Anda di halaman 1dari 3

NAMA : Siti Nurazizah

NIM : 2224220007

PRODI/KELAS: Pendidikan Biologi

MATA KULIAH : Agama untuk Biologi

DOSEN PENGAMPUH : Dr. Fadlullah, S. Ag, M. SI.

TUGAS AGAMA : Esensi Islam dari Ketuhanan untuk Kemanusiaan.

Konsep Ketuhanan dalam Islam terhadap Kemanusiaan

Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang menjadi penggerak
atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh manusia. Orang yang mematuhinya di sebut abdun
(hamba). Kata ilaah (tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu Allah, dan
selain Allah. Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung, pohon,
binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti dikemukakan pada surat Al-
Baqarah (165)

"Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan terhadap Allah. Mereka
mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah."

Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep tauhid
(monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-ungkapan yang mereka
cetuskan, baik dalam do’a maupun acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika memberikan khutbah nikah Nabi
Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum turunya Al-Quran) ia mengungkapkan kata-kata
Alhamdulillah. Adanya nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan masyarakat Arab
sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha besaran Allah, kekuasaan Allah dan
lain-lain, telah mantap. Dari kenyataan tersebut timbul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang
dibawakan Nabi Muhammad? Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam mendakwahkan
konsep ilahiyah mendapat tantangan keras dari kalangan masyarakat. Jika konsep ketuhanan yang dibawa
Muhammad sama dengan konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak demikian kejadiannya.

Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan dalam Al-Quran
surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;

"Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan menundukkan matahari
dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah."

Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu berarti orang itu
beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru lah dinyatakan bertuhan kepada Allah jika ia telah
memenuhi segala yang diperintahkan oleh Allah. Atas dasar itu inti konsep ketuhanan Yang Maha Esa
dalam Islam adalah memerankan ajaran Allah yaitu Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan
berperan bukan sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam semesta.

Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana dinyatakan dalam
surat Al-Ikhlas. Dalam surat Al-Ikhlas ayat 1-4 menegaskan ketauhidan Allah SWT. Sebagai Pencipta,
Allah SWT memiliki sifat yang berbeda dengan sesuatu yang diciptakannya. Jika tidak, Pencipta hanya
bersifat sementara dan tidak bisa berkuasa atas seluruh ciptaan-nya. Untuk itu, Allah SWT bersifat abadi
dan tidak bergantung pada apa pun. Eksistensi Allah SWT tidak ada habisnya. Kalimat syahadat adalah
pernyataan lain sebagai jawaban atas perintah yang diajukan pada surat Al-Ikhlas tersebut. Ringkasnya
jika Allah yang harus terbayang dalam kesadaran manusia yang bertuhan Allah adalah disamping Allah
sebagai Zat, juga Al-Quran sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai Uswah hasanah.

Rasulullah SAW memiliki misi yaitu menekankan keimanan kepada allah, membangun insan
bertaqwa, dan menyempurnakan akhlak manusia. Jika keimanan dan ketaqwaan seseorang sudah kokoh,
maka manusia dengan kecerdasannya akan mampu membangun kebudayaan yang menjujung tinggi
prinsip keadilan untuk kesejahteraan umat manusia. Cara untuk menjaga kebersihan dan kekuatan hati itu
dengan sholat dan dzikir. Artinya, dimana pun dan kapan pun seseorang berada, hatinya selalu terhubung
dengan Tuhan sehingga mampu mencegah perbuatan keji dan munkar. Hal ini sesuai dengan firman allah
dalam surah Al-Ankabut: 45 yang artinya “Bacalah Kitab (Al-Qur'an) yang telah diwahyukan kepadamu
(Muhammad) dan laksanakanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan
mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain).
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Terlebih bagi seorang pemimpin dan pebisnis, ketika membuat keputusan mesti senantiasa
menghadirkan hati nurani dalam terang ilahi agar keputusannya tidak mendatangkan kerusakan bagi
sesama manusia. Jadi, di sini terlihat jelas ajaran yang dibawa nabi Muhammad, keimanan itu tertuju pada
Allah, namun buah imannya harus dirasakan oleh sesama manusia untuk mencegah tindakan keji dan
munkar. Orang yang mengaku beriman, maka bukti keimanannya mesti terpancar dalam komitmennya
untuk selalu memperjuangkan nilai-nilai dan harkat kemanusiaan, membela mereka yang tertindas dan
terpinggirkan. Itulah yang dicontohkan nabi Muhammad dan para nabi sebelumnya. Sikap untuk selalu
meniru perilaku Rasul dalam berserah diri dan mentaati ajaran Allah itu disebut islam,

Oleh karena itu, Islam merupakan ajaran yang tidak hanya menjunjung tinggi nilai – nilai ibadah
baik mahdoh maupun ghoiru mahdoh, baik itu solat, puasa, zakat, menunaikan ibadah haji tapi juga
mengedepankan nilai – nilai sosial atau nilai – nilai kemanusiaan. Karena kita termasuk hamba – hamba
allah yang diciptakan tidak bisa sendiri, melainkan harus berinteraksi dengan sesama, saling menjaga,
saling menyayangi, menghormati, terlepas apapun agama, ras, suku, bahasa dan budayanya. Dalam
Alquran, Allah SWT memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk bertakwa dan gemar mengulurkan
bantuan kepada sesama. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Al – Maidah ayat 2 yang artinya,

”Dan tolong-menolong lah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan. Dan janganlah tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwa lah kamu kepada Allah, sesungguhnya siksa Allah sangat
berat."

Sebagaiman dikutip dari buku Tasawuf Sosial, Nabi Muhammad SAW juga menganjurkan amalan
tersebut. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa berjalan untuk menolong saudaranya dan
kemanfaatannya, maka baginya pahala orang-orang yang berjuang di jalan Allah.”

Dalam hadis lain, beliau shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa menolong orang yang sangat
membutuhkan, maka Allah mencatatnya sebanyak 73 ampunan. Satu ampunan terdapat kebaikan semua
masalahnya, yang 72 (menaikkan) derajatnya pada Hari Kiamat” (HR. Bukhari dan Baihaqi).

Di luar itu, masih banyak hadis yang menjelaskan keutamaan sifat penolong. Dengan menolong, maka
akan memberikan kebahagiaan terhadap orang yang ditolongnya tersebut. Sedangkan Allah sangat
mencintai pebuatan yang bisa memberikan kegembiraan di hati orang-orang yang beriman begitupun
sebaliknya. “Siapa yang tidak bersikap kasih terhadap sesamanya, maka Allah SWT tidak akan
mengasihaninya” (H.R Muttafaq’alaih)
Nabi SAW menerangkan, "Sesungguhnya termasuk amal yang paling dicintai Allah adalah memberikan
kegembiraan di hati orang mukmin, menghilangkan kesusahan,membayar utang, atau memberi makan
ketika lapar.”

Jadi, jelas bahwasanya kehidupan manusia adalah untuk saling monolong dan membantu satu
sama lain demi menjaga kerukunan dalam bermasyarakat, bukan untuk saling menyakiti. Hal ini sesuai
dalam kutipan firman allah SWT dalam Al – Qur’an surah Al Qashash ayat 27 yang artinya “Dan carilah
apa yang dianugrahkan allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi ini. Sesungguhnya allah
tidak menyukai orang – orang yang berbuat kerusakan”.

Di Indonesia , sendiri perintah tolong-menolong dalam agama ini kerap direpresentasikan dalam
aksi kepedulian, dengan mendirikan lembaga-lembaga filantropi. Hal ini diusung oleh semangat
kepedulian dan sikap tolong-menolong yang tinggi. Sehingga budaya gotonong royong, saling
megulurkan bantuan, telah melekat pada diri setiap individu. Tak terkecuali dalam unsur aspek ekonomi
syariah. Di mana kepedulian dalam perkara perekonomian juga ditonjolkan dengan berhati-hati dalam
mengambil langkah ekonomi agar tak merugikan atau menzhalimi ekosistem dan masyarakatnya.

Manusia sepatutnya bersyukur karena Allah SWT dapat memberikan kesempatan kepadanya
untuk memberikan bantuan kepada orang lain. Bukan justru meminta kepada orang lain untuk bersyukur
dan berterima kasih kepada kita. Pada dasarnya semua yang kita miliki itu hanya titipan dari Allah SWT,
yang mungkin maksud dari dititpkannya ini ialah untuk membantu hamba hamba nya yang lain, namun
lewat perantara yaitu kita. Jadi sudah sepatutnya kita tidak merasa rugi ketika memberikan atau
mensedekahkan sebagian harta kita kepada orang orang membutuhkan, karena didalam harta yang
dititipkan oleh Allah pada kita, terdapat hak-hak orang lain di dalamnya. Allah berfirman : “Bahwa dalam
setiap harta terdapat hak orang lain (orang yang meminta-minta dan orang yang tidak meminta-minta).”
(QS. Adz-Dzaariyat : 19). Oleh karena itu, kita harus membersihkan harta kita dari hak-hak orang lain,
karena kita akan dimintai pertanggungjawaban atas hal tersebut.

Jika pemberian yang kita lakukan dilandasai dengan ketulusan, keikhlasan, dan juga keimanan.
Membantu dalam kebaikan seberapapun besar dan kecil nilainya akan terasa ringan apabila dilakukan
dengan tulus dan ikhlas, karena harta yang kita miliki semata - mata hanya titipan allah SWT, yang suatu
saat kapan pun, dan dimana pun, siap tidak siap akan diambil lagi oleh sang pemiliknya. Dengan
menyadari bahwa apa yang kita miliki hanyalah titipan Allah semata, maka budaya saling berbagi dan
peduli dalam Islam pun begitu kuat. Bahkan dalam hadis, Rasulullah berkata bahwa siapa yang
melapangkan suatu kesusahan dunia dari seorang Muslim, maka Allah akan melapangkan satu kesusahan
dirinya di hari kiamat.

Oleh karena itu sudah sepatutnya kita sebagai hamba allah melaksanakan atau mencontoh apa
yang selama ini Rasullullah sebagai Uswah hasanah kita ajarkan, yaitu menjunjung tinggi nilai nilai
kemanusiaan, sebagai usaha membuahkan kerukunan, perdamaian dan persatuan antar sesama manusia,
dan hal itu semua dapat terjadi ketika hidup manusia sudah sejahtera. Sedangkan kunci agar tercapainya
kesejahteraan yaitu kekeluargaan, sebagai keluarga tentunya kita tidak bisa membiarkan anggota keluarga
kita mengalami penderitaan baik rohani maupun jasmani, sebagai anggota keluarga pastilah kita berusaha
untuk membantu untuk meringankan bahkan menghilangkan penderitaan itu, ibarat tubuh jika ada bagian
satu yang sakit maka yang lain pun akan ikut merasakan sakitnya. Itulah ajaran islam terhadap
sesamanya.

Anda mungkin juga menyukai