Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

(HUBUNGAN AGAMA DAN KEBUDAYAAN)

Disusun Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemikiran dan Peradaban Islam

Dosen Pengampu Dr. H. Miftahul Huda, S.HI., MH

DI SUSUN OLEH:

MUSLIMIN

SITI NURUL QOTIMAH

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MULTIKULTUR

PROGRAM STUDI PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

FATTAHUL MULUK PAPUA

2021

i
DAFTRA ISI

DAFTRA ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Agama dan Budaya...............................................................................5
B. Hubungan Agama dan budaya..............................................................................15
C. Contoh hubungan Agama dan budaya..................................................................17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................................20
B. Saran....................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Fenomena kehidupan masyarakat dilihat dari aspek agama dan budaya


yang bagaimana menempatkan posisi agama dan posisi budaya dalam suatu
kehidupan masyarakat.1 Agama dan budaya adalah dua hal yang sangat
berbeda. Agama selalu dikatakan bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa,
Penguasa Alam Semesta beserta segala isinya, sedangkan kebudayaan adalah
produk dari manusia.

Agama juga diartikan sebagai suatu cara bagi seseorang untuk


menghamba kepada Sang Pencipta. Dengan Agama, seseorang dapat
menjalankan kaidah roda kehidupan di dunia untuk menuju kepada Sang
Pencipta. Sedangkan budaya ialah suatu tradisi atau kegiatan turun temurun
yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok demi keberlangsungan atau
terjaganya tradisi tersebut.

Dengan kata lain Agama dan budaya adalah dua kategori yang
berbeda tetapi saling melekat dan tidak dapat dipisahkan, dengan Agama
seseorang dapat menjalankan regulasi yang menjadi aturan pada suatu
kebudayaan sesuai ajaran Agama Islam, sedangkan budaya adalah
menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun
nonmaterial yang sesuai dengan ajaran agama Islam.2

Budaya merupakan wujud abstrak dari segala macam ide dan gagasan
manusia yang bermunculan di dalam masyarakat yang memberi jiwa kepada

1
Laode Monto Bauto, Perspektif Agama dan Kebudayaan dalam Kehidupan Masyarakat
Indonesia, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial Vol. 23, No 2. Kendari: Jurusan Sosiologi FISIP
Universitas Haluleo, 2014, h. 24
2
Elly M. Setiadi, dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: Kencana, 2006, h. 27

1
2

masyarakat sendiri, baik dalam bentuk maupun berupa sistem pengetahuan,


nilai, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi, dan etos kebudayaan.3

Adanya kebudayaan lain dari Agama yang lebih luas sangat


berpengaruh dan implikasinyaterlihat dalam kehidupan manusia. Sebagai
aspek budaya, maka tatacara ritual keagamaan pun memiliki perbedaan.
Ketika tatacara ritual keagamaan memiliki perbedaan disini muncullah
perbedaan penghayatan dalam beragama yang disebabkan oleh persoalan
individu, umur, lingkungan sosial, dan alam4.

Budaya terbagi menjadi dua ada yang positif dan ada yang negative.
Dikatakan budaya baik (positif) ialah suatu budaya atau tardisi turun temurun
yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok tertentu dan tidak bertentangan
dengan agama. Sedangkan budaya negatif adalah suatu tradisi yang dilakukan
seseorang atau kelompok yang bertentangan dengan agama serta dapat
menimbulkan keresahan dikehidupan masyarakat. Sebagaimana Allah SWT
berfirman:

       

Terjemahnya:
“Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang
ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.”
(Q.S Al-A’raf/7:199).5

Makna ‘urf dalam ayat di atas adalah perkara kebaikan yang dikenal
dan berkembang dalam elemen masyarakat tertentu baik berupa tutur kata
ataupun amalan-amalan yang baik dan dipertahankan olek kelompok dalam
satu daerah.

3
Ibid., hlm 30
4
Dr.Saihu,M.Pd.I Hubungan antara Agama dan Budaya Dosen Pascasarjana Institut PTIQ
Jakarta, 2019
5
Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: CV. Jumanatul, 2004,
h. 299
Sedangkan Nabi Muhammad SAW juga memberikan pengertian
tentang budaya sebagai berikut:

‫ول مَا ِم ْن ْقَو ٍم ي َ ْظ ُهَر ِف ِهي ْم ا ّ ِلراَب اَّل ُأ ِخ ُذوا‬ ُ ‫َر ُس و َل اهَّلل ِ َص ىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َس مَّل َ ي َ ُق‬
‫ِإ‬ ‫اِب َّلسنَ ِة َو َما ِم ْن قَ ْو ٍم ي َ ْظه َُر ِف ِهي ْم ا ُّلر َشا اَّل ُأ ِخ ُذوا اِب ُّلرع ِْب‬
Artinya:
‫ِإ‬
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah riba
merajalela pada suatu kaum kecuali akan ditimpa paceklik. Dan
tidaklah budaya suap merajalela pada suatu kaum kecuali akan
ditimpakan kepada mereka ketakutan." (H.R Ahmad/ 17115).6

Telah jelas bahwa hadits di atas memberikan keterangan bahwa


budaya suap-menyuap adalah budaya yang tidak baik dalam kehidupan
manusia karena sangat merugikan manusia yang lain. Hadits ini memperkuat
keyakinan kita tentang suap-menyuap yang telah dijelaskan dalam Al Qur’an
Allah SWT pun melarang keras terkait dengan budaya yang tidak sesuai
dengan Agama.

Hubungan antara Agama dan budaya yang ada di Indonesia memiliki


hubungan yang komplek erat dan tidak sederhana, terlihat dari banyaknya
pulau-pulau, suku-suku hingga adat istiadat yang ada di Indonesia. Agama
dan kebudayaan akan terus sejalan bila budaya masyarakat tersebut tidak
menyalahi dan tidak bertentangan dengan Agama.

Dalam kaidah, sebenarnya agama dan kebudayaan mempunyai


kedudukan masing-masing dan tidak dapat disatukan, karena Agamalah yang
mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada kebudayaan. Dilihat dari segi
Agama dan budaya sering kali banyak disalah artikan oleh orang- orang yang
belum memahami bagaimana menempatkan posisi Agama dan posisi budaya
pada suatu kehidupan. Terkadang masih ada segelintir masyarakat yang

6
Sahudi, Studi Hadits Multikultural, Yogyakart: Idea Press ,2020, hlm 291
mencampur adukkan antara nilai-nilai Agama dengan nilai-nilai budaya,

padahal kedua hal tersebut tentu saja tidak dapat seratus persen disamakan,
bahkan mungkin berlawanan. Demi terjaganya esistensi dan kesesusian nilai-
nilai agama sekaligus memberi pengertian, disini penulis hendak mengulas
mengenai Apa itu Agama dan Apa itu budaya serta apa hubungan Agama dan
budaya beserta contohnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakanag di atas maka dapat dirumuskan masalah


antara lain:

1. Apa pengertian Agama dan Budaya?


2. Bagaimana hubungan Agama dan Budaya?
3. Bagaimana contoh hubungan Agama dan Budaya?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama dan Budaya

Agama bisa di katakan suatau media atau tempat yang abstrak

digunakan oleh manusia untuk menghamba kepada Sang Pencipta yaitu Allah

SWT. Dengan agama seseorang dapat mengatur segala sesuatu yang

diperlukan. Segalanya sudah tersistematis baik tersurat maupun tersirat.

Tujuannya yaitu agar manusia mengetahui Pencipta seluruh alam dan semesta

beserta isinya.

Banyak para ahli menyebutkan agama berasal dari bahasa Sansakerta,

yaitu “a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti kacau. Maka agama

berarti tidak kacau (teratur). Dengan demikian agama itu adalah peraturan,

yaitu peraturan yang mengatur keadaan manusia, maupun mengenai sesuatu

yang gaib, mengenai budi pekerti dan pergaulan hidup bersama.7

Menurut Daradjat agama adalah proses hubungan manusia yang

dirasakan terhadap sesuatu yang diyakininya, bahwa sesuatu lebih tinggi dari

pada manusia. Sedangkan Glock dan Stark mendefinisikan agama sebagai

sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan system perilaku yang

terlembaga, yang kesemuanya terpusat pada persoalan-persoalan yang

dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate Mean Hipotetiking).8

Cliffort Geertz mengistilahkan agama sebagai sebuah sistem simbol-

simbol yang berlaku untuk menetapkan suasana hati dan motivasi-motivasi

7
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis,
Jogyakarta: Titian Ilahi Press: 1997, h. 28
8
Daradjat dan Zakiyah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang, 2005, h. 10

5
yang kuat, yang meresapi dan yang tahan lama dalam diri manusia dengan

merumuskan konsep-konsep mengenai suatu tatanan umum eksistensi dan

6
7

membungkus konsep-konsep ini dengan semacam pancaran faktualitas,

sehingga suasana hati dan motivasi-motivasi itu tampak realistis.9

Agama disebut Hadikusuma yang memiliki arti baik, terhormat dalam

karangan Bustanuddin Agus sebagai ajaran yang diturunkan oleh Tuhan

untuk petunjuk bagi umat dalam menjalani kehidupannya.10 Agama memiliki

ruang lingkup yang sangat luas dalam kehidupan dan tidak hanya sekedar

memberi petunjuk untuk kehidupan di akhirat. Agama membawa nilai-nilai

kehidupan bagi manusia, sehingga memberikan pengaruh yang luar biasa

dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan beberapa istilah dan menurut para ahli di atas dapat

dikatakana bahwa pengertian agama adalah suatu simbol-simbol atau

keyakinan yang diturunkan oleh Tuhan kepada manusia untuk diyakini dan

dikerjakan sesuai dengan aturan-aturan yang sudah ditentukan sebagai

petunjuk baik di dunia ataupun di akhirat nantinya.

Diketahui bahwa agama dapat mengantarkan manusia menjadi insan

yang khamil/baik. Dengan beragama manusia dapat melakukan kebaikan-

kebaikan yang sudah tertata didalamnya. Dalam hal ini, Al Qur’an sebagai

petunjuk yang akan menuntun seluruh umat manusia bukan hanya Islam saja

dan memberi petunjuk ke jalan yang lurus, sebagaimana di dalam Al Qur’an

Allah SWT berfirman :

       


      
 

9
Cliffort Geertz, Kebudayaan dan Agama, Jogyakarta: Kanisius, 1992, h. 5
10
Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia :Pengantar Antropologi Agama,
Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2006), h. 33
8

Terjemahnya:
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan)
yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang
Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala
yang besar”. (Q.S Al-Isra’/17:9)11

Jalan yang lurus dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa jalan yang

benar dan diberi petunjuk oleh Allah SWT tampa ada kesalahan dan

penyimpangan sedikitpun, yakni suatu jalan keselamatan dan kebahagiaan

abadi yang senantiasa diridhai Allah SWT, dilimpahkan rahmat serta

dibimbing ke arah kemuliaan.

Dikatakan bahwa ada beberapa fungsi agama bagi manusia, menurut

Jalaluddin ada delapan fungsi agama, yakni :12

1) Bersifat Edukatif

Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang

mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Agama secara

yuridis berfungsi menyuruh dan melarang, keduanya memiliki latar

belakang mengarahkan bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi baik

dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masing-masing.

2) Berfungsi Penyelamat

Manusia menginginkan keselamatan dan keselamatan memiliki

bidang yang luas adalah keselamatan yang diajarkan agama. Keselamatan

yang diberikan agama adalah keselamatan yang meliputi dua alam, yakni

alam dunia dan alam akhirat. Dalam mencapai keselamatan itu agama

mengajarkan para penganutnya melalui pengenalan kepada masalah sakral,

berupa keimanan kepada Tuhan.

11
Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: CV Jumanatul,
2004, h.
12
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2002, h. 247-249
9

3) Berfungsi Sebagai Pendamaian

Melalui agama seseorang yang berdosa dapat mencapai kedamaian

batin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa dan rasa bersalah akan segera

menjadi hilang dari batinnya jika seorang pelanggar telah menebus

dosanya melalui taubatan nasuha, pensucian atau penebusan dosa.

4) Berfungsi Sebagai Kontrol Sosial

Para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya

terikat batin kepada tuntunan ajaran tersebut, baik secara individu maupun

secara kelompok. Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai

norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawas

sosial secara individu maupun kelompok.

5) Berfungsi Sebagai Pemupuk Solidaritas

Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa

memiliki kesamaan dalam satu kesatuan iman dan kepercayaan. Rasa

kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun

perorangan, bahkan kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraan

yang kokoh.

6) Berfungsi Transformatif

Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang

ataupun kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama

yang dianutnya. Kehidupan baru yang diterimanya kadang kala mampu

mengubah kesetiaan kepada adat atau norma kehidupan yang dianutnya

sebelum itu.

7) Berfungsi Kreatif

Agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja

produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga demi
10

kepentingan orang lain. Penganut agama tidak hanya disuruh bekerja

secara rutin, akan tetapi juga dituntut melakukan inovasi dan penemuan

baru.

8) Berfungsi Sublimatif

Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan hanya

yang bersifat duniawi namun juga yang bersifat ukhrawi. Segala usaha

tersebut selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, dilakukan

secara tulus ikhlas karena dan hanya untuk Allah adalah ibadah.

Secara umum budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa

sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi

(budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan

akal manusia, dalam bahasa inggris kebudayaan disebut culture yang

berasal dari kata latin colere yaitu mengolah atau mengerjakan dapat

diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani, kata culture juga

kadang sering diterjemahkan sebagai “Kultur” dalam bahasa Indonesia.13

Salah seorang guru besar antropologi Indonesia Koentjaraningrat

berpendapat bahwa “kebudayaan” berasal dari kata sansekerta buddhayah

bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal, sehingga

menurutnya kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan

dengan budi dan akal, ada juga yang berpendapat sebagai suatu

perkembangan dari majemuk budi-daya yang artinya daya dari budi atau

kekuatan dari akal.14

Dikatakan lagi Koentjaraningrat berpendapat bahwa unsur

kebudayaan mempunyai tiga wujud, yaitu pertama; sebagai suatu ide,

13
Muhaimin, Islam dalam Bingkai Buduaya Lokal;Potret dari Cirebon, Jakarta : Logos,
2001, h. 153
14
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1993, h. 9
11

gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. kedua;

sebagai suatu aktifitas kelakuan berpola dari manusia dalam sebuah

komunitas masyarakat, ketiga; benda-benda hasil karya manusia15

Sementara Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi merumuskan

kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya

masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau

kebudayaan jasmaniah yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai

alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan untuk

keperluan masyarakat.16 Allah SWT juga menegaskan dan memberikan

pengertian dalam Al-Qur’an:

       

Terjemahannya:
“Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang
ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.”
(Q.S Al-A’raf/7:199)17
Telah jelas bahwa Allah SWT menganjurkan untuk menjalankan

hal-hal yang baik, yang bermanfaat bagi manusia dengan begitu ummat

manusia akan merasakan kenyamanan baik dalam beribadah ataupun

dalam menjalankan kebiasaan (budaya) yang telah menjalar dimasyarakat

sesuai dengan ajaran agama Islam.

Dalam kehidupan masyarakat Agama dan kebudayaan selalu ada

dan selalu berhubungan. Agama mempengaruhi budaya, dan budaya pun

mempengaruhi Agama. Pengalaman serta pengetahuan beragama akan

memberikan “warna” tersendiri dalam Agama dan budaya. Aspek budaya

15
Ibid., h. 5
16
Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia; Suatu Pengantar, Bogor : Ghalia
Indonesia, 2006, h. 21
17
Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: CV. Jumanatul, 2004,
h.
12

akan lebih dominan dalam aplikasi agama, sehingga seringkali pelaku

budaya “dianggap” norma Agama. Perbedaan budaya berpengaruh pada

pelaksanaan kegiatan keagamaan walaupun Agama yang dianut itu sama.

Budaya yang digerakkan Agama timbul dari proses interaksi manusia

dengan kitab suci yang diyakini, sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu

Agama tetapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya yaitu factor

geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif.

Selain pengertian di atas, ada beberapa unsur budaya agar tetap

terjaga. Menurut Koentjaraningrat, bahwa unsur-unsur kebudayaan bersifat

universal dan dapat ditemukan di dalam kebudayaan semua bangsa yang

tersebar di berbagai penjuru dunia. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut

adalah :18

1. Sistem Bahasa

Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi

kebutuhan sosialnya untuk berinteraksi atau berhubungan dengan

sesamanya. Dalam ilmu antropologi, studi mengenai bahasa disebut

dengan istilah antropologi linguistik. Menurut Keesing, kemampuan

manusia dalam membangun tradisi budaya, menciptakan pemahaman

tentang fenomena sosial yang diungkapkan secara simbolik, dan

mewariskannya kepada generasi penerusnya sangat bergantung pada

bahasa. Dengan demikian, bahasa menduduki porsi yang penting

dalam analisa kebudayaan manusia.

2. Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan dalam kultural universal berkaitan dengan
sistem peralatan hidup dan teknologi karena sistem pengetahuan
18
Tasmuji, Dkk, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, (Surabaya:
IAIN Sunan Ampel Press, 2011), hlm 160-165
13

bersifat abstrak dan berwujud di dalam ide manusia. Sistem


pengetahuan sangat luas batasannya karena mencakup pengetahuan
manusia tentang berbagai unsur yang digunakan dalam kehidupannya.
Banyak suku bangsa yang tidak dapat bertahan hidup apabila mereka
tidak mengetahui dengan teliti pada musim-musim apa berbagai jenis
ikan pindah ke hulu sungai. Selain itu, manusia tidak dapat membuat
alat-alat apabila tidak mengetahui dengan teliti ciriciri bahan mentah
yang mereka pakai untuk membuat alat-alat tersebut. Tiap kebudayaan
selalu mempunyai suatu himpunan pengetahuan tentang alam,
tumbuh-tumbuhan, binatang, benda, dan manusia yang ada di
sekitarnya.

3. Sistem Sosial

Unsur budaya berupa sistem kekerabatan dan organisasi sosial


merupakan usaha antropologi untuk memahami bagaimana manusia
membentuk masyarakat melalui berbagai kelompok sosial. Menurut
Koentjaraningrat tiap kelompok masyarakat kehidupannya diatur oleh
adat istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai macam kesatuan di
dalam lingkungan dimana dia hidup dan bergaul dari hari ke hari.
Kesatuan sosial yang paling dekat dan dasar adalah kerabatnya, yaitu
keluarga inti yang dekat dan kerabat yang lain. Selanjutnya, manusia
akan digolongkan ke dalam tingkatan-tingkatan lokalitas geografis
untuk membentuk organisasi sosial dalam kehidupannya.

4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi

Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan hidupnya


sehingga mereka akan selalu membuat peralatan atau benda-benda
tersebut. Perhatian awal para antropolog dalam memahami
kebudayaan manusia berdasarkan unsur teknologi yang dipakai suatu
masyarakat berupa benda-benda yang dijadikan sebagai peralatan
hidup dengan bentuk dan teknologi yang masih sederhana. Dengan
14

demikian, bahasan tentang unsur kebudayaan yang termasuk dalam


peralatan hidup dan teknologi merupakan bahasan kebudayaan fisik.

5. Sistem Mata Pencaharian Hidup

Mata pencaharian atau aktivitas ekonomi suatu masyarakat


menjadi fokus kajian penting etnografi. Penelitian etnografi mengenai
sistem mata pencaharian mengkaji bagaimana cara mata pencaharian
suatu kelompok masyarakat atau sistem perekonomian mereka untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya.

6. Sistem Religi

Asal mula permasalahan fungsi religi dalam masyarakat adalah

adanya pertanyaan mengapa manusia percaya kepada adanya suatu

kekuatan gaib atau supranatural yang dianggap lebih tinggi daripada

manusia dan mengapa manusia itu melakukan berbagai cara untuk

berkomunikasi dan mencari hubungan-hubungan dengan kekuatan-

kekuatan supranatural tersebut. Dalam usaha untuk memecahkan

pertanyaan mendasar yang menjadi penyebab lahirnya asal mula religi


tersebut, para ilmuwan sosial berasumsi bahwa religi suku-suku

bangsa di luar Eropa adalah sisa dari bentuk-bentuk religi kuno yang

dianut oleh seluruh umat manusia pada zaman dahulu ketika

kebudayaan mereka masih primitif.

7. Kesenian Perhatian

Ahli antropologi mengenai seni bermula daripenelitian

etnografi mengenai aktivitas kesenian suatu masyarakat tradisional.

Deskripsi yang dikumpulkan dalam penelitian tersebut berisi

mengenai benda-benda atau artefak yang memuat unsur seni, seperti

patung, ukiran, dan hiasan. Penulisan etnografi awal tentang unsur


15

seni pada kebudayaan manusia lebih mengarah pada teknik-teknik dan

proses pembuatan benda seni tersebut. Selain itu, deskripsi etnografi

awal tersebut juga meneliti perkembangan seni musik, seni tari, dan

seni drama dalam suatu masyarakat.

B. Hubungan Agama dan budaya

Mengenai Agama dan budaya, secara umum dapat dikatakan bahwa

Agama bersumber dari Allah SWT, sedangkan budaya bersumber dari

manusia. Agama adalah karya Allah SWT sedangkan budaya karya manusia.

Dengan demikian, Agama bukan dari budaya dan budaya pun bukan dari

bagian Agama. Hal ini bukan berarti bahwa keduanya terpisah sama sekali,

melainkan saling berhubungan erat satu sama lain. Melalui Agama yang

dibawa oleh para nabi dan rasul, sebagaimana Allah SWT menyampaikan

dalam Al-Qur’an:

        

         

        

  


Terjemahnya:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut
itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk
oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti
kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan
(rasul-rasul).”(Q.S An-Nahl/16:36)19

19
Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: CV. Jumanatul,
2004, h.
16

Ayat al-Qur’an di atas menjelaskan bahwa Allah SWT mengutus para

nabi dan rasul menyampaikan kepada ummatnya untuk menyembah Allah

SWT, dan menjauhi perilaku (budaya) yang tidak sesuai dengan Agama.

Dengan kata lain, Agama akan selalu mengontrol perilaku manusia untuk

mencapai pada manusia ihsan khamil.

Agama mengarahkan manusia menjadi pribadi yang baik dimuka

bumi ini, namun ada sebagian manusia yang tidak mengindahkan agama yang

dianutnya. Menjadi seseorang yang mumpuni dibidang keagamaan bukan

suatu hal yang sulit, karena kita memiliki kebebasan yang telah diatur oleh

undang-undang. Namun sayangnya, berbagai alasan dilakukan untuk tidak

mendalami ilmu agama.

Agama dan kebudayaan dapat saling mempengaruhi, karena keduanya

adalah nilai dan symbol. Agama adalah symbol yang melambangkan nilai

ketaatan kepada Tuhan, sedangkan kebudayaan juga mengandung nilai dan

symbol agar manusia bisa bertahan hidup dalam lingkungannya.

Agama dan kebudayaan bisa berjalan berdampingan dan bisa

dipadupadankan karena antara agama dan budaya memiliki relasi yang kuat.

Agama menyebarkan ajarannya melalui budaya dan budaya membutuhkan

agama untuk melestarikannya. Agama tidak serta-merta menghapus budaya

dalam masyarakat, yang beberapa memang tidak sesuai dan bertolak belakang

dengan nilai-nilai agama. Akan tetapi, agama lebih menggunakan budaya

untuk media dakwah.

Jadi agama dan kebudayaan sebenarnya tidak pernah bertentangan

karena kebudayaan bukanlah sesuatu yang mati, tapi berkembang terus


17

mengikuti perkembangan zaman. Demikian pula agama, selalu bisa

berkembang diberbagai kebudayaan dan peradaban dunia.

C. Contoh hubungan Agama dan budaya

Seperti yang sudah diketahui budaya adalah suatu tradisi atau perilaku

estetika seseorang ataupun kelompok yang sudah dilakukan pada suatu daerah

tertentu secara turun temurun. Budaya juga sangat mempengaruhi agama

dimana keduanya saling erat kaitannya, begitupun sebaliknya agama

mempengaruhi budaya sesuai kondisi pada suatu daerah tertentu yang dianut

seseorang.

Satu contoh pada tradisi “kupatan” atau “Lebaran Ketupat” adalah

salah satu tradisi Islam khas Nusantara yang dilakukan pada hari ke-8 bulan

Syawwal. Tradisi ini masih lestari dan dilakukan turun temurun khususnya di

kalangan masyarakat Jawa.20

Masyarakat Jawa merayakan hari raya “kupatan” ini dengan membuat

ketupat dan berdoa bersama di musholla, masjid, atau lapangan terbuka.

Setelah ritual berdoa bersama selesai, mereka pun makan ketupat bersama

dengan aneka macam lauk-pauknya, seperti gulai, opor, rendang, dan aneka

masakan lainnya. Setelah mereka selesai makan-makan ada juga yang

berziarah ke makam keluarga untuk mengirim do’a kepada keluarga yang

sudah meninggal, atau saling kunjung dan bersilaturrahim antar sanak famili

dan kerabat yang masih hidup.

Suasana kehangatan, kebersamaan, silaturrahim, saling memaafkan,

saling berbagi dan gotong royong terasa demikian sangat kuat terpancar dalam

ritual tradisi “kupatan” ini. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

20
Tim Direktoral Jendral PAI, Ensiklopedia Islam Inbdonesia, (Jakarta: Pendidikan
Agama Tinggi Keagamaan Islam, 2018), hlm 165
18

‫حَدَّ ثَنَا َع ْب دُ اهَّلل ِ ْب ُن ُم َح َّم ٍد حَدَّ ثَنَا ِه َش ا ٌم َأ ْخرَب َ اَن َم ْعم ٌَر َع ْن ُّالز ْه ِر ِ ّي َع ْن َأيِب َس لَ َم َة َع ْن َأيِب‬
‫ه َُر ْي َر َة َريِض َ اهَّلل ُ َع ْن ُه َع ْن النَّيِب ِ ّ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ قَا َل َم ْن اَك َن يُْؤ ِم ُن اِب هَّلل ِ َوالْ َي ْو ِم اآْل ِخ ِر‬
‫فَلْ ُي ْك ِر ْم ضَ ْي َف ُه َو َم ْن اَك َن يُْؤ ِم ُن اِب هَّلل ِ َوالْ َي ْو ِم اآْل ِخ ِر فَلْ َي ِص ْل َرمِح َ ُه َو َم ْن اَك َن يُ ْؤ ِم ُن اِب هَّلل ِ َوالْ ْيَو ِم‬
‫اآْل ِخ ِر فَلْ َي ُق ْل َخرْي ً ا َأ ْو ِل َي ْص ُم ْت‬
Artinya:

“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad telah


menceritakan kepada kami Hisyam telah mengabarkan kepada kami
Ma’mar dari Az Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah radliallahu
‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia
memuliakan tamunya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari
Akhir, hendaknya ia menyambung tali silaturrahmi, dan barangsiapa
beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia berkata baik atau
diam.”(H.R Bukhari 5673)21
Selain tradisi acara makan “kupatan”, masyarakat Jawa khususnya juga

mempertahankan adat yang sesuai dengan penyampaian Rasulullah SAW yaitu

silaturrahim. Kegiatan tersebut sepertinya dibalut oleh tradisi kupatan tetapi di

dalamnya memiliki makna yang universal seperti kebersamaan, gotong royong

dan menyatukan keluarga. Keluarga yang letak daerahnya berbeda sebab

pernikahan maupun mengadu nasib, kemudian berkumpul menjadi satu,

mempererat kembali hubungann yang sempat terputus ataupun lama tak

berjumpa. Tradisi “Kupatan” menjadi momen berharga untuk berkumpulnya

keluarga dan saling mengenal antara keluarga satu dan lainnya.

Seperti yang sudah dijelaskan, tujuan paling utama diselenggarakannya

tradisi kupatan sebagai tradisi luhur yang harus dilestarikan karena tidak

bertentangan dengan agama bahkan sesuai dengan hadits Nabi. Tradisi kupatan

21
Sahudi, Studi Hadits Multikultural, (Yogyakart: Idea Press, 2020), hlm 288
19

sebagai wujud praktik nilai luhur dari silaturrahim, agar mendapatkan hidup

yang barokah, yaitu kenyamanan dan ketenangan hidup.

Secara keseluruhan ketupat memiliki banyak makna sebagaimana yang

telah diketahui oleh masyarakat Jawa. Namun hakikatnya sama, Lebaran

Kupatan sebagai bentuk perayaan untuk saling berkunjung dan saling

memaafkan atas segala kesalahan selama bergaul baik sengaja maupun tidak

disengaja.

Pada intinya, tradisi Kupatan adalah sebuah budaya namun tidak

bertentangan dengan agama. Dengan Tradisi Kupatan kita belajar tentang

kebudayaan daerah Jawa namun kini telah tersebar hingga luar pulau Jawa, dan

ternyata tradisi ini bisa diterima oleh masyarakat luas dan didukung oleh

pemerintah.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Agama datangya dari Allah SWT, agama dijadikan sebagai media yang
wajib digunakan semua ummat manusia terlebih khusus pada ummat Islam.
Karena dengan agama manusia bisa hidup tertata, terjaga dan baik, serta
merasakan ketentraman dalam kehidupannya. Sedangkan budaya adalah
hasil karya manusia yang telah lama dibudayakan dalam suatu masyarakat.
Dengan budaya manusia bisa mengekspresikan mempertahankan perilaku,
karya, cipta yang estetika atas dasar agama.
2. Agama dan budaya adalah satu kesatuan yang berbeda tetapi keduanya
saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Dengan agama manusia tertata
dari segi muammalah, ibadah dan lain sebagainya. Sedangkan budaya
sebagai hasil dari perilaku manusia berdasarkan agama. Agama bukan dari
budaya dan budaya pun bukan bagian dari Agama.
3. Salah satu contoh hubungan agama dan budaya yaitu “kupatan”. Kupatan
adalah tradisi Jawa yang dipertahankan sampai saat ini. Tujuan paling utama
diselenggarakannya tradisi kupatan sebagai tradisi luhur yang harus
dilestarikan karena tidak bertentangan dengan agama bahkan sesuai dengan
hadits Nabi. Dengan tradisi kupatan menjadi momen penting bagi ummat
Islam agar dapat mempererat tali silaturrahim.

B. Saran
Besar haranpan penulis, makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca baik
secara akademisi maupun non akademis. Dapat digunakan sebagai bahan bacaan
dan lain sebagainya. Penulis mengucapkan banyak terima kasih.

20
DAFTAR PUSTAKA

Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia :Pengantar Antropologi


Agama, (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2006).

Cliffort Geertz, Kebudayaan dan Agama, (Jogyakarta: Kanisius, 1992).

Daradjat dan Zakiyah, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 2005).

Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV.


Jumanatul, 2004).

Dr. Saihu,M.Pd.I Hubungan antara Agama dan Budaya Dosen Pascasarjana


Institut PTIQ Jakarta, 2019

Elly M. Setiadi, dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana, 2006).

Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis,
(Jogyakarta: Titian Ilahi Press: 1997).

Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia; Suatu Pengantar, (Bogor :


Ghalia Indonesia, 2006).

Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2002).

Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama, 1993).

Laode Monto Bauto, Perspektif Agama dan Kebudayaan dalam Kehidupan


Masyarakat Indonesia, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial Vol. 23, No 2.
(Kendari: Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Haluleo, 2014).

Muhaimin, Islam dalam Bingkai Buduaya Lokal;Potret dari Cirebon (Jakarta :


Logos, 2001).

Sahudi, Studi Hadits Multikultural, (Yogyakart: Idea Press , 2020).

Tasmuji, Dkk, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar,
(Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011).

Tim Direktoral Jendral PAI, Ensiklopedia Islam Inbdonesia, (Jakarta: Pendidikan


Agama Tinggi Keagamaan Islam, 2018).

21

Anda mungkin juga menyukai