Anda di halaman 1dari 91

ANALISIS SISTEM BAGI HASIL (MUKHABARAH) ANTARA PETANI

PENGGARAP DENGAN PEMILIK LAHAN SAWAH DI DUSUN


PULAU PINANG KABUPATEN SAROLANGUN
PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Ilmu Ekonomi Syariah

Oleh :
WINDA HAMIDAH
501171803

Dosen Pembimbing :

Prof. Dr. H. Suhar, AM., MA


Agustina Mutia, S.E., M.E.I

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
2021 M / 1442 H
PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Winda Hamidah

Nim : 501171803

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam

Jurusan : Ekonomi Syariah

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya susun dengan judul :
“ANALISIS SISTEM BAGI HASIL (MUKHABARAH) ANTARA PETANI
PENGGARAP DENGAN PEMILIK LAHAN SAWAH DI DUSUN PULAU
PINANG KABUPATEN SAROLANGUN PERSPEKTIF EKONOMI
ISLAM”, adalah benar-benar hasil karya pribadi yang tidak mengandung
plagiarisme dan tidak berisi materi yang dipublikasikan atau ditulis orang lain,
kecuali kutipan yang telah disebutkan sumbernya sesuai dengan ketentuan yang
dibenarkan secara ilmiah. Apabila kemudian pernyataan Saya tidak benar, maka
Saya bersedia menerima sanksi akademis yang berlaku (dicabut predikat
kelulusan dan gelar kesarjanaannya).
Demikian pernyataan ini Saya buat dengan sebenarnya, untuk
dipergunakan bilamana diperlukan.

Jambi, 15 November 2021


Yang Menyatakan,

Winda Hamidah
Nim : 501171803

i
Jambi,

Pembimbing I : Prof. Dr. H. Suhar, AM., MA


Pembimbing II : Agustina Mutia, S.E., M.E.I
Alamat : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Jalan Arif Rahman Hakim No. 1 Telanaipura Jambi 36122
Website : https://febi.uinjambi.ac.id
Kepada Yth,
Dekan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Di-
Jambi
NOTA DINAS
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Setelah membaca dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka kami
berpendapat bahwa skripsi saudari Winda Hamidah NIM: 501171803 yang
berjudul “Analisis Sistem Bagi Hasil (Mukhabarah) Antara Petani Penggarap
dengan Pemilik Lahan Sawah di Dusun Pulau Pinang Kabupaten
Sarolangun Perspektif Ekonomi Islam” telah disetujui dan telah diajukan untuk
dimunaqasahkan guna melengkapi syarat-syarat memperoleh gelar Strata Satu
(S.1) dalam Ekonomi Syariah pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Maka dengan ini kami mengajukan skripsi tersebut agar diterima dengan
baik. Demikian nota dinas ini kami buat, kami ucapkan terima kasih. Semoga
bermanfaat bagi kepentingan agama, nusa dan bangsa.
Wassalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yang menyatakan,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. H. Suhar, AM., MA Agustina Mutia, S.E., M.EI


NIP. 19541231 198103 1 077 NIP. 19690809 200312 2 002

ii
iii
MOTTO

ٰٓ
ُ‫ٰيٰٓاَيُّيَا الَّ ِز ْيهَ ٰا َمنُ ٌْٰٓا اِ َرا تَذَايَ ْنتُ ْم بِ َذ ْي ٍه اِ ٰلى اَ َج ٍل ُّم َس ّمًّى فَا ْكتُبٌُْ ه‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”. (Q.S
Al-Baqarah : 282)

iv
PERSEMBAHAN

Bissmillahirahmanirrahim

Kupersembahkan skripsi ini untuk:

Kedua orang tuaku Bapak Tarmizi dan Mak Zubaidah tercinta yang tidak pernah
berhenti untuk mendoakan kesuksesan anaknya ini, dan tak pernah lelah
membesarkan ku dengan penuh kasih sayang serta memberi dukungan,
perjuangan, motivasi dan pengorbanan dalam hidup ini. Tiada kata yang dapat
digambarkan untuk rasa terimakasih ku kepada Bapak dan Mak.

Adik-adik perempuanku tersayang Suci Rahmawati (Rimaw) dan Witri Sulistari


yang selalu mengisi hari-hari ku dengan canda, tawa dan kasih sayang.

Untuk diri sendiri, terima kasih telah bertahan sampai sejauh ini, jatuh terus
bangkit lagi hingga tugas akhir ini selesai.

v
ABSTRAK

Mukhabarah adalah suatu kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan
dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan sebidang tanah kepada
pengelola untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu
(persentase) dari hasil panen yang dibagi berdasarkan kesepakatan. Mukhabarah
juga terjadi di Dusun Pulau Pinang Kabupaten Sarolangun, dimana masyarakat
lebih mengenal dengan istilah bagi hasil. Kerjasama bagi hasil yang terjadi di
Dusun Pulau Pinang secara umum, akad yang dilakukan hanya secara lisan atas
dasar kepercayaan tanpa menghadirkan saksi, jangka waktu perjanjian yang tidak
ditetapkan secara jelas dan bagi hasil ditentukan sejak awal pada saat akad sesuai
dengan luas lahan yang digarap. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
bagaimana sistem kerjasama yang terjadi di Dusun Pulau Pinang, dan bagaimana
sistem bagi hasil mukhabarah dalam perspektif ekonomi Islam. Penelitian ini
menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, metode
pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil
penelitian ditemukan bahwa sistem kerjasama yang terjadi ada tiga, yaitu sistem
bagi hasil, sistem sewa, dan sistem buruh tani. Pelaksanaan sistem kerjasama bagi
hasil di Dusun Pulau Pinang merupakan akad mukhabarah dalam ekonomi Islam,
tetapi praktik yang dilakukan belum sepenuhnya sesuai dengan konsep Islam,
karena terdapat beberapa hal yang belum sesuai, yaitu jangka waktu perjanjian
yang tidak ditetapkan secara jelas, dan pembagian hasil sesuai luas lahan.
Kata Kunci: Bagi Hasil, Mukhabarah.

vi
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang mana dalam
penyelesaian skripsi ini penulis selalu diberikan kesehatan dan kekuatan sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa pula sholawat dan salam
penulis hantarkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW.

Skripsi ini berjudul: “Analisis Sistem Bagi Hasil (Mukhabarah) Antara


Petani Penggarap Dengan Pemilik Lahan Sawah Di Dusun Pulau Pinang
Kabupaten Sarolangun Perspektif Ekonomi Islam” Adapun tujuan dari
penyusunan skripsi ini adalah sebagai tugas akhir yang merupakan syarat untuk
meraih gelar sarjana strata satu (S1) jurusan Ekonomi Syariah Pada Fakultas
Ekonomi Dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi dapat diselesaikan dengan lancar.

Kemudian dalam penyusunan skripsi ini tidak luput dari keterbatasan dan
kekurangan. Penulis menyadari bahwa pnyusunan skripsi ini tidak akan berhasil
tanpa adanya dukungan, usaha dan bimbingan dari berbagai pihak, terutama
bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh dosen pembimbing, maka skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan
adalah kata terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian
skripsi ini, terutama sekali kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. H. Su’aidi, MA., Ph.D selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
2. Dr. A. A. Miftah, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Islam Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
3. Ambok Pangiuk, S.Ag., M.SI selaku Ketua Program Studi Ekonomi
Syariah dan M. Yunus, S.Si., M.Si selaku Sekretaris Program Studi
Ekonomi Syariah.

vii
4. Prof. Dr. H. Suhar, AM., M.A selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyusun
skripsi ini.
5. Agustina Mutia, SE., M.E.I selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah
memberikan kesempatan untuk mengarahkan dan memberikan masukkan
serta waktu dan pikiran dalam membimbing skripsi ini.
6. Semua Dosen dan Civitas Akademik Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi yang telah
membimbing dan mengajar penulis selama proses belajar di bangku
kuliah.
7. Semua pihak yang telah membantu terkhusus yang tidak bisa disebutkan
satu-persatu, sehingga selesainya penulisan skripsi ini.

Terima kasih atas semua kebaikan dan keikhlasan yang telah diberikan
penulis hanya bisa berdoa dan berikhtiar karena hanya Allah SWT yang bisa
membalas kebaikan untuk semua.

Disamping itu, disadari juga bahwa skripsi ini tidak luput dari kekhilafan dan
kekeliruan oleh karenanya diharapkan kepada semua pihak unuk dapat
memberikan kontribusi pemikiran demi perbaikan skripsi ini. Kepada Allah SWT
kita memohon ampunan-Nya dan kepada manusia kita memohon kemaafannya.
Semoga amal kebajikan kita dinilai Seimbang oleh Allah SWT.

Jambi, 2021
Penulis,

Winda Hamidah
501171803

viii
DAFTAR ISI

PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................................. i


NOTA DINAS ............................................................................................................... ii
PENGESAHAN ............................................................................................................ iii
MOTTO ........................................................................................................................ iv
PERSEMBAHAN ......................................................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .......................................................................................... 6
C. Batasan Masalah ................................................................................................. 6
D. Rumusan Masalah .............................................................................................. 6
E. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 6
F. Manfaat Penelitian .............................................................................................. 7
G. Sistematika Penulisan ......................................................................................... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN STUDI RELEVAN ........................................... 8
A. Kajian Pustaka .................................................................................................... 8
1. Akad ............................................................................................................. 8
a. Pengertian Akad ........................................................................................ 8
b. Macam-macam Akad ................................................................................ 8
c. Rukun-rukun Akad ................................................................................... 11
d. Tujuan Akad (Maudlu‟ al-„aqad) ............................................................. 12
2. Bagi Hasil Mukhabarah ................................................................................ 13
a. Pengertian Akad Mukhabarah .................................................................. 15
b. Dasar Hukum Mukhabarah ...................................................................... 16
c. Syarat-syarat Mukhabarah ........................................................................ 19

ix
d. Mekanisme Pembagian Hasil Mukhabarah .............................................. 23
e. Berakhirnya Akad Mukhabarah ............................................................... 24
B. Studi Relevan ..................................................................................................... 25
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................. 28
A. Objek Penelitian ................................................................................................ 28
B. Populasi dan Sampel ......................................................................................... 28
C. Jenis dan Sumber Data ...................................................................................... 30
D. Instrumen Pengumpulan Data ............................................................................ 31
E. Metode Analisis ................................................................................................. 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................ 34
A. Gambaran Umum Dan Objek Penelitian............................................................ 34
B. Sistem Kerja Sama Antara Petani Pengarap Dengan Pemilik Lahan
di Dusun Pulau Pinang Kabupaten Sarolangun ................................................. 45
C. Analisis Sistem Bagi Hasil (Mukhabarah) Antara Petani Pengarap
Dengan Pemilik Lahan Di Dusun Pulau Pinang Kabupaten
Sarolangun ........................................................................................................ 47
D. Pembahasan Sistem Bagi Hasil (Mukhabarah) Perspektif Ekonomi
Islam .................................................................................................................. 55
BAB V PENUTUP ........................................................................................................ 61
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 61
B. Saran ................................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
CURICULUM VITAE

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Studi Relevan ................................................................................................ 25


Tabel 3.1 Jumlah Populasi Penelitian ............................................................................ 29
Tabel 3.2 Jumlah Sampel Penelitian .............................................................................. 29
Tabel 4.1 Keadaan Wilayah Dusun Pulau Pinang ......................................................... 36
Tabel 4.2 Sarana Keadaan Tempat Ibadah ..................................................................... 37
Tabel 4.3 Data Jumlah Penduduk Dusun Pulau Pinang ................................................. 38
Tabel 4.4 Jenis Mata Pencaharian Warga Dusun Pulau Pinang..................................... 39
Tabel 4.5 Jumlah Petani Dusun Pulau Pinang ............................................................... 41

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Struktur Organisai Lingkungan Pulau Pinang Kelurahan Sarolangun


Kembang ........................................................................................................................ 40
Gambar 4.2 Struktur Kelompok Tani “Selang Rengas” Dusun Pulau Pinang
Kelurahan Sarolangun Kembang ............................................................... 43
Gambar 4.3 Struktur Organisasi Usaha Pelayanan Jasa Alsintam (UPJA)
“Selang Rengas” ......................................................................................... 44

xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Sektor pertanian sangat berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja di


pedesaan, terutama bagi masyarakat yang berpendidikan rendah. Sehingga
sebagian besar masyarakat pedesaan bekerja di sektor pertanian. Pertanian
merupakan salah satu bentuk usaha yang dilakukan oleh masyarakat, terutama
masyarakat pedesaan dengan memanfaatkan sumber daya modal dan sumber daya
alam yang ada seperti: tanah dan air. Masyarakat pedesaan yang bekerja di sektor
pertanian terbagi dalam beberapa macam yaitu petani pemilik, buruh tani, petani
penyakap, dan petani penyewa.1

Salah satu bentuk kerja sama yang dilakukan masyarakat pada masa sekarang
ini adalah dalam lingkup penggarapan lahan. Penggarapan lahan ini sendiri pada
dasarnya memiliki dua metode, yaitu: (1) dapat diolah sendiri oleh pemilik lahan,
yang mana ia harus menyediakan sendiri modal dan tenaganya dalam mengelola;
atau (2) dengan cara meminjamkan lahan tersebut kepada orang lain untuk
dikelola dan hasilnya akan dibagi berdasarkan konsep akad yang disepakati, salah
satunya adalah menggunakan metode mukhabarah.2

Dalam Islam terdapat sistem bagi hasil dalam bidang pertanian yang lebih
menunjukkan nilai-nilai keadilan seperti sistem muzara‟ah, mukhabarah, dan
musaqah yang merupakan contoh kerjasama di bidang pertanian Islam.
Muzara‟ah merupakan pekerja (penggarap) mengelola tanah atau lahan dengan
sebagian apa yang dhasilkan dari tanah tersebut dan modal dari pemilik lahan,
mukhabarah ialah pemilik lahan hanya menyerahkan tanah kepada pekerja dan
modal dari pengelola. Sedangkan pengertian dari musaqah yaitu akad untuk

1
Mochammad Kamil, Sistem Bagi Hasil Petani Penyakap di Desa Krai Kecamatan
Yosowilangun Kabupaten Lumajang, Jurnal Pendidikan Ekonomi Vol. 12 No. 07, 2018, Hlm 26
2
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Membahas Ekonomi Islam, Kedudukan Harta, Hak
Milik, Jual Beli, Bunga Bank dan Riba, Musyarakah, Ijarah, Mudayanah, Koperasi, Asuransi,
Etika Bisnis dan lain-lain), (Jakarta: Rajawali Pers, Cet. Ke-7, 2011), Hlm. 156

1
2

pemeliharaan pohon kurma, tanaman, dan hal lainnya supaya mendatangkan


kemaslahatan dan mendapatkan bagian tertentu yang diurus sebagai imbalan.3

Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa muzara‟ah dan mukhabarah


mempunyai kesamaan dan perbedaan dimana persamaannya yaitu antara
muzara‟ah dan mukhabarah para pemilik tanah atau lahan sama-sama
menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk dikelola sedangkan perbedaannya
yaitu berkaitan dengan modal yang dikeluarkan, jika modal berasal dari pemilik
tanah disebut muzara‟ah, dan jika modal berasal dari pengelola disebut
mukhabarah.

Sistem seperti inilah yang dijalankan pada masa Rasulullah SAW. yaitu
ketika beliau memberikan tanah di Khaibar kepada orang Yahudi dengan sistem
bagi hasil seperti diriwayatkan oleh Ibn Umar:

‫صلى هللاُ َعلَيْو ًَ َسلَّم َخ ْيبَ َش لِ ْليَيٌُْ د أَ ْن‬


َ ‫ أَ ْعطَى َسسٌُ ُل هللا‬: ‫عه عبذ هللا سضي هللا عنو قال‬
ْ ‫يَ ْع َملٌُْ ىَا ًَيَ ْز َس ُعٌْ ىَا ًَلَيُ ْم َش‬
‫طش َما يَ ْخشُج ِم ْنيَا‬

Artinya: Dari Abdullah ra, berkata, “Rasulullah SAW memberikan lahan


pertanian Khaibar kepada orang-orang yahudi untuk mereka kelola dan tanami,
dan bagi mereka separuh hasilnya.” (Hadits Riwayat Bukhari).4

Dusun Pulau Pinang merupakan salah satu dusun di Kelurahan Sarolangun


Kembang Kabupaten Sarolangun Kabupaten Sarolangun, yang mempunyai luas
sawah sebesar 167 Ha. Keadaan mata pencarian masyarakat dusun Pulau-Pinang
mulanya mata pencaharian mereka hanyalah sebagai seorang petani, mereka
bercocok tanam seperti menanam padi, pinang, karet serta berkebun sayur-
sayuran. Selain petani ada juga warga yang memiliki perternakan seperti kambing,
kerbau dan sapi. Serta ada propesi lainnya seperti sebagai pedagang kaki lima dan

3
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor:Ghalia
Indonesia,2012), hlm.161
4
Abdullah Bin Abdurrahman, Syarah Hadits Pilihan Bukhari Muslim, (Jakarta: Darul
Falah, 2005), Hlm. 693
3

sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan ada juga sebagian bekerja sebagai
buruh.

Sebagaimana berdasarkan hasil wawancara dengan Syahril selaku Ketua


Lingkungan Pulau Pinang terkait jenis mata pencaharian secara umum diruang
lingkup Daerah Pulau Pinang yaitu; Petani/Peternak 354 orang, buruh serabutan
143 orang, sopir 87 orang, buruh bangunan 61 orang, tukang ojek 46 orang,
pedagang 58 orang, pegawai negeri sipil 12 orang, pensiunan 2 orang, dan polri 1
orang.5

Dari hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa mata pencaharian bertani
merupakan pekerjaan yang lebih dominan di dusun Pulau Pinang. Ada yang
mengelola lahan pertanian milik pribadi dan ada pula di antara mereka
menyerahkan tanah pertaniannya kepada orang lain untuk digarap dan dikelola
dengan menggunakan sistem bagi hasil. Kerjasama semacam ini di praktikkan
oleh masyarakat Dusun Pulau-Pinang Kelurahan Sarolangun Kembang Kabupaten
Sarolangun dengan cara menyerahkan tanah pertaniannya kepada orang lain untuk
digarap dan dikelola dengan menggunakan sistem bagi hasil.

Berdasarkan hasil wawancara bersama Herman selaku ketua kelompok tani


Selang Rengas Dusun Pulau Pinang, jumlah petani di Dusun Pulau Pinang
berjumlah 250 petani. Di Dusun Pulau-Pinang ada 3 sistem kerja sama antara
petani penggarap dengan pemilik lahan. Pertama, petani penggarap diberikan hak
penuh untuk mengelola lahan dengan sistem bagi hasil. Kedua, sistem sewa atas
tanah, dimana sistem ini petani penggarap harus membayar uang sewa terlebih
dahulu kepada pemilik lahan. Ketiga, petani penggarap menjadi buruh tani dengan
upah tertentu.6

Sistem bagi hasil penggarapan sawah di Dusun Pulau-Pinang sudah


merupakan kebiasaan yang turun temurun hingga sekarang, sistem bagi hasil di
Dusun Pulau Pinang dilakukan dimana dalam perjanjian tersebut pemilik lahan

5
Syahril (Ketua Lingkungan), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 15 Desember 2020
6
Herman (Ketua Kelompok Tani Selang Rengas), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 30
Desember 2020
4

sudah mematok bagi hasil yang didapatkan sesuai dengan luas lahan. Jika tidak
mampu disetorkan maka tanah garapan akan diambil atau ditarik oleh pemilik
lahan. Bentuk kerja sama bagi hasil yang terjadi di Dusun Pulau Pinang
berdasarkan pada kata sepakat secara lisan atas dasar kepercayaan tanpa adanya
saksi. Sistem bagi hasil ini menggunakan akad Mukhabarah dimana benih
dikeluarkan oleh petani penggarap.

Seperti yang dikatakan oleh salah satu petani penggarap yaitu Marhamah
bahwasanya ketika melakukan perjanjian yang berhak menentukan bagi hasil
berasal dari pihak pemilik lahan dan petani penggarap hanya menyetujui apa yang
menjadi keputusan dari pemilik lahan. Dalam 1 tumbuk tanah pertanian yang
digarap dihargai dengan 3 kaleng (30 kg) padi per panen hingga jumlahnya dikali
dengan luas tanah 45 tumbuk berjumlah 135 kaleng (1.350 kg) padi per panen.
Ketika hasil panen mengalami kerugian, pemilik lahan tidak mau tahu dengan
kondisi yang dialami yang terpenting setoran atau bagi hasil sebelum panen yang
harus didapatkan oleh pemilik lahan harus sesuai dengan jumlah yang telah
disepakati. Namun ketika tidak mampu untuk disetorkan dengan jumlah yang di
tentukan maka akan dianggap sebagai hutang dan harus disetorkan paling lambat
2 kali panen. Jika tidak mampu disetorkan maka tanah garapan akan ditarik oleh
pemilik lahan. Untuk biaya mulai dari bibit, pupuk, biaya-biaya penggarap sawah
dan lainnya hanya dikeluarkan dari penggarap saja.7

Dalam mekanisme bagi hasil Mukhabarah, status dari hasil panen adalah
milik bersama dari kedua belah pihak. Tidak boleh ada syarat yang menyatakan
bahwa hasil panen dikhususkan untuk salah satu pihak, karena hal tersebut dapat
merusak akad. Pembagian hasil panen harus ditentukan secara umum dari
keseluruhan hasil panen (misalnya: separuh, sepertiga, atau seperempat dari
keseluruhan hasil panen yang didapatkan). Jika disyaratkan bagian satu pihak
adalah sekian (seperti empat mudd , atau pembagiannya disesuaikan berdasarkan

7
Marhamah (Petani Penggarap), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 4 Januari 2021
5

kadar benih) maka dianggap tidak sah. Sebab, bisa saja hasil panen dari tanaman
hanya menghasilkan sebanyak yang ditentukan untuk satu pihak tersebut. 8

Dari uraian di atas terlihat bahwasanya yang dibebankan untuk semua


keperluan hanya dikeluarkan oleh penggarap saja dan adanya syarat yang
menyatakan bahwa hasil panen dikhususkan untuk salah satu pihak. Ketentuan
atau pokok dari syariah yakni bertujuan untuk menegakkan perdamaian di muka
bumi dengan mengatur masyarakat dan memberikan keadilan kepada semua
orang. Dalam hal tersebut peneliti melihat ada kesenjangan bagi hasil yang
mengindikasikan tidak sesuai dengan syariah.

Berdasarkan penelitian terdahulu dari Rohana Sulastiana, Analisis Etika


Bisnis Islam Terhadap Praktik Bagi Hasil Penggarapan Sawah di Desa Lingsar
Kecamatan Lingsar Lombok Barat. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
sebagian dari kerjasama yang dilakukan oleh pemilik lahan dan petani penggarap
merasa dirugikan (menggunakan sistem bagi hasil sesuai dengan luas tanah yang
digarap). Namun selain itu juga terdapat kerjasama penggarapan sawah yang
masih berada dalam ruang lingkup etika bisnis dalam Islam yaitu kerjasama bagi
hasil sama rata walaupun sistem ini masih sangat minim dilakukan oleh petani
yang di Desa Lingsar.9

Dari sinilah penulis mencoba menelusuri dan meneliti tentang pembagian


hasil pengolahan lahan pertanian. Oleh karena itu penulis tertarik mengadakan
penelitian dengan tema “Analisis Sistem Bagi Hasil (Mukhabarah) Antara
Petani Penggarap Dengan Pemilik Lahan Sawah di Dusun Pulau Pinang
Kabupaten Sarolangun Perspektif Ekonomi Islam”.

8
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 6, (Terj. Abdul Hayyie al-
Kattani), (Jakarta: Gema Insani, 2011), Hlm. 566
9
Rohana Sulastiana, Analisis Etika Bisnis Islam Terhadap Praktik Bagi Hasil
Penggarapan Sawah di Desa Lingsar Kecamatan Lingsar Lombok Barat, (Skripsi, UIN Mataram,
2017)
6

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah, terdapat beberapa masalah


yang terkait dengan sistem bagi hasil (mukhabarah) antara petani penggarap
dengan pemilik lahan sawah perspektif ekonomi Islam di dusun pulau-pinang
kabupaten sarolangun, masalah yang dapat penulis identifikasi sebagai berikut:

1. Pembagian hasil sesuai dengan luas lahan sehingga terkadang


menimbulkan masalah antara satu dengan yang lainnya
2. Perjanjian yang lebih memberatkan kepada pihak penggarap
3. Sistem bagi hasil belum berorintasi pada ketentutan yang dilakukan dalam
ekonomi syariah
4. Kerugian hanya ditanggung oleh petani penggarap
5. tidak menyatakan secara jelas jangka waktu atau berakhirnya perjanjian

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini banyak masalah yang timbul jika dilihat dari berbagai
aspek kerjasamanya. Baik ketika pembagian hasil, pemeliharaan pertanian padi
dan lain-lain. Agar penelitian ini lebih terarah pada sasaran yang diinginkan, maka
penulis memfokuskan pembahasan penelitian ini pada petani penggarap dengan
pemilik lahan sawah yang melakukan kerjasama dengan sistem bagi hasil
(Mukhabarah) di Dusun Pulau Pinang Kabupaten Sarolangun.

D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem kerja sama antara petani penggarap dengan pemilik
lahan sawah di Dusun Pulau Pinang Kabupaten Sarolangun?
2. Bagaimana sistem bagi hasil (Mukhabarah) antara petani penggarap
dengan pemilik lahan sawah di Dusun Pulau Pinang Kabupaten
Sarolangun?
E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
7

1. Untuk mengetahui sistem kerja sama antara petani penggarap dengan


pemilik lahan sawah di Dusun Pulau Pinang Kabupaten Sarolangun
2. Untuk mengetahui sistem bagi hasil (Mukhabarah) antara petani
penggarap dengan pemilik lahan sawah di Dusun Pulau Pinang Kabupaten
Sarolangun.

F. Manfaat Penelitian
1. Membiasakan diri dalam menelaah berbagai persoalan muamalah yang
terjadi antara petani penggarap dengan pemilik lahan sawah yang
menggunakan sistem bagi hasil (mukhabarah) sesuai dengan ekonomi
Islam.
2. Diharapkan informasi awal bagi para peminat yang ingin mengetahui lebih
dalam tentang sistem bagi hasil (mukhabarah) yang baik dan sesuai
ekonomi Islam antara petani penggarap dengan pemilik lahan sawah.

G. Sistematika Penulisan
Adanya sistematika peelitian dalam penulisan adalah untuk mempermudah
pembahasan dalam penulisan. Sistematika penulisan penelitian adalah:
BAB I : Pendahuluan, pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah,
batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.

BAB II : Berisikan pembahasan tentang kajian pustaka dan studi relevan

BAB III : Berisikan pembahasan tentang metodologi penelitian yaitu objek


penelitian, metode penelitian, jenis dan sumber data, metode analisis data.

BAB IV : Berisikan hasil penelitian dan pembahasan yaitu; Gambaran umum


dan objek penelitian, Hasil penelitian, dan Pembahasan hasil penelitian

BAB V : Penutup, pada bab ini berisi Kesimpulan, Implikasi dan Saran.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN STUDI RELEVAN


A. Kajian Pustaka
1. Akad
a. Pengertian Akad

Salah satu prinsip muamalah adalah „an-taradin atau asas kerelaan para
pihak yang melakukan akad. Rela merupakan persoalan batin yang sulit
diukur kebenarannya, maka manifestasi dari suka sama suka itu diwujudkan
dalam bentuk akad. Akad pun menjadi salah satu proses dalam pemilihan
sesuatu.10

Akad merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan


masyarakat khususnya masyarakat muslim. Pada dasarnya, akad
dititikberatkan pada kesepakatn antara dua belah pihak yang ditandai dengan
ijab-qabul. Dengan demikian ijab-qabul adalah suatu perbuatan atau
pernyataan untuk menunjukkan suatu keridhaan dalam berakad yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih, sehingga terhindar atau keluar dari suatu
ikatan yang berdasarkan syara’.11

b. Macam-macam Akad
Dalam pembagian akad ada beberapa macam dari sudut pandang yang
berbeda, yaitu:
1) Dilihat dari sifat akad secara syariat:
a) Aqad sahih, yaitu akad yang sempurna rukun-rukun dan syarat-
syarat menurut syariat.
b) Aqad ghairu sahih, yaitu sesuatu yang rusak pada salah satu
unsur dasar (rukun dan syarat), seperti jual beli bangkai.

10
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip Dan Implementasinya Pada Sektor
Keuangan Syariah, Cet.2 (Jakarta: Rajawali Pers, 2017), hlm.45
11
Qomarul Huda, Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Teras, 2011), Hlm. 27.

8
9

Dalam hal ini ulama Hanafiyah membedakan antara akad yang


fasid dan akad yang batal, namun para jumhur ulama tidak
membedakannya. Akad batal adalah akad yang tidak mempunyai rukun
akad, seperti tidak ada barang yang diakadkan, akad yang dilakukan oleh
orang gila, akad yang dilakukan oleh oraang yang dibawah umur dan lain
sebagainya. Sedangkan akad fasid adalah akad yang memenuhi syarat
dan rukun akan tetapi dilarang oleh syara’ seperti menjual shabu-shabu,
miras, uang palsu dan sebagainya.12

2) Dilihat dari bernama atau tidaknya suatu akad:


a) Aqad Musammah, yaitu akad yang ditetapkan nama-namanya
oleh syara’ dan dijelaskan pula hukum-hukumnya, seperti bai‟,
ijarah, syirkah, hibah, kafalah, wakalah, dan sebagainya.13
Menurut perhitungan al-Zarqa membagi akad bernama menjadi
25 jenis akad, yaitu: sewa-menyewa (al-Ijarah), jual beli opsi
(Bai‟ al-Wafa), jual beli (al-Bai‟), penanggungan (al-Kafalah),
pemindahan utang (al-Hiwalah), pemberian kuasa (al-Wakalah),
perdamaian (ash-Sulh), arbitrase (al-Tahkim), pelepasan hak
kewarisan (al-Mukharajah), persekutuan (al-Syyirkah), bagi
hasil (al-Mudharabah), hibah (al-Hibah), gadai (ar-Rahn),
penggarapan tanah (al-Muzara‟ah dan al-Mukhabarah),
pemeliharaan tanaman (al-Musaqah), penitipan (al-Wadi‟ah),
Pinjam Pakai (al-„Ariyah), pembagian (al-Qismah), wasiat (al-
Washaya), pinjam mengganti (al-Qardh), pemberian hak pakai
rumah (al-„Umra), penetapan ahli waris (al-Muwalah),
pemutusan perjanjian atas kesepakatan (al-Qalah), perkawinan
(al-Zawaj) dan pengangkatan pengampu (al-Isha‟).14

12
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya,. Hlm. 56-58
13
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya,. Hlm. 59
14
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah: Studi Tentang Akad Dalam Fiqh
Muamalah (Jakarta: Rajawali Pers, 2007), Hlm. 76.
10

b) Aqad ghairu musammah, yaitu akad yang tidak ditetapkan


nama-namanya oleh syari’, dan tidak pula dijelaskan hukum-
hukumnya.15
3) Ditinjau dari tujuan akad:
a) Al-Tamlikat, yaitu akad yang bertujuan untuk pemilikan sesuatu,
baik benda atau manfaatnya.
b) Al-Isqathat, yaitu akad yang bertujuan menggugurkan hak-hak.
c) Al-Ithlaqat, yaitu akad yang bertujuan menyerahkan kekuasaan
kepada orang lain dalam suatu pekerjaan.
d) Al-Taqyidat, yaitu terhalangnya seseorang melakukan transaksi
karena kehilangan kemampuan.
e) Al-Tausiqat, yaitu akad yang bertujuan untuk menanggung atau
memberi kepercayaan terhadap utang.
f) Al-Isytirak, yaitu akad yang bertujuan untuk berserikat pada
pekerjaan atau keuntungan.
g) Al-Hafz, yaitu akad yang bertujuan untuk memelihara harta
pemiliknya.16
4) Dilihat dari sifat benda:
a) Akad benda yang berwujud (Aqad „ainiyah), yaitu akad dengan
benda yang dapat dipegangdengan indra manusia, seperti uang,
handphone, rumah dan sebagainya.
b) Akad benda tidak berwujud (Aqad ghairu „ainiyah), yaitu akad
benda yang tidak dapat dipegang dengan indra manusia namun
bisa dirasa manfaatnya oleh manusia, seperti halnya lisensi,
informasi dan lain-lain.
5) Dilihat dari berhubungannya pengaruh akad:
a) Aqad munajaz, yaitu akad yang bersumber dari siighat yang
tidak dihubungkan dengan syarat dan masa yang akan datang.

15
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya,.
16
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya,. Hlm.59-60.
11

b) Akad yang disandarkan pada masa yang akan datang, yaitu akad
yang bersumber pada sighat yang ijabnya disandarkan pada
masa yang akan datang.
c) Akad yang dihubungkan dengan syarat, yaitu akad yang
dihubungkan dengan urusan lain dengan satu syarat.17
c. Rukun-rukun Akad

Rukun-rukun akad adalah sebagai berikut:

1) Orang yang berakad („aqid)

Al-aqid adalah orang yang melakukan akad. Keberadaannya sangat


penting karena tidak akan pernah terjadi akad manakala tidak ada „aqid.

2) Sesuatu yang diakadkan (ma‟uqud alaih)

Al-Ma‟uqud Alaih adalah objek akad atau benda-benda yang


dijadikan akad yang bentuknya tampak dan membekas. Barang tersebut
dapat berbentuk harta benda, seperti barang dagangan, benda bukan harta
seperti dalam akad pernikahan, dan dapat pula berbentuk suatu
kemanfaatan seperti dalam masalah upah-mengupah dan lain-lain.

3) Shighat, yaitu ijab dan qobul

Sighat akad adalah sesuatu yang disandarkan dari dua belah pihak
yang berakad, yang menunjukkan atas apa yang ada di hati keduanya
tentang terjadinya suatu akad. Hal ini dapat diketahui dengan ucapan
perbuatan, isyarat, dan tulisan.

a) Akad dengan ucapan (lafadz) adalah sighat akad yang paling


banyak digunakan orang sebab paling mudah digunakan dan
paling mudah dipahami. Namun perlu ditegaskan bahwa
penyampaian akad dengan metode apapun harus disertai dengan

17
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya,. Hlm.60-61.
12

keridlaan dan memahamkan para aqid akan maksud akad yang


diinginkan.
b) Akad dengan perbuatan adalah akad yang dilakukan dengan
suatu perbuatan tertentu, dan perbuatan itu sudah maklum
adanya. Sebagaimana contoh penjual memberikan barang dan
pembeli menyerahkan sejumlah uang, dan keduanya tidak
mengucapkan sepatah katapun. Akan semacam ini sering terjadi
pada masa sekarang ini.namun menurut pendapat Imam Syafi‟i,
akad dengan cara semacam ini tidak dibolehkan. Jadi tidak
cukup dengan serah-serahan saja tanpa ada kata sebagai ijab dan
qabul.
c) Akad dengan isyarat adalah akad yang dilakukan oleh orang
yang tunawicara dan mempunyai keterbatan dalam hal
kemampuan tulis-menulis. Namun apabila dia mampu untuk
menulis, maka dianjurkan agar menggunakan tulisan agar
terdapat kepastian hukum dalam perbuatannya yang
mengharuskan adanya akad.
d) Akad dengan tulisan adalah akad yang dilakukan oleh Aqid
dengan bentuk tulisan yang jelas, tampak, dapat dipahami oleh
para pihak, baik dia mampu berbicara, menulis dan sebagainya,
karena akad semacam ini dibolehkan. Namun demikian menurut
ulama Syafi‟iyyah dan Hanabilah tidak membolehkannya
apabila orang yang berakad hadir pada waktu akad
berlangsung.18
d. Tujuan Akad (Maudlu’ al-‘aqad)

Tujuan akad menduduki peranan yang penting untuk menentukan suatu


akad dipandang sah atau tidak, halal atau haram. Ini semua berkaitan dengan
niat dan perkataan dalam niat. Bahkan perbuatan-perbuatan yang bukan akad
dapat dipengaruhi halal haramnya dari perbuatan yang mendorong akad itu

18
Rasjid Sulaiman, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012), Hlm. 306
13

dilakukan Sebagai contoh orang yang meminjamkan uang kepada orang lain
dengan tujuan untuk memperoleh uang lebih dari yang dipinjamkan, maka
meminjamkan uang itu menjadi haram karena ingin mengambil keuntungan
lebih (riba).19

Tanpa ada tujuan yang jelas akad secara otomatis tidak dapat dikenakan
akibat hukum atas akad tersebut. Sehingga akad mempunyai syarat-syarat
tujuan akad antara lain:

1) Tujuan akad harus dibenarkan oleh syara‟, sehingga tidak boleh


melakukan akad yang dapat melanggar ketentuan agama misalnya
berkongsi modal untuk berbisnis minuman keras.
2) Tujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada atas pihak-
pihak yang bersangkutan artinya tidak mengubah akad yang telah
berlangsung sebelumnya namum akad yang dilakukan adalah akad
yang baru.
3) Tujuan akad harus berlangsung hingga berakhirnya akad tersebut,
misalnya menyewa sepeda motor untuk diambil manfaatnya dengan
jangka waktu dua bulan, namun belum ada dua bulan motor itu
hancur karena kecelakaan maka akad tersebut menjadi rusak karena
hilangnya tujuan yang hendak dicapai.20

2. Bagi Hasil Mukhabarah

Sistem bagi hasil merupakan sistem dimana dilakukannya perjanjian atau


ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut
diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara
kedua belah pihak atau lebih. Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua
belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan

19
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer,.. Hlm.19
20
Nawawi Ismail, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer,.. Hlm, 19-29
14

adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur


paksaan. 21

Secara umum, prinsip bagi hasil dapat dilakukan dalam empat akad utama,
yaitu al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzara‟ah, dan al-musaqah. Prinsip
yang paling banyak dipakai adalah al-musyarakah dan al-mudharabah, sedangkan
al-muzara‟ah, dan musaqah dipergunakan khusus untuk plantation financing atau
pembiayaan dalam Islam.22

Sistem seperti inilah yang dijalankan pada masa Rasulullah SAW. yaitu
ketika beliau memberikan tanah di Khaibar kepada orang Yahudi dengan sistem
bagi hasil seperti diriwayatkan oleh Ibn Umar:

‫صلى هللاُ َعلَيْو ًَ َسلَّم َخ ْيبَ َش لِ ْليَيٌُْ د أَ ْن‬


َ ‫ أَ ْعطَى َسسٌُ ُل هللا‬: ‫عه عبذ هللا سضي هللا عنو قال‬
ْ ‫يَ ْع َملٌُْ ىَا ًَيَ ْز َس ُعٌْ ىَا ًَلَيُ ْم َش‬
‫طش َما يَ ْخشُج ِم ْنيَا‬

Artinya: Dari Abdullah ra, berkata, “Rasulullah SAW memberikan lahan


pertanian Khaibar kepada orang-orang yahudi untuk mereka kelola dan tanami,
dan bagi mereka separuh hasilnya.” (Hadits Riwayat Bukhari).23

Dalam Islam terdapat sistem bagi hasil dalam bidang pertanian yang lebih
menunjukkan nilai-nilai keadilan seperti sistem muzara‟ah, mukhabarah, dan
musaqah yang merupakan contoh kerjasama di bidang pertanian Islam.
Muzara‟ah merupakan pekerja (penggarap) mengelola tanah atau lahan dengan
sebagian apa yang dhasilkan dari tanah tersebut dan modal dari pemilik lahan,
mukhabarah ialah pemilik lahan hanya menyerahkan tanah kepada pekerja dan
modal dari pengelola. Sedangkan pengertian dari musaqah yaitu akad untuk

21
Ruslan Abdullah, Bagi Hasil Tanah Pertanian (Muzara‟ah), Jurnal of Islamic
Economic Law, Vol. 2 No. 2, 2018, Hal. 149
22
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari‟ah dari Teori ke Praktik, (Jakarta:Gema
Insani, 2001), Hlm.90
23
Abdullah Bin Abdurrahman, Syarah Hadits Pilihan Bukhari Muslim., Hlm. 693
15

pemeliharaan pohon kurma, tanaman, dan hal lainnya supaya mendatangkan


kemaslahatan dan mendapatkan bagian tertentu yang diurus sebagai imbalan.24

Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa muzara‟ah dan mukhabarah


mempunyai kesamaan dan perbedaan dimana persamaannya yaitu antara
muzara‟ah dan mukhabarah para pemilik tanah atau lahan sama-sama
menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk dikelola sedangkan perbedaannya
yaitu berkaitan dengan modal yang dikeluarkan, jika modal berasal dari pemilik
tanah disebut muzara‟ah, dan jika modal berasal dari pengelola disebut
mukhabarah.

Dari penjelasan di atas ada 3 bentuk kerjasama dalam bidang pertanian yang
dianjurkan dalam Islam, yang menekankan pada prinsip bagi hasil (profit sharing)
antara lain : musaqah, muzara‟ah dan mukhabarah. Namun peneliti akan lebih
memfokuskan pada satu bahasan yaitu mukhabarah.

a. Pengertian Akad Mukhabarah

Mukhabarah adalah bentuk kerja sama antara pemilik sawah/tanah dan


penggarap dengan perjanjian hasilnya akan dibagi antara pemilik tanah dan
penggarap menurut kesepakatan bersama, sedangkan biaya, dan benihnya dari
penggarap tanah. Pada umumnya, kerja sama mukhabarah ini dilakukan pada
perkebunan yang benihnya relatif murah, seperti padi, jagung, daan kacang.
Namun, tidak menutup kemungkinan pada tanaman yang benihnya relatif
murah pun dilakukan kerja sama muzara‟ah.

Sedangkan menurut istilah, Mukhabarah adalah suatu kerja sama


pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik
lahan memberikan sebidang tanah kepada pengelola untuk ditanami dan
dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen yang
dibagi berdasarkan kesepakatan. 25

24
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer,.. Hlm.161
25
Abdul rahman Ghazali, dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), Hlm. 117
16

Adapun Mukhabarah menurut para Ulama’ Fiqh sebagai berikut:

1) Menurut Hanafiyah, Mukhabarah dan Muzara‟ah hampir tidak bisa


dibedakan, Muzara‟ah menggunakan kalimat bi ba‟d al-kharij min
alard (akad untuk bercocok tanam dengan sebagian yang keluar dari
bumi), sedangkan dalam Mukhabarah menggunakan kalimat bi ba‟d
ma yakhruju min al-arad (akad untuk bercocok tanam dengan
sebagian apa-apa yang keluar dari bumi), Menurut Hanafiyah belum
diketahui perbedaan tersebut berdasarkan pemikiran Hanafiyah.
2) Menurut ulama Syafi‟iyah, Mukhabarah adalah akad untuk
bercocok tanam dengan sebagian apa-apa yang keluar dari bumi.
3) Menurut Dharin Nas, Al-syafi’i berpendapat bahwa Mukhabarah
adalah menggarap tanah dengan apa yang dikeluarkan dari tanah
tersebut.
4) Menurut Syaikh Ibrahim Al-bajuri berpendapat bahwa Mukhabarah
ialah sesungguhnya pemilik hanya menyerahkan tanah kepada
pekerja dan modal dari pengelola. 26

Setelah diketahui definisi-definisi di atas, dapat dipahami bahwa


Mukhabarah dan Muzara‟ah ada kesamaan dan ada pula perbedaan,
persamaannya adalah terjadi pada peristiwa yang sama yakni pemilik tanah
menyerahkan tanah kepada orang lain untuk dikelola, perbedaannya adalah
pada modal, bila modal berasal dari pengelola disebut Mukhabarah, jika
modal dari pemilik tanah disebut Muzara‟ah.

b. Dasar Hukum Mukhabarah

Kerja sama dalam bentuk Mukhabarah menurut kebanyakan ulama fiqh


hukumnya mubah (boleh). Dasar kebolehannya itu di samping dapat
dipahami dari keumuman firman Allah yang menyuruh saling tolong-
menolong, juga secara khusus hadits Nabi dari Ibnu Umar menurut riwayat
Bukhari yang mengatakan:

26
Hendi Suhendi, Fiqih Mu‟amalah,.. Hlm. 154-155
17

Artinya: “Sesungguhnya Thawus ra. bermukhabarah, Umar ra. berkata dan


aku berkata kepadanya, ya Abdurrahaman, kalau engkau tinggalkan
mukhabarah ini, nanti mereka mengatakan bahwa Nabi melarangnya.
Kemudian Thawus berkata: Telah menceritakan kepadaku orang yang
sungguh-sungguh mengertahui hal itu, yaitu Ibnu Abbas, bahwa Nabi Saw.
Tidak melarang mukhabarah, hanya beliau yang berkata, bila seseorang
memberi manfaat kepada saudaranya, hal itu lebih baik daripada mengambil
manfaat dari saudaranya dengan telah dimaklumi.”

Hadits lainnya yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum untuk


diperbolehkannya melakukan mukhabarah adalah sebagai berikut:

Artinya: “Barang siapa yang mempunyai tanah, hendaklah ia menanaminya


atau hendaklah ia menyuruh saudaranya untuk menanaminya.” (Hadits
Riwayat Bukhari).27

27
Imam Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrohim Ibn Mukhiroh and Ibn Barzabah
Al-Bukhori Al-Ju’fi Al-Mutafasannah, "Shohihul Bukhori, Darul Al-Kutub Al- Ilmiyah", (Bairut,
Libanon, 2004), Hlm. 422
18

Artinya : ”Diriwayatkan oleh Ibnu Umar R.A. (sesungguhnya Rasulullah


Saw. Melakukan bisnis atau perdagangan dengan penduduk Khaibar untuk
digarap dengan imbalan pembagian hasil berupa buah-buahan atau
tanaman)” (Hadits Riwayat Bukhari)28

Hadits diatas menjelaskan mengenai adanya praktik mukhabarah yang


dilakukan oleh sahabat Rasulullah. Berdasarkan apa yang mereka lakukan
tersebut, dapat kita lihat bahwa Rasulullah sama sekali tidak melarang
melakukan mukhabarah, karena sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya
semua jenis muamalah itu diperbolehkan, hingga ada dalil yang melarangnya.
Oleh karena itu, hukum melakukan mukhabarah sendiri adalah boleh
(mubah), dengan catatan apa yang dilakukan tersebut dapat memberikan
manfaat yang baik kepada sesama atau berlandaskan keinginan untuk
menolong tanpa adanya tujuan lain dengan maksud menipu atau merugikan.

Hukum mukhabarah sahih menurut Hanafiyah adalah sebagai berikut:

1) Segala keperluan untuk memelihara tanaman diserahkan kepada


penggarap.
2) Pembiayaan atas tanaman dibagi antara penggarap dan pemilik
tanah.
3) Hasil yang diperoleh dibagikan berdasarkan kesepakatan waktu
akad.
4) Menyiram atau menjaga tanaman, jika disyaratkan akan dilakukan
bersama, hal itu harus dipenuhi. Akan tetapi, jika tidak ada

28
Imam Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrohim Ibn Mukhiroh and Ibn Barzabah
Al-Bukhori Al-Ju’fi Al-Mutafasannah,.. Hlm. 419
19

kesepakatan, penggaraplah yang paling bertanggung jawab


menyiram atau menjaga tanaman,
5) Dibolehkan menambahkan penghasilan dari kesepakatan waktu yang
telah ditetapkan.
6) Jika salah seorang akad meninggal sebelum diketahui hasilnya,
peggarap tidak mendapatkan apa-apa sebab ketetapan akad
didasarkan pada waktu.29
c. Syarat-Syarat Mukhabarah

Menurut jumhur ulama, syarat-syarat mukhabarah, ada yang berkaitan


dengan orang-orang yang berakad, benih yang akan ditanam, lahan yang akan
dikerjakan, objek akad, perlatan yang akan digunakan dan jangka waktu
berlaku akad.

1) Syarat „Aqid (Pelaku Akad) Mukhabarah

Secara umum ada dua syarat yang diberlakukan untuk „aqid (pelaku
akad) yaitu:

a) Berakal (Mumayyiz)

„Aqid harus berakal (mumayyiz), tidak sah akad al-Mukhabarah


yang dilakukan oleh orang gila dan anak kecil yang belum
Mumayyiz. Karena akal adalah syarat kelayakan dan kepatutan untuk
melakukan Tasharruf (tindakan).

Adapun baligh, maka menurut ulama Hanafiyyah yaitu bukanlah


termasuk syarat bolehnya al-Mukhabarah. Maka anak yang belum
baligh yang telah diberi izin boleh melakukan akad al-Mukhabarah,
sama seperti akad al-Ijaarah. Karena al-Mukhabarah adalah sama
dengan memperkerjakan dan mengupah seseorang dengan upah
sebagian dari hasil panen.

29
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari‟ah dari Teori ke Praktik,.. Hlm.210-211
20

Sementara itu, ulama Syafi’iyyah dan ulama Hanabillah


menetapkan baligh sebagai syarat sahnya al-Mukhabarah, sama
seperti akad-akad yang lain.

b) Bukan Orang Murtad


„Aqid tidak murtad, menurut pendapat Imam Abu Hanifah. Hal
tersebut dikarenakan menurut Imam Abu Hanifah, tasharruf orang
yang murtad hukumnya ditangguhkan (mauquuf). Sedang menurut
Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan, akad al-Mukhabarah dari
orang yang murtad hukumnya dibolehkan. Menurut pendapat Ulama
Hanafiyyah, jika perempuan murtad maka akad al-Mukhabarah
tersebut adalah sah.

2) Syarat Tanaman

Syarat yang berlaku untuk tanaman adalah harus jelas apa (benih)
yang akan ditanam. Karena kondisi sesuatu yang ditanam berbeda-beda
sesuai penanaman yang dilakukan, ada jenis tanaman yang bertambah
ketika ditanam dan ada pula yang berkurang. Namun dilihat dari prinsip
al-Istihsaan, menjelaskan bahwa sesuatu yang akan ditanam tidak
menjadi syarat al-Mukhabarah, karena apa yang akan ditanam
diserahkan sepenuhnya kepada penggarap.30

3) Syarat Lahan yang ditanami


a) Lahan harus layak untuk ditanami. Apabila tanah tersebut tidak
layak seperti lahan yang tandus, maka akad tidak sah. Karena
Mukhabarah adalah suatu akad di mana upah atau imbalannya
diambil dari sebagian hasil yang diperoleh. Apabila tanah tidak
menghasilkan maka akad tidak sah.
b) Lahan yang akan digarap harus diketahui dengan jelas dan pasti,
agar tidak menimbulkan perselisihan antara pihak yang
melakukan akad.

30
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu,.. Hlm.566
21

c) Lahan tersebut harus diserahkan sepenuhnya kepada pihak


penggarap (att-Takhliyah).

4) Syarat Objek Akad

Objek akad dalam Mukhabarah harus sesuai dengan tujuan


dilaksanakannya akad, baik menurut syara’ maupun urf (adat). Tujuan
tersebut adalah salah satu dari dua perkara, yaitu mengambil manfaat
tenaga penggarap, dimana pemilik lahan mengeluarkan bibitnya, atau
mengambil manfaat atas tanah, di mana penggarap yang mengeluarkan
bibitnya. 31

5) Syarat Alat Pertanian yang digunakan

Peralatan dan sarana yang digunakan dalam mengolah lahan, seperti


binatang untuk membajak tanah, dan peralatan yang biasa digunakan
dalam menggarap lahan pertanian haruslah mengikuti akad, bukan
menjadi tujuan akad. Apabila alat tersebut dijadikan tujuan, maka akad
Mukhabarah tidak sah.

6) Syarat Perjanjian Akad Mukhabarah

Dalam sistem bagi hasil mukhabarah waktu perjanjian merupakan


syarat yang harus terpenuhi dalam kerjasama di bidang pertanian. Waktu
perjanjian tersebut yang berkaitan dengan waktu, yaitu:

a) Waktunya telah ditentukan.


b) Waktu itu memungkinkan untuk menanam tanaman yang
dimaksud, seperti menanam padi waktunya kurang lebih 4 bulan
(tergantung teknologi yang dipakainya, termasuk kebiasaan
setempat)

31
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu., Hlm. 567
22

c) Waktu tersebut memungkinkan dua belah pihak hidup menurut


kebiasaan.32

Masa berlakunya akad Mukhabarah disyaratkan harus jelas dan


ditentukan atau diketahui, misalnya satu tahun atau dua tahun. Apabila
masanya tidak ditentukan (tidak jelas) maka akad Mukhabarah tidak
sah.33

Secara garis besar, akad mukhabarah yang sah menurut Muhammad dan
Abu Yusuf ada delapan syarat, yaitu:

1) Kedua belah pihak memenuhi syarat-syarat kelayakan dan kepatutan


melakukan akad.
2) Masanya harus ditentukan secara jelas. Namun pendapat yang
difatwakan tidak mensyaratkan hal ini.
3) Tanahnya cocok dan layak untuk dijadikan lahan pertanian.
4) Lahannya dipasrahkan secara penuh kepada pihak penggarap (at-
Takhliyah).
5) Hasil panen statusnya harus musytarak dan musyaa‟ di antara kedua
belah pihak. Maksudnya, tidak boleh ada bagian tertentu dari hasil
panen yang ada diperuntukkan bagi salah satu pihak dan
pembagiannya haruslah dengan ukuran sepertiga atau seperempat
misalnya, tidak boleh dengan ukuran takaran atau timbangan, seperti
untuk salah satu pihak bagiannya adalah satu kwintal atau lima
karung dari hasil panen.
6) Menjelaskan dari siapa benihnya, apakah dari pemilik lahan atau dari
pihak penggarap agar tidak terjadi perselisihan. Serta
memberitahukan objek akadnya, apakah kemanfaatan lahan atau
kemanfaatan pekerjaan yang dilakukan oleh pihak penggarap.
7) Menjelaskan bagian masing-masing dari kedua belah pihak, baik
pihak yang memberikan benih maupun yang tidak.

32
Hendi Suhendi, Fiqih Mu‟amalah,..Hlm. 158-159
33
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu., Hlm. 568
23

8) Menjelaskan jenis benihh atau bibit yang akan ditanam, supaya


upahnya bisa diketahui. Karena upah tersebut merupakan hasil panen
yang akan didapatkan nanti, oleh karena itu harus dijelaskan agar
hasil panen diketahui dari jenis tanaman apa.

d. Mekanisme Pembagian Hasil Mukhabarah

Ada sejumlah syarat untuk yang dihasilkan oleh tanaman yang digarap,
jika syarat-syarat itu tidak terpenuhi, maka akad al-Mukhabarah rusak dan
tidak sah, yaitu:

1. Hasil panen harus diketahui secara jelas dalam akad, karena nantinya
hasil panen tersebut akan dijadikan upah. Apabila hasil panen tidak
diketahui, hal tersebut dapat merusak akad dan menjadikannya tidak
sah;
2. Status dari hasil panen adalah milik bersama dari kedua belah pihak.
Tidak boleh ada syarat yang menyatakan bahwa hasil panen
dikhususkan untuk salah satu pihak, karena hal tersebut dapat
merusak akad;
3. Pembagian hasil panen harus ditentukan kadarnya, seperti separuh,
sepertiga, seperempat atau jumlah lainnya sesuai dengan
kesepakatan. Tidak ditentukannya kadar pembagiannya ini
dikhawatirkan dapat mengakibatkan munculnya perselisihan di
kemudian hari;
4. Pembagian hasil panen harus ditentukan secara umum dari
keseluruhan hasil panen (misalnya: separuh, sepertiga, atau
seperempat dari keseluruhan hasil panen yang didapatkan). Jika
disyaratkan bagian satu pihak adalah sekian (seperti empat mudd ,
atau pembagiannya disesuaikan berdasarkan kadar benih) maka
dianggap tidak sah. Sebab, bisa saja hasil panen dari tanaman hanya
menghasilkan sebanyak yang ditentukan untuk satu pihak tersebut.34

34
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu., Hlm. 566–567.
24

e. Berakhirnya Akad Mukhabarah

Mukhabarah terkadang berakhir karena telah terwujudnya maksud dan


tujuan akad, misalnya tanaman telah selesai dipanen. Akan tetapi, terkadang
akad Mukhabarah berakhir sebelum terwujudnya tujuan, karena sebab
sebagai berikut:

1) Masa perjanjian Mukhabarah telah habis


2) Meninggalnya salah satu pihak, baik meninggalnya itu sebelum
dimulainya penggarapan maupun sesudahnya, baik buahnya sudah
bisa dipanen atau belum. Pendapat ini dikemukakan oleh Hanafiah
dan Hanabilah. Akan tetapi menurut Malikiyah dan Syafi’iyah,
mukhabarah tidak berakhir karena meninggalnya salah satu pihak
yang melakukan akad.
3) Adanya udzur atau alasan, baik dari pihak pemilik lahan maupun
dari pihak penggarap. Di antara udzur atau alasan tersebut adalah
sebagai berikut:
a) Pemilik tanah mempunyai utang yang besar dan mendesak,
sehingga tanah yang sedang digarap oleh penggarap harus dijual
kepada pihak lain dan tidak ada harta yang lain selain tanah
tersebut.
b) Timbulnya udzur (alasan) dari pihak penggarap, misalnya sakit
atau bepergian untuk kegiatan usaha, atau jihad fi sabilillah,
sehingga ia tidak bisa mengelola (menggarap) tanah tersebut.35

35
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu., Hlm. 577–578.
25

B. Studi Relevan

Penelitian ilmiah memerlukan bahan rujukan untuk memperkuat kajian


secara teoritis. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan penulisan skripsi yang
profesional dan mencapai target yang diharapkan. Oleh karena itu peneliti
menemukan hasil skripsi yang secara garis besar tentang pola bagi hasil, beberapa
hasil penelitian yaitu antara lain:

Tabel 2.1
Studi Relevan
No Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Rini Sakhrevi (2015), Skripsi ini memaparkan menganai pola bagi
Analisis Pola Bagi hasil yang dilakukan oleh petani yang berada di
Hasil Antara Petani Desa Tanak Beak Kecamatan Narmada dimana
Penggarap Dengan membahas bagaimana para petani penggarap
Petani Pemilik Lahan dengan pemilik lahan dalam melakukan
Pertanian Tinjauan perjanjian bagi hasil penggarap sawah, dalam
Ekonomi Islam di hal bibit, pupuk dan lain-lainnya yang
Desa Tanak Beak digunakan untuk menunjang penggarap sawah
Kecamatan Narmada36 tidak hanya berasal dari pemilik sawah saja,
tetapi juga dari pihak petani penggarap,
sehingga mereka berdua (pemilik lahan dan
penggarap) sama-sama memberikan bibit dan
pupuk dalam satu lahan yang digarap oleh
petani.
2. Jumaidi (2003), Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa dalam suatu
Pelaksanaan pertanian, sistem bagi hasil yang dijalankan
Muzara‟ah dan oleh petani dengan pemilik modal baik secara
Mukhabarah oleh teori maupun praktiknya dapat memberikan
Petani desa rempung sumbangan terhadap perekonomian

36
Rini Sakhrevi, Analisis Pola Bagi Hasil Antara Petani Penggarap Dengan Petani
Pemilik Lahan Pertanian Tinjauan Ekonomi Islam di Desa Tanak Beak Kecamatan Narmada,
(Skripsi, IAIN Mataram, 2015)
26

Kecamatan masyarakat, khususnya pada masyarakat desa


Pringgasela Rempung.
Kabupaten Lombok
Timur. 37
3. Mochammad Kamil Hasil penelitian menunjukkan bahwa sitem
Malik (2018), Sistem bagi hasil di desa Krai Yosowilangun
Bagi Hasil Petani Kabupaten Lumajang dapat disimpulkan bahwa
Penyakap di Desa sistem bagi hasil masih bersifat tradisional dan
Krai Kecamatan sederhana. Sistem bagi hasil merupakan salah
Yosowilangun satu bentuk dari perjanjian tidak tertulis yang
Kabupaten sifatnya cenderung seadanya sesuai dengan
38
Lumajang. adat kebiasaan.
4. Ade Intan Surahmi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
(2019), Implementasi Implementasi Akad Muzara’ah Dan
Akad Muzara’ah Dan Mukhabarah Dalam Upaya Peningkatan
Mukhabarah Pada Kesejahteraan Masyarakat Tani Di Desa Blang
Masyarakat Tani Di Krueng Dan Desa Lam Asan, Kabupaten Aceh
Desa Blang Krueng Besar. Dari hasil penelitian ini adalah akad
Dan Desa Lam Asan, muzara’ah maupun mukhabarah telah
Kabupaten Aceh dilakukan secara Islami.
Besar.39
5. Rohana Sulastiana Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
(2017), Analisis Etika sebagian dari kerjasama yang dilakukan oleh
Bisnis Islam Terhadap pemilik lahan dan petani penggarap merasa
Praktik Bagi Hasil dirugikan (menggunakan sistem bagi hasil

37
Jumaidi, Pelaksanaan Muzara‟ah dan Mukhabarah oleh Petani desa rempung
Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur, Skripsi, (IAIN Mataram, 2003)
38
Mochammad Kamil Malik, Sistem Bagi Hasil Petani Penyakap di Desa Krai
Kecamatan Yosowilangun Kabupaten Lumajang, (Jurnal Pendidikan Ekonomi Vol. 12 No. 07,
2018)
39
Ade Intan Surahmi, Implementasi Akad Muzara‟ah Dan Mukhabarah Pada
Masyarakat Tani Di Desa Blang Krueng Dan Desa Lam Asan, Kabupaten Aceh Besar, Skripsi
(UIN AR-RANIRY, 2019)
27

Penggarapan Sawah di sesuai dengan luas tanah yang digarap). Namun


Desa Lingsar selain itu juga terdapat kerjasama penggarapan
Kecamatan Lingsar sawah yang masih berada dalam ruang lingkup
Lombok Barat. 40 etika bisnis dalam Islam yaitu kerjasama bagi
hasil sama rata walaupun sistem ini masih
sangat minim dilakukan oleh petani yang di
Desa Lingsar.

Dari tabel diatas perbedaan peneliti dengan penelitan sebelumnya adalah


penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu pada Bagi hasil ditentukan oleh
pemilik lahan sejak awal pada saat akad dengan sesuai luas lahan sawah dengan
menggunakan akad Mukhabarah yang dilakukan oleh Petani Penggarap dengan
Pemilik Lahan Sawah di Dusun Pulau Pinang. Perjanjian yang lebih memberatkan
kepada petani penggarap saja, dimana kerugian ditanggung sendiri oleh petani
penggarap, semua biaya pupuk, bibit, dan lain-lain ditanggung oleh petani
penggarap.

40
Rohana Sulastiana, Analisis Etika Bisnis Islam Terhadap Praktik Bagi Hasil
Penggarapan Sawah di Desa Lingsar Kecamatan Lingsar Lombok Barat, (Skripsi, UIN Mataram,
2017)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Objek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Pulau Pinang Kabupaten Sarolangun.


Dusun Pulau Pinang merupakan salah satu Dusun di Kelurahan Sarolangun
Kembang Kabupaten Sarolangun Kabupaten Sarolangun. Objek penelitian ini
adalah Petani Penggarap dan Pemilik Lahan Sawah yang menggunakan sistem
bagi hasil (Mukhabarah) di Dusun Pulau Pinang Kabupaten Sarolangun. Alasan
peneliti melakukan penelitian di daerah tersebut karena Dusun Pulau Pinang
memiliki luas lahan sawah yang besar di Keluarahan Sarolangun Kembang yaitu
167 Ha, mata pencaharian petani paling banyak dibandingkan daerah lain yang
ada di Kelurahan Sarolangun Kembang, dan petani penggarap di Dusun Pulau
Pinang rata-rata melakukan akad bagi hasil mukhabarah.

B. Penentuan Sampel atau Informan

Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi


sebagai nara sumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian.
Sampel dalam penelitian kualitatif, juga bukan disebut sampel statistik, tetapi
sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualiatif adalah untuk menghasilkan
teori. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teori dari Suharsimi
Arikunto dikutip dari jurnal Jefri Hendri Hatmoko adalah apabila jumlah
responden kurang dari 100, sampel yang diambil semua sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi. Sedangkan apabila jmlah responden lebih dari
100, maka pengambilan sampel 10%-15% atau 20%-25% atau lebih.41

41
Jefri Hendri hatmoko, Survey Minat dan Motivasi Siswa Putri Terhadap Mata
Pelajaran Penjasorkes di Smk Se-Kota Salatiga Tahun 2013, Journal of Physical Education, 2015,
Hlm. 8

28
29

Tabel 3.1
Jumlah Populasi Penelitian

No. Keterangan Jumlah

1. Petani Pemilik Lahan 30 Orang

2. Petani Penggarap 112 Orang

Jumlah Keseluruhan 142 Orang

Dari tabel diatas, maka pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
25% dari populasi yang ada, karena jumlah populasi melebihi 100 yaitu 142
orang. Berarti 142 x 25% = 35, jadi sampel yang digunakan dalam penelitian ini
sebanyak 35 orang.
Tabel 3.2
Jumlah Sampel Penelitian

No. Keterangan Jumlah

1. Petani Pemilik Lahan 10 Orang

2. Petani Penggarap 25 Orang

Jumlah Keseluruhan 35 Orang

Teknik atau pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
simple random sampling. Tekni simple random sampling adalah teknik yang
sederhana karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara
acak tanpa melihat dan memperhatikan kesamaan atau starata yang ada dalam
populasi.42

42
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: ALFABETA, 2017), Hlm. 82
30

C. Jenis dan Sumber data


1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan penelitian jenis


kualitatif dengan pendekatan penelitian lapangan (field reseach), yaitu
penelitian yang objeknya mengenai gejala-gejala atau peristiwa-peristiwa
yang terjadi pada kelompok masyarakat. Adapun dalam hal ini, penulis turun
langsung ke lapangan yaitu di Dusun Pulau Pinang Kabupaten Sarolangun
untuk meneliti masalah yang terjadi mengenai kegiatan kerja sama antara
petani penggarap dengan pemilik lahan dengan sistem bagi hasil
(Mukhabarah).

Selain penelitian lapangan peneliti juga menggunakan penelitian


kepustakaan (Library Research) sebagai pendukung untuk menemukan data-
data informasi yang berkaitan dengan sistem bagi hasil, penelitian ini
memerlukan banyak referensi dari literatur-literatur yang berhubungan
dengan pembahasan dari judul skripsi kemudian menggeneralisasikan
langsung dengan keadaan di lapangan yang bertujuan untuk mengetahui
sistem bagi hasil yang digunakan oleh masyarakat yang sesuai dengan
ekonomi Islam.

2. Sumber Data

Data adalah sesuatu yang diperoleh malalui suatu metode pengumpulan


data yang akan diolah dan di analisis dengan suatu metode tertentu yang
selanjutnya akan menghasilkan suatu hal yang dapat menggambarkan atau
menidentifikasikan sesuatu. Sumber data yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah:

a. Data Primer
Data Primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti
langsung dari sumber pertama.43 Data primer dari penelitian ini adalah

43
Suliyanto, Metode Riset Bisnis, (Yogyakarta: Andi, 2009), hlm. 132
31

data hasil wawancara langsung peneliti dengan informan, yaitu para


petani penggarap dan pemilik lahan pertanian di dusun Pulau-Pinang
Kabupaten Sarolangun.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diterbitkan atau digunakan oleh
organisasi yang bukan pengelolanya.44 Adapun data sekunder dari
penelitian diperoleh dari jurnal, buku, dan artikel, karya ilmiah yang
relevan dengan penelitian ini.

D. Metode Pengumpulan Data


Adapun instrumen pengumpulan data yang penulis gunakan dalam
penelititan ini adalah:

a. Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data secara sistematis melalui


pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena yang diteliti.45 Metode ini
menuntut adanya pengamatan dari peneliti secara langsung terhadap objek
penelitiannya.

Sehubung dengan jenis penelitian diatas, jenis obsevasi ada tiga yaitu
observasi partisipatif, observasi terus terang atau tersamar, dan observasi tak
terstruktur. Dari ketiga macam observasi ini peneliti menggunakan
pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa
peneliti sedang mengadakan penelitian.46

Observasi terus terang atau tersamar ini untuk mengumpulkan data-data


mengenai bagaimana sistem bagi hasil yang dilakukan oleh petani
penggarap dengan pemilik lahan yang berada di Dusun Pulau-Pinang
Kabupaten Sarolangun, dan melihat tinjauan ekonomi Islam dalam sistem
bagi hasil yang dilakukan di Dusun Pulau Pinang Kabupaten Sarolangun.

44
Suliyanto, Metode Riset Bisnis.,
45
Bisri Mustofa, Metode Menulis Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta: Optimus, 2008),
Hlm.56
46
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: ALFABETA, 2013), Hlm. 66
32

b. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan


penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya
atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan
menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).47
Teknik wawancara mempunyai kelebihan yakni penanya dapat
menerangkan secara detail pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
Pelaksaannya dapat dilakukan secara langsung berhadapan dengan yang
diwawancarai tapi dapat pula secara tidak langsung seperti memberikan
daftar pertanyaan untuk dijawab pada kesempatan lain.48

Dalam penelitian ini wawancara yang dilakukan adalah wawancara


mendalam dan informan yang diwawancarai adalah para pemilik lahan dan
petani penggarap mengenai sistem pembagian hasil (Mukhabarah) di Dusun
Pulau Pinang.

c. Dokumentasi

Dokumen adalah segala sesuatu materi dalam bentuk tertulis yang


dibuat manusia. Dokumen yang dimaksud adalah segala catatan baik bentuk
catatan dalam kertas (hardcopy) maupun elektronik (softcopy). Dokumen
dapat berupa buku, artikel media masa, catatan harian, undang-undang,
notulen, blog, halaman web, foto dan lainnya.49
Dalam hal ini peneliti memanfaatkan arsip atau data-data yang
berhubungan dengan profil Dusun Pulau Pinang Kabupaten Sarolangun,
Luas Sawah, Struktur Organisasi, Jumlah Petani dan lain sebagainya. Selain
itu yang paling adalah data mengenai jumlah petani yang bekerja pada lahan

47
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009) Hlm. 234
48
Bisri Mustofa, Metode Menulis Skripsi dan Tesis., Hlm. 57
49
Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar, (Jakarta: PT Indeks, 2012), Hlm.
61
33

milik orang lain dan keterangan mengenai pola pembagian hasil antara
petani penggarap dengan pemilik lahan sawah.

E. Analisis Data

Menurut Bogdan dan Biklen, analisis data kualitatif adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-
milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.50

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif, maka analisis data yang
digunakan adalah analisis deskriptif, yaitu suatu analisis yang bersifat
mendiskripsikan makna data atau fenomena yang dapat ditangkap oleh peneliti,
dengan menunjukkan bukti-buktinya.51 Metode ini digunakan untuk
mendiskripsikan data-data yang peneliti kumpulkan baik data hasil wawancara,
observasi maupun dokumentasi, selama mengadakan penelitian di Dusun Pulau
Pinang Kabupaten Sarolangun.

50
Lexi J. Meleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2004), Hlm. 248
51
Lexi J. Meleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif., Hlm. 250
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


1. Sejarah Lingkungan Pulau Pinang

Pendiri pertama kali Dusun Pulau Pinang ialah Datuk A’Rolam sebagai
kepala kampung dalam Lingkungan Pulau Pinang pada tahun 1954 -1967.
Awal pertama kali Dusun Pulau Pinang ini tidak ada pemukiman warga yang
ada hanya semak belukar, bahkan masih hutan belantara dan dijadikan oleh
beberapa warga untuk lahan perkebunan dan lahan pertanian yang dikelola
oleh warga Dusun Sarolangun (warga Kampung Muara Sawah, Kampung
Masjid, Kampung Lubuk, dan Kampung Ujung Tanjung). Mereka bercocok
tanam sebagai mata pencaharian meraka untuk melangsungkan hidup dan ada
juga beberapa warga memilih tinggal di Pulau Pinang serta mulai mendirikan
rumah di sana sebagai tempat tinggal.

Awal sejarah terbentuknya nama Dusun Pulau Pinang ialah dari


kebiasaan warga dahulu memberikan nama sesuai dengan apa yang mereka
lihat dan mereka amati pada kondisi yang ada dilingkungan sekitar, pada
zaman dahulu dialiran sungai Batanghari terdapat pulau-pulau dan ditengah-
tengah pulau ada beberapa batang pinang dan rata-rata didalam lingkungan
Pulau Pinang ini banyak sekali batang pinang hingga sekarang, maka dari
situlah warga membuat nama tempat tinggal mereka Dusun Pulau Pinang dan
pada saat itu diketuai oleh Datuk A’Rolam sebagai kepala kampung di
Lingkungan Pulau Pinang.52

Pulau Pinang dahulunya merupakan sebuah Dusun di Kabupaten


Sarolangun, seiring perkembangan zaman dan bertambahnya jumlah
penduduk maka Dusun Pulau Pinang berubah status menjadi sebuah
Kelurahan di Kabupaten Sarolangun. Di awal perkembangan Dusun Pulau

52
Syahril (Ketua Lingkungan), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 28 Mei 2021

34
35

Pinang pada tahun 1968 sampai 1980 banyak warga pendatang menjadikan
Dusun Pulau Pinang sebagai tempat tinggal mereka dan lambat laun menetap
menjadi warga asli di Dusun Pulau Pinang, dan akhirnya Dusun Pulau Pinang
berganti status dari Dusun menjadi Kelurahan, dikarenakan meningkatnya
jumlah penduduk, Karena Pulau Pinang berdiri di dalam Kota Kelurahan
Sarolangun Kembang.

Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan bergantinya kepemimpinan


didalam Lingkungan Pulau Pinang maka diterapkan menggunakan Ketua
Lingkungan dan Ketua Rukun Tetangga (RT) pada tahun 1980 hanya ada 3
rukun Tatangga (RT) saja. Karena semakin meningkatnya jumlah penduduk,
pemerintah Sarolangun melakukan pemekaran lingkungan maka sekarang di
Lingkungan Pulau Pinang memiliki lima RT meliputi, RT.01, RT.02, RT.03,
RT.19, dan RT.20.53

Adapun silsilah kepemimpinan didalam Lingkungan Pulau Pinang ialah:

a. Datuk A’ Rolam (Kepala Kampung Tahun Kepemimpinan 1954 -


1967)
b. Mak Aji (Kepala Kampung Tahun Kepemimpinan 1968 - 1979)
c. Cik Udin (Ketua Lingkungan Tahun Kepemimpinan 1979-1984)
d. M Yunus (Ketua Lingkungan Tahun Kepemimpinan 1984-1994)
e. Saman (Ketua Lingkungan Tahun Kepemimpinan 1994 – 2002)
f. Firdaus (Ketua Lingkungan Tahun Kepemimpinan 2002-2012)
g. Syahril (Ketua Lingkungan Tahun Kepemimpinan 2012 hingga
sekarang)
2. Geografis

Secara geografis Pulau Pinang terletak di bagian utara Ibu kota


Kabupaten Sarolangun dengan luas wilayah Lingkungan Pulau Pinang lebih
kurang mencapai 2.100.000km2. ada pun batasan wilayah sebagai berikut: 54

53
Abib (Ketua RT.01), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 28 Mei 2021
54
Syahril (Ketua Lingkungan), Wawancara,..
36

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Belati


b. Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Batang Hari
c. Sebelah Timur berbatasan dengan HTI
d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Dusun Lidung / Ladang Panjang

Adapun jarak tempuh dari Lingkungan Pulau Pinang Menuju Pusat


Pemerintahan adalah sebagai berikut :

a. Jarak dari Ibu Kota Kabupaten lebih kurang dari 3 km2


b. Jarak dari pusat pemerintahan Kecamatan lebih kurang dari 4 km2
c. Jarak dari Kabupaten ke Provinsi lebih kurang dari 220 Km2
Sebagaimana berdasarkan hasil wawancara dengan Syahril selaku
Ketua Lingkungan Pulau Pinanag terkait kondisi wilayah yang ada di Pulau
Pinang Kelurahan Sarolangun Kembang secara umum dapat dilihat dan
dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 4.1
Keadaan Wilayah Lingkungan Pulau Pinang
Kelurahan Sarolangun Kembang Kabupaten Sarolangun

No Jenis Areal Luas

1. Sawah 167 Ha

2. Kebun Karet 30 Ha

3. Kebun Kelapa Sawit 5 Ha

4. Hutan Rimba 50 Ha

5. Tanah Perkebunan 3 Ha

6. Tanah Pemukiman Warga 9 Ha

7. Pertambangan Batu Bara 35 Ha

8. Tanah TPU 1402

Sumber :Ketua Lingkungan Dusun Pulau Pinang


37

3. Keadaan Agama

Keadaan agama yang ada di Lingkungan Pulau Pinang mayoritas


beragama Islam. Dapat dinilai dari adanya Masjid dan Mushola yang ada di
Lingkungan Pulau Pinang sebagai tempat ibadah warga setempat. Bukan
hanya untuk beribadah, Masjid juga digunakan warga untuk melaksanakan
kegiatan keagamaan seperti pengajian yang dilaksanakan setiap hari Jum’at
dan agenda setiap bulan Suci Ramadhan yaitu mengadakan kegiatan MTQ
tingkat Rt yang dilaksankan oleh remaja Masjid. Untuk melihat lebih jelas
lagi keadaan agama di Lingkungan Pulau Pinang dapat dilihat dari tabel
berikut:

Tabel 4.2
Sarana Keadaan Tempat Ibadah
No. Sarana Ibadah Nama Tempat Ibadah Jumlah
1. Masjid Nurul Huda 1
2. Musholah Azakirin dan Babusalam 2
3. Klenteng - 0
4. Gereja - 0
5. Pura - 0
Jumlah 3
Sumber :Ketua Lingkungan Dusun Pulau Pinang

Tabel diatas menerangkan jumlah tempat ibadah yang ada di Lingkungan


Pulau Pinang Kelurahan Sarolangun kembang, dari tabel tersebut dapat
disimpulkan bahwa keadaan agama masyarakat Lingkungan Pulau Pinang
beragama Islam.

4. Keadaan Penduduk

Sebagaimana berdasarkan hasil wawancara dengan Syahril selaku Ketua


Lingkungan Pulau Pinang terkait jumlah penduduk Lingkungan Pulau Pinang
sekarang berjumlah 1796 jiwa, 376 KK secara umum dapat dilihat dari tabel
adapun jumlah penduduk sebagai berikut:
38

Tabel 4.3
Data Jumlah Penduduk Dusun Pulau Pinang

No Rukun Tetangga Per KK Jumlah penduduk (jiwa) Jumlah

Laki- laki Perempuan

1. RT 01 95 269 305 574

2. RT 02 60 109 182 291

3. RT 03 57 86 122 208

4. RT 19 88 152 228 380

5. RT 20 76 148 195 343

Jumlah : 376 764 1032 1796

Sumber : Ketua Lingkungan Dusun Pulau Pinang

5. Mata Pencaharian Warga

Keadaan mata pencaharian warga Pulau Pinang Kelurahan Sarolangun


Kembang, mulanya mata pencarian mereka hanyalah sebagai seorang petani,
mereka bercocok tanam seperti menanam padi, pinang, sawit, karet serta
berkebun sayur-sayuran. Selain petani ada juga warga yang memiliki
perternakan seperti kambing, kerbau dan sapi. Serta ada propesi lainnya
seperti sebagai pedagang kaki lima dan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS),
dan aja juga sebagian bekerja sebagai buruh.

Sebagaimana berdasarkan hasil wawancara dengan Syahril selaku Ketua


Lingkungan Pulau Pinang terkait mata pencarian secara umum diruang
lingkup Daerah Pulau Pinang dapat dilihat dari tabel berikut:
39

Tabel 4.4
Jenis Mata Pencaharian Warga Dusun Pulau Pinang
No Jenis Mata Pencaharian Warga Jumlah

1. Petani / Peternak 354 Orang

2. Buruh Serabutan 143 Orang

3. Sopir 87 Orang

4. Buruh Bangunan 61 Orang

5. Tukang Ojek 46 Orang

6. Pedagang 58 Orang

7. PNS 12 Orang

8. Pensiunan 2 Orang

9. Polri 1 Orang

Sumber : Ketua Lingkungan Dusun Pulau Pinang

6. Struktur Organisasi

Dalam bermasyakat dibutuhkan orang yang mengatur tatanan


pemerintahan yang disebut dengan struktur organisasi. Struktur organisasi
kepemimpinan yang ada di Lingkungan Pulau Pinang Kelurahan Sarolangun
Kembang dalam hal ini dipimpin oleh Ketua Lingkungan. Ketua Lingkungan
merupakan perpanjang tangan dari pemerintah yang berada diatasnya, yaitu
kelurahan yang ada di Kabupaten Sarolangun, membantu dalam mengelola
sumber daya yang ada di Kelurahan Sarolangun itu sendiri. Adapun struktur
organisasi Dusun Pulau Pinang adalah sebagai berikut:
40

Gambar 4.1
Sturuktur Organisasi lingkungan Pulau Pinang Kelurahan Sarolangun
Kembang

KETUA LINGKUNGAN
SYAHRIL

SEKRETARIS BENDAHARA
HERMAN BADARUDIN

PEGAWAI SYARA’

IMAM MASJID
M. YUNUS

KHOTIF
FIRDAUS

BILAL
LEMAN

RT 01 RT 02 RT 03 RT 19 RT 20
M. HABIB KOHAR JAMIL A’KADIR INDRA

Sumber : Ketua Lingkungan Dusun Pulau Pinang


41

7. Sejarah Kelompok Tani

Kelompok Tani “Selang Rengas” adalah kelompok tani yang berada di


Dusun Pulau Pinang Kabupaten Sarolangun. Di Kelurahan Sarolangun
Kembang Kabupaten Sarolangun lahan sawahnya terletak di Dusun Pulau
Pinang dengan luas lahan sawah 167 Ha. Dinas pertanian mengingat dan
menimbang bahwa luas lahan sawah di Dusun Pulau Pinang sangat luas, jika
tidak dibentuk kelompok tani berkemungkinan bantuan atau sumbangan dari
dinas pertanian kurang tersalurkan, jadi dengan terbentuknya ketua kelompok
kemungkinan akan mempermudah pengarahan dari dinas pertanian karena
sudah ada penanggungjawab sebagai pembimbing dan pembina untuk
mengarahkan bantuan para petani di Dusun Pulau Pinang, dengan ini maka
terbentuklah kelompok-kelompok tani tersebut yang dibentuk pada tahun
2004. Untuk sekarang hanya 96,5 Ha lahan sawah yang aktif dengan
produktifitas hasil panen paling tinggi sebesar 7 ton/Ha, paling rendah
sebesar 4 ton/ Ha, dan untuk rata-ratanya sebesar 5,5 ton/Ha. Jumlah petani di
Dusun Pulau Pinang adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5
Jumlah Petani Dusun Pulau Pinang

No. Keterangan Jumlah

1. Petani Pemilik Lahan 30 Orang

2. Petani Penggarap 112 Orang

3. Petani Penyewa 23 Orang

4. Buruh Tani 85 Orang

JUMLAH 250 Orang

Sumber : Ketua Kelompok Tani Selang Rengas


42

8. Struktur Organisasi Kelompok Tani Selang Rengas


Kelompok tani mempunyai tugas utama untuk membantu para petani
dalam kegitan pertanian agar berjalan dengan baik, dengan kegiatan antara
lain :
a) Membantu ketersediaan pupuk yang memadai untuk petani dengan
pembelian baik dengan cara tunai maupun pinjaman.
b) Berkoordinasi dengan dinas terkait dalam mengatasi masalah
pertanian baik masalah pola tanam, penanggulangan hama pertanian
maupun hal-hal lain yang berkaitan dengan pertanian untuk
mengadakan Sosialisasi dan Penyuluhan lapangan.
c) Mengoptimalkan kinerja petugas dalam hal pembagian air untuk
kebutuhan petani

Kelompok tani merupakan suatu organisasi, sehingga memiliki struktur


organisasi dengan kelengkapanyang terdiri dari: ketua kelompok, sekretaris,
bendahara serta seksi-seksi sesuai dengan kebutuhan. Struktur organisasi
Kelompok Tani dan struktur organisasi Usaha Pelayanan Jasa Alsintan
(UPJA) yang ada di Dusun Pulau Pinang Kelurahan Sarolangun Kembang
yaitu sebagai berikut:
43

Gambar 4.2
STRUKTUR KELOMPOK TANI “SELANG RENGAS”
DUSUN PULAU PINANG KELURAHAN SAROLANGUN KEMBANG

KETUA
SUHERMAN

SEKRETARIS BENDAHARA
SURYANI KHOLIL

ANGGOTA AKTIF

1. ISMAIL 21. FATMAWATI


2. SANARSIH 22. ASLAMIAH
3. AMINAH 23. M. ALI, T
4. NAJMI 24. ARPANDI
5. HILALIA 25. JAMILAH
6. SOPIAN 26. IRMA SURYANI
7. A. RONI 27. ASIAH
8. JAMANAH 28. SUWAIBAH
9. JAMILAH 29. SANARIAH
10. YANTI 30. SANTI
11. SALMI 31. ISMAIL
12. RENI SUSMITA 32. RIZON
13. SYAIFUL ANWAR 33. M. ALI
14. TARMIZI 34. HATTA
15. HERIANTO 35. AZIZ
16. JON KANEDI 36. MARWIAH
17. KHOTIB 37. HAWA
18. PARDUS 38. YANA
19. AZIZ 39. MARHAMA
20. SUHERMAN 40. NAJMAH

Sumber : Ketua Kelompok Tani Selang Rengas


44

Gambar 4.3
STRUKTUR ORGANISASI
USAHA PELAYANAN JASA ALSINTAN (UPJA)
“SELANG RENGAS”

PENASEHAT KETUA PELINDUNG

PPL SUHERMAN LURAH

SEKRETARIS BENDAHARA
FIRDAUS SURYANI

TEKNISI MEKANISASI
HERIANTO

OPERATOR
KHOLIL
TASMAN
HENDRI
M. ALI
SUNALDI
JONAIDI
SALIM

Sumber : Ketua Kelompok Tani Selang Rengas


45

B. Sistem Kerja Sama Antara Petani Penggarap Dengan Pemilik Lahan di


Dusun Pulau Pinang Kabupaten Sarolangun

Masyarakat di Dusun Pulau Pinang Kabupaten Sarolangun hanya


menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian, dimana taraf kesejahteraan
mereka berbeda-beda. Sebagian dari mereka ada yang memiliki lahan sendiri
untuk digarap, yang luasnya bervariasi. Tapi ada juga yang tidak memiliki lahan
sendiri untuk digarap sehingga untuk mencukupi kebutuhannya, mereka
bekerjasama dengan yang memiliki lahan untuk menggarap lahan pertaniannya
dengan imbalan bagi hasil. Dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan,
sistem kerjasama yang dilakukan oleh petani penggarap dengan pemilik lahan di
Dusun Pulau Pinang ada 3, yaitu:

1. Sistem Bagi Hasil

Sistem bagi hasil penggarapan sawah di Dusun Pulau-Pinang sudah


merupakan kebiasaan yang turun temurun hingga sekarang, sistem bagi hasil
di Dusun Pulau Pinang dilakukan dimana dalam perjanjian tersebut pemilik
lahan sudah mematok bagi hasil yang didapatkan sesuai dengan luas lahan.
Jika tidak mampu disetorkan maka tanah garapan akan diambil atau ditarik
oleh pemilik lahan. Bentuk kerja sama bagi hasil yang terjadi di Dusun Pulau
Pinang berdasarkan pada kata sepakat secara lisan atas dasar kepercayaan
tanpa adanya saksi. Berdasarkan wawancara peneliti dengan informan:

“Kalau sistem kerjasama bagi hasil sudah merupakan tradisi dari orang
tua saya dahulu, dimana dari dulu sistemnya itu pemilik lahan sudah
mematokkan hasil sesuai dengan luas lahan. Jika penggarap tidak
mampu, maka tanah garapan akan di ambil. Pemilik lahan hanya
menyediakan lahan saja, sementara bibit dan yang lainnya ditanggung
oleh penggarap.” 55
Maka dapat disimpulkan, Sistem bagi hasil yang dipraktikkan oleh
masyarakat Dusun Pulau Pinang sama dengan akad mukhabarah yang
dijelaskan dalam ekonomi Islam, dimana benih dikeluarkan oleh petani
penggarap.
55
Marhamah (Petani penggarap Lahan A. Roni), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 4
Januari 2021
46

2. Sistem Sewa

Sistem sewa merupakan sistem dalam pertanian dengan cara pemilik


lahan menyewakan lahan pertaniannya kepada petani penyewa dan akan
memberikan uang sewa secara tunai. Besarnya sewa ditentukan oleh pemilik
lahan dan dalam hal permodalan sepenuhnya ditanggung oleh petani penyewa
dan hasil pertanian sepenuhnya menjadi hak petani penyewa. Pemilik tanah
hanya mendapatkan uang sewa saja. Sebagaimana hasil wawancara peneliti
dengan bapak Tasman:

“Besarnya biaya sewa yang dikeluarkan dihitung dalam satu kali panen
dengan jumlah Rp 3.000.000,- dengan luas tanah yang di sewa kurang
lebih 40 tumbuk lahan pertanian. Kalau untuk satu tahunnya berarti Rp
6.000.000,- per tahun, karena dalam satu tahun itu kita dua kali turun
sawahnya atau dua kali nanam dan panen.”56

3. Sistem Buruh Tani

Sistem buruh tani adalah sistem kerjasama dengan cara memberikan upah
kepada buruh tani yang hanya berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap
pengolahan tanah saja, selebihnya ditanggung oleh pemilik lahan seperti
bibit, pupuk, dan sebagainya. Sistem ini berbeda dengan bagi hasil, jika
sistem bagi hasil upahnya dari hasil panen, berbeda dengan sistem buruh tani
yang mendapatkan upah tertentu. Sebagaimana hasil wawancara peneliti
dengan salah satu buruh tani di Dusun Pulau Pinang:

“kalau kami hanya diupah saja, kami hanya bertugas menanami lahan
hingga penuh dan setelah itu nunggu upah dan pulang. Dalam satu hari
kami diupah sebesar Rp 70.000,- per hari.”57
Berdasarkan hasil temuan peneliti dengan infroman, dari tiga sistem kerja
sama diatas, petani penggarap di Dusun Pulau Pinang banyak menggunakan
sistem kerja sama bagi hasil. Karena petani penggarap tidak memiliki modal
untuk membayar sewa, dan pembayaran sewa dilakukan di awal akad.

56
Ali (Petani Penyewa), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 31 Maret 2021
57
Najmi (Buruh Tani), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 5 April 2021
47

C. Analisis Sistem Bagi Hasil (Mukhabarah) Antara Petani Penggarap


Dengan Pemilik Lahan Sawah di Dusun Pulau Pinang Kabupaten
Sarolangun

Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam


memenuhi kebutuhan hidupnya. Banyak interaksi yang dilakukan agar
kebutuhannya dapat terpenuhi. Disinilah hubungan timbal balik antara individu
satu dengan yang lainnya dapat terjalin dengan baik. Pada prinsipnya setiap orang
yang kerjasama pasti akan mendapatkan hasil dari apa yang dikerjakannya dan
masing-masing tidak akan dirugikan. Pemilik sawah merupakan seseorang yang
memiliki lahan pertanian, sedangkan petani penggarap adalah yang menggarap
lahan pertanian yang bukan miliknya. Seperti halnya yang terjadi di Dusun Pulau
Pinang Kabupaten Sarolangun yang rata-rata masyarakatnya bermata pencaharian
sebagai petani. Berikut hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan beberapa
narasumber yang berkenaan dengan mukhabarah dalam hal ini sebagai
narasumbernya ialah pemilik lahan sawah dan penggarap.

1. Akad Bagi Hasil Mukhabarah

Dalam melakukan akad atau perjanjian harus menggunakan prinsip suka


sama suka, tidak boleh mendzalimi, adanya keterbukaan antara kedua belah
pihak, dan adanya surat perjanjian. Sistem Kerjasama pertanian yang
dilakukan di Dusun Pulau Pinang Kabupaten Sarolangun masih dilakukan
secara tradisional, dimana kedua belah pihak melakukanya atas dasar
kekeluargaan dan kepercayaan dengan batas waktu yang tidak ditetapkan.

Perjanjian yang dilakukan oleh pemilik sawah dengan para pihak


pengelola atau penggarap di Dusun Pulau Pinang Kabupaten Sarolangun
merupakan kerjasama bagi hasil. Karena pemilik lahan telah menyerahkan
tanahnya untuk dikerjakan kepada penggarap atau pengelola dengan
persetujuan sebelum panen maka hasilnya dibagi antara pemilik sawah dan
penggarap.
48

Awal mula terjadinya akad mukhabarah ini yaitu pertemuan antara


pemilik sawah dan penggarap. Dalam pertemuan tersebut, yang mengawali
dari pihak penggarap mendatangi ke rumah pemilik lahan untuk menggarap
tanahnya. Akad mukhabarah dalam pertemuan antara pemilik lahan dan
penggarap tersebut yang dilakukan masyarakat Dusun Pulau Pinang adalah
secara lisan tanpa ada tulisan hitam diatas putih, karena mereka menggunakan
saling percaya satu dengan yang lain. Dalam akad tersebut tidak
mendatangkan saksi, hanya antara pemilik lahan dan penggarap. Sebagai
contoh akad secara lisan apabila penggarap mendatangi rumah pemilik lahan
sawah adalah:

“Perjanjian atau akad yang saya lakukan secara lisan saja, mayoritas
masyarakat Dusun Pulau Pinang disini juga biasanya dilakukan secara
lisan saja tidak perlu secara tertulis. Ya karena biasanya kan tetangga kita
inilah yang menawarkan sawahnya untuk digarap, jadi sudah saling
percaya saja mbak.”58
“Petani penggarap mendatangi rumah saya untuk menggarap sawah.
Sebelum itu saya jelaskan bahwa untuk bagi hasilnya dalam 1 tumbuk
tanah dengan pembagian untuk saya 3 kaleng padi, kemudian untuk biaya
benih, pupuk, bajak dan lain sebagainya itu ditanggung oleh petani
penggarap”.59
“Ya. Saya bersedia untuk menggarap lahan bapak”.60
“Tidak ada biaya administrasi ataupun tertulis. Saya secara langsung
menyampaikan kepada penggarap untuk menggarap lahan pertanian saya
yang berdasarkan kepercayaan.”61
“Ya saya sanggup menggarap lahan bapak dengan benih, pupuk, dan
sebagainya dari saya”.62
Mengenai perjanjian atau akad yang dilakukan di Dusun Pulau Pinang
yang dibuat oleh kedua belah pihak, bahwa terjadi ijab dan qobul antara

58
Khodijah (Petani penggarap Lahan Aziz), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 01
Agusutus 2021
59
Kosir (Pemilik Lahan), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 4 Juni 2021
60
Salmi (Petani Penggarap Lahan Kosir), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 7 Juni 2021
61
A. Roni (Pemilik Lahan), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 23 Mei 2021
62
Yana (Petani penggarap Lahan A. Roni), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 28 Mei
2021
49

pemilik lahan dengan penggarap dari awal sebelum mengerjakan lahan


pertanian yang diserahkan.

Sejak awal mula akad mukhabarah yang dilaksanakan oleh masyarakat di


Dusun Pulau pinang di atas, dijelaskan bahwa dari beban biaya penggarapan
sawah atau ladang mulai dari awal mengelola lahan sawah, pemilihan bibit,
pengobatan, perawatan tanaman sampai dengan tibanya hasil panen
dibebankan kepada penggarap.

2. Jangka Waktu

Pelaksanaan mukhabarah yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Pulau


Pinang dalam jangka waktu perjanjiannya tidak disebutkan secara jelas lama
waktunya. Sehingga selama penggarap mampu dan dipercaya untuk
menggarap lahan maka pemilik lahan terus mempercayakan penggarap untuk
mengelola lahan tersebut. Sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan
informan, sebagai berikut:

“Tidak ada jangka waktu atau batasannya, misalkan lahannya diminta


oleh pihak pemilik ya saya berikan”.63
“Tidak ada jangka waktu atau batasan, selama saya masih mampu
menggarap saya garap, kalau tidak mampu ya saya kembalikan lahan
kepada pemilik. Apabila bapak Kosir sebagai pemilik lahan
membutuhkan lahan ya saya berikan”.64
“untuk seberapa lama melakukan sistem bagi hasil ini biasanya tidak
ditentukan mbak, itu tergantung dengan kesanggupan kita. Jadi pemilik
lahan tidak menentukan batas waktu, sehingga kita bebas untuk
mengelola lahan sampai kapan punSelama pemilik lahan tidak ada yang
mengelola maka saya yang menggarap”.65
Karena jangka waktu penggarapan dalam perjanjian atau akad tidak
ditentukan atau tidak dibatasi, maka perjanjian tersebut bisa diakhiri kapan
saja atau sewaktu-waktu pemilik lahan sawah membutuhkan. Artinya apabila

63
Yana (Petani penggarap Lahan A. Roni), Wawancara,..
64
Salmi (Petani penggarap Lahan Kosir), Wawancara,..
65
Marwiah (Petani penggarap Lahan Aminah), Wawancara, Dusun Pulau Pinang,10 Juni
2021
50

pemilik lahan sawah menginginkan mengakhiri akadnya atau ingin


mengambil kembali lahannya maka itu bisa dilakukan, meskipun penggarap
masih membutuhkan atau menginginkan lahan tersebut untuk digarap.
Sebaliknya apabila dari pihak penggarap ingin mengakhiri akad atau ingin
menyerahkan kembali tanah yang digarap karena sudah tidak mampu lagi
untuk melanjutkan kerjasama penggarapan tersebut.

Para penggarap Dusun Pulau Pinang telah melakukan kerjasama


bervariasi lamanya ada yang baru 1,5 tahun, 2 tahun, 3 tahun bahkan ada
yang berpuluh-puluh tahun. Sampai penggarap menyerahkan lahan sawah
tersebut kepada pemiliknya. Misalnya yang dilakukan oleh penggarap ibu
Salmi yang telah kerjasama mukhabarah ini selama 2 tahun bersama bapak
Kosir dan sampai sekarang masih dipercaya untuk mengggarapnya.
Sebagaimana temuan peneliti dalam wawancara informan sebagai berikut:

“Saya sudah menjadi petani petani penggarap 2 tahun dengan bapak


Kosir”.66
“Saya mulai menjadi petani penggarapnya bu Aminah 3 tahunan”.67
“Saya menjadi penggarap lahannya pak Kosir sudah 1,5 tahun”.68

3. Kesepakatan Atas Benih atau Jenis Tanaman

Melihat akad di atas maka bentuk akad yang dilakukan oleh masyarakat
Dusun Pulau Pinang yaitu lahan pertanian berasal dari pemilik lahan sedang
benih dari penggarap. Dalam pemilihan jenis tanaman yang akan ditanam
tidak ada kesepakatan dari kedua belah pihak, akan tetapi benih yang akan
ditanam ditentukan oleh penggarap. Dalam pemilihan benih, pemilik lahan
hanya mengikuti petani penggarap saja. Sebagaimana temuan penulis dalam
wawancara dengan informan sebagai berikut:

66
Salmi (Petani penggarap Lahan Kosir), Wawancara,..
67
Marwiah (Petani penggarap Lahan Aminah), Wawancara,..
68
Jamilah (Petani penggarap Lahan Kosir), Wawancara, Dusun Pulau Pinang,13 Juni
2021
51

“Ketika waktunya menggarap sawah atau menanam padi ya langsung


saja menanamnya tidak manawarkan terlebih dahulu kepada pihak
pemilik lahan mau benih yang mana”.69
“Sejak awal menyerahkan lahan, memang benih dari saya”.70

4. Mekanisme Pembagian Hasil

Bagi hasil adalah hal yang harus dilakukan antara dua orang yang
melakukan perjanjian atau akad. Dalam akad mukabarah, pembagian hasil
adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi agar kerjasama mukhabarah itu
dianggap sah. Bagi hasil panen mukhabarah yang dilaksanakan oleh
masyarakat Dusun Pulau Pinang adalah bagi hasil sesuai dengan luas tanah,
dimana dalam 1 tumbuk tanah pertanian yang digarap dihargai dengan 3
kaleng (30 kg) padi.

Mekanisme pembagian hasil di Dusun Pulau-Pinang sudah merupakan


kebiasaan yang turun temurun hingga sekarang, pembagian hasil yang
dilakukan dalam perjanjian tersebut pemilik lahan sudah mematok hasil
sesuai dengan luas tanah yang didapatkan oleh pemilik lahan dengan
penggarap. Jika tidak mampu disetorkan maka tanah garapan akan diambil
atau ditarik oleh pemilik lahan. Seperti yang dikatakan oleh salah satu petani
penggarap berikut;

“Saat melakukan perjanjian yang berhak menentukan pembagian hasil


hanya dari pihak pemilik lahan saja, petani penggarap hanya menyetujui
apa yang menjadi keputusan dari pemilik lahan. Dalam 1 tumbuk tanah
pertanian yang digarap dihargai dengan 3 kaleng (30 kg) padi per panen,
saya menggarap lahan ibu Napsiah dengan luas 45 tumbuk, jadi jika
dikali dengan luas tanah 45 tumbuk berjumlah 135 kaleng (1.350 kg)
padi per panen.”71
“Ketika saya mengalami gagal panen, pemilik lahan tidak mau tahu
dengan kondisi yang saya alami, yang terpenting setoran sebelum panen
yang harus didapatkan oleh pemilik lahan harus sesuai dengan jumlah
yang telah disepakati. Kalau saya tidak mampu untuk setorkan dengan

69
Salmi (Petani penggarap Lahan A. Roni), Wawancara,..
70
Marwiah (Petani penggarap Lahan Aminah), Wawancara,..
71
Marhamah (Petani penggarap Lahan A. Roni), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 4
Januari 2021
52

jumlah yang telah ditentukan maka akan dianggap sebagai hutang dan
harus disetorkan paling lambat 2 kali panen. Jika tidak mampu disetorkan
maka tanah garapan akan ditarik oleh pemilik lahan.”.72
Sistem semacam ini dilakukan oleh petani karena memang sudah
ditentukan oleh pemilik lahan sendiri. Artinya, ketika hasil panen kurang atau
mengalami kerugian, pemilik lahan tidak mau tahu dengan kondisi yang
dialami yang terpenting setoran atau bagi hasil sebelum panen yang harus
didapatkan oleh pemilik lahan harus sesuai dengan jumlah yang telah
disepakati. Banyak dari penggarap yang mengalami kesusahan dengan sistem
bagi hasil yang diterapkan, sebagai mana hasil wawancara peneliti dengan
informan;

“Ya sebenarnya kami mengalami kesusahan dengan sistem bagi hasil yang
diterapkan, tapi ketentuan yang berlaku harus kami jalankan karena tidak
ada pekerjaan yang mau diandalkan lagi selain menjadi petani penggarap.
Masalah rezeki itu sudah diatur sama Allah.”73
“Apalagi disaat gagal panen, hasil panennya hanya cukup untuk makan
dan pemilik lahan saja”.74
Alasan dari pemilik lahan menggunakan sistem bagi hasil sesuai luas tanah
yaitu agar mempermudah dalam pengelolaan dan kepastian hasilnya. Masalah
untung rugi ada ditangan para petani penggarap dalam mengolah lahan
pertanian yang digarap. Kalau mereka ulet dan rajin maka hasilpun akan
menjanjikan.75

5. Alasan Masyarakat Melakukan Kerjasama Bagi Hasil Mukhabarah

Pemilik sawah atau lahan memiliki beberapa lahan sehingga mereka


kewalahan dalam mengelolanya, sehingga pemilik lahan melakukan kerja
sama bagi hasil dengan petani penggarap yang tidak memiliki lahan dengan
tujuan lahan tetap terawat dan menghasilkan. Hal yang melatar belakangi
untuk melakukan kerjasama mukhabarah tersebut pemilik sawah sudah tidak
72
Sopian (Petani Penggarap Aminah), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 20 Juni 2021
73
Jamilah (Petani Penggarap Lahan Kosir), Wawancara,..
74
Jamanah (Petani penggarap Lahan Eko), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 24 Juni
2021
75
Eko (Pemilik Lahan), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 23 Mei 2021
53

mampu untuk menggarap sawah tersebut, maka dari itu digarapkan oleh
orang lain. Faktor lainnya yaitu adanya rasa tolong menolong, sehingga
terjalinnya kerjasama bagi hasil ini bisa menjalin rasa tolong menolong antara
petani penggarap dengan pemilik lahan. Sebagaimana hasil wawancara
peneliti dengan informan;

“Saya ini sudah tidak kuat untuk garap sawah, soalnya saya sudah tua.
Dari pada sawahnya tidak terawat lebih baik saya suruh orang lain untuk
menggarapnya.”76
“Saya mempunyai sawah 3 (tiga) tempat, karena saya ingin
meningkatkan penghasilan, jadi saya suruh orang lain juga untuk
menggarapkan sawah saya yang masih kosong.”77
“Saya tidak memiliki lahan untuk bertani, dan saya juga tidak
mempunyai uang untuk menyewa lahan, kebetulan bapak Kosir
mempercayai saya untuk menggarap lahannya dengan sistem bagi
hasil.”78
“Alasan saya melakukan bagi hasil ini adalah karena lahan yang saya
miliki tidak ada, ingin melakukan usaha lain tidak memiliki kemampuan.
Saya hanya bisa bertani, khususnya padi. Kalau saya tidak melakukan
sistem bagi hasil ini maka saya tidak dapat mencukupi ekonomi keluarga
saya. Dengan memiliki 4 orang anak ini saya harus kerja ekstra.
Walaupun tempatnya lumayan jauh, sekitar 1 KM dari rumah saya, tetapi
tidak apa-apa yang penting nantinya dapat menghasilkan beras buat
makan, dan kalo lebih buat dijual juga.”79
Sebagai masyarakat desa, sifat-sifat murninya masih sangat kental yaitu
adanya sifat saling tolong menolong antara satu dengan yang lainnya. Sifat
kerukunan yang menjadikan salah satu alasan terjadinya perjanjian bagi hasil
mukhabarah dengan saling percaya. Rasa tolong menolong dan saling
percaya menjadi salah satu alasan mereka untuk melanjutkan perjanjian bagi
hasil sesuai dengan adat kebiasaan setempat.

76
Aminah (Pemilik Lahan), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 28 Mei 2021
77
Eko (Pemilik Lahan), Wawancara..,
78
Salmi (Petani Penggarap Lahan Kosir), Wawancara..,
79
Nur Asiah (Petani penggarap Lahan Aziz), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 24 Juni
2021
54

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penggarap melakukan


pelaksanaan mukhabarah pengelolaan sawah karena pemilik sawah tidak
mampu untuk mengelola sendiri dan penggarap tidak memiliki lahan.

6. Kerugian yang ditanggung

Dalam melakukan kerjasama bagi hasil ini terdapat beberapa kerugian


seperti yang diutarakan oleh bu Aini yang mengatakan jika dalam perjanjian
bagi hasil yang ia lakukan dimana pemilik lahan meminta hasil panen
sebanyak 10 kaleng pertumbuk tanah, hal ini tentu saja sangat memberatkan
baginya dikarenakan hasil panen yang tidak menentu, contohnya ketika gagal
paenen dikarenakan hama dan banjir, hasilnya sangat tidak mencukupi
sehingga ia harus membayar dengan hasil panen berikutnya. Berikut hasil
wawancaranya :

“Untuk pembagian hasil panen sesuai dengan kesepakatan dengan


pemilik lahan yaitu sebesar 10 kaleng padi dalam satu tumbuk tanah
mbak. Sebenarnya itu sangat memberatkan kami mbak, tidak masalah
jika hasil pertahun itu setabil. Contohnya saja biasanya saya dapat
30kaleng pertumbuk, tapi tahun ini saya hanya menghasilkan 25 kaleng
padi dalam 1 tumbuk tanah, dimana hasil bersih untuk pemilik lahan 10
kaleng padi, dan saya hanya mendapatkan 15 kaleng, belum lagi biaya
pupuk dan lain sebagainya itu saya tanggung sendiri mbak. Bagaimana
saya dapat memenuhi pembagian dengan pemilik lahan untuk saya saja
belum cukup, Jadi hal ini sangat merugikan bagi saya ketika hasil panen
tidak setabil seperti tahun ini.”80
“Pembersihan lahan ditanggung oleh saya sendiri, biaya yang lainnya
juga ditanggung oleh saya, pemilik tanah hanya menyediakan tanahnya
saja, jenis bibit diserahkan kepada saya, dan pada saat panen juga
dilakukan oleh petani penggarap, pemilik tanah tau hasil bersihnya saja.
jika seandainya hasil penen tidak mencapai maka itu dianggap sebagai
hutang dan harus dibayar selama 2 kali panen, jika tidak maka tanah
garapan akan diambil oleh pemilik lahan. Jadi menurut saya, hal tersebut
tidak adil ditentukan salah satu pihak saja.”81

80
Khodijah (Petani penggarap Lahan Aziz), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 01
Agusutus 2021
81
Tasman (Petani penggarap Lahan Rohimah), Wawancara, Dusun Pulau Pinang, 05
Agustus 2021
55

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa petani penggarap melakukan


pelaksanaan mukhabarah merasa dirugikan karena pembagian hasil yang
dilakukan dalam perjanjian tersebut pemilik lahan sudah mematok hasil
sesuai dengan luas tanah yang didapatkan oleh pemilik lahan dengan
penggarap, dan kergian ditanggung sendiri oleh petani penggarap.

D. Pembahasan Sistem Bagi Hasil (Mukhabarah) Perspektif Ekonomi Islam

Agama Islam memberikan peluang bagi manusia untuk melakukan berbagai


kegiatan muamalah yang mereka butuhkan dalam kehidupan mereka, dengan
syarat bahwa bentuk dari kegiatan muamalah ini tidak bertentang dengan ajaran
Islam. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dalam melakukan ada yang bisa
dilakukan sendiri dan ada yang dilakukan dengan orang lain atau kerjasama.

Sistem Bagi hasil dibidang pertanian atau yang dikenal dengan istilah
mukhabarah sebagai salah satu transaksi yang dilakukan oleh masyarakat dan
diperbolehkan oleh mayoritas ahli fiqih (fuqaha). Segala sesuatu yang belum ada
ketentuannya, tetapi muncul dan berkembang di masyarakat dapat menjadi sebuah
kebiasaan tersendiri. Berikut ini penulis akan mencoba untuk melakukan analisis
terhadap sistem bagi hasil (mukhabarah) yang terjadi di Dusun Pulau Pinang
Kabupaten Sarolangun perspektif ekonomi Islam;

1. Akad

Akad merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan


masyarakat khususnya masyarakat muslim. Pada dasarnya, akad
dititikberatkan pada kesepakatn antara dua belah pihak yang ditandai dengan
ijab-qabul. Dengan demikian ijab-qabul adalah suatu perbuatan atau
pernyataan untuk menunjukkan suatu keridhaan dalam berakad yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih, sehingga terhindar atau keluar dari suatu
ikatan yang berdasarkan syara’.82

82
Qomarul Huda, Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Teras, 2011), Hlm. 27.
56

Mukhabarah adalah suatu kerja sama pengolahan pertanian antara


pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan sebidang
tanah kepada pengelola untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian
tertentu (persentase) dari hasil panen yang dibagi berdasarkan kesepakatan. 83

Melihat masyarakat Dusun Pulau Pinang yang melakukan akad


mukhabarah adalah orang yang benar-benar sudah dewasa dan berakal. Para
pemilik lahan dan penggarap Dusun Pulau Pinang umumnya kerjasama cukup
dengan lisan tanpa menggunakan bukti tertulis yang bermaterai dan tanpa
menghadirkan saksi. Meskipun demikian secara Ekonomi Islam tetap
terpenuhi karena adanya syarat ijab dan kabul dengan kata sepakat
berdasarkan adanya saling percaya.

2. Penyedia Modal

Biaya penggarapan atau modal merupakan salah satu hal yang ada
didalam akad mukhabarah. Dalam sistem bagi hasil mukhabarah terdapat
modal yang meliputi tanah dari pemilik lahan, bibit yang akan ditanam dan
tenaga dari penggarap. Kepemilikan suatu modal haruslah jelas, sehingga
modal tersebut benar-benar atas kepemilikannya. Seperti halnya pendapat
Menurut Syaikh Ibrahim Al-bajuri berpendapat bahwa Mukhabarah ialah
sesungguhnya pemilik hanya menyerahkan tanah kepada pekerja dan modal
dari pengelola. 84

Mengenai perjanjian atau akad yang dilakukan di Dusun Pulau Pinang


yang dibuat oleh kedua belah pihak, bahwa terjadi ijab dan qobul antara
penggarap penggarap dengan pemilik lahan dari awal sebelum mengerjakan
lahan pertanian yang diserahkan. Sejak awal mula akad mukhabarah yang
dilaksanakan oleh masyarakat di Dusun Pulau Pinang, dijelaskan bahwa dari
beban biaya penggarapan sawah mulai dari awal mengelola lahan sawah,

83
Abdul rahman Ghazali, dkk, Fiqh Muamalat,.. Hlm. 117
84
Hendi Suhendi, Fiqih Mu‟amalah,.. Hlm. 154-155
57

pemilihan bibit, pengobatan, perawatan tanaman sampai dengan tibanya hasil


panen dibebankan kepada penggarap.

Dari uraian diatas bahwa sistem bagi hasil mukhabarah yang dilakukan
oleh masyarakat Dusun Pulau Pinang dilihat dari segi biaya penggarapan
sesuai dengan ekonomi Islam karena kepemilikan modalnya sudah jelas,
dimana semua penyediaan alat dan keperluan bahan produksi disediakan
seluruhnya oleh penggarap atas dasar kesepakatan bersama.

3. Waktu Perjanjian

Dalam sistem bagi hasil mukhabarah waktu perjanjian merupakan syarat


yang harus terpenuhi dalam kerjasama di bidang pertanian. Waktu perjanjian
tersebut yang berkaitan dengan waktu, yaitu:

1) Waktunya telah ditentukan.


2) Waktu itu memungkinkan untuk menanam tanaman yang dimaksud,
seperti menanam padi waktunya kurang lebih 4 bulan (tergantung
teknologi yang dipakainya, termasuk kebiasaan setempat)
3) Waktu tersebut memungkinkan dua belah pihak hidup menurut
kebiasaan.85

Masa berlakunya akad Mukhabarah disyaratkan harus jelas dan


ditentukan atau diketahui, misalnya satu tahun atau dua tahun. Apabila
masanya tidak ditentukan (tidak jelas) maka akad Mukhabarah tidak sah.86

Dalam sistem bagi hasil mukhabarah Dusun Pulau Pinang yang


dilakukan oleh masyarakat penulis dapat menyimpulkan secara ekonomi
Islam belum sesuai akadnya antara pemilik lahan dan penggarap, karena tidak
diyatakan secara jelas jangka waktu atau berakhirnya perjanjian tersebut,
tidak menjelaskan berapa lama perjanjian mukhabarah akan dilakukan satu
tahun dua tahun dan sebagainya. Akan tetapi antara kedua belah pihak

85
Hendi Suhendi, Fiqih Mu‟amala,.. Hlm. 158-159
86
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu., Hlm. 568
58

melakukan kerjasama mukhabarah tersebut pada umumnya yang dilakukan


oleh masyarakat Dusun Pulau Pinang seperti itu dan berdasarkan saling
percaya.

4. Kesepakatan Jenis Tanaman atau Benih

Syarat yang berlaku untuk tanaman adalah harus jelas apa (benih) yang
akan ditanam. Karena kondisi sesuatu yang ditanam berbeda-beda sesuai
penanaman yang dilakukan, ada jenis tanaman yang bertambah ketika
ditanam dan ada pula yang berkurang. Namun dilihat dari prinsip al-
Istihsaan, menjelaskan bahwa sesuatu yang akan ditanam tidak menjadi
syarat al-Mukhabarah, karena apa yang akan ditanam diserahkan sepenuhnya
kepada penggarap.87

Bentuk akad yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Pulau Pinang yaitu
lahan pertanian berasal dari pemilik lahan sedang benih dari penggarap.
Dalam pemilihan jenis tanaman yang akan ditanam tidak ada kesepakatan
dari kedua belah pihak, akan tetapi benih yang akan ditanam ditentukan oleh
penggarap. Dalam pemilihan benih, pemilik lahan hanya mengikuti petani
penggarap saja.

Melihat hal di atas merupakan syarat yang berkaitan dengan tanaman


yang dilakukan masyarakat Dusun Pulau Pinang adalah adanya penentuan
macam jenis tanaman yang akan ditanam dikatakan sesuai dengan ekonomi
Islam karena adanya saling percaya, saling rela dan sudah saling mengenal.

5. Mekanisme Pembagian Hasil

Bagi hasil merupakan sistem dimana dilakukannya perjanjian atau ikatan


bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut
diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat
antara kedua belah pihak atau lebih. Besarnya penentuan porsi bagi hasil
antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus

87
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu.,
59

terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa


adanya unsur paksaan.88

Dalam bagi hasil mukhabarah harus terdapat unsur-unsur yang meliputi


adanya pemilik lahan, penggarap atau pengelola tanah yang akan dikerjakan.
Ada sejumlah syarat untuk yang dihasilkan oleh tanaman yang digarap, jika
syarat-syarat itu tidak terpenuhi, maka akad al-Mukhabarah rusak dan tidak
sah, yaitu:

1) Hasil panen harus diketahui secara jelas dalam akad, karena nantinya
hasil panen tersebut akan dijadikan upah. Apabila hasil panen tidak
diketahui, hal tersebut dapat merusak akad dan menjadikannya tidak
sah;
2) Status dari hasil panen adalah milik bersama dari kedua belah pihak.
Tidak boleh ada syarat yang menyatakan bahwa hasil panen
dikhususkan untuk salah satu pihak, karena hal tersebut dapat
merusak akad;
3) Pembagian hasil panen harus ditentukan kadarnya, seperti separuh,
sepertiga, seperempat atau jumlah lainnya sesuai dengan
kesepakatan. Tidak ditentukannya kadar pembagiannya ini
dikhawatirkan dapat mengakibatkan munculnya perselisihan di
kemudian hari;
4) Pembagian hasil panen harus ditentukan secara umum dari
keseluruhan hasil panen (misalnya: separuh, sepertiga, atau
seperempat dari keseluruhan hasil panen yang didapatkan). Jika
disyaratkan bagian satu pihak adalah sekian (seperti empat mudd ,
atau pembagiannya disesuaikan berdasarkan kadar benih) maka
dianggap tidak sah. Sebab, bisa saja hasil panen dari tanaman hanya
menghasilkan sebanyak yang ditentukan untuk satu pihak tersebut. 89

88
Ruslan Abdullah, Bagi Hasil Tanah Pertanian (Muzara‟ah), Jurnal of Islamic
Economic Law, Vol. 2 No. 2, 2018, Hal. 149
89
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu., Hlm. 566–567.
60

Mekanisme pembagian hasil di Dusun Pulau-Pinang sudah merupakan


kebiasaan yang turun temurun hingga sekarang, pembagian hasil yang
dilakukan dalam perjanjian tersebut pemilik lahan sudah mematok hasil sesuai
dengan luas tanah yang didapatkan oleh pemilik lahan dengan penggarap.
Bagi hasil panen mukhabarah yang dilaksanakan oleh masyarakat Dusun
Pulau Pinang adalah bagi hasil sesuai dengan luas tanah, dimana dalam 1
tumbuk tanah pertanian yang digarap dihargai dengan 3 kaleng (30 kg) padi.
Jika tidak mampu disetorkan maka tanah garapan akan diambil atau ditarik
oleh pemilik lahan.

Dari uraian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa mekanisme


pembagian hasil mukhabarah yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Pulau
Pinang secara ekonomi Islam belum sesuai karena bagi hasil disyaratkan
diawal untuk pemilik lahan dan kerugian hanya ditanggung sendiri oleh
petani penggarap.

Dari sistem bagi hasil mukhabarah yang dilakukan oleh masyarakat Dusun
Pulau Pinang dapat disimpulkan bahwa, ada Asas tolong menolong, yaitu saling
menolong bagi mereka yang membutuhkan, disini adalah pemilik lahan dan
penggarap. Pemilik tanah yang sudah tidak mampu untuk mengelola lahan sendiri
sehingga meminta tolong kepada penggarap untuk mengelolanya.

Sistem bagi hasil Mukhabarah di Dusun Pulau Pinang Kabupaten Sarolangun


tidak sesuai dengan perspektif ekonomi Islam, karena masih ada pihak yang
dirugikan, dimana ditetapkan jumlah tertentu dari hasil panen yang harus
dibayarkan kepada satu pihak dan kerugian ditanggung sendiri oleh petani
penggarap. Cara seperti ini merupakan cara yang tidak dibolehkan karena akan
merugikan salah satu pihak atau terdapat pihak yang akan terzolimi yaitu para
petani penggarap.

Faktor yang menyebabkan dari sistem bagi hasil Mukhabarah ini adalah
faktor tradisi dan faktor belum ada yang meluruskan dari pegawai syara’
mengenai penyimpangan bagi hasil mukhabarah tersebut.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Dusun Pulau Pinang


Kabupaten Sarolangun, dan menganilisis hasil penelitian terkait Sistem bagi hasil
mukhabarah dalam pengelolaan sawah yang berjalan dimasyarakat, penulis dapat
menyimpulkan sebagai berikut:

1. Ada 3 sistem kerjasama antara petani penggarap dengan pemilik lahan


di Dusun Pulau Pinang. Pertama, petani penggarap diberikan hak penuh
untuk mengelola lahan dengan sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil ini
dilakukan dimana dalam perjanjian tersebut pemilik lahan sudah
mematok bagi hasil yang didapatkan sesuai dengan luas lahan. Jika
tidak mampu disetorkan maka tanah garapan akan diambil atau ditarik
oleh pemilik lahan. Kedua, sistem sewa atas tanah, sistem ini petani
penggarap harus membayar uang sewa terlebih dahulu kepada pemilik
lahan. Ketiga, petani penggarap menjadi buruh tani dengan upah
tertentu.
2. Sistem bagi hasil Mukhabarah yang dipraktikan oleh masyarakat Dusun
Pulau Pinang Kabupaten Sarolangun, secara umum akad yang
dilakukan adalah hanya secara lisan, tanpa menghadirkan saksi, jangka
waktu perjanjian yang tidak ditetapkan secara jelas. Bagi hasil
ditentukan oleh pemilik lahan sejak awal pada saat akad dengan sesuai
luas lahan sawah. Bibit tanaman atau benih, biaya penggarapan seperti
pupuk dan obat ditanggung oleh petani penggarap. Dari hal tersebut
semua dilakukan karena atas dasar kepercayaan dan saling rela. Sistem
bagi hasil mukhabarah terjadi karena faktor tradisi dan faktor belum
ada yang meluruskan dari pegawai syara’ mengenai penyimpangan bagi
hasil mukhabarah yang terjadi di Dusun Pulau Pinang.
3. Ditinjau dari ekonomi Islam bahwa akad dan sistem bagi hasil
mukhabarah kerjasama dalam lahan pertanian yang dilakukan di Dusun

61
62

Pulau Pinang Kabupaten Sarolangun sesuai dengan ekonomi Islam


dikarenakan akad dan praktiknya sudah terpenuhi atau tercukupi rukun
dan syaratnya. Sedangkan mekanisme pembagian hasilnya belum sesuai
dengan ekonomi Islam karena hasil panen disyaratkan diawal untuk
pemilik lahan dan kerugian hanya ditanggung sendiri oleh petani
penggarap.
B. Saran

Dapat dilihat dari sistem bagi hasil mukhabarah Dusun Pulau Pinang
Kabupaten Sarolangun ada beberapa saran yang dapat penulis berikan untuk
masyarakat yang bekerja di bidang pertanian maupun masyarakat biasa pada
umumnya, yaitu:

1. Bagi para pemilik lahan dan penggarap yang mempraktikan sistem bagi
hasil mukhabarah di Dusun Pulau Pinang, saat melakukan perjanjian
kerjasama diharapkan menghadirkan saksi, menyebutkan jangka waktu
dengan jelas supaya tidak terjadi permasalahan di kemudian hari.
2. Diharapkan kepada pihak yang melakukan kerjasama ini agar selalu
mejaga kejujuran dan kepercayaan, agar kerjasama ini terus bisa
dilakukan dan bermanfaat, dan selalu berada dalam ajaran yang
disyari’atkan oleh agama. Dalam pelaksanaan akad bagi hasil, mari kita
perhatikan rukun-rukunnya agar petani penggarap tetap bekerja dengan
tulus tanpa ada penindasan terhadap kaum lemah dari pemilik lahan
sehingga keharmonisan dalam hidup bermasyarakat tercapai dan
ketahanan pangan bangsa pada umumnya bisa terjaga.
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdullah Bin Abdurrahman, Syarah Hadits Pilihan Bukhari Muslim, (Jakarta: Darul
Falah, 2005)

Abdul rahman Ghazali, dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010)

Bisri Mustofa, Metode Menulis Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta: Optimus, 2008)

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Membahas Ekonomi Islam, Kedudukan Harta, Hak
Milik, Jual Beli, Bunga Bank dan Riba, Musyarakah, Ijarah, Mudayanah,
Koperasi, Asuransi, Etika Bisnis dan lain-lain), (Jakarta: Rajawali Pers, Cet. Ke-
7, 2011)

Imam Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrohim Ibn Mukhiroh and Ibn Barzabah Al-
Bukhori Al-Ju’fi Al-Mutafasannah, "Shohihul Bukhori, Darul Al-Kutub Al-
Ilmiyah", (Bairut, Libanon, 2004)

Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor:Ghalia


Indonesia,2012)

Jumaidi, Pelaksanaan Muzara‟ah dan Mukhabarah oleh Petani desa rempung


Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur, Skripsi, (IAIN Mataram,
2003)

Matthew B., “Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru/
Matthew B, Miles Dan A. Michael Huberman; Penerjemah Tjejep Rohendi
Rohidi”, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1992)

Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009)

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari‟ah dari Teori ke Praktik, (Jakarta:Gema Insani,
2001)

Qomarul Huda, Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Teras, 2011)

Rasjid Sulaiman, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012)

Rohana Sulastiana, Analisis Etika Bisnis Islam Terhadap Praktik Bagi Hasil
Penggarapan Sawah di Desa Lingsar Kecamatan Lingsar Lombok Barat,
(Skripsi, UIN Mataram, 2017)

Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip Dan Implementasinya Pada Sektor Keuangan
Syariah, Cet.2 (Jakarta: Rajawali Pers, 2017)

Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar, (Jakarta: PT Indeks, 2012)

63
64

Sugiyono, METODE PENELITIAN Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D, (Bandung:


Alfabeta, 2017)

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: ALFABETA, 2013)

Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah: Studi Tentang Akad Dalam Fiqh Muamalah
(Jakarta: Rajawali Pers, 2007)

Tim Penyusun, Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam.

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 6, (Terj. Abdul Hayyie al-Kattani),
(Jakarta: Gema Insani, 2011)

Jurnal

Ade Intan Surahmi, Implementasi Akad Muzara‟ah Dan Mukhabarah Pada Masyarakat
Tani Di Desa Blang Krueng Dan Desa Lam Asan, Kabupaten Aceh Besar,
(Skripsi, UIN AR-RANIRY, 2019)

Jefri Hendri hatmoko, Survey Minat dan Motivasi Siswa Putri Terhadap Mata Pelajaran
Penjasorkes di Smk Se-Kota Salatiga Tahun 2013, Journal of Physical Education,
2015

Mochammad Kamil Malik, Sistem Bagi Hasil Petani Penyakap di Desa Krai Kecamatan
Yosowilangun Kabupaten Lumajang, (Jurnal Pendidikan Ekonomi Vol. 12 No.
07, 2018)

Rini Sakhrevi, Analisis Pola Bagi Hasil Antara Petani Penggarap Dengan Petani
Pemilik Lahan Pertanian Tinjauan Ekonomi Islam di Desa Tanak Beak
Kecamatan Narmada, (Skripsi, IAIN Mataram, 2015)

Rohana Sulastiana, Analisis Etika Bisnis Islam Terhadap Praktik Bagi Hasil
Penggarapan Sawah di Desa Lingsar Kecamatan Lingsar Lombok Barat,
(Skripsi, UIN Mataram, 2017)

Ruslan Abdullah, Bagi Hasil Tanah Pertanian (Muzara‟ah), Jurnal of Islamic Economic
Law, Vol. 2 No. 2, 2018
LAMPIRAN

Lampiran 1: Instrumen Pengumpulan Data

A. Kepala Lingkungan dan Ketua RT


1. Bagaimana sejarah Dusun Pulau Pinang dan letak geografisnya?
2. Berapa jumlah penduduk Dusun Pulau Pinang?
3. Apa saja jenis mata pencaharian warga Dusun Pulau Pinang?

B. Ketua Kelompok Tani


1. Bagaimana sejarah kelompok tani selang rengas Dusun Pulau Pinang?
2. Berapa jumlah petani di Dusun Pulau Pinang?
3. Bagaimana struktur organisasi kelompok tani selang rengas di Dusun
Pinang?
4. Apa saja sistem kerja sama yang diterapkan di Dusun Pulau Pinang?
5. Bagaimana kerja sama menggunakan sistem sewa?
6. Bagaimana kerja sama menggunakan sistem buruh tani?

C. Pemilik Lahan
1. Bagaimana bapak/ibu memberikan lahan untuk digarap oleh petani
penggarap?
2. Apakah ada bukti tertulis saat melakukan kerja sama bagi hasil?
3. Bagaimana jangka waktu dalam kerja sama bagi hasil?
4. Bagaimana kesepakatan benih dan jenis tanamannya?
5. Bagaimana mekanisme pembagian hasil dalam kerja sama bagi hasil?
6. Kenapa bapak/ibu lebih memilih sistem bagi hasil dibandingkan sistem
kerjasama yang lain?
D. Petani Penggarap
1. Bagaimana kerja sama menggunakan sistem bagi hasil?
2. Bagaimana bapak/ibu meminta izin menggarap lahan kepada pemilik
lahan?
3. Apakah ada bukti tertulis saat melakukan kerja sama bagi hasil?
4. Bagaimana jangka waktu dalam kerja sama bagi hasil?
4. Bagaimana kesepakatan benih dan jenis tanamannya?
5. Bagaimana mekanisme pembagian hasil dalam kerja sama bagi hasil?
6. Kenapa bapak/ibu lebih memilik sistem kerja sama bagi hasil
dibandingkan sistem kerja sama yang lain?
Lampiran 2: Dokumentasi

1. Foto bermasa Syahril selaku ketua lingkungan Dusun pulau Pinang

2. Foto bersama Suherman selaku Ketua Kelompok Tani Selang Rengas Dusun
Pulau Pinang

3. Foto bersama Abib selaku Ketua RT.01 Dusun Pulau Pinang


4. Foto bersama Ali sebagai Petani Penyewa

5. Foto bersama Najmi sebagai Buruh Tani

6. Foto bersama Kosir sebagai Pemilik Lahan


7. Foto bersama Salmi sebagai Petani Penggarap lahan Kosir

8. Foto bersama Jamilah sebagai Petani Penggarap lahan Kosir

9. Foto bersama A. Roni sebagai petani Pemilik Lahan


10. Foto bersama Marhamah sebagai petani penggarap lahan A. Roni

11. Foto bersama Yana sebagai petani penggarap lahan A. Roni

12. Foto bersama Aminah sebagai Pemilik Lahan


13. Foto bersama Marwiah sebagai Petani Penggarap Lahan Aminah

14. Foto bersama Sopian sebagai Petani Penggarap Lahan Aminah

15. Foto bersama Eko sebagai Pemilik Lahan


16. Foto bersama Jamanah sebagai Petani penggarap Lahan Eko

17. Foto bersama Rohimah sebagai pemilik lahan

18. Foto bersama Aini sebagai Petani penggarap Lahan Salbiah


19. Foto bersama Nurul sebagai Petani penggarap Lahan Efendi

20. Foto bersama Hawa sebagai pemilik lahan Eko

21. Foto bersama Nur Asiah sebagai Petani penggarap Lahan Aziz
22. Foto bersama Efendi sebagai pemilik lahan

23. Foto bersama Suwaibah sebagai Petani penggarap Lahan Rohimah

24. Foto bersama Khodijah sebagai Petani penggarap Lahan Aziz


25. Foto bersama Tasman sebagai Petani penggarap Lahan Rohimah

26. Foto bersama Emi sebagai Petani penggarap Lahan Salbiah

27. Foto bersama Aziz sebagai pemilik lahan


Lampiran 3: Daftar Nama Informan
No. Nama Status Umur Agama

1. Ketua lingkungan Pulau 52 Tahun Islam


Syahril
Pinang
2. Abib Ketua RT 01 48 Tahun Islam
3. Suherman Ketua kelompok tani 53 Tahun Islam
4. Ali Petani penyewa 55 Tahun Islam
5. Najmi Buruh Tani 35 Tahun Islam
6. Marhamah Petani penggarap 43 Tahun Islam
7. Salmi Petani penggarap 48 Tahun Islam
8. Yana Petani penggarap 50 Tahun Islam
9. Marwiah Petani penggarap 48 Tahun Islam
10. Jamilah Petani penggarap 49 Tahun Islam
11. Sopian Petani penggarap 45 Tahun Islam
12. Jamanah Petani penggarap 54 Tahun Islam
13. Emi Petani penggarap 38 Tahun Islam
14. Hasan Petani penggarap 40 Tahun Islam
15. Khodijah Petani penggarap 41 Tahun Islam
16. Nur Asiah Petani penggarap 39 Tahun Islam
17. Halimah Petani penggarap 37 Tahun Islam
18. Aini Petani penggarap 55 Tahun Islam
19. Tasman Petani penggarap 54 Tahun Islam
20. Herianto Petani penggarap 35 Tahun Islam
21. Rizon Petani penggarap 45 Tahun Islam
22. Hawa Petani penggarap 53 Tahun Islam
23. Ismail Petani penggarap 49 Tahun Islam
24. Tarmizi Petani penggarap 48 Tahun Islam
25. Suwaibah Petani penggarap 59 Tahun Islam
26. Nurul Petani penggarap 45 Tahun Islam
27. Rozi Petani penggarap 48 Tahun Islam
28. Lipur Petani penggarap 28 Tahun Islam
29. Didi Petani penggarap 30 Tahun Islam
30. Aspur Petani penggarap 35 Tahun Islam
31. Kosir Petani Pemilik Lahan 50 Tahun Islam
32. A. Roni Petani Pemilik Lahan 55 Tahun Islam
33. Eko Petani Pemilik Lahan 45 Tahun Islam
34. Aminah Petani Pemilik Lahan 60 Tahun Islam
35. Aziz Petani Pemilik Lahan 57 Tahun Islam
36. Efendi Petani Pemilik Lahan 38 Tahun Islam
37. Salbiah Petani Pemilik Lahan 40 Tahun Islam
38. Manap Petani Pemilik Lahan 62 Tahun Islam
39. Rohimah Petani Pemilik Lahan 60 Tahun Islam
40. As’ad Petani Pemilik Lahan 65 Tahun Islam
CURICULUM VITAE

A. Identitas Diri
Nama : Winda Hamidah
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Sarolangun, 21 April 1999
Alamat Asal : Jl. Lintas Sumatra RT 01, Pulau Pinang
Kelurahan Sarolangun Kembang
Kecamatan Sarolangun
Alamat Sekarang : Villa Karya Mandiri RT 02 Desa Mendalo
Darat, Kelurahan Jambi Luar Kota
No. Telp/HP : 0822-6892-9158

B. Riwayat Pendidikan
SD/MI : SD N 94/VII Sarkam III Sarolangun
SMP/MTs : SMP N 2 Sarolangun
SMA/MA : SMA N 7 Sarolangun

Anda mungkin juga menyukai