Anda di halaman 1dari 3

TOLERANSI LINTAS AGAMA

DALAM MEMBANGUN INDONESIA YANG HARMONIS

‫السالم عليكم ورمحة اهلل وبركاته‬


‫محدا وشكرا هلل أشهد أن الإله إالاهلل وأشهد أن حممدا رسول اهلل اللهم صل على سيدنا حممد‬
‫وعلى أله وصحبه أمجعني أما بعد‬

Agama adalah perihal yang substansial dalam kehidupan manusia. Sejak pertama
terlahir ke dunia, manusia sudah terikat kontrak ilahiyah untuk mengabdikan diri kepada
Allāh SWT. Inilah yang menjadikan manusia (selalu) mencari realitas kebenaran mutlak.
Namun, dalam praktiknya tidak semua orang “diberi hidayah” untuk memeluk Islam sebagai
agama yang paling diridhai. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam konteks ini adalah
kedewasaan sikap untuk tidak saling mencela sembahan umat agama lain. Oleh karena itu
hadirin pada kesempatan kali ini kami akan memaparkan syarhil Qur’an dengan judul
TOLERANSI LINTAS AGAMA DALAM MEMBANGUN INDONESIA YANG
HARMONIS dengan rujukan Qur’an surat Al-An’am ayat 108:

‫ك َزيَّنَّا لِ ُك ِّل َُّأم ٍة َع َملَ ُه ْم مُثَّ ِإىَل‬ ِ ِ ‫َواَل تَسبُّواالَ ِذين ي ْدعو َن ِمن دو ِن‬
َ ‫اهلل َفيَ ُسبُّوااهللَ َع ْد ًوا بِغَرْيِ ِع ْل ٍم َكذل‬ ُْ ْ ُْ َ َ ْ ُ
‫َرهِّبِ ْم َم ْر ِجعُ ُه ْم َفُينَبُِّئ ُه ْم مِب َا َكانُوا َي ْع َملُ ْو َن‬

Artinya: “Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain
Allāh, karena mereka nanti akan memaki Allāh dengan melampaui batas tanpa dasar
pengetahuan. Demikianlah, Kami Jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka.
Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan Memberitahukan kepada
mereka apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. al-An’ām : 108)

Hadirin rahimakumullah,
Mengenai ayat di atas, Ibnu Katsīr menjelaskan bahwa Allāh melarang umat Islam
untuk memaki tuhan orang-orang musyrik walaupun ada nilai kemaslahatan dalam makian
tersebut. Dengan adanya larangan tersebut, sikap saling menghargai antar pemeluk agama
seharusnya ditampilkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Allāh memerintahkan umat Islam untuk mengambil
jarak demarkatif dengan non-muslim. Betapapun demikian, menurut al-Ustādz asy-Syahīd
Sayyid Quthub dalam kitabnya at-Tafsīr fi Dzhilālil Qurān, Allāh juga mengajarkan kepada
umat Islam agar dalam mengambil jarak tersebut dilakukan dengan beradap, penuh wibawa,
dan penuh harga diri. Hal ini adalah suatu sikap yang sesuai dengan statusnya sebagai orang-
orang yang beriman.
Toleransi lintas agama adalah syarat mutlak untuk menjalin kerukunan di tengah
kehidupan bangsa yang beraneka ragam. Dengan adanya keragaman, khususnya dalam
masalah agama, kedewasaan sikap menjadi tuntutan utama. Sebab, jika hal itu diabaikan
maka akan menimbulkan kekacauan (chaos) yang justru merusak tatanan kehidupan.

Hadirin rahimakumullah,
Islam adalah agama yang diturunkan kepada seluruh umat manusia. Agama yang
sejak awal bertujuan menciptakan perdamaian dunia. Islam menyuruh umatnya untuk berbuat
baik kepada pemeluk agama lain. Betapapun agama mereka berlainan, namun mereka
tetaplah makhluk ciptaan Tuhan yang berhak atas perlakuan baik selama hidup di dunia.
Sebagaimana dalam firman Allāh surat al-Mumtahanah ayat 8:

‫اَل َيْنه ُك ُم اهللُ َع ِن الَّ ِذيْ َن مَلْ يُقتِلُ ْو ُك ْم يِف الدِّيْ ِن َومَلْ خُيْ ِر ُج ْو ُك ْم ِم ْن ِدي ِر ُك ْم َأ ْن َتَبُّر ْو ُه ْم َو ُت ْق ِسطُوا ِإلَْي ِه ْم‬
ِ ِ ُّ ِ‫ِإ َّن اهلل حُي‬
َ ‫ب املُْقسطنْي‬ َ
Artinya: “Allāh tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-
orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari
kampung halamanmu. Sesungguhnya Allāh Mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS.
al-Mumtahanah : 8)

Hadirin rahimakumullah,
Dalam Tafsir al-Jalālain secara singkat diartikan bahwa dhamīr “hum” dalam ayat di
atas bermakna “al-kuffār” (orang-orang kafir).

Ibnu Katsir menerangkan dalam kitab tafsirnya. yaitu (Allāh) tidak melarang umat
Islam untuk berbuat baik kepada orang-orang kafir yang tidak berniat membunuh dalam
agama dan tidak bersekongkol untuk mengusir umat Islam.
ُّ $َ‫ )تَب‬dalam ayat di atas, menurut sayyid M. Quraish Shihab
Kata tabarrūhum (‫ر ْو ُه ْم‬$
dalam Tafsir al-Mishbah, berasal dari kata “al-birr” yang artinya ‘kebajikan yang luas’.
Dataran yang terhampar di persada bumi ini dinamai “bar”, karena luasnya. Dengan kebaikan
yang disebarluaskan tersebut, toleransi akan dapat pula terwujudkan.
Selanjutnya, kata tuqsithū (‫طُ ْوا‬$$‫س‬ ِ ‫)تُ ْق‬, berasal dari kata al-qisth, yang berarti adalah
‘adil’. Masih merujuk goresan tinta Sayyid Quraish Shihab, pakar tafsir dan hukum, Syekh
Ibnu ‘Arabi sampai kepada simpulan: “Tidak melarang kamu memberi sebagian dari harta
kamu kepada mereka.” Hal ini semakin membuka jalan untuk bersama-sama berjuang
mengentaskan kemiskinan bangsa.
Hadirin rahimakumullah,
Pentingnya membangun bangsa yang harmonis dan bersahaja seharusnya menjadi
kesadaran seluruh elemen bangsa. Dimana hal ini baru dapat diwujudkan ketika seluruh
elemen bangsa dapat berjabat-erat, bersatu-padu, bergandengan-tangan, mewujudkannya
dalam kehidupan bangsa yang ber-bhinneka tunggal ika.

Hadirin rahimakumullah,
Simpulan dari pensyarahan Al-Qur’ān di atas adalah sebagai berikut. Pertama, di
tengah kehidupan bangsa yang plural, toleransi menjadi pijakan utama untuk merajut
persatuan dan kesatuan. Ketika toleransi hilang dari tengah-tengah kehidupan maka yang
terjadi adalah sikap saling mencurigai yang berimbas pada ketidaknyamanan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua, toleransi (tasāmuh) dalam konteks agama Islam
adalah bagian dari cara untuk membumikan nilai kerahmatan Islam kepada semesta alam.
Ketika hal ini dapat terwujudkan maka kedamaian (peace) di bumi tercinta Indonesia akan
menjadi sajian utama.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga apa yang kami ucap tidak hanya
menjadi hiasan dibibir dan semoga yang anda dengar tidak hanya melintas ditelinga namun
dapat merasuk dalam kalbu dan tersimpan dalam memori. Sehingga dapat kita aplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
‫أخري قول هذا أستغفر اهلل العظيم‬
May Allah always. Bless us protect us

Guide us. Now and forever

‫والسالم عليكم ورمحة اهلل وبركاته‬

Anda mungkin juga menyukai