Anda di halaman 1dari 11

MODERASI BERAGAMA : MEMBANGUN KERUKUNAN DALAM

MASYARAKAT MULTIRELIGIUS

Agung Alwandi
Email : agungalwandi1@gmail.com

Abstrak

Kehidupan dalam masyarakat multireligius menuntut adanya pemahaman, penghormatan,


dan kerukunan antara umat beragama. Dalam konteks ini, moderasi beragama muncul sebagai
prinsip yang penting untuk mencapai tujuan tersebut. Abstrak ini mengulas tentang pentingnya
moderasi beragama dalam membangun kerukunan dalam masyarakat multireligius. Moderasi
beragama bukan hanya merupakan anjuran agama, tetapi juga menjadi solusi hidup yang inklusif
dalam masyarakat yang beragam keyakinan.
Moderasi beragama berdasarkan ajaran agama mengajarkan umat untuk menjalankan
keyakinan dengan seimbang, menjauhi sikap ekstremisme, dan menerapkan toleransi serta saling
menghormati terhadap umat agama lain. Dalam konteks masyarakat multireligius, moderasi
beragama menjadi landasan kuat untuk menciptakan kerukunan dan harmoni antarumat
beragama. moderasi beragama memainkan peran penting dalam membangun saling pengertian
dan toleransi antarumat beragama. Melalui sikap inklusif dan terbuka, individu dari berbagai
keyakinan dapat memahami dan menghargai perbedaan agama satu sama lain.
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Perkembangan zaman telah mengubah peradaban manusia, zaman yang semakin canggih
telah membawa dampak positif bagi kehidupan manusia dan membawa kemudahan dalam
berbagai komunikasi, di sisi lain hal ini juga menimbulkan dampak negatif kepada masyarakat.
Berbagai inovasi dan kemudahan dalam komunikasi telah mempercepat pertukaran informasi,
memperluas jangkauan pengetahuan, dan memfasilitasi interaksi sosial. Namun, di sisi lain, ada
juga dampak negatif yang muncul sebagai konsekuensi dari kemajuan ini, Semakin banyaknya
informasi-informasi yang berada di internet semakin tinggi pula potensi penyebaran informasi
keliru(hoaks). Penyebaran informasi hoaks yang berlebihan dapat memicu konflik sosial di
tengah masyarakat Informasi yang salah tentang kelompok suku, etnis, ras, atau agama tertentu
dapat menciptakan ketegangan antara kelompok-kelompok yang nantinya dapat mengakibatkan
terjadinya konflik social di tengah masyarakat. Umat islam harusnya sadar bahwa perbedaan
dalam keberagaman manusia adalah anugerah dari Tuhan yang harus diterima dengan penuh
pengertian dan buka malah minimbulkan adanya konflik social. dalam Al-Quran Surat Al-
Hujurat ayat 13 menggarisbawahi pentingnya memahami adanya keberagaman.

‫ٰيٓاَيُّها النَّاسُ انَّا َخلَ ْق ٰن ُكم م ْن َذ َكر َّواُ ْن ٰثى وجع ْل ٰن ُكم ُشعُوْ بًا َّوقَب ۤاىل لتَعارفُوْ ا ۚ ا َّن اَ ْكرم ُكم ع ْن َد هّٰللا‬
ِ ِ ْ َ َ ِ َ َ ِ َ ِٕ َ ْ َ َ َ ٍ ِّ ْ ِ َ
‫اَ ْت ٰقى ُك ْم ۗاِ َّن هّٰللا َ َعلِ ْي ٌم َخبِ ْي ٌر‬
Artinya : Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah
Maha Mengetahui, Mahateliti.

Konflik sosial terkait agama sering kali terjadi di Indonesia kehidupan beragama di
Indonesia tidak selalu berjalan dengan damai kadang kala terdapat insiden konflik antaragama
yang timbul dari perbedaan keyakinan dan pemahaman agama. Isu-isu seperti pembangunan
tempat ibadah, penistaan agama, atau konversi agama seringkali menjadi sumber ketegangan dan
konflik antarumat beragama yang dapat dipicu provokasi eksternal dan kelompok-kelompok
ekstremis yang mendorong retorika intoleransi dan kekerasan, adanya sentimen dan prasangka
terhadap kelompok agama tertentu juga dapat memperburuk keadaan, Dalam beberapa kasus,
konflik antaragama di Indonesia telah mengakibatkan kekerasan, kerusakan, dan bahkan korban
jiwa. Kehidupan beragama yang tidak damai dapat menciptakan ketidak stabilan sosial,
memisahkan komunitas multireligius, dan melukai hubungan antarumat beragama.
Dilansir dari kalsel.kemenag.go.id, terdapat beberapa Faktor yang menyebabkan konflik
agama dapat terjadi antara lain adalah intoleransi, fanatisme, pelaksanaan perintah agama secara
ekstrim dan radikal, serta kebiasaan masyarakat yang terkadang tidak menghormati perbedaan
agama juga dapat memainkan peran dalam konflik agama. Ketika individu atau kelompok
masyarakat tidak menghargai dan mengakui hak-hak agama lain, Ketidak pahaman, stereotip,
juga dapat memperburuk situasi koflik agama.
Konflik agama dapat berdampak luas terhadap kehidupan sehari-hari dalam tatanan sosial
masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, konflik agama dapat menciptakan ketegangan, saling
curiga, dan ketidak percayaan antaranggota masyarakat terhadap anggota masyarakat agama lain.
Hal ini dapat mengganggu hubungan sosial, kebersamaan, serta kerjasama dalam berbagai aspek
kehidupan, minsalya dalam aspek pedidika ketegangan antara sesama siswa yang berasal dari
latar belakang agama yang berbeda dapat menciptakan suasana yang tidak kondusif dan dapat
mengganggu proses pengajaran. Selain itu, dalam lingkungan tempat tinggal, konflik agama
dapat menciptakan ketegangan antar warga yang berasal dari latar belakang agama yang berbeda,
mengurangi kerukunan sosial, memecah belah masyarakat, dan merusak hubungan antar umat
beragama yang sebelumnya harmonis. Kondisi-kondisi ini akan menimbulkan banyak sekali
permasalahan dalam kehidupan dan dapat mengancam kerukunan hidupan dalam masyarakat
multireligius. Untuk menyelesaikan konflik agama dapat dilakukan dengan berbagai macam
solusi, salah satu solusi yang efektif dalam mengatasi konflik agama adalah dengan menerapkan
prinsip moderasi beragama.
Moderasi beragama adalah sikap yang menekankan pendekatan yang seimbang dan tengah
dalam menjalankan praktik keagamaan, di mana individu dan kelompok menghargai perbedaan
serta menghindari ekstremisme. Hal ini melibatkan pengembangan sikap terbuka dan
pemahaman yang lebih mendalam tentang nilai-nilai universal yang diemban oleh agama-agama
yang berbeda. Melalui pendekatan moderasi beragama, kita dapat mempromosikan kerukunan,
toleransi, saling menghormati antarumat beragama, menciptakan lingkungan yang harmonis, dan
mendorong stabilitas sosial di tengah keberagaman agama yang ada.
Oleh karena itu, dengan adanya keberagama agama di indonesia membuat penulis
berkeinginan untuk mengulas pentingnya sikap tegah-tengah terhadap beragama dalam
masyarakat Indonesia yang memiliki keberagaman akan agama. Dengan tujuan untuk
menjelaskan betapa pentingnya sikap toleransi, komunikasi, dan penolakan terhadap
ekstremisme dalam menjalankan praktik keagamaan di indonesia. Selain itu, penelitian ini juga
mengangkat isu pentingnya kerukunan hidup di tengah masyarakat multireligius dan pemahaman
yang kuat terhadap konsep moderasi beragama.
PEMBAHASAN

1. Perspektif Al-Quran Terhadap Moderasi Beragama

Dalam perspektif Al-Quran, moderasi beragama dianggap sebagai prinsip penting yang
mendorong umat Islam untuk menjalankan kehidupan beragama dengan seimbang dan bijaksana.
Al-Quran menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara aspek ibadah kepada Allah
SWT dan kewajiban sosial terhadap sesama manusia. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran
(Surah Al-Baqarah, ayat 143):

َ‫ة‬pَ‫ا ْالقِ ْبل‬ppَ‫ا َج َع ْلن‬pp‫ ِهيدًا َو َم‬p‫و ُل َعلَ ْي ُك ْم َش‬p‫َّس‬ ِ َّ‫ ُشهَدَا َء َعلَى الن‬p‫َو َك َذلِكَ َج َع ْلنَا ُك ْم ُأ َّمةً َو َسطًا لِتَ ُكونُوا‬
ُ ‫ونَ الر‬pp‫اس َويَ ُك‬
ُ ‫دَى هَّللا‬pَ‫ةً ِإال َعلَى الَّ ِذينَ ه‬pَ‫َت لَ َكبِري‬ ُ ‫الَّتِي ُك ْنتَ َعلَ ْيهَا ِإال لِنَ ْعلَ َم َم ْن يَتَّبِ ُع الر‬
ْ ‫ان‬pp‫ ِه َوِإ ْن َك‬pْ‫ل ِم َّم ْن يَ ْنقَلِبُ َعلَى َعقِبَي‬pَ ‫و‬p‫َّس‬

ِ َّ‫ُضي َع ِإميَانَ ُك ْم ِإ َّن هَّللا َ بِالن‬


ٌ ‫اس لَ َر ُء‬
‫وف َر ِحي ٌم‬ ِ ‫َو َما َكانَ هَّللا ُ لِي‬

Artinya: Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu
menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.
Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui
(supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu
terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan
menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.

Dalam ayat tersebut, terdapat tiga aspek yang menjadi focus utama. Pertama, fokus utama
pembicaraan terletak pada "ummat" ( ً‫ ) ُأ َّمة‬sebagai subjek yang signifikan. Hal ini
mengindikasikan bahwa agama Islam pada dasarnya memiliki sifat kaffah sempurna. Namun,
yang menjadi perhatian adalah perilaku dan sikap umat tersebut yang belum tentu moderat.
Terkadang, umat Islam tidak sepenuhnya mengamalkan ajaran Islam dengan baik, bahkan ada di
antara mereka yang bertindak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, dalam ayat
ini, disampaikan pentingnya agar umat menjadi moderat dalam perilaku dan tindakan mereka,
sehingga dapat mencerminkan esensi moderasi yang sebenarnya telah ada dalam agama.
Kedua, dalam ayat tersebut, Allah menggunakan istilah "ja’ala" ( ْ‫)ج َعل‬
َ yang bermakna
sebagai menjadikan sesuatu. Ini menunjukkan bahwa dalam konteks moderasi, Allah
memberikan potensi dan kemampuan kepada umat-Nya untuk menjadikan moderasi sebagai
sebuah realitas yang aktif dan bukan “kholaqo”(‫ ) َخلَق‬yang artinya menciptakan dari keadaan
tiada menjadi ada, oleh karennya perlu diingat bahwa "ja'ala" mengindikasikan bahwa upaya
juga diperlukan dari umat Islam untuk mengaktualisasikan moderasi yang diberikan oleh Allah.
Moderasi beragama merupakan potensi yang diberikan oleh Allah melalui agama Islam, dan
umat Islam memiliki tanggung jawab untuk mengupayakan dan menjalankannya sesuai dengan
prinsip-prinsip yang terkandung dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Dalam hal ini, penting bagi umat
Islam untuk menyadari bahwa moderasi beragama tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi
membutuhkan usaha dan kesungguhan dari umat dalam mempraktikkan nilai-nilai moderasi yang
telah ditetapkan dalam ajaran Islam. Dengan demikian, umat Islam harus menjadikan moderasi
sebagai tujuan yang dikejar dan menggerakkan diri untuk mengupayakannya secara aktif dan
terus menerus.
Ketiga, “wasthan” ( ً‫ ) َو َسط‬memiliki arti menjadi tengah-tengah atau memiliki sikap yang
moderat. Hal ini mencerminkan pentingnya menjaga keseimbangan dan tidak melampaui batas
dalam pandangan dan perilaku. Dalam bahsa Indonesia “wasthan” di turunkan manjadi kata
wasit, oleh karena itu sebagaimana seorang wasit yang bertindak sebagai pengawas yang netral
dan adil. Selain itu Hubungan vertikal dan horizontal ummat islam juga seimbang dan terlaksana
dengan indah.
Sejalan dengan arahan Kementerian Agama, terdapat sembilan prinsip moderasi
beragama yang mencerminkan “wasthan” ( ً‫ ) َو َسط‬yang harus menjadi pegangan setiap individu
dalam masyarakat multireligius. Prinsip-prinsip ini mencakup:
1. Tawassuth (Mengambil Jalan Tengah): Mengajarkan pentingnya menjaga
keseimbangan dan tidak melampaui batas dalam menjalankan agama.
2. I'tidal (Bersikap Objektif): Mendorong sikap objektif dalam memahami agama
dan melihat realitas sosial dengan bijaksana.
3. Tasamuh (Toleransi/Ramah Terhadap Perbedaan): Membangun sikap toleransi
dan saling menghormati terhadap perbedaan keyakinan, budaya, dan tradisi.
4. Musyawarah (Berunding): Mendorong praktek musyawarah dalam mengatasi
perbedaan pendapat dan mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
5. Ishlah (Menjaga Kebaikan dan Kedamaian): Mengupayakan kebaikan dan
kedamaian dalam masyarakat serta berperan aktif dalam memperbaiki kondisi
sosial yang tidak harmonis.
6. Qudwah (Kepemimpinan yang Baik): Membangun kepemimpinan yang adil,
bijaksana, dan berintegritas dalam masyarakat.
7. Muwathohah (Cinta Tanah Air): Membangun rasa cinta dan kontribusi yang aktif
dalam membangun bangsa dan negara, serta menjaga persatuan dan kesatuan.
8. Anti Kekerasan: Menolak segala bentuk kekerasan dan ekstremisme dalam
menjalankan agama, serta mempromosikan perdamaian dan kerukunan.
9. Ramah Terhadap Budaya: Menghargai keanekaragaman budaya dalam
masyarakat serta menghormati adat dan tradisi yang ada.
Prinsip-prinsip ini menjadi landasan yang penting untuk menciptakan masyarakat yang
harmonis, toleran, dan menjunjung tinggi nilai-nilai moderasi dalam menjalankan agama.

Moderasi juga mengajarkan kita untuk menghormati hak-hak individu dan menghindari
sikap yang memaksa atau memaksakan kepercayaan agama kepada orang lain. Dalam surah
yunus ayat 99 allah berfirma :

َ‫اس َح ٰتّى يَ ُكوْ نُوْ ا ُمْؤ ِمنِ ْين‬


َ َّ‫ض ُكلُّهُ ْم َج ِم ْيع ًۗا اَفَا َ ْنتَ تُ ْك ِرهُ الن‬ ٰ َ ُّ‫َولَوْ َش ۤا َء َرب‬
ِ ْ‫ك اَل َمنَ َم ْن فِى ااْل َر‬

Artinya : Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di bumi seluruhnya. Tetapi apakah kamu
(hendak) memaksa manusia agar mereka menjadi orang-orang yang beriman?

Ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah SWT memberikan kebebasan kepada setiap
individu untuk memilih dan menjalankan agamanya dengan sukarela. Tidak ada paksaan dalam
masalah keimanan, karena iman harus berasal dari hati yang tulus dan ikhlas. Dalam konteks ini,
moderasi menjadi prinsip penting dalam bermasyarakat, di mana toleransi, penghargaan terhadap
perbedaan, dan penghormatan terhadap kebebasan beragama menjadi pijakan utama. Dengan
demikian, moderasi beragama tidak hanya mencerminkan pemahaman yang seimbang terhadap
ajaran agama, tetapi juga menunjukkan penghargaan kita terhadap takdir Allah dan hak-hak asasi
setiap individu dalam beragama.
Dalam kesimpulan, istilah ummatan wasathan yang disebutkan di dalam Surah Al-
Baqarah ayat 143 adalah sangat tepat. secara komprehensif dapat dijelaskan bahwa ummatan
wasathan adalah umat yang bersikap, berpikiran, dan berperilaku moderat, adil, seimbang, dan
proporsional, antara kepentingan material dan spiritual, akal dan wahyu, ketuhanan dan
kemanusiaan, individu dan kelompok, masa lalu dan masa depan, realisme dan idealisme, dan
orientasi duniawi dan ukhrawi.

2. Moderasi Beragama Dalam Masyarakat

Moderasi berasal dari bahasa latin moderatio yang memiliki arti kesedangan (tidak
berlebih dan juga tidak kurang). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, moderasi dimaknai
dengan dua pengertian yaitu pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstreman. Menurut
Syekh Prof. Dr. Yusuf al-Qaradawi adalah seorang ulama Islam Mesir dan ketua Persatuan
Ulama Muslim Internasional. Moderasi di dalam Islam dikenal dengan istilah wasathiyyah,
wasathiyyah berasal dari bahasa Arab yang diambil dari akar katanya yaitu wasath yang
bermakna di tengah atau di antara Kata wasath juga memiliki banyak arti diantaranya adalah
terbaik, adil, keseimbangan, utama, kesedanganan, kekuatan, keamanan, persatuan, dan
istiqamah. Sedangkan lawan dari moderasi (wasathiyyah) adalah berlebihan (tatharruf) dan
melampaui batas (ghuluw) yang juga bermakna ekstrem dan radikal.
Dalam buku Moderasi Beragama yang ditulis oleh mentri agama Lukman Hakim
saifuddin, moderasi beragama bermakna kepercayaan diri terhadap substansi (esensi) ajaran
agama yang dianutnya, dengan tetap berbagi kebenaran sejauh terkait tafsir agama. Dalam artian
moderasi agama menunjukkan adanya penerimaan, keterbukaan, dan sinergi dari kelompok
keagamaan yang berbeda. Kemudian moderasi agama juga merupakan sikap beragama yang
seimbang antara keyakinan terhadap agama sendiri (eksklusif) dan penghormatan terhadap orang
lain yang berbeda keyakinan (inklusif) atau toleransi dengan penganut agama lain. Untuk
menghindari sikap ekstrem dan fanatik berlebihan terhadap suatu golongan ataupun aliran serta
sikap revolusioner dibutuhkan sebagai jalan tengah atau keseimbangan dalam memahami dan
mempraktikkan agama.
Dalam konteks moderasi beragama, Peran moderasi beragama dalam masyarakat
multireligius sangat penting. Moderasi beragama berperan sebagai landasan untuk menciptakan
kerukunan antarumat beragama, menghindari konflik, dan memperkuat persatuan dalam
keragaman keyakinan. Prinsip moderasi memungkinkan individu dan kelompok agama untuk
saling menghormati, berdialog, dan bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama yang lebih
luas. kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan dan menghindari ekstremisme sangat
ditekankan. Moderasi, atau wasathiyyah dalam Islam, menandakan sikap yang terbaik, adil,
seimbang, utama, dan menjaga kekuatan, keamanan, persatuan, serta istiqamah. Sebaliknya,
perilaku yang berlebihan dan melampaui batas (tatharruf dan ghuluw) cenderung ekstrem dan
radikal. wasathiyyah memiliki sifat fleksibelitas dan kontekstualis tergantung dimana kata
tersebut digunakan. Maka pada prinsipnya, Wasathiyyah adalah sikap dan perilaku yang tidak
kaku namun juga tidak terlalu lentur, tidak bersifat memihak tapi punya prinsip serta
mengandung nilai-nilai kebaikan.
Dengan mengamalkan moderasi beragama, masyarakat multireligius dapat membangun
lingkungan yang saling menghormati dan toleran. Sikap ini mendorong kerja sama dan sinergi
antarumat beragama, menghindari konflik dan ketegangan yang mungkin timbul akibat sikap
ekstrem dan fanatik. Dengan menganut prinsip moderasi, individu dan komunitas dapat
menciptakan masyarakat yang harmonis, menghargai keberagaman, dan menjunjung tinggi nilai-
nilai toleransi, saling menghormati, serta kerjasama antarumat beragama.
Moderasi beragama memainkan peran kunci dalam mengendalikan diri, Moderasi
beragama berarti menjaga keseimbangan antara keyakinan dan kepercayaan pribadi dengan
penghargaan terhadap pluralitas dan perbedaan terhadap agama orang lain, Sikap moderat
memungkinkan individu untuk memahami dan menghormati pandangan orang lain tanpa harus
mengabaikan keyakinan dan nilai-nilai agama sendiri dan dapat berfungsi sebagai penghalang
terhadap ekstremisme dalam sikap dan perilaku. Dengan mempraktikkan moderasi, individu
cenderung menghindari tindakan yang melampaui batas, fanatisme, atau kekerasan dalam nama
agama.
Ketika seseorang mempraktikkan moderasi beragama dalam pandangan dan penafsiran
agama. Mereka menyadari bahwa ada banyak sudut pandang yang beragam dalam pemahaman
agama, dan mereka mempertimbangkan perspektif lain sebelum mengambil kesimpulan. Mereka
juga tidak mengekspresikan pandangan mereka secara ekstrem atau memaksakan pandangan
pribadi kepada orang lain. dalam konteks pendidikan, penerapan moderasi beragama
memberikan dampak positif dalam membentuk generasi yang toleran, terbuka, dan penuh
pemahaman terhadap keberagaman. Dalam lingkungan pendidikan yang inklusif, siswa diajarkan
untuk menghargai perbedaan agama, membangun dialog yang konstruktif, dan bekerja sama
dalam mencapai tujuan bersama. Hal ini membentuk karakter yang kuat dan mempersiapkan
mereka untuk hidup dalam masyarakat multikultural.
Dalam penegakan moderasi di Indonesia, berbagai pihak memiliki peran yang penting.
Pertama-tama, pemerintah sebagai lembaga yang memiliki otoritas dan tanggung jawab dalam
menjaga keamanan dan kesejahteraan masyarakat, harus menjadi garda terdepan dalam
mempromosikan dan mendorong sikap moderat. Pemerintah dapat melalui kebijakan yang
mendukung keberagaman, memastikan kebebasan beragama, dan mengedukasi masyarakat
tentang pentingnya toleransi dan saling menghormati. Selain itu, ulama dan tokoh agama juga
memiliki peran sentral dalam penegakan moderasi. Mereka dapat memberikan pemahaman yang
benar tentang ajaran agama yang moderat, mempromosikan dialog antaragama, dan memimpin
inisiatif untuk meningkatkan pemahaman dan toleransi antarumat beragama. Ulama dan tokoh
agama juga memiliki tanggung jawab untuk menentang dan menghindari interpretasi agama
yang ekstremis atau radikal.
Masyarakat sipil, termasuk organisasi keagamaan, lembaga pendidikan, dan media massa
juga berperan dalam penegakan moderasi. Mereka dapat menyebarkan pesan-pesan moderasi,
mengorganisir kegiatan dialog antaragama, dan mendukung inisiatif yang mengedukasi
masyarakat tentang pentingnya kerukunan dan keberagaman. Selain itu, individu juga memiliki
peran penting dalam menerapkan sikap moderat dalam kehidupan sehari-hari, ndividu dapat
berperan sebagai agen perubahan dalam masyarakat. Dengan menjadi teladan dalam
menjalankan nilai-nilai moderasi, individu mampu mempengaruhi orang lain di sekitarnya untuk
mengadopsi sikap yang sama melalui interaksi sosial yang inklusif dan komunikasi yang
konstruktif, melalui komitmen dan tindakan nyata, individu dapat menjadi teladan bagi orang
lain.
KESIMPULAN

Moderasi beragama merupakan landasan utama yang ditegakkan Al-Quran dalam


membimbing umat Muslim. Al-Quran mengajarkan pentingnya menjalankan agama dengan
seimbang, menjauhi sikap ekstremisme, serta menganut sikap toleransi dan saling menghormati
terhadap umat beragama lain. Prinsip moderasi ini memiliki peran yang sangat penting dalam
membangun dan mempertahankan kerukunan dalam masyarakat yang memiliki keberagaman
agama. Dalam masyarakat yang multireligius, moderasi beragama memiliki dampak yang
signifikan. Dengan menjunjung tinggi prinsip moderasi, masyarakat dapat menciptakan suasana
yang harmonis, bebas dari konflik, dan mampu membangun hubungan yang saling menghormati
antarumat beragama. Moderasi beragama juga berperan dalam mencegah timbulnya sikap
radikalisme dan ekstremisme yang dapat mengancam stabilitas dan perdamaian masyarakat.
Penggerak moderasi beragama tidak hanya terbatas pada individu, tetapi juga melibatkan
lembaga agama, pemimpin masyarakat, dan pemerintah. Mereka memiliki tanggung jawab untuk
mempromosikan nilai-nilai moderasi melalui pendidikan, komunikasi antaragama, kebijakan
yang inklusif, serta membangun kerjasama lintasagama untuk mencapai tujuan bersama dalam
membangun masyarakat yang toleran dan harmonis. Secara keseluruhan, moderasi beragama
adalah prinsip yang esensial dalam menjaga kerukunan dalam masyarakat yang multireligius.
Dengan mempraktikkan moderasi, individu dan masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang
saling menghormati dan menghargai perbedaan agama. Moderasi beragama menjadi fondasi
yang kokoh dalam membangun perdamaian, persatuan, dan keseimbangan dalam kehidupan
beragama di tengah kompleksitas dan keberagaman keyakinan yang ada.

Anda mungkin juga menyukai