Anda di halaman 1dari 3

Pengertian Hubungan Agama dan Ekonomi

1. Pengertian Agama

Secara umum kita pernah mendengar istilah Agama. Secara etimologis kata
agama berasal dari bahasa Sansekerta, yang terdiri dari kata a yang berarti tidak
dan gama yang berarti kacau atau kocar kacir atau dalam kata Latin religi yang
berasal dari bahasa Latin Religio. Jadi, kata agama berarti tidak kacau, tidak kocar-kacir
dan berarti teratur. Dengan pengertian demikian agama merupakan suatu kepercayaan
yang mendatangkan kehidupan yang teratur dan tidak kacau serta mendatangkan
kehidupan yang teratur, kesejahteraan, dan keselematan hidup bagi manusia. Secara
terminologis dalam ensiklopedia definisi agama adalah aturan atau tata cara hidup
manusia dengan hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya sehingga tercipta suatu
hubunganyang harmonis, serasi antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut Soegarda Poerbakawatja H.A.H. Harahap dalam bukunya Ensiklopedi
Pendidikan, agama adalah suatu kepercayaan yang dianut oleh manusia dalam usaha
mencari hakekat dari hidupnya dan mengajarkan kepadanya tentang hubungannya
dengan Tuhan. Inti agama adalah pengakuan dari suatu asas mutlak yang tunggal dan
kepercayaan atas suatu kekuasaan yang tinggi.

2. Pengertian Ekonomi

Pengertian Ekonomi secara etimologi istilah ekonomi dari bahasa Yunani


oikonomia yang terdiri dari kata oikos berarti rumah tangga dan nomos berarti
aturan. Kata oikonomia yang berarti manajemen rumah tangga, khususnya
penyediaan dan administrasi pendapatan namun sejak perolehan maupun penggunaan
kekayaan sumber daya secara fundamental perlu diadakan efisiensi, termasuk pekerja
dan produksinya maka dalam bahasa modern, istilah ekonomi tersebut menunjuk
kepada prinsip usaha maupun metode untuk mencapai tujuan dengan alat-alat
sesedikit mungkin.

Pengertian Ekonomi secara Terminologi adapun dari sisi pengertian, ilmu


ekonomi akan dijelaskan sebagai berikut: pertama, menurut Albert L. Meyers, ilmu
ekonomi adalah ilmu yang mempersoalkan kebutuhan dan pemuasan kebutuhan
manusia. Kata kunci dari definisi ini adalah kebutuhan dan pemuasan kebutuhan.
Kebutuhan adalah suatu keperluan manusia terhadap barang dan jasa yang sifat dan
jenisnya sangat bermacam-macam dalam jumlah yang tidak terbatas. Kebutuhan
adalah memiliki ciri-ciri terbatas. Aspek yang ini menimbulkan masalah ekonomi, yang
adanya suatu kenyataan yang senjang (gap), karena kebutuhan manusia terhadap
barang dan jasa jumlahnya tidak terbatas, sedangkan di lain pihak barang dan jasa
sebagai alat pemuas kebutuhan, sifatnya langka atau terbatas sehingga masalah yang
timbul adalah kekecewaan atau ketidakpastian.
Jadi dari pengertian di atas dapat kita pahami bahwa secara konvensional
ekonomi adalah pengetahuan tentang peristiwa dan persoalan yang berkatian dengan
upaya manusia secara perorangan, pribadi, kelompok, keluarga, suku bangsa,
organisasi, negara dalam memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas yang diharapkan
pada sumber daya pemuas yang terbatas.

3. Ekonomi dan Agama

Pada zaman keemasan Islam (the Golden Age of Islam). Yaitu pada abad ke-7
sampai abad ke-14, ekonomi dan agama itu bersatu. Sampai akhir tahun 1700-an di
Barat pun demikian, ekonomi berkait dengan agama. Ahli ekonomi Eropa adalah
pendeta. Pada zaman pertengahan, ekonomi skolastik dikembangkan oleh ahli gereja,
seperti Thomas Aquinas, Augustin, dan lain-lain. Namun karena adanya revolusi
industry dan produksi massal, ahli ekonomi barat mulai memisahkan kajian ekonomi
dari agama. Keadaan ini merupakan gejala awal revolusi menentang kekuasaan gereja
dan merupakan awal kajian ekonomi yang menjauhkan dari pemikiran ekonomi
skolastik. Sejak itu, sejarah berjalan terus sampai pada keadaan di mana pemikiran dan
kajian ekonomi yang menentang agama mulai mendingin. Para ekonom kontemporer
mulai mencari lagi sampai mereka menyadari kembali betapa pentingnya kajian
ekonomi yang berkarakter religious, bermoral, dan human.

4. Hubungan Agama dan Ekonomi


Kajian Sosial Agama dan Ekonomi menurut para Ahli
Kajian sosial tentang agama dan perkembangan ekonomi menggunakan dua
pendekatan: pertama, kepercayaan sekte atau golongan agama dan pada
karakteristik moral, serta motivasi yang ditimbulkannya. Kedua, perubahan-
perubahan social dan ekonomi yang mempengaruhi suatu kelompok dan gerakan
keagamaan yang muncul sebagai reaksi terhadap perubahan. Walaupun
demikian, kedua pendapat tersebut saling menyempurnakan antara satu sisi
dengan sisi yang lain. Analisis yang menarik tentang hubungan agama dengan
perkembangan ekonomi oleh H. Palanca, dapat dijadikan kajian dalam upaya
mencoba memahami peran yang dijalankan agama di dalam masyarakat. Dengan
cara pandang positivistik, tidak ada cara untuk memaksakan etika agama agar
tidak dipatuhi oleh pemeluknya. Di samping itu di sebagian besar di dunia,
dengan menurunnya peran agama dalam masyarakat dewasa ini, kita tidak
mungkin dapat berharap suatu etika agama memainkan peranan, seperti pada
masa pertengahan dan zaman reformasi. Agama dapat disebut sebagai suatu
faktor, bukan penyebab pertumbuhan ekonomi. Hubungan agama dengan
pembangunan ekonomi bukanlah hubungan kualitas, namun hubungan timbal
balik. Agama merupakan salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan
ekonomi, perubahan struktur ekonomi dan kemajuan masyarakat. Di pihak lain,
agama juga tidak statis melainkan berubah mengikuti pertukaran waktu dan
perubahan zaman, serta oleh perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Kondisi
social dan ekonomi ikut mempengaruhi keberadaan agama. Di dalam masyarakat
tradisional, agama berfungsi untuk mendorong manusia untuk terlibat dalam
peran-peran dan tingkah laku ekonomi, karena agama dapat mengurangi rasa
cemas dan takut. Studi yang dilakukan oleh Malinowski di kalangan masyarakat
Trobriand, ditemukan bahwa masyarakat tersebut selalu mengadakan upacara
ritual sebelum melakukan kegiatan mencari ikan di laut. Agama juga berfungsi
menciptakan norma-norma social yang mempengaruhi ekonomi. Studi yang
dilakukan Max Weber tentang Etika Protestan menemukan bahwa agama
Protestan ternyata memberikan sumbangan tidak kecil terhadap upaya
menciptakan jiwa kewirausahaan (spirit of enterpreneurship). Ajaran agama
tersebut menganjurkan kepada pemeluknya agar selalu bekerja keras, tahan
cobaan, dan hidup hemat. Menurut Weber, menjadikan mereka tidak konsumtif,
namun selalu berusaha menginvestasikan sumber dana yang dimilikinya untuk
berusaha tiada henti putus asa. Sedangkan di dalam masyarakat modern, peran
agama terhadap kegiatan ekonomi relative berkurang. Ekonomi umumnya
menekankan pentingnya rasionalitas dan sekularisme. Max Weber berpendapat
juga bahwa para pemimpin bisnis dan pemilik modal maupun para karyawan
perusahaan yang mempunyai kemampuan (skill) tinggi ataupun para staf terdidik
baik secara teknis maupun komerisal ternyata kebanyakan adalah orang
Protestan. Lain lagi dengan etika bisnis jepang yang filosofinya nampaknya
banyak diwarnai ajaran agama mereka (Shinto). Perilaku masyarakat Jepang,
tanpa kecuali dalam hubungannya dengan bisnis terbaca dari pemikiran:
a) Orang-orang Jepang percaya bahwa keselarasan di permukiman dipertahankan
dengan segala upaya
b) Di dalam situasi konflik, orang-orang Jepang berusaha untuk menghindari malu,
bagi mereka sendiri dan seringkali juga bagi lawannya
c) Orang-orang Jepang enggan menghadapi orang lain dalam konflik terbuka
d) Rasa memiliki kewajiban merupakan pendorong yang kuat bagi tingkah laku
orang Jepang
e) Kesamaan latar belakang dan kebiasaan yang saling dijaga, mungkin mereka
saling memahami, hanya dengan melalui sedikit atau tanpa isyarat sekalipun.

Anda mungkin juga menyukai