Bagaimana pandangan saudara tentang Kehidupan Umat Islam saat ini ? Sudahkan mencerminkan Masyarakat yang Islami ?
Coba kita curah pendapat !
Pandangan Islam tentang Kehidupan Sosial. Sejak kelahiran belasan abad yang lalu, Islam telah tampil sebagai agama yang memperhatikan dan peduli pada keseimbangan hidup antara dunia dan akhirat, antara hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan antara manusia dengan manusia, dan hubungan antara urusan ibadah dengan urusan muamalah. Jika diadakan suatu perbandingan antara perhatian Islam terhadap urusan ibadah dengan urusan muamalah ternyata Islam menekankan urusan muamalah lebih besar dari pada urusan ibadah dalam arti yang khusus. Islam lebih banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial dari pada aspek kehidupan ritual. Islam adalah agama yang menjadikan seluruh bumi sebagai masjid tempat mengabdi kepada Allah dalam arti yang luas. Muamalah jauh lebih luas dari pada ibadah dalam arti yang khusus. Jalaluddin Rahmat dalam bukunya Islam Alternatif telah menunjukkan betapa besarnya perhatian Islam terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan sebagai berikut : Pertama, dalam al-Qur’an atau kitab-kitab hadis, proporsi terbesar kedua sumber Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah. Menurut Ayatullah Khumaini dalam bukunya yang dikutib Jalaluddin Rahmat dikemukakan bahwa perbandingan ayat-ayat ibadah dan ayat- ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding seratus, untuk satu ayat ibadah, ada seratus ayat muamalah (masalah sosial). Kedua, bahwa ditekankannya masalah muamalah (sosial) dalam Islam ialah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek (tentu bukan ditinggalkan), melainkan dengan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya. Ketiga, bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat perseorangan. Karena itu shalat yang dilakukan secara berjama’ah dinila lebih tinggi nilainya daripada shalat yang dikerjakan sendirian dengan ukuran satu berbanding dua puluh tujuh derajat. Keempat, dalam Islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifarat (tebusan)-nya ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. Kelima, dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW katakan: ”Orang yang bekerja keras untuk menyantuni janda dan orang miskin, adalah seperti pejuang di jalan Allah (atau aku kira beliau berkata) dan seperti orang yang terus menerus shalat malam dan terus menerus berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim) Masyarakat Dambaan Islam Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam, sekalipun tidak memberikan petunjuk langsung tentang suatu masyarakat yang dicita-citakan di masa mendatang, namun tetap memberikan ciri-ciri dan kualitas suatu masyarakat yang baik (dambaan). Ada beberapa term yang digunakan al-Quran untuk menunjukan arti masyarakat ideal tersebut, antara lain : 1. Ummatan Wahidah (QS. 2:213) Ummah berarti sekelompok manusia atau masyarakat, sedangkan wahidah berarti satu. Dalam ayat tersebut secara tegas dkatakan bahwa manusia dari dulu hingga kini merupakan satu umat. Allah SWT menciptakan mereka sebagai makhluk sosial yang saling berkaitan dan saling membutuhkan. Jadi, ummatan wahidah adalah suatu ummat yang bersatu berdasarkan iman kepada Allah dan mengacu kepada nilai-nilai kebajikan. 2. Ummatan Wasatha (QS. 2:143) Ummatan Wasatha maknanya adalah umat pertengahan atau moderat. Posisi tengah menjadikan anggota masyarakat tersebut tidak memihak ke kiri dan ke kanan, yang dapat mengantarkan manusia berlaku adil.
3. Khairu Ummah (QS. 3:10)
Khairu ummah berarti umat terbaik atau umat unggul atau masyarakat ideal. Umat terbaik tersebut mengemban tugas menyeruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Jadi, identitas khairu ummah adalah integritas keimanan, komitmen kontribusi positif kepada kemanusiaan secara universal dan loyalitas pada kebenaran dengan aksi amar ma’ruf nahi munkar. 4. Baldatun Thayyibah (QS. 34:15) Baldatun Thayyibah berarti negeri atau daerah yang baik, yang tergambar dari tanahnya subur, penduduknya makmur, serta pemerintahannya adil.
Ciri Umum Masyarakat Ideal dalam al-Quran :
Beriman; Amar Ma’ruf; Nahi Munkar. Ciri Khusus Masyarakat Ideal dalam al-Quran : Adanya Kemauan untuk Hidup Lebih Baik, cirinya: a. Memiliki ilmu yang memadai; b. Mempunyai moral yang tangguh; c. Kemampuan memilih strategi perjuangan; d. Kemauan berjihad; e. Mempunyai organisasi yang rapi dan kuat. Berlaku Jujur dan Adil dalam Masyarakat Pluralistik; Marhamah dan Menabur Kerahmatan; Ada Kesalehan Pribadi dan Sosial; Toleran terhadap Sesama dalam Perbedaan; Memiliki Budaya Kritik Membangun. Toleransi Inter dan Antar Umat Beragama dalam Islam. Kata toleransi berasal dari bahasa Arab, tasamuh, yang berarti sikap yang baik dan berlapang dada terhadap perbedaan-perbedaan dengan orang lain yang tidak sesuai dengan pendirian dan keyakinannya. Umat manusia diciptakan dengan berbagai ras, bangsa, suku, bahasa, adat, kebudayaan, dan agama yang berbeda. Menghadapi kenyataan tersebut, setiap manusia harus bersikap toleran atau tasamuh. Dengan sikap toleransi dan tasamuh yang luas dan terbuka, maka akan terbentuk suatu masyarakat yang saling menghargai, menghormati, dan terjalinlah kehidupan yang harmonis antar anggota masyarakat, bangsa, negara, maupun dalam kehidupan secara umum. Kemudian masyarakat yang harmonis cenderung akan menghasilkan karya-karya yang besar yang bermanfaat bagi manusia. Tanpa adanya toleransi, umat-umat beragama dalam masyarakat multikultural akan selalu bersitegang. Dalam hadisnya, Rasulullah s.a.w. menegaskan pentingnya toleransi. Hadits tersebut mengarahkan kepada umat Islam bersikap baik dan bersahabat dengan orang-orang non muslim (mu’ahad) yang telah melakukan perdamaian dan kerjasama dalam bidang sosial, kemasyarakatan, kemanusiaan, kegiatan ekonomi, politik, dan sebagainya. Dalam hadis lain, Rasulullah s.a.w. menjelaskan tentang kewajiban pada setiap orang muslim untuk memberikan perlindungan terhadap orang non-muslim minoritas yang berada di bawah kekuasaan orang-orang muslim (dzimmi). Toleransi Intern Umat Islam Toleransi (Tasamuh) intern umat Islam berarti berpegang teguh pada pendapat sendiri, akan tetapi berkenan mengerti pendapat saudaranya sesama Muslim. Oleh karena itu, tidak dibenarkan memonopoli kebenaran, kecuali yang bersifat pasti (qath’i) . Kalau masih bersifat dugaan (dzanny) , yaitu sesuatu yang termasuk daerah pemikiran dan daerah ijtihad , maka harus ada keseimbangan di antara ilmu dan toleransi. ْْ َ لَنَا أ َ ْع َمالُنَا َولَ ُك ْْم أ Toleransi ini yang biasa digaungkan dengan Ayat ع َمالُ ُك ْْم yang artinya: “Bagi kami amalan kami dan bagi kalian amalan kalian” . Ini adalah toleransi di antara Muslimin, selama tidak keluar dari batas syari’at (inhiraf). Toleransi Antar Umat Beragama Secara terminologi pengertiannya yaitu mengerti dan bersikap toleran, menenggang, menghargai, membiarkan, membolehkan pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan lain sebagainya yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah: 256 Artinya: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui”. Allah memberi petunjuk kepada umat Islam mengenai kode etik dan moral pergaulan dengan penganut agama dan keyakinan lain, yaitu berlaku baik dan adil terhadap mereka, jika mereka tidak berlaku zalim. “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak pula mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagi kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu orang lain untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (QS. 60: 8-9). Prinsip-prinsip Islam dalam Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Kata sejahtera mengandung pengertian aman, damai, tenteram, dan selamat, terlepas dari segala macama gangguan dan kesukaran. Al- Quran menggunakan beberapa istilah yang berlainan untuk menunjuk pengertia “sejahtera”, seperti; hasanah, sa’adah, shulh dan salam. Hasanah, menggambarkan suatu kondisi baik, secara umum dan luas, jasmaniah maupun rohani (QS. 2:201). Sa’adah, lebih menggambarkan suatu keberuntungan dan kebahagiaan sebagai lawan kesulitan, kesengsaraan dan celaka yg lebih bersifat psikis (QS. 11:105, 108). Shulh, berarti perdamaian, antara yang satu dengan yang lain tidak saling merugikan atau membahayakan (QS. 4:128). Salam, berarti selamat lebih bersifat situasional yang bebas, tidak merasa tergantung pada sesuatu yang menyebabkan keterbatasan (QS. 5:16). Kondisi salam lebih menekankan suatu sikap yang teguh dan utuh. Sejak diturunkan, Islam telah mengajarkan prinsip-prinsip kesejahteraan bagi pemeluknya. Kesejahteraan tersebut tidak hanya ditinjau dari unsur terpenuhinya kebutuhan dasar jasmani seperti makan dan tempat tinggal namun termasuk kebutuhan ruhani seperti ketenangan, kenyamanan, penghormatan, perlindungan, persamaan kedudukan dalam hukum dan peradilan. Prinsip-prinsip ini dapat dilihat dari berbagai dimensi, diantaranya: Pertama , adanya perintah Allah dan rasul-Nya tentang keadilan, persamaan hak dan kewajiban, perlindungan hukum dan jaminan keselamatan yang tertuang dalam wahyu-wahyu Allah dan hadits rasul-Nya. Kedua , Praktek-praktek nabi Muhammad SAW baik saat di Makkah maupun di Madinah senantiasa mengarah pada terciptanya keadilan, kesetaraan, persamaan, jaminan sosial, perlindungan hak -hak pribadi dan keamanan individu dan masyarakat. Sejarah menunjukkan, nabi Muhammad SAW berupaya sekuat mungkin menciptakan kesamaan hak dan kewajiban di kalangan pengikutnya. Salah satu contoh yang penting diangkat adalah saat memerdekakan para budak seperti Bilal dan `Ammar bin Yasir. Usaha ini ditujukan agar terciptanya kesamaan status antara dirinya sebagai Rasul dengan orang-orang di sekitarnya sebagai pengikut. Dalam rangka menciptakan kesejahteraan sosial, Islam telah menetapkan perangkat-perangkat dasar yang dapat dijadikan acuan bagi pemeluknya. Sebagai contoh demi terciptanya stabilitas sosial dalam masyarakat, al-Qur`an dan hadits menetapkan adanya qishash bagi pelaku pembunuhan -meski memberi maaf lebih utama-, hukuman rajam dan cambuk bagi pelaku zina dan peminum khamar serta hukuman potong tangan bagi pencuri. Dari dimensi jasmaniah, Islam mewajibkan zakat (zakat harta, zakat fithrah) bagi orang-orang yang mampu, Infaq, shadaqah dan waqaf bagi mereka yang memiliki kelebihan harta. Sementara dalam konteks keadilan dan kesetaraan nabi Muhammad SAW menegaskan dalam salah satu hadits yang artinya: “Seandainya Fathimah anak-ku mencuri sungguh akan saya potong tangannya”. Islam tidak hanya memberikan perhatian pada kebutuhan yang sifatnya materi namun juga kebutuhan-kebutuhan non material yang sifatnya abstrak namun sangat berpengaruh terhadap sikap dan tingkah laku seseorang. Semua ini ditujukan dalam rangka mewujudkan tatanan kehidupan yang harmonis dalam banyak hal, harmonis antara si kaya dan si miskin, penguasa dan rakyat, individu dan individu, yang pintar dan yang bodoh, orang kuat dan yang lemah dan lainnya. Jika hal ini dapat terwujud dalam realitas kehidupan umat Islam niscaya kesejahteraan sosial akan hadir dalam kehidupan yang sesungguhnya bukan dalam catatan-catatan kertas para pengamat masalah sosial. Pandangan Islam terhadap: Kemiskinan, Kebodohan, dan Pengangguran Kemiskinan. Al-Quran menggambarkan kemiskinan dengan 10 kosa kata yang berbeda, yaitu al-maskanat (kemiskinan), al-faqr (kefakiran), al-’ailat (mengalami kekurangan), al-ba’sa (kesulitan hidup), al-imlaq (kekurangan harta), al-sail (peminta), al-mahrum (tidak berdaya), al-qani (kekurangan dan diam), al- mu’tarr (yang perlu dibantu) dan al-dha’if (lemah). Kesepuluh kosa kata di atas menyandarkan pada satu arti/makna yaitu kemiskinan dan penanggulangannya. Islam menyadari bahwa dalam kehidupan masyarakat akan selalu ada orang kaya dan orang miskin (QS An- Nisa/4: 135). Sungguh, hal itu memang sejalan dengan sunnatullah itu sendiri. Kemiskinan, menurut Islam, disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya karena keterbatasan untuk berusaha (Q.S. Al-Baqarah/2: 273), penindasan (QS Al-Hasyr/59: 8), cobaan Tuhan (QS Al-An’am/6: 42), dan pelanggaran terhadap hukum-hukum Tuhan (QS Al-Baqarah/2: 61). Namun, di negara kita sesungguhnya faktor-faktor di atas sudah mulai dibenahi, walaupun ada yang secara sungguh-sungguh maupun setengah-setengah. Keniscayaan adanya orang kaya dan orang miskin, maka sudah sepatutnya orang kaya (termasuk pemerintah) membantu orang miskin. Menurut Islam, dengan adanya bantuan orang kaya tersebut, agar orang miskin tidak terjerumus ke dalam perbuatan yang dapat merendahkan martabatnya sendiri (QS Al-Baqarah/2: 256). Islam sesungguhnya telah menyadari bahwa terkadang kefakiran (dan kemiskinan) akan menjadikan manusia pada kekufuran. Untuk itu Islam pun memberikan sumbangsih solusi penanggulangan kemiskinan dengan dua model: (1) wajib dilakukan dan (2) anjuran. Adapun yang mesti dilakukan adalah zakat (QS At-Taubah/9: 103), infak wajib yang sifatnya insidental (QS Al-Baqarah/2: 177), menolong orang miskin sebagai ganti kewajiban keagamaan, misalnya membayar fidyah (QS Al-Baqarah/2: 184), dan menolong orang miskin sebagai sanksi terhadap pelanggaran hukum agama (misalnya membayar kafarat dengan memberi makan orang miskin) (QS Al-Maidah/5: 95). Sedang yang bersifat anjuran untuk dilakukan adalah sedekah, infak, hadiah, dan lain-lainnya. Tentu saja semua hal di atas dilakukan bagi orang yang mampu secara finansial. Namun, bagi yang tidak mampu pun dalam hal itu diwajibkan juga, yaitu dengan memberikan nasihat, spirit, dan motivasi kepada kalangan rakyat jelata. Kebodohan. Islam memandang penanggulangan kebodohan itu sebagai ibadah, sebaliknya membiarkan kebodohan dipandang sebagai tindak kemungkaran. Karena kebodohanlah yang menjadi salah satu penyebab kemerosotan dan keterbelakangan martabat manusia. Dalam hal menumpas kebodohan dalam Islam, ayat yang pertama sekali diturunkan Allah memerintahkan untuk belajar dan menuntut ilmu. (QS. Al-’Alaq: 1-5) Allah mengangkat derajat orang-orang yang berilmu. Allah swt memuji orang-orang berilmu. Pengangguran. Pengangguran adalah orang dewasa yang tidak bekerja dan tidak mendapatkan penghasilan. Jumlah pengangguran semakin banyak karena jumlah lulusan sekolah lebih banyak dari pada jumlah lapangan pekerjaan. Prinsip ekonomi dalam Islam adalah seseorang dituntut bekerja sesuai dengan kemampuan kumulatifnya dan diberikan hak sesuai dengan kebutuhan dasarnya (basic need). Islam mengecam orang yang miskin karena tidak mau mendayaguna kan kemampuannya : malas berfikir, malas bekerja dan berusaha. Orang yang demikian dianggap sebagai dlulumun an nafs atau menganiaya diri sendiri. Dr. Mohammad Iqbal pernah berkata: "Kafir yang aktif lebih baik daripada muslim yang pasif." Islam sebagai agama yang hanya menghendaki kebaikan dan agama yang sesuai dengan fitrah manusia, memerintahkan agar manusia mencari harta. Harta adalah karunia Allah dan mencarinya adalah bemilai ibadah. Islam memberi petunjuk agar dalam kegiatan mencari harta itu menjadi mudah dan menyenangkan serta tidak menimbulkan kerusakan dan pertumpahan darah. Di antara petunjuk Islam dalam hal mencari harta adalah sebagai berikut: a. Dalam Islam, motivasi dasar yang harus diletakkan oleh setiap muslim dalam menjalan kan hidup ini adalah pengabdian kepada Allah semata. b. Alquran menegaskan bahwa cara yang terbaik untuk mendapatkan kekayaan adalah dengan bekerja. Karena pada dasamya seseorang tidak akan memperoleh sesuatu selain yang ia usahakan. c. Dalam hidup dan bekerja, Islam mengajarkan akan pentingnya berorientasi ke masa depan, kerja keras, teliti, hati-hati, menghargai waktu, penuh rasa tanggung jawab dan berorientasi pada prestasi (achievement oriented) dan bukan prestise semata. Artinya: - Hidup harus punya cita-cita. - Kerja santai, tanpa rencana, malas, boros tenaga, waktu dan biaya adalah bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Islam mengajarkan agar setiap detik dari waktu harus diisi dengan tiga hal yaitu : meningkatkan keimanan, beramal shaleh (amal yang mensejahterakan) dan berkomunikasi sosial. - Semua masalah yang menjadi tanggung jawabnya harus dihadapi dengan penuh rasa tanggung jawab (responsibility) dan penuh perhitungan (accountability). - Hidup dalam Islam harus hemat dan berpola kesederhanaan, tidak konsumtif dan berlebihan, tetapi tidak kikir. - Islam menilai bahwa sebaik-baik pekerjaan adalah yang di kerjakan dengan sebaik-baiknya (ahsanu amala) Which of the strategies we’ve covered would you like to try in your own classes? Summarize the most important points in today’s lecture.
singkat yang saya buat untuk dokumen tersebut. Judul ini menggunakan karakter kurang dari sesuai permintaan. Judul ini mengoptimalkan kata kunci "KONSEP ISLAM", "RELASI SOSIAL