Anda di halaman 1dari 16

PERAN AGAMA TERHADAP BIDANG EKONOMI

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sosiologi


Dosen Pengampu: Dr. H. Setia Gumilar, M.Si. dan Fathia Lestari, M.A

Diususun Oleh:
Abdul Rohman Saparudin 1215010001
Ahmad Yasir 1215010007
Ahmad Zaky 1215010008
Anis Semesta Putri 1215010021
Arief Rachman Saputra 1215010027
Aulia Almaida 1215010032
Iqbal Hikmawan 1205010085

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2023/2024
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wata’ala yang atas karunianya telah memberikan
kelancaran kepada kami dalam menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul Peran
Agama Terhadap Bidang Ekonomi pada Mata Kuliah Sosiologi. Sholawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai suri tauladan
bagi kita selaku umatnya.

Dalam pembuatan makalah ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak yang
membantu, baik bantuan secara langsung berupa pengarahan maupun bantuan secara tidak
langsung seperti doa dan dukungan. Maka dari itu kami mengucapkan banyak terimakasih
kepada pihak-pihak yang terkait tersebut khususnya kepada dosen pengampu Sosiologi yaitu
bapak Dr. H. Setia Gumilar, M.Si dan ibu Fathia Lestari, M.A.

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan
dikarenakan keterbatasan ilmu dan pengalaman yang kami miliki. Oleh karenanya, kami
berharap saran dan kritiknya terhadap makalah yang kami buat ini guna mencapai pembuatan
makalah yang lebih baik dikemudian hari.

II
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………………II

Daftar Isi…………………………………………………………………………………….III

BAB I Pendahuluan………………………………………………………………………….1

A. Latar Belakang………………………………………………………………………...1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………..1
C. Tujuan…………………………………………………………………………………1

BAB II Pembahasan………………………………………………………………………….2

A. Pengertian Agama……………………………………………………………………..2
B. Pengertian Ekonomi…………………………………………………………………...3
C. Hubungan dan Peran Agama terhadap Ekonomi……………………………………...4
D. Konsep Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme……………………………………….8

BAB III Penutup…………………………………………………………………………….10

A. Kesimpulan…………………………………………………………………………...10

DAFTAR PUSTAKA

III
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama dalam sebuah pengertian diartikan sebagai pedoman hidup agi tiap
Individu maupun kelompok dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu aspek yang
diatur oleh agama adalah pada aspek Ekonomi. Ekonomi sendiri merupakan usaha
untuk mendapatkan dan mengatur harta baik material maupun nonmaterial dalam
memenuhi kebutuhan hidup manusia secara Individu maupun kolektif yang
menyangkut perolehan, pendistribusian dan penggunaannya.
Hubungan antara Agama dengan Ekonomi menyangkut pada perilaku sosial
masyarakat sebagai pandangan atas keterkaitan antara kedua aspek tersebut. Hal ini
meliputi tata aturan atau tata kelola yang dihadirkan oleh suatu agama menyangkut
perbuatan manusia dalam menjalankan ekonominya. Peran agama terhadap ekonomi
juga berdampak pada peningkatan perekonomian yang stabil pada masyarakat atau
suatu umat yang mengikuti aturan-aturannya. Oleh karena itu, hubungan dan peranan
agama terhadap ekonomi sangat berkaitan erat terhadap keberlangsungan kehidupan
sosial masyarakat..
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Agama?
2. Apa yang dimaksud dengan Eknomi?
3. Bagaimana hubungan dan peran agama terhadap ekonomi?
C. Tujuan
1. Mengetahui tentang Pengertian Agama
2. Mengetahui tentang Pengertian Eknomi
3. Mengetahui hubungan dan peran agama terhadap ekonomi

IV
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama
Secara etimologis kata agama berasal dari bahasa Sanskerta, yang terdiri dari
kata “a” yang berarti “tidak”, dan “gama” yang berarti “kacau” atau kocar kacir. Jadi,
kata Agama berarti “tidak kacau, tidak kocar-kacir, dan berarti teratur. Dengan
pengertian tersebut, Agama merupakan suatu kepercayaan yang mendatangkan
kehidupan yang teratur dan tidak kacau serta mendatangkan kesejahteraan juga
keselamatan hidup bagi manusia. Secara terminologis (istilah), dalam ensiklopedi
Nasional Indonesia, yang dikutip oleh Muhaimin, dkk. Memberikan definisi “Agama”
adalah aturan atau tata cara hidup manusia dengan hubungannya terhadap Tuhan dan
sesamanya sehingga tercipta suatu hubungan harmonis juga serasi antara manusia dan
Tuhan Yang Maha Pencipta.1
Clifford Geertz memandang agama sebagai system budaya. Menurutnya
agama sebagai suatu system symbol yang berfungsi untuk mengukuhkan suasana hati
dan motivasi yang kuat, mendalam dan tak kunjung padam dalam diri manusia
dengan memformulasikan konsepsi tentang tatanan umum eksistensi dan
membungkus konsepsi tersebut dengan aktualitas realitis baik menurut perasaan dan
motivasinya. Demikina pula apa yang dipaparkan Durkheim bahwa agama memiliki
fungsi sebagai solidaritas sosial, baik lewat ritual atau lewat media lain. Kedua hal
tersebut menunjukan agama adalah hal yang mutlak diperlukan oleh individua tau
masyarakat sesuai denga napa yang diharapkan dari agama tersebut (feedback), yang
saling membutuhkan.2
Menurut Soegarda Poerbakawatja H.A.H. Harahap dalam bukunya
Ensiklopedi Pendidikan, agama adalah suatu kepercayaan yang dianut oleh manusia
dalam usaha mencari hakekat dari hidupnya dan mengajarkan kepadanya tentang
hubungannya dengan Tuhan, tentang hakekat dan maksud dari segala sesuatu yang
ada. Inti agama adalah pengakuan dari suatu asas mutlak yang tunggal dan
kepercayaan atas suatu kekuasaan yang tinggi. Selanjutnya, sesuatu yang disyariatkan
Tuhan atas keterangan Nabi utusan-Nya berisi perintah-perintah, larangan dan

1
Farmansyah al-Faroybe. Agama dan Ekonomi (Analisis Interaktif). Hal 2.
2
Nur Ainiyah, dkk. (2022). Agama, Ekonomi, dan Perubahan Sosial, “Refleksi Pemikiran Karl Max Tentang
Kondisi Agama dan Sosial Ekonomi di Indonesia”. Maddati Vol. 4 No. 1. Hal.41

V
petunjuk untuk keselamatan seluruh manusia, baik dalam urusan-urusan dunia
maupun akhirat.3
Keberadaan agama dalam masyarakat sangatlah merekat erat. Hal tersebut
terlihat dalam perjalanan kehidupan manusia dan praktek kehidupan mereka Begitu
melekatnya praktek keagamaan dalam kehidupan individu dan masyarakat
menjadikan agama menjadi bagian penting dalam proses kehidupan manusia. Hal
tersebut terlihat dari praktek-praktek keagamaan yang dilakukan oleh invidu dari
sejak kelahirannya sampai kematiannya. Begitu pula, simbol dan praktek-praktek
keagamaan yang mewujud dalam sektor-sektor kehidupan masyarakat. Di sektor
ekonomi, dulu transaksi dagang atau ekonomi lainnya perlu mendapat fatwa dari
pemuka agama. Dalam Islam, ada banyak ketentuan yang mengatur ekonomi.
Beberapa telah menjelma menjadi institusi dalam kehidupan masyarakat seperti bank
syariah, lembaga wakaf, sertifikasi halal dan lain sebagainya. Bank Syariah bahkan
telah diterapkan hampir di semua Bank di Indonesia. Sertifikasi dan labelisasi halal
sekarang menjadi keharusan bagi produk-produk makanan. Di negara-negara Eropa
dan Amerika yang masyarakatnya mayoritas non Muslim, sertifikasi halal juga sudah
mulai menjadi ketentuan untuk memberikan perlindungan bagi warga negara mereka
yang Muslim.4

B. Pengertian Ekonomi
Pengertian Ekonomi Secara etimologi, kata ekonomi berasal dari bahasa
Yunani “oikonomia” yang terdiri dari kata “oikos” berarti rumah tangga dan
“nomos” berarti aturan. Kata “oikonomia” yang berarti “manajemen urusan rumah
tangga”, khususnya penyediaan dan administrasi pendapatan. Namun, sejak perolehan
maupun penggunaan kekayaan sumber daya secara fundamental perlu diadakan
efisiensi, termasuk pekerja dan produksinya maka dalam bahasa modern, istilah
ekonomi tersebut menunjuk kepada prinsip usaha maupun metode untuk mencapai
tujuan dengan alat-alat sesedikit mungkin. Dalam bahasa Arab ekonomi sepadan
dengan kata “Istishad” yang artinya umat yang pertengahan atau bisa diartikan
menggunakan rezeki atau sumber daya yang ada di sekitar kita. Pengetahuan ekonomi
merupakan usaha untuk mendapatkan dan mengatur harta baik material maupun
nonmaterial untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia baik secara individu maupun

3
Farmansyah al-Faroybe. Agama dan Ekonomi (Analisis Interaktif). Hal 2
4
Abdi Rahmat dan Rosita Adiani (2014) Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta: Lembaga Pengembangan
Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, hal.1-2

VI
kolektif yang menyangkut perolehan, pendistribusian maupun penggunaannya. 5
Pengetahuan ekonomi merupakan usaha untuk mendapatkan dan mengatur harta baik
material maupun non material untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia baik secara
individu maupun kolektif yang menyangkut perolehan, pendistribusian maupun
penggunaannya.6

Teori antara hubungan agama dan ekonomi telah banyak dikaji sejak awal
berkembangnya ilmu-ilmu sosial, khususnya sosiologi dan antropologi. Dalam kajian
para ahli sosiolog dan antropolog tersebut khususnya Weber, Islam digambarkan
sebagai agama yang tidak memiliki etos kerja yang baik, sehingga selalu tertinggal
dari perkembangan ekonomi modern. Akan tetapi menurut Jakti, tesis itu tidak benar
karena kemampuan Agama dalam merespon perkembangan ekonomi modern tidak
hanya bisa dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang bersifat kuantitatif seperti
pendapatan perkapita, melainkan pada proses perubahan yang terjadi secara bertahap. 7

C. Hubungan dan Peran Agama terhadap Ekonomi

Kajian sosial tentang agama dan perkembangan ekonomi menggunakan dua


pendekatan: pertama, kepercayaan sekte atau golongan agama dan pada karakteristik
moral, serta motivasi yang ditimbulkannya. Kedua, perubahan-perubahan sosial dan
ekonomi yang mempengaruhi suatu kelompok serta gerakan keagamaan yang muncul
sebagai reaksi terhadap perubahan. Analisis yang menarik tentang hubungan agama
dengan pengembangan ekonomi oleh H. Palanca, dapat dijadikan kajian dalam upaya
mencoba memahami peran yang dijalankan agama di dalam masyarakat. Dengan cara
pandang positivistik, tidak ada cara untuk memaksakan etika agama agar tidak
dipatuhi oleh pemeluknya. Di samping itu di sebagian besar di dunia bahwa dengan
menurunnya peran agama dalam masyarakat dewasa ini, kita tidak mungkin dapat
berharap suatu etika agama memainkan peranan, seperti pada masa pertengahan dan
zaman reformasi. Agama dapat disebut sebagai suatu faktor, bukan penyebab
pertumbuhan ekonomi. Hubungan agama dengan pembangunan ekonomi bukanlah
hubungan kausalitas, namun hubungan timbal balik. Agama merupakan salah satu
faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur ekonomi dan
kemajuan masyarakat. Di pihak lain, agama juga tidak statis melainkan berubah
5
Ibid, hal.3
6
Nur Ainiyah, dkk. (2022). Agama, Ekonomi, dan Perubahan Sosial, “Refleksi Pemikiran Karl Max Tentang
Kondisi Agama dan Sosial Ekonomi di Indonesia”. Maddati Vol. 4 No. 1, hal.41
7
Nanang Rustandi. (2020). Agama dan Perubahan Sosial Ekonomi. Tsaqofah, Vol. 18 No. 02, hal.188

VII
mengikuti perjalanan waktu dan perubahan zaman, serta oleh perkembangan dan
pertumbuhan ekonomi. Kondisi sosial dan ekonomi ini juga ikut mempengaruhi
keberadaan agama.8

Di dalam masyarakat tradisional, agama berfungsi untuk mendorong manusia


supaya terlibat dalam peran-peran dan tingkah laku ekonomi, karena agama dapat
mengurangi rasa cemas dan takut. Studi yang dilakukan oleh Malinowski di kalangan
masyarakat Trobriand, ditemukan bahwa masyarakat tersebut selalu mengadakan
upacara ritual sebelum melakukan kegiatan mencari ikan di laut. Agama juga
berfungsi menciptakan norma-norma sosial yang mempengaruhi ekonomi. Studi yang
dilakukan max Weber tentang “Etika Protestan” menemukan bahwa agama Protestan
ternyata memberikan sumbangan tidak kecil terhadap upaya menciptakan jiwa
kewirausahaan (spirit of enterprenuership). Ajaran agama tersebut menganjurkan
kepada pemeluknya agar selalu bekerja keras, tahan cobaan, dan hidup hemat. Menurt
Weber, hal tersebut menjadikan mereka tidak konsumtif, namun selalu berusaha
menginvestasikan sumber dana yang dimilikinya untuk berusaha tiada henti dan putus
asa. Sedangkan didalam masyarakat modern, peran agama terhadap kegiatan ekonomi
relative berkurang. Ekonomi umumnya menekankan pentingnya rasionalitas dan
sekularisme, seringkali menyebabkan harus berbenturan kepentingan dengan agama
yang menekankan kepercayaan kepada hal-hal yang supranatural. Dengan demikian,
keberadaan (existence) agama relative terpisah dari ekonomi. Perbedaan yang tajam,
tampak pada jika agama dihubungkan dengan lembaga-lembaga yang melaksanakan
aktivitas ekonomi. Dalam tindakan ekonomi (produksi dan pertukaran komoditi),
nilai-nilai yang kurang tinggi dipraktikkan dan hubungan personal yang kurang
dikembangkan. Apalagi nilai-nilai yang dilibatkan bersifat boros (consumatory atau
instrumental), mereka hanya berhubungan dengan benda-benda yang dikonsumsi atau
dipergunakan. Dengan demikian aktivitas ekonomi lebih bersifat secular atau profane
ketimbang sakral.9

Ekonomi dalam sejarah Islam telah ada sejak zaman Nabi Muhammad.
Sebagai pemimpin, Nabi Muhammad secara khusus memperhatikan keadilan dan hak
ekonomi, pengalaman Nabi Muhammad sebagai pedagang memberinya pengetahuan
praktis tentang jual beli. Maka dari itu, Alquran dan hadis menjelaskan dengan

8
Farmansyah al-Faroybe. Agama dan Ekonomi (Analisis Interaktif). Hal 7-8
9
Ibid, Hal.8

VIII
eksplisit tentang perekonomian. Masalah tentang perekonomian sering dibahas di
dalam Alquran daripada Alkitab. Lebih dari 1400 dari total 6226 ayat Alquran
menjelaskan tentang masalah ekonomi, sebab Alquran memberikan tata cara lengkap
tentang kehidupan, baik itu yang berhubungan dengan material ataupun spiritual.
Pembahasan tentang ekonomi dalam Alquran pembagian harta warisan, perdagangan,
riba dan lain-lain.10

Islam sangat menganjurkan sebuah kerja yang produktif sebagai motivasi awal
yang harus dimiliki setiap individu. Kerja-kerja kemanusiaan merupakan
perimbangan dari kebutuhan rohani dan jasmani yang terpadu dan berimbang, (QS
2:201-2). Hal tersebut akan menjadi tolok ukur keberhasilan sebagai khalifah dengan
puncak keberhasilannya adalah nilai ketakwaan, sehingga Islam tidak mengakui
sistem kelas dan prioritas-prioritas individual, (QS 49:13). Kedudukan kerja dalam
Ajaran Islam bukan sekedar kewajiban kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan
tetapi lebih ditegaskan sebagai kewajiban yang bersifat religius dengan menempatkan
hubungan kata-kata ‘amal (kerja) dengan kata-kata iman pada firman-firman-Nya.
Hubungan tersebut mengandung konsekuensi bahwa kerja-kerja kemanusiaan yang
tanpa dasar keimanan akan menjadi sia-sia, demikian juga dengan keimanan yang
tidak diaktualisasikan pada sebuah kerja real hanya akan menjadi rumusan yang
kering dan mengambang. Aktivitas-aktivitas di dunia yang bernilai merupakan
sesuatu yang penting bukan sekedar untuk agama tetapi berguna bagi seluruh hal yang
berhubungan dengan agama. Frekuensi penyebutan kata kerja dalam Al-Qur’an sangat
banyak dan dalam berbagai konteks pembicaraan menunjukkan pentingnya arti
sebuah kerja yang bersifat produktif. Keberadaan makhluk dan khalik menunjukkan
bahwa Islam tidak sekedar agama, melainkan keterpaduan antara agama dan dunia,
ibadah dan muamalah, aqidah dan syariah, sehingga kajian-kajian ekonomi tidak
dibatasi pada sudut agama tetapi lebih ditekankan pada sudut pandang Islam. Islam
memberikan kesempatan yang luas dalam memakmurkan bumi dan meningkatkan
kesejahteraan manusia. Hal ini berkaitan bahwa manusia adalah wakil Tuhan
demikian juga dengan penciptaan alam dan seluruh isinya untuk kepentingan
manusia, (QS 14:32).11
10
Fajar Khaswara,(2002) Studi Agama dan Ekonomi tentang Pengaruh Agama Terhadap Etos Kerja dan
Kemiskinan. Gunung Djati Conference Series, Vol. 8, hal.125

11
Syafiq Mahmadah Hanafi. (2002). Relevansi Ajaran Agama Dalam Aktivitas Ekonomi (Studi Komparatif Antara
Ajaran Islam dan Kapiatlisme). IQTISAD, Vol. 3, No. 1, hal.21

IX
Pada akhirnya, nilai dan tata cara kehidupan ekonomi di zaman modern
tampaknya berdasarkan atas asumsi-asumsi yang lebih mudah diuji dalam
pengalaman empiris, lebih siap dijalani dan lebih mudah dipastikan sekarang atau
nanti. Dalam hal ini, ekonomi dapat juga diarahkan kearah kebenaran karena jika
dihubungkan dengan agama maka aktivitas ekonomi juga dapat menjadi sesuatu hal
yang bersifat sakral. Keterangan-keterangan ilmiah yang dihasilkan sosiologi agama
tidak akan menyelesaikan segala kesulitan secara tuntas. Segi kesulitan yang bukan
sosiologis harus dimintakan resep dari ilmu yang bersangkutan. Misalnya teknologi,
ekonomi, demografi dsb. Jika yang dimaksud moralitas kehidupan itu merupakan
wilayah ekonomi, maka moral ekonomi inilah yang perlu dipikirkan secara kritis agar
bisa menghasilkan moralitas yang bermakna bagi kehidupan. Kalau kita kaitkan
dengan konteks Indonesia dewasa ini yang tengah mengacu pembangunan ekonomi
tetapi justru masih banyak pelanggaran moral yang berakibat merugikan keuangan
negara. Anehnya pelanggaran itu terus berkelanjutan dengan pelaku banyak dari
kalangan intelektual dan birokrat yang seharusnya menjadi uswah bagi masyarakat.12

Salah satu dampak dari timpangnya perekonomian dapat menimbulkan


kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah sosial yang terjadi pada masyarakat
dengan ukuran bahwa keadaan seseorang atau kelompok tersebut miskin adalah
sedikitnya kepemilikan harta benda atau gaji. Kemiskinan merupakan permasalahan
multidimensional yang disebabkan oleh banyak hal seperti sosial, politik, dan budaya.
Penyebab kemiskinan itu sendiri bervariasi tergantung kepada kondisi negara dan
wilayah. Agama yang merupakan bagian dari kehidupan sosial masyarakat bisa
menjadi salah satu penyebab kemiskinan ini. Konsepsi Marxisme tentang hubungan
antara agama dan kelas sosial dapat menjawab permasalahan munculnya kemiskinan
ini.13

Menelisik dari pemikiran Karl Marx tentang konsepsi materialisme historis.


Karl Marx beranggapan bahwa kehidupan tidak ditentukan oleh kesadaran, namun
kesadaran itu sendiri yang disebabkan oleh kehidupan. Aspek-aspek kesadaran yang
terdiri dari moralitas, agama, metafisika, dan ideology. Ideologi lainnya sangat
bergantung pada kehidupan manusia. Agama dalam pandangan Karl Marx memiliki
efek yang sangat merusak, terutama pada lingkup masyarakat kapitalis. Agama sering
12
Farmansyah al-Faroybe. Agama dan Ekonomi (Analisis Interaktif). Hal.7-9
13
Fajar Khaswara (2002) Studi Agama dan Ekonomi tentang Pengaruh Agama Terhadap Etos Kerja dan
Kemiskinan. Gunung Djati Conference Series, Vol. 8, hal.22

X
dijadikan sebagai alat untuk legitimasi kepentingan kapitalis dalam melakukan
pengeksploitasian pada masyarakat terasing. Pada kelompok masyarakat yang
terasingkan ini, agama mempunyai fungsi untuk meringankan beban mereka melalui
bentuk penerimaan nasib. Dari bentuk penerimaan nasib inilah yang kemudian
membawa dampak kepada mereka untuk membenarkan kelas penguasa yang
menindas kelas pekerja. Hal ini kemudian berdampak kepada kemiskinan masyarakat
kelas bawah yang disebabkan oleh legitimasi tersebut. Munculnya ketidakadilan
ekonomi ini juga membuktikan bahwa masyarakat menjadikan agama sebagai tempat
untuk melarikan diri dari kehidupan yang menyedihkan. Hal ini terbukti dalam
insecurity theory yang menganggap bahwa semakin orang tersebut merasa tidak aman
dengan dirinya, maka mereka akan semakin agamis.14

D. Konsep Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme


Keterkaitan agama dengan aspek ekonomi dapat terlihat dari fakta yang terjadi
di Eropa sekitah tahun 1960-an, yang mana hadirnya istilah ‘businnes ethics’ atau
ethic in businness menjadi salah satu hal yang kontroversi. Studi empiris yang
melatarbelakangi adanya hal itu didasarkan pada suatu kajian yang dilakukan oleh
Max Webber (1864- 1919) seorang sosiolog Jerman yang pada saat itu memunculkan
karya monumentalnya dengan judul “The Protestant Ethich and Spirit of Capitalism”
yang didalam-Nya Weber mencoba menggali konsep dari kapitalisme modern yang
berkembang di Eropa dan Amerika pada saat itu. Dalam temuannya Weber melihat
bahwa di Eropa Barat telah terjadi suatu peristiwa keagamaan dan ideologis yang unik
antara Katolik dan Protestan dimana dalam prosesnya menghadirkan suatu reformasi
yang terkenal dengan reformasi Protestan. Dari adanya reformasi Protestan ini
menjadi dasar dari munculnya sistem kapitalisme di wilayah tersebut, akibat adanya
pengaruh semangat kerja keras yang dilakukan oleh kalangan Calvinis.15
Max Weber dalam tesisnya yang berjudul Etika Protestan dan Semangat
Kapitalisme, menyebutkan bahwa Aliran Calvinis memberikan pengaruh yang besar
terhadap kapitalisme modern. Aliran Calvinis mencoba menafsirkan ulang mengenai
arti dari bekerja. Karena pada waktu itu pekerjaan penting itu hanya pekerjaan yang
berkaitan dengan hal-hal religius saja, dan aliran ini memunculkan sebuah harapan
karena Aliran Calvinis menganggap pekerjaan sekuler adalah sama halnya dengan
14
Ibid, 128
15
Ilahi, Restu Prana, dkk. (2021). Hubungan Agama Islam dan Pembangunan Ekonomi dalam Kemajuan
Negara: Sebuah Tinjauan Umum. Muẚṣarah: Jurnal Kajian Islam Kontemporer Vol. 3 No. 2. Hal. 37.

XI
pekerjaan religius. Aliran Calvinis menilai bahwa bekerja adalah ibadah, dan akan
dipertanggungjawabkan kelak dihadapan Tuhan. Aliran ini juga menolak dan tidak
menyukai terhadap orang yang malas bekerja dan hanya menggantungkan nasibnya
pada jerih payah orang lain saja. Aliran Calvinis juga tidak menyukai pengemis,
karena menurut pemahaman mereka, pengemis terlalu menggantungkan nasib kepada
orang lain itu tidak sesuai dengan ajaran Alkitab. Aliran Calvinis menyebutkan bahwa
bekerja itu adalah panggilan dari Tuhan, mereka harus memanfaatkan setiap peluang
yang mereka dapatkan. Karena adanya anggapan bahwa orang yang menganggap
bekerja itu sebagai suatu ibadah dan panggilan dari Tuhan kepada orang-orang
terpilih.
Dalam pengamatannya, Weber melihat adanya perbedaan yang mencolok dari
kehidupan perekonomian antara pengikut Katolik dan Protestan. Orang Katolik dalam
kesehariannya menghabiskan waktu untuk menjalankan ritus monastik di gereja dan
merupakan orang yang taat dalam beragama, mereka menghamba dan mendapat surat
penebusan dosa dari gereja dan sesekali mereka bekerja di lahan pertaniannya,
walaupun hanya sekedarnya saja. Hal tersebut berkebalikan dengan orang-orang
Protestan yang memiliki kebiasaan gemar mengumpulkan harta, semangat dalam
bekerja dan juga di sekolah mereka giat belajar. Namun begitu mereka juga tidak
pernah lupa untuk menghafalkan ayat-ayat Bibel dalam setiap peribadatan di gereja.
Dari hasil penelitian Weber tersebut memberikan gambaran bahwa antara agama dan
aspek ekonomi memiliki keterkaitan yang saling mempengaruhi. Dengan adanya
penerapan ekonomi pada kegiatan orang-orang Protestan memunculkan semangat
yang berlebih untuk menegakkan suatu keadilan yang dapat membentuk pemikiran
lebih rasional dari kalangan Protestan terhadap aspek dogmatisasi gereja yang
dilakukan oleh para penganut Katolik pada saat itu. Hal tersebut menghasilkan suatu
gerakan reformasi dari para penganut Protestan untuk mencoba mengembalikan aspek
natural dari ajaran agama Kristen tanpa di landasi oleh kepentingan-kepentingan yang
justru akan merusak agamanya sendiri.16
Yang dimaksud Weber sebagai etika Kristen Protestan, khususnya dari
kelompok puritan seperti Calvinis, Pietis, Metodis, dan Baptisan, ialah satu etos kerja
yang berorientasi pada dunia, yang meliputi kerja keras untuk meminimalisasi

16
Ilahi, Restu Prana, dkk. (2021). Hubungan Agama Islam dan Pembangunan Ekonomi dalam Kemajuan
Negara: Sebuah Tinjauan Umum. Muẚṣarah: Jurnal Kajian Islam Kontemporer Vol. 3 No. 2. Hal. 37-38..

XII
penggunaan keuntungan sembari mengejar akumulasi profit dan investasi keuntungan.
Menurut Weber, etos ini diderivasi dari doktrin Protestan yang kurang lebih
terangkum dalam tiga ajaran: konsep the calling (panggilan), doktrin predestinasi, dan
asketisme duniawi.17 Konsep the Calling dan doktrin Predestinasi merupakan suatu
keyakinan bahwa Tuhan telah menentukan nasib dan keselamatan seseorang di akhirat
kelak. Setiap orang tidak mengetahui status keselamatan itu. Orang yang saleh
sekalipun tidak pernah benar benar bisa mengetahui apakah mereka termasuk pada
orang orang yang diselamatkan atau dikutuk. Ketidakpastian ini membawa pada
kegelisahan psikologis di Eropa. Karena orang-orang tidak mengetahui status
predestinasi mereka, Richard Baxter (1615-91), seorang Presbyterian, penerus
puritanisme dari John Calvin, mengembangkan ajaran predestinasi Calvin agar
memungkinkan umat untuk memahami atau setidaknya mengetahui ciri-ciri orang
yang diselamatkan di akhirat kelak. Baginya, akumulasi kekayaan dan investasi ulang
keuntungan yang dilakukan seseorang untuk kemajuan Komunitas Tuhan merupakan
bentuk nyata bahwa orang tersebut termasuk di antara orang-orang pilihan yang sudah
ditakdirkan. Hal ini kemudian membawa pada kesimpulan bahwa produksi kekayaan
yang besar oleh seseorang untuk suatu komunitas dapat dilihat sebagai tanda bahwa
Tuhan berkenan pada individu ini. Dengan begitu ia merupakan orang yang ‘terpilih’.
Pengembangan ajaran itu termanifestasi menjadi doktrin bahwa kekayaan seseorang
di dunia menjadi bukti keselamatan mereka di akhirat. meskipun kekayaan telah
didapatkan dalam skala besar, menikmatinya justru menjadi perbuatan yang tercela.
Karenanya, orang yang saleh akan berlatih berhemat dan menabung dalam jumlah
banyak. Mereka akan membatasi konsumsi (terutama barang mewah) atau tidak akan
mengeluarkan uang lebih besar dari hutang yang mereka miliki. Preferensi untuk
hidup sederhana tersebut mencirikan suatu pandangan asketisis (ajaran ketiga) dari
kalangan puritan. Mereka mengejar kekayaan bukan sebagai sarana untuk kepuasan
atau memenuhi kebutuhan materialnya, melainkan spiritualitasnya.18
Asketisme khas Protestan itulah yang menjadi faktor penting dalam
tumbuhnya semangat kapitalisme. Semangat ini, menurut Weber, memberikan
dorongan penting dalam perubahan struktur masyarakat. Weber menunjukkan
seberapa kuat pengaruh etika Protestan-Calvsinis itu dengan keberhasilan Belanda
17
Ronald Adam. (2021). Antara Protetantisme dan Kapitalisme : Membaca Ulang Weber. Universitas Gadjah
Mada, https://crcs.ugm.ac.id/antara-protestantisme-dan-kapitalisme-membaca-ulang-weber/ diakses pada
Selasa 6 Juni 2023.
18
Ibid.,

XIII
dan Inggris dalam menguasai perekonomian dunia abad 18-19. meluasnya pengaruh
pandangan puritan itu membawa pada perkembangan kehidupan ekonomi borjuis
yang rasional. Ini adalah dampak paling penting bagi Weber karena berimplikasi pada
lahirnya ekonomi modern di Eropa. Ini yang juga merupakan elemen fundamental
dari semangat kapitalisme modern—sekaligus budaya modern—di Eropa yang,
menurut Weber, berbeda dari tempat-tempat lain.

XIV
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Clifford Geertz memandang agama sebagai system budaya. Menurutnya
agama sebagai suatu system symbol yang berfungsi untuk mengukuhkan suasana hati
dan motivasi yang kuat, mendalam dan tak kunjung padam dalam diri manusia
dengan memformulasikan konsepsi tentang tatanan umum eksistensi dan
membungkus konsepsi tersebut dengan aktualitas realitis baik menurut perasaan dan
motivasinya. Demikina pula apa yang dipaparkan Durkheim bahwa agama memiliki
fungsi sebagai solidaritas sosial, baik lewat ritual atau lewat media lain. Kedua hal
tersebut menunjukan agama adalah hal yang mutlak diperlukan oleh individua tau
masyarakat sesuai denga napa yang diharapkan dari agama tersebut (feedback), yang
saling membutuhkan.
Pengetahuan ekonomi merupakan usaha untuk mendapatkan dan mengatur
harta baik material maupun nonmaterial untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia
baik secara individu maupun kolektif yang menyangkut perolehan, pendistribusian
maupun penggunaannya.
Peranan agama terhadap ekonomi dalam agama Kristen memunculkan sebuah
pemikiran baru dalam bentuk protes atas perilaku kaum agamawan ortodoks yang
menyalahgunakan kekuasaan tersebut dalam hal perekonomian sehingga
menyebabkan banyak orang yang tertindas mengalami kemiskinan. Adapaun peranan
agama terhadap ekonomi dalam agama Islam menyebabkan etos kerja yang tinggi,
saling memberikan manfaat antar sesama dan menghindari bentuk transaksi yang
dapat merugikan salah satu pihak. Maka dari itu, dengan adanya agama dalam
kehidupan sosial masyarakat berperan menjaga kestabilan perekonomian sehingga
mampu mengurangi tingkat kemiskinan dan perilaku konsumtif yang berlebihan

XV
DAFTAR PUSTAKA

Ainiyyah, Nur. dkk. (2022). Agama, Ekonomi, dan Perubahan Sosial, “Refleksi Pemikiran
Karl Max Tentang Kondisi Agama dan Sosial Ekonomi di Indonesia”. Maddati
Vol. 4 No. 1

Al-Faroybe, Farmansyah. Agama dan Ekonomi (Analisis Interaktif).

Hanafi, Syafiq Mahmadah. (2002). Relevansi Ajaran Agama Dalam Aktivitas Ekonomi (Studi
Komparatif Antara Ajaran Islam dan Kapiatlisme). IQTISAD, Vol. 3, No. 1

Ilahi, Restu Prana, dkk. (2021). Hubungan Agama Islam dan Pembangunan Ekonomi dalam
Kemajuan Negara: Sebuah Tinjauan Umum. Muẚṣarah: Jurnal Kajian Islam
Kontemporer Vol. 3 No. 2. Hal. 37.

Khaswara,Fajar. (2002) Studi Agama dan Ekonomi tentang Pengaruh Agama Terhadap Etos
Kerja dan Kemiskinan. Gunung Djati Conference Series, Vol. 8

Rahmat, Abdi dan Rosita Adiani (2014) Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta: Lembaga
Pengembangan Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, hal.1-2

Rustandi, Nanang. (2020). Agama dan Perubahan Sosial Ekonomi. Tsaqofah, Vol. 18 No. 02

Ronald Adam. (2021). Antara Protetantisme dan Kapitalisme : Membaca Ulang Weber.
Universitas Gadjah Mada, https://crcs.ugm.ac.id/antara-protestantisme-dan-kapitalisme-
membaca-ulang-weber/ diakses pada Selasa 6 Juni 2023.

IV

Anda mungkin juga menyukai