IAIN Parepare
muh.taufikhidayat@iainpare.ac.id
Abstrak
Abstract
Dakwah memiliki tujuan utama untuk mengubah tingkah laku manusia dari
tingkah laku negatif ke tingkah laku positif. Enun Asmaya menyatakan bahwa pencapaian
tujuan dakwah ini diperlukan media dakwah yang dapat menyampaikan pesan-pesan
dakwah.
Kegiatan dakwah menjadi hal yang sangat mendasar dalam Islam. Bagaimana
tidak, tanpa dakwah maka ajaran Islam tidak akan sampai dan dipahami oleh umat
manusia. Selain alasan tersebut, Islam juga senantisa mendorong umatnya untuk berbuat
kebaikan sekaligus mengajak orang lain agar menjadi insan yang baik, berakhlak dan
berpengetahuan. Maka sangat relevan jika Islam disebut sebagai agama dakwah. Dengan
demikian, antara Islam dan dakwah merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Islam butuh dakwah agar ajarannya tersampaikan, dan dakwah butuh Islam sebagai
pijakannya.
Kategori media dakwah tidak terbatas pada tempat ibadah atau lembaga-lembaga
keagamaan seperti masjid, musholla dan pondok pesantren, tetapi apapun yang bisa
digunakan untuk menyampaikan pesan keagamaan merupakan media dakwah, seperti
teater, film, novel, majalah, buletin dan internet.
Kemajuan teknologi dan informasi sangat berpengaruh dalam pola dan gaya
hidup masyarakat sehari-hari. Salah satu pengaruhnya menjadikan seseorang malas untuk
keluar rumah karena mereka merasa sudah mampu menjangkau semuanya. Di sini
terdapat celah dakwah bahwa dalam menyampaikan pesan-pesan agama, juru dakwah
tidak harus bertatap muka langsung dengan masyarakat.
Dakwah dapat disampaikan melalui berbagai cara dan berbagai media. Salah satu
di antaranya adalah melalui media sosial. Di zaman sekarang, media sosial telah menjadi
fenomena yang semakin mengglobal dan mengakar. Seperti diketahui bersama, bahwa
aplikasi-aplikasi media sosial sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari alat
komunikasi yang “dibenamkan” di dalam smartphone, tablet, laptop, dan PC. Kini,
dengan semakin luas, cepat dan lebarnya koneksi internet, konsumen semakin
dimudahkan dalam mengakses aplikasi media sosial.
Telah menjadi fakta, bahwa masyarakat global tidak bisa dipisahkan dari infiltrasi
aplikasi-aplikasi media sosial. Setiap saat dan setiap waktu orang bisa mengakses media
sosial. Selain untuk berkomunikasi, segala hal mulai dari informasi positif hingga yang
paling buruk sekalipun bisa diakses melalui media sosial. Dengan semakin masifnya
pengguna media sosial, kiranya akan sangat disayangkan jika hal tersebut hanya
digunakan untuk sebatas komunikasi dan mengakses informasi-informasi yang kadang
kala tidak penting dan tidak bermanfaat. Lebih dari itu, media sosial bisa kita manfaatkan
untuk sarana berdakwah; menebar kabaikan, dan mengajak orang lain berbuat baik. Hal
inilah yang selanjutnya menjadi tantangan bagi para da’i dalam berdakwah di era
globalisasi khususnya di Indonesia. Sebuah Negara yang multikultural dan multi-Agama.
Maka, pesan-pesan dakwah sebaiknya disampaikan dengan tanpa adanya diskriminasi.
Karena diskriminasi hanya akan berdampak pada persoalan kemanusiaan yang
berkepanjangan. Untuk itu, tema Dakwah dan Media Sosial: Menebar Kebaikan tanpa
Diskriminasi menarik dibahas dalam artikel ini.
PEMBAHASAN
Pengertian dakwah
Secara etimologi dakwah memiliki arti memanggil atau menyeru, mengajak atau
mengundang. Secara harfiyah, ia masdar dari fi'il (kata kerja) da’a – yad’u – da’watan
dengan arti ajakan, seruan, undangan, panggilan. Makna dakwatun adalah menjadi
seruan, panggilan atau undangan. Da’wah berarti “seruan, ajakan, panggilan, undangan,
pembelaan, permohonan (do’a).” Warson Munawir menyebutkan bahwa dakwah artinya
adalah memanggil (to call), mengundang (to invite), mengajak (to summon), menyeru (to
propose), mendorong (to urge), dan memohon (to pray) . Dakwah merupakan tugas Nabi
Muhammad SAW sekaligus menjadi dasar etika dan eksistensi dakwah islamiyah.
Sebagaimana dituangkan dalam Surat An-Nahl [16]: 125 dengan kata ud’u (serulah).
Simbol prisnsip dakwah adalah al-amar bi al-ma’ruf wa al-nahy ‘an al-munkar.
Dasar-dasar dakwah
Hubungan Islam dan dakwah sangat erat sehingga keduaanya merupakan hal
yang tidak dapat dipisahkan. Maju dan berkembangnya syi’ar Islam memerlukan kegiatan
dakwah. Ajaran Islam yang disiarkan melalui dakwah dapat menyelamatkan manusia dan
masyarakat pada umumnya dan hal-hal yang dapat membawa pada kehancuran. Dan
setiap orang Islam memiliki kewajiban untuk melaksanakan dakwah dimana dan kapan
saja. Merujuk pada sifat wajib bagi Rasul, tablih, hukum berdakwah adalah wajib. Pada
awalnya kewajiban berdakwah adalah Rasulullah SAW kemudian dilanjutkan sahabat
beliau dan seterusnya diemban para ulama dan pemimpin-pemimpin Islam.
Para rasul berkewajiban berdakwah sesuai Surat Al-Maidah [5]: 67, “Hai Rasul,
sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan
(apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat- Nya. Allah
memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir”.
“Serulah (manusia) kepada jalan yang Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan berbantahlah kepada mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang tersesat dari jalannya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Kata ud’u dalam Surat An-Nahl [16]: 125 merupakan fi’il amar yang
mengandung perintah. Dalam ushul fiqh, perintah adalah wajib dan harus dilaksanakan
selama tidak ada dalil lain yang memalingkannya dari kewajiban itu kepada sunnah atau
hukum lain. Meskipun hukum dakwah adalah wajib, setiap ulama memiliki pendapat
yang berbeda tentang hukum wajib tersebut apakah fardhu ain atau fardhu kifayah.
Rasulullah SAW memberikan panduan dan strategi berdakwah kepada umatnya
melaluisabdanya, “Barangsiapa diantara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah ia
merubah dengan tangannya, apabila tidak mampu (mencegah dengan tangan) maka
hendaklah ia merubah dengan lisannya, dan apabila (dengan lisan) tidak mampu maka
hendaklah ia merubah dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman ‟.(HR.
Muslim).
Tujuan dakwah
Beragam corak kegiatan, termasuk kegiatan dakwah, sangat dipengaruhi tujuan
dari kegiatan itu. Perencanaan tujuan itu sangat mempengaruhi hasil dari setiap usaha.
Hasil itu adalah berupa nilai tertentu yang diharapkan. Orang yang berdakwah harus
mengetahui arah dan tujuan dakwahnya agar mampu menghasilkan nilai-nilai agama
yang diharapkan. Tujuan dakwah secara universal adalah terwujudnya kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akhirat yang diridhai oleh Allah SWT.
Ada dua macam tujuan dakwah, yaitu tujuan secara umum dam khusus. Secara
umum dakwah bertujuan ingin mencapai nilai-nilai atau hasil akhir keseluruhan aktivitas
dakwah. Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai agama. Oleh karena itu diperlukan
sebuah perencanaan matang serta kegiatan sebagai aplikasi perencanaan. Secara khusus
dakwah bertujuan sebagai terjemahan dari tujuan umum dakwah, di antaranya:
Unsur-unsur dakwah
Segala aspek yang berhubungan dengan proses pelaksanaan dakwah dan
sekaligus berkaitan dengan kelangsungan dakwah disebut unsu-unsur dakwah. Di
antaranya adalah:
DA’I
MAD’U
Mad’u disebut juga sebagai objek dakwah adalah manusia dan mereka yang
menjadi sasaran dakwah. Mereka adalah orang-orang yang telah memiliki atau
setidaktidaknya telah tersentuh oleh kebudayaan asli atau kebudayaan selain Islam. Oleh
karena itu, objek dakwah selalu berubah seiring perubahan aspek sosial kultural, sehingga
objek dakwah ini akan senantiasa menjadi perhatian dan tanggapan khusus bagi
pelaksanaan dakwah. Manusia di sini tidak hanya sebatas yang telah beragama Islam,
tetapi keseluruhan umat manusia. Al-Qur’an sendiri menklasifikasikan objek dakwah
dalam tiga tipe, yaitu mukmin, kafir, dan munafik.
Materi dakwah
Materi Dakwah adalah segala sesuatu berupa pesan-pesan dakwah agama Islam
yang harus disampaikan da‟i dalam berdakwah. Materi dakwah ini disebut Maddah
AdDa‟wah, yaitu ajaran Islam secara keseluruhan yang termaktub dalam Al-Qur ‟an dan
Hadis. Ada tiga pokok klasifikasi materi dakwah, sebagai berikut:
1) Akidah Secara etimologi akidah berarti ikatan dan sangkutan. Sifat akidah adalah
mengikat dan menjadi sangkutan atau gantungan segala sesuatu. Secara teknis
akidah adalah iman atau keyakinan. Akidah Islam memiliki hubungan erat
dengan rukun iman sebagai azas seluruh ajaran Islam. Arti Iman adalah
pengikraran yang bertolak dari hati. Objek iman adalah Allah, malaikat-Nya,
kitab-Nya, utusan-Nya, hari akhir dan kepada kepastian (takdir) dari Allah. Iman
juga bisa berarti sikap jiwa yang tertanam dalam hati yang diaktualisasikan dalam
perkataan dan perbuatan. Iman sebagai materi dakwah tidak sekedar rukun iman,
tetapi mencakup seluruh masalah yang dilarang Allah SWT sebagai lawannya.
2) Syariah Yaitu segala ketentuan yang diberikan oleh Allah untuk hamba-hamba-
Nya malalui para Nabi dan Rasul, baik yang berkenaan dengan pelaksanaan amal
(perbuatan) furu‟iyah (cabang) yang dituangkan dalam ilmu fiqh, atau yang
menyangkut keyakinan pokok yang dituangkan dalam ilmu ushuluddin (pokok
agama). Ada dua aspek hubungan dalam syari ‟ah, yaitu hubungan vertikal
(antara manusia dengan Tuhan) disebut ibadah dan hubungan horizontal (antara
manusia dengan sesama manusia) disebut mu’amalah. Tujuan materi dakwah
syari‟ah adalah untuk memberikan cara pandang yang benar dan jernih pada
setiap kejadian berdasarkan hujjah atau dalil-dalil yang sudah ditetapkan Allah
SWT.
3) Akhlak Bentuk tunggal dari akhlak adalah khuluq, yang berati budi pekerti,
perangai, tingkah laku, atau tabiat. Akhlak ada dua macam, akhlak baik
(mahmudah) dan akhlak buruk (madzmumah). Akhlak mahmudah berisi akhlak
akhlak yang positif, amanah, sabar, dan sebagainya. Akhlakh madzmudah berupa
sifat buruk, sombong, dendam, dengki, khianat, dan lain sebagainya. Pentingnya
kahlak tidak semata-mata berhubungan dengan Allah SWT tetapi berkaitan juga
dengan sesama makhluk hidup seperti dengan manusia, dengan Rasulullah, orang
tua, diri sendiri, keluarga, tetangga, dan masyarakat. Tema atau materi akhlak
ditujukan untuk mendidik hati, akal, dan perbuatan untuk dapat menentukan baik
dan buruk sesuai aturan Allah SWT. Kemajuan zaman, teknologi dan informatika
telah membawa perubahan masyarakat, maka pendidikan akhlak yang baik dalam
menghadapinya.
Pada satu sisi, kemunculan media sosial telah menguntungkan banyak orang.
Orang di belahan dunia manapun bisa dengan mudah berinteraksi dan ongkos yang jauh
lebih murah dibandingkan melalui telepon. Selain itu, dengan adanya media sosial
penyebaran informasi juga semakin cepat. Beberapa kelebihan media sosial lainya jika
dibandingkan media konvensional antara lain: Pertama, Cepat, ringkas, padat dan
sederhana. Kalau kita lihat, setiap produksi media konvensional membutuhkan
keterampilan khusus, standar yang baku dan kemampuan marketing yang unggul.
Sebaliknya, media sosial begitu mudah digunakan (user friendly), bahkan pengguna tanpa
basis pengetahuan Teknologi Informasi (TI) pun dapat menggunakannya. Yang
diperlukan hanya komputer, tablet, smartphone, ditambah koneksi internet. Kedua,
Menciptakan hubungan lebih intens. Media-media konvensional hanya melakukan
komunikasi satu arah. Untuk mengatasi keterbatasan itu, media konvensional mencoba
membangun hubungan dengan model interaksi atau koneksi secara live melalui telepon,
sms atau twitter. Sedangkan media sosial memberikan kesempatan yang lebih luas kepada
user untuk berinteraksi dengan mitra, pelanggan, dan relasi, serta membangun hubungan
timbal balik secara langsung dengan mereka. Ketiga, jangkauan luas dan global. Media-
media konvensional memiliki daya jangkau secara global, Tetapi untuk menopang itu
perlu biaya besar dan membutuhkan waktu lebih lama. Sedangkan melalui media sosial,
siapa pun bisa mengkomunikasikan informasi secara cepat tanpa hambatan geografis.
Pengguna media sosial juga diberi peluang yang besar untuk mendesain konten, sesuai
dengan target dan keinginan ke lebih banyak pengguna. Keempat, terkendali dan terukur.
Dalam media sosial dengan sistem tracking yang tersedia, pengguna dapat
mengendalikan dan mengukur efektivitas informasi yang diberikan melalui respons balik
serta reaksi yang muncul. Sedangkan pada media-media konvensional, masih
membutuhkan waktu yang lama.
Ada banyak macam media sosial yang dapat digunakan sebagai sarana
berdakwah, antara lain :
Media sosial dalam bentuk video. Di antara yang masuk dalam kategori ini
adalah YouTube (www.youtube.com). YouTube merupakan situs berbagi video yang
berkantor pusat di San Bruno Calofornia Amerika Serikat. Selain YouTube ada Vimeo
(www. vimeo.com) dan DailyMotion (www.dailymotion.com). Meskipun dua yang
terakhir ini kurang begitu familiar di Indonesia namun fungsinya hampir sama dengan
YouTube. Maka, dengan adanya media sosial berbasis video seperti ini, siapapun dan
kapan pun orang dapat mengakses untuk memanfaatkan video yang ada di dalam situs
tersebut sekaligus juga dapat mengunggah video ke dalamnya yang nantinya akan dapat
disaksikan oleh banyak orang. Untuk itu media ini sangat layak untuk dijadikan sebagai
sarana untuk berdakwah bagi para da’i.
Aplikasi Medsos Berbagi Jaringan Sosial. Di antara yang masuk dalam kategori
ini adalah Facebook, Google Plus (https:// plus.google.com/) dan Path (www.path.com).
Sama seperti aplikasi yang lainnya, dengan aplikasi dalam kategori ini para da’i juga
dapat memposting atau menshare pesan-pesan dakwah sehingga bisa diakses oleh
bermanfaat bagi banyak orang. Dan masih banyak aplikasi-aplikasi media sosial yang
dapat digunakan sebagai sarana dalam berdakwah, seperti: blog, milis, grup diskusi,
LinkedIn (www.linkedin.com), Scribd (www. scribd.com), Slideshare
(www.slideshare.com), dan sebagainya.
Oleh karenanya, pemanfaatan media sosial harus disertai dengan sikap arif dan
bijaksana. Menggunakan media sosial secara bijak akan memudahkan seseorang untuk
belajar, mencari kerja, mengirim tugas, mencari informasi, berbelanja, ataupun
berdakwah. Sebaliknya jika menggunakan media sosial dengan tidak hati-hati maka bisa
juga berdampak pada hal-hal yang buruk. Karena telah ada UU Informasi dan Transaksi
Elektronik yang secara jelas mengatur soal perbuatan yang dilarang dalam memanfaatkan
media sosial. Seperti; percemaran nama baik diatur pada pasal 27 ayat 3 yang berbunyi:
“setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/ atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran
nama baik”. Membuat pernyataan yang provokatif dan mengandung unsur SARA
dijelaskan pada pasal 28 ayat 2; “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tetentu berdasarkan atas suku,
agama, ras, dan antargolongan (SARA)”.
Untuk itu, dalam pemanfaatan media social secara umum maupun sebagai sarana
berdakwah harus memperharikan etika-etika dan norma-norma dalam ber-medsos. Tidak
boleh melontarkan kalimat-kalimat yang berpotensi pada pencemaran nama baik, juga
dilarang membuat pernyataan-pernyataan yang provokatif dan mengarah pada persoalan
isu SARA. Meskipun mungkin niatnya baik, namun perlu diperhatikan juga bahwa niatan
baik harus dilakukan dengan cara-cara yang baik. Sehingga tidak menimbulkan
kegaduhan dan tindakan diskriminatif.
Simpulan
Banyak cara untuk berdakwah. Para da’i menggunakan media sosial sebagai
media dakwah dengan cara aktif berbagi tulisan karya-karya mereka. Para da’i telah
menyuguhkan pesan-pesan moral yang dapat diterima oleh objek dakwah. Pesan da’i di
media sisial berbentuk kisah, puisi, kata mutiara dan essai. Materi dakwah mereka
berkaitan tentang akidah, syariah, dan akhlak sebagai dasar hubungan vertikal dan
horisontal. Jika da’i memang terpaksa menggunakan istilah yang sulit dipahami, maka
harus disertai penjelasan-penjelasan agar pembaca tidak salah pengertian. Respon balik
atas komentar pembaca perlu mendapat perhatian lagi, sebab terkadang pertanyaan yang
disampaikan muncul karena ketidakpahaman dari pesan da’i.
DAFTAR PUSTAKA
Asep Saeful Muhtadi. Komunikasi Dakwah, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media,
2012).
Mulyati, Ani. Panduan Optimalisasi Media Sosial untuk Kementerian Perdagangan RI,
Jakarta: Pusat Humas Kementerian Perdagangan, 2014.