Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK SAKIT DENGAN MORBILI

OLEH :
NI KADEK AYU GITA PRADNYA DEWI
P07120019047
TINGKAT 2.2
DIII KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2020/2021
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Definisi Pengertian
Morbili adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai
3 stadium yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensensia.
Morbili dapat disebut juga campak, ”measles”, rubeola.
Menurut WHO (2013), campak adalah penyakit menular dengan gejala
kemerahan berbentuk mukolo popular selama 3 hari atau lebih disertai panas 38°C
atau lebih dan penderita campak awalnya mengalami gejala berupa demam, nyeri
tenggorokan, pilek (coryza), batuk, bercak koplik, nyeri otot, dan mata merah
(conjunctivitis).
Campak adalah penyakit infeksi virus akut yang ditandai dengan 3
stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi. Penyakit
campak adalah suatu penyakit virus akut yang sangat menular dengan gejala awal
berupa demam, konjungtivitis, pilek, batuk, dan bintik-bintik kecil dengan bagian
tengah berwarna putih atau putih kebiru-biruan dengan dasar kemerahan di daerah
mukosa pipi (bercak koplik).

B. Penyebab/factor predisposisi
Menurut Nugrahaeni (2012), campak disebabkan oleh adanya interaksi antara
host, agent dan environment. Perubahan salah satu komponen mengakibatkan
keseimbangan terganggu sehingga terjadi campak. Penyebab infeksi adalah virus
campak, anggota genus Morbilivirus dari famili Paramyxoviridae.
Virus morbili yang berasal dari secret saluran pernapasan, darah, dan urin
menyebar melalui kontak langsung dengan droplet dari orang yang terinfeksi. Masa
inkubasi selama 10-20 hari, dimana periode yang sangat menular adalah hari pertama
hingga hari ke 4 setelah timbulnya ruam pada kulit.

C. Patofisiologi
Virus dalam droplet masuk melalui saluran pernafasan dan selanjutnya masuk
kelenjar getah bening yang berada di bawah mukosa, di tempat ini virus
memperbanyak diri kemudian menyebar ke sel-sel jaringan limfo letikural seperti
limpa. Sel mononuclear yang terinfeksi membentuk sel berinti raksasa yang disebut
sel warthin, sedangkan sel T-limfosit meliputi kelompok penekan dan penolong yang
rentan terhadap infeksi, aktif membelah.
Pada hari ke lima sampai ke enam sesudah infeksi awal, focus infeksi terwujud
yaitu ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan
epitel orofaring, konjungtiva, saluran pernafasan, kulit, kandung kemih, dan saluran
usus. Selanjutnya pada hari ke Sembilan sampai ke sepuluh focus infeksi ada di epitel
saluran nafas. Pada saat itu muncul gejala coriza (pilek) disertai dengan peradangan
selaput konjungtiva yang tampak merah pasien nampak lemah disertai suhu tubuh
yang meningkat, lalu pasien nampak sakit berat sampai munculnya ruam kulit. Pada
hari ke sebelas tampak mukosa pipi suatu ulser kecil (bitnik koplik) yang merupakan
tempat virus tumbuh selanjutnya mati kondisi ini merupakan tanda pasti untuk
menegakan diagnosis. Akhirnya muncul ruam maculopapular di hari ke 14 sesuadah
awal infeksi dan pada saat itu anti bodi humoral dapat dideteksi dan selanjutnya suhu
tubuh menurun.
D. Pathway
E. Klasifikasi
Klasifikasi campak, yaitu :
1. Pasti secara Laboratorium : Kasus campak klinis yang telah dilakukan konfirmasi
laboratorium dengan hasil positif terinfeksi virus campak (IgM positif).
2. Pasti secara Epidemiologi : semua kasus klinis yang mempunyai hubungan
epidemiologi dengan kasus yang pasti secara laboratorium atau dengan kasus
pasti secara epidemiologi yang lain ( biasanya dalam kasus KLB).
3. Bukan Kasus Campak (Discarded) : Kasus tersangka campak, yang setelah
dilakukan pemeriksaan laboratorium, hasilnya negatif atau kasus tersangka
campak yang mempunyai hubungan epidemiologis dengan rubella.
4. Kematian Campak : Kematian dari seorang penderita campak pasti (klinis,
laboratorium maupun epidemiologi) yang terjadi dalam 30 hari setelah timbul
rash, bukan disebabkan oleh hal-hal lain seperti : trauma atau penyakit kronik
yang tidak berhubungan dengan komplikasi campak.

F. Gejala klinis
Campak memiliki masa tunas 10-20 hari, penyakit ini dibagi menjadi dalam 3 stadium
yaitu :
1. Stadium Kataral (Prodormal)
Berlangsung selama 4-5 hari dengan tanda gejala sebagai berikut :
a. Panas
b. Malaise
c. Batuk
d. Fotofobia
e. Konjungtivitis
f. Koriza
2. Stadium Erupsi
Gejala klinik yang muncul pada stadium ini adalah :
a. Koriza dan Batuk bertambah
b. Kadang terlehat bercak koplik
c. Adanya eritema, makula, papula yang disertai kenaikan suhu badan
d. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening
e. Splenomegali
f. Diare dan muntah
3. Stadium Konvalensensi
Erupsi mulai berkurang dengan meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua
(hiperpigmentasi). Suhu menurun sampai normal kecuali ada komplikasi.

G. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
a. Keadaan umum lemah
b. Kesadaran komposmentis
c. Adanya ruam kemerahan diseluruh tubuh seperti wajah, telinga, leher dan
pada badan.
d. Konjungtiva anemis
e. Fotopobia
f. Turgor kulit tidak elastis
g. Mukosa bibir kering
h. Peningkatan produksi sekret
2) Palpasi
Teraba pembesaran kelenjar getah bening pada sudut mandibula dan daerah leher
belakang
3) Perkusi
a. Kadang terdapat distensi abdomen
b. Peristaltik usus meningkat
4) Auskultasi
Pada anak dengan morbili biasanya mengalami komplikasi broncopneumonia,
sehingga hasil auskultasi didapatkan suara ronchi.

H. Pemeriksaan diagnostic / penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium
a. Test elisa (Ig m dan Ig g meningkat)
b. Leukosit menurun (leukopenia),
2. Pemeriksaan radiologi
a. Rontgen thorax, didapatkan gambaran infiltrate yang menunjukkan adanya
broncopneumonia.

I. Diagnose/ criteria diagnosis


Diagnosis campak biasanya dapat dibuat atas dasar kelompok gejala klinis yang
sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang fotofobia disertai batuk dan demam
tinggi dalam beberapa hari dan diikuti timbulnya ruam yang memiliki ciri khas, yaitu
diawali dari belakang telinga untuk kemudian menyebar ke muka, dada, tubuh, lengan
dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya mengalami
hiperpigmentasi dan mengelupas.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan ruam kulit yang khas.
Pemeriksaan lain yang mungkin perlu dilakukan:
1. Pemeriksaan darah, pemeriksaan darah tepi
2. Pemeriksaan ig m anti campak
3. Pemeriksaan komplikasi campak:
a. Enteritis
b. Ensephalopati,
c. Bronkopneumoni

J. Terapi/tindakan penanganan
Umumnya dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
1. Isolasi untuk mencegah penularan
2. Tirah baring dalam ruangan yang temaram (agar tidak menyilaukan)
3. Jaga agar penderita tetap merasa hangat dan nyaman
4. Diet bergizi tinggi dan mudah dicerna. Bila tidak mampu makan
banyak, berikan porsi kecil tapi sering (small but frequent).
5. Asupan cairan harus cukup untuk mencegah dehidrasi
6. Kompres hangat bila panas badan tinggi
7. Humidikasi ruangan bagi penderita laringitis atau batuk mengganggu dan
lebih baik mempertahanakan suhu ruangan yang hangat.
8. Obat-obat yang dapat diberikan antara lain :
a. Penurun panas (antipiretik) : Parasetamol atau ibuprofen
b. Pengurang batuk (antitusif)
c. Vitamin A dosis tunggal :
- Di bawah 1 tahun : 100.000 unit
- Di atas 1 tahun : 200.000 unit
a. Antibiotika
Antibiotika hanya diberikan bila terjadi komplikasi berupa
infeksi sekunder (seperti otitis media dan pnemonia)
b. Kortikosteroid dosis tinggi biasanya diberikan pada penderita
morbili dengan ensefalitis
c. Hidrokortison 100-200 mg/hr selama 3-4 hari
d. Prednison 2 mg/kgBB/hr selama 1 minggu
Menurut Nugrahaeni (2012), cara yang efektif untuk mencegah penyakit campak
yaitu dengan imunisasi balita pada usia 9 bulan. Imunisasi campak membuat anak
akan terlindungi dan tidak terkena campak, karena imunisasi dapat memberikan
kekebalan terhadap suatu penyakit termasuk campak.

K. Komplikasi

Sebagian besar penderita campak sembuh dalam beberapa hari. Tetapi pada
beberapa kasus, campak dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti:

1. Dehidrasi akibat diare dan muntah


2. Peradangan pita suara
3. Infeksi mata
4. Infeksi telinga
5. Paru-paru basah
6. Kejang

Bila terjadi pada ibu hamil, terutama yang belum mendapatkan imunisasi, campak
dapat menyebabkan sejumlah komplikasi pada janin, seperti terlahir prematur, lahir
dengan berat badan rendah, bahkan kematian janin. Pada kasus yang jarang terjadi,
campak juga dapat menimbulkan komplikasi berupa:

1. Radang dan infeksi pada otak


2. Infeksi pada organ hati atau hepatitis
3. Infeksi pada saraf mata
4. Mata juling atau strabismus
5. Gangguan pada sistem saraf dan jantung
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut Asmadi (2008), pengkajian merupakan tahap awal dari proses
keperawatan. Di sini semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan
status kesehatan klien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif
terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial, kultural dan spiritual klien.
Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data
dasar klien. Metode utama yang dapat digunakan dalam pengumpulan data adalah
wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik serta diagnostik. Menurut Lenny
(2009) dan Rampengan (2008), data yang harus dikaji pada klien dengan morbili
adalah, sebagai berikut:
1. Identitas Pasien
a. Klien: Nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pendidikan
dan agama.
b. Orang tua: Nama, umur, agama, pekerjaan, alamat, pendidikan
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang merupakan keluhan yang membuat klien meminta
bantuan pelayanan kesehatan, keluhan utama adalah alasan klien masuk
rumah sakit.
3. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Dahulu
Bayi dan anak-anak yang terkena morbili biasanya yang belum
mendapatkan imunisasi atau telah mendapatkan imunisasi campak tapi
kemungkinan besar vaksinnya tidak tersimpan dengan baik sehingga
mengakibatkan kualitas vaksin menurun atau pemberian dosis yang tidak
tepat dan pernah kontak dengan penderita morbili
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Awal Serangan
Keluhan awal yang muncul pada anak morbili yaitu:
1. Suhu tubuh meningkat

2. Malaise, batuk, fotopobia, konjungtivitas, coryza

3. Eritma muncul dari belakang telinga ke sepanjang rambut dan


bagian belakang bawah
b. Faktor Pencetus
Virus morbili yang berasal dari sekret saluran pernafasan, darah dan urin
dari orang yang terinfeksi. Penyebaran infeksi melalui kontak langsung
dengan droplet dan orang terinfeksi.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit keluarga mungkin didapati salah satu anggota keluarga
ada yang menderita morbili yang dapat ditularkan melalui sekret saluran
pernafasan, darah dan urin.
Tanda dan gejala:
1. Gangguan integritas kulit/jaringan
a. Tanda dan gejala mayor
1. Subyektif :
(tidak tersedia)
2. Obyektif:
1. Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
b. Gejala dan tanda minor
1. Subyektif :
(tidak tersedia)
2. Obyektif:
1. Nyeri
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hermatoma
2.Bersihan jalam nafas tidak efektif
a. Gejala dan tanda mayor
1. Subjektif
(tidak tersedia)
2. Obyektif:
1. batuk tidak efektif
2. tidak mampu batuk.
3. sputum berlebih.
4. Mengi, wheezing dan / atau ronkhi kering.
5. Mekonium di jalan nafas pada Neonatus.
b. Gejala dan tanda minor
1. Subyektif :
1. Dispnea.
2. Sulit bicara.
3. Ortopnea
2. Obyektif:
1. Gelisah.
2. Sianosis.
3. Bunyi napas menurun.
4. Frekuensi napas berubah.
5. Pola napas berubah.
3. Hipertermia
a. Tanda dan gejala mayor
1. Subyektif :
(tidak tersedia)
2. Obyektif:
1. suhu tubuh diatas nilai normal
b. Gejala dan tanda minor
3. Subyektif :
(tidak tersedia)
4. Obyektif:
1. Kulit merah
2. Kejang
3. Takikardi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat

B. Diagnose keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan objektif yang
telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosis keperawatan.
Diagnosis keperawatan melibatkan proses berfikir kompleks tentang data yang
dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medik dan pemberi pelayanan kesehatan
yang lain. Komponen komponen dalam pernyataan diagnosis keperawatan meliputi
masalah (problem), penyebab (etiologi), tanda dan gejala (sign and symptom)
(Asmadi,2008). Diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi pada anak dengan
morbili menurut Suriadi (2010) adalah, sebagai berikut:
a. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan adanya rush

b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan


sputum

c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

C. Rencana Asuhan Keperawatan

No. Tujuan/ kriteria Intervensi Rasional


Dx hasil
1. Setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit Observasi
intervensi Observasi 1. Untuk mengetahui penyebab
keperawatan selama 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.
...x... jam maka gangguan integritas kulit (mis. perubahan sirkulasi, perubahan
integritas kulit dan perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan
jaringan meningkat status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan
dengan kriteria kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
hasil: ekstrem, penurunan mobilitas)
1. Kerusakan Terapeutik
jaringan dan kulit Terapeutik 1. Agar tidak terjadi lesi akibat
menurun 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika terlalu lama di posisi yang sama
2. Pasien tidak tirah baring 2. Agar area penonjolan tulang
merasa nyeri 2. Lakukan pemijatan pada membaik
3. Pasien tidak area penonjolan tulang, jika 3. Agar tetap terjaga
mengalami perlu kebersihannya
perdarahan 3. Bersihkan perineal dengan 4. Agar kulit tidak kering
4. Kemerahan pada air hangat, terutama selama 5. Agar kulit iritasi dengan
kulit pasien periode diare menggunakan produk yang
membaik 4. Gunakan prduk berbahan alami
5. Hematoma petrolium atau minyak pada 6. Agar kulit tidak iritasi
berkurang kulit kering
5. Gunakan produk berbahan Edukasi
ringan/alami dan hipoalergik 1. Agar kulit tetap terhidrasi
pada kulit sensitif 2. Agar kebutuhan cairan
6. Hindari produk berbahan terpenuhi
dasar alkohol pada kulit kering 3. Agar kebutuhan nutrisi
tercukupi
Edukasi 4. Agar sel-sel cepat
1. Anjurkan menggunakan beregenerasi dengan gizi
pelembab (mis. lotion, serum) seimbang
2. Anjurkan minum air yang 5. Agar kulit tidak iritasi akibat
cukup suhu terlalu panas atau dingin
3. Anjurkan meningkatkan 6. Agar kulit terlindung dari
asupan nutrisi paparan sinar UV
4. Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
6. Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF mnimal 30 saat
berada di luar rumah

2. Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas Observasi :


asuhan keperawatan Observasi 1. Untuk mengetahui
...x... jam 1. Monitor pola napas frekuensi, kedalaman, irama
diharapkan bersihan (frekuensi, kedalaman, pernafasan.
jalan napas usaha napas) 2. Adanya bunyi napas
meningkat dengan 2. Monitor bunyi napas tambahan mengidentifikasi
kriteria hasil : tambahan (mis. gurgling, adanya gangguan pada
- Batuk efektif mengi, wheezing, ronkhi pernafasan
meningkat kering) 3. Karakteristik sputum dapat
- Produksi sputum 3. Monitor sputum (jumlah, menunjukkan berat
menurun warna, aroma) ringannya obstruksi
- Mengi menurun Terapeutik Terapeutik :
- Wheezing 1. Pertahankan kepatenan 1. Membebaskan jalan napas
menurun jalan napas dengan head- untuk menjamin jalan
- Mekonium tilt dan chin-lift (jaw-thrust masuknya udara ke paru
menurun jika curiga trauma servikal) secara normal sehingga
- Dispnea 2. Posisikan semi-Fowler atau menjamin kecukupan
membaik Fowler oksigenase tubuh
- Ortonea 3. Berikan minum hangat 2. Posisi semi flower dapat
membaik 4. Lakukan fisioterapi dada, memberikan kesempatan
- Sulit bicara jika perlu pada proses ekspirasi paru
membaik 5. Lakukan penghisapan 3. Membantu meringankan
- Sianosis lendir kurang dari 15 detik bebrapa gejala infeksi
membaik 6. Lakukan hiperoksigenasi pernafasan
- Gelisah sebelum penghisapan 4. Fisioterapi dada merupakan
membaik endotrakeal strategi untuk mengeluarkan
- Frekuensi napas 7. Keluarkan sumbatan benda secret
membaik padat dengan forsep 5. Mengurangi lendir yyang
- Pola napas McGill berlebih
membaik 8. Berikan oksigen, jika perlu 6. Untuk Menghindari
Edukasi hipoksemi akibat
1. Anjurkan asupan cairan penghisapan lendir
2000 ml/hari, jika tidak 7. Memasang intubasi atau alat
kontraindikasi bantu saluran napasatau
2. Ajarkan teknik batuk mengambil benda asing dari
efektif saluran napas bagian atas
Kolaborasi pasien.
1. Kolaborasi pemberian 8. Memaksimalkan bernapas
bronkodilator, ekspektoran, dan mencegah hipoksia
mukolitik, jika perlu Edukasi :
1. Hidrasi yang adekuat
membantu mengencerkan
secret dan mengefektifkan
pemberssihan jalan nafas
2. Batuk yang efektif dapat
memudahkan pengeluaran
secret yang melekat dijalan
napas.
Kolaborasi :
1. Menghilangkan spasme
bronkus untuk memperbaiki
aliran udara.

3. Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia Manajemen Hipertermia


selama …x….. jam Observasi Observasi
tindakan diharapkan 1. Identifikasi penyebab 1. Untuk mengetahui
hipertermia hipertermia penyebab pasien mengalami
berkurang dengan 2. Monitor suhu tubuh hipertermia
kiteria hasil : 3. Monitor kadar elektrolit 2. Untuk memantau suhu
1. Menggigil 4. Monitor haluaran urine pasien
menurun 5. Monitor komplikasi akibat 3. Untuk memantau
2. Kulit merah hipertermia kecukupan elektrolit pasien
menurun Terapeutik 4. Untuk memantau haluaran
3. Kejang menurun 1. Sediakan lingkungan yang urine pasien
4. Akrosianosis dingin 5. Untuk mengetahui adanya
menurun 2. Longgarkan atau lepaskan komplikasi pada pasien
5. Konsumsi pakaian
Terapeutik
oksigen 3. Basahi dan kipasi
1. Agar pasien tidak merasa
menurun permukaan tubuh
kepanasan
6. Piloereksi 4. Berikan cairan oral
2. Untuk mempermudah
menurun 5. Ganti linen setiap hari atau
turunnya suhu pasien
7. Vasokonstriksi lebih sering jika mengalami
3. Untuk membantu turunnya
perifer menurun hyperhidrosis
suhu pasien
8. Kutis memorata 6. Lakukan pendinginan
4. Untuk membantu
menurun eksternal
menurunkan suhu pasien
9. Pucat menurun 7. Hindari pemberian
lebih cepat
10. Takikardi antipiretik atau aspirin
5. Agar pasien merasa nyaman
menurun 8. Berikan oksigen, jika perlu
6. Agar pasien tidak merasa
11. Takipnea Edukasi
panas
menurun 1. Anjurkan tirah baring
7. Agar pasien tidak
12. Bradikardi Kolaborasi
mengalami komplikasi
menurun 1. Kolaborasi pemberian
13. Dasar kuku cairan dan elektrolit 8. Untuk membantu pasien
sianotik intravena, jika perlu bernapas, jika sesak
menurun
Edukasi
14. Hipoksia Regulasi Temperatur
1. Agar pasien bisa istirahat
menurun 1. Monitor suhu pasien
15. Suhu tubuh sampai stabil (36,5 – Kolaborasi
membaik 37,5oC) 1. Sebagai pembantu dalam
16. Suhu kulit 2. Pasang alat pemantau suhu mengatasi hipertermia
membaik kontinu, jika perlu pasien
17. Kadar glukosa 3. Jelaskan cara pencegahan
Regulasi Temperatur
darah membaik hipotermi karena terpapar
1. Untuk memantau suhu
18. Pengisian udara dingin
pasien agar normal
kapiler membaik
2. Sebagai alat pemantau
19. Ventilasi
3. Memberikan informasi pada
membaik
pasien atau keluarganya
20. Tekanan darah
membaik
DAFTAR PUSTAKA

http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/TI07_Morbili-Q.pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/Campak
https://rsuppersahabatan.co.id/artikel/read/campak
https://id.scribd.com/doc/178107875/Bab-2-Patofisiologi-Morbili
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi dan
indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI 2018 Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI 2018 Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan : DPP PPNI
LEMBAR PENGESAHAN

Nama Pembimbing Denpasar, 26 Februari 2021

Nama Mahasiswa

I Ketut Labir, SST.,S.Kep.,Ns.M.Kes Ni Kadek Ayu Gita Pradnya Dewi

…………………………………………………… ……………………………………………

NIP. 196312251988021001 NIM. P07120019047

Anda mungkin juga menyukai