Anda di halaman 1dari 4

Naskah Materi Khutbah Jumat Terbaru

Toleransi antar Umat Beragama

“Innal hamda lillaah, nahmaduhuu wanastaiinuhuu wanastaghfiruh, wanauudzu billaahi min


suruuri anfusinaa, wamin sayyiaati a’maalinaa, mayyahdillaahu falaa mudlillalah, waman
yudlilhu falaa haadiyalah.

Asyhadu allaa Ilaaha illalloohu wahdahuu laa syariikalah, waasyhadu anna Muhammadan
abduhuu warasuuluh.

Allaahumma sholli ‘alaa Muhammadin, wa ‘alaa aalihii waash haabiihii ajmaiin.

Innallooha wa malaaikatahuu yusholluuna ‘alan Nabi, yaa ayyuhalladziina aamanuu sholluu


‘alaihi wa sallimuu tasliimaa.

Ya ayyuhaladzi naamanu, taqullooha haqqa tuqaatih, walaa tamuutunna illa waantum


muslimuun.

(Mengajak meningkatkan ketakwaan)

(Materi khutbah)

Barokallohu liwalakum filquranil adzim, wanafaani waiyyakumbimaafiihi minal ayati


wadzikrilhakim, wataqobbalahu minniwaminkum tilawatahu innahu huwassamii’ul’alim.

Aquulu qoulihadza wastaghfirullooha innahu huwal ghofurorrokhiim.

Kaum Muslim, Jama’ah Jumat yang dimuliakan Allah swt.

Marilah kita bersyukur kepada Allah Rabbul ‘Alamin, yang Alhamdulillah hingga hari ini,
masih berkenan membuka hati kita untuk tetap dan senantiasa menerima Iman dan
Islam sebagai pedoman hidup kita.

Mengingat sabda Rasulullah, bahwa terdapat manusia yang paginya beriman, namun
sore-nya iman itu lepas dari dirinya hingga ia berakhir dalam keadaan kafir. Karena itu
kaum muslimin, kesyukuran tersebesar di dalam kehidupan kita ini adalah Allah
memilih kita menjadi orang yang berhak mendapatkan hidayah keimanan tersebut

Shalawat dan salam tak lupa pula kita doakan kepada junjungan agung Nabi
Muhammad saw, beserta keluarga, para sahabat, dan seluruh manusia yang tetap
senantiasa istiqomah di jalan islam, yaitu jalan perjuangan yang telah diperjuangkan
Beliau.

Hadirin yang dimuliakan Allah

Sebagai warga negara Indonesia, fakta yang tak bisa lepas dari kehidupan sosial kita
adalah kemajemukan. Berbagai macam suku, bahasa dan ras menjadikan singgungan
adat dan budaya tidak terelekkan di sekitar kita.

Tentu dengan begitu, maka bagi siapa yang bisa menjaga keutuhan persatuan,
keanekaragaman tersebut bisa menjadi sumber kekuatan. Tetapi sebaliknya, bagi siapa
yang tidak, maka persinggungan adat, budaya dan agama akan menjadi sumber konflik
di masyarakat.

Di dalam al-Qur’an sendiri, persoalan keragaman telah jelas dinyatakan oleh Allah. Di
antara ayat yang sering kita dengar terkait hal ini adalah surat al-Hujurat ayat 13:

ُْ ِ‫ل شعوبًا َو َجعَ ْلنَاك ُْم َوأ ْنثَى ذَكَرُ م‬


‫ن َخلَ ْقنَاك ْمُ إِنَّا النَّاسُ يَاأَيُّ َها‬ َ َ‫ّللا ِع ْن َُد أ َ ْك َر َمك ُْم إِ َّنُ ِلتَع‬
َُ ِ‫ارفوا َوقَبَائ‬ َُِّ ‫ن أَتْقَاك ُْم‬
َُّ ِ‫ّللا إ‬
ََُّ ُ‫علِيم‬
َ ُ‫َخبِير‬

YAA AYYUHAA NNAASU INNAA KHALAQNAAKUM MIN DZAKARIN


WAUNTSAA WAJA'ALNAAKUM SYU'UUBAN WAQABAA-ILA
LITA'AARAFUU INNA AKRAMAKUM 'INDA LAAHI ATQAAKUM INNA
LAAHA 'ALIIMUN KHABIIR

Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kami menciptakan kalian dari jenis laki-laki dan
perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling
mengenal satu sama lain. sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah
adalah yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha lagi
maha mengenal”

Jika kita mau mendalami ayat di atas kaum muslimin sekalian, maka akan ditemukan
tuntunan bagi seorang muslim di dalam menghadapi kemajemukan atau perbedaan.
Dengan jelas ayat di atas menggambarkan bagaimana Allah menciptakan manusia yang
nantinya akan bersuku dan berbangsa yang berbeda. Dengan begitu, maka islam
mengakui keberadaan keragaman tersebut, dan menjadikan hal itu sebagai bagian dari
kehendak Allah swt.

Bahkan kaum muslimin sekalian, di ayat tersebut diperlihatkan bagaimana seharusnya


umat Islam menyikapi perbedaan dan keragaman tersebut. Hal itu dapat diketahui dari
perkataan inna akramakum ‘indallah atqakum’ (sesungguhnya orang yang paling
bertakwa di antara kalian adalah orang yang bertakwa).

Kalimat tersebut, selain menjadi sebuah pemberitauan juga menjadi sebuah dorongan,
di mana orang Muslim harus menjadi orang yang bertakwa dalam keadaan sosial yang
beraneka ragam.
Dengan kata lain, ketakwaan adalah solusi terbaik menghadapi kemajemukan dan
perbedaan Mengapa demikian? Sebab orang bertakwa dalam konteks ayat tersebut
kaum muslimin sekalian memiliki dua keistimewaan, seperti yang dijelaskan oleh Abu
Bakar al-Jaza’iry.

Pertama, karena orang bertakwa adalah orang yang paling mampu dan bersedia untuk
mematuhi aturan Allah, menjadi perpanjangan tangan Allah untuk menyemaikan
hukum Allah, menetapkan keadilan sesuai ukuran Allah

Kedua, karena orang bertakwa adalah orang yang paling mampu menyikapi keragaman
dengan sikap yang tepat. Sebab di dalam Islam salah satu syarat agar menjadi
bertaqwa adalah bisa menghargai manusia dari berbagai macam perbedaan.
Ketaqwaan seseorang melahirkan toleransi dan kepedulian di dalam dirinya.

Kaum Muslimin Rahimakumullah.

Di dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang menjadi wujud nyata dari sikap
toleransi yang harus disemaikan oleh orang bertakwa. Di antaranya: surat al-Hujurat
ayat 10 dinyatakan umat muslim harus mampu mengatasi konflik dan mendamaikan
satu sama lainnya dengan asas persaudaraan.

Pada ayat ke sebelas, Allah melarang orang mukmin mencela dan menjuluki dengan
julukan yang tidak disukai oleh satu kelompok, lalu pada ayat 12, Allah juga melarang
umat muslim berburuk sangka, karena berburuk sangka adalah pangkal kecelakaan
yang besar, di ayat yang sama, Allah juga melarang umat muslim mencari-cari
kesalahan dan menggunjing.

Jika konsep toleransi yang terkandung dari ayat-ayat di atas dipatuhi oleh umat Islam,
terkhusus kita di Indonesia ini, maka bukan menjadi hal yang mustahil jika Indonesia
bisa muncul sebagai negara yang tingkat keadilan, dan kedamaiannya tertinggi
dibanding negara-negara lain.

Di samping itu, memang sudah menjadi kewajiban muslim untuk selalu menebar
kedamaian di mana-mana, sehingga jika terdapat sekelompok orang melakukan tindak
teror mengatas namakan Islam, berarti itu adalah kesalahan yang besar.

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah

Namun kaum muslimin sekalian, selain toleransi dan kepedulian terhadap sesama yang
harus kita junjung tinggi, tidak kalah pentingnya kita untuk menjaga aqidah kita, dan
aqidah saudara-saudara kita sesama umat muslim.

Aqidah ini adalah identitas kita sebagai orang Islam dan bertoleransi bukan berarti
menghilangkan aqidah kita sebagai muslim, jika terdapat slogan bertoleransi dengan
menyatakan semua agama benar itu adalah toleransi yang tidak dibenarkan di dalam
Islam.
Dalam hal aqidah Rasulullah saw sangat keras dan tegas. Bahkan dalam beberapa
riwayat Rasulullah selalu memerintahkan agar umat muslim memiliki ciri khas agar
berbeda dengan orang non muslim, nabi senantiasa menyerukan khaliful yahudi.

Berbedalah kamu dengan kaum yahudi, seperti anjuran memanjangkan jenggot dan
merapikan kumis, terdapat perintah untuk berpenampilan berbeda dibanding yahudi
yang ketika itu sangat gemar memanjangkan kumis.

Dalam persoalan agama juga, Rasul tidak segan-segan menyatakan, man tasyabbaha
bi qoumin fahuwa minhum. Barang siapa yang mengikuti atau memirip-miripkan dirinya
dengan suatu kaum, maka dia termasuk kaum tersebut.

Di dalam tafsir at-Thabari pernah diceritkan bahwa suatu ketika Nabi diminta oleh para
pemuka quraisy untuk mengusap hajar aswad sebagai wujud penghormatan atas tuhan
mereka setiap hendak melakukan ibadah di dekat ka’bah.

Dengan balasan dakwah Nabi tidak akan diganggu bahkan dikatakan mereka akan
mengikutinya juga. Tentu tawaran ini sangat menguntungkan untuk dakwah Islam ke
depannya, sehingga hampir-hampir Rasulullah mau melakukannya.

Tetapi Allah langsung menegur nabi dengan menurunkan firman surat al-Isra ayat tiga
tuju dan tiga lima. Dari teguran tersebut kita dapat mengetahui hikmah di balik
pelarangan tersebut.

Di antaranya adalah, meskipun persoalan tersebut secara kasat mata sepele, di mana
Nabi Muhammad Cuma mengusap patung setiap beribadah di sekitar ka’bah, tetapi
akibatnya sangat besar dan bersinggungan dengan Aqidah.

Nabi Muhammad sebagai panutan masyarakat Islam ketika itu, tentu akan dilihat
banyak pengikutnya. Dengan melihat perbuatan tersebut, jika nabi mau melakukannya
ketika itu, maka secara otomatis para sahabat akan berpikiran dan beranggapan bahwa
Rasul telah diperbolehkan Allah untuk memperlonggar ibadah dan mengakui tuhan-
tuhan berhala tersebut sebagai imbas dari beliau mengusap patung di sekitar ka’bah
setiap kali ibadah.

Peristiwa ini tentu menjadi peringatan penting bagi kita muslim indonesia. Dengan
banyak bersinggungan dengan adat dan ritual ibadah agama lain, kita harus lebih
menjaga identitas agama kita.

Harus percaya diri terhadap keislaman kita, tidak malah justru melakukan hal-hal yang
bisa mengaburkan aqidah dan pandangan saudara-saudara kita sesama muslim.

Sumber: https://www.tongkronganislami.net/khutbah-jumat-terbaru-toleransi-antar-
umat-beragama/

Anda mungkin juga menyukai