Anda di halaman 1dari 8

PENTINGNYA MODERASI BERAGAMA DALAM BERKEHIDUPAN

MASYARAKAT

1
Ahmad Maulana Nasution 2 Dinda Astri Pradira 3 Mahfuza Nasution

4
Najihan Arizka 5 Syaidah Kumala 6 Teuku Rizki

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan


Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Pendahuluan
Indonesia merupakan Negara yang memiliki budaya, agama dan etnis
yang beragam. Keragaman ini mencakup perbedaan agama, budaya, ras, bahasa,
suku, adat istiadat dan sebagainya Dalam keragaman ini tentunya akan sering
terjadi perselisihan, ketegangan dan juga konflik antar kelompok budaya, suku
dan agama dan tentunya akan berdampak kepada keharmonisan hidup.
Keragaman budaya (multikultural) merupakan peristiwa alami karena
bertemunya berbagai budaya, berinteraksinya beragam individu dan kelompok
dengan membawa perilaku budaya. Keragaman seperti keragaman budaya, latar
belakang keluarga, agama, dan etnis tersebut saling berinteraksi dalam
komunitas masyarakat Indonesia. Pada dasarnya nilai sosial dalam masyarakat
akan terpengaruh dari budaya dan juga keyakinan yang dianut dalam
masyarakat di suatu wilayah tersebut.
Konflik yang terjadi di masyarakat bersumber kepada kekerasan yang
diakibatkan oleh suatu kelompok. Rentannya rasa kebersamaan yang rendah
dan betapa rendahnya pemahaman serta saling pengertian antar kelompok.
Konflik dan kekerasan ini sering terjadi dalam berbagai lingkungan
masayarakat. Faktor pemicu tindak-tindak kekerasan yang selama ini terjadi
seringkali meru pakanmuara terjadinya konflik yang tertangani secara keliru.
Konflik merupakan penyebab bagi kekerasan karena setiap bentuk kekerasan
terdapat konflik yang belum terselesaikan.
Dalam masyarakat Indonesia yang memiliki banyak keragaman tentu
dapat menimbulkan gesekan maupu perselisihan antar kelompok agama. Kata
moderat berasal dari bahasa Arab yang dikenal dengan al-wasathiyah
sebagaimana terekam dari QS.al-Baqarah [2]: 143. Kata al-Wasath bermakana
terbaik dan paling sempurna. Dalam hadis yang juga disebutkan bahwa sebaik
baik persoalan adalah yang berada di tengah-tengah.
Dalam menyelesaikan suatu persoalan, islam moderat melakukan
pendekatan berupa kompromi dan berada ditengah-tengah dalam menyikapi
suatu perbedaan, baik perbedaan agama ataupun mazhab. Islam moderat sangat
mengedepankan sikap toleransi yang saling menghargai dengan syarat tetap
menghargai perbedaan keyakinan masing-masing agama.
Kehidupan moderasi beragama yang terjadi di wilayah KKN pada kali ini
sangat mirip seperti konsep islam moderat dikarenakan terdapatnya
masyarakat yang bermayoritas islam. Lokasi KKN yang akan dilaksanakan
diwilayah Kelurahan Tanjug Gusta, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan,
Sumatera Utara. Keramahan dan juga kepedulian yang diciptakan diwilayah
tersebut. Jika dalam wilayah tersebut mengadakan suatu kegiatan, seluruh
masyarakat ikut rurut membantu tanpa ada unsur paksaan dan juga balasan
yang akan di dapat. Sikap dan pemahaman moderasi dalam beragama sudah
dicontohkan dengan baik dalam kehidupan rasul. Untuk itu masyarakat
dianjurkan untuk meniru dan menjadikannya sebagai pedoman agar dalam
suatu kehidupan akan menjadi aman, damai dan tenteram.
Moderasi beragama sangat penting untuk diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat. Perbedaan yang harus ditumbuhkembangkan dengan
memunculkan dialog-dialog dan lintas agama serta solidaritas tanpa batas yang
terus diupayakan melalui symbol-simbol kerukunan dan toleransi di berbagai
daerah. Dengan mengamalkan moderasi beragama pada hakikatnya juga akan
menjaga keharmonisan antar umat beragama sehingga akan tercipta kondisi
kehidupan berbangsa yang damai adil dan tenteram.
PEMBAHASAN

Kata moderat dalam bahasa Arab dikenal dengan al-wasathiyah


sebagaimana terekam dari QS.al-Baqarah [2] : 143. Kata al-Wasath bermakana
terbaik dan paling sempurna. Dalam hadis yang juga disebutkan bahwa sebaik-
baik persoalan adalah yang berada di tengah-tengah.1

Sikap moderat dalam beragama berasal dari konsep ”tawasuth ”, karena


dalam segala aspek ajarannya Islam itu berkarakter moderat. Kita dianjurkan
untuk tidak berlebih-lebihan dalam beragama atau bersikap ekstrim (ghuluw).
Allah memerintahkan bersikap ”tawazun ” (seimbang). Dalam QS Ar-Rahman :
”Dan langit Allah tinggikan dan timbangan diletakkan. Agar kamu jangan
melampaui timbangan (keseimbangan)”.2

Kami mengamati bahwasanya hubungan ummat beragama di wilayah


kelurahan tanjung gusta dimana masyarakat hidup rukun saling memahami satu
sama lain, saling menghargai dan hidup bersebelahan dengan baik. Wilayah
kelurahan tanjung gusta juga ditempati oleh masyarakat dari berbagai
perbedaan agama. Seperti Kristen, Khatolik, dan Islam. Namun mereka tetap
saling hidup berdampingan. Dalam sudut pandang Islam, perbedaan yang
merupakan sebuah keniscayaan bukanlah merupakan hal yang substantif. Justru
dari perbedaan tersebut manusia diharapkan saling mengenal satu samalain,
dan tidak menjadi standar kemuliaan. Yang menjadi standar kemuliaan dalam
agama Islam adalah ketakwaannya. 3

Seperti yang dikatakan Allah dalam QS Al-Hujurat ayat 13: Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya

1
Darlis. Mengusung Moderasi Islam di Tengah Masyarakat Multikultural. Rausyan Fikr,
Vol.13 No. 2, 2017. hal 230
2
Ibid, hal 246
3
Iqbal Amar Muzaki. Pendidikan Multikultural dalam Perspektif Islamic Worldview.
Jurnal Penelitian Pendidikan Islam Vol. 6, No. 1, 2018. Hal 58
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS Al-Hujurat (49): 13)

Terkait dengan ayat tersebut, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa dalam hal
kemuliaan, seluruh umat manusia dipandang dari sisi ketanahannya dengan
Adam dan Hawa adalah sama. Hanya saja kemudian mereka itu bertingkat-
tingkat jika dilihat dari sisi-sisi keagamaan, yaitu ketaatan kepada Allah SWT
dan kepatuhan mereka kepada Rasul-Nya. Oleh karena itu, setelah melarang
berbuat ghibah dan mencaci sesama, Allah mengingatkan bahwa mereka itu
sama dari sisi kemanusiaan.4

Tak hanya masyarakat antar agama, namun antar ummat sesama agama
jauh lebih saling berikatan, saling berdampingan, saling bekerjasama dan hidup
rukun. Wilayah tanjung gusta pun tak heran banyak kegiatan tentang
keagamaan, misalnya pengajian ibu-ibu, subuh berjamaah, ceramah,
mengadakan acara menyambut 1 Muharram dan lain sebagainya.

Multikulturalisme memiliki relevansi dengan ajaran Islam antara lain


dalam toleransi, perdamaian dan keadilan. a] Toleransi, sebagaimana Al-Qur’an
Surat Al Hujuraat : 13 yang menegaskan bahwa Allah telah menciptakan
manusia dengan bermacam-macam suku bangsa agar manusia saling mengenal.
Bahwa perbedaan tidak boleh menjadi ajang konflik, karenanya harus dihargai.
Dengan saling mengenal maka jalan menuju kehidupan multikultural akan
terbuka. b] Perdamaian. Islam berasal dari akar kata ”al-Salam ” yang berarti
perdamaian. Islam mengajak umatnya untuk melakukan dan menyebarkan
perdamaian di muka bumi.

Dalam QS al-Baqarah [2] : 208, ”Udkhulu fi al-silmi kaffah ” - yang selama


ini sering diterjemahkan ”masuklah ke dalam agama Islam secara kaffah”- jika

4
Katsir, I. (2013). Tafsir Ibnu Katsir, Terj. Abdul Ghoffar. Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i.
hal. 132
menggunakan konsep multikultural ada yang melakukan reorentasi pemahaman
yang mendekati konsep multikulturalisme yaitu dengan menyatakannya sebagai
kebersediaan untuk masuk ke dalam perdamaian secara kaffah (total). Makna ini
berbeda dengan makna secara literer yang menegaskan perbedaan secara
sepihak, dan menafikan keberadaan entitas lain dalam kehidupan. c] Keadilan.
Multikultural menekankan berlaku adil dalam memandang dan bersikap
terhadap orang atau kelompok lain. Al-Qur’an (Surat al-Maidah [5] : 8) ”Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil ”. Ayat ini mengajak untuk berlaku adil sekalipun
terhadap orang atau kelompok yang memusuhi kita.

Berbagai Mesjid yang ada, mereka saling berkomunikasi dan saling


bekerjasama. Terlihat jikalau ada acara di suatu Mesjid, biasanya masjid yang
lain akan menginformasikan masyarakat yang terdekat daari lingkungan masjid
tersebut. Inilah masyarakat Kelurahan Tanjung Gusta saling memahami satu
sama lain, saling bekerjasama, dan saling berkomunikasi dengan baik.

Kelemahan yang paling terlihat kurangnya kegiatan atau acara yang


dimana perbedaan antar agama di masyarakat tersebut saling berkontribusi
satu sama lain dalam mensejahterakan lingkungannya. Belum terlihat jelas disini
bagaimana kontribusinya langsung dan bekerjasama secara langsung. Hanya
kerjasama hidup berdampingan sebagai masyarakat di lingkungan tersebut.

Kelemahan ini tidak bisa dipungkiri lagi memang adanya berbagai


perbedaan karakteristik dari masing-masing orang. Tak sadar sering terjadi
kurangnya pemahaman atau adanya kesalah pahaman diantara umat sesama
agama. Sering terjadi selisih pendapat, terjadinya kesalahpahaman dan bahkan
mungkin bisa terjadinya cuek-cuekan. Namun hal itu jarang terjadi.

Dalam menghadapi keragaman, maka diperlukan sikap moderasi, bentuk


moderasi ini bisa berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Sikap
moderasi berupa pengakuan atas keberadaan pihak lain, pemilikan sikap
toleran, penghormatan atas perbedaan pendapat, dan tidak memaksakan
kehendak dengan cara kekerasan.5

Dari apa yang dilihat banyak masyarakat saling bersama-sama untuk


merukunkan lingkungannya. Terdapat peluang untuk menyelesaikan masalah
disetiap ada permasalahan. Permasalahan inipun diselesaikan secara bersama-
sama. Apalagi jika terjadi kesalah pahaman, ataupun terjadi permasalahan yang
timbul dari luar dan membuat keributan di lingkungan.

Ruang Moderasi Beragama

Desa Sangat Lemah Cukup Kuat Alasan


Lemah
Lingkungan 1, √ Pada lingkungan
Kelurahan Tanjug tersebut kehidupan
Gusta, Kecamatan antar masyarakat
Medan Helvetia, sedikit kurang tentram
Kota Medan, dan masih terdapat
Sumatera Utara. kenakalan remaja pada
daerah sekitar
Lingkungan 2, √ Pada lingkungan
Kelurahan Tanjug tersebut masyarakat
Gusta, Kecamatan sangat antusias dengan
Medan Helvetia, banyaknya kegiatan
Kota Medan, keagamaan keislaman
Sumatera Utara. dan juga rukun antar
umat beragama lainnya
Lingkungan 7, √ Pada lingkungan
Kelurahan Tanjug tersebut masyakarakat
Gusta, Kecamatan memiliki keeratan
Medan Helvetia, dalam bermasyarakat
Kota Medan, dan memiliki jiwa yang
Sumatera Utara. semangat dalam
perihal keagamaan

KESIMPULAN

5
Agus Akhmadi. Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia. Jurnal Diklat
Keagamaan, Vol. 13, no. 2. 2019, hal 54-55
Di negara multikultural seperti Indonesia dalam menyikapi moderasi
beragama yaitu dengan cara menghargai agama, suku, ras, mengakui
keberadaan budaya lain, toleransi dan tidak memaksa keinginan dengan
menggunakan kekerasan. Dalam masyarakat multikultural perlu memiliki
kemampuan sosial berinteraksi pada setiap anggota masyarakat. Hal ini terdapat
di kelurahan tanjung gusta, dimana masyarakat saling berikatan, saling
berdampingan, saling bekerjasama dan hidup rukun dan berkomunikasi dengan
baik.

Kurangnya kontribusi dalam suatu kegiatan bersama antar agama


terlihat pada lingkungan tersebut. Kurangnya pemahaman diantara umat
sesama agama didasari perbedaan karakteristik tiap masyarakat sehingga masih
menimbulkan kesalahpahaman. Namun hal tersbut dapat diselesaika dengan
diskusi bersama. Upaya masyarakat untuk hidup rukun, damai dan sejahtera
antar sesama umat beragama merupakan moderasi beragama yang tampak pada
lingkungan tersebut.

Dari yang sudah diamati, saran dari kami hanyalah tingkatkan rasa
kekeluargaan dan kerukunan dari berbagai agama maupun sesama agama.
Tingkatkan kegiatan yang mengajak masayarakat berbagai agama dan sesama
agama untuk saling berkontribusi satu sama lain dalam mewujudukan
lingkungan yang rukun, damai dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA

Agus Akhmadi. 2019. Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia. Jurnal


Diklat Keagamaan. 13(2):45-55

Darlis. 2017. Mengusung Moderasi Islam di Tengah Masyarakat Multikultural.


Rausyan Fikr. 13(2):225-255

Iqbal Amar Muzaki. 2018. Pendidikan Multikultural dalam Perspektif Islamic


Worldview. Jurnal Penelitian Pendidikan Islam . 6(1):57-76

Katsir, I. (2013). Tafsir Ibnu Katsir, Terj. Abdul Ghoffar. Jakarta: Pustaka Imam
Syafi’i.

Anda mungkin juga menyukai