Anda di halaman 1dari 5

BAB 5

IKHLAS DALAM BERIBADAH

TAFSIR

A. QS. Al-An’ām (6); 162–163

Artinya :
(162) Katakanlah: Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam.
(163) tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah
orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)"
Isi kandungan :
1. Salat dan kurban merupakan dua bentuk ibadah yang membutuhkan keikhlasan yang tinggi.
Jika tidak, dia akan menjerumuskan pada kesyirikan
2. Hidup dan mati adalah simbol permulaan dan penutup proses hidup seseorang, dan
hendaknya dihiasi dengan nilai-nilai keikhlasan.
3. Allah Swt. memerintahkan Nabi Saw. untuk memberitakan kepada orang-orang musyrik
yang menyembah berhala (selain Allah Swt.) dan menyembelih hewan tidak atas nama-Nya
bahwa Allah Swt. tidak sama dengan mereka. Karena salat dan ibadah beliau hanya semata-
mata untuk Allah Swt. dan tiada sekutu bagi-Nya
4. Said Ibnu Jubair dan Mujahid mengemukakan bahwa kata “nusukī” berarti ibadah kurban di
musim haji dan umrah.
5. Ikhlas berarti murni atau asli, yakni dorongan jiwa yang menghantarkan perilaku seseorang
selalu bergantung dan memerlukan Allah Swt.
B. QS. Al-Bayyinah (98 ): 5

Artinya :
(5) Padahal mereka tidak disuruh kecualisupaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.
Isi kandungan :
1. Kandungan ayat tersebut berupa peringatan Allah Swt. kepada kaum Yahudi dan Nasrani
supaya menyembah Allah Swt. Tuhan Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi- Nya. Keterangan
tersebut telah Allah sebutkan di dalam Kitab Taurat dan Injil. Hal ini menunjukkan bahwa
seluruh ajaran yang dibawa oleh para nabi sebelum Nabi Muhammad Saw. mengajarkan hal
yang sama yakni mengesakan Allah dan wajib menyembahnya dengan ikhlas
2. Di bagian akhir ayatnya, Allah mengikutkan perintah mendirikan salat dan menunaikan zakat
setelah mentauhidkan-Nya. Kedua perintah tersebut menjadi tolok ukur tingkat keimanan
seseorang. Baik perintah mendirikan salat maupun menunaikan zakat, keduanya
menghendaki seorang mukmin untuk ikhlas menjalankannya. Namun, keduanya pula
berpeluang menyeret pelakunya menuju kesyirikan seperti memamerkan ibadah salatnya
kepada orang lain, memberi zakatnya jika disanjung atau lainnya.

C. QS. Az-Zumar (39) : 2

Artinya :
(2) sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab (al Quran) dengan (membawa) kebenaran.
Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.
Isi kandungan :
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah Swt. mewahyukan al-Qur’an kepada baginda Nabi
berisikan rambu-rambu kehidupan menuju kebenaran mutlak. Rangkaian pesan yang telah
termaktub di dalamnya, semuanya menawarkan aturan-aturan yang apabila umat manusia
mengikutinya, maka keuntungan dan kebahagiaanlah yang akan didapatkannya. Aturan-aturan
itu bersumber dari Tuhan Sang Pemilik alam semesta ini, yang sudah tentu menguasai segalanya
dan tidak mungkin akan keluar dari jalan tersebut.
HADIST

A. Hadis Riwayat Imam Bukhori

Artinya :
Umar bin al-Khaththab di atas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah Saw bersabda:
"Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa
yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena
seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa diniatkan"
(HR. Bukhori No. 1)
Isi kandungan :
Amal yang ikhlas ialah amal yang dilakukan karena Allah Ta’ala, sedangkan amal yang benar
ialah bila dilakukan sesuai dengan sunnah Rasulullah saw.
Pelajaran dari hadits di atas :
1. Satu amalan bergantung kepada niat.
2. Harus rajin-rajin tajdid niat (memperbaharui niat).
3. Seandainya niat dari awal tersalah, maka luruskanlah kembali niat itu walaupun sudah
di tengah perjuangan insyaAllah akan sampai kepada tujuan ilahi.
4. Adapun yang berkaitan dengan niat sholat dan ibadah lainya.

Imam al Baidhowi mengatakan: Amal tanpa niat tidak bernilai, tapi niat dan belum sempat
diamalkan dapat pahala niat' Apabila kita takut tidak akan ikhlas dalam mengerjakan satu
kebaikan, maka kerjakanlah sesuatu itu dan tuntun terus hati menuju ikhlas dan jangan
malah kita memilih mundur dengan alasan takut riya'

B. Hadist Riwayat Abu Dawud

Artinya :
Dari Abu Hurairah ia berkata, "Rasulullah SAW. bersabda: "Barangsiapa mempelajari suatu
ilmu yang seharusnya karena Allah Swt. namun ia tidak mempelajarinya kecuali untuk
mendapatkan sebagian dari dunia, maka ia tidak akan mendapatkan baunya Surga pada Hari
Kiamat." ( HR. Abu Daud No.3179)
Isi kandungan :
Hadis di atas berbicara tentang pentingnya niat mencari ilmu. Dalam mencari ilmu
hendaknya seseorang harus benar-benar menjaga niatnya, karena jika ia salah dalam
niatnya, maka Allah SWT telah menyiapkan tempat duduk bagi dia di neraka. Tidak
dipungkiri selama perjalanan mencari ilmu, niat seorang pelajar kemungkinan besar bisa
berubah. Maka langkah untuk mengantisipasinya adalah sebagai berikut : Selalu melakukan
“ tajdid an-niyat” (memperbaharui niat) jadi untuk mengantisipasi agar orientasi penuntut
ilmu tidak berubah, pada sewaktu memperbaruhi niat, merupakan jawaban yang paling
tepat. Sebagai sunatullah, manusia akan selalu mencari popularitas yang tinggi. Dengan
begitu potensi riya’ akan besar.
C. Hadis Riwayat Ibnu Majah

Artinya :
Dari Tsauban dari Nabi saw wasallam bahwa beliau bersabda: "Sungguh saya telah
mengetahui bahwa ada suatu kaum dari ummatku yang datang pada hari Kiamat dengan
membawa kebaikan sebesar gunung Tihamah yang putih, lantas Allah Swt., menjadikannya
sia-sia." Tsauban berkata; "Wahai Rasulullah, sebutkanlah ciri-ciri mereka kepada kami, dan
jelaskanlah tentang mereka kepada kami, supaya kami tidak menjadi seperti mereka
sementara kami tidak mengetahuinya." Beliau bersabda: "Sesungguhnya mereka adalah
saudara-saudara kalian dan dari golongan kalian, mereka shalat malam sebagaimana kalian
mengerjakannya, tetapi mereka adalah kaum yang jika kembali kepada apa yang di
haramkan Allah Swt., maka mereka terus mengerjakannya." (HR. Ibnu Majah No. 4235).
Isi kandungan :
Makna hadis Tsauban, yakni menerangkan sifat-sifat manusia. Hadis tersebut tidaklah
menerangkan perihal satu orang, dua orang atau berbicara tentang kriteria tertentu, namun
hadis tersebut menerangkan sifat-sifat secara sempurna. Di antara manusia ada yang
bermaksiat tatkala bersendirian dan hatinya memang menentang Allah. Sedangkan yang lain
bermaksiat tatkala bersendiri karena takluk akan syahwat, namun jika ditelisik lebih jauh,
terkadang keimanan yang dimilikinya mampu mengalahkan syahwat tersebut dan mampu
mencegah dirinya untuk bermaksiat. Akan tetapi dalam beberapa kondisi syahwat
membutakannya karena memang syahwat mampu membutakan dan membuat seorang jadi
tuli sehingga dia tidak mampu menerima nasehat.

Anda mungkin juga menyukai