Anda di halaman 1dari 108

TRADISI MANGUPA HAROROAN BORU PERNIKAHAN

MASYARAKAT BATAK ANGKOLA


DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program
Strata Satu (S.1) Dalam Ilmu Keluarga Islam Pada Fakultas Syariah

Oleh:
RAHMI SARI RAMBE
NIM: 101180049

DOSEN PEMBIMBING
H. HERMANTO HARUN, Lc, M.HI, Ph.D.
MUSTIAH RH, S.Ag, M.Sy.

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
1443 H/2022 M
PERNYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Rahmi Sari Rambe

NIM 101180049

Program Studi : Hukum Keluarga Islam

Fakultas : Syariah

Alamat : Simatorkis, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa skripsi saya yang berjudul Mangupa


Haroroan Boru Masyarakat Batak Angkola Ditinjau Dari Hukum Islam adalah hasil
karya pribadi yang tidak mengandung plagiarism dan tidak berisi materi yang
dipublikasikan atau ditulis orang lain, kecuali kutipan yang telah disebut sumbernya
sesuai dengan ketentuan yang di benarkan secara ilmiah.

Apabila pernyataan ini tidak benar, maka peneliti siap mempertanggungjawabkannya


sesuai hukum yang berlaku dan ketentuan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi,
termasuk pencabutan gelar yang peneliti peroleh dari skripsi ini.

Jambi, Februari 2022

Yang menyatakan,

Rahmi Sari Rambe


NIM: 101180049

i
Pembimbing I : H. Hermanto Harun, Lc, M.HI, Ph.D
Pembimbing II : Mustiah RH, S.Ag, M.Sy
Alamat : Fakultas Syariah UIN STS Jambi, Jl. Jambi-Muara Bulian KM.
Simp. Sei Duren, Kab. Muaro Jambi, 31346. Tlp. (0741)
582021.
Kepada Yth.
Bapak Dekan Fakultas Syariah
UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Di -
JAMBI

PERSETUJUAN PEMBIMBING
Assalamu‟alaikum Wr.Wb
Setelah membaca dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka skripsi saudari Rahmi
Sari Rambe, NIM 101180049 yang berjudul “Mangupa Haroroan Boru Masyarakat
Batak Angkola Ditinjau Dari Hukum Islam”telah disetujui dan dapat diajukan untuk
dimunaqasahkan guna melengkapi syarat-syarat memperoleh gelar sarjana strata S.1
dalam Ilmu Hukum Keluarga Islam pada Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
Demikianlah, kami ucapkan terima kasih, semoga bermanfaat bagi kepentingan
Agama, Nusa dan Bangsa.
Wassalamualaikum Wr.Wb

Pembimbing I Pembimbing II

H. Hermanto Harun, Lc, M.HI, Ph.D. Mustiah RH, S.Ag, M.Sy.


NIP. 19750916 200604 1 001 NIP. 19700706 199803 2 003

ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

iii
MOTTO

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka
ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Ali-
Imran (3): 110).

iv
ABSTRAK

Skripsi ini membahas tentang tradisi Mangupa Haroroan Boru pernikahan


masyarakat Batak Angkola ditinjau dari hukum Islam dengan tujuan untuk mengetahui
cara penyajian tradisi Mangupa haroroan boru pernikahan masyarakat Batak Angkola
dan mengetahui pandangan hukum Islam terhadap tradisi Mangupa Haroroan Boru
pernikahan masyarakat Batak Angkola. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif dengan metode etnografi yang mendeskripsikan kebudayaan dengan tujuan
memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli. Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrument observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini meliputi 1). Prosesi Mangupa
Haroroan Boru dimulai dari keluarga melaksanakan Martahi Sabagas, kemudian
Martahi Sahuta, kemudian ditentukanlah hari mangupa, di dalam Mangupa ini, orang
tua memberikan makan pengantin dengan hidangan upa-upa kemudian para raja dan
orang tua memberikan nasehat-nasehat pernikahan kepada pengantin dengan
mengaitkan perumpamaan-perumpamaan atau media melalui hidangan makanan Upa-
Upa yang memiliki makna falsafah. 2) Mangupa Haroroan Boru tidak bertentangan
dengan hukum Islam karena tujuan dari dilaksanakannya Mangupa adalah bentuk rasa
syukur orang tua kepada Allah karena telah menghadirkan Boru untuk anaknya, dan
bentuk rasa kasih sayang orang tua kepada anaknya yang telah menikah. Di dalam
persyaratan pelaksanaan Mangupa juga tidak ditemukan hal-hal yang bertentangan
dengan syariat Islam.

Kata Kunci: Tradisi, Mangupa, Haroroan Boru, Islam.

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
Ridho-Nya dan di dalam lindungan dan selalu diberi kekuatan serta kesehatan,
sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Mangupa Haroroan Boru
Pernikahan Masyarakat Batak Angkola Ditinjau dari Hukum Islam”. Kemudian tidak
lupa pula shalawat serta salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad Saw.
Dalam penyelesaian skripsi ini penulis akui, tidak sedikit hambatan dan rintangan yang
penulis temui baik dalam mengumpulkan data maupun dalam penyusunannya, tanpa
ada bantuan dari para pihak, terutama bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh
dosen pembimbing, maka skripsi ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena
itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah kata terima kasih kepada semua pihak yang
turut membantu penyelesaian skripsi ini, terutama sekali kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. Su‟aidi Asy‟ri, MA. Ph.D. sebagai Rektor Universitas Islam
Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
2. Bapak Dr. Sayuti Una, S.Ag, MH. sebagai Dekan Fakultas Syariah Universitas
Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
3. Bapak Agus Salim, M.A.,M.I.R.,Ph.D. sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik.
Bapak Dr. Ruslan Abdul Gani, SH, MH. sebagai Wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan. Bapak Dr. H. Ishaq SH. M.
Hum. sebagai Wakil Dekan Bidang Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama.Ibu
Mustiah RH, S.Ag, M.Sy. dan Bapak Irsadunas Noveri, S.H,.M.H. sebagai Ketua
dan Sekretaris Prodi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
4. Bapak H. Hermanto Harun, Lc, M.HI, Ph.D. sebagai Pembimbing I dan Ibu
Mustiah RH, S.Ag, M.Sy sebagai Pembimbing II skripsi ini.

vi
5. Bapak dan Ibu Dosen, Asisten Dosen, dan seluruh Karyawan/Karyawati Fakultas
Syariah dan perpustakaan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
6. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga apa yang kita
lakukan menjadi nilai positif dan amalan di masa yang akan datang untuk melakukan
perubahan yang lebih baik untuk bangsa dan negara dengan mengharap ridho Allah
Swt. Amin.

Jambi, Februari 2022

Peneliti,

Rahmi Sari Rambe

vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Pedoman Transliterasi Arab Latin Yang Merupakan Hasil Dari Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional No 46 Tahun 2009

Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan


‫أ‬ Alif tidak dilambangkan Tidak dilambangkan

‫ب‬ Ba B Be

‫ت‬ Ta T Te

‫ث‬ Ṡa Ṡ es (dengan titik di atas)

‫ج‬ Jim J Je

‫ح‬ Ḥa Ḥ ha (dengan titik di bawah)

‫خ‬ Kha KH ka dan ha

‫د‬ Dal D De

‫ذ‬ Żal Ż Zet (dengan titik di atas)

‫ر‬ Ra R Er

‫ز‬ Zai Z Zet

‫س‬ Sin S Es

‫ش‬ Syin SY es dan ye

‫ص‬ Ṣad Ṣ es (dengan titik di bawah)

‫ض‬ Ḍad Ḍ de (dengan titik di bawah)

‫ط‬ Ṭa Ṭ te (dengan titik di bawah)

‫ظ‬ Ẓa Ẓ zet (dengan titik di bawah)

‫ع‬ `Ain „ koma terbalik (di atas)

‫غ‬ Gain G Ge

viii
‫ف‬ Fa F Ef

‫ق‬ Qaf Q Ki

‫ك‬ Kaf K Ka

‫ل‬ Lam L El

‫م‬ Mim M Em

‫ن‬ Nun N En

‫و‬ Wau W We

‫ﮬ‬ Ha H Ha
‫ء‬ Hamzah „ Apostrof

‫ي‬ Ya Y Ye

ix
DAFTAR ISI

PERNYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR ................................................ i


PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................................................. ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ........................................................................... iii
MOTTO ...................................................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................................ vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ x
DAFTAR ISTILAH .................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL..................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................................. 6
E. Kerangka Teori................................................................................................... 7
F. Tinjauan Pustaka ................................................................................................ 8
BAB II METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 11
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 11
B. Jenis Penelitian ................................................................................................. 11
C. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................... 12
D. Teknik Analisis Data ........................................................................................ 16
E. Sistematika Penulisan....................................................................................... 17
BAB III GAMBARAN UMUM................................................................................ 20
A. Wilayah Batak Angkola ................................................................................... 20

x
B. Tradisi Mangupa Haroroan Boru Pernikahan Masyarakat
Batak Angkola ......................................................................................................... 24
C. Konsep Kaidah Al-„Adatu Muhakkamah ......................................................... 41
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN ......................................... 45
A. Proses Penyajian Mangupa Haroroan Boru Pernikahan Batak Angkola ......... 45
B. Pandangan Hukum Islam Terhadap Tradisi Mangupa Haroroan Boru
Pernikahan Batak Angkola ...................................................................................... 53
BAB V PENUTUP ..................................................................................................... 62
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 62
B. Saran-Saran ...................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 64
LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE

x
i
DAFTAR ISTILAH

Anak Boru : Keluarga yang mengambil anak gadis kita

Adaboru : Perempuan

Boru : Anak Perempuan/menantu perempuan

Burangir : Daun Sirih

Dalihan Natolu : Falsafah batak yang mengandung makna tiga kelompok

Hambeng : Kambing

Horbo : Kerbau

Huta : Kampung/Desa

Kahanggi : Saudara laki-laki

Mangupa : Ungkapan doa dan nasehat dari para orang tua atau sesepuh

Martahi : Musyawarah/mufakat

Mora : Saudara laki-laki dari pihak istri kahanggi

Martutur : Sopan santun untuk memanggil seseorang/tutur karma

Siluluton : Upacara duka cita

Siriaon : Upacara suka cita

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Peta Tapanuli Selatan ............................................................................. 21

Gambar 4. 1 Martahi Sahuta ....................................................................................... 47

Gambar 4. 2 Hidangan Mangupa ................................................................................ 49

Gambar 4. 3 Orang Tua Memberikan Upa-Upa .......................................................... 51

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Informan dan Indikator .............................................................................. 15

Tabel 3. 1 Jumlah Penduduk dan Mata Pencarian ...................................................... 20

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat batak angkola tinggal di Ulayat adat Angkola yang berarti

keberagaman dalam berbudaya. Masyarakat Batak Angkola hidup di wilayah Angkola

dan mempunyai ciri dan kebudayaan yang tentunya berbeda dengan sub suku batak

lainnya.1

Kebudayaan memiliki dua unsur yaitu wujud dan isi, wujud kebudayaan

meliputi, (a) sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,

peraturan dan sebagainya, (b) sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola

dari manusia dalam masyarakat, (c) organisasi sosial, (d) sistem peralatan hidup dan

teknologi, (e) sistem mata pencaharian hidup, (f) sistem religi dan (g) kesenian. 2

Masyarakat Batak Angkola mempunyai tatanan adat yang tidak jauh berbeda

dengan adat dan budaya etnis lainnya. Hubungan dalam adat berpengaruh terhadap

interaksi sosial pada masyarakat adat tersebut. Masyarakat atau komunitas adat

mempunyai kepercayaan yang kuat terhadap adat istiadat, karena kebudayaan secara

1
Akhiril Pane. Tradisi Mangupa Pada Masyarakat Angkola (Suatu Kajian Antropologi
Linguistik). Disertasi Fakultas Ilmu Budaya USU, 2018, h, 1.
2
Ibid.

1
2

turun temurun telah tertata dalam suatu kehidupan masyarakat, begitu pula dengan

upacara tradisi pernikahan masyarakat Batak Angkola. 3

Pernikahan menurut masyarakat Batak Angkola merupakan mata rantai

kehidupan dengan pelaksanaannya mengaitkan hukum-hukum adat yang telah

mendarah daging. Tujuan pernikahan bagi masyarakat Batak Angkola adalah (a)

pertanggung jawaban melalui biologis, artinya melanjutkan keturunan, (b)

mendapatkan laki-laki sebagai ahli waris, (c) menjalin hubungan kekeluargaan, (d)

menambah kerabat, (e) mendapat kebahagiaan, (f) melaksanakan ajaran agama, dan (g)

merupakan kewajiban atau keharusan.4

Pernikahan dalam hukum Islam adalah sesuatu yang sakral dan merupakan

suatu ibadah kepada Allah Swt karena mengikuti Sunnah Rasulullah Saw. Pernikahan

menjadi suatu ibadah apabila dilaksanakan dengan keikhlasan, tanggung jawab, serta

sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku. Perkawinan di Indonesia tercantum dalam

undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Bab 1 Pasal 1, yaitu suatu ikatan lahir bathin

antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan

membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa.5

Tujuan pernikahan dalam Islam terdapat pada Al-Qur‟an yaitu:

3
Ibid.
4
Diana Riski Sapitri Siregar. Upacara Margondang dan Tortor Batak Angkola Ditinjau Dari
Perspektif Pendidikan Islam, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021, h, 2.
5
Wahyu Wibisana, Pernikahan Dalam Islam, Jurnal Pendidikan Agama Islam. Ta‟lim Vol. 14
No. 2, 2016, h, 185.
3

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu


isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.6
Syaikh Sulaiman menyebut, ketentuan manusia dijadikan jodoh-jodohnya

sebagai bukti akan ayat-ayat Allah yang akan membangkitkan umat manusia dengan

dipertemukan jodohnya satu sama lain. Wahbah Al-Zuhaili menyebut Allah Swt pasti

akan menciptakan kesalingan dalam cinta antara laki-laki dan perempuan, agar tercipta

ketenangan di antara keduanya, tidak lain demikian sebagai tanda kekuasaan Allah

Swt.Pernikahan ditujukan supaya manusia melanjutkan keturunan dengan keluarga

yang sah serta mendapatkan kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat.7

Pada pernikahan masyarakat Batak Angkola terdapat upacara adat yang

dinamakan Mangupa, selain dari bagian upacara pernikahan, upacara Mangupa

mempunyai fungsi untuk menetapkan kebijaksanaan tradisional yang diperlukan

sepasang pengantin untuk membina rumah tangganya. Menurut konsep Batak Angkola

6
QS. Ar-Ruum (30): 21.
7
Lufaefi. Tafsir QS. Ar-Rum Ayat 21: Jangan Khawatir, Allah Pasti Pertemukan Jodohmu
Keniscayaan jodoh dalam Al-Qur'an. 07 April 2021. https://akurat.co/tafsir-qs-ar-rum-ayat-21-jangan-
4

khawatir-allah-pasti-pertemukan-jodohmu.
4

di dalam Mangupa juga para kerabat menyampaikan doa dan harapan untuk

pengantin.8

Tradisi Mangupa merupakan rangkaian upacara adat pernikahan masyarakat

Batak Angkola yang bertujuan untuk mengembalikan Tondi (semangat) ke dalam diri

dengan tujuan untuk menguatkan, meneguhkan dan memberi semangat kepada anak

atau Boru yang akan menikah. Mangupa dimaknai sebagai ritual yang dilaksanakan

oleh orang yang mempunyai hajat dengan mendoakan orang yang di upa-upa agar

memperoleh kebaikan. Maka sebagian orang berpendapat bahwa Mangupa ibarat

sebagai syukuran atas pernikahan.9

Dalam pelaksanaan Mangupa, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan seperti

pakaian adat, Ulos, Burangir, Bulu, Anduri, Payung Rarangon Tombak Padang, dan

Sira. Waktu dan tempat pelaksanaan Mangupa Haroroan Boru dilaksanakan sebelum

tengah hari di rumah atau tempat pelaksanaan acara pernikahan. Upacara Haroroan

Boru dipimpin oleh Raja Panusunan Bulung yang bertindak sebagai pemimpin yang

merangkum semua hata pangupa dan membacakan surat Tembaga Holing yaitu ayat-

ayat atau kalimat-kalimat yang berisi tentang kebenaran, kebaikan, dan estetika.10

Upacara Mangupa menyajikan perangkat makanan yang diletakkan di atas

tampi dan dialasi oleh bagian ujung daun pisang sebanyak tiga helai yang mana jenis

8
Diana Riski Sapitri Siregar. Upacara Margondang dan Tortor Batak Angkola Ditinjau Dari
Perspektif Pendidikan Islam, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021, h, 3.
9
Ibid.
10
Musa Arifin. Mangupa Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islam, Jurnal Wl-Qanuny, Vol. 4
Nomor 1, 2018, h, 52.
5

makanan yang digunakan di dalam Mangupa menentukan besar kecilnya pesta

pernikahan. Makanan yang diolah dari hewan yang disajikan dalam perangkat tersebut

menandakan tingkatan besar kecilnya mangupa yang sedang dilaksanakan, makanan

yang disajikan misalnya kambing, kerbau ataupun telur ayam. 11

Ada yang beranggapan bahwa upacara Mangupa ini merupakan perbuatan

jahiliyah sehingga sering sekali disebut sebagai Bid‟ah (sesuatu yang mengada-ada)

bahkan sebagian orang menegaskan bahwa tradisi ini berasal dari agama hindu, karena

orang-orang penganut agama hindulah yang pertama sekali melaksanakan tradisi ini.12

Atas dasar itulah, peneliti bermaksud untuk mengkaji tradisi Mangupa ini lebih

dalam lagi dari perspektif hukum Islam, dengan demikian peneliti mengangkat judul

penelitian ini sesuai dengan masalahnya yaitu “Tradisi Mangupa Haroroan Boru

dalam Pernikahan Masyarakat Batak Angkola Ditinjau dari Hukum Islam”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana prosesi penyajian Mangupa Haroroan Boru pada pernikahan

masyarakat Batak Angkola?

2. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap Mangupa Haroroan Boru pada

pernikahan masyarakat Batak Angkola?

11
Ibid.
12
Wawancara dengan Bapak Sultan Kasahatan, selaku tokoh adat Tapanuli Selatan. 12
November 2021.
6

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menjelaskan prosesi penyajian Mangupa Haroroan Boru pada

pernikahan masyarakat Batak Angkola.

2. Untuk menjelaskan pandangan hukum Islam terhadap Mangupa Haroroan

Boru pada pernikahan masyarakat Batak Angkola.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Secara teoritis, penelitian ini ditujukan untuk memperkaya hazanah keilmuan

peneliti dan pembaca dalam rangka pengembangan ilmu hukum Islam

mengenai pandangan hukum Islam terhadap Mangupa Haroroan Boru pada

pernikahan masyarakat Batak Angkola.

2. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan masukan dan sumbangan

pemikiran bagi pihak-pihak yang memerlukan informasi terkait dengan

pandangan hukum Islam terhadap Mangupa Haroroan Boru pada pernikahan

masyarakat Batak Angkola. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi

referensi bagi peneliti selanjutnya untuk mengembangkan penelitian dalam

bidang yang sama.

3. Secara akademisi, penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam

memperkaya referensi bahan penelitian serta menjadi bahan bacaan yang

berguna di lingkungan Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi,

khususnya Prodi Hukum Keluarga Islam.


7

E. Kerangka Teori

Secara bahasa Al-„adah berarti perbuatan atau ucapan serta lainnya yang

berulang-ulang sehingga mudah untuk dilakukan karena sudah menjadi kebiasaan.

Secara istilah, „Adah adalah sebuah kecenderungan pada suatu obyek tertentu,

sekaligus pengulangan akumulatif pada obyek pekerjaan dimaksud, baik dilakukan

oleh pribadi atau kelompok.13

Sedangkan Muhakkamat secara bahasa adalah Isim Maf‟ul dari „Takhkiimun‟

yang berarti menghukumi dan memutuskan perkara manusia. Dapat disimpulkan

bahwa Al-„Adah Muhakkamah adalah suatu ketentuan hukum ketika terjadi

permasalahan yang tidak ditemukan ketentuannya secara jelas dan tidak ada

pertentangan dengan suatu aturan hukum yang bersifat khusus atau meskipun terdapat

pertentangan dengan suatu aturan hukum yang bersifat umum. 14 Kata „Adah memiliki

persamaan dengan „Urf. „Urf adalah sesuatu yang telah dikenal oleh masyarakat dan

merupakan kebiasaan di kalangan masyarakat baik berupa perkataan maupun

perbuatan.15

Maqasid Syari‟ah pada dasarnya adalah untuk mewujudkan kemaslahatan dan

menghindari dari segala macam kerusakan, baik di dunia maupun di akhirat. Semua

kasus hukum yang disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur‟an dan Sunnah maupun

13
Susi Susanti, Implementasi Kaidah Al‟Adatu Muhakkamah Pada Tradisi Marosok Dalam
Akad Jual Beli Di Pasar Ternaj Nagari Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung Provinsi
Sumatera Barat, Skripsi UIN Suska Riau, 2020, h, 36.
14
Ibid.
15
Ibid, h, 39.
8

hukum Islam yang dihasilkan melalui proses ijtihad harus berdasarkan pada tujuan

perwujudan Maslahah tersebut. Penggalian maslahah oleh para mujtahid, dapat

dilakukan melalui berbagai macam metode ijtihad dan menjadikannya sebagai alat

untuk menetapkan hukum yang kasusnya tidak dilakukan secara eksplisit dalam Al-

Qur‟an dan Sunnah16.

Seperti pengambilan hukum pada tradisi Mangupa Harororan Boru, dimana

sebagian masyarakat batak angkola beranggapan bahwa upacara Mangupa Harororan

Boru merupakan suatu perbuatan yang tidak diajarkan agama Islam, karena tidak ada

pada zaman Rasul, sementara itu Mangupa pada hakikatnya adalah bentuk syukuran

yang diadakan oleh pihak keluarga mempelai pengantin atas pernikahan anaknya.

Mangupa adalah rangkaian upacara adat pernikahan masyarakat Batak Angkola yang

bertujuan mengembalikan Tondi (semangat ke badan), tujuan dari Mangupa adalah

untuk menguatkan, meneguhkan, dan memberi semangat dan ucapan syukur atas

pernikahan.

F. Tinjauan Pustaka

Untuk tercapainya tujuan penelitian, perlu adanya tinjauan pustaka sebagai

landasan berfikir untuk mendapat konsep yang tepat dan benar dalam menyusun

skripsi.

16
Ali Mutakin. Teori Maqashid Al Syariah dan HUbungannya dengan Metode Istinbath
Hukum. Kanun Jurnal Hukum. Vol. 19. No. 3. Agustus 2017, h. 555.
9

Skripsi yang berjudul upacara Margondang dan Tortor Batak Angkola ditinjau

dari perspektif pendidikan Islam yang ditulis oleh Diana Riski Sapitri Siregar. Skripsi

ini membahas tentang proses upacara Margondang, Manortor, Mangupa dan

pandangan pendidikan Islam terhadap upacara ini.17

Dalam jurnal yang berjudul Mangupa ditinjau dari perspektif hukum Islam

yang ditulis oleh Musa Arifin, jurnal ini membahas tentang pelaksanaan Mangupa

secara umum serta pandangan Islam terhadap Mangupa.18

Dalam jurnal yang berjudul hukum Islam, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia

yang ditulis oleh Eva Iryani, membahas tentang pengertian hukum Islam, tujuan hukum

Islam serta tujuan system hukum Islam.19

Perbedaan-perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan

dilaksanakan oleh peneliti adalah:

1. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti lebih dalam membahas tentang Mangupa

Haroroan Boru, sedangkan penelitian terdahulu lebih fokus membahas tentang

mangupa dan Manortor secara umum.

17
Diana Riski Sapitri Siregar. Upacara Margondang dan Tortor Batak Angkola Ditinjau
Dari Perspektif Pendidikan Islam, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021.
18
Musa Arifin. Mangupa Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islam, Jurnal Wl-Qanuny, Vol. 4
Nomor 1, 2018.
19
Eva Iryani, Hukum Islam, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, Jurnal Ilmiah Universitas
Batanghari Jambi, Vol.17 No.2 Tahun 2017.
10

2. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti membahas pandangan hukum Islam tentang

Mangupa, sedangkan penelitian terdahulu membahas pandangan pendidikan

tentang Margondang, Mangupa, dan Manortor.

Berdasarkan hasil tinjauan pustaka yang peneliti lakukan, peneliti tertarik dan

mencoba untuk membuat penelitian yang berjudul “Tradisi Mangupa Haroroan

Boru Masyarakat Batak Angkola Ditinjau dari Hukum Islam”


BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi

Sumatera Utara dengan suku masyarakat di lokasi ini adalah suku Batak Angkola.

Waktu penelitian dilaksanakan selama 6 bulan mulai dari bulan Mei sampai

bulan September 2021 diperkirakan pelaksanaan penelitian dilakukan.

B. Jenis Penelitian

Penelitian adalah proses kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui sesuatu

secara teliti, krisis, dan mencari fakta-fakta dengan menggunakan langkah-langkah

tertentu, keinginan untuk mencari sesuatu tersebut secara teliti, muncul karena adanya

suatu masalah yang membutuhkan jawaban yang benar.1

Research berasal dari kata Perancis reserchier atau recheche yang merupakan

penggabungan dari “re” dan “cerchier” atau “searcher” yang berarti mencari atau

menemukan atau to travel through or survey. Term ini mulai digunakan sejak 1577,

lambat laun istilah research/penelitian mengalami penyempurnaan. Karinger

mengatakan bahwa penelitian yang bersifat ilmiah merupakan suatu kegiatan

penyelidikan yang sistematis, terkendali/terkontrol dan bersifat empiris dan kritis

1
Diana Riski Sapitri Siregar. Upacara Margondang dan Tortor Batak Angkola Ditinjau Dari
Perspektif Pendidikan Islam, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021, h, 35.

11
12

mengenai sifat atau proposisi tentang hubungan yang di duga terdapat di antara

fenomena yang diselidiki.2

Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan penelitian

adalah kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis, objektif, dan logis, dengan

mengendalikan atau tanpa mengendalikan berbagai aspek yang terdapat dalam

fenomena, kejadian, maupun fakta yang diteliti untuk dapat menjawab pertanyaan atau

masalah yang diselidiki.3

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan antropologi.

Penelitian kualitatif mencari makna, pemahaman, pengertian, tentang suatu fenomena,

kejadian maupun peristiwa dalam kehidupan manusia dengan terlibat langsung atau

tidak langsung dalam setting yang diteliti, kontekstual, dan menyeluruh. Peneliti bukan

mengumpulkan data sekali jadi atau sekaligus dan kemudian mengolahnya, melainkan

tahap demi tahap dan makna disimpulkan selama proses berlangsung dari awal sampai

akhir kegiatan bersifat naratif dan holistik.4

Antropologi berusaha mengkaji hubungan agama dengan pranata sosial yang

terjadi dalam masyarakat, mengkaji hubungan agama dengan kondisi ekonomi dan

politik. Dengan menggunakan pendekatan antropologi dapat diketahui bahwa doktrin-

doktrin dan fenomenaa-fenomena keagamaan ternyata tidak berdiri sendiri dan tidak

pernah terlepas dari jaringan institusi atau kelembagaan sosial kemasyarakatan yang

2
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian, (Jakarta: Kencana), 2019, h, 26.
3
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian, (Jakarta: Kencana), 2019, h, 26.
4
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian, (Jakarta: Kencana), 2019, h, 328.
13

mendukung keberadaannya. Inilah makna pendekatan antropologi dalam memahami

fenomenaa-fenomenaa keagamaan.5

Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam pendekatan

antropologi bermula dan diawali dari kerja lapangan (field work), berhubungan dengan

orang, masyarakat, kelompok setempat yang diamati dan diobservasi dalam jangka

waktu yang lama dan mendalam. Inilah yang biasa disebut dengan thick description

(pengamatan dan observasi di lapangan yang dilakukan secara serius, terstuktur,

mendalam dan berkesinambungan). Thick description dilakukan dengan cara antara

lain Living in, yaitu hidup bersama masyarakat yang diteliti, mengikuti ritme dan pola

hidup sehari-hari mereka dalam waktu yang cukup lama. Selain corak deskriptif,

terdapat cara disiplin ilmu antropologi dalam mengkaji suatu masalah yang kedua

yakni praktik konkrit dan nyata di lapangan.6

Praktik hidup yang dilakukan sehari-hari, agenda mingguan, bulanan dan

tahunan, terlebih pada saat aktifitas sehari-hari. Tidak hanya sampai disitu, corak

deskriptif juga mengkaji amalan-amalan yang dilakukan untuk dalam peristiwa penting

suatu masyarakat seperti kelahiran, perkawinan, kematian, penguburan.

Pendekatan antropologi merupakan suatu jenis pendekatan keilmuan yang

berusaha mengkaji hubungan agama dengan pranata sosial yang terjadi dalam

masyarakat, dalam arti lain pendekatan antropologi berfokus dalam mengkaji

5
Yodi Fitradi Potabuga. PENDEKATAN ANTROPOLOGI DALAM STUDI ISLAM. JURNAL
TRANSFORMATIF. Vol. 4, No. 1 April 2020
6
Yodi Fitradi Potabuga, Ibid.
14

hubungan agama dengan kondisi ekonomi dan politik. Corak ataupun cara pendekatan

antropologi dalam mengkaji suatu masalah disiplin agama adalah, pertama

menggunakan corak deksriptif dimulai dengan melakukan kerja lapangan atau

observasi dengan menggunakan jangka waktu yang lebih lama. Kedua, praktik konkrit

dan nyata di lapangan, secara lebih spesifik cara ini dibutuhkan keterlibatkan secara

langsung peneliti. Ketiga, komparatif yang artinya studi dan pendekatan antropologi

memerlukan perbandingan dari berbagai tradisi, sosial, budaya dan agama-agama.

Sehingga melalui beberapa cara diatas pendekatan antropologi dapat diketahui bahwa

terdapat aspek berupa doktrin-doktrin dan fenomenaa-fenomena keagamaan yang

tidakterlepas dari jaringan institusi atau kelembagaan sosial kemasyarakatan yang

mendukung keberadaan sebuah praktik kebudayaan maupun budaya keagamaan.7

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi adalah salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengetahui

atau menyelidiki tingkah laku nonverbal. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

kegiatan participant observer yaitu suatu bentuk observasi dimana pengamat secara

teratur berpartisipasi dan terlibat dalam kegiatan yang diamati. 8 Kegiatan observasi

yang peneliti lakukan adalah mengamati langsung ke lapangan dan mengumpulkan

7
Yodi Fitradi Potabuga, Ibid.
8
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian, (Jakarta: Kencana), 2019, h, 328.
15

data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Peneliti juga akan mengamati langsung

proses mangupa haroroan boru melalui video dari youtube atau media sosial lainnya.

2. Dokumentasi

Dokumentasi adalah fakta yang bersumber dari catatan peristiwa atau karya-

karya yang sudah berlalu. Dokumentasi pada penelitian ini adalah buku, jurnak, skripsi,

tesisi, artikel, ensiklopedia, hasil seminar tentang Mangupa Haroroan Boru dan

tentang hukum Islam.

3. Wawancara

Wawancara adalah salah satu teknik yang dapat digunakan untuk

mengumpulkan data penelitian. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa wawancara

adalah suatu kejadian atau suatu proses interaksi antara pewawancara dengan sumber

informasi atau orang yang diwawancarai melalui komunikasi langsung. 9

Dalam penelitian ini, peneliti mengadakan wawancara dengan tatap muka

langsung dengan narasumber.

Tabel 2. 1

Informan dan Indikator

No. Informan Indikator


1. Tokoh adat Proses penyajian mangupa haroroan boru
masyarakat batak angkola
2. Alim Ulama a. Proses penyajian mangupa haroroan boru
masyarakat batak angkola
b. Pandangan hukum Islam tentang mangupa
haroroan boru masyarakat batak angkola

9
. Muri Yusuf, Ibid, h, 372.
16

3. Masyarakat yang pernah Proses penyajian mangupa haroroan boru


melaksanakan mangupa masyarakat batak angkola
haroroan boru
Dalam penelitian ini, wawancara adalah data primer, dokumentasi data

sekunder, dan observasi adalah data tambahan dan pelengkap. Data primer adalah data

pokok yang diperlukan dalam penelitian, yang diperoleh secara langsung dari

sumbernya ataupun dari lokasi objek penelitian, atau keseluruhan data hasil penelitian

yang diperoleh di lapangan. Adapun data sekunder adalah data atau sejumlah

keterangan yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui sumber perantara.10

D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian ini adalah teknik triangulasi, yaitu

memanfaatkan sesuatu diluar data untuk kepentingan pemeriksaan atau pembanding

data tersebut. Teknik analisis data ini berdasarkan teori Miles dan Huberman yang lebih

dikenal dengan model alir yang terdiri dari tiga langkah yaitu reduksi data, penyajian

data, dan penarikan kesimpulan.11

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah menganalisis semua data yang diperoleh dari berbagai

sumber, setelah data tersebut dipahami, dipelajari dan diamati maka yang harus

dilakukan adalah melakukan reduksi data yaitu memfokuskan, menyeleksi data mentah

yang dihasilkan dari hasil penelitian.12

10
Sayuti Una. Pedoman Penulisan Skripsi. (Jambi: Syariah Press dan Fakultas Syariah IAIN
STS Jambi, 2012) h, 36
11
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta, (Jakarta: 2019), h, 53.
12

Ibid.
17

2. Penyajian Data

Data yang telah direduksi maka disusun menjadi sekumpulan informasi

berbentuk naratif dilengkapi dengan gambar, bagan atau tabel.

3. Penarikan Kesimpulan

Data yang diperoleh dari berbagai sumber baik itu pengamatan, wawancara dan

dokumentasi dan telah direduksi, telah difokuskan maka langkah selanjutnya adalah

informasi tersebut ditarik kesimpulannya, disajikan secara sistematik untuk menjawab

pertanyaan penelitian terkait dengan tradisi mangupa haroroan boru masyarakat batak

angkola ditinjau dari hukum Islam.13

Dalam penelitian ini, analisis data berlangsung dengan tahapan sebagai berikut:

1. Mencari bahan terkait topik penelitian dengan dokumentasi yaitu buku, jurnal,

artikel dan lainnya yang relevan dengan topik peneliti.

2. Melakukan observasi untuk memperoleh data.

3. Melakukan wawancara mendalam dengan informan yang sesuai dengan kriteria

pada subjek penelitian.

4. Memilih data yang akan dianalisis.

5. Hasil analisis tersebut dibahas dan disimpulkan sehingga menjadi sebuah informasi

yang dapat dipertanggung jawabkan oleh peneliti.

E. Sistematika Penulisan

13

Ibid.
18

Penyusunan skripsi ini terbagi kepada lima bab yang mana setiap bab terdiri

dari sub-sub bab. Masing-masing membahas permasalahan tertentu tetapi terikat antara

sub dengan sub bab lainnya.

BAB I : Pendahuluan

Membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian, kerangka teori dan tinjauan pustaka.

BAB II : Metodologi Penelitian

Membahas tentang metodologi penelitian terdiri dari tempat dan waktu

penelitian, jenis penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis

data dan sistematika penulisan.

BAB III : Landasan Teori

Membahas tentang gambaran umum penelitian terdiri dari wilayah

batak angkola, pengertian tradisi, pengertian Mangupa Haroroan

Boru, proses mangupa, dan hukum Islam

BAB IV : Hasil dan Pembahasan

Membahas tentang hasil penelitian tentang tradisi mangupa haroroan

boru pernikahan masyrakat batak angkola ditinjau dari hukum Islam,

berkenaan dengan menjawab rumusan masalah yaitu proses penyajian

Mangupa Haroroan Boru pernikahan masyrakat Batak Angkola, dan

pandangan hukum Islam terhadap Mangupa Haroroan Boru

pernikahan masyrakat Batak Angkola.

BAB V : Penutupan
19

Penutup dari keseluruhan pembahasan yang terdiri dari kesimpulan

dan saran-saran.
BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Wilayah Batak Angkola

Salah satu suku yang ada di Indonesia adalah suku batak yang bermukim dan

berasal dari Sumatera Utara. Macam-macam etnis dalam suku batak adalah Batak

Angkola, Batak Toba, Batak Karo, Batak Mandailing, Batak Pakpak, dan Batak

Simalungun.1 Kabupaten Tapanuli Selatan beribukota di Sipirok, wilayah Tapanuli

Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Tapanuli Utara

di sebelah utara, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas Utara dan

Kabupaten Padang Lawas, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Madina,

sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Madina dan Samudera Indonesia.

Kabupaten Tapanuli Selatan terdiri dari 14 kecamatan, 38 kelurahan, dan 212 desa.2

Tabel 3. 1
Jumlah Penduduk dan Mata Pencarian

Jumlah Penduduk 950.245 jiwa

Mata Pencarian Petani, Pegawai, Pedagang, Wiraswasta,

dan Nelayan.

1
Maria Serlitaria Nainggolan, Makna Tari Tortor Sebagai Identitas Orang Batak di Kota Balik
Papan, Jurnal Ilmu Komunikasi Volume 5, Nomor 1, 2017, h, 157.
2
Ida Marohan Nasution, Tortor Manilpokkon Hasaya Dalam Upacara Adat Horja Godang di
Kabupaten Tapanuli Selatan Terhadap Bentuk Penyajian, Jurnal Pendidikan Seni Tari, 2015, h, 4.

20
21

Gambar 2. 1 Peta Tapanuli Selatan

Batak Angkola terbagi lagi menjadi beberapa wilayah yang lebih kecil yaitu:

a. Angkola Induk mencakup wilayah Kota Padangsidimpuan dan Pargarutan

(sekarang menjadi Kecamatan Angkola Timur)

b. Angkola Jae mencakup wilayah Kecamatan Batang Angkola, kecamatan Angkola

Muaratais, dan Kecamatan Sayur Matinggi.

c. Angkola Julu mencakup wilayah Kecamatan Angkola Barat, Kecamatan Batang

Toru, Kecamatan Marancar, dan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah

(Sibolga).

d. Sipirok mencakup beberapa wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Sipirok,

Kecamatan Saipar Dolok Hole, Kecamatan Arse dan Kecamatan Aek Billah.3

Padang Lawas Utara mencakup wilayah Barumun Tengah dan seluruh

Kabupaten Padang Lawas Utara yaitu Kecamatan Padang Bolak, Kecamatan Padang

3
Ida Marohan Nasution, Tortor Manilpokkon Hasaya Dalam Upacara Adat Horja Godang di
Kabupaten Tapanuli Selatan Terhadap Bentuk Penyajian, Jurnal Pendidikan Seni Tari, 2015, h, 4.
22

Bolak Julu, Kecamatan Portibi, Kecamatan Sosopan, Kecamatan Batang Onang,

Kecamatan Halongonan, Kecamatan Dolok dan Kecamatan Sigoppulon. 4

Masyarakat Batak Angkola berada di Kabupaten terbesar di Provinsi Sumatera

Utara memiliki adat budaya yang telah dikembangkan sejak dahulu sampai sekarang,

dan adat budaya ini turun temurun. Banyak sekali sistem sosial yang mengatur

kehidupan masyarakat Batak Angkola, baik mengatur perilaku terhadap saudara

semarga, kerabat dekat, dan lainnya, salah satu sistem sosial itu disebut Dalihan Na

Tolu. Selain sistem sosial, bahasa serta pakaian adat sub suku Batak Angkola berbeda

juga dengan sub suku Batak lainnya yang terdapat di Sumatera Utara. 5

Setiap masyarakat dari berbagai daerah pada sub suku batak secara khususnya

memiliki pola kehidupan yang berbeda-beda dan tempat tinggal yang berada di

berbagai daerah serta memiliki struktur geografis yang berbeda-beda juga dengan sub

suku lainnya. Sehingga terciptalah disetiap masyarakatnya aturan dan pola hidup yang

berbeda dengan kelompok sub suku lainnya. Akan tetapi dibalik perbedaan itu ada juga

beberapa kesamaan, hal inilah yang menjadi sebuah kekayaan di dalam suku batak

tersebut serta perbedaan itu jugalah yang menjadi pembanding setiap sub suku

tersebut.6

4
Ida Marohan Nasution, Tortor Manilpokkon Hasaya Dalam Upacara Adat Horja Godang di
Kabupaten Tapanuli Selatan Terhadap Bentuk Penyajian, Jurnal Pendidikan Seni Tari, 2015, h, 4.
5
Ida Marohan Nasution, Tortor Manilpokkon Hasaya Dalam Upacara Adat Horja Godang di
Kabupaten Tapanuli Selatan Terhadap Bentuk Penyajian, Jurnal Pendidikan Seni Tari, 2015, h, 4.
6
Mailin, dkk, Makna Simbolik Mangupa Dalam Upacara Adat Pernikahan Suku Batak
Angkola Di Kabupaten Padang Lawas, Jurnal At-Balagh, Volume. 2, Nomor 1 Januari 2018, h, 86.
23

Bagi kehidupan etnis Batak Angkola secara fungsional ditata dengan sistem

kekerabatan Dalihan Na Tolu. Dalihan Na Tolu adalah filosofis atau wawasan sosio

kultural yang menyangkut masyarakat dan budaya batak. Orang batak menganut sistem

kekerabatan patrilineal, yaitu posisi laki-laki lebih diutamakan dari pada perempuan

dalam tatanan sosialnya. Sehingga kekerabatan yang ada dalam Dalihan Na Tolu

ditelusuri dari pihak keluarga bapak/suami. Dalihan Na Tolu dikategorikan sebagai

modal sosial yang menyemangati etnis Batak Angkola untuk berinteraksi dalam

pelaksanaan adat. Dalihan Na Tolu erat kaitannya dengan system kekerabatan, nilai

sosial dan nilai agama. Agama yang dianut oleh etnis Batak Angkola adalah mayoritas

menganut agama Islam.7

Dari sisi adat, kehidupan masyarakat Batak Angkola ditata oleh sistem Dalihan

Na Tolu yaitu pertautan tiga unsur kekerabatan: Kahanggi (teman semarga), Anak Boru

(kelompok pengambil istri), dan Mora (pihak pemberi istri). Dalihan Na Tolu

dianalogikan dengan tiga tungku, yang biasanya batu dipakai untuk menyangga periuk

atau kuali ketika memasak, dan jarak antara ketiga batu tersebut sama, sehingga

ketiganya dapat menyangga secara kokos alat memasak diatasnya. Karena itu Dalihan

Na Tolu disimbolkan dengan tiga tungku, bertujuan untuk menunjukkan kesamaan

peran, kewajiban dan hak dari ketiga unsur tersebut disetiap aktivitas.8

7
Desniati Harahap, Implikasi Sistem Kekerabatan Dalihan Na Tolu, Riset, Vol. XII, No. 1,
Januari 2016, h, 122.
8
Desniati Harahap, Implikasi Sistem Kekerabatan Dalihan Na Tolu, Riset, Vol. XII, No. 1,
Januari 2016, h, 123.
24

Ada dua nilai yang dijunjung tinggi oleh orang Batak Angkola, satu sisi ia tetap

memegang adat istiadat, namun di sisi lain mematuhi ajaran-ajaran syariat Islam.

Kehidupan sosial masyarakat Batak Angkola di Tapanuli Selatan sudah ditata dengan

struktur system kekerabatan Dalihan Na Tolu dan ajaran agama Islam. Setiap kegiatan

acara adat yang paling banyak dipengaruhi adat adalah acara-acara yang berhubungan

dengan pernikahan. Sementara pada upacara kelahiran, kematian, dan musibah warna

Islam lebih dominan karena intensitas nilai-nilai adat dan Islam yang diperlakukan

berbeda.9

B. Tradisi Mangupa Haroroan Boru Pernikahan Masyarakat Batak Angkola

1. Pengertian Tradisi

Secara epistemologi, tradisi berasal dari bahasa latin (tradition) yang artinya

kebiasaan serupa dengan itu budaya (culture) atau adat istiadat. Menurut Van Reusen

tradisi adalah sebuah peninggalan ataupun warisan ataupun aturan-aturan ataupun

harta, kaidah-kaidah, dan juga norma. Akan tetapi tradisi ini bukanlah sesuatu yang

tidak dapat berubah, tradisi tersebut malahan dipandang sebagai keterpaduan dari hasil

tingkah laku manusia dan juga pola kehidupan manusia dalam keseluruhannya.10

Tradisi yang dilahirkan oleh manusia merupakan adat isitiadat, yakni kebiasaan

namun lebih ditekankan kepada kebiasaan yang bersifat supranatural yang meliputi

dengan nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum dan aturan yang berkaitan. Tradisi

9
Ibid, h, 126.
10
Ainur Rofiq, Tradisi Slametan Jawa dalam Perspektif Pendidikan Islam, Jurnal Pendidikan
Islam, Volume 15 Nomor 2 September 2019, h, 96.
25

yang ada dalam suatu komunitas merupakan hasil turun temurun atau dari nenek

moyang. Manusia dan budaya memang saling mempengaruhi, baik secara kangsung

maupun tidak langsung. Pengaruh tersebut dimungkinkan karena kebudayaan

merupakan produk dari manusia.11

Namun, disisi lain keanekaragaman budaya merupakan ancaman yang besar

dan menakutkan bagi pelakunya juga lingkungannya. Untuk itu peran penting dari

individu, komunitas juga semua lapisan masyarakat perlu untuk melestarikan budaya.

Dalam budaya itu sendiri mengandung nilai moral kepercayaan sebagai penghormatan

kepada yang menciptkan suatu budaya tersebut dan diaplikasan dalam suatu komunitas

masyarakat melalui tradisi.12

Keberagaman pada masyarakat merupakan sunnatullah dan juga sebagai

pertanda kebesaran Allah Swt, hal ini sesuai dengan yang ada dalam Al-Qur‟an yaitu:

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki


dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.13

11
Robi Darwis, Tradisi Ngaruwat Bumi dalam Kehidupan Masyarakat, Jurnal Studi Agama-
agama dan Lintas Budaya 2, 1 September 2017, h, 75.
12
Robi Darwis, Ibid.
13
QS. Al-Hujurat (49): 13.
26

Pada ayat tersebut jelas sekali bahwasanya perbedaa suku bangsa, ras,

golongan, tradisi atau adat istiadat dan juga budaya merupakan suatu kekayaan bangsa

yang tak ternilai harganya, harus dilestarikan dan juga dijaga dengan baik agar tidak

terkikis oleh kemajuan jaman dan juga teknologi.

2. Pengertian Mangupa Haroroan Boru

Tradisi mangupa ini berasal dari kata upa-upa dan akhirnya dikatakan dengan

Mangupa karena arti dari Upa-Upa adalah hidangan. Awal mula tradisi mangupa dan

orang yang pertama kali menggunakan tradisi Mangupa tidak diketahui oleh

masyarakat setempat, akan tetapi tradisi ini telah dilakukan oleh masyarakat pada masa

zaman batu (purba) yang awalnya mereka melakukan Mangupa dengan memakan

daging manusia yang tekah mati, setelah itu masyarakat berfikir rasional untuk tidak

memakan daging manusia yang telah mati, akhirnya mencari makanan yang lebih layak

untuk dimakan dengan itu masyarakat memakan daging gajah.14

Setelah masuknya Hindu dan Budha ke Indonesia masyarakat batak telah

mengetahui bahwa daging sapi bisa dimakan, akan tetapi menurut kepercayaan agama

Hindu daging sapi ini tidak boleh dimakan, jadi akhirnya masyarakat menggunakan

daging kerbau sebagai bahan Pangupa.15

Berikut ini pengertian tradisi Mangupa menurut beberapa ahli:

14
Siti Maryam Pane, Tradisi Mangupa dalam Pesta Margondang Pada Suku Batak Angkola
Jae, Jurnal Paidagogeo, Volume 2, Nomor 1 Maret, 2017, h, 49.
15
Siti Maryam Pane, Tradisi Mangupa dalam Pesta Margondang Pada Suku Batak Angkola
Jae, Jurnal Paidagogeo, Volume 2, Nomor 1 Maret, 2017, h, 49.
27

a. Sahala Siregar, Mangupa adalah menyatakan tanda kebesaran hati orang tua kepada

anaknya yang telah menempuh hidup baru.

b. H. Doar, Mangupa adalah jamuan yang diberikan orang tua kepada anaknya

sebagai tanda kesyukuran.

c. Hormatua Harahap, Mangupa adalah ungkapan rasa syukur dari orang tua terhadap

keselamatan anaknya selama ini.16

Upacara Mangupa adalah salah satu rangkaian upacara adat di masyarakat

Batak Angkola yang bertujuan untuk mengembalikan Tondi (semangat) ke badan,

upacara adat ini berasal dari Tapanuli Selatan, Sumatera Utara yang memiliki tata

laksana spesifik dan fungsi nasehat, termasuk Mangupa Tondi kepada anak laki-laki

dan perempuan untuk pasangan pernikahan yang akan mengarungi bahtera kehidupan.

Menurut pakar adat tujuan dari Mangupa adalah untuk menguatkan, meneguhkan dan

memberi semangat kepada anak atau Boru yang sakit, terkejut atau baru lepas dari

bahaya.17

Dalam tradisi dan adat istiadat Tapanuli Selatan, ada tiga kondisi di mana

upacara mangupa dapat dilaksanakan, yaitu Hasosorangan Ni Daganak (kelahiran

anak), Haroroan Boru (pernikahan) dan Marmasuk Naimbaru (memasuki rumah baru).

Belakangan ini mangupa dimaknai sebagai pemberian, dan suatu ritual yang dilakukan

oleh orang yang berhajat dengan mendoakan orang yang diupa-upa agar memperoleh

16
Siti Maryam Pane, Tradisi Mangupa dalam Pesta Margondang Pada Suku Batak Angkola
Jae, Jurnal Paidagogeo, Volume 2, Nomor 1 Maret, 2017, h, 49.
17
Musa Arifin. Mangupa Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islam, Jurnal Wl-Qanuny, Vol. 4
Nomor 1, 2018, h, 48.
28

kebaikan, maka oleh sebagian orang menganggap bahwa Mangupa semacam tradisi

mendoakan untuk hal-hal yang baik, bahkan dikalangan masyarakat batak angkola

yang merupakan wilayah muslim sudah memasukkan nilai-nilai keislaman kedalam

budaya mangupa, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi tradisi budaya

mangupa ini.18

Upacara Mangupa bertujuan untuk mengembalikan semangat (spirit) ke dalam

tubuh atau yang lebih dikenal dengan istilah paulak tondi tu badan. Tradisi Mangupa

bermaksud memohon berkah dari Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa agar selalu

selamat, sehat dan murah rezeki dalam kehidupan. Disamping itu tradisi lisan,

mangupa dipercaya masyarakat angkola agar terhindar dari marabahaya, karena

tercapainya suatu maksud (karena tercapainya cita-cita, keberhasilan pendidikan,

menduduki jabatan, keluar sebagai juara, naik haji dan selamat sampai tujuan).19

Upacara Mangupa dilaksanakan supaya Horas Tondi Madingin, Pir Tondi

Matogu yang bermakna selamatlah Tondi dalam keadaan dingin/sejuk/nyaman,

keraslah Tondi semakin teguh bersatu dengan badan sehingga mampu menghadapi

berbagai tantangan kehidupan yang dijalani. Tradisi Mangupa Haroroan Boru

berfungsi sebagai sarana memberikan kata-kata nasihat, tuntunan hidup bermasyarakat

dan hidup berumah tangga.20

18
Musa Arifin. Mangupa Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islam, Jurnal Wl-Qanuny, Vol. 4
Nomor 1, 2018, h, 48.
19
Mailin, dkk, Makna Simbolik Mangupa Dalam Upacara Adat Pernikahan Suku Batak
Angkola Di Kabupaten Padang Lawas, Jurnal At-Balagh, Volume. 2, Nomor 1 Januari 2018, h, 92.
20
Mailin, dkk, Makna Simbolik Mangupa Dalam Upacara Adat Pernikahan Suku Batak
Angkola Di Kabupaten Padang Lawas, Jurnal At-Balagh, Volume. 2, Nomor 1 Januari 2018, h, 92.
29

3. Prosesi Mangupa Haroroan Boru Pernikahan Masyarakat Batak Angkola

Alur proses Mangupa dalam acara adat pernikahan suku Batak Angkola

dimulai dengan Mandok Hata dari: (a) orang kaya (MC, Pembukaan), (b) Ibu

mempelai laki-laki dan Suhut Sihabolonan, (c) ayah mempelai laki-laki dan Kahanggi,

(d) Mora Dongan, Pisang Raut, Hatobangon, alim ulama, dan usnsur pemerintahan,

(e) Harajaon. Kemudian dibalas oleh kedua pengantin yang berfungsi untuk memberi

jawaban atas kata-kata nasihat yang telah disampaikan oleh kedua orang tua dan tokoh-

tokoh adat.21

Acara Mangupa ini ibarat orang tua memberi makan anaknya yang merupakan

tanda syukur kepada Allah Swt atas segala nikmat yang mereka terima. Hidangan yang

terdiri dari makanan yang akan digunakan untuk acara mangupa adalah kerbau yang

diberikan orang tua kepada anaknya yaitu: 1) Mata, hidung, telinga, lidah, hati, kaki

dan sedikit kulit kerbau ini akan digulai, 2) Tiga butir telur ayam yang direbus, 3)

Segenggam garam yang bermakna keberuntungan, 4) Udang dan sayur yang digulai.22

“Tahapan kedua adalah tata cara letak bahan upa-upa yaitu: 1) Wadah yang

digunakan seperti Anduri dilapisi dengan tiga lembar ujung daun pisang, 2) Di atas

daun pisang ini dilettakkan nasi, 3) Tiga telur ayam yang sudah direbus dan sudah

dikupas ditegakkan di atas nasi yang bentuk letakannya menyerupai tungku yang

bermakna Dalihan Na Tolu, 4) Segenggam garam diletakkan di sebuah wadah kecil

21
Mailin, dkk, Makna Simbolik Mangupa Dalam Upacara Adat Pernikahan Suku Batak
Angkola Di Kabupaten Padang Lawas, Jurnal At-Balagh, Volume. 2, Nomor 1 Januari 2018, h, 92.
22
Diana Riski Sapitri Siregar. Upacara Margondang dan Tortor Batak Angkola Ditinjau
PerspektifDari
Pendidikan Islam, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021, h, 57.
30

yang juga dibungkus dengan daun pisang, 5) Pada bagian depan hidangan diletakkan

mata kerbau dan di antara kedua mata diletakkan hidung kerbau. Di antara mata kanan

dan mata kiri kerbau diletakkan telingan dan di belakang dari bagian hidung diletakkan

lidah, 6) Hidangan ini menyerupai kepala kerbau dan di belakang kepala tersebut hati

dan sedikit kulit kerbau. Di samping nasi juga diletakkan dua ekor ikan yang sudah

digulai, 7) Udang dan sayuran diletakkan di tepi nasi, 8) Hidangan ini ditutup dengan

tiga lembar daun pisang yang juga diselimuti Abit Godang/Ulos.”23

Setelah semua pihak yang telah ditentukan hadir, maka Mangupa-Upa dapat

dimulai. Hidangan Mangupa-Upa akan diletakkan dimana ujung daun pisang harus

menghadap kepada orang tua pengantin, ini bermakna orang tua sudah tidak memiliki

tanggung jawab kepada anaknya yang telah menikah. 24

“Makna yang terkandung dalam hidangan Mangupa adalah: 1) Daun sirih

bermakna harapan keluarga untuk kesenangan dan kemuliaan yang diupa, 2) Tiga butir

telur ayam yang direbus bermakna kekebalan jiwa dan raga terhadap bahaya, penyakit,

serta perbuatan setan dan manusia yang tidak senang kepada mereka, 3) Segenggam

garam bermakna menjadi orang yang mendapatkan kesenangan dalam kehidupan, 4)

Ikan, udang dan sayur bermakna supaya mereka sehat selama hidupnya., 5) Nasi putih

bermakna bahwa orang yang memberinya makan merasa senang dan nasi ini sebagai

23
Diana Riski Sapitri Siregar. Upacara Margondang dan Tortor Batak Angkola Ditinjau Dari
Perspektif Pendidikan Islam, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021, h, 57.
24
Diana Riski Sapitri Siregar. Upacara Margondang dan Tortor Batak Angkola Ditinjau Dari
Perspektif Pendidikan Islam, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021, h, 57.
31

ungkapan suka cita yang belum sempat diungkapkan orang tuanya, 6) Tiga daun pisang

bermakna Dalihan Na Tolu sama-sama mendoakan agar kedua pengantin memiliki

perilaku yang baik, 7) Anduri/tampian beras bermakna agar yang diupa-upa pandai

berperilaku yang baik kepada semua kerabat dari segala penjuru dan memberikan

nasihat yang berguna kepada kaum kerabatnya”.25

Dalam mangupa inilah Dalihan Na Tolu, Kahanggi, Anak Boru, Mora, para

raja dan orang tua akan menyampaikan nasehat-nasehat tentang kehidupan berumah

tangga, dan acara Mangupa ini adalah acara yang wajib ketika menikahkan anak, baik

dengan Margondang ataupun pesta pernikahan biasa. Perbedaan Mangupa dalam

Margondang dan Mangupa dalam pesta biasa adalah hidangan makanan yang

disajikan, jika Margondang maka yang disajikan adalah kerbau, jika pesta biasa yang

disajikan adalah kambing ataupun ayam.26

Acara Mangupa adalah acara yang terakhir dalam rangkaian upacara

Margondang pernikahan masyarakat Batak Angkola, Mangupa menjadi bukti kasih

sayang orang tua kepada anaknya, orang tua memberikan Hata-Hata Sipaingot dan

harapan-harapannya dihadapan pengantin. Sebelum mangupa dilaksanakan pengantin

akan pergi ke Tapian Raya Bangunan untuk menghanyutkan masa lajang mereka, dan

25
Diana Riski Sapitri Siregar. Upacara Margondang dan Tortor Batak Angkola Ditinjau Dari
Perspektif Pendidikan Islam, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021, h, 61
26
Diana Riski Sapitri Siregar. Upacara Margondang dan Tortor Batak Angkola Ditinjau
Dari Perspektif Pendidikan Islam, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021, h, 61
32

pengantin akan dimandikan dengan pangir, sebagai bukti bahwa mereka telah bersedia

menjalankan rumah tangga.27

Tujuan dari Mangupa juga mengembalikan semangat kepada pengantin untuk

senantiasa menjalani kehidupan rumah tangga sesuai dengan tuntunan agama dan adat.

Pengantin akan diberikan makan yang dilengkapi dengan lauk pauk sesuai aturan adat

oleh orang tua dan kerabat yang memiliki makna bagi kehidupan.

C. Hukum Islam

Hukum Islam adalah sekumpulan aturan keagamaan, perintah Allah Swt yang

mengatur perilaku kehidupan orang Islam dalam sejumlah aspeknya. Hukum Islam

adalah representasi pemikiran Islam, manifestasi yang paling khas dari pandangan

hidup Islam dan inti sari dari Islam itu sendiri. 28

Hukum Islam didefenisikan dengan khitab Allah Swt yang berhubungan

dengan perbuatan mukallaf, baik dalam bentuk tuntutan, pemberian alternatif untuk

memilih antara mengerjakan dan tidak mengerjakan dan ketentuan-ketentuan yang

mendukung pelaksanaan tuntutan di atas. Hukum Islam yang berkenaan dengan

tuntutan dapat dibagi dua yaitu tuntutan untuk mengerjakan dan tuntutan untuk

meninggalkan. Jika tuntutan itu datang dengan lafaz-lafaz yang tegas (ghair al-Jazim)

maka ia menghasilkan hukum mandub (sunat).29

27
Diana Riski Sapitri Siregar. Upacara Margondang dan Tortor Batak Angkola Ditinjau Dari
Perspektif Pendidikan Islam, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021, h, 61
28
Joseph Schact, Pengantar Hukum Islam, (Bandung: Nuansa Cendekia), 2010, h, 21.
29
Busyro, Pengantar Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Kencana), 2020, h, 102.
33

Adapun tuntutan untuk meninggalkan sesuatu apabila datang dengan lafaz yang

tegas maka ia menghasilkan hukum yang makruh. Hukum-hukum inilah yang disebut

hukum taklifi. Hukum-hukum yang terkelompok pada hukum taklifi sebagai berikut:

1. Al-Ijab, yaitu tuntutan secara tegas, jelas, dan pasti untuk dilaksanakan oleh

mukallaf seperti perintah salat.

2. Al-Nadab yaitu tuntutan untuk melakukan suatu perbuatan tetapi tidak tegas dan

pasti dan jika tidak dilaksanakan maka seseorang tidak akan mendapat hukuman,

misalnya tentang perintah untuk menuliskan transaksi utang piutang untuk jangka

waktu tertentu.30

3. Al-Ibahah, yaitu khitab Allah Swt yang mengandung sebuah pilihan bagi manusia

mukallaf untuk melakukan atau tidak melakukannya, misalnya perintah untuk

makan dan minum.

4. Al-Kirahah, yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan akan tetapi redaksi

tuntutannya tidak mengandung kemestian dan tidak tegas.

5. Al-Tahrim, yaitu khitab Allah Swt yang berisi tuntutan untuk meninggalkan suatu

perbuatan secara tegas dan jelas.31

Disamping hukum taklifi, juga terdapat hukum wadhi yang berguna untuk

melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum taklifi. Hukum-hukum syara‟ yang sudah

30
Busyro, Ibid.
31
Busyro, Ibid.
34

ditetapkan oleh Allah Swt dan rasulnya mempunyai tujuan yaitu untuk memudahkan

kemaslahatan manusia, baik di dunia dan di akhirat.

Sumber hukum dalam Islam digolongkan menjadi tiga yaitu Al-Qur‟an, Hadis

dan Ijtihad Ulama. Al-Qur‟an dan hadis merupakan sumber hukum utama, ijtihad

merupakan sumber hukum pelengkap jika ketentuan suatu perkara dalam Al-Qur‟an

dan hadis tidak ditemukan.

1. Al-Qur‟an

Al-Qur‟an merupakan sumber pertama hukum Islam. Ibnuk Qayyim dalam

kitab al-Fawail menjelaskan bahwa seseorang harus memusatkan hati saat membaca

dan mencermatinya. Al-Qur‟an merupakan bentuk masdar dari kata kerja qara‟a yang

berarti bacaan, berbicara tentang sesuatu yang ditulis atau melihat dan menelaah.

Secara istilah defenisi Al-Qur‟an adalah petunjuk bagi manusia menuju jalan lurus

yang di ridhoi Allah Swt sebagaimana dalam Al-Qur‟an.32

“Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih


Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan
amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”.33

33
QS. Al-Isra (17): 9.
35

32
Arief Nur Rahman Al-Aziiz, Sumber Hukum Islam, (Klaten: Cempaka Putih), h, 4.

33
QS. Al-Isra (17): 9.
35

Kedudukan Al-Qur‟an sebagai sumber hukum Islam dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1) Sebagai muslim harus menggunakan Al-Qur‟an sebagai rujukan pertama dalam

menetapkan hukum atau ketentuan suatu perkara dalam kehidupan

2) Al-Qur‟an merupakan sumber hukum utama. Oleh karena itu, segala ketentuan

hukum dari sumber lain yang bertentangan dengan Al-Qur‟an dipandang batal dan

tidak boleh digunakan.

3) Sebagian ketentuan dalam Al-Qur‟an hanya bersifat garis besar da nada pula yang

telah dijelaskan secara perinci.34

Kandungan hukum dalam Al-Qur‟an sebagai berikut:

1) Ketentuan hukum untuk kehidupan manusia, misalnya ketentuan hukum

peribadatan dan muamalah.

2) Kisah-kisah sejarah para manusia terdahulu diantaranya kisah para nabi dan ummat

mereka.

3) Informasi kehidupan dan alam semesta diantaranya informasi tentang terbentuknya

alam semesta dan penciptaan manusia.

4) Janji dan ancaman Allah Swt terhadap seluruh manusia.35

34
Arief Nur Rahman Al-Aziiz, Ibid, h, 5.
35
Arief Nur Rahman Al-Aziiz, Ibid, h,
5.
36

Berdasarkan aspek dan hukum Al-Qur‟an memuat berbagai ketentuan hukum

berikut:

1) Hukum yang mengatur keyakinan manusia kepada Allah Swt, ketentuan ini terkait

dengan aspek keimanan manusia kepada Allah Swt sebagai Tuhan. hukum ini

disebut hukum akidah atau tauhid.

2) Hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah Swt dan sesame manusia

dikenal sebagai hukum syara‟ atau syariat.

3) Hukum yang mengatur sikap atau perilaku manusia kepada Allah Swt, sesame

manusia dan alam sekitar, hukum ini dikenal sebagai ketentuan akhlak atau adab.36

Dalam pembagian di atas terdapat hukum syariat atau hukum syara‟. Hukum

tersebut dapat diperinci dalam pengelompokan berikut:

1) Hukum yang terakit dengan amal ibadah mahdah, seperti salat, puasa, zakat dan

haji.

2) Hukum yang terkait dengan hubungan antar manusia atau hukum muamalah

dibedakan sebagai berikut:

a. Hukum yang berakiatan dengan kehidupan manusia dalam berkeluarga, yakni

perkawinan dan warisan.

b. Hukum yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu berhubungan dengan jual beli,

gadai menggadai, dan perkongsian.

36
Arief Nur Rahman Al-Aziiz, Ibid, h,
6.
37

c. Hukum yang berkaitan dengan gugat menggugat, yaitu berhubungan dengan

keputusan, persaksian, dan sumpah.

d. Hukum yang berkaitan dengan jinayat, yaitu berhubungan dengan penetapan

hukum pelanggaran, pembunuhan, dan kriminalitas.

e. Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar agama yaitu antar kekuasaan Islam

dengan non Islam sehingga tercapai kedamaian dan kesejahteraan.

f. Hukum yang berkaitan dengan batasan kepemilikan harta seperti zakat, infak dan

sedekah.37

2. Hadis

Secara etimologi hadis berasal dari kata hadisu-yuhadisu artinya al-jadid

“sesuatu yang baru” atau khabar “kabar”. Secara terminology, hadis mengalami

perbedaan redaksi dari para ahli hadis, namun makna yang dimaksud adalah sama yaitu

segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw dari perkataan,

operbuatan, taqrir, atau sifat.38

Maksud dari qaul (perkataan) adalah ucapan, dan fi‟il (perbuatan) ialah perilaku

nabi yang bersifat praktis, dan taqrir (keputusan) sesuatu yang tidak dilakukan nabi

tetapi nabi tidak mengingkarinya, dan sifat maksudnya adalah ciri khas dari

kepribadian nabi.39

37
Arief Nur Rahman Al-Aziiz, Ibid, h, 6.
38
Septi Aji Fitra Jaya, Al-Qur‟an dan Hadis Sebagai Sumber Hukum Islam, Jurnal Indo-
Islamika, Volume 9, Nomor 2 Juli-Desember 2019, h, 211.
39
Septi Aji Fitra Jaya,
Ibid.
38

Hadis dalam Islam menempati posisi yang sakral, yakni sebagai sumber hukum

setelah Al-Qur‟an. Pendapat ulama tentang kedudukan hadis terhadap Al-Qur‟an

sebagai berikut:

a) Al-Qur‟an dengan sifat yang qath‟I al-wurud (keberadaannya yang pasti dan

diyakini) sudah seharusnya kedudukannya lebih tinggi dari pada hadis. Dimana

status hadis (kecuali yang mutawatir) adalah zhanni al-wurud.

b) Hasdis berfungsi sebagai penjelas dan penjabar dalam Al-Qur‟an.

c) Jika di dalam Al-Qur‟an tidak ditemukan maka sahabat nabi merujuk kepada sunah

yang mereka ketahui, atau bisa menanyakan kepada sahabat yang lain.40

Pada dasarnya hadis Nabi Muhammad saw sejalan dengan Al-Qur‟an karena

keduanya bersumber dari wahyu, akan tetapi mayoritas hadis sifatnya adalah

operasional, karena fungsi utama hadis adalah sebagai penjelas atas Al-Qur‟an. Fungsi

hadis terhadap Al-Qur‟an ada tiga yaitu:

a) Menegakkan kembali keterangan atau perintah yang terdapat di dalam Al-Qur‟an.

Dalam hal ini hadis datang dengan keterangan atau perintah yang sejalan dengan

Al-Qur‟an.

b) Menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an yang datang secara mujmal

(global). Dalam hal ini kaitannya ada tiga hal 1), menafsirkan serta memperinci

40
Septi Aji Fitra Jaya, Ibid. h.
213.
39

ayat-ayat yang bersifat umum, 2) mengkhususkan ayat-ayat yang bersifat umum,

3) memberi batasan terhadap ayat bersifat mutlaq.

c) Menetapkan hukum-hukum yang tidak ditetapkan oleh Al-Qur‟an.41

3. Ijtihad Ulama

Kata ijtihad berasal dari bahasa arab, ijtihada-yajtahidu-ijtihadan yang berarti

mengerahkan segala kemampuan, bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga, atau

bekerja secara optimal. Secara istilah, ijtihad adalah menggunakan pikiran dengan

penuh kesungguhan untuk menemukan hukum atau ketentuan tentang sesuatu hal

berdasarkan aturan dalam Al-Qur‟an dan hadis serta kaidah berijtihad.42

Mujtahid adalah sebutan untuk orang yang melakukan ijtihad dan berbagai

syarat yang harus dipenuhi oleh seorang yang melakukan ijtihad adalah; a) memahami

isi Al-Qur‟an dan hadis, terutama berkaitan dengan hukum, b) menguasai bahasa arab

dengan segala kelengkapannya untuk menafsirkan Al-Qur‟an dan hadis, c) menguasai

ilmu usul fiqh dan kaidah-kaidah fiqh yang luas, d) mengetahui ijma‟ para ulama dan

perkembangan hukum dalam Islam, e) memahami keadaan masyarakat, baik dari sisi

adat istiadat, kebiasaan, sosial, hingga psikolog masyarakat. Hukum yang dihasilkan

dari ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur‟an dan hadis.43

Ijtihad digunakan oleh para ulama untuk menentukan hukum dan menjawab

permasalahn yang dialami masyarakat. Adakalanya seorang mujtahid berijtihad

41
Septi Aji Fitra Jaya, Ibid. h. 214.
42
Arief Nur Rahman Al-Aziiz, Sumber Hukum Islam, (Klaten: Cempaka Putih), h, 12.
43

Ibid.
40

sendirian. Ijtihad tersebut dikenal dengan istilah ijtihad fardi atau ijtihad seorang diri.

Ijtihad fardi dilakukan oleh para imam mazhab seperti Imam Syafi‟I, Imam Hanafi,

Imam Hanbali, dan Imam Maliki. Ijtihad memiliki dua tujuan yaitu dilakukan untuk

menemukan hukum yang terdapat nas Al-Qur‟an dan hadis. Pertama, kalimat yang

terdapat dalam nas Al-Qur‟an dan hadis jelas menunjukkan pada satu maksud, ada pula

yang tidak secara jelas menunjukkan maksudnya. Diperlukan pemikiran mendalam

menggunakan perangkat keilmuan yang cukup untuk menemukan hukum yang

terkandung dalam nas Al-Quran dan hadis tersebut.44

Kedua, ijtihad yang dilakukan untuk menemukan status hukum sesuatu yang

tidak diatur dalam Al-Qur‟an dan hadis. Setelah memahami ketiga sumber hukum

Islam tersebut seorang muslim hendaknya mempelajari lima macam hukum taklifi

yaitu:

a. Wajib, yaitu tuntunan yang jika dilakukan pelakunya akan mendapat pahala dan

jika ditinggalkan, pelakunya akan mendpaatkan dosa.

b. Sunah, yaitu tuntunan yang jika dilakukan pelakunya mendapatkan pahala, jika

ditinggalkan karena berat, ia tidak berdosa.

c. Haram, larangan yang wajib ditinggalkan seorang muslim.

d. Makruh, sesuatu yang tidak disukai dalam Islam, jika amalan tersebut dilakukan,

pelakunya tidak berdosa, tetapi jika ditinggalkan ia mendpaat pahala.

44
Ibid. h,
17.
41

e. Mubah, sesuatu yang boleh dilakukan dan boleh ditinggalkan. 45

D. Konsep Kaidah Al-‘Adatu Muhakkamah

1. Pengertian Kaidah Al-‘Adatu Muhakkamah

Kata kaidah memiliki arti suatu ketentuan umum yang dapat diaplikasikan

kepada seluruh bagian-bagiannya dan ktentuan dari bagian-bagian tersebut yang dapat

diketahui dengan memahami ketentuan umu itu. Secara bahasa Al-„Adah diambil dari

kata Al-„Aud atau al-Mu‟awadah yang artinya berulang. Oleh karena itu secara bahasa

al-„adah berarti perbuatan atau ucapan serta lainnya yang berulang-ulang sehingga

mudah untuk dilakukan karena sudah menjadi kebiasaan. Secara istilah, „Adah adalah

sebuah kecenderungan pada suatu obyek tertentu, sekaligus pengulangan akumulatif

pada obyek pekerjaan dimaksud, baik dilakukan oleh pribadi atau kelompok.46

Sedangkan Muhakkamat secara bahasa adalah isim maf‟ul dari Takhkiimun‟

yang berarti menghukumi dan memutuskan perkara manusia. Dapat disimpulkan

bahwa al-„Adah Muhakkamah adalah suatu ketentuan hukum ketika terjadi

permasalahan yang tidak ditemukan ketentuannya secara jelas dan tidak ada

pertentangan dengan suatu aturan hukum yang bersifat khusus atau meskipun terdapat

pertentangan dengan suatu aturan hukum yang bersifat umum.47

45
Ibid, h, 18.
46
Susi Susanti, Implementasi Kaidah Al‟Adatu Muhakkamah Pada Tradisi Marosok Dalam
Akad Jual Beli Di Pasar Ternaj Nagari Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung Provinsi
Sumatera Barat, Skripsi UIN Suska Riau, 2020, h, 36.
47

Ibid.
42

Kata „Adah memiliki persamaan dengan „Urf, „Urf adalah sesuatu yang telah

dikenal oleh masyarakat dan merupakan kebiasaan di kalangan masyarakat baik berupa

perkataan maupun perbuatan.48

2. Dasar Hukum Al-„Adatu Muhakkamah

a. Surah Al-„Araf (7):199

“Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta
berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”.49
b. Surah At-Thalaq (65): 7

“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan


orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan
Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar
apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan”.50
Menurut para ulama, „adah bisa dijadikan dasar untuk menerapkan hukum

Islam apabila tradisi tersebut telah berlaku secara umum di masyarakat tertentu.

50
QS. Surah At-Thalaq (65): 7
43

48
Ibid, h, 39.
49
QS. Surah Al-„Araf (7):199.

50
QS. Surah At-Thalaq (65): 7
43

Sebaliknya, jika sebuah tradisi tidak berlaku secara umum, maka ia tidak dapat

dijadikan pedoman dalam menentukan boleh atau tidaknya tradisi tersebut dilakukan. 51

3. Syarat-syarat Menjadikan „Adah/‟Urf sebagai sandaran Hukum

Al-„Adah atau „Urf merupakan salah satu sumber dalam istinbath hukum,

menetapkan bahwa ia bisa menjadi dalil sekiranya tidak ditemukan nash dari kitab dan

Sunnah. Adapun syarat-syarat „Adah atau „Urf dapat dijadikan sandaran hukum adalah

sebagai berikut:

a. Tidak bertentangan dengan Nash, artinya sebuah tradisi bisa dijadikan sebagai

pedoman hukum apabila tidak bertentangan dengan nash Al-Qur‟an dan hadis Nabi

Muhammad Saw. Sehingga, sebuah tradisi yang tidak memenuhi syarat ini harus

ditolak dan tidak bisa dijadikan pijakan hukum bagi masyarakat.52

b. „Adah atau „Urf itu harus berlaku umum. Maksudnya adalah harus dipahami semua

masyarakat.

c. „Adah atau „Urf sudah berlaku sejak lama, bukan sebuah „urf baru.

d. Tidak berbenturan dengan tashrih (ketegasan seseorang dalam sebuah masalah).

Jika sebuah „Urf berbenturan dengan tashrih, maka „Urf itu tidak berlaku.53

4. Mcam-Macam “Urf

51
Ibid, h, 47.
52
Susi Susanti, Implementasi Kaidah Al‟Adatu Muhakkamah Pada Tradisi Marosok Dalam
Akad Jual Beli Di Pasar Ternaj Nagari Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung Provinsi
Sumatera Barat, Skripsi UIN Suska Riau, 2020, h, 48.
53

Ibid.
44

Bila ditinjau dari jenis pekerjaannya, „Urf dibagi menjadi „Urf Qawli dan „Urf

Fi‟il, dan jika ditinjau dari aspek kuantitas pelakunya, „urf terbagi menjadi „urf „am

dan Uurf Khas. „Urf Qawli adalah sejenis kata, ungkapan, atau istilah tertentu yang

diberlakukan oleh sebuah komunitas untuk menunjuk makna khusus, dan tidak ada

kecenderungan makna lain di luar apa yang mereka pahami. „Urf Fi‟il adalah pekerjaan

atau aktivitas tertentu yang sudah biasa dilakukan secara terus menerus, sehingga

dipandang sebagai norma sosial.54

„Urf „Am adalah bentuk pekerjaan yang sudah berlaku menyeluruh dan tidak

mengenal batas waktu, pergantian generasi, atau letak geografis. Tradisi jenis ini

bersifat lintas batas, lintas cakupan, dan lintas zaman. „Urf Khas adalah jenis kebiasaan

yang berlaku dikawasan tertentu, dan tidak tampak pada komunitas lainnya.55

Secara umum, hanya terdapat dua kategori „Urf, yaitu „Urf sahih adalah segala

sesuatu yang sudah dikenal ummat manusia yang tidak berlawanan dengan hukum

shara‟ dan tidak menghalalkan yang haram dan tidak menggugurkan kewajiban, dan

„Urf Fasid adalah „Urf yang jelek dan tidak bisa diterima karena bertentangan dengan

Shara‟.56

54
Fitra Rizal, Penerapan „Urf Sebagai Metode Dan Sumber Hukum Ekonomi Islam, Jurnal
Hukum dan Pranata Sosial, Volume 1 Nomor 2, 2019, h, 161.
55
Ibid.
56
Ibid, h, 162.
BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Prosesi Penyajian Mangupa Haroroan Boru Pernikahan Batak Angkola

Upacara Mangupa adalah salah satu rangkaian upacara adat di masyarakat

Batak Angkola yang bertujuan untuk mengembalikan Tondi (semangat) ke badan,

upacara adat ini berasal dari Tapanuli Selatan, Sumatera Utara yang memiliki tata

laksana spesifik dan fungsi nasehat, termasuk Mangupa Tondi kepada anak laki-laki

dan perempuan untuk pasangan pernikahan yang akan mengarungi bahtera kehidupan.

Menurut pakar adat tujuan dari Mangupa adalah untuk menguatkan, meneguhkan dan

memberi semangat kepada anak atau Boru yang sakit, terkejut atau baru lepas dari

bahaya.1

“Mangupa bisa dikatan adat atau tradisi yang turun temurun dari nenek
moyang yang menjadi sebuah peraturan yang mana dalam upacara ini diadakan
sebuah acara memberikan makanan mulai dari santan, makan, untuk seterusnya
diberikan nasehat-nasehat. Sebenarnya upacara ini adalah acara yang dilakukan
untuk memberikan nasehat-nasehat kepada boru dengan formal, supaya acara tersebut
tidak dianggap main-mainan, ada aturan yang harus dilewati sesuai adat yang ada di
batak angkola”.2
Upacara mangupa bertujuan untuk mengembalikan semangat (spirit) ke dalam

tubuh atau yang lebih dikenal dengan istilah Paulak Tondi Tu badan. Tradisi Mangupa

bermaksud memohon berkah dari Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa agar selalu

selamat, sehat dan murah rezeki dalam kehidupan. Disamping itu tradisi lisan,

1
Siti Maryam Pane, Tradisi Mangupa dalam Pesta Margondang Pada Suku Batak Angkola
Jae, Jurnal Paidagogeo, Volume 2, Nomor 1 Maret, 2017, h, 49.
2
Wawancara dengan Bapak Ali Napiah Siregar, selaku Alim Ulama Padangsidimpuan, 20
November 2021.

45
46

Mangupa dipercaya masyarakat Angkola agar terhindar dari marabahaya, karena

tercapainya suatu maksud (karena tercapainya cita-cita, keberhasilan pendidikan,

menduduki jabatan, keluar sebagai juara, naik haji dan selamat sampai tujuan). 3

“Minimalnya ada dua tujuan dari mangupa, yang pertama menunjukkan jiwa
tanda senang atas kedatangan boru tersebut, patidahon holong niroha. Karena itu
adalah awal mula pembinaan rumah tangga, maka acara mangupa ini dilaksanakan
dengan tujuan memberikan bekal-bekal kepada mereka di kemudian hari dalam
membina rumah tangga, diberikan makan lalu diberikan nasehat. Ada istilah baberedo
anak, parumaendo boru, menunjukkan senang hati karena kedatangan boru”.4
Upacara mangupa dilaksanakan supaya Horas Tondi Madingin, Pir Tondi

Matogu yang bermakna selamatlah Tondi dalam keadaan dingin/sejuk/nyaman,

keraslah Tondi semakin teguh bersatu dengan badan sehingga mampu menghadapi

berbagai tantangan kehidupan yang dijalani. Tradisi Mangupa Haroroan Boru

berfungsi sebagai sarana memberikan kata-kata nasihat, tuntunan hidup bermasyarakat

dan hidup berumah tangga.

“Syarat untuk melaksanakan mangupa ini adalah yang pertama, kedua


pengantin harus selesai hukum agamanya, selesai hukum pemerintahannya, hal ini
disebut patik yaitu ketentuan, yang kedua paho atau perjalanannya, kenapa dia
membuat pesta, yang ketiga uhum yaitu hukum-hukum yang dilalui, ugari ketika
melaksanakannya ada kebersihan, keramah tamahan, ujar-ujaran, ketika pesta
pengantin boleh memakai gondang, dan sesuai dengan kemampuan keuangan yang
mempunyai hajat. Muda namenek attong manuk-manuk telur, muda menengah
kambing, muda besar yang kerbau”. 5

3
Mailin, dkk, Makna Simbolik Mangupa Dalam Upacara Adat Pernikahan Suku Batak
Angkola Di Kabupaten Padang Lawas, Jurnal At-Balagh, Volume. 2, Nomor 1 Januari 2018, h, 92.
4
Wawancara dengan Bapak Ali Napiah Siregar selaku Alim Ulama Padangsidimpuan, 20
November 2021.
5
Wawancara dengan Bapak Rijal Harahap, selaku masyarakat yang melaksanakan aturan
mangupa, 23 November 2021.
47

“Syarat selanjutnya adalah martahi parsahutaon yang meliputi alim ulama,


cerdik pandai, hatobangon, harajaon kemudian tidak terlepas dari dalihan natolu
yaitu mora, kahanggi, anak boru. Kemudian hidangan yang tergantung keuangan yang
punya hajat seperti misalnya, kambing kemudian indahan tukkus. Dibagasan indahan
tukkusi naron dibaenma beberapa jenis makanan-makanan misalna udang, ikan mas,
telur, diletakkan di anduri harus segi empat, karena menunjukkan kekuatan kahanggi,
anak boru, mora, dan suhut. Semua hidangan ini mengandung falsafah yang
disampaikan kepada kedua mempelai, lewat hidangan itulah media untuk
menyampaikan nasehat kepada mereka, contohnya udang dimanapun udang singgah
tidak akan rusak, setelah berumah tangga nanti belajarlah dari udang, seperti itulah
media yang disampaikan kepada pengantin. Misalnya lagi ikan mas, ketika sungainya
besar ataupun kecil ikan tersebut selalu maju kedepan seperti itulah ibarat pernikahan
jika banyak cobaan harus dilalui dan jangan mundur atau putus asa”.6

Gambar 4. 1 Martahi Sahuta


Syarat untuk melaksanakan Mangupa ada tiga yaitu pengantin harus selesai

dalam urusan hukum baik hukum agama, pemerintahan, maupun adat, kemudian

pengantin yang akan melaksanakan Mangupa boleh memakai hiburan berupa gendang

dan lainnya, yang paling penting adalah hidangan ketika mangupa harus ada baik itu

kerbau, kambing, ataupun telur, semuanya tergantung dari keuangan orangtua

pengantin. Semua hidangan tersebut mempunyai makna yang tersirat yang bertujuan

untuk menyampaikan nasehat-nasehat pernikahan kepada pengantin.

6
Wawancara dengan Bapak Ali Napiah Siregar, selaku Alim Ulama Padangsidimpuan, 20
November 2021.
48

Setelah persyaratan sudah terpenuhi maka selanjutnya adalah alur dari

penyajian Mangupa dimulai dengan Mandok Hata dari: (a) Orang Kaya (MC,

Pembukaan), (b) Ibu mempelai laki-laki dan Suhut Sihabolonan, (c) ayah mempelai

laki-laki dan Kahanggi, (d) Mora Dongan, Pisang Raut, Hatobangon, alim ulama, dan

usnsur pemerintahan, (e) Harajaon. Kemudian dibalas oleh kedua pengantin yang

berfungsi untuk memberi jawaban atas kata-kata nasihat yang telah disampaikan oleh

kedua orang tua dan tokoh-tokoh adat.7 Acara Mangupa ini ibarat orang tua memberi

makan anaknya yang merupakan tanda syukur kepada Allah Swt atas segala nikmat

yang mereka terima. Hidangan yang terdiri dari makanan yang akan digunakan untuk

acara Mangupa adalah kerbau yang diberikan orang tua kepada anaknya yaitu: 1) Mata,

hidung, telinga, lidah, hati, kaki dan sedikit kulit kerbau ini akan digulai, 2) Tiga butir

telur ayam yang direbus, 3) Segenggam garam yang bermakna keberuntungan, 4)

Udang dan sayur yang digulai.8

“Hidangan on nakkinma songon sadia gokpe hidanganta hita lehen di koum


nabahat, tapi yang jelas syaratna di mangupa ima hasayanai, ahado hasayanai molo
na horbo janggut ima naidokkon hambeng, molona tolor tolorma, manuk inda, makana

7
Mailin, dkk, Makna Simbolik Mangupa Dalam Upacara Adat Pernikahan Suku Batak
Angkola Di Kabupaten Padang Lawas, Jurnal At-Balagh, Volume. 2, Nomor 1 Januari 2018, h, 92.
8
Diana Riski Sapitri Siregar. Upacara Margondang dan Tortor Batak Angkola Ditinjau Dari
Perspektif Pendidikan Islam, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021, h, 57.
49

samenek-menekni mangupa tolor sagodang-godangni mangupa ima nabottar,


horbo”.9

Gambar 4. 2 Hidangan Mangupa


Sebanyak apapun hidangan dalam Mangupa yang paling penting adalah kerbau,

kambing, ataupun telur. Jika Mangupa dilaksanakan sebagai pesta yang besar maka

yang dipotong adalah kerbau, jika pesta yang di dilaksanakan menengah maka yang

dipotong adalah kambing, dan jika pesta dilaksanakan kecil dalam artian yang

menghadiri adalah keluarga saja maka yang disajikan adalah telur dan hidangan yang

lainnya. Semua hidangan ini bermakna untuk memberikan nasehat kepada pengantin,

bagian-bagian yang harus disajikan adalah kepala, mata, telinga, lidah, hati, dan kaki,

ditambah juga garam, udang, dan sayur yang sudah di gulai.

Tahapan kedua adalah tata cara letak bahan Upa-Upa yaitu: 1) Wadah yang

digunakan seperti Anduri dilapisi dengan tiga lembar ujung daun pisang, 2) Di atas

daun pisang ini dilettakkan nasi, 3) Tiga telur ayam yang sudah direbus dan sudah

dikupas ditegakkan di atas nasi yang bentuk letakannya menyerupai tungku yang

9
Wawancara dengan Bapak Sultan Kasahan Siregar, selaku Raja Adat di Tapanuli Selatan, 20
November 2021.
50

bermakna Dalihan Na Tolu, 4) Segenggam garam diletakkan di sebuah wadah kecil

yang juga dibungkus dengan daun pisang, 5) Pada bagian depan hidangan diletakkan

mata kerbau dan di antara kedua mata diletakkan hidung kerbau. Di antara mata kanan

dan mata kiri kerbau diletakkan telingan dan di belakang dari bagian hidung diletakkan

lidah, 6) Hidangan ini menyerupai kepala kerbau dan di belakang kepala tersebut hati

dan sedikit kulit kerbau. Di samping nasi juga diletakkan dua ekor ikan yang sudah

digulai, 7) Udang dan sayuran diletakkan di tepi nasi, 8) Hidangan ini ditutup dengan

tiga lembar daun pisang yang juga diselimuti Abit Godang/Ulos.10

“Anggo dung dipajuguk pengantin on dibaenma tu jolo nia pangupa on,


biasana diginjang ni anduri molo adati mandokkon ima nakkin naiginjang ni andurii
indokkonmaon indahan sigodang barita napodo dipangan madung dibotodo daina, ro
sen damang dainang disorduhon tu badan dohot tondi namu raja dohot antobang,
tarpayak madisi namanjagit tanda hambeng simaradat dua nagogo pajujung-jujung
durame asa marsahat hamu inang dialaman tua jalan tong hamu sidalan dame.
Hambeng on sioban damedoon. Pertama ulu ima tandana dalihan natolu hadirma disi
mora, adongma disi pat nihambeng ro maon markahanggi, ikur nai ima anakboru
namangartihon naso ra marugi atau seksi repot dibagian keringat. Ate-ate ima ro ni
parhuta hatobangon campurma disi dohot sibodak namangartihon raja ima gule
godang nappuna bulung. Tetunan sipirok atau ulos batak. Indadong ro abit batak on
dibagas niba muda inda ro sen mora, haram doi muda ditabusi sendiri diiba, ima
sangkin tinggina derajadni ulos batak on”.11

10
Diana Riski Sapitri Siregar. Upacara Margondang dan Tortor Batak Angkola Ditinjau Dari
Perspektif Pendidikan Islam, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021, h, 57.
11
Wawancara dengan Bapak Sultan Kasahan Siregar sebagai Raja Adat di Tapanuli Selatan,
20 November 2021.
51

“Mulut mengajari kedua pengantin untuk mengucapkan sesuatu dengan


bahasa yang baik dan bertutur kata yang baik. Hidung mengajari yang bau dan harum
yang halal dan haram. Kaki mengajari pengantin untuk kesana kemari mencari
kehidupan, kalau hati supaya hati-hati dan selalu bersih.12

Gambar 4. 3 Orang Tua Memberikan Upa-Upa

Jadi, tahapan pertama yang harus dilaksanakan dalam Mangupa adalah

keluarga mengadakan Martahi Ungut-Ungut yaitu Martahi Sabagas atau musyawarah

satu keluarga yang dihadiri oleh Dalihan Natolu, yaitu Kahanggi, Anak Boru, dan

Mora, untuk membicarakan hari yang tepat untuk pelaksanaan Mangupa serta

membagi tugas demi terlaksananya acara yang sesuai dengan keinginan. Kemudian

pihak keluarga mengadakan Martahi Sahuta yang dihadiri oleh para raja, Hatobangon,

alim ulama, dan masyarakat yang ada di desa tersebut dengan tujuan bahwa keluarga

tersebut akan mengadakan acara Mangupa dan meminta masyarakat dan para raja

untuk membantu dalam hal adat.

Dalam adat Batak Angkola Dalihan Natolulah yang paling berperan, apabila

salah satunya tidak ada, maka cacatlah setiap acara yang dilaksanakan, karena Dalihan

12
Wawancara dengan Bapak Rijal Harahap, selaku Masyarakat yang Pernah Melaksanakan
Mangupa, 23 November 2021.
52

Natolu ini merupakan satu keluarga yang harus saling menopang dan membantu satu

sama lainnya. Dalam kegiatan acara Anak Borulah yang paling banyak perannya dalam

membantu suksesnya acara, bukan dengan bantuan materi tapi dengan bantuan tenaga.

Pada hari pelaksanaan Mangupa, kedua pengantin akan duduk di atas tikar

merah yang merupakan simbol dari adat Batak Angkola, kemudian para raja, Dalihan

Nnatolu, dan orang tua juga akan duduk bersama pengantin. Setelah itu akan

dihidangkan makanan yang ditata sesuai dengan peraturan yang ada dalam adat Batak

Angkola karena hidangan ini memiliki falsafah dan sebagai media untuk

menyampaikan nasehat pernikahan kepada pengantin, wadah yang digunakan untuk

menampung hidangan ini adalah tampi yang berbentuk segi empat yang dilapisi di

atasnya dengan daun pisnag berjumlah tiga helai dan kemudian diisi dengan nasi. Nasi

ini bermakna sebagai kekuatan dari orang tua untuk anaknya supaya anaknya selalu

diberikan jiwa dan raga yang sehat dan kuat. Kepala kambing atau kerbau menandakan

Dalihan Natolu yaitu Kahanggi, Anak Boru, dan Mora yang merupakan tungku dari

adat batak angkola, jika yang disajikan adalah telur, maka telur ini berjumlah tiga butir.

Kemudian di atas hidangan tersebut juga diberikan kain Ulos batak yang diberikan oleh

Mora kepada kedua pengantin.

Setelah orang tua memberikan pengantin makan, maka para raja dan Dalihan

Natolu akan memberikan nasehat-nasehat pernikahan kepada pengantin sesuai dengan

makna-makna falsafah dari makanan yang sudah dihidangkan. Setelah pemberian

nasehat-nasehat maka kedua pengantin akan diberikan Ulos batak yang bermakna
53

sebagai kehangatan dalam keluarga, yang melindungi kedua pengantin dari segala

keburukan. Dengan dilaksanakannya Mangupa kepada pengantin, maka pelaksanaan

adat juga sudah selesai dan ketika pengantin sudah dikaruniai anak, maka anak tersebut

ketika menikah nanti akan diadakan juga Mangupa oleh orang tuanya.

B. Pandangan Hukum Islam Terhadap Tradisi Mangupa Haroroan Boru

Pernikahan Batak Angkola

Tradisi yang dilahirkan oleh manusia merupakan adat istiadat, yakni kebiasaan

namun lebih ditekankan kepada kebiasaan yang bersifat supranatural yang meliputi

dengan nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum dan aturan yang berkaitan. Tradisi

yang ada dalam suatu komunitas merupakan hasil turun temurun atau dari nenek

moyang. Manusia dan budaya memang saling mempengaruhi, baik secara kangsung

maupun tidak langsung. Pengaruh tersebut dimungkinkan karena kebudayaan

merupakan produk dari manusia.13

Namun, disisi lain keanekaragaman budaya merupakan ancaman yang besar

dan menakutkan bagi pelakunya juga lingkungannya. Untuk itu peran penting dari

individu, komunitas juga semua lapisan masyarakat perlu untuk melestarikan budaya.

Dalam budaya itu sendiri mengandung nilai moral kepercayaan sebagai penghormatan

13
Robi Darwis, Tradisi Ngaruwat Bumi dalam Kehidupan Masyarakat, Jurnal Studi Agama-
agama dan Lintas Budaya 2, 1 September 2017, h, 75.
54

kepada yang menciptkan suatu budaya tersebut dan diaplikasan dalam suatu komunitas

masyarakat melalui tradisi.14

Keberagaman pada masyarakat merupakan sunnatullah dan juga sebagai

pertanda kebesaran Allah Swt, hal ini sesuai dengan yang ada dalam Al-Qur‟an.

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki


dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.15
Pada ayat tersebut jelas sekali bahwasanya perbedaan suku bangsa, ras,

golongan, tradisi atau adat istiadat dan juga budaya merupakan suatu kekayaan bangsa

yang tak ternilai harganya, harus dilestarikan dan juga dijaga dengan baik agar tidak

terkikis oleh kemajuan zaman dan juga teknologi.

Seorang muslim dituntut untuk mengamalkan ajaran Islam yang telah dibawa

oleh Rasulullah Saw. Sikap yang harus ditunjukkan oleh seorang hamba Allah

manakala telah meyakini nilai-nilai Islam sebagai ajaran yang benar ialah

mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Keyakinan yang tidak diajarkan dan

bertentangan dengan Islam harus ditinggalkan. Sebab, pada diri seorang muslim harus

terpatri sikap berserah diri, patuh, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

14
Robi Darwis, Ibid.
15
QS. Al-Hujurat (49): 13.
55

Salah satu peristiwa yang berhubungan dengan kehidupan manusia dalam

berbagai suku adalah masalah adat-istiadat. Salah satu dalam tradisi tersebut yaitu

tradisi Mangupa Haroroan Boru pada pernikahan masyarakat batak angkola. Mangupa

Haroroan Boru adalah bentuk rasa syukur dan kasih sayang orang tua yang

disampaikan dengan nasehat-nasehat pernikahan melalui media hidangan makanan

yang disajikan untuk pengantin.

“Bisa dikatan adat atau tradisi yang turun temurun dari kakek-kakek kita nenek
moyang kita yang menjadi sebuah peraturan yang mana dalam upacara ini diadakan
sebuah acara memberikan makanan mulai dari santan, makan, untuk seterusnya
diberikan nasehat-nasehat. Jadi kalau menurut pengamatan saya sebenarnya upacara
ini acara yang dilakukan untuk memberikan nasehat-nasehat kepada boru tersebut
cuman dibuatlah dia acara formalnya, supaya acara tersebut tidak dianggap main-
mainan, ada aturan yang harus dilewati sesuai adat yang di batak angkola”.16
Dalam Islam dikenal sebuah istilah Al-„Urf yaitu sesuatu yang telah dikenal

oleh orang banyak dan telah menjadi tradisi mereka, baik berupa perkataan, perbuatan,

atau keadaan meninggalkan. Sedangkan menurut istilah para ahli syara‟ tidak ada

perbedaan antaraAal-„Urf dan adat kebiasaan.17 Dasar hukum „Urf adalah sebagai

berikut:

“Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta
berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”.18

16
Wawancara dengan Bapak Ali Napiah Siregar, selaku Alim Ulama Padangsidimpuan, 20
November 2021.
17
Tri Hardiyanto, Tradisi Nungkup Lubang dalam Perspektif Hukum Islam, Skripsi IAIN
Bengkulu, 2020, h, 55.
18
QS. Surah Al-„Araf (7):199
56

„Urf merupakan salah satu sumber dalam istinbath hukum, menetapkan bahwa

ia bisa menjadi dalil sekiranya tidak ditemukan nash dari kitab dan Sunnah. Adapun

syarat-syarat „Adah atau „Urf dapat dijadikan sandaran hukum adalah sebagai berikut:

1. Tidak bertentangan dengan Nash, artinya sebuah tradisi bisa dijadikan sebagai

pedoman hukum apabila tidak bertentangan dengan nash Al-Qur‟an dan hadis Nabi

Muhammad Saw. Sehingga, sebuah tradisi yang tidak memenuhi syarat ini harus

ditolak dan tidak bisa dijadikan pijakan hukum bagi masyarakat.19

2. „Adah atau „Urf itu harus berlaku umum. Maksudnya adalah harus dipahami semua

masyarakat.

3. „Adah atau „Urf sudah berlaku sejak lama, bukan sebuah „urf baru.

4. Tidak berbenturan dengan tashrih (ketegasan seseorang dalam sebuah masalah).

Jika sebuah „Urf berbenturan dengan tashrih, maka „Urf itu tidak berlaku.20

Pada dasarnya tradisi Mangupa Haroroan Boru tidak bertentangan dengan

hukum Islam, selagi tradisi ini dimaknai dengan baik, karena terdapat berbagai macam

hidangan dari kerbau, kambing, ataupun telur yang memiliki falsafah dan dijadikan

sebagai media penyampaian nasehat-nasehat pernikahan dan kehidupan kepada

pengantin.

19
Susi Susanti, Implementasi Kaidah Al‟Adatu Muhakkamah Pada Tradisi Marosok Dalam
Akad Jual Beli Di Pasar Ternaj Nagari Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung Provinsi
Sumatera Barat, Skripsi UIN Suska Riau, 2020, h, 48.
20
Ibid.
57

“Yang pertama adalah parsahutaon yang meliputi alim ulama, cerdik pandai,
hatobangon, harajaon kemudian tidak terlepas dari dalihan natolu yaitu mora,
kahanggi, anak boru. Kemudian hidangan yang tergantung keuangan yang punya
hajat seperti misalnya, kambing kemudian indahan tukkus. Dibagasan indahan tukkusi
naron dibaenma beberapa jenis makanan-makanan misalna udang, ikan mas, telur,
kalo dulu aslinya diletakkan di anduri harus segi empat, karena menunjukkan kekuatan
kahanggi, anak boru, mora, dan suhut. Semua hidangan ini mengandung falsafah yang
disampaikan kepada kedua mempelai, lewat hidangan itulah media untuk
menyampaikan nasehat kepada mereka contohnya udang, dimanapun udang singgah
tidak akan rusak, setelah berumah tangga nanti belajarlah dari udang, nah seperti
itulah media yang disampaikan kepada pengantin. Misalnya ikan mas mau sungainya
besar ataupun kecil ikan tersebut selalu maju kedepan seperti itulah ibarat pernikahan
jika banyak cobaan harus dilalui dan jangan mundur atau putus asa”.21
Perlu diketahui bahwa yang menjadikan pernikahan sakinah mawaddah

warahmah bukanlah makanannya tetapi makanan tersebut hanyalah sebagai media dan

perumpamaan-perumpamaan dalam penyampaian nasehat-nasehat kehidupan

pernikahan. Karena sejatinya dalam Islam kita disuruh senantiasa untuk saling

menasehati dalam kebaikan seperti firman Allah Swt.

“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan dan nasehat


menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran”. 22
Semua manusia rugi, kecuali orang-orang yang beriman dengan sejati dan

mengerjakan kebajikan sesuai ketentuan syariat dengan penuh keikhlasan, serta saling

menasihati satu sama lain dengan baik dan bijaksana untuk memegang teguh kebenaran

sebagaimana diajarkan oleh agama dan saling menasihati untuk kesabaran dalam

21
Wawancara dengan Bapak Ali Napiah Siregar, selaku Alim Ulama Padangsidimpuan, 20
November 2021.
22
QS. Al-Ashr, (103): 3
58

melaksanakan kewajiban agama, menjauhi larangan, menghadapi musibah, dan

menjalani kehidupan.23

“Kalau menurut hukum Islam mangupa ini sangat bagus asalkan pandai
meletakkan tata cara dan bahasa yang baik untuk mempelai seperti makanan yang
disajikan kepada kedua mempelai, bukan makanan tersebut yang menjadikan
mereka keluarga yang sakinah mawaddah warahmah, tapi makanan itu hanya
sebuah media yang memberikan nasehat-nasehat. Karena dalam Islam pun kita
disuruh untuk saling nasehat-menasehati, berkumpul-kumpul dan saling membantu.
Ta‟arufnya juga dapat sehingga lahir persaudaraan yang baik yang sesuai dengan
ajaran Islam”.24
Selain itu, dalam tradisi Mangupa Haroroan Boru yang bertujuan untuk

mengenalkan Boru kepada keluarga dan masyarakat, karena anaknya sudah

mendapatkan dambaan hatinya yang dijadikan sebagai istri, maka dari itu

dilaksanakanlah Mangupa sekaligus untuk memperkenalkan kepada halayak banyak.

Sebelum Mangupa dilaksanakan, keluarga harus terlebih dahulu melaksanakan

Martahi Sabagas atau musyawarah keluarga kemudian Martahi Sahuta yaitu

musyawarah masyarakat yang bertujuan untuk memberi tahu bahwa mereka akan

melaksanakan Mangupa dan meminta bantuan kepada masyarakat untuk sama-sama

menyukseskan acara Mangupa. Jika diamati hal ini sesuai dengan ajaran Islam bahwa

Islam mengajarkan ummatnya untuk saling mengenal sesamanya dan saling tolong

menolong serta bermusyawarah dalam setiap kegiatan, hal ini sesuai dengan firman

Allah Swt.

23
https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-103-al-'asr/ayat-3
24
Wawancara dengan Bapak Ali Napiah Siregar, selaku Alim Ulama Padangsidimpuan, 20
November 2021.
59

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,


dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah
kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”.25
Dan tolong menolonglah kamu kamu dalam mengerjakan kebajikan,

melakukan yang diperintahkan Allah, dan takwa, takut kepada Allah Swt, dan

janganlah kamu tolong menolong dalam berbuat dosa, melakukan maksiat, dan

permusuhan, sebab demikian itu melanggar hukum-hukum Allah. Bertakwalah kepada

Allah, takut kepada Allah dengan melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-

Nya.26

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut


terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
damenjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.27
Setelah memberi kaum mukmin tuntunan secara umum, Allah lalu memberi

27
QS. Al-Imran
(3):159
60

tuntunan secara khusus dengan menyebutkan karuniaNya kepada Nabi Muhammad.

25
QS. Al-Maidah (5): 2
26
https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-5 Al-Maidah/ayat-2

27
QS. Al-Imran
(3):159
60

Maka berkat rahmat yang besar dari Allah, engkau berlaku lemah lembut terhadap

mereka yang melakukan pelanggaran dalam Perang Uhud. Sekiranya engkau bersikap

keras, buruk perangai, dan berhati kasar, tidak toleran dan tidak peka terhadap kondisi

dan situasi orang lain, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu

maafkanlah, hapuslah kesalahan-kesalahan mereka dan mohonkanlah ampunan kepada

Allah untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, yakni

urusan peperangan dan hal-hal duniawi lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, dan

kemasyarakatan. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad untuk

melaksanakan hasil musyawarah, maka bertawakallah kepada Allah, dan akuilah

kelemahan dirimu di hadapan Allah setelah melakukan usaha secara maksimal.

Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal Ayat sebelumnya diakhiri dengan

perintah bertawakal kepada Allah, satu-satunya penentu keberhasilan dan kegagalan.

Jika Allah menolong kamu, maka tidak ada siapa pun dan apa pun yang dapat

mengalahkanmu, tetapi jika Allah membiarkan kamu, tidak memberi pertolongan,

maka siapa yang dapat menolongmu setelah itu' Pasti tidak ada. Karena itu, hendaklah

kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal, mengakui kelemahan diri di

hadapan Allah setelah melakukan usaha secara maksimal.28

Dapat disimpulkan bahwa Mangupa Haroroan Boru tidak bertentangan dengan

hukum Islam karena tujuan dari dilaksanakannya Mangupa adalah bentuk rasa syukur

orang tua kepada Allah karena telah menghadirkan Boru untuk anaknya, dan bentuk

28
https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-3 Ali-Imran/ayat-
159
61

rasa kasih sayang orang tua kepada anaknya yang telah menikah. Di dalam persyaratan

pelaksanaan Mangupa juga tidak ditemukan hal-hal yang bertentangan dengan syariat

Islam, karena keluarga melaksanakan musyawarah yang dihadiri oleh raja, alim ulama,

cerdik pandai, dan masyarakat lainnya untuk membicarakan hal-hal yang perlu

dipersiapkan dan disajikan ketika mangupa dilaksanakan, dan pada saat musyawarah

ini jika ada ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan Islam maka akan ditinggalkan.

Pada saat acara Mangupa dilaksanakan, terlihat juga hidangan makanan untuk

pengantin, dimana hidangan-hidangan ini hanyalah sebagai media yang menyimpan

berbagai makna falsafah untuk menyampaikan nasehat-nasehat kepada pengantin. Para

raja dan orang tua akan memberikan nasehat kepada pengantin dengan perumpamaan-

perumpamaan hidangan tersebut, misalnya saja “jadilah kalian seperti ikan mas yang

bisa hidup ketika air sungai besar ataupun kecil” maksudnya adalah pengantin

dinasehati supaya tetap bisa mengendalikan emosi, mental, dan jiwanya ketika

kehidupan rumah tangganya diberikan cobaan Allah Swt. Semua hidangan tersebut

hanyalah sebagai perumpamaan-perumpamaan dan media dalam penyampaian nasehat

pernikahan, kemudian hidangan tersebut akan dimakan oleh pengantin dan disuapi oleh

orang tua pengantin.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Mangupa Haroroan Boru pada

pernikahan masyarakat Batak Angkola ditinjau dari hukum Islam, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut.

1. Tahapan pertama yang harus dilaksanakan dalam Mangupa adalah keluarga

mengadakan Martahi Ungut-Ungut yaitu Martahi Sabagas atau musyawarah satu

keluarga yang dihadiri oleh Dalihan Natolu, yaitu Kahanggi, Anak Boru, dan

Mora. Kemudian pihak keluarga mengadakan Martahi Sahuta yang dihadiri oleh

para raja, Hatobangon, alim ulama, dan masyarakat yang ada di desa tersebut

dengan tujuan bahwa keluarga tersebut akan mengadakan acara Mangupa dan

meminta masyarakat dan para raja untuk membantu dalam hal adat. Pada saat hari

Mangupa orang tua memberikan pengantin makan, maka para raja dan Dalihan

Natolu akan memberikan nasehat-nasehat pernikahan kepada pengantin sesuai

dengan makna-makna falsafah dari makanan yang sudah dihidangkan. Setelah

pemberian nasehat-nasehat maka kedua pengantin akan diberikan Ulos batak yang

bermakna sebagai kehangatan dalam keluarga.

2. Mangupa Haroroan Boru tidak bertentangan dengan hukum Islam karena tujuan

dari dilaksanakannya Mangupa adalah bentuk rasa syukur orang tua kepada Allah

karena telah menghadirkan Boru untuk anaknya, dan bentuk rasa kasih sayang

62
63

orang tua kepada anaknya yang telah menikah. Di dalam persyaratan pelaksanaan

Mangupa juga tidak ditemukan hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam.

Pada saat acara Mangupa dilaksanakan, terlihat juga hidangan makanan untuk

pengantin, dimana hidangan-hidangan ini hanyalah sebagai media yang

menyimpan berbagai makna falsafah untuk menyampaikan nasehat-nasehat kepada

pengantin. Semua hidangan tersebut hanyalah sebagai perumpamaan-

perumpamaan dan media dalam penyampaian nasehat pernikahan.

B. Saran-Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang diperoleh peneliti selama

melakukan penelitian, ada beberapa saran yang dianggap perlu yaitu:

1. Saran dalam kaitan akademisi, diharapkan penelitian selanjutnya menggunakan

aspek yang berbeda tapi dengan kajian yang sama.

2. Saran dalam kaitan praktis, penelitian ini dapat menjadi bentuk pelestarian adat

budaya serta menjadi bahan bacaan bagi masyarakat, supaya lebih mengenal adat

budaya batak angkola terutama dalam Mangupa Haroroan Boru.


DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Busyro. Pengantar Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Kencana. 2020.

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta. Pedoman Penulisan Skripsi

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta. Jakarta: 2019.

Muri Yusuf, A. Metode Penelitian. Jakarta: Kencana, 2019.

Nur Rahman Al-Aziiz, Arief. Sumber Hukum Islam. Klaten: Cempaka Putih.

Schact, Joseph. Pengantar Hukum Islam. Bandung: Nuansa Cendekia. 2010.

Una, Sayuti. Pedoman Penulisan Skripsi. Jambi: Syariah Press dan Fakultas Syariah

IAIN STS Jambi, 2012.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Bab 1 Pasal 1 tentang Perkawinan

C. Lain-Lain

Affendie Bin Rozak, Zizie. Skripsi, Ketentuan Penerimaan dan Penolakan Saksi dalam

Memberikan Perkara Cerai Fasakh Menurut Enakmen Keterangan Mahkamah

Syariah, UIN Jambi. 2019.

Aji Fitra Jaya, Septi. Al-Qur‟an dan Hadis Sebagai Sumber Hukum Islam. Jurnal Indo-

Islamika. Volume 9, Nomor 2 Juli-Desember 2019.

Arifin, Musa. Mangupa Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islam. Jurnal Wl-Qanuny,

Vol. 4 Nomor 1. 2018.

64
65

Darwis, Robi. Tradisi Ngaruwat Bumi dalam Kehidupan Masyarakat. Jurnal Studi

Agama-agama dan Lintas Budaya. Vol. 2. No. 1 September 2017.

Harahap, Desniati. Implikasi Sistem Kekerabatan Dalihan Na Tolu. Riset, Vol. XII,

No. 1, Januari 2016.

Iryani, Eva. Hukum Islam, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Jurnal Ilmiah

Universitas Batanghari Jambi, Vol.17 No.2 Tahun 2017.

Marohan Nasution, Ida. Tortor Manilpokkon Hasaya Dalam Upacara Adat Horja

Godang di Kabupaten Tapanuli Selatan Terhadap Bentuk Penyajian. Jurnal

Pendidikan Seni Tari. 2015.

Mailin, dkk. Makna Simbolik Mangupa Dalam Upacara Adat Pernikahan Suku Batak

Angkola Di Kabupaten Padang Lawas. Jurnal At-Balagh. Volume. 2. Nomor 1

Januari 2018.

Mutakin, Ali. Teori Maqashid Al Syariah dan Hubungannya dengan Metode Istinbath

Hukum. Kanun Jurnal Hukum. Vol. 19. No. 3. Agustus 2017.

Pane, Akhiril. Tradisi Mangupa Pada Masyarakat Angkola (Suatu Kajian Antropologi

Linguistik). Disertasi Fakultas Ilmu Budaya USU. 2018.

Riski Sapitri Siregar, Diana. Upacara Margondang dan Tortor Batak Angkola Ditinjau

Dari Perspektif Pendidikan Islam. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2021.

Rizal, Fitra. Penerapan „Urf Sebagai Metode Dan Sumber Hukum Ekonomi Islam.

Jurnal Hukum dan Pranata Sosial. Volume 1 Nomor 2, 2019.


66

Rofiq, Ainur. Tradisi Slametan Jawa dalam Perspektif Pendidikan Islam. Jurnal

Pendidikan Islam. Volume 15 Nomor 2 September 2019.

Serlitaria Nainggolan, Maria. Makna Tari Tortor Sebagai Identitas Orang Batak di

Kota Balik Papan. Jurnal Ilmu Komunikasi. Volume 5. Nomor 1. 2017.

Susanti, Susi. Implementasi Kaidah Al‟Adatu Muhakkamah Pada Tradisi Marosok

Dalam Akad Jual Beli Di Pasar Ternaj Nagari Palangki Kecamatan IV Nagari

Kabupaten Sijunjung Provinsi Sumatera Barat. Skripsi UIN Suska Riau. 2020.

Wibisana. Wahyu. Pernikahan Dalam Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam. Ta‟lim

Vol. 14 No. 2. 2020

Lufaefi. Tafsir QS. Ar-Rum Ayat 21: Jangan Khawatir, Allah Pasti Pertemukan

Jodohmu Keniscayaan jodoh dalam Al-Qur'an. 07 April

2021.https://akurat.co/tafsir-qs-ar-rum-ayat-21-jangan-khawatir-allah-

pastipertemukan-jodohmu.

https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-103-al-'asr/ayat-3
LAMPIRAN 1

PEDOMAN WAWANCARA

TRADISI MANGUPA HAROROAN BORU PERNIKAHAN MASYARAKAT

BATAK ANGKOLA DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

Data diri informan

Nama :

TTl/Usia :

Jenis kelamin :

Alamat :

Agama :

Etnis :

Pendidikan :

Pekerjaan :

No. Hp :

Daftar Pertanyaan kepada Tokoh Adat/Sejarawan


1. Apakah yang dimaksud dengan upacara mangupa haroroan boru dalam adat Batak

Angkola?

2. Apakah tujuan dilaksanakannya upacara mangupa haroroan boru dalam adat Batak

Angkola?

3. Apa saja persyaratan untuk melaksanakan upacara mangupa haroroan boru dalam

adat pernikahan Batak Angkola?

4. Siapa sajakah yang menghadiri upacara mangupa haroroan boru dalam adat

pernikahan Batak Angkola?

5. Seberapa pentingkah upacara mangupa haroroan boru dalam adat pernikahan

Batak Angkola?

6. Bagaimana rangkaian pelaksanaan mangupa haroroan boru dalam adat pernikahan

Batak Angkola?

7. Benarkah jika mangupa tidak dilaksanakan maka acara adat pernikahan tidak sah?

Jika benar, mengapa tidak sah?

8. Apa saja hidangan dan makna hidangan yang ada dalam upacara mangupa

haroroan boru?

9. Pesan apa yang dapat diambil dari mangupa haroroan boru dalam pernikahan

Batak Angkola?

10. Menurut pendapat anda bagaimana pandangan hukum Islam terhadap mangupa

haroroan boru?

11. Menurut pendapat anda, nilai-nilai Islam apa saja yang bisa diperoleh dari mangupa

haroroan boru?
12. Apa harapan anda kedepan mengenai pelestarian adat budaya Batak Angkola?

Daftar Pertanyaan kepada Alim Ulama

1. Apakah yang dimaksud dengan upacara mangupa haroroan boru dalam adat

pernikahan Batak Angkola?

2. Apakah tujuan dilaksanakannya mangupa haroroan boru dalam adat pesta

pernikahan Batak Angkola?

3. Apa saja persyaratan untuk melaksanakan upacara mangupa haroroan boru dalam

adat pernikahan Batak Angkola?

4. Seberapa pentingkah upacara mangupa haroroan boru dalam adat pernikahan

Batak Angkola?

5. Bagaimana rangkaian pelaksanaan upacara mangupa haroroan boru dalam adat

pernikahan Batak Angkola?

6. Apakah makna mangupa haroroan boru dalam pernikahan Batak Angkola?

7. Benarkah jika mangupa tidak dilaksanakan maka acara adat pernikahan tidak sah?

Jika benar, mengapa tidak sah?

8. Pesan apa yang dapat diambil dari mangupa haroroan boru dalam pernikahan

Batak Angkola?

9. Menurut pendapat anda bagaimana pandangan hukum Islam terhadap mangupa

haroroan boru?

10. Apakah mangupa haroroan boru bertentangan dengan syariat Islam?


11. Menurut pendapat anda, nilai-nilai Islam apa saja yang bisa diperoleh dari mangupa

haroroan boru?

12. Menurut anda, kita sebagai muslim dan masyarakat yang beradat apakah kita harus

melestarikan dan menjaga kemurnian adat Batak Angkola?

13. Apa harapan anda kedepan mengenai pelestarian adat budaya Batak Angkola?

Daftar Pertanyaan kepada Masyarakat (yang pernah melaksanakan

mangupa haroroan boru)

1. Apa kendala yang dihadapi, baik sebelum maupun sesudah acara mangupa

haroroan boru dilaksanakan?

2. Bagaimana perasaan anda ketika melaksanakan mangupa haroroan boru?

3. Apakah ada syarat yang harus dipenuhi untuk melaksanakan mangupa haroroan

boru?

4. Bagaimana rangkaian acara mangupa haroroan boru yang anda laksanakan?

5. Apa makna dari setiap hidangan mangupa haroroan boru?

6. Mengapa mangupa harus dilaksanakan di setiap pernikahan masyarakat batak?

7. Pesan apa yang anda dapatkan dari pelaksanaan upacar mangupa haroroan boru?

8. Selama melaksanakan mangupa haroroan boru, menurut anda adakah rangkaian

acara yang bertentangan dengan syariat Islam?

9. Nilai-nilai Islam apa saja yang anda peroleh dari pelaksanaan mangupa haroroan

boru?

10. Apa harapan anda kedepan mengenai pelestarian adat budaya batak?
LAMPIRAN 2

TRANSKRIP WAWANCARA

TRADISI MANGUPA HAROROAN BORU PERNIKAHAN MASYARAKAT

BATAK ANGKOLA DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

P: Peneliti

I: Informan

a. Informan 1 (Raja Adat)

Nama : Sultan Kasahatan Siregar

TTl/Usia : 60 Tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Alamat : Huta Baru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara

Agama : Islam

Etnis : Batak Angkola

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Sejarawan Adat dan Petani

No. Hp 085207514445
P:

Apakah yang dimaksud dengan upacara mangupa haroroan boru dalam

adat Batak Angkola?

I: Ketika seorang anaknya telah menikah maka orang tua sangat terharu apabila

dia tidak mampu mangupa anaknya, apapun ceritanya kalo dia masyarakat

adat paling tidak dia harus melaksanakan mangupa.

P: Apakah tujuan dilaksanakannya upacara mangupa haroroan boru dalam

adat Batak Angkola?

I: Tujuannya sudah suatu kewajiban, karena ketika dilaksanakan mangupa itu

berarti mengajari anak tersebut untuk berbuat sesuai dengan apa yang

diperbuat orangtua kepada anaknya

P: Apa saja persyaratan untuk melaksanakan upacara mangupa haroroan

boru dalam adat pernikahan Batak Angkola?

I: Horbo, muda namanengah hambeng, inda bisa dibaen lombu harana adong

falsafahna, muda lombu muda adong bahaya ditinggalkon ia anaknia makana

inda dibaen untuk acara mangupa.

P: Siapa sajakah yang menghadiri upacara mangupa haroroan boru dalam

adat pernikahan Batak Angkola?


I: Keluarga besar, andetolan, hatobangon nadituahon dimasyarakat, alim ulama,

pemerintahan, raja adat, raja nihuta.

P: Seberapa pentingkah upacara mangupa haroroan boru dalam adat

pernikahan Batak Angkola?

I: Pentingnya ya merasa malu apabila anaknya nikah tapi tidak dilaksanakan

mangupa haroroan boru. Satu hutang sama dia apabila tidak dilaksanakan,

harus kita beri tahu tetangga, keluarga apabila anak kita sudah menikah.

P: Bagaimana rangkaian pelaksanaan mangupa haroroan boru dalam adat

pernikahan Batak Angkola?

I: Rangkaiannya banyak mulai dari suami istri berdekatan ketika sudah menikah

anaknya, keluarga musyawarah martahi sabagas, iba samo iba ima adong

dalihan natolu, sidungi tahi sahuta, dipalugut mai hatobangon, raja, alim

ulama, cerdik pandai.

P: Benarkah jika mangupa tidak dilaksanakan maka acara adat pernikahan

tidak sah? Jika benar, mengapa tidak sah?

I: Ada wanita dan lelaki dilengkapi dengan saksi disiapkan dnegan maharnya,

ima nakkin secara agama, secara agama sah. Asi idokkon nasah secara adat

ima naidokkon jongjong ditopi bire nadietong halak iba naadong dihutai bope

gok hepeng niba anggo naso diadahon dope adat niba, ima kearifan. Mangkana
hita namarbudayaon anggo dung do nakkin nasesuai dohot koridor agama

madung bahatdo dibuang on adat on.

P: Apa saja hidangan dan makna hidangan yang ada dalam upacara

mangupa haroroan boru?

I: Hidangan on nakkinma songon sadia gokpe hidanganta hita lehen di koum

nabahat, tapi yang jelas syaratna di mangupa ima hasayanai, ahado hasayanai

molo na horbo janggut ima naidokkon hambeng, molona tolor tolorma, manuk

inda, makana samenek-menekni mangupa tolor sagodang-godangni mangupa

ima nabottar, horbo. Anggo dung dipajuguk pengantin on dibaenma tu jolo nia

pangupa on, biasana diginjang ni anduri molo adati mandokkon ima nakkin

naiginjang ni andurii indokkonmaon indahan sigodang barita napodo

dipangan madung dibotodo daina, ro sen damang dainang disorduhon tu

badan dohot tondi namu raja dohot antobang, tarpayak madisi namanjagit

tanda hambeng simaradat dua nagogo pajujung-jujung durame asa marsahat

hamu inang dialaman tua jalan tong hamu sidalan dame. Hambeng on sioban

damedoon. Pertama ulu ima tandana dalihan natolu hadirma disi mora,

adongma disi pat nihambeng ro maon markahanggi, ikur nai ima anakboru

namangartihon naso ra marugi atau seksi repot dibagian keringat. Ate-ate ima

ro ni parhuta hatobangon campurma disi dohot sibodak namangartihon raja

ima gule godang nappuna bulung. Tetunan sipirok atau ulos batak. Indadong
ro abit batak on dibagas niba muda inda ro sen mora, haram doi muda ditabusi

sendiri diiba, ima sangkin tinggina derajadni ulos batak on.

P: Pesan apa yang dapat diambil dari mangupa haroroan boru dalam

pernikahan Batak Angkola?

I: Ajaran untuk mengarungi bahtera rumah tangga sesuai dengan pesan-pesan

naadong namanjadi media-mediana, adong disi kalimat liginma didia nacocok

dirasaho namanjadi gurumu, anggo memang nasahutai cocok jadi gurumu,

ima gurumu, tapi nasahutai namungkin jadi gurumu sude songon natua-tuai

deba matobangdo ia lek marjuji di lopoan. Makana dison gokdo namanyimpan

makna-makna, bahat namanjadi filosofi.

P: Menurut pendapat anda bagaimana pandangan hukum Islam terhadap

mangupa haroroan boru?

I: Anggo sesuai do dirasa ho ahanamanjadi pendirianmu bagus, tapi muda

nasesuai dohot pendidikan mu, usahakan sesuai karena itu adat, contohna

burangir, harana burangir on ise namanyurdohon burangir tandana ia nagot

makkobar.didia namalanggar sen agama madung bahatdoon diambukkon sen

adaton.

P: Menurut pendapat anda, nilai-nilai Islam apa saja yang bisa diperoleh

dari mangupa haroroan boru?


I: Haran hombardo adat dohot agama, hita selalu mengucap mukoddimah

melalui agama, ujung-ujungna sude aha namanjadi manka disi kehena tu

agama, biarpun adong disi namanjadi mediana ujung-ujungna tu agama

harana hita namangikat hita adong tolu hukum ima hukum negara, agama,

adat natoluondo naparorot hita. Molo hukum adat ro sian impisi ima sen lubuk

hati bia perkembanganna ima sesuai musyawarah, ima makana nadong kitab

adat harana bisa saja naron menyimpang sen adat, adongpe bukuna untuk

pelajaran doi di anak gadi dohot poso-poso.

P: Apa harapan anda kedepan mengenai pelestarian adat budaya Batak

Angkola?

I: Generasi mudaon harus memahami budaya, bagaimana tingginya filsafah

budaya, estafet nionkan dihamu domaon diposo-posoon, aso dibaen hamu

budaya nihitaon pegangan mengharungi kehidupan harana di namarbudayaon

bahat manuntun hita dinamarsilaturahmi dohot namaragama. Harana budaya

angkolaon nadong kitab nion harana sian mulut ke mulut, nadong kitab nion

harana mabiar hita naron lebih dipercayai ia kitab ni adati daripada kitabni

Al-Qur‟an i.

b. Informan II (Alim Ulama)

Nama : Ali Napiah Siregar

TTl/Usia : 20 Juli 1988


Jenis kelamin : Laki-Laki

Alamat : Padang Sidempuan, Sumatera Utara

Agama : Islam

Etnis : Batak Angkola

Pendidikan : S2

Pekerjaan : Alim Ulama/Ustadz/Guru

No. Hp 085261523031

P: Apakah yang dimaksud dengan upacara mangupa haroroan boru dalam

adat pernikahan Batak Angkola?

I: Bisa dikatan adat atau tradisi yang turun temurun dari kakek-kakek kita nenek

moyang kita yang menjadi sebuah peraturan yang mana dalam upacara ini

diadakan sebuah acara memberikan makanan mulai dari santan, makan, untuk

seterusnya diberikan nasehat-nasehat. Jadi kalau menurut pengamatan saya

sebenarnya upacara ini acara yang dilakukan untuk memberikan nasehat-

nasehat kepada boru tersebut cuman dibuatlah dia acara formalnya, supaya

acara tersebut tidak dianggap main-mainan, ada aturan yang harus dilewati

sesuai adat yang di batak angkola.

P: Apakah tujuan dilaksanakannya mangupa haroroan boru dalam adat

pesta pernikahan Batak Angkola?


I: Minimalnya ada dua, yang pertama menunjukkan jiwa tanda senang atas

kedatangan boru tersebut, patidahon holong niroha. Karena itu adalah awal

mula pembinaan rumah tangga, maka acara mangupa ini dilaksanakan dengan

tujuan memberikan bekal-bekal kepada mereka di kemudian hari dalam

membina rumah tangga, diberikan makan lalu diberikan nasehat. Ada istilah

baberedo anak, parumaendo boru, menunjukkan sennag hati karena

kedatangan boru.

P: Apa saja persyaratan untuk melaksanakan upacara mangupa haroroan

boru dalam adat pernikahan Batak Angkola?

I: Yang pertama adalah parsahutaon yang meliputi alim ulama, cerdik pandai,

hatobangon, harajaon kemudian tidak terlepas dari dalihan natolu yaitu mora,

kahanggi, anak boru. Kemudian hidangan yang tergantung keuangan yang

punya hajat seperti misalnya, kambing kemudian indahan tukkus. Dibagasan

indahan tukkusi naron dibaenma beberapa jenis makanan-makanan misalna

udang, ikan mas, telur, kalo dulu aslinya diletakkan di anduri harus segi empat,

karena menunjukkan kekuatan kahanggi, anak boru, mora, dan suhut. Semua

hidangan ini mengandung falsafah yang disampaikan kepada kedua mempelai,

lewat hidangan itulah media untuk menyampaikan nasehat kepada mereka

contohnya udang, dimanapun udang singgah tidak akan rusak, setelah

berumah tangga nanti belajarlah dari udang, nah seperti itulah media yang

disampaikan kepada pengantin. Misalnya ikan mas mau sungainya besar


ataupun kecil ikan tersebut selalu maju kedepan seperti itulah ibarat

pernikahan jika banyak cobaan harus dilalui dan jangan mundur atau putus

asa.

P: Seberapa pentingkah upacara mangupa haroroan boru dalam adat

pernikahan Batak Angkola?

I: Kedudukan adat sitiadat dalam mangupa haroroan boru sangat dipentingkan,

maksudnya kalo ada ada haroroan boru tanpa diupa-upa seolah-olah tidak ada

kesan yang dapat diambil dari pernikahan tersebut. Kalo misalnya dikemudian

hari mereka ada pertengkaran kecil atau besar maka tidak terlepas mereka

harus mengingat nasehat-nasehat yang disampaikan ketika mangupa itu.

P: Bagaimana rangkaian pelaksanaan upacara mangupa haroroan boru

dalam adat pernikahan Batak Angkola?

I: Rangkainnya dengan cara yang pertama martahi sabagas mereka dulu satu

keluarga untuk memusyawarahkan hari H nya, kemudian jika sudah sepakat

maka diadakanlah martahi sahuta yang sudah melibatkan masyarakat yaitu

pasahat karejo. Kemudian sudah dapat hari H mereka pengantin didudukkan

kemudian seluruh rangkaian tokoh masyarakat tersebut memberikan ejang-

ejanganlah kepada mereka dalam membina rumah tangga setelah itu

didatangkanlah pangupa-upa kemudian diberi makan, dan diberi nasehat.


P: Apakah makna mangupa haroroan boru dalam pernikahan Batak

Angkola?

I: Makna mangupa itu istilahnya memberikan nasehat, memperkenalkan, dengan

adanya mangupa maka saudara dan keluarga akan diundang sehingga akan

kenal kepada boru tersebut. Sehingga nanti tidak terjadi fitnah karena orang-

orang sudah tahu mereka sudah menikah.

P: Benarkah jika mangupa tidak dilaksanakan maka acara adat pernikahan

tidak sah? Jika benar, mengapa tidak sah?

I: Sebenarnya dalam adat istiadat mangupa tidak dilaksanakan maka

pernikahannya tidak sah, tapi secara agama pernikahan tersebut tetap sah,

adat ini tidak terlepas dari agjaran agama. Makanya dalam Islam disebutkan

bahwa adat adalah bagian dari hukum. Seandainya seseorang tidak diupa

ketika menikah maka hal tersebut akan berdampak kepada keturunannya yang

tidak bisa mengadakan upa-upa karena orangtuanya juga tidak melaksanakan

upa-upa.

P: Pesan apa yang dapat diambil dari mangupa haroroan boru dalam

pernikahan Batak Angkola?

I: Pesan-pesan yang disampaikan tokoh-tokoh tersebut disamping bersumber

dari adat juga bersumber dari ilmu-ilmu agama, kemudian seilaturrahumnya,

persaudaraannya, kekompakannya dapat dilihat dari mangupa tersebut. Kita


kenal dalam istilah tutur dari marga. Pesan moral sangat dapat dalam upacara

ini kemudian pesan agama, adat, dan pemerintah.

P: Menurut pendapat anda bagaimana pandangan hukum Islam terhadap

mangupa haroroan boru?

I: Kalau menurut hukum Islam mangupa ini sangat bagus asalkan pandai

meletakkan tata cara dan bahasa yang baik untuk mempelai seperti makanan

yang disajikan kepada kedua mempelai, bukan makanan tersebut yang

menjadikan mereka keluarga yang sakinah mawaddah warahmah, tapi

makanan itu hanya sebuah media yang memberikan nasehat-nasehat. Karena

dalam Islam pun kita disuruh untuk saling nasehat-menasehati, berkumpul-

kumpul dan saling membantu. Ta‟arufnya juga dapat sehingga lahir

persaudaraan yang baik yang sesuai dnegan ajaran Islam.

P: Apakah mangupa haroroan boru bertentangan dengan syariat Islam?

I: Kalau mangupa yang dilakukan pada zaman dahulu dan sekarang sebenarnya

sudah banyak perubahan-perubahan. Makanya dulu itu banyak acara dari

mangupa yang bertentangan dengan syariat Islam, tetapi lewat penjelasan dari

para ulama dan pendidikan sekarangpun sudah maju maka acara-acara yang

bertentangan dengan syariat Islam sudah dibuang, dipilah dan tidak dipake

lagi.
P: Menurut pendapat anda, nilai-nilai Islam apa saja yang bisa diperoleh

dari mangupa haroroan boru?

I: Silaturrahim, mempererat persaudaraan, pembelajaran dalam membina

rumah tangga dari orang-orang yang sudah mendahuluinya, adanya untaian

nasehat atau pembekalan, mereka akan mendapatkan ilmu yang menjadi modal

mereka dalam membina rumah tangga. Kemudian nilai adab dan moral

sehingga kita bisa bertutur kata yang baik.

P: Apa harapan anda kedepan mengenai pelestarian adat budaya Batak

Angkola?

I: Adat ini tetap dijaga dan dilestarikan tapi tentunya terus dikoneksi, apabila

ada adat yang berbenturan dengan agama Islam tentu kita bisa perbaiki, adat

istiadat yang sesuai dengan Islam kita pertahankan.

c. Informan III (Masyarakat yang pernah melaksanakan mangupa)

Nama : Rijal Harahap

TTl/Usia : 57 Tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Alamat : Padang Sidimpuan, Sumatera Utara

Agama : Islam

Etnis : Batak Angkola


Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Wiraswasta

No. Hp 085296844300

P: Apa kendala yang dihadapi, baik sebelum maupun sesudah acara

mangupa haroroan boru dilaksanakan?

I: Kendalanya tidak ada, karena sudah dipersiapkan dengan baik oleh keluarga

dan dibantu masyarakat juga.

P: Bagaimana perasaan anda ketika melaksanakan mangupa haroroan boru?

I: Bahagia, karena orang tua melihatkan kasih sayangnya karena kedatangan

parumaen.

P: Apakah ada syarat yang harus dipenuhi untuk melaksanakan mangupa

haroroan boru?

I: Yang pertama selesai hukum agamanya, selesai hukum pemerintahannya, itu

dasar pertama, patik adalah ketentuan. Paho perjalanannya, kenapa dia

membuat pesta, uhum ada hukum-hukum yang dilalui, ugari ketika

melaksanakannya ada kebersihan, keramah tamahan, ujar-ujaran, ketika pesta

itu dia boleh memakai gondang, dan sesuai dengan kemampuan keuangan yang

punya hajat. Muda namenek attong manuk-manuk telur, muda menengah

kambing, muda besar yang kerbau.


P: Bagaimana rangkaian acara mangupa haroroan boru yang anda

laksanakan?

I: Pertama martahi sabagas, keluarga saja dilanjut martahi sahuta yang dihadiri

satu kampung lanjut memohon pelaksanaan pada raja untuk melaksanakan

adat.

P: Apa makna dari setiap hidangan mangupa haroroan boru?

I: Maknanya kita mengajari dia karena dahulu kita ga ada agama, sebelum ada

agama, adat inilah yang menjadi pedoman bagi masyarakat, tapi semenjak ada

agama, banyak dari adat ini yang dikurangi yang tidak sesuai dengan agama.

Dalam hidangan mata bermakna supaya pengantin selalu melihat mana yang

baik dan buruk, telinga tangi disululuton itte disiraon, kalo ada yang meninggal

tidak dikasih tau ke kita ya kita datang, kalo pesta ya harus ada undangannyya,

kalo tidak ada undangannya tapi kita hadiri maka hal tersebut berdosa. Mulut

mengajari kedua pengantin untuk mengucapkan sesuatu dengan bahasa yang

baik dan bertutur kata yang baik. Hidung mengajari yang bau dan harum yang

halal dan haram. Kaki mengajari pengantin untuk kesana kemari mencari

kehidupan, kalau hati supaya hati-hati dan selalu bersih.

P: Mengapa mangupa harus dilaksanakan di setiap pernikahan masyarakat

batak?
I: Salah satu kewajiban, apabila anaknya lahir orangtua sudah berangan-angan

untuk mendidik anaknya, kalau sudah tammat sekolah dan sudah cukup untuk

menikah maka orangtua akan menikahkannya.

P: Pesan apa yang anda dapatkan dari pelaksanaan upacar mangupa

haroroan boru?

I: Seseorang akan diajari baik masyarakatnya, kerjanya, kita mengikuti aturan-

aturan adat.

P: Selama melaksanakan mangupa haroroan boru, menurut anda adakah

rangkaian acara yang bertentangan dengan syariat Islam?

I: Untuk sekarang tidak ada lagi karena sudah dibuang adat-adat yang

menyimpang dari ajaran agama. Misalnya dahulu menyajikan kepala kambing

dihadapan pengantin tanpa dimasak, sekarang sudah tidak begitu lagi. Ketika

akan memulai acara kana da martahi sahuta yang dihadiri alim ulama dan

segala yang bertentangan dalam Islam akan ditiadakan.

P: Nilai-nilai Islam apa saja yang anda peroleh dari pelaksanaan mangupa

haroroan boru?

I: Adat ini sesuai dengan agama, nilai yang diambil musyawarahnya, kerja

samanya, saling membantu, dan tahu cara bertutur dalam menyapa.

P: Apa harapan anda kedepan mengenai pelestarian adat budaya batak?


I: Harapannya semoga adat ini selalu dibanggakan dan selalu dilaksanakan oleh
orang-orang batak angkola.
LAMPIRAN 3

DOKUMENTASI LAPANGAN

Foto Bersama Alim Ulama Foto Bersama Raja Adat

Ali Napiah Siregar Sultan Kasahatan Siregar

Foto Bersama Masyarakat Yang Pernah Melaksanakan Mangupa

Rijal Harahap
LAMPIRAN 4

JADWAL PENELITIAN

No Kegiatan Tahun 2020


Juli Agustus Septemb Oktober Novemb Desemb
er er er

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pengajuan
Judul
2. Pembuata
n Peoposal
3. Perbaikan
Proposal
4. Seminar
Proposal
5. Perbaikan
Proposal
6. Penelitian
7. Pengolaha
n Data
8. Bimbinga
n
9. Agenda
dan Ujian
Skripsi
10. Perbaikan
CURRICULUM VITAE

Nama : Rahmi Sari Rambe

NIM 10118009

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/TGL Lahir : Simatorkis, 18 Desember 1999

Alamat Asal : Simatorkis, Sumatera Utara

Alamat Sekarang : Jambi

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat Email : rahmirambe8@gmail.com

Pendidikan : SD. Simatorkis 100010 (2006)

: MTS.S. Syekh Ahmad Basyir Parsariran (2012)

: MAS. Al-Azhar Bi‟Ibadillah Ujung Gading (2015)

: UIN STS Jambi (2018)

Anda mungkin juga menyukai