Anda di halaman 1dari 10

JAWABAN UAS THE MKDU4221

1. Dalam ajaran Islam dilarang untuk terlalu fanatik terhadap golongannya. Islam tidak
membedakan antara suku satu dengan lainnya, antara kelompok satu satu dengan lainnnya,
maupun bangsa satu dengan lainnya.
Perbedaan bukanlah alasan untuk saling memusuhi dan berpecah belah. Justru,
perbedaan itu bermanfaat bagi manusia demi menjalin silaturrahim antarmanusia. Perbedaan
tercipta bukan untuk dipisahkan, melainkan untuk saling mendekatkan. Tidak ada satu suku
atau bangsa yang lebih mulia dari suku atau bangsa lainnya. Tidak ada juga satu kelompok
yang lebih mulia dari kelompok lainnya. Islam hanya membedakan manusia dari sisi amal
perbuatannya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

‫م ِع ْن َد هّٰللا ِ اَ ْت ٰقى ُك ْم‬4ْ ‫ ۚ اِ َّن اَ ْك َر َم ُك‬4‫ل لِتَ َعا َرفُوْ ا‬4َ 4ِ‫ َو َج َع ْل ٰن ُك ْم ُشعُوْ بًا َّوقَبَ ۤا ِٕٕى‬4‫ٰيٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا َخلَ ْق ٰن ُك ْم ِّم ْن َذ َك ٍر َّواُ ْن ٰثى‬
‫ۗاِ َّن هّٰللا َ َعلِ ْي ٌم َخبِ ْي ٌر‬
Artinya :
"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu
saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. " (QS. Al-Ḥujurat
[49]:13)

Selain itu, kedatangan Islam yang dibawa Nabi Muhammad juga telah menempatkan manusia
pada kedudukan yang semestinya sebagai ciptaan Allah yang paling sempurna di antara
makhluk lainnya.

Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :

‫رَّحْ َم ِن ْال َم ِّك ِّي يَ ْعنِي‬4 ‫ ِد ال‬4 ‫ُّوب ع َْن ُم َح َّم ِد ب ِْن َع ْب‬
َ ‫ب ع َْن َس ِعي ِد ْب ِن أَبِي أَي‬ ٍ ‫ح َح َّدثَنَا ابْنُ َو ْه‬ ِ ْ‫َح َّدثَنَا ابْنُ السَّر‬
‫لَّ َم‬4‫ ِه َو َس‬4‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬4‫ص‬ َ 4‫ط ِع ٍم أَ َّن َر ُس‬
َ ِ ‫ول هَّللا‬ ْ ‫ا ْبنَ أَبِي لَبِيبَةَ ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ب ِْن أَبِي ُسلَ ْي َمانَ ع َْن ُجبَي ِْر ب ِْن ُم‬
‫صبِيَّ ٍة‬ َ ‫ْس ِمنَّا َم ْن َماتَ َعلَى َع‬ َ ‫صبِيَّ ٍة َولَي‬ َ ‫ْس ِمنَّا َم ْن قَاتَ َل َعلَى َع‬ َ ‫ْس ِمنَّا َم ْن َدعَا إِلَى ع‬
َ ‫َصبِيَّ ٍة َولَي‬ َ ‫قَا َل لَي‬

“ Telah menceritakan kepada kami [Ibnu As Sarh] berkata, telah menceritakan kepada kami
[Ibnu Wahb] dari [Sa'id bin Abu Ayyub] dari [Muhammad bin 'Abdurrahman Al Makki]
-maksudnya Ibnu Abu Labibah- dari [Abdullah bin Abu Sulaimn] dari [Jubair bin Muth'im]
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bukan dari kami orang yang
mengajak kepada golongan, bukan dari kami orang yang berperang karena golongan dan
bukan dari kami orang yang mati karena golongan." [Hadits Abu Daud Nomor 4456]

Meski fanatisme tidak nampak pada zaman Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam
dikarenakan rujukan dalam segala aspek kembali kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam,
namun Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam sudah memberikan tahdzir (peringatan) keras
kepada siapapun yang bersikap fanatik. Fanatisme yang tidak dikenal dari zaman Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wassallam sampai zaman Khalifah Utsman bin Affan, menunjukan
eksistensinya diakhir jabatan Khalifah Utsman bin Affan. Eksistensi fanatisme kala itu
memberikan pengaruh hebat terhadap dunia Islam dengan ditandai perbedaan dan perpecahan
antara Bani Umayyah dan Bani Hasyim, kemudian perpecahan antara Khawarij dan kaum
lainnya.
Dari penjelasan tersebut, kuriositas kita terhadap fanatisme adalah akar perpecahan
terjawab sudah. Karena fanatisme adalah sebab dan perpecahan adalah akibat maka tak dapat
dihindari kausalitas antara keduanya bahkan itu sebuah keniscayaan. jika fanatisme terhadap
suku, budaya, ataupun kelompok tumbuh kembang dalam masyarakat yang plural, niscaya
akan mencederai pluralitas negara tersebut dan perpecahan tak dapat dihindari.

2. Habluminallah dan Habluminannas artinya adalah hubungan baik dengan Allah SWT
dan dengan sesama manusia. Islam mengajarkan, hubungan baik dengan Allah saja tidak
cukup. Rajin ibadah seperti shalat, zakat, dan puasa tidak cukup, namun juga harus diimbangi
dengan hubungan yang baik dengan sesama manusia.

Allah SWT berfirman:

‫ت َعلَ ْي ِه ُم‬ ْ َ‫ُرب‬ ‫ت َعلَ ْيهم ال ِّذلَّةُ اَ ْينَ ما ثُقفُ ْٓوا ااَّل بحبْل منَ هّٰللا وحبْل منَ النَّاس وب ۤاءُوْ ب َغض ٍ هّٰللا‬ ْ َ‫ُرب‬
ِ ‫ب ِّمنَ ِ َوض‬ َ ِ ََ ِ ِّ ٍ َ َ ِ ِّ ٍ َ ِ ِ ِ َ ُِ ِ ‫ض‬
ۗ
ٍّ ‫ت ِ َويَ ْقتُلُوْ نَ ااْل َ ْن ۢبِيَ ۤا َء بِ َغي ِْر َح‬‫هّٰللا‬
َ‫صوْ ا َّو َكانُوْ ا يَ ْعتَ ُدوْ ن‬ َ ‫ق ٰذلِكَ بِ َما َع‬ ِ ‫ْال َم ْس َكنَةُ ۗ ٰذلِكَ بِاَنَّهُ ْم َكانُوْ ا يَ ْكفُرُوْ نَ بِ ٰا ٰي‬
Artinya :

“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali
(agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia dan mereka kembali mendapat kemurkaan
dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-
ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian itu disebabkan
mereka durhaka dan melampaui batas.” (QS. Ali Imran 112).

Menjaga hubungan dengan Allah (hablun minallah) dan menjaga hubungan antar sesama
manusia (hablun minannas) merupakan hal yang sangat penting bagi seorang hamba yang
menginginkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Menjaga hablun minallah tentu saja dilakukan
dengan memaksimalkan ibadah kepada-Nya dengan mempelajari dan mengamalkan segala
konsekuensinya.

Sementara menjaga hablun minannaas bukan berarti mencari rida manusia dengan
mengorbankan konsekuensi hablun minallah. Menjaga hubungan dengan sesama manusia
memang perkara yang penting. Namun, menjaga hubungan dengan Allah Ta’ala adalah perkara
yang jauh lebih penting. Tentu saja manusia yang cerdas adalah yang mampu menjaga
hubungannya sesama manusia tanpa melanggar segala konsekuensi yang dapat merusak
hubungannya dengan Alla Ta’ala.

Secara terperinci juga Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam banyak menjelaskan tentang


bagaimana menjaga hubungan baik antar sesama manusia, khususnya dalam urusan muamalah
dengan mengedepankan adab dan akhlak yang tinggi. Di antaranya adalah sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ْ ‫ت َكبِ ٍد َر‬
‫طبَ ٍة أَجْ ٌر‬ ِ ‫في ُك ِّل َذا‬
ِ
“Menolong semua makhluk bernyawa itu berpahala” (HR. Bukhari no. 2363 dan Muslim no.
2244).
Dalam hadis lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َب اإلحسانَ على ُك ِّل شيء‬ ّ


َ ‫إن هللا َكت‬
“Sesungguhnya Allah Ta’ala mewajibkan untuk berbuat baik kepada segala sesuatu” (HR.
Muslim no. 5167).

Oleh karena itu, tidak ada yang dapat melanggengkan hubungan antar sesama manusia
kecuali dengan adab dan akhlak yang baik. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai suri
tauladan yang sempurna dalam segala aspek kehidupan termasuk dalam hal adab dan akhlak
seharusnya menjadi pedoman kita dalam rangka menjaga hablun minannaas. Sehingga dalam
menjalankan prioritas kehidupan kita (yaitu beribadah kepada Allah Ta’ala), kita dapat
menjalankan dengan aman dan nyaman karena adanya kasih sayang dan cinta sesama manusia
yang sama-sama mengharapkan ridha Rabbnya.

3. Berikut ini adalah jawaban dari nomor tiga yaitu membuat makalah sederhana mengenai
pemahaman politik dalam prespektif Islam. Karena keterbatasan ukuran file maka makalah ini
langsung kepada inti intinya.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam merupakan agama Allah SWT sekaligus agama yang terakhir yang disampaikan kepada
Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril dengan tujuan untuk mengubah akhlak manusia ke
arah yang lebih baik di sisi Allah SWT. Banyak cara yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai
ketakwaan di sisi-Nya atau yang disebut juga dengan kata “Politik”. Karena politik dapat dikatakan
sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu. Tidak sedikit masyarakat menganggap bahwa
politik adalah sesuatu yang negatif yang harus dijauhi. Padahal tidak semestinya selalu begitu, bahkan
politik sangat dibutuhkan dalam hidup beragama. Andai saja kita tidak mempunyai cara untuk
melakukan pendekatan kepada Allah SWT, maka dapat dipastikan kita sebagai manusia biasa juga
tidak akan pernah mencapai kata beriman dan takwa disisi-Nya, dikarenakan tidak akan pernah
tercapai suatu tujuan jika tidak ada usaha atau cara yang dilakukannya untuk mencapai tujuan
tersebut. Realita inilah yang harus kita ubah dikalangan masyarakat setempat, setidaknya dimulai dari
lingkungan keluarga, masyarakat, kemudian untuk bangsa dan negara kita.

Islam bukanlah suatu ilmu yang harus dipertandingnya dengan tulisan atau dengan ceramah
belaka tanpa diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Karena islam sangat identik dengan sifat,
pemikiran, tingkah laku, dan perbuatan manusia dalam kehidupan sehari- hari untuk mendekatkan diri
kepada Allah dengan tujuan mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Tentunya untuk
mencapai hal tersebut, kita harus mempunyai suatu cara tertentu yang tidak melanggar ajaran agama
dan tidak merugikan umat manusia. Banyak yang beranggapan bahwa jika agama dimasukkan dalam
suatu politik, maka agama ini tidak akan murni lagi. Namun ada yang beranggapan lain, karena jika
agama tidak menggunakan suatu politik atau cara, maka agama tersebut tidak akan sampai pada
tujuannya. Kalaupun pada kenyataannya banyak yang tidak berhasil, mungkin cara yang digunakan
belum sempurna dan perlu menambahan ilmu.

Untuk itulah makalah ini dibuat dan saya sangat berharap kepada pembaca semua, semoga
setelah membaca makalah ini, kita semua mampu menjadikan agama islam agama yang kembali
sempurna untuk mengubah akhlak manusia ke arah yang lebih baik di sisi-Nya meskipun dengan jalan
POLITIK.

B. TUJUAN

1. Mengetahui definisi dari politik islam.

C. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dari dari politik islam?


BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Poltik Islam

Dalam kamus umum bahasa indonesia, karangan W.J.S poerwa darminza, politik di artikan
sebagai pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, seperti tata cara pemerintahan dan
sebagainya dan dapat pula berarti segala urusan dan tindakan. Siasat dan sebagainya mengenai
pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain.

Selanjutnya sebagai suatu sistem, politik adalah suatu konsepsi yang berisikan antara lain
ketentuan-ketentuan tentang siapa sumber kekuasaan negara, siapa pelaksana kekuasaan tersebut, apa
dasar dan bagaimana cara untuk menentukan, serta kepada siapa kewenangan melaksanakan
kekuasaan itu di berikan, kepada siapa pelaksanaan kekuasaan itu bertanggung jawab dan bagaimana
bentuk tanggung jawabnya.

Di dunia Islam pun muncul beberapa pengertian mengenai politik atau Siyasah ini. Imam Al
Bujairimi dalam Kitab At Tajrid Linnafi’ al-‘Abid menyatakan Siyasah adalah memperbaiki dan
merencanakan urusan rakyat. Lalu Ibnul Qoyyim dalam kitab ‘Ilamul Muaqqin menyebutkan dua
macam politik yakni siyasah shohihah (benar) dan siyasah fasidah (salah).

Politik Islam (bahasa Arab: ‫ )سياسي إسالمي‬adalah Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan
istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para ulama dikenal istilah siyasah syar’iyyah.
Dalam Al Muhith, siyasah berakar kata sâsa - yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha
siyasatan bererti Qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan
mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra artinya dabbarahu (mengurusi / mengatur perkara). Berarti
secara ringkas maksud Politik Islam adalah pengurusan atas segala urusan seluruh umat Islam.

Politik Islam ialah aktivitas politik sebagian umat Islam yang menjadikan Islam sebagai acuan
nilai dan basis solidaritas berkelompok. Pendukung perpolitikan ini belum tentu seluruh umat Islam
(baca: pemeluk agama Islam). Karena itu, mereka dalam kategori politik dapat disebut sebagai
kelompok politik Islam, juga menekankan simbolisme keagamaan dalam berpolitik, seperti
menggunakan perlambang Islam, dan istilah-istilah keislaman dalam peraturan dasar organisasi,
khittah perjuangan, serta wacana politik.

Politik Islam secara substansial merupakan penghadapan Islam dengan kekuasan dan negara
yang melahirkan sikap dan perilaku (political behavior) serta budaya politik (political culture) yang
berorientasi pada nilai-nilai Islam. Sikap perilaku serta budaya politik yang memakai kata sifat Islam ,
Islam bukanlah semata agama (a religion) namun juga merupakan sistem politik (a political sistem),
Islam lebih dari sekedar agama. Islam mencerminkan teori-teori perundang-undangan dan politik.
Islam merupakan sistem peradaban yang lengkap, yang mencakup agama dan Negara secara
bersamaan.

Nabi Muhammad SAW adalah seorang politikus yang bijaksana. Di Madinah beliau
membangun Negara Islam yang pertama dan meletakkan prinsip-prinsip utama undang-undang Islam.
Nabi Muhammad pada waktu yang sama menjadi kepala agama dan kepala Negara.
Politik itu identik dengan siasah, yang secara pembahasannya artinya mengatur. Dalam fikih, siasah
meliputi :

1). Siasah Dusturiyyah (Tata Negara dalam Islam)

2). Siasah Dauliyyah ( Politik yang mengatur hubungan antara satu negara Islam lainnya)

3). Siasah Maaliyah (Sistem ekonomi negara)

Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi yang dapat mempersatukan kekuatan-kekuatan dan


aliran-aliran yang berbeda-beda di masyarakat. Dalam konsep Islam, kekuasaan tertinggi adalah Allah
SWT. Ekrepesi kekuasaan dan kehendak Allah tertuang dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul. Oleh
karena itu penguasa tidaklah memiliki kekuasaan mutlak, ia hanyalah wakil (khalifah) Allah di muka
bumi yang berfungsi untuk membumikan sifat-sifat Allah dalam kehidupan nyata. Di samping itu,
kekuasaan adalah amanah Allah yang diberikan kepada orang-orang yang berhak memilikinya.
Pemegang amanah haruslah menggunakan kekuasaan itu dengan sebaik-baiknya. Sesuai dengan
prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan Al-Quran dan Sunnah Rasul.

2. Kedudukan Politik Dalam Islam

Terdapat tiga pendapat di kalangan pemikir muslim tentang kedudukan politik dalam
syariatislam. Yaitu :

Pertama, kelompok yang menyatakan bahwa islam adalah suatu agama yang serbah lengkap
didalamnya terdapat pula antara lain system ketatanegaraan atau politik. Kemudian lahir sebuah
istilah yang disebut dengan fikih siasah (system ketatanegaraan dalam islam) merupakan bagian
integral dari ajaran islam. Lebih jauh kelompok ini berpendapat bahwa system ketatanegaraan yang
harus diteladani adalah system yang telah dilaksanakan oleh nabi Muhammad SAW dan oleh
parakhulafa al-rasyidin yaitu sitem khilafah.

Kedua, kelompok yang berpendirian bahwa islam adalah agama dalam pengertian barat. Artinya
agama tidak ada hubungannya dengan kenegaraan. Menurut aliran ini nabi Muhammad hanyalah
seorang rasul, seperti rasul-rasul yang lain bertugas menyampaikanrisalah tuhan kepada segenap alam.
Nabi tidak bertugas untuk mendirikan danmemimpin suatu Negara.

Ketiga, menolak bahwa islam adalah agama yang serba lengkap yang terdapat didalamnya segala
system ketatanegaraan, tetapi juga menolak pendapat bahwa islam sebagaimana pandanagan barat
yang hanya mengatur hubungan manusia dengan tuhan. Aliran iniberpendirian bahwa dalam islam
tidak teredapat sistem ketatanegaraan, tetapaiterdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan
bernegara.

Sejarah membuktikan bahwa nabi sebagai rasul, kepala agama, jugabeliau adalah kepala
negara. Nabi menguasai suatu wilayah yaitu yastrib yangkemudian menjadi madinah al-munawwarah
sebagai wilayah kekuasaan nabi sekaligus menjadi pusat pemerintahannya dengan piagam madinah
sebagai aturan dasar kenegaraannya. Sepeninggal nabi, kedudukan beliau sebagai kepala negara
digantikan sahabat Abu Bakar yang merupakan hasil kesepakatan tokoh-tokoh sahabat,selanjutnya
disebut “Khalifah”. Sistem pemerintahannya disebut “khalifah”. Sistem“khalifah” ini berlangsung
hingga kepemimpinan berada dibawah kekuasaan khalifah terakhir, Ali “karramah allahu wajhahu”.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Manusia diciptakan Allah dengan sifat bawaan ketergantungan kepada-Nya di samping sifat-
sifat keutamaan, kemampuan jasmani dan rohani yang memungkinkan ia melaksanakan fungsinya
sebagai khalifah untuk memakmuran bumi. Namun demikian, perlu dikemukakan bahwa dalam
keutamaan manusia itu terdapat pula keterbatasan atau kelemahannya. Karena kelemahanya itu,
manusia tidak mampu mempertahankan dirinya kecuali dengan bantuan Allah.

Bentuk bantuan Allah itu terutama berupa agama sebagai pedoman hidup di dunia dalam
rangka mencapai kebahagiaan di akhirat nanti. Dengan bantuan-Nya Allah menunjukkan jalan yang
harus di tempuh manusia untuk mencapai tujuan hidupnya. Tujuan hidup manusia hanya dapat
terwujud jika manusia mampu mengaktualisasikan hakikat keberadaannya sebagai makhluk utama
yang bertanggung jawab atas tegaknya hukum Tuhan dalam pembangunan kemakmuran di bumi
untuk itu Al-Qur'an yang memuat wahyu Allah, menunjukkan jalan dan harapan yakni (1) agar
manusia mewujudkan kehidupan yang sesuai dengan fitrah (sifat asal atau kesucian)nya, (2)
mewujudkan kebajikan atau kebaikan dengan menegakkan hukum, (3) memelihara dan memenuhi
hak-hak masyarakat dan pribadi, dan pada saat yang sama memelihara diri atau membebaskan diri
dari kekejian, kemunkaran dan kesewenang-wenangan. Untuk itu di perlukan sebuah system politik
sebagain sarana dan wahana (alat untuk mencapai tujuan) yaitu Politik Islam.
4. Khusus untuk sesama warga muslim, nabi mengilustrasikan pentingnya berkasih sayang satu
sama lain, karena diibaratkan seperti satu anggota badan. Ketika ada anggota badan sakit, maka yang
lainnya ikut merasa sakit.

Itulah sebabnya mengapa nabi menegaskan bahwa siapa pun orangnya yang ingin memecah
belah persatuan dan kesatuan umat, jika ada yang akan menghianati persatuan dan kesatuan itu,
misalnya, ada provokator yang menyerukan terjadinya konflik terbuka, maka Nabi dengan tegas
menyatakan, orang itu dapat diberikan tindakan tegas oleh pemerintah.

Al-Qur’an sendiri menyerukan persatuan dan kesatuan sebagaimana banyak diserukan dalam ayatnya,
diantaranya:

ْ َ ‫م فَا‬4ْ ‫وْ بِ ُك‬44ُ‫اَلَّفَ بَ ْينَ قُل‬4َ‫ نِ ْع َمتَ هّٰللا ِ َعلَ ْي ُك ْم اِ ْذ ُك ْنتُ ْم اَ ْعد َۤا ًء ف‬4‫ بِ َح ْب ِل هّٰللا ِ َج ِم ْيعًا َّواَل تَفَ َّرقُوْ ا ۖ َو ْاذ ُكرُوْ ا‬4‫ص ُموْ ا‬
‫م‬4ُْ‫بَحْ ت‬4‫ص‬ ِ َ‫َوا ْعت‬
َ‫ُ لَ ُك ْم ٰا ٰيتِ ٖه لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْهتَ ُدوْ ن‬
‫هّٰللا‬ ُ‫ار فَا َ ْنقَ َذ ُك ْم ِّم ْنهَا ۗ َك ٰذلِكَ يُبَيِّن‬ ٰ ۚ
ِ َّ‫بِنِ ْع َمتِ ٖ ٓه اِ ْخ َوانًا َو ُك ْنتُ ْم عَلى َشفَا ُح ْف َر ٍة ِّمنَ الن‬
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,
dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh-musuhan,
maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat allah orang-orang yang
bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu allah menyela-matkan kamu
daripadanya. Demikianlah allah menerangkan ayat-ayat-nya ke-padamu, agar kamu mendapat
petunjuk. (Q.S. Ali ‘imran/3:103).

Ayat ini menegaskan perlunya sesama umat Islam memelihara persatuan dan kesatuan dengan cara
berpegang teguh pada “Tali Allah”, yaitu ajaran dasar islam sebagaimana ditemukan di dalam Al-
Qur’an dan Hadis.Perbedaan yang bersifat non prinsip seperti perbedaan mazhab dalam fikih
misalnya, tidak perlu dipersoalkan, karena itu hasil ijtihad masing-masing ulama yang juga sama-
sama mendasarkan pan-dangannya kepada Al-Qur’an dan hadis.

Selain itu, Rasulullah saw. juga pernah menggambarkan bahwa orang-orang mukmin itu seperti satu
tubuh, yang jika salah satu anggotanya sakit, maka anggota tubuh lainnya akan ikut merasakannya.

‫ «تَ َرى ال ُم ْؤ ِمنِينَ فِي ت ََرا ُح ِم ِه ْم َوتَوا ِّد ِه ْم َوتَ َعاطُفِ ِه ْم َك َمثَ ِل ْال َج َس ِد إِ َذا ا ْشتَكَى‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ‫ع َِن النُّ ْع َم‬
َ َ‫ ق‬:‫ان ب ِْن بَ ِشير قَا َل‬
َ ‫ال َرسُو ُل هللا‬
‫ رواه مسلم‬.»‫عضْ ًوا تَدَاعَى لَهُ َسائِ ُر َج َس ِد ِه بِال َّسهَ ِر وال ُح َّمى‬

“Dari An-Nu’man bin Basyir, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Kamu melihat orang-orang
mukmin di dalam saling berkasih sayang, mencintai, dan bersimpatnya seperti tubuh. Jika (sebagian)
anggotanya sakit, maka sebagian tubuh lainnya akan tertatih-tatih (ikut merasakannya) sebab tidak
bisa tidur dan demam.” (HR. Muslim)

Imam Nawawi menegaskan bahwa hadis tersebut sangat jelas menunjukkan tentang besarnya
hak sebagian mukmin kepada sebagian lainnya, serta aling memotivasi kepada semuanya akan
pentinya saling berkasih sayang, berempati, dan bahu membahu, saling mengingatkan apabila ada
prilaku yang tercela dan hal-hal yang tidak patut lainnya yang menyebabkan kita berdosa.

Anda mungkin juga menyukai