Anda di halaman 1dari 14

TOLERANSI LINTAS AGAMA

DALAM MEMBANGUN INDONESIA YANG HARMONIS DAN


BERSAHAJA
Kerukunan berbangsa dan bernegara terusik oleh hadirnya intoleransi dalam kehidupan
beragama. Perusakan tempat ibadah umat agama lain yang terjadi di banyak tempat
menegaskan betapa toleransi lintas agama masih menjadi barang mahal nun langka di
negeri kita tercinta, Indonesia. Terlepas apa yang menjadi motif perusakan itu, kita sepakat
bahwa tindakan tersebut seharusnya tidak terjadi di negeri yang menjunjung tinggi
kerukunan dalam beragama. Bukankah anarkisme –apalagi menyangkut agama yang
sangat sensitif– justru menahbiskan nafsu kebinatangan yang selaiknya dibuang jauh-jauh
dari benak manusia.

Sepertinya, kita perlu melirik falsafah –yang konon milik– suku Bali (la’alla ash-
shawāb). “Masjid adalah rumah kami, namun digunakan oleh saudara kami yang beragama
Islam.” Begitu sikap mereka yang juga diterapkan kepada umat beragama selain Islam.
Ungkapan di atas menggambarkan betapa kerukunan antar umat beragama benar-benar
terlihat dalam keseharian mereka. Tidak ada sikap saling mencurigai apalagi saling
mengintimidasi. Justru, yang hadir di tengah-tengah kehidupan adalah kenyamanan dalam
keragaman. Inilah yang dalam istilah psikologi disebut ‘get comfortable in paradox’. Sebuah
kondisi jiwa yang mampu merasakan ketentraman meskipun berada di tengah paradoksal
kehidupan.

Berangkat dari paparan singkat di atas, dalam kesempatan ini, izinkanlah kami
membawakan pensyarahan Al-Qur’ā n dengan judul: “Toleransi Lintas Agama, dalam
Membangun Indonesia yang Harmonis dan Bersahaja”, dengan landasan Al-Qur’ā n Surat
al-An’ā m [6] ayat 108 dan Surat al-Mumtahanah [60] ayat 8.

Hadirin rahimakumullah,
Agama adalah perihal yang substansial dalam kehidupan manusia. Sejak pertama
terlahir ke dunia, manusia sudah terikat kontrak ilahiyah untuk mengabdikan diri kepada
Allā h SWT. Inilah yang menjadikan manusia (selalu) mencari realitas kebenaran mutlak
yang pada akhirnya akan bertemu dengan Allā h SWT. Namun, dalam praktiknya tidak
semua orang “diberi hidayah” untuk memeluk Islam sebagai agama yang paling diridhai.
Aneka agama yang hadir di tengah-tengah kehidupan adalah bukti ketidaktunggalan hasil
pencarian agama masing-masing insan. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam konteks ini
adalah kedewasaan sikap untuk tidak saling mencela sembahan umat agama lain. Berkaitan
dengan hal ini, Allā h SWT berfirman dalam surat al-An’ā m ayat 108 yang berbunyi:

Artinya: “Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allāh,
karena mereka nanti akan memaki Allāh dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan.
Demikianlah, Kami Jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada
Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan Memberitahukan kepada mereka apa yang telah
mereka kerjakan.” (QS. al-An’ā m [6]: 108)
Hadirin rahimakumullah,
Mengenai ayat di atas, Ibnu Katsīr menjelaskan bahwa Allā h melarang umat Islam
untuk memaki tuhan orang-orang musyrik walaupun ada nilai kemaslahatan dalam makian
tersebut. Sebab, akan terdapat mafsadah/kerusakan yang lebih besar yaitu sikap mereka
yang memaki Tuhan orang-orang yang beriman. Dengan adanya larangan tersebut, sikap
saling menghargai antar pemeluk agama seharusnya ditampilkan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Banyak perkara yang lebih besar yang sebenarnya dapat
diselesaikan bersama, dengan mengesampingkan latar belakang agama.

Tidak dapat dimungkiri bahwa Allā h memerintahkan umat Islam untuk mengambil
jarak demarkatif dengan non-muslim. Betapapun demikian, menurut al-Ustā dz asy-Syahīd
Sayyid Quthb dalam kitabnya at-Tafsīr fi Zhilālil Qurān, Allā h juga mengajarkan kepada
umat Islam agar dalam mengambil jarak tersebut dilakukan dengan beradap, penuh
wibawa, dan penuh harga diri. Hal ini adalah suatu sikap yang sesuai dengan statusnya
sebagai orang-orang yang beriman. Dalam konteks ini, nilai persamaan sebagai manusia
lebih dikedepankan. Sementara, agama boleh dikesampingkan dalam hubungan sosial
karena agama adalah wilayah individual.
Toleransi lintas agama adalah syarat mutlak untuk menjalin kerukunan di tengah
kehidupan bangsa yang beraneka ragam. Pluralitas sendiri sebenarnya adalah sebuah
keniscayaan yang sengaja diciptakan oleh Allā h SWT. Dengan adanya keragaman,
khususnya dalam masalah agama, kedewasaan sikap menjadi tuntutan utama. Sebab, jika
hal itu diabaikan maka akan menimbulkan kekacauan (chaos) yang justru merusak tatanan
kehidupan. Dengan hadirnya toleransi –yang dalam bahasa Arab dikenal dengan
istilah tasāmuh–, umat beragama dapat hidup rukun berdampingan.

Hadirin rahimakumullah,
Islam adalah agama yang diturunkan kepada seluruh umat manusia. Islam menjadi
rahmat bagi semua manusia dan semesta alam. Artinya, nilai-nilai kasih sayang dalam
Islam tidak hanya diperuntukkan bagi umat Islam an sich. Lebih dari itu, Islam adalah
agama yang sejak awal bertujuan menciptakan perdamaian dunia. Sikap saling menolong
(ta’āwun), apalagi menyangkut kemaslahatan bersama, bukanlah hal mustahil untuk
dilakukan. Potret kehidupan yang rukun –antara umat Islam dan non-muslim– ketika Nabi
Muhammad SAW hidup di Madinah menjadi preseden terbaik untuk mengaplikasikan nilai
kerahmatan Islam.

Islam sebenarnya membuka “keran” yang lebar bagi umatnya untuk berbuat baik
kepada umat agama lain. Betapapun agama mereka berlainan, namun mereka tetaplah
makhluk ciptaan Tuhan yang berhak atas perlakuan baik selama hidup di dunia. Justru,
ketika umat Islam bersikap “sinis” kepada mereka akan menciderai substansi Islam itu
sendiri. Islam tidak menginginkan orang memeluk agama karena faktor keterpaksaan.
Bukankah sudah jelas bahwa tidak ada paksaan dalam beragama. Berkaitan dengan hal ini,
marilah kita simak firman Allā h dalam surat al-Mumtahanah [60] ayat 8, yang berbunyi:

Artinya: “Allāh tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-
orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung
halamanmu. Sesungguhnya Allāh Mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. al-
Mumtahanah [60]: 8)

Hadirin rahimakumullah,
Dalam Tafsir al-Jalālain secara singkat diartikan bahwa dhamīr “hum” dalam ayat di
atas bermakna “al-kuffā r” (orang-orang kafir).
‫ َأْي‬: ‫ِفي الِّد ْي ِن َو َلْم ُيْخ ِر ُجْو ُك ْم ِمْن ِد َي اِر ُك ْم‬ ‫َال َي ْن َه اُك ُم ُهللا َع ِن اَّلِذ ْي َن َلْم ُيَق اِتُلْو ُك ْم‬
‫َر ِة اَّل ْذ ِيَن اَل ُيَق اِتُلْو َنُك ْم ِفي الِّد ْي ِن َو َلْم‬ ‫اَل َي ْن َه اُك ْم َع ِن اِإْلْح َس اِن ِإَلى اْلَك َف‬
‫َك الِّن َس اِء َو الضعَف ِة ِم ْن ُهْم‬ ‫ُيَظ اِه ُرْو ا َأْي ُيَع اِو ُنْو ا َع َلى ِإْخ َر اِجُك ْم‬
Demikian Ibnu Katsir menerangkan dalam kitab tafsirnya. Maksudnya adalah,
(Allā h) tidak melarang umat Islam untuk berbuat baik kepada orang-orang kafir yang tidak
berniat membunuh dalam agama dan tidak bersekongkol untuk mengusir umat
Islam. Sebagai gambarannya dapat kita cermati dalam kisah berikut. Asma’ binti Abu Bakar
ash-Shiddīq menceritakan bahwa ibunya –yang ketika itu masih musyrikah– berkunjung
kepadanya, maka ia pergi menemui Rasulullah bertanya: “Bolehkah saya menjalin hubungan
dengan ibu saya?” Nabi (kemudian) menjawab: “Ya! Jalinlah hubungan baik dengannya.” (HR.
Bukhari-Muslim)

Kata tabarrūhum ( ‫ )َت َبُّر ْو ُه ْم‬dalam ayat di atas, menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir
al-Mishbah, berasal dari kata “al-birr” yang artinya adalah ‘kebajikan yang luas’. Dataran
yang terhampar di persada bumi ini dinamai “bar”, karena luasnya. Dengan pemahaman
tersebut, tercermin izin (justifikasi) melakukan aneka kebajikan bagi non-muslim, selama
tidak membawa dampak buruk bagi umat Islam. Sebagai penegasan, ternyata Islam
membukan jalan untuk berbuat ihsān kepada non-muslim. Kebaikan yang dapat dilakukan
sangatlah beragam sebagaimana penjelasan semantik di atas. Dengan kebaikan yang
disebarluaskan tersebut, toleransi akan dapat pula terwujudkan.

Selanjutnya, kata tuqsithū (‫)ُتْق ِس ُط ْو ا‬, berasal dari kata al-qisth, yang berarti adalah
‘adil’. Masih merujuk goresan tinta Quraish Shihab, pakar tafsir dan hukum, Ibnu ‘Arabi
sampai kepada simpulan: “Tidak melarang kamu memberi (se)bagian dari harta kamu kepada
mereka.” Pertolongan yang boleh diberikan kepada non-muslim tidak hanya berupa
bantuan moril, tetapi dapat berbentuk materiil. Hal ini semakin membuka jalan untuk
bersama-sama berjuang mengentaskan kemiskinan bangsa. Lebih dari itu, konsepsi ini
berdampak positif terhadap kebersatuan bangsa dalam menciptakan perekonomian yang
adil dan berimbang.

Hadirin rahimakumullah,
Pentingnya membangun bangsa yang harmonis dan bersahaja seharusnya menjadi
kesadaran seluruh elemen bangsa. Dimana hal ini baru dapat diwujudkan ketika seluruh
elemen bangsa dapat berjabat-erat, bersatu-padu, bergandengan-tangan, mewujudkannya
dalam kehidupan bangsa yang ber-bhinneka tunggal ika. Sekat agama yang seringkali
dijadikan pembatas ekstrim hendaknya dihindarkan untuk kebaikan bersama demi
kemajuan bangsa. Dengan demikian, Indonesia akan benar-benar menjadi bangsa yang
harmonis dan bersahaja. Harmonis adalah arti hadirnya kerukunan di tengah
keberagaman. Bersahaja dalam pengertian, berpegang teguh terhadap moralitas dan patut
menjadi teladan bagi bangsa lainnya.

Mengutip apa yang dituliskan oleh Marwan Ja’far dalam sebuah opini di Harian
Republika. “Kita perlu kembali pada prinsip umum ajaran Islam (maqā shid al-syarī’ah)
tentang eksistensi agama lain, yakni pengakuan terhadap nilai-nilai kemanusian dan
keabsahan de facto dan de jure sebagai bagian integral dari sebuah komunitas. Hubungan
muslim dan pemeluk agama lain wajib dipandang sebagai anggota yang memiliki tanggung
jawab terhadap keutuhan komunitas.” Dalam konteks ini, toleransi bukan lagi menjadi
sesuatu yang dirindukan namun sudah menjadi bagian kehidupan bangsa. Dengan
demikian maka keharmonisan dalam kehidupan beragama akan terwujudkan.

Hadirin rahimakumullah,
Simpulan yang dapat kita petik dari pensyarahan Al-Qur’ā n di atas adalah sebagai
berikut. Pertama, di tengah kehidupan bangsa yang plural, toleransi menjadi pijakan utama
untuk merajut persatuan dan kesatuan. Ketika toleransi hilang dari tengah-tengah
kehidupan maka yang terjadi adalah sikap saling mencurigai yang berimbas pada
ketidaknyamanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua, toleransi (tasāmuh)
dalam konteks agama Islam adalah bagian dari cara untuk membumikan nilai kerahmatan
Islam kepada semesta alam. Ketika hal ini dapat terwujudkan maka kedamaian (peace) di
bumi tercinta Indonesia akan menjadi sajian utama.

Sebagai penutup, jika toleransi lintas agama dapat terjalin, impian untuk hidup di
tengah bangsa yang harmonis dan bersahaja insyā Allā h akan segera terwujudkan. Semoga
Allā h memberikan kekuatan dan rahmat-Nya kepada kita. Āmīn ya Mujība du’āi as-sāilīn. []

Wallāhu al-muwaffiq ila aqwami ath-tharīq. Wa huwa al-hādiy ila shirāthil mustaqīm.
Keterangan: Naskah boleh digunakan untuk kepentingan apapun, khususnya Musābaqah
Syarhil Qur’ān dengan mencantumkan sumbernya. Jazakumullāh…
MEMBANGUN KARAKTER BANGSA PERSPEKTIF AL-
QURAN
‫السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬
‫الحمد هلل العزة الذى جئهم بكتاب فصلناه على علم هدى ورحمة لقوم يؤمنون أشهد أن ال‬
‫إله إال هللا وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله أللهم فصلى وسلم على سيدنا محمد وعلى‬
}‫آله وصحبه أجمعين {أما بعد‬

WAHAI PENCINTA AL-QUR’AN YANG DIRAHMATI OLEH ALLAH SWT


Albert Einstein, seorang ilmuan terbesar abad ke-20 menyatakan, “Relegion without science
is lame and science without relegion is blind”, agama tanpa ilmu adalah pincang dan ilmu
tanpa agama adalah buta. Kalimat ini menunjukkan bahwa, agama tidak hanya mendorong
studi ilmiah, tapi juga menjadikan riset ilmiah yang konklusif dan tepat guna, karena
didukung oleh kebenaran yang diungkapkan melalui agama. Alasannya adalah, karena
agama merupakan sumber tunggal yang menjadikan jawaban pasti dan akurat.

Selain daripada itu, kalimat ini juga menunjukkan bahwa membangun karakter bangsa
tanpa panduan agama tidak dapat berjalan dengan benar, tetapi justru membuang banyak
waktu dalam mencapai hasil tertentu, atau lebih buruk lagi, seringkali tidak memperoleh
bukti yang meyakinkan. Ketika Nabi sampai di Madinah, ia membuat sebuah perdaban baru
yang kemudian memunculkan pengertian bahwa Islam adalah sistem kepercayaan yang
sistemik, tidak hanya berdimensi theological, ritual, dan mistical tetapi juga berdimensi
moral dan intelektual.

Secara termonologi, Al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang di turunkan kepada nabi
besar Muhammad saw, melalui wasilah malaikat jibril as untuk di syiarkan kepada umat
manusia yang salah satu fungsinya adalah “huda linnaas” petunjuk bagi suluruh umat
manusia di muka bumi ini. Said Nursi sebagai Renaissan of Islam menyatakan, “Islam is the
father of all the science and al-Qur’an is the book of science”, Islam adalah bapaknya seluruh
ilmu pengetahuan dan al-Qur’an adalah kitabnya ilmu pengetahuan. Oleh sebab itulah,
melalui penjelasan ini, maka pada kesempatan yang baik ini, kami akan membahas tentang
“MEMBANGUN KEPRIBADIAN BANGSA PERSPEKTIF AL-QURAN” dengan rujukan al-Qur’an
surat Ibrahim ayat 1 :
‫الر ِكَتاٌب َأْنَز ْلَناُه ِإَلْيَك ِلُتْخ ِر َج الَّناَس ِم َن الُّظُلَم اِت ِإَلى الُّنوِر ِبِإْذ ِن َر ِّبِهْم ِإَلى ِص َر اِط اْلَع ِز يِز‬
‫ج‬

}1{ ‫اْلَح ِم يِد‬


Artinya : “Alif laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu
mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan
mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (QS. Ibrahim)

HADIRIN RAHIMAKUMULLAH
Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, di dalam Tafsir al-Mishbah menjelaskan, bahwa
penjelasan tentang pentingnya al-Qur’an, disebutkan oleh Allah swt. dengan menggunakan
bentuk jamak untuk kata (‫ )الظلمات‬yang berarti aneka gelap, sedang (‫ )النور‬dengan berbetuk
tunggal. Hal ini untuk mengisyaratkan bahwa kegelapan itu bermacam-macam serta
beraneka ragam dan sumbernya pun banyak. berbeda dengan an-nuur atau cahaya yang
menerangai dan tidak pernah memberi gelap.

Penjelasan tentang al-Qur’an sebagai penerang atau an-nuur, benar-benar menunjukkan


bahwa antara al-Qur’an dengan membangun karakter bangsa terdapat hubungan yang
saling mengikat. Malik bin Nabi di dalam kitabnya Intaj al-Mustasyriqin wa Atsaruhu fi al-
Firy al-Hadits, menulis “Ilmu pengetahuan adalah sekumpulan masalah, serta sekumpulan
metode yang dipergunakan menuju tercapainya masalah tersebut.” Ini menunjukkan
bahwa kemajuan membangun karakter bangsa tidak dapat dinilai dengan apa yang
dipersembahkannya kepada masyarakat, tetapi juga diukur dengan wujudnya suatu iklim
yang dapat mendorong kemajuan pembangunan karakter bangsa itu termasuk al-Qur’an.

Al-Qur’an merupakan firman Allah yang tidak mengandung kontradiksi. Al-Qur’anlah kitab
yang telah diturunkan oleh Allah kepada utusannya sebagai petunjuk. Al-Qur’an adalah
kitab terakhir dan berada dalam penjagan Allah swt. Oleh sebab itu, membangun karakter
bangsa akan berkembang cepat hanya apabila dituntun oleh al-Qur’an, dan mengambil
kebenaran darinya. Karena, hanya dengan demikian membangun karakter bangsa mengikuti
jalan Allah. Ketika jalan yang bertentangan dengan agama diambil, para ilmuan menyia-
nyiakan waktu dan sumberdaya, serta menghalangi kemajuan membangun karakter
bangsa. Demikianlah menurut Harun Yahya dalam The Qur’an Leads the Way to Science.

Lalu bagaimanakah dinamika keilmuan dalam menwujudkan kepribadian umat Islam saat
ini? Umat islam saat ini mengalami degradasi besar-besaran. Data Badan Penelitian
International menyebutkan, Israel yang notabene Yahudi dalam 1 juta penduduk memiliki
1600 pakar pengetahuan, Amerika yang notabene Nasrani dalam 1 juta penduduk memiliki
160 pakar pengetahuan. Sedangkan Indonesia yang notabene mayoritas muslim terbesar di
dunia, dalam 1 juta penduduk hanya memilki 65 pakar yang muslimnya hanya 6 orang.
Oleh karenanya, dalam bidang membangun karakter bangsa dan teknologi, kita masih jauh
tertinggal oleh bangsa-bangsa lain. Kita jauh tertinggal dengan Amerika yang Protestanis,
kita jauh tertinggal oleh Korea yang Konfusianis Taois, bahkan kita jauh tertinggal oleh
Jepang yang Budhis Taois. Padahal 14 abad yang lalu kita telah diperintahkan untuk
membaca dan membangun karakter bangsa. Bacalah al-Qur’an supaya hidup teratur,
bacalah alam supaya lahir karya-karya luhur, dan baca diri kita agar hidup tidak takabur,
sebab membaca dalam Islam harus dibarengi dengan serta diimbangi dengan :
‫ِباْس ِم َر ِّبَك اَّلِذ ي َخ َلَق‬
Artinya : “Dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan”
Akan tetapi, untuk dapat memahami dengan jelas dan benar terhadap interpretasi dari
firman-firman Allah di dalam al-Qur’an, yang menjelaskan tentang korelasi antara al-
Qur’an dan meciptakan kepribadian bangsa, serta mengambil manfaat darinya untuk
menjadikannya sebagai contoh kepribadian bangsa, maka salah satu yang harus dilakukan
adalah dengan dapat memahami al-Qur’an secara tekstual terlebih dahulu, yakni
memahami al-Qur’an dari segi kebahasaan, dan bahasa al-Qur’an adalah bahasa Arab.
Sebagaimana Allah berfirman di dalam al-Qur’an surat Thaha ayat 113 :
{ ‫ِد َلَع َّلُهْم َيَّتُق وَن َأْو ُيْح ِد ُث َلُهْم ِذ ْك ًرا‬S‫ِه ِم َن اْلَو ِع ي‬S‫َو َك َذ ِلَك َأْنَز ْلَناُه ُقْر َء اًن ا َع َر ِبًّي ا َو َص َّر ْفَنا ِفي‬
}113
Artinya : “Dan demikianlah Kami menurunkan Al Qur’an dalam bahasa Arab, dan Kami telah
menerangkan dengan berulang kali di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka
bertakwa atau (agar) Al Qur’an itu menimbulkan pengajaran bagi mereka.” (QS. Thaha)

HADIRIN RAHIMAKUMULLAH
Di dalam kitab Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil al-Qur’an, Imam al-Thabari menjelaskan bahwa
yang dimaksud dengan firman Allah di atas adalah :
‫ما حذروا به من أمر هللا وعقابه ووقائعه باألمم قبلهم‬
Artinya : “Apa yang diperingatkan kepada mereka merupakan perintah Allah, hukuman-Nya,
dan ketetapan-ketetapannya terhadap umat-umat sebelum mereka.”

Hadirin, memperhatikan penjelasan tersebut, maka jelaslah bahwa al-Qur’an benar-benar


merupakan landasan contoh kepribadian bangsa buat kita, hal ini juga bisa dilihat dari
ditemukanya kata-kata ilmu dalam berbagai bentuknya di dalam al-Qur’an yang terulang
sebanyak 854 kali supaya kita dapat belajar membangun pribadi yang dimaksud.

Pada akhirnya kami mengajak…Wahai saudara-saudaraku orang Semendo “ayo kite jadikah
al-Qur’an kandik pedoman hidup”, wahai saudara-saudaraku orang Sunda “Hayu urang sami-
sami ngajanten keun al-Qur’an kanggo tuntunan kahirupan urang”, wahai saudara-saudaraku
orang Lampung “Lapah gham jadikon al-Qur’an sebagai pegungan ughi’ ”, wahai saudar-
saudaraku orang Solo “Sumonggo kulo lan panjenengan dadosaken al-Qur’an kagem
tuntunangin gesang”, wahai saudara-saudaraku orang Prancis “Allez utilisez I’al-Qur’an pour
le guide de notre vivre”, wahai saudara-saudaraku orang Jepang “Jaa al-Qur’an wa wa
watashitachi no kyoukashou ni narimashoo”.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan, mudah-mudahan ada manfaatnya.
‫وهللا المستعان إلى احسان الحال‬
‫والسال م عليكم ورحمة هللا وبرمكاته‬

REMAJA DAN PEMUDA SEBAGAI ASET MASA DEPAN BANGSA


‫السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬
‫الحمد هلل الذى ارسل رسوال مبشرين ومنذرين وداعيا إلى هللا بإذنه وسراجا منيرا أللهم‬
}‫فصلى وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين {أما بعد‬

KAUM MUSLIMIN YANG DIRAHMATI OLEH ALLAH SWT


Alfin Toffler dalam bukunya The Future Shock and The Third Wave, beliau menyatakan, era
milinium merupakan era institusional change, yaitu era menjamurnya berbagai media
komunikasi. Konsekuensinya, pada suatu sisi melahirkan nilai-nila positif, Namun disisi
lain over loading information melahirkan desease of adaftation, penyakit adaptasi.
Penerimaan terhadap unsur-unsur asing tanpa mempertimbangkan baik atau buruknya,
ketika orang barat judi, Remaja dan pemuda kita terlena dengan gaplek dan remi, ketika
orang barat terlena dengan minum-minuman keras, Remaja dan pemuda kita terlena
dengan budaya mabuk-mabukan tenggak wisky, brandy, bahkan yang paling besar dan
mendasar penyakit adaptasi ini melahirkan dehumanisasi, demoralisasi, dan
despritualisasi.

Akibatnya manusia hidup bebas, keras, beringas, ganas bahkan lebih ganas dari binatang
buas, di sinilah pentingnya pembangunan kepribadian yang postif sebagaimana
digambarkan Thomas Hobbes dalam A War of All Agaents, John Lock dalam Social Contrack,
Bruch Spinoza dalam Intelektual Love of God dan lain sebagainya. Karena pentingnya
keperibadian positif, khusunya sebagai seorang muslim, maka pada kesempatan ini, kita
akan membicarakan tentang “Remaja Dan Pemuda Sebagai Aset Masa Depan Bangsa”.
Dengan rujukan al-Qur’an surat al-Anfal ayat 24-25 :
‫َياَأُّيَها اَّلِذ يَن َء اَم ُنوا اْسَتِج يُبوا ِهَّلِل َو ِللَّرُسوِل ِإَذ ا َدَع اُك ْم ِلَم ا ُيْح ِييُك ْم َو اْع َلُم وا َأَّن َهللا َيُح وُل‬
‫} َو اَّتُقوا ِفْتَن ًة اَل ُتِص يَبَّن اَّل ِذ يَن َظَلُم وا ِم ْنُك ْم‬24{ ‫َبْيَن اْلَم ْر ِء َو َقْلِبِه َو َأَّنُه ِإَلْيِه ُتْح َش ُروَن‬
}25{ ‫َخ اَّص ًة َو اْع َلُم وا َأَّن َهللا َش ِد يُد اْلِع َقاِب‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila
Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah
bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-
Nyalah kamu akan dikumpulkan. Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus
menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras
siksaan-Nya..” (QS. Al-Anfal)

HADIRIN MA’ASYRAL MUSLIMIN RAHIMAKUMULLAH


Berdasarkan ayat di atas maka dapatlah difahami bahwa dalam membangun Remaja dan
pemuda maka hendaknya dapat membatasi antara dirinya dengan hatinya. Namun, seperti
apakah membatasi antara manusia dengan hatinya? Al-Smarqandi di dalam kitab tafsirnya
Bahr al-Ulum menyebutkan, bahwa yang dimaksud dengan “yahulu bain al-mar’i wa qalbih”
adalah :
‫افر‬SS‫ول بين الك‬SS‫ ويح‬، ‫ار‬SS‫وقه وتجره إلى الن‬SS‫تي تس‬SS‫يه ال‬SS‫ؤمن ومعاص‬SS‫ول بين الم‬SS‫يح‬
‫وطاعته التي تجره إلى الجنة‬
Artinya : “membatasi antara orang mukmin dengan kemaksiatannya yang mengarahkannya dan
mendekatkannya dengan api neraka, serta membatasi antara orang kafir dengan keta’atannya
yang dapat mendekatkannya dengan surga.”

Hadirin, penjelasan di atas menunjukkan bahwa seorang yang beriman bisa saja
terjerumus kedalam api neraka jika tidak dapat mengontrol hatinya dari kemaksiatan.
Akan tetapi perlu difahami bersama bahwa arahan berpikir ayat di atas bukan saja
menjurus kepada eksklusivisme Islam sehinga seringkali menafikan civil society yang
sesungguhnya harus terus dibangun.

Lebih detil di dalam ayat selanjutnya, Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir al-
Misbah menyebutkan bahwa, sendi-sendi bangunan masyarakat akan melemah jika kontrol
sosial melemah. Akibat kesalahan tidak hanya menimpa yang bersalah. Tabrakan tidak
hanya terjadi akibat kesalahan kedua pengendara. Bisa saja yang bersalah hanya seorang,
tetapi kecelakaan dapat beruntun menimpa sekian banyak kendaraan.

Tuntunan Allah swt dan Rasul-Nya telah disyari’atkan sedemikian rupa oleh Allah yang
mengetahui kemaslahatan, kebutuhan, sekaligus kecenderungan mereka. Apabila ada yang
melanggarnya maka akan timbul kekacauan, karena yang melanggar telah melakukan
suatu yang merugikan pihak lain. Pada saat itu akan muncul kekacauan, dan akan
lahir instabilitas yang mengakibatkan semua anggota masyarakat yang taat maupun yang
durharka ditimpa krisis.

Karena itu ayat ini berpesan : buatlah prisai antara diri anda dengan ujian dan bencana
dengan jalan memelihara hubungan harmonis dengan-Nya. Laksanakanlah tuntunan-Nya
dengan anjurkan pula orang lain berbuat kebaikan dan menjauhi kemunkaran, karena jika
tidak kita semua akan ditimpa bencana. Dalam konteks ini Rasul saw memperingatkan :
“jika ada masyarakat yang melakukan kedurhakaan, sedang ada anggotanya yang mampu
menegur atau menghalangi mereka, tapi dia tidak melakukannya, maka Allah swt akan
menjatuhkan bencana yang menyeluruh kepada mereka”.

HADIRIN RAHIMKUMULLAH
Dalam menemukan Remaja dan pemuda yang sejati di tengah-tengah hiruk-pikuk
kemaksiatan yang dapat menjerumuskan kita ke lembah kenistaan, maka kita harus
menemukan metode yang efektif dalam mengarunginya. Dalam hal ini, Allah swt
mengajarkan dan memerintahkan kepada kita. Sebagaimana firman-Nya di dalam surat ar-
Ruum ayat 60 :
}60{ ‫َفاْص ِبْر ِإَّن َو ْع َد ِهللا َح ٌّق َو َال َيْسَتِخ َّفَّنَك اَّلِذ يَن َال ُيوِقُنوَن‬
Artinya : “Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali
janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan
kamu.” (QS. Ar-Ruum : 60)

HADIRIN RAKHIMAKUMULLAH
Berdasarkan firman Allah di atas, terdapat kata kunci yang paling ditekankan dengan kata
kerja perintah di dalamnya.
Adapun kata kerja perintah yang ada di dalam ayat di atas adalah “ ‫ ” فاصبر‬yang berarti
bersabarlah. Dan dalam hal ini, Abdurrahman bin Nashir al-Su’udy menafsirkan kata di atas
dengan sebutan :
‫فاصبر على ما أمرت به وعلى دعوتهم إلى هللا ولو رأيت منهم إعراضا‬
Artinya : “bersabarlah terhadap apa yang telah diperintahkan oleh Allah dan terhadap apa
yang dipanjatkan kepada Allah meskipun engkau dapatkan di antara mereka ada yang
membangkang”
Penjelasan di atas menunjukkan betapa beratnya untuk menjadi mukmin yang sejati di
dunia ini, hingga Allah memerintahkan untuk selalu bersabar di dalamnya. Apalagi jika
dikaitkan dengan perkembangan zaman yang begitu cepat. Sebuah contoh adalah, saat ini
sebagian anak-anak muda kita terjerumus dan terlena dengan westernisasi, kebarat-
baratan. Orang barat merayakan valentine, kita ikut merayakan valentine. Di bawah sinar
remang-remang, disaat hujan rintik-rintik, angin menghembus sepoi-sepoi basah duduk
berdua. Masya Allah.

Oleh karena itu, langkah apakah yang harus kita lakukan dalam rangka membangun
generasi bangsa yang berpribadian muslim sejati ? Dan siapakah yang berperan di
dalamnya ?

1. Para orang tua, guru, dan pendidik, hendaknya memberikan bekal ilmu dan akhlaq yang
cukup bagi anak-anak, remaja, dan pemuda . Karena dengan ilmu dan akhlaq yang dimiliki,
mereka akan menjadi generasi yang “al-qawiy” yang kuat bukan generasi yang “al-dha’if”
atau generasi yang lemah.
2. Para remaja dan pemuda selaku generasi penerus bangsa, agar memiliki itikad yang baik
untuk dididik dan dibina, karena hal tersebut merupakan cikal bakal keberhasilan untuk
mewujudkan terbentuknya remaja dan pemuda yang sejati. Karena apalah arti guru tanpa
adanya murid. Dan apalah yang dapat dikerjakan seorang murid tanpa adanya instruksi
dan bimbingan dari guru. Oleh karena itu, saling take and give akan membuahkan hasil yang
berarti.

HADIRIN RAHIMAKUMULLAH
Dan pada akhirnya, dapat kita simpulkan bersama bahwa jika semua ikhtiyar ini sudah kita
lakukan, mudah-mudahan remaja dan pemuda kita bisa menjadi tumpuan, harapan, dan
cita-cita bagi bangsa kita. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Demikianlah yang dapat kami sampaikan, mudah-mudahan ada manfaatnya :


‫وهللا المستعان إلى احسن الحال‬
‫والسال م عليكم ورحمة هللا وبرمكاته‬
teks SYARHIL putra "REMAJA ISLAM BERWAWASAN
MODERN"

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT,yang telah melimpahakan
rahamat dan hidayahnya sehingga kita dapat berkumpul diacara yang baik ini, yaitu
MTQ di Kec. Sabak Auh. Sholawat dan salam kita haturkan kepada ananda dari
Abduloh, buah hatinya Siti Aminah, intanya umat islam, yaitu Nabi besar MUHAMMAD
SAW. Semoga kita senantiasa untuk menjadi umat yang setia sampai akhir zaman
nanti.
Amin… amin…. yaaaa robal alamin
Yang kami hormati dewan hakim
Hadirin walhadirot rohimakomullah
Dalam menghadapi masa depan remaja yang lebih baik, yang sangat
menentukan adalah ilmu pengetahuan, apa lagi kehidupan dizaman sekarangan ini
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin canggih. Berbagai masalah yang
dihadapi semakin kompliks dan rumit yang semuanya ini memerlukan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang luas dan dalam. Apa bila anak-anak yang lemah
ilmunya tidak menyeyam pendidikan dengan baik, lantas bagai mana menggapai masa
depan yang lebih cerah dalam menghadapi zaman yang penuh tantangan ini,
Jika hendak mengenal orang yang mulia
Lihatlah kepada kelakuan dia
Jika hendak mengenal orang yang berilmu
Bertanya dan belajar tidaklah jemu
Izinkan kami untuk melanjutkan
Dengan membawa syarahan Al-Qur’an
Yang berjudul
“REMAJA ISLAM BERWAWASAN MODERN”
Reformasi telah berubah segala gaya hidup menjadi trend masa kini, kemajuan
teknologi yang sangat pesat. Hal ini merupakan salah satu ciri zaman era globalisasi,
merupakan kewajiban bagi setiap orang untuk menyesuaikan diri dengan
perkembangan zaman ini.
Mari kita dengar, firman Allah SWT, Q.S THAAHAA ayat 114, yang sekaligus
sebagai landasan normative syarah kami, yang akan dilantunkan oleh koriah
kami yang berbunyi

114. Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu
tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya
kepadamu[946], dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu
pengetahuan."
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima –
ya’lamu yang berarti tahu atau wawasan. Dalam bahasa Inggeris Ilmu
biasanya dipadankan dengan kata science, sedang wawasan dengan kata knowledge.
Dalam bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan
dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu paada makna yang
sama.
Kita sudah banyak tahu, kita sudah sering mendengar, atau membaca
mengenai era globalisasi. Salah satu aspek positif adalah terbukanya jalur komunikasi
dan informasi yang sangat luas dan hampir tak berbatas. Rekan-rakan tentu sudah
sering mendengar orang bicara mengenai internet, homepage, G mail, dll. Kecanggihan
teknologi ini sangat membantu kita mendapatkan informasi dengan sangat cepat, tepat
dan akurat. Begitu banyak hal yang dapat kita pelajari dan ketahui melalui jaringan
internet, yan gsemuanya semata-mata bergantung kepada kemauan kita untuk
menekuni manfaat fasilitas ini. Didalam era globalisasi, kita juga dapat melihat adanya
perubahan-perubahan ke arah perdagangan bebas, yang nantinya akan memperlancar
kegiatan bisnis, dan transportasi antar negara.
Jeff Zeleski, seorang pakar komunikasi dunia dalam bukunya “Spiritualitas
Cyberspace” menyatakan: Jaman sekarang ini, bekembangya dunia Informasi dan
komunikasi sudah sampai pada tahap yang menghiraukan, konsekuensinya ncik-ncik.
Satu sisi melahikan nilai-nilai nan elok dan bisa mengangkat taraf hidup umat manusia.
Tapi pada sisi lain tuan puan, bekembangnya informasi baik lewat koran, tv, radio.
Kalaulah tidak dibungkus dengan nilai-nilai budaya nan merujuk pada agama,
hanya akan melahirkan keresahan, kerusakan, bahkan kehancuran bagi kita semua.
Lantas timbulah pertanyaanya ?
Sebagai remaja muslim, bagaimana seharusnya sikap seorang remaja muslim,
untuk mempersipkan dri dalam mengadapi tentangan yang akan kami hadapi dalam era
globalisasinanti ? Dan bagai mana seorang remaja muslim, dapat tetap mempertahkan
nilai-nilai islam dalam dirinya ? lantas . Apakah yang seharusnya diperbuat oleh
seorang remaja muslim, untuk selalu berjalan dijalan Allah, sambil menyesuikan diri
dengan perubahan zaman ini ?
Dengan melihat uraian sebelumnya ,nampak jelas bagaimana kedudukan ilmu
dalam ajaran islam. AL qur’an telah mengajarkan bahwa ilmu dan para ulama
menempati kedudukan yang sangat terhormat, sementara hadis nabi menunjukan
bahwa menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim. Dari sini timbul
permasalahan apakah segala macam Ilmu yang harus dituntut oleh setiap muslim
dengan hukum wajib, atau hanya Ilmu tertentu saja ?. Hal ini mengemuka mengingat
sangat luasnya spsifikasi ilmu dewasa ini.
Pertanyaan tersebut di atas nampaknya telah mendorong para ulama untuk
melakukan pengelompokan ilmu menurut sudut pandang masing-masing, meskipun
prinsip dasarnya sama , bahwa menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim
Kewajiban manusia adalah beribadah kepeda Allah SWT, maka wajib bagi
manusia untuk menuntut ilmu yang terkaitkan dengan tata cara tersebut, seprti
kewajiban shalat, puasa, zakat, dan haji ,mengakibatkan wajibnya menuntut ilmu
tentang hal-hal tersebut . Demikianlah nampaknya semangat pernyataan Syech
Zarnuji, akan tetapi sangat di sayangkan bahwa beliau tidak menjelaskan tentang ilmu-
ilmu selain “Ilmu Perbuatanl” tersebut lebih jauh di dalam kitabnya.
Dalam menghadapi dan menyongsong era globalisai ini, setiap remaja harus
mempersiapkan diri sebaik-baiknya, remaja muslim harus mampu berbicara diforum
internasional, dan ini hanya bisa dilakukan dengan bekal ilmu yang cukup,
Pada usia kita yang masih muda ini, selagi kita mempunyai banyak waktu dan
kesempatan, janganlah sampai menyia-nyiakan diri kita, ambillah manfaat sebanyak-
banyaknya dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tingkatkan perstasi
akademis kita, bekali diri, agar nanti kita semakin siap untuk menjawab tantangan era
yang modern ini.
Sebagai remaja dan pemuda generasi penerus bansa, kita harus berwaspada
terhadap dampak negative yang terbawa akibat zaman ini. Kewaspadaan ini akan
tercapai apa bila kita mempunyai iman dan takwa yang kokoh. Kita wajib mendalami
ilmu agama dan mengamalkan sebaik-baiknya.
Jadi, sekarang semuanya tergantung kepada kita, akankah kita pasrah begitu
saja dalam menyongsong era modern ini ? akankah kita menjadi generasi yang hanya
mampu berdiam diri saja, menyaks ikan setiap orang berlomba-lomba dalam kemajuan
? apakah kita akan membiarkankan diri kita terlindas oleh kemajuan, sehingga kaum
kita menjadi kaum terbelakang ? apakah kita akan terbawa oleh dampak negatif dari
perubahan tersebut ?
Marilah kita renungkan firman Allah, dalam Q.S Ar-Ra’d ayat 11 :

“ Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu berusaha merubah
nasibnya sendiri”
Dapat kami simpulakan bahwa, remaja adalah tongkat maju mundurnya suat
Negara. Unuk itu, kepada pemerintah, ulam dan umaroh mari ! lebih kita dekatkan para
remaja pada Al-Qur’an dan hadis, agar terciptanya remaja yang beretika, bermoral,
remaja yang berkualitas, remaja yang mempu berkarya, bukan remaja yang hanya bisa
bergaya dan tidak bermoral.
SELAMATKAN NEGRI, JIWA, BANGSA, DAN AGAMA.

Anda mungkin juga menyukai