Anda di halaman 1dari 5

TUGAS KELOMPOK 6

PENDIDIKAN AGAM ISLAM

DISUSUN OLEH

AGENG WICAKSONO NPM : 102001066

NESSHA HASANA NPM : 102001107

FEBBY PUTRI DWI AURORA NPM : 102001034

SALMIN NPM : 102001114

KELAS : B

SEMESTER : 1

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON

BAUBAU

2020
Menjalin Hubungan Antar sesama Tuhan, Diri Sendiri, Manusia (sosial) dan Alam
Tafsir Ayat-Ayat Aqidah mengenai Hubungan Manusia dan Allah swt.

1. Manusia Sebagai Hamba

Sifat hubungan antara manusia dengan Allah SWT dalam ajaran Islam bersifat timbal-
balik, yaitu bahwa manusia melakukan hubungan dengan Tuhan dan Tuhan juga melakukan
hubungan dengan manusia. Tujuan hubungan manusia dengan Allah adalah dalam rangka
pengabdian atau ibadah. Dengan kata lain, tugas manusia di dunia ini adalah beribadah,

sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Quran surat Adz-Dzariat ayat 56:
َ ‫ت ْال ِج َّن َواِإْل ْن‬
﴾٥٦$﴿‫س ِإاَّل لِيَ ْعبُدُو ِن‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬
Artinya:

“Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada ku.”

Secara garis besar, ibadah kepada Allah itu ada dua macam, yaitu ibadah yang bentuk dan
tata caranya telah di tentukan oleh Allah swt, dan ibadah dan bentuk tata caranya yang tidak di
tentukan oleh Allah swt. Ibadah jenis pertama adalah Mahdhoh, yaitu ibadah dalam arti ritual
khusus, dan tidak bisa diubah-ubah sejak dulu hingga sekarang, misalnya sholat, puasa, dan haji:
cara melakukan ruku’ dan sujud dan lafal-lafal apa saja yang harus dibaca dalam melakukan
sholat telah ditentukan oleh Allah SWT.
  Demikian pula cara melakukan thawaf dan sa’i dalam haji beserta lafal bacaannya telah
ditentukan oleh Allah SWT. Inti ibadah jenis ini sebenarnya adalah permohonan ampun dan
mohan pertolongan dari Allah swt.
Jenis ibadah yang kedua disebut ibadah ghairu mahdoh atau ibadah dalam pengetahuan umum,
yaitu segala bentuk perbuatan yang ditujukan untuk kemaslahatan, kesuksesan, dan keuntungan.

‫صاَل ةَ تَ ْنهَ ٰى ع َِن ْالفَحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر‬


َّ ‫ِإ َّن ال‬
Artinya:

“Sesungguhnya salat itu pencegah perbuatan fahsya’ dan munkar.” (QS Al-Ankabut: 45)

Melalui ayat tersebut dapat diketahui bahwa ruh salat adalah ‘inna shalati wa-nusuki‘,
salatku, ibadahku. Penyebutan salat dan nusuk dalam ayat tersebut bertujuan untuk membedakan
bahwa salat itu adalah ibadah mahdhah, sementara nusuk adalah ibadah ghairu mahdhah.
Para mufassir mengatakan kata nusuk tersebut diterjemahkan dengan insyithatu al-hayat,
artinya segala aktivitas hidup kita. Contoh dari ibadah semacam ini adalah menyingkirkan duri
dari jalan, membantu orang yang kesusahan, mendidik anak, berusaha, bekerja, menjenguk orang
sakit, memaafkan dan sebagainya. Semua perbuatan tersebut, asalkan diniatkan karena Allah
SWT dan bermanfaat bagi kepentingan umum, adalah pengabdian atau ibadah kepada Allah
SWT.
Jika inti hubungan manusia dengan Allah adalah pengabdian atau ibadah, maka inti
hubungan Tuhan dengan manusia adalah aturan, yaitu perintah dan larangan. Manusia
diperintahkan berbuat menurut aturan yang telah ditetapkan Allah. Jika manusia menyimpang
dari aturan itu, maka ia akan tercela, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat. Aturan
itupun ada dua macam, pertama aturan yang dituangkan dalam bentuk hukum-hukum alam
(sunnatullah) dan aturan yang dituangkan dalam kitab suci Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad
saw.
Aturan yang dituangkan dalam kitab suci Al-Quran dan hadis Nabi, misalnya tentang
perintah sholat, perintah zakat, perintah puasa, perintah haji, larangan berzina, larangan mencuri,
larangan meminum arak, larangan memakan daging babi, dan lain-lain. Dalam hal ini, manusia
diperintahkan menaati segala perintah dan menjauhi segala larangan. Adapun aturan yang
dituangkan dalam hukum alam adalah, misalnya, api itu bersifat membakar. Oleh karena itu, jika
orang mau selamat, maka ia harus menjauhkan dirinya dari api. Sebagai contoh lain, benda yang
berat jenisnya lebih berat dari air akan tenggelam dalam air. Dengan demikian, manusia akan
celaka (tenggelam) jika masuk ke dalam air laut tanpa pelampung, sebab berat jenisnya lebih
berat dari air. Demikianlah aturan yang dituangkan dalam kitab suci (āyah qur’āniyah) dan yang
dituangkan dalam hukum alam (āyah kawniyah). Keduanya harus dipatuhi agar orang dapat
hidup selamat dan sejahtera, baik di dunia maupun di akhirat.

Begitulah prinsip dasar ajaran Islam mengenai hubungan manusia dengan Tuhannya.
Intinya adalah pengabdian dan penyembahan kepada Allah (ibadah). Berpegang teguh pada tali
agama Allah, lebih tepatnya menyelamatkan diri dari kemunafikan. Memegang tali agama Allah
berarti kesetiaan melaksanakan semua ajaran agama dan mendakwahkannya. Selalu
meningkatkan amal saleh, mengikatkan hati kepada Allah, serta ikhlas dalam beribadah.

2. Hubungan Manusia dengan Sesama

Pada hakikatnya, tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan
orang lain. Manusia memiliki naluri untuk hidup berkelompok dan berinteraksi dengan orang
lain. Karena pada dasarnya, setiap manusia memiliki kemampuan dasar yang berbeda-beda dan
memiliki ciri khas tersendiri yang dapat dijadikan sebagai alat tukar menukar pemenuhan
kebutuhan hidup.

Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain
itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam
hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan
manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya
dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam
kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada
dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak
akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia.

Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak.
Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara,
dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
Selain itu, manusia diciptakan dari berbagai karakteristik, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa
agar saling mengenal satu sama lain.

﴾١٣﴿ٌ‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ ِإنَّا خَ لَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َوُأ ْنثَ ٰى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَاِئ َل لِتَ َعا َرفُوا ۚ ِإ َّن َأ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هَّللا ِ َأ ْتقَا ُك ْم ۚ ِإ َّن هَّللا َ َعلِي ٌم َخبِير‬
Artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetetahui lagi Maha
Mengenal.” (Al-Hujurat: 13)

Selain saling mengenal, manusia juga sangat dianjurkan agar dapat menjalin hubungan yang baik
antar sesamanya. Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran, surah Al-Hujurat ayat 10-12:

Yang terpenting dalam mewujudkan dan menjalin hubungan antar sesama yaitu
bagaimana kita memahami hakikat manusia serta bagaimana kita mampu menerima orang lain
diluar diri kita dengan apa adanya serta mampu bersikap professional dalam melakukan apapun
yang kita kerjakan. Apalagi di era sekarang ini, salah satu penunjang untuk kehidupan
kedepannya itu adalah jejaring kita, walaupun kita memiliki potensi dalam bekerja bagus tetapi
kita tidak memiliki jejaring maka sama saja dengan kita akan kalah dengan orang yang memiliki
jejaring yang luas meskipun potensi kerjanya biasa saja. Yang dimana untuk memperluas
jejaring kita itu dapat dilakukan dengan cara menjalin hubungan yang baik dengan sesama kita.

Sekarang Sumber Daya Manusia itu merupakan faktor yang penting terutama dalam
sebuah organisasi. Manusia memiliki kemampuan untuk menggerakkan semua sumber daya
yang ada. Tanpa adanya sumber daya manusia, organisasi akan sulit berjalan karena kekuatan
organisasi terletak pada sumber daya manusia yang dimana merekalah yang mengelolah dan
menangani organisasi tersebut sehingga dapat berjalan untuk mencapai tujuannya. Organinasi
dapat mencapai tujuannya dikarenakan aktifitas orang-orang yang menjadi anggota didalamnya.
Mereka dapat bekerja sama dengan baik sehingga dapat  menciptakan terwujudnya etos kerja
yang baik pula.

3. Hubungan Antar Sesama Diri Sendiri.

Yang dimana hubungan antar diri sendiri diwujudkan dalam bentuk rela, menerima, sabar,
memahami diri, dan mencintai diri. Sebagai makhluk individu, manusia memiliki akal, rasa, dan
kehendak sehingga mempunyai tujuan hidup yang berbeda-beda. Tujuan hidup yang sama adalah
untuk mencapai kebahagiaan hati bersama. Sedangkan kebahagiaan hati bersama dapat tercapai
apabila sudah mendapatkan kebahagian pribadi. Kebahagiaan pribadi terlaksana apabila manusia
mampu menerapkan sikap rela, menerima, dan sabar.
Sikap rela yang dimaksud disini adalah kesanggupan untuk melepaskan seperti melepaskan hak
milik, kemampuan-kemampuan dan hasil-hasil pekerjaan sendiri yang menjadi keharusan dan
tanggung jawab.
Sikap menerima yang dimaksudkan disini adalah menerima segala apapun yang menimpa
atau mendatangi kita terkhusus hal-hal yang buruk, tanpa memberikan protes. Jadi memahami
hubungan antar sesama diri sendiri itu sangat penting karena bagaimana mungkin kita bisa
mejalin hubungan antar sesama manusia jika diri kita sendiri saja masih belum bisa kita pahami
apa lagi ditambah dengan orang lain yang tentunya memiliki kepribadian yang berbeda-beda.
4. Hubungan Manusia dan Alam

Alam semesta adalah media pendidikan sekaligus sebagai sarana yang digunakan oleh
menusia untuk melangsungkan proses pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia tidak dapat
hidup dan “mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara  manusia dan alam semesta saling
membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dimana alam semesta ini
butuh manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan manusia butuh alam semesta
sebagai sarana berinteraksi dengan manusia lainnya.

Pada umumnya ada tiga macam konsepsi tentang alam semesta atau identifikasi tentang alam
semesta, yaitu :

a. Ilmu pengetahuan yang didasarkan pada dua hal yaitu teori dan eksperimen.
b. Filsafat yang didasarkan pada prinsip yang jelas dan tidak dapat disangkal lagi oleh akal
dan bersifat umum dan konpherensif.
c. Agama yang didasarkan pada pemikiran dan hujjah.

Dengan demikian konsepsi mengenai alam semesta bersifat rasional dan filosofis. Selain
konsepsi filosofis yaitu abadi dan komprehensif, konsepsi religius tentang alam semesta tak
seperti konsepsi ilmiah dan filosofis murni, memiliki satu nilai lagi, yaitu menyucikan prinsip-
prinsip konsepsi alam semesta.

Alam berarti  dunia, alam semesta, kerajaan, jadi jika dianalisia alam merupakan yang
sesungguhnya atau alam yang nyata. Dengan kata lain alam semesta adalah tempat bernaung
makhluk-mahkluk Tuhan. Maka alam semeta ini diciptakan oleh Tuhan Untuk kepentingan
manusia dan untuk di pelajari manusia dan semoga dapat menjalankan fungsi dan kedudukannya
sebagai manusia di muka bumi ini

Alam diciptakan untuk Manusia. Manusia dapat hidup di bumi karena Allah telah
menetapkan keadaan bumi yang ada pada posisi sekarang. Pemikiran yang murni yang
berdasarkan kenyataan dan tanpa prasangka dapat dengan mudah memahami alam semesta
diciptakan dan dikendalikan oleh Allah yang semuanya diperuntukkan pada manusia.

Untuk memperoleh informasi lebih jauh mengenai penciptaan alam, berikut akan
dikemukakan beberapa ayat Al-Quran:

1. Surah Shad ayat 27:


َ ِ‫ض َو َما بَ ْينَهُ َما بَا ِطاًل ۚ ٰ َذل‬
ِ َّ‫ك ظَ ُّن الَّ ِذينَ َكفَرُوا ۚ فَ َو ْي ٌل لِلَّ ِذينَ َكفَرُوا ِمنَ الن‬
﴾٢٧﴿‫ار‬ َ ْ‫َو َما َخلَ ْقنَا ال َّس َما َء َواَأْلر‬
 
Artinya:
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa
hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang
kafir itu karena mereka akan masuk neraka.

Anda mungkin juga menyukai