Anda di halaman 1dari 9

1.

Dikutip buku berjudul “40 Hadits Shahih: Terapi Nabi Mengikis Terorisme”, Islam melarang
membanggakan kesukuan karena sikap tersebut bertentangan dengan prinsip Islam yang menghargai
perbedaan.Perbedaan bukanlah alasan untuk saling memusuhi dan berpecah belah. Justru, perbedaan itu
bermanfaat bagi manusia demi menjalin silaturrahim antarmanusia. Perbedaan tercipta bukan untuk
dipisahkan, melainkan untuk saling mendekatkan.

Tidak ada satu suku atau bangsa yang lebih mulia dari suku atau bangsa lainnya. Tidak ada juga satu
kelompok yang lebih mulia dari kelompok lainnya. Islam hanya membedakan manusia dari sisi amal
perbuatannya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

‫ٰٓيَاُّيَها الَّناُس ِاَّنا َخ َلْقٰن ُك ْم ِّم ْن َذ َك ٍر َّو ُاْنٰث ى َو َج َع ْلٰن ُك ْم ُش ُعْو ًبا َّو َقَبۤا ِٕىَل ِلَتَع اَر ُفْو اۚ ِاَّن َاْك َر َم ُك ْم ِع ْنَد ِهّٰللا َاْتٰق ىُك ْم ۗ ِاَّن َهّٰللا َع ِلْيٌم َخ ِبْيٌر‬

"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan,
kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh,
Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. " (QS. Al-Ḥujurat [49]:13)

Islam juga memandang manusia sama dan berasal dari satu keturunan, yakni Nabi Adam. Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman:

۞ ‫ࣖ َو َلَقْد َكَّر ْم َنا َبِنْٓي ٰا َد َم َو َح َم ْلٰن ُهْم ِفى اْلَبِّر َو اْلَبْح ِر َو َر َز ْقٰن ُهْم ِّم َن الَّطِّيٰب ِت َو َفَّض ْلٰن ُهْم َع ٰل ى َك ِثْيٍر ِّمَّم ْن َخ َلْقَنا َتْفِض ْياًل‬

"Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan
Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami
ciptakan dengan kelebihan yang sempurna." (QS.Al-Isra' [17]:70)

Selain itu, kedatangan Islam yang dibawa Nabi Muhammad juga telah menempatkan manusia pada
kedudukan yang semestinya sebagai ciptaan Allah yang paling sempurna di antara makhluk lainnya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

‫َلَقْد َخ َلْقَنا اِاْل ْنَساَن ِفْٓي َاْح َس ِن َتْقِوْيٍۖم‬

"Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya," (QS.At-Tin [95]:4)

2.

Ibadah seorang Muslim tidak akan lengkap tanpa keseimbangan habluminallah dan habluminannas.

Akan sia-sia amal seseorang yang mengerjakan ibadah siang dan malam, namun lisannya masih digunakan
untuk berbuat dosa.

Hal-hal kecil yang mengganggu kenyamanan kehidupan sesama manusia akan menggugurkan pahala
kebaikan seseorang. Semua catatan kebaikannya akan hilang dan hanya menyisakan catatan dosanya.

Seorang Muslim yang senantiasa menjaga keseimbangan habluminallah dan habluminannas memiliki
banyak keutamaan. Ia akan mendapatkan pahala amal kebaikan yang utuh di sisi Allah SWT.

Dengan mendoakan keselamatan saudara kita dalam keadaan apapun, maka keberkahan dan keselamatan
akan bersama kita di dunia dan akhirat. Seorang Muslim yang menjaga baik hubungannya dengan manusia
lain akan mendapatkan ridho Allah SWT.

Dalil Perintah Habluminannas

Surat An-Nisa Ayat 36

‫َو اْع ُبُدوْا َهَّللا َو َال ُتْش ِرُك وْا ِبِه َشْيًئا َو ِباْلَو اِلَد ْيِن ِإْح َس اًنا َو ِبِذ ي اْلُقْر َبى َو اْلَيَتاَم ى َو اْلَم َس اِكيِن َو اْلَج اِر ِذ ي اْلُقْر َبى َو اْلَج اِر اْلُج ُنِب َو الَّصاِحِب ِبالَج نِب َو اْبِن‬
‫الَّس ِبيِل َوَم ا َم َلَك ْت َأْيَم اُنُك ْم ِإَّن َهَّللا َال ُيِح ُّب َم ن َك اَن ُم ْخ َتاًال َفُخ وًرا‬

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah
kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan
tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.”

Sabda Rasulullah SAW


"Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam. Barang
siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barang siapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim).

Surat Al-Qasas Ayat 77

‫َو اۡب َتِغ ِفۡي َم ۤا ٰا ٰت ٮَك ُهّٰللا الَّد اَر اٰاۡل ِخ َر َة َو اَل َتۡن َس َنِص ۡي َبَك ِم َن الُّد ۡن َيا َو َاۡح ِس ۡن َك َم ۤا َاۡح َسَن ُهّٰللا ِاَلۡي َك َو اَل َتۡب ِغ اۡل ـَفَساَد ِفى اَاۡلۡر ِضؕ‌ ِاَّن َهّٰللا اَل ُيِح ُّب اۡل ُم ۡف ِس ِد ۡي َن‬

Artinya: Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi
janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak
menyukai orang yang berbuat kerusakan.

Pentingnya Habluminallah

1. Perintah Bertakwa kepada Allah Dimanapun Berada

‫ِاَّتِق َهللا َح ْيُثَم ا ُكْنَت‬

Takwa yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengenal tempat. Bertakwalah di
mana pun berada, baik saat sunyi sendirian terlebih lagi ketika berada di tengah keramaian. Inilah sebenar-
benarnya takwa dan merupakan takwa yang paling berat.

Imam Syafi’i rahimahullah berkata:

‫ وكلمُة الحِّق عند من ُيرجى وُيخاف‬، ‫ والورُع في َخ لوة‬، ‫ الجوُد من ِقَّلة‬: ‫ أعُّز األشياء ثالثة‬: ‫وقال الشافعي‬

“Perkara yang paling berat itu ada 3, dermawan saat memiliki sedikit harta, meninggalkan hal yang haram
saat sendirian dan mengatakan kebenaran saat berada di dekat orang yang diharapkan kebaikannya atau
ditakuti kejahatannya” (Jami’ Ulum wa Hikam 2/18).
Dalam kesendirian atau ketika menyepi tanpa ada seorang pun yang mengetahui, maka dorongan untuk
berbuat maksiat akan semakin besar. Namun apabila ia benar-benar bertakwa kepada Allah, maka hal
demikin tidak akan terjadi. Karena ia sadar betul bahwa Allah senantiasa mengawasinya setiap saat.

Misalnya yaitu orang yang sedang berpuasa. Ketika berada di tengah keramaian, ia menahan diri, mengaku
berpuasa dan berakting seolah sedang berpuasa. Namun ketika sedang sendiri, ia diam-diam berpuka
puasa. Hal ini tidak akan terjadi jika memiliki rasa takut kepada Allah.

2. Tidak Menunda Melakukan Amal Sholeh

‫َو َأْتِبِع الَّسِّيَئَة اْلَحَس َنَة َتْم ُح َه‬

Dalam hadits tersebut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat agar bersegera melakukan
kebaikan tatkala terjerumus dalam keburukan. Jangan beranggapan ‘jika sudah terciprat, maka tercebur
sekalian saja biar basah’. Ini merupakan anggapan yang sangat keliru. Bahkan hadits ini menjelaskan
perintah untuk segera bertaubat kepada Allah. Karena taubat merupakan amal shalih yang paling mulia dan
harus disegerakan pengerjaannya.

Allah Ta’ala berfirman,

‫َو ُتوُبوا ِإَلى ِهَّللا َجِم يًعا َأُّيَها اْلُم ْؤ ِم ُنوَن َلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحوَن‬

“Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung.”
(QS. An-Nur: 31)

Hadits di atas juga menjelaskan bahwa dosa atas perbuatan buruk kita dapat terhapus dengan melakukan
perbuatan baik. Namun dosa yang terhapus hanyalah dosa-dosa kecil saja, karena dosa besar hanya
terhapus jika pelakunya benar-benar telah bertaubat atau taubat nasuha.
Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

‫الَّص َلَو اُت اْلَخ ْم ُس َو اْلُج ُمَع ُة ِإَلى اْلُج ُمَعِة َو َر َم ضَاُن ِإَلى َر َم َض اَن ُم َك ِّفَر اٌت َم ا َبْيَنُهَّن ِإَذ ا اْج ُتِنَبِت اْلَك َباِئُر‬

“Shalat 5 waktu, dari Jumat ke Jumat selanjutnya, serta Ramadhan ke Ramadhan adalah sebagai penghapus
dosa di antara waktu itu, selama menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim No. 233).

Karena hanya dosa kecil saja yang terhapuskan oleh perbuatan baik, maka ketika seseorang terjerumus
dalam dosa dan maksiat wajib baginya untuk segera bertaubat, melakukan amal shalih dan berusaha untuk
tidak mengulangi perbuatannya tersebut.

3. Memiliki Akhlak Mulia

‫َو َخ اِلِق الَّناَس ِبُخ ُلٍق َح َس ٍن‬

Wasiat yang terakhir yaitu perintah untuk memiliki akhlak yang mulia dalam hubungan sesama manusia.
Contoh yang paling mudah dalam berakhlak mulia yaitu senyuman yang diiringi wajah yang berseri ketika
bertemu dengan orang lain dan bertegur sapa.

Oleh karenanya Rasulullah mengkaitkan antara akhlak mulia dengan iman yang sempurna. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َأْك َم ُل اْلُم ْؤ ِمِنيَن ِإيَم اًنا َأْح َس ُنُهْم ُخُلًقا‬

“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling bagus akhlaknya.” (HR. At-Tirmidzi No. 2612, ia
berkata: Hadits Shahih).
Bahkan dalam hadits yang lain disebutkan bahwa pada hari kiamat orang yang paling dekat dengan
Rasulullah yaitu yang paling bagus akhlaknya. Tidak hanya itu, dengan memiliki akhlak mulia, maka akan
dicintai oleh manusia yang lainnya terlebih Rasulullah.

3. Islam merupakan agama yang universal, agama membawa misi membawa konsep kepada ummat
manusia mengenai persoalan yang terkait dengan suatu sistem sperti konsep politik, perekonomian,
penegakan hukum, dansebagainya. Kemudian Dalam bidang politik misalnya, Islam mendudukannya sebaga
isarana penjagaan urusan umat. Islam dan politik integratif terwujud pada beberapa pemikir dan politisi
muslim yang hadir dari masa ke masa dengan pemikian dan pola perjuangannya yang berbeda-beda, salah
satu diantaranya adalah Hasan al-Banna. Politik Islam merupakan penghadapan Islam dengan kekuasaan
dan negara yang melahirkan sikap dan prilaku politik (political behavior) serta budaya politik (political
culture) yang berorientasi pada nilai-nilai Islam Sikap dan prilaku serta budaya politik ang memakai kata
sifat Islam, menurut Taufik Abdullah, bermula dari suatu kepribadian moral dan doktrinal terhadap
keutuhan komunitas spiritual Islam. Senada dengan Din Syamsuddin, Azyumardi, mengemukakan
pandangan antropolog Dale Eickelman dan ilmuwan politik James Piscatori yang menyimpulkan bahwa
gambaran politik Islam dan penguasaan lembaga-lembaga politik formal dan informal yang mendukung
pemaknaan islam tersebut. pertarungan seperti ini melibatkan objektivitasi pengetahuan islam yang
gilirannya memunculkan pluralisasi kekuasaan. Islam meletakkan politik sebagai satu cara penjagaan urusan
umat (ri'ayah syu-ÃQ al-ummah). Islam dan politik tidak boleh dipisahkan, kerana Islam tanpa politik akan
melahirkan terbelenggunya kaum muslimin yang tidak mempunyai kebebasan dan kemerdekaan
melaksanakan syariat Islam. Begitu pula politik tanpa Islam, hanya akan melahirkan masyarakat yang
mengagungkan kekuasaan, jabatan, bahan, dan duniawi saja, kosong dari aspek moral dan spiritual.

Oleh kerana itu, politik dalam Islam sangat penting

bagi mengingatkan kemerdekaan dan kebebasan melaksanakan syariat Islam boleh

diwadahi oleh politik. Pemikiran Politik dalam Islam berkembang seiring dengan perkembangan zaman.

Beberapa nama pemikir muslim yang menjadi rujukan dalam pemikiran politik

diantaranya Al-Mawardi (w.1058 M), Ibn Taimiyyah (w.1328 M) Ibn Khaldun (w.1406

M), Ibn Abd al-Wahhab (w.1793 M), Jamaluddin al-Afghani (w.1897 M), dan

Muhammad Abduh (w.1905 M). Selain beberapa nama itu, tokoh pergerakan Islam yang

tidak kalah penting adalah Hasan al-Banna. Beliau berasal dari tanah Mesir dan

mempunyai pemikiran yang menarik dalam bidang politik.

Ada dua hal yang bersifat kontradiktif dalam konteks hubungan politik antara
Islam dan negara di negara-negara Muslim atau negara berpenduduk mayoritas Muslim

seperti Indonesia. Kedua hal tersebut yakni; Pertama, posisi Islam yang menonjol karena

kedududukannya sebagai agama yang dianut sebagian besar penduduk negara setempat.

Kedua, sekalipun dominan Islam hanya berperan marjinal dalam wilayah kehidupan

politik negara bersangkutan. Sebagai agama yang dominan dalam masyarakat Indonesia,

Islam telah menjadi unsur yang paling berpengaruh dalam budaya Indonesia dan

merupakan salah satu unsur terpenting dalam politik Indonesia. Namun demikian Islam

hanya berperan marjinal dalam wilayah kehidupan politik nasional. Hal ini antara lain disebabkan
dikotomoni politik islam dan non islam dikalangan umat Islam Indonesia yang telah berlangsung lama.
Hasan al-Banna merupakan tokoh pembaharuan pemikiran Islam yang juga

pendiri sekaligus 0XUV\LG ƒ$DP pertama Ikhwanul Muslimin. Bagi Hasan al-Banna

pembaharuan itu boleh dilaksanakan asal tidak bertentangan

Hadits. Pemikiran pembaharuan Hasan Al-Banna berdasarkan atas keyakinan bahwa

Islam adalah agama universal yang sesuai dengan perkembangan peradaban manusia,

yang pada intinya dapat dikemukakan dalam lima aspek, yaitu: agama/moral, politik,

sosial, ekonomi, dan pendidikan. Di Indonesia, Ikhwanul Muslimin

semakin berkembang setelah Muhammad Natsir mendirikan partai yang ajarannya identik

dengan Ikhwanul Muslimin, yaitu Partai Masyumi yang kemudian keberadaaannya

dilarang oleh Soekarno. Kemudian ketika Partai Masjumi dilarang pada tahun 1960 oleh

Rezim Otoriter, tokoh-tokoh Masjumi termasuk M. Natsir kemudian mengalihkan

perhatiannya ke aktivitas dakwah dan pendidikan, dan lalu mendirikan Dewan Dakwah

Islamiyah Indonesia (DDII) pada 1967.

Ikhwanul Muslimin, selanjutnya disingkat IM adalah sebuah organisasi

pergerakan Islam kontemporer yang besar. Organisasi ini tersebar di kurang lebih 70

negara, tidak hanya di Timur Tengah, tetapi juga di wilayah lainnya. Organisasi ini
didirikan oleh Hasan Al-Banna (1324-1368 H/ 1906-1949 M) di Mesir, pada bulan April

1928.

Organisasi ini menyeru untuk kembali kepada Islam, sebagaimana terdapat dalam

kehidupan, mengembalikan kejayaan Islam dan berdiri menentang arus sekularisasi di

kawasan Arab dan dunia Islam. Menurut Anggaran Dasar (AD) IM disebutkan, bahwa tujuan gerakan
organisasi

ini adalah melakukan dakwah Islam yang benar, menyatukan umat Islam, menjaga

kekayaan negara untuk mensejahterakan rakyat, meningkatkan keadilan sosial serta

meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Tujuan lain IM adalah membebaskan seluruh

negeri Arab dan Islam dari kekuasaan asing, mendorong Liga Arab dan Pan Islamisme,

membentuk negara yang melaksanakan semua hukum dan ajaran Islam seutuhnya dan

mendukung kerjasama internasional untuk melindungi hak dan kebebasan serta

berpartisipasi dalam menciptakan perdamaian dan mengembangkan peradaban

kemanusian yang baru. Dalam sebuah buku yang bertajuk Transnational Islam in South

and Southeast, Norhaidi Hasan membagi manifestasi Islam transnasional dalam empat

kategori; pertama yang berorientasi sufisme, mereka adalah kelompok yang mencoba

mengikuti Rasulullah secara utuh, misalnya saja Jamaah Tabligh. Kedua, adalah gerakan kesalehan; Ketiga,
adalah gerakan politik; dan keempat, adalah gerakan charity. Norhaidi

Hasan menambahkan bahwasanya empat kategori tersebut merupakan tipe gerakan Islam

transnasional yang non-radikal. Setelah Rasulullah SAW wafat, paradigma politik Islam

terus berkembang. Dien Syamsuddin, mengkatagorisasikannya pada tiga paradigma: (1)

Agama dan negara tidak bisa dipisahkan (integrated); (2) Agama dan negara berhubungan

secara simbiotik; dan (3) Islam tidak mempunyai kaitan apaupun dengan sistem

pemerintahan (sekularistik). Nuansa politik dalam Islam telah berkembang sejak zaman Rasulullah SAW.

Oleh karena itu, menurut keyakinan mayoritas Muslim menerapkan model masyarakat
Islam ideal era Nabi SAW bukanlah utopia, sebab model itu pernah terbukti dalam

sejarah. Jika pada periode Mekah kaum muslimin masih menempati posisi marginal dan

senantiasa tertindas, maka pada periode Madinah mereka telah mengalami perubahan

yang sangat dramatis: umat Islam menguasai pemerintahan dan bahkan merupakan a selfgoverning
community. Di Madinah peran Nabi Muhammad SAW selain sebagai

agamawan beliau juga sebagai negarawan. Sejak saat itu oleh pakar politik modern,

Islam dipandang sebagai suatu sistem pemerintahan politik dan sekaligus agama.

4. Al-Qur’an sendiri menyerukan persatuan dan kesatuan sebagaimana banyak diserukan dalam ayat,
diantaranya: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh-musuhan,
maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat allah orang-orang yang
bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu allah menyela-matkan kamu daripadanya.
Demikianlah allah menerangkan ayat-ayat-nya ke-padamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Q.S. Ali
‘imran/3:103).

Ayat ini menegaskan perlunya sesama umat Islam memelihara persatuan dan kesatuan dengan cara
berpegang teguh pada “Tali Allah”, yaitu ajaran dasar islam sebagaimana ditemukan di dalam Al-Qur’an dan
Hadis.

Perbedaan yang bersifat non prinsip seperti perbedaan mazhab dalam fikih misalnya, tidak perlu
dipersoalkan, karena itu hasil ijtihad masing-masing ulama yang juga sama-sama mendasarkan pan-
dangannya kepada Al-Qur’an dan hadis.

Pemerintah pun sebenarnya tidak perlu mencampuri urusan perbedaan internal umat sepanjang tidak
menjurus kepada konflik terbuka yang memungkinkan terganggunya ketenangan

Anda mungkin juga menyukai