Anda di halaman 1dari 101

TRADISI BUBAKAN DALAM PERKAWINAN ADAT JAWA

PERSPEKTIF AL-‘ADAH MUHAKKAMAH (STUDI DI DESA


LAMBUR II, KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat


Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Ilmu Syariah

Oleh:
UMI KHOIRUN NISA
NIM: 101180064

Pembimbing:
Drs. Rahmadi, M.H.I
Dody Sulistio, M.H

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
1444 H / 2022 M
PERNYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Umi Khoirun Nisa

Nim 101180064

Jurusan : Hukum Keluarga Islam

Fakultas : Syariah

Alamat : Deaa Lambur II, Kec. Muara Sabak Timur, Kab. Tanjung Jabung

Timur, Jambi.

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul: “TRADISI

BUBAKAN DALAM PERKAWINAN ADAT JAWA PERSPEKTIF AL-‘ADAH

MUHAKKAMAH (STUDI DI DESA LAMBUR II, KABUPATEN TANJUNG

JABUNG T IMUR)” adalah hasil karya pribadi yang tidak mengandung plagiarisme

dan tidak berisi materi yang dipublikasikan atau ditulis orang lain, kecuali kutipan

yang telah disebutkan sumbernya sesuai dengan ketentuan yang dibenarkan secara

ilmiah. Apabila pernyataan ini tidak benar, maka penulis siap mempertanggung

jawabkannya sesuai hukum yang berlaku dan ketentuan UIN Sulthan Thaha

Saifuddin Jambi, termasuk pencabutan gelar yang saya peroleh dari skripsi ini.

Jambi, Maret 2022


Yang Menyatakan,

UMI KHOIRUN NISA


NIM.101180064

ii
Pembimbing I : Drs. Rahmadi, M.H.I
Pembimbing II: Dody Sulistio, M.H
Alamat : Fakultas Syari’ah UIN STS Jambi
Jl. Jambi-Muara Bulian KM.16 Simp. Sei Duren
Jaluko Kab. Muaro Jambi 31345 Telp. (0741) 582021

Jambi, Maret 2022

Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syariah
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Di - Jambi
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.

Setelah membaca dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka skripsi


saudari Umi Khoirun Nisa NIM 101180064 yang berjudul: “TRADISI BUBAKAN
DALAM PERKAWINAN ADAT JAWA PERSPEKTIF AL-ADAH
MUHAKKAMAH (STUDI DI DESA LAMBUR II, KABUPATEN TANJUNG
JABUNG TIMUR)” Telah disetujui dan dapat diajukan untuk dimunaqasahkan guna
melengkapi syarat-syarat memperoleh gelar sarjana strata (SI) dalam program studi
Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
Demikianlah, kami ucapkan terimakasih semoga bermanfaat bagi
kepentingan Agama, Nusa dan Bangsa.
Wassalamualaikum warahmatullar wabarakatuh
.
Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Rahmadi, M.H.I Dody Sulisotio, M.H


NIP: 196611121993021001 NIP: 199110272020121005

iii
HALAMAN PENGESAHAN

iv
MOTTO

‫و ِم ْن ُك ِ ّ ل َش ْي ٍء َخ َل ْق َنا َز ْو َج ْي‬
‫ِن لَ َعلَّ ُك ْم َت َذ َ ّ ك ُر ْو َن‬
Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu

mengingat kebesaran Allah, (QS. Adz Dzariyat:49)

v
ABSTRAK

Nama Umi Khoirun Nisa NIM 101180064, Skripsi ini berjudul “TRADISI
BUBAKAN DALAM PERKAWINAN ADAT JAWA PERSPEKTIF AL-
‘ADAH MUHAKKAMAH (Studi Di Desa Lambur II, Kabupaten Tanjung
Jabung Timur). Bubakan merupakan upacara adat yang dilaksanakan sebgai
pertanda bahwa pemangku hajat adalah orang yang baru pertama kali
melangsungkan hajat pernikahan. Dengan tujuan diberikan kelancaran, dari awal
acara akad nikah hingga kekek-nenek, dan dimudahkan dalam mencari rezeki.
Sebagai bentuk rasa syukur kepada sang kuasa karena orang tua akan menikahkan
anak pertamnya dan mendapatkan mantu. Hal ini masih dilaksanakan karena
sebagai kepercayaan adat bahwa akan terjadi hal buruk jika tradisi ini tidak
dilaksanakan. Dalam hal ini peneliti ingin menyelaminya lebih jauh lagi tentang
bagaimana praktek Tradisi bubakan dalam perkawinan adat Jawa di Desa Lambur II
Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif tipe kualitatif deskriptif, yang dalam proses penelitian ini menggunakan
metode pengumpulan data, melalui riset pustaka dan riset lapangan,
interview,observasi, dan penulisan yang disusun secara sistematis, dikaji, dan ditarik
sebuah kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti. Dari
penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwasannya secara garis besar penerapan
kaidah Al-‘Adah Muhakkamah pada tradisi bubakan sesuai dengan syariat dan
konsep kaidah tersebut. Hal itu dikarenakan tradisi itu sudah dilakukan cukup
lama,berlaku umum dan diterima sangat baik tentunya oleh masyarakat suku Jawa
di Desa Lambur II dan tidak bertentangan dengan prinsip hukum Islam yang
diterapkan syariat.

Kata kunci: Tradisi Bubakan, Perkawinan, Al-‘Adah Muhakkamah

vi
PERSEMBAHAN

Bismillahirahmanirahim

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin,puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT,

dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Sujud

syukur kepada-nya atas limpahan nikmat kesempatan, kemudahan dan kesehatan

yang telah Allah berikan kepada saya sehingga pada akhirnya selesailah penulisan

skripsi saya ini.

Dengan ini saya persembahkan karya skripsi ini untuk yang tercinta kedua orang

tua saya, kepada ayahanda Nurrohman dan Ibunda Nuryati yang tanpanya saya

tidak akan bisa sampai di titik ini. Tetesan keringat dan peluh keduanya tak pernah

henti demi memenuhi kebutuhan anaknya sampai saat ini. Tidak ada balasan yang

terindah kecuali Syurga-nya Allah serta doa yang tak pernah putus untuk kedua

orang tua saya.

Tidak lupa pula saya ucapkan terimaksih untuk abang ku Khoirul Mustofa, mbak

ipar ku Rika Lestari, Mas Adib Mukarom, adikku Ahmad Magfur Rozikin, serta

ponakan ku Rafael Alfarizki yang tak henti-hentinya memberiku semangat serta

mendoakan setiap usaha dan langkahku dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Teruntuk semua sahabat dan teman-teman ku yang tak bisa aku sebutkan satu

persatu terimakasih selalu menemani dan selalu memberikan dukungan dalam

setiap perjuangan ku dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan juga saya ucapkan

terimaksih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi saya ini,

semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka semua.

Aamiiin

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunianya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul “Tradisi Bubakan Dalam Perkawinan Adat Jawa Perspektif Al-Adah

Muhakkamah (Studi Di Desa Lambur II, Kabupaten Tanjung Jabung Timur).

Kemudian tak lupa penulis kirimkan sholawat teriring salam kepada nabi besar

Muhammad SAW. Yang telah memberi kita petunjuk dari alam kejahilan menuju

alam yang terang benderang seperti yang kita rasakan sekarang ini, yang disinari

dengan iman dan Islam. Skripsi ini disusun sebagai sumbangan pemikiran terhadap

perkembangan ilmu dan memenuhi sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar

serana strata satu (S1) pada Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan

Thaha Saifuddin Jambi.

Kemudian, dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini, penulis telah

berusaha semaksimal mungkin untuk kesempurnaan skripsi ini, namun karena

keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulis miliki, sehingga masih terdapat

kejanggalan dan kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis

mengucapkan ribuan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Ibuku dan keluarga tercinta yang telah tulus memberikan cinta kasih dan
sayangnya kepada penulis baik berupa meteril maupun spiritual, serta
memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. H. Suaidi Asyari, MA. Ph.D, Sebagai Rektor Universitas Islam
Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
3. Bapak Dr. Sayuti Una, S.Ag., M.H sebagai Dekan Fakultas Syariah Universitas
Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

viii
4. Bapak Agus Salim, S.Th.I., MA., M.IR., Ph.D sebagai Wakil Dekan Bidang
Akademik dan Kelembagaan
5. Bapak Dr. Ruslan Abdul Gani, S.H., M.Hum sebagai Wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan
6. Bapak Dr. H. Ishaq, SH., M.Hum sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan
dan Kerjasama.
7. Ibu Mustiah RH, S.Ag., M.Sy sebagai Ketua prodi dan Bapak Irsadunas Noveri,
SH., M.H. Sekretaris Prodi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
8. Bapak Drs. Rahmadi,M.H.I selaku pembimbing I dan Dody Sulistio,M.H selaku
Pembimbing II.
9. Bapak dan Ibu Dosen, Asisten Dosen dan Seluruh Karyawan / Karyawati
Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Di samping itu, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu diharapkan kepada semua pihak untuk dapat

memberikan kontribusi pemikiran demi perbaikan skripsi ini. Kepada Allah SWT.

kita memohon ampunan-Nya, dan kepada manusia kita memohon kemaafannya.

Semoga amal kebajikan kita dinilai seimbang oleh Allah SWT.

Jambi, Maret 2022


Penulis,

Umi Khoirun Nisa


101180064

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................i
LEMBAR PERNYATAAN............................................................ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING..................................................iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN................................................iv
MOTTO..........................................................................................v
ABSTRAK......................................................................................vi
PERSEMBAHAN...........................................................................vii
KATA PENGANTAR....................................................................viii
DAFTAR ISI...................................................................................x
DAFTAR SINGKATAN................................................................xii
DAFTAR TABEL...........................................................................xiii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian..........................................6
D. Kerangka Teori.....................................................................8
E. Tinjauan Pustaka...................................................................11
F. Pendekatan Penelitian...........................................................13
G. Sistematika Penulisan...........................................................16

BAB II: LANDASAN TEORITIS


A. Teori Perkawinan..................................................................18
B. Bubakan dalam perkawinan adat Jawa.................................30
C. Al-‘Adah Muhakkamah........................................................33

x
BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Desa Lambur II........................................................44
B. Letak Geografis Desa Lambur II..........................................47
C. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Lambur II..............53
D. Visi dan Misi Desa Lambur II..............................................54

BAB IV: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN


A. Pelaksanaan tradisi bubakan dalam perkawinan adat Jawa
di Desa Lambur II.................................................................55
B. Pandangan Tokoh Masyarakat terhadap Bubakan dalam
Perkawinan adat Jawa...........................................................58
C. Eksistensi bubakan di Desa Lambur II.................................62
D. Perspektif Al-‘adah Muhakkamah mengenai tradisi
bubakan dalam perkawinan adat Jawa..................................66

BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................73
B. Saran.....................................................................................75
C. Penutup.................................................................................75

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................77
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR PERTANYAAN
CURRICULUM VITAE

xi
DAFTAR SINGKATAN

1. Hlm : Halaman

2. Q.S : Al-Qur’an Surah

3. RT : Rukun Tetangga

4. UIN : Universitas Islam Negeri

5. STAIN: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

6. IAIN : Institut Agama Islam Negeri

7. SWT :Subhanallahu Wata’ala

8. SAW :Sallahu ‘Alaihi Wasalam

9. R.A : Radiallahu ‘anha

10. H.R : Hadits Riwayat

11. KUPT : Kepala Unit Pemerintahan Tansmigrasi

12. PJS : Pejabat Sementara

13. UUD : Undang-Undang Dasar

14. SDM : Sumber Daya Manusia

15. SDA : Sumber Daya Alam

16. HAM : Hak Asasi Manusia

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 : Pekembangan Kepemimpinan Desa Lambur

II Tabel 1.2 : Letak Geografis

Tabel 1.3 : Jarak Desa

Tabel 1.4 : Luas

Wilayah

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penciptaan manusia yang berbangsa-bangsa dan bersuku-suku telah

menjadikan manusia memiliki peradaban yang berbeda-beda. Beberapa

peradaban merupakan warisan dari generasi sebelumnya, sementara yang

lainnya merupakan bentuk akulturasi. Masing-masing peradaban memiliki

aturan tersendiri yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, peraturan-

peraturan tersebut mereka laksanakan, mereka taati dan menjadi pedoman. Tata

peraturan yang mereka lakukan berulang-ulang menjadi adat-istiadat yang

senantiasa mereka yakini kebenarannya. Nusantara dengan beraneka suku

bangsa yang ada memiliki berbagai adat kebiasaan dan tradisi yang sangat

beragam. Ketika islam hadir di Negeri ini masyarakatnya telah memiliki

kepercayaan sebagai pembimbing moral dan perilaku dalam kehidupan sehari-

hari. Kepercayaan ini memunculkan adanya satu sistem hukum yang mengatur

mengenai politik, ekonomi, sosial dan budaya. Hingga saat ini adat tersebut

masih terjaga dan dikembangkan oleh masing-masing suku bangsa.1

Dalam ajaran Islam, perkawinan merupakan aspek penting untuk setiap

manusia. Hal ini nyata adanya pada Al-Qur’an sebagai asal hukum pertama pada

islam. Sebagaimana telah dijelaskan dalam surat ar-Rum berikut:

1
Abdurrahman Misno BP, Metode Penelitian Hukum Islam, (Bogor: Pustaka AmmA).hlm 1

1
2

َ‫ن ُك ْم َّم َوَّد ˝ة‬


َ .‫ْي‬.َ‫ َها َو َج َع َل ب‬.‫ ْو ٓ˘ا ِاَْلي‬.ُ‫ت ْس ُكن‬
َ ّ‫ ُف ِس ُك ْم َْازَوا ˝جا ِل‬.‫ن‬
ْ ‫ل ُك ْم ِّم ْن َا‬
َ ‫ل َق‬
َ ‫ِوم ْن ٰاٰيِته َا ْن َخ‬

َّ‫ َف َّك ُْرو َن‬.‫ت‬


َ .‫ي‬
َّ ‫ل َكل ٰ َ َٰي „ت َِلّق ْو„م‬
ِ ‫َورحَ ْة˝ ِٓا َّن ِ ْف ٰذ‬

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah dia menciptakan untuk mu istri-


istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram
kepadanya, dan dijadikan-nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir”2
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan

seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa.3 Yang mana hal demikian, biasanya tak pernah lepas dari campur tangan

dengan tradisi ataupun tata cara adat istiadat yang berkembang disuatu warga

tersebut. Pernikahan untuk setiap manusia bukan hanya sekedar persetubuhan

antara jenis kelamin yang berbeda semesetinya seperti makhluk lainnya, tetapi

pernikahan memiliki tujuan untuk membentuk keluarga kekal, justru pada

pandangan masyarakat adat dan tradisi perkawinan itu bermaksud untuk

membangun, membina, serta memelihara hubungan kekeluargaan yang rukun

dan damai.

Didalam hukum Islam ada dua macam kaidah, yaitu yang pertama kaidah-

kaidah ushul fiqh yang kita temuka didalam kitab-kitab ushul fiqh, yang

digunakan untuk mengeluarkan hukum dari dari sumbernya yaitu Al-Qur’an

2
Q.S Ar-Rum Ayat 21 Urutan ke 30
3
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta:PT Rineka Cipta, 2005). Hlm 9
3

dan Hadits. Kaidah yang kedua yaitu kaidah-kaidah fiqih, yaitu kaidah-kaidah

yang disimpulkan secara general dari materi fiqih dan kemudian digunakan pula

untuk menentukan hukum dari kasus-kasus baru yang timbul, yang tidak jelas

hukumnya didalam nash.

Oleh karena itu, baik kaidah ushul fiqih maupun kaidah-kaidah fiqih bisa

disebut sebagai metodologi hukum Islam, hanya saja kaidah-kaidah ushul sering

digunakan di dalam takhrijul al-ahkam, yaitu mengeluarkan hukum dari dalil-

dalilnya (Al-Qur’an dan Hadits). Sedangkan kaidah-kaidah fiqih sering

digunakan dalam tathbiq al-ahkam, yaitu penerapan hukum atas kasus-kasus

yang timbul didalam bidang kehidupan manusia. Adapun objek bahasan kaidah-

kaidah fiqih itu adalah perbuatan mukallaf itu sendiri, dan mapan yang tidak

ditemukan nashnya secara khusus didalam Al-Qur’an, Hadits atau Ijma.4

Adat atau ‘urf ialah apa yang sudah terkenal dikalangan umat manusia dan

selalu diikuti, baik ‘urf perkataan maupun ‘urf perbuatan, ‘urf dan Adat dalam

pandangan ahli syari’at adalah dua kata yang sinonim (taraduf) berarti sama. 5

Yang mana adat ini berlaku di suatu masyarakat atau kelompok yang menjadi

kesepakatan bersama di wilayah tertentu. Karena adat atau tradisi di Indonesia

banyak, berbeda wilayah maka berbeda pula adat dan tradisinya. Adat atau

tardisi di Desa Lambur II, Kabupaten Tanjung Jabung Timur ini melakukan

bubakan sebelum pernikahan. Maka Dalam hal tersebut penulis akan membahas

tentang adat istiadat dan tata cara bubakan pada perkawinan adat jawa. Seperti

4
Dzauli, kaidah-kaidah fikih: kaidah-kaidah hukum islam dalam menyelesaikan masalah-
masalah yang praktis, (Jakarta: Kencana, 2007), Hlm 4-5
5
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm 77
4

yang sudah kita ketahui bahwa dalam ajaran islam tidak ada yang harus

dilaksanakan ketika akan menikah atau melakukan sebuah hajat pernikahan.

Bubakan adalah sebuah upacara atau adat yang dilaksanakan pada

pernikahan anak pertama atau anak terakhir. Maksudnya ialah, orang tua yang

baru melangsungkan hajat pernikahan yang pertama dengan tujuan bersyukur

kepada Allah, bahwa akan mengawali atau menerima mantu pertama. Bubakan

ini berasal dari kata mbubak yang artinya membuka, maksud dari yang dibuka

itu adalah pendewasaan sang anak dan ilmu pengetahuannya bahwa sang anak

akan melaksanakan pernikahan dan menjalankan hidup berumahtangga, yang

mana dalam berumah tangga ini bukan lah hal yang bisa dipermainkan. Jadi,

sang anak ini akan diberi ilmu pengetahuan dengan cara adat bubakan ini

melalui simbol-simbol dan persyaratan dari tradisi bubakan tersebut. Yang mana

salah satu persyaratan dari tradisi bubakan ini adalah alat dapur, beras, tikar,

kain mori putih dan lain sebagainya.

Bubak ini pun juga harus dilakukan pada bulan Rajab, Sya’ban, dan

Zulhijjah. Apabila dilakukan pada bulan selain itu maka orang jawa mengatakan

ora ilok (tidak bagus). Dan jika anak pertama tidak tepat pada bulan tersebut

maka bubak ini bisa dilakukan pada anak terakhir tetapi lebih mengutamakan

anak pertama. Jika memang waktu tidak memungkinkan baru bisa diganti oleh

anak yang terakhir, Dengan catatan sesuai dengan bulan yang ditentukan. Karna

masyarakat di Desa Lambur II percaya bahwa bubakan pada anak pertama ini

lah yang akan membuka pintu rezeki setelah berumah tangga atau menikah, dan

segera di beri keturunan.


5

Sama halnya adat dan tradisi budaya Jawa, upacara bubak ialah hasil dari

tindakan atau sifat dari manusia yang lebih mengarah pada sistem religi jawa.

Peristiwa sepanjang kehidupan masyarakat jawa yang dianggap peristiwa yang

penting dan melingkupi setiap manusia ialah ketika seseorang itu lahir, menikah

hingga wafat. Ketiga peristiwa itu, selalu terdapat adat dan tradisi yang

mengiringinya. Tetapi, pada saat pernikahanlah merupakan waktu yang

terpenting dalam kehidupan setiap manusia.

Maka dari itu, adat dan tradisi pernikahan dipenuhi beraneka macam

kelengkapan upacara seperti tradisi budaya Jawa diantaranya yaitu bubakan.

Masyarakat di Desa Lambur II, Kabupaten Tanjung Jabung Timur khususnya

suku jawa percaya bahwa apabila tidak melaksanakan tradisi Bubakan sebelum

pernikahan maka banyak masyarakat lainnya akan mencemooh dan

mempercayai bahwa akan terjadi hal-hal tidak bagus pada pengantin serta

keluarga tersebut, misalnya rumah tangganya tidak akan tentrem atau terjadi

sesuatu kejanggalan. Kejanggalan tersebut dapat berupa suatu bencana atau

suatu yang tidak di inginkan. Serta masyarakat meyakini bahwa, jikalau upacara

bubak belum dilaksanakan, maka pintu rezeki baik si pengantin maupun orang

tuanya belum terbuka, dengan kata lain mempelai berdua akan sulit mencari

rezeki.

Dari beberapa uraian diatas, penulis tergerak ingin melakukan penelitian

bagaimana tradisi Bubakan dalam pernikahan adat jawa dalam pandangan Al-

‘Adah Muhakkamah yang dilaksanakan oleh warga masyarakat Desa Lambur II.

Maka dari itu, penulis akan menkaji dalam sebuah judul skripsi yang berjudul
6

“Tradisi Bubakan Dalam Perkawinan Adat Jawa Perspektif Al-‘Adah

Muhakkamah (Studi Di Desa Lambur II, Kabupaten Tanjung Jabung

Timur)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penyusun meneruskan pokok

permaslahan sebagai berikut;

1. Bagaimana Pelaksanaan Tradisi bubakan dalam perkawinan adat Jawa di

Desa Lambur II?

2. Bagaiamana pandangan tokoh masyarakat terhadap adat dan tradisi

Bubakan dalam perkawinan adat jawa?

3. Bagaimana Eksistensi bubakan didesa Lambur II?

4. Bagaiamana perspektif Al-‘Adah Muhakkamah mengenai tradisi Bubakan

dalam perkawinan adat jawa?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian pada hakikatnya mengungkapkan apa yang hendak

dicapai oleh penulis dalam penelitian ini, adapun yang menjadi tujuan

penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan tradisi bubakan dalam

perkawinan adat Jawa yang dilakukan di Desa Lambur II?

b. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman atau pandangan tokoh

masyarakat desa lambur II tentang tradisi bubakan perkawinan.

c. Untuk mengetahui bagaimana Eksistensi bubakan didesa Lambur II


7

d. Untuk mengeatahui bagaimana Perspektif Al-‘Adah Muhakammah

mengenai Tradisi Bubakan Perkawinan Adat Jawa Di Desa Lambur II,

Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun yang menjadi kegunaan penelitian ini adalah:

a. Kegunaan Akademis

1) Untuk melengkapi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar

sarjana strata satu (S1) dalam jurusan Hukum Keluarga Islam

Fakultas Syari’ah UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi.

2) Untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya diri sendiri,

mahasiswa, dan masyarakat pada umumnya. Di bidang ilmu

penegatahuan tentang Tradisi Hukum Adat Desa Lambur II, Tanjung

Jabung Timur dan Hukum Islam.

b. Kegunaan Praktis

1) Diharapkan dapat bermanfaat untuk kehidupan masyarakat dalam

menerapkan Ilmu Pengetahuan dikalangan masyarakat.

2) Hasil dari penelitian ini akan memberikan gambaran tentang

bagaimana Tradisi bubakan dalam Perkawinan Adat dan tradisi Jawa

Perspektif Al-‘Adah Muhakamah Desa Lambur II, Kabupaten Tanjung

Jabung Timur.
8

D. Kerangka Teori

1. Al-‘Adah Muhakkamah

Artinya suatu kebiasaan dapat dijadikan peraturan hukum. Kebiasaan

dalam kata aturan hukum sering disebut sebagai urf atau adat. Walaupun

banyak ulama yang membedakan diantara keduanya. Tetapi, berdasarkan

kesepakatan jumhur ulama, suatu adat atau urf dapat diterima jika

mencukupi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Tidak bertentangan dengan syari’at hukum Islam;

b. Tidak mendatangkan kemafsadatan dan menghilangkan kemaslahatan;

c. Sudah berlaku pada umumnya orang muslim;

d. Tidak berlaku pada ibadah mahdlah;

e. Urf tadi telah memasyarakatkan pada saat akan ditetapkan hukumnya;

f. Tidak bertentangan dengan yang diungkapkan dengan jelas.6

Salah satu kaidah fiqh adalah Al-‘adatu Muhakkamah (adat adalah

hukum). Secara bahasa, Al-‘adah diambil dari kata Al-‘aud atau Al-

mu’awadah yang artinya berulang. Oleh karena itu, secara Bahasa Al-

‘adah berarti perbuatan atau ucapan serta lainnya yang dilakukan

berulang-ulang sehingga mudah untuk dilakukan karena sudah menjadi

kebiasaan.

Secara terminology, Adah adalah sebuah kecenderungan (berupa

ungkapan atau pekerjaan) pada satu obyek tertentu, sekaligus

6
Muchlis, Usman, Kaidah-kaidah Istinbath Hukum Islam (Kaidah-kaidah Ushuliyah dan
Fiqhiyah). (Jakarta:PT RajaGarafindo Persada, 2002).hlm 210
9

pengulangan akumulatif pada obyek pekerjaan dimaksud, baik dilakukan

oleh pribadi atau sekelompok. Akibat pengulangan itu, ia kemudian

dinilai sebagai hal yang lumrah dan mudah dikerjakan. Aktifitas itu telah

mendarah daging dan hampir menjadi watak pelakunya. Ringkasanya

kata Al-‘adah itu sendiri disebut demikian karena ia lakukan secara

berulang-ulang, sehingga menjadi kebiasaan masyarakat.7

Sedangkan “Muhakkamatun” secara bahasa adalah isim maf’ul dari

“takhkiimun” yang berarti “menghukumi dan memutuskan perkara

manusia”. Dapat disimpulkan bahwa Al-‘adah Muhakkamah memiliki

arti sesuatu adat yang bisa dijadikan sandaran penetapan atau penerapan

suatu ketentuan hukum ketika terjadi permasalahan yang tidak

ditemukan ketentuannya secara jelas dan tidak ada pertentangan dengan

suatu aturan hukum yang bersifat khusus atau meskipun terdapat

pertentangan dengan suatu aturan hukum yang bersifat umum.8

Salah satu kaidah hukum yang popular dikalangan hakim-hakim

Islam adalah al-adah muhakkamah yang artinya adat itu dihukumkan.

‘Adah adakalanya serupa dengan ‘Urf yang diketahui sebagai sesuatu

yang terkenal kebaikannya, walaupun terdapat juga yang membedakan

bahwa ‘urf berhubungan dengan perkataan, sedang ‘adah berhubungan

dengan perbuatan.

7
Satria Efendi, M.Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta:Kencana , 2005), Cet ke-3.hlm 153
8
Saiful Jazil, “Al-‘Adah Muhakkamah, ‘Adah dan ‘Urf sebagai metode Istinbath Hukum
Islam”, Porsiding Halaqoh Nasional dan seminar Pendidikan Fakultas Tarbiyah dan keguruan ,
(Surabaya: UIN Sunan Ampel), hlm322
10

Pada kitab Ushul Fiqh disebutkan bahwa diantara asal-asal hukum,

ada yang disepakati dan ada juga yang diperselisihkan.

Yang disepakati adalah Al-Qur’an, al-Hadis, al-Ijma’ dan AL-Qiyas.

Sedangkan yang diperselisihkan adalah istishan, istishab, istislah,

mazhab as-sahabi, ‘uruf dan syar’u ma qablana syari’un lana.

Saat usaha mengendalikan ‘Urf atau adat istiadat inilah diciptakan

kaidah al-’adah muhakkamah, sehingga jikalau terjadi permasalahan

yang tidak diatur secara tekstual dalam al-Qur’an atau al-Hadis, maka

adat yang sudah merata pada masyarakat dapat dipergunakan sebagai

ketentuan hukum.9

Dari keterangan diatas, adapun arti kaidah Al-‘Adatu Muhakkamah

menurut istilah para ulama adalah bahwa sebuah adat kebiasaan dan ‘urf

itu bisa dijadikan sebuah sandaran untuk menetapkan hukum syar’I

apabila tidak terdapat nash syar’I atau lafadz shorih (tegas) yang

bertentangan dengannya.

2. Living Law

Living Law merupakan aturan hukum yang hidup serta sedang aktual

dalam suatu masyarakat, sebagai akibatnya tidak membutuhkan upaya

reaktualisasi lagi. Living Law bukanlah sesuatu yang statis, akan tetapi

terus berubah dari waktu ke waktu. Living Law merupakan aturan hukum

yang hidup didalam masyarakat, bisa tertulis bisa juga tidak tertulis.

Secara sosiologis, Living Law selamanya akan hidup terus dalam


9
Abd.Rachim dosen tetap Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.1996
11

masyarakat. Living Law adalah ketentuan-ketentuan yang digunakan

didalam hubungan-hubungan kehidupan yang sedang berjalan dan

bersumber dari adat istiadat atau kebiasaan.10

Menurut Ehrlich persepsi tentang hukum yang hidup dalam

masyarakat (Living Law), selaku lawan dari hukum perundang-

undangan. Dengan persepsinya itu, pada dasarnya hendaklah dikatakan

bahwa hukum itu tidak kita jumpai didalam perundang-undangan, pada

keputusan hukum, atau ilmu hukum tetapi itu ditemukan didalam warga

itu sendiri. Ehrlich beranggapan bahwa hukum itu adalah variable tidak

mandiri. Dihubungkan dengan fungsi hukum sebagai sarana control

sosial, hukum tidak akan menjalankan tugasnya jika landasan tertib

sosial yang lebih luas tidak mendukungnya. Berakarnya tertib pada

masyarakat ini berakar dalam penerimaan sosial dan bukanlah paksaan

dari Negara.11

E. Tinjauan Pustaka

Untuk mendukung penelitian yang lebih integral maka penyusun

berusaha untuk melakukan analisis lebih awal terhadap pustaka atau karya

yang lebih mempunyai relevensi terhadap topic yang diteliti. Penulis

menemukan beberapa penelitian yang ada hubungannya dengan yang diteliti

oleh penulis, yaitu:

10
Cut Asmaul Husna TR.Pdf.abenta.files.worpress.com.penemuan-dan-pembentukan –
hukum-the-living-law-melalui-putusan-hakim.pdf, diakses pada tanggal 12 April 2021
11
http://nursuciramadhan.blogspot.com/2012/10/sejarah-lahirnya-sosiologi-hukum.html
diakses pada tanggal 13 April 2021
12

Pertama, penelitian yang dilakukan atas nama Binti Kholifatur

Rosyidah Mahasiswi STAIN Kediri Tahun 2016 yang meneliti tentang

Tradisi Bubak Kawah Setelah Akad Nikah Perspektif Hukum Islam (Studi

kasus di Desa Puncu Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri). Yang

membedakan dengan judul yang diteliti oleh penulis adalah penulis

membahas tentang tradisi bubakan dalam perkawinan adat jawa secara

khusus yaitu perspektif Al-‘Adah Muhakkamah, dan juga tempat

penelitiannya berbeda. Sedangkan penelitian Mahasiswi Binti Kholifah

membahas tentang tradisi bubakan dalam pernikahan adat Jawa secara

umum yaitu perspektif Hukum Islam.12

Kedua, penelitian yang dilakukan atas nama Sugeng Rawuh

Mahasiswa IAIN Ponorogo yang meneliti tentang Ragam Pandangan Tokoh

Islam Terhadap Tradisi Bubakan Dalam Perkawinan Adat Jawa di Desa

Sendang Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo. Didalam skripsi ini

peneliti lebih banyak membahas tentang bagaimana pandangan tokoh islam

mengenai bubakan dalam perkawinan adat jawa, sedangkan penulis meneliti

bagaimana bubakan ini dalam perspektif Al-Adah Muhakkamah, dan

nantinya akan ada juga mewawancarai tokoh masyarakat dan tempat

penelitiannya juga berbeda.13

12
Binti Kholifatur Rosyidah “Tradisi Bubak Kawah Setelah Akad Nikah Perspektif Hukum
Islam (Studi kasus di Desa Puncu Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri), Skripsi (STAIN Kediri
program studi Ahwal Al-Syakhsiyah 2017)
13
Sugeng Rawuh “Ragam Pandangan Tokoh Islam Terhadap Tradisi Bubakan Dalam
Perkawinan Adat Jawa di Desa Sendang Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo” Skripsi (IAIN
Ponorogo Program Studi Ahwal Syakhshiyah 2018)
13

F. Pendekatan Penelitian

Metode mempunyai peran yang sangat penting dalam mencapai suatu

tujuan, dengan memakai tehnik serta alat-alat untuk mendapatkan kebenaran

yang objektif dan terarah dengan baik.

1. Jenis Penelitian

Adapun bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dengan

menggunakan penelitian kualitatif dengan analisis kualitatif. Penelitian

kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang diamati.

Definisi ini menitikberatkan pada jenis data yang dikumpulkan dalam

penelitian, yaitu data deskriptif kualitatif. Artinya penelitian kualitatif

adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif dan berupaya

menggali makna dari suatu fenomena14.

Pendekatan penelitian pada kajian ini adalah kualitatif deskriptif.

Penelitian dengan pendekatan penelitian yang bersifat deskriptif adalah

penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa,

kejadian yang terjadi saat sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan

perhatian pada masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian

berlangsung15. Dengan metode ini di harapkan dapat memberikan

gambaran dan informasi yang jelas, mengenai penelitian yang berjudul

14
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet.36, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2017), hlm. 3-4.
15
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2017), hlm. 34-35.
14

Tradisi Bubakan dalam Perkawinan Adat Jawa Perspektif Al-‘Adah

Muhakkamah.

2. Jenis dan sumber data

Sebagaimana layaknya penelitian lapangan, dalam penelitian ini ada

dua jenis data yang digunakan oleh peneliti, antara lain:

a. Data Primer

Data Primer yaitu data yang bersumber secara langsung dari

narasumber dengan metode interview (wawancara), observasi,

maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian

diolah oleh peneliti.16

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh peneliti

yang bersumber dari literature kepustakaan seperti buku serta sumber

lainnya seperti internet, jurnal, dan artikel yang berkaitan dengan

judul penelitian.

3. Pengumpulan Data

a. Observasi

Cara pengumpulan data observasi yaitu dengan perhatian tererpusat

terhadap gejala, kejadian atau sesuatu dengan tujuan menyimpulkan,

mengungkapkan factor-faktor penyebab dan menemukan kaidah-

kaidah yang mengaturnya. Metode pengumpulan data ini dilakukan

16
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:Sinar Grafika, 2013) Cet Ket-4. Hlm
106
15

dengan cara langsung mengenai bagaimana gambaran tentang tardisi

bubakan dalam perkawinan adat jawa.

b. Wawancara

Wawancara membantu jalannya observasi yang dilakukan maka

peneliti menggunakan metode wawancara. Wawancara adalah

pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui

Tanya jawab, sehingga dapat dikontribusikan makna dalam suatu

konflik.17

Dalam melakukan penelitian ini penulis telah mewawancarai

beberapa masyarakat Desa Lambur II, yaitu:

No. Nama Jabatan

1 Kaelan Ketua Adat/sesepuh

2 Anwar Rohim Tokoh Agama

3 Junaidi Tokoh Agama

4 Sudarlan Masyarakat Suku Jawa

5 Dukut Supriyanto Masyarakat Suku Jawa

6 Tika Karniati Staf Keuangan Desa

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah cara memperoleh dan pengumpulan data dalam

penelitian kualitatif untuk mengetahui fakta yang akan diteliti.

Dalam

17
Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Jakarta: Alfabeta, 2009), hlm 27
16

hal ini yang digunakan ialah metode dokumentasi yang digunakan

untuk mendapatkan data berupa, gambar-gambar hasil dari

pendokumentasian kegiatan berupa Bubakan.

4. Analisi Data

Untuk mengkaji data menggunakan analisis kualitatif yaitu yang

dilakukan berupa jalan bekerja menggunakan data, memilah-milahnya

membentuk satuan yang dapat dikelola, mendapatkan apa yang penting

dan apa yang dipelajari serta menentukan apa yang dapat diceritakan

kepada orang lain. Analisis data pada penelitian kualitatif dilakukan

secara induktif, setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah

mengkaji data apa yang merupakan cara untuk mencari dan menata

secara sitematis catatan hasil dari wawancara, observasi dan lain-lainnya.

G. Sistematika Penulisan

Supaya mengetahui materi yang akan dibahas dalam skripsi ini

secara global atau menyeluruh maka penulis akan menyusun sistematika

penulisan sebagai berikut:

ABSTRAK

DAFTAR ISI

BAB I: Pendahuluan, adapun pembahasannya yaitu: Latar Belakang,

Rumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Teori,

Tinjauan Pustaka, Pendekatan Penelitian, Sistematika Penulisan.

BAB II: Landasan Teoritis, adapun pembahasan yang pertama yaitu:

Pengertian dari Pernikahan, hukum pernikahan, syarat sahnya pernikahan,


17

syarat-syarat dan rukun nikah, Yang kedua: pengertian bubakan,peralatan

bubakan, dan pelaksanaan tardisi bubakan.

BAB III: Gambaran Umum tempat penelitian, adapun pembahasannya

yaitu: Profil Desa Lambur II kabupaten Tanjung Jabung Timur, yang terdiri

dari Sejarah Desa Lambur II, Letak Geografis Desa Lambur II, Struktur

Organisasi Pemerintahan Desa Lambur II dan Visi serta Misi Desa Lambur

II.

BAB IV: Pemabahasan dan hasil penelitian, adapun pembahasannya yaitu:

bagaimana pelaksanaan tradisi bubakan dalam perkawinan yang

dilaksanakan di Desa Lambur II, bagaimana pandangan tokoh masyarakat

terhadap tradisi bubakan dalam perkawinan adat Jawa di Desa Lambur II,

bagaimana eksistensi bubakan di Desa Lambur II, dan bagaimana tradisi

bubakan tersebut dalam perspektif Al-‘Adah Muhakamah.

BAB V: Penutup, adapun pembahasannya adalah kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA
BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Teori Perkawinan

1. Pengertian Perkawinan

Perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk

memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan akad nikah (melalui jenjang

perkawinan)18.

Pengertian perkawinan, ada beberapa pendapat yang berbeda anatar

pendapat yang satu dengan pendapat yang lain. Menurut ulama

Syafi’iyah perkawinan ialah suatu akad dengan menggunakan lafal nikah

atau zawj yang menyimpan arti wati’ (hubungan intim). Artinya dengan

pernikahan seseorang dapat memiliki satu dapat kesenangan dari

pasangannya.19

Secara Bahasa pernikahan berasal dari kata nikah, yang artinya

pencampuran dan penggagabungan20. Sedangkan arti nikah menurut

istilah adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikat diri

antara seorang laki-laki dengan seorang wanita untuk menghalalkan

suatu hubungan kelamin antara keduanya sebagai dasar suka rela atau

keridhaan hidup keluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan

18
Sudarto, Fiqih Munakahat, (Yogyakarta: Deepublish Publisher, 2021), hlm. 11
19
Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat, (Bandung :Pustaka Setia, 2001) hlm. 9
20
Syaikh Hasan Ayyub, Fiqih Keluarga, (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar, 2001), Hlm 3

18
1

ketentraman dengan cara yang diridhai Allah SWT. Seperti yang

telah dijelaskan oleh Zayn Al-din al-Malibari, mengenai pengertian

nikah menurut istilah adalah:

Pengertian nikah itu ada tiga, yang pertama adalah secara bahasa

nikah adalah hubungan intim dan mengumpuli, seperti dikatakan pohon

itu menikah apabila saling membuahi dan kumpul antara yang satu

dengan yang lain, dan juga bisa disebut secara majaz nikah adalah akad

karena dengan adanya akad inilah kita dapat menggaulinya. Menurut

Abu Hanifah adalah Wati’ akad bukan Wat’ūn (hubungan intim). Kedua,

secara hakiki nikah adalah akad dan secara majaz nikah adalah Wat’ūn

(hubungan intim) sebaliknya pengertian secara bahasa, dan banyak dalil

yang menunjukkan bahwa nikah tersebut adalah akad seperti yang

dijelaskan dalam al-Qur’ān dan Hadith antara lain adalah firman Allah.

Pendapat ini adalah pendapat yang paling diterima atau unggul

menurut golongan Syafi’yah dan Imam Malikiyah.Ketiga, pengertian

nikah adalah antara keduanya yakni antara akad dan Wati’ karena

terkadang nikah itu diartikan akad dan terkadang diartikan wat’ūn

(hubungan intim)21.

Sedangkan menurut para ulama fiqih menyebutkan akad yang

mereka kemukakan adalah:

Dalam setiap perikatan akan timbul hak-hak dan kewajiban pada dua

sisi. Maksudnya, apabila mempunyai kemauan atau kesanggupan yang


21
Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat, (Bandung:Pustaka Setia, 2001), Hlm 13
2

dipadukan dalam satu ketentuan dan disayaratkan dengan kata-kata, atau

sesuatu yang bisa di pahami demikian, maka dengan itu terjadilah

peristiwa hukum yang disebut dengan perikatan.22

Secara istilah, menurut Imam Syafi’i, nikah (kawin) yaitu akad yang

dengannya menjadi halal hubungan seksual antara pria dengan wanita.

Menurut Imam Hanafi, nikah (kawin) yaitu akad (perjanjian) yang

menjdaikan halal hubungan seksual sebagai suami istri yaitu antara

seorang pria dengan seorang wanita. Menurut Imam Malik, nikah adalah

akad yang mengandung ketentuan hukum semata-mata untuk

membolehkan wathi’ (bersetubuh), bersenang-senang dan menikmati apa

yang ada pada diri seseorang wanita yang boleh nikah dengannya.23

Dari pengertian di atas walaupun ada perbedaan pendapat tentang

pengertian perkawinan, tetapi dari semua rumusan yang dikemukakan ada

satu unsur yang merupakan kesamaan dari seluruh pendapat, yaitu, bahwa

nikah itu merupakan suatu perjanjian perikatan antara seorang laki-laki dan

seorang perempuan.

Perjanjian disini bukan sembarang perjanjian seperti perjanjian jual-beli

atau sewa-menyewa, tetapi perjanjian dalam nikah adalah merupakan

perjanjian suci untuk membentuk keluarga antara seorang laki-laki dan

seorang perempuan untuk menghalalkan hubungan antara keduanya dan

22
Achmad Kuzairu, Nikah Sebagai Perikatan,(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1995), hlm.1-2
23
Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenandamedia Group, 2016), hlm
24
2

juga mewujudkan kebahagiaan dan ketentraman serta memiliki rasa kasih

sayang, sesuai dengan sistem yang telah di tentukan oleh syari’at Islam.24

Menurut ajaran Islam, melangsungkan pernikahan berarti melaksanakan

ibadah. Melakukan perbuatan ibadah berarti melaksanakan ajaran agama.

Dalam sunnah qauliyah (sunah dalam bentuk perkataan) Rasulullah

bersabda:

“Barang siapa yang menikah berarti ia telah melaksanakan separuh


(ajaran) agamanya, yang separuh lagi hendaknya ia bertaqwa kepada
Allah”. Rasulullah memerintahkan orang-orang yang telah mempunyai
kesanggupan, supaya manikah, hidup berumah tangga karena pernikahan
akan memelihara dari (melakukan) perbuatan-perbuatan yang dilarang
Allah.25
Perkawinan adalah suatu perjanjian perikatan antara seorang laki-

laki dan seorang perempuan, dalam hal ini perkawinan merupakan

perjanjian yang sakral untuk membentuk keluarga yang kekal dan

bahagia. Bahkan dalam pandangan masyarakat perkawinan itu bertujuan

membangun, membina dan memelihara hubungan kekerabatan yang

rukun dan damai. Pernikahan dilihat dari segi hukum merupakan suatu

perjanjian, dalam Q.S An-Nisa ayat 21:


َ‫ل ْي ًظا‬
ِ ‫و َك ْي َف َتأ ْ ُخ ُذ ْو َن ٗه َو َق ْد َا ْف ٰضى َب ْع ُض ُك ْم ِا ٰلى َب ْع ٍض َّو َا َخ ْذ َن ِم ْن ُك ْم ِّم ْي َثا ًقا َغ‬

Artinya: “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian


kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan
mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”26

24
Imam Sudiyat, Asas-asas Hukum Adat Bekal Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1991)Hlm.
1-2
25
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 1997)hlm. 3
26
Q.S An-Nisa ayat 21 Urutan ke-3
2

Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah

ikatan suci antara laki-laki dan perempuan yang menjadikannya halal

untuk hidup bersama menjadi suatu keluarga baru yang sah di mata

agama dan hukum. Pernikahan adat Jawa merupakan pernikahan yang

dilaksanakan menggunakan serangkaian dari tradisi masyarakat adat

Jawa, mulai dari proses sebelum pernikaha, akad/acara pernikahan

sampai setelah pernikahan.

Pernikahan bagi masyarakat Jawa bukan hanya sebagai pembentukan

rumah tangga yang baru, tetapi pernikahan juga merupakan sesuatu yang

dapat membentuk ikatan dua keluarga besar yang mungkin berbeda

dalam segala hal, baik budaya, sosial, ekonomi dan lain sebagainya 27.

Pernikahan dalam adat Jawa adalah sesuatu yang sangat berharga,

sehingga dalam melaksanakannya penuh dengan kehati-hatian.

Adapun tujuan dari perkawinan yaitu:

Orang yang menikah sepantasnya tidak hanya bertujuan untuk

menunaikan syahwatnya semata, sebagaimana tujuan kebnyakan

manusia pada hari ini. Namun hendaknya ia menikah karena tujuan-

tujuan berikut:

a. Melaksanakan anjuran Nabi

Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam dalam sabdanya:

‫َ َي ز َّوج‬
‫ي ا م ْ ع ش ر ش ب َ ط اع ك م ا ْ ل‬
‫ة َت‬‫َبا‬ ‫من ا ت من‬ ‫ال‬
‫َبا‬
‫ف‬
‫ء‬ ‫س‬
‫ْل‬

27
Artati Agoes, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinna Adat Jawa: Gaya
Surakarta dan Yogyakarta, (Jakarta: Granmedia Pustaka Umum, 2001) Hlm. 1
2

Artinya:”Wahai sekalian para pemuda! siapa diantara kalian yang


telah mampu untuk menikah, maka hendaklah ia menikah….”
b. Memperbanyak Keturunan umat

Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda yang artinya:

‫تزوجوا الودود الولود فاني مكاثر بكم األمم‬

“Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang lagi subur,


karena (pada hari kiamat nanti)aku membanggakan banyaknya
jumlah kalian dihadapan umat-umat yang lain”.

c. Menjaga kemaluannya dan kemaluan istrinya

Menundukkan pandangan dan pandangan istrinya dari yang haram 28,

karena Allah SWT berfirman:

‫أَز َ ه ْۗ ْم‬ ِ ‫ن ض أَ ْب َ ْ َ َ ظو رو ه‬ ‫قُل ِلّ ْل ْ ِن‬


‫َك ل‬ ‫يغ و من ص م ي ف ۟ا ُف ج ْم ل‬ ‫ؤي‬
‫ك ى‬ ‫َذ‬ ‫ر‬ ‫۟ا‬ ‫م‬
‫ح‬ ‫و‬ ‫ه‬ ‫م‬
‫بما َ عون‬ ‫إن ٱ ََّ خ ِبي‬
ِ
‫ي ن‬ ‫لل ٌۢ ˚ر‬

‫ص‬
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya;
yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.29

‫ي ْ ب ِ دي ن‬
َ ‫ظن جه‬ َ َ ‫وُقل ِلّ ْل ْ َ ي ضضن من َص‬
‫فُرو ن َل‬ ‫ْب رهن ي ف‬ ‫ؤ ن ْغ‬
‫و‬ ‫مٰ ت‬
‫ح‬ ‫و‬ ‫م‬
‫زي َن َت هن ِإ ََّل ظ م ْنها‬
‫ما هر‬
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan kemaluannya dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) Nampak dari
padanya…..”.30
2

28
Muhammad Yunus Shamad, Hukum Pernikahan Dalam Islam, Jurnal Vol 1, No.1 2017
29
Q.S. An-Nur Ayat 30 Urutan ke-24
30
Q.S. An-Nur. Ayat 31 Urutan ke-24
2

2. Hukum Perkawinan

Hukum perkawinan itu asalnya mubah (boleh), yang artinya tidak

diwajibkan tetapi juga tidak dilarang. Adapun dasar firman Allah dalam

Al-qur’an surah An-Nur ayat 32:


َ‫ل ِح ْي َن ِم ْن ِع َبا ِد ُك ْم َو ِا َم ۤا ِ ى ُك ْۗ ْم ِا ْن َّي ُك ْو ُن ْوا فُ َق َر ۤا َءَو‬
ِ ‫ا ْن ِك ُحوا ا ْل َيا ٰمى ِم ْن ُك ْم َوال ٰ ’ص‬

ِ ْ ‫ه ُ َ َوالول ٰا ’ِّس ˚ع َع ِل ْي ˚مُي‬, ْۗ ‫ن ِه ُم ِالمل ٰ ْ ّ’ن َف ْض ِل‬


‫غ‬

Arinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu,


dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka
miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-nya dan Allah
Maha luas (pemberian-nya) lagi Maha Mengetahui”31
Adapun hukum menikah, dalam pernikahan berlaku hukum taklifi

yang lima, yaitu:

a. Wajib

Pernikahan hukumnya menjadi wajib apabila seseorang sudah

mampu menikah yang dilihat dari segi biaya hidup sudah mencukupi

dan nafsunya telah mendesak untuk melakukan persetubuhan yang

dikhawatirkan akan terjerumus dalam praktek perzinaan.

b. Haram

Pernikahan hukumnya menjadi haram apabila seseorang itu tidak

mampu memenuhi kebutuhan nafkah lahir dan batin kepada calon

istrinya, sedangkan nafsunya belum mendesak.

31
Q.S. An-Nur Ayat 32 Urutan ke-24
2

c. Sunnah

Pernikahan hukumnya menjadi sunnah bagi orang yang nafsunya

telah mendesak dan mempunyai kemampuan untuk menikah, tetapi

ia masih dapat menahan diri dari berbuat haram.

d. Makruh

Pernikahan hukumnya menjadi makruh bagi orang yang lemah

syahwatnya dan tidak mampu memberbelanjakan calon istrinya.

e. Mubah

Pernikahan hukumnya menjadi mubah bagi orang tidak terdesak oleh

alas alas-an yang mewajibkan segera nikah atau karena alasan yang

mengharamkan untuk nikah.32

3. Rukun dan Syarat Perkawinan

Secara istilah rukun adalah suatu unsur yang merupakan bagian yang

tak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah

atau tidaknya suatu perbuatan tersebut dan ada atau tidaknya sesuatu itu.

Sedangkan syarat adalah sesuatu yang tergantung padanya keberadaan

hukum dan ia berada diluar hukum itu sendiri yang ketiadaanya

menyebabkan hukum itupun tidak ada.

Dalam syari’ah rukun dan syarat sama-sama menentukan sah atau

tidaknya suatu transaksi. Perbedaan rukun dan syarat menurut ulama

ushul fiqih, bahwa rukun merupakan sifat yang kepadanya tergantung

keberadaan hukum, tetapi ia berada di dalam hukum itu sendiri,


32
Wahyu Wibisana, Pernikahan Dalam Islam, Jurnal Vol-14, No.2, 2016
2

sedangkan syarat merupakan sifat yang kepadanya tergantung

keberadaan hukum tetapi ia berada diluar hukum itu sendiri. Sah yaitu

sesuatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhi rukun dan syarat.

Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan itu terdiri atas33:

a. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan pernikahan, yang

tidak terhalang dan terlarang secara syar’i untuk menikah, diantara

perkara syar’i yang menghalangi keabsahan suatu pernikahan

misalnya si wanita yang akan dinikahi oleh si lelaki karena adanya

hubungan nasab atau penyusuan. Atau si wanita sedang dalam masa

iddahnya dan sebagainya. Penghalang lainnya adalah apabila si lelaki

adalah orang kafir, sementara si wanita yang akan dinikahinya adalah

seorang muslimah.34

b. Adanya wali dari pihak wanita

c. Adanya dua orang saksi

d. Sighat akad nikah35

e. Ridhonya pihak mempelai pria dan ridhonya pihak mempelai wanita.

Adapun syarat sahnya perkawinan adalah:

a. Syarat calon pengantin laki-laki dan perempuan

Adapun syarat-syarat calon mempelai laki-laki:

33
Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta:Kencana Prenada Media, 2010) Hlm.
46
34
Muhammad Yunus Shamad, Hukum Pernikahan Dalam Islam, Jurnal Vol 1, No.1 2017
35
Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta:Kencana Prenada Media, 2010) Hlm.
46
2

1) Beragama Islam

2) Orangnya di ketahui tertentu

3) Bukan mahram dengan calon istri

4) Bukan dalam ihram haji atau umrah

5) Dengan kerelaan sendiri (tidak sah jika dipaksa)

6) Mengetahui wali yang sah bagi akad nikah tersebut

7) Mengetahui bahwa perempuan itu boleh dan sah dinikahi

8) Tidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam satu masa.

Adapun syarat-syarat calon mempelai wanita

1) Beragama Islam

2) Orang yang diketahui tertentu

3) Tidak dalam keadaan Iddah

4) Bukan dalam ihram haji atau umrah

5) Dengan rela hati (bukan dipaksa kecuali anak gadis)

6) Bukan perempuan mahram dengan calon suami

7) Bukan istri orang atau masih ada suami.

b. Syarat Wali

Syarat yang kedua yaitu adanya wali, perkawinan tanpa wali tidaklah

sah. Berdasarkan sabda Nabi SAW:

“Tidak sah pernikahan tanpa wali”36

Adapun syarat wali diantaranya adalah:

1) Beragama Islam
36
Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat,Hlm. 59
2

2) Adil

3) Baligh

4) Lelaki

5) Merdeka

6) Tidak fasik, kafir dan murtad

7) Bukan dalam ihram haji atau umrah

8) Waras_tidak cacat akal fikiran atau gila

9) Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan.

10) Tidak muflis atau ditahan kuasa atas hartanya.

Adapun orang-orang yang berhak menjadi wali yaitu:

1) Bapak/ayah kandung

2) Kakek dan seterusnya keatas

3) Saudara laki-laki sekandung/seayah

4) Anak laki-laki dari paman sekandung/seayah

5) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung/seayah

6) Paman sekandung/seayah

7) Anak laki-laki dari paman sekandung/seayah

8) Saudara kakek

9) Anak laki-laki saudara kakak37

37
Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992) Hlm. 602
3

c. Syarat Saksi

Sebagian besar ulama berpendapat saksi merpakan syarat (rukun)

perkawinan. Karena itu perkawinan (akad nikah) tanpa dua orang

saksi tidak sah. Inilah pendapat syafi’i, khanafi, hanbali.

Menurut kebanya kan ulama dua orang saksi itu wajib ada bersama,

demikian pendirian ulama khuffah. Sedang menurut ulama madinah ,

termasuk imam malik, akad nikah sah apabila didatangi oleh seorang

saksi, kemudian datang lagi seorang saksi, jika perkawinan itu

diumumkan.38

Adapun syarat-syarat bagi seorang saksi diantaranya adalah:

1) Islam

2) Lelaki

3) Baligh

4) Berakal

5) Merdeka

6) Sekurang-kurangnya dua orang

7) Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul

8) Dapat mendengar, melihat dan bercakap (tidak buta, bisu atau

pekak)

9) Adil (tidak melakukan dosa besar dan tidak berterusan

melakukan dosa-dosa kecil)

38
Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, Hlm. 64-65
3

10) Bukan tertentu yang menjadi wali (misalnya, bapa saudara lelaki

yang tunggal). Katakanlah hanya ada seorang bapa saudara yang

sepatutnya menjadi wali dalam perkawinan itu tetapi dia

mewakilkan kepada orang lain untuk menjadi wali sedangkan dia

hanya menjadi saksi, maka perkawinan itu tidak sah karena dia

dikira orang tertentu yang sepatutnya menjadi wali.39

d. Syarat Ijab Qobul

Untuk terjadinya akad yang mempunyai akibat-akibat hukum pada

suami istri haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) Kedua belah pihak sudah tamyiz

2) Ijab qabulnya dalam satu majlis, yaitu ketika mengucapkan ijab

qabul tidak boleh diselingi dengan kata-kata lain, atau menurut

adat dianggap ada penyelingan yang menghalangi peristiwa ijab

qabul. 40

B. Bubakan Dalam Perkawinan Adat Jawa

1. Pengertian Bubakan

Tradisi bubak merupakan suatu tradisi dalam perkawinan adat Jawa

yang dilangsungkan ketika acara resepsi perkawinan bubakan

merupakan suatu hal yang sudah menjadi tradisi masyarakat adat jawa,

baik yang beragama Islam maupun non Islam, dan dalam masyarakat

sendiri banyak sekali adat dan kebiasaan yang berkembang dalam

39
Muhammad Yunus Shamad, Hukum Pernikahan Dalam Islam, Jurnal Vol 1, No.1 2017
40
Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta:Kencana Prenada Media, 2010), hlm.
45-46
3

masyarakat, bubakan ini berasaldari kata mbubakyang artinya membuka,

tradisi bubakan sendiri hanya dilakukan ketika orang tua mempunyai

hajatan yang pertama kali khusus untuk pengantin wanita anak

pertama.41

2. Peralatan Bubakan

Peralatannya terdiri atas kemarang, berisi pisang raja setangkep, gula

kelapa setangkep, kelapa satu butir, ayam yang masih kecil, cok bakal,

kinarigan, tikar yang masih baru dan dilapisi kain/mori putih,

kendhil/klenthing sebanyak tiga buah, kendhil pertama berisi: beras

ketan, beras merah, dan dua butir telur; kendhil kedua berisi: buah-

buahan dan kue; kendhil ketiga berisi: kelapa muda berisi santan, dan

kembar mayang. Kendhil/klenthing adalah lambang dari cupu manik

astagina. Cupu manik astagina merupakan tempat untuk menyimpan

titipan wiji banyu suci purwitasari dari seorang laki-laki kepada istrinya,

hal ini yang nanti akan dipergunakan untuk dialog antara ayah dan ibu

calon temanten. Ketan dan beras merah melambangkan rezeki dan

berkah, dengan telah dilaksanakannya bubakan diharapkan rezeki dan

berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa bisa lancar, baik rezeki untuk

orang tua calon temanten maupun rezeki calon temanten, sedangkan

kelapa muda yang diisi santan sebagai gambaran air susu.

Jadi pada acara bubak temanten ada seorang putra menyerahkan

kelapa muda kepada ibu, dengan maksud sebagai persembahan seorang


41
Wawancara dengan Kaelan, Ketua Adat Jawa, Desa Lambur II, 11 Februari 2022
3

putra yang sudah dewasa kepada ibunya, mengingat bahwa pada masa

anak-anak disusui oleh ibunya. Telur melambangkan bahwa manusia

berasal dari benda yang berwarna merah dan putih.

3. Pelaksanaan Bubakan

Tradisi bubakan ini biasanya dilaksanakan ketika calon mempelai itu

perempuan dan anak pertama. Maka menurut tokoh masyarakat ritual ini

wajib dilakukan. Dan pelaksanaannya menggunakan prosesi upacara

sesuai dengan adat jawa.42

Diberbagai Daerah akan berbeda dalam pelaksanaan Upacara

bubakan ini. Di wilayah Ponorogo, Jawa Timur prosesi Upacara

bubakanadalah sebagai berikut, Bapak dan Ibu Pengantin akan keluar

dengan menggendong dua kendil yang lengkap dengan penutupnya atau

sering disebut sebagai daringan kebak.43

Kemudian daringan kebak akan ditaruh di meja bersama semua uba

rampe (sesajen) untuk bubakan. Kemudian Bapak/Ibu tadi akan

membuka daringan kebak masing-masing, dan Pawang atau Tetua akan

menerangkan isi daringan Kebak tersebut. Adapun isi daringan kebak

yang digendong si bapak adalah , Syahadat, Fatehah, Panetep Panata

Gama. Ini mempunyai arti sebagai hubungan Vertikal antara manusia

dan Allah Sang maha pencipta, Ini mengingatkan kita agar selalu

42
Suarno Pringggawidagda, Tata upacara dan wicara (penerbit kanisius angota ikapi 2006),
275
43
Sugeng Rawuh, “Ragam Pandangan Tokoh Islam Terhadap Tradisi Bubakan Dalam
Perkawinan Adat Jawa Di Desa Sendang Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo”, Skripsi (IAIN
Ponorogo Program Studi Ahwal Syakhshiyah 2018).
3

bertaqwa dan menjalankan kewajiban terhadap sang pencipta sesuai

agama yang kita anut, dan isi daringan kebak yang digendong si ibu

berisi : kacang kawak, kedelai kawak, semua serba kawak atau serba

semua yang sudah tersimpan terlalu lama.

Ini mempunyai arti Doa dan permintaan kepada yang maha kuasa

semoga pengantin yang dinikahkan akan langgeng menjalani sejahtera

rumah tangga hingga usia tua. Setelah itu teua akan minta

Paseksen/kesaksian dari hadirin semua bahwa bapak/ibu yang

mempunyai hajat sudah melaksanakan Upacara bubakan. Sebagai

imbalan yang punya hajat akan memberikan buah pisang dan uang.44

C. Kaidah Al-‘Adah Muhakkamah

1. Pengertian Kaidah Al-‘Adah Muhakkamah

‘Al-‘Adah Muhakkamah artinya yaitu suatu kebiasaan yang dapat

dijadikan peraturan hukum. Kebiasaan dalam kata aturan hukum sering

disebut sebagai urf atau adat. Walaupun banyak ulama yang

membedakan diantara keduanya.45

Secara bahasa, Al-‘adah diambil dari kata Al-‘aud atau Al-

mu’awadah yang artinya berulang. Oleh karena itu, secara Bahasa Al-

‘adah berarti perbuatan atau ucapan serta lainnya yang dilakukan

berulang-ulang sehingga mudah untuk dilakukan karena sudah menjadi

44
Suwarna Pringgawidagda, Tata upacara dan wicara (Penerbit Kanisius Aggota ikapi
2006). 276
45
Muchlis, Usman, Kaidah-kaidah Istinbath Hukum Islam (Kaidah-kaidah Ushuliyah dan
Fiqhiyah).hlm 210
3

kebiasaan. Secara terminology, Adah adalah sebuah kecenderungan

(berupa ungkapan atau pekerjaan) pada satu obyek tertentu, sekaligus

pengulangan akumulatif pada obyek pekerjaan dimaksud, baik dilakukan

oleh pribadi atau sekelompok. Akibat pengulangan itu, ia kemudian

dinilai sebagai hal yang lumrah dan mudah dikerjakan. Aktifitas itu telah

mendarah daging dan hampir menjadi watak pelakunya. Ringkasanya

kata Al-‘adah itu sendiri disebut demikian karena ia lakukan secara

berulang-ulang, sehingga menjadi kebiasaan masyarakat.46

Sedangkan “Muhakkamatun” secara bahasa adalah isim maf’ul dari

“takhkiimun” yang berarti “menghukumi dan memutuskan perkara

manusia”. Dapat disimpulkan bahwa Al-‘adah Muhakkamah memiliki

arti sesuatu adat yang bisa dijadikan sandaran penetapan atau penerapan

suatu ketentuan hukum ketika terjadi permasalahan yang tidak

ditemukan ketentuannya secara jelas dan tidak ada pertentangan dengan

suatu aturan hukum yang bersifat khusus atau meskipun terdapat

pertentangan dengan suatu aturan hukum yang bersifat umum.47

Kata ‘Adah memiliki sinonim dengan ‘Urf. ‘Adah dan ;Urf keduanya

berasal dari kata bahasa arab dan sering dibicarakana dalam literature

fiqh.48 Sedangkan secara terminology, seperti dikemukakan Abdul-

Karim Zidan, istilah ‘Urf berarti sesuatu yang tidak asing lagi bagi satu

46
Satria Efendi, M. Zein, Ushul Fiqh. hlm153
47
Saiful Jazil, “Al-‘Adah Muhakkamah, ‘Adah dan ‘Urf sebagai metode Istinbath Hukum
Islam”,hlm. 322
48
Samsul Munir Amin, Kamus Ushul Fikih, (Jakarta:Amzah,2009) cet ke-2. hlm 333
3

masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan menyatu dengan

kehidupan mereka, baik berupa perbuatan ataupun perkataan. Istilah ‘Urf

dalam pengertian tersebut sama dengan pengertian istilah Al-‘Adah (Dt

istiadat). Lebih jelasnya, ‘Urf adalah sesuatu yang telah dikenal oleh

masyarakat dan merupakan kebiasaan dikalangan mereka baik berupa

perkataan maupun perbuatan.49

Dari beberapa keterangan diatas, adapun maksud dari kaidah Al-

‘Adatu Muhakkamah menurut istilah para ulama yaitu bahwa segala

sesuatu adat kebiasaan dan ‘urf itu bisa bisa dijadikan sebuah sandarac

untuk menetapkan hukum Syar’I apabila tidak terdapat nash syar;I atau

lafadz shorih (tegas) yang bertentangan dengannya.

2. Dasar Hukum Al-‘Adah Muhakkamah

Ketika ini dikembalikan kepada ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi,

ternyata banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits nabi yang

menggunakannya. Sehingga kaidah tersebut setelah di kaj dan di asah

oleh para ulama sepanjang sejarah hukum Islam, hingga menjadi kaidah

yang tepat. Diantara ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Surat Al-‘Araf(7):199

ُ ‫ل ْي ن‬
ِ ‫خ ِذ ا ْل َع ْف َو َو ْأ ُم ْر ِبا ْل ُع ْر ِف َو َا ْع ِر ْض َع ِن ا ْل َجا ِه‬ ََ

49
Abdul Whab Khallaf, Ushul Fiqh (Jakarta: Rhineka Cipta, 2005),hlm 104
3

Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta


jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.50

b. Surat At-Thalaq (65):7


‫ف َاللٰن ’ّْف ًسا‬
ُ ُ ‫ف ْق ِم َّما ٓ ٰا ٰتى ُ ُه ْۗال َلٰل ّ’ ُي َك ِّل‬
ِ ‫ق ٗه َف ْل ُي ْن‬
ُ ‫يد ِ َهر ِر ْز‬
ِ ‫ه َو َم ْعن َ ُل ْق‬, ‫ن‬
ْۗ ‫سةَع ِّ ِم ْت‬
ٍ ‫س َع‬
َ َ ‫َ ي ْن ِف ْق ُذ ْو‬

‫َ ا ََّل َما ٓ ٰا ٰتى َهُ ْۗا س َي ْج َع ُ ُل َاللٰب ّ’ ْع َد‬


‫ع ْس ٍر ُّي ْس ًرا‬

Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah


menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezkinya
hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai)
dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan
membrikan kelapangan setelah kesempitan.51

c. Hadits riwayat al-Hakim dari Abdullah r.a

Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, baik pula disisi
Allah. Apa yang dipandang tidak baik oleh kaum muslimin, maka
tidak baik pula disisi Allah. (H.R Ahmad, Bazar, Thabrani dalam
Kitab Al-Kabiir dari Ibnu Mas’ud)52

Menurut para ulama, ‘adah bisa dijadikan dasar untuk menetapkan

hukum Islam apabila tradisi tersebut telah berlaku secara umum di

masyarakat tertentu. Sebaliknya, jika sebuah tradisi tidak berlaku secara

umum di masyarakat tertentu. Sebaliknya, jika sebuah tradisi tidak

berlaku secara umum, maka ia tidak dapat dijadikan pedoman dalam

menentukan boleh atau tidaknya tradisi tersebut dilakukan.

50
Q.S Al-‘Araf ayat 199 Urutan ke-7
51
Q.Q At-Thalaq (65):7 Urutan ke-65
52
Abu Abdullah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal, Musnad Imam ahmad, (Beirut:Alam al-
Kutub, 1998) Cet.1 Juz 1,hlm 379
3

Berdasarkan dalil-dalil kehujjahan ‘Urf diatas sebagai dalil hukum, maka

ulama terutama ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah merumuskan kaidah

hukum yang berkaitan dengan ‘Urf atau ‘Adah antara lain berbunyi:

“Semua ketentuan syara yang bersifat mutlak, dan tidak ada pembatasan
di dalamnya, bahkan juga tidak ada pembatasan dari segi keabsahan,
amaka pemberlakuannya dijukan kepada urf”53

Dikalangan ulama Ushul Fiqh, mereka membicarakannya tentang

macam-macam adat. Adat mendapat tempat sebagai dasar penetapan

hukum dengan syarat-syarat tertentu yaitu tidak bertentangan dengan

hukum-hukum syariat yang berlandaskan dalil atau sumber hukum yang

sah, baik Al-Qur’an maupun Sunnah dan dalil lainnya, juga berlaku dan

meluas dalam masyarakat umumnya. Adapun pembagian ‘adah/’urf

dilihat dari beberapa aspek:

1) Dilihat dari segi kualitas (baik atau buruk), ‘adah/’urf ada 2:

a) Adat yang shahih, adalah sesuatu yang sering dikenal oleh

manusia dan tidak bertentangan dengan dalil-dalil syara’, tidak

menghalalkan sesuatu yang diharamkan, dan tidak pula

membatalkan sesuatu yang wajib, sebagaimana kebiasaan mereka

mengadakan akad jasa pembuatan (produksi), kebiasaan mereka

membagi maskawin kepada maskawin yang didahulukan dan

maskawin diakhirkan penyerahannya, dan lain sebagainya.

53
Rahmad Dahlan, Ushul Fiqih, (Jakarta: Amzah, 2010), Hlm. 213
3

b) Adat fasid, adalah sesuatu yang sudah menjadi tradisi manusia,

akan tetapi tradisi itu bertentangan dengan syara’ atau

menghalalkan sesuatu yang diharamkan atau membatalkan sesuatu

yang wajib. Misalnya ialah adat kebiasaan manusia terhadap

berbagai kemungkinan dalam seremoni kelahiran anak dan pada

saat ditimpa keduakaan, dan tradisi mereka memakan harta riba

dan perjanjian judi.54

2) Adat apabila dipandang dari segi sifatnya, ada dua:

a) Adat qawli (perkataan), yaitu kebiasaan yang berlaku dalam kata-

kata atau ucapan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya adalah

kata “lahm” yang berarti daging. Pengertian daging dapat

mencangkup semua daging (daging ikan,sapi,kambing dan lain-

lain). Namun dalam adat kebiasaan sehari-hari kata daging itu

tidak berlaku untuk ikan. Oleh karena itu, jika ada orang yang

bersumpah “Demi Allah saya tidak akan makan daging” tetapi

kemudian ia makan ikan maka menurut adat ia tidak melanggar

sumpah meskipun ikan secara bahasa termasuk daging.

b) Adat fi’ly (perbuatan), yaitu kebiasaan yang berlaku pada

perbuatan. Umpamanya kebiasaan dalam jual beli barang-barang

yang kurang begitu bernilai. Transaksi antar penjual dan pembeli

hanya cukup dengan pembeli menerima barang dan penjual

menerima uang tanpa ada ucapan transaksi (akad). Kebiasaan


54
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih, (Semarang: Dina Utama, 1942)hlm. 123
4

mengambil rokok teman tanpa adanya ucapan meminta dan

memberi hal ini tidak di anggap mencuri.55

3) Adat apabila dipandang dari segi ruang lingkupnya, dibagi kepada

dua, yaitu:

a) Adat ‘am, yaitu kebiasaan yang telah umum berlaku dimana-mana

hampir diseluruh penjuru dunia tanpa memandang negara, bangsa

dan agama. Contohnya menganggukkan kepala pertanda setuju

dan menggelengkan kepada pertanda menolak. Jika ada orang

melakukan kebalikan dari itu, maka orang itu dianggap aneh dan

ganjil.

b) Adat khas, yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh sekelompok orang

ditempat tertentu atau pada waktu tertentu dan tidak berlaku

disembarang waktu dan tempat. Umpamanya adat menarik garis

keturunan melalui garis ibu atau perempuan (matrilineal) di

Minangkabau dan melalui bapak (Ptarilineal) di kalangan suku

Batak56.

3. Persamaan dan Perbedaan ‘Adah dengan ‘Urf

a. Persamaan ‘Adah dan ‘Urf

Ulama yang cenderung memberi kesamaan antara ‘Urf dengan ‘Adah

berpendapat bahwa tidak ada perbedaan yang prinsip antara ‘Urf

dengan ‘Adah, karena dua kata itu pengertiannya sama, yaitu segala

55
Sapiudin Shiddiq, Ushul Fiqih, (Jakarta: Prenadamedia group, 2014) hlm. 99
56
Sapiudin Shiddiq, Ushul Fiqih,hlm 100
4

sesuatu perbuatan yang telah berulang-ulang dilaksanakan sehingga

dikenal dan diakui oleh banyak orang. Dengan demikian meskipun

dua kata tersebut dapat dibedakan tetapi perbedaanya tidak berarti.57

b. Perbedaan ‘Adah dan ‘Urf

‘Urf sering dipahami sama dengan kata adat atau kebiasaan. ‘Urf

adalah apa yang telah dibiasakan oleh masyarakat dan dijalankan

terus menerus baik perbuatan maupun perkataan. Tetapi apabila

diperhatikan dari akar katanya, ada perbedaan yang mendasar di

anatara keduanya:

1) Kata adat berasal dari bahasa arab, akar katanya: ‘ada, ya’udu

yang mengandung arti perulangan. Oleh sebab itu segala

perbuatan yang baru dilaksanakan satu kali belum dinamakan

adat. Namun tidak ada pula tolak ukur yang pasti berapa kali hal

tersebut dilaksanakan agar mendapat julukan kata adat.

Sedangkan kata ‘urf pengertiannya tidak melihat dari segi

berulang kalinya suatu perbuatan yang dilaksanakan. Akan tetapi,

dari segi perbuatan tersebut sudah sama-sama dikenal dan diakui

oleh banyak orang.

2) Adat adalah suatu perbuatan atau perkataan yang terus menerus

dilaksanakan oleh orang-orang dikarenakan dapat diterima akal

dan secara kontiniu orang tersebut mau mengulanginya.

Sedangkan ‘urf adalah sesuatu perbuatan atau perkataan dimana


57
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 1 (Jakarta:Kencana, 2009). hlm 364
4

jiwa manusia merasakan suatu ketenangan dalam

mengerjakannya dikarenakan sudah berjalan dengan logika dan

dapat diterima oleh watak kemanusiaannya.

3) Al-Jurjanji membedakan dianatara adat dan ‘urf. Sesuatu yang

diesbut ‘Urf bukan hanya semata dapat diterima tabiat, tetapi

juga harus sejalan dengan akal manusia. Sedangkan sesuatu yang

dinamakan adat bukanlah semata-mata sejalan dengan akal sehat

saja, tetapi juga telah dipraktekkan manusia secara terus menerus

sehingga menjadi tradisi dikalangan manusia.58

4. Kaidah-kaidah Cabang Al-‘Adah Muhakkamah

a. Apa yang biasa diperbuat orang banyak adalah hujjah


(alasan/argument/dalil) yang wajib diamalkan
Maksud kaidah ini adalah apa yang sudah menjadi adat kebiasaan

dimasyarakat, menjadi pegangan, dalam arti setiap anggota

masyarakat menaatinya. Contohnya menjahitkan pakaian kepada

tukang jahit, sudah menjadi adat kebiasaan bahwa yang menyediakan

benang, jarum dan menjahitnya adalah tukang jahit.

b. Adat yang dianggap (sebagai pertimbangan hukum) itu hanyalah


adat yang terus menerus berlaku atau berlaku umum.
Maksudnya, tidak dianggap adat kebiasaan yang bisa dijadikan

pertimbangan hukum, apabila adat kebiasaan itu hanya sekali-sekali

terjadi dan atau tidak berlaku umum. Kaidah ini sesungguhnya

58
Faturrahman Azhari, Qawaid Fiqhiyyah Muamalah. (Banjarmasin:LPK,2015),hlm. 120
4

merupakan dua syarat untuk bisa disebut adat, yaitu terus menerus

dilakukan dan bersifat umum (keberlakuannya).

c. Adat yang diakui adalah adat yang umumnya terjadi dikenal oleh
manusia bukan dengan yang jarang terjadi.
Contohnya, para ulama berbeda pendapat tentang waktu hamil

terpanjang, tetapi bila menggunakan kaidah diatas, maka waktu

hamil terpanjang tidak melebihi satu tahun. Demikian juga dalam

menentukan menopause wanita dengan 55 tahun.

d. Sesuatu yang telah dikenal karena ‘Urf seperti yang disyaratkan


dengan suatu syarat.
Maksudnya ialah adat kebiasaan dalam bermuamalah mempunyai

daya ikat seperti suatu syarat yang dibuat, meskipun tidak secara

tegas dinyatakan.

e. Sesuatu yang telah dikenal di antara pedagang berlaku sebagai


syarat di antara mereka.
Sesungguhnya ini adalah dhabith karena berlaku hanya di bidang
muamalah saja, dan itupun dikalangan pedangang.
f. Ketentuan berdasarkan urf seperti ketentuan berdasarkan nash

Maksudnya ialah sesuatu ketentuan berdasarkan ‘Urf yang

memenuhi syarat ialah mengikat dan sama kedudukannya seperti

penetapan bedasarkan nash.

g. Sesuatu yang tidak berlaku berdasarkan adat kebiasaan seperti yang


tidak berlaku dalam kenyataan.
4

Maksudnya ialah apabila tidak mungkin terjadi berdasarkan adat

kebiasaan secara rasional, maka tidak mungkin terjadi dalam

kenyataannya.

h. Arti hakiki (yang sebenernya) ditinggalkan karena ada petunjuk arti


menurut adat.
Maksudnya adalah arti yang sesungguhnya ditinggalkan apabila ada

arti lain yang ditunjuk oleh adat kebiasaan. Contohnya, yang disebut

jual beli adalah penyerahan

i. Pemberian izin menurut adat kebiasan adalah sama dengan


pemberian izin menurut ucapan.
Abu Zahrah membatasi ‘Urf menyangkut kebiasaan manusia dalam

kegiatan muamalah mereka. Muamalah yang dimaksud ulama ini

sebgai bandingan dari bagian hukum Islam yang lain, yaitu aspek

ibadah. Pembatasan ini tentu didasarkan pada pertimbangan bahwa

umumnya ‘urf terkait dengan kegiatan muamallah.59

59
Dzauli, hlm 85-88
BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Aspek Historis dan Perkembangan Desa Lambur II

Desa Lambur II merupakan Daerah transmigrasi, sedangkan asal kata

Lambur itu sendiri belum diketahui begitu jelas makna dan artinya. Angka II

merupakan pengelompokan daerah transmigrasi yang pada saat itu terbagi II

untuk itulah Desa Lambur II terbentuk menjadi suatu area pemukiman yang

ditempati oleh penduduk transmigrasi.

Pemukiman penduduk desa Lambur untuk pertama kali adalah para

pendatang dari Pulau Jawa (Suku Jawa) sekitar Tahun 1980-an, karena

Lambur II merupakan Daerah transmigrasi maka para penduduknya

mendirikan pemukiman disekitar area tanah transmigrasi tersebut kemudian

diikuti dengan kelompok keluarga yang lain, setelah Daerah Lambur II

mengalami sedikit kemajuan secara berangsur-angsur masyarakat selain

jawa ikut mendatangi dan mengelola srea tanah transmigrasi di Desa

Lambur II ini, kemudian disusul pula oleh berbagai Suku lainnya seperti:

Bugis, Melayu, Banjar, Batak, Padang, dan Kerinci dengan tujuan yang

berbeda-beda.60

Tujuan dari pendatang kedesa Lambur II ini pertama kali adalah

sebagai Petani yang memerlukan lokasi tempat bertani serta tempat tinggal

yang dikarenakan populasi yang terjadi di Pulau Jawa semakin maju dengan

60
Wawancara Dengan Tika Karniati, Staf Keuangan , Desa Lambur II Kecamatan Muara
Sabak Timur, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 15 Februari 2022

44
4

pesat sehingga lahan pertanian, perkebunan, dan pemukiman

masyarakat semakin sempit. Perkembangan penduduk Desa Lambur II terus

mengalami kenaikan dari priode kepriode seperti pada akhir Tahun 1980an

dan awla 1990an jumlah penduduk yang datang cukup banyak, sehingga

mulai Tahun 1990an jumlah pendatang semakin bertambah dan bahkan ada

yang langsung datang dari berbagai daerah lainnya.

Sesuai perkembangan sistem administrasi Pemerintahan di Indonesia,

sebutan Desa sewaktu berdiri adalah kampung (termasuk kedalam maerga

nipah) yang dikepalai oleh seorang yang dengan KUPT (Kepala Unit

Pemerintahan Transmigrasi). Pemimpin pertama Desa ini secara

administrative pada tahun 1980an dengan Kepala KUPT Budi Setiono

dengan masa jabatan 5 Tahun sebagai seorang yang mengepalai semua

urusan yang menyangkut Transmigrasi dan penduduk transmigrasi di Desa

Lambur II. Setelah itu dilanjutkan oleh Munaris sebagai Pjs.Kepala Desa

yang menjabat selama 2 Tahun hingga akhirnya pada tahun 1989 Kepala

Desa Lambur II dijabat oleh Katimo Atmo TS sebagai Kepala Desa

Defenitif selama 8 Tahun.61

Sesuai dengan diberlakukan UU No.5 Tahun 1979 tentang

pemerintah Desa sebagai sebutan kampung berubah menjadi Desa yang

dikepalai oleh seorang yang disebut dengan Kepala Desa, maka pada tahun

1981 mulailah dibentuk suatu sistem Kepemerintahan Desa. Seiring dengan

61
Wawancara Dengan Tika Karniati, Staf Keuangan, Desa Lambur II Kecamatan Muara
Sabak Timur, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 15 Februari 2022
4

pertambahan dan perluasan wilayah yang terus meningkat, namun sampai

sekarang masih tetap popular dengan sebutan Datuk. Sejak berdirinya Desa

Lambur II sampai sekarang telah tercatat 5 orang pemimpin Desa.62

Tabel 1.1

Perkembangan Kepemimpinan Desa Lambur II63

NO NAMA Tahun Manjabat Sebutan

1 Budi Setiono 1980-1985 KUPT

2 Munaris 1986-1988 Pjs. Kepala Desa

3 Katimo Atmo TS 1989-1997 Kepala Desa

4 Sumpana, SP 1998-2006 Kepala Desa

5 Hendri Wirawan, S.Sos 2007-2008 Pjs. Kepala Desa

6 Sumapa, SP 2008-2010 Pjs. Kepala Desa

7 Andi 2010-2016 Kepala Desa

8 Suradi 2016 Pjs. Kepala Desa

9 Andi, SE 2016-2022 Kepala Desa

Hingga sekarang Kepala Desa Lambur II terus berganti sesuai

dengan masa jabatan dan ketentuan yang berlaku.

62
Wawancara Dengan Tika Karniati, Staf Keuangan, Desa Lambur II, Kecamatan Muara Sabak Timur
Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 15 Februari 2022
63
Kantor Desa Lambur II, Kecamatan Muara Sabak Timur, Kabupaten Tanjung Jabung Timur
Perkembangan Kepemimpinan Desa Batu Ampar, 15 Februari 2022
4

B. Aspek Geografis Desa Lambur II

Desa Lambur II terletak di Pesisir Pantai Timur Provinsi Jambi,

secara geografis Desa ini berada pada pinggir pantai Muara Sungai Batang

Hari dengan koordinat geografis, BT sampai BT, dan antara LS sampai LS.

Secara administratif Desa Lambur II berada di Kecamatan Muara Sabak

Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Desa Lambur II,

terdiri dari 25 RT dan 5 Dusun yang terbagi berdasarkan Blok dan jalur yang

telah ditentukan. Desa ini memiliki luas wilayah 2500 Ha atau 5 Km 2 yang

berbatasan langsung dengan:

Tabel 1.2

Letak Geografis64

NO Letak Geografis Nama Desa

1 Sebelah Utara Desa Simbur Naik

2 Sebelah Selatan Desa Lambur 1

3 Sebelah Barat Desa Kota Harapan/Desa Lambur Luar

4 Sebeah Timur Desa Trimulya

Jarak Desa Lambur II ke Kantor Camat, Ibukota Kabupaten, Provinsi

Jambi, dan Ibukota Negara Jakarta adalah sebagai berikut:

64
Kantor Desa Lambur II, Kecamatan Muara Sabak Timur, Kabupaten Tanjung Jabung
Timur Letak Geografis, 15 Februari 2022
4

Tabel 1.3

Jarak Desa65

No Nama Tempat Jarak Tempuh

1 Ke Kantor Camat 30 KM

2 Ke Ibukota Kabupaten Tanjung Jabung Timur 60 KM

3 Ke Ibukota Provinsi Jambi 98 KM

4 Ke Ibukota Jakarta 2.550 KM

Sebagai Desa yang merupakan Desa transmigrasi yang mayoritas

penduduknya dari Pulau Jawa maka adat budaya dan tradisi Desa Lambur II

cenderung kearah kebudayaan dan tradisi Jawa, sehingga mengakibatkan

timbulnya berbagai tradisi tahunan ataupun ketika akan melangsung sebuah

hajat yang berasal dari Pulau Jawa. Kawasan pemukiman Desa Sepucuk

Nipah meliputi luas lebih kurang 172 Ha (2,0%) dari luas total Desa. Secara

Administratif wilayah Desa Lambur II terbagi dalam 5 (lima) Dusun dan 25

RT, kelima dusun tersebut meliputi:

1. Dusun I bernama WONOREJO I terdiri dari 5 (lima) RT.

2. Dusun II bernama PURWODADI terdiri dari 5 (lima) RT.

3. Dusun III bernama SUKOREJO terdiri dari 7 (tujuh) RT.

4. Dusun IV bernama SIDOMUKTI terdiri dari 4 (empat) RT.

5. Dusun V bernama WONOREJO terdiri dari 4 (empat) RT.

65
Kantor Desa Lambur II, Kecamatan Muara Sabak Timur, Kabupaten Tanjung Jabung
Timur, Jarak Desa, 15 Februari 2022
4

Kawasan pemukiman pusat meliputi lokasi Dusun Purwodadi yang

meliputi RT 10 sampai dengan RT 14 merupakan konsentrasi kegiatan

penduduk untuk Desa ini. Kawasan pemukiman pusat atau biasa disebut juga

oleh masyarakat dengan lokasi “Pasar” merupakan kawasan pemukiman

penduduk yang berlokasi di pusat Desa, dilalui oleh jalan utama desa yang

menghubungkan desa ini dengan desa Simbur Naik di Utara, dengan Desa

Lambur I di Selatan.

Kawasan pemukiman Dusun Wonorejo I, Wonorejo II, Sukorejo, dan

Sidomukti merupakan kelompok pemukiman penduduk yang berlokasi

dikawasan area pertanian dan perkebunan kalau dilihat dari pusat Desa.

Kawasan pemukiman Dusun Wonorejo I meliputi RT 5 sampai dengan RT

9, Wonerojo II meliputi RT 01 sampai dengan RT 4, Sukorejo meliputi RT

18 sampai dengan RT 25, dan Sidomukti yang meliputi RT 15 a, RT 15 b

sampai dengan RT 17.66

Beberapa penduduk dikawasan pemukiman ini membuka took

kebutuhan perkebunan dan pertanian. Dikawasan masing-masing dusun

terdapat Masjid, sumur Umum (bor), sementara bangunan sekolah hanya

terdapat di beberapa dusun seprti Dusun Purwodadi yaitu terdapat bangunan

SMP dan SMK, Dusun Wonorejo terdapat bangunan SD 161/X dan

bangunan TK, Dusun Sukorejo terdapat bangunan SD 173, Dusun Sidomukti

terdapat bangunan SD 172/X dan bangunan PAUD. Meskipun jarak antara

66
Wawancara Dengan Tika Karniati, Staf keuangan Desa Lambur II, Kecamatan Muara
Sabak Timur, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 15 Februari 2022
5

pusat Desa dan pemukiman Dusun Pemberdayaan dan Dusun Masyarakat ini

relative dekat (disebrang sungai) namun belum ada jembatan yang

menghubungkan kedua lokasi tersebut. Sarana penyebrangan dari kawasan

Pemukiman Dusun Pemberdayaan dan Dusun Masyarakat kepusat desa atau

sebaliknya dilakukan dengan menggunakan kendaraan roda 2 dan 4.

Dari luas wilayah Desa Lambur II di atas, menurut penggunanya

adalah:

Tabel 1.4

Luas Wilayah67

NO Wilayah Luas

1 Perumahan/pemukiman 300 Ha

2 Sawah 50 Ha

3 Ladang/huma -

4 Perkebunan Rakyat 127 Ha

5 Kolam/tambak -

6 Sungai/kali -

7 Jalan -

8 Situ -

9 Pemakaman/Kuburan 1 Ha

10 Perkantoran 0,6 Ha

67
Kantor Desa Lambur II, Kecamatan Muara Sabak Timur, Kabupaten Tanjung Jabung
Timur, Luas Wilayah , 15 Februari 2022
5

11 Pasar/tempat parker 1,5 Ha

12 Lapangan olah raga 2,5 Ha

13 Bangunan Industri -

14 Bangunan Pendidikan 3,5 Ha

15 Bangunan peribadatan 1 Ha

16 Bangunan Kesehatan 0,5 Ha

17 Tanah pengangonan -

18 Lain-lain penggunaan 15 Ha

Kondisi tofografi wilayah daratan Desa Lambur II secara umum

berada didataran rendah yang terdiri dari rawa/gambut dengan ketinggian

diatas permukaan laut, ditandai dengan permukaan tanah yang banyak dialiri

pasang surut air laut. Desa Lambur II beriklim tropis basah dengan curah

hujan rata-rata pertahun berkisar 500-1000 mililiter, suhu udara rata-rata 22-

27oC.

Disamping mengandalkan hasil potensi perkebunana, disektor

pertanian terdapat area yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan tanaman

pangan, dengan potensi lahan yang dimiliki oleh Desa Lambur II sampai

dengan Tahun 2016seluas 120 Ha. Sektor Desa Lambur II dapat menjadi

potensi unggulan karena masih memungkinkan untuk dikembangkan melalui

ekstensifikasi maupun intensifikasi lahan, dengan jenis tanaman kelapa dan

palawija.
5

Seiring dengan berbagai dinamika perkembangan aktivitas ekonomi

masyarakat, pola penggunaan tanah telah mengalami perubahan dari waktu

ke waktu. Selain terkait dengan fluktuasi harga berbagai jenis hasil pertanian

dipasaran, juga berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan lahan untuk

penggunaa lainnya seperti pembangunan lainnya seperti pembangunan area

pemukiman penduduk, sarana dan prasarana umum, infrastruktur jalan dan

abrasi/pengikisan daerah tepian sungai yang dipengaruhi derasnya pasang

surut a ir laut.68

68
Wawancara Dengan Tika Karniati Staf Keuangan Desa Lambur II, Kecamatan Muara
Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 15 Februari 2022
5

C. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Lambur II

Gambar 1.1

Struktur Organisasi Pemerintahan

Desa Lambur II Kecamatan Muara Sabak Timur

Kabupaten Tanjung Jabung Timur69

Kepala Desa
ANDI, S.E

Sekretaris Desa
AHMAD SUTRIS

KASI PEMERINTAHA
KASI KESEJAHTERAAN PELAYANAN KAUR KEUANGAN
ANDI, S.E AGUS PRIYADI KAUR UMUM DAN PRECANAAN
MARSID
NURAJI

STAF
KEUANGAN

TIKA K.R

Dusun Wonorejo I MUJIONO


Dusun Purwodadi
Dusun Sukorejo YOGI
Dusun
PRIADI
Sidomukti PANILAH Dusun
SUPIANI, S Wonorejo V

SUKIDAN

69
Kantor Desa Lambur II, Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung
Timur, Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Lambur II, 15 Februari 2022
5

D. Visi beserta Misi Desa Lambur II

Visi: Desa mandiri, nyaman, sehat, dan sejahtera

Misi:

1. Mengacu peningkatan SDM sesuai profesi dan keahlian

dengan kopetensi yang tinggi

2. Meningkatkan pemanfaatan SDA secara optimal dan berkelanjutan untuk

mendukung bidang pembangunan, perkebunan, pertanian, peternakan

dan UEG secara menyeluruh.

3. Mempercepat penyediaan dan pemerataan sarana dasar

4. Meningkatkan sinergi pembangunan antar lingkungan guna menciptakan

daya saing desa.

5. Menciptakan kondisi masyarakat yang aman, tertib, agamis, demokratis,

dan menjunjung tinggi supremasi hukum dan HAM dalam suasana yang

harmonis antar masyarakat dan antar pemeluk agama.

6. Pelestarian peningkatan dan pengembangan budaya tradisional

7. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat.70

70
Kantor Desa Lambur II, Kecamatan Muara Sabak Timur, Kabupaten Tanjung Jabung
Timur, Visi dan Misi Desa Lambur II, 15 Februari 2022
BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Pelaksanaan Tradisi Bubakan Dalam Perkawinan Adat Jawa Di Desa

Lambur II

Tradisi bubakan ini biasanya dilaksanakan ketika calon mempelai

perempuan atau laki-laki dan anak pertama, maka menurut tokoh masyarakat

ritual ini wajib dilakukan dan pelaksanaanya menggunakan prosesi upcara

sesuai dengan adat Jawa.

Diberbagai daerah akan berbeda dalam pelaksanaan upacara bubakan

ini, adapun di Desa Lambur II, Tanjung Jabung Timur rangkaian pelaksaan

bubakan adalah sebagai berikut:

Bapak, Ibu dan dan pengantin akan di dudukkan di atas tikar berlapis

mori putih kemudian disaksikan para tetangga dan juga ketua adat atau

sesepuh. Ketua adat atau sesepuh akan memberitahu, memberikan nasihat

bahwa anak tersebut sudah dewasa dan akan melangsungkan pernikahan

atau menjalankan rumah tangga, Kemudian menjelaskan apa kedudukan

anak, dan orang tua, dan menjelaskan apa makna dari peralatan dari tradisi

bubakan tersebut. Di dalam tradisi bubakan tidak terdapat tahlilan, hanya

saja ada doa memohon selamat ketika penutup71. Peralatan atau syarat yang

digunakan yaitu berisikan: pisang raja setangket, kelapa satu butir, ayam

ingkung, cok bakal, tikar yang masih baru, kain mori putih, buah-buahan,

71
Wawancara Dengan Bpk Junaidi Selaku Tokoh Agama di Desa Lambur II, Pada Hari
Minggu 20 Februari 2022

55
5

air , beras nasi biasa, beras ketan, peralatan dapur, seperti: sendok,

centong, teko, kuali, wajan, dan lain sebagainya. Sedangkan makna ataupun

maksud dari peralatan atau syarat yang digunakan tersebut yaitu pisang raja

setangkep yang menggabarkan bahwa kita dituntut bersungguh-sungguh

dalam hal apapun, khususnya jika sudah berumah tangga itu dianjurkan

untuk bersungguh-sungguh dalam menjalaninya, tidak bisa di permainkan

maka dari itu pisangnya setangkap saling mengikat. kain mori putih yang

menggambarkan bahwa putih itu suci bersih dan begitu juga dengan niat kita

harus bersih. Alat-alat dapur menggambarkan bahwa nantinya sang

pengantin sudah berumahtangga maka itu lah yang akan mereka gunakan

kebutuhan keseharian sang pengantin ketika sudah tidak tinggal bersama

orang tuanya. Buah-buahan menggambarkan rasa dari buah itu sendiri yang

mana rasa dari buah itu berbagai macam ada yang manis dan ada yang

masam ataupun pahit, hal tersebut menggambarkan bahwa itulah kehidupan

dikemudian hari, tidak ada kehidupan atau perjalanan hidup yang selalu

manis tetapi ada yang pahit juga. Beras biasa dan beras ketan yang memiliki

arti yaitu untuk kebutuhan makan si manusia itu sendiri dan modal/bekal

sang pengantin di masa depan atau ketika berumah tangga.72

Persyaratan dan alat-alat bubakan tersebut nantinya akan dibagi-

bagikan untuk warga yang menyaksikan tradisi bubakan ini. Adapun maksud

dari dibagi-bagikan itu adalah kita sebagai manusia itu harus mempunyai

72
Wawancara dengan Bpk Junaidi selaku tokoh Agama di Desa Lambur II, Pada hari Minggu
20 Februari 2022
5

sifat saling asah, asih, dan asuh kemudian memberikan contoh ke orang-

orang bahwa hidup itu harus saling berbagi atau dermawan.

11
5

Proses Pelaksanaan Tradisi Bubakan di Desa Lambur II

B. Pandangan Tokoh Masyarakat Terhadap Adat Dan Tradisi Bubakan

Dalam Perkawinan Adat Jawa

Tradisi bubakan dalam perkawinan adat Jawa merupakan sebuah

upacara atau adat yang dilaksanakan pada pernikahan anak pertama atau

anak terakhir. Maksudnya ialah, orang tua yang baru melangsungkan hajat

pernikahan yang pertama dengan tujuan bersyukur kepada Allah, bahwa

akan mengawali atau menerima mantu pertama. Bubakan ini berasal dari

kata mbubak yang artinya membuka, maksud dari yang dibuka itu adalah

pendewasaan sang anak dan ilmu pengetahuannya bahwa sang anak akan

melaksanakan pernikahan dan menjalankan hidup berumah tangga, yang

mana dalam berumah tangga ini bukan lah hal yang bisa dipermainkan. Jadi,

sang anak ini akan diberi ilmu pengetahuan dengan cara adat bubakan ini

melalui simbol-simbol dan persyaratan dari tradisi bubakan tersebut.

Kepercayaan masyarakat Desa Lambur II terhadap tradisi bubakan dalam

perkawinan khusus nya masyarakat suku Jawa masih sangat kental dan

masih menjadi tradisi yang harus dijalankan oleh setipa orang tua yang akan

melangsungkan hajat pernikahan anak pertamanya.

Seperti halnya yang diungkapkan oleh bapak Sudarlan salah satu

masyarakat Suku Jawa yang melaksanakan tradisi bubakan. Beliau

mengungkapkan:

“Karna sudah menjadi adatnya orang jawa khususnya di Desa


Lambur II maka jika tidak melaksanakan tradisi bubakan ini
5

kebanyakan orang akan berfikir akan terjadi ini itu dan berfikir yang
aneh-aneh yang akan terjadi di kemudian hari, orang tersebut akan
takut dengan kepercayaan-kepercayaan itu sendiri. Biasanya akan ada
bala’ atau ada saja halangan kalau orang tersebut percaya tetapi tidak
melaksanakan tradisi tersebut”.73

Begitu juga yang disampaikan oleh Bpk Anwar Rohim, beliau

mengungkapkan:

“Siapa saja masyarakat suku jawa yang meninggalkan tradisi


bubakan ini dan dia benar-benar yakin dan percaya dengan tradisi
tersebut, maka bisa-bisa akan menjadikan bala’ atau halangan apa
saja bagi orang tersebut. Ya bala’ atau halangannya tidak jelas sih
pastinya, karna ini sebuah kepercayaan jadi hanya orang tersebut
yang dapat merasakan, dan misalkan halangannya seperti apa itu ya
wallahu a’lam kuasa Allah”.74

Dari hasil wawancara dengan bpk Sudarlan selaku masyarakat suku

Jawa dan pelaku yang telah melaksanakan tradisi bubakan dan juga bpk

Anwar Rohim selaku tokoh agama sekaligus pelaku yang sudah pernah

melaksanakan tradisi tersebut di Desa Lambur II, beliau berpendapat bahwa

bagi masyarakat Jawa yang sangat-sangat percayadengan sebuah tradisi

khususnya tradisi bubakan ini, maka jika ia tidak melaksanakan tradisi

tersebut mereka akan di takuti oleh kepercayaan mereka itu sendiri dan

berfikir jika nanti tidak melaksanakan nya akan terjadi ini itu untuk

kedepannya.

73
Wawancara dengan Sudarlan selaku masyarakat Jawa dan pelaku yang telah melaksanakan
tradisi, pada hari sabtu 19 Februari 2022
74
Wawancara dengan Anwar Rohim, selaku Tokoh Agama, Desa Lambur II. Pada hari kamis
17 Februari 2022
6

Adapun tujuan dilaksanakan tradisi bubakan ini untuk keselamatan,

hal tersebut langsung diungkapkan oleh bapak Sudarlan. Beliau berpendapat

bahwa:

“Tujuan dilaksanakannya adat ini yaitu supaya orang tua yang


melaksanakan dan juga anak nya yang menikah itu diberikan
keselamatan, panjang umur, temurunnya sampai kakek-kakek nenek-
nenek, dan dimudahkan dalam mencari rezeki”75

Dari hasil wawancara dengan bpk Sudar selaku masyarakat suku

Jawa yang melaksankan tradisi tersebut yaitu tujuan dilaksanakannya tradisi

ini adalah supaya setiap orang yang melaksanakan tradisi ini selalu di

berikan keselamatan, panjang umur, dimudahkan dalam mencari rezeki.

Karena menurut bpk Sudar bubakan ini kan artinya membuka.

Tetapi, meskipun begitu tradisi bubakan ini tidak menyimpang dari

agama islam, hal tersebut dikatakan oleh bpk Junaidi selaku tokoh agama di

Desa Lambur II. Beliau berpendapat bahwa:

“Tidak, tradisi ini tidak bertentangan dengan agama Islam, yang


terpenting orang yang melakukan tradisi ini tau atau paham
sebenarnya apa makna dan tujuan dari tradisi bubakan ini, dan tau
asal usul nya”.76

Sama halnya dengan pendapat yang diungkapkan oleh bpk Anwar

Rohim selaku tokoh Agama di Desa Lambur II, bahwa:

“Tradisi bubakan ini termasuk pemikiran wali yaitu sunan kalijaga,


tetapi tidak berhubungan sama Islam, di dalam itu tidak ada, tetapi

75
Wawancara dengan Bpk Sudarlan selaku masyarakat Jawa dan pelaku yang telah
melaksanakan tradisi, pada hari Sabtu 19 Februari 2022
76
Wawancara dengan Junaidi, selaku Tokoh Agama desa Lambur II, pada minggu 20
Februari 2022
6

kalau disatukan ya tradisi ini dibawa oleh sunan kalijaga dan tidak
menyalahi hukum Islam dan tidak bertentangan hukum Islam, ya
yang mau melaksanakan tradisi ini silahkan yang tidak juga tidak
apa-apa menurut kepercayaan masing-masing. Tetapi rata-rata
mayoritas masyarakat suku Jawa melaksanakan tradisi bubakan ini
supaya tidak ada keganjalan”.77

Dari hasil wawancara dengan bpk Junaidi dan bpk Anwar Rohim

bahwa menurut beliau tradisi bubakan tersebut tidak menyimpang atau

bertentangan dengan Islam, teragantung masyarakat lagi bagaimana cara

memahami dan menyikapinya.

Dari uraian diatas, dapatlah ditarik poin tentang faktor masyarakat Desa

Lambur II menjadikan tradisi bubakan dalam perkawinan sebagai suatu hal

yang masih dilaksanakan hingga sekarang yaitu:

Faktor tradisi/kebiasaan :

Tradisi merupakan kebiasaan masyarakat yang terus menerus masih

dilakukan turun temurun dari nenek moyang, bahkan hingga sampai saat

ini. Seperti bubakan dalam perkawinan adat jawa yang merupakan

sebuah tradisi, karena masih terus dilakukan hingga saat ini.78 Meskipun

tidak ada data yang jelas mengenai kapan tradisi ini dimulai, tetapi

bubakan masih tetap dilaksanakan dari dahulu hingga sekarang pada saat

orang tua akan melangsungkan hajat pernikahan anak pertamanya.

Sehingga dengan adanya tradisi yang menjadi kebiasaan masyarakat

77
Wawancara dengan Anwar Rohim, Selaku Tokoh Agama di Desa Lambur II, pada Hari
Kamis 17 Februari 2022
78
Wawancara dengan Dukut Supriyanto selaku masyarakat suku Jawa di Desa Lambur II,
pada hari rabu 18 Februari 2022
6

Desa Lambur II tersebut, maka timbullah adanya rasa kepercayaan

terhadap tradisi tersebut. Kepercayaan dalam kamus besar bahasa

Indonesia adalah anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yang

dipercayai itu benar dan nyata. Yang mana sebagian masyarakat suku

Jawa khususnya di Desa Lambur II percaya bahwa jika tidak melakukan

tradisi tersbut aka nada hal-hal yang terjadi seperti halangan ataupun

bala’ di masa yang akan datang. Karena mereka berfikir jika tidak

melakukan tradisi tersbut akan terjadi ini itu, atau hal buruk. Dari kata-

kata itulah yang membuat mereka merasa takut jika tidak

melaksanakannya.

C. Eksistensi tradisi bubakan di Desa Lambur II

Dalam kehidupan bermasyarakat pasti ada beberapa diantara mereka

yang masih melestarikan budaya-budaya atau adat tradisi yang dilakukan

walupun zaman sekarang sudah terbilang modern. Kebanyakan adat/tradisi

tersebut yang dilakukan cenderung pada masyarakat yang bertempat tinggal

di Desa. Karena di desa Integritasnya masih tinggi dibanding dengan kota.

Pada kenyataanya, masyarakat yang bertempat tinggal di Desa masih

melakukan adat atau tradisi turun temurun dari nenek moyang seperti tradisi

bubakan dalam perkawinan. Sedangkan sebagian masyarakat yang hidup

dikota masih ada yang menggunakan tradisi tersebut tetapi tidak seperti di

Desa yang masih kental dengan budayanya.

Eksistensi menurut kamus besar Bahasa Indonesia berasal dari kata

bahasa latin existere yang artinya muncul, ada, timbul, memiliki keberadaan
6

aktual. Exitere disusun dari ex yang artinya keluar dan sistere yang artinya

tampil atau muncul. Beberapa pengertian secara terminology, yaitu yang

pertama, apa yang ada. Kedua, apa yang memiliki aktualitas (ada), dan

ketiga adalah segala sesuatu itu ada. Berbeda dengan esensi yang

menekankan kealpaan sesuatu (apa yang sebenarnya sesuatu itu sesuatu

dengan kodrat inherenya).79

Jadi, eksistensi dapat diartikan sebagai keberadaan, keberadaan yang

dimaksud dalam hal ini adalah keberadaan tradisi bubakan dalam

perkawinan adat Jawa di Desa Lambur II.

Tradisi bubakan dilakukan pada acara pernikahan dengan

memaknainya sebagai simbol ketika akan melangsungkan hajatan

pernikahan pada anak pertama atau anak terakhir. Sebagian Masyarakat

Desa Lambur II menggunakan tradisi bubakan ini sebagai bentuk suatu adat

yang harus dilakukan dan tidak bisa dihilangkan hingga dianggap bahwa

adat ini sangat penting oleh masyarakat suku Jawa di Desa Lambur II,

sebagaimana disampiakan oleh Bpk Anwar Rohim, selaku tokoh agama

serta salah satu warga desa Lambur II yang melaksanakan tradisi bubakan

tersebut, bahwa:

“Tradisi bubakan ini dalam adat jawa termasuk Pentingnya itu lebih
penting atau lebih tinggi,bahwa kepercayaan orang jawa ini biasanya
wajib melaksanakan tradisi ini. Yang mana masyarakat desa lambur
II menganggap bahwa adat ini bisa mengalah-ngalahkan hukum dan
sangat umum dilaksanakan”.80

79
Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2005)183
80
Wawancara dengan Anwar Rohim, selaku Tokoh Agama di Desa Lambur II, Pada Hari
Kamis, 17 Februari 2022
6

Hal itu sesuai dengan yang disampaikan oleh Mbah Kaelan seorang

sesepuh atau ketua adat di Desa Lambur II, bahwa sebagai masyarakat Jawa

itu jangan sampai menghilangkan adat Jawanya salah satunya tradisi

bubakan. Beliau mengungkapkannya sebagai berikut:

“Tradisi ini sangat penting, ya terutama untuk masyarakat suku Jawa


yang masih melakukakan, karena bubak ini kan bertujuan meminta
keselamatan dari awal akad nikah nikah sampai pada akhirnya
kembali kepada yang menciptakan, karena pada dasarnya kita itu
berawal dari air dan akan kembali pula ke air (ibarat katanya)”.81

Dari hasil wawancara dengan mbah Kaelan selaku sesepuh atau ketua

adat dan bpk Anwar Rohim selaku tokoh Agama di Desa Lambur II, karna

sebagian masyarakat desa Lambur II mengganggap bahwa tradisi bubakan

ini sangat penting dilakukan bahkan karna sudah terlalu percaya hingga

menjadi sebuah tradisi yang wajib atau tidak bisa ditinggalkan oleh orang

tua yang akan melangsungkan hajat perkawinan pada anak pertamnya,

terhadap tradisi tersebut maka kalau bisa tradisi ini terus dilakukan dan

dilestarikan, karna kebanyakan masyarakat Desa lambur II menerima dengan

baik tradisi tersebut.

Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Bpk. Sudar selaku

masyarakat Desa Lambur II:

“Ya, masyarakat Desa Lambur II di sini sangat menerima dengan


baik tradisi ini, karna hampir semua masyarakat di Desa Lambur II
melakukan adat tradisi ini pada saat orang tua akan melangsungkan

81
Wawancara dengan Kaelan, Ketua Adat Desa Lambur II, pada hari Jum’at 11 Februari
2022
6

hajat pernikahan pada anak pertamanya, disini umum dan yang


terpenting adalah orang suku Jawa”.82

Maka hal ini juga disampaikan oleh Bpk Anwar Rohim selaku tokoh

agama sekaligus salah satu warga yang melaksanakan tradisi tersebut,

bahwa:

“Ya, masyarakat disini menerima-menerima saja karna sudah


mayoritas begitu ketika orang tua akan melangsungkan hajat
pernikahan anaknya yang pertama yaitu melakukan tradisi
bubakan”.83

Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Bpk Sudarlan dan Bpk

Anwar Rohim di Desa Lambur II, bahwa keberadaan tradisi bubakan dalam

perkawinan adat jawa ini sendiri dapat diterima dengan baik oleh

masyarakat Desa Lambur II. Selain melestarikan budaya Jawa bubakan ini

juga bentuk perwujudan rasa syukur kepada sang pencipta karena akan

melangsungkan hajat pernikahan anak pertamanya.

Pengakuan terhadap hukum tidak tertulis dahulu hanya dijelaskan

atau dicantumkan dalam Penjelasan Umum Undang-undang Dasar 1945

angka 1 yang menyebutkan:….”Undang-undang Dasar itu berlakunya juga

hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan

terpelihara dalam praktik penyelengaraan Negara meskipun tidak tertulis”.

Selain penjelasan UUD 1945 dapat kita lihat dalam pembukaan UUD 1945

pada pokok-pokok pikiran yang menjiwai perwujudan cita-cita hukum dasar

82
Wawancara dengan Sudarlan, selaku Masyarakat Suku Jawa sekaligus pelaku yang telah
melaksanakan tradisi, pada hari Sabtu 19 Februari 2022
83
Wawancara dengan Anwar Rohim, Selaku Tokoh Agama di Desa Lambur II, pada hari
Kamis, 17 Februari 2022
6

Negara adalah pancasila. Penegasan Pancasila sebagai sumber tertib hukum

sangat besar asrtinya bagi hukum adat, karena hukum adat justru mempunyai

akar kepada kebudayaan, sehingga dapat mewujudkan perasaan hukum yang

nyata dan hidup di kalangan rakyat Indonesia.84

Pengakuan terhadap hukum tidak tertulis yang berlaku dimasyarakat

juga dinyatakan dalam Pasal 18B ayat 2 Undang-undang Dasar 1945 yang

berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan

masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang hidup dan

sesuia dengan perkembangan masyarakat dan prisip Negara Kesatuan

Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-undang.85

Maka dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa mengenai

kedudukan hukum adat di Indoensia, walaupun tidak ditetapkan dengan

tegas, dan tidak ada ketentuan khusus yang mengatur, akan tetapi hukum

adat secara tersirat dinyatakan dalam Pembukaan dan Penjelasan UUD 1945.

Karena hukum adat adalah satu-satunya hukum yang berkembang diatas

kerangka dasar pandangan hidup rakyat dan bangsa Indonesia.

D. Tradisi bubakan dalam perkawinan adat Jawa perspektif Al-‘Adah

Muhakkamah

Tradisi bubakan merupakan budaya Jawa yang masih banyak

digunakan masyarakat Desa Lambur II yang turun temurun dari nenek

moyang ketika orang tua akan melangsungkan hajat pernikahan pada

84
Dewi Wulansari, Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Refika, 2010)
Hlm. 104-105
85
Undang-undang Dasar Republik Indonesia dan Perubahannya, hlm 15
6

pertama atau anak terakhir. Yang mana tujuan dilaksanakan tradisi bubakan

ini adalah untuk pendewasaan sang anak, bahwa anak tersebut bukan lah

anak-anak lagi melainkan sudah dewasa karena sudah menikah, begitu juga

dengan orang tua nya yang sudah mempunyai menantu baru, tetapi orang tua

juga masih tetap membimbing sang anak walaupun sang anak sudah

dikatakan dewasa ataupun sudah menikah. Maka hal itu merupakan proses

pengenalan kepada sang menantu, karena orang tua tersebut belum

mengenal jauh dengan menantunya. Karena pada dasarnya yang muda

menghormati yang tua dan yang tua mengayomi yang muda.

Adat adalah sebuah kecenderungan, baik berupa ungkapan atau

pekerjaan pada suatu proyek tertentu yang telah terulang-ulang, baik

dilakukan secara pribadi atau kelompok. Oleh karena itu, adat bisa juga

diartikan sebagai kebiasaan, kebudayaan, tradisi dan kultur. Para Fuqoha’

mendefinisikan adat secara terminology sebagai norma yang sudah melekat

dalam hati akibat berulang-ulangnya, sehingga diterima sebagai sebuah

realitas yang rasional dan layak menurut penilaian akal sehat, norma tersebut

bisa dilakukan oleh individu atau kelompok masyarakat.86

Dari penjelasan diatas, Tradisi bubakan dalam perkawinan adat Jawa

yang berlaku di Desa Lambur II, tidak bertentangan dengan hukum Islam,

dan juga tidak bertentangan dengan sandaran atau ketetapan hukum pada Al-

‘adah Muhakmamah maka, bisa dijadikan tradisi. Karena pada saat

86
H.M Yahya Chusnan Manshur, Ulasan Nadhom:Qowaid fiqhiyyah Al- Faroid Al Bahiyyah,
cet 2 (Jombang: Pustaka Al-Muhibbin, 2011) Hlm. 91
6

pelaksanaan tradisi bubakan tersebut menggunakan peralatan yang dijadikan

gambaran dan symbol-simbol seperti:

Pisang raja setangkep yang menggabarkan bahwa kita dituntut

bersungguh-sungguh dalam hal apapun, khususnya jika sudah berumah

tangga itu dianjurkan untuk bersungguh-sungguh dalam menjalaninya, tidak

bisa di permainkan maka dari itu pisangnya setangkap saling mengikat. Kain

mori putih yang menggambarkan bahwa putih itu suci bersih dan begitu juga

dengan niat kita harus bersih. Alat-alat dapur menggambarkan bahwa

nantinya sang pengantin sudah berumahtangga maka itu lah yang akan

mereka gunakan kebutuhan keseharian sang pengantin ketika sudah tidak

tinggal bersama orang tuanya dan menjadikan sang mempelai lebih mandiri.

Buah-buahan menggambarkan rasa dari buah itu sendiri yang mana rasa dari

buah itu berbagai macam ada yang manis dan ada yang masam ataupun

pahit, hal tersebut menggambarkan bahwa itulah kehidupan dikemudian hari,

tidak ada kehidupan atau perjalanan hidup yang selalu manis tetapi ada yang

pahit juga. Beras biasa dan beras ketan yang memiliki arti yaitu untuk

kebutuhan makan si manusia itu sendiri dan modal/bekal sang pengantin di

masa depan atau ketika berumah tangga.

Pada saat pelaksanaan tradisi bubakan tersebut dapat dijadikan sandaran

hukum karena syarat-syarat menjadikan ‘Adah/’Urf yaitu:

Akulturasi timbal balik antara Islam dengan budya lokal, dalam

hukum Islam secara metodologis sebagai sesuatu yang menginginkan


6

diakomodasi eksistensinya. Sifat akomodatif Islam ini dapat kita temukan

dalam kaidah-kaidah fiqh yang menyatakan “Al-‘Adatu Muhakkamah”.87

Dengan demikian, Al-‘Adah atau ‘urf merupakan salah satu sumber dalam

istinbath hukum, menetapkan bahwa ia bisa menjadi dalil sekiranya tidak

ditemukan nash dari kitab (Al-Qur’an) dan Sunnah. Adapun syarat-syarat

‘Adah atau ‘Urf dapat dijadikan sandaran hukum adalah sebagai berikut:

a. Tidak bertentangan dengan nas. Artinya, sebuah tradisi bisa dijadikan

sebagai pedoman hukum apabila tidak bertentangan dengan nash Al-

Qur’an maupun hadis Nabi saw. Kerana itu, sebuah tradisi yang tidak

memenuhi syarat ini harus ditolak dan tidak bisa dijadikan pijakan

hukum bagi masyarakat. Nash yang dimaksud disini adalah nash yang

bersifat Qat’i (pasti), yakni nash yang sudah jelas dan tegas kandungan

hukumnya, sehingga tidak memungkinkan adanya takwil atau penafsiran

lain.88

b. ‘Adah atau ‘Urf itu harus berlaku umum. Artinya, ‘Urf itu harus

dipahami oleh semua lapisan masyarakat, baik di semua daerah maupun

pada daerah tertentu. Oleh karena itu, kalau hanya merupakan ‘Urf

orang-orang tertentu saja, tidak bisa dijadikan sebagai sebuah sandaran

hukum.

87
Saiful Jazil, Al-‘Adath Muhakkamah, ‘Adah dan ‘urf sebagai metode Istinbat Hukum Islam,
Porsiding Halaqoh Nasional dan Seminar Pendidikan Fakultas Trbiyah dan keguruan, (Surabaya: UIN
Sunan Ampel),hlm. 320
88
Husnul Haq, “Kaidah Al-‘Adah Muhakkamah dalam Tradisi pernikahan Masyarakat
Jawa”, Skripsi (IAIN Tulungagung Jawa Timur, 2017)
7

c. ‘Adah atau ‘Urf itu sudah berlaku sejak lama, bukan sebuah ‘Urf baru,

dalam hal ini contohnya adalah kalau ada seseorang yang mengatakan

demi Allah, saya tidak akan makan daging selamanya. Dan saat dia

mengucapkan kata tersebut yang dimaksud dengan daging adalah daging

kambing dan sapi, lalu lima tahun kemudian, ‘Urf masyarakat berubah

bahwa maksud daging adalah semua daging termasuk daging ikan. Lalu

orang tersebut makan daging ikan, maka orang tersebut tidak dihukumi

melanggar sumpahnya karena sebuah lafadz tidak didasarkan pada ‘Urf

yang muncul belakangan.

d. Tidak berbenturan dengan tashrih (ketegasan seseorang, dalam sebuah

masalah). Jika sebuah ‘Urf berbenturan dengan tashrih, maka ‘Urf itu

tidak berlaku.89

Pada hakikatnya tradisi bubakan dalam perkawinan adat Jawa yang

berlaku di Desa Lambur II dianggap sebagai bentuk rasa syukur kepada allah

karena orang tua tersebut akan melakasanakan hajat pernikahan anak

pertamanya, dan akan mendapatkan menantu baru. Yang bertujuan untuk

mencari kebaikan ataupun keberkahan bagi kelangsungan pernikahan dan

mencegah dari hal-hal buruk yang tidak diinginkan. Karena pada dasarnya

menikah bukan lah hal yang dapat dipermainkan, tetapi harus dilaksanakan

dengan sungguh-sungguh, sehingga bisa mencapai tujuan yaitu hidup

bersama sampai maut memisahkan. Hanya saja sebagian masyarakat suku

89
Fatimah Tufik Hidayat, “Kaidah Adat Muhakkamah dalam pandangan Islam (sebuah
tinjauan soasiologi hukum), Jurnal Sosiologi USK, volume 9, nomor 1, (Banda Aceh:
Universitas Syiah Kuala. 2016), Hlm. 72-73
7

Jawa di Desa Lambur II banyak yang mempercayai bahwa tradisi tersebut

dapat membukakan rezeki pengantin dikemudian hari, rezeki disini

maksudnya adalah ekonomi, keturunan dan keberkahan dalam menjalankan

rumah tangga sampai kakek-kakek nenek-nenek. Dan jika tidak

melaksanakan tradisi tersebut maka akan masyarakat suku Jawa akan

percaya ada hal yang akan terjadi di kemudian hari.

Sehingga tradisi bubakan dalam perkawinan adat Jawa jika dianalisis

menggunakan Al-‘Adah Muhakkamah maka termasuk kedalam Al-‘Adah

Muhakkamah yang shahih, bubakan dalam perkawinan adat Jawa tersebut

juga tidak terdapat praktik-praktik yang menyimpang dari syara’ atau ajaran

agama Islam seperti halnya menggunakan sesajen atau hal-hal yang lain

yang bertentangan dengan syara’. Sebagaimana di ungkapkan oleh bapak

Junaidi selaku Tokoh Agama di Desa Lambur II. Beliau mengungkapkan:

“Memang nak, dalam tradisi bubakan itu ada beberapa ala-alat atau
persyaratan yang harus dipersiapkan. Tapi itu hanya sebagai symbol-
simbol atau gambaran ilmu pengetahuan untuk orang tuanya dan
manten”.90

Dari pengamatan penulis tradisi bubakan dalam perkawinan adat Jawa

di masyarakat jawa merupakan adat istiadat yang diketahui oleh masyarakat

dengan baik serta untuk menghormati dengan melestarikan tradisi bubakan

dalam perkawinan adat Jawa dari generasi ke generasi selanjutnya. Selain

sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur, juga sebagai bentuk rasa

syukur kepada yang maha kuasa karena anak tersebut sudah dewasa dan

90
Wawancara dengan bapak Junaidi Selaku Tokoh Mayrakat di Desa Lambur II, Pada hari
Minggu 20 Februari 2022
7

akan membangun rumah tangga dan berharap akan diberikan kelancaran

selama proses akad nikah hingga pernikahan tersebut dipisahkan oleh maut.

Bubakan dalam perkawinan adat Jawa ditinjau dari Al-‘Adah Muhakkamah

penulis mengategorikan bubakan tersebut kedalam kategori Al-‘Adah

Muhakkamah yang shahih. Krena bubakan dalam perkawinan adat Jawa di

Desa Lambur II, Kabupaten Tanjung Jabung Timur ini dapat diterima

dengan baik oleh masyarakat. Bubakam dalam perkawinan adat Jawa pada

masyarakat Desa Lambur II, bertujuan untuk meraih kemaslahatan dan

menghindari kemudharatan dalam mengarungi bahtera kehidupan berumah

tangga.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bagian akhir dari penulisan skripsi ini, penulis membuat kesimpulan

berdasarkan paparan pada bab-bab sebelumnya mengenai “Tradisi Bubakan

Dalam Perkawinan Adat Jawa Perspektif Al-‘Adah Muhakkamah (Studi di

Desa Lambur II, Kabupaten Tanjung Jabung Timur)”, maka penulis

mengambil kesimpulan dari pembahasan atau hasil dari penelitian sebagai

berikut:

1. Praktik tradisi bubakan dalam perkawinan adat Jawa sendiri yaitu

Tradisi bubakan ini biasanya dilaksanakan ketika calon mempelai

perempuan atau laki-laki dan anak pertama, maka menurut tokoh

masyarakat ritual ini wajib dilakukan dan pelaksanaanya menggunakan

prosesi upcara sesuai dengan adat Jawa. Bapak, Ibu dan dan pengantin

akan di dudukkan di atas tikar berlapis mori putih kemudian disaksikan

para tetangga dan juga ketua adat atau sesepuh. Ketua adat atau sesepuh

akan memberitahu, memberikan nasihat bahwa anak tersebut sudah

dewasa dan akan melangsungkan pernikahan atau menjalankan rumah

tangga, Kemudian menjelaskan apa kedudukan anak, dan orang tua, dan

menjelaskan apa makna dari peralatan dari tradisi bubakan tersebut. Di

dalam tradisi bubakan tidak terdapat tahlilan, hanya saja ada doa

memohon selamat ketika penutup. Persyaratan dan alat-alat bubakan

73
7

tersebut nantinya akan dibagi-bagikan untuk warga yang menyaksikan

tradisi bubakan ini.

2. Dari hasil wawancara dengan beberapa masyarakat di Desa Lambur II,

maka tradisi bubakan tersebut tidak menyimpang atau bertentangan

dengan Islam, teragantung masyarakat lagi bagaimana cara memahami

dan menyikapinya. Dapatlah ditarik poin tentang faktor masyarakat Desa

Lambur II menjadikan tradisi bubakan dalam perkawinan sebagai suatu

hal yang masih dilaksanakan hingga sekarang yaitu: faktor tradisi atau

kebiasaan.

3. Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Bpk Sudarlan dan Bpk

Anwar Rohim di Desa Lambur II, bahwa keberadaan tradisi bubakan

dalam perkawinan adat jawa ini sendiri dapat diterima dengan baik oleh

masyarakat Desa Lambur II. Selain melestarikan budaya Jawa bubakan

ini juga bentuk perwujudan rasa syukur kepada sang pencipta karena

akan melangsungkan hajat pernikahan anak pertamanya.

4. Tradisi bubakan dalam perkawinan adat Jawa tidak melanggar prinsip-

prinsip syara’ . Tradisi bubakan dalam perkawinan adat Jawa ditinjau

dari Al-‘Adah Muhakkamah, penulis mengkategorikan tradisi bubakan

tersebut ke dalam kategori Al-‘Adah Muhakkamah yang sahih. Karena

tradisi bubakan dalam perkawinan adat Jawa di Desa Lambur II,

Kabupaten Tanjung Jabung Timur ini dapat diterima dengan baik oleh

masyarakat Desa Lambur II. Tradisi bubakan dalam perkawinan adat

Jawa di Desa Lambur II bertujuan untuk meraih kemaslahatan dan


7

menghindari kemudharatan dalam mengarungi bahtera kehidupan

berumah tangga.

B. Saran

Bagi masyarakat suku Jawa di Desa Lambur II, yang masih

melaksanakan tradisi bubakan dalam perkawinan hingga saat ini diharapkan

agar jangan meyakini sepenuhnya. Karena segala sesuatu itu datangnya dari

Allah. Mulai dari jodoh, rezeki dan maut hanya Allah sajalah yang

mengetahuinya. Kita sebagai manusia hanya bisa berusaha, berdoa serta

berikhtiar. Untuk tradisi bubakan dalam perkawinan adat Jawa ini cukup

dijadikan sebagai usaha dan sebagai penghormatan dan pelestarian kepada

adat serta budaya saja. Penggunaan tradisi bubakan dalam perkawinan adat

Jawa ini bertujuan untuk melestarikan budaya dan adat yang ditinggalkan

oleh leluhur dan nenek moyang sebagai tanda menghormati kepada apa yang

telah menjadi adat terdahulu yang dilaksankan. Untuk masyarakat yang tidak

percaya akan adat ini boleh saja tidak melaksanakannya namun juga jangan

meremehkannya.

C. Penutup

Ucapan syukur Alhamdulillah, segala puji hanya untuk Allah SWT,

Tuhan semesta alam, yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan karunia-

nya kepada kita semua khusus nya kepada penulis, atas ridho dan izin-nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir karya ilmiah ini yang

berbentuk skripsi sebgai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar

sarjana strata satu (S1) . Shalawat beserta salam emoga dilimpahkan kepada
7

Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan kita para pengikut

sunnahnya sampai akhir zaman.

Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis menyadari masih banyak

terdapat kekurangan, karena penulis menyadari masih kurangnya

pengetahuan mengenai masalah ini serta keterbatasan kadar dan kemampuan

dan kelemahan penulis. Maka dari itu penulis memohon maaf yang sebesar-

besarnya apabila terdapat kekeliruan dan kekhilafan yang tidak sesuai

dengan pembaca. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik

yang sifatnya membangun dari pembaca untuk karya ilmiah ini. Akhir kata

penulis mengucapkan banyak terimakasih.


7

DAFTAR PUSTAKA

A. Al-Qur’an dan Hadits

Q.S Ar-Rum Ayat 21 urutan ke 30

Q.S An-Nisa ayat 21 urutan ke-21

Q.S. An-Nur. Ayat 30-31 urutan ke-24

Q.S. An-Nur Ayat 32 urutan ke-24

Q.S Al-‘Araf ayat 199 urutan ke-7

Q.S At-Thalaq ayat 7 urutan ke-65

Abu Abdullah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal, Musnad Imam ahmad,

Beirut: ‘Alam al-Kutub, 1998, Cet 1, juz 1

B. Literatur

Abdullah Sulaiman, Sumber Hukum Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2007

Abd.Rachim dosen tetap Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta.1996

Achmad Kuzairu, Nikah Sebagai Perikatan,Jakarta:Raja Grafindo Persada,

1995

Agoes Artati, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinna Adat Jawa:

Gaya Surakarta dan Yogyakarta, Jakarta: Granmedia Pustaka

Umum, 2001

Ahmad Saebani Beni, Fiqh Munakahat, Bandung :Pustaka Setia, 2001

Azhari Faturrahman, Qawaid Fiqhiyyah Muamalah,

Banjarmasin:LPK,2015
7

Dahlan Rahmad, Ushul Fiqih, Jakarta: Amzah, 2010

Hasan Ayyub Syaikh, Fiqih Keluarga, Jakarta:Pustaka Al-Kautsar, 2001

Lorens Bagus, Kamus Filsafat Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2005

Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, Jakarta: Prenandamedia

Group, 2016

Meleong,Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, cet.36, Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2017

Misno Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum Islam, Bogor: Pustaka

AmmA

Muchlis, Usman, Kaidah-kaidah Istinbath Hukum Islam (Kaidah-kaidah

Ushuliyah dan Fiqhiyah). Jakarta:PT Raja Garafindo Persada,

2002

Rahman Ghozali Abdul, Fiqih Munakahat, Jakarta:Kencana Prenada Media,

2010

Saebani Ahmad, Fiqih Munakahat, Bandung:Pustaka Setia, 2001

Satria Efendi, M.Zein, Ushul Fiqh, Jakarta:Kencana , 2005, Cet ke-3

Shiddiq Sapiudin, Ushul Fiqih, Jakarta: Prenadamedia group, 2014

Suarno Pringggawidagda, Tata upacara dan wicara penerbit kanisius angota

ikapi 2006

Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Jakarta:PT Rineka Cipta, 2005

Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1992

Sudarto, Fiqih Munakahat, Yogyakarta: Deepublish Publisher, 2021,


7

Sudiyat Imam, Asas-asas Hukum Adat Bekal Pengantar, Yogyakarta:

Liberty, 1991

Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Jakarta: Alfabeta,

2009

Syarifuddin Amir, Ushul fiqh jilid 1 Jakarta: Kencana, 2009

Wahhab Khallaf Abdul, Ilmu Ushul Fiqih, Semarang: Dina Utama, 1942

Wulansari Dewi, Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar, Bandung: PT.

Refika, 2010

Yahya Chusnan Manshur H.M, Ulasan Nadhom:Qowaid fiqhiyyah Al-

Faroid Al Bahiyyah, cet 2, Jombang: Pustaka Al-Muhibbin, 2011

C. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-undang Dasar Republik Indonesia dan Perubahannya

D. Karya ilmiah, Jurnal dan skripsi

Cut Asmaul Husna TR.Pdf.abenta.files.worpress.com.penemuan-dan-

pembentukan –hukum-the-living-law-melalui-putusan-hakim.pdf,

Daud Ali Muhammad, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 1997

Haq Husnul, “Kaidah Al-‘Adah Muhakkamah dalam Tradisi pernikahan

Masyarakat Jawa”, Skripsi IAIN Tulungagung Jawa Timur, 2017

Jazil Saiful, “Al-‘Adah Muhakkamah, ‘Adah dan ‘Urf sebagai metode

Istinbath Hukum Islam”, Porsiding Halaqoh Nasional dan seminar

Pendidikan Fakultas Tarbiyah dan keguruan , (Surabaya: UIN

Sunan Ampel),
8

Noor,Juliansyah, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya

Ilmiah, Jakarta: Prenadamedia Group, 2017

Rawuh,Sugeng “Ragam Pandangan Tokoh Islam Terhadap Tradisi Bubakan

Dalam Perkawinan Adat Jawa di Desa Sendang Kecamatan

Jambon Kabupaten Ponorogo” Skripsi IAIN Ponorogo Program

Studi Ahwal Syakhshiyah 2018

Rosyidah, Binti Kholifatur “Tradisi Bubak Kawah Setelah Akad Nikah

Perspektif Hukum Islam (Studi kasus di Desa Puncu Kecamatan

Puncu Kabupaten Kediri), Skripsi STAIN Kediri program studi

Ahwal Al-Syakhsiyah 2017

Susanti,Susi “Implementasi Kaidah Al-‘Adatu Muhakkamah Pada Tradisi

Marosok Dalam Akad Jual Beli di Pasar Ternak Nagari Palangki

Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung Provinsi Sumatera

Barat UIN SUSKA Riau Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah

2020

Tufik Hidayat Fatimah, “Kaidah Adat Muhakkamah dalam pandangan Islam

(sebuah tinjauan soasiologi hukum), Jurnal Sosiologi USK,

volume 9, nomor 1, Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala. 2016

Yunus Shamad Muhammad, Hukum Pernikahan Dalam Islam, Jurnal Vol 1,

No.1 2017
8

E. Lain-lain

Wawancara dengan Mbh Kaelan Ketua Adat Desa Lambur II, pada hari

Jum’at 11 Februari 2022

Wawancara dengan bapak Anwar Rohim, Tokoh Agama Desa Lambur II,

pada hari Kamis, 17 Februari 2022

Wawancara dengan Bapak Junaidi, Toko Agama di Desa Lambur II, pada

hari minggu 20 Februari 2022

Wawancara dengan bapak Sudarlan, mayarakat Jawa di Desa Lambur II

serta pelaku melaksanakan tradisi bubakan pada hari 19 Februari

2022

Wawancara dengan Bapak Dukut Supriyanto, selaku masyarakat Jawa di

Desa Lambur II, pada hari Rabu 18 Februari 2022.

Wawancara Dengan Tika Karniati, Staf Keuangan, Desa Lambur II,

Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung

Timur, 15 Februari 2022

Kantor Desa Lambur II, Kecamatan Muara Sabak Timur, Kabupaten

Tanjung Jabung Timur Perkembangan Kepemimpinan Desa

Batu Ampar, 15 Februari 2022

Kantor Desa Lambur II, Kecamatan Muara Sabak Timur, Kabupaten

Tanjung Jabung Timur Letak Geografis, 15 Februari 2022

Kantor Desa Lambur II, Kecamatan Muara Sabak Timur, Kabupaten

Tanjung Jabung Timur, Jarak Desa, 15 Februari 2022


8

Kantor Desa Lambur II, Kecamatan Muara Sabak Timur, Kabupaten

Tanjung Jabung Timur, Luas Wilayah , 15 Februari 2022

Kantor Desa Lambur II, Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung

Jabung Timur, Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Lambur

II, 15 Februari 2022

Kantor Desa Lambur II, Kecamatan Muara Sabak Timur, Kabupaten

Tanjung Jabung Timur, Visi dan Misi Desa Lambur II, 15

Februari 2022

http://nursuciramadhan.blogspot.com/2012/10/sejarah-lahirnya-sosiologi-

hukum.html
LAMPIRAN

Gambar 1.1 wawancara dengan Mbh kaelan, selaku ketua adat Desa Lambur II

Gambar 1.2 wawancara dengan Bapak Junaidi, selaku Tokoh masyarakat Desa
Lambur II
Gambar 1.3 Wawancara dengan Bapak Anwar Rohim, selaku tokoh masyarakat
Desa Lambur II
DAFTAR PERTANYAAN

Daftar pertanyaan kepada ketua adat/sesepuh, tokoh agama,

dan masyarakat suku jawa:

1. Apakah yang dimaksud dengan tradisi bubakan dalam perkawinan adat

Jawa?

2. Apakah tujuan dilaksanakannya tradisi bubakan dalam perkawinan adat

Jawa?

3. Apa saja persyaratan untuk melaksanakan bubakan dalam perkawinan adat

Jawa?

4. Seberapa pentingkah tradisi bubakan dalam perkawinan adat Jawa?

5. Bagaimana rangkaian pelaksanaan bubakan dalam perkawinan adat Jawa?

6. Apa saja alat-alat atau persyaratan dan apa saja mkna dari alat tersebut?

7. Apakah ada hal yang akan terjadi jika tidak melaksanakan tradisi bubakan

dalam perkawinan adat Jawa tersebut?

8. Pesan apa yang dapat diambil dari tradisi bubakan dalam perkawinan adat

Jawa?

9. Menurut pendapat anda, adakah nilai-nilai agama yang terkandung

didalamnya, jika ada nilai-nilai Islam apa saja yang bisa diperoleh dari

tradisi bubakan tersebut?

10. Apa harapan anda kedepan mengenai pelestarian tradisi bubakan dalam

perkawinan adat Jawa?


11. Apakah setiap orang tua yang akan melangsungkan pernikahannya harus

melakukan tradisi/adat bubakan tersebut?

12. Bagaimana pendapat anda tentang tradisi bubakan dalam perkawinan adat

jawa yang diterapkan oleh masyarakat desa Lambur II menurut hukum

Islam?

13. Bagaimana pandangan anda tentang keberadaan tradisi bubakan dalam

perkawinan adat jawa di Desa Lambur II ini?

DAFTAR INFORMAN

No. Nama Jabatan

1 Kaelan Ketua Adat/sesepuh

2 Anwar Rohim Tokoh Agama

3 Junaidi Tokoh Agama

4 Sudarlan Masyarakat suku Jawa

5 Dukut supriyanto Masyarakat suku Jawa

6 Tika Karniati Staf Keuangan Desa


CURRICULUM VITAE

A. Identitas Diri

Nama : Umi Khoirun Nisa

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tgl Lahir : Lambur II, 03 September 1999

Alamat Asal : Desa Lambur II, Kec. Muara Sabak Timur, Kab.

Tanjung Jabung Timur

Alamat Sekarang : Pondok Pesantren Darul Ulum 1, Jalan Jambi

Muara Bulian No.18, Muara Pijoan, Jambi Luar Kota

No Telp/Hp 082280659171

Email : Nisaumi.nu@gmail.com

Nama Ayah : Nur Rohman

Nama Ibu : Nur Yati

B. Riwayat Pendidikan

SD, Tahun lulus : SDN 172/X Lambur II, 2012

SMP, Tahun lulus : SMPN 13 Tanjung Jabung Timur, 2015

SMA/MA, Tahun lulus : MAS Al-Hidayah Rantau Rasau, Tanjung Jabung

Timur. 2018

Anda mungkin juga menyukai