Dewan hakim yang kami muliakan serta hadirin yang kami banggakan
Jeff Zaleski, seorang pakar komunikasi dunia, dalam bukunya
Spiritualitas Cyberspace mengatakan, “dewasa ini perkembangan dunia
informasi dan komunikasi telah mencapai tahap yang mencengangkan.
Konsekuensinya, satu sisi melahirkan nilai-nilai positif dan mampu mengangkat
taraf hidup manusia. Namun, di sisi lain, perkembangan informasi, baik melalui
media cetak maupun elektronika, jika tidak dibingkai dengan nilai-nilai agama
hanya akan melahirkan keresahan, kerusakan, bahkan kehancuran bagi
manusia”.
Kekhawatiran Zaleski tersebut kini kian terbukti. Kita saksikan, tayangan
tayangan kekerasan dan sadis makin merajalela, tontonan-tontonan magis
mitologis semakin membudaya, bahkan hiburan-hiburan erotis-seksual
semakin makmur, membaur bahkan menjamur di tengah-tengah masyarakat.
Eksesnya, akibat tayangan kekerasan muncul keributan dalam keluarga,
tawuran antar pelajar, perkelahian antar kampung bahkan peperangan antar
etnis dan golongan. Akibat tontonan magis-mitologis, lahir masyarakat
irrasional, ayat Al-Qur’an dipermainkan, bahkan agama dilecehkan. Akibat
hiburan yang erotis-seksual, maraknya pelecehan, pemerkosaan, perzinahan,
bahkan akhir akhir ini kita digemparkan oleh munculnya praktek seks bebas,
na’udzubillah tsumma na’udzubillahimindzalik.
Itulah dampak langsung dari penggunaan media cetak dan elektronika
yang mengabaikan nilai-nilai etika. Lalu, bagaimanakah islam melihat persoalan
ini? Sebagai jawabannya “MEMBERANTAS KEJAHATAN DIGITAL DALAM
PERSEKTIF ISLAM”. Dengan landasan QS. Al Hujurat ayat 6:
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kamu seorang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak
menimpakan suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan
kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Hadirin wal hadirat Rahimakumullah
Secara sosial historis, sababun nuzul ayat tersebut menurut Imam at Thabrani
bersumber dari Jabir Ibnu Abdullah adalah berkenaan dengan berita
kebohongan yang disampaikan oleh Walid Ibnu Utbah kepada Rasulullah
bahwa istri Beliau (Siti Aisyah) telah berbuat serong dengan Shofwan Ibnu
Mu’aththal. Mendengar pengaduan Walid tersebut, Rasulullah memarahi
Aisyah. Tatkala itu, datanglah malaikat Jibril memberikan teguran kepada Rasul
dengan menurunkan surah Al-Hujurat ayat 6, yang pada ayat tersebut terdapat
kalimat, “Jika datang kepadamu seorang fasik dengan membawa suatu berita,
maka telitilah kebenaran berita tersebut”.
Secara filosofis, ayat tersebut merupakan landasan metodis dalam
menyikapi derasnya arus informasi yang disebarkan media cetak dan
elektronika, yaitu Islam mempunyai prinsip akomodatif selektif, apabila sesuai
dengan ajaran Islam maka ambillah, namun jika bertentangan dengan ajaran
Islam, maka jangan takut untuk menolaknya, meskipun melanggar ekspresi seni
dan kebebasan pers
Dengan demikian, ayat tersebut memberikan pelajaran kepada kita
untuk memperhatikan nilai moral dan etika dalam menggunakan media cetak
dan elektronika, Namun sangat disayangkan, saat ini yang terjadi adalah fakta
sebaliknya. Sebagai bukti, Tidak sedikit koran-koran “mengumumkan tempat-
tempat mesum dan pelacuran, tidak sedikit stasiun-stasiun televisi yang
menayangkan adegan ciuman, tidak sedikit bioskop-bioskop yang memutar
adegan ranjang dan hubungan badan. Bahkan akhir-akhir ini kita digemparkan
dengan munculnya majalah playboy, maraknya bacaan Stensil, bahkan
merebaknya film-film porno yang disebarkan lewat internet dan handphone.
Yang lebih memalukan lagi adegan film porno tersebut diperankan oleh tokoh
dan artis ternama. Betul hadirin?
Lalu, bagaimanakah sikap kita dalam menghadapi serbuan media
tersebut? Sebagai jawabannya, kita renungkan firman Allah dalam surat Ali
Imran ayat 104: