilogi
Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus yang tergolong
dalam famili paramyxovirus yaitu genus virus morbili. Virus ini sangat
sensitif terhadap panas dan dingin, dan dapat diinaktifkan pada suhu
30oC dan -20oC, sinar matahari, eter, tripsin, dan beta propiolakton.
Sedang formalin dapat memusnahkan daya infeksinya tetapi tidak
mengganggu aktivitas komplemen. (Rampengan, 1997 : 90-91)
Penyebab morbili adalah virus morbili yang terdapat dalam
sekret nasofaring dan darah selama masa prodromal sampai 24 jam
setelah timbul bercak-bercak, cara penularan dengan droplet dan
kontak (Ngastiyah, 1997:351)
Campak adalah suatu virus RNA, yang termasuk famili
Paramiksoviridae, genus Morbilivirus. Dikenal hanya 1 tipe antigen
saja; yang strukturnya mirip dengan virus penyebab parotitis epidemis
dan

parainfluenza.

Virus

tersebut

ditemukan

di

dalam

sekresi

nasofaring, darah dan air kemih, paling tidak selama periode


prodromal dan untuk waktu singkat setelah munculnya ruam kulit.
Pada suhu ruangan, virus tersebut dapat tetap aktif selama 34 jam.
(Nelson, 1992 : 198).
C. Manesfestasi Klinik
Masa tunasnya adalah 10-20 hari, dan penyakit ini dibagi
menjadi dalam 3 stadium yaitu:
1. Stadium Kataral ( Prodormal)

Berlangsung selama 4-5 hari dengan tanda gejala sebagai berikut:


a
b
c
d
e
f

Panas
Malaise
Batuk
Fotofobia
Konjungtivitis
Koriza
Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul

enantema, timbul bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar


ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema tapi itu sangat jarang
dijumpai. Diagnosa perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada
bercak koplik dan penderita pernah kotak dengan penderita morbili
dalam waktu 2 minggu terakhir.
2. Stadium Erupsi
Gejala klinik yang muncul pada stadium ini adalah:
a Koriza dan Batuk bertambah
b Kadang terlehat bercak koplik
c Adanya eritema, makula, papula yang disertai kenaikan suhu
badan
d Terdapat pembesaran kelenjar getah bening
e Splenomegali
f Diare dan muntah
Variasi dari morbili disebut Black Measles yaitu morbili
yang disertai pendarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus
digestivus.
3. Stadium konvalensensi

Erupsi

mulai

berkurang

dengan

meninggalkan

bekas

(hiperpigmentasi). Suhu menurun sampai normal kecuali ada


komplikasi.

D. Patofisiologi
Gejala awal ditunjukkan dengan adanya kemerahan yang
mulai timbul pada bagian belakang telinga, dahi, dan menjalar ke
wajah dan anggota badan. Selain itu, timbul gejala seperti flu disertai
mata

berair

dan

kemerahan

(konjungtivis).

Setelah

3-4

hari,

kemerahan mulai hilang dan berubah menjadi kehitaman yang akan


tampak bertambah dalam 1-2 minggu dan apabila sembuh, kulit akan
tampak seperti bersisik. (Supartini, 2002 : 179). Penularannya sangat
efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan
infeksi pada seseorang.
Penularan campak terjadi melalui droplet melalui udara,
terjadi antara 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari
setelah timbul ruam. Di tempat awal infeksi, penggadaan virus sangat
minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk kedalam
limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear
mencapai

kelenjar

getah

bening

lokal.

Di

tempat

ini

virus

memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dari tempat ini


mulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limpa.
Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya
sel raksasa berinti banyak Sedangkan limfosit T meliputi klas
penekanan

dan

penolong

yang

rentan

terhadap

infeksi,

aktif

membelah. Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum


diketahui secara lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, fokus

infeksi terwujud yaitu ketika virus masuk kedalam pembuluh darah dan
menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran napas,
kulit, kandung kemih, usus.Pada hari ke 9-10 fokus infeksi yang berada
di epitel aluran nafas dan konjungtiva, 1-2 lapisan mengalami nekrosis.
Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke
pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinik dari sistem
saluran napas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput
konjungtiva yang tampak merah.
Respon imun yang terjadi adalah proses peradangan epitel
pada sistem saluran pernapasan diikuti dengan manifestasi klinis
berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan ruam yang
menyebar ke seluruh tubuh, tanpa suatu ulsera kecil pada mukosa pipi
yang disebut bercak koplik. Muncul ruam makulopapular pada hari ke14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibody humoral dapat
dideteksi. Selanjutnya daya tahan tubuh menurun, sebagai akibat
respon delayed hypersensitivity terhadap antigen virus terjadilah ruam
pada kulit, kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami
defisit sel-T. Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah.
Vesikel tampak secara mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak
berhasil tumbuh di kulit. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan
saluran pernapasan memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri
sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain-lain. Dalam

keadaan tertentu adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi


pada kasus campak.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pada pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan leukopeni
2. Dalam spuntum, sekresi nasal, sedimen urine dapat ditemukan
adanya multinucleated giant cells yang khas
3. Pada pemeriksaan serologis dengan cara

hemagglutination

inhibition test dan complemen fixation test akan ditemukan adanya


antibody yang spesifik dalam 1-3 hari setelah timbulnya rash dan
mencapai puncaknya pada 2-4 minggu kemudian. (Rampengan,
1997 : 94)
4. Pada pemeriksaan serologi dengan cara hemaglutination inhibition
test dan complement fiksatior test akan ditemukan adanya antibody
yang spesifik dalam 1 3 hari setelah timbulnya ras dan mencapai
puncaknya pada 2 4 minggu kemudian.

F. Komplikasi
1. Pneumonia
Perluasan infeksi virus disertai dengan infeksi sekunder.
Bakteri

yang

streptokok,

menimbulkan

pneumokok,

pneumoni

stafilokok,

pada

hemofilus

mobili

adalah

influensae

dan

kadang-kadang dapat disebabkan oleh pseudomonas dan klebsiela.


2. Gastroenteritis
Komplikasi yang cukup banyak ditemukan dengan insiden
berkisar 19,1 30,4%

3. Ensefalitis
Akibat invasi langsung virus morbili ke otak, aktivasi virus
yang laten, atau ensefalomielitis tipe alergi.
4. Otitis media
5. Mastoiditis

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN ANAK DENGAN MORBILI
A. Pengkajian
1. Biodata
Terdiri dari biodata pasien dan biodata penanggung jawab.
2. Proses keperawatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien dengan morbili yaitu demam
terus-menerus berlangsung 2 4 hari. (Pusponegoro, 2004 : 96)
b. Riwayat keperawatan sekarang
Anamnesa adanya demam terus-menerus berlangsung 2
4 hari, batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah, silau bila kena
cahaya (fotofobia), diare, ruam kulit. (Pusponegoro, 2004 : 96).
c. Riwayat keperawatan dahulu
Anamnesa pada pengkajian apakah klien pernah dirawat di
Rumah Sakit atau pernah mengalami operasi (Potter, 2005 :
185).
d. Riwayat Keluarga
Dapatkan

data

tentang

hubungan

kekeluargaan

dan

hubungan darah, apakah klien beresiko terhadap penyakit yang


bersifat genetik atau familial. (Potter, 2005 : 185)
3. Pemeriksaan Fisik
a. Mata : terdapat konjungtivitis, fotophobia
b. Kepala : sakit kepala
c. Hidung : Banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza,
perdarahan hidung ( pada stad eripsi ).
d. Mulut & bibir : Mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut
terasa pahit.

e. Kulit : Permukaan kulit ( kering ), turgor kulit, rasa gatal, ruam


makuler pada leher,muka, lengan dan, evitema, panas (demam).
f. Pernafasan : Pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing,
renchi, sputum
g. Tumbuh Kembang : BB, TB, BB Lahir, Tumbuh kembang R/
imunisasi.
h. Pola Defekasi : BAK, BAB, Diare
i. Status Nutrisi : intake output makanan, nafsu makanan

B. Diagnosa Keperawatan (Doengoes, E Marylin,2000)


1. Gangguan rasa nyaman peningkatan suhu tubuh bd proses
inflamasi
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd
anoreksia.
3. Resiko kurang volume cairan bd kehilangan sekunder terhadap
demam.
4. Gangguan pola nafas bd inflamasi saluran nafas.
5. Gangguan persepsi sensori bd radang konjungtiva.
6. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan
penyakit morbili.
7. Ketidak efektifan

bersihan

jalan

napas

berhubungan

inflamasi trakeobronkial dan peningkatan produksi sputum.

proses
dengan

C. Intervensi
1. Gangguan rasa nyaman peningkatan suhu tubuh bd proses
inflamasi.
8. Tujuan : Diharapkan suhu badan pasien berkurang
9. Kriteria hasil :
1) Suhu tubuh 36,6 37,4 0 C.
2) Bibir lembab.
3) Nadi normal.
4) Kulit tidak terasa panas.
5) Tidak ada gangguan neurologis ( kejang ).
10.
1)
2)
3)
4)

Intervensi :

Monitor perubahan suhu tubuh, denyutan nadi.


Memberikan kompres dingin / hangat.
Berikan pakaian tipis dalam memudahkan proses penguapan
Libatkan keluarga
dalam perawatan serta
ajari
cara

menurunkan
suhu dan mengevaluasi perubahan suhu tubuh.
5) Kolaborasi medis untuk pemberian terapi antipiretik.
11.
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia.
12.
Tujuan : Diharapakan pasien menunjukkan peningkatan
nafsu makan
13.
Kriteria hasil :
1) BB meningkat
2) Mual berkurang / hilang
3) Tidak ada muntah
4) Pasien menghabiskan makan 1 porsi
5) Nafsu makan meningkat
6) Pasien menyebutkan manfaat nutrisi
7) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
14.
1)
2)
3)
4)
5)

Intervensi :

Berikan
Berikan
Berikan
Berikan
Monitor
gizi.

sari buah yang banyak mengandung air.


susu atau makanan dalam keadaan hangat.
nutrisi bentuk lunak untuk membantu nafsu makan.
diet TKTP atau nutrisi yang adekuat.
perubahan berat badan, adanya bising usus, dan status

15.
3. Resiko kurang volume cairan b.d kehilangan sekunder terhadap
demam.
16.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh
17.
Kriteria hasil :
1) Turgor baik
2) Kulit lembab
3) TTV dalam batas normal
4) Mukosa mulut lembab
5) Cairan masuk dan keluar seimbang
6) Tidak pusing pada perubahan posisi
7) Tidak haus
8) Hb, Ht, dalam batas normal.
18.

Intervensi :

1) Observasi

penyebab

kekurangan

cairan

muntah,

diare,

kesulitan menelan, kekurangan darah aktif, diuretic, depresi,


2)
3)
4)
5)

kelelahan
Observasi TNSR.
Observasi tanda tanda dehidrasi.
Observasi keadaan turgor kulit, kelembaban, membran mukosa.
Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan bila kekurangan
cairan terjadi secara mendadak, ukur produksi urine setiap jam,

berat jenis dan observasi warna urine.


6) Catat dan ukur jumlah dan jenis cairan masuk dan keluar
perparetal. Perhatikan : cairan yang masuk, kecepatan tetesan
untuk mencegah edema paru, dispneu, bila pasien terpasang
infus.
7) Timbang BB setiap hari.
19.
4. Gangguan pola nafas bd inflamasi saluran nafas.
20.
Tujuan : Pasien menunjukkan Status Respirasi: Ventilasi:
Pergerakan udara ke dalam dan ke luar dari paru-paru yang normal

21.
Kriteria hasil:
1) Menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan dengan status
pernapasan yang tidak berbahaya: ventulasi dan status tanda
vital.
2) Menunjukkan status pernapasan: Ventilasi tidak terganggu,
diotandai dengan indikator gangguan sebagai berikut (dengan
ketentuan 1-5L ekstrem, kuat, sedang, ringan , tidak).
3) Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas. Ekspansi dada
simetris.
4) Tidak ada penggunaan otot bantu.
5) Bunyi napas tambahan tidak ada.
6) Napas pendek tidak ada.
22.

Intervensi :

1) Pantau adanya pucat dan sianosis. Pantau efek obat pada status
respirasi. Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi di tulang dada.
2) Kaji kebutuhan insersi jalan napas.
3) Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada
pasien dengan ventilator.
4) Pemantauan Pernapasan : Pantau kecepatan, irama, kedalaman
dan

suaha

respirasi;

perhatikan

pergerakan

dada,

amati

kesimetrisan, penggunaan otot-otot bantu, serta retraksi otot


suprakla vikular dan interkostal; pantau respirasi yang berbunyi,
seperti mendengar
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit bd penggarukan pruritus.
23.
Tujuan: kulit tetap utuh
24.
Kriteria hasil :
1) Permukaan kulit utuh.
2) Tidak ada kemerahan dan luka.
25.

Intervensi:

1) Jaga agar kuku tetap pendek dan bersih.


2) Pakailah sarung tangan atau restrein siku.

3) Berikan pakaian tipis, longgar, dan tidak mengiritasi.


4) Tutup area yang sakit (lengan panjang, celana panjang, pakaian
satu lapis).
5) Berikan sedkit lotion yang melembutkan pada luka terbuka.
6) Hindari pemajanan panas atau sinar matahari
6. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan proses
penyakit morbili.
26.
27.

Tujuan : Integritas kulit baik


Kriteria hasil :

1) Permukaan kulit utuh.


2) Tidak ada kemerahan dan luka.
28.

Intervensi :

1)
2)
3)
4)
5)
6)

Observasi keadaan kulit selama masa perawatan.


Kaji pola nutrisi dan cairan anak.
Beri pakaian yang tipis dan menyerap keringat.
Ganti pakaian dan alat tenun bila basah.
Jaga kulit agar tetap bersih dan kering.
Beri terapi sesuai program medik.
29.
7. Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan

dengan

inflamasi trakeobronkial dan peningkatan produksi sputum.


30.
Tujuan :Bersihan jalan napas efektif
31.
Kriteria hasil :
1) Tidak ada suara napas tambahan.
2) Anak bebas dari tanda hiperkapnea, hipexia.
3) Bebas dari sianosis, penggunaan otot dada untuk bernapas.
32.
33.
Intervensi :
1) Observasi pola napas anak, suara napas dan usaha anak untuk
2)
3)
4)
5)
6)
7)
34.

bernapas.
Catat dan laporkan gejala takipnea, napas cuping hidung.
Observasi warna kulit dan selaput lendir.
Observasi sputum : warna, bau, sifat.
Ajarkan napas mulut, teknik relaksasi dan latihan napas.
Isap lendir bila perlu.
Beri posisi semi fowler.

D. Evaluasi
1. Suhu tubuh 36,6 37,4 0 C.
2. Bibir lembab.
3. Nadi normal.
4. Kulit tidak terasa panas.
5. Tidak ada gangguan neurologis ( kejang )
6. BB meningkat
7. Mual berkurang / hilang
8. Tidak ada muntah
9. Pasien menghabiskan makan 1 porsi
10.
Nafsu makan meningkat
11.
Pasien menyebutkan manfaat nutrisi
12.
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
13.
Turgor baik
14.
Kulit lembab
15.
TTV dalam batas normal
16.
Mukosa mulut lembab
17.
Cairan masuk dan keluar seimbang
18.
Tidak pusing pada perubahan posisi
19.
Tidak haus
20.
Menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan dengan status
pernapasan yang tidak berbahaya: ventulasi dan status tanda vital.
21.
Menunjukkan status pernapasan: Ventilasi tidak terganggu,
diotandai

dengan

indikator

gangguan

sebagai

berikut

(dengan

ketentuan 1-5L ekstrem, kuat, sedang, ringan , tidak).


22.
Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas. Ekspansi dada
simetris.
23.
Tidak ada penggunaan otot bantu.
24.
Bunyi napas tambahan tidak ada.
25.
Napas pendek tidak ada.
26.
Permukaan kulit utuh.
27.
Tidak ada kemerahan dan luka
28.
Tidak ada suara napas tambahan.
29.
Anak bebas dari tanda hiperkapnea, hipexia.
30.
Bebas dari sianosis, penggunaan otot dada untuk bernapas.
35.

31.
32.

BAB III
PENUTUP

33.

A. Kesimpulan
34. Morbili ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang
ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan
stadirum konvelensi. (Ngastiyah, 1997:351). Penyebab penyakit ini
adalah sejenis virus yang tergolong dalam famili paramyxovirus yaitu
genus virus morbili. Virus ini sangat sensitif terhadap panas dan dingin,
dan dapat diinaktifkan pada suhu
eter,

tripsin,

dan

beta

30oC dan -20oC, sinar matahari,

propiolakton.

Sedang

formalin

dapat

memusnahkan daya infeksinya tetapi tidak mengganggu aktivitas


komplemen. (Rampengan, 1997 : 90-91).
35. Manifestasi klinis Koriza dan Batuk bertambah, Kadang
terlehat bercak koplik, Adanya eritema, makula, papula yang disertai
kenaikan suhu badan, Terdapat pembesaran kelenjar getah bening,
Splenomegali.

Pada

pemeriksaan

serologis

dengan

cara

hemagglutination inhibition test dan complemen fixation test akan


ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1-3 hari setelah
timbulnya rash dan mencapai puncaknya pada 2-4 minggu kemudian.
(Rampengan, 1997 : 94).

36.
37.
38.

DAFTAR PUSTAKA

Arief Manjoer. 2000. Kapita Selekta Kedokteran.

Edisi III. Jilid II. Jakarta: EGC


39.
40.
Behrman, Kliegnan, Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan
Anak Nelson. Vol.2. Edisi 15. Jakarta: EGC.
41.
42.
Doenges, Marilynnm E. dkk. 1999. Rencana
Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC
43.
44.
Ngastiyah. 1997. Perawat Anak Sakit. Jakarta: EGC.
45.
46.
Suryadi. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta:
CV Sagung Seto
47.
48.
Wongs & Whaley. 2010. Nursing Care Of Infants And Children.
Jakarta: EGC

49.

Anda mungkin juga menyukai