Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Ibadah adalah tindakan untuk mematuhi perintah dan menjauhi larangan tuhan (Allah) dengan kata
lain ibadah ialah suatu orientasi dari kehidupan dan orientasi tersebut hanya tertuju kepada tuhan
(Allah) saja.

Manusia diciptakan oleh tuhan dan hanya berorientasikan kepada penciptanya yaitu (Allah), sang
pencipta yang menumbuhkan dan mengembangkan manusia, Dia yang memelihara, menjaga dan
mendidik manusia, Dia pula yang memberi petunjuk kepada manusia, oleh karena itu hanya kepada
Dia manusia menyembah.

Terkait dengan masalah ibadah, terdapat beberapa golongan hamba Allah yang sama-sama
mengaku sebagai seorang hamba yang taat beribadah. Mereka memiliki berbagai pengertian yang
berbeda dalam memahami apa hakikat dari ibadah.

Diantaranya ada golongan yang berpendapat bahwa ibadah itu adalah sikap taat dan
ketertundukan seorang hamba kepada sang Kholiqnya dalam rangka Ta'abbud kepada-Nya. Akan
tetapi mereka kurang memperhatikan hal-hal kecil diluar itu yang terkait dengan ibadah sosial,
pergaulan ataupun sikap toleransi dalam sitiap situasi.

Ada pula yang berpendapat bahwa dalam ibadah yang menjadi titik tekan adalah bagaimana
seorang hamba bersungguh-sungguh tatkala mengerjakan sesuatu, dan sesuatu tersebut bernilai
ibadah apabila ia tulus. Akan tetapi mereka acapkali menyepelekan ibadah mahdhoh, seperti sholat,
puasa dan lain-lain.

Kemudian golongan yang terakhir adalah golongan yang dapat menserasikan antara golongan
yang pertama dan kedua, mereka dapat mensinergikan antara ibadah mahdhoh dan ibadah ghoiru
mahdhoh.

Akhir-akhir ini marak para kaum yang mengkaji masalah tersebut dan memunculkan kesimpulan
yang aneh kedalam telingga kita, kemudian bagaimana sikap kita sebagai seorang terpelajar
menyikapinya?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Surah Ad-Dzariyat ayat 56


ِ ‫س إِ ََّّل ِليَ ْعبُد‬
‫ُون‬ ِ ْ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ْال ِج َّن َو‬
َ ‫اْل ْن‬
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-
Ku, (Qs. Ad-Dzariyat: 56)

Tafsir surah Ad-Dzariyat ayat 56


Maksud ayat tersebut adalah Allah menciptakan manusia dengan tujuan untuk menyuruh mereka
beribadah kepada-Nya, bukan karena Allah butuh kepada mereka. Ayat tersebut dengan gamblang
telah menjelaskan bahwa Allah Swt dengan menghidupkan manusia di dunia ini agar mengabdi /
beribadah kepada-Nya. Bukan sekedar untuk hidup kemudian menghabiskan jatah umur lalu mati.

Ibadah terdiri dari ibadah murni (mahdhah) dan ibadah tidak murni (ghairu mahdhah). Ibadah
mahdhah adalah ibadah yang telah ditentukan oleh Allah, bentuk, kadar, atau waktunya, seperti
shalat, zakat, puasa dan haji. Ibadah ghairu mahdhah adalah segala aktivitas lahir dan batin
manusia yang dimaksudkannya untuk mendekatkan diri kepada Allah
Berdasarkan ayat tersebut, dengan mudah manusia bisa mendapat pencerahan bahwa eksistensi
manusia di dunia adalah untuk melaksanakan ibadah / menyembah kepada Allah Swt dan tentu saja
semua yang berlaku bagi manusia selama ini bukan sesuatu yang tidak ada artinya. Sekecil apapun
perbuatan itu. Kehadiran manusia ke bumi melalui proses kelahiran, sedangkan kematian sebagai
pertanda habisnya kesempatan hidup di dunia dan selanjutnya kembali menghadap Allah untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya semasa hidup di dunia.

Ayat ini pula dengan sangat jelas mengabarkan kepada kita bahwa tujuan penciptaan jin dan
manusia tidak lain hanyalah untuk “mengabdi” kepada Allah SWT. Dalam gerak langkah dan hidup
manusia haruslah senantiasa diniatkan untuk mengabdi kepada Allah. Tujuan pendidikan yang
utama dalam Islam menurut Al-Qur’an adalah agar terbentuk insan-insan yang sadar akan tugas
utamanya di dunia ini sesuai dengan asal mula penciptaannya, yaitu sebagai abid. Sehingga dalam
melaksanakan proses pendidikan, baik dari sisi pendidik atau anak didik, harus didasarisebagai
pengabdian kepada Allah SWT semata.

Mengabdi dalam terminologi Islam sering diartikan dengan beribadah. Ibadah bukan sekedar
ketaatan dan ketundukan, tetapi ia adalah satu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai
puncaknya akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia
mengabdi. Ibadah juga merupakan dampak keyakinan bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang
memiliki kekuasaan yang tidak terjangkau dan tidak terbatas.

Hikmah yang terkandung dalam surah Ad-Dzariyat ayat 56


a. Jin dan manusia dijadikan Allah swt untuk tunduk dan merendahkan diri kepada-Nya.
b. Menguatkan perintah kepada manusia untuk selalu berzikir dan beribadah kepada Allah swt.

B. Surat Al-Baqarah ayat 21


‫ياِيها الناس اعبدوا ربّكم الذى خلقكم والّذين من قبلكم لعلكم تتّقون‬
"Hai manusia, sembahlah tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertaqwa."

Tafsir surat Al-Baqarah Ayat 21


Asbab An-Nuzul ayat tersebut berkaitan dengan hadits : mengkabarkan kepadaku Sa'id ibn
Muhammad ibn Ahmad Az-Zahid, mengkhabarkan kepadaku Abu 'Ali ibn Ahmad Al-Faqih,
mengkhabarkan kepadaku Abu Turob Al-Quhustani, menceritkan kepadaku Abdurrahman ibn Bisr,
menceritakan kepadaku Rauh, menceritakan kepadaku Syu'bah, dari Sufyan Al-Tsauri, dari Al-
A'mas, dari Ibrahim, dari Alqomah berkata : "Setiap ayat yang turun dan redaksinya memakai kata
‫ ياأيهاالناس‬maka ayat tersebut turun di Makkah dan ‫ ياأيهاالذين أمنوا‬maka ayat tersebut turun di madinah.

Yakni bahwa ‫ ياأيهاالناس‬itu khitobnya kepada ahli Makkah dan ‫ ياأيهاالذين أمنوا‬khitobnya kepada ahli
Madinah, sedangkan ayat diatas khitobnya kepada orang-orang
musyrik Makkah.

Dalam pemaknaan lafadz ‫ الناس‬terdapat perbedaan, ada dua qoul. Qoul pertama yaitu arti kata ‫الناس‬
ialah orang-orang kafir yang tidak menyembah Allah dan didukung firman Allah surat Al-Baqoroh
ayat 23. qoul kedua berpendapat bahwa lafadz ‫الناس‬lebih bersifat umum yaitu berlaku untuk seluruh
manusia, maka khitobnya diperuntukkan untuk orang-orang yang beriman karena ia senantiasa
melaksanakan ibadah dan juga diperuntukkan bagi orang-orang kafir karena mereka belum
beribadah secara benar kepada Allah dan dengan ayat tersebut diharapkan mereka segera mau
beribadah kepada-Nya.
Perintah beribadah dan menyembah Allah saja yang difahamkan dari ayat ini, adalah perintah yang
telah dihadapkan pula oleh Allah SWT kepada seluruh manusia sejak zaman dahulu dengan
perantara rasul-rasul-Nya.

C. Surat Thaha ayat 14


ّ ‫إنّنى أنا هللا َّلإله إَّلّ أنا فاعبد ٍْْنى وأقم ال‬
‫صالة لذكرى‬
Artinya : "Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka senbahlah Aku dan
dirikanlah sholat untuk menginggatku."

Sudah jelas dan gamblang bagaimana Allah menjelaskan kepada kita tentang cara menginggat
Allah yaitu dengan sholat, maka janganlah memutar balikkan fakta tentang sesatu yang sudah jelas
adanya.

Sungguh merugi kalau kita tidak mau berterimakasih kepada orang-orang yang telah berjasa
kepada kita, Rasulullah SAW contohnya, ia adalah seorang rasul yang telah menerima dan
menyampaikan perintah beribadah (baik berupa ibadah mahdhoh maupun ibadah ghoru mahdhoh)
kepada kita semua sedang beliau bisa mensinergikan antara keduanya.

Walaupun kita tahu bahwa Rasulullah sudah dijamin oleh Allah, beliau melakukan ibadah mahdhoh
maupunyang ghoiru mahdhoh, sedang kita orang yang banyak dosa sudah berani mendakwakan
diri sebagai orang yang benar dan telah mengetahui hakikat.

Perlu kita camkan bahwa orang yang berusaha mencari-cari dalih agar ia terlepas dari segala
kewajiban, maka pada hakiaktnya kita telah menodai Risalah yang dibawa oleh Rasulullah dan
sekaligus kita adalah termasuk orang yang tidak punya rasa terimakasih. Sungguh benar dikatakan
bahwa:
‫من لم يشكرالنّاس َّل يشكر هللا‬
Barang siapa yang tidak mau bersyukur (berterimakasih) kepada manusia, maka ia tidak mau
barsyukur (brterimakasih) pula kepada Allah.

D. Surat Yasin Ayat 60-62


‫الم اعهد اليكم يابنى ادم ان َّلتعبد الشيطان انه لكم عدو مبين وان اعبدونى هذا صراط مسثقيم ولقد اضل منكم جبال كثيرا افلم تكونوا‬
‫تعقلون‬
60. Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu Hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah
syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu",
61. dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus.
62. Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar diantaramu, Maka Apakah
kamu tidak memikirkan ?

Tafsir Surat Yasin Ayat 60-62


60. Bukankah Aku telah memerintahkan melalui janji di zaman Azali dalam Perjanjian Fitrah, agar
kalian tidak menyembah Syetan, yaitu menyembah kegelapan hijab keragaman, dan mengikuti
ajakan imajinasi
Syetan adalah instrument Iblis, karena menurut Syeikh Abdul Karim Al-Jiily, syetan lahir dari
perzinahan Iblis dengan hawa nafsu di pasar duniawi, lalu lahirlah ruibuan syetan yang menjadi alat
hijab itu.
61. Jalan yang lurus adalah Jalan Penyatuan Musyahadah dalam kefanaan hamba menuju
Baqa’Nya. Itulah puncak maqom Tauhid.
62. Penyesatan syetan dari satu generasi ke generasi, adalah usahanya terus menerus agar
manusia masuk dalam hijab kegelapannya, dan jauh dari Nur Tauhid itu sendiri, sehingga ia tidak
menyadari akan Perjanjian Fitrahnya, ketika masih menjadi Ahsanu Taqwim, sebaik-baik makhluk.
Akal sehat adalah wujud mata hati yang memandang dengan Nur Ilahi. Bila akal sehat berapresiasi,
maka ia mampu menembus tirai-tirai kegelapan. Sebab puncak kegelapan itulah yang disebut
dengan Jahanam.

E. Surat Maryam Ayat 65


َ ُ‫طبِ ْر ِلعِبا َدتِ ِه ه َْل ت َ ْعلَ ُم لَه‬
‫سمِ يًّا‬ َ ‫ص‬ ِ ‫ت َو ْاْل َ ْر‬
ْ ‫ض َوما بَ ْينَ ُهما فَا ْعبُ ْدهُ َو ا‬ ِ ‫”ربُّ السَّماوا‬
َ
“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, Maka
sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada
seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)”

Tafsir ayat : 65
Dialah Yang Menciptakan. Dialah yang meng¬atur semuanya dan Dia pula Yang Maha Kuasa dan
segala keputusanNya tidaklah dapat dibantah dan dirobah, janganlah mendua hati lagi, jangan ragu
dan jangan ada perasaan dalam hati bahwa ada yang kuasa selain Dia, Ujung ayat ini pun adalah
salah satu tantangan lagi. Cobalah fikirkan baik-baik, adakah pada perkiraanmu satu kekuasaan lagi
yang me¬nyamai kekuasaan Allah di dalam mentadbirkan semua langit dan bumi ini?

F. Surat Al-Nahl Ayat 36


‫ض‬ ُ ‫ضلَـلَةُ فَس‬
ِ ‫ِيرواْ فِى اَّلٌّ ْر‬ َّ ‫علَ ْي ِه ال‬ ْ َّ‫َّللاُ َومِ ْن ُه ْم َّم ْن َحق‬
َ ‫ت‬ َّ ‫َّللا َواجْ تَنِبُواْ ْال‬
َّ ‫طـغُوتَ فَمِ ْن ُهم َّم ْن هَ َدى‬ َ َّ ْ‫سوَّلً أ َ ِن ا ْعبُدُوا‬ ُ ‫َولَقَ ْد بَعَثْنَا فِى ُك ِّل أ ُ َّم ٍة َّر‬
َ‫عـ ِقبَةُ ْال ُم َك ِذّ ِبين‬
َ َ‫ْف َكان‬ َ ‫ظ ُرواْ َكي‬ ُ ‫فَان‬
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah
Allah (saja), dan jauhilah Thaghut[826] itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi
petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya[826].
Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
mendustakan (rasul-rasul).”

TAFSIR AYAT
Kemudian daripada itu Allah SWT menjelaskan bahwa para Rasul itu diutus sesuai dengan
Sunatullah, yang berlaku pada umat sebelumnya. Mereka itu adalah pembimbing manusia ke jalan
yang lurus. Bimbingan Rasul-rasul itu diterima oleh orang-orang yang dikehendaki oleh Allah dan
menyampaikan mereka kepada kesejahteraan dunia dan kebahagiaan akhirat, akan tetapi orang-
orang yang bergelimang dalam kemusyrikan dan jiwanya dikotori oleh noda noda kemaksiatan
tidaklah mau menerima bimbingan Rasul itu.

Allah SWT menjelaskan bahwa Dia telah mengutus beberapa utusan kepada tiap-tiap umat yang
terdahulu, seperti halnya Dia mengutus Nabi Muhammad saw kepada umat manusia seluruhnya.
Oleh sebab itu manusia hendaklah mengikuti seruannya, yaitu beribadat hanya kepada Allah SWT
yang tidak mempunyai serikat dan larangan mengingkari seruannya, yaitu tidak boleh mengikuti tipu
daya setan yang selalu-menghalang-halangi manusia mengikuti jalan yang benar. Setan-setan itu
selalu mencari-cari kesempatan untuk menyesatkan manusia.

Tafsir Al-Azhar An-Nahl ayat: 36


“Dan sesungguhnya telah kami utus pada tiap-tiap ummat seorang rasul, agar mereka menyembah
kepada Allah, dan menjauh dari berhala-berhala.”(pangkal ayat 36).

Sebagai ditafsirkan oleh ibnu katsir: “ Maka senantiasalah Allah mengutus Rasul-rasul kepada
manusia, menyeru manusia supaya menyembah Allah yang Esa dan menjauhkan diri dari Thaghut,
sejak terjadinya manusia mempersekutukan yang lain dengan Allah pada kaum Nuh, yang diutus
kepada mereka Nuh. Maka Nuh itulah Rasul yang mula-mula sekali diutus oleh Allah ke muka bumi
ini, sampai di tutup dengan kedatangan Muhammad s.a.w. yang dakwahnya melingkupi manusia,
dan jin di timur dan barat, dan sama sekali itu adalah menurut satu pokok Firman Allah, yaitu
membawa Wahyu bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan hendaklah kepada Allah saja
beribadah”.
Kata Ibnu Katsir seterusnya: “ Tidak ada Allah ta’ala menghendaki bahwa mereka menyembah
kepada yang selain Dia, bahkan Dia telah melarang mereka berbuat demikian dengan perantaraan
lidah Rasul- rasulnya. Adapun kehendak Allah didalam mewujudkan sesuatu yang mereka ambil
alas an mengatakan takdir, tidaklah hal itu dapat dijadikan hujjah, karena Tuhan Allah memang
menciptakan neraka, dan penduduknya ialah syaitan-syaitan dan kafir-kafir, tetapi tidaklah Allah
Ridla hambaNya jasi kafir. Dalam hal ini Tuhan mempunyai alas an yang cukup dan kebijaksanaan
yang sempurna.”

“Maka diantar mereka ada orang yang diberi petunjuk oleh Allah, dan diantara mereka ada yang
tetap atasnya kesesatan, Maka berjalanlah di bumi dan pandanglah, bagaimana kesudahannya
orang-orang yang mendustakan.”(ujung ayat 36)

Keterangan ayat ini Allah menunjukkan perbandingan diantara orang yang mendapat petunjuk
Tuhan dan orang-orang yang sesat. Manusia disuruh memandang dan merenungkan perbedaan
diantara hidup kedua golongan itu. Kita disuruh berjalan dimuka bumi dan memperhatikan
bagaimana akibat dari orang yang mendustakan Tuhan, orang yang tidak sudi menerima
kebenaran. Dalam ayat ini Allah menjelaskan tidak akan selamat orang yang mendustakan
ajaranNya

G. Surat Al-Hajj Ayat 77


َ‫ار َكعُوا َوا ْس ُجدُوا َوا ْعبُدُوا َربَّ ُك ْم َوا ْفعَلُوا ْال َخي َْر لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِلحُون‬
ْ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا‬
“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah
kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”

Ayat di atas merupakan perintah yang ditujukan kepada kaum beriman agar melaksanakan misi
mereka. Hai orang-orang yang beriman, ruku’ dan sujudlah kamu, yakni laksanakan shalat dengan
baik dan benar, serta sembahlah Tuhan Pemelihara dan Yang selalu berbuat baik kepada kamu,
persembahan dan ibadah antara lain dengan berpuasa, mengeluarkan zakat, melaksaakan haji, dan
aneka ibadah lainnya dan perbuatlah kebajikan seperti bersedekah, silaturrahim, serta amal-amal
baik dan akhlak yang mulia, semoga kamu yakni lakukanlah semua itu dengan harapan mendapat
kemenangan.
M. Quraish Shihab berpendapat bahwa ayat ini secara umum telah mencakup semua tuntunan
Islam, dimulai dari akidah yang ditandai dengan penamaan mereka yang diajak dengan orang-orang
yang beriman, selanjutnya dengan memerintahkan shalat dengan menyebut dua rukunnya yang
paling menonjol yaitu ruku’ dan sujud. Penyebutan shalat secara khusus karena ibadah ini
merupakan tiang agama. Setelah itu disebut aneka ibadah yang mencakup banyak hal, bahkan
dapat mencakup aktivitas sehari-hari jika motivasinya adalah mencari ridha Ilahi, dan akhirnya
ditutup dengan perintah berbuat kebajikan yang menampung seluruh kebaikan duniawi dan ukhrawi,
baik yang berdasar wahyu maupun nilai-nilai yang sejalan dengan tujuan syariat, baik yang berupa
hukum dan undang-undang maupun tradisi dan adat istiadat. Jika hal-hal di atas dipenuhi oleh satu
masyarakat, maka tidak diragukan pastilah mereka, secara individual dan kolektif, akan meraih
keberuntungan yakni meraih apa yang mereka harapkan di dunia dan di akhirat.

La’allakum tuflihun (semoga kamu mendapat kemenangan) mengandung isyarat bahwa amal-amal
yang diperintahkan itu, hendaklah dilakukan dengan harapan memperoleh al-falah (keberuntungan)
yakni apa yang diharapkan di dunia dan di akhirat. Kata la’alla (semoga) yang tertuju kepada para
pelaksana kebaikan itu, memberi kesan bahwa bukan amal-amal kebaikan itu yang menjamin
perolehan harapan dan keberuntungan apalagi surga, tetapi surga adalah anugerah Allah dan
semua keberuntungan merupakan anugerah dan atas izin-Nya semata.

Kata tuflihun terambil dari kata falaha yang juga digunakan dalam arti bertani. Penggunaan kata itu
memberi kesan bahwa seorang yang melakukan kebaikan, hendaknya jangan segera
mengharapkan tibanya hasil dalam waktu yang singkat. Ia harus merasakan dirinya sebagai petani
yang harus bersusah payah membajak tanah, menanam benih, menyingkirkan hama, dan
menyirami tanamannya, lalu harus menunggu hingga memetik buahnya. (M. Quraish Shihab, Vol-9,
2002:130 – 131)

H. Surat Az-Zumar Ayat 2 dan 3


َ َّ ‫َّللا ُز ْلفَى إِ َّن‬
‫َّللا يَحْ ُك ُم بَ ْينَ ُه ْم فِي َما‬ ُ ‫َلِل ال ِدّينُ ْالخَال‬
ِ َّ ‫ِص َوالَّذِينَ ات َّ َخذُوا مِ ْن دُونِ ِه أ َ ْو ِليَا َء َما نَ ْعبُ ُدهُ ْم إَِّل ِليُقَ ِ ّربُونَا إِلَى‬ ِ َّ ِ ‫صا لَهُ ال ِدّين )( أََّل‬ً ‫َّللا ُم ْخ ِل‬
َ َّ ‫فَا ْعبُ ِد‬
ٌ َّ‫َّللا َّل يَ ْهدِي َم ْن ه َُو كَاذِبٌ َكف‬
‫ار‬ ََّ ‫هُ ْم فِي ِه يَ ْخت َ ِلفُونَ ِإ َّن‬
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta’atan kepadaNya. Ingatlah, hanya kepunyaan
Allah-lah agama yang bersih. Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata),
‘Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya.’ Sesungguhnya Allah akan memutuskan diantara mereka tentang apa
yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk orang-orang yang
pendusta lagi sangat ingkar.”

Tafsir Surat Az-Zumar Ayat 2 dan 3


Allah SWT menjelaskan bahwa dia menurunkan kepada rasul-Nya kitab Al-Qur'an, dengan
membawa kebenaran dan keadilan. Maksud "membawa kebenaran" dalam ayat ini ialah membawa
perintah kepada seluruh manusia agar mereka beribadah hanya kepada Allah. Kemudian Allah
menjelaskan cara beribadah yang benar itu hanyalah menyembah Allah saja, dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya, bersih dari pengaruh syirik atau riya'. Kebenaran yang terdapat dalam Al-
Qur'an itu sesuai dengan kebenaran yang termuat dalam kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada
Rasul-rasul sebelumnya.

Sesudah itu Allah SWT memerintahkan kepada Rasul-Nya agar mengingatkan kaumnya bahwa
hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih. Maksud agama dalam ayat ini adalah ibadah dan
taat.
Oleh sebab itu ibadah dan taat itu hendaknya ditujukan kepada Allah semata, bersih dari syirik dan
riya'.

Sebagai penjelasan dari makna Ad-Dien yang termuat dalam ayat ini dapatlah dikemukakan sebuah
hadits :
‫ والّذى نفس مح ّمد بيده‬: ‫ فقال رسول هللا صلى هللا عليه وسلّم‬.‫شيء أريد به وجه هللا وثناء النّاس‬
ّ ‫شيء وأصنع ال‬ ّ ‫ى أتصدّق باال‬
ّ ‫يا رسول هللا ان‬
‫ أَّل هلل الدّين الخالص‬: ‫ ث ّم تال‬,‫َّليقبل هللا شيئا شورك فيه‬.
Artinya : bahwa seorang laki-laki berkata : "Ya Rasulallah! Sebenarnya saya akan menyedekahkan
sesuatu, padahal saya berkeinginan dari perbuatan itu mendapat kerelaan Allah dan mendapat
pujian dari manusia. Kemudian Rasulullah SAW bersabda : "Demi yang jiwaku didalam kekuasaan-
Nya, Allah tidak akan menerima sesuatu yang didalamnya terdapat syirik. Kemudian beliau
membaca ayat ini :
‫أَّل هلل الدّين الخالض‬
Ibn 'Arobi berkata: Ayat ini menunjukkan kewajiban niat dalam setiap pekerjaan. Jadi pada dasarnya
setiap pekerjaan itu harus didasari keikhlasan. Akan tetapi jangan sampai niat kita mengendorkan
semangat kita dalam berlomba-lomba dalam kebaikan, karena banyak orang yang beranggapan
bahwa ketika mereka sudah berniat dengan ikhlas maka sudah cukup bagi mereka dan mereka
enggan meningkatkannya. Mereka sudah merasa cukup dengan apa yang mereka kerjakan padahal
itu belum seberapa nilainya dimata Allah SWT.

Berkaitan dengan surat Al-Baqarah ayat 21 diatas, ayat ini mengisyaratkan bahwa adanya suatu
keharusan bagi setiap ibadah yang dikerjakan oleh setiap orang berdasarkan rasa ikhlas dan taat.

Masih berkaitan dengan keikhlasan dalam beribadah, benar dikatakan bahwa dalam melaksanakan
ibadah harus didasari keikhlasan tapi juga harus difahami, ketika seseorang melakukan ibadah
secara ikhlas tidak akan tercapai tanpa adanya pertolongan Allah kepada seorang hamba dalam
melaksanakan ibadah tersebut.

Coba kita cermati firman Allah dalam surat Al-Fatihah :


‫ايّاك نعبد وايّاك نستعين‬
Lafadz ‫ ايّاك نعبد‬mengindikasikan adanya suatu keikhlasan penuh dalam beribadah, kemudian lafadz
‫ وايّاك نستعين‬berarti adanya pertolongan dari Allah untuk melaksanakan ibadah atau dalam kata lain
kita dapat melaksanakan ibadah hanya karena pertolongan (hidayah dan taufiq) Allah. Apakah
seorang hamba mampu untuk percaya kepada Allah kemudian ia melaksanakan segala perintahnya
dan menjuhi segala laranganya apabila ia tidak mendapat Hidayah dan Taufiq dari Allah? Adakah
yang dapat memberikan Hidayah ataupun Taufiq selain Dia?

Susunan ayat–ayat ini membawa pengertian "pengkhususan" yaitu pengkhususan "ibadah" kepada
Allah. Jadi arti ayat ini: "kepada engkau sajalah kami tunduk dan berhina diri, dan kepada engkaulah
kami memohonkan suatu pertolongan". Pertolongan yang khusus dimohonkan kepada Allah ialah
tentang sesuatu yang berada diluar kemampuan dan kekuasaan manusia. " ‫ "ايّاك‬dalam ayat ini
diulang dua kali, gunanya untuk menegaskan bahwa Ibadah dan Isti'anah itu masing-masing khusus
dihadapkan kepada Allah, selain dari itu untuk dapat mencapai kelezatan munajat (berbicara)
dengan Allah, karena bagi seorang hamba Allah yang menyembah dengan segenap jiwa dan
raganya tak ada yang lebih nikmat dan lezat dari pada perasaannya dari pada bermunajat dengan
Allah.

Baik juga diketahui bahwa dengan memakai " ‫ "ايّاك‬berarti menghadapkan pembicaraan kepada
Allah, dengan maksud menghadirkan Allah SWT dalam ingatan, seakan-akan dia berada dimuka
kita, dan kepada-Nya dihadapkan pembicaraan dengan khusuk dan tawadu'.

Kemudian di akhir ayat Allah SWT menjelaskan bahwa orang-orang yang mengambil pelindung
selain Allah, menurut mereka, mereka tidaklah menyembah pelindung itu melainkan dengan maksud
supaya pelindung itu mendekatkan mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. Mereka
beribadah bukan karena Allah melainkan kepada sesembahanya.

I. Surat al-Mu’minun Ayat 32

َ‫غي ُْرهُ أَفَال تَتَّقُون‬ ُ ‫س ْلنا في ِه ْم َر‬


َ ‫سوَّلً مِ ْن ُه ْم أ َ ِن ا ْعبُدُوا هللاَ ما لَ ُك ْم مِ ْن إِل ٍه‬ َ ‫فَأ َ ْر‬
(Lalu Kami utus kepada mereka, seorang rasul dari kalangan mereka sendiri) yaitu Nabi Hud
("Hendaklah) ia mengatakan kepada mereka (kalian menyembah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan
selain daripada-Nya. Mengapa kalian tidak bertakwa) takut kepada azab-Nya karenanya kalian
harus beriman kepada-Nya.

Tafsir ayat ini:


Tersebut di dalam catatan al-Quran Surat al-A'raf, bahwasanya setelah binasa ummat Nabi Nuh,
ditimbulkan Tuhanlah ummat yang baru, yaitu kaum `Ad dan pula kepada mereka seorang Nabi,
yaitu Nabi Hud. Kedatangan Nabi ini, sebagaimana juga kedatangan setiap Nabi kepada kaumnya
ialah memberi pimpinan pegangan hidup. Faham primitif yang mendewakan segala yang ganjil,
menyembah segala yang bertuah, adalah dari kesalahan berfikir belaka.

Persembahan hanyalah kepada Tuhan Allah Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Allah. Itulah
yang diperingatkan oleh Nabi Hud itu sebagai tersebut dalam ayat 32 di atas. Beliau beri ingat
dengan pertanyaan: "Tidakkah kamu takut?" Tidakkah kamu insafi bahwa perbuatanmu yang telah
dimulai dengan kesalahan berfikir, akhir kelaknya akan membawa natijah yang salah juga ?

J. Surat al-Anbiya’ Ayat 25


‫س ْلنَا مِ ن قَ ْبلِكَ مِ ن َّرسُ ْو ٍل إَِّلَّ نُ ْوحِ ي إِلَ ْي ِه أَنَّهُ َّلَ إِلَهَ إَِّلَّ أَنَا فَا ْعبُد ُْو ِن‬
َ ‫َو َما أ َ ْر‬
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan
kepadanya; bahwasannya tidak ada Ilah (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu
sekalian akan Aku”.

Tafsir Al- Qur’an Surat Al-Al-Anbiya Ayat 25


Dan kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu Muhammad, kecuali kami wahyukan
kepadanya bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah, kecuali Allah, maka ikhlaskanlah ibadah
hanya untuk-Nya.

Maka setiap Nabi yang diutus oleh Allah mengajak untuk beribadah hanya kepada Allah yang tiada
sekutu bagi-Nya, dan fitrah pun menjadi saksi hal tersebut. Sedangkan orang-orang musyrik tidak
memiliki bukti dan hujjah yang jelas di sisi Rabb mereka, mereka akan mendapatkan kemurkaan
dan azab yang amat pedih

Surat al-Anbiya’ Ayat 92


‫صا ِل ًحا َو ََّل يُ ْش ِر ْك ِب ِعبَا َدةِ َر ِبّ ِه أ َ َحدًا‬ َ ‫ي أَنَّ َما إِلَ ُه ُك ْم ِإلَهٌ َواحِ ٌد فَ َم ْن َكانَ يَ ْر ُجو ِلقَا َء َر ِبّ ِه فَ ْليَ ْع َم ْل‬
َ ‫ع َم ًال‬ َّ َ‫قُ ْل ِإنَّ َما أَنَا بَش ٌَر مِ ثْلُ ُك ْم يُو َحى ِإل‬
“Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:
"Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan perbuatan yang baik dan janganlah
ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya"

Tafsir ayat ini:


Pada Kebiasaanya pada diri manusia itu ada kecenderungan berprilaku atau bersifat Hewani, maka
dalam ayat ini disebutkan dengan menggunakan kata (‫)بشر‬, Bukan ( ‫) انسان‬, perbedaan antara kata
‫ بشر‬dan ‫ انسان‬adalah apabila ‫ بشر‬kecenderungan kepada hal-hal yang bersifat fisik atau berkulit
sedangkan ‫ انسان‬lebih menunjukkan pada hal-hal yang bersifat kejiwaan.

Dalam tafsir ayat ini disebutkan bahwa kita sebagai manusia biasa terdapat suatu kesamaan dan
perbedaan dengan Nabi,) ‫ )مثلكم‬yaitu sama-sama manusia ( (‫ بشر‬tetapi ada pada diri Nabi sisi
kelebihannya yaitu diberi Wahyu, dengan menggunakan kata (‫ )يوحي‬mabni majhul yang berarti diberi
wahyu bukan mendapatkan wahyu, dalam hal ini Nabi diberikan Wahyu oleh Allah sebagai tugas
yang diembannya untuk disampaikan pada umatnya.

Dalam kandungan tafsir ayat ini juga terdapat suatu kemungkinan bagi manusia biasa untuk dapat
bertemu dengan Tuhannya dialam dunia ini, Manusia bisa saja bertemu dengan Allah di dunia, hal
ini sesuai dengan makna firman Allah:
‫فمن كان يرجوا لقاء رب‬
“Barang siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya,”

Tapi bukan berarti bertemu dengan Tuhannya secara nyata atau dengan penglihatan mata
telanjang, akan tetapi manusia dapat berjumpa dengan Tuhannya dengan beberapa cara yakni
dengan cara menggunakan mata batinnya pada saat melakukan Shalat dalam keadaan khusyu’,
keterangan potongan ayat tersebut di atas ada korelasinya dengan ayat:
‫الذين يظنون انهم ملقواربهم وانهم اليه راجعون‬
Artinya: (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa
mereka akan kembali kepada-Nya. (QS. Al-Baqarah: 46)

Hal yang sangat aneh apabila manusia kelak di akhirat nanti menginginkan bertemu dengan
Tuhannya, tapi di dunia ini tidak pernah bertemu dengan Allah, Jadi tidak akan mungkin seseorang
akan bertemu dengan Allah kelak di akhirat nanti apabila di dunia ini ia belum pernah bertemu
dengan Allah dengan mata batinnya dalam shalatnya yang khusya’. Maka manusia dituntut untuk
selalu berbuat kebaikan dan berkarya yang baik lagi bermanfaat sebagai suatu target dan tujuan
dalam penghambaan terhadap Allah.
‫فليعمل عمال صالحا وَّليشرك بعبادة ربه احدا‬
“Maka hendaklah ia mengerjakan perbuatan yang baik dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya"

Dalam hidup ini kita dianjurkan untuk selalu berbuat baik kepada sesamanya dan hendaknya
mempunyai suatu karya terbaik yang dapat selalu dikenang, dimanfaatkan dan dirasakan oleh
semua orang sebagai suatu perwujudan pengabdian diri manusia terhadap Tuhannya, yang
merupakan suatu target dalam hidup didunia untuk mengabdi kepada Allah. Semoga kita semua
sebagai makhluk yang baik selalu berbuat baik untuk dunia ini dan dapat mempunyai suatu karya
yang dapat dikenang dan dimanfaatkan oleh sesamanya

KESIMPULAN

Ibadah adalah suatu perintah dari Allah yang harus kita laksanakan dengan jiwa dan hati yang tulus
dan ikhlas. Ibadah kita, mengisyaratkan bahwa kita sebagi seorang hamba membutuhkan terhadap
rahmat, hidayah, taufiq maupun pertolongan dari Allah SWT, akan tetapi perlu di ingat bahwa rasa
kebutuhan kita terhadap Allah tidak akan mengurangi rasa tulus ikhlas kita dalam beramal.

Terdapat dua jenis ibadah dalam diri manusia (ibadah mahdhoh dan ibadah ghoiru mahdhoh) yang
keduanya harus seimbang, jangan dipahami setengah-setengah, karena keduanya adalah perintah
yang diberikan Allah kepada kita semuanya melalui rasulnya Muhammad SAW.

Tiap-tiap ibadah yang kita kerjakan hendaknya didorong oleh keyakinan kepada kebesaran dan
kekuasaan Allah serta timbul atas rasa syukur dan hutang budi kita kepada-Nya, jika demikian maka
ibadah akan menjauhkan diri kita dari perbuatan yang tidak baik dan yang dilarang oleh Allah SWT.

Tetapi ibadah yang tidak didasari atas beberapa aspek diatas akan terkesan hanya karena sebatas
memelihara tradisi yang sudah turun temurun, kendatipun memiliki rupa dan bentuk ibadah. Tak ada
ubahnya dengan patung dan gambar yaitu hanya sebagai simbol. Selanjutnya ibadah yang
semacam itu, tidak ada kesan dan buahnya kepada tabiat dan akhlak orang yang beribadah
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya, Jakarta, 2000


Al-Imam Fakhruddin Muhammad Umar ibn Al-Husain ibn Al-Hasan, At-Tafsir Al-Kabiir Au
Mafaatiihul Ghoib, Beirut, Libanon : Dar Al-Kotob Al-'Alamiah, 2006
Shihab, M. Quraish, Logika Agama Kedudukan Wahyu & Batas-Batas akal Dalam Islam, Jakarta :
Lentera Hati, 2005
Abu 'Abdillah Muhammad Ahmad Al-Ansori Al-Qurtuby, Al-Jami' Li Ahkami Al-Qur'an, Beirut,
libanon : Dar Al-Kotob Al-'Alamiah, 2006
Nashiruddin Abi Sa'id Abdillah ibn Umar Muhammad Al-Syairozi Al-Baidhowi, Tafsir Al-Baidhowi,
Beirut, Libanon : Dar Al-Kotob Al-'Alamiah, 2006
Shihab, M. Quraisy, Tafsir Al-Misbah Pesan "Kesan dan keserasian Al-Qur'an", Jakarta: Lentera
Hati, 2002
Thalhah, Hisyam, Mu'jizat Al-Qur'an dan Hadits, Bandung: Sapta Sentosa, 2008
Al-Imam Abi Al-Hasan Ali ibn Ahmad Al-Wahidi, Asbaabu Nuzul Al-Qur'an, Beirut, Libanon : Dar Al-
Kotob Al-'Alamiah, 2006
Departemen agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahan Al-Jumanatul 'Ali, Bandung: CV penerbit ART,
2005

Anda mungkin juga menyukai