Anda di halaman 1dari 4

EKSISTENSIALISME DALAM PENDIDIKAN

MENURUT JEAN PAUL SARTRE (1905-1980)

Riyan Aldi Pratama (22402007) riyanpratama@gmail.com


Nadhifah Dyah Mekarsari (22402009) nadhifahdm19@gmail.com
Widya Eka Putri Anggraini (22402010) widyaeka2003@gmail.com

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI & BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI

Abstrak
Tujuan pendidikan adalah untuk memungkinkan setiap individu mencapai potensi penuh
mereka untuk aktualisasi diri. Tujuan filsafat pendidikan eksistensial adalah menjadikan
sekolah sebagai tempat yang memberikan kebebasan dan tidak membatasi atau menghalangi
keinginan atau kebutuhan siswa. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yaitu dimana
kami mencari beberapa sumber yang relevan dan pendapat dari salah satu tokohnya seperti
Jean-Paul Sartre. Metode pembelajaran yang benar menurut eksistensialis adalah melalui
dialog, role playing, dan metode lain yang memungkinkan siswa bebas menggali maknanya.
Karena tugas utama pendidikan adalah merangsang setiap orang untuk menyadari bahwa dia
sendirilah yang bertanggung jawab untuk menciptakan makna dan definisi bagi dirinya
sendiri.
Kata Kunci: Eksistensialisme, Pendidikan, Jean-Paul Sartre.

Abstract
The aim of education is to enable each individual to reach their full potential for self-
actualization. The aim of existential education philosophy is to make school a place that
provides freedom and does not limit or hinder the desires or needs of students. This study
uses a quantitative method where we look for several relevant sources and opinions from one
of the characters such as Jean-Paul Sartre. The right learning method according to
existentialists is through dialogue, role playing, and other methods that allow students to
freely explore its meaning. Because the main task of education is to stimulate everyone to
realize that he alone is responsible for creating meaning and definition for himself.
EKSISTENSIALISME

Eksistensialisme merupakan suatu filsafat. Berbeda dengan aliran filsafat lain.


Eksistensialisme tidak memperhitungkan indra manusia secara abstrak namun sebaliknya, ia
berfokus pada kekhususan kritik manusia mengingat fakta bahwa manusia itu sendiri ada di
dunia, dan itu tidak memperhitungkan keberadaan manusia dalam fakta bahwa manusia itu
sendiri ada. Akibatnya, esensi atau substansi dapat ditemukan dalam sesuatu yang popular,
abstrak juga statis sehingga menafikan sesuatu yang konkret, individual dan dinamis.
Sebaliknya eksistensi justru berfokus pada isu yang konkret, individual dan dinamis. Kata
eksistensi berasal dari kata existere (eks: keluar & sister: ada). Dengan demikian eksistensi
memiliki arti sebagai “sesuatu yang dapat keluar dari keberadaannya sendiri” atau “sesuatu
yang dapat melampaui dirinya sendiri”. Di realitas kehidupan tiap-tiap hari tidak ada sesuatu
yang lain yang mempunyai ciri atau karakter exitere, selain manusia. Hanya manusia yang
mampu keluar melampaui dari dirinya sendiri, melebihi batasan lingkungan biologis dan
lingkungan fisiknya. Manusia juga berjuang agar tidak terbelenggu dengan apapun
keterbatasan yang dimilikinya. Oleh sebab itu, para eksistensialis menyebut manusia sebagai
suatu proses gerak yang aktif dan dinamis. Jadi, Eksistensialisme adalah sebuah aliran
filsafat yang berbicara bahwa manusia sadar terhadap keberadaannya sendiri dalam
bertindak, menciptakan, memilih secara tanggung jawab bersifat bebas. Eksistensialisme
merupakan salah satu aliran filsafat yang memercayai bahwa kebenaran ada pada kebebasan
dirinya dan menolak untuk mengikuti aliran, kepercayaan, serta sistem. Sehingga, menurut
Eksistensialisme kebenaran itu bersifat nisbi yang mampu berubah pada lain waktu tertentu.
Sebab setiap pribadi bebas memilih apa yang menurutnya benar atau sesuai dengan keadaan
yang sesungguhnya.

PENERAPAN EKSISTENSIALISME JEAN PAUL SARTRE DALAM PENDIDIKAN


Jean Paul Sartre menulis sebuah essai yang berjudul Exsistensialisme est un
humanisme (1946) dan diterbitkan ulang oleh penerbit Galimard (1996) kemudian
diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul Exsistentialism and Humanism oleh Philip
Mairet (1977). Dalam bukunya menurut Sartre, manusia mengada dengan kesadaran terhadap
dirinya sendiri. Eksistensi manusia berbeda dengan eksistensi dengan benda-benda lainnya.
Asas pertama dalam faham eksistensialisme menurut Sartre adalah yaitu manusia tidak lain
adalah bagaimana ia menjadikan dirinya sendiri. Demikian, jika setiap pribadi menyadari
dirinya sendiri sebagai manusia, yang harus menjadikan dirinya sendiri ada maka seorang
seorang pengajar atau pendidik dan juga murid atau mahasiswa akan dapat memperlakukan
dirinya sendiri sebagaimana mestinya. Apabila hal ini dilakukan oleh masing-masing
individu maka pertemuan antara murid dan guru (mahasiswa & dosen) di dalam ruang kelas
dengan waktu yang terbatas akan menjadi ruang yang ideal untuk menghubungkan dan
bertukar ide-ide dan pemikiran tentang berbagai hal sesuai dengan bidang masing-masing.
Kelas yang demikian tentulah akan menjadi kelas yang hidup, semangat, berjalan
menyenangkan serta akan selalu dirindukan oleh pengajar maupun peserta didik. Di dalam
ruang kelas, guru atau dosen menjadi fasilitator yang akan dapat memberikan bimbingan
kepada peserta didik yang belum matang untuk menemukan jalan masing-masing yang tentu
saja berbeda antara yang satu dengan yang lain. Fungsi guru adalah untuk membimbing
peserta didik dengan cara yang sangat personal dalam pencarian penyadaran diri mereka yang
autentik, berbeda dengan individu yang lain. Dengan demikian, guru menurut pandangan
eksistensialisme merupakan seseorang yang mempunyai kemampuan pemahaman diri yang
baik sehingga dia dapat memahami peserta didiknya. Jadi, metode pengajaran yang
digunakan di dalam kelas menurut eksistensialisme sebaiknya dilakukan secara fleksibel dan
membebaskan. Pengetahuan tentang diri pribadi yang bebas dan bersifat individual diperoleh
seseorang berdasarkan kemampuan yang diperolehnya untuk bekerja dan memecahkan
masalah-masalah dalam berinteraksi dengan dunia dan orang lain. Dengan demikian,
pendidikan dalam kelas yang eksistensialis digunakan untuk memotivasi manusia sehingga
mereka dapat menyelesaikan projek-projek individual, menerima kebebasannya dan
kenyataan serta meyakini bahwa dirinya adalah manusia yang unik. Jadi, kelas yang
eksistensialis adalah kelas yang individu-individunya mempunyai kebebasan yang rentan
terhadap tanggung jawab pada dirinya dan lingkungan.

Setelah sedikit mengenal filsafat eksistensialisme serta penerapannya terhadap


Pendidikan menurut Jean Paul Sartre, dapat disimpulkan bahwa eksistensialisme tidak
membahas esensi manusia secara lebih abstrak, melainkan secara spesifik meneliti kenyataan
konkret manusia mengingat sebagaimana manusia itu sendiri ada dalam dunianya. serta
hendak mengutarakan eksistensi manusia sama halnya dengan yang dialami oleh manusia itu
sendiri. Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang berpendapat bahwa manusia sadar
terhadap keberadaannya sendiri bahwa setiap manusia bebas dalam beraksi, mewujudkan,
memilih secara tanggung jawab. Eksistensialisme merupakan salah satu aliran filsafat yang
meyakini bahwa kebenaran atau fakta berada pada kebebasan dirinya dan mengelakkan untuk
mengikuti aliran, kepercayaan, serta sistem. Sehingga, menurut Eksistensialisme kebenaran
itu bersifat nisbi yang dapat berubah pada lain waktu. Karena setiap pribadi bebas memilih
apa yang menurutnya benar. Eksistensialisme menjadi tonggak penting perkembangan
pendidikan. Pengetahuan tentang diri pribadi yang independen dan bersifat individual didapat
seseorang semacam kemampuan yang didapatnya untuk bekerja dan memecahkan
permasalahan-permasalahan dalam berhadapan dengan dunia dan orang lain. Dengan
demikian, pendidikan dalam kelas yang eksistensialis bertujuan untuk memotivasi manusia
agar dapat menyelesaikan projek- projek individual, menerima kebebasannya dan kenyataan
serta meyakini bahwa dirinya adalah manusia yang unik. Belajar menurut pandangan
eksistensialisme adalah membina makna dunia (individu dan juga dunia sekitar) yang
diperoleh seseorang melalui berbagai pengalaman. Maka dari itu, semua orang harus belajar
(melalui pendidikan formal ataupun non formal) agar semua orang dapat membangun makna
bagi dirinya sendiri dan lingkungannya.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal, Filsafat Manusia, PT. Remaja Rosdakarya Bandung, 2006


Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, PT. Remaja
Rosdakarya Bandung, 2012
Hassan, Fuad. Berkenalan dengan Eksistensialisme. Jakarta: Pustaka Jaya. 1992.
Sartre Jean-Paul. L’Existentialisme Est Un Humanisme. Paris: Gallimard. 1996.

Anda mungkin juga menyukai