Anda di halaman 1dari 10

1.

Surat Al An’am : 162

َ ‫اي َو َم َماتِي هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِم‬


‫ين‬ َ ‫قُلْ ِإ َّن‬
َ َ‫صالتِي َونُ ُس ِكي َو َمحْ ي‬
Artinya : Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta alam.

‫ين‬ ُ ْ‫ك ُأ ِمر‬


َ ‫ت َوَأنَا َأ َّو ُل ْال ُم ْسلِ ِم‬ َ ِ‫ك لَهُ َوبِ َذل‬
َ ‫ال َش ِري‬ 
Artinya : Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan
aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”.

Ayat ini dapat dipahami sebagai penjelasan tentang agama Nabi Ibrahim as. Yang
disinggung diatas sekaligus merupakan gambaran tentang sikap Nabi Muhammad SAW
yang mengajak kaumnya untuk beriman. Ayat ini memerintahkan: Katakanlah wahai
Nabi Muhammad SAW bahwa sesungguhnya sholatku, dan semua ibadahku termasuk
korban dan penyembelihan binatang yang kulakukan dan hidupku bersama segala yang
terkait dengannya, baik tempat, waktu, maupun aktivitas dan matiku, yakni iman dan
amal saleh yang akan kubawa mati, kesemuanya kulakukan secara ikhlas dan murni
hanyalah semata-mata untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya dalam
Dzat, sifat, dan perbuatan-Nya antara lain dalam penciptaan alam raya dan kewajaran
untuk disembah dan demikian itulah tuntutan yang sangat tinggi kedudukan lagi luhur
yang diperintahkan kepadaku oleh nalar yang sehat dan juga oleh Allah SWT dan aku
adalah orang yang pertama dalam kelompok orang-orang muslim, yakni orang-orang
muslim yang paling sempurna kepatuhan dan penyerahan dirinya kepada Allah SWT.
Ayat ini juga menjadi semacam bukti bahwa ajakan beliau kepada umat agar
meninggalkan kesesatan dan memeluk islam, tidaklah beliau maksudkan untuk meraih
keuntungan pribadi dari mereka, karena seluruh aktivitas beliau hanya demi karena Allah
SWT semata-mata.
Melalui ayat diatas Nabi SAW diperintahkan untuk menyebut 4 hal yang
berkaitan dengan wujud dan aktivitas beliau yaitu shalat dan ibadah, serta hidup dan
mati. Dua yang perrtama termasuk dalam aktivitas yang berada dalam piliham manusia.
Kalo dia mau dia dapat beribadah, kalau enggan dia dapat meninggalkannya. Ini berbeda
dengan hidup dan mati, keduanya ditangan Allah SWT. Manusia tidak memiliki pilihan
dalam kedua hal ini. Menurut asy-sya’rawi, sebenarnya shalat dan ibadahpun adalah
dibawah kekuasaan Allah SWT. Karena Dialah yang menganugerahkan kepada manusia
kekuatan dan kemampuan untuk melaksanakannya. Anggota badan kertika
melaksanakannya mengikuti perintah Anda dengan menggunakan kekuatan yang Allah
anugerahkan kepada jasmani untuk melaksanakannya. Disisi lain, seseorang tidak shalat,
kecuali jika dia sadar bahwa Allah yang memerintahkannya shalat. Jika demikian,
semuanya ditangan Allah SWT. Karena itu sangat wajar jika shalat dan semua ibadah
dijadikan demi karena Allah SWT.
Adapun hidup dan mati, maka keadaannya lebih jelas lagi, karena memang sejak
semula kita telah menyadari bahwa keduannya adalah milik Allah SWT dan berada
dalam genggaman tangan-Nya.
Kesimpulan kandungan makna Qs. al-An’am ayat 162-163.
1. Allah Swt. memerintahkan kepada manusia untuk berserah diri hanya kepada-
Nya.
2. Allah swt. adalah Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam Mencipta,
Memelihara dalam mengatur alam semesta beserta isinya.
3. Perintah Allah Swt. untuk berlaku ikhlas dalam berakidah, beribadah dan
beramal.
4. Perilaku yang sesuai dengan Qs. al-An’am ayat 162-163, antara lain :
a. Berserah diri hanya kepada Allah Swt.
b. Menghambakan diri dan mengabdi hanya kepada-Nya.
c. Menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
d. Menjauhkan diri dari sikap syirik.
e. Beribadah dengan ikhlas hanya mengharap Ridha-Nya.

a. Penjelasan Surat Al An’am : 162-163.


Kedua ayat dimuka termasuk dalam 5 ayat penutup Surat Al An’am, yaitu ayat
161 – 165. Ayat 161 bermuatan perintah kepada Nabi Muhammad SAW agar beliau
mengemukakan pernyataan lagi secara tegas kepada kaum musyrik, bahwa yang dianut
oleh Nabi Ibrahim AS bukanlah agama sepeti yang mereka anut, dan bukan pula seperti
kepercayaan kaum ahli kitab yang menyimpang, melainkan agama ang benar dan
pandangan hidup yang lurus.
Beliau diperintahkan pula dalam ayat : 162-163 ( yang kita bahas sekarang ini ) supaya
mengemukakan satu pernyataan lagi secara tegas bahwa :
1. Beliau berpegag teguh dan berpedoman kepada agama Nabi brahim AS dengan
sekaligus medakwahkanya secara lisan maupun dalam bentuk amal yang nyata
2. Beliau adalah orang yang pertama yang mengikuti agama Nabi Ibrahim dengan
tulus dan benar
3. Beliaulah yang memulihkan kemurnian agama Nabi Ibrahim AS setelah
diselewengkan oleh orang-orang yag tidak bertanggung jawab.

Ayat 162 menyebutka beberapa hal terpenting yang harus dipersembahkan


semata-mata kepada Allah SWT bukan kepada yag lain yaitu :
a. Shalat : meliputi shalat fardlu, shalat sunnah
b. Ibadah : dalam ayat ersebut memang tertuju pada ibadah hai dan umrah namun
tidak salah ika dimaknai dengan ibadah dalam arti yang luas
c. Hidup : artinya hidup ini difokuskan untuk semata-mata mengikuti ajaran Allah
demi mendapatkan keridlaan-Nya
d. Mati : artinya nyawa pun harus dikorbankan untuk membela dan menjunjung
tinggi ajaran Allah, sehingga kembali kepangkuan Allah dengan ridla dan di ridlai
Betapa ayat tersebut mencakup segala amal saleh yang merupakan kinerja hidup
orang mukmin di dunia dan investasi hidupnya kelak di akherat. Karena itu jenis amal
saleh apapun tentunya harus dilandasi dengan ikhlas untuk semata-mata mengabdi
kepada Allah. Inilah yang lazim disebut “ Kemurnian Ibadah “. Bagi orang mukmn
sepatutna memposisikan diri untuk senantiasa mempersembahkan hidup dan matinya
untuk Alah semata-mata, sehingga dalam setiap perbuatannya ia lebih mengutamakan
nilai-nilai kewajiban dan kesalehan. Ia tidak pantas memiliki kecenderungan-
kecenderungan duniawi, lau ingin dipuji dan takut dicela orang dalam beramal dan
beribadah.
Sedangkan ayat 163 pada bagian petama berisi penolakan terhadap segala bentuk
perilaku syirik, baik syirik secara terang-terangan maupun syirik secara terselubung.
Syirik secara terang-terangan berarti mash bertuhan ganda, seperti mempercayai adanya
kekuatan pada suatu jenis benda untuk bisa menolong atau menyelamatkan. Sementara
syirik yang terselubung berarti masih bermotif ganda dalam beribadah dan beramal,
sehingga berebutan melakukan amal dan beribadah tetapi untuk tujuan mencari pujian
dan dukungan. Selanjunya bagian akhir ayat 163 berisi perintah agar orang mkmin benar-
benar menjadi muslim yang memahi segala peritah Allah dan menjauhi segenap
larangan-Nya.
a. Keikhlasan Beribadah.
Cara agar kita dapat mancapai rasa ikhlas adalah dengan mengosongkan pikiran
dissat kita sedang beribadah kepada Allah SWT. Kita hanya memikirkan Allah, shalat
untuk Allah, zikir untuk Allah, semua amal yang kita lakukan hanya untuk Allah.
Lupakan semua urusan duniawi, kita hanya tertuju pada Allah. Jangan munculkan ras
riya’ atau sombong di dalam diri kita karena kita tidak berdaya di hadapan Allah SWT.
Rasakanlah Allah berada di hadapan kita dan sedang menyaksikan kita. Insya Allah
dengan cara di atas anda dapat mencapai ikhlas. Dan jangan lupa untuk berdoa memohon
kepada Allah SWT agar kita dapat beribadah secara ikhlas untuk-Nya, sebagaimana do’ a
Nabi Ibrahim a.s,” Sesungguhnya jika Rabb-ku tidak memberi hidayah kepadaku,
pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat. ( Matsna. 1997: 27)
Sebagai upaya membina terwujudnya keikhlasan yang mantap dalam hati setiap
mukmin, sudah selayaknya kita memperhatikan beberapa hal yang dapat mencapai dan
memelihara ikhlas dari penyakit-penyakit hati yang selalu mengintai kita, di antaranya:
1. Dengan meyakini bahwa setiap amal yang kita perbuat, baik lahir maupun batin,
sekecil apapun, selalu dilihat dan didengar Allah SWT dan kelak Dia
memperlihatkan seluruh gerakan dan bisikan hati tanpa ada yang terlewatkan.
Kemudian kita menerima balasan atas perbuatan-perbuatan tadi
2. Memahami makna dan hakikat ikhlas serta meluruskan niat dalam beribadah
hanya kepada Allah dan mencari keridlaan-Nya semata, setelah yakin perbuatan
kita sejalan dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Maka ketika niat kita
menyimpang dari keikhlasan,
3. Berusaha membersihkan hati dari sifat yang mengotorinya seperti riya, nifaq atau
bentuk syirik lainnya sekecil apapun. Fudhail Bin`Iyadh men
gatakan:”Meninggalkan amal karena manusia adalah riya, sedang beramal karena
manusia adalah syirik. Dan ikhlas adalah menyelamatkanmu dari kedua penyakit
tersebut.”
4. Memohon petunjuk kepada Allah agar menetapkan hati kita dalam ikhlas. Karena
hanya Dia-lah yang berkuasa menurunkan hidayah dan menyelamat kan kita dari
godaan,syetan.
2. Surah Al – Bayyinah ayat 5

‫وﻤﺎ ﺃ ﻤﺮوﺍﺇﻻ ﻟﯾﻌﺑﺪوﺍﺍﷲ ﻤﺨﻟﺼﯾﻦ ﻟﻪ ﺍ ﻟﺪ ﯾﻦ ﺤﻨﻓﺎﺀ وﯾﻘﯾﻤوﺍﺍ‬


ۚ
‫وﯾﺅﺘوﺍﺍﻟﺯﻛوﺓ وﺬ ﻟﻙ ﺪ ﯾﻥ ﺍ ﻟﻘﯾﻣﺔ‬ ‫ﻟﺼﻟوﺓ‬
Terjemahan :
“ Padahal mereka tidak disuruh kecuali menyembah Allah SWT dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus “
( Q.S. Al-Bayyinah :5 ).

Isi Kandungan Surah Al-Bayyinah ayat 5


a. Manusia diciptakan hanya untuk menyembah kepada Allah SWT
b. Manusia diwajibkan mengingat Allah SWT diwaktu berdiri, duduk, maupun
berbaring Firman Allah SWT
c. Menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dengan menjauhkan
diri dari sifat-sifat kemusyrikan. Artinya menjalankan agama haruslah dengan
lurus, yaitu jauh dari syirik dari kesesatan-kesesatan.

Wujud dari sifat musyrik dapat dikelompokkan sebagai berikut :


1) Percaya adanya Allah, tetapi tidak mau melaksanaka perintah-Nya,
2) Memutuskan perkara tidak sesuai dengan ketentuan Allah padahal ia mengetahui
dan menyakini kebenaran hukum Allah SWT,
     
Firman Allah SWT :

ۚ
‫وﻟﻳﺤﻛﻤﺃﻫﻝﭐﻹﺠﻳﻝﺑﻤﺎﺃﻨﺯﻝﭐﷲﻓﻳﻪﻭﻤﻥﻟﻣﭹﻛﻢﺑﻤﺎﺃﻧﺯﻝ‬
‫ﭐﷲﻔﺄﻮﺈﻟﻙﻫﻡﭐﻟﻔﺴﻗﻮﻦ‬
      Artinya : Dan hendaklah orang-orang pengikut injil, memutuskan perkara menurut apa
yang diturunkan Allah didalamnya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut
apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik. ( Q.S. Al-
Maidah : 47 )
d. Allah memerintahkan supaya manusia menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan-Nya dan tidak menyekutukan Allah dan berbuat baik kepada ibu bapak,
kerabat, anak-anak yatim, orang miskin, tetangga baik yang dekat maupun yang
jauh, ibnu sabil dan hamba sahaya. Firman Allah SWT :

ۖ
‫ﻮﭐﻋﺑﺩﻮﭐﺍﷲﻮﻻﺘﺸﺭﻜﻮﭐﺑﻪﺸﻳﺛﺎﻮﺑﺎﻟﻮﻟﺪﻳﻦﺇﺤﺴﻧﺎﻮﺑﺬﻰ‬
‫ﭐﻗﺮﺑﻯﻮﭐﻟﻴﺗﻣﻯﻮﭐﻟﻣﺴﻜﻴﻦﻮﭐﻟﺟﺎﺭﺫﻯﭐﻟﻗﺭﻮﭐﺑﻰﻮﭐﻟﺟﺎﺭ‬
‫ﭐﻟﺟﻨﺏﻮﭐﻟﺿﺎﺣﺏﺑﭑﻟﺟﻨﺏﻮﭐﺑﻦﭐﻟﺴﺑﻴﻞﻮﻤﺎﻤﻟﻛﺕ‬
‫ﺃﻴﻤﻨﻛﻡۗ ﺇﻥﭐﷲﻻﻴﺤﺏﻤﻥﻛﺎﻥﻣﺨﺗﺎﻻﻓﺨﻭﺭﺍ‬
Artinya : Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib-kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat,
ibnu sabil dan hamba sahaya mu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membanggakan diri, (Q.S. An Nisa : 36).
Allah SWT berfirman dalam hadist qudsi :

‫ﻣﻥﻋﻤﻞﻋﻤﻼﺍﺸﺭﻚﻔﻴﻪﻋﻴﺭﻱﺗﺭﻜﺜﻪﻠﺸﺭﻴﻜﻲ‬
Artinya : “ Barang siapa mengerjakan sesuatu amal, ia menyekutukan kepada selain ku ,
Aku biarkan amalnya itu untuk sekutu-Ku itu “ (H.R. Muslim).
Keikhlasan dalam beribadah hakekatnya tidak dapat dipisahkan dengan niat ikhlas. Niat
dalam kaitannya dengan pelaksanaan ibadah dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
1) Niat ibadah, yaitu menghinakan diri dan tunduk secara sempurna untuk
menyatakan kehinaan dan kehambaan,
2) Niat Taat, yaitu melaksanakan apa yang Allah kehendaki,
3) Niat kuban, yaitu melaksanakan ibadah dengan maksud dapat pahala,
b. Ikhlas dalam Ibadah :
Melaksanakan ibadah karena takut akan azab.
Firman Allah SWT :

‫ﻭﭐﻠﺫﻴﻦﻴﺆﺗﻭﻦﻤﺂﺀﺍﺗﻭﭐﻭﻗﻠﻭﺑﮩﻡﻭﺟﻠﺔﺃﻨﮩﻡﺇﻠﻰﺮﺒﮩﻡﺮ‬
‫ﺟﻌﻭﻦ‬
Artinya : Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan
hati yang takut, (Karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali
kepada Tuhan mereka ( Al-Mukminun : 60 )

Dengan mengikhlaskan agama karena-Nya. “Segala amal dan ibadat, pendeknya


segala apa jua pun perbuatan yang bersangkutan dengan agama, yang dikerjakan dengan
kesadaran, hendaklah ikhlas karena Allah belaka, bersih daripada pengaruh yang lain:
“Dengan menjauhkan diri dari kesesatan.” Itulah yang dinamai hanif, jama’nya hunafaa-
a. Yaitu condong kepada kebenaran, laksana jarum kompas (pedoman), ke mana pun dia
diputarkan, namun jarumnya selalu condong ke Utara. Demikianlah hendaknya hidup
manusia, condong kepada yang benar, tidak dapat dipalingkan kepada yang salah: “Dan
supaya mendirikan sembahyang,” yaitu dengan gerak-gerik tubuh tertentu, dengan berdiri
dan ruku’ dan sujud mengingat Allah, membuktikan ketundukan kepada Allah: “Dan
mengeluarkan zakat,” yaitu mengeluarkan sebahagian dari hartabenda buat membantu
hidup fakir miskin, atau untuk menegakkan jalan Allah di dalam masyarakat yang luas,
sehingga dengan sembahyang terbuktilah hubungan kokoh dengan Allah dan dengan
zakat terbuktilah hubungan yang kokoh dengan sesama manusia.
“Dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (ujung ayat 5).
Tidaklah mereka itu dijatuhi perintah melainkan dengan segala yang telah
diuraikan itu: menyembah Allah, ikhlas beribadat, condong kepada berbuat baik,
sembahyang dan berzakat. Itulah dia inti agama. Itulah yang dibawa oleh Nabi-nabi sejak
syariat diturunkan di zaman Nabi Nuh, sampai kepada Nabi yang sekarang ini,
Muhammad SAW. Maka kalau hendak dihimpunkan sekalian perintah agama yang
dibawa Nabi-nabi, inilah dia himpunan perintah itu. Kontak dengan Allah, mengakui
Keesaan Allah, beribadat kepada-Nya sahaja, tidak kepada yang lain, sembahyang dan
berzakat. Maka kalau mereka itu tidak menurutkan kehendak hawa nafsu, patutlah
mereka menerima menyambutnya. Karena isi ajaran tidaklah merobah isi kitab yang
mereka pegang, melainkan melengkapinya.
Syaikh Muhammad Abduh di dalam tafsir Juzu’ ‘Ammanya memberi peringatan,
bahwa meskipun ayat ini turun mengkisahkan sikap ahlul-kitab, namun penyakit
semacam ini telah banyak bertemu dalam kalangan kaum Muslimin. Meskipun Firman
Ilahi dan Sabda Rasulullah SAW telah terang benderang dan jelas isinya, masih pula
terdapat perpecahan di kalangan kaum Muslimin, ta’ashshub mempertahankan golongan
masing-masing, sehingga di antara Muslimin sesama Muslimin pun terjadi perpecahan.
Beliau berkata: “Bagaimana pendapatmu tentang keadaan kita (kaum Muslimin)?
Bukankah hal ini telah diingatkan oleh Kitab suci kita sendiri, yang telah membuktikan
buruknya amal-amal kita, sehingga kita pecah-berpecah dalam hal agama, sampai
bergolong-golong, sampai amalan kita penuh dengan perbuatan baru yang diada-adakan
dan perbuatan bid’.
3. Kesimpulan

Inilah sekelumit hal mengenai keikhlasan, yang patut dihadirkan dan dijaga dalam
diri tiap insan. Keikhlasan bukan hanya monopoli mereka-mereka yang pakar dalam ilmu
keagamaan, atau mereka-mereka yang berkecimpung dalam keilmuan syar’iyah. Namun
keikhlasan adalah potensi setiap insan dalam melakukan amalan ibadah kepada Allah.
Bahkan tidak sedikit mereka-mereka yang dianggap biasa-biasa saja, ternyata memiliki
keluarbiasaan dalam keimanannya kepada Allah. Jika demikian halnya, marilah memulai
dari diri pribadi masing-masing, untuk menghadirkan keikhlasan, meningkatkan
kualitasnya dan menjaganya hingga ajal kelak menjemput kita. Wallahu A’lam bis
Shawab.
Jangan munculkan ras riya’ atau sombong di dalam diri kita karena kita tidak
berdaya di hadapan Allah SWT. Rasakanlah Allah berada di hadapan kita dan sedang
menyaksikan kita. Insya Allah dengan cara di atas anda dapat mencapai ikhlas. Dan
jangan lupa untuk berdoa memohon kepada Allah SWT agar kita dapat beribadah secara
ikhlas untuk-Nya, sebagaimana do’ a Nabi Ibrahim a.s,” Sesungguhnya jika Rabb-ku
tidak memberi hidayah kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.
Dengan mengikhlaskan agama karena-Nya. “Segala amal dan ibadat, pendeknya
segala apa jua pun perbuatan yang bersangkutan dengan agama, yang dikerjakan dengan
kesadaran, hendaklah ikhlas karena Allah belaka, bersih daripada pengaruh yang lain:
“Dengan menjauhkan diri dari kesesatan.” Itulah yang dinamai hanif, jama’nya hunafaa-
a. Yaitu condong kepada kebenaran, laksana jarum kompas (pedoman),
DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin Al-mahali dan Jalaluddin Al-Suyuthi. 2002. Tafsir Jalalain Berikut Asbabun
Nuzul Ayat. Bandung: Sinar Baru Al-Qesindo
Quraish Shihab. 2002. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an.
Jakarta: Lentera Haji
Hamka, 1979.Tafsir Al-Azhar. Surabaya: yayasan LatimojongQ shaleh. 2000. asbabun
nuzul. Bandung : CV. penerbit diponegoro depag RI
Syamsury. 2006. Pendidikan untuk kelas x. Jakarta: Erlangga
Matsna. 1997. Quran Hadits. Semarang: PT karya Toha Putra
http://hafidht.blogspot.com/2009/10/ikhlas.html
http://andrey.web.id/content/faidah-faidah-ikhlas

Anda mungkin juga menyukai