Anda di halaman 1dari 85

HUKUM PEMANFAATAN TANAH WAKAF UNTUK KEPENTINGAN

PRIBADI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM ( Studi Kasus di Desa Talang


Segegah kab. Merangin Jambi )

SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi Syarat-syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Hukum Keluarga Islam

Oleh :
HASRIL
NIM. 101180067

PEMBIMBING

H. HERMANTO HARUN, Lc., M.HI., Ph.D


SULHANI S.Sy., M.H

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
TAHUN 1441H/2020 M

i
ii

ii
Pembimbing I : H. Hermanto Lc., MA., Ph.D
Pembimbing II : Sulhani, M.H
: Fakultas Syari‟ah UIN STS Jambi
Jalan Jambi Muara Bulian KM 16 Simp.Sungai Duren
Jaluko, Kab. Muaro Jambi 31346 Telp ( 0741 ) 582021
Jambi, 2020
Kepada Yth
Bapak Dekan Fakultas Syari‟ah
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Di –
Jambi
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Assalamualaikum Wr, Wb
Setelah membaca dan mengadakan perbaikan sesuai dengan
persyaratan yang berlaku di fakultas Syari‟ah UIN STS Jambi, maka kami
berpendapat bahwa skripsi saudara dengan judul “ HUKUM PEMANFAATAN
TANAH WAKAF UNTUK KEPENTINGAN PRIBADI (Studi Kasus di Desa
Talang Segegah Kab. Merangin)” telah dapat diajukan untuk dimunaqasahkan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata ( S1 ) Prodi
Hukum Keluarga Islam pada fakultas Syari‟ah UIN STS Jambi.
Jambi, 2020
Pembimbing I Pembimbing II

H. Hermanto. Lc., M.HI., Ph.D Sulhani, M.HI


NIP : 19750918 200602 1 001 NIDN : 202307901

iii
iv
MOTTO

ْ ‫لَ ْه جَىَالُُا ْالثِ َّز َححّٰى ج ُ ْى ِفقُ ُْا ِم َّما ج ُ ِحث ُُّْنَ ََۗ َما ج ُ ْى ِفقُ ُْا ِم ْه َش‬
َ ّٰ ‫ًءٍ فَا َِّن‬
‫اّٰلل تِ ًٖ َع ِلٍْم‬
Artinya :
Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan
sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan,
tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui.1(Qs, Ali Imran
(3)92)

1
QS. Ali Imran (3) 92

v
ABSTRAK

Skripsi berjudul HUKUM PEMANFAATAN TANAH WAKAF


UNTUK KEPENTINGAN PRIBADI (Studi Kasus di Desa Talang
Segegah Kab Merangin) Wakaf merupakan perbuatan baik, dan
diharapkan mendatang kebaikan bagi kepentingan umum, tapi jika harta
wakaf tersebut tidak di kelelola dengan baik justru akan menyebabkan
berbagai masalah yang akan terjadi, pada penelitian ini penulis ingin
mengetahui lebih dalam kasus di desa Talang segegah ada sebagian Harta
yang telah diwakafkan untuk kepentingan pemakaman umum digunakan
kembali sebagian tanah tersebut untuk kepentingan pribadi sebagai lahan
pertanian, dalam penulisan skripsi ini menggunakan teori maqasid Syari‟ah
yaitu hukum dilihat dari kemaslahatan Bersama atau kesejahteraan manusia,
dalam metode penelitian pendekatan penelitian hukum dengan
menggunakan pendekatan yuridis empiris dengan melihat kenyataan di
dalam masyarakat. berfungsi sebagai penunjang untuk mengidentifikasi dan
mengklarifikasi berbagai temuan bagi keperluan penelitian dan penulisan
terhadap permasalahan wakaf yang terjadi. Dari hasil penelitian penulis
menemukan tentang pemahaman wakaf bagi masyarakat desa Talang
Segegah, mereka beranggapan bahwa harta wakaf adalah milik umum
sesuai dengan keinginan yang mewakafkan, dan tidak boleh digunakan
selain untuk kepentingan umum. diantara faktor yang menyebabkan
terjadinya pemanfaatan harta yang diwakafkan untuk kepentingan pribadi,
diantara faktor tersebut ialah faktor ekonomi, faktor pengetahuan dan faktor
pengawasan nadzir, diantara berbagai faktor-faktor tersebut faktor
pengawasan nadzir merupakan faktor yang sangat dominan, karena
lemahnya pengawasan nadzir tersebut sehingga ahli waris bisa
memanfaatkan tanah tersebut untuk kepentingan pribadi. Harta yang
diwakafkan merupakan harta milik Allah yang tidak boleh diwariskan,
menurut hukum Islam pemanfaatan untuk kepentingan pribadi merupakan
perbuatan yang diperbolehkan dengan berbagai ketentuan. begitu juga
halnya peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara kita, jika
ingin melakukan pemanfaatan terhadap harta wakaf harus mendapatkan
persetujuan masyarakat atau nadzir yang merupakan pengelola terhadap
harta tersebut, dan hasilnya juga harus digunakan untuk kepentingan Umum.
Sehingga dengan pengelolaan harta wakaf yang baik, akan memberikan
pahala dan sesuai dengan keinginan yang mewakafkan dan menghindari
masalah dikemudian hari.

Kata kunci : Pemanfaatan Harta Wakaf untuk- kepentingan Pribadi.

vi
PERSEMBAHAN

Dengan segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT ,


Atas rahmat hidayah-Nya dan dengan segala kerendahan hati,
Ku persembahkan Skripsi ini kepada :
Kedua Orang Tuaku Tercinta,
Ayahku Hasan Basri Dan Ibuku Muslimah
yang Senantiasa berdo‟a berkorban Dan mendukungku
Terima kasih untuk semua kasih sayang Dan cinta
Sehingga aku bisa mendapatkan Gelar sarjanaku ini
Yang selalu memberikan motivasi, do‟a dan semangat untukku
Seluruh keluarga besar Talang Segegah
terima kasih atas do‟a, Nasehat dan dukungannya
Almamater tercinta Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Semoga Allah SWT selalu memberikan karunia
dan nikmat yang tiada henti
untuk kita semua.
(Amin)

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya skripsi
dengan judul “ Hukum Pemamfaatan Tanah Wakaf Untuk Kepentingan Pribadi
(Studi Kasus di Desa Talang Segegah Kab. Merangin) ” dapat diselesaikan
dengan baik. Salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW Sang suri tauladan umat, yang telah membawa manusia ke
alam yang terang benderang dengan cahaya iman, taqwa dan ilmu pengetahuan.
Dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai ujian dan cobaan,
namun semua itu patut disyukuri, karena banyak sekali pengalaman dan pelajaran
yang penulis dapatkan dari penjelasan skripsi ini. Dukungan dan motifasi dari
berbagai pihak juga penulis dapatkan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. oleh
karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Su‟aidi, MA, Ph. D selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
2. Ibu Dr. Rafiqoh Ferawati selaku wakil Rektor bidang akademik dan
pengembangan lembaga, bapak Dr. As‟ad Isma selaku wakil Rektor bidang
administrasi umum, perencanaan, dan keuangan, bapak Dr. Bahrul Ulum,
MA selaku wakil Rektor bidang kemahasiswaan dan kerjasama Universitas
Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
3. Bapak Dr. Sayuti, M.HI selaku Dekan fakultas Syari‟ah UIN STS Jambi
4. Bapak Agus Salim, S. TH.I, MA, M.IR, Ph.D selaku wakil dekan bidang
akademik dan kelembagaan, bapak Dr. Ruslan Abdul Gani, SH, M.Hum
selaku wakil dekan bidang administrasi umum, perencanaan, dan keuangan
dan Bapak Dr. H. Ishaq, SH, M.Hum selaku wakil dekan bidang
kemahasiswaan dan kerjasama fakultas Syari‟ah UIN STS Jambi
5. Ibu Mustiah,RH, S.Ag., M,Sy selaku ketua Prodi Hukum Keluarga Islam
dan bapak Irsyadunnas Noveri M.H selaku sekretaris Prodi Hukum
Keluarga Islam fakultas Syari‟ah UIN STS Jambi
6. Bapak Drs. Asrineldi selaku dosen pembimbing akademik

viii
7. Bapak H. Hermanto Harun., Lc., M.HI. Ph.D selaku dosen pembimbing I
yang telah banyak membimbing dan memberi petunjuk dan arahan sehingga
saya dapat menyelesaikan skripsi ini
8. Ibu Sulhani, M.H selaku dosen pembimbing II yang telah banyak
membimbing dan memberi petunjuk dan arahan sehingga saya dapat
menyelesaikan skripsi ini
9. Seluruh dosen fakultas Syari‟ah UIN STS Jambi, terima kasih banyak atas
ilmu yang telah diberikan, semoga dapat menjadi bekal bagi penulis untuk
mengaplikasikan ilmu tersebut menjadi sesuatu yang bermanfaat
10. Seluruh karyawan dan karyawati di lingkungan fakultas Syari‟ah UIN STS
Jambi
11. Kepala perpustakaan UIN STS Jambi beserta stafnya dan perpustakaan
wilayah Jambi beserta jajarannya
12. Teman-teman prodi Hukum Keluarga Islam, teman-teman seperjuangan
dikampus tercinta dan terima kasih sedalam-dalamnya atas semangat dan
dukungan kalian, sehingga penulis dapat terus optimis dalam menyelesaikan
skripsi ini
Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah berpartisipasi dalam penyusunan skripsi ini, semoga Allah SWT
melimpahkan ridho dan keberkahan-Nya dalam kehidupan kita

Jambi, 2020
Penulis

HASRIL
NIM. 101180067

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL………………………………………………………..…………………...i
PENGESAHAN……………………………………………………………….....ii
PERNYATAANKEASLIAN……………………………………………..……..iii
SURAT PERSETUJUANPEMBIMBING……………………………..………iv
MOTTO...................................................................................................................
v
ABSTRAK.............................................................................................................vi
PERSEMBAHAN................................................................................................vii
KATA PENGANTAR.........................................................................................viii
DAFTAR ISI...........................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah....................................................................1
B. Rumusan masalah.............................................................................7
C. Tujuan penelitian..............................................................................8
D. kegunaan penelitian..........................................................................8
E. Kerangka teori..................................................................................9
F. Tinjauan pustaka........................................................................... 13
BAB II METODE PENELITIAN
A. Pendekatan penelitian.................................................................... 15
B. Lokasi penelitian......................................................................... 15
C. Data dan sumber data................................................................ ... 16
D. Metode pengumpulan data ...................................................... 16
E. Analisa data................................................................................ 17
F. Sistimatika penulisan .................................................................... 20
G. Jadwal Penelitian ......................................................................... 21
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Singkat desa ....................................................... 23
B. Kondisi Geografi ......................................................... 29

x
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Pemahaman Masyarakat desa Talang Segegah terhadap harta
wakaf ……………………………… 35
B. Faktor yang mempengaruhi masyarakat desa Talang Segegah
memanfaatkan harta wakaf untuk kepentingan pribadi
……………………………………………. 41
C. Hukum pemanfaatan tanah wakaf untuk kepentingan Pribadi 51

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................. 68
B. Saran-saran……………………………………………………..71
C. Kata Penutup.............................................................................. 71

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE

xi
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Persoalan mengenai tanah dalam kehidupan masyarakat mempunyai arti

yang sangat penting, karena tanah merupakan sumber kehidupan bagi

manusia bahkan kehidupan sebagian besar manusia. Sengketa tanah

merupakan persoalan yang bersifat klasik dan selalu ada dimana-mana di

muka bumi. Oleh karena itu sengketa yang berhubungan dengan tanah

senantiasa berlangsung secara terus-menerus karena setiap orang memiliki

kepentingan yang berhubungan dengan tanah. Salah satu sengketa tanah yang

sering terjadi di dalam masyarakat adalah sengketa mengenai tanah wakaf.

Wakaf dalam Islam sudah dikenal sejak era kenabian Muhammad SAW.

Ditandai dengan pembangunan Mesjid Quba kemudian disusul dengan mesjid

Nabawi yang dibangun di atas tanah anak yatim Bani Najjar yang dibeli oleh

Rasullullah. Rasulullah telah berwakaf untuk pembagunan Mesjid dan para

sahabat memberi dukungan untuk menyelesaikan Kontruksi.2

Wakaf adalah suatu bentuk amal yang pahalanya akan terus menerus

mengalir selama harta wakaf itu dimanfaatkan, seperti tercermin dalam

Firman Allah di dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah ayat (261)

menggambarkan bahwa imbalan seseorang menafkahkan harta di jalan Allah,

2
Suhrawardi K. Lubis, Hukum wakaf Tunai, ( Bandung PT. Citra Aditya Bakti 2016 ), hlm.
11.

1
1
2

ibarat benih yang tumbuh menjadi tujuh butir dan pada setiap butir menjadi

seratus biji, Firman Allah dalam Al-Qur‟an.3

ّٰ ََ ۗ ‫س ْۢىْثُلَ ٍة ِ ّمائَةُ َحثَّ ٍة‬


ُ‫اّٰلل‬ ْ ‫اّٰلل َك َمث َ ِل َحثَّ ٍة ا َ ْۢوْثَح‬
ُ ‫َث َس ْث َع َسىَاتِ َل فِ ًْ ُك ِّل‬ ِ ّٰ ‫َمث َ ُل الَّ ِذٌْهَ ٌُىْ ِفقُ ُْ َن ا َ ْم َُالَ ٍُ ْم فِ ًْ َسثٍِ ِْل‬
ّٰ ََۗ ‫ف ِل َم ْه ٌَّش َۤا ُء‬
‫اّٰللُ ََا ِسع َع ِلٍْم‬ ُ ‫ٌُضٰ ِع‬

Artinya :

“perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang


menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbahkan tujuh butir,pada tiap-tiap butir
seratus biji, Allah meliput gandakan (ganjaran) bagi yang dia
kehendaki. Dan Allah Maha luas (karuniaNya) lagi Maha
Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 261).
Wakaf juga sebagai usaha pembentuk watak kepribadian seseorang

muslim untuk melepaskan sebagian hartanya untuk kepentingan orang lain,

juga merupakan investasi pembangunan yang bernilai tinggi tanpa

memperhitungkan jangka waktu dan keuntungan meteri orang yang me-

wakaf-kan, peranannya dalam pemerataan kesejahteraan dikalangan umat dan

penanggulangan kemiskinan termasuk diantara sekian sasaran wakaf dalam

Islam. Dengan demikian jika wakaf dikelola dengan baik tentu sangat

menunjang pembangunan, baik di bidang ekonomi, agama, sosial, budaya

politik maupun pertahanan keagamaan.

Sesuatu yang diketahui di Indonesia hampir semua tempat ibadah umat

Islam merupakan tanah wakaf. Bahkan banyak sarana pendidikan, tanah

perkuburan, rumah sakit dan sarana kepentingan umum lainnya merupakan

tanah wakaf. jika tidak diolah dengan baik akan banyak menimbulkan

3
QS Al-Baqaroh (2); 261
3

permasalahan-permasalahan yang pada akhirnya tanah wakaf dapat

digunakan untuk kepentingan umat di salah gunakan oleh orang-orang yang

mengingatkan tanah tersebut untuk memperkaya diri sendiri.

Menurut Pasal 215 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa benda

wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak yang

memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut

ajaran Islam.4 benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan

dikuasi oleh wakaf secara sempurna.

Penulisan skripsi ini agar tidak menyimpang dari pokok permasalahan

maka penulis memfokuskan pada benda tidak bergerak yaitu mengenai tanah

yang di dalamnya dilekati oleh hak sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Syarat-syarat mengenai benda yang

diwakafkan yang berupa benda tidak bergerak yaitu tanah, maka yang akan

diwakafkan itu harus merupakan tanah hak milik atau tanah milik yang bebas

dari segala pembebanan, dan perkara. Perbuatan mewakafkan adalah

perbuatan yang suci, mulia dan terpuji sesuai dengan ajaran agama Islam.

Berhubungan dengan itu maka tanah yang hendak di wakafkan itu betul-betul

merupakan milik bersih dan tidak ada cacatnya dari sudut kepemilikan.

Persoalan masalah tanah yang banyak menimbulkan keributan di dalam

masyarakat, salah satunya adalah persoalan tanah wakaf. Permasalahan tanah

wakaf ini diantaranya adalah beralihnya fungsi tanah wakaf dari keinginan

4
Departemen Agama R.I, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafik:
1999), hlm. 99.
4

Muwakif, beralihnya fungsi tanah wakaf karena dipergunakan untuk

kepentingan pribadi. serta pengakuan hak oleh ahli waris. Keadaan ini

menyebabkan terjadinya sengketa.

Hukum Islam pun melarang peralihan tanah wakaf, sebagaimana hadist

yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Sabda Rasulullah SAW yang

berbunyi :

‫ فِى ْالفُقَ َز ِاء ََ ْالقُ ْزتَى‬، ‫خ‬ ُ ‫ُر‬


َ ٌُ َ‫َة ََال‬ ْ َ ‫ع َم ُز أَوًَُّ الَ ٌُثَاعُ أ‬
ُ ٌٌُُ َ‫صل ُ ٍَا ََال‬ َ َ ‫فَح‬
ُ َ‫صدَّق‬
‫علَى َم ْه ََ ِلٍَ ٍَا أ َ ْن‬ َ َ ‫َثٍِ ِل ََالَ ُنىَا‬
َّ ‫ْف ََات ِْه ال‬
ِ ٍ‫ض‬ ِ َّ ‫سثٍِ ِل‬
َّ ‫اّٰلل ََال‬ َ ‫ب ََفِى‬ ِ ‫الزقَا‬
ّ ِ ََ
َ ‫صدٌِقًا‬
َ ‫غٍ َْز ُمح َ َم ّ ُِ ٍل فٍِ ًِ)رَاي الثخاري‬ َ ‫ط ِع َم‬ ِ ‫ٌَأ ْ ُك َل ِمىْ ٍَا تِ ْال َم ْع ُز‬
ْ ُ ٌ َْ َ ‫ أ‬، ‫َف‬
.‫مَلم‬

Artinya :

Lalu Umar mewakafkan tanahnya dengan syarat pohonnya tidak


boleh dijual, tidak boleh dihadiahkan, dan tidak boleh diwarisi.
Hasil dari pohon tersebut disedekahkan kepada kaum fakir,
kerabat-kerabat, budak-budak, orang-orang yang membela
agama Allah, tamu, dan musafir yang kehabisan bekal.Namun
tidak masalah bagi pengurus wakaf untuk memakan hasilnya
dengan baik dan memberi makan teman-temannya yang tidak
memiliki harta.” (Muttafaq „alaih. HR.Bukhari dan Muslim5

Hadist di atas, menunjukkan bahwa dalam hukum Islam, tanah wakaf

merupakan milik Allah SWT, tanah wakaf tidak dapat diperjual belikan,

5
Al-Imam Abiy Zakaria Yahya Ibnu Syarofi Al-Nawawiy Al- Damsyiqiy, Syarh Shahih
Muslim, ditahqiq oleh Imad Zakiy Al-Barudiy, Juz.11, (Mesir: Al-Maktabah Al-Taufiqiyah, 2008),
hlm. 64.
5

dihibahkan, digadaikan dan sebagainya yang dikuasakan kepada nazhir6 dan

digunakan untuk tujuan–tujuan tertentu yang di-ridhoi Allah SWT guna

kehidupan dunia dan akhirat. Memanfaatkan tanah wakaf berarti mengambil

manfaat, tanpa meniadakan benda asalnya atau pokoknya, tetap tidak boleh

dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwariskan.

Secara logis apa yang diatur dalam hukum Islam dan Undang-Undang

wakaf sudah diwakafkan sudah dikeluarkan atau dibebaskan dari obyek

perdagangan. Benda wakaf yang sudah dibebaskan dari obyek perdagangan

tersebut selanjutnya kekal penggunaannya untuk keperluan umum di bidang

pendidikan, agama, sosial, kesehatan dan sebagainya. Harta wakaf bersifat

kekal dan abadi.7

Bagaimana jika tanah yang diwakafkan oleh orang yang me-wakafkan

tanah (wakif) dimanfaatkan kembali sebagiannya oleh ahli waris setelahnya

dengan ditanam sawit atau tanaman-tanaman lainnya, karena berbagai alasan

diantaranya tanah tersebut tidak digunakan sebagaimana seharusnya, tanah

tersebut merupakan tanah warisan nenek moyangnya dan karena faktor-faktor

ekonomi dan lain-lainnya.

Desa Talang Segegah merupakan desa yang mayoritas penduduknya

beragama Islam, hal ini dapat dilihat dari kegiatan keagamaan yang ada dan

6
Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan
dikembangkan sesuai dengan yang di peruntukan, Lihat, Tiswarni Strategi Nazhir Dalam
Pengelolaan Wakaf, (Jakarta: Rajawali Press,2016), hlm. 27.
7
Rachmadi Usaman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm.
52.
6

beberapa bangunan keagamaan diberbagai sudut tempat, seperti masjid,

mushalla, madrasah dan lain-lain. Dan dengan berbagai kegiatan islami yang

biasa dilakukan oleh masyarakat Desa Talang Segegah seperti yasinan

rutinitas setiap sore jum‟at bagi kaum ibu-ibu dan malam jum‟at bagi kaum

bapak-bapak, Dengan keberadaan bangunan tersebut maka tidak terlepas dari

praktek perwakafan, karena masyarakat dahulu lebih mempercayakan

hartanya untuk wakaf tempat ibadah dari pada wakaf yang lain. Hal ini

mengingat bahwa wakaf merupakan salah satu tuntutan ajaran Islam yang

menyangkut kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah ijtima‟iyah

(ibadah sosial).

Berdasarkan data awal yang penulis peroleh dari tokoh masyarakat

bapak Asnawi8, Damyati9. Dan data dari kantor Kepala Desa Talang Segegah

Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin bahwa seorang bernama

H. Tayyib Bin Abdurrahman Bin Rahib ( Al-Marhum ) dan Fatimah Binti

Abdurrahman Binti Rahib ( Al-Marhumah ) mewakafkan tanah pada -+

Tahun 1959 dan diikrarkan Kembali oleh ahli warisnya Bapak Mukhtar (

Anak dari H Tayyib ) pada tanggal 23-01-1982, sesuai dengan tercantum

dalam sertifikat dengan luas 10.169M2 ( Sepuluh ribu seratus enam puluh

sembilan meter persegi ) yang tempatnya berada di desa Talang Segegah

Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin, dengan tujuan digunakan

untuk kepentingan umum yaitu Pemakaman Umum di atas tanah tersebut agar
8
Wawancara dengan Asnawi, Mantan Kades Desa Talang Segegah, Pada tanggal 29 30
maret 2020.
9
Wawancara dengan Damyati, Tokoh Masyarakat Desa Talang Segegah, Pada Tanggal 30
maret 2020.
7

masyarakat Talang Segegah bisa memanfaatnya dengan baik, karena di Desa

Talang Segegah waktu itu tidak ada tempat khusus untuk pemakaman umum.

Namun tanah tersebut di gunakan kembali sebagiannya oleh ahli waris wakif

yaitu sebagian dari anak anak cucunya. Dan mereka sudah ada yang

menanam pohon Sawit, duku, pinang dan lain sebagainya.

Berdasarkan persoalan di atas penulis tertarik untuk mengkaji lebih

mendalam lagi tentang tanah wakaf yang di manfaatkan sebagian tanahnya

kembali oleh ahli warisnya (anak dan cucu-cucunya), dalam sebuah skripsi

yang berjudul “HUKUM PEMANFAATAN TANAH WAKAF UNTUK

KEPENTINGAN PRIBADI (Studi Kasus di Desa Talang Segegah

Kabupaten Merangin).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas, maka penulis

merumuskan berapa permasalahan dalam penilitan ini di antaranya sebagai

berikut:

1. Bagaimana pemahaman Masyarakat desa Talang Segegah Terhadap Harta

Wakaf ?

2. Apa faktor yang mempengaruhi masyarakat desa Talang Segegah

memanfaatkan tanah wakaf untuk kepentingan pribadi ?

3. Bagaimana hukum Pemanfaatan tanah wakaf untuk kepentingan pribadi ?


8

C. Batasan Masalah

Berdasarkan hal tersebut dan supaya penelitian ini menjadi lebih terarah

maka penulis membatasi penelitian ini sebagai berikut :

1. Deskripsi tentang pemanfaatan tanah wakaf oleh ahli waris di Desa Talang

segegah serta faktor dan penyebabnya.

2. Analisis hukum Terhadap pemanfaatan tanah wakaf Pemakaman Umum di

desa Talang Segegah Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin.

D. Tujuan dan kegunaan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Pemahaman masyarakat tentang wakaf terhadap tanah

pemakaman Umum desa Talang Segegah.

2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi Masyarakat Desa Talang

Segegah memanfaatkan tanah wakaf untuk kepentingan pribadi.

3. Untuk mengetahui hukum pemanfaatan tanah wakaf untuk kepentingan

pribadi.

Sedangkan kegunaan yang ingin peneliti peroleh melalui penelitian ini

antara lain sebagai berikut:


9

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai salah

satu pengembangan ilmu hukum yaitu hukum perwakafan khususnya

tentang pemanfaatan tanah yang sudah diwakafkan.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan

pertimbangan atau masukan bagi pemerintah dalam mengambil berbagai

kebijakan hukum dalam masalah pemanfaatan tanah yang sudah

diwakafkan untuk kepentingan pribadi sesuai dengan peraturan yang

berlaku.

3. Diajukan untuk melengkapi syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana

Strata Satu (S1) pada Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin

Jambi.

E. Kerangka Teori dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teori merupakan landasan suatu penelitian, tersebut. Ialah teori-

teori yang dikembangkan oleh ahli hukum, sebagai berikut :

Teori Maqasid al-Syari‟ah dikemukakan dan dikembangkan oleh

Abu Ishaq al-Shatibi, yaitu tujuan Akhir hukum adalah Maslahah atau

kebaikan dan kesejahteraan manusia. Tidak satupun hukum Allah SWT

yang tidak mempunyai tujuan karena hukum yang tidak mempunyai tujuan

sama dengan membebankan sesuatu yang tidak dapat dilaksanakan,

sedangkan hukum-hukum Allah SWT dalam al-Quran mengandung

kemaslahatan.10

10
Zainuddin Ali, Metode penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2019), 1, hlm 79
10

2. Kerangka Konseptual

a. Dasar hukum wakaf

Dalam Al-Qur‟an kata wakaf sendiri tidak secara jelas disebutkan,

akan tetapi keberadaan diilhami oleh beberapa ayat-ayat Al-Qur‟an dan

contoh dari Rasulallah SAW serta tradisi para sahabat. Adapun beberapa

dasar hukum wakaf tersebut adalah sebagai berikut:

Surah Ali Imran ayat 92

ْ ‫لَ ْه جَىَالُُا ْالثِ َّز َححّٰى ج ُ ْى ِفقُ ُْا ِم َّما ج ُ ِحث ُُّْنَ ََۗ َما ج ُ ْى ِفقُ ُْا ِم ْه َش‬
َ ّٰ ‫ًءٍ فَا َِّن‬
‫اّٰلل تِ ًٖ َع ِلٍْم‬

Artinya:

Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu


menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang
kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui.11
ّٰ ََ ۗ ‫س ْۢ ْىثُلَ ٍة ِ ّمائَةُ َحثَّ ٍة‬
ُ‫اّٰلل‬ ْ ‫اّٰلل َك َمث َ ِل َحثَّ ٍة ا َ ْۢ ْوثَح‬
ُ ‫َث َس ْث َع َسىَا ِت َل فِ ًْ ُك ِّل‬ ِ ّٰ ‫َمث َ ُل الَّ ِذٌْهَ ٌُ ْى ِفقُ ُْنَ ا َ ْم َُالَ ٍُ ْم فِ ًْ َس ِث ٍْ ِل‬
‫اّٰللُ ََا ِسع َع ِلٍْم‬ ّٰ ََۗ ‫ف ِل َم ْه ٌَّش َۤا ُء‬ ُ ‫ٌُضٰ ِع‬

Artinya:

Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah


seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap
tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang
Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.

b. Kedudukan dan manfaat Wakaf

1. Kedudukan Wakaf

11
QS Ali Imran(3); 92
11

Diterangkan dalam kitab“Fiqh Sunah” sebagai berikut : “

yang dimaksud shadaqah jariyah adalah wakaf” Ada pula para

ulama mengartikan sedekah jariyah dengan wakaf, maka

kedudukan wakaf dalam Islam adalah sebagai salah satu macam

sedekah, dan sedekah ini memiliki keistimewaan dibandingkan

dengan sedekah lainnya hal ini dikarnakan pahala dari sedekah ini

tidak terputus walaupun yang melakukan sudah meninggal dunia.12

Menurut pandangan Al-Maududi sebagaimana dikutip oleh

Imam Suhadi, bahwa pemilik harta dalam Islam itu harus disertai

dengan tanggung jawab moral. Artinya, segala sesuatu (harta

benda) yang dimiliki oleh seorang atau lembaga, secara moral

harus diyakini bahwa ada sebagian dari harta tersebut menjadi hak

bagi pihak lain, yaitu untuk kesejahteraan sesama yang secara

ekonomi tidak mampu, seperti fakir miskin, yatim piatu, anak-anak

terlantar dan fasilitas sosial.

2. Manfaat wakaf

Pemilikan harta benda mengandung prinsip atau konsepsi

bahwa semua benda hakikatnya milik Allah SWT. Kepemilikan

dalam ajaran Islam disebut juga amanah (kepercayaan), yang

mengandung arti bahwa harta yang dimiliki harus dipergunakan

12
Sayyid Sabiq, Terjemahan Fikih Sunah, Jilid XIV, (Bandung: Ma‟arif, 1988), hlm. 157.
12

sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Allah SWT.13 Konsepsi

tersebut sesuai dengan firman Allah :

.‫ض ََ َما فٍٍه‬


ِ ‫اال ْر‬ ِ ُٰ ٰ‫ّٰلل ُم ْلكُ ال ََّم‬
َ ْ ََ ‫ت‬ ِ ّٰ ِ

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa


yang ada didalamnya”. 14

Sejalan dengan konsep kepemilikan harta dalam Islam,

maka harta yang telah diwakafkan memiliki akibat hukum, yaitu

ditarik dari lalu lintas peredaran hukum yang seterusnya menjadi

milik Allah, yang dikelola oleh perorangan atau lembaga Nazhir,

sedangkan manfaat bendanya digunakan untuk kepentingan umum.

Pelaksanaan wakaf ini, misalnya seseorang mewakafkan

sebidang tanah untuk pemeliharaan lembaga pendidikan atau balai

pengobatan yang dikelola oleh suatu yayasan, maka sejak

diikrarkan sebagai harta wakaf, tanah tersebut terlepas dari hak

milik wakif, pindah menjadi hak Allah dan merupakan amanat pada

lembaga atau yayasan yang menjadi tujuan wakaf. Sedangkan

yayasan tersebut memiliki tanggung jawab penuh untuk mengelola

dan memberdayakannya secara maksimal demi kesejahteraan

masyarakat banyak.

D. Tinjauan Pustaka

13
Departemen Agama RI, Fikih Wakaf.,( Bandung PT Bintang Pustaka 2014), hlm. 68.
14
Al-Maidah (5) : 120
13

Sebagai upaya untuk menjaga kualitas dan orisionalitas. Terkait dengan

penelitian penulis, telah ada karya tulis ilmiah yang melakukan penelitian

yang serupa antara lain:

Pertama Skiripsi karya Agus Eko Satya yang berjudul Tinjauan Hukum

Islam Terhadap Hilangnya Status Tanah Wakaf (Studi Kasus Tanah Wakaf

Masjid At Taqwa, Desa Kutowinangun Kabupaten Kebumen) membahas

mengenai upaya upaya yang dilakukan Nazhir dalam mengembalikan tanah

wakaf sesuai peraturan perundang undangan. Tinjauan hukum islam

terhadap kasus hilangnya status tanah wakaf masjid at Taqwa dalam

peralihan hak atas tanah wakaf sebaiknya melalaui proses dan prosedur yang

berlaku menurut peraturan perundang undangan. Tanah wakaf sebaiknya

tidak ditelantarkan oleh tim pengurus dan pengelola tanah wakaf sebagai

Nazhir, sehingga pihak SMPN Kutowinangun tidak berinsiatif meminjam

dan seterusnya disertifikasi.15

Kedua, Jurnal Al-Ahkam Volume 22 Nomor 1 April 2012, Karya

Uswatun Hasanah dengan judul (Urgensi pengawasan dalam pengelolaan


16
wakaf Produktif ) Hasil penelitiannya adalah perwakafan di indonesia

masih perlu pembebenahan, karena walaupun peraturan perundang

undangannya sudah cukup bagus, namun penerapannya belum dilakukan

sebagaimana mestinya. Oleh kerena itu, supaya peraturan perundang

undangan tentang wakaf dan pengelolaan wakaf secara produktif oleh para

Nazhir dapat berjalan dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan

16
Uswatun Hasanah, Urgendi Pengawasan dalam pengelolaaan wakaf Produktig Jurnal
Ahkam Volume 22 No 1 April 2012
14

perundang undangan yang berlaku, maka pengawasan harus dilakukan secara

maksimal.

Pengawasan harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, baik secara

aktif maupun pasif. Dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan

wakaf, pemerintah dan masyarakat dapat meminta jasa akuntan publik

independen. Dengan pegawasan yang ketat dan baik diharapkan harta wakaf

di indonesia dapat dikelola dengan baik seingga hasilnya dapat dimafaatkan

untuk memperdayakan masyarakat.

Ketiga: sp membahas tentang faktor ruslaigh tanah wakaf pada Masjid Al-

Isiqomah dan Musholla Hayatuddin yang pertama karena adanya RUTR kota

wilayah tersebut, dan kedua adanya upaya penyelamatan terhadap aset wakaf

agar tidak hilang.17

Perbedaan dari penelitian di atas dengan penelitian penulis teliti adalah

penelitian penelitian tersebut yaitu penyelesaian perselisihan benda wakaf

serta kaitannya dengan hukum Islam, perbedaan lainnya adalah objek dan

lokasi penelitian.

BAB II

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

17
Repository.Uinjkt.Ac.Id/Dspace/Bisttream/.../1/AHMAD%20FIRMANSYAH-FSH.Pdf,
dikutip pada tanggal 1 oktober 2020, pukul 04.13 WIB.
15

Metode penelitian merupakan cara memudahkan dan memahami arah

penelitian, maka penelitian perlu menegaskan metode yang digunakan dalam

Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (field research) deskriptif

eksploratif dan bersifat empiris. Metode penelitian adalah cara melakukan

sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu

tujuan dengan cara mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis sampai

menyusun laporan. Pada penelitian ini penulis menggunakan metode

penelitian adalah yuridis empiris yaitu dengan menggunakan lokasi

penelitian, tipe penelitian, spesifikasi penelitian, pengumpulan data,

pengolahan dan analisis data.

1. Lokasi Penelitian

Untuk lebih berfokus dan membatasi ruangan lingkup permasalahan yang

akan diteliti, maka ditetapkan lokasi penelitian, yakni di Tanah Pemakaman

Desa Talang Segegah Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin.

2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian dalam penelitian ini adalah secara yuridis empiris yakni

terlebih dahulu meneliti bahan-bahan perpustakaan hukum yang berhubungan

dengan permasalahan yang diteliti dan selanjutnya melihat secara obyektif

melalui ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan melihat

kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat.

3. Spesifikasi Penelitian 15
16

Spesifikasi penelitian ini lebih bersifat deskriptif analisis, yakni

menggambarkan dan menganalisis permasalahan yang dimukakan, yang

bertujuan menggambarkan secara kongkret tentang Pemanfaatan tanah yang

sudah diwakafkan (Tanah Pemakaman Umum Di Desa Talang Segegah,

Renah Pembarap kabupaten Merangin).

B. Data dan Sumber Data

Setiap penelitian memerlukan data, karena data merupakan sumber

informan ynag memberikan gambaran utama tentang ada tidaknya masalah

yang akan diteliti.18 Dalam penelitian ini penulis menggunakan data yang

bersumber dari:

1. Data Primer

Data primer adalah adalah tokoh yang diperoleh langsung dari

narasumber atau informasi di lapangan yang ditetapkan sebelumnya dengan

melakukan penelitian terlebihdahulu dengan tujuan adalah agar penelitian

mendapat hasil yang sebenarnya dari objek yang diteliti.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data penunjang dan pendukung dari data

primer, data ini diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan dan studi dokumen

yang terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat, yaitu Al-

Qur‟an, Hadis, dan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

18
Afifudin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2009), hlm. 117.
17

Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang pokoh Agaria, dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku serta berkaitan dengan penelitian.

b. Bahan Hukum Sekunder

Literatur, buku-buku atau tulisan-tulisan ilmiah yang berkaitan dengan

objek penelitian.

c. Bahan Hukum Tersier

Dokumen tentang konsep dan keterangan yang dapat menambah

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, internet dan

kamus hukum serta bahan sejenis lainnya.

C. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah cara memperoleh data dalam kegiatan

penelitian, yaitu menentukan cara mendapatkan data mengenai variabel-

variabel.19 Maka penulis menggali data secara langsug dari lapangan yang

berkaitan dengan fokus permasalahan dalam penelitian, yang meliputi:

1. Metode wawancara (Interview)

Metode wawancara merupakan metode pengumpulan data yang

dilakukan dengan mewawancarai atau memberikan pertanyaan kepada

narasumber yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pada metode

ini peneliti berfungsi sebagai pengumpul data, sedangkan pihak yang

dihubungi atau diteliti bertindak sebagai informan yaitu tokoh masyarakat,

tokoh agama dan masyarakat yang dianggap berkaitan dengan penelitian.

Disini penulis mengumpulkan data-data dengan cara mengadakan tanya


19
Afifudin dan Beni Ahmad Saebani, , Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2009), hlm. 149.
18

jawab secara langsung kepada pihak-pihak atau lembaga yang mengetahui

permasalah tanah wakaf Pemakaman Umum Desa Talang Segegah.

2. Dokumentasi

Dokumentasi dari asal katanya dokumen, artinya barang-barang

tertulis. Dalam pelaksanaan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki

benda-benda tertulis seperti dokumen bukti kepemilikan tanah wakaf dan

peraturan yang berlaku.20

D. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan

kajian penelitian, yaitu pemanfaatan tanah wakaf untuk kepentingan

pribadi dengan menggunakan analisis kualitatif.

Data akan dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan meneliti peraturan-

peraturan hukum tentang wakaf dan menganalisis dengan cara

mempelajari jawaban dari responden sehingga dapat menarik suatu

kesimpulan berdasarkan hukum. Dalam penulisan menggunakan metode

berpikir induktif yaitu metode yang mempelajari gejala khusus untuk

mendapatkan kaidah-kaidah yang berlaku dilapangan yang lebih umum

mengenai fenomena yang diteliti. Kemudian hasil analisis akan dituangkan

dalam bab-bab yang telah dirumuskan dalam sistematika pembahasan

dalam penelitian ini.

Adapun langkah-langkah analisis data :

1. Reduksi Data

20
Etta Mamang Sangadji dan Sopiah, Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis dalam
Penelitian, (Jakarta, Pustaka Setia.), hlm. 151-153.
19

Reduksi data sebagai proses pemilihan, pemisahan data mentah yang

muncul dari catatan dilapangan. Laporan data yang di didapatkan akan

dituangkan dalam bentuk uraian yang lengkap dan terperinci. Data

yang didapatkan dilapangan sangat banyak sehingga perlu dicatat

secara teliti dan terinci. Mereduksi data merupakan bagian dari

kegiatan berupa merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan

pada hal-hal yang penting, serta mencari tema dan pola sehingga data

yang telah direduksi akan mendapatkan gambaran yang jelas dan

mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya.

2. Penyajian data

Setelah data dirangkum melalui reduksi data, data yang diperoleh dari

hasil observasi, wawancara dan dokumentasi dianalisis kemudian

disajikan, menyusun informasi sehingga memberi kemungkinan akan

adanya penarikan kesimpulan. Bentuk penyajian data berupa catatan

lapangan.

3. Penarikan kesimpulan

Penarikan yaitu melakukan verifikasi secara terus menerus sepanjang

proses penelitian, selama proses pengumpulan data peneliti berusaha

untuk menganalisi dan mencari pola, tema. Hubungan persamaan dan

sebagainya yang akan dituangkan dalam kesimpulan. Dalam

penelitian ini kesimpulan merupakan intisari dari rangkaian kategori

hasil penelitian berdasarkan wawancara dan obsevasi.


20

E. Sistematika Penulisan

Seperti terlihat dalam daftar ini, maka skripsi ini menggunakan

sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, dalam bab ini diuraikan tentang : Latar Belakang

Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka

Teori, dan diakhiri dengan Tinjauan Kepustakaan.

Bab II Metode Penelitian, dengan sub bahasan:lokasi penelitian,

pendekatan penelitian, jenis dan sumber data, instrumen pengumpulan

data, populasi dan sampel, teknik analisis data, sistematika penulisan, dan

jadwal penelitian.

Bab III Gambaran umum lokasi penelitian, bab ini memuat gambaran

umum dari objek penelitian yang terdiri dari: gambaran umum desa Talang

Segegah, kecamatan Renah Pembarap, kabupaten Merangin. hukum

Pemanfaatan tanah yang sudah diwakafkan serta tanggapan masyarakat

desa Renah Pembarap mengenai Pemanfaatan tanah yang sudah

diwakafkan.

Bab IV Pembahasan dan hasil penelitian mengenai:

Pemahaman Masyarakat tentang wakaf, faktor penggunaan tanah

wakaf untuk kepentingan pribadi, hukum Pemanfaatan tanah yang sudah

diwakafkan untuk kepentingan pribadi.

Bab V Penutup merupakan bagian terakhir dalam penulisan skripsi

ini. Pada bab ini terdiri dari kesimpulan hasil penulisan skripsi, saran-saran

dan diakhiri dengan kata penutup.


21

F. Jadwal Penelitian

Untuk memudahkan peneliti melakukan penelitaian, maka penulis

menyusun agenda secara sistematis yang terlihat pada tabel Jadwal sebagai

berikut :

Tahun 2019-2020
No Kegiatan Nov-19 Des- 19 Jan-20 Feb-20
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan
1 x
Judul
Pembuatan
2 x
Proposal
Tahun 2020
No Kegiatan Februari Maret April Mei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Perbaikan
3 Proposal,
Seminar
Tahun 2020
No Kegiatan Februari Maret April Mei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Surat Izin
4
Riset
Pengumpulan
5
Data
Pengelolaan
6 dan Analisis data
Pembuatan
7
Laporan
Bimbingan
8
dan Perbaikan
9 Agenda Ujian Skripsi
Perbaikan, penjilidan
10

BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Desa Talang Segegah.


22

Desa Talang Segegah Merupakan desa yang mempunyai Asli yang

bertempat di Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin namun awal

terjadinya desa adalah terdiri dari beberapa fase21 yaitu:

a. Penduduk Pertama

Depati Setyo Nyato adalah dikenal seorang raja yang bertempat

tinggal di Tanah Renah (Sekarang Desa Muara Panco Timur

Kecamatan Renah Pembarap) + tahun 1780 mengajak warganya

mencari lahan baru untuk dijadikan Sawah maupun untuk mengatasi

pekembangan penduduk diwilayahnya, maka berangkatlah ke utara

menyeberang sungai Mesumai dan mengolah payo (payau)di sungai

gunggung untuk dijadikan Sawah dan berladang di durian dangkal

(sebelah utara Jembatan Mesumai) dan bertempat tinggal disana,

Secara berangsur-angsur beranjak menuju kearah utara lagi yaitu ke

daerah perbukitan yang mereka berinama : Guguk Tigo, Guguk mudik,

Air Dingin, Renah Cempedak dan ada yang ke Muara Segegah setelah

lahan pertama selesai ditanami, kemudian berpindah-pindah dan

bermukim secara kelompok dan berpincar-pincar namun sewaktu

waktu tertentu kembali ke tempat asalnya di Tanah Renah, misalnya

pada saat hari-hari besar agama islam dan upacara adat tahunan makan

jantung kerbau22.

21
Wawancara dengan Safron sebagai Tokoh Masyarakat desa Talang Segegah pada
Tanggal 1 Agustus 2020 23
22
Wawancara dengan Safron Sebagai tokoh Masyarakat desa Talang Segegah
Pada Tanggal 1 Agustus 2020
23

Seiring pesatnya penduduk akhirnya sebagian tinggal menetap di

ladangnya, (Cikal bakal penduduk Desa Talang Segegah) Sebagai

bukti mereka menetap didaerah tersebut yaitu masih tersisa batu sendi

rumah, yaitu batu sungai yang dijadikan alas tiang rumah panggung,

batu sendi dimaksudkan untuk menjaga tiang tidak mudah keropos23.

Mereka bermukim secara berpincar gunanya untuk mendapat lahan

satu hamparan yang luas Pembukaan baru ini langsung dipimpin

Setyonyato. Sebagai bukti bahwa Setyo Nyato ikut memimpin

masyarakatnya berladang dan menuko (mencetak) Sah adalah

makamnya berada diwilayah ini lebih kurang 100 (hektar) meter dari

Sawah. Disini (diwilayah tersebut di atas) mereka menemukan tanah

yang cocok untuk dijadikan Sawah dan tempat berladang. Salah satu

ciri lahan yang disukai adalah :

1. Datar/tidak terlalu miring

2. Dekat dengan sungai/dapat aliri air

3. Tanahnya subur.

Sejak itu mereka mulai mengolah tanah basah untuk dijadikan

Sawah dan tanah kering dijadikan tempat berladang menanam padi,

sayuran dan ubi-ubian juga memelihara ternak kerbau. Tahun demi

tahun berjalan , maka secara berangsur-angsur pula lahan tersebut

dijadikan Sawah , mereka mulai menuko (mencetak) Sawah yaitu dari

daerah yang paling tinggi dapat dijangkau air, cara seperti ini untuk

23
Dokumentasi dari kantor desa Talang Segegah
24

memudahkan mencetak „ Lupak‟ istilah setempat yang artinya petak

Sawah secara bersambung-sambung sesuai prinsip : berayik Sawah

dateh lembab Sawah bawah artinya jika Sawah yang di atas berair,

maka Sawah dibawahnya akan lembab dan mudah untuk dituko

(dicetak)24

b. Terbentuknya Perkampungan.

Belanda tidak pernah masuk secara langsung kewilayah ini, namun

melalui penduduk yang menjadi suruhannya pada tahun 1915

memerintahkan penduduk yang berpencar-pencar tadi yang berada di

lading-ladang bernama Durian Dangkal, Guguk Tigo, Guguk Mudik

dan Air dingin dipindahkan pada satu tempat bernama Renah Utan

Udang, di Renah utan udang ini sudah ada satu rumah yang didirikan

oleh Tungku Abd.Hamid seorang pemuka agama islam, rumah ini

disebut „Rumah Surau‟. Rumah=Rumah, Surau=Langgar berfungsi

sebagai tempat tinggal Tungku Abd.Hamid sekaligus dijadikan tempat

beribadah bagi pengikutnya, selanjutnya dibangun pula penampungan

bagi pindahan dari tempat lain yang disebut „Rumah Inggap‟. Setelah

dihuni beberapa buah rumah kemudian berkembang.25

Penduduk menyebut Rumah Inggap ini Dusun Talang lembak

(lembak=bawah), karna nanti dalam bagian ini ada yang disebut dusun

Talang Darat. Pada tahun 1984 dusun Lembak diganti menjadi dusun

Talang Satu kemudian pada tahun 2004 ada pemekaran dusun Talang
24
Dokumentasi dari kantor desa Talang Segegah
25
Wawancara dengan Sopyan sebagai staf di kantor desa Talang Segegah pada Tanggal
15 Juli 2020
25

Satu menjadi dua dusun yaitu dusun Kampung Surau untuk

mengembalikan nama asalnya dan Dusun Kampung Masjid, asal mula

nama Kampung Masjid adalah dimana di selatan dusun tersebut

tepatnya ditengah persawahan dibangun sebuah masjid desa yang baru

yaitu Masjid Al Fatah..26

Adapun penduduk yang berada di Renah Cempedak dipindahkan

ke dusun dahat yang sekarang Dusun Talang Dua dan yang berada di

Muara segegah tidak dipindahkan.

c. Asal nama “Talang Segegah”

Talang = artinya pergi menalang artinya pergi berladang, yaitu

pergi membuka lahan baru dan menetap sementara maupun lama

dilahan tersebut untuk bercocok tanam atau mengolah Sawah. yang

sudah ditanami tanaman disebut” umo” sedangkan Segegah= kalimat

yang asal katanya adalah “Sigagah” artinya gagah atau tampan, gagah

atau tampan ini adalah sebutan kepada mahluk halus jin islam yang

lebih dulu menghuni ini yang selalu menampakkan diri seperti manusia

gagah atau tampan dan berpakaian jubah bersorban besar berwarna

hitam. Jin tersebut sering terlihat oleh penduduk kala itu, hingga

datangnya ulama-ulama seperti Haji Sayo (Abdurrahman) yang dapat

memindahkan jin tersebut.27

26
Wawancara dengan Safron sebagai tokoh Masyarakat desa Talang Segegah pada
Tanggal 02 Agustus 2020
27
Wawancara dengan Safron sebagai tokoh Masyarakat desa Talang Segegah pada
tanggal 6 Agustus 2020
26

“Segegah” juga dipakai untuk nama Sungai yang melintas

ditengah-tengah Desa Talang Segegah, yaitu Sungai Batang Segegah

Gedang (Batang gah gedang) dan Sungai segegah kecil (Batang gah

kecik).

Penjajah Belanda membentuk sistem pemerintahan ditingkat

bawah yang diberi nama “Kepala kampung “kepala kampung diangkat

dari orang terpandang dan disegani diwilayahnya dan berhenti atas

kemauan sendiri atau meninggal dunia. Maka dalam sejarahnya Talang

Segegah tercatat beberapa kali terjadi pergantian kepemimpinan mulai

zaman Hindia Belanda, penjajah Jepang hingga zaman merdeka.

Kepala Dipilih secara Demokratis dimulai tahun 198428.

1. Visi Desa

Visi adalah suatu gambaran tentang keadaan masa depan yang

diinginkan terwujud dengan melihat potensi dan permasalahan desa yang

sebenarnya.

Penyusunan Visi Desa Talang Segegah dilakukan pendekatan

partisipatif masyarakat melalui unsur pemerintahan Desa, BPD, LPM,

Tokoh Agama, Adat Pemuda dan PKK

Seiring satu langkah sejalan satu arah pula dengan visi misi

Merangin , maka Desa Talang Segegah menetapkan visinya menuju Desa

“ISLAMI”

 I = Indah dipandang

28
Wawancara dengan Safron dan Sofyan pada tanggal 6 Agustus 2020
27

 S = Sejahtera Ekonominya

 L = Lancar transportasinya

 A = Aman lingkungannya

 M = Maju pendidikannya

 I = Istimewa infrastrukturnya29

2. Misi Desa

Misi DesaTalang Segegah dalam mencapai Visi Desa dalah:

- Meningkatkan Kualitas Pelayanan Birokrasi Dengan Mengedepankan

Transparansi, Efisiensi, Efektifitas dan Akuntabilitas.

- Meningkatkan Kualitas Infrastruktur Pelayanan Dasar.

- Meningkatkan Kualitas SDM Melalui Pendidikan Dan Kesehatan.

- Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Pertanian dan

UKM.

- Meningkatkan Prestasi Generasi Muda Dan Kesetaraan Gender.

- Meningkatkan pengelolaan dan Perlindungan Hutan, Sumber Daya Alam

(SDA) dan Mineral yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

- Menjamin ketentraman umum.

29
Dokumentasi di Kantor desa Talang Segegah
1

STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAHAN

DESA TALANG SEGEGAH

1
ii

b. Tabel 1. Silsilah Kepemimpinan Desa Talang Segegah. Berikut silsilah

kepemimpinan tersebut:

No Nama Status Periode Keterangan

H.Husin
Kepala Dibawah
1 bin 1930-1936
Kampung Cinto Berajo
Abdullah

H.Sya‟ri
Kepala Dibawah
2 bin 1937-1940
Kampung Cinto Berajo
H.Ibrohim

HM.Thoyib

bin Kepala Dibawah


3 1941-1949
H.Abdurrah Kampung Cinto Berajo

man

Mukhtib bin Kepala Dibawah


4 1950-1958
H.Ibrohim Kampung Cinto Berajo

Mukhtar bin Kepala Dibawah


5 1959-1975
HM.Thoyib Kampung Camat

Kepala Dibawah
6 Busri bin Suhul 1976-1983
Kampung Camat
Dibawah
7 Bukri bin Rasid Kepala Desa 1984-1989
Camat
Mohd. Asnawi Dibawah
8 Pj. Kepala Desa 1990-1993
bin M.Sofi Camat
Mohd.Hakim bin Dibawah
9 Kepala Desa 1994-2002
Ali Mesir Camat
iii

Zulkifli bin Ali 2003-Mei Dibawah


10 Kepala Desa
Mesir 2008 Camat
M.Nazhir bin Juni-Des Dibawah
11 Pj. Kepala Desa
M.Kasim 2008 Camat
Mohd.Sahir bin Dibawah
12 Kepala Desa 2009-2014
Rasid Camat
Asnawi bin Jan 2015 – Dibawah
13 Pj. Kepala Desa
M.Sofi Mei 2020 Camat
Ismail bin 2015 sampai Dibawah
14 Kepala Desa
Qosim Sekarang Camat

3. Kondisi Geografi

Secara geografis, Desa Talang Segegah terletak pada titik

koordinat antara 102001’55.38” Bujur Timur dan 2006’10.15” Lintang

Selatan, dengan luas 18 Km2. Dalam mendukung jalannya roda

pemerintahan, pusat pemerintahan Talang Segegah berada di Desa Talang

Segegah dengan jarak dari :

- Ibu Kota Kecamatan : 8 Km

- Ibu Kota Kabupaten : 45 Km

- Ibu Kota Provinsi : 270 Km

Desa Talang Segegah berbatas langsung dengan :

- Sebelah Barat : Desa Durian Lecah Kecamatan Sungai Manau

- Sebelah Timur : Desa Pulau Layang Kecamatan Batang Mesumai

- Sebelah Utara : Desa Nalo Gedang Kecamatan Nalo Tantan


iv

- Sebelah Selatan : Desa Durian Betakuk Kecamatan Renah

Pembarap30.

4. Iklim

Musim hujan di Desa Talang Segegah berkisar antara bulan

September sampai Juni Tahun berikutnya. Musim kemarau berkisar antara


0
bulan Juni sampai dengan Agustus. Temperatur minimum 22 C

maksimum 28 oC. Iklim Desa Talang Segegah bertipe A (Smitch

Ferguson) dengan curah hujan rata-rata antara 1.600 - 3.600 mm per

tahun.

5. Penduduk

Tabel 2. Diskripsi tentang Penduduk Desa Talang Segegah.31

Jumlah Penduduk

Luas
No Dusun Jumlah Lk Pr JML (%)
Wilaya
KK
h

(Km2 )

1 2 3 4 5 6 7 8

1. Kampung Surau 28 65 60 125 5 27,7

2. Kampung 4 22,2

Masjid 33 76 63 139

30
Dokumentasi dari Kantor desa Talang Segegah
31
Dokumentasi dari Kantor desa Talang Segegah
v

3. Talang Dua 43 84 93 177 2 11,I

4. Hijran Baru 22 54 44 98 2 11,1

5. Muara Segegah 25 63 64 127 5 27,7

Jumlah 151 342 324 666 18 100

6. Tabel 3. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat

Penghasilan Rata-rata per KK pertahun

Dusun KK
< 5 Juta 5-10 Juta 10-20 Juta > 20 Juta

Kampung 17 5 4 2

Surau 28

Kampung 16 8 6 3

Masjid 33

Talang Dua 43 26 8 5 4

Hijran Baru 22 13 4 3 2

Muara 18 3 2 2

Segegah 25

Jumlah 151 90 28 20 13
vi

7. Tabel 4. Tingkat Pendidikan Masyarakat

Tidak atau Masih Tamat Tamat Tamat Tamat

Belum Sekolah Sekolah SLTA Akademi/PT


SD SLTP

217 181 148 69 28 18

8. Tabel 5. Mata Pencaharian

Tidak atau Petani/ Imigran Jasa/ Swasta PNS/

Belum
Pekebun TKI Serabutan Honorer Pensiunan
Bekerja

483 114 18 31 11 7

9. Tabel 6. Sarana dan Prasarana Desa

Kantor Puske Sekolah/ Jala Jalan Masjid Irigasi Lapanga

sdes n /Musho n
Desa Madrasah Desa
Kec lla B,Tangki

. s

2 1 3 2 2 Km 1/4 500 m 1

Km
vii

BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Pemahaman Masyarakat desa Talang Segegah Terhadap Harta Wakaf


viii

Perbuatan mewakafkan merupakan suatu perbuatan yang suci, mulia

dan terpuji sesuai dengan ajaran agama Islam.32 Tanah yang hendak

diwakafkan juga terbatas pada tanah milik, berhubungan dalam perspektif

hukum Islam, sifat atau tujuan perwakafan dimaksud untuk “mengekalkan”

selama-lamanya harta benda atau manfaat harta benda seseorang sesuai

dengan peruntukan wakafnya. 33 Karena itulah tanah hak milik yang paling

tepat dijadikan sebagai objek perwakafan tanah.34

Tanah pemakaman umum desa Talang Segegah Kecamatan Renah

Pembarap Kabupaten Merangin, sudah ada semenjak dimulai berkumpul

masyarakat desa Talang Segegah. Tanah ini merupakan milik H. Tayib, dia

merupakan seorang yang mempunyai banyak tanah disekitar dusun tersebut.

Pada masa kepemimpinan H. Husin bin Abdullah, pada waktu itu masih

disebut sebagai kampung dibawah kepemimpinan cinto berajo, ada seorang

yang sangat disegeni pada waktu itu meninggal dunia, datuk Setyo nyato

dan diminta untuk dimakamkan di lokasi tanah milik H, M Tayib Tersebut,

tapi pada waktu itu penduduk masih sangat sedikit sehingga penduduk dari

32
Wakaf menurut bahasa Arab berarti al-habsul, yang berasal dari kata kerja habasa-
yahbisu-habsaan, menjauhi orang dari sesuatu atau memenjarakan.Kemudian kata ini berkembang
menjadi habbasa dan berarti mewakafkan harta karena Allah kata wakaf sendiri berasal dari kata
kerja wakafa -yaqifu -waqfan yang berdiri sendiri atau berdiri. Wakaf menurut syara‟ adalah
menahan harta yang mungkin diambil manfaatya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya
dan digunakan untuk kebaikan. Adapun pendapat lain mengatakan bahwa wakaf berarti berhenti
atau menahan harta yang diambil manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan
mubah, serta dimaksudkan untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT. Sedangkan definisi wakaf
menurut peraturan pemerintah No. 28 Tahun 1977 Tentang perwakafan Tanah milik dalam Pasal 1
ayat (1). Yaitu: perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari
harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk
kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Agama Islam.
33
Adran Sutedi, Peralihan Ha katas Tanah dan pendaftaran, Sinar Grafika, Cet.1,(Jakarta:
Sinar Grafika,2007), hlm. 104-105.
34
Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafndo, 2007), hlm.
10.
ix

berbagai guguk bergabung dan bermukim dilokasi tersebut sehingga tercipta

3 dusun. Yaitu dusun lembak, dan dusun darat, dan dusun muaro segegah. 35

Seiring dengan bertambahnya penduduk di 3 dusun tersebut dan banyak

pula warga yang meninggal meminta izin untuk dimakamkan di tanah

tersebut. Melihat banyak warga yang menumpang ditanah tersebut akhinya

tanah tersebut diwakafkan oleh beberapa orang bersaudara yaitu bernama H.

Tayyib Bin Abdurrahman Bin Abduurahib ( Al-Marhum ) Wafat tahun 1975

dan Fatimah Binti Abdurrhman Binti Abdurrahib ( Al-Marhumah ) Wafat

tahun 2000 serta H Jalaluddin Bin Abdurrahman Bin Abdurrahib ( Al-

Marhum ) Wafat tahun1977 M mewakafkan tanah pada tahun -+ 1959 dan

diikrarkan kembali oleh ahli warisnya Bapak Mukhtar ( Anak dari H Tayyib

pada tanggal 23-01-1982 ) Sesuai dengan yang tercamtum dalam sertifikat

tanah wakaf dengan luas 10.169 M2 ( Sepuluh ribu seratus enam puluh

sembilan meter persegi ) yang berada tempatnya di Desa Talang Segegah

Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin, untuk dipergunakan

tempat Pemakaman umum. 36

Namun sekarang ini sebagian tanah wakaf tersebut digunakan oleh ahli

waris sebagai lahan pertanian untuk kepentingan pribadi digunakan

sehingga masyarakat mempunyai beberapa pendapat tentang hal tersebut

diantaranya.

35
Wawancara dengan H. Samsul Bahri. Tokoh Agama desa Talang Segegah pada Tanggal
20 Juli 2020
36
Wawancara dengan H. Samsul Bahri Tokoh Agama desa Talang Segegah pada Tanggal
20 Juli 2020.
x

Pada saat orang tuanya meninggal dunia si anak keturunan wakif merasa
tidak ada masalah jika menarik kembali harta wakaf karna bukti kuat
belum ada. Walaupun anaknya tau bahwa menarik harta wakaf tidak
sah. Namun karna Faktor ekonomi dan bukti yang kuat untuk
mempertahankan tanah itu tidak ada. Sehingga anaknya berani
mengambil keputusan tersebut.37
Pendapat tersebut mengatakan masyarakt desa Talang Segegah tidak

mempunyai bukti yang kuat tentang tanah tersebut, dikarenakan kekurangan

ekonomi ahli waris menggunakan kembali tanah tersebut untuk kepentingan

pribadi, sementara wakaf merupakan harta yang diikrarkan oleh seorang

wakif untuk dipindahkan haknya menjadi kepemilikan bersama guna

mencapai kemaslahatan umat, ada juga yang mengatakan maka berpindah

haknya menjadi milik Allah SWT. Sebagaimana disampaikan oleh Imam

Masjid Al-fatah Desa Talang Segegah berikut ini :

Wakaf adalah Pemberian sesuatu pada pihak lain mayoritas adalah


bentuk tanah dengan kerelaan hatinya untuk keperluan umum dan yang
menerimanya juga dapat dipercaya sesuai dengan ketentuan agama
Islam, setelah tanah itu diwakafkan maka secara agama tanah itu sudah
milik Allah, walaupun secara hakikatnya semua yang ada dilangit dan
dibumi adalah milik Allah SWT38

Adapun pendapat dari responden yang lain yakni dari khotib


MASJID AL FATAH Desa Talang Segegah beliau mengatakan bahwa :
Tanah sudah wakaf itu sudah milik Allah SWT. Barang wakaf itu
kalau menurut saya tidak bisa diambil lagi, jika ingin menggunakan
harus dengan persetujuan, sudah dijelaskan dalam hadist dan undang
undang bahwasanya menjual, mengambil dan mewariskan barang
wakaf/ tanah wakaf itu tidak diperbolehkan. 39

37
Wawancara dengan H. Samsul Bahri, Tokoh Agama Desa Talang Segegah, Pada
Tanggal 24 Mei 2020.
38
Wawancara dengan M Yatim, imam masjid Al-Fatah Desa Talang Segegah, Pada tanggal
25 Juni 2020.
39
Wawancara dengan Damyati, Tokoh Masyarakat Desa Talang Segegah, pada tanggal 25
Juni 2020
xi

Namun berdasarkan hasil pemantauan dan pengamatan di lapangan

tanah yang sudah diwakafkan oleh wakif itu, ada sebagian sebagiannya

telah diambil oleh ahli waris atau anak cucunya, dan digunakan sebagai

lahan pertanian. hal ini didukung hasil wawancara dengan saudara damyati (

cucu dari H Tayyib ) dia mengatakan:

Sepengetahuan saya tanah tanah kuburan yang dimanfaatkan oleh


orang, Pertama sebelah timur atau dekat kolam ikan batas dengan jalan
diambil oleh ibu narha, sekarang anak dan menantunya M Hayat dan
Husna yang menguasai, sebelahnya lagi oleh datuk zakaria dan ninik
Ummi sekarang anaknya Maryam yang menguasai , Sebelah Selatan atau
yang berbatas dengan sungai Batang Segegah di manfaatkan oleh Datuk
Samsul dan nenek Mardiyah, dan Bapak Munir dan sebelah barat dan
utara dimanfaatkan oleh Bapak Sapuan dan Ibu Maryam ,40

Penjelasannya berikut ini: pertama bagian timur di ambil bagiannya

oleh Narha alm ( anak dari H Tayyib ) sekarang dikuasai oleh M Hayat

/Husna ( cucu dari H Tayyib dan anak dari Narha ) dan Zakaria / Ummi

Kalsum ( anak dari H Jalaluddin ) kedua bagian selatan diambil oleh H

Samsu/Mardiyah ( Anak dari H Fatimah ) ketiga bagian barat dan utara

diambil oleh Sapuan/Mayam ( anak dari H Jalaluddin ) dan di atas tanah

yang diambil tersebut sudah ditanam beberapa tanaman di dalamnya seperti

pohon Sawit duku bedaro dan pohon pohon lainnya.

Mereka memanfaatkan tanah yang sudah diwakafkan tersebut untuk

kepentingan pribadi, dengan menanam berbagai tanaman diantaranya sawit,

duku, dan sebagainya, bahkan ada yang memanfaatkan sebagai kolam ikan,

40
Wawancara dengan Damyati, Tokoh Masyarkat Desa Talang Segegah, Pada Tanggal 25
Juni 2020
xii

dan semua hasil dari tanah yang telah diwakafkan tersebut digunakan untuk

kepentingan pribadi.

Menurut Pasal 215 Buku III Tentang Hukum Perwakafan Kompilasi

Hukum Islam yaitu: Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau

kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari badan

miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan

ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.41

Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa wakaf adalah perbuatan

seseorang dalam perbuatan kebajikan dengan membagikan sebagian

hartanya untuk diambil manfaatnya dan berfungsi untuk masyarakat sesuai

ajaran Islam. Hal ini sebagaimana sesuai dengan fungsi wakaf yang terdapat

dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf, yang

menyatakan “wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis

harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan

kesejahteraan umum.42

Pada dasarnya hak milik yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan

perubahan atau penggunaan lain dari yang dimaksud dalam ikrar wakaf.

Perubahan wakaf dimaksud adalah yang tidak sesuai dengan kehendak wakif

atau mengalihkan dari tujuan wakaf semula, seperti menjual harta wakaf,

41
Departemen Agama R.I, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar
Grafika,1999 ), hlm. 99.
42
Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafndo, 2007), hlm.
128.
xiii

memanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan hasinya dialihkan kepada

yang lain.43

Pemanfaatan benda wakaf adalah dalam bentuk hasilnya. Misalnya,

wakaf kebun yang dilakukan oleh Umar Ibn Khattab, tanah sebagai pokok

wakaf tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Sedangkan hasilnya

dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kemanusiaan masyarakat yang

membutuhkan.

Pada suatu saat mungkin terjadi bahwa benda wakaf sudah tidak ada

manfaat atau sudah berkurang manfaatnya, kecuali ada perubahan pada

benda wakaf tersebut, seperti menjual, merubah bentuk atau sifatnya,

memindahkan benda wakaf ketempat lain. Seperti contoh perubahan harta

wakaf, Masjid yang sudah rusak dan tidak dapat digunakan lagi, yang

kemudian alat-alat bangunan masjid dijual, hasil penjualannya dipergunakan

untuk membangun masjid yang baru, atau dalam bentuk memindahkan

masjid yang telah kehabisan jama‟ah karena ada perubahan tata kota ke

daerah lain yang masyarakat memerlukan Masjid. 44

Berdasarkan berbagai pendapat dan hasil wawancara dengan berbagai

responden ditemukan pemahaman, bagi masyarakat desa Talang Segegah,

terhadap tanah tersebut ialah ketika tanah tersebut telah diwakafkan. Maka

tanah tersebut telah secara otomatis berpindah kepemilikan dan hak

kegunaan bagi kepentingan umum, ketika wakif mengikrarkan tanah

tersebut untuk kegunaan lahan pemakaman umum, maka ahli waris tidak
43
Ibid., hlm. 80.
44
Ahmad Ropiq, Hukum Islam di Indonesia III, (Jakarta: Raja Grafesindo Persada,
1997), h. 490.
xiv

mempunyai hak untuk menggunakan sebagai lahan pertanian, kecuali

digunakan untuk pemakaman umum. Dan ada sebagian menganggap bahwa

tanah yang telah diwakafkan adalah milik Allah. Siapa pun tidak berhak

untuk menggunakan selain digunakan untuk kepentingan umum. Jika ingin

menggunakan harus berdasarkan persetujuan masyarakat. 45

B. Faktor yang mempengaruhi Masyarakat Desa Talang Segegah


memanfaatkan harta wakaf untuk kepentingan pribadi

Untuk mengetahui penyebab atau alasan ahli waris waqif mengambil

kembali sebagian tanah wakaf tersebut, Maka peneliti melakukan

wawancara dengan beberapa orang responden yang terdiri dari beberapa

orang para para tokoh agama/masyarakat serta ahli ahli waris yang lain, kira

kira apa faktor mereka memanfaatkan sebagian tanah pemakaman yang

telah diwakafkan tersebut untuk kepentingan pribadi.

Adapun alasan alasan atau faktor terjadinya Pemanfaatan tanah wakaf

sebagaimana diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara dengan

beberapa orang dengan responden diantaranya adalah:

a. Faktor lemahnya pengetahuan agama, tidak semua orang walaupun

beragama Islam memahami secara betul aturan ketentuan wakaf.

Sehingga orang melakukan sesuatu menyimpang dari aturan. Seperti

hasil wawancara berikut ini:

Bisa jadi penyebabnya orang orang itu tidak paham aturan wakaf,
sehingga dia masih menyangka tanah yang sudah diwakafkan oleh
nenek moyang mereka masih berhak mereka ambil manfaatnya, karna
45
Ibid., hlm, 45
xv

mereka menyangka itu tanah nenek moyangnya, dan mereka merasa


berhak untuk memanfaatkan hasil tanah tersebut, waalau a‟lam.46

Pendapat ini hampir sama dengan responden yang lain sebagaimana


brikut ini:
Iya bisa jadi orang orang itu tidak terlalu paham dengan ajaran agama
yang sebenarnya, lebih lebih kajian tentang ajaran aturan wakaf, atau
bisa jadi pernah mereka belajar tapi tidak mereka terapkan atau
mereka lupa,47

Begitu juga apa yang disampaikan oleh responden yang lain, berikut ini:

Sebenarnya banyak orang yang beragama tetapi tidak paham atau


tidak punya ilmu tentang ajaran agama tersebut, banayak orag berilmu
tetapi ilmunya tidak dia amalkan, kurang lebih seperti inilah yang
terjadi dengan tanah kuburan tersebut,48

Berdasarkan hasil observasi penulis dilapangan, memang ada benarnya


apa yang disampaikan para responden, bahwa ahli ahli waris yang
mengambil manfaat tanah tersebut, dan dilihat dari asal usul pendidikannya
banyak yang tidak mempunyai pendidikan yang tinggi, baik dari sekolah
formal maupun sekolah non formal sehingga ada kemungkinan besar
pengetahuan tentang aturan atau kajian wakaf tidak mereka ketahui.
b. Faktor ekonomi

selain lemahnya faktor pengetahuan agama terutama tentang wakaf,


faktor ekonomi bisa jadi salah satu sebab terjadi orang memanfaatkan
kembali tanah yang sudah diwakafkan, karna dari tanah orang bisa
melakukan sesuatu untuk mendapatkan hasil dari memanfaatkan tanah yang
sudah diwakafkan sebagai alat untuk mencari atau menambah untuk
mendapatkan rizki. Seperti wawancarai berikut ini :

Bisa jadi juga faktor ekonomi, mungkin mereka tidak punya tanah
yang lain lagi, atau mereka punya tapi jauh dari dusun, sehingga tanah

46
Wawancara dengan Hudri tokoh Agama Desa Talang Segegah pada Tanggal 19 Juli
2020
47
Wawancara dengan M. Yatim Imam Masjid Desa Talng Segegah pada Tanggal 20 Juli
2020
48
Wawancara M. Yazid Ketua Lembaga Adat Desa Talang Segegah pada Tanggal 25 Juli
2020
xvi

wakaf itulah mereka olah , karna mereka menyangka tanah itu milik
nenek moyang mereka,sehingga mereka merasa berhak
mengelola/mengambil manfaat, apalagi dari hasil dari buah sawit ,
duku dan lainnya berapa uang yang bisa didapatkan lumayan juga, tapi
tidak juga yang sebenarnya, itu hanya pendapat saya saja bisa jadi
juga salah.49

Pendapat di atas hampir sama juga dengan pendapat responden berikut ini:

Sebenarnya saya juga tidak tahu pasti tentang tanah wakaf


perkuburan itu, saya takut salah menjawabnya, tetapi jika saya ditanya
faktor orang mengelola/mengambil hasil tanah wakaf apalagi tanah
wakaf secara umum, iya bisa jadi faktor ekonomi, apalagi sekarang
masyarakat banyak terhimpit oleh jerat ekonomi, kebutuhan semakin
tinggi sedangkan penghasilan semakin rendah, untuk memenuhi
ekonomi apapun mereka lakukan, sehingga bahasa kasarnya ( H3 )
HALAL HARAM HAMTAM,50

Bagitu juga apa yang disampaikan oleh responden yang lain.

Kalau menurut saya diantara penyebabnya dalah faktor ekonomi


sama sama tau saat sekarang ini, harga tanah semakin mahal, bagitu
juga barang barang yang lain semakin mahal, dan semakin tidak
terjangkau, jadi seandainya tanaman yang mereka tanam berbuah,
tentu lumayan juga hasil yang mereka dapatkan.51

Berdasarkan data yang penulis peroleh di lapangan bahwa ada benarnya

dan ada tidak benarnya apa yang disampaikan oleh responden, karna tidak

semua ahli ahli waris yang mengambil kembali tanah wakaf tersebut

berokonomi rendah, bahkan ada diantara mereka menjadi aparatur desa dan

mempunyai beberapa unit kendaraan. Ini menunjukkan bahwa tidak semua

mereka masuk dalam kategori masyarakat berokonomi rendah.tetapi ada juga

diantara mereka yang berekonomi rendah, dilihat dai segi tempat tinggalnya

dan mata pencarian sehari hari. Jadi dari analisis penulis faktor ini sebenarnya

49
Wawancara dengan M. Rozali cucu dari H M. Tayib pada Tanggal 23 Juli 2020
50
Wawancara dengan Ismail. Kepala Desa Talang Segegah 25 Juli 2020.
51
Wawancara dengan Bustami. Tokoh Masyarakat wawancarai pada Tanggal 25 Juli
2020
xvii

didukung dengan ada sifat ketamakan yang ada pada diri mereka, karena

mereka tidak puas terhadap nikmat yang Allah SWT berikan kepada mereka,

seharusnya mereka bersyukur dan qonaah terhadap harta yang ada pada pada

mereka dan tidak seharusnya lagi mereka mengambil tanah wakaf tersebut.

c. Faktor Nazhir.

Selain faktor lemahnya pengetahuan agama dan ekonomi, faktor lainnya

adalah lemahnya pengawasan dari para Nazhir52 yang seolah olah lepas

tangan dan tidak tanggung jawab dan tidak menahankan tanah wakaf yang

telah diwakafkan oleh waqif, ahli waris waqif mau mengambil kembali,

Nazhir juga lepas tangan dengan alasan tidak mau terjadi masalah dengan ahli

waris waqif. Seperti wawancara berikut ini:

Bisa jadi juga ini karna yang jadi Nazhir dulu tidak mau bertanggung
jawab lagi dengan tanah wakaf tersebut, ketika sudah diserahkan tanah
wakaf dulu, mereka tidak mengurus wakaf tanah wakaf itu lagi, karna
tidak mau ribut dengan anak anak cucunya, karna mereka masih
menganggap masih saudara, jadi rasa tidak enak53
Bagitu juga apa yang disampaikan oleh responden yang lain berikut ini:
Kalau menurut saya yakni ada ketidakmauan lagi para Nazhir Nazhir
terdahulu untuk mengurus tanah wakaf wakaf tersebut, mereka menjadi
Nazhir hanya sebatas tertulis saja di atas kertas artinya hanya untuk
melengkapi administrasi saja54
Berdasarkan hasil ovservasi penulis dilapangan, penulis menemukan

kesulitan untuk mencocokkan data para responden dengan dat dilapangan,

52
Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan
dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Maksudnya adalah kelompok orang yang
mempunyai satu kesatuan atau merupakan suatu pengurus. Nazhir meliputi peseorangan,
organisasi dan badan hukum.
53
Wawancara dengan M Rozali, Tokoh Masyarakat Desa Talang Segegah, Pada Tanggal
2 Juli 2020.
54
Wawancara dengan Anuwar, Anggota Lembaga Adat Desa Talang Segegah, Pada
Tanggal 3 Juli 2020.
xviii

dikarenakan hampir semua para Nazhir sudah meninggal dunia. Sehingga

penulis tidak dapat mewawancarai mereka.

Tetapi menurut analisa penulis faktor Nazhir sangat penting dalam

menjaga tanah wakaf, Menurut Muhammad Abid Abdillah Al Kabisi. 55

Kewajiban bagi seorang Nazhir adalah pengelolaan dan peliharaan barang

yang diwakafkan. Karena mengabaikan pengelolaan dan pemeliharaannya

akan berakibat kepada kerusakan dan kehancuran, dan berlanjut kepada

hilangnya fungsi wakaf itu sendiri para puqhoha bersepakat bahwa langkah

yang pertama yang harus dilakukan oleh seorang nazhir adalah mengolah dan

memeliharanya baik dari pihaak waqif itu masyarakat dalam bentuk tertulis

maupun tidak,

Seseorang yang yang mengelola wakaf disebutkan dalam ketentuan Pasal

1 Angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, yaitu kelompok

orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan

wakaf, yang dinamakan dengan Nazhir. Apabila Nazhir tersebut perseorangan

harus merupakan suatu kelompok yang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga

orang dan salah seorang diantaranya sebagai ketua.56 Kemudian jumlah

Nazhir perseorangan dalam satu kecamatan ditetapkan sebanyak-banyaknya

sejumlah desa yang terdapat di kecamatan tersebut. Jadi jumlah Nazhir dalam

satu desa hanya ada satu orang. Sedangkan Nazhir badan hukum jumlahnya

adalah sesuai dengan jumlah badan hukum yang ada dikecamatan.

55
Rozalinda, Manajemen Wakaf Produktif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm.
23.
56
Ibid,.hlm 78
xix

Penentuan persyaratan dan jumlah Nazhir dalam suatu daerah

dimaksudkan agar pengurus, baik yang terdiri atas kelompok orang-orang

maupun suatu badan hukum dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan

untuk mengurangi benih-benih perselisihan disebabkan oleh banyak orang

yang mengurusi sesuatu hal atas benda yang sama. Nazhir harus di daftarkan

pada kantor urusan agama setempat untuk mendapat pengesahan.

Pendaftaran dan Pengesahan dimaksud untuk menghindari perbuatan

perwakafan yang menyimpang dari ketentuan yang ditetapkan dan

memudahkan pengawasan.57

Di dalam kitab Rad Al-Mukhtar menukil dari kitab Al Muhith disebut

bahwa,”seandainya harta wakaf itu berupa pohon yang dikawatirkan akan

kemusnahannya, maka harus diantisipasi sebelumnya dengan membeli bibit

baru dari pemasukan yang dihasilkan dari pohon tersebut, kemudian

menanamnya karena, tumbuh tumbuhan akan musnah seiiring dengan waktu

dan usianya. Demikian juga, jika tanah itu adalah tanah gersang yang tidak

ditumbuhi oleh tumbuhan apapun, maka kewajiban dari Nazhir itu adalah

berupaya memupuknya agar dapat ditanami”58

Adapun hak-hak Nazhir ditentukan dalam ketentuan Pasal 8 Peraturan

Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dan Pasal 11 Peraturan Menteri Agama

Nomor 1 Tahun 1978, yaitu menerima penghasilan dari tanah wakaf yang

besarnya ditetapkan oleh Kepala Kantor Departemen Agama c.q. Kepala

57
Usaman dan Rachmawati, Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,
2007, hlm.85.
58
Suwarni, strategi nazhir dalam pengelolaan wakaf, (Jakarta; Graha Medika, 2004),
hlm. 44
xx

Seksi dengan ketentuan tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari hasil bersih

tanah wakaf.59

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977,

pelaksanaan wakaf tanah milik harus dilakukan secara tertulis, artinya tidak

cukup hanya dengan ikrar lisan saja. Tujuannya untuk memperoleh bukti

yang otentik yang dapat dipergunakan untuk berbagai persoalan seperti untuk

bahan pendaftaran pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota

dan untuk keperluan penyelesaian sengketa yang mungkin timbul kemudian

hari tentang tanah yang diwakafkan.60

Nazhir mempunyai peran yang sangat penting didalam menjaga dan

mengelola harta yang telah diwakafkan, tetapi yang terjadi di desa talang

segegah, peran nazhir tidak begitu menonjol dalam menjaga dan mengelola

harta wakaf tersebut, yang seharusnya diharapkan ketika perannya berjalan

dengan baik sehingga harta wakaf yang dimiliki bisa digunakan untuk

kemaslahatan bersama.

d. Faktor Ikrar dan Batas tanah

Diantara faktor lain yang mempengaruhi terhadap pemanfaatan tanah

wakaf untuk kepentingan pribadi adalah ikrar wakaf dan batas tanah yang di

wakafkan. Penetapan peruntukan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud

dilakukan oleh wakif pada pelaksanaan ikrar wakaf.61 Dalam hal ikrar wakaf

59
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1977,
60
Ibid., , hlm. 88.
61
Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau
tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya. Menurut Pasal 17 Undang-
undang Nomor 41 Tahun 2004, ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada Nazhir dihadapan
xxi

tanah pemakaman umum Desa Talang Segegah, tentang harta wakaf tersebut

dimana di Ikrarkan oleh H. Tayib, dan kemudian diperbaharui oleh ahli

warisnya. Namun dalam ikrar wakaf tersebut tidak secara resmi tidak melalui

nazhir yang sah, yang merasa bertanggung jawab terhadap pengelolaan wakaf

tersebut, sehingga harta wakaf tersebut menjadi ambigu, dikarenakan

pemahaman masyarakat tentang wakaf dan pembuktian secara lisan maupun

tertulis tidak terdokumentasi dengan baik. Namun mengenai data yang

diwakafkan merupakan sebidang tanah yang diwakafkan untuk pemakaman

umum dalam jangka waktu yang tidak ditentukan, sementara ahli waris tidak

mengetahui secara pasti ikrar wakaf dan batas tanah yang diwakafkan, tanah

yang mereka gunakan tersebut termasuk dalam tanah yang sudah diwakafkan

oleh wakif semuanya, karena pada saat tanah diwakafkan ahli waris tidak tahu

secara detail batasan batasan tanah wakaf, sehingga tanah yang mereka ambil

itu mereka menganggap tidak termasuk tanah yang diwakafkan oleh orang tua

atau nenek moyang mereka terdahulu, seperti hasil wawancara berikut ini:

Pendapat saya mungkin bisa jadi juga orang orang itu tidak tahu pasti
semua tentang tanah yang diwakafkan oleh nenek moyang mereka itu,
terutama masalah batas batasnya, jadi tanah yang dikelola/diambil itu
mereka anggap tidak termasuk kedalam tanah yang diwakafkan oleh
orang tua terdahulu.62

Pendapat ini senada dengan pendapat responden yang lain berikut ini :
Saya berperasangka baik saja, jadi menurut saya mungkin mereka itu
tidak mengetahui secara jelas batas batas tanah mereka bisa dahulu nenek
moyang mereka tidak memberi tahu dengan jelas kepada mereka mana

PPAIW dengan disaksikan oleh dua orang saksi, dinyatakan secara lisan atau tulisan serta
dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW, untuk dapat melaksanakan ikrar wakaf, wakif atau
kuasanya menyerahkan surat bukti kepemilikan atas harta benda wakaf. Selanjutnya, ikrar wakaf
akan dituangkan dalam akta ikrar wakaf
62
Wawancara dengan M Yazid, Ketua Lembaga Adat Desa Talang Segegah, Pada
Tanggal 4 Juli 2020
xxii

untu mereka dan man tanah yang sudah diwakafkan terutama batas
tanahnya.

Bagitu juga apa yang disampaikan oleh responden berikut ini:


Saya rasa mereka tidak mengambil dengan sengaja, tetapi mereka tidak
mengetahui dimana batas batas tanah nenek moyang mereka yang sudah
diwakaafkan oleh nenek moyang mereka karna hal ini emang sering
terjadi tanah seorang berbatasan dengan tanah orang lain, jadi sering
terjadi pengambilan tanah dengan tanpa sengaja, karena persoalan
ketidak tahuan dan ketidak jelasan batas batas tanah tersebut.63

c. Faktor menumpang.

Faktor ini ditemukan khusus ahli waris yang bernama H Samsu faktor

ini disebabkan pada awal dahulu hanaya menumpang sementara membuat

kandang kerbau di atas tanah tersebut, lalu membuat kebun kecil disekitar

kandang kerbau tersebut serta menenam beberapa pohon seperti pohon duku

pohon bedaro dan lain sebagainya, tetapi ketika pohon tersebut sudah besar

serta pohon tersebut sudah berbuah maka hasil dari buah tersebut diambil

sendiri manfaatnya hal itu diakui sendiri oleh ahli waris H Samsul Bahri.

Seperti hasil wanwacara berikut ini :

Saya dahulu pada awalnya menumpang membuat kandang kerbau


di atas tanah tersebut, dan sambil saya membuat kebun kecil disekitar
kandang kebau tersebut dan saya menanam batang duku, bedaro dan
lain sebagainya, karna disekitar tanah itu dulu banyak air karna ada
payau, jadi tujuan saya dahulu agar air disekitar tanah itu hilang jika
ditanam pohon pohon, tapi sekarang tanah itu sudah saya serahkan dan
akau ada orang mau membuat kuburan di atas tanah terseburt silahkan,
tetapi hasil buah duku dan bedaro untuk sementar saya yang ambilkan
selama masih hidup, karena saya yang menanamnya 64

Hal ini juga didukung oleh wawancara berikut ini :

63
Wawancara dengan Hasan basri, tokoh masyarakat pada Tanggal 30 Juli 2020
64
Wawancara dengan Samsul Bahri, Gharim Masjid Al-Fatah Desa Talang Segegah,
Pada Tanggal 28 Juli 2020
xxiii

Awal dahulu nakten samsu Cuma numpang membuat kandang


kerbau di atas tanah tersebut, sambil beliau membuat pelak ( kebun
kecil )dan menanam batang duku, bedaro dan lain lainnya, jadi sekarang
saya kurang tau mavcam mana status tanah tersebut, Sepengetahuan
saya, setiap batang duku dan bedaro tu berbuah beliau yang ambil buah
tersebut, dan saya juga tidak mengetahui secara pasti apakah hasil dari
perjualan tersebut dibagi dua hasilnya dengan masjid atau tidak, sejauh
pengetahuan saya itu tidak ada,65

Hal ini juga senada dengan hasil wawancara dengan responden yang lain
berikut ini :
Betul pada awal dulu nanten Samsu Cuma numpang buat kandang
kerbau, sementara sambil dia menanam pohon pohon yang patut
ditanam di atas tanah tersebut, lama kelamaan pohon itu sudah besar
sayang pula pohon itu diserahkan sama orang, mungkin kalau tanah
sudah diserahkan oleh beliau ke masyarakat, memang waktu beliau
buat kandang kerbau di atas batas batas tanah wakaf tersebut belum
jelas, jadi waktu pengukuran tanah wakaf pemakaman tersebut jauh
setelah nanten Samsu buat kandang kerbau itu66

Berdasarkan beberapa keterangan dan pengakuan dari ahli waris dan

responden di atas, penulis berpendapat bahwa diantara yaang menjadi faktor

memanfaatkan tanah wakaf untuk kepentingan pribadi adalah:

1. Pertama karena adanya kelemahan pengetahuan tentang agama

terutama tentang wakaf,

2. karena tidak ada penjelasan yang pasti batas batas tanah yang telah

diwakafkan oleh orang tua atau nenek moyang mereka terdahulu,

3. Faktor keadaan /kondisi ekonomi yang lemah juga yang mempengaruhi

niat pelaku ahli waris oleh mengambil kembali tanah wakaf tersebut,

65
Wawancara dengan Annuwar, Anggota Lembaga Adat Desa Talang Segegah, Pada
Tanggal 29 Juli 2020
66
Wawancara dengan M.Yazid, Ketua Lembaga Adat Desa Talang Segegah pada
Tanggal 3 Agustus 2020
xxiv

4. adanya kelemahan pengawasan dari para Nazhir Nazhir yang menerima

tanah wakaf tersebut serta ada juga faktor pada awalnya Cuma tujuan

menumpang sementara membuat sesuatu di atas tanah tersebut, tapi

pada akhirnya dari sesuatu tersebut hasil tersebut dimanfaatkan sendiri

hasilnya.

C. Hukum Pemanfaatan Tanah Wakaf untuk kepentingan Pribadi

Wakaf merupakan perbuatan yang baik, yang harus mendatangkan

kemaslahatan bagi masyarakat umum, dan mendapatkan pahala bagi

wakifnya, untuk mengetahui bagaimana pandangan terhadap kasus

pemanfaatan tanah wakaf untuk kepentingan pribadi, maka perlu kita lihat

bagaimana pendapat ahli tentang hal tersebut.

1. Pemanfaatan Tanah wakaf untuk kepentingan pribadi menurut

Hukum Islam

Sayyid Sabiq menyatakan, bahwa apabila wakaf telah terjadi, maka

tidak boleh dijual, dihibahkan, dan sesuatu yang menghilang kewakafannya

bila orang yang berwakaaf mati, maka wakaf tidak diwariskan, sebab inilah

yang dikehendaki oleh wakaf dan karena ucapan rasulullah SAW seperti

yang disebutkan dalam hadist ibnu umar bahwa tidak dijual tidak dihibah

dan tidak diwariskan67.

Lebih jelasnya dijelaskan dalam hadist sebagai berikut :

67
Depertemen Agama RI, Ilmu Fiqh 3, cet II, (Jakarta; Depag, 1986), hlm. 57.
xxv

‫ اصاب عمز أرضا تخٍز فأجى‬: ‫عه اته عمز ر ضً هللا عىٍما قال‬
‫ ٌا رسُل هللا إوً أصثث ارضا تخٍز لم‬: ‫الىثً ملسو هيلع هللا ىلص ٌَحأمز فٍٍا فقال‬
‫ فقال لً رسُ ل هللا‬.ً‫أصة ماال قط ٌُا اوفس عىدي مىً فما جأمزوً ت‬
ُ ‫ُر‬
‫خ‬ َ ُ ٌ َ‫َة ََال‬
ُ ٌٌُُ َ‫ع َأَال‬
ُ ‫ ان شىْث حثَث اصلٍا الَ ٌُثَا‬,‫علًٍ َسلم‬
.‫)رَاي الثخاري َ مَلم‬، ‫جصدقث‬

Dari ibnu Umar, ia berkata : Umar mengatakan kepada nabi


Muhammad SAW, saya mempunyai seratus dirham di Khaibar saya
belum pernah mendapat harta saya kagumi seperti itu. Nabi
Muhammad SAW megatakan kepada Umar: Tahanlah ( jangan jual,
hibahkan atau wariskan ) asal pokoknya dan jadikan buahnya
sedekah untuk fisabilillah ( HR.Bukhori Muslim).68

Dalam hadist di atas dijelaskan bahwa benda asal atau pokoknya tidak

boleh dijual, tidak boleh diberikan/dihibahkan, dan tidak boleh diwariskan.

Akan tetapi, apabila suatu saat benda wakaf itu sudah tidak ada manfaatnya,

atau sudah kurang manfaatnya, kecuali dengan ada perubahan pada benda

wakaf tersebut, seperti menjual, atau merubah bentuk/sifat, memindahkan

ketempat lain, atau menukar dengan benda lain, boleh perubahan itu

dilakukan terhadap benda wakaf tersebut, mengingat pentingnya menjaga

amanat waqif dan sisi manfaat harta wakaf tersebut, Harta benda wakaf yang

sudah diwakafkan dilarang :

a. Dijadikan jaminan

b. Disita

c. Dihibahkan

68
Muslim Al-Hajj, Imam Abi Al-Husain. . Shahih Muslim, Juz 6. (Mesir: Dar Al-Hadits
Al-Qahirah) 1994., hlm, 1021
xxvi

d. Dijual

e. Diwariskan

f. Ditukar, atau

g. Dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya 69

Namun dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan

digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata

ruang ( RUTR ) berdasarkan ketentuan peraturan perundang undangan yang

berlaku yang tidak bertentangan dengan syariah dan hanya dapat dilakukan

setelah memperoleh izin tertulis dari menteri atas persetujuan Badan wakaf

Indonesia sebagaimana tercantum dalam KHI di Indonesia Pasal 225 ayat 2

Tahun 1998/1999 bahwa Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya

karna adanya pengecualian wajib ditukar dengan harta benda yang

mempunyai manfaat dan nilai tukar sekurang kurangnya sama dengan harta

benda wakaf semula.70

Beberapa pendapat ulama‟ ( klasik ) tentang pemanfaatan harta yang

telah diwakafkan ada ulama yang membolehkan, dan ada juga yang tidak

adapun alama‟ yang membolehkan sebagai berikut :71

1. Maliki dan Hambali

69
Undang Undang RI No 40 Tahun 2004 , Tentang Wakaf , hlm, 7
70
Depertemen Agama,Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia,(Jakarta; Graha Media
Press), hlm,106
71
Muhammad jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, ( Jakarta : Lentera, 2005 ),
hlm. 660
xxvii

Maliki dan Hambali mengatakan bahwa kekuasaan atas barang

wakaf berada ditangan orang yang diserahi wakaf, manakala orang itu

diketahui secara pasti.Tetapi bila tidak , kekuasan atas barang wakaf

berada ditangan hakim.72

2. Hanafiyah

Pendapat ulama‟ Hanafiyah mengatakan bahwa kekuasaan atas

barang yang diwakafkan tetap kepada pewakaf, sekalipun tidak

dinyatakan bahwa wakaf tersebut untuk dirinya sendiri. Wahbah Al-

Zuhaily dalam buku Athoilah mengatakan, benda yang diwakafkan

tidak terlepas dari milik wakif dan ia sah mengambil kembali dan

menjualnya, karna pendapat yang paling shoheh menurut Abu Hanifah

bahwa wakaf itu Jaiz ghair lazim ( boleh tidak memiliki kepastian

hukum ) seperti „ariyah ( pinjam meminjam ), kecuali dalam tiga hal,

yaitu : (1) Wakaf atas dasar keputusan hakim bahwa wakaf itu tetap (

tidak bisa diambil kembali ), misalnya dalam kasus wakif menggugat

Nazhir untuk mengambil harta wakaf, (2) wakif menta‟lik

(menghubungkan) harta wakaf dengan kematiannya, misalnya wakaf

berkata, jika aku meninggal maka aku wakafkan rumahku sekalian,

Maka setelah ia meninggal dunia harta tersebut sebagai wakaf dan

72
Abi Bakr bin Hasan al-Kisnawi,Ashal al Madarik Syarh Irsyad al-Salik fi fiqh
Imam Malik, Jld. 2, Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al Ilmiyah, 1995, hlm. 222
xxviii

besarannya diperhitungkan sebagai wasiat yakni sepertiga : dan (3)

harta yang sudah diwakafkan untuk masjid.73

Benda yang diwakafkan menurut Abu Hanifah kedudukannya

sama dengan „ariyah (pinjam meminjam) karena dalam

pandangannya, Wakaf adalah tabarru‟ ghoyr lazim perbedaan wakaf

dengan „ariyah adalah pada penyerahan benda. Dalam „ariyah benda

diserahkan kepada peminjam sedangkan wakaf bisa terjadi tanpa

adanya penyerahan benda wakaf yakni benda wakaf bisa tetap ada

pada wakif yang mengelola benda tersebut dan hasilnya diserahkan

kepada orang yang ia kehendaki, atau benda wakaf diserahkan kepada

orang yang ditunjuki wakif sebagai orang pengelola. Dengan

demikian, wakif bisa terus menguasai benda wakaf, ia boleh

mengambilnya kembali kapan saja, boleh menjual dan

menghibahkannya, apabila wakif meninggal, maka kepemilikan

berpindah kepada ahli warisnya.74

3. Syafi‟i

Dalam pandangan imam syafi‟i ada tiga kelompok, pertama

kekuasaan harta wakaf itu berada di tangan pewakaf, kedua,

mengatakan bahwa ia berada ditangan orang yang diwakifi, sedangkan

73
Aithoillah, Hukum Wakaf, cet.Ke-1 ( Bandung : Yrama Widya,2014 ), hlm.18-19
74
Ibid, hlm,19
xxix

yang ketiga, mengatakan bahwa kekuasaan tersebut berada ditangan

hakim.75

Syafi‟iyah menetapkan menurut pendapat yang dominan, dan

Hambaliyah, bahwa milik terkait wujud barang yang diwakafkan

beralih kepada Allah swt. Jika wakaf diperuntukkan untuk institusi

seperti masjid, madrasah, pemakaman, orang orang fakir, para

pejuang, dan semacamnya Demikian pula diperuntukkan bagi pihak

yang menerima wakaf menurut Syafi‟iyah maka menjadi berada

dalam kepemilikan Allah sebagai kiasan, akan tetapi penerima wakaf

berhak terhadap manfaatnya seperti buah, wol, anak, dan susu.76

Dan dijelaskan pula didalam buku Wahbah zuhaili bahwa

Hukum Wakaf yang disertai persyaratan khiyar bagi diri Wakif untuk

menetapkan atau menarik kembali wakaf, atau menyertakan

persyaratan bahwa dia boleh menarik kembali barang wakaf kapan

saja ketika ia menghendaki, atau menjualnya ketika ia memerlukan,

atau memasukkan atau mengeluarkan siapa saja yang ia kehendaki,

adalah tidak sah. Sebab, wakaf ialah mengeluarkan kekayaan adalah

sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah, sehingga hukum wakaf

yang disertai berbagai persyaratan ini tidak sah.77

75
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera 2011), hlm,660.
76
Tim El-Madani, Tata cara pembagian Waris Dan Pengaturan Wakaf, Cek.Ke 1, (
Yogyakarta : Pustaka Yustisia 2014), hlm.118.
77
Muhammad Musthofa al-Zuhaili, al-Qowaid al Fiqhiyah wa Tathbiqatuha fi al-
Arba‟ah, jilid hlm. 117
xxx

Di kalangan Imamiyah yang pepuler adalah pendapat bahwa

apabila pewakaf tidak menentukan siapa penerimanya, maka

kekuasaan tersebut berada pada hakim. apabila hakim mau dia boleh

secara langsung menangani wakaf tersebut, atau dia melimpahkan

pada orang lain. Sayyid Kazim dalam Al-Muhaqqatnya dan Sayyid Al

Isfahani dalam Al Wasilahnya mengatakan bahwa yang demikian itu

benar bila dinisbatkan kepada wakaf untuk kepentingan umum

sedangkan bila dikiyaskan pada wakaf khusus maka orang yang

diwakafilah yang harus memelihara barang wakaf, menjaganya,

mengelolanya, dan memetik hasilnya tanpa perlu meminta izin pada

hakim.78

Selanjutnya Imamiyah mengatakan apabila pewakaf masyarakat

bahwa kekuasaan atas barang wakaf tersebut berada pada dirinya,

sedangkan ia bukan orang yang bisa dipercayai atau masyarakat,

bahwa kekuasaan atas barang wakaf itu berada pada seseorang yang

dikenal kefasikannya, maka hakim tidak berhak mencabut

kekuasaannya tersebut dari tangan pewakaf dan dari orang yang di

berinya kekuasaan untuk itu.79

Ketika hakim atau pewakaf telah mengangkat seseorang wali

wakaf maka tidak ada kekuasan apapun pada orang lain atas barang

wakaf tersebut, sepanjang orang tersebut melaksanakan kewajibannya

78
Ibid., hlm. 124
79
Khosyi‟ah, Wakaf dan Hibah Perspektif Ulama Fiqh dan Perkembangan Di Indonesia,
Bandung: Pustaka Ceria, 2010. hlm.108
xxxi

dengan baik. Tetapi bila orang tersebut lalai atau menyeleweng maka

hakim berhak menggantikannya dengan orang lain yang lebih baik

adalah menugaskan seorang pendamping yang rajin dan bisa

dipercaya.

Dari penjelasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa ulama‟

Maliki dan Hambali berpendapat, kekuasaan atas barang wakaf berada

ditangan orang orang yang diserahi wakaf.80 Kemudian Hanafiyah

berpendapat bahwa kekuasaan atas barang yang diwakafkan tetap

pada pewakaf. Namun berbeda dengan pendapat imam Syafi‟i bahwa

kepemilikan barang yang telah diwakafkan itu hanya milik Allah

sebagai kiasan. Akan tetapi si pewakaf boleh mengambil manfaat dari

barang yang diwakafkan seperti buah,wol dan susu.81

Namun yang terjadi di masyarakat desa Talang Segegah Tanah

tersebut merupakan tanah yang telah diwakafkan digunakan untuk

pemakaman umum, namun digunakan sebagiannya oleh ahli waris

sebagai lahan pertanian, sebagai mengambil manfaat terhadap tanah

tersebut tetapi kepada tanah yang belum digunakan untuk kebutuhan

pemakaman umum. Dengan melihat berbagai pendapat di atas, bahwa

tanah yang telah diwakafkan yang di manfaatkan untuk kepentingan

pribadi oleh ahli waris merupakan hal yang dibolehkan, selama itu

tidak merubah manfaat dari wakaf itu sendiri, karena berbagai faktor

80
Ibid., hlm. 100
81
Kamaluddin Imam, Muhammad, Al-Washiyah al-Waqf fi al-Islam Maqasid wa al-
Qawaid (Iskandaria; AN-Nasyir al-Ma‟arif) 1999., hlm., 402
xxxii

yang mengharuskan ahli waris memanfaatkan tanah tersebut untuk

kepentingan pribadi.

B. Pemanfaatan Tanah Wakaf untuk kepentingan Pribadi Menurut

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana

diamanatkan dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 antara lain

adalah memajukan kesejahteraan umum82. Dalam rangka mencapai tujuan

tersebut, perlu diusahakan menggali dan mengembangkan potensi yang

terdapat dalam lembaga keagamaan yang memiliki manfaat ekonomis.

Salah satu langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan

umum, dipandang perlu meningkatkan peran wakaf sebagai lembaga

keagamaan yang tidak hanya betujuan menyediakan berbagai sarana

ibadah dan sosial, melainkan juga memiliki kekuatan ekonomi yang

berpotensi antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga

perlu dikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan prinsip syariah.

Praktek wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum

sepenuhnya berjalan tertib dan efisien, sehingga dalam berbagai kasus

harta wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih

ketangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian

disebabkan tidak hanya karena kelalaian atau ketidakmampuan Nazhir

dalam mengelola dan mengembangkan benda wakaf melainkan juga sikap

masyarakat yang kurang peduli atau belum memahami status benda wakaf

82
Lihat Undang Undang Dasar 1945.
xxxiii

yang seharusnya dilindungi demi untuk kesejahteraan umum sesuai

dengan tujuan, fungsi dan peruntukan wakaf.

Berdasarkan pertimbangan di atas dan untuk memenuhi kebutuhan

hukum dalam rangka pembangunan hukum nasional dibentuklah undang-

undang tentang wakaf. Pada dasarnya ketentuan mengenai perwakafan

berdasarkan Syariah dan peraturan perundang-undangan.83

Menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf untuk melindungi

benda wakaf, ditegaskan bahwa untuk sahnya perbuatan wakaf wajib

didaftarkan dan diumumkan yang pelaksnaannya dilakukan sesuai dengan

tata cara yang diatur dalam perundang-undangan. Peruntukan benda wakaf

tidak semata-mata untuk kepentingan sarana ibadah dan sosial, melainkan

diarahkan pula untuk memajukan kesejahteraan umum dengan cara

meningkatkan potensi dan manfaat ekonomi benda wakaf. Hal ini

memungkinkan pengelolaan benda wakaf dapat memasuki wilayah

kegiatan ekonomi dalam arti luas sepanjang pengelolaan tersebut sesuai

dengan prinsip manajemen dan ekonomi syariah.84

Badan Wakaf Indonesia yang merupakan lembaga perwakafan, yaitu

melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Nazhir dalam melakukan

pengelolaan dan pengembangan benda wakaf bersekala internasional,

83
Anggota IKAPI, Undang-Undang Pengelolaan Zakat dan Wakaf, (Bandung: Fokus
media, 2012), hlm. 29.

84
Ibid., hlm 110
xxxiv

Pengawasan Terhadap harta benda wakaf dilakukan oleh unit unit

organisasi Kementrian Agama secara hierarki sebagaimana diatur dalam

Keputusan Menteri Agama tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja

Depertemen Agama, yang tertuang pada Peraturan Menteri Agama Nomor

1 Tahun 1978 Pasal 14.85 memberikan persetujuan atas perubahan

peruntukan dan status benda wakaf, dan memberikan saran dan

pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan dibidang

perwakafan. Perlunya Badan Wakaf Indonesia tersebut karena wakaf

sebenarnya ada dan tumbuh dalam masyarakat, sehingga harus ada

lembaga masyarakat yang tidak ada campur tangan Pemerintah untuk

melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan wakaf

tersebut.86

Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tersebut juga ditampung

berbagai usulan dari masyarakat untuk memperbaiki pelaksanaan wakaf,

antara lain perlunya pengawasan wakaf secara efektif agar tidak terjadi

penyalahgunaan dalam pelaksanaannya, juga perlunya pengawasan

terhadap syarat-syarat yang ditetapkan oleh wakif agar tidak bertentangan

dengan syariah Islam dan perlunya perlindungan terhadap para mustahik

dari pihak- pihak yang tidak bertanggung jawab. Dengan adanya ketentuan

85
Suhrawardi K.lubis dan Farid Wajdi, Hukum Wakaf Tunai, (Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 2016), hlm. 121.
86
Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, (Jakarta Timur: Khalifa, 2005), hlm.
136.
xxxv

ini diharapkan pengelolaan dan pemeliharaan serta pelaksanaan dimasa

yang akan datang lebih baik dan tertib administrasi dan manajemennya. 87

Seperti di indonesia sekarang sudah mempunyai undang undang

yang mengatur tentang penarikan harta wakaf. Ahmad Rafiq dalam buku

Syi‟ah Khosyi‟ah dijelaskan bahwa pada dasarnya benda yang telah

diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan. Dalam sabda rosulullah

SAW telah djelaskan bahwa benda wakaf tidak bisa diperjual belikan,

dihibahkan atau diwariskan. Dalam Pasal 11 ayat 1 PP nomor 28 tahun

1977 dijelaskan, “ pada dasarnya terhadap tanah yang telah diwakafkan

tidak dapat dilakukan perubahan peruntukan atau pengunaan lain dari yang

dimaksud dalam ikrar” Dalam undang undang nomor 41 tahun 2004

tentang wakaf juga mengatur tentang perubahan dan pengalihan harta

wakaf yang sudah tidak atau kurang berfungsi sebagaimana yang

dimaksud wakaf itu sendiri.

Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 40 huruf f

dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan

untuk kepentingan umum sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (

RUTR ) berdasarkan ketentuan peraturan perundang undangan yang

berlaku dan tidak bertentangan dengan ketentuan Syari‟ah pelakanaan

ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat dilakukan

setelah memperoleh izin tertulis dari menteri atas persetujuan Badan

87
Departemen Agama RI, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis
di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, 2005), h. 37.
xxxvi

Wakaf Indonesia. Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena

ketentuan pengecualian sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 wajid

ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang

kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula. Ketentuan mengenai

perubahan status harta benda wakaf sebagaimana yang dimaksud pada ayat

(1), ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 88

Dalam rangka usaha meningkatkan manfaat harta wakaf agar

menjadi harta yang bermanfaat serta menjadikan modal yang lebih

produktif untuk kesejahteraan umat dan generasi yang akan datang, maka

yang sangat butuh perhatian adalah Nazhir atau pengelola, dan diharapkan

peran yang profesional, sehingga dapat mengembangkan harta wakaf

menjadi produktif. Terdapat beberapa faktor yang menjadi hambatan

utama Nazhir dalam menjalankan pengelolaan tanah wakaf, yaitu:

a) Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap harta tanah wakaf ,

serta sistem pengelolaannya.

b) Pada umumnya masyarakat yang ingin mewakafkan hartanya,

menyerahkan terhadap orang yang dianggap panutan dalam lingkup

masyarakat tertentu, dan belum tentu yang diserahi mempunyai

kemampuan yang baik dalam mengelola secara optimal.89

Para fuqaha tidak mencantumkan Nazhir wakaf sebagai salah satu

rukun wakaf, hal ini mungkin karena mereka berpendapat bahwa wakaf

merupakan ibadah tabarru‟ (pemberian yang bersifat sunah saja).


88
Ibid., hlm. 201
89
Ibid., hlm. 21
xxxvii

Padahal dipundak Nazhir inilah tanggung jawab untuk memelihara,

menjaga dan mengembangkan wakaf agar wakaf dapat berfungsi

sebagaimana yang diharapkan.

Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 ditetapkan bahwa

pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan

dikembangkan sesuai dengan peruntukannya dinamakan dengan Nazhir,

yang merupakan salah satu unsur atau rukun wakaf, disamping wakif,

harta benda wakaf, ikrar wakaf, peruntukan harta benda wakaf, dan

jangka waktu wakaf. Tugas dan kewajiban pokok Nazhir tersebut adalah

mengelola dan mengembangkan harta wakaf secara produktif sesuai

dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya, yang dilaksanakan sesuai

dengan prinsip syariah. Pengelolaan dan pengembangan benda wakaf

secara produktif dilakukan dengan cara pengumpulan, investasi,

penanaman modal, produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis,

pertambangan, perindustrian, pengembangan teknologi, pembangunan

gedung, apartemen, rumah susun, pasar swalayan, pertokoan,

perkantoran, sarana pendidikan ataupun sarana kesehatan dan usaha-

usaha yang tidak bertentangan dengan syariah.90

Dalam melaksanakan tugas sebagai Nazhir, Ia berhak memperoleh

pembinaan dari menteri yang bertanggung jawab di bidang agama dan

Badan Wakaf Indonesia dengan memperhatikan saran dan pertimbangan

Majlis Ulama Indonesia sesuai dengan tingkatnya. Untuk keperluan itu

90
Ibid., hlm. 135.
xxxviii

dipersyaratkan, bahwa Nazhir harus terdapat pada menteri yang

bertanggung jawab dibidang agama dan Badan Wakaf Indonesia. 91

Pembinaan sebagaimana dimaksud meliputi:

a. Penyiapan sarana dan prasarana penunjang operasional Nazhir

wakaf baik perseorangan, organisasi, dan badan hukum;

b. Penyusunan regulasi, pemberian motivasi, pemberian fasilitas,

pengkoordinasian, pemberdayaan, dan pengembangan terhadap

harta benda wakaf;

c. Penyediaan fasilitas proses sertifikasi;

d. Penyiapan dan pengadaan blangko-blangko Akta Ikrar Wakaf, baik

wakaf benda tidak bergerak dan/atau benda bergerak.

e. Penyiapan penyuluh penerangan di daerah untuk melakukan

pembinaan dan pengembangan wakaf pada Nazhir sesuai dengan

lingkupnya;

f. Pemberian fasilitas masuknya dana-dana wakaf dari dalam dan luar

negeri dalam pengembangan dan pemberdayaan wakaf.92

Pembinaan terhadap Nazhir wajib dilakukan sekurang-kurangnya

sekali dalam setahun dengan tujuan untuk peningkatan etika dan

moralitas dalam pengelolaan wakaf serta untuk peningkatan

profesionalitas pengelolaan dana wakaf.

91
Ibid., hlm. 138.
92
Ibid., hlm. 152
xxxix

Sementara itu, pengawasan terhadap perwakafan dilakuk.an

pemerintah dan masyarakat, baik aktif maupun pasif. Pengawasan aktif

dilakukan dengan melakukan pemeriksaan langsung terhadap Nazhir atas

pengelolaan wakaf, sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.

Pengawasan pasif dilakukan dengan melakukan pengamatan atas

berbagai laporan yang disampaikan Nazhir berkaitan dengan pengelolaan

wakaf. Pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan pengawasan

pengelolaan harta benda wakaf dapat meminta bantuan jasa akuntan

publik independen.93

Masa bakti Nazhir adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat

kembali oleh Badan Wakaf Indonesia bila yang bersangkutan telah

melaksanakan tugasnya dengan baik dalam periode sebelumnya sesuai

ketentuan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan. Namun

karena sesuatu halnya Nazhir dapat diberhentikan dan diganti dengan

Nazhir lain apabila yang bersangkutan:94

1) Meninggal dunia bagi Nazhir perseorangan;

2) Bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku untuk Nazhir organisasi atau

Nazhir badan hukum;

3) Atas permintaan sendiri;

4) Tidak melaksanakan tugasnya sebagai Nazhir dan/atau melanggar

ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta


93
Ibid., hlm. 139.
94
Lihat di Undang-Undang pengelolaan Zakat dan Wakaf,. hlm 42.
xl

benda wakaf sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang

berlaku,

5) Dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap.95

Pemberhentian dan penggantian Nazhir karena alasan sebagaimana

tersebut di atas dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia, dengan

ketentuan bahwa pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf

yang dilakukan oleh Nazhir lain karena pemberhentian dan penggantian

Nazhir, dilakukan dengan tetap memperhatikan peruntukan harta benda

wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta fungsi wakaf. 96

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dengan Judul HUKUM

PEMANFAATAN TANAH WAKAF UNTUK KEPENTINGAN PRIBADI

( Studi Kasus di desa Talang Segegah Kab. Merangin ) serta penelitian yang

penulis lakukan maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Dalam pemahaman masyarakat desa Talang Segegah ketika tanah

telah diwakafkan tidak boleh digunakan kecuali untuk kepentingan

95
Ibid., hlm 41
96
Ibid., hlm. 53
xli

yang diwakafkan. Tanah pemakaman Umum merupakan tanah yang

sudah di Wakafkan oleh H Tayib Namun Oleh Ahli Waris

sebagiannya digunakan untuk kepentingan Pribadi sebagai lahan

pertanian, bagi masyarakat hal tersebut merupakan perbuatan

terlarang, karena bagi mereka ketika tanah tersebut telah diwakafkan,

maka ahli waris tidak mempunyai hak lagi atas tanah tersebut.

2. Pemanfaatan tanah wakaf yang terjadi di desa Talang Segegah terjadi

beberapa Faktor diantaranya adalah : Faktor Ekonomi, Faktor

Pendidikan, Faktor ikrar batas tanah Dan faktor Pengawasan nazhir.

Akan tetapi kasus yang terjadi di desa Talang Segegah disamping

berbagai faktor tersebut ada dua faktor yang sangat mempengaruhi

terjadinya pemanfaatan tanah wakaf tersebut yaitu faktor batas tanah

wakaf dan faktor nazhir, dikarenakan masih ambigunya akan batas

tanah wakaf tersebut dan kurangnya pengawasan oleh nazhir sehingga

sebagian tanah tersebut dimanfaatkan oleh ahli waris untuk

kepentingan pribadi.

3. Dalam pandangan fikih, para ulama berbeda pendapat. Sebagian

membolehkan dan sebagian yang lain melarangnya. Ulama

Syafi‟iyyah dan Malikiyah berpendapat, bahwa benda wakaf yang

sudah tidak berfungsi, tetap tidak boleh dijual, ditukar atau diganti dan

dipindahkan. Karena dasar wakaf itu bersifat abadi, sehingga kondisi

apapun benda wakaf tersebut harus dibiarkan sedemikian rupa, jika

digunakan untuk kepentingan pribadi itu dilarang karena sesuai


xlii

dengan redaksi Hadis tanah yang sudah diwakafkan tidak boleh dijual

diwariskan dan itu bukanlah milik ahli waris. Jika pun ingin di

manfaatkan adalah untuk kepentingan umum bukan untuk kepentingan

pribadi. Sedangkan menurut Hukum Positif/Undang-undang Nomor

41 Tahun 2004 Pasal 44 Ayat (1) dan (2) pengurus/pengelola harta

wakaf tidak diperbolehkan melakukan perubahan peruntukan harta

benda wakaf tanpa izin tertulis dari Badan Wakaf Indonesia,

B. Saran

1. Pemerintah harus lebih memperhatikan tanah-tanah wakaf yang ada di

desa-desa dan mendaftarkannya ke Badan Wakaf Indonesia melalui

PPAIW setempat, agar ada Nazhir propesional yang mengelola tanah

wakaf tersebut dengan baik dan hasilnya pun bisa dimanfaatkan untuk

kesejahteraan masyarakat umum, serta tidak menimbulkan

permasalahan-permasalahan di desa.

2. Masyarakat Desa Talang Segegah seharusnya memperkuat fungsi

Nazhir yang sebagai pengontrol harta wakaf, sehingga harta wakaf

bisa dikelola dengan baik dan tidak menimbulkan masalah

dikemudian hari, dan harta wakaf bisa dimanfaatkan untuk

kepentingan umum.

C. Kata Penutup

Alhamdulilah Segala puji bagi Allah tidak henti-hentinya penulis

ucapkan yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan tugas akhir karya ilmiah ini dalam bentuk
xliii

skripsi sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana

strata (S.I) pada prodi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syari‟ah UIN STS

Jambi.

Setelah sekian lama penulis berusaha menyelesaikan skripsi ini

dengan semaksimal mungkin menggunakan pikiran dan tenaga untuk

menyelesaikan tugas akhir ini, meskipun penulis menyadari dalam penulisan

karya ilmiah ini banyak terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan,

karena penulis menyadari kekurangan pengetahuan penulis tentang masalah

ini. Maka dari itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada

penulisan terdapat kekhilafan maupun kesalahan dalam penulisan dan

menganalisi data yang diperoleh dan sebagainya yang tidak sesuai dengan

kehendak pembaca sekali lagi penulis mohon maaf. Dan penulis

mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan sarannya

yang bersifat membangun kepada penulis khususnya dan untuk

penyempurnaan penulisan-penulisan semakin baik lagi.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak H.

Hermanto, Lc., M.HI,. Ph.D selaku dosen pembimbing satu dan Ibu Sulhani,

M.H selaku dosen pembimbing dua, yang tidak pernah lelah membantu dan

membimbing penyelesaian penulisan skripsi ini dari awal hingga akhir,

kemudian penulis mendo‟akan semoga kebaikan apa yang telah bapak dan

ibu berikan dalam membimbing penulisan skripsi ini mendapat balasan yang

baik, semoga karya yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi

penulis sendiri khususnya dan bagi pembaca pada umumnya amiin.


xliv

DAFTAR PUSTAKA

A. Kitab dan Buku/Literatur

Al-Quran al-Karim
Abdul Halim, Hukum perwakafan di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo,
2007.
Abdul RahmanGhazaly, Ihsan, Ghufron, dan Shidiq, Fiqih Muamalat,
Kencana Prenada Madia: Group, 2010.
Adran Sutedi, Peralihan Hak atas Tanah dan pendaftaran, Cet. 1, Jakarta:
Sinar Grafika, 2007.
xlv

Afifudin dan Saebani, Ahmad Beni , Metodologi Penelitian Kualitatif,


Bandung: CV. Pustaka Setia,2009.
Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia(Dalam Teori dan Praktek),
Cet.5, Jakarta: 2005.
Departemen Agama R.I, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Bogor: PT. Sunan
Agung, 2007.

Departemen Agama R.I, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta:


Sinar Grafik, 1999.
Darnawati, Kewenangan Peradilan Agama, Sulthan Thaha Press, 2010.

Departemen Pendidikan Nasional. 2011. Kamus Besar Bahasa Indinesia.


Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam. 1997. Ensiklopedia Islam, Jilid 5.
Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Hadi, Sutrisno. 1985. Pengantar Metodelogi Research Jilid II. Yogyakarta:
Fakultas Psikologi UGM.
Irwantoni. 2009. Buku Daras: Ilmu Hukum Seri Pengantar Ilmu Hukum.
Bandar Lampung: Puskima Fakultas Usuluddin.
Ja‟far, Khumedi. 2015. Hukum Perdata Islam di Indonesia (Aspek Hukum
Keluarga dan Bisnis). Bandar Lampung: Permatanet.
Kamaluddin Imam, Muhammad. 1999. Al-Washiyah al-Waqf fi al-Islam
Maqasid wa Qawaid. Iskandariyah: An-Nasyir al-Ma‟arif.
Ibrohem Purong, Penarikan Kembali Tanah Wakaf Oleh Anak Pewakif Di
Patani Dalam Perspektif Hukum Islam, Banda Aceh:UIN Ar Raniry
Darussalam, 2017.
Khosyi‟ah, Wakaf dan Hibah Perspektif Ulama Fiqh dan Perkembangan Di
Indonesia, Bandung: Pustaka Ceria, 2010.
M. Attoillah. 2014. Hukum Wakaf, Cetakan Pertama. Bandung: Yrama
Widya.
Mughniyah, Muhammad Jawad. 2011. Fikih Lima Mazhab.

Jakarta: Lentera.
Muslich, Ahmad Wardi. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah.

Muslim Al-Hajj, Imam Abi Al-Husain. 1994. Shahih Muslim, Juz 6. Mesir:
Dar Al-Hadits Al-Qahirah.
xlvi

Moh. Aladiq Machfuddin . Terjemah Bulughul maram, Semarang: Karya


Toha Putra, 2003.
Mamang Etta Sangadji dan Sopiah, Metodologi Penelitian Pendekatan
Praktis dalam Penelitian

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1977


Tentang Perwakafan Tanah Milik.

Suhrawardi dan Farid Wajdi, Hukum Wakaf Tunai, Bandung: PT Citra


Aditya Bakti, 2016

Tiswarni, Strategi Nazhir Dalam Pengelolaan Wakaf, Jakarta: Rajawali


Press, 2016.
Usaman dan Rachmawati, Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika, 2007.
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004

B. UU/ Peraturan-peraturan

Undang-undang pengelolaan zakat dan wakaf , Bandungg, Fokus media

2012

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

Undang-undang pengeleloan zakat dan wakaf, Bandung: Fokus media, 2012

Kitab Undang-Undang Perdata, Jakarta; Laksana, 2014

Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Graha Media Press, 2014

Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 huruf h, Grahamedia Press, 2014

C. Lain-lain

Uswatun Hasanah, Urgendi Pengawasan dalam pengelolaaan wakaf

Produktif Jurnal Ahkam Volume 102 2012


xlvii

Agus Eko Setya, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hilangnya Status Tanah

Wakaf Jurnal Tajdid Volume 11 2014

Ahmad Firmansyah, Hukum Perubahan Status Wakaf

Http://bwi.or.id, diakses pada tanggal 22 Maret 2020.

Tokoh Masyarakat Cucu dan H.Tayyib, Wawancara pada tanggal 24 maret

2020.

Anda mungkin juga menyukai