Anda di halaman 1dari 21

A.

Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan mukjizat yang paling agung dalam sejarah ke-Rasulan
Nabi Muhammad Saw, hal ini telah terbukti mampu menampakan sisi
kemukjizatannya yang sangat luar biasa, bukan hanya sekedar eksistensinya saja
yang tidak pernah luput dimakan zaman, akan tetapi al-Qur’an juga selalu mampu
membaca setiap detik perkembangan zaman, sehingga al-Qur’an sangatlah absah
menjadi referensi kehidupan umat manusia. 1 Al-Qur’an juga merupakan sumber
utama ajaran umat Islam sekaligus prinsip-prinsip dasar yang meliputi seluruh aspek
kehidupan manusia sehingga mampu membawa manusia menuju kepada
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Tidak mengherankan jika al-Qur’an memiliki
tempat yang sentral, bukan hanya dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-
ilmu keislaman, namun juga menjadi inspirator, pemandu gerakan dan dinamika
umat Islam sepanjang 14 abad.2
Sementara al-Qur’an sangatlah dibutuhkan guna mampu menjawab setiap
perjalanan zaman. Dalam hal ini, penafsiran al-Qur’an merupakan keniscayaan dan
suatu keharusan yang dimana keberadaannya sangatlah di butuhkan. dalam upaya
menemukan makna yang terkandung dalam al-Qur’an membutuhkan penafisran yang
total, karena kehadiran al-Qur’an yang tersurat sangatlah membutuhkan
penginterpretasian dalam rangka untuk kemaslahatan umat manusia sebagai hidayah
yang terkandung di dalamnya, dalam hal ini, sepertinya Allah memberikan
kesempatan kepada umat manusia agar menginterpretasikan isi al-Qur’an sesuai
dengan kemampuannya, dengan tetap berpijak kepada visi dasar al-Qur’an sebagai
rahmatan lil alamin. Dengan pemahaman tersebut disinilah pentingnya kajian
Ulumul Qur’an dipelajari, dipahami, dan diimplementasikan dalam format pola
penafsiran.
Dalam kajian keislaman ungkapan Ulumul Qur’an telah menjadi suatu nama
bagi suatu disiplin ilmu khusus dan secara bahasa artinya ilmu-ilmu al-Qur’an, 3

1
Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulumul Qur’an, (Riyadh: Mansyurat al-`Ashril Hadits, 1975),
hlm. 102.
2
Hasan Hanafi, Al-Yamin Wa Al-Yasar Fi Fikr Al-Diniy, ( Mesir: Madbuky, 1989), hlm. 77
3
Nutwadjah Ahmad, Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Tafsir, (Bandung: Makalah,
1994), hlm. 1. Dari sebuah makalah yang disampaikan dalam acara yang diadakan HMJ Tafsir Hadits
IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, pada tanggal 18 November 1994.

1
Namun secara terminologi Ulumul Qur’an menurut Ali al-Shabuni adalah seluruh
pembahasan yang berkaitan dengan al-Qur’an yang abadi, baik dilihat dari segi
penyusunanya, pengumpulannya, sistematikanya, persamaan dan perbedaan antara
surat makkiyyah dan madaniyyah, penjelasan tentang nasikh dan mansukh,
pembahasan tentang muhkam dan mutashabihat, serta pembahasan lainnya yang
berkaitan dengan al-Qur’an.4
Kajian tentang Ulumul Qur’an juga di kaji dalam Pesantren. Di Pesantren
santri dibina dalam mengkaji Ulumul Qur’an dalam rangka mencetak kader mufasir
yang memiliki kualitas. Studi tentang Pesantren selalu menarik untuk dikaji,
singkatnya Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang memelihara
tradisi intelektual muslim di Indonesia yang telah berproses dalam sejarah yang
sangat panjang. Disisi lain, tradisi Intelektual muslim di Indonesia meliputi berbagai
macam bidang kajian Keilmuan, seperti Tafsir, Hadis, Fiqih, Tasawuf, dan lain
sebagainya, termasuk bidang kajian Ulumu al-Qur’an. Namun, secara umum, bidang
kajian Ulumul al-Qur’an ini di lingkungan pesantren tidak banyak dilakukan dan
tidak banyak berkembang. Kebanyakan di lingkungan Pesantren langsung
mempraktekan isi dari kajian Ulum al-Qur’an seperti Tafsir dan sebagainya. Namun
kajian khusus Ulum al-Qur’an jarang sekali di pelajari di lingkungan Pesantren.
Memperhatikan wacana dan kajian ilmu ini yang berkembang sedemikian
pesat, namun, dalam proses pengkajian bagi santri di Pesantren muatan bidang ilmu-
ilmu al-Qur’an tidak terlalu menonjol di bandingkan dengan disiplin ilmu yang lain
seperti bahasa Arab, Fiqih, dan Tarikh dan lain sebagainya. Dalam hal ini penulis
merasa bahwa penelitian tentang kajian keilmuan tentang ilmu-ilmu al-Qur’an perlu
dibahas dan di kembangkan. Hal ini bertujuan guna mencari tahu mengapa di
kurikulum pesantren kajian Ulum al-Qur’an tidak dijadikan pelajaran utama dan
mengapa cenderung menerima tafsir tradisional dibandingkan tafsir modern.
Berangkat dari hal ini, Skripsi ini akan membahas persoalan tersebut.
Penelitian tersebut mengambil lokasi di Pondok Pesantren Syubbaniyyah
Islamiyyah Buntet Pesantren Cirebon sebab di pondok pesantren tersebut
mengadakan kajian anatara lain; pertama, kajian mingguan Tafsir al-Sya’rowi dan
4
Muhammad Ali al-Shabuni, Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aminuddin, (Bandung : Pustaka Setia,
1999), hlm. 14

2
kitab Ulum al-Qur’an yaitu al-Burhan Fi’Ulum al-Qur’an li al-Zarkasyi.yang diikuti
bukan hanya dari para santri Syubaniyah Islamiyah Buntet Pesantren Cirebon,
melainkan para mahasiswa IAIN Cirebon jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir.
Menurut ustad Irsad, selaku pengajar pondok pesantren tersebut “para santri dan
masyarkat dapat memahami perangkat ilmu untuk memahami Al-Qur’an, suapaya
tidak sembarangan memahami Al-Qur’an, supaya secara mendalam untuk
memahami ilmu-ilmu yang digunakan oleh ulama untuk menafsirkan Al-Qur’an”,
sedangkan menurut ustad Wahid, selaku pengajar Pondok Pesantren Subanniyah
Islamiyyah, “sebab, Alburhan Fi Ulum Al-qur’an merupakan induknya ulumul
Qur’an, dan sudah selayaknya bagi penggiat tafsir untuk memanjakan diri dalam
kitab tersebut”. Kedua; kajian harian yang khusus diikuti oleh para santri
Syubaniyah Islamiyah Buntet Pesantren Cirebon sebagaimana lazimnya Pesantren .

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, agar penelitian lebih spesifik dan terarah
maka di bawah ini disusun beberapa rumusan masalah, diantaranya:
1. Bagaimana kajian Ulum al-Qur’an di Pondok Pesantren Syubbaniyyah
Islamiyyah Buntet Pesantren Cirebon ?
2. Bagaimana resepsi santri Pondok Pesantren Syubbaniyyah Islamiyyah Buntet
Pesantren Cirebon tentang kajian Ulum al-Qur’an ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan :
1. Untuk menjelaskan bagaimana kajian Ulum al-Qur’an yang dilakukan di
Pondok Pesantren Syubbaniyyah Islamiyyah Buntet Pesantren Cirebon.
2. Untuk menjelaskan resepsi santri Pondok Pesantren Syubbaniyyah Islamiyyah
Buntet Pesantren Cirebon tentang kajian Ulum al-Qur’an.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini diantaranya :
1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang Living Qur’an di Pondok
Pesantren Syubbaniyyah Islamiyyah Buntet Pesantren Cirebon.

3
2. Memperkenalkan salah satu bentuk khazanah keilmuan yang harus dikaji
dipondok pesantren sebab Ulum al-Qur’an adalah keilmuan yang membahas
ilmu-ilmu yang mempelajari tentang al-Qur’an.
3. Dengan penelitian ini dapat memperoleh informasi terkait bagimana pengajaran
Ulumul Qur’an di Pondok Pesantren Syubbaniyyah Islamiyyah Buntet Pesantren
Cirebon.
E. Telaah Pustaka
Dari penelusuran penulis terkait referensi yang ada, penulis menyimpulkan
bahwa pembahasan yang berkenaan dengan tema ini belum banyak diteliti untuk
kajian kepesantrenan bidang ilmu Ulum al-Qur’an, akan tetapi untuk penelitian yang
membahas perihal living qur’an sudah banyak dilakukan baik dari sisi pendekatan
sosiologis, fenomenologis dan psikologis maupun lainnya. Di bawah ini beberapa
penelitian ilmiah terdahulu terkait Living Qur’an , antara lain adalah;
Pertama, skripsi ditulis oleh Isnani Sholeha pada tahun 2015 dengan Judul
Pembacaan Surat-Surat Pilihan Dari Al-Qur’an Dalam Tradisi Mujahadah (Stadi
Living Qur’an Di Pondok Pesantren Pitri Nurul Ummahat Kotagede, Yogyakarta),
pada skripsi ini menjelaskan bahwa pemahaman dan penghayatan individual secara
verbal maupun non verbal, dapat mempengaruhi individu lain untuk membentuk
kesadaraan bersama. Dalam pesantren tersebut terdapat praktek-praktek di tengah
masyarakat dengan keaneka ragaman serta perbedaan. Hal ini karena sudut pandang
yang berbeda dalam memahami al-Qur’an. Dari tradisi yang melahirkan perilaku-
perilaku secara umum menunjukan adanya resepsi masyarakat tertentu terhadap al-
Qur’an.5
Kedua, skripsi yang ditulis oleh Muhammad Al Fath Saladin pada tahun
2015, dengan judul Pembacan Ayat-Ayat Al-Qur’an Dalam Mujahadah Pemilihan
Kepala Desa Periode 2014-2019 (Stadi Living Qur’an Di Desa Pucungrejo Kec.
Muntilan kab. Magelang), dalam skripsi ini menjelaskan bahwa pembacaan ayat-ayat
tersebut merupakan fenomena penikmat al-Qur’an yang hidup ditengan masyarakat
sehingga memiliki keragaman makna. Pembacaan ini menarik ketika dikaitkan

5
Isnani Sholeha, Pembacaan Surat-Surat Pilihan Dari Al-Qur’an Dalam Tradisi Mujahadah
(Stadi Living Qur’an Di Pondok Pesantren Pitri Nurul Ummahat Kotagede, Yogyakarta),skripsi Jurusan
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2015)

4
dengan kepentingan polotik dan menghasilkan beragam resepsi ditengah masyarakat.
Ayat-ayat yang dibaca pada mujahadah tersebut adalah Yasin Fadilah serta bacaan
dalam kitab Aurod dan Hizb. 6
Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Didik Andriawan pada tahun 2013, dengan
judul Penggunaan Ayat Al-Qur’an Sebagai Pengobatan (Studi Living Qur’an Pada
Praktek Pengobatan Dr, KH. Komari Safullah, Pesantren Sunan Kalijaga, Desa
Pakuncen, Kecamatan Patianrowo, Kabupaten Nganjuk). Pada skripsi ini
menjelaskan bahwa dalam praktek pengobatan yang dilakukan oleh dr KH. Komari
Safullah menggunakan surat-surat dan ayat-ayat tertentu di dalam al-Qur’an, seperti
surat al-Fatihah, al-Ikhlas, al-Falaq, al-Nas, surat al-Baqarah ayat 225, surat an-
Naml ayat 30, surat al-Saffat ayat 79-80, dan ayat-ayat al-Qur’an lainnya, yang
memang tidak ada kaitannya antara makna ayat dengan penyakit yang sedang
diobati.7
Keempat, skripsi yang ditulis oleh Ahmad Anwar pada tahun 2014 dengan
judul Pembacaan Ayat Al-Qur’an Dalam Ayat-Ayat Mujahadah Di Pondok
Pesantren Al-Luqmaniyah Umbulharjo Yogyakarta. Dalam sekripsi tersebut lebih
memfocuskan kepada praktek tradisi mujahadah, dengan menggunakan ayat-ayat al-
Qur’an sebagai media Mujahadah. penelitian ini menggunakan pendekatan
fenomenologis, yakni dengan melihat dan mengamati suasana hati yang dirasakan
oleh para pendengar dan pembaca ayat-ayat yang digunakan untuk media
Mujahadah di Pondok Pesantren Al-Luqmaniyah Umbul Harjo Yogyakarta. 8
Adapun penelitian ilmiah yang membahas tentang Pengkajian Ulum al-
Qur’an di pesantren penulis baru menemukan satu penelitian dalam bentuk jurnal.
Penelitian ini ditulis oleh Uun Yusufa seorang dosen Fakultas Ushuluddin Adab dan

6
Muhammad Al Fath Saladin, Pembacan Ayat-Ayat Al-Qur’an Dalam Mujahadah Pemilihan
Kepala Desa Periode 2014-2019 (Stadi Living Qur’an Di Desa Pucungrejo Kec. Muntilan Kab.
Magelang), skripsi jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2015)

7
Didik Andriawan, Penggunaan Ayat Al-Qur’an Sebagai Pengobatan (Studi Living Qur’an Pada
Praktek Pengobatan Dr, KH. Komari Safullah, Pesantren Sunan Kalijaga, Desa Pakuncen, Kecamatan
Patianrowo
, Kabupaten Nganjuk), skripsi jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (Yogyakarta: UIN Sunana
Kalijaga, 2013)
8
Ahmad Anwar, Pembacaan Ayat Al-Qur’an Dalam Ayat-Ayat Mujahadah Di Pondok Pesantren
Al-Luqmaniyah Umbulharjo Yogyakarta, skripsi jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (Yogyakarta: UIN
sunan kalijaga, 20114)

5
Humaniora IAIN Jember. Dalam penelitiannya ia mengkaji perihal bagaimana peran
pesantren dalam memngajarkan kajian Ulum al-Qur’an kepada santrinya, sebab
kebanyakan di pondok pesantren jarang sekali mengkaji kitab Ulum al-Qur’an akan
tetapi mereka lebih banyak langsung mengkaji Tafsir,Tajwid, Qiroat dan lain
sebagainnya. Padahal keseluruhan ilmu itu merupakan bagian dari keilmuan Ulum
al-Qur’an sehingga santri sangatlah perlu mengkaji kitan Ulum al-Qur’an terlebih
dahulu sebelum mereka mengkaji keilmuan seperti Tafsir, Tajwid, Qiro’ah dan lain
sebagainya. 9 Dari keseluruhan penelitian di atas penulis belum menemukan kajian
Living Qur’an yang membahas terkait Pengkajian Ulum al-Qur’an di pesantren.
Maka dari permasalahan ini penulis berkesimpulan penelitian ini perlu dilanjutkan
guna menambahkan wawasan keilmuan.
F. Kerangka Teori
Dalam sejarah perkemabangan Islam, praktek memperlakukan al-Qur’an atau
unit tertentu dari al-Qur’an sehingga memiliki makna tersendiri dalam kehidupan
praktis umat pada dasarnya sudah terjadi ketika Nabi Muhammad masih hidup
sebuah masa yang paling baik bagi Islam, suatu masa dimana semua perilaku
manusia masih dibimbing oleh wahyu melalui Nabi secara langsung, praktek seperti
ini konon dilakukan Nabi sendirian. Seperti halnya praktek penyembuhan penyakit
dengan menggunakan metode ruqyah lewat surat al-Fatihah, atau menolak sihir
dengan menggunakan surat al-Mu’awwizatain.10
Jikalau praktek semacam ini sudah terjadi pada zaman Nabi, maka hal
tersebut berarti bahwa al-Qur’an diperlakukan sebagai pemangku fungsi di luar
kapasitasnya sebagai suatu teks. Sebab secara semantis surat al-Fatihah tidaklah
memiliki kaitannya dengan persoalan penyakit, tetapi mampu digunakan untuk
fungsi diluar fungsi semestinya. Adanya anggapan tertentu terhadap al-Qur’an yang
menjadikan sebagai salah satu faktor pendukung munculnya praktik memfungsikan
al-Qur’an dalam kehidupan praktis, diluar kondisi tekstualnya.11

9
Uun Yusufa, “Pengkajian Ulum al-Qur’an di Pesantren”, dalam jurnal FENOMENA, Vol. 15
No. 1 April 2016 , hlm. 59
10
M. Mansur, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: TH-Press, 2007),
hlm. 3
11
Ibid, hlm. 3-4

6
Studi al-Qur’an sebagai salah satu upaya sistematis terhadap hal-hal yang
berkaitan langsung dan tidak langsung dengan al-Qur’an pada dasarnya sudah
dimulai sejak zaman Nabi Saw. Hanya saja pada tahap awalnya semua cabang ‘ulum
al-Qur’an dimulai dari praktek yang dilakukan generasi awal terhadap dan demi al-
Qur’an, sebagai wujud dari penghargaan dan ketaatan pengabdian. Ilmu qiraat, rasm
al-Qur’an, tafsir al-Qur’an, asbab al-Nuzul dan lain sebagainya dimulai dari praktek
generasi pertama al-Qur’an. Namun pada era takwin atau era di mana ilmu-ilmu
keislaman berkembang pada abad berikutnya, praktek-prektek terkait dengan al-
Qur’an ini disitematiskan dan dikodifikasikan, kemudian lahirlah cabang ilmu al-
Qur’an.12
Dengan lahirnya cabang-cabang ilmu al-Qur’an ada satu catatan, yakni
bahwa sebagian besar permasalahan yang ada berawal dari problem-problem
tekstualitas al-Qur’an. Dengan adanya problem tersebut maka munculah praktek
tertentu yang berjudul penarikan al-Qur’an ke dalam kepentingan praksis dalam
kehidupan umat di luar aspek tekstualnya nampak tidak menarik perhatian para
peminat studi al-Qur’an klasik. Kajian Living Qur’ani berawal dari fenomena Qur’an
in Everyday Life, yakni memahami dan memaknai serta fungsi al-Qu’an secara riil
dipahami dan dialami masyarakat muslim, fenomena semacam ini sudah ada
embrionya sejak masa yang paling dini di dalam sejarah islam.13
Dunia muslim pada saat itu belum terkontaminasi oleh berbagai pendekatan
keilmuan sosial yang notabene merupakan produk dari dunia barat, dimensi sosial
kultural yang membayangi kehadiran al-Qur’an tampak tidak mendapatkan porsi
sebagai suatu objek studi. Sebenarnya adapun hal-hal yang melatarbelakangi
munculnya ‘ulum al-Qur’an lebih tertarik pada dimensi tekstual Qur’an, di antaranya
adalah terkait dengan penyebaran paradigma ilmiah kedalam wilayah kajian agama
pada umumnya. Sebelum paradigma ilmiah dengan orientasi obyektifnya merambah
dunia studi agama (Islam), maka kajian atau studi Islam termasuk studi al-Qur’an
lebih berorientasi pada keberpihakan keagamaana. Artinya, ilmu-ilmu al-Qur’an

12
Ibid, hlm. 5
13
Ibid, hlm. 5-6

7
sengaja dilahirkan dalam rangka menciptakan satu kerangka acuan normatif bagi
lahirnya penafsiran al-Qur’an yang memadai.14
Studi al-Qur’an yang lahir dari latar belakang paradigma ilmiah murni,
diawali oleh para pemerhari studi al-Qur’an non muslim. Bagi mereka banyak sekali
hal yang menarik di dalam al-Qur’an di tengah kehidupan kaum muslim yang
berwujud sebagai fenomena sosial. Misalnya suatu fenomena sosial terkait dengan
pelajaran membaca al-Qur’an dilokasi tertentu, fenomena penulisan berbagai bagian-
bagian ayat dari al-Qur’an yang kemudian dijadikan sebagai formula pengobatan,
do’a-do’a dan sebagainya yang ada di dalam masyarakat muslim tertentu yang tidak
ada di masyarakat muslim lainnya. Model studi yang menjadikan fenomena yang
hidup ditengah masyarakat Muslim terkait dengan al-Qur’an menjadi objek studinya,
pada dasarnya tidaklah lebih dari studi sosial dengan keagamaan. Hanya saja
fenomena ini muncul lantaran adanya kehadiran Qur’an, maka kemudian
diinisialisikan ke dalam wilayah studi Qur’an. Yang pada perkembangannya dikenal
dengan istilah Living Qur’an.15
Konsekuensi yang timbul dari objek studi berupa fenomena sosial ini adalah
diperlukannya berbagai perangkat metodologi ilmu-ilmu sosial yang baru yang
belum tersedia dalam khasanah keilmuan al-Qur’an klasik. Signifikansi
akademisinya tentu lebih dari mengeksplorasi dan mempubklikasikan kekayaan
ragam fenomena sosial yang terkait dengan Qur’an diberbagai komunitas Muslim
dalam batas-batas kepentingan ilmiah yang tidak berpihak. Berbeda dengan studi
Qur’an yang objeknya berupa tekstualitas Qur’an maka studi Qur’an yang menjadi
objek kajiannya berupa fenomena lapangan semacam ini tidak memiliki kontribusi
langsung bagi upaya penafsiran al-Qur’an yang lebih bermuatan agama. Namun hasil
dari studi sosial Qur’an dapat bermanfaat bagi agamanya untuk dievaluasi dan
ditimbang bobot manfaat dan mudharatnya dari berbagai praktek tentang Qur’an
yang dijadikan objek studi.16
Berikut ini beberapa tokoh yang memerhatikan al-Qur’an atas dasar
paradigma ilmiah, yang merinis masuk pada wilayah baru dari studi al-Qur’an, antara

14
Ibid, hlm. 6
15
Ibid, hlm. 6-7
16
Ibid, hlm. 7

8
lain; Neal Robinson, Farid Essac, Nasr Hamid Abu Zayd. Dalam hal ini Farid Essac
lebih banyak mengeksplorasi pengalaman tentang al-Qur’an dilingkungannya
sendiri, sedangkan Neal Robinson mencoba untuk merekam pengalaman banyak
kasus tetang al-Qur’an seperti bagaimana pengalaman Taha Husaen dalam
mempelajari al-Qur’an di Measir. Adapun yang dimaksud dari living Qur’an itu
sendiri adalah suatu kajian atau penelitian yang menggali berbagai peristiwa sosial
terkait dengan kehadiran al-Qur’an atau keberadaan al-Qur’an disebuah komunitas
Muslim tertentu.17
Arti penting dari kajian living Qur’an adalah dapat dimanfaatkan untuk
dakwah dan pemberdayaan masyarakat sehingga lebih maksimal dalam
mengapresiasi al-Qur’an. 18 Selain itu dapat memberikan paradigma baru bagi
pengembangan kajian Qur’an kontemporer, sehingga studi Qur’an tidak hanya
berkutat pada wilayah kajian teks.19 Khususnya bagi mahasiswa yang mengkaji al-
Qur’an, kajian ini dapat memperluas objek penelitian. 20 Kajian living Qur’an
merupakan kajian fenomena sosial, sehingga menggunakan model penelitian sosial
penelitian kualitatif
Kata “resepsi” berasal dari bahasa Latin yaitu recipere yang dimaknai
sebagai penerimaan atau penyambutan pembaca. Sedangkan definisi resepsi secara
terminologis yaitu sebagai ilmu keindahan yang didasarkan pada respon pembaca
terhadap karya sastra. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa, resepsi
merupakan disiplin ilmu yang mengkaji peran pembaca dalam merespon,
memberikan reaksi, dan menyambut karya sastra. 21 Teori resepsi merupakan teori
yang mementingkan tanggapan pembaca terhadap sebuah karya, misal tanggapan

17
Ibid
18
Abdul Mustaqim, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: TH-Press,
2007), hlm. 69
19
Ibid, hlm. 70
20
Ibid, hlm. 69
21
Fathurrosyid, Tipologi Ideologi Resepsi Al Quran Di Kalangan Masyarakat Sumenep Madura
dalam jurnal Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) el Harakah Vol.17 No.2 Tahun 2015, hal.
221

9
umum yang mungkin berubah-ubah yang bersifat penafsiran dan penilaian terhadap
karya yang terbit dalam jangka waktu tertentu tersebut.22
Analisis resepsi merupakan bagian khusus dari studi khalayak yang mencoba
mengkaji secara mendalam proses aktual di mana wacana media diasimilasikan
melalui praktek wacana dan budaya khalayaknya. Analisis resepsi sangat menarik
untuk dikaji sebab ia mengambil teori dari ilmu sastra dan metodologinya dari ilmu-
ilmu sosial. Ilmu sastra memberi kontribusi terhadap konsep yang mendukung
komunikasi massa sebagai praktek produksi budaya dan penyebaran makna dalam
konteks sosial. Sementara dari ilmu sosial, diadopsi dalam hal penggunaan model
tertentu dari penyelidikan empiris ke dalam proses interaksi antara pesan media
massa dan audiens mereka.23

G. Metode Penelitian
Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan yang memakai metode
penelitiatn deskriptif kualitatif dengan pendekatan Fenomenologi. Fenomenologi
adalah sebuah pendekatan yang bersifat subjektif interpretif, lebih luas nya
pendekatan ini adalah pendekatan yang digunakan sebagai istilah generik untuk
merujuk kepada semua pandangan ilmu sosial yang menempatkan kesadaran
manusia dan makna subjektifnya sebagai cara untuk memahami tindakan sosial.
Menurut watt dan Berg bahwa fenomenologi tidak hanya bergelut dalam
mengkaji aspek-aspek kausalitas dalam suatu peristiwa saja, melainkan berupaya
untuk mampu memahami tentang bagaimana orang melakukan suatu
pengalaman beserta makna pengalaman itu bagi dirinya.24

22
Any Suryani(Mahasiswa S1 Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Semarang) , Analisis
Resepsi Penonton Atas Popularitas Instan Video Youtube ‘Keong Racun’ Sinta Dan Jojo dalam Jurnal
The Messenger, Volume V, Nomor 1, Edisi Januari 2013, hal 40
23
Sub Roni, Analisis Resepsi Cerita Rakyat Kedung Wali (Recepction Analisys Kedung Wali
Story) dalam jurnal Program Filologi Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Diponegoro Semarang, The Messenger, Volume V, Nomor 1, Edisi Januari 2013, hlm. 41
24
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu-
ilmu Sosial lainnya, ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001) hlm. 20-21

10
Cara ini digunakan sebagai upaya untuk mengungkapkan dan
menemukan pandangan baru serta pemahaman baru terkait mengapa kajian
Ulum al-Qur’an jarang sekali dipelajari di pesantren-pesantren. Sedangkan
Ulum al-Qur’an sangatlah penting untuk dipelajari sebelum mempelajari kajian-
kajian keilmuan terkait al-Qur’an.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Syubbaniyyah Islamiyyah
Buntet Pesantren Cirebon, adapun waktu penelitian dilaksanakan pada waktu-
waktu tertentu sesuai dengan kajian yang dilakukan di Pondok Pesantren
tersebut.
3. Subjek Penelitian dan Sumber Data
Subjek penelitian dalam penelitian ini di anataranya K.H Baidowi Yusuf
Sebagai pimpinan Pondok Pesantren Syubbaniyyah Islamiyyah Buntet Pesantren
Cirebon, dan Ust Irsad Al-Faruq, Ust Abdurohman Wahid, dan Ust Muhammad
Harun Selaku pemateri dalam kajian Ulum al-Qur’an serta para santri Pondok
Pesantren Syubbaniyyah Islamiyyah Buntet Pesantren Cirebon. Sumber data ini
berupa Primer dan Sekunder, Data Primer berasal dari Observasi dan data
sekunder berasal dari buku-buku, Skripsi, Tesis, Disertasi, Majalah, Artikel-
artikel dan berbagai karya ilmiah lainnya yang mendukung dalam penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi Partisipan (Pengamatan terlibat langsung)
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode observasi
pertisipan dan non partisipan. Adapun yang dimaksud dengan observasi
partisipan adalah observasi yang dilakukan terhadap objek ditempat terjadi
atau berlangsungnya peristiwa, sehingga observer ikut bersama objek yang
diteliti. Observasi partisipan yang penulis lakukan ditujukan pada lokasi
penelitian yaitu di Pondok Pesantren Syubbaniyyah Islamiyyah Buntet
Pesantren Cirebon. Adapun observasi non partisipan ini dilakukan penulis
dengan cara memperoleh data dan informasi dari buku-buku, skripsi ataupun
jurnal terkait penelitian ini. Dalam penulisan skripsi ini penulis akan lebih

11
banyak menggunakan observasi partisipan karena lebih mendukung
terhadap penelitian ini.
b. Wawancara secara mendalam (Independent Interview)
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Fenomenologi
yaitu wawancara yang menggunakan percakapan persahabatan. Penelitian
ini mendapatkan data melalui pengamatan dan terlibat langsung dalam
percakapan. Wawancara ini digunakan untuk mendapatkan data yang tidak
didapat dari hasil observasi dilapangan. Wawancara ini dilaksanakan dengan
pimpinan Pondok Pesantren Syubbaniyyah Islamiyyah Buntet Pesantren
Cirebon dan para ustadz yang mengisi kajian Ulum al-Qur’an di Pondok
Pesantren tersebut.
c. Dokumentasi
Adapun dokumentasi yang saya lakukan adalah mengumpulkan data-
data yang terkait kajian Ulum al-Qur’an di Pondok Pesantren Syubbaniyyah
Islamiyyah Buntet Pesantren Cirebon, dari mulai jenis kitab yang dipakai
dalam kajian tersebut, kegiatan yang dilaksanakan sebelum dan sesudah
kajian serta kegiatan yang lainnya. Adapun dokumentasi tersebut bisa berupa
foto-foto, arsip, video, teks wawancara dan yang lainnya.
d. Analisis data
Penulis menganalisis data yang sebelumnya telah didapatkan lalu
penulis mendeskripsikan dan memaparkan bagaimana hasil wawancara yang
dilakukan yaitu dengan mengklasifikasikannya ke dalam beberapa bagian.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan penelitian ini terdiri dari lima bab yang masing-
masing memiliki bobot yang berbeda, namun masih dalam kesatuan yang utuh.
Urutan pembahasan dalam penelitian ini dibagi ke dalam tiga bagian utama yang
terdiri atas pendahuluan, isi dan penutup. Secara sistematis, lima bab tersebut
disusun dan dideskripsikan sebagai berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan yang menguraikan argumentasi seputar
perencanaan dan alur penyelesaian dalam penelitian. Bab pertama ini terdiri dari latar

12
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah pustaka,
kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua, menguraikan terkait gambaran umum mengenai living Qur’an
dan teori Ulum al-Qur’an.
Bab ketiga, membahas terkait gambaran umum Pondok Pesantren
Syubbaniyyah Islamiyyah Buntet Pesantren Cirebon. yang melingkupi kondisi
geografis, gambaran umum demografis, kondisi ekonomi, sejarah Pondok Pesantren
dan kegiatan-kegiatan pengajian di Pondok Pesantren.
Bab keempat, berisi pemaparan tentang proses pelaksanaan kajian kitab Ulum
al Qur’an di Pondok Pesantren Syubbaniyyah Islamiyyah Buntet Pesantren Cirebon.
serta resepsi resepsi santri terhadap kajian kitab tersebut.
Bab kelima, penutup. Dalam bab ini adalah dikemukakan kesimpulan dari
hasil pada bab-bab sebelumnya disertai juga dengan saran sebagai tindak lanjut dari
penelitian ini.

13
Daftar Pustaka

Abdul Mustaqim, 2007, “Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis”,


Yogyakarta: TH-Press.
Ahmad Anwar,2014, Pembacaan Ayat Al-Qur’an Dalam Ayat-Ayat Mujahadah Di

Pondok Pesantren Al-Luqmaniyah Umbulharjo Yogyakarta, skripsi jurusan

Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Any Suryani, 2013, (Mahasiswa S1 Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas


Semarang), “Analisis Resepsi Penonton Atas Popularitas Instan Video Youtube
‘Keong Racun’ Sinta Dan Jojo dalam Jurnal The Messenger”, Volume V,
Nomor 1, Edisi Januari.
Deddy Mulyana, 2001, “Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu-ilmu Sosial lainnya”, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Didik Andriawan, 2013, Penggunaan Ayat Al-Qur’an Sebagai Pengobatan (Studi

Living Qur’an Pada Praktek Pengobatan Dr, KH. Komari Safullah, Pesantren

Sunan Kalijaga, Desa Pakuncen, Kecamatan Patianrowo, Kabupaten Nganjuk),

skripsi jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, Yogyakarta: UIN Sunana Kalijaga.

Fathurrosyid, 2015, “Tipologi Ideologi Resepsi Al Quran Di Kalangan Masyarakat


Sumenep Madura” dalam jurnal Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA)
el Harakah Vol.17 No.2.
Hasan Hanafi, 1989, “Al-Yamin Wa Al-Yasar Fi Fikr Al-Diniy”, Mesir: Madbuky.
Isnani Sholeha, 2015, Pembacaan Surat-Surat Pilihan Dari Al-Qur’an Dalam Tradisi

Mujahadah (Stadi Living Qur’an Di Pondok Pesantren Pitri Nurul Ummahat

Kotagede, Yogyakarta),skripsi Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Yogyakarta:

UIN Sunan Kalijaga.

14
M. Mansur, 2007, “Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis”, Yogyakarta: TH-
Press.
Manna al-Qaththan, 1975, “Mabahits fi Ulumul Qur’an”, Riyadh: Mansyurat al-`Ashril
Hadits.
Muhammad Ali al-Shabuni, 1999, “Studi Ilmu al-Qur’an”, terj. Aminuddin, Bandung :
Pustaka Setia.
Muhammad Al Fath Saladin, 2015, Pembacan Ayat-Ayat Al-Qur’an Dalam Mujahadah

Pemilihan Kepala Desa Periode 2014-2019 (Stadi Living Qur’an Di Desa

Pucungrejo Kec. Muntilan Kab. Magelang), skripsi jurusan Ilmu al-Qur’an dan

Tafsir ,Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Nutwadjah Ahmad, 1994, “Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam Tafsir”,


Bandung: Makalah, Dari sebuah makalah yang disampaikan dalam acara yang
diadakan HMJ Tafsir Hadits IAIN Sunan Gunung Djati Bandung
Sub Roni, 2013, “Analisis Resepsi Cerita Rakyat Kedung Wali (Recepction Analisys
Kedung Wali Story)” dalam jurnal Program Filologi Jurusan Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang, The Messenger,
Volume V, Nomor 1, Edisi Januari.
Uun Yusufa, 2016, “Pengkajian Ulum al-Qur’an di Pesantren”, dalam jurnal
FENOMENA, Vol. 15 No. 1 April.

15
OUT LINE

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Telaah Pustaka
F. Kerangka Teori
G. Metodologi Penelitian
H. Sistematika Penulisan
I. Daftar Pustaka
BAB II LIVING QUR’AN DAN TEORI ULUM AL-QUR’AN
A. Living Qur’an
1. Pengertian
2. Bentuk-bentuk
3. Kajian Living Qur’an terhadap Tradisi dan Budaya
B. Teori Ulum al Qur’an
1. Pengertian Ulum al Qur’an
2. Ulum al Qur’an
3. Ruang lingkup Ulum al Qur’an
4. Kajian Ulum al Qur’an
5. Problematika Ulum al Qur’an
BAB III GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN SYUBBANIYYAH
ISLAMIYYAH BUNTET PESANTREN CIREBON
A. Kondisi Geografis
B. Gambaran Umum Demografis
C. Kondisi Ekonomi
D. Sejarah
E. Kegiatan kajian-kajian

16
BAB IV ANALISIS LIVING QUR’AN DI PONDOK PESANTREN
SYUBBANIYYAH ISLAMIYYAH BUNTET PESANTREN CIREBON
A. Proses pelaksanaan Kajian kitab Ulum al Qur’an Pondok Pesantren
Syubbaniyyah Islamiyyah Buntet Pesantren
B. Resepsi santri Pondok Pesantren Syubbaniyyah Islamiyyah Buntet Pesantren
terhadap kajian Ulum al Qur’an
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

17
BAB III
Gambaran Umum Pondok Pesantren Syubaniyyah Islamiyyah Buntet Pesntren
Cirebon
A. Kondisi geografis
Pondok pesantren buntet cirebon merupakan salah satu pesantren tertua
di cirebon, didirikan sejak zaman kolonial oleh para kyai dan sultan dari
keraton cirebon. Orang yang mendirikan pesantren buntet juga merupakan
orang dari keraton cirebon sekaligus keturunan asli daari sunan gunung jati
yang juga diyakini memiliki garis keturunan kepada rasulullah Saw. Sejarah
berdirinya buntet pesantren cirebon tidak terlepas dari perjuangan indinesia
melawan penjajah. Perlawanan datang tidak hanya dilingkungan keraton yang
akhirnya berkompromi dengan kooni. Keturunan-keturunanya tidak setuju
akhirnya meninggalkan keraton dan banyak mendirikan pesantren, salah
satunya buntet pesantren cirebon.25
Pertama kali pondok buntet pesantren cirebon didirikan pada tahun 1750
M, oleh KH. Muqoyyim bin abdul hadi atau dikenal secara luas oleh
masyarakat dengan sebutan “mbah muqoyyim”. Salah satu sifat adalah tidak
mau kooperatif dengan belanda, yang banyak mencampuri urusan keraton ,
sehingga beliau lebih suka tinggal di luar keraton dan mendirikan pesantren.
Dalam perantauan inilah beliau memulai kehidupan sebagai seorang kyai dan
mendirikan masjid serta gubug keeecil untuk mengajar pelajaran agama.26
Melihat luasnya ilmu yang dimiliki oleh beliau dan dikenal sebagai
orang keraton serta tauladan yang beliau tunjukan kepada masyarakat luas
membuat pesantren beliau banyak di minati oleh masyarakat untuk menimba
ilmu, sehingga semakin berkembang pesat hingga saat ini. Bahkan diyakini
oleh masyarakat cirebon dan orang jawa pada khususnya, bahwa bagi yang
hendakmenimba ilmu di pesantren tidak boleh melewatkan belajar di
pesantren yang ada di cirebon. Konom katanya sehebatnya ilmukyai atau
orang yang menimba ilmu di pesantren tidak akan sempurna jika belum

25
Munib rowandi amsal hadi, kisah-kisah dari buntet pesantren, (cirebon: kalam, 2012), hlm. 25
26
ibid

18
belajar di pesantren cirebon, yang dipercayai sebagai juru kunci untuk
membuka gembok-gembok ilmu pengetahuan. 27
Mbah muqoyyim menyadari betul betapa pentingnya pesantren untuk
berjuang melawan penjajah, apalagi belanda tampak semakin serakah dan
semena-mena. Dengan modal kekuasaan dan kekayaan hasil jerih payah
bangsa indonesia yang dirampas dan dikeruknya, belanda melakukan
berbagai penindasan dan penyiksaan terhadap bangsa indonesia. Tidak hanya
itu, belanda pun melakukan penginjakan hukum-hukum adat.28
Mbah muqoyyim kembali ke buntetuntuk meneruskan pesantrenya yang
sudah hancur di bombardir oleh belanda. Namun kali ini tempatnya berpindah
sekitar 200 meter ke arah timur, yaitu di blok manis mertapada kulon.
Dipilihnya tempat ini, menurut kyai jalaludin malebary karena meneruskan
tapak mbah kuwu cirebon (uwa syakh syarif hidayatullah). Menurut kyai
jalaludin, mbah kuwu cirebon pernah mendrikan padepokan di daerah buntet
pesantren. Saat itu tempatnya sederhana dan sangat tidak lebar. Tempat itu
diperkirakaan berada di masjid buntet pesantren sekarang. Karena adanya
padepokan itulah, maka banyak orang menyebutnya dengan nama depok.
Alasan yang lain untuk menghindari kejaran belanda, karena lokasinya yang
sudah diketahui oleh belanda maka mbah muqoyyim ketika mendirikan
pondok kembali mencari tempat yang lebih aman dan tidak diketahui oleh
pihak belanda.29
Dengan modal kharisma dan ketenaran setelah terjadinya wabah to’un,
mbah muqoyyim mencoba membangaun kembali pesantren. Berbagai
kegiatan seperti pengajian dan keterampilan bela diri sampai ilmu kadigdayan
daajarakan oleh mbah muqoyyim. Karena kemashurannya, pesantrenpun
banyak didatangi oeleh para calon murid dari berbagai daerah . mbah
muqoyyim begitu serius dalam mendirikan buntet pesantren. Bukti dari
keseriusan beliau adalah dengan melakukan puasa selama 12 tahun.30

27
Ibid, hlm. 26
28 ibid
29
ibid
30
Ibid, hlm. 28

19
Dalam usianya yang sepuh, mbah muqoyyim senantiasa
memperjuangkan buntet pesantren baik secara fisik maupun secra non fisik.
Secara non fisik mbah muqoyyim puasa selama 12 tahun. Puasa ini dibagi
menjadi empat bagian, Tiga tahun pertama untuk keselamatan penghuninya
termasuk santri dan masyarakat sekitar, tiga tahun kedua untuk keselamatan
anak cucunya, tiga tahun ketiga untuk keselamatan dirinya dan tiga tahun
keempat untuk keselamatan tanah buntet. Mbah muqoyyim tinggal di buntet
sampai beliau wafat, kemudian beliau di makamkan di desa tuk, salah satu
tempat petilasannya. Lokasinya berdekatan dengan makam ki ardi sela, teman
seperjuangannya.31
Sepanjang rentang sejarahnya, pondok buntet pesantren menunjukan
sikap konsistensinya, sikap perjuangan melawan segala bentuk penindasan
dan penjajahan. Perang 10 nivember 1945 yang terkenal itu tidak akan terjadi
apa bila para kyai dari cirebon tidak muncul. Ketika itu bung tomo meminta
keputusan hari ‘H” kepada KH. Hasyim aaasy’ari, beliau menjawan “tunggu
kedatangan kyai dari cirebon”. Kyai dari cirebon yang dimaksud adalah KH.
Abbas abdul jamil (buntet) dan kyai amin sepuh (babakan ciwaringin).
Adapun dalam perjalanan pendirian pesantren masa jabatan kepemimpinan
buntet pesantren adalah sebagai berikut:
- masa awal mbah muqoyim
- masa kyai mutta’ad (1785-1852)
- masa kyai abdul jamil (1842-1919)
- masa kyai abbas (1879-1946)
- masa kyai mustahdi abbas (1913-1975)
- masa kyai mustamid abbas (1975-1988)
- masa kyai abdullah abbas (1988-2007)
- masa kyai nahdudin abbas (2007- sekarang)
Tempat yang pertama kali dijadikan sebagai lokasi pesantren tereletak di
desa bulak kurang lebih setengah kilomtere dari perkampungan pesantren

31
ibid

20
yang sekarang. Sebagai sebuah bukti adanya peninggalan mbah muqoyyim
masih ada sebuaha makam santri yang sampai sekarang masih utuh.32

32
ibid

21

Anda mungkin juga menyukai