SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Ilmu Ekonomi Syariah
Oleh :
WINDA HAMIDAH
501171803
Dosen Pembimbing :
Nim : 501171803
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya susun dengan judul :
“ANALISIS SISTEM BAGI HASIL (MUKHABARAH) ANTARA PETANI
PENGGARAP DENGAN PEMILIK LAHAN SAWAH DI DUSUN PULAU
PINANG KABUPATEN SAROLANGUN PERSPEKTIF EKONOMI
ISLAM”, adalah benar-benar hasil karya pribadi yang tidak mengandung
plagiarisme dan tidak berisi materi yang dipublikasikan atau ditulis orang lain,
kecuali kutipan yang telah disebutkan sumbernya sesuai dengan ketentuan yang
dibenarkan secara ilmiah. Apabila kemudian pernyataan Saya tidak benar, maka
Saya bersedia menerima sanksi akademis yang berlaku (dicabut predikat
kelulusan dan gelar kesarjanaannya).
Demikian pernyataan ini Saya buat dengan sebenarnya, untuk
dipergunakan bilamana diperlukan.
Winda Hamidah
Nim : 501171803
i
Jambi,
Yang menyatakan,
Pembimbing I Pembimbing II
ii
iii
MOTTO
ٰٓ
ُٰيٰٓاَيُّيَا الَّ ِز ْيهَ ٰا َمنُ ٌْٰٓا اِ َرا تَذَايَ ْنتُ ْم بِ َذ ْي ٍه اِ ٰلى اَ َج ٍل ُّم َس ّمًّى فَا ْكتُبٌُْ ه
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”. (Q.S
Al-Baqarah : 282)
iv
PERSEMBAHAN
Bissmillahirahmanirrahim
Kedua orang tuaku Bapak Tarmizi dan Mak Zubaidah tercinta yang tidak pernah
berhenti untuk mendoakan kesuksesan anaknya ini, dan tak pernah lelah
membesarkan ku dengan penuh kasih sayang serta memberi dukungan,
perjuangan, motivasi dan pengorbanan dalam hidup ini. Tiada kata yang dapat
digambarkan untuk rasa terimakasih ku kepada Bapak dan Mak.
Untuk diri sendiri, terima kasih telah bertahan sampai sejauh ini, jatuh terus
bangkit lagi hingga tugas akhir ini selesai.
v
ABSTRAK
Mukhabarah adalah suatu kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan
dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan sebidang tanah kepada
pengelola untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu
(persentase) dari hasil panen yang dibagi berdasarkan kesepakatan. Mukhabarah
juga terjadi di Dusun Pulau Pinang Kabupaten Sarolangun, dimana masyarakat
lebih mengenal dengan istilah bagi hasil. Kerjasama bagi hasil yang terjadi di
Dusun Pulau Pinang secara umum, akad yang dilakukan hanya secara lisan atas
dasar kepercayaan tanpa menghadirkan saksi, jangka waktu perjanjian yang tidak
ditetapkan secara jelas dan bagi hasil ditentukan sejak awal pada saat akad sesuai
dengan luas lahan yang digarap. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
bagaimana sistem kerjasama yang terjadi di Dusun Pulau Pinang, dan bagaimana
sistem bagi hasil mukhabarah dalam perspektif ekonomi Islam. Penelitian ini
menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, metode
pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil
penelitian ditemukan bahwa sistem kerjasama yang terjadi ada tiga, yaitu sistem
bagi hasil, sistem sewa, dan sistem buruh tani. Pelaksanaan sistem kerjasama bagi
hasil di Dusun Pulau Pinang merupakan akad mukhabarah dalam ekonomi Islam,
tetapi praktik yang dilakukan belum sepenuhnya sesuai dengan konsep Islam,
karena terdapat beberapa hal yang belum sesuai, yaitu jangka waktu perjanjian
yang tidak ditetapkan secara jelas, dan pembagian hasil sesuai luas lahan.
Kata Kunci: Bagi Hasil, Mukhabarah.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang mana dalam
penyelesaian skripsi ini penulis selalu diberikan kesehatan dan kekuatan sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa pula sholawat dan salam
penulis hantarkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW.
Kemudian dalam penyusunan skripsi ini tidak luput dari keterbatasan dan
kekurangan. Penulis menyadari bahwa pnyusunan skripsi ini tidak akan berhasil
tanpa adanya dukungan, usaha dan bimbingan dari berbagai pihak, terutama
bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh dosen pembimbing, maka skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan
adalah kata terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian
skripsi ini, terutama sekali kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. H. Su’aidi, MA., Ph.D selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
2. Dr. A. A. Miftah, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Islam Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
3. Ambok Pangiuk, S.Ag., M.SI selaku Ketua Program Studi Ekonomi
Syariah dan M. Yunus, S.Si., M.Si selaku Sekretaris Program Studi
Ekonomi Syariah.
vii
4. Prof. Dr. H. Suhar, AM., M.A selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyusun
skripsi ini.
5. Agustina Mutia, SE., M.E.I selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah
memberikan kesempatan untuk mengarahkan dan memberikan masukkan
serta waktu dan pikiran dalam membimbing skripsi ini.
6. Semua Dosen dan Civitas Akademik Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi yang telah
membimbing dan mengajar penulis selama proses belajar di bangku
kuliah.
7. Semua pihak yang telah membantu terkhusus yang tidak bisa disebutkan
satu-persatu, sehingga selesainya penulisan skripsi ini.
Terima kasih atas semua kebaikan dan keikhlasan yang telah diberikan
penulis hanya bisa berdoa dan berikhtiar karena hanya Allah SWT yang bisa
membalas kebaikan untuk semua.
Disamping itu, disadari juga bahwa skripsi ini tidak luput dari kekhilafan dan
kekeliruan oleh karenanya diharapkan kepada semua pihak unuk dapat
memberikan kontribusi pemikiran demi perbaikan skripsi ini. Kepada Allah SWT
kita memohon ampunan-Nya dan kepada manusia kita memohon kemaafannya.
Semoga amal kebajikan kita dinilai Seimbang oleh Allah SWT.
Jambi, 2021
Penulis,
Winda Hamidah
501171803
viii
DAFTAR ISI
ix
d. Mekanisme Pembagian Hasil Mukhabarah .............................................. 23
e. Berakhirnya Akad Mukhabarah ............................................................... 24
B. Studi Relevan ..................................................................................................... 25
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................. 28
A. Objek Penelitian ................................................................................................ 28
B. Populasi dan Sampel ......................................................................................... 28
C. Jenis dan Sumber Data ...................................................................................... 30
D. Instrumen Pengumpulan Data ............................................................................ 31
E. Metode Analisis ................................................................................................. 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................ 34
A. Gambaran Umum Dan Objek Penelitian............................................................ 34
B. Sistem Kerja Sama Antara Petani Pengarap Dengan Pemilik Lahan
di Dusun Pulau Pinang Kabupaten Sarolangun ................................................. 45
C. Analisis Sistem Bagi Hasil (Mukhabarah) Antara Petani Pengarap
Dengan Pemilik Lahan Di Dusun Pulau Pinang Kabupaten
Sarolangun ........................................................................................................ 47
D. Pembahasan Sistem Bagi Hasil (Mukhabarah) Perspektif Ekonomi
Islam .................................................................................................................. 55
BAB V PENUTUP ........................................................................................................ 61
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 61
B. Saran ................................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
CURICULUM VITAE
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu bentuk kerja sama yang dilakukan masyarakat pada masa sekarang
ini adalah dalam lingkup penggarapan lahan. Penggarapan lahan ini sendiri pada
dasarnya memiliki dua metode, yaitu: (1) dapat diolah sendiri oleh pemilik lahan,
yang mana ia harus menyediakan sendiri modal dan tenaganya dalam mengelola;
atau (2) dengan cara meminjamkan lahan tersebut kepada orang lain untuk
dikelola dan hasilnya akan dibagi berdasarkan konsep akad yang disepakati, salah
satunya adalah menggunakan metode mukhabarah.2
Dalam Islam terdapat sistem bagi hasil dalam bidang pertanian yang lebih
menunjukkan nilai-nilai keadilan seperti sistem muzara‟ah, mukhabarah, dan
musaqah yang merupakan contoh kerjasama di bidang pertanian Islam.
Muzara‟ah merupakan pekerja (penggarap) mengelola tanah atau lahan dengan
sebagian apa yang dhasilkan dari tanah tersebut dan modal dari pemilik lahan,
mukhabarah ialah pemilik lahan hanya menyerahkan tanah kepada pekerja dan
modal dari pengelola. Sedangkan pengertian dari musaqah yaitu akad untuk
1
Mochammad Kamil, Sistem Bagi Hasil Petani Penyakap di Desa Krai Kecamatan
Yosowilangun Kabupaten Lumajang, Jurnal Pendidikan Ekonomi Vol. 12 No. 07, 2018, Hlm 26
2
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Membahas Ekonomi Islam, Kedudukan Harta, Hak
Milik, Jual Beli, Bunga Bank dan Riba, Musyarakah, Ijarah, Mudayanah, Koperasi, Asuransi,
Etika Bisnis dan lain-lain), (Jakarta: Rajawali Pers, Cet. Ke-7, 2011), Hlm. 156
1
2
Sistem seperti inilah yang dijalankan pada masa Rasulullah SAW. yaitu
ketika beliau memberikan tanah di Khaibar kepada orang Yahudi dengan sistem
bagi hasil seperti diriwayatkan oleh Ibn Umar:
3
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor:Ghalia
Indonesia,2012), hlm.161
4
Abdullah Bin Abdurrahman, Syarah Hadits Pilihan Bukhari Muslim, (Jakarta: Darul
Falah, 2005), Hlm. 693
3
sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan ada juga sebagian bekerja sebagai
buruh.
Dari hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa mata pencaharian bertani
merupakan pekerjaan yang lebih dominan di dusun Pulau Pinang. Ada yang
mengelola lahan pertanian milik pribadi dan ada pula di antara mereka
menyerahkan tanah pertaniannya kepada orang lain untuk digarap dan dikelola
dengan menggunakan sistem bagi hasil. Kerjasama semacam ini di praktikkan
oleh masyarakat Dusun Pulau-Pinang Kelurahan Sarolangun Kembang Kabupaten
Sarolangun dengan cara menyerahkan tanah pertaniannya kepada orang lain untuk
digarap dan dikelola dengan menggunakan sistem bagi hasil.
5
Syahril (Ketua Lingkungan), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 15 Desember 2020
6
Herman (Ketua Kelompok Tani Selang Rengas), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 30
Desember 2020
4
sudah mematok bagi hasil yang didapatkan sesuai dengan luas lahan. Jika tidak
mampu disetorkan maka tanah garapan akan diambil atau ditarik oleh pemilik
lahan. Bentuk kerja sama bagi hasil yang terjadi di Dusun Pulau Pinang
berdasarkan pada kata sepakat secara lisan atas dasar kepercayaan tanpa adanya
saksi. Sistem bagi hasil ini menggunakan akad Mukhabarah dimana benih
dikeluarkan oleh petani penggarap.
Seperti yang dikatakan oleh salah satu petani penggarap yaitu Marhamah
bahwasanya ketika melakukan perjanjian yang berhak menentukan bagi hasil
berasal dari pihak pemilik lahan dan petani penggarap hanya menyetujui apa yang
menjadi keputusan dari pemilik lahan. Dalam 1 tumbuk tanah pertanian yang
digarap dihargai dengan 3 kaleng (30 kg) padi per panen hingga jumlahnya dikali
dengan luas tanah 45 tumbuk berjumlah 135 kaleng (1.350 kg) padi per panen.
Ketika hasil panen mengalami kerugian, pemilik lahan tidak mau tahu dengan
kondisi yang dialami yang terpenting setoran atau bagi hasil sebelum panen yang
harus didapatkan oleh pemilik lahan harus sesuai dengan jumlah yang telah
disepakati. Namun ketika tidak mampu untuk disetorkan dengan jumlah yang di
tentukan maka akan dianggap sebagai hutang dan harus disetorkan paling lambat
2 kali panen. Jika tidak mampu disetorkan maka tanah garapan akan ditarik oleh
pemilik lahan. Untuk biaya mulai dari bibit, pupuk, biaya-biaya penggarap sawah
dan lainnya hanya dikeluarkan dari penggarap saja.7
Dalam mekanisme bagi hasil Mukhabarah, status dari hasil panen adalah
milik bersama dari kedua belah pihak. Tidak boleh ada syarat yang menyatakan
bahwa hasil panen dikhususkan untuk salah satu pihak, karena hal tersebut dapat
merusak akad. Pembagian hasil panen harus ditentukan secara umum dari
keseluruhan hasil panen (misalnya: separuh, sepertiga, atau seperempat dari
keseluruhan hasil panen yang didapatkan). Jika disyaratkan bagian satu pihak
adalah sekian (seperti empat mudd , atau pembagiannya disesuaikan berdasarkan
7
Marhamah (Petani Penggarap), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 4 Januari 2021
5
kadar benih) maka dianggap tidak sah. Sebab, bisa saja hasil panen dari tanaman
hanya menghasilkan sebanyak yang ditentukan untuk satu pihak tersebut. 8
8
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 6, (Terj. Abdul Hayyie al-
Kattani), (Jakarta: Gema Insani, 2011), Hlm. 566
9
Rohana Sulastiana, Analisis Etika Bisnis Islam Terhadap Praktik Bagi Hasil
Penggarapan Sawah di Desa Lingsar Kecamatan Lingsar Lombok Barat, (Skripsi, UIN Mataram,
2017)
6
B. Identifikasi Masalah
C. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini banyak masalah yang timbul jika dilihat dari berbagai
aspek kerjasamanya. Baik ketika pembagian hasil, pemeliharaan pertanian padi
dan lain-lain. Agar penelitian ini lebih terarah pada sasaran yang diinginkan, maka
penulis memfokuskan pembahasan penelitian ini pada petani penggarap dengan
pemilik lahan sawah yang melakukan kerjasama dengan sistem bagi hasil
(Mukhabarah) di Dusun Pulau Pinang Kabupaten Sarolangun.
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem kerja sama antara petani penggarap dengan pemilik
lahan sawah di Dusun Pulau Pinang Kabupaten Sarolangun?
2. Bagaimana sistem bagi hasil (Mukhabarah) antara petani penggarap
dengan pemilik lahan sawah di Dusun Pulau Pinang Kabupaten
Sarolangun?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
7
F. Manfaat Penelitian
1. Membiasakan diri dalam menelaah berbagai persoalan muamalah yang
terjadi antara petani penggarap dengan pemilik lahan sawah yang
menggunakan sistem bagi hasil (mukhabarah) sesuai dengan ekonomi
Islam.
2. Diharapkan informasi awal bagi para peminat yang ingin mengetahui lebih
dalam tentang sistem bagi hasil (mukhabarah) yang baik dan sesuai
ekonomi Islam antara petani penggarap dengan pemilik lahan sawah.
G. Sistematika Penulisan
Adanya sistematika peelitian dalam penulisan adalah untuk mempermudah
pembahasan dalam penulisan. Sistematika penulisan penelitian adalah:
BAB I : Pendahuluan, pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah,
batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.
BAB V : Penutup, pada bab ini berisi Kesimpulan, Implikasi dan Saran.
BAB II
Salah satu prinsip muamalah adalah „an-taradin atau asas kerelaan para
pihak yang melakukan akad. Rela merupakan persoalan batin yang sulit
diukur kebenarannya, maka manifestasi dari suka sama suka itu diwujudkan
dalam bentuk akad. Akad pun menjadi salah satu proses dalam pemilihan
sesuatu.10
b. Macam-macam Akad
Dalam pembagian akad ada beberapa macam dari sudut pandang yang
berbeda, yaitu:
1) Dilihat dari sifat akad secara syariat:
a) Aqad sahih, yaitu akad yang sempurna rukun-rukun dan syarat-
syarat menurut syariat.
b) Aqad ghairu sahih, yaitu sesuatu yang rusak pada salah satu
unsur dasar (rukun dan syarat), seperti jual beli bangkai.
10
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip Dan Implementasinya Pada Sektor
Keuangan Syariah, Cet.2 (Jakarta: Rajawali Pers, 2017), hlm.45
11
Qomarul Huda, Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Teras, 2011), Hlm. 27.
8
9
12
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya,. Hlm. 56-58
13
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya,. Hlm. 59
14
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah: Studi Tentang Akad Dalam Fiqh
Muamalah (Jakarta: Rajawali Pers, 2007), Hlm. 76.
10
15
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya,.
16
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya,. Hlm.59-60.
11
b) Akad yang disandarkan pada masa yang akan datang, yaitu akad
yang bersumber pada sighat yang ijabnya disandarkan pada
masa yang akan datang.
c) Akad yang dihubungkan dengan syarat, yaitu akad yang
dihubungkan dengan urusan lain dengan satu syarat.17
c. Rukun-rukun Akad
Sighat akad adalah sesuatu yang disandarkan dari dua belah pihak
yang berakad, yang menunjukkan atas apa yang ada di hati keduanya
tentang terjadinya suatu akad. Hal ini dapat diketahui dengan ucapan
perbuatan, isyarat, dan tulisan.
17
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya,. Hlm.60-61.
12
18
Rasjid Sulaiman, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012), Hlm. 306
13
dilakukan Sebagai contoh orang yang meminjamkan uang kepada orang lain
dengan tujuan untuk memperoleh uang lebih dari yang dipinjamkan, maka
meminjamkan uang itu menjadi haram karena ingin mengambil keuntungan
lebih (riba).19
Tanpa ada tujuan yang jelas akad secara otomatis tidak dapat dikenakan
akibat hukum atas akad tersebut. Sehingga akad mempunyai syarat-syarat
tujuan akad antara lain:
19
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer,.. Hlm.19
20
Nawawi Ismail, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer,.. Hlm, 19-29
14
Secara umum, prinsip bagi hasil dapat dilakukan dalam empat akad utama,
yaitu al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzara‟ah, dan al-musaqah. Prinsip
yang paling banyak dipakai adalah al-musyarakah dan al-mudharabah, sedangkan
al-muzara‟ah, dan musaqah dipergunakan khusus untuk plantation financing atau
pembiayaan dalam Islam.22
Sistem seperti inilah yang dijalankan pada masa Rasulullah SAW. yaitu
ketika beliau memberikan tanah di Khaibar kepada orang Yahudi dengan sistem
bagi hasil seperti diriwayatkan oleh Ibn Umar:
Dalam Islam terdapat sistem bagi hasil dalam bidang pertanian yang lebih
menunjukkan nilai-nilai keadilan seperti sistem muzara‟ah, mukhabarah, dan
musaqah yang merupakan contoh kerjasama di bidang pertanian Islam.
Muzara‟ah merupakan pekerja (penggarap) mengelola tanah atau lahan dengan
sebagian apa yang dhasilkan dari tanah tersebut dan modal dari pemilik lahan,
mukhabarah ialah pemilik lahan hanya menyerahkan tanah kepada pekerja dan
modal dari pengelola. Sedangkan pengertian dari musaqah yaitu akad untuk
21
Ruslan Abdullah, Bagi Hasil Tanah Pertanian (Muzara‟ah), Jurnal of Islamic
Economic Law, Vol. 2 No. 2, 2018, Hal. 149
22
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari‟ah dari Teori ke Praktik, (Jakarta:Gema
Insani, 2001), Hlm.90
23
Abdullah Bin Abdurrahman, Syarah Hadits Pilihan Bukhari Muslim., Hlm. 693
15
Dari penjelasan di atas ada 3 bentuk kerjasama dalam bidang pertanian yang
dianjurkan dalam Islam, yang menekankan pada prinsip bagi hasil (profit sharing)
antara lain : musaqah, muzara‟ah dan mukhabarah. Namun peneliti akan lebih
memfokuskan pada satu bahasan yaitu mukhabarah.
24
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer,.. Hlm.161
25
Abdul rahman Ghazali, dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), Hlm. 117
16
26
Hendi Suhendi, Fiqih Mu‟amalah,.. Hlm. 154-155
17
27
Imam Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrohim Ibn Mukhiroh and Ibn Barzabah
Al-Bukhori Al-Ju’fi Al-Mutafasannah, "Shohihul Bukhori, Darul Al-Kutub Al- Ilmiyah", (Bairut,
Libanon, 2004), Hlm. 422
18
28
Imam Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrohim Ibn Mukhiroh and Ibn Barzabah
Al-Bukhori Al-Ju’fi Al-Mutafasannah,.. Hlm. 419
19
Secara umum ada dua syarat yang diberlakukan untuk „aqid (pelaku
akad) yaitu:
a) Berakal (Mumayyiz)
29
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari‟ah dari Teori ke Praktik,.. Hlm.210-211
20
2) Syarat Tanaman
Syarat yang berlaku untuk tanaman adalah harus jelas apa (benih)
yang akan ditanam. Karena kondisi sesuatu yang ditanam berbeda-beda
sesuai penanaman yang dilakukan, ada jenis tanaman yang bertambah
ketika ditanam dan ada pula yang berkurang. Namun dilihat dari prinsip
al-Istihsaan, menjelaskan bahwa sesuatu yang akan ditanam tidak
menjadi syarat al-Mukhabarah, karena apa yang akan ditanam
diserahkan sepenuhnya kepada penggarap.30
30
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu,.. Hlm.566
21
31
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu., Hlm. 567
22
Secara garis besar, akad mukhabarah yang sah menurut Muhammad dan
Abu Yusuf ada delapan syarat, yaitu:
32
Hendi Suhendi, Fiqih Mu‟amalah,..Hlm. 158-159
33
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu., Hlm. 568
23
Ada sejumlah syarat untuk yang dihasilkan oleh tanaman yang digarap,
jika syarat-syarat itu tidak terpenuhi, maka akad al-Mukhabarah rusak dan
tidak sah, yaitu:
1. Hasil panen harus diketahui secara jelas dalam akad, karena nantinya
hasil panen tersebut akan dijadikan upah. Apabila hasil panen tidak
diketahui, hal tersebut dapat merusak akad dan menjadikannya tidak
sah;
2. Status dari hasil panen adalah milik bersama dari kedua belah pihak.
Tidak boleh ada syarat yang menyatakan bahwa hasil panen
dikhususkan untuk salah satu pihak, karena hal tersebut dapat
merusak akad;
3. Pembagian hasil panen harus ditentukan kadarnya, seperti separuh,
sepertiga, seperempat atau jumlah lainnya sesuai dengan
kesepakatan. Tidak ditentukannya kadar pembagiannya ini
dikhawatirkan dapat mengakibatkan munculnya perselisihan di
kemudian hari;
4. Pembagian hasil panen harus ditentukan secara umum dari
keseluruhan hasil panen (misalnya: separuh, sepertiga, atau
seperempat dari keseluruhan hasil panen yang didapatkan). Jika
disyaratkan bagian satu pihak adalah sekian (seperti empat mudd ,
atau pembagiannya disesuaikan berdasarkan kadar benih) maka
dianggap tidak sah. Sebab, bisa saja hasil panen dari tanaman hanya
menghasilkan sebanyak yang ditentukan untuk satu pihak tersebut.34
34
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu., Hlm. 566–567.
24
35
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu., Hlm. 577–578.
25
B. Studi Relevan
Tabel 2.1
Studi Relevan
No Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Rini Sakhrevi (2015), Skripsi ini memaparkan menganai pola bagi
Analisis Pola Bagi hasil yang dilakukan oleh petani yang berada di
Hasil Antara Petani Desa Tanak Beak Kecamatan Narmada dimana
Penggarap Dengan membahas bagaimana para petani penggarap
Petani Pemilik Lahan dengan pemilik lahan dalam melakukan
Pertanian Tinjauan perjanjian bagi hasil penggarap sawah, dalam
Ekonomi Islam di hal bibit, pupuk dan lain-lainnya yang
Desa Tanak Beak digunakan untuk menunjang penggarap sawah
Kecamatan Narmada36 tidak hanya berasal dari pemilik sawah saja,
tetapi juga dari pihak petani penggarap,
sehingga mereka berdua (pemilik lahan dan
penggarap) sama-sama memberikan bibit dan
pupuk dalam satu lahan yang digarap oleh
petani.
2. Jumaidi (2003), Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa dalam suatu
Pelaksanaan pertanian, sistem bagi hasil yang dijalankan
Muzara‟ah dan oleh petani dengan pemilik modal baik secara
Mukhabarah oleh teori maupun praktiknya dapat memberikan
Petani desa rempung sumbangan terhadap perekonomian
36
Rini Sakhrevi, Analisis Pola Bagi Hasil Antara Petani Penggarap Dengan Petani
Pemilik Lahan Pertanian Tinjauan Ekonomi Islam di Desa Tanak Beak Kecamatan Narmada,
(Skripsi, IAIN Mataram, 2015)
26
37
Jumaidi, Pelaksanaan Muzara‟ah dan Mukhabarah oleh Petani desa rempung
Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur, Skripsi, (IAIN Mataram, 2003)
38
Mochammad Kamil Malik, Sistem Bagi Hasil Petani Penyakap di Desa Krai
Kecamatan Yosowilangun Kabupaten Lumajang, (Jurnal Pendidikan Ekonomi Vol. 12 No. 07,
2018)
39
Ade Intan Surahmi, Implementasi Akad Muzara‟ah Dan Mukhabarah Pada
Masyarakat Tani Di Desa Blang Krueng Dan Desa Lam Asan, Kabupaten Aceh Besar, Skripsi
(UIN AR-RANIRY, 2019)
27
40
Rohana Sulastiana, Analisis Etika Bisnis Islam Terhadap Praktik Bagi Hasil
Penggarapan Sawah di Desa Lingsar Kecamatan Lingsar Lombok Barat, (Skripsi, UIN Mataram,
2017)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Objek Penelitian
41
Jefri Hendri hatmoko, Survey Minat dan Motivasi Siswa Putri Terhadap Mata
Pelajaran Penjasorkes di Smk Se-Kota Salatiga Tahun 2013, Journal of Physical Education, 2015,
Hlm. 8
28
29
Tabel 3.1
Jumlah Populasi Penelitian
Dari tabel diatas, maka pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
25% dari populasi yang ada, karena jumlah populasi melebihi 100 yaitu 142
orang. Berarti 142 x 25% = 35, jadi sampel yang digunakan dalam penelitian ini
sebanyak 35 orang.
Tabel 3.2
Jumlah Sampel Penelitian
Teknik atau pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
simple random sampling. Tekni simple random sampling adalah teknik yang
sederhana karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara
acak tanpa melihat dan memperhatikan kesamaan atau starata yang ada dalam
populasi.42
42
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: ALFABETA, 2017), Hlm. 82
30
2. Sumber Data
a. Data Primer
Data Primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti
langsung dari sumber pertama.43 Data primer dari penelitian ini adalah
43
Suliyanto, Metode Riset Bisnis, (Yogyakarta: Andi, 2009), hlm. 132
31
a. Observasi
Sehubung dengan jenis penelitian diatas, jenis obsevasi ada tiga yaitu
observasi partisipatif, observasi terus terang atau tersamar, dan observasi tak
terstruktur. Dari ketiga macam observasi ini peneliti menggunakan
pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa
peneliti sedang mengadakan penelitian.46
44
Suliyanto, Metode Riset Bisnis.,
45
Bisri Mustofa, Metode Menulis Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta: Optimus, 2008),
Hlm.56
46
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: ALFABETA, 2013), Hlm. 66
32
b. Wawancara
c. Dokumentasi
47
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009) Hlm. 234
48
Bisri Mustofa, Metode Menulis Skripsi dan Tesis., Hlm. 57
49
Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar, (Jakarta: PT Indeks, 2012), Hlm.
61
33
milik orang lain dan keterangan mengenai pola pembagian hasil antara
petani penggarap dengan pemilik lahan sawah.
E. Analisis Data
Menurut Bogdan dan Biklen, analisis data kualitatif adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-
milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.50
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif, maka analisis data yang
digunakan adalah analisis deskriptif, yaitu suatu analisis yang bersifat
mendiskripsikan makna data atau fenomena yang dapat ditangkap oleh peneliti,
dengan menunjukkan bukti-buktinya.51 Metode ini digunakan untuk
mendiskripsikan data-data yang peneliti kumpulkan baik data hasil wawancara,
observasi maupun dokumentasi, selama mengadakan penelitian di Dusun Pulau
Pinang Kabupaten Sarolangun.
50
Lexi J. Meleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2004), Hlm. 248
51
Lexi J. Meleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif., Hlm. 250
BAB IV
Pendiri pertama kali Dusun Pulau Pinang ialah Datuk A’Rolam sebagai
kepala kampung dalam Lingkungan Pulau Pinang pada tahun 1954 -1967.
Awal pertama kali Dusun Pulau Pinang ini tidak ada pemukiman warga yang
ada hanya semak belukar, bahkan masih hutan belantara dan dijadikan oleh
beberapa warga untuk lahan perkebunan dan lahan pertanian yang dikelola
oleh warga Dusun Sarolangun (warga Kampung Muara Sawah, Kampung
Masjid, Kampung Lubuk, dan Kampung Ujung Tanjung). Mereka bercocok
tanam sebagai mata pencaharian meraka untuk melangsungkan hidup dan ada
juga beberapa warga memilih tinggal di Pulau Pinang serta mulai mendirikan
rumah di sana sebagai tempat tinggal.
52
Syahril (Ketua Lingkungan), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 28 Mei 2021
34
35
Pinang pada tahun 1968 sampai 1980 banyak warga pendatang menjadikan
Dusun Pulau Pinang sebagai tempat tinggal mereka dan lambat laun menetap
menjadi warga asli di Dusun Pulau Pinang, dan akhirnya Dusun Pulau Pinang
berganti status dari Dusun menjadi Kelurahan, dikarenakan meningkatnya
jumlah penduduk, Karena Pulau Pinang berdiri di dalam Kota Kelurahan
Sarolangun Kembang.
53
Abib (Ketua RT.01), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 28 Mei 2021
54
Syahril (Ketua Lingkungan), Wawancara,..
36
Tabel 4.1
Keadaan Wilayah Lingkungan Pulau Pinang
Kelurahan Sarolangun Kembang Kabupaten Sarolangun
1. Sawah 167 Ha
2. Kebun Karet 30 Ha
4. Hutan Rimba 50 Ha
5. Tanah Perkebunan 3 Ha
3. Keadaan Agama
Tabel 4.2
Sarana Keadaan Tempat Ibadah
No. Sarana Ibadah Nama Tempat Ibadah Jumlah
1. Masjid Nurul Huda 1
2. Musholah Azakirin dan Babusalam 2
3. Klenteng - 0
4. Gereja - 0
5. Pura - 0
Jumlah 3
Sumber :Ketua Lingkungan Dusun Pulau Pinang
4. Keadaan Penduduk
Tabel 4.3
Data Jumlah Penduduk Dusun Pulau Pinang
3. RT 03 57 86 122 208
Tabel 4.4
Jenis Mata Pencaharian Warga Dusun Pulau Pinang
No Jenis Mata Pencaharian Warga Jumlah
3. Sopir 87 Orang
6. Pedagang 58 Orang
7. PNS 12 Orang
8. Pensiunan 2 Orang
9. Polri 1 Orang
6. Struktur Organisasi
Gambar 4.1
Sturuktur Organisasi lingkungan Pulau Pinang Kelurahan Sarolangun
Kembang
KETUA LINGKUNGAN
SYAHRIL
SEKRETARIS BENDAHARA
HERMAN BADARUDIN
PEGAWAI SYARA’
IMAM MASJID
M. YUNUS
KHOTIF
FIRDAUS
BILAL
LEMAN
RT 01 RT 02 RT 03 RT 19 RT 20
M. HABIB KOHAR JAMIL A’KADIR INDRA
Tabel 4.5
Jumlah Petani Dusun Pulau Pinang
Gambar 4.2
STRUKTUR KELOMPOK TANI “SELANG RENGAS”
DUSUN PULAU PINANG KELURAHAN SAROLANGUN KEMBANG
KETUA
SUHERMAN
SEKRETARIS BENDAHARA
SURYANI KHOLIL
ANGGOTA AKTIF
Gambar 4.3
STRUKTUR ORGANISASI
USAHA PELAYANAN JASA ALSINTAN (UPJA)
“SELANG RENGAS”
SEKRETARIS BENDAHARA
FIRDAUS SURYANI
TEKNISI MEKANISASI
HERIANTO
OPERATOR
KHOLIL
TASMAN
HENDRI
M. ALI
SUNALDI
JONAIDI
SALIM
“Kalau sistem kerjasama bagi hasil sudah merupakan tradisi dari orang
tua saya dahulu, dimana dari dulu sistemnya itu pemilik lahan sudah
mematokkan hasil sesuai dengan luas lahan. Jika penggarap tidak
mampu, maka tanah garapan akan di ambil. Pemilik lahan hanya
menyediakan lahan saja, sementara bibit dan yang lainnya ditanggung
oleh penggarap.” 55
Maka dapat disimpulkan, Sistem bagi hasil yang dipraktikkan oleh
masyarakat Dusun Pulau Pinang sama dengan akad mukhabarah yang
dijelaskan dalam ekonomi Islam, dimana benih dikeluarkan oleh petani
penggarap.
55
Marhamah (Petani penggarap Lahan A. Roni), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 4
Januari 2021
46
2. Sistem Sewa
“Besarnya biaya sewa yang dikeluarkan dihitung dalam satu kali panen
dengan jumlah Rp 3.000.000,- dengan luas tanah yang di sewa kurang
lebih 40 tumbuk lahan pertanian. Kalau untuk satu tahunnya berarti Rp
6.000.000,- per tahun, karena dalam satu tahun itu kita dua kali turun
sawahnya atau dua kali nanam dan panen.”56
Sistem buruh tani adalah sistem kerjasama dengan cara memberikan upah
kepada buruh tani yang hanya berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap
pengolahan tanah saja, selebihnya ditanggung oleh pemilik lahan seperti
bibit, pupuk, dan sebagainya. Sistem ini berbeda dengan bagi hasil, jika
sistem bagi hasil upahnya dari hasil panen, berbeda dengan sistem buruh tani
yang mendapatkan upah tertentu. Sebagaimana hasil wawancara peneliti
dengan salah satu buruh tani di Dusun Pulau Pinang:
“kalau kami hanya diupah saja, kami hanya bertugas menanami lahan
hingga penuh dan setelah itu nunggu upah dan pulang. Dalam satu hari
kami diupah sebesar Rp 70.000,- per hari.”57
Berdasarkan hasil temuan peneliti dengan infroman, dari tiga sistem kerja
sama diatas, petani penggarap di Dusun Pulau Pinang banyak menggunakan
sistem kerja sama bagi hasil. Karena petani penggarap tidak memiliki modal
untuk membayar sewa, dan pembayaran sewa dilakukan di awal akad.
56
Ali (Petani Penyewa), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 31 Maret 2021
57
Najmi (Buruh Tani), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 5 April 2021
47
“Perjanjian atau akad yang saya lakukan secara lisan saja, mayoritas
masyarakat Dusun Pulau Pinang disini juga biasanya dilakukan secara
lisan saja tidak perlu secara tertulis. Ya karena biasanya kan tetangga kita
inilah yang menawarkan sawahnya untuk digarap, jadi sudah saling
percaya saja mbak.”58
“Petani penggarap mendatangi rumah saya untuk menggarap sawah.
Sebelum itu saya jelaskan bahwa untuk bagi hasilnya dalam 1 tumbuk
tanah dengan pembagian untuk saya 3 kaleng padi, kemudian untuk biaya
benih, pupuk, bajak dan lain sebagainya itu ditanggung oleh petani
penggarap”.59
“Ya. Saya bersedia untuk menggarap lahan bapak”.60
“Tidak ada biaya administrasi ataupun tertulis. Saya secara langsung
menyampaikan kepada penggarap untuk menggarap lahan pertanian saya
yang berdasarkan kepercayaan.”61
“Ya saya sanggup menggarap lahan bapak dengan benih, pupuk, dan
sebagainya dari saya”.62
Mengenai perjanjian atau akad yang dilakukan di Dusun Pulau Pinang
yang dibuat oleh kedua belah pihak, bahwa terjadi ijab dan qobul antara
58
Khodijah (Petani penggarap Lahan Aziz), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 01
Agusutus 2021
59
Kosir (Pemilik Lahan), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 4 Juni 2021
60
Salmi (Petani Penggarap Lahan Kosir), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 7 Juni 2021
61
A. Roni (Pemilik Lahan), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 23 Mei 2021
62
Yana (Petani penggarap Lahan A. Roni), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 28 Mei
2021
49
2. Jangka Waktu
63
Yana (Petani penggarap Lahan A. Roni), Wawancara,..
64
Salmi (Petani penggarap Lahan Kosir), Wawancara,..
65
Marwiah (Petani penggarap Lahan Aminah), Wawancara, Dusun Pulau Pinang,10 Juni
2021
50
Melihat akad di atas maka bentuk akad yang dilakukan oleh masyarakat
Dusun Pulau Pinang yaitu lahan pertanian berasal dari pemilik lahan sedang
benih dari penggarap. Dalam pemilihan jenis tanaman yang akan ditanam
tidak ada kesepakatan dari kedua belah pihak, akan tetapi benih yang akan
ditanam ditentukan oleh penggarap. Dalam pemilihan benih, pemilik lahan
hanya mengikuti petani penggarap saja. Sebagaimana temuan penulis dalam
wawancara dengan informan sebagai berikut:
66
Salmi (Petani penggarap Lahan Kosir), Wawancara,..
67
Marwiah (Petani penggarap Lahan Aminah), Wawancara,..
68
Jamilah (Petani penggarap Lahan Kosir), Wawancara, Dusun Pulau Pinang,13 Juni
2021
51
Bagi hasil adalah hal yang harus dilakukan antara dua orang yang
melakukan perjanjian atau akad. Dalam akad mukabarah, pembagian hasil
adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi agar kerjasama mukhabarah itu
dianggap sah. Bagi hasil panen mukhabarah yang dilaksanakan oleh
masyarakat Dusun Pulau Pinang adalah bagi hasil sesuai dengan luas tanah,
dimana dalam 1 tumbuk tanah pertanian yang digarap dihargai dengan 3
kaleng (30 kg) padi.
69
Salmi (Petani penggarap Lahan A. Roni), Wawancara,..
70
Marwiah (Petani penggarap Lahan Aminah), Wawancara,..
71
Marhamah (Petani penggarap Lahan A. Roni), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 4
Januari 2021
52
jumlah yang telah ditentukan maka akan dianggap sebagai hutang dan
harus disetorkan paling lambat 2 kali panen. Jika tidak mampu disetorkan
maka tanah garapan akan ditarik oleh pemilik lahan.”.72
Sistem semacam ini dilakukan oleh petani karena memang sudah
ditentukan oleh pemilik lahan sendiri. Artinya, ketika hasil panen kurang atau
mengalami kerugian, pemilik lahan tidak mau tahu dengan kondisi yang
dialami yang terpenting setoran atau bagi hasil sebelum panen yang harus
didapatkan oleh pemilik lahan harus sesuai dengan jumlah yang telah
disepakati. Banyak dari penggarap yang mengalami kesusahan dengan sistem
bagi hasil yang diterapkan, sebagai mana hasil wawancara peneliti dengan
informan;
“Ya sebenarnya kami mengalami kesusahan dengan sistem bagi hasil yang
diterapkan, tapi ketentuan yang berlaku harus kami jalankan karena tidak
ada pekerjaan yang mau diandalkan lagi selain menjadi petani penggarap.
Masalah rezeki itu sudah diatur sama Allah.”73
“Apalagi disaat gagal panen, hasil panennya hanya cukup untuk makan
dan pemilik lahan saja”.74
Alasan dari pemilik lahan menggunakan sistem bagi hasil sesuai luas tanah
yaitu agar mempermudah dalam pengelolaan dan kepastian hasilnya. Masalah
untung rugi ada ditangan para petani penggarap dalam mengolah lahan
pertanian yang digarap. Kalau mereka ulet dan rajin maka hasilpun akan
menjanjikan.75
mampu untuk menggarap sawah tersebut, maka dari itu digarapkan oleh
orang lain. Faktor lainnya yaitu adanya rasa tolong menolong, sehingga
terjalinnya kerjasama bagi hasil ini bisa menjalin rasa tolong menolong antara
petani penggarap dengan pemilik lahan. Sebagaimana hasil wawancara
peneliti dengan informan;
“Saya ini sudah tidak kuat untuk garap sawah, soalnya saya sudah tua.
Dari pada sawahnya tidak terawat lebih baik saya suruh orang lain untuk
menggarapnya.”76
“Saya mempunyai sawah 3 (tiga) tempat, karena saya ingin
meningkatkan penghasilan, jadi saya suruh orang lain juga untuk
menggarapkan sawah saya yang masih kosong.”77
“Saya tidak memiliki lahan untuk bertani, dan saya juga tidak
mempunyai uang untuk menyewa lahan, kebetulan bapak Kosir
mempercayai saya untuk menggarap lahannya dengan sistem bagi
hasil.”78
“Alasan saya melakukan bagi hasil ini adalah karena lahan yang saya
miliki tidak ada, ingin melakukan usaha lain tidak memiliki kemampuan.
Saya hanya bisa bertani, khususnya padi. Kalau saya tidak melakukan
sistem bagi hasil ini maka saya tidak dapat mencukupi ekonomi keluarga
saya. Dengan memiliki 4 orang anak ini saya harus kerja ekstra.
Walaupun tempatnya lumayan jauh, sekitar 1 KM dari rumah saya, tetapi
tidak apa-apa yang penting nantinya dapat menghasilkan beras buat
makan, dan kalo lebih buat dijual juga.”79
Sebagai masyarakat desa, sifat-sifat murninya masih sangat kental yaitu
adanya sifat saling tolong menolong antara satu dengan yang lainnya. Sifat
kerukunan yang menjadikan salah satu alasan terjadinya perjanjian bagi hasil
mukhabarah dengan saling percaya. Rasa tolong menolong dan saling
percaya menjadi salah satu alasan mereka untuk melanjutkan perjanjian bagi
hasil sesuai dengan adat kebiasaan setempat.
76
Aminah (Pemilik Lahan), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 28 Mei 2021
77
Eko (Pemilik Lahan), Wawancara..,
78
Salmi (Petani Penggarap Lahan Kosir), Wawancara..,
79
Nur Asiah (Petani penggarap Lahan Aziz), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 24 Juni
2021
54
80
Khodijah (Petani penggarap Lahan Aziz), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 01
Agusutus 2021
81
Tasman (Petani penggarap Lahan Rohimah), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 05
Agustus 2021
55
Sistem Bagi hasil dibidang pertanian atau yang dikenal dengan istilah
mukhabarah sebagai salah satu transaksi yang dilakukan oleh masyarakat dan
diperbolehkan oleh mayoritas ahli fiqih (fuqaha). Segala sesuatu yang belum ada
ketentuannya, tetapi muncul dan berkembang di masyarakat dapat menjadi sebuah
kebiasaan tersendiri. Berikut ini penulis akan mencoba untuk melakukan analisis
terhadap sistem bagi hasil (mukhabarah) yang terjadi di Dusun Pulau Pinang
Kabupaten Sarolangun perspektif ekonomi Islam;
1. Akad
82
Qomarul Huda, Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Teras, 2011), Hlm. 27.
56
2. Penyedia Modal
Biaya penggarapan atau modal merupakan salah satu hal yang ada
didalam akad mukhabarah. Dalam sistem bagi hasil mukhabarah terdapat
modal yang meliputi tanah dari pemilik lahan, bibit yang akan ditanam dan
tenaga dari penggarap. Kepemilikan suatu modal haruslah jelas, sehingga
modal tersebut benar-benar atas kepemilikannya. Seperti halnya pendapat
Menurut Syaikh Ibrahim Al-bajuri berpendapat bahwa Mukhabarah ialah
sesungguhnya pemilik hanya menyerahkan tanah kepada pekerja dan modal
dari pengelola. 84
83
Abdul rahman Ghazali, dkk, Fiqh Muamalat,.. Hlm. 117
84
Hendi Suhendi, Fiqih Mu‟amalah,.. Hlm. 154-155
57
Dari uraian diatas bahwa sistem bagi hasil mukhabarah yang dilakukan
oleh masyarakat Dusun Pulau Pinang dilihat dari segi biaya penggarapan
sesuai dengan ekonomi Islam karena kepemilikan modalnya sudah jelas,
dimana semua penyediaan alat dan keperluan bahan produksi disediakan
seluruhnya oleh penggarap atas dasar kesepakatan bersama.
3. Waktu Perjanjian
85
Hendi Suhendi, Fiqih Mu‟amala,.. Hlm. 158-159
86
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu., Hlm. 568
58
Syarat yang berlaku untuk tanaman adalah harus jelas apa (benih) yang
akan ditanam. Karena kondisi sesuatu yang ditanam berbeda-beda sesuai
penanaman yang dilakukan, ada jenis tanaman yang bertambah ketika
ditanam dan ada pula yang berkurang. Namun dilihat dari prinsip al-
Istihsaan, menjelaskan bahwa sesuatu yang akan ditanam tidak menjadi
syarat al-Mukhabarah, karena apa yang akan ditanam diserahkan sepenuhnya
kepada penggarap.87
Bentuk akad yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Pulau Pinang yaitu
lahan pertanian berasal dari pemilik lahan sedang benih dari penggarap.
Dalam pemilihan jenis tanaman yang akan ditanam tidak ada kesepakatan
dari kedua belah pihak, akan tetapi benih yang akan ditanam ditentukan oleh
penggarap. Dalam pemilihan benih, pemilik lahan hanya mengikuti petani
penggarap saja.
87
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu.,
59
1) Hasil panen harus diketahui secara jelas dalam akad, karena nantinya
hasil panen tersebut akan dijadikan upah. Apabila hasil panen tidak
diketahui, hal tersebut dapat merusak akad dan menjadikannya tidak
sah;
2) Status dari hasil panen adalah milik bersama dari kedua belah pihak.
Tidak boleh ada syarat yang menyatakan bahwa hasil panen
dikhususkan untuk salah satu pihak, karena hal tersebut dapat
merusak akad;
3) Pembagian hasil panen harus ditentukan kadarnya, seperti separuh,
sepertiga, seperempat atau jumlah lainnya sesuai dengan
kesepakatan. Tidak ditentukannya kadar pembagiannya ini
dikhawatirkan dapat mengakibatkan munculnya perselisihan di
kemudian hari;
4) Pembagian hasil panen harus ditentukan secara umum dari
keseluruhan hasil panen (misalnya: separuh, sepertiga, atau
seperempat dari keseluruhan hasil panen yang didapatkan). Jika
disyaratkan bagian satu pihak adalah sekian (seperti empat mudd ,
atau pembagiannya disesuaikan berdasarkan kadar benih) maka
dianggap tidak sah. Sebab, bisa saja hasil panen dari tanaman hanya
menghasilkan sebanyak yang ditentukan untuk satu pihak tersebut. 89
88
Ruslan Abdullah, Bagi Hasil Tanah Pertanian (Muzara‟ah), Jurnal of Islamic
Economic Law, Vol. 2 No. 2, 2018, Hal. 149
89
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu., Hlm. 566–567.
60
Dari sistem bagi hasil mukhabarah yang dilakukan oleh masyarakat Dusun
Pulau Pinang dapat disimpulkan bahwa, ada Asas tolong menolong, yaitu saling
menolong bagi mereka yang membutuhkan, disini adalah pemilik lahan dan
penggarap. Pemilik tanah yang sudah tidak mampu untuk mengelola lahan sendiri
sehingga meminta tolong kepada penggarap untuk mengelolanya.
Faktor yang menyebabkan dari sistem bagi hasil Mukhabarah ini adalah
faktor tradisi dan faktor belum ada yang meluruskan dari pegawai syara’
mengenai penyimpangan bagi hasil mukhabarah tersebut.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
61
62
Dapat dilihat dari sistem bagi hasil mukhabarah Dusun Pulau Pinang
Kabupaten Sarolangun ada beberapa saran yang dapat penulis berikan untuk
masyarakat yang bekerja di bidang pertanian maupun masyarakat biasa pada
umumnya, yaitu:
1. Bagi para pemilik lahan dan penggarap yang mempraktikan sistem bagi
hasil mukhabarah di Dusun Pulau Pinang, saat melakukan perjanjian
kerjasama diharapkan menghadirkan saksi, menyebutkan jangka waktu
dengan jelas supaya tidak terjadi permasalahan di kemudian hari.
2. Diharapkan kepada pihak yang melakukan kerjasama ini agar selalu
mejaga kejujuran dan kepercayaan, agar kerjasama ini terus bisa
dilakukan dan bermanfaat, dan selalu berada dalam ajaran yang
disyari’atkan oleh agama. Dalam pelaksanaan akad bagi hasil, mari kita
perhatikan rukun-rukunnya agar petani penggarap tetap bekerja dengan
tulus tanpa ada penindasan terhadap kaum lemah dari pemilik lahan
sehingga keharmonisan dalam hidup bermasyarakat tercapai dan
ketahanan pangan bangsa pada umumnya bisa terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdullah Bin Abdurrahman, Syarah Hadits Pilihan Bukhari Muslim, (Jakarta: Darul
Falah, 2005)
Bisri Mustofa, Metode Menulis Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta: Optimus, 2008)
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Membahas Ekonomi Islam, Kedudukan Harta, Hak
Milik, Jual Beli, Bunga Bank dan Riba, Musyarakah, Ijarah, Mudayanah,
Koperasi, Asuransi, Etika Bisnis dan lain-lain), (Jakarta: Rajawali Pers, Cet. Ke-
7, 2011)
Imam Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrohim Ibn Mukhiroh and Ibn Barzabah Al-
Bukhori Al-Ju’fi Al-Mutafasannah, "Shohihul Bukhori, Darul Al-Kutub Al-
Ilmiyah", (Bairut, Libanon, 2004)
Matthew B., “Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru/
Matthew B, Miles Dan A. Michael Huberman; Penerjemah Tjejep Rohendi
Rohidi”, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1992)
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari‟ah dari Teori ke Praktik, (Jakarta:Gema Insani,
2001)
Rohana Sulastiana, Analisis Etika Bisnis Islam Terhadap Praktik Bagi Hasil
Penggarapan Sawah di Desa Lingsar Kecamatan Lingsar Lombok Barat,
(Skripsi, UIN Mataram, 2017)
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip Dan Implementasinya Pada Sektor Keuangan
Syariah, Cet.2 (Jakarta: Rajawali Pers, 2017)
63
64
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah: Studi Tentang Akad Dalam Fiqh Muamalah
(Jakarta: Rajawali Pers, 2007)
Tim Penyusun, Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam.
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 6, (Terj. Abdul Hayyie al-Kattani),
(Jakarta: Gema Insani, 2011)
Jurnal
Ade Intan Surahmi, Implementasi Akad Muzara‟ah Dan Mukhabarah Pada Masyarakat
Tani Di Desa Blang Krueng Dan Desa Lam Asan, Kabupaten Aceh Besar,
(Skripsi, UIN AR-RANIRY, 2019)
Jefri Hendri hatmoko, Survey Minat dan Motivasi Siswa Putri Terhadap Mata Pelajaran
Penjasorkes di Smk Se-Kota Salatiga Tahun 2013, Journal of Physical Education,
2015
Mochammad Kamil Malik, Sistem Bagi Hasil Petani Penyakap di Desa Krai Kecamatan
Yosowilangun Kabupaten Lumajang, (Jurnal Pendidikan Ekonomi Vol. 12 No.
07, 2018)
Rini Sakhrevi, Analisis Pola Bagi Hasil Antara Petani Penggarap Dengan Petani
Pemilik Lahan Pertanian Tinjauan Ekonomi Islam di Desa Tanak Beak
Kecamatan Narmada, (Skripsi, IAIN Mataram, 2015)
Rohana Sulastiana, Analisis Etika Bisnis Islam Terhadap Praktik Bagi Hasil
Penggarapan Sawah di Desa Lingsar Kecamatan Lingsar Lombok Barat,
(Skripsi, UIN Mataram, 2017)
Ruslan Abdullah, Bagi Hasil Tanah Pertanian (Muzara‟ah), Jurnal of Islamic Economic
Law, Vol. 2 No. 2, 2018
LAMPIRAN
C. Pemilik Lahan
1. Bagaimana bapak/ibu memberikan lahan untuk digarap oleh petani
penggarap?
2. Apakah ada bukti tertulis saat melakukan kerja sama bagi hasil?
3. Bagaimana jangka waktu dalam kerja sama bagi hasil?
4. Bagaimana kesepakatan benih dan jenis tanamannya?
5. Bagaimana mekanisme pembagian hasil dalam kerja sama bagi hasil?
6. Kenapa bapak/ibu lebih memilih sistem bagi hasil dibandingkan sistem
kerjasama yang lain?
D. Petani Penggarap
1. Bagaimana kerja sama menggunakan sistem bagi hasil?
2. Bagaimana bapak/ibu meminta izin menggarap lahan kepada pemilik
lahan?
3. Apakah ada bukti tertulis saat melakukan kerja sama bagi hasil?
4. Bagaimana jangka waktu dalam kerja sama bagi hasil?
4. Bagaimana kesepakatan benih dan jenis tanamannya?
5. Bagaimana mekanisme pembagian hasil dalam kerja sama bagi hasil?
6. Kenapa bapak/ibu lebih memilik sistem kerja sama bagi hasil
dibandingkan sistem kerja sama yang lain?
Lampiran 2: Dokumentasi
2. Foto bersama Suherman selaku Ketua Kelompok Tani Selang Rengas Dusun
Pulau Pinang
21. Foto bersama Nur Asiah sebagai Petani penggarap Lahan Aziz
22. Foto bersama Efendi sebagai pemilik lahan
A. Identitas Diri
Nama : Winda Hamidah
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Sarolangun, 21 April 1999
Alamat Asal : Jl. Lintas Sumatra RT 01, Pulau Pinang
Kelurahan Sarolangun Kembang
Kecamatan Sarolangun
Alamat Sekarang : Villa Karya Mandiri RT 02 Desa Mendalo
Darat, Kelurahan Jambi Luar Kota
No. Telp/HP : 0822-6892-9158
B. Riwayat Pendidikan
SD/MI : SD N 94/VII Sarkam III Sarolangun
SMP/MTs : SMP N 2 Sarolangun
SMA/MA : SMA N 7 Sarolangun