Anda di halaman 1dari 352

Prolog

Tak disangka hari seperti ini akan datang.

Masalah yang begitu merepotkan, sampai saat ini, masih belum terselesaikan.

Berpikir dari sudut pandangnya, hal ini hanya bisa disebut mengabaikan tugas,
atau menelantarkan misi.

Tidak, lebih tepatnya, sejak saat itu, dia terus mengesampingkan misi yang
seharusnya ia selesaikan sambil melewati hari-harinya dengan santai.

Kalau dia mau, akan sangat mudah baginya untuk membuang alasan di mana
ia tidak punya pilihan lain.

Tapi jika dia bertanya pada dirinya sendiri apa dia bisa dengan aktif membuat
keputusan setiap saat atau tidak, jawabannya pasti akan selalu negatif.

Dia hanya mengikuti arus.

Dari awal sampai akhir, dia hanya berpikir untuk menyelesaikan keadaan yang
ada di hadapannya sambil mengabaikan tujuannya, dan ketika dia tersadar, dia
mendapati kalau melakukan semua itu ternyata sangatlah menyenangkan, jadi
sampai sekarang, tujuannya sejak awal perlahan menjadi tidak penting di
hatinya.

Jujur saja, dengan mereka sekarang ini....

"Aku sudah tidak tahu lagi... apa aku harus membunuh Raja Iblis atau tidak."

".... Benarkah~~"

Suara teman lamanya yang berasal dari ujung telepon, sama sekali tidak
mengandung tanda-tanda menyalahkan.
Sebaliknya, nada itu bahkan berisi kelegaan dan perhatian terhadap gadis itu.

"Aku sudah merasakannya sejak dulu~ kalau semuanya akan jadi seperti ini~~"

"Apa maksudmu?"

"Hm~~ Ketika kita bertemu sebelumnya~~"

Teman gadis itu tersenyum kecut,

"Aku merasa kalau kita bertemu lagi nanti~~ Emilia mungkin sudah tidak ingin
mengalahkan Raja Iblis~~"

"Aku tidak bisa berkata apa-apa."

"Tidak masalah~~ karena Emilia berpikir begitu~~ itu artinya sesuatu yang
cukup membuatmu berpikir seperti itu pasti sudah terjadi~~ dan....."

Sangat jarang sekali teman baik gadis itu berhenti di tengah-tengah kalimatnya,
dia lalu melanjutkan,

"Sejak awal kan Emilia punya hak untuk memilih~~"

"Apa maksudmu?"

Sang Pahlawan yang tidak mengerti, bertanya balik, dan teman baiknya
menjawab,

"Logikanya, ketika Olba berkhianat~~ Emilia juga bisa memilih untuk balas
dendam kepada kami~~"

"Eh? Bagaimana bisa aku melakukan hal itu pada kalian...."

"Maksudku bukan aku ataupun Alberto~~ tapi Gereja dan seluruh Ente Isla~~
karena dunia ini sudah membalas kebaikan Emilia dengan tidak tahu terima
kasih~~ jadi meski Emilia merencanakan balas dendam~~ tidak seorangpun
punya hak untuk menghentikanmu~ dan pada kenyataannya, tidak ada
seorangpun bisa menghentikanmu~~"

"Apa, jadi maksudmu ini."

Jika ini adalah hari-hari di mana seorang Pahlawan muda hanya berpikir untuk
membunuh Raja Iblis, dia mungkin akan merasa putus asa ketika tahu
kebenaran tentang pengkhianatan rekannya, dan dunia yang menganggapnya
sudah mati.

Tapi sekarang berbeda.

"Bahkan di dunia dimana internet itu sudah biasa dan semua orang punya HP
pun, masih saja sulit untuk memilih informasi yang benar, dan ditambah lagi,
Ente Isla sekarang masih dalam tahap pemulihan kan? Jika aku memasukkan
kesalahpahaman ini ke dalam pati, bukankah ini tidak ada artinya?"

"Internet~~?"

"Bukan apa-apa kok, itu sesuatu yang ada di sini. Pokoknya, karena aku adalah
orang yang lebih sederhana dan lebih bodoh daripada itu, jadi aku tidak akan
memikirkan hal bodoh seperti itu."

"Meski aku tidak mengerti~ tapi aku lega~~ tapi~~ kalau kau punya rencana
seperti itu suatu hari nanti~~ jangan sampai lupa memberitahuku, okay~~?"

"Apa kau ingin menyemangatiku, atau mencoba menasehatiku agar berhenti?"

Tanya sang Pahlawan dengan senyum kecut, dan temannya pun langsung
menjawab,

"Apapun jalan yang Emilia pilih~~ aku pasti akan ada di sampingmu~~ bahkan
jika kita harus menghancurkan dunia bersama~~ aku pasti akan
melakukannya~~"
"Sebagai penyihir paling kuat di antara para manusia, jangan mengucapkan
kalimat berbahaya seperti itu! Kalau kau ditargetkan oleh Gereja, aku tidak
akan peduli, okay?"

"Yang benar saja~~ orang yang mengawasiku itu sangat banyak sampai-
sampai mereka bisa dibuat tusuk sarden dan diberikan pada penjual ikan~~ ini
sih bukan apa-apa~~"

Usai dengan santai mengobrol dengan teman baiknya yang mana tidak
diketahui seberapa seriusnya dia, sang Pahlawan melihat ke arah sebelah
kakinya.

Sebuah ransel besar yang berisi berbagai barang, diletakkan di sana.

"Bagaimanapun, aku mengandalkanmu minggu depan."

"Serahkan saja padaku~~"

Penyihir terkuat di Ente Isla dan rekan perjalanan sang Pahlawan, yaitu
Emeralda Etuva, menjawab dengan nada yang begitu bersemangat.
Chapter 1 : Pahlawan, Perpisahan Sementara

Perjamuan makan malam dipenuhi dengan suasana tenang yang begitu normal.

Terdapat nasi, dan sup miso rasa wortel yang baru dimasak dan dikukus,
sementara itu, berkat kertas panggang khusus untuk microwave, ikan panggang
pun bisa dilihat di atas meja makan belakangan ini.

Ditambah lagi, terdapat pula tahu dingin yang ditaburi dengan jahe Jepang
yang dipotong dadu. Terong panggang juga diletakkan di atas sebuah piring
besar di tengah-tengah meja.

Tayangan berita yang ada di TV, sejak awal memberitakan sebuah tempat yang
sedang menyelenggarakan festival budaya, sepertinya tidak ada insiden yang
mengganggu kedamaian dunia ataupun kecelakaan yang terjadi.

Dari jendela yang terbuka, bisa dilihat langit yang mulai menjadi gelap, dan
angin yang berhembus ke dalam ruangan, membawa beberapa tanda kehidupan
dari kota.

Di dalam sebuah apartemen di pinggir kota Tokyo, orang-orang sudah siap


memasuki waktu makan malam di mana semua orang bisa secara pribadi
merasakan kedamaian dunia.

Namun, sebuah kalimat berhasil menghancurkan suasana tenang di apartemen


kayu yang berada di Tokyo, Shibuya distrik Sasazuka.... Villa Rosa Sasazuka,
kamar 201, Kastil Iblis.

"Aku akan pulang ke rumah lamaku selama beberapa waktu."


Kalimat yang tidak cocok dengan waktu makan malam keluarga yang damai
ini, disamarkan hingga terdengar begitu tenang, membuat semua orang yang
ada di sana membeku seketika.

"Ah?"

"Apa?"

"Apa katamu?"

"A-apa yang terjadi?"

"Ru-rumah lama?"

"Aku suka tofu!"

Enam reaksi berbeda dari enam orang yang berbeda, membuat gadis yang
melempar bom tersebut --Pahlawan Emilia Justina dari dunia asing Ente Isla--
Yusa Emi, menjadi begitu terkejut.

"A-ada apa dengan reaksi kalian semua?"

Memegang sebuah buku di tangannya, dan duduk di meja komputer, penguasa


Kastil Iblis, Raja Iblis Satan, Maou Sadao menjawab dengan wajah tanpa
ekspresi.

"Semuanya tidak bisa mengerti makna sesungguhnya di balik kata-katamu."

"Eh?"

Orang yang biasanya duduk di depan meja komputer, menjawab Emi dari
tingkat nomer dua dari lemari yang terbuka.
"Emilia, coba ulangi kalimat yang kau katakan tadi. Di dalam otak Sasaki
Chiho, dia sedang membuat drama keluarga dengan Maou dan Emi yang
berpusat di sekitar Alas Ramus dan panik dengan sendirinya....."

"Urushihara-san!!"

"Uwah! Hampir saja...."

Hal kedua di dunia yang cocok berada di dalam lemari alias beban untuk kamar
ini.... Fallen Angel Lucifer atau Urushihara Hanzo, mengatakan hal tersebut
dengan senyum mengejek.

Gadis SMA yang bernama Sasaki Chiho, mendorong Urushihara ke dalam


lemari sambil tersipu dan menutup pintunya.

"Hey, Sasaki Chiho, apa yang kau lakukan?"

Suara protes dari Urushihara dan suara saat ia terkena pintu geser, bisa
terdengar dari dalam lemari.

"Urushihara-san sendirilah yang tiba-tiba berbicara omong kosong!!"

Untuk menghentikan Urushihara yang tidak memiliki rasa hormat sedikitpun,


Chiho menekan pintu geser tersebut dengan wajah memerah.

"Chi-nee chan, wajahmu sangat merah!!"

Suara yang polos nan kejam terdengar menegur Chiho dari samping kakinya.

Gadis kecil yang telah bermain dengan Chiho sampai beberapa saat yang lalu,
yang mana juga mempercayai bahwa Maou dan Emi adalah orang tuanya...
Alas Ramus, saat ini tengah menginjakkan kakinya di atas tabel 50 fonetik
yang ada di lantai.
"Ah, Alas Ramus-chan, i-itu, ini sudah waktunya makan malam, jadi kita
kesampingkan hal itu dulu."

Mencoba mengalihkan situasinya sekarang, rasanya sudah sangat terlambat.

"Oh! Aku tahu, tenang, tenang!"

Tabel 50 fonetik karet yang ada di bawah kaki gadis kecil itu, adalah mainan
edukasional untuk anak-anak yang berharga mahal, mainan itu tidak akan
rusak tidak peduli seberapa kuatnya benda itu dibengkokkan.

"T-tapi, Yusa-san, apa-apaan itu tadi?"

Chiho kembali bertanya sambil memperhatikan Alas Ramus melipat mainan


edukasional yang Maou beli menggunakan uangnya sendiri, dia melipatnya
dengan cara yang berantakan dan unik bagi seorang anak kecil.

"Sebenarnya, tidak ada yang serius, dan seperti yang kubilang... Aku ingin
kembali ke rumah lamaku sebentar..."

"Tapi Emilia, rumah lamamu...."

Wanita berpakaian kimono yang sedang mencuci peralatan masak di wastafel


dapur, bertanya dengan ekspresi gelisah di wajahnya.

"Yeah, kampung halamanku ada di Benua Barat. Itu adalah desa yang terletak
di pinggiran Saint Aire, dikenal dengan nama Sloan. Meskipun desa itu sudah
dihancurkan oleh seseorang yang terkunci di dalam lemari, ya kan?"

Emi menatap ke arah lemari dengan sebuah tatapan tajam.

"Jadi ketika aku tidak ada, aku akan meminta Bell untuk mengawasi orang-
orang ini...."
Crestia Bell... Seorang Penyelidik tingkat atas di Ente Isla, dikenal sebagai
Kamazuki Suzuno di Jepang, membersihkan bekas sabun pencuci piring di
tangannya dan mengeringkan mereka, setelah itu, dia berbicara dengan gelisah,

"Bisa kau menjelaskannya lebih detail? Aku benar-benar tidak mengerti apa
maksudmu."

"I-itu benar, Yusa-san, meski tiba-tiba kau bilang ingin kembali, semuanya
tidak akan semudah itu kan?"

"Benar juga, penjelasanku mungkin terlalu sederhana, maaf. Sebenarnya...."

Menanggapi pertanyaan dari kedua wanita itu, Emi menegakkan posturnya


sambil tersenyum kecut saat ia menyadari kalau penjelasannya kurang jelas,
dia juga melihat seorang pria yang berdiri di belakang Chiho dan Suzuno.

"Aku tidak peduli kemana kau pergi... tapi aku tidak bisa mentolerir sup miso
yang kusiapkan dengan hati-hati menjadi dingin karena kau."

Seorang pria membawa panci besar yang berisi sup miso, berbicara dengan
suara tegas.

Jenderal Iblis Alsiel alias Ashiya Shirou, melapor pada tuannya yang ada di
depan meja komputer,

"Maou-sama, makan malamnya sudah siap. Tolong hentikan sebentar


membacanya, dan silakan duduk."

"Baik, baik, bagaimanapun, fokusku juga sudah diganggu oleh Emi."

"Apa, jangan menyalahkan orang lain atas kesalahanmu, okay?"

"Tahu! Alsiel! Tahu!"


Tanpa diketahui, Alas Ramus sudah berdiri di samping Ashiya yang membawa
panci besar.

"Hey, Alas Ramus, mendekati orang yang membawa panci itu sangat
berbahaya. Pergilah ke mama dan tunggu dengan tenang ya!"

Suzuno dengan lembut menarik Alas Ramus menjauh dari Ashiya. Meski ia
terlihat tidak senang, gadis itu tetap berjalan menuju Emi dengan patuh.

"Mama! Tahu!"

"Aku tahu, tapi Alas Ramus harus bilang 'mari makan' dulu ya! Alsiel, aku
tidak mau jahe Jepang di tahuku, karena aku ingin membaginya dengan Alas
Ramus."

Apa yang biasanya Alas Ramus makan adalah sebagian dari porsi makanan
Emi atau Maou, tapi setelah Ashiya menatap tahu dingin Emi dan Alas Ramus
secara bergantian, ia pun menggelengkan kepalanya dengan tegas.

"Ditolak. Apa yang akan terjadi jika ini membuat Alas Ramus menjadi pilih-
pilih makanan saat dia besar nanti?"

Untuk obrolan antara Pahlawan dan Jenderal Iblis, obrolan ini sepenuhnya
sangatlah aneh, sampai-sampai orang tidak tahu di mana letak anehnya.

"T-tapi Ashiya-san, menurutku jahe Jepang juga terlalu kuat untuk anak
kecil...."

Sebagai orang Jepang asli, Chiho pun dengan tepat menunjukkan di mana letak
masalahnya.

"Membuat anak terbiasa dengan sayuran yang memiliki rasa kuat itu penting.
Kalau mereka tahu bagaimana merasakan rasa semacam ini, makanan tiap hari
setelah ini pasti akan menjadi lebih lezat...."
Bahkan Chiho yang jarang membantah Ashiya pun, merasa kesulitan untuk
membantahnya...

"Tapi aku paham. Jujur saja, aku juga tidak berani makan jahe Jepang."

Tapi karena ia dipotong oleh Urushihara yang perlahan berjalan keluar dari
lemari, Ashiya pun berbicara dengan kesal,

"Lucifer, apa kau bisa dianggap Fallen Angel jika seperti ini?"

"Ya, mau bagaimana lagi, lagipula, aku tidak pernah makan jahe Jepang
sampai sekarang. Dan aku juga tidak pernah mendengar legenda manapun
tentang fallen angel yang menyukai jahe Jepang."

Memang benar, entah itu di Ente Isla ataupun Dunia Iblis, tidak ada satupun
makanan yang seperti tahu dingin ditambah dengan jahe Jepang.

Tidak diketahui apa memang karena alasan tersebut, tapi kali ini, orang yang
menyetujui pendapat Urushihara pun muncul,

"Sejujurnya, aku juga tidak berani memakannya...."

Orang yang mengucapkan kalimat memalukan ini sambil berjalan menuju


meja makan, adalah orang yang menyatukan Dunia Iblis dan menguasai dunia
manusia Ente Isla, Raja Iblis Satan.

Dengan begini, para manusia pun tahu titik lemah dari musuh kuat yang
berencana menaklukan dunia.

Itu adalah, ternyata Raja Iblis tidak berani makan tahu dingin dengan tambahan
jahe Jepang.

"Maou-san...."

"Maou-sama...."
"Raja Iblis, kau..."

Menghadapi tatapan rumit, campuran antara keterkejutan dan rasa kasihan dari
Chiho, Ashiya, dan Suzuno, Maou pun menciut dan menjawab,

"T-tapi aku masih bisa memakannya! Aku selalu menghabiskan makananku,


okay?"

"Kalau begitu, jahe Jepang di atas tahu Alas Ramus, bisa diserahkan ke papa!"

Pahlawan Emilia tidak melepaskan begitu saja kelemahan yang ditunjukkan


oleh Raja Iblis.

Dia menggunakan sumpitnya untuk memindahkan jahe Jepang yang ada di atas
tahunya ke atas tahu di piring Maou yang terlihat menyedihkan dan duduk di
depan Chiho, Ashiya, dan Suzuno.

"Ah! Emi, kau!"

Maou melihat tumpukan besar jahe Jepang yang ada di atas tahunya dan
berteriak, sementara Emi berbicara dengan acuh tak acuh,

"Komplainlah pada Ashiya kalau kau ingin komplain. Tidak peduli seberapa
banyak kita tidak ingin Alas Ramus menjadi pilih-pilih makanan, sangatlah
wajar bagi anak kecil seusianya tidak suka memakan jahe Jepang.
Bagaimanapun, bahkan Raja Iblis yang berencana menaklukan dunia pun tidak
berani memakan ini."

"Ugh..."

Maou sesaat terdiam. Melihat situasi ini, dia pun berbicara dengan ekspresi
penyesalan yang dalam,

"Ugh, Bell, katakan sesuatu."


"Alsiel, apapun alasannya, membiarkan Alas Ramus memakan jahe Jepang itu
terlalu kejam. Oh iya Emilia, biar kuambil dulu kecap rendah garam dari
kamarku. Dibandingkan kecap biasa, kecap itu masih lebih bagus buat Alas
Ramus."

Suzuno dengan cepat berjalan menuju kamar 202 yang berada di sebelah kamar
di mana ia berada sekarang. Melihat punggungnya, Urushihara pun
mengulurkan sumpitnya ke arah terong panggang tanpa mengucapkan apapun.

"Semua orang terlalu memanjakannya. Aku benar-benar khawatir dengan


masa depan Alas Ramus."

"Urushihara-san! Saat makan di depan Alas Ramus-chan, kau harus


mengatakan 'mari makan' lebih dulu dengan benar!"

"Membesarkan anak kecil itu sangat sulit. Jika dia menjadi seperti ini setelah
dewasa nanti, itu pasti akan sedikit...."

"Maou, Maou, kenapa kau mengatakan hal tersebut sambil melihatku dan Alas
Ramus seperti itu?"

"Lihat dirimu sendiri dan renungkan! Dibandingkan denganmu, Alas Ramus-


chan itu tidak hanya lebih patuh, dia juga lebih mematuhi aturan!"

Kata Chiho tanpa ampun.

"Maaf membuat kalian menunggu. Aku sudah membawa kecapnya."

Kali ini, Suzuno juga membawa kecap rendah garam miliknya ke Kastil Iblis,
melihat semua orang sudah keluar dari topik pembicaraan mereka sebelumnya,
Ashiya hanya bisa membiarkannya seakan-akan sudah menyerah.

".... Mau bagaimana lagi, sup misonya hampir dingin, semuanya, ayo makan!"
"Ah, Ashiya, aku ingin lebih banyak nasi!"

"Benar juga! Ibuku memintaku membawa karaage ke sini. Ashiya-san, boleh


aku meminjam microwave mu?"

Chiho dengan cepat mengeluarkan sebuah kotak kedap udara dari dalam tas
yang dia bawa.

"Sasaki-san, aku merasa tidak enak terus menerima bantuanmu, untuk instruksi
penggunaannya...."

"Jangan khawatir, aku tahu cara menggunakannya. Hampir saja, hampir saja,
aku hampir lupa..."

Di dalam Kastil Iblis, seorang Jenderal Iblis, Penyelidik, dan seorang gadis
SMA yang membawa sekotak makanan pelengkap, saling berdiri
berdampingan di dalam dapur, sementara itu, Pahlawan dan Raja Iblis yang
mengawasi Fallen Angel yang tidak tahu aturan sambil berpikir bagaimana
cara membesarkan anak-anak, sedang berkumpul. Meskipun keadaan ini
terlihat menyimpang dengan realita dan juga menggelikan, tapi dari hasilnya,
selama itu bukan situasi yang tidak normal, sangat tidak mungkin untuk
mengguncang kehidupan normal dari kamar 201 di Villa Rosa ini.

Entah itu adalah hal yang baik, ataukah buruk, hal itu masih sulit untuk
diketahui.

XxxxX

Meskipun pertengkaran mereka tidak pernah berakhir, tapi kehidupan Raja


Iblis dan Pahlawan di Jepang, masih bisa disebut damai, dan sampai saat
hampir berakhirnya musim panas, sebuah bayangan yang begitu nyata mulai
menyelimuti mereka.

Setelah Maou kalah dari Emi, klan Malebranche, dengan Barbariccia sebagai
pemimpinnya, membentuk Pasukan Raja Iblis yang baru untuk menaklukan
Ente Isla.

Sebagai salah satu orang terkuat di Ente Isla, Olba Meyers, telah berhasil
memojokkan Maou hingga ke ujung sebagai salah satu rekan Emi, tapi saat ini,
dia tidak hanya menjadi musuh bagi Emi, dia juga berencana mengubur Emi
bersama dengan Maou.

Dengan informasi Olba sebagai dasarnya, salah satu kepala suku Malebranche,
Farfarello, datang ke Jepang untuk membujuk Maou dan Ashiya agar mau
menjadi pemimpin Pasukan Raja Iblis yang baru.

Meskipun Emi dan Suzuno sangat khawatir kalau Maou akan kembali ke
Pasukan Raja Iblis, tapi nyatanya, hal itu bertentangan dengan ekspektasi
mereka, Maou dan Ashiya ternyata dengan tegas tidak menerima ajakan
Farfarello.

Dengan begini, Farfarello harusnya hanya punya pilihan dipulangkan ke Dunia


Iblis seperti Ciriatto yang sebelumnya menyerang Choshi, atau dibunuh oleh
Emi sebelum menimbulkan kekacauan di Jepang.

Tapi seorang anak laki-laki yang menemani Farfarello ke Jepang, membuat


situasinya menjadi semakin rumit.

Menurut kitab suci Ente Isla, dunia itu dibangun di atas bola yang diciptakan
oleh Pohon Kehidupan, dan anak kecil yang bernama Iron itu adalah eksistensi
yang terlahir dari salah satu Sephirah, yaitu 'Geburah'.
Iron dan perwujudan Yesod Sephirah, yaitu Alas Ramus, yang saat ini telah
bergabung dengan pedang suci Emi, adalah eksistensi yang serupa. Dan
kekuatan yang anak itu sembunyikan tergantung situasinya, sudah cukup untuk
melebihi kekuatan Pahlawan, Raja Iblis, dan bahkan Malaikat Agung.

Adapun untuk alasan kenapa dia diperintah oleh seorang kepala suku
Malebranche, hal itu masih menjadi misteri bahkan sampai sekarang.

Itu tidak akan jadi masalah jika hanya ada satu kepala suku Malebranche, tapi
jika mereka tidak berhati-hati menangani anak yang terlahir dari Sephirah itu,
jangankan Malebranche, mereka bahkan bisa mengguncang Surga dan menarik
perhatian musuh yang tidak perlu.

Namun, sayangnya, kedua orang yang tidak bisa dikacaukan dengan mudah ini,
menyadari kalau Chiho adalah orang yang penting bagi Maou dan Emi.

Jika ini terus berlanjut, sulit untuk menjamin kalau pihak Malebranche yang
tidak memperoleh dukungan dari Maou dan Ashiya, tidak akan menculik
Chiho untuk dijadikan sebagai sandera.

Emi dan Suzuno, karena keinginan yang kuat dari Chiho sendiri, agar ia bisa
menghubungi Maou ataupun Emi saat berada dalam bahaya, akhirnya
mengajari Chiho mantra untuk telepati, yaitu 'Idea Link'.

Sebagian karena Maou dan yang lainnya memperoleh bantuan dari Sariel
dengan menggunakan sebuah umpan, Chiho pun akhirnya berhasil
mempelajari mantra tersebut. Akan tetapi, Maou menilai bahwa menjamin
keselamatan Chiho saja tidak akan cukup untuk menyelesaikan masalah.

Karena itulah, dia sengaja meminjam kekuatan Emi dan Suzuno, dan
mendapatkan kembali wujud Raja Iblisnya di hadapan Farfarello. Dengan
menamakan Chiho, Emi, dan Suzuno sebagai Jenderal Iblis yang baru, Maou
pun menyatakan kalau mereka memainkan peran penting dalam penaklukan
dunia, dan akhirnya dengan cara yang damai, Maou berhasil membujuk
Farfarello dan Iron untuk kembali.

Tapi Emi dan Suzuno yang secara resmi dianggap sebagai Jenderal Iblis oleh
pihak Malebranche, benar-benar marah karena hal ini. Meskipun hal ini bisa
menjamin bahwa pihak Malebranche tidak akan melukai Chiho untuk
sementara waktu, tapi situasi Ente Isla masih bisa perlahan berubah dari waktu
ke waktu, dan di saat itu, arti dari nama 'Jenderal Iblis yang diakui oleh Raja
Iblis Satan, Sasaki Chiho' bisa saja menjadi semakin berat. Tapi berdasarkan
pada hasilnya, artinya situasi yang berkutat di sekitar Maou dan Emi ini masih
belum bisa diselesaikan.

Klan Malebranche yang menginginkan Maou kembali ke Pasukan Raja Iblis,


seorang anak perwujudan Sephirah, dan rahasia Surga.

Bahkan jika mereka merasa bahwa dunia asing itu saat ini sedang diselimuti
suasana tegang, hari ini, Raja Iblis dan gerombolannya yang hidup di Jepang,
masih harus bekerja demi makan tiga kali sehari untuk besok.

Inilah sesuatu yang terjadi ketika situasi dunia mulai menjadi panas meskipun
musim panas sudah berakhir, di bulan September.

XxxxX

Meski waktu matahari terbenam menjadi lebih awal, tapi langit setelah jam
7pm masih saja sedikit bercahaya, dan rasa hangat yang terasa dalam
perjalanan menuju stasiun Sasazuka Jalur Keio, masih belum juga menghilang.
Emi menggendong Alas Ramus yang tertidur dengan begitu cepat setelah
menghabiskan makanannya, dia berjalan berdampingan dengan Chiho dan
Suzuno, sementara Maou, mengikuti di belakang mereka.

Ketika tiba di hari saat Emi dan Alas Ramus menuju ke Kastil Iblis, Chiho
akan dengan aktif ikut makan malam bersama Maou dan yang lainnya.

Chiho pernah menyatakannya di depan semua orang.

"Jika aku tidak ada, Maou-san dan Yusa-san pasti akan bertengkar."

Semenjak insiden dengan Farfarello, Chiho menjadi semakin proaktif ingin


mempertahankan hubungan baik antara Maou dan yang lainnya, hal seperti ini
bahkan membuat Maou dan Emi merasa sedikit kewalahan.

Meski Chiho tidak tahu, tapi mereka bertiga secara tidak sengaja telah
mendengar perasaan yang Chiho miliki terhadap mereka, dan oleh sebab itulah,
sulit bagi mereka untuk melawan kejujuran tersebut.

Jika mereka mengesampingkan masalah ini, kunjungan Chiho tidak hanya


akan membuat makan malam di Kastil Iblis menjadi lebih mewah, tapi itu juga
membuat Alas Ramus senang. Pada dasarnya, hal ini memang menguntungkan
bagi mereka, jadi sejalan dengan hal itu, setiap kali mereka selesai, Maou dan
Suzuno pun menanam kebiasaan untuk mengantar Chiho pulang.

"Jadi Emilia, apa maksudmu dengan ingin pulang ke rumah lamamu?"

Tanya Suzuno saat dalam perjalanan.

Dan ketika dia membawa topik yang telah terabaikan saat makan malam ini.....

"Benar juga! Seperti yang Suzuno-san bilang, Yusa-san! Apa yang terjadi?"
Chiho yang awalnya berbicara soal pekerjaan dengan Maou, langsung
memasuki obrolan tersebut dari belakang.

"Oohh......."

Para gadis itu berjalan dengan garis horizontal di sebuah gang sempit di area
perumahan, dan Maou, satu langkah di belakang dan tidak bisa bergabung ke
dalam percakapan mereka, hanya bisa mengikuti di belakang ketiga orang itu
dengan kesal.

Menghadapi tatapan Chiho dan Suzuno yang dipenuhi dengan rasa penasaran
dan curiga, Emi pun menghela napasnya dan mengatakan,

"Aku hampir lelah menunggu."

"Apa maksudmu?"

"..... Semenjak bertemu dengan Raja Iblis di Jepang, aku terus saja terseret ke
dalam masalah-masalah yang aneh, dan meski setiap kali masalahnya bisa
teratasi, tapi pada akhirnya, apa sebenarnya tujuanku?"

"Tujuan.... Yusa-san?"

Menyadari kalau Chiho benar-benar bingung, Emi menjawab dengan depresi,

"Chiho, aku ini masih Pahlawan yang membawa harapan seluruh umat
manusia. Jadi sebenarnya, aku datang ke Jepang untuk....."

"Kare.......uu."

"Puh...... Maaf maaf."

Igauan dari Alas Ramus yang tertidur nyenyak, yang mana kebetulan terdengar
saat itu, membuat Maou tertawa, tapi ketika ia menyadari tatapan tajam dari
Emi yang menoleh ke belakang, Maou pun langsung meminta maaf dengan
jujur.

".... mengalahkan Raja Iblis yang berencana menaklukan Ente Isla....


Seharusnya sih seperti itu."

Sambil berbicara, Emi menunjuk ke arah Maou yang menciut karena


tatapannya.

"Meski aku bisa mengerti, tapi jika dibandingkan, apa hal ini ada hubungannya
denganmu yang ingin kembali ke rumah lamamu?"

Suzuno terus mendesak Emi untuk menjelaskannya, tapi melihat Raja Iblis
seperti 'itu' dan mengabaikannya, rasanya juga tidak sepenuhnya benar.

"Itu benar."

Karena Maou tidak menjawab, Emi yang kehilangan minatnya pun, kembali
menoleh ke arah depan, dan berbicara sambil memandangi gadis kecil yang
tertidur nyenyak dalam gendongannya.

"Meskipun keberadaan Alas Ramus juga memiliki beberapa pengaruh, tapi


selama periode waktu ketika aku tidak bisa menyingkirkan Raja Iblis, para
malaikat, iblis, dan lain sebagainya itu, bukankah mereka terus saja
berdatangan dan membuat masalah?"

"Yeah, benar sekali."

"Bukankah lebih tepat mengatakan kalau selain kita bertiga, tidak ada manusia
lain yang......"

Pertanyaan Chiho diabaikan begitu saja.


"Pokoknya, orang-orang luar yang jelas-jelas tidak ada hubungannya dengan
kita sebelum aku datang ke Jepang, sudah bertindak ceroboh akhir-akhir ini,
dan aku sudah tidak tahan lagi. Agar mereka tidak lagi menyebabkan masalah
untuk kita, kurasa lebih baik aku kembali ke Ente Isla untuk sementara waktu."

"Jadi kau ingin kembali ke Ente Isla dan menyingkirkan orang-orang jahat
itu?"

Meskipun penjelasan Emi sedikit terlalu sederhana, tapi pemikiran Chiho juga
terlalu mengarah secara langsung.

"Bagaimana mengatakannya ya... rasanya, tidak lama setelah Bell datang,


orang-orang yang menargetkan pedang suci tiba-tiba banyak yang muncul
kan?"

"Dan lagi, pada awalnya Sariel-sama juga sangat gigih mengejar pedang suci
Emi."

"Tapi berdasar pada hasilnya, bukankah itu karena pedang suci ada
hubungannya dengan Alas Ramus?"

Dari luar, tujuan Malaikat Agung Sariel dan Gabriel, terlihat hanya ingin
mendapatkan pedang suci Emi.

Hanya sampai Alas Ramus muncul dan mengungkap bahwa Pedang Suci One
Wing adalah senjata yang memiliki Sephirah sebagai intinya, Maou dan yang
lainnya tahu bahwa tujuan asli Surga adalah mengumpulkan fragmen Sephirah
yang menjadi inti Pedang Suci One Wing dan Alas Ramus....

"Masih tak apa jika itu hanya Surga, tapi bahkan Iblis Ciriatto yang muncul di
Choshi pun juga mengincar fragmen Yesod. Tidak hanya itu, klan
Malebranche yang bersembunyi di Benua Timur nampaknya juga memiliki
fragmen Yesod, dan ditambah lagi dengan Iron yang sebelumnya muncul, dia
juga berada di pihak Iblis meskipun dia adalah anak yang terlahir dari
Sephirah...."

"Penjelasan paling sederhananya adalah, terdapat sebuah hubungan antara


Surga dan para Iblis....."

Meski penjelasan Suzuno harusnya menjadi cara yang paling sederhana untuk
mengartikan hal ini.....

"K-ke-kenapa kalian semua tiba-tiba memandangku?"

Ketiga orang yang berjalan di depan, tiba-tiba menoleh di saat yang bersamaan
dan memberikan syok pada Maou yang awalnya sangat bosan, sampai-sampai
ia menjadi begitu panik.

"Tapi jika seperti itu, alasan kenapa dia bisa ada di sini tidak akan dapat
dijelaskan, benar kan?"

"Benar sekali. Raja Iblis tidak tahu kalau Fragmen Yesod yang dia miliki akan
menjadi Alas Ramus, dan pasukan Malebranche baru mulai pindah setelah
Raja Iblis mati, tidak peduli bagaimana kau memikirkannya, Surga tak punya
satupun alasan untuk membantu mereka."

"Aku tidak tahu apa yang kalian bicarakan, tapi jangan dengan santainya
melihat mereka seperti orang mati!! Aku juga masih hidup sampai hari ini!!"

Laporan Maou tentang berita masih hidupnya Raja Iblis sepenuhnya diabaikan.

"Itu juga apa yang kupikirkan. Meskipun kita tidak tahu apa-apa soal Iron dan
Geburah karena kita hanya punya sedikit petunjuk, tapi kita sudah punya
beberapa petunjuk yang berhubungan dengan Yesod. Kalau dipikir-pikir,
kenapa Sariel dan Gabriel ingin mengumpulkan fragmen Yesod?"

"Eh?"
Chiho yang tidak tahu maksud di balik pertanyaan itu, terlihat bingung.

".... Kuingatkan kalian semua, kita sudah hampir sampai di stasiun."

Suara Maou terdengar dari belakang, tapi lagi-lagi itu diabaikan oleh mereka
bertiga.

"Kalau dipikir dengan seksama, kenapa hanya Yesod saja yang berbentuk
fragmen? Jawabannya sederhana. Karena mereka saat ini sedang
mengumpulkan fragmennya, itu artinya 'ada orang yang memecah Sephirah
menjadi potongan kecil dan menyebarkan mereka'."

"Benar-benar membuat masalah bagi orang lain."

Maou yang sadar kalau tidak ada orang yang mendengarkannya, setelah
menyetujui kata-kata Emi, dia pun memungut kaleng kosong yang telah
dibuang ke tanah, dan berencana membuangnya ke dalam tempat daur ulang
kaleng kosong yang ada di sebelah mesin penjual minuman. Tapi karena
tempat sampah tersebut sudah penuh, dia hanya bisa meletakkan kaleng itu di
atasnya dan kembali berjalan.

"Ah... Aku mengerti."

"Eh?"

Suzuno mengangguk paham, satu langkah sebelum yang lainnya.

Melihat Chiho masih belum memahaminya, Emi menggunakan tangannya


yang lain yang tidak menggendong Alas Ramus untuk mengangkat tangan
Chiho agar ia memperhatikan jarinya.

".... Ah!"

Sebuah cincin dengan permata ungu kecil di atasnya, terlihat di jari itu.
"Meski tidak diketahui apa itu benar-benar salah satu pecahannya, tapi
setidaknya, bisa dipastikan kalau seseorang sudah menyebarkan fragmen
tersebut. Bagaimanapun, kita punya contoh nyata di depan kita."

Cincin di jari Chiho juga memiliki fragmen Yesod yang sama seperti yang ada
di gagang pedang Emi dan dahi Alas Ramus. Saat dalam kekacauan di mana
Chiho mendapatkan cincin itu, selain cincin, dia juga mendapatkan beberapa
potongan memori.

Itu adalah memori dari dunia nan jauh yang tidak Chiho ketahui, dan di saat
yang sama, itu mungkin juga merupakan memori yang sudah sangat lama
berlalu.

Seorang iblis muda yang terluka, dan seorang pria yang berdiri di ladang
gandum.

"Ibu.... Yusa-san?"

"Benar sekali."

Emi mengangguk dengan ekspresi jengkel di wajahnya, dan melepaskan


tangan Chiho.

"Bagaimanapun juga, kalau aku mengikuti jejak yang ibuku tinggalkan di Ente
Isla sebelum aku dilahirkan ataupun di masa kecilku saat aku tidak tahu apa-
apa, mungkin aku akan menemukan sesuatu. Meski begitu, sebenarnya aku
tidak memiliki dasar sama sekali, aku hanya merasa kalau akan sangat bagus
jika aku bisa menemukan beberapa petunjuk."

Apa yang paling Emi sesalkan adalah, meskipun itu hanya sebentar, saat rekan
perjalanannya, yaitu Emerada dan Alberto datang ke Jepang untuk
membantunya ketika dia ditargetkan oleh Urushihara dan Olba, dia harusnya
ikut kembali ke Ente Isla bersama mereka sebentar.
Ibu Emi, Lailah, nampaknya tinggal bersama Emerada selama beberapa waktu.

Tapi pada saat itu, Emi tidak memiliki rekan yang bisa dia percayai, dan Maou,
bukanlah tipe orang yang bisa dia alihkan pengawasannya. Meskipun Maou
tidak melakukan hal-hal yang jahat, jika dia menggunakan kesempatan ini
untuk pindah rumah saat sang Pahlawan kembali ke Ente Isla, maka Emi harus
kembali mencari mereka dari awal lagi.

Bagi Emi yang sudah hidup sendiri di tengah-tengah masyarakat Jepang


hampir setahun, dia benar-benar tidak ingin kehilangan Raja Iblis yang telah
dia temukan dengan susah payah.

Akan tetapi, dia juga tidak bisa meminta Emerada atau Alberto untuk
membantu mengawasi Maou.

Lagipula, berbeda dengan Emi yang berasal dari keluarga petani di sebuah desa
yang normal, setelah umat manusia mendapatkan kembali kedamaiannya,
Emerada dan Alberto masih memiliki tanggung jawab yang penting.

Sejujurnya, status mereka berdua sejak awal memang berbeda dengan Emi.

Setelah Pasukan Raja Iblis mundur, struktur kekuatan Gereja Ente Isla dan
berbagai kerajaan pun perlahan kembali ke keadaan awalnya, jadi, tidak
mungkin mereka membiarkan bakat yang menjanjikan seperti Emerada dan
Alberto menetap di dunia lain.

Ditambah lagi, kemampuan Emi ketika dia sedang serius, saat dia
mengalahkan Pasukan Raja Iblis di Ente Isla, kekuatan tempurnya itu telah
berkembang sampai ke titik di mana Emerada, Alberto, dan Olba harus bekerja
sama agar bisa menandinginya.
Semenjak dia gagal membunuh Urushihara dalam pertarungan di atas kota itu,
satu-satunya orang di Jepang yang bisa melawan ketiga iblis itu di saat yang
sama dan menang, hanyalah Emilia sang Pahlawan.

Jika arti kehadiran Chiho di mata Maou dan yang lainnya meningkat lebih
awal....

Atau jika Suzuno datang lebih awal....

Ketika Emi berencana kembali ke rumah lamanya, pemikiran tak berguna


seperti itu terus berputar di dalam kepalanya.

Tapi hubungan terpercaya antara Maou, Chiho, dan yang lainnya baru
terbangun dalam setengah tahun ini, dan pada dasarnya, jika tindakan kotor
yang dilakukan oleh Urushihara dan Olba tidak terjadi, Suzuno mungkin juga
tidak akan datang.

Segala sesuatu yang membuat Emi terlibat selama ini adalah karena beberapa
penyimpangan kecil yang menyebabkan berbagai hal menghalangi jalannya.

Tentunya, percuma mengeluh mengenai hal-hal itu sekarang.

Dan....

"Oh... Uu.... Uh.... Ah, mama, apa kita akan pulang?"

Sebelum mereka sadar, mereka berempat ternyata sudah sampai di gerbang


tiket stasiun Sasazuka.

Mungkin dikarenakan pengumuman yang ada di stasiun dan suara kereta yang
lewat terlalu berisik, Alas Ramus pun terbangun dengan sebuah kernyitan
sambil mengangkat kepalanya dengan mata yang sayu.

"Oh, Alas Ramus, kau sudah bangun, datang dan main lagi ya."
Maou, dengan mata yang tajam, menyadari bahwa gadis kecil itu sudah bangun,
dia pun berjalan untuk meraih tangan kecil nan halus milik Alas Ramus.

"Bye, Alas Ramus-chan."

"Sebelum sampai rumah, kau harus jadi anak yang penurut ya."

Chiho dan Suzuno, berada di belakang Emi, menunjukkan senyum yang hangat
pada Alas Ramus

Jika semuanya terjadi sesuai dengan harapan Emi, dia mungkin tidak akan bisa
mengalami kehangatan seperti ini.

Belakangan ini, Emi mulai merasa kalau hidup seperti ini tidak buruk juga.

"Maafkan aku tidak menghabiskan banyak waktu denganmu. Ayo kita main
lagi lain kali."

"Janji jari kelingking!!"

Alas Ramus yang perlahan terbangun, mengulurkan tangannya ke arah Maou


dengan paksa.

Sepertinya terlalu sulit bagi Alas Ramus untuk mengulurkan jari kelingkingnya.

"Oh, janji jari kelingking."

"..... Apa yang kau lakukan hari ini, jarang sekali melihatmu menggunakan
kalkulator."

Emi juga terkejut ada sesuatu yang memiliki prioritas lebih tinggi
dibandingkan Alas Ramus.

Biasanya, tidak peduli apa yang dilempar ke arahnya, Maou tidak akan pernah
lupa untuk meluangkan waktunya bersama dengan Alas Ramus, karena itulah,
hal seperti ini rasanya sudah cukup mengejutkan, namun, tak disangka, sebuah
jawaban datang dari arah yang benar-benar berbeda.

"Belakangan ini, Maou-san diharuskan memiliki Surat Izin."

Chiho menjawab demikian.

""Surat Izin??""

Dari ekspresi terkejut Suzuno, sepertinya ini juga pertama kalinya dia
mendengar hal tersebut.

"Surat izin... Apa itu untuk mobil?"

Ketika berbicara tentang Surat Izin dalam obrolan normal orang Jepang, hal
pertama yang orang-orang pikirkan pastilah Surat Izin Mengemudi.

Lagipula, mustahil tujuan Maou yang berikutnya bisa dipelajari dalam seni
bela diri.

Dalam Undang-Undang Jepang, Maou adalah orang dewasa, jadi dia sudah
memasuki usia di mana dia bisa memperoleh Surat Izin Mengemudi, namun,
itu bukanlah hal yang Emi dan Suzuno cemaskan.

""Hebat sekali kau bisa mendapat persetujuan Alsiel.""

"Memangnya itu hal paling pentingnya? Kalian benar-benar membantah


bagian ini? Kalian pikir aku menganggap dia itu orang seperti apa?"

Bahkan bagi Maou, membalas jawaban serentak tersebut, tetap membuatnya


berwajah dingin.

"Bukankah Surat Izin Mengemudi itu membutuhkan banyak uang? Dan kau
juga masih harus latihan mengemudi dulu kan? Apa kau punya uang lebih?
Ditambah lagi, meski kau adalah Raja Iblis, apa kau memang berencana
mematuhi aturan lalu lintas?"

"Aku terkadang mendapat selebaran di halte bus dari kursus mengemudi di


sekitar sini, tapi untuk biaya kursus termurah pun bahkan bisa melebihi 10.000
yen, iya kan? Aku benar-benar berpikir kalau Alsiel tidak mungkin akan
mengizinkan pengeluaran semacam ini, dan aku juga merasa kalau kau tidak
mungkin memiliki uang sebanyak itu."

"Aku ini hanya ingin mempunyai Surat Izin Mengemudi, apa kalian perlu
melukaiku sampai segitunya? Apa salahnya Raja Iblis yang ingin memiliki
Surat Izin Mengemudi?"

"Semenjak Raja Iblis membutuhkan perizinan dari negara untuk melakukan


sesuatu, hal ini sudah cukup menggelikan."

Suzuno mengangguk setuju dengan penjelasan Emi.

"Kubilang ya....."

Bahu Maou merosot karena depresi.

"Dari awal, aku tidak pernah bilang soal Surat Izin Mengemudi mobil kan?"

"Lalu, Surat Izin apa yang ingin kau dapatkan?"

"Mungkinkah itu surat izin khusus professional? Biasanya kau hanya terlihat
serius ketika menanggapi masalah yang berhubungan dengan MgRonald, jadi
apa ini sesuatu seperti surat izin manajemen kebersihan makanan atau surat
izin chef gitu? Meski yang manapun itu tetap saja membutuhkan biaya...."

"Memikirkan soal masa depan, aku mungkin akan mengambil surat izin
manajemen kebersihan makanan nanti."
"Jadi kau sudah memikirkannya?"

"Mungkin aku bisa menggunakannya setelah menjadi karyawan tetap. Tapi


aku tidak akan mengambil surat izin itu kali ini."

Maou berdeham sekali, membusungkan dadanya, dan mengatakan,

"Kalian pasti ketakutan setelah mendengar ini. Apa yang ingin kuambil
adalah...... Surat Izin Mengemudi Moped!"

(T/N : Moped, sejenis scooter itu lo, yang biasanya di anime dipakai buat
delivery.)

Suara kereta cepat yang melewati stasiun Sasazuka pun terdengar.

"..... Kalau begitu, Bell, Chiho, aku pergi dulu ya."

"Yeah, hati-hati saat dalam perjalanan."

Emi mengabaikan Maou yang terlihat bangga dan bersiap-siap pergi.

"Yusa-san, Suzuno-san! Maou-san terlihat seperti ingin menangis, tolong


bereaksilah sedikit!"

"Eh...."

Meskipun itu adalah permintaan Chiho, Emi masih saja menunjukkan ekspresi
jengkel.

"Karena dia berlagak untuk waktu yang sangat lama, hal itu memang
membuatku penasaran.... ini bukan seperti aku meremehkan Surat Izin
Mengemudi Moped, tapi jika seseorang ditanyai apakah ini adalah surat izin
yang bisa dibanggakan oleh Raja Iblis, bagaimana kau akan menjawabnya
Chiho?"
"Eh?.... Uh.. i-itu...."

Chiho menjadi bingung karena pertanyaan tak terduga Emi.

"Bi-biar kuberitahu kau hal ini! Aku tidak hanya ikut ambil bagian dalam ujian
itu! Dari 7.750 yen biaya administrasinya, perusahaan akan membantuku
membayar 5.700 yen! Tidak ada alasan untuk tidak mengambilnya kan? Meski
kubilang kalau aku harus membayar 2.050 yen, Ashiya juga tidak mengeluh
sama sekali!"

"...."

Berkaitan dengan seberapa seriusnya Raja Iblis ketika mengatakan hal-hal itu,
pernyataan semacam ini sudah berputar-putar di pikiran Emi dan Suzuno
selama beberapa bulan ini, meski mereka sudah berdasar pada pengalaman dan
tahu bahwa Raja Iblis 100% serius, mereka tetap saja dipenuhi dengan rasa
hampa dan lelah.

".... Kalau begitu, kenapa mereka tidak membayar semuanya?"

"Menurut peraturan perusahaan, hanya 2.050 yen dari biaya administrasi untuk
pengumpulan surat izin saja yang tidak diikutsertakan. Itu karena perusahaan
hanya membayar biaya latihannya saja!"

"Tunggu, perusahaan yang kau bicarakan itu MgRonalds kan? Meskipun kau
yang memiliki surat izinnya, kenapa MgRonalds harus membantu
membayarnya?"

"Dengar baik-baik!! Sebenarnya MgRonalds kami...."

"Restoran kami akan mulai menyediakan layanan 'delivery' dari sekarang. Jadi
karyawan yang berusia 20 tahun atau lebih harus memiliki Surat Izin
Mengemudi Moped, sementara mereka yang tidak memiliki Surat Izin
Mengemudi Moped, perusahaan akan membantu mereka membayarnya
melalui izin lisensi professional."

Chiho yang menilai kalau perkembangan obrolannya akan melambat jika


penjelasannya diserahkan pada Maou, langsung menyela Maou dan
menjelaskannya dengan cara yang sederhana.

"....."

Berkebalikan dengan Maou yang terlihat seolah kesenangannya direbut,


Suzuno dan Emi malah menunjukkan reaksi yang berbeda.

"Delivery maksudnya layanan pesan antar kan?"

Suzuno bahkan sampai membalik pekerjaan rumah tangga hanya karena ingin
menggunakan bahasa Inggris untuk menjelaskan hal tersebut.

"Pesan antar.... ya, itu maksudnya. Karena pesan antar tidak bisa dikirim
dengan sepeda, jadi Moped harus digunakan, dengan demikian, surat izin pun
diperlukan... Tapi aku masih SMA, dan aku juga tidak memenuhi syarat untuk
izin lisensi professional."

Chiho menjelaskannya dengan tidak senang.

"Meskipun cukup mengejutkan MgRonalds akan mulai menerima layanan


delivery, tapi bukankah kalian baru saja membuka cafe di lantai dua? Baru saja
setengah bulan terlewati, dan kalian ingin menambah model bisnis yang lain
lagi?"

Emi yang masih lumayan familiar dengan masyarakat Jepang, mengutarakan


sebuah pendapat yang terdengar seperti seorang pegawai.

"Mengenai itu, bahkan Kisaki-san juga merasa sedikit berat."


Manajer handal dari MgRonalds di depan stasiun Hatagaya di mana Maou dan
Chiho bekerja, Kisaki Mayumi, adalah seorang wanita yang sangat
bersemangat mengenai pekerjaannya, sampai-sampai orang memanggilnya
iblis laba.

Biasanya, Kisaki tidak hanya menyatakan kalau dia ingin membuat laba harian
mereka melampaui tahun lalu lebih dari 100%, dia bahkan juga ingin
mendapatkan banyak penghargaan, tapi menambahkan model bisnis baru
sebelum MdCafe yang baru buka beberapa hari yang lalu bisa stabil, tetap
membuat dia sangat sibuk sampai membuatnya kewalahan.

"Karena restoran kami buka di sebelah jalan utama dari area perumahan kota
dan area bisnis, sekaligus salah satu restoran yang bisa melakukan pelayanan
pesan antar MdCafe, para petinggi MgRonalds tiba-tiba membuat keputusan
ini. Dibandingkan cepatnya perluasan model bisnis yang baru, masalah
terbesar kami adalah kurangnya tenaga kerja."

Sebenarnya, layanan pesan antar MgRonalds itu sendiri bukanlah hal yang
baru.

Layanan ini tidak hanya terbatas pada area-area tertentu seperti halnya
pengiriman pizza, dalam satu pemesanannya, setidaknya perlu biaya 1.500 yen
termasuk GST agar bisa memesan lewat telepon dan menggunakan layanan
pesan antar tersebut.

Mereka memang bisa perlahan meningkatkan layanan pesan antar dengan


restoran yang ada di sepanjang jalanan kota utama sebagai fokusnya, tapi kali
ini, mereka kebetulan memilih restoran yang ada di depan stasiun Hatagaya.

Masalahnya, inti dari permasalahan ini, restoran itu masih belum siap
menerima perubahan tersebut.
Dari bagaimana Maou harus bersiap-siap mengambil ujian Surat Izin
Mengemudi, bisa dilihat kalau orang yang sudah memiliki surat izin itu
sangatlah jarang.

Dan sebelum menyebutkan masalah tentang Surat Izin Mengemudi, jumlah


karyawan di restoran depan stasiun Hatagaya itu sejak awal tidak akan cukup
untuk menangani layanan pesan antar ini.

Bagaimanapun, dengan penambahan counter kopi khusus di lantai dua saja,


sudah meningkatkan jumlah orang yang harus dipekerjakan di restoran.

Dengan menambahkan layanan delivery yang membutuhkan Moped, tentunya


mereka perlu pegawai lebih dari satu.

Untuk mengurusi pemesanan lewat telepon, mereka hanya punya pilihan


antara mempekerjakan karyawan baru, atau melakukan training untuk pegawai
yang ada saat ini, hal ini pasti akan menambah waktu dan orang yang
diperlukan.

Bahkan jika jumlah karyawan pengantarnya ditambah, tetap saja sulit


menjamin kalau lokasi pengantarannya selalu ada di jalan utama, jadi lebih
baik mereka menunjuk orang yang kenal dengan daerah ini untuk melakukan
tugas tersebut.

Apapun alasannya, pekerjaan ini akan mengamankan jumlah karyawan dan


melatih mereka hingga mencapai standar yang Kisaki inginkan, meskipun
masih ada dua bulan sebelum awal bulan November di mana operasi ini resmi
dimulai, waktu saat ini sama sekali tidak memberikan kelonggaran sedikitpun.

"Kita masih perlu tiga orang yang bisa terlibat dalam operasi harian.... tidak,
dua saja!"

Itu adalah kata-kata favorit Kisaki belakangan ini.


Mereka setidaknya masih membutuhkan dua karyawan penuh. Meskipun
mereka hanya perlu jumlah ini untuk mengisi jeda waktu melatih orang yang
bertugas pada delivery, tapi saat musim gugur di mana liburan musim panas
para mahasiswa universitas berakhir, mereka tetap akan kesulitan menambah
jumlah tenaga kerja.

"Emi, apa kau berencana berpindah pekerjaan?"

Meski pernyataan tersebut dikatakan dengan nada bergurau, Emi tetap


menjawab bujukan Maou dengan dingin,

"Ngomong-ngomong, bayaranku perjam saat ini adalah 1.700 yen."

"..... Maaf, anggap saja aku tidak pernah mengatakan apa-apa."

"Se-seribu tujuh ratus yen...."

Gaji Emi perjam, membuat Chiho, yang bayaran perjamnya tidak berubah
banyak semenjak masa trainingnya karena dia masih seorang siswa, menjadi
sangat terkejut.

"Meski bayaran perjamnya sangat tinggi, tapi ada banyak kesulitannya juga
ya! Meskipun terlalu berlebihan mengatakan hal ini sendiri, tapi karena aku,
sang Pahlawan yang sudah mengalami banyak pertarungan, mengatakannya,
kau harusnya tahu seberapa buruknya hal itu."

".... Be-benar juga. Kau kan pegawai customer service."

Pekerjaan Emi adalah customer service di sebuah departemen perusahaan


telekomunikasi yang bertanggung jawab menerima telepon. Meskipun
pekerjaannya disebut customer service, selain bertanggung jawab menerima
telepon, mereka juga harus mengambil inisiatif untuk menangani telemarket.
Tapi karena ada banyak pekerjaan tergantung industri tersebut, memang tidak
bisa dinilai kalau setiap industri itu pasti sulit, tapi untuk situasi Emi,
kelihatannya memang benar-benar ada banyak masalah.

Maou menoleh ke arah Suzuno....

"Ngomong-ngomong, aku juga tidak bisa. Aku tidak percaya diri bisa
menggunakan bahasa asing untuk melayani pelanggan hingga mencapai
standar yang diharapkan manager Kisaki."

Tapi Suzuno sudah mengucapkan kalimat tersebut lebih dulu.

Mereka bertiga merasa kalau masalah ini tidak ada hubungannya dengan
bahasa asing, tapi baik itu Maou, Chiho, ataupun Emi....

'Selamat datang! Bagi kalian yang sudah memesan, silakan lewat sini!'

Mereka sama sekali tidak bisa membayangkan kalau Suzuno, yang memiliki
ekspresi kaku bahkan dalam percakapan sehari-hari, akan menunjukkan
senyum professional.

"Apa kalian bertiga sedang memikirkan sesuatu yang tidak sopan?"

Suzuno yang cukup sensitif untuk merasakan kalau Maou dan yang lainnya
sedang menunjukkan ekspresi rumit, bertanya dengan nada rendah, dan mereka
bertiga menggelengkan kepalanya dengan senyum kaku di wajahnya.

"Po-pokoknya, meski aku merasa tidak enak dengan Chiho, aku hanya bisa
mengucapkan lakukan yang terbaik saja! Lalu, kembali ke topik awal kita..."

"Oh iya, apa yang kita bicarakan tadi?"

Kata-kata Emi membuat semua orang mendapatkan kembali kesadarannya.

Tak disangka, mereka berempat sudah mengobrol selama hampir 20 menit di


depan gerbang tiket.
"Itu mengenai diriku yang akan pulang ke kampung halamanku."

Pahlawan dan Raja Iblis sedang mengobrol di depan stasiun, dan berulang kali
menyimpang dari poin utama karena topiknya meluas kemana-mana, hal ini
benar-benar sebuah lelucon.

"Aku sudah mengambil cuti dari perusahaan, jadi aku hanya perlu meminta
Em untuk menjemputku. Rencananya aku akan berangkat senin depan."

"Eh?"

Chiho menahan napasnya, bahkan Suzuno juga memprotesnya....

"Bukankah itu terlalu terburu-buru? Meski kubilang berbagai hal bisa


diserahkan padaku, tapi aku masih harus membuat beberapa persiapan...."

Tapi setelah ia mendongak dan melirik ke arah Maou yang ada di sampingnya,
kedua tangan Suzuno yang terangkat ingin protes, langsung turun dengan
lemas begitu saja.

".... sepertinya persiapannya tidak terlalu dibutuhkan."

"Benar kan?"

"Meski aku tidak tahu apa yang kalian berdua bicarakan, tapi setidaknya aku
tahu kalau aku sedang diremehkan."

Melihat Emi dan Suzuno saling mengangguk satu sama lain tanpa ekspresi,
dari sudut pandang Maou, dia merasa perlu untuk menyuarakan
ketidaksetujuannya dengan serius.

"... Kami tidak meremehkanmu. Semua orang itu memujimu, mengatakan


kalau kau itu pekerja keras, serius, dan mematuhi peraturan."
"... Benar sekali, Raja Iblis. Seseorang sepertimu yang bangun awal di pagi
hari, menjalani hidup yang sederhana, pekerja keras, dan belajar agar tidak
melanggar hukum, siapa yang akan meremehkanmu?"

"Jika kalian ingin memujiku, setidaknya tatap mataku!"

"Papa luar biasa! Sangat hebat!"

"..... Terima kasih.... Alas Ramus."

Tidak akan ada orang yang bisa menang melawan anak kecil.

"Ta-tapi, Yusa-san, minggu depan, itu....."

Chiho bertanya dengan ragu, lantas Emi pun mengangguk dengan sebuah
senyum kecut seolah tiba-tiba memikirkan sesuatu.

"Tenang, orang-orang di sana juga akan sibuk dengan berbagai hal, dan aku
juga harus bekerja, jadi aku akan kembali saat akhir pekan nanti. Urusan di
tanggal 12 nanti, aku tidak akan melupakannya!"

".... Te-terima kasih."

"Tanggal 12.... Oh, itu."

Maou dan Suzuno mengangguk karena mengingat sesuatu.

"Akan kukatakan hal ini terlebih dahulu, mengabaikan Bell sebentar saja,
sebaiknya kau tidak terpikir untuk melakukan hal yang tidak perlu."

Tanpa diduga, Emi dengan serius menatap tajam ke arah Maou, tapi Maou
mengabaikannya dan menjawab,

"Apa, membosankan sekali. Aku sudah terpikir membuat lencana jenderal dan
memberikannya padamu."
Tanggal 12 september, yang disebutkan oleh Emi dan Chiho adalah hari
minggu.

Di hari itu, karena keinginan kuat dari Chiho, mereka berencana menggelar
pesta ulang tahun gabungan untuk Emi dan Chiho.

Sistem kalender di Ente Isla berbeda dengan yang ada di bumi. Tapi hari ulang
tahun Emi, ada di awal musim gugur, jadi semuanya menyarankan untuk
merayakan pesta ulang tahun mereka berdua di hari ulang tahun Chiho yaitu
tanggal 10, tapi sayangnya, hari itu adalah hari jumat, yang mana merupakan
hari kerja.

Karena Maou yang sangat Chiho harapkan untuk hadir, memiliki jadwal kerja
sampai malam, setelah melakukan diskusi, mereka pun memutuskan untuk
menyelenggarakan pesta mereka dua hari kemudian, yaitu di hari minggu.

Karena jumlah orang yang akan hadir bertambah, pasti akan sulit untuk
meluangkan waktu di suatu hari tertentu.

"Jika aku bisa memotong-motongnya menjadi potongan kecil saat itu juga, ini
tidak seperti aku tidak bisa menerimanya. Sebenarnya, sebagian alasan kenapa
aku pulang adalah untuk memastikan kata-kata yang kebetulan kau ucapkan
itu, tidak akan menyebabkan efek yang aneh di sana."

Dengan kata-kata yang diucapkan Emi ini, Maou memperlihatkan ekspresi


tidak senang.

Bagaimanapun juga, kabar tentang Raja Iblis Satan dan Jenderal Iblis yang
ternyata masih hidup, sekaligus kabar tentang Satan yang mengangkat
Pahlawan Emilia, Penyelidik Gereja Crestia Bell, dan seorang gadis dari dunia
lain sebagai Jenderal Iblisnya yang baru, telah menyebar di Ente Isla.
Meskipun itu adalah sesuatu yang harus dilakukan untuk melindungi Chiho,
tapi dari sudut pandang Emi dan Suzuno, ketika hal ini diketahui oleh orang
lain sebagai fakta, mereka tidak akan bisa mengeluh jika semua orang di Ente
Isla mulai mengkritik mereka di belakang.

"Tidak ada yang akan terjadi, mungkin."

"Kata-katamu sama sekali tidak bisa dipercaya!"

Emi yang tidak bisa mentolerir sikap Maou yang terlampau optimis, melirik ke
arah jam tangannya.

"Oh tidak, jika aku tidak segera pergi, aku tidak akan bisa sampai tepat waktu
untuk jam tidur Alas Ramus."

"Apa biasanya dia tidur seawal ini?"

"Sejak Chiho pergi latihan, dia terus saja menggangguku meminta mandi. Dan
itu harus air panas. Ketika aku pulang, mengisi air panas, dan mandi sampai
Alas Ramus senang, tak terasa jam 10 sudah lewat begitu saja."

"Alas Ramus itu termasuk Edoko."

(T/N : Edoko, anak dari zaman Edo, maksudnya anak yang selalu minta mandi
sebelum tidur.)

Kata Suzuno dengan riang tanpa alasan yang jelas.

"Jika seorang Edoko terlahir dari Sephirah, betapa menggelikannya hal itu!"

Bantah Maou dengan tidak senang.

"Kalau begitu, Iron adalah Dosanko."


(T/N : Dosanko, orang yang lahir di Hokkaido, tidak jelas apa maksudnya di
sini.)

Chiho meneruskan topik tak berguna tersebut.

"... Kalau begitu, aku sebaiknya segera pulang. Sampai jumpa tanggal 12."

"Er, erhm, Yusa-san!"

Chiho menghentikan Emi yang ingin mengeluarkan karcis bulanan dari dalam
tasnya.

"Bolehkah aku mengantarmu? Aku sedikit khawatir... Dan karena Emerada-


san jarang sekali ke sini, aku juga ingin menyapanya."

"Aku minta maaf. Aku bertemu dengan Em senin siang. Chiho harusnya masih
ada di sekolah kan?"

"Aww...."

Meski terkadang dia lupa karena memiliki terlalu banyak interaksi antar
budaya, tapi Chiho bukanlah seorang Edoko, melainkan gadis SMA yang
dilahirkan di Tokyo modern.

Karena liburan musim panasnya sudah berakhir, maka Chiho harus memenuhi
perannya sebagai murid.

Emi dengan pelan menepuk pundak Chiho untuk menghibur gadis yang
murung tersebut, Alas Ramus juga mengulurkan tangannya dan menyentuh
dahi Chiho berulang-ulang.

"Jangan khawatir, aku ini masih manusia yang terkuat, Sang Pahlawan.
Percayalah pada pencapaianku yang telah mengalahkan Raja Iblis dan
mengusir Malaikat Agung. Karena Alas Ramus juga ikut ke sana, jadi aku tidak
punya rencana untuk pergi ke tempat yang berbahaya ataupun bertarung
dengan orang lain, layaknya mengatur barang-barang di rumah lamaku, aku
pasti akan segera kembali."

"Itu benar! Kuperingatkan kau, akan sangat gawat kalau sesuatu terjadi pada
Alas Ramus, jadi jangan pernah berpikir melakukan hal-hal yang tidak perlu,
kembalilah setelah bertemu dan makan bersama Emerada!"

Maou yang akhirnya ingat kalau Emi dan Alas Ramus tidak bisa dipisahkan,
dengan cepat mengangkat kepalanya dan membungkuk ke arah Emi.

Emi mengernyit, memotong momentum Maou, dan berkata,

"Alasan utamanya itu ada padamu, aku tidak butuh nasihatmu! Kau, jangan
coba-coba mengambil kesempatan saat aku tidak ada dan mengacau! Dengan
banyak cara, aku pasti akan meminta Bell untuk mengawasimu dengan benar,
okay?"

"Haaah!! Bahkan jika aku tidak melakukan sesuatu yang khusus, aku masih
bisa memperoleh dunia yang lebih besar dengan Moped! Tidak akan ada yang
bisa menghentikanku! Saat kau kembali nanti, sebaiknya kau jangan menangis
ya!"

"Semoga saja kau lupa membeli kertas salinan, lalu diberhentikan oleh orang
yang ada di pusat ujian mengemudi!"

"Mereka juga menjual kertas salinan di pusatnya!! Dasar kurang


pengetahuan!!"

"Aah! Cukup, Emilia, sudah pulang sana! Raja Iblis juga, kau akan membuat
Chiho-dono telat pulang! Jika kalian tidak berhenti sekarang, pertarungan
antara Pahlawan dan Raja Iblis akan berubah menjadi percekcokan tentang
penjualan kertas salinan di pusat ujian mengemudi, dan dicatat dalam kitab
suci dan disebarkan ke generasi selanjutnya!"

Pertengkaran Maou dan Emi condong ke arah yang sama sekali tidak ada
artinya, dan Suzuno pun dengan paksa memisahkan mereka berdua untuk
menghentikan kejadian bodoh ini.

15 menit sudah terlewati setelah Emi memeriksa jamnya, baik itu membawa
gadis SMA berkeliaran, atau membuat seorang gadis kecil tetap terjaga, dalam
beberapa hal, hal ini sebenarnya sudah sangat kurang pantas.

"Chiho-dono, tenanglah. Meski ini bukan sesuatu yang patut dibanggakan, tapi
aku punya banyak waktu. Aku juga ingin bertemu dengan Emerada-dono, jadi
aku akan mengantarnya secara langsung. Raja Iblis, begitu tidak apa-apa kan?"

Dalam periode waktu tersebut, sebuah pengumuman yang memberitahukan


kalau kereta selanjutnya akan segera tiba, terdengar di stasiun,

"Kalau begitu Chiho, sampai jumpa minggu depan. Bell, aku akan mengirim
pesan padamu nanti."

Setelah Emi mengangkat kepalanya dan mengatakan hal tersebut, kali ini dia
benar-benar melewati gerbang tiket dan berjalan menuju bagian dalam stasiun.

"Bye bye!! Papa, Chi nee-chan, Suzu nee-chan, bye bye!"

Maou, Chiho, dan Suzuno, setelah menyaksikan Alas Ramus bersandar di bahu
Emi dan melambai dengan sekuat tenaganya, mereka bertiga tanpa sadar sudah
menenang.
"Ugh, tapi di pusat benar-benar menjual kertas salinan, kau tahu?"

"Siapa yang peduli denganmu.... Baik, pokoknya ayo kita cepat antar Chiho-
dono pulang. Chiho-dono, apa jam segini tidak apa-apa?"

"Ah, y-ya. Tidak masalah..... tapi...."

"Hm?"

Dengan suara kereta yang bergerak terdengar di atas mereka, Chiho menatap
kereta yang harusnya ditumpangi oleh Emi dan Alas Ramus, dan berbicara
dengan pelan,

"Yusa-san terlihat lebih ceria akhir-akhir ini."

".... Kenapa kau menatapku dan mengatakan itu?"

Maou yang merasa kalau tatapan Chiho beralih dari kereta ke arahnya, sedikit
mundur ke belakang.

"Apa kau tahu alasannya?"

"Tidak."

"..... Ya ya, sebaiknya kita bicara sambil berjalan."

Suzuno menghela napas dan mendesak mereka berdua untuk bergerak.

"Yusa-san memang menjadi lebih ceria, atau harus kukatakan lebih


energik....."

"Dia biasanya sudah sangat berisik, iya kan?"

"Bukan, Maou-san! Bukan seperti itu, harusnya itu lebih.... aku juga tidak tahu
bagaimana cara mengatakannya."
"Dia sendiri bilang begitu sebelumnya...."

Suzuno menoleh kembali ke arah stasiun Sasazuka dan mengatakan,

"Bagaimanapun juga, dibandingkan menangani masalah dengan pasif atau


menyerang secara aktif, pasti akan menimbulkan perbedaan di kondisi mental."

"Perasaan yang dia tunjukan pada orang lain akhir-akhir ini, rasanya sudah
tidak ragu seperti sebelumnya...."

Bagaimanapun, Maou juga merasa kalau beberapa hari ini, Emi terlihat sudah
pulih seperti saat mereka pertama kali bertemu di Jepang, dia menunjukkan
sifat proaktif sampai ke titik tertentu, dia juga telah berhenti memikirkan situasi
yang ada di sekitarnya.

"Tapi aku merasa bukan hanya itu."

"Hm?"

"Chi-chan, apa maksudmu?"

"Serius ini.... kalian berdua tidak tahu? Dalam beberapa hal, ini ada
hubungannya dengan Maou-san dan Suzuno-zan."

Chiho bergantian menatap wajah Maou dan Suzuno, merasa sangat terkejut.

Tapi Maou dan Suzuno hanya bisa saling memandang satu sama lain, merasa
bingung.

Lagipula, selain tinggal di apartemen yang sama, Maou dan Suzuno


sebenarnya tidak memiliki kesamaan sama sekali.

Ditambah fakta bahwa itu ada hubungannya dengan Emi, dan selain fakta
bahwa mereka bertiga yang tinggal di Jepang, mereka nampaknya tidak bisa
menemukan kesamaan mereka....
"Karena aku merasa frustasi tidak bisa mencapai level itu, aku tidak akan
memberitahu kalian!"

"A-apa itu?"

"Entahlah....?"

Dua orang, yang merasa seperti dikritik oleh Chiho, mengenyit sambil menatap
Chiho yang terlihat agak bahagia, dan mendekatinya.

"Chiho-dono, aku menyerah. Tentang apa ini?"

Ketika mereka melihat rumah Chiho, Suzuno menyesuaikan cara berbicaranya,


mengangkat kedua tangannya, dan mengatakan hal tersebut pada Chiho.

Chiho memalingkan wajahnya dan menjawab jujur dengan ekspresi tidak puas
di wajahnya.

"Meski aku tidak tahu apakah Yusa-san sendiri sadar...."

Usai kalimat pembuka tersebut, Chiho melanjutkannya dan berbalik


menghadap ke arah kedua orang itu.

"'Pahlawan yang datang untuk memerangi Raja Iblis', telah memutuskan untuk
kembali ke kampung halamannya, kau tahu? Bukankah itu artinya dia sudah
sepenuhnya mempercayai Maou-san dan Suzuno-san?"

""!!!!""

Maou dan Suzuno menahan napasnya di saat yang sama.

"Menurutku itu karena Yusa-san percaya meski tanpa pengawasannya, Maou-


san pasti tidak akan melakukan hal-hal yang buruk di Jepang, dan bahkan jika
sesuatu terjadi, Suzuno-san pasti akan memikirkan cara untuk
menyelesaikannya, itulah kenapa dia bilang dia ingin kembali ke kampung
halamannnya, iya kan? Uh.... Meskipun kepercayaan semacam itu bisa sedikit
berbeda...."

Kata-kata Chiho membuat kedua orang yang mendengarkannya, tercengang.

"Sampai sini saja tak apa. Terima kasih sudah mengantarku! Suzuno-san, aku
mengandalkanmu untuk mengantar Yusa-san berangkat!"

Setelah Chiho tersenyum dan melambai, dia pun berbalik dan memasuki
rumahnya.

Setelah berdiri bengong di tempat dan menatap satu sama lain, Maou dan
Suzuno mengangkat bahunya dengan canggung, dan mengalihkan pandangan
mereka dari satu sama lain.

"Sebagai seorang Raja Iblis, ini adalah sesuatu yang harus disesalkan."

".... Kalau begitu anggap saja seperti itu.... Sudah saatnya kita pulang, jika kita
terlambat pulang karena mengobrol, Alsiel pasti akan mengomel lagi."

Setelah itu, Maou dan Suzuno berjalan melewati area perumahan di malam hari
tanpa mengatakan apa-apa, dan berpisah di lorong apartemen yang sama juga
tanpa berbicara sepatah katapun.

"Selamat datang kembali, Maou-sama! Ketika aku berpikir kalau Emilia tidak
akan ada di sini untuk sementara, aku merasa sangat segar! Kenapa kita tidak
pergi ke toko Yakiniku dan merayakannya?"

Ketika Maou sampai ke rumahnya, dia mendapati Ashiya yang sedang


bersemangat, memberi saran untuk makan di luar.

Selama sang Pahlawan pergi, seorang Jenderal Iblis hanya ingin memakan
Yakiniku? Rasanya ini seperti sudah tak tertolong lagi.
"Maou-sama?"

"Ah, Maou, aku mengirimkan pesan padamu untuk membeli pudding di


minimarket saat pulang, apa kau melihatnya?"

"... Ugh, aku tidak sadar."

Maou mengambil ponsel dari dalam sakunya, dan menemukan sebuah pesan
yang dia terima lebih dari 10 menit yang lalu.

"Eh~ padahal sangat jarang Ashiya menyetujuinya!"

Protes Urushihara dengan tidak senang.

"Yang benar saja."

"Maou-sama?"

"Maou, ada apa?"

Ashiya dan Urushihara menatap pemimpin mereka yang ada di beranda dengan
bingung, tapi Maou yang mendongak sesaat setelahnya, menunjukkan ekspresi
marah di wajahnya.

"Ketika Pahlawan tidak ada, kalian hanya berpikir tentang yakiniku dan puding
karena kalian memang menyukainya? Itulah kenapa Emi mempercayai kita!!
Tunjukkanlah sedikit kesadaran dan kebanggaan sebagai Jenderal Iblissss!!!"

Teriakan marah Maou dan jeritan bingung dari Ashiya dan Urushihara,
terdengar di kamar sebelah, Suzuno pun menutup matanya dengan wajah tanpa
ekspresi dan menunggu keributan yang disebabkan oleh Maou yang menggila,
menenang.

"Raja Iblis sendiri harusnya tidak punya hak untuk mengomeli orang lain...."
Sebagai seorang pemimpin yang memarahi bawahannya karena yakiniku dan
pudding, Raja Iblis yang ada di kamar sebelah nampaknya terlalu terpengaruh
oleh budaya Jepang, Suzuno mendengarkan obrolan layaknya manusia yang
berasal dari kamar sebelah sambil merasa jijik, dia kemudian ingat tanya
jawabnya dengan Emi beberapa hari yang lalu.

"Karena malaikat itu juga manusia, maka....."

Kalau begitu, tetangga sebelah yang sedang berada dalam mood yang buruk,
yang mana sangat dipercayai oleh Sang Pahlawan dan seorang gadis SMA,
sekaligus berencana mendapatkan SIM dengan mengikuti aturan lalu lintas,
seorang Raja Iblis--- iblis, sebenarnya mereka itu apa?

Maou dan Ashiya, penampilan iblis mereka bisa dikatakan menyerupai


manusia, mereka bahkan tidak jauh berbeda dibandingkan malaikat.

Tidak seperti malaikat yang menggunakan sihir suci untuk menumbuhkan


sayapnya, penampilan iblis sangatlah bermacam-macam, mereka tidak hanya
memiliki bagian tubuh yang tidak dimiliki oleh manusia seperti tanduk, ekor,
sayap, dan lain sebagainya, selain itu, mereka juga punya tubuh besar yang
menentang akal sehat, bahkan ada sebagian dari mereka yang memiliki
penampilan seperti Menteri Iblis Camio yang muncul di Choshi, seekor species
burung dengan penampilan seperti manusia.

Akan tetapi, Raja Iblis Satan, Jenderal Iblis Alsiel, dan kepala suku
Malebranche Farfarello, telah muncul di hadapan Suzuno dan yang lainnya
dengan wujud manusia sepenuhnya.

"Apa ada cara untuk menyelidiki...... arti dibalik mereka yang memiliki
penampilan seperti itu ya?"

Berpikir sampai ke titik ini, Suzuno yang berencana mengambil teleponnya,


akhirnya menggelengkan kepalanya dan mengistirahatkan tangannya.
Ini tidak seperti dia tidak mempercayai Emi, tapi dengan situasi abu-abu yang
ada di Ente Isla, rasanya terlalu sulit bagi Emi untuk mencari petunjuk
sendirian.

Jika ada terlalu banyak hal ditangani sekaligus, kelemahan pasti akan lebih
mudah terlihat, hal itu tidak hanya akan menyebabkan efek yang tidak
diketahui, hal itu mungkin bisa juga melibatkan Jepang dan Chiho.

Emi bilang kalau dia ingin mencari jejak yang ditinggalkan oleh ibunya.

Kalau begitu, kali ini, lebih baik fokus pada masalah itu saja.

Karena itu adalah misteri yang bisa melibatkan seluruh dunia, percuma saja
merasa cemas.

Tapi prioritas untuk saat ini.....

"Ah~ berisik!! Itu mengganggu tetangga!! Tidak bisakah kalian tenang


sekarang!?"

Dia harus menenangkan keributan di kamar sebelah yang sudah tidak bisa lagi
dia pahami.

Suzuno, melalui sebuah omelan, seketika menghentikan Maou yang tidak


senang, dan Ashiya serta Urushihara yang sedang panik.

Ini aneh. Meskipun Suzuno sudah berjanji kepada Emi untuk menangani
masalah yang mungkin terjadi nanti dan mengawasi Kastil Iblis....

"Jangan berselisih karena hal-hal yang tidak penting, cepat selesaikan


belajarmu dan tidur!! Besok kau masih harus bekerja kan?"

.... Tapi tindakan layaknya seorang ibu yang berusaha menghentikan


pertengkaran anaknya ini, harusnya tidak diikutkan ke dalamnya.
Suzuno sudah mulai khawatir bagaimana harus melewati beberapa hari ini
sebelum Emi kembali.

Setelah membuat ketiga orang itu tenang, Suzuno yang kembali ke kamarnya
dan menutup pintu beranda yang ada di belakangnya, mendesah dalam-dalam.

"Tapi meski begitu... ini pun juga termasuk kondisi yang tenang...."

Meski rasanya tidak benar, tapi hal ini tidak buruk juga.

Kalimat itulah yang paling bisa menjelaskan situasi orang-orang itu saat ini.

XxxxX

Senin, awal dari sebuah pekan.

Chiho menolak ajakan temannya, dan setelah menyelesaikan makan siangnya


dengan cepat, dia pergi ke bangunan tua di sekolah yang biasanya tidak
didatangi oleh para murid ataupun staff pengajar.... Dia ada di dekat ruangan
yang dikenal 'ruang yang tidak bisa dibuka' dan berkonsentrasi menatap benda
yang ada di tangannya.

Benda itu adalah batu kecil berwarna ungu, sebuah cincin sederhana dengan
fragmen Yesod tertanam di dalamnya.

Sebagai siswa SMA yang taat peraturan, Chiho tentu saja tidak bisa memakai
aksesoris semacam itu di sekolah.

Meskipun dia tidak pernah mendapatkan penjelasan yang konkrit, tapi Chiho
tahu kalau 'gerbang' itu adalah sebuah mantra special, dan sebuah cara untuk
bepergian dengan jarak yang amat sangat jauh.
Tentu saja Emi, Suzuno, Emerada, Alberto, Urushihara, Ashiya, dan Maou,
semuanya datang ke sini lewat 'gerbang' tersebut.

Chiho punya perasaan, ketika Emi dan Alas Ramus pergi melewati 'gerbang',
mungkin fragmen Yesod akan bereaksi.

Chiho berjaga-jaga apa ada seseorang yang lewat sambil menatap cincin itu....

"... Ah!"

Fragmen tersebut tiba-tiba memperlihatkan kilauan redup dan memancarkan


cahaya yang begitu kuat layaknya flash kamera, dan kembali menjadi sebuah
permata biasa.

Karena sudah melewati latihan mantra, Chiho juga bisa merasakan kekuatan
yang begitu kuat saat cincin itu bersinar terang, tapi meski begitu, dia tidak
merasa tubuhnya mengalami perubahan apapun.

Dan pada saat itulah, HP yang dia letakkan di sebelahnya, menerima sebuah
pesan.

(Emilia dan Emerada-dono sudah berangkat bersama.)

Itu adalah pesan singkat dari Suzuno yang mengantar keberangkatan mereka.

Emi, salah satu teman berharga Chiho, lupakan soal Jepang, dia bahkan sudah
tidak ada di sudut manapun di bumi ini lagi.

Bagi Chiho yang tidak melihat Emi pergi melewati 'gerbang' dengan mata
kepalanya sendiri, fakta ini memberikan sebuah perasaan aneh.

Rasanya seperti Emi (Emilia Justina) tiba-tiba menjadi sebuah eksistensi yang
apatis, hal ini menyebabkan konflik di dalam dirinya.
Tapi Emi bilang kalau dia tidak akan melakukan sesuatu yang berbahaya, dan
Emerada pun juga ada bersamanya.

Karena itu adalah Emi, bahkan tanpa Chiho cemaskan pun, dia harusnya bisa
keluar dari bahaya dengan sangat mudah.

Chiho, menggenggam HPnya dan menutup matanya seperti sedang berdoa,


mengingat-ingat nomer Emi di dalam otaknya.

Tangan Chiho, cincin dan HPnya memancarkan sebuah kilauan redup.

"Aku harap Ente Isla yang Yusa-san kunjungi bisa menjadi sedikit lebih
damai."

Akankah harapan ini bisa melampaui 'gerbang' dan melewati ruang, waktu, dan
bahkan dunia? Chiho yang masih belum berpengalaman dalam merapal mantra,
sama sekali tidak mengetahui jawabannya.

Namun.....

~~~

Dua minggu berlalu, bahkan setelah lewat tanggal 12 september, Emi masih
belum juga kembali.
Chapter 2 : Raja Iblis, Pertemuan

Stasiun Keio-Choufu adalah stasiun pusat dari Jalur Keio, dari kereta biasa
yang berhenti di setiap stasiun sampai kereta ekspres, berbagai macam kereta
yang beroperasi pasti akan berhenti di sini.

Kereta selanjutnya yang akan berangkat dari Shinjuku bisa dibedakan menjadi
kereta yang akan menuju arah Takao-Hachioju dan kereta yang akan menuju
arah Kanagawa-Sagamihara Hashimoto. Stasiun Choufu melayani semua
kereta itu sebagai stasiun persinggahan.

Di depan stasiun, terdapat pemberhentian kendaraan umum yang besar. Bus-


bus umum yang beroperasi, memperlihatkan efisiensi dalam hal
menghubungkan Keio dengan JR dan area stasiun Odakyu.

Cuaca sekarang ini sama dengan pagi biasanya, sangat pas jika memakai baju
berlengan pendek, tapi menurut ramalan cuaca, cuaca di siang nanti
kemungkinan akan menjadi sedikit tidak bisa diprediksi. Kemungkinan turun
hujan mencapai 60%.

Maou pergi melewati pintu keluar Utara di stasiun Choufu.

"Uh... Seingatku tempat untuk naik bus ada di depan sana."

Maou mengandalkan ingatannya dari bus terdekat beberapa saat lalu, dan
mencari pemberhentian busnya.

Saat dia menemukan area tunggu yang benar di tempat transit, di sana sudah
ada antrian panjang, dan Maou berjalan menuju ujung antrian tersebut.

Tanda pada pemberhentian bus tersebut, memiliki kata-kata 'Bus Keio, menuju
stasiun Musashi-Kogane, Pintu Masuk Aula Latihan'.
Untuk kembali meninjau apa yang dia pelajari sebelum bus memasuki terminal,
Maou hendak mengeluarkan beberapa buku referensi ujian dari dalam tasnya
ketika,

"Mama!!"

"!!!"

Sebuah suara yang terdengar dari arah belakangnya, membuat dia seketika
menoleh.

Terdapat seorang gadis kecil yang ingin mendapatkan perhatian dari ibunya
yang sedang melihat peta di depan stasiun. Dia merentangkan tubuh kecilnya
dengan susah payah, dan memegang tangan ibunya.

"......"

Pandangan Maou untuk sesaat berhenti pada ibu dan anak yang tidak dia kenal
itu.

Setelah beberapa saat, si ibu terlihat sudah menemukan tujuannya dan


menggerakkan jarinya berulang kali untuk memastikan apa yang dia lihat...

"Ok ok, maaf. Apa kau baik-baik saja? Apa terlalu panas?"

Sambil menghibur si anak dengan kata-katanya dan menggendongnya, mereka


berdua dengan cepat meninggalkan area pandangan Maou.

Ada banyak sekali orang di stasiun Choufu saat siang hari, Maou, menelusuri
jejak ibu dan anak yang telah menghilang dalam kerumunan di depan stasiun,
sebelum akhirnya mendesah dan mengeluarkan tangan dari dalam tasnya.

Dia sudah mengingat semua pertanyaan untuk Surat Izin Moped. Bahkan tanpa
melihat buku pun, dia bisa mengingat mereka semua.
"Kedua kalinya ya..."

Maou merosotkan bahunya dan mulai menggumam sendiri.

Tujuan Maou adalah Tempat Ujian Surat Izin Mengemudi Fuchu.

Warga Tokyo yang ingin mendapatkan Surat Izin Mengemudi, biasanya harus
pergi ke salah satu tempat ujian SIM yang ada di Fuchu, Samezu, atau Koto
untuk mengikuti ujian.

Dan bagi Maou, ini adalah kedua kalinya dia mengunjungi tempat ujian SIM
di Fuchu dalam satu bulan ini.

"Si bodoh Emi itu...."

Ketika Maou membuka mulutnya untuk berbicara, sebuah bus akhirnya tiba
seolah bisa mendengar suaranya.

Di antrian yang Maou ikuti, selain penumpang biasa, sepertinya ada juga orang
yang menuju tempat yang sama dengan Maou. Gerombolan orang tersebut
menaiki kendaraan secara berurutan dan berpencar-pencar secara acak saat di
dalamnya.

Maou cukup beruntung dan bisa duduk di kursi satu orang yang ada di sebelah
pintu.

Karena dia tidak boleh gagal kali ini, Maou mengeluarkan buku tulisnya dam
mulai meninjau kembali apa yang dia pelajari.

Benar, Maou sudah gagal sekali dalam ujian tersebut.

Dia telah mengatur jadwalnya secara khusus demi ujian tersebut, dia telah
menghabiskan 300 yen untuk mendaftarkan diri dalam arsip nasional,
menghabiskan 700 yen untuk mendapatkan foto berukuran passport dari
tempat foto yang mana sudah tidak dia lakukan lagi setelah melamar di
MgRonalds, menghabiskan 170 yen untuk biaya kereta dan 230 yen untuk
biaya bus, hanya untuk berakhir gagal dalam ujian tulis.

Setelah mengetahui kalau nomornya tidak ada di layar elektronik yang


menampilkan para peserta yang lulus, Maou merasakan perasaan yang sama
seperti saat ia pertama kali mendengar kabar tentang kekalahan Lucifer di
Benua Barat oleh sang Pahlawan dan komplotannya, tidak, syok ini bahkan
mungkin lebih besar daripada saat itu.

Maou merasa jawabannya sudah sempurna. Dia bahkan sudah berusaha keras
sampai bisa mengingat semua ketentuan hukum yang ada. Tapi kenapa dia
gagal?

Maou memaksa otaknya yang sedang mandek untuk berpikir keras....

"Ah!!"

Dan mengeluarkan suara paling konyol yang pernah dia buat seumur hidupnya.

Melalui ingatan yang telah dijamin oleh bakat, kerja keras, dan insting iblis
milik Maou, dia mengingat sebuah kenyataan yang begitu kejam.

"Jawabanku jadi salah arsir karena satu pertanyaan....?"

Karena ujian itu terdiri dari pertanyaan benar atau salah, ujian tersebut
menyediakan satu lembar jawaban yang terpisah untuk menjawab.

Karena itu adalah soal pilih salah satu yang simpel, meski kau mengacaukan
urutan jawabannya, sepertinya tidak mungkin seseorang akan salah menjawab
semuanya, tapi untuk ujian kali ini, kriteria lulusnya adalah 45 dari 50.

Bahkan jika satu pertanyaan terjawab benar meski salah urutan, tidak mungkin
kau bisa mendapatkan tingkat jawaban benar mencapai 90%.
Dan begitulah, Maou mengalami rasa penyesalan yang begitu dalam karena
tidak lulus di ujian pertamanya.

Meski Maou bisa mengajukan permohonan pengembalian biaya saat ia


mendapatkan surat izinnya nanti, dan MgRonalds juga membayar biaya
kursusnya bersamaan dengan gaji, tapi sangat jelas kalau perusahaan hanya
akan membayar biaya latihannya sekali.

Ketika Maou memberitahu Ashiya tentang kesalahannya dan fakta bahwa ia


harus membayar biaya latihan sebanyak 5.700 yen, yang mana seharusnya
dibayar oleh perusahaan atas nama latihan dengan dompetnya sendiri, Ashiya
langsung memasang ekspresi hancur, yang mengingatkan Maou ketika
pasukan manusia menyerang balik dan mereka harus meninggalkan Benua
Timur.

".... Ini semua salah si bodoh Emi itu."

Mesin bus yang dimatikan, kini kembali dinyalakan.

"Baik, kita akan berangkat sekarang...."

Saat kendaraan tersebut perlahan mulai berjalan bersamaan dengan suara


supirnya, Maou menggumam pelan,

"Orang itu, dari awal..... hanya bisa membuat masalah untukku saja...."

Tak bisa berkonsentrasi.

Satu kalimat ini cukup untuk menjelaskan situasi yang terjadi dalam 2 minggu
ini.

Tidak hanya Maou, baik itu Ashiya, Chiho, dan Suzuno, semua orang bersikap
seperti ini. Sementara Urushihara, dia tidak jelas. Emi kembali ke Ente Isla di
hari senin dua minggu yang lalu.
Di hari itu, Maou pergi bekerja, dan Chiho harus sekolah.

Karena Ashiya dan Urushihara tidak punya alasan khusus untuk melihat
keberangkatannya, Maou, melalui pesan yang dikirim oleh Suzuno, tahu
bahwa Emi telah berangkat menuju Ente Isla di siang harinya.

Selain fakta bahwa tujuannya bukan bumi, Emi dan lainnya merasa tidak punya
alasan ataupun kwajiban untuk memberitahu Maou, Ashiya, dan Urushihara
tentang keadaan mereka baru-baru ini.

Dan Maou yang berasumsi bahwa Emi masih berhubungan dengan Chiho dan
Suzuno melalui suatu cara, tidak mencari tahu tentang hal tersebut.

Selain itu, tanpa pengingat dari Emi, Maou sebenarnya memang bermaksud
untuk belajar dengan baik menyiapkan ujian SIM yang akan diselenggarakan
minggu depan, jadi dia tidak begitu memperhatikan situasi yang ada di
sekitarnya.

Periode waktu sekarang ini sangatlah damai.

Bahkan manager saingan mereka; Sentucky, yaitu Mitsuki Sarue alias


Malaikat Agung Sariel, akhir-akhir ini kelihatan bekerja dengan begitu serius.

Sebagian karena Sariel naksir berat dengan manager MgRonalds yang ada di
depan stasiun Hatagaya di mana Maou bekerja, yaitu Kisaki, dan ditambah
fakta bahwa Malaikat Agung ini, melalui latihan mantra yang dijalani oleh
Chiho, berhasil memperpendek jarak antara dirinya dan Kisaki (setidaknya
begitu bagi Sariel sendiri), akhir-akhir ini, dia menjadi sangat ramah terhadap
Maou dan Chiho.

Selain itu, ketika dia berpikir bahwa Emi yang biasanya terus mengomel tidak
ada di sampingnya, Maou merasa seolah bisa fokus bekerja dan belajar dengan
cepat.
Perasaan lepas ini juga mempengaruhi Ashiya yang biasanya sangat ketat soal
pengeluaran, dia tidak hanya menambah makanan yang dipilih oleh Maou dan
yang lainnya untuk makan malam, dia bahkan tidak komplain kepada
Urushihara yang mengambil kesempatan ini untuk berbelanja online terus
menerus.

Meskipun Chiho terlihat sangat khawatir dengan keadaan Emi, tapi Emi
tetaplah manusia terkuat di dunia --Emilia Sang Pahlawan. Karena dia dengan
santainya bilang kalau dia akan kembali, maka Maou akan merasa kalah jika
dia memikirkannya terlalu berlebihan, jadi Maou, dengan pemikiran tersebut,
sama sekali tidak menentang kecemasan Chiho.

Dan sebuah perubahan, terjadi pada hari sabtu di minggu tersebut.

XxxxX

"Raja Iblis, apa Emilia sudah kembali?"

Tepat sebelum Maou berangkat bekerja, Suzuno datang berkunjung dan


bertanya,

"Huh? Kenapa kau tiba-tiba bertanya soal ini?"

"Uh, aku hanya ingin tahu apa Emilia sudah kembali....."

Setelah Suzuno mengulangi pertanyaan yang sama, dia pun terdiam...

"Siapa yang tahu. Memangnya dia belum kembali?"

Dari sudut pandang Maou, dia hanya akan merasa kesulitan jika ditanya hal ini
oleh orang lain.
Bahkan jika Emi sudah kembali dari kampung halamannya, dia tidak punya
alasan untuk menghubungi Maou.

Karena Suzuno dan Chiho tidak mendengar apa-apa, maka kemungkinan


Maou dan yang lainnya tahu pastilah lebih rendah.

Setelah Maou menjelaskan demikian...

"Yeah, benar. Benar sekali. Maaf, mengganggumu seperti ini."

Suzuno pergi dengan ekspresi agak gelisah di wajahnya.

".....??"

Tepat ketika Maou dan Ashiya saling menatap satu sama lain dengan heran
dan ketika Urushihara kembali tertidur di meja komputernya, Suzuno, dengan
pelan berjalan di lorong selama beberapa saat, dan seolah memantapkan
pikirannya, dia berbicara,

".... Chiho-dono? Maaf mengganggumu sepagi ini."

Suara Suzuno menelepon Chiho terdengar dari luar.

Maou, yang sesaat mendengar percakapan mereka, mendongak melihat


kalender yang ditempel di kulkas.

Hari ini adalah hari Sabtu, tanggal 11 September.

Jika Maou tidak salah ingat, Emi seharusnya kembali kemarin, di kotak tanggal
12 yaitu besok, terdapat tulisan tangan Chiho yang imut,

"Yusa-san, selamat ulang tahun!"

Dia menulis tulisan tersebut.


Tanpa disadari, suara Suzuno sudah tidak bisa lagi terdengar dari luar, ketika
Maou menyadari hal ini, HP Maou yang ia letakkan di pojok ruangan, mulai
berdering,

Itu adalah telepon dari Chiho.

Suaranya terdengar seperti bisa mulai menangis kapan saja.

Hari berikutnya, juga belum ada kabar dari Emi sama sekali.

Meski kemarin Maou sibuk menghibur Chiho yang khawatir dengan Emi, kali
ini, bahkan dia juga mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres.

Mempertimbangkan kepribadian Emi, terlepas dari Maou, dia tidak mungkin


akan melakukan sesuatu yang bisa membuat Chiho khawatir.

Dan hari ini adalah tanggal 12, hari di mana ia membuat janji dengan Chiho.

Meski dia merasa tidak senang dengan keikutsertaan Maou, tapi Emi
seharusnya takkan merasa tidak senang merayakan ulang tahunnya bersama
dengan Chiho, dan melanggar janjinya tanpa meminta maaf sama sekali.

Hari ini Suzuno juga datang ke Kastil Iblis pagi-pagi sekali untuk memastikan
keselamatan Emi.

"Apa tidak cara untuk menghubungi orang yang bernama Emerada itu?"

Maou mencoba menanyakan hal tersebut, dan Suzuno yang bahkan tidak
masuk ke dalam kamar, berbicara dengan pelan sambil berdiri di beranda.

"Karena Emerada-dono juga tidak bisa diajak berkomunikasi, itulah kenapa


aku menjadi sangat khawatir."
'Gate' menuju dunia lain terbuka di atap apartemen Emi, dan di hari ketika ia
mengantar keberangkatan Emi, Suzuno juga bertukar nomor HP dan alamat
email dengan rekan lama Emi... Penyihir terkuat di Ente Isla, Emerada Etuva.

Penyihir dari Saint Aire dan Penyelidik dari Dewan Pembenaran Ajaran yang
awalnya tidak memiliki hubungan langsung, saat ini telah bertukar nomor HP
di dunia lain Jepang, dan meski tidak diketahui siapa yang memulainya,
mereka berdua tetap menunjukkan senyum yang membuat penasaran.

Setelah itu, melalui Idea Link menggunakan HP, Suzuno menerima pesan
kalau Emi sudah sampai dengan selamat. Namun, hal ini justru membuat
semuanya semakin sulit dimengerti kenapa dia sekarang tidak bisa
menghubungi Emi ataupun Emerada.

Dibandingkan saat kedua faksi manusia dan iblis berperang karena campur
tangan berbagai kekuatan di Ente Isla, situasi sekarang ini telah menjadi
semakin rumit.

Jika ini adalah buah dari kedamaian yang Emi bawa, ini semua terlalu ironis,
semua orang di dunia manusia saat ini sedang berada dalam situasi perang di
mana salah satu dari lima benua, yaitu Benua Timur, telah menciptakan benih
permusuhan dengan benua lain.

Klan Malebranche yang ingin menghidupkan kembali Pasukan Raja Iblis, telah
menyusup ke dalam Benua Timur. Dan salah satu orang yang menarik benang
tersebut, adalah orang yang ikut berperang melawan Raja Iblis sebagai rekan
sang Pahlawan, yaitu Olba Meyers.

Meski sudah sangat rumit, para Malebranche itu tetap mengutus perwujudan
dari bola yang menciptakan dunia, benda yang dicari oleh para Malaikat --
Sephirah, untuk datang ke Jepang, hal ini membuat orang-orang merasa kalau
para Malaikat saat ini sedang bekerja di balik layar.
Meski orang yang tahu hal ini sangat sedikit, tidak peduli alasan apa yang
mereka miliki ketika nanti mengambil tindakan, bisa dipastikan kalau hal ini
bukanlah masalah yang bisa diselesaikan hanya dengan mengakhiri perang
antar manusia di Ente Isla.

"Jika komunikasiku dengan Ente Isla terlalu sering, akan ada resiko pihak
Gereja mendeteksi gelombang Idea Link yang kugunakan, jadi aku tidak bisa
membuat kontak ke sana dengan ceroboh."

Misi rahasia yang diberikan kepada Suzuno oleh Gereja masih belum ditarik,
dan Suzuno tidak memiliki niat untuk melaksanakannya.

Suzuno tinggal di Jepang, dan bergerak sesuai keinginannya untuk


membenarkan keadilan Gereja, alhasil, apa yang dia lakukan ini, sama dengan
menginjak-injak perintah dari Divisi Pelaksanaan Gereja.

Perintah yang dulu diterima oleh Suzuno adalah untuk menyebarkan kabar
palsu tentang kematian Pahlawan Emilia, dan menyembunyikan kemurtadan
Olba saat dia tidak melakukan apa-apa terhadap fakta bahwa Raja Iblis masih
hidup.

Jika tujuan ini tidak bisa dicapai, maka dia harus membunuh Maou dan Emi,
membuat kebohongan Olba menjadi nyata.

Mengingat kalau Emi telah menghabiskan dua tahun untuk menyelesaikan


perjalanannya mengalahkan Raja Iblis, Divisi Pelaksanaan Gereja mungkin
berpikir kalau Suzuno yang pergi ke dunia lain untuk melakukan pekerjaannya,
tidak mungkin bisa menyelesaikannya hanya dalam tiga bulan.

Namun, meski dia tidak dicurigai, Suzuno tidak bisa membiarkan orang lain
tahu kalau dia telah menentang tujuan dari Divisi Pelaksanaan Gereja.
Lagipula, kabar tentang 'Crestia Bell menjadi Jenderal Iblis yang baru' telah
mencapai telinga para iblis yang mendiami Benua Timur.
Olba nampaknya telah memisahkan diri dari kegiatan Gereja pada saat itu, jadi
dalam jangka waktu pendek, Suzuno tidak perlu khawatir kalau Gereja akan
mendapatkan informasi yang dimiliki oleh para Iblis. Tapi meski begitu, posisi
Suzuno masih jauh lebih baik ketimbang Emi.

"Skenario terburuknya, mereka mungkin mengirimkan seseorang seperti


diriku saat sebelum datang ke Jepang. Dan mereka, untuk menghapus fakta-
fakta yang tidak menguntungkan bagi Gereja, pasti akan melakukan sesuatu
yang bisa membahayakan Jepang tanpa ragu."

"Huuh, hanya fakta bahwa Emilia masih hidup saja sudah sangat tidak
menguntungkan bagi Gereja, Olba juga mengatakan hal ini beberapa kali
sebelum datang ke sini."

Urushihara ingat apa yang terjadi sebelumnya dan mengatakan hal tersebut,

"Bell, dari apa yang kau katakan, semenjak kau datang ke Jepang sampai
sekarang, apa kau sudah menekan masalah ini?"

Tanya Ashiya dengan nada agak tegas.

"Kau benar. Terkait dengan Sariel-sama, aku tidak bisa mengatakan apa-apa....
tapi jujur saja, alasan kenapa semuanya bisa menjadi seperti sekarang ini,
kalian itu juga ikut bertanggung jawab."

Namun, Suzuno membalasnya tanpa ada rasa bersalah.

"Apa?"

"Lebih tepatnya, ini semua adalah salahmu."

"Aku tidak bisa berpura-pura kalau aku tidak mendengarnya."


Meski Maou terlihat agak marah karena penjelasan Suzuno yang arogan,
Suzuno sendiri hanya bisa mengangkat bahunya dengan pelan dan menjawab,

"Kondisi ideal versiku adalah membuat sang Pahlawan kembali setelah


mengalahkan Raja Iblis yang melarikan diri ke dunia lain dan membawa
kedamaian sejati ke Ente Isla, dan di saat yang sama, aku juga ingin
membenarkan keadilan Gereja yang telah merusak reputasi Emilia ke arah
yang benar. Namun Emilia sendiri malah...."

Suzuno berbicara seolah ia sedang bosan, menatap ke arah Maou dan


mengatakan,

"Dia tidak hanya tidak memerangi Raja Iblis karena dia percaya kalau si Raja
Iblis itu tidak akan melakukan sesuatu yang buruk, dia bahkan meninggalkan
Raja Iblis itu dan kembali ke kampung halamannya. Kalau sudah begini, tak
peduli berapa lama aku menunggu, situasiku tidak akan pernah berubah."

"Ugh...."

Maou mendecapkan lidahnya dengan canggung, sementara Ashiya, mengerang


sambil mengernyitkan dahinya.

Tapi mereka berdua tidak bisa memberikan bantahan apapun.

"Jika aku bisa menyingkirkan kalian semua sekarang, situasinya mungkin bisa
sedikit berubah kau tahu."

Mata Suzuno memicing, menatap Maou yang menggertakkan giginya


menyesal.

"Huuh, sekarang bukan saatnya bercanda. Masalahnya adalah Emilia.... tapi


sekarang, kita tidak bisa melakukan apa-aoa di sini. Terlepas dari fakta bahwa
Emilia belum kembali, selain dia sendiri, mungkin lebih mudah untuk berpikir
kalau sesuatu telah terjadi terhadap Emerada-dono."

"Emerada?"

"Yeah, Emilia tidak bisa menggunakan mantra pembuka 'Gate', dan begitupun
Emerada-dono. Mereka mengandalkan alat yang disebut 'Pena Bulu
Malaikat'."

Setelah mendengar nama alat itu, Maou sedikit mengernyit karena alasan yang
tidak diketahui, namun, orang-orang yang ada di sana tidak menyadari hal
tersebut.

"Kudengar pena bulu ini berada dalam kepemilikan Emerada-dono, jadi


kupikir, sesuatu mungkin terjadi pada Emerada-dono... Dan Emilia mungkin
mencoba menyelesaikannya."

Alasan kenapa nada Suzuno terdengar ragu-ragu, mungkin karena dia tahu
kalau semua ini hanyalah dugaan semata.

"Lalu kenapa Emi tidak memberitahumu atau Chi-chan mengenai masalah


ini?"

Anggapan tersebut langsung dipatahkan oleh pertanyaan Maou.

"Sampai sekarang, Emi selalu berkomunikasi dengan Emerada melalui Idea


Link. Kalau begitu, dia seharusnya bisa menghubungi kalian dari sana.... Lalu
kenapa dia tidak menghubungi kalian sama sekali?"

".... Jika aku tahu alasannya, aku tidak mungkin akan merasa secemas ini."

Suara Suzuno dipenuhi dengan kekhawatiran.


"Tapi, jika kita mengasumsikan bahwa Emilia memang menemui beberapa
masalah, lalu masalah macam apa itu? Meski aku merasa tidak enak pada
Emilia karena mengatakan ini, tak peduli masalah macam apa yang dia temui,
sulit dipercaya kalau dia akan mengalami kesulitan. Lagipula, dia itu Pahlawan
kan? Selain kehancuran dunia, aku tidak bisa memikirkan masalah apa yang
bisa membuat Emilia, yang mana bisa dengan mudah memukul mundur
Pasukan Raja Iblis dan Malaikat Agung, masuk ke dalam situasi di mana dia
tidak bisa berkomunikasi."

Benar, pada dasarnya, Emi memang memiliki tubuh kuat yang jauh lebih kuat
dibandingkan manusia di bumi ataupun Ente Isla.

Meskipun itu karena sihir suci dan darah malaikatnya, bahkan jika Emi
mengalami kecelakaan lalu lintas di jalan, dia seharusnya tidak akan terluka.

Jika musuhnya setingkat Kesatria, entah dia disergap oleh musuh yang lebih
dari satu orang, ataupun tangan kakinya terikat dan mulutnya terbungkam, Emi
pasti bisa mengalahkan mereka hanya dengan menggunakan mantra semata,
bahkan tanpa mengerakkan jarinya.

"Hey, biar kutanya sesuatu padamu, apa mantra pembuka 'Gate' itu benar-benar
sesulit itu bagi manusia?"

"Apa?"

Suzuno mengangkat alisnya karena pertanyaan tiba-tiba Maou.

"Uh, meski kami sekarang seperti ini, baik itu aku, Ashiya, ataupun Urushihara,
kami semua bisa merapal mantra pembuka 'Gate' itu sendiri. Ditambah lagi,
Olba nampaknya juga bisa menggunakannya, jadi aku benar-benar tidak
mengerti kenapa kau dan Emi tidak bisa menggunakannya."

"Kau hanya ingin mengatakan kalau kau itu ahli kan?"


Setelah Suzuno mengatakannya dengan tidak senang, dia menutup matanya
dan menjawab,

"Sebenarnya, ini bukan seperti aku tidak tahu cara menggunakannya. Selama
Emilia mendapatkan pelatihan yang benar, dia mungkin bisa mempelajarinya.
Pokoknya, mantra pembuka 'Gate' itu tidak hanya membutuhkan sihir suci
dalam jumlah besar, mantra ini juga membutuhkan ritual mantra yang rumit.
Meski aku bisa mempelajari ritual mantranya, bila aku tidak memiliki penguat
yang sesuai, dan nantinya aku bisa membuka 'Gate', aku tetap tidak akan bisa
menentukan tujuan setelah melewati 'Gate' tersebut."

"Begitu ya, jadi kuncinya adalah jumlah sihir suci ya..."

"Berbeda makna dengan Emi, Olba-sama yang bisa menggunakan mantra


pembuka 'Gate' dengan kekuatannya sendiri dan tanpa menggunakan penguat,
adalah sebuah eksistensi yang sudah mendekati monster. Bahkan di antara
enam uskup agung yang menjadi bagian dari Divisi Pelaksanaan Gereja, satu-
satunya orang yang mungkin bisa menandingi kekuatan Olba-sama adalah
Cervantes-sama yang lebih muda. Dan aku bahkan tidak tahu apakah
Cervantes-sama melakukan penelitian terhadap mantra semacam ini, lagipula,
ini adalah mantra yang tidak biasanya diperlukan."

"Benar..."

"Meskipun ada orang lain yang berlatih menggunakan mantra pembuka 'Gate'
di Departemen Penyebar Ajaran Luar Gereja termasuk aku, selain Olba-sama,
aku tidak berpikir ada orang lain yang bisa menggunakannya tanpa penguat.
Adapun untuk penguat utamanya, mereka mengacu pada gedung besar yang
dibangun di pusat Gereja, Saint Ignord dan beberapa Gereja yang
mengendalikan wilayah di Benua Barat, yaitu 'Tangga Surga'. Jadi, sebelum
merapal mantra, seseorang harus melakukan perjalanan menuju tempat-tempat
tersebut."
"Oh~"

"Olba-sama memang bisa menggunakan mantra pembuka 'Gate', tapi apakah


dia bisa menstabilkannya sendiri dan menentukan tujuannya dengan sempurna,
hal itu masih patut dipertanyakan. Jika Olba-sama benar-benar berencana
membunuh Emilia, dia seharusnya tidak akan mengirim Emilia ke masyarakat
yang ada di sebuah negeri yang makmur kan?"

Penjelasan ini sangat masuk akal.

"Membuka 'Gate' dan mempertahankan stabilitas 'Gate' tersebut agar orang


bisa melewatinya, adalah dua hal yang benar-benar berbeda."

Suzuno melanjutkan penjelasannya,

"Jika hanya membuka 'Gate', mungkin aku juga bisa melakukannya tanpa
bantuan, tapi ya paling banyak ya hanya seperti itu. Aku tidak bisa menjamin
keselamatan orang yang melewati 'Gate' tersebut, dan jika aku ingin melewati
'Gate' yang kubuat sendiri, maka aku perlu memiliki kemampuan untuk
mempertahankan keadaan 'Gate' yang terbuka tersebut dengan stabil.
Meskipun aku tidak tahu waktu yang diperlukan, jika aku kehabisan energi di
tengah jalan dan membuat 'Gate' kehilangan stabilitasnya, aku takkan bisa
memprediksi kemana aku akan dikirim."

"Ooh..."

Maou dan Ashiya hanya bisa saling menatap satu sama lain dan mengangguk
menunjukkan kesetujuan mereka.

Mereka berdua terdampar di Jepang karena mereka kehilangan kendali


'Gate'nya, jadi mereka harus setuju dengan penjelasan Suzuno.
"Kalau begitu, selama Maou bisa mendapatkan kembali wujud Raja Iblisnya
dan merapal mantra, kita harusnya bisa pergi ke Ente Isla kan?"

Urushihara tiba-tiba menyela.

"Setelah dipenuhi dengan sihir suci, sihir suci tersebut akan berubah menjadi
sihir iblis, bukankah kalian sudah berhasil melakukan eksperimen itu
sebelumnya? Jika kita bisa membuat Maou mendapatkan kembali sihir iblisnya,
harusnya membuka 'Gate' beberapa kali sama sekali bukan masalah, benar?"

"Hm, untuk ukuran Lucifer, ini adalah saran yang bagus."

Kata Ashiya dengan kagum, tapi Suzuno menjawabnya dengan wajah dingin,

"Itu takkan bisa dilakukan."

"Hm, kupikir juga begitu."

Maou juga menolaknya.

"Saat itu masih ada Emi. Dengan sihir suci Suzuno, bahkan jika dia
menggunakan kekuatan penuhnya dan menyuntikkannya ke dalam tubuhku,
hal itu hanya akan membuatku kesakitan dan tak mungkin bisa memulihkan
sihir iblisku."

"Meskipun aku frustasi, tapi Raja Iblis memang benar. Sihir suci yang kumiliki
mungkin tidak sampai setengah dari yang Emi miliki. Pada dasarnya, kapasitas
kami sejak awal memang berbeda. Jika hanya sihir suciku saja yang
disuntikkan, dan jika aku tidak berhati-hati lalu membuat Raja Iblis mengalami
keracunan sihir suci, maka kalian semua pasti akan jadi pengangguran bulan
depan."

"Ugh."
"Mustahil ya.... dan kupikir itu adalah ide yang bagus."

Ashiya menahan napasnya dengan ekspresi tegang, sementara Urushihara,


merosot di kursi bergaya Jepangnya dan menggumam sendiri.

".... Tunggu dulu. Kapan topik ini berubah menjadi Emi berada dalam bahaya
dan aku harus menyelamatkannya?"

Maou melambaikan tangannya dan menata kembali suasana saat ini.

"Meskipun kalian kelihatannya sudah lupa, tapi aku ini Raja dari para Iblis,
musuh Emi kau tahu? Terlepas dari apakah manusia Ente Isla ingin berperang
atau semacamnya, itu tidak ada hubungannya dengan kita, lebih tepatnya, jika
kalian saling membunuh satu sama lain karena perang, itu malah akan menjadi
keuntungan kita. Dan kembali ke Ente Isla ataupun terlibat masalah di sana, itu
semua adalah tanggung jawab Emi. Apapun yang terjadi nanti, ini adalah
masalahmu dan masalah Emi, dan tidak ada hubungannya dengan kami. Huuh,
meskipun Chi-chan menjadi agak kasihan."

Maou melihat ke arah kalender yang menempel di kulkas sambil mengingat


punggung Chiho saat ia dengan bahagia menulis tanggal yang telah mereka
setujui untuk menggelar pesta.

"Bahkan jika Pasukan Raja Iblis menyerang bersama-sama, mereka itu bukan
tandingan Emi. Selain itu, setelah kembali ke Ente Isla, sihir suci yang
terkumpul di tubuhnya pasti akan bertambah, dan dia akan menjadi beberapa
kali lebih kuat daripada saat berada di sini. Percuma kita mengkhawatirkan
dia."

Maou berbicara dengan cepat, tidak seperti biasanya sambil menatap ke arah
Suzuno.
"Karena kau tak bisa apa-apa sekarang, maka kami pun juga sama. Dan kami
ini berbeda denganmu dan kami tidak perlu khawatir dengan keselamatan Emi.
Lagipula, orang itu kembali atas kemauannya sendiri."

"Raja Iblis.... tapi...."

"Topik itu berakhir di sini. Karena Emi tidak datang, maka pesta hari ini akan
dibatalkan. Aku harus bersiap-siap untuk ujian mengemudi besok. Hey,
Urushihara, minggir."

Maou mengusir Urushihara dari meja komputer, dan Urushihara, dalam


momen yang langka, tidak mengatakan apa-apa dan menyerahkan
komputernya.

Maou terhubung dengan website yang membuatnya bisa mengerjakan latihan


soal untuk ujian SIM, Ashiya, Urushihara, dan Suzuno hanya bisa menatap
punggung Maou dengan ekspresi rumit, saat dia memancarkan aura seolah
topik tadi memang telah berakhir.

"Raja Iblis."

".... Ada apa, apa masih ada yang lain?"

"Bahkan jika Chiho-dono meminta bantuanmu, apa kau akan mengatakan hal
yang sama?"

"... Ugh."

Maou terdiam sesaat, tapi dia tetap menjawab dengan keras kepala.

"Meskipun aku akan mengatakannya dengan lebih lembut, tapi keputusanku


takkan berubah. Pertama, aku benar-benar tidak bisa melakukan apapun. Dan
selain itu, yang kita bicarakan ini Emi. Aku sudah mengatakannya berkali-kali
sebelumnya, kalian tidak perlu khawatir dengannya."
Jawab Maou bahkan tanpa menoleh.

Terkait dengan hal ini, Ashiya dan Urushihara juga tidak mengatakan apa-apa.

Tapi....

"Maou-san...."

Sebuah suara lemah membuat punggung Raja Iblis yang membungkuk, serta
hatinya menjadi bergetar.

Maou menahan napasnya dan perlahan menolehkan kepalanya.

Orang itu adalah...

"Sa-Sasaki-san...."

"Uwah, kejam sekali."

Orang yang berdiri di depan Ashiya yang mengerang dan Urushihara yang
nampak meledek Suzuno, adalah Chiho yang berwajah sedih.

Chiho yang muncul di samping Suzuno, menatap lurus ke arah Maou yang
menoleh dengan sebuah tatapan cemas.

Alasan kenapa Suzuno tidak memasuki kamar adalah karena hal ini.

Dari awal dia berencana membuat Chiho mendengar semuanya.

".... Tsk...."

"Aku tahu kalau Maou-san bukanlah tipe orang yang antara perkataan dan
perbuatannya tidak sama."

"....Eh?"
Maou kira dia akan dimarahi dengan dingin, tapi Chiho malah mengatakan
sesuatu yang tak terduga.

"Maou-san itu Raja Iblis, Yusa-san itu Pahlawan.... Kalian berdua sejak awal
adalah musuh, aku tahu semua itu. Kalau Maou-san bilang bahwa kau tidak
peduli dengan apa yang terjadi pada 'Pahlawan Emilia', kau pasti sangat serius
soal itu."

Chiho menggenggam tangannya di depan dada, dan meski suaranya bergetar


seperti ingin menangis, dia tetap berbicara dengan susah payah.

"Raja Iblis Satan dan Pahlawan Emilia telah menjadi musuh sejak mereka
bertemu, dan sampai sekarang, ini adalah fakta yang tidak bisa dibalik. Aku
juga merasa kalau kalian hanya menganggap satu sama lain sebagai musuh....
tapi, Maou-san.... bukankah sebelumnya kau bilang.... kalau kau akan
memberiku hadiah yang luar biasa?"

Emosi yang tidak bisa Chiho tekan mulai terlihat di wajahnya.

"Meskipun Yusa-san mungkin sangat enggan dan mungkin juga tidak.... tapi,
bukankah sebelumnya kau bilang.... bahwa aku, Suzuno-san.... dan Yusa-san,
adalah Jenderalmu.... kau bilang kami bisa tetap berada di sampingmu, dan kau
ingin kami untuk melihat dunia yang baru...."

".... Sasaki-san."

"Eh, apa ini, kenapa aku tidak pernah mendengarkannya, ouch!"

Ashiya dengan serius mendengarkan suara Chiho saat Chiho berusaha untuk
berbicara pada Maou, lalu dia memberikan sebuah tamparan pada wajah
Urushihara yang berbicara tanpa membaca suasana.
Chiho melihat ke arah Urushihara yang tidak bisa berbicara karena rasa sakit
di hidungnya karena dampak tamparan tersebut dan terus berbicara,

"Bahkan Urushihara-san yang pernah mengkhianatimu sekali, sekarang adalah


Jenderal kan..... uu.... Maou-san, bukankah kau sendiri yang memilih Yusa-
san.... bukankah kau, dengan keinginanmu sendiri, telah memilih Yusa-san
yang sebenarnya adalah musuhmu....."

"...."

"Bahkan jika kecemasanku ini tak berarti, tak apa. Lebih baik begini.... tapi,
bagi seorang Yusa-san yang begitu luar biasa, bisa belum kembali itu,
membuatku sangat khawatir...."

"Chiho-dono...."

Kaki Chiho melemah, tapi Suzuno berdiri di sampingnya, menopang tubuhnya.

Maou mempertahankan posturnya dan tidak bergeming sama sekali.

"Dan.... Alas Ramus-chan bersama dengan Yusa-san kan? Kalau begitu,


bagaimana bisa Maou-san tidak khawatir...... jadi, Maou-san saat ini pasti
sedang berbohong..... fu....."

Chiho terlihat menahan perasaannya sendiri sebelum akhirnya hancur, dia


menghela napas berat dengan gemetar dan membungkuk,

"Akulah yang meminta Suzuno-san mengizinkanku mendengar dari samping.


Maafkan aku, melakukan sesuatu yang sama dengan berbohong pada
semuanya."

"..... Yeah."

"..... Kalau begitu, aku pamit dulu....."


Ketika Chiho membungkuk sekali lagi dan berjalan melewati Suzuno untuk
pulang, Maou berteriak dengan suara yang tidak memiliki kesan mendominasi,

"Chi-chan."

"....Ya."

Chiho berhenti berjalan, tapi ia tidak berbalik.

Pada saat itu, Maou tidak tahu kenapa dia ingin menghentikan Chiho.

Usai keheningan singkat, apa yang akhirnya Maou katakan....

".... Sebaiknya kau jangan menggunakan Idea Link dengan gegabah untuk
berkomunikasi dengan Emi, okay? Jika Emi benar-benar menemui situasi yang
sulit, situasimu mungkin juga bisa menjadi berbahaya."

... adalah sesuatu yang tak berarti.

Chiho tidak berbalik, jadi tidak bisa dipastikan ekspresi apa yang dia tunjukan
sekarang....

"Aku mengerti."

Tapi setelah mengatakan hal itu dengan pelan, dia pergi meninggalkan Villa
Rosa Sasazuka.

Setelah mendengar langkah kaki berjalan menuruni tangga dan memastikan


dari jendela kalau Chiho, yang memasang tampang sedih terlihat di jalan depan
apartemen akhirnya menghilang di pojokan, Maou kembali menatap ke arah
Suzuno dengan wajah marah.

".... Kau...."

Dia ditipu.
Meski Maou menatap tajam ke arah Suzuno, tapi mereka berdua tahu betapa
lemahnya kekuatan Raja Iblis sekarang.

"Jika aku tidak melakukan ini, aku sungguh tak akan bisa memastikan
perasaanmu yang sebenarnya."

Suzuno tersenyum kecut tanpa ada rasa bersalah.

"Meski ini bukan ideku, karena aku juga menjadi salah satu Jenderal di
Pasukan Raja Iblis yang baru, aku berharap 'Master'ku akan terpikir
melindungi 'rekan'ku, harusnya ini tidak bisa dianggap tak beralasan kan?"

".... Mengenai masalah itu, sebaiknya kau menjelaskan padaku dengan benar
nanti."

Setelah melihat Urushihara merayap masuk ke dalam lemari dengan ekspresi


tidak senang di wajahnya, Suzuno melanjutkan perkataannya,

"Meski kubilang bahwa, akan sangat memalukan bagiku sebagai Jenderal, jika
aku sudah merepotkan 'Master'ku sejak awal, tapi semenjak aku mendapatkan
jaminanmu, aku akan membiarkannya seperti itu untuk sekarang."

"Jika kau menggunakan posisimu sebagai Jenderal hanya saat menguntungkan


bagimu, aku bisa mengabulkan keinginanmu dan mencopotmu, kau tahu. Dan
yang paling penting, aku tidak pernah menjanjikan kalian berdua apa-apa....."

"Dari bagaimana kau mendengarkan kata-kata Chiho-dono dengan kaget dan


tidak membantah sama sekali, aku sudah tahu kalau kau sangat khawatir
terhadap keselamatan Emilia dan Alas Ramus. Apa aku perlu jaminan lain?"

"......"
"Kalau begitu, aku akan coba memikirkan apa yang bisa kulakukan. Jika semua
ini berubah menjadi tak ada yang perlu dikhawatirkan seperti apa yang
dikatakan Chiho-dono, tentu saja akan sangat bagus."

Suzuno meninggalkan Kastil Iblis dengan hening.

"..... Sial...."

Maou memukulkan tinjunya ke meja komputer.

"Maou-sama, dengan seluruh hormat....."

"Ada apa? Apa kau mau menasehatiku dan memintaku untuk


mengkhawatirkan Emi?"

Jawab Maou dengan tidak senang pada Ashiya yang berbicara dari belakang.

"Tidak, jujur saja aku sangat menentang masalah menunjuk Emilia dan Bell
sebagai Jenderal Iblis, tapi dibandingkan itu, ada sesuatu yang lebih
mengkhawatirkan."

"Huh?"

Ashiya duduk di belakang Maou dengan punggung tegak dan berbicara sambil
berada di ketinggian yang sama dengan Masternya.

"Meskipun Maou-sama tadi bermaksud menghindari kemungkinan tertentu,


Bell dan Sasaki-san mungkin telah merasakan jejaknya. Itulah kenapa mereka
merasa kalau Emilia telah terseret ke dalam suatu masalah."

"....."

Maou menatap layar komputer yang ada di depannya, yang mana menunjukkan
pertanyaan untuk ujian SIM.
Pertanyaannya, dari sudut pandang kendaraan yang bergerak, terdapat sebuah
jalur penyeberangan pejalan kaki dan persimpangan, temanya adalah
'Memprediksi bahaya'.

Di sampingnya adalah sebuah pertanyaan terbuka, memprediksi bahaya yang


mungkin bisa terjadi dari gambar tersebut.

"Tentu saja, jika mereka berencana melukai Emilia secara langsung, meski itu
adalah Pasukan Iblis kita, seharusnya itu bukan masalah baginya. Tapi karena
manusia di Ente Isla sedang dalam situasi tidak rukun..... maka hal yang bisa
melemahkan 'bahaya' dari senjata dan kekuatan Emilia, bukanlah hanya
pedang yang datang dari depan saja."

"....."

"Meski Emilia telah dikhianati oleh manusia di Ente Isla, dia tetap saja bangga
menjadi Pahlawan dan penyelamat manusia. Sebagai manusia, kalau kau ingin
menekan Emilia secara moral, cara apa yang paling efektif?"

"Siapa yang tahu apa yang manusia pikirkan....."

"Bagi Raja Iblis yang memilih tinggal di sini untuk mempelajari cara berpikir
manusia, dia punya tugas untuk mengetahui hal-hal ini."

Nada Ashiya dari awal sampai akhir sangat konstan.

Tapi karena Ashiya, layaknya Chiho, sangat memahami Maou dibandingkan


siapapun, dia bisa tanpa ampun menunjukkan kontradiksi yang ada di hati
Maou.

Seorang bawahan yang bisa memberikan saran pada Masternya, adalah suatu
keberadaan yang sangat berharga.
"Selain Emerada Etuva dan Alberto Ende, Emi tidak memiliki rekan lain di
Ente Isla saat ini. Kekuatan penguasa Gereja sangatlah nyata, bahkan klan
Malebranche yang dipimpin oleh Barbariccia sekaligus Surga adalah
musuhnya. Jika orang-orang ini melalui suatu cara tahu bahwa Emilia ada di
Ente Isla, yang telah menjadi seperti medan tempur utama, apa menurutmu
mereka hanya akan diam dan menonton saja?"

Terkait dengan pergerakannya, Emerada harusnya sudah berusaha keras untuk


mengendalikan arus informasi.

Tapi di sisi lain, tidak sulit membayangkan Emerada dan Alberto diawasi oleh
banyak kekuatan yang berbeda.

Bagaimanapun juga, mereka tidak hanya melarikan diri dari status tahanan
rumah yang diberikan oleh Gereja dengan kekuatan mereka sendiri, mereka
bahkan membantah kabar tentang kematian Emilia yang secara resmi
dikeluarkan oleh Gereja.

Karena Suzuno juga tidak bergerak menurut kehendak Gereja, mustahil


pengawasan yang dilakukan oleh pihak Gereja terhadap Emerada dan Alberto
akan ditiadakan.

Jika pergerakan Emerada berhasil diketahui oleh seseorang seperti apa yang
Suzuno prediksi, faksi mereka mungkin akan menggunakan kesempatan ini
dan mengatur jebakan untuk Emerada, lalu, hal yang akan terjadi selanjutnya....

"Cara yang paling mudah adalah menggunakan sandera.... iya kan?"

"Tepat sekali. Dan tidak hanya menahan Emerada, selama mereka bisa
menekan kekuatan Emilia, tidak masalah siapapun targetnya. Menculik
eksistensi yang penting bagi Emilia untuk menekan kemampuan bak dewa
miliknya.... bukankah manusia semacam itu ada?"
"Benar sekali. Pada dasarnya, sebelum aku menyatukan Dunia Iblis, strategi
tingkat tinggi seperti 'menculik sandera', sama sekali tidak ada di Dunia Iblis,
dan tidak ada pula manusia yang akan punya ide untuk menjadikan iblis
sebagai sandera. Tapi.... Apakah manusia harus melakukan hal seperti itu pada
Emi? Apapun alasannya, dia itu masihlah Pahlawan yang menyelamatkan
dunia kan?"

Manusia di Ente Isla sama sekali tak punya alasan dan sangat tidak masuk akal
jika mereka menjadikan Emilia sebagai musuh mereka.

Hanya dari perbedaan kemampuan saja, sulit membayangkan keuntungan yang


bisa seseorang dapat dengan melakukan sesuatu seperti menantang penyelamat
mereka sendiri....

"Meski tak ada gunanya mengatakan ini sekarang, sebelum Farfarello kembali,
kupikir menunjuk Bell dan Emilia sebagai Jenderal Iblis adalah keputusan
yang sangat buruk."

Ashiya tiba-tiba menarik kembali topik tersebut.

Seperti memberi Masternya arahan, Ashiya dengan antusias berbicara pada


Maou yang kebingungan.

"Ketika aku pertama kali mendengar hal ini, kupikir ini adalah rencana Maou-
sama untuk melemahkan hubungan Bell dan Emilia.... tapi sepertinya bukan
seperti itu."

Merasa kalau Ashiya mulai memasuki mode mengomelnya, Maou pun


menunjukkan ekspresi tabah dan menjawab,

"Aku memang terpengaruhi oleh atmosfer di sana, tapi untuk menjamin


keselamatan Chi-chan dan mencegah para iblis itu agar tidak datang lagi ke
Jepang, ini adalah sesuatu yang tak bisa dihindari.... lagipula, jika Barbariccia
tahu kalau Emi masih hidup, dia mungkin akan menyerang langsung...."

Ashiya mengangguk setuju.

Maou tidak ingin rakyat iblisnya mati di pertarungan yang sia-sia.

Pertempuran yang dilakukan oleh Ciriatto di Choshi memberikan bukti bahwa,


meski seorang kepala suku Malebranche melawan Emilia yang bahkan belum
menggunakan kekuatan penuhnya, dia tetap tidak bisa menang.

Barbariccia yang berkhianat dan meninggalkan Dunia Iblis, terlepas dari motif
apa yang dia miliki saat bertindak, jika dia terus membahayakan Jepang, Emi
dan Suzuno pasti tidak akan hanya diam dan menonton saja.

Untuk mencegah semuanya agar tidak menjadi seperti itu, sangat perlu bagi
Raja Iblis sendiri untuk mengumumkan kalau musuh para iblis di masa lalu,
bukan lagi musuh untuk sekarang.

Bagi Raja para Iblis, cara berpikir ini sangatlah benar. Namun, meski benar....

"Meski Maou-sama bisa menjamin keselamatan Sasaki-san dan Jepang dengan


menunjuk ketiga orang ini sebagai Jenderal Iblis yang baru, tapi apa kau sadar
dengan melakukan itu sama artinya dengan mengorbankan keselamatan Emilia
dan Bell di Ente Isla?"

Maou menjawab setelah sesaat mematung,

"Uh, hm? Karena Emi dan Suzuno sekarang seperti ini.... dan Farfarello
membawa kabar ini ke Afsahan... dan karena Benua Timur sekarang
dikendalikan oleh Barbariccia...."

Setelah Maou menggunakan jarinya untuk melukis di udara seperti sedang


menata pikirannya...
".... Ah!!"

Dia memegangi kepalanya dan berteriak,

"Aku paham, hal ini membuat para manusia marah! Karena mereka pikir Emi
dan Suzuno adalah pengkhianat!"

"Sepertinya kau benar-benar tidak tahu...."

Ashiya mendesah.

"Karena kabar ini dibawa oleh iblis, dan karena berita resmi dari Gereja
mengatakan bahwa Emilia telah gugur, lalu mengingat kalau misi Suzuno
adalah misi rahasia, mungkin manusia tidak akan langsung mempercayainya,
tapi meski begitu, mungkin sudah ada beberapa orang yang mulai bertindak
karena mereka merasa curiga."

Seperti apa yang Suzuno katakan tadi, kedepannya mereka mungkin akan
mengirim seorang pembunuh baru atau pasukan manusia dalam jumlah besar.
Maou mengira dia telah menghilangkan ancaman dari para iblis, tapi tanpa dia
ketahui, dia telah membuat Emi dan Suzuno berada dalam bahaya.

"La-lalu kenapa mereka tidak mengatakan apa-apa...."

Meskipun dengan setengah niat bercanda, tapi Suzuno tadi memang menyebut
dirinya sebagai seorang 'Jenderal'. Dan mungkin karena ia memikirkan
keselamatan Chiho, selain pada saat itu, Emi juga nampak menerima fakta ini.

"Ini artinya mereka telah menerimanya. Demi keselamatan Sasaki-san, mereka


mungkin sudah membuat keputusan untuk menghadapi bahaya sejak awal.
Alasan kenapa Emilia ingin kembali ke rumahnya kali ini, bukankah karena ia
tidak ingin dikendalikan oleh orang lain?"

"Itu....."
"Karena dia memahami hal ini, itulah alasan kenapa Emilia dan Bell tidak
mengatakan apa-apa, tentunya sebagian dari alasan itu adalah karena mereka
peduli dengan Sasaki-san.... tapi bukankah ini artinya mereka ingin melindungi
keadaan saat ini.... melindungi hidup di mana meski kita tidak rukun dan
memiliki berbagai masalah, kita tetap bisa berkumpul dan makan malam
bersama?"

"Lalu bagaimana menurutmu masalah ini?"

"Soal itu, dengan kita saat ini, selama Maou-sama bisa memenuhi ambisimu
menaklukan dunia, aku tidak akan peduli apapun prosesnya. Tapi tentu saja,
secara pribadi, aku tidak ingin menghadapi situasi dimana aku harus bekerja
sama dengan musuhku."

Ashiya dengan cekatan menghindari serangan balik Maou.

Maou menekan kemarahannya dengan ekspresi tidak senang di wajahnya,


sementara Ashiya, setelah menatap Masternya dengan sebuah senyum simpul
di wajahnya, dia kembali menunjukkan ekspresi tegasnya dan melanjutkan
perkataannya,

"Maou-sama, itulah pemikiranku.... faksi mana yang menurutmu sangat ingin


menangkap Emilia?"

"Huh?"

"Emilia memiliki semangat dan fisik yang kuat. Dengan memikirkan hal itu,
meski orang biasa hendak memaksanya melakukan sesuatu, mereka tak
mungkin bisa memanfaatkan kekuatan tersebut, dan jika mereka tidak berhati-
hati, mereka mungkin akan diserang balik oleh Emilia sendiri."

"Apa maksudmu?"
"Faksi mana.... yang bisa melihat apa yang Emilia miliki selain kekuatan
tempurnya?"

"Hey, jangan-jangan....."

Maou menahan napasnya karena wajah malaikat yang berusaha mencuri


pedang suci Emi, Alas Ramus, dan fragmen Yesod, mencuat dalam pikirannya.

Jika hipotesis ini benar, dan Emi memang menemui masalah, Alas Ramus pasti
juga akan terpengaruh.

"Tapi semua ini hanya imajinasimu kan?"

Dengan suara pintu geser yang terbuka, Urushihara tiba-tiba membuka lemari
dan dan berjalan keluar.

Di tangannya, terdapat laci penyimpanan mini yang ia simpan di dalam lemari


tanpa izin.

"Kita tidak tahu apakah sistem penanggalan di Ente Isla itu sesuai dengan
sistem penanggalan Jepang, lalu kereta kuda yang ada di sana juga berbeda
dengan Jepang dan tidak akan mencapai tujuannya sesuai jadwal kan? Selain
itu, dia juga harus mempertimbangkan jadwal Emerada Etuva, jadi dia
mungkin belum kembali karena sulit menemukan waktu yang pas."

Urushihara meletakkan laci tersebut di atas tatami dan mulai menggeledah


isinya.

"Meski kita tidak punya hak untuk mengatakan ini, tapi Ente Isla masihlah
negeri yang sedang memulihkan diri karena diserang oleh Pasukan Raja Iblis,
jadi mungkin berbagai fasilitas di sana belum pulih sepenuhnya, menurutku
Emilia itu hanya terlalu terbiasa dengan gaya hidup di Jepang, itulah kenapa
dia terlambat."
".... Cara berpikirmu terlalu optimis."

"Tapi kalau seperti Sasaki Chiho yang mulai menangis meski hari ini belum
berakhir, rasanya benar-benar terlalu pesimis. Kalian memang membicarakan
tentang kemungkinan adanya sandera, tapi pasukan penyerangan barat yang
kupimpin sebelumnya, tidak hanya Emerada Etuva, kami juga menahan
beberapa orang penting di Saint Aire kau tahu? Namun, pada waktu itu, Emilia
tidak hanya membebaskan semua sandera, dia bahkan juga mengalahkan
pasukanku pada akhirnya. Jadi rasanya sulit membayangkan kalau dia akan
dikendalikan oleh orang lain hanya karena mereka punya sandera."

Seperti yang diharapkan dari Urushihara yang telah bertarung dan kalah dari
Emi sebanyak dua kali, rasanya penjelasannya cukup persuasif.

Benar, jika itu adalah Emi, seharusnya dia bisa memecahkan tipuan apapun
mengenai manusia normal hanya dengan kekuatannya saja.

"Kenapa kita tidak mengamati situasinya sebentar? Ini tidak seperti aku tidak
paham dengan kecemasanmu terhadap Alas Ramus, tapi selama Emilia masih
hidup, dia pasti akan baik-baik saja kan? Setidaknya, untuk sekarang, di bumi
ataupun Ente Isla, aku tidak bisa memikirkan orang yang bisa membunuh
Emilia seorang diri."

Usai mengatakan hal tersebut, Urushihara meletakkan kembali laci yang dia
bawa ke dalam lemari tanpa mengambil apapun, dan mengeluarkan sebuah laci
baru.

"Pokoknya, kita tunggu saja Bell untuk bertindak. Pada dasarnya, meski Emilia
menemui beberapa masalah, dia pasti tidak mau Maou melakukan sesuatu
untuknya kan?"

Daripada itu, rasanya dia akan marah karena Maou dan yang lainnya terlalu
ikut campur.
".... Ashiya, Urushihara."

"Ya."

"Hm?"

Maou menghela napas dalam dengan sebuah senyum kecut.

"Aku minta maaf. Aku sudah sedikit tenang sekarang."

Setelah mengatakan hal itu, Maou kembali berbalik ke arah komputer.

"Aku harus lebih dulu memfokuskan perhatianku pada apa yang ada di
hadapanku. Ketika dia kembali, aku pasti akan menunjukkan SIMku padanya
dan menghibur diriku sendiri menggunakan fakta bahwa dia terlambat."

"....."

"Terserah, asal bisa membuatmu senang.... eh, dimana aku meletakkannya ya....
Aku ingat meletakkannya di sini ketika dia datang kemari.... Aku harusnya
belum membuangnya."

Ashiya diam-diam membungkuk di belakang Masternya, sementara


Urushihara, dia kembali mengeluarkan laci baru, sepertinya dia sedang
mencari sesuatu.

Alhasil, meski di hari itu Emi tidak kembali, dari luar, Kastil Iblis tetap
melewati hari tersebut dengan normal.

XxxxX
Pada akhirnya, Maou gagal di ujian pertamanya dan tidak punya pilihan lain
selain mengikuti ujian tersebut untuk yang kedua kalinya.

Ini tidak seperti dia ingin menyalahkan orang lain, tapi alasan kenapa Maou
tidak bisa fokus pada saat ujian pertamanya, adalah karena apa yang dikatakan
Chiho dan Ashiya.

Maou sendiri telah menunjuk Emi sebagai Jenderal, dan setelahnya, dia juga
mengatakan pada Emi kalau dia akan membantu Emi menemukan makna
hidup yang baru.

Sekarang ini, teori Ashiya sangatlah mengkhawatirkan, pihak Surga memang


selalu ingin menangkap Emi, jika mereka tahu kalau Emi pergi ke Ente Isla,
mereka pasti akan menggunakan strategi tersebut.

Namun, Sariel yang ingin menangkap Emi dan mencuri pedang sucinya, telah
sepenuhnya menjadi warga Jepang karena naksir berat dengan atasan Maou,
dan setelah itu, dia sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda menghubungi
rekannya.

Ditambah lagi, Gabriel yang berada di level yang sama dengan Malaikat
Agung Sariel, juga telah dipukul mundur oleh Emi dengan mudah.

Situasinya mungkin akan berbeda jika lebih dari satu musuh setingkat Malaikat
Agung muncul di saat yang sama, tapi meski itu tidak terjadi di Jepang, hal itu
pasti akan menjadi sebuah insiden besar.

Sulit dibayangkan jika orang-orang di Ente Isla tidak merasakan sihir suci
mereka, tapi kalau seperti ini, Maou semakin sulit mengerti alasan kenapa Emi
belum kunjung kembali ke Jepang.
Maou salah mengisi jawaban soalnya karena ia memikirkan hal-hal tersebut,
tapi ini memang sudah lebih dari dua minggu setelah tanggal di mana Emi
seharusnya kembali ke Jepang.

Usai kejadian itu, Suzuno kelihatannya meneliti banyak metode, seperti


mengumpulkan penguat untuk menggunakan teknik tingkat tinggi yang
menyulitkan orang lain mendeteksi Idea Link, memancarkan sonar untuk
mencari rekan Emi yang lain, Alberto, dan lain sebagainya, pokoknya, apapun
yang bisa dilakukan di Jepang, dia sudah mencoba semuanya.

Karena itulah, kamar Suzuno saat ini telah dipenuhi dengan alat-alat aneh dan
diagram mantra yang ia gunakan sebagai penguat, sepertinya ia telah
tenggelam ke dalam aliran sesat yang mencurigakan.

Tapi hingga hari ini, hasilnya masih belum terlihat.

Satu-satunya hal yang bisa dipastikan adalah Emi dan Emerada memang belum
kembali ke Jepang.

Semenjak hari di mana Emerada menjemput Emi, tak terdeteksi seorang pun
yang membuka 'Gate' yang mana menghubungkan Jepang dengan Ente Isla.

Frekuensi Chiho membuka mulutnya dan berbicara saat bekerja, juga menurun
drastis, hal ini membuat Maou dicurigai oleh Kisaki yang tidak tahu apa-apa,
dengan tuduhan membuat Chiho sedih.

Mungkin karena Maou gagal di ujian teori SIM, dan karena kegelisahan yang
ia rasakan hidup tanpa Emi yang tanpa sadar terlihat......

"Jika ada sesuatu yang mengganggumu, kau bisa membicarakannya denganku


kau tahu?"

Kisaki mengatakan hal tersebut pada Maou.


Logikanya, Maou seharusnya tidak merasa segelisah itu.

Bagaimanapun, ketika musuh bebuyutan Maou dan yang lainnya --Sang


Pahlawan tidak ada, suasana di sekeliling mereka pasti menjadi sangat tenang,
bahkan Ashiya pun sampai menghilangkan sifat hematnya dan menyarankan
makan yakiniku.

".... Tidak, aku hanya khawatir dengan Alas Ramus."

Mengingat kegagalan ujian kemarin, Maou mulai mencari-cari alasan.

Seseorang yang sangat handal dalam berbohong hanya akan berbohong di saat-
saat penting, sisanya akan mereka gunakan untuk berkata jujur supaya orang
lain tidak mencurigai mereka.

Berbohong pada orang lain memang dosa, tapi terkadang, kebohongan pada
diri sendirilah yang malah hanya akan dipenuhi dengan lebih banyak tipu daya,
hal ini tidak hanya bisa menghancurkan semangat, tapi juga bisa membuat
seseorang menjadi pengecut.

Maou sungguh-sungguh mengkhawatirkan Alas Ramus.

Tapi dia tahu semuanya begitu saja.

Maou merasa marah pada bagian dirinya yang mencari-cari alasan untuk
menipu orang lain dan menyembunyikan perasaan semacam ini.

".... Sampai Tenmondai-mae.... Tenmondai-mae."

Supir bus membuat sebuah pengumuman dengan irama bicara yang unik, dan
menghentikan kendaraannya.

Tempat ini kebetulan adalah titik tengah antara gerbang selatan stasiun Choufu
dan pusat ujian.
Di pemberhentian bus yang ada di depan Observatorium Astronomi Nasional
Jepang....

"Yea! Kita bisa menyusul!"

Sebuah suara yang tidak sesuai dengan atmosfer saat ini, terdengar dari pintu
masuk belakang bus.

Dilihat baik-baik, terdapat seorang gadis yang mengenakan khaki dan topi
pengantar koran yang menutupi matanya, sambil menarik seorang pria yang
memakai setelan ala barat masuk ke dalam bus.

"Ayah! Cepat!"

"Yeah, yosh...."

Sepertinya mereka adalah ayah dan anak.

Maou tanpa sadar melihat keluar jendela.

Kemarin Maou memang tidak menyadarinya, tapi tempat yang bernama


'Tenmondai-mae' ini, terlihat cukup normal, sebuah pintu dibangun di atas
bukit hijau kecil, dan dari penampilannya, tempat itu terlihat seperti sebuah
universitas.

"Oh, jadi ada tempat seperti ini juga ya."

Tokyo, di mana cahaya bintangnya terlihat meredup karena kegiatan manusia,


memiliki sebuah observatorium itu rasanya cukup mengejutkan.

Untuk daerah pemukiman di pinggiran kota, kota Mitaka yang memiliki


sebuah observatorium juga masih dianggap kota besar yang makmur.

Jika seseorang melihat langit malam dengan mata telanjang, takkan ada
sedikitpun harapan untuk melihat cahaya bintang.
Memandang fasilitas langka yang biasanya tidak dia sadari, pemikiran
semacam itu terlintas di pikiran Maou, tapi saat dia menyadari kalau dia tidak
bisa terus memikirkan hal ini dan hendak kembali belajar, memanfaatkan
kesempatan sebelum ia sampai ke pusat ujian....

"....Baik, kita berangkat...."

Dengan sebuah guncangan besar, bus kembali bergerak.

Barusan bus berhenti di area landai. Mungkin karena kendaraan bergerak di


area landai, guncangannya terasa cukup kuat, membuat Maou tak sengaja
menjatuhkan buku catatan yang dia baca.

"Ah!"

"Oh?"

Sebuah suara terdengar di dalam bus yang penuh.

"Ma-maaf."

Buku tersebut jatuh di atas kaki seorang penumpang.

Maou mendongak untuk meminta maaf....

"Tidak masalah, jangan khawatir."

... dan mendapati kalau penumpang yang ada di depannya adalah gadis yang
memakai topi pengantar koran yang baru naik bus beberapa saat lalu.

Meski ini berada di luar kendalinya, Maou masih merasa ragu mengulurkan
tangannya ke arah kaki seorang gadis di atas angkutan umum. Karena itulah,
gadis tersebut, tanpa menyentuh penumpang lain, dia mengambil buku itu di
kerumunan penumpang dan menyerahkannya pada Maou.
"Ini, silakan."

"Ah, terima kasih."

Karena gadis itu memakai topi hingga menutupi matanya, Maou yang terduduk
menjadi tidak bisa melihat ekspresinya, tapi setidaknya dia terlihat tidak marah.

Malahan, dia tersenyum sambil memegang buku tersebut...

"....."

"Er, erhm..."

Namun, gadis itu, karena alasan yang tak diketahui, menatap lekat-lekat ke
arah tangan Maou saat dia hendak menerima buku tersebut.

Meskipun tangan Maou sudah menyentuh buku tersebut, gadis itu tetap tidak
melepaskan bukunya, dan dia malah ingin merebut buku itu dari Maou.

"Erhm..."

*Sniff* *Sniff*

Apa gadis itu tidak mendengar Maou?

Tidak, di jarak sedekat ini, mustahil dia tidak mendengarnya.

Tapi gadis yang memiringkan tubuhnya ke arah Maou itu, dia tidak hanya tidak
mau melepasnya...

*Sniff* *Sniff*

"Tu-tunggu dulu."

... dia bahkan menarik tangan Maou ke arah wajahnya bebarengan dengan buku
tersebut.
Maou yang tidak bisa melepaskan buku di tangannya, dan di saat yang sama
juga tidak tahu kenapa dia ditarik....

"H-hey?"

... hanya bisa menggunakan tangannya yang tidak membawa buku untuk
memegang tangan satunya.

Maou tidak punya sifat di mana dia akan merasa senang jika ada seorang gadis
asing memegang tangannya, dan terlebih lagi, saat ini dia masih ada di atas
angkutan umum.

Sebagai pria, Maou ingin menarik tangannya untuk menyelamatkan


kehidupannya dalam masyarakat....

"Sebentar saja tak apa-apa."

"Eh?"

Tapi gadis itu tidak mau melepaskannya.

Dan kelihatannya...

*Sniff* *Sniff*

... Dia mengendus bau di tangan Maou?

"He-hey!"

Kali ini, bahkan Maou pun mulai merasa tidak nyaman dan dengan paksa
menarik tangannya.

Maou tidak mengambil bukunya kembali, Maou, dengan tangannya yang telah
bebas, mendongak melihat gadis itu dengan ekspresi kaget di wajahnya, dan
mendapati kalau gadis itu cemberut tidak puas.
"Aku tidak tahu apa yang kau lakukan, tapi tolong kembalikan buku itu
padaku."

Sejujurnya, Maou tidak ingin terus bicara dengan gadis yang bersikap aneh ini,
tapi karena bukunya masih ada di tangan gadis itu, apa boleh buat.

Meski itu bukan sesuatu yang berharga, dan Maou sudah mengingat semua
isinya, tapi dia tetap tidak bisa menyerahkan sesuatu yang dia beli dengan
uangnya sendiri pada orang lain begitu saja.

Kali ini,

"....Tsubasa."

Sebuah suara lain terdengar dari samping si gadis.

"Ya! Ayah!"

Dia adalah pria berpakaian jas ala barat yang naik bus bersama dengan gadis
tersebut.

Selain itu, ayah dan anak ini naik bus bersama-sama.

Pria yang terlihat seperti seorang ayah dan berdiri di samping gadis itu, meski
berpenampilan menarik, dalam sekali pandang, sangat jelas kalau dia bukanlah
orang Jepang. Ditambah lagi, dari percakapan singkat tadi, Maou merasa kalau
gadis itu juga menggunakan aksen yang aneh saat berbicara. Mereka pasti
orang luar negeri.

Pria yang terlihat seperti seorang ayah itu, mengambil buku dari tangan si gadis
'Tsubasa' dan menyerahkannya kepada Maou.

"Aku benar-benar minta maaf."

"Ti-tidak apa-apa..."
Meski si ayah terlihat lebih normal, Maou tetap tidak ingin terlibat dengan
kedua orang ini.

Meskipun melakukan hal ini agak disengaja, Maou tetap membuka bukunya
dan mengalihkan pandangannya dari pasangan ayah anak tersebut.

Akan tetapi...

"Tsubasa, minta maaflah ke tuan ini juga!"

Si ayah mulai mendesak si anak itu untuk bersikap baik secara berlebihan.

"Ya, ayah!"

Gadis yang dipanggil Tsubasa itu meluruskan punggungnya, dan dengan jarak
yang cukup dekat sampai membuat pipi mereka hampir bersentuhan, dia
menundukkan kepalanya dan meminta maaf.

"Maaf!!"

Tindakan gadis itu memang bisa disebut tidak pantas, tapi pada akhirnya,
masalah ini tetap ada di Maou yang menjatuhkan bukunya di sebelah kaki gadis
itu.

"Ah, yeah, tidak apa-apa."

Oleh sebab itu, Maou hanya bisa menjawab demikian.

Si ayah, melihat situasi ini, mengangguk dan tidak melihat ke arah Maou lagi.

"....."

Sementara si gadis yang telah mengatur kembali posturnya, menolehkan


wajahnya ke arah Maou seolah sedang mengamatinya.

.... Suasananya menjadi sangat canggung.


Aku penasaran berapa lama lagi kita akan sampai ke sana ya, pikir Maou.

Maou dengan kesal melihat ke arah tanda di luar jendela yang menyebutkan
bahwa batas kecepatan adalah 30 km/jam.

"Onii-san, Onii-san!!"

Namun, lupakan soal pusat ujian, bahkan sebelum mencapai pemberhentian


selanjutnya, gadis bernama Tsubasa itu sudah kembali memulai percakapan
dengan Maou.

Kenapa malah jadi seperti ini?

Maou menunjukkan ekspresi gelisah.

"Apa Onii-san ingin mengikuti ujian SIM juga?"

"Ye-yeah.... It-itu benar."

Maou yang hampir menjawab dengan kasar, ingat kalau ayah si gadis ada di
sebelah mereka, dan dia akhirnya memilih untuk menjawab dengan normal.

Dilihat dari bagaimana dia menggunakan kata 'juga', apakah tujuan ayah anak
ini sama dengan Maou?

Hal itu sesaat membuat Maou hampir pingsan.

"Sudah percobaan yang keberapa ini?"

"Eh?"

Maou yang tidak mengerti tujuan dari pertanyaan itu, menjawab dengan
bingung.

"Kali ini akan jadi percobaan yang kesepuluh kalinya untukku dan ayah! Ini
pantas dirayakan!"
"Sepuluh...."

Maou sesaat tak bisa berkata apa-apa.

Pertanyaan tadi nampaknya menanyakan sudah berapa kali Maou mengikuti


ujian tersebut, tapi jawaban gadis itu benar-benar sangat mengejutkan.

Dari apa yang dikatakan oleh Kisaki dan pegawai lain yang sudah memiliki
SIM, ujian teorinya memang terlihat cukup sulit, sangat wajar jika membuat
kesalahan, tapi mengikutinya hingga sepuluh kali itu rasanya sudah terlalu
berlebihan.

Meskipun ini pantas dirayakan, tapi tak ada gunanya membuat catatan ataupun
kenangan mengenai hal ini.

"Er, erhm, tolong kecilkan suaramu..."

Sang ayah yang ingin mengambil bagian dalam ujian yang pantas dirayakan
ini, berdiri di sebelah mereka.

Bahkan jika dia adalah orang yang Maou temui secara kebetulan, Maou juga
tidak ingin membicarakan topik memalukan semacam ini sebelum sampai ke
pusat ujian.

"Apa boleh buat, lagipula, ayah tidak bisa membaca kanji dengan baik."

Memang tidak diketahui apakah si ayah ingin mengambil SIM moped ataukah
mobil, tapi kenapa seseorang ingin mendapatkan SIM dengan keadaan seperti
itu?

Dan kata 'apa boleh buat', seharusnya tidak digunakan di sini kan?

Maou dengan gugup melihat si ayah yang telah dipermalukan anaknya di


depan publik....
"....."

"....."

Dan si pria yang mengenakan setelan ala barat itu, juga melirik ke arah Maou,
menyebabkan mata mereka saling bertatapan.

Tepat ketika mata mereka bertemu, si pria langsung mengalihkan


pandangannya ke arah jendela.

Tidak, dia pasti berpura-pura melihat pemandangan di luar.

"......"

Karena kau mendengarnya, paling tidak katakanlah sesuatu... Pikir Maou.

"Lalu Onii-san, ini percobaanmu yang keberapa?"

"Ke-kedua...."

"Woah! Luar biasa. Itu hanya 20% dari ayah!"

Meskipun itu benar, tapi dari kalimat tersebut, rasanya terdengar seolah Maou
tidak akan bisa menandingi ayahnya dalam suatu hal tertentu.

"A-apa kau juga akan mengikuti ujian hari ini?"

Bagaimanapun, dia harus menghentikan Tsubasa agar tidak terus


mempermalukan ayahnya.

Maou yang sudah menyerah membuat Tsubasa terdiam ataupun merasa


diabaikan, mencoba mengganti topik,

"Tidak. Aku datang untuk menunggu ayah. Hm? Datang atau mengurus ya?
Aku datang untuk mengurus ayah."
Penjelasan itu malah membuat semuanya semakin membingungkan. Ada apa
ini? Apakah seorang anak biasaya akan mengikuti ayah mereka ke tempat ujian
agar bisa mengurus mereka? Bukankah seharusnya itu sebaliknya? Dan bahkan
jika ini berlawanan, hal ini sudah bisa dianggap sangat aneh.

"Be-berarti kalian tidak berencana mengikuti ujiannya sama-sama...."

"Aku berencana mengikutinya."

Jawaban yang begitu langsung.

Memesan tempat memang tidak diperlukan sebelum mendaftar ujian


mengemudi, selama usia mereka cukup dan menyelesaikan lembar tugasnya
sebelum waktu yang ditentukan, mereka bisa ambil bagian dalam ujian tersebut.
Di sudut hati Maou, dia berharap kedua orang ini tidak akan mengambil ujian
yang sama dengannya.

"Tapi aku belum membaca buku, jadi kali ini aku hanya akan menemani ayah."

Maou mulai merasa letih.

Si ayah nampak memiliki tingkat pemahaman tertentu dalam bahasa Jepang,


tapi gagal sembilan kali secara berturut-turut dalam ujian, bahkan jika dia bisa
membalikkan situasi, dia pastilah orang yang tidak ahli dalam membaca
ataupun menulis.

Ujian SIM Jepang memang tidak cukup mudah, sampai membuat orang yang
hanya bersantai-santai saja bisa lulus.

"Huft, kalau begitu, lakukan yang terbaik..."

Maou hanya bisa menjawab seperti itu.

"Ya, ayo kita lakukan yang terbaik!"


Tsubasa mengangkat kedua tangannya dengan energik.

Akan sangat bagus kalau obrolan ini berhenti di sini, namun, setelah
keheningan singkat dan satu belokan ke kiri...

"Hey, Onii-san!"

".... Ada apa?"

Gadis itu kembali memulai sebuah percakapan dengan Maou.

Maou telah menyerah untuk belajar di atas bus, tapi ketika dia berpikir kalau
obrolan canggung ini akan terus berlanjut hingga waktu yang tidak ditentukan,
Maou merasakan gelombang keputusasaan.

"Onii-san, siapa namamu?"

"Uh....."

Maou sengaja berhenti.

Meski bersikap ramah adalah hal yang bagus, tapi Maou sekali sekali tidak
punya keinginan untuk mengenal orang merepotkan seperti mereka, dan ketika
Maou merasa bimbang apakah dia harus mengatakan namanya atau tidak....

"Aku, Ac.... tidak, Satou Tsubasa."

Apa maksudmu dengan 'tidak'? Meski kau salah menyebutkan namamu, tolong
jangan pernah lakukan itu.

Tidak menduga kalau gadis itu akan salah menyebut namanya, Maou merasa
energinya kembali tersedot.

"Ah, erhm, namaku Maou."

"Maou?"
Gadis itu, mengenakan sebuah topi pengantar koran, sedikit memiringkan
kepalanya.

Lalu, kemudian....

"Apa itu maksudnya raja para iblis?"

Maou merasakan angin dingin bertiup di perutnya.

"A-apa..."

Maou sesaat tak bisa menjawab apa-apa.

Hingga sekarang, tak ada satupun orang yang mengatakan hal ini padanya di
pertemuan pertama mereka.

Memang ada beberapa orang yang bercanda mengenai cara membaca namanya,
tapi pada dasarnya, intonasi 'Maou' dan 'Raja Iblis' dalam bahasa Jepang itu
sangat berbeda.

Namun, selayaknya membantah pemikiran Maou saat dia tidak tahu


bagaimana harus merespon, Tsubasa mengucapkan hal ini dengan takjub...

"Ketika kau berbicara mengenai Raja Iblis, bukankah itu maksudnya bos
terakhir di dalam game..."

"Artinya bukan itu."

Maou menghembuskan napas yang dia tahan dalam sekali hembusan.

Bagaimanapun, Maou akhirnya mengerti kalau gadis itu bahkan tidak


menyadari perbedaan intonasi di antara keduanya.
Meski 'Tsubasa Satou' jelas-jelas adalah nama orang Jepang, tapi jika dia
tinggal di luar negeri sejak dilahirkan, sangat wajar baginya jika dia tidak
begitu akrab dengan Jepang.

"Oh~ jadi kau bukan raja iblis?"

Tidak diketahui apa yang harus disesali, tapi gadis itu tetap menundukkan
kepalanya merasa depresi.

Akan tetapi, segera setelahnya, dia langsung mendongak seolah menemukan


sesuatu.

Di bawah topi pengantar koran, Maou masih tidak bisa melihat tatapan gadis
itu, tapi, Tsubasa tetap tersenyum puas dan mengatakan,

"Tapi! Ayahku dipanggil Satou Hiroshi!"

"Eh?"

Maou yang tidak tahu kenapa hal itu pantas untuk ditekankan, melihat ke arah
si ayah yang berdiri di samping mereka secara refleks,

Si ayah juga menatap balik, mengalihkan pandangannya dari buku ke arah


Maou...

"Aku Satou Hiroshi."

Dan memberikan sapaan lembut.

"Eh...."

Meskipun Maou tahu kalau melakukan hal semacam ini terlihat agak kasar,
tapi dia tidak punya pilihan lain selain tersenyum garing sambil memasang
ekspresi curiga.
Pria ini memang tidak memiliki ciri-ciri seperti orang luar negeri pada
umumnya, seperti rambut pirang ataupun mata biru, tapi wajah dan
penampilannya masih bisa memberikan orang lain sebuah dorongan untuk
membantah 'Bagaimana bisa orang seperti ini bernama Satou Hiroshi?'.

Namun, beranggapan buruk terhadap sesuatu adalah hal yang tidak baik.
Meskipun penampilan pria ini terlihat seperti orang yang memiliki darah Eropa
murni, mungkin saja dia memiliki leluhur orang Jepang, atau memiliki
keturunan orang Jepang, atau orang tua yang mencintai budaya Jepang, dan
mungkin juga Satou Hiroshi ini adalah nama yang ia dapatkan melalui imigrasi.

"...."

Maou dan Satou Hiroshi saling bertatapan selama beberapa saat, tapi Satou
Hiroshi, sama seperti sebelumnya, kembali mengalihkan pandangannya dari
Maou.

Maou tidak bisa bertanya secara langsung apa yang salah dengan mereka, tapi
hal itu telah menjadi sesuatu yang terus dia pikirkan.

Kali ini....

"Pemberhentian berikutnya, depan gerbang utama pusat ujian, depan gerbang


utama pusat ujian. Bagi penumpang yang menuju Kantor Pusat Polisi
Departemen Surat Izin atau pusat Ujian SIM di Fuchu, silakan turun di sini..."

Suara elektronik yang terdengar di dalam kendaraan, membuat Maou akhirnya


bisa melepas ketegangannya.

Akhirnya dia bisa menghindar dari pasangan ayah anak yang aneh ini.

Ketika Maou hendak menekan bel yang terpasang di atas besi pegangan yang
ada di bus...
"Uwah!!"

Karena dia tiba-tiba ditarik oleh seseorang, Maou tidak berhasil menekan bel
tersebut.

Sepertinya Tsubasa lah yang memegang tangan Maou.

Kalau dilihat baik-baik...

*Sniff* *Sniff*

"Apa yang kau lakukan?"

Gadis itu, dengan jarak yang hampir sama seperti mencium, saat ini sedang
mengendus kuku tangan Maou.

"Tsubasa!"

Si ayah yang tidak bisa menahannya lagi, memberi peringatan pada putrinya
dengan wajah dingin, namun, Tsubasa terus menatap tangan Maou dan
mengatakan,

".... Aku tidak mengerti."

"Itu harusnya kata-kataku!"

Kali ini, Maou menarik tangannya tanpa ragu.

"Ada apa dengan kalian berdua?"

Jika mereka bertukar gender, hal ini pasti sudah menjadi tindak kriminal.

Meskipun Maou tidak ingin mengucapkan kata-kata sepicik itu, tapi reaksi
Tsubasa memang sudah melanggar kode etik ketika naik kendaraan umum.

"Karena ada bau sedap yang tercampur, aku benar-benar tidak mengerti."
"Huh?"

"Tangan Maou memiliki bau yang sedap."

Apa sih yang orang ini bicarakan?

Karena tuntutan pekerjaan, Maou biasanya akan memberi perhatian khusus


saat mencuci tangannya, tapi pagi ini, dia hanya menggunakan sabun tanpa
busa yang ia beli dari apotek terdekat seharga 80 yen, setelah menggunakan
kamar mandi dan sebelum sarapan.

Ketika mereka berdua sedang berbicara, bus akhirnya berhenti di depan Pusat
Ujian SIM Fuchu.

"Ka-kalau begitu, aku turun dulu."

Meskipun dia penasaran dengan sikap Tsubasa yang sulit dipahami, Maou
yang ingin segera lepas dari pasangan ayah anak ini, dengan cepat langsung
berdiri, dan setelah berjalan melewati gadis yang ada di depan pintu bus
dengan terburu-buru seperti sedang melarikan diri, dia akhirnya turun dari bus.

Terdapat sebuah jalan di antara pemberhentian bus umum dan pusat ujian,
untuk menyelesaikan lembar tugasnya sebelum pasangan ayah anak itu turun
dari bus, Maou dengan cepat bergegas menuju jembatan layang yang ada di
depannya dan berlari ke arah beranda pusat ujian.

Di sisi lain, pasangan ayah dan anak Satou, agar bisa menukar uang kertas 1000
yen menjadi 220 yen untuk biaya bus dari pintu masuk selatan Choufu menuju
ke sini, berakhir dengan berada di belakang antrian ketika mereka turun.

"..... Tsubasa, jangan terlalu menarik perhatian."

Tsubasa menjawab peringatan samar Hiroshi dengan sikap acuh tak acuh,
"Onii-san itu pasti menyembunyikan sesuatu. Dia memiliki bau yang aneh di
tangannya."

"Bau? Uhuk!!"

Hiroshi tak sengaja menghirup asap knalpot yang berasal dari bus ketika
kendaraan tersebut sedang bergerak, dan terbatuk pelan,

"Yeah!"

"Bau apa?"

"Hm... Lari kemana Maou tadi?"

Tidak diketahui apakah Tsubasa mendengarkan kata-kata Hiroshi atau tidak,


tapi saat ini dia sedang melihat-lihat sekelilingnya dari pemberhentian bus,
mencari tanda-tanda keberadaan Maou.

".... Pokoknya, ayo kita ujian dulu. Aku harus lulus hari ini."

"Lakukan yang terbaik!"

Tsubasa terlihat sama sekali tidak menganggap serius tekad lemah Hiroshi.

Setelah beberapa saat, Tsubasa akhirnya menyerah mencari Maou dan berjalan
menuju jembatan layang bersama dengan Hiroshi.

"Dan juga, soal bau di tangan Maou...."

"..... Kau selalu saja melompati topik saat bicara, membuatku terkejut setiap
saat..."

Hiroshi menoleh ke arah Tsubasa dengan gelisah.

Tapi Tsubasa terus berbicara seolah tidak mempedulikannya.


"Tangan Maou......"

Kali ini, dari jembatan layang, mereka berdua bisa melihat bus umum yang
mendekat dari arah yang berbeda dan berhenti di samping jalan yang lebih
dekat dengan pusat ujian, dan segera setelahnya, sekumpulan besar para
peserta keluar dari dalam bus.

Sepertinya Hiroshi harus menunggu cukup lama untuk menyelesaikan lembar


tugasnya.

Hiroshi mendesah tanpa merubah ekspresi yang terukir di wajahnya, sementara


Tsubasa, dia melanjutkan kata-katanya,

"..... memiliki bau minyak, kentang, dan bau nostalgia."

"..... Bau nostalgia?"

Hiroshi nampak sama sekali tak mengerti soal bau minyak dan kentang, tapi
dia tetap memandang ke arah Tsubasa seolah merasakan sesuatu.

Tsubasa tiba-tiba berhenti berjalan, dan berputar-putar di tempat seperti


seorang ballerina, dia akhirnya berhenti dan menatap lurus ke arah beranda
pusat ujian, lalu berbisik dengan nada serius,

"Bau nostalgia, bau yang sama seperti tempat di mana aku tinggal
sebelumnya...."

XxxxX

"Hey, apa kau mencium sesuatu yang aneh?"


Setelah Urushihara yang duduk di meja komputer mengamati sekelilingnya
dengan sebuah kernyitan, Ashiya yang sedang menulis sesuatu di atas kotatsu
pun menjawabnya tanpa menoleh sedikitpun.

"Itu dari kamar Bell."

"Eh?"

Urushihara, menatap ke arah Ashiya, menjawab dengan bingung,

Bau yang tercium ini adalah bau dari jenis campuran herbal yang diseduh dan
dipanaskan, manis dan menusuk rongga hidung, serta sangat tidak
menyenangkan.

"Dia sepertinya sedang membakar sejenis dupa. Mungkin sebagai penguat


mantra."

".... Apa sih yang sebenarnya dia lakukan?"

"Entahlah. Ketika aku melihat asap merah muda yang keluar dari celah pintu,
bahkan aku pun terkejut. Sepertinya dia ingin mencoba semua metode yang
ada."

"Jika asap itu keluar dari jendela, bukankah para tetangga akan menelepon
polisi karena mereka pikir ada api?"

Urushihara menatap ke arah kamar Suzuno tanpa ekspresi,

"Huft, mungkin dia sedang mencoba semua yang dia bisa untuk melacak
Emilia, iya kan?"

"Yeah."

Ashiya menjawab Urushihara dengan samar, dia saat ini sedang menulis di atas
meja dengan ekspresi kaku di wajahnya.
Sejak hari yang seharusnya menjadi hari perayaan pesta ulang tahun Emi dan
Chiho, Ashiya selalu menulis hal-hal seperti ini ketika dia punya waktu.

Urushihara pikir Ashiya sedang menulis sesuatu seperti buku catatan


pengeluaran, tapi karena dokumen ini meningkat dari yang semula 5 lembar
kertas A4 setiap harinya...

"Mau pakai komputer?"

Bahkan Urushihara pun sampai menunjukkan momen kepeduliannya terhadap


Ashiya.

"Aku tidak mengerti komputer."

Tapi dia langsung ditolak dengan tegas.

Urushihara yang merasa tidak senang karena hal ini, terlihat juga sudah tak
peduli lagi mengenai masalah tersebut, tapi ketika Ashiya mulai melakukan
hal seperti ini, dia pasti melakukannya berdasarkan suatu pemikiran tertentu.

Tapi setidaknya, ini bisa dipastikan kalau Ashiya sedang tidak menutup jatah
pengeluaran untuk tahun ini, lagipula ini kan baru musim gugur.

Di saat seperti ini....

"Uwah!!"

"Hm?"

Apartemen terasa sedikit berguncang.

Sebuah suara yang bisa dikategorikan sebagai suara ledakan, terdengar dari
kamar Suzuno, sehingga membuat Ashiya dan Urushihara berteriak di saat
yang bersamaan.
Dan di saat yang sama....

"Ughh, uhuk, uhuk!"

Dari jendela yang terbuka, mereka berdua bisa mendengar suara Suzuno
membuka jendela dan terbatuk di kamar sebelah.

Urushihara dan Ashiya berdiri setelah saling menatap satu sama lain selama
beberapa saat, mereka berdua bersandar di jendela sambil menghindari baju
yang terjemur di bawah cuaca yang bagus untuk memeriksa keadaan di kamar
sebelah.

"Uwaah, apa-apaan semua asap ini? Apa yang kau lakukan?"

Untuk menghindari asap putih yang berasal dari kamarnya, Suzuno


menjulurkan kepalanya keluar jendela yang terbuka, dan terbatuk ketika air
mata menetes ke wajahnya.

"Lu-Lucifer.... maafkan aku, uhuk, terjadi sebuah masalah ketika aku


mengaktifkan mantra.... uhuk, uhuk!"

"Jangan gunakan mantra berbahaya yang bisa menyebabkan ledakan ketika


kau berada di dalam kamar!"

Menanggapi bantahan Urushihara yang sangat tepat...

"I-ini bukan seperti itu, aku sudah pergi ke berbagai tempat seperti pasar antik
untuk membeli barang-barang yang bisa dijadikan penguat, tapi benda-benda
ini masih saja sedikit berbeda dalam hal konsep mantra, uhuk!"

Suzuno memberikan alasan yang tidak jelas sambil terus terbatuk.

Urushihara menggelengkan kepalanya merasa jengkel, dan Ashiya, bersandar


di atas kepala Urushihara, juga ikut mengeluh,
"Bell, apa yang kau lakukan, ini bisa menyebabkan masalah untuk para
tetangga. Bagaimana jika baju yang baru dicuci menjadi berbau aneh?"

Indera Ashiya yang sensitif mendeteksi kalau asap yang berasal dari kamar
Suzuno mulai bergerak menuju Kastil Iblis karena arah angin, dia pun dengan
cepat mengambil baju yang tergantung di luar kamar untuk mencegah agar
baju yang baru mereka cuci tidak berbau.

"Uh, aku benar-benar minta maaf.... huff...."

Suzuno dengan letih bersandar di bingkai jendela dan menghirup napas dalam-
dalam.

"Jika aku punya fasilitas yang lebih baik, mantra ini pasti tidak sesulit itu....
meskipun aku dengan bangga bersedia membantu Chiho-dono berlatih, tapi
pada kenyataannya, orang yang kurang latihan adalah aku, sungguh
memalukan...."

Meski tidak separah Chiho, tapi selama dua minggu ini, Suzuno juga mudah
sekali merasa depresi.

"Kelihatannya tidak ada banyak perkembangan."

"Sangat disesalkan...."

Setelah asap misterius itu menghilang, Suzuno pun menghela napas dalam.

"Hey, meski aku tidak tahu apa yang kau lakukan, tapi ingatlah untuk
mensirkulasi udara sebelum menggunakan peralatan dapur. Aku tidak ingin
terjadi kebakaran di sini."

Setelah Ashiya membuka jendela satunya untuk memindahkan baju yang telah
dicuci, dia mengatakan hal tersebut pada Suzuno, dan Suzuno, yang bersandar
di atas bingkai jendela layaknya futon yang sedang dijemur, dengan lesu
melambaikan tangannya dan menjawab,

"Jika ada orang lain di Ente Isla yang bisa dipercayai selain Emerada-dono dan
Alberto-dono...."

"Jika orang seperti itu ada, maka kau takkan perlu susah payah untuk datang
ke sini kan?"

Mungkin karena Suzuno sendiri juga memahami hal ini, dia sama sekali tidak
membantah kata-kata tanpa ampun Ashiya.

"Tidak ada lagi yang bisa kulakukan, aku akan mencoba metode lain nanti....
aku harus membereskan kamar dulu."

Meski tidak diketahui apa yang Suzuno lakukan di kamarnya, tapi setelah
proses pembakaran dupa, kemunculan asap, dan ledakan itu, kamarnya pasti
sangat berantakan, dan takkan bisa sebersih seperti saat mereka terakhir kali
masuk ke dalamnya.

"Orang lain selain Emerada ya..."

Setelah mendengar keluh kesah Suzuno, Urushihara pun mulai sedikit berpikir.

"Hey, Bell."

"Ada apa?"

Meski dia sendiri yang memanggil Suzuno, untuk beberapa saat, Urushihara
tetap merasa ragu sebelum akhirnya menyerahkan sebuah kartu nama kecil,
seolah telah memantapkan pikirannya.

Tak diketahui dari mana Urushihara, yang biasanya hanya mengurung diri di
dalam Kastil Iblis mendapatkan benda ini, tapi ketika ia melihat kartu yang
dipenuhi debu dan bekas lipatan kotor karena cara penyimpanan yang buruk,
dia mengatakan,

"Sebenarnya lebih akurat.... kalau ini disebut tak dapat dipercaya, tapi selain
Emerada dan Alberto..... masih ada orang lain yang mungkin mengerti
situasinya..."

Ketika Urushihara sedang menjelaskan dengan ragu-ragu,

"Hey!"

Seseorang berteriak dari jalan yang ada di depan jendela di mana ketiga orang
itu berada,

"Hm?"

"Ah!"

".... Siapa itu?"

Orang itu mendongak dari jalan di sebelah apartemen, dia melambai pelan ke
arah Suzuno dan yang lainnya dengan riang dan bersemangat.

Tapi Ashiya dan Suzuno, bisa merasakan kegelisahan yang tersembunyi di


balik senyum itu.

"Ashiya-san, Suzuno, hello. Dan.... Meskipun ini adalah pertemuan pertama


kita, tapi kau pasti Urushihara-san kan?"

"Siapa dia ini?"

Tanya Urushihara karena seorang wanita yang tidak dia kenal tiba-tiba
menyebutkan namanya, tapi dia diabaikan oleh Suzuno dan Ashiya begitu saja..

"Suzuki-san...."
"Rika-dono, kenapa...."

Berhadapan dengan Suzuki Rika yang melihat ke arah mereka dari jalan,
Ashiya dan Suzuno tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Silakan tehnya."

"Ah, permisi....."

Rika dengan sopan menerima teh yang disediakan oleh Ashiya.

Rika melihat-lihat sekelilingnya dengan rasa minat ketika pertama kali


memasuki Kastil Iblis, tapi bagaimanapun, sejak awal memang tak ada banyak
hal yang bisa dilihat di kamar ini.

Jadi setelah itu, dia hanya diam menatap ke arah langit-langit yang ada di atas
kotatsu, menunggu Ashiya dan lainnya untuk duduk.

"Rika-dono, terima kasih atas bantuan yang kau berikan sebelumnya."

Setelah berganti kimono, Suzuno juga datang ke Kastil Iblis, dan berterima
kasih pada Rika atas saran yang ia berikan saat mereka membeli televisi.

"Tapi bagaimana bisa kau menemukan apartemen ini?"

Ashiya, duduk di atas tatami, bertanya.

"Ah.... karena saat kita membeli televisi, aku bertukar nomor HP dan alamat
email dengan Suzuno...."

"Denganku?"

Suzuno yang namanya disebut, menunjuk dirinya sendiri dengan kaget.

"Suzuno, selain nama, nomor HP, dan alamat email, kau juga mengisi banyak
hal di file informasi pribadimu kan? Meskipun ini dibeda-bedakan dengan
modelnya, tapi biasanya, ketika kau bertukar informasi kontak dengan orang
lain menggunakan infra merah, informasi itu juga ikut terkirim kau tahu."

"Ah, begitu ya."

Jawab Suzuno merasa ingat.

Ketika bertukar nomor dengan Rika, Suzuno ingat kalau dia menggunakan
infra merah untuk mengirim informasi pribadinya pada Rika.

"Aku memang tidak menulis sesuatu yang tak bisa dilihat oleh orang lain, jika
itu bisa membantu Rika-dono, baguslah."

Suzuno tersenyum dengan riang dan mengatakan hal tersebut...

"Yeah, bahkan kau juga menulis Penyelidik atau apalah itu di kolom
pekerjaanmu, dan aku benar-benar tidak memahaminya."

Tapi senyum itu langsung membeku setelah apa yang dikatakan Rika
selanjutnya.

"....Haha.... apa aku benar-benar menulis sesuatu seperti itu?"

"Yeah."

Meski Rika tidak terlihat curiga, dan tidak berencana terus membicarakan
topik ini, Suzuno masih saja mengalihkan pandangannya dengan kaku dan
mendapati Urushihara yang menertawakan tindakan Suzuno melalui
tatapannya.

"Uuu~~"

Tepat ketika Suzuno menundukkan kepalanya dan mengutuk kecerobohannya,


Rika berbicara dengan nada mendesak,
"Benar juga, maafkan aku karena aku tiba-tiba berkunjung tanpa menghubungi
kalian terlebih dahulu, tapi, aku benar-benar tidak tahu apa yang harus
kulakukan...."

Rika yang biasanya ceria, memperlihatkan ekspresi suram ketika dia


mengucapkan hal tersebut.

Melihat ekspresi ini, Ashiya kurang lebih bisa menebak apa yang ingin Rika
katakan selanjutnya.

"Ashiya-san, Suzuno, apa kalian.... dengar sesuatu mengenai Emi?"

Prediksi Ashiya sangat tepat.

Emi memang bilang kalau dia mengambil cuti karena ada sesuatu yang harus
dia lakukan di Ente Isla, tapi harusnya dia hanya mengambil cuti selama
seminggu dimulai dari saat dia pergi.

Hanya dari hal ini saja, bisa diketahui Emi sudah absen tanpa alasan selama
dua minggu penuh.

"Dia sama sekali tidak menjawab telepon ataupun pesan dariku, dan meski aku
datang ke rumahnya, aku juga tidak menemukannya, kalau pekerjaannya.... dia
sudah absen selama beberapa waktu."

"Lalu apa Yusa dipec.... apakah semua ini tak berpengaruh untuk
pekerjaannya?"

Bahkan Ashiya yang baru mengenal Rika belum lama ini, bisa tahu kalau gadis
itu hanya memaksa dirinya untuk tetap terlihat energik, jadi setelah ragu untuk
beberapa saat, Ashiya akhirnya mengajukan pertanyaannya dengan bijaksana.

"Sekarang sih masih baik-baik saja.... lagipula, sampai sekarang, jangankan


absen tanpa alasan, dia bahkan tidak pernah telat sama sekali, pihak
manajemen memiliki kesan yang bagus terhadap sikap kerja dan
kemampuannya, jadi ketimbang marah, baik direktur ataupun manager, para
atasan ini malah cemas dengan keadaannya."

"Begitu ya...."

"Tapi, bukankah Emi tinggal sendiri, sementara orang tuanya, ada di luar
negeri?"

"Ye-yeah."

Tidak mengetahui latar belakang apa Emi yang ceritakan pada orang lain,
Ashiya yang dimintai klarifikasi, sesaat merasa bingung.

"Selain teman kerjanya, Emi sepertinya tidak punya banyak teman, jadi
semuanya sangat cemas jika dia sedang sakit atau mengalami kecelakaan serius,
dan orang-orang tidak ada yang mengetahuinya...."

"Uh...."

Ashiya mengambil kesempatan ketika Rika sedang menunduk untuk melirik


ke arah Suzuno dan Urushihara.

Tentu saja, putus komunikasi sampai segitunya, pasti membuat semua orang
berpikir hal yang tidak-tidak. Setelah memastikan kalau pendapat yang optimis
takkan bisa memecahkan situasi saat ini, Ashiya sekali lagi menatap ke arah
Rika.

"Lalu, ngomong-ngomong soal teman Emi yang kukenal, yang ada hanyalah
Maou-san dan kalian... aku tahu kalau berkunjung tiba-tiba itu akan
merepotkan semuanya, tapi aku tidak bisa duduk dan tidak melakukan apa-
apa..."
Ashiya dan Urushihara bukanlah tipe iblis yang tidak bisa membaca suasana
di saat seperti ini dan membenarkan fakta mengenai 'teman' tersebut, tapi
mereka yang ada di sana memang benar-benar tidak bisa memenuhi ekspektasi
Rika.

"Aku minta maaf.... Semua yang kami ketahui juga sama seperti Suzuki-san."

Rika tidak terlihat begitu kaget.

Dia pasti sudah siap secara mental untuk hal ini. Tidak, mungkin sejak awal
dia sudah tidak mempunyai banyak ekspektasi.

"Apa kau tahu kenapa Yusa mengambil cuti?"

"Hm, kudengar karena ada masalah di rumahnya... Tapi dia terlihat tidak begitu
ingin membicarakannya, jadi aku tidak bertanya, bahkan aku juga tidak tahu
kemana dia pergi..."

Jika itu adalah rekan Emi yang lain, Shimizu Maki, dia mungkin sudah
bertanya pada Emi mengenai kampung halamannya.

Tapi bagi Rika, menggali fakta tentang kampung halaman orang lain itu sudah
termasuk tabu.

Hal itu memang ada hubungannya dengan bencana besar yang melanda
kampung halamannya, Kobe ketika dia masih kecil, tapi tanpa memikirkan hal
tersebut, bagi orang-orang di usia tertentu, di balik alasan 'ada masalah di
rumah', biasanya ada masalah rumit yang terlibat.

"Kami juga hanya tahu hal itu. Meski kami dengar kalau dia akan pulang ke
rumahnya, jujur saja.... karena kami tidak tertarik dengan tujuannya......"

Untuk menghindari kecurigaan, Ashiya berusaha menjadi sejujur mungkin.


"Suzuno juga?"

Dari nada Rika, bisa dirasakan kalau dia mengharapkan jawaban yang berbeda
antara pria dan wanita...

"Maafkan aku.... aku juga tidak tahu lebih dari itu...."

Tapi Suzuno hanya bisa memberikan jawaban yang sama dengan Ashiya.

Meski mereka memberitahukan kebenarannya, Rika mungkin tidak akan


mempercayainya, dan bahkan dia akan menjadi lebih bingung.

".... Itu benar... Aku sungguh minta maaf tiba-tiba datang ke sini menanyakan
hal ini...."

".... Apa kau baik-baik saja?"

Bahkan dari sudut pandang orang luar, bisa dilihat kalau Rika sedang
menenangkan ketegangannya.

Ashiya cemas jika Rika pingsan begitu saja, tapi untungnya, dia hanya sedikit
menyantaikan posturnya.

"Yang benar saja.... Emi, apa yang terjadi padamu...."

Kalimat Rika benar-benar menyimpulkan apa yang dipikirkan orang-orang


yang berhubungan dengan Emi, semua yang ada di sana, tidak bisa mengatakan
apa-apa untuk menjawabnya, dan kamar tersebut, dipenuhi dengan atmosfer
yang begitu berat.

"Jadi sebaiknya memang membicarakan ini dengan polisi ya?"

"Tunggu, itu sedikit...."

Urushihara pun bereaksi terhadap pendapat Rika sebagai orang Jepang.


Ashiya dan Suzuno tahu kalau percuma saja menghubungi polisi, dan Rika
terus menatap Urushihara yang tadi secara refleks bereaksi seperti itu, dan
mengatakan,

"Bagaimanapun, orang biasa pasti akan bereaksi seperti itu. Meskipun aku ini
teman, tapi Emi dan aku itu sama sekali tak ada hubungannya, jadi aku benar-
benar tidak ingin memperparah keadaan ini dengan menghubungi polisi.... tapi,
ketika aku berpikir kalau sesuatu yang tidak bisa diubah terjadi saat aku tidak
melapor ke polisi........."

Untungnya, Rika salah memahami reaksi Urushihara sebelumnya, dan mengira


kalau itu hanyalah perasaan warga biasa yang berpikir bahwa melapor ke polisi
itu akan sangat merepotkan, namun, Rika masih terlihat depresi.

"Rika-dono...."

Suzuno yang juga merasa menderita melihat keadaan Rika, mengulurkan


tangannya ke pundak Rika, mencoba menghiburnya....

"Tapi...."

Apa yang Rika katakan selanjutnya, merubah atmosfer yang ada di sana dalam
sekali serang.

"... tanpa adanya kontak selama seminggu penuh itu benar-benar aneh kan?
Tidak, jangankan menghubungi, dia bahkan tidak pulang ke rumahnya....."

"""Eeeeh????"""

Kalimat tak terduga yang diucapkan Rika, membuat Ashiya, Suzuno, dan
Urushihara berseru serentak.

"Suzuki-san?"
"Hm?"

".... Apa yang kau katakan barusan?"

Tanya Ashiya dengan kaget.

"Barusan.... eh? Kubilang sangat aneh kalau dia tidak pulang."

"Tidaktidaktidak, sebelum itu!"

Sangkal Urushihara.

"Sejak kapan dia putus kontak?"

"Eh? Seperti yang kubilang, itu seminggu yang lalu...."

Jawab Rika dengan bingung.

Tapi kalimat tersebut, membuat ketiga orang itu panik.

"Tu-tunggu dulu Rika-dono, a-apa kau yakin?"

"Yakin, yakin soal apa?"

"Itu, terakhir kalinya Emilia.... Emi-dono menghubungimu..."

"Uh, itu sudah jum'at malam kemarin....?"

"""Jum'at malam kemarin?"""

Kali ini, Kastil Iblis benar-benar diselimuti dengan keterkejutan.

Jum'at malam kemarin adalah tepat seminggu setelah hari di mana Emi
seharusnya pulang.

Maou, Suzuno, dan yang lainnya, tidak bisa menemukan lokasi Emi semenjak
dua minggu yang lalu.
Kalau begitu, kenapa masih ada komunikasi dengan Emi seminggu
setelahnya?

"A-apa yang membuat kalian begitu terkejut?"

"Kami kehilangan kontak dengan Emi di hari jum'at dua minggu yang lalu.
Tidak, karena dia bilang kalau dia akan kembali di hari itu, jadi sebenarnya, ini
sudah tiga minggu."

"Eh?"

Suzuno cemas, tapi dia tetap mewakili semua orang dan bertanya,

"Apa dia meneleponmu? Ataukah mengirimkan pesan?"

Jika itu pesan, maka orang lain bisa saja menggunakan nama Emi, tapi jawaban
Rika, sekali lagi membantah ekspektasi semua orang.

"Dia menelepon, kau tahu."

"Ka-kau yakin orang itu Emi-dono?"

"Uh, erhm, tolong tunggu sebentar."

Meskipun Rika sedikit menyusut karena didesak oleh Suzuno dan kedua pria
itu, dia tetap mengeluarkan HP lipatnya dari dalam tas yang dia bawa, dan
menunjukkan tampilan riwayat percakapan.

"Seingatku panggilan ini adalah panggilan yang kuterima dari Emi...."

Tapi layar yang Rika tunjukan, memperlihatkan kata 'Nomor tak dikenal'
karena alasan yang tak diketahui.

"Apa dia tidak menampilkan nomornya?"


"Kau tidak mengaktifkan pengaturan untuk menolak panggilan dari nomor
yang tak dikenal?"

"Tidak, karena panggilan dari rumah lamaku akan menyembunyikan


nomornya secara otomatis karena alasan yang tak jelas, dan kakekku terkadang
meneleponku."

"Tapi karena tidak ada nomornya, mungkin saja orang lain meniru Emi...."

Suzuno yang tidak bisa menerima bukti dan pernyataan yang ada di
hadapannya, mengemukakan pendapat tersebut, tapi Rika menggelengkan
kepala, dan menyangkalnya,

"Mustahil. Itu adalah suara Emi, dan sebelum aku membuka mulutku, dia
sudah mengatakan namanya, isi percakapannya juga sama dengan Emi yang
biasanya. Aku ini bekerja di perusahaan HP, jadi aku sangat waspada dengan
telepon penipuan."

Urushihara menggumam pelan, 'tipe orang seperti ini yang berbahaya', namun,
kata-katanya tidak sampai ke telinga Rika.

"Apa yang kalian berdua bicarakan?"

"Uh, seingatku itu sesuatu tentang jadwal kerja dan topik tidak penting lainnya.
Ah, benar, aku ingat, bukankah kalian tadi menyebutkan jum'at dua minggu
yang lalu? Di hari itu, Emi juga meneleponku kau tahu?"

Rika kembali mengoperasikan HPnya, dan memperlihatkan riwayat panggilan


di hari itu kepada Ashiya dan yang lainnya.

Dan panggilan itu, juga tidak menunjukkan nomor peneleponnya.

"Panggilan Emi di hari itu bertanya padaku apa aku bisa mengisi jadwal
kerjanya minggu depan, yang artinya minggu lalu."
"Mengisi jadwal kerjanya minggu depan? Bukankah Yusa bekerja setiap hari?"

"Tidak, dia sepertinya hanya punya sedikit shift bulan ini. Minggu itu, dia
hanya harus bekerja tiga hari."

Kali ini, Rika tanpa sadar menatap ke arah Ashiya, dan setelah tatapannya
bertemu dengan tatapan Ashiya yang bingung, dia dengan panik langsung
mengalihkan pandangannya.

"Er,erhm, dan kebetulan, aku tidak punya rencana, aku juga ingin tambahan
shift, dan di minggu itu, aku punya waktu istirahat lebih, jadi aku setuju dengan
permintaan yang menarik itu."

Ashiya dan Suzuno saling menatap satu sama lain.

Dari isinya, tidak ada yang mencurigakan dari kata-kata Rika.

Karena mereka berdua bisa mengobrol sampai segitunya, maka seharusnya


tidak ada penipu, dan isi dari panggilan telepon itu juga tidak berisi
kekhawatiran sama sekali.

Tapi, masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

"Apa benar-benar hanya itu saja? Apa tidak ada hal lain yang aneh?"

"Eh?"

Rika melipat tangannya di depan dada dan memikirkan pertanyaan Urushihara.

"Bahkan jika kau menanyakan hal ini, sejak awal Emi itu tidak akan berbicara
terlalu lama di telepon, dan dari insiden ini, rasanya tidak ada yang aneh."

"Dua panggilan itu, apa keduanya hanya tentang jadwal kerja?"


"Eh? Yeah, hanya itu. Telepon setelahnya hanya berterima kasih padaku
karena sudah mengisi shiftnya."

Rika tidak begitu curiga, tapi bagi Suzuno dan yang lainnya, ini adalah
pertanyaan yang penting.

Situasi apa yang Emi alami dan motif apa yang membuatnya harus melakukan
panggilan normal seperti itu dengan Rika, keduanya sangat penting.

Menghilang selama seminggu penuh tanpa ada komunikasi apapun, Emi


harusnya tahu kalau hal ini akan membuat Chiho dan Suzuno khawatir, namun,
panggilan yang dia buat dengan Rika, malah hanya meminta bantuan mengisi
shift dan berterima kasih.

Meski begitu, terkait dengan hilangnya Emi, kata-kata Rika tetaplah sebuah
potongan informasi yang tak terduga.

Semuanya tahu kalau mereka tidak bisa membiarkan petunjuk ini lepas begitu
saja.

"Selain jadwal kerja, apa kalian membicarakan hal yang lain? Seperti cuaca di
hari itu, atau perubahan dari biasanya, meski hanya sesuatu yang sepele, tak
masalah."

Suzuno terus mencoba memeras ingatan Rika. Dengan interogasi serius


Suzuno, Rika pun menurut dan mencari-cari ke dalam memorinya, berusaha
keras untuk mengingat sesuatu.

"Meski aku sering mendengar hal seperti ini di TV, tapi aku tak pernah
menyangka kalau seseorang benar-benar akan mengatakan hal itu padaku suatu
hari nanti."
Sambil mengatakan hal tersebut, Rika mengerang, menyandarkan kepalanya
di atas tangannya dan menjawab,

"Hmm~~, jika aku mengurutnya dan mulai dari awal panggilan, aku memang
menerima panggilan tak diketahui yang kupikir dari rumah lamaku, tapi
ternyata itu adalah Emi. Lalu, oh iya, aku merasa nadanya agak cemas dan
suaranya terdengar sangat jauh, karena aku ingat kalau orang tua Emi tinggal
di luar negeri, kupikir dia khawatir dengan tagihan teleponnya, lagipula,
telepon gratis ataupun biaya layanan telepon khusus tidak berlaku di luar
negeri."

Ketika Rika menjawab sambil mencari-cari ke dalam ingatannya, kalimatnya


sesaat berhenti.

"Rasanya seolah suaranya ringan dan mengambang. Mungkin itu karena


sinyalnya terlalu jauh atau terlalu lemah, jadi kupikir dia sedang berada di
basemen atau semacamnya."

Karena dia berada di dunia lain, tentu saja jaraknya jauh. Tapi agar tidak
mencampuri ingatan Rika, mereka bertiga hanya menatap wajah Rika sambil
mengangguk diam.

"Ah, benar juga, suara keras seperti sebuah pengumuman terdengar dari sana.
Menurutku itu pasti ada di luar negeri."

"Pengumuman?"

"Yeah, aku tidak tahu bahasa negara mana itu, tapi untuk menari selama
festival musim panas, bukankah mereka juga memutar musik yang sangat
keras? Seperti itulah suaranya. Hm, lalu kami mulai membicarakan soal shift,
kemudian, ah, benar juga!"
Rika perlahan mengeluarkan catatan dari dalam tasnya dan mulai membalik
halamannya.

"Ah, ketemu. Aku ingat, di antara tanggal yang Emi minta, ada satu tanggal
yang keadaannya lebih merepotkan, jadi aku menyarankan Maki.... ah, Maki
adalah rekan kami, karena dia sedang luang di hari itu, jadi aku memberi saran
pada Emi untuk meminta tukar shift dengan dia. Jika aku benar-benar harus
menyebutkan sesuatu yang aneh, kupikir hanya saat itulah Emi mengatakan
sesuatu yang aneh."

Terkait saran Rika, Emi menjawab begini,

"Dia bilang 'Aku tidak bisa menelepon Maki'. Seingatku mereka sudah pernah
bertukar nomor HP, tapi aku biasanya juga hanya mengirim pesan dan tidak
pernah menelepon Maki, dan pada akhirnya, aku tidak tahu siapa yang mengisi
shiftnya, setelah itu, Emi langsung menutup teleponnya..... sementara untuk
telepon minggu lalu, Emi hanya berterima kasih padaku karena sudah mengisi
shiftnya, oh iya, saat itu, suara seperti pengumuman itu juga terdengar. Tapi
pada waktu itu, kami hanya membicarakan tentang hal-hal yang berkaitan
dengan jadwal kerja."

Ada apa ini?

Mereka tidak tahu pengumuman apa itu, tapi jika Emi memang menghubungi
Rika dari suatu tempat di Ente Isla, lalu kenapa dia hanya menelepon Rika?

Selain itu, jika dia terlibat ke dalam suatu masalah, dia seharusnya
memberitahu Rika dengan nada mendesak, kenapa dia masih bisa dengan
santai membicarakan masalah pekerjaan dengan Rika?

Tidak, intinya adalah....

".... Kenapa harus Rika-dono?"


"Eh?"

"Ah, bukan apa-apa...."

Suzuno yang menggumam sendiri, dengan cemas mencoba mengesampingkan


hal tersebut.

Mengatakan hal ini tentang Rika memang tidak pantas, tapi jika Emi benar
menemui bahaya, dia seharusnya tahu kalau menelepon Rika tidak akan
banyak membantu.

Apa yang sudah bisa dipastikan adalah, saat ini, situasi yang tak terduga telah
terjadi, lalu apa mungkin Emi benar-benar tidak menemui bahaya, dan karena
dia tidak bisa kembali lebih awal, dia terpaksa meminta Rika untuk mengisi
jadwal kerjanya?

"Tidak, seharusnya bukan seperti itu."

Meski Emi memiliki waktu luang untuk meminta orang lain mengisi jadwalnya,
dan hanya menghubungi Rika, pastinya ada alasan yang sesuai.

"Ah, permisi, maaf mengganggu."

Ashiya pun memecah suasana tegang yang tercipta karena informasi tak
terduga tersebut.

"Hey, Urushihara, hujan, sana tutup jendelanya."

"Eh? Ah, benar."

"Hm, padahal prakiraan cuaca mengatakan kalau hujan hanya akan turun saat
siang hari. Oh tidak, jendela di kamarku masih terbuka."
Kalau dilihat baik-baik, saat Rika memasuki apartemen, matahari masih
bersinar, tapi saat ini langit telah dipenuhi dengan kumpulan awan tipis tanpa
disadari siapapun dan mulai hujan ringan.

Karena tadi Suzuno membuka jendela untuk menghilangkan asap yang berasal
dari mantra ledakan di dalam kamarnya, dia pun dengan cepat bergegas menuju
kamarnya untuk menutup jendela.

"Ah, Ashiya-san, baju-baju itu...."

Ketika Rika sadar kalau baju yang tadi digantung untuk menghindari asap yang
berasal dari kamar Suzuno, telah sedikit basah karena hujan, dia pun langsung
berdiri.

"Oh, oh tidak, aku minta maaf soal ini...."

Ashiya meminta maaf pada Rika mengenai baju-baju yang masih digantung.

Selain handuk dan kaos kaki, di antara baju-baju tersebut juga terdapat pakaian
dalam, ketika tamu wanita datang, sangatlah tidak pantas menggantung mereka
dengan terang-terangan.

"Jangan khawatir, aku bukanlah anak kecil yang akan malu karena hal-hal
semacam ini. Tapi..."

Setelah Rika mengucapkan hal tersebut dengan sebuah senyum kecut kepada
Ashiya yang berusaha menutupi baju-baju tadi, dia pun menengok ke arah luar
jendela dan memasang ekspresi suram yang sangat sesuai dengan langit saat
ini.

"Uwah, tapi lihat langit di luar sana. Apa ada laporan khusus mengenai hujan
deras seperti ini?"
Ashiya yang memeluk rak pengering baju dengan kedua tangannya,
memandang ke arah langit yang sama karena suara Rika.

"Sepertinya akan hujan deras. Aku minta maaf karena menahanmu di sini
untuk waktu yang lama, apa Suzuki-san bawa payung?"

"Aku bawa sebuah payung lipat.... tapi bisakah aku tinggal di sini lebih lama?
Aku ingin mengkonfirmasi fakta-fakta yang kita ketahui tentang Emi, hal-hal
lain yang berbeda, dan melihat situasi ini...."

Kalau diperhatikan baik-baik, bisa terlihat kalau hujan deras layaknya air
terjun sedang mendekat dari tempat yang tidak jauh dari Villa Rosa.

"Menggunakan payung saja, tidak akan cukup."

Sebelum Ashiya mengangguk, suara guntur terdengar dari kejauhan, dan


selayaknya sebuah sinyal, langit tiba-tiba menjadi gelap.

Diikuti oleh langkah-langkah bimbang, Suzuno terburu-buru datang dari


kamar sebelah.

Dari cahaya yang berasal dari HP di tangan Suzuno, seseorang sepertinya telah
meneleponnya tadi.

"Gawat!"

"A-ada apa?"

Rika dengan heran menatap Suzuno yang terlihat mengintimidasi, tapi Suzuno
tidak menjawab dan hanya memandang ke arah Ashiya dan Urushihara secara
bergantian.

"Lucifer!"
Suzuno memanggil Urushihara demikian di depan Rika, dan melempar sesuatu
ke arah Urushihara dengan tangan yang tidak membawa HP.

"Bu-bukankah ini botolmu...."

Botol itu adalah botol Holy Vitamin Beta.

Minuman nutrisi yang bisa mengisi ulang sihir suci, memungkinkan Emi dan
Suzuno untuk mempertahankan kekuatan supranatural mereka di Jepang, bisa
dikatakan sebagai garis hidup mereka berdua.

"Chiho-dono mengirim sinyal bahaya!"

"Eh?"

"Kau bilang Sasaki-san?"

"Chiho? Eh, maksudmu Chiho yang itu?"

Suzuno, bersikap seolah tidak bisa membuang-buang waktu, menunjukkan


layar HPnya pada Ashiya dan Urushihara.

Kata 'Nomor tak dikenal' terpampang di sana.

Ashiya dan Urushihara bertukar pandang satu sama lain.

Ini bukan sinyal bahaya biasa. Jika dia menggunakan Idea Link, artinya ini
benar-benar darurat.

"Lucifer, kita hanya bisa bergantung padamu sekarang, cepat terbang ke sana!
Lokasinya ada di sekolah Chiho-dono!"

"Sekolah Sasaki Chiho.... apa itu SMA Sasahata?"

Ngomong-ngomong, Suzuno berencana membawa Urushihara ikut


bersamanya sebagai backup jika ada sesuatu yang tidak beres.
Jika itu adalah Urushihara yang biasanya, meski Chiho berada dalam bahaya,
dia pasti malas untuk bertindak, tapi kali ini, dia berdiri dengan ekspresi tegas
di wajahnya.

Dan apa yang membuat Ashiya terkejut adalah....

Urushihara menerima permintaan Suzuno, yang merupakan seorang musuh,


dan bersedia pergi keluar saat hujan begini demi Chiho?

"H-hey, Kamazuki, tenang, apa yang sebenarnya terjadi?"

Ashiya mencoba mengingatkan Suzuno kalau Rika masih ada di sini, tapi
Suzuno, menggelengkan kepalanya dan menjawab,

"Ini tidak bisa ditunda. Jika apa yang Chiho-dono katakan itu benar, maka tidak
hanya dia, seluruh bangunan sekolah dan sekitarnya pasti akan terpengaruh.
Maafkan aku, Rika-dono, jika masih ada yang lain, kita bicarakan lagi nanti."

Setelah Suzuno dan Urushihara menatap satu sama lain dan mengangguk,
mereka langsung meminum Holy Vitamin Beta seperti apa yang ada di iklan-
iklan.

Lalu.....

XxxxX

"Hey, apa-apaan ini?"

Maou, di dalam ruang pusat ujian, mengernyit ketika menatap keluar jendela.
Dari jamnya, sekarang harusnya sudah lebih jam 11 siang. Meski prakiraan
cuaca mengatakan kalau siang ini akan hujan, tapi mereka tidak menyebutkan
kalau akan selebat ini, dan waktunya seharusnya masih nanti.

"Meski aku sudah merasakannya.... tapi prakiraan cuaca memang kurang bisa
diandalkan ketika berhubungan dengan hujan."

Mengeluh pada badan prakiraan cuaca tentang alam memang tidak berguna,
tapi sebagai Raja Iblis yang bisa mengendalikan cuaca sampai ke tingkat
tertentu ketika kekuatannya penuh, dia amat berharap kalau si reporter
prakiraan cuaca bisa bekerja lebih keras di area lain selain berusaha menjadi
muda dan cantik.

".... Waktu seperti ini memang sangat membosankan sampai bisa membuat
seseorang menjadi gelisah."

Maou menatap rintik hujan yang ada di jendela dan menggumam.

Meskipun masih sulit untuk berkonsentrasi di ujian tadi, tapi menurut sensasi
yang dia dapat setelah menjawab, Maou cukup percaya diri kalau dia tidak
akan gagal.

Berdasarkan jadwalnya, ketika ujian berakhir, layar elektronik yang ada di


pusat ujian akan menampilkan nomor-nomor peserta yang lulus, lalu
pembelajaran prakteknya akan dilakukan di lapangan training yang ada di luar.

"Kalau melihat ini, pasti tidak akan mungkin ya."

Cuaca di luar cukup untuk membuat orang berpikir kalau itu adalah badai angin
topan.

Mengingat alasan kenapa Maou ingin mendapatkan surat izin, dia sebenarnya
sangat ingin melakukan latihan di lapangan training di hari seperti ini, tapi
melihat hujan deras ini, bahkan polisi pun tidak akan bisa melakukan pelatihan
mereka.

Saat ini, tak ada seorangpun yang mengumumkan kalau ujiannya dihentikan,
dan masih ada waktu satu jam sebelum peserta yang lulus diumumkan.

Tidak ada yang tahu apakah hujan bisa reda dalam waktu satu jam kemudian,
tapi untuk hujan deras di siang hari pada pertengahan bulan Agustus, biasanya
akan butuh waktu lebih dari satu jam untuk mereda, penyelenggara utamanya
pasti mempertimbangkan hal ini.

Apapun yang terjadi, sekarang, Maou hanya bisa terus berada di pusat ujian
sambil membiarkan pikirannya melayang ke mana-mana menunggu waktu
untuk berlalu.

Orang di sekitarnya yang juga merupakan peserta seperti Maou, menjadi


sangat bosan sampai-sampai membuat mereka merasa gelisah, dan setelah
memilih tempat, mereka pun mulai bermain dengan HP mereka, membaca
ataupun mendengarkan musik.

Maou yang juga tidak punya sesuatu yang harus dilakukan, terduduk di bangku
area tunggu.

HP Maou adalah HP yang tidak memiliki banyak fitur, itu adalah model HP
lama di mana fitur pesan dan telepon saja sudah cukup.

Meskipun bukan begitu adanya, Maou juga tidak memiliki kebiasaan untuk
bermain dengan HPnya ketika dia sedang tidak melakukan apa-apa, apalagi
membeli barang-barang mewah seperti Bunkobon hanya untuk mengisi waktu.

Buku-buku yang ada di Kastil Iblis biasanya adalah buku yang dipinjam dari
perusahaan, ataupun buku memasak Ashiya yang berasal dari toko barang
bekas.
"Aku memang menjalani hidup yang sehat, tapi aku masih kurang dalam hal
budaya ya."

Sejak datang ke Jepang, Maou memang selalu bekerja keras sepanjang waktu,
mungkin ini sudah waktu baginya untuk memperluas perspektifnya dan
mengamati negara Jepang ini.

Kursus MgRonald Barista dan ujian SIM kali ini membuat Maou menyadari
satu hal.

Di Jepang, selama seseorang punya hati, mereka pasti bisa mempelajari apapun
yang mereka inginkan.

Tentunya, jika seseorang ingin memoles pengetahuan mereka melalui sekolah,


mereka harus membayar biaya sekolah, tapi seperti biaya pendaftaran dan ujian
SIM kali ini, Maou akhirnya tahu, meski dia tidak punya uang, selama dia
memenuhi suatu kondisi tertentu, dia pasti bisa memperoleh bantuan dari
beberapa badan hukum.

Rasanya ini adalah sesuatu yang patut disyukuri.

".... Aku ingin menelusuri toko buku saat pulang nanti. Bagaimanapun, aku
juga sudah menabung uang sakuku."

Setiap kali Maou pergi bekerja, Ashiya akan memberinya 300 yen untuk 'Uang
Makan', selama dia tidak menggunakannya di hari itu, Maou pasti
menyimpannya sebagai tabungan pribadi.

Tentunya selain itu, Ashiya juga menyisihkan beberapa bagian dari gaji Maou
untuk Maou habiskan sesukanya, tapi Maou ingin menggunakan uang itu untuk
asuransi ketika peristiwa darurat terjadi.
Pokoknya, kalau dia berhasil mendapatkan SIMnya, jumlah hal-hal yang bisa
Maou lakukan di Jepang akan bertambah satu.

Bisa meningkatkan lingkup pergerakannya tanpa bergantung pada angkutan


umum, adalah sesuatu yang bisa dianggap perubahan revolusioner.

Tentu saja, meski dia berhasil mendapatkan SIMnya, semuanya akan sama saja
jika dia tidak memiliki mopednya sendiri, tapi selama dia tidak terlalu pilih-
pilih, Maou rasa dia bisa membelinya dalam waktu dekat ini.

"Mimpiku semakin luas ya."

Maou yang membuat rencana tersebut di dalam pikirannya, menunjukkan


ekspresi ceria yang amat berbeda dengan cuaca di luar, tapi kali ini, sebuah
bayangan menutupi wajah Maou.

"Yo! Maou!"

".... Yeah."

Meski Maou tidak mendongak, dia tahu kalau itu adalah Satou Tsubasa.

Karena mereka juga ikut ambil bagian dalam ujian ini, bahkan jika mereka
bertiga bertemu di gedung pusat ujian, hal itu bukanlah hal yang mengejutkan.

Di bawah lampu pijar yang bersinar di bawah langit-langit, Maou mendongak


dan melihat seorang gadis yang memakai topi pengantar koran serta ayahnya
yang berdiri di belakangnya, Satou Hiroshi.

".... Bagaimana?"

Mengesampingkan sang ayah Hiroshi, meski Maou tidak tahu apakah Tsubasa
ikut ujiannya atau tidak, Maou tetap mencoba bertanya, dan Hiroshi, berdiri di
belakang gadis itu, menghela napas berat yang sangat cocok dengan aura dan
perawakannya.

"Sepertinya.... mungkin aku akan gagal."

"Hey, itu tidak baik!!"

"Pertanyaan itu.... aku bahkan tidak mengerti separuhnya."

"Kubilang ya.... bukankah ini seperti menyia-nyiakan biaya pendaftaran,


kenapa kau tidak mempertimbangkan untuk istirahat dulu?"

Setelah mendengar pengakuan Hiroshi yang menyedihkan, Maou pun memberi


sebuah peringatan.

Meskipun Maou tidak menganggap serius apa yang Tsubasa katakan di bus
tadi, tapi jika benar ini adalah kesepuluh kalinya Hiroshi mengikuti ujian,
artinya dia sudah membayar biaya pendaftarannya sebanyak sepuluh kali.

Lupakan soal moped, jika itu adalah SIM mobil, itu pastilah biaya pengeluaran
yang sangat besar.

"Satou-san, apa kau tidak memiliki SIM di negara asalmu? Kalau kau punya,
kau bisa mengajukan SIM internasional kan?"

"Aku tidak punya."

"..... Begitu ya."

Di posisi Maou, dia benar-benar merasa kalau pasangan ayah anak ini bisa
berpikir bagaimana cara membuat percakapan terus mengalir saat sedang
menjawab.

"Sebenarnya, di kampung halaman ayah tidak ada mobil sama sekali."


"Hm?"

"Tsubasa!"

"Ah, maaf maaf, salahku."

Untuk beberapa saat, Maou merasa curiga, tapi ketika dia melihat Hiroshi
memarahi Tsubasa karena alasan yang tak diketahui, dan Tsubasa yang jelas-
jelas tidak menunjukkan sedikitpun penyesalan, dia langsung merasa kalau
semuanya sudah tak penting lagi.

"Tapi, aku bisa paham apa maksud Maou. Lagipula, hal seperti ini memang
membuang-buang uang."

"Ye-yeah, tapi tentunya ini bukan berarti aku meremehkan Satou-san..."

"Itulah kenapa kubilang aku ingin berdiri di sampingmu dan membantumu


membaca soalnya!"

Maou memberikan sebuah senyum kecut karena komentar blak-blakan gadis


itu, dan menjawab,

"Aku tidak tahu kenapa kau bisa membaca tulisan Jepang yang bahkan tidak
bisa dibaca ayahmu, tapi ujian itu hanya boleh dikerjakan oleh satu orang. Jika
seseorang membacakannya di sampingmu, itu termasuk curang, skenario
terburuknya, orang itu bisa dipulangkan."

"Curang? Apa itu artinya berbuat licik?"

"... Aku lebih terkejut bagaimana kau bisa menyimpulkan makna seperti itu."

"Kalau begitu, dengan berbagai hal yang seperti sekarang ini, sebenarnya
takkan masalah meski kau tidak memiliki SIM kan?"
Meski kalimat itu terdengar sedikit terang-terangan, dibandingkan mengikuti
ujian tanpa rencana dan menghabiskan uang, Maou juga merasa sebaiknya
Hiroshi menyerah terhadap ujian itu dulu untuk sementara.

"Yeah, memiliki SIM memang lebih enak, tapi jika terus seperti ini, hal ini
hanya akan menghabiskan uang saja."

"Itu benar ayah, jangan habiskan uang lagi, kenapa kau tidak mengemudi saja
tanpa surat izin, uuuu!!"

Meski tak diketahui seberapa seriusnya gadis itu, apapun alasannya,


mengatakan hal ini di kantor polisi itu terlalu berbahaya.

Hal ini memang tak ada hubungannya dengan Maou, tapi dia dengan panik
tetap menutup mulut Tsubasa yang berbicara omong kosong dengan santainya.

Untungnya, ada dinding di sebelah Maou, dan seorang pria di sisi lainnya,
sedang asyik mendengarkan musik dari earphone-nya dengan beberapa
kebocoran suara akustik.

"Uuuu?"

"Apa kau tahu kalau ini masih di kantor polisi?"

"...."

Maou menggerakkan tangannya menutupi mulut Tsubasa, dan setelah menoleh


kesana kemari, dia dengan pelan mengingatkan Tsubasa.

"Pokoknya, kau tidak boleh membantu orang lain membaca soal, dan jika kau
berbicara omong kosong lagi, mereka mungkin tidak akan mengizinkanmu
mengikuti ujian. Berhati-hatilah."

"Aku mengerti. Tapi selama tidak ada yang tahu, uuuu!!"


"Bukankah sudah kubilang padamu untuk tidak mengatakan hal itu lagi?"

Tsubasa, tanpa membaca suasana, dengan keras meneriakkan kata-kata


berbahaya tersebut, jadi Maou hanya bisa kembali menutup mulutnya.

".... Tsubasa, kupikir juga begitu."

"Kau sebaiknya memikirkan cara untuk mengurus bahasa Jepang putrimu!"

Maou dengan kesal memarahi Hiroshi yang menegur anaknya dengan santai.

"Uuu."

Mungkin akhirnya Tsubasa paham dengan situasi ini, dia menggerakkan


tangannya dengan kencang, dan Maou pun melepaskannya.

Karena cara bicara Tsubasa yang berlebihan dan sikap akrabnya, Maou tidak
punya pilihan lain selain menggunakan taktik menutup mulutnya dengan paksa,
tapi kalau dipikir-pikir, melakukan hal seperti ini pada gadis yang baru
ditemuinya, adalah sebuah pelecehan seksual.

Untungnya Chiho dan Emi tidak ada di sini. Kembali ke sikap normalnya,
Maou merenungkan hal tersebut.

"...."

Ketika sebuah rasa jengkel yang tak bisa dijelaskan tumbuh di hati Maou dan
saat ia hendak kembali ke bangkunya....

".... Hey."

Karena Tsubasa memegang tangan Maou yang sebelumnya digunakan untuk


menutup mulutnya, Maou yang hendak duduk, juga menghentikan gerakannya.

*Sniff* *Sniff*
Dia melakukannya lagi. Kenapa Tsubasa terus mendengus bau di tangan
Maou?

".... Seperti yang kuduga, di balik bau kentang.... *sniff* *sniff*"

"Hey, apa yang kau cium....."

"Aku menjilatnya."

"Ughee??"

Kali ini, bahkan pemuda yang berdiri di samping mereka yang sedang
mendengarkan musik pun melirik ke arah Maou dengan sebuah kernyitan.

Tapi tidaklah aneh jika Maou membuat suara aneh seperti itu.

Lagipula, seseorang menjilat telapak tangannya.

"A-ap-apa yang kau lakukan?"

Semenjak dia datang ke Jepang, ini adalah pertama kalinya Maou menghadapi
situasi yang sepenuhnya menentang etika, hal ini membuat wajahnya memerah
karena malu.

"K-kau, kau barusan...."

Maou menyembunyikan tangannya yang baru saja diendus dan dijilat ke


belakang punggungnya, sambil memprotes dengan syok,

"Hmm...."

Tsubasa, yang menarik topi pengantar koran di atas matanya, dengan acuh tak
acuh memiringkan kepalanya dan mulai berpikir untuk beberapa saat,

Lalu, dia menganggukkan kepalanya seolah memantapkan pikirannya dan


mengatakan,
"Ayah, sepertinya orang ini memang orang yang kukira."

"Hm?"

Gadis itu tiba-tiba melempar topiknya ke arah Hiroshi, dan membuat Hiroshi
membuka lebar matanya merasa kaget,

"Ayah, apa aku boleh melepas topiku?"

".... Jangan terlalu menarik perhatian, okay?"

Meskipun ketiga orang itu sudah cukup mencolok dalam artian negatif, tapi
Tsubasa tetap mengangguk setelah mendapatkan izin Hiroshi dan perlahan
menggerakan tangannya ke arah pinggir topinya...

"......!!"

Wajah yang ditunjukkan gadis itu setelah melepas topinya membuat Maou
menahan napasnya kaget,

Tidak, tidak hanya wajahnya.

Baik rambut yang terselip di dalam topinya ataupun mata yang menatap Maou
dengan tatapan malas, semuanya membuat Maou terkejut.

Bagaimanapun juga, gadis ini memang memiliki wajah proporsional yang


langka, tapi disepadankan dengan ekspresi malasnya, atau lebih tepatnya
ekspresi yang terlihat seolah tidak memikirkan apa-apa, entah kenapa
semuanya terasa sedikit percuma.

Usianya mungkin sedikit lebih muda dibanding Chiho.

Tapi permasalahannya bukan ada di sana.

Warna mata Tsubasa, adalah ungu.


Rambut yang ditata ke belakang selain rambut yang memanjang di samping
kedua pipinya, di bawah lampu pijar, merefleksikan kemilau perak yang begitu
jelas.

Dan lebih penting lagi....

".... Ra-rambutmu, mungkinkah....."

"Yeah."

Tsubasa memutar-mutar rambut yang ada di sebelah pipinya dengan jarinya.

Dan sedikit bagian rambut yang Maou tatap, berwarna ungu.

Mendengar suara seperti sebuah erangan yang dihasilkan oleh Maou, Tsubasa
pun tersenyum seolah masih tidak memikirkan apa-apa dan berkata,
"Saat aku mendeteksi baunya, kupikir memang kaulah orangnya."

"Bau...."

Maou ingat bagaimana Tsubasa beruang kali mencium tangannya.

"Meskipun aku tidak tahu siapa kau, tapi hidungku tidak mungkin salah."

Tsubasa menggunakan jarinya untuk menggosok area di bawah hidungnya


dengan bangga sambil tersenyum.

Lalu, apa yang gadis itu katakan berikutnya, semakin memperparah


kebingungan Maou.

"Maou, kau kenal kakakku Alas Ramus, kan?"

"..... Hmmm????"

Meskipun situasi tak terduga ini sudah sangat mengguncang Maou, tapi di
dalam kalimat tersebut, terdapat satu bagian yang terdengar sangat aneh.

"Kakak??"

"Yeah."

"Apa maksudmu?"

"Kakakku, Alas Ramus."

"....Hmm?"

Maou merasa kalau sebaiknya dia mengatakan sesuatu pada kedua orang yang
ada di hadapannya ini.

Dan dia harus mengatakannya.


Contohnya, apa-apaan warna rambut itu; apa kalian benar-benar ayah dan anak,
sebenarnya, jangankan Jepang, kalian berdua itu tidak berasal dari bumi kan;
dan dari penampilan itu dan fakta bahwa kau tahu nama Alas Ramus, kau
seharusnya juga lahir dari Sephirah kan; sebenarnya siapa orang di sekitarku
yang berkaitan denganmu; pokoknya Maou harus bertanya pada mereka
berdua bagaimana mereka hidup di Jepang, menanyakan nama mereka, alamat,
nomor HP, nomor identitas mereka dan lain sebagainya.

Bahkan jika Maou melempar hal-hal yang harus dia pastikan ini ke belakang
pikirannya, Maou masih punya pertanyaan yang harus dia tanyakan.

"Saat kau mengatakan kakak.... apakah itu dalam artian normal?"

"Yeah, jika Alas Ramus yang Maou maksud adalah orang yang sama dengan
Alas Ramus yang kukenal, maka Alas Ramus itu adalah kakakku."

Akan sangat buruk jika kau bisa menemukan orang lain yang mengetahui nama
rumit Alas Ramus dengan mudah.

Terkait Tsubasa yang mengetahui nama Alas Ramus, Maou sudah tidak ingin
menyangkalnya lagi.... dan tak ada gunanya dia melakukan itu.

Tapi, dia masih tidak bisa mengerti.

"Alasan kenapa kau memanggilnya kakak, apakah karena bagimu dia itu
eksistensi layaknya 'kakak' yang pantas dihormati?"

"Ek-sis-ten-si layaknya kakak..... apa maksudnya itu?"

"....Hey!"

Kali ini, Hiroshi ---tidak, dengan situasi sekarang ini, sangat meragukan kalau
itu benar nama aslinya--- pria yang sementara dikenal dengan nama Hiroshi
itu, menepuk pelan bahu Maou dengan telapak tangan besarnya dan
mengatakan,

"Ini adalah sesuatu..... seperti yang kau pikirkan."

"Bisakah kau menjelaskannya dengan lebih jelas bagian mana dari kata-kataku
yang kau setujui?"

Meski di permukaan dia hanya bertanya apa yang Tsubasa maksud dengan
'kakak', tapi di pikiran Maou, otaknya sudah dipenuhi dengan begitu banyak
pertanyaan tentang misteri bumi dan legenda Ente Isla.

".... Kakak?"

"Berbicara dengan kalian itu memang sangat melelahkan!"

Dalam momen yang sangat langka, entah kenapa Maou benar-benar ingin
menggunakan kekerasan.

"Okay, akan kujelaskan dengan cara yang berbeda! Untuk si ayah, tolong diam
dulu. Hey, Tsubasa!"

"Hm?"

Tanya Maou agar bisa menyelesaikan pertanyaan yang dia miliki sejak awal.

".... Apa kau adik Alas Ramus?"

"Yeah!"

Gadis itu mengkonfirmasinya dengan riang.

".... Kenapa?"
Karakteristik Tsubasa, rambut berwarna perak dengan sedikit rambut berwarna
ungunya, adalah karakteristik yang sama yang dimiliki oleh Alas Ramus dan
Iron, anak-anak yang lahir dari Sephirah.

Hal ini bisa saja hanya pandangan sekilas, tapi karena Tsubasa dapat
menyebutkan nama Alas Ramus, kemungkinan ini sama sekali tak bisa
diabaikan.

Tapi....

"Ya ampun, jangan terus menatapku hanya karena menurutmu aku ini cantik!"

Maou menatap Tsubasa dari kepala sampai kaki, tapi Tsubasa, karena alasan
yang tak diketahui, memukul pundak Maou dengan riang.

"... Aku benar-benar ingin memukul seseorang."

Kata 'kesetaraan gender' yang bisa digunakan dengan berbagai cara, terlintas
di pikiran Maou, tapi dia tetap menekan amarahnya.

Penampilan Tsubasa sama dengan kesan yang dia beri pada orang lain, sedikit
lebih muda dari Chiho, atau bahkan lebih muda dari itu.

Tapi di sisi lain, perawakannya tetap memberikan kesan kalau dia sudah
mendekati usia seorang anak SMA.

Akan tetapi, Alas Ramus yang dipanggil 'kakak', tetap terlihat seperti anak
kecil tak peduli bagaimana kau melihatnya.

Tentu saja bukan hanya Alas Ramus, Tsubasa mungkin juga bukan manusia
biasa, jadi wajar kalau pertumbuhannya tidak bisa dinilai menggunakan sudut
pandang manusia.
Mungkin beberapa alasan yang tidak Maou ketahui, menyebabkan perbedaan
tingkat pertumbuhan di antara mereka berdua, tapi meski begitu, perbedaan ini
terlalu berlebihan.

Saat ini, satu-satunya hal yang bisa dipastikan adalah, ayah dan anak Satou ini
merupakan orang yang terkait dengan Ente Isla.

Usai memperhatikan sekelilingnya, Maou diam-diam berbisik di telinga


Hiroshi.

"Apa kau orang Ente Isla?"

"!!"

Ketika Hiroshi mendengar hal tersebut, dia membelalakkan matanya kaget


karena alasan yang tak diketahui.

".... Bagaimana kau tahu? Siapa.....?"

"Kau sudah punya orang yang begitu berbahaya di sisimu, dan tidak mengerti
apa yang kami katakan tadi?"

Dibandingkan Hiroshi yang terlihat sangat terkejut, Maou yang tidak mau
repot-repot untuk membantah lagi, hanya diam berdiri dari bangku yang dia
dapatkan dengan susah payah, dan membuat isyarat dengan tangannya agar
mereka berdua mengikutinya.

Memang takkan ada banyak hal yang terjadi jika mereka didengar oleh orang
lain di sekitarnya, tapi rasanya tetap merepotkan jika mereka dilihat sebagai
orang aneh (meskipun itu sudah terlambat).

Maou berjalan menuju ke depan tempat pendaftaran ujian yang jendela


logamnya telah ditutup karena pendaftaran untuk hari ini telah berakhir.
Memang ada banyak orang lewat di sini, tapi kalau ada orang yang berhenti
untuk mendengarkan pembicaraan mereka bertiga, Maou dan yang lainnya
pasti akan segera tahu.

Di sisi lain dari beranda depan, terdapat sebuah jendela yang dikhususkan
untuk pembaharuan SIM, dan pelayanannya sampai sekarang masih buka.

"Baiklah, pertama aku ingin tahu nama asli kalian."

""....""

Tsubasa dan Hiroshi saling menatap satu sama lain.

Mereka mungkin mencoba menebak identitas Maou yang sebenarnya.

'Meskipun mengatakan hal ini sekarang itu rasanya agak aneh...'

Hiroshi tiba-tiba merubah nadanya.

Tidak, dia mengubah bahasa yang dia gunakan.

'.... tapi tak ada yang bisa menjamin kalau kau bukan musuh kami. Kau yang
tahu kalau kami berasal dari Ente Isla, sebuah dunia yang benar-benar berbeda,
siapa kau sebenarnya?'

Hiroshi, berbeda dengan kesan orang baik-baik yang dia beri pada orang lain,
mata dan nadanya sesaat dipenuhi dengan kekuatan.

Meskipun kekuatan special seperti sihir suci tidak bisa dirasakan dari Hiroshi,
tapi dari kekuatan di mata dan nadanya, bisa dilihat kalau dia bukanlah pria
paruh baya biasa.

'Bahasa Deweiss, bahasa yang digunakan di bagian timur Benua Barat.'

Maou, menyesuaikan diri dengan Hiroshi, juga mengganti bahasanya.


Selain tidak bisa sepenuhnya menguasai bahasa Holy Weiss yang digunakan
di Benua Barat, jika hanya untuk berbicara, meski dia tidak menggunakan sihir
iblisnya, Maou juga bisa menggunakan bahasa penduduk asli Ente Isla.

'Aku minta maaf, tapi saat ini akulah yang harus bertanya karena aku tahu
semua orang yang datang kesini dari Ente Isla. Aku ingin tahu kau ini ada
dipihak mana, dan dalam suatu keadaan tertentu, kaulah petunjuk pertama yang
muncul.'

'Petunjuk?'

Maou mengangguk dan mengalihkan pandangannya ke arah Tsubasa.

'Aku memang lupa memastikannya karena aku terlalu kaget, tapi biar
kutanyakan hal ini padamu. Apa kau lahir dari fragmen Yesod?'

Dibandingkan 'kakak', rasanya inilah yang sebaiknya dipastikan dulu.

Dibandingkan dengan Maou yang tidak bisa tenang karena petunjuk dari Ente
Isla yang tiba-tiba muncul, Tsubasa menjawab dengan santai.

"Benar sekali!"

Dan dia benar-benar mengabaikan atmosfer saat ini dan menggunakan bahasa
Jepang.

"Ayah, bolehkah aku mengungkap semuanya?"

"...."

Hiroshi tetap diam karena dia masih mewaspadai Maou. Tapi tak diketahui
apakah Tsubasa menggunakan reaksi itu sebagai bentuk persetujuan, ataukah
dia sejak awal memang tidak butuh persetujuan Hiroshi, Tsubasa langsung
melanjutkan kata-katanya.
"Tenang ayah. Maou itu bukan malaikat. Aku juga bisa menentukan hal-hal
seperti ini."

Tsubasa dengan pelan mengusap lengan Hiroshi untuk membuatnya tenang,


dia kemudian menggunakan mata besarnya untuk menatap lurus ke arah Maou,

"Namaku Acies Ara, Tsubasa adalah nama samaranku."

Acies Ara.

Maou menghirup napas dalam seolah ingin membuat udara bersirkulasi di


tubuhnya, dan mengukir nama itu ke dalam otaknya.

'Ara... Jadi itu alasannya kenapa kau panggil Tsubasa?'

"Yeah! Nama Tsubasa terdengar bagus kan?"

Maou mengangguk menanggapinya.

'.... Dengan kata lain, Acies dan kau bukanlah ayah dan anak kandung. Dan
Satou, tentu saja juga nama samaran kan?'

Karena mereka sudah berbicara sejauh ini, maka Satou Hiroshi pasti bukan
nama aslinya.

Seperti bagaimana Maou Sadao yang sebenarnya adalah Raja Iblis Satan, pria
ini pasti juga punya nama asli.

'Nama belakang Satou.....diambil dari seorang pria yang kutemui tak lama
setelah aku datang ke Jepang.'

'Orang itu pasti orang Jepang biasa kan? Kemungkinan kau belum
mengungkap identitas aslimu....'

Sementara ini, Hiroshi menggelengkan kepala, menyangkalnya.


'Tapi, dia itu sangat ceria dan berhati kuat, pria yang memperlakukan seseorang
yang sama sekali tidak mengerti soal Jepang, seperti diriku dengan sangat baik.
Tidak peduli berapa kali dia gagal, pria itu pasti akan selalu menjunjung
mimpinya lagi dan bersedia menjalani pekerjaan apapun, dia menjalani
hidupnya dengan sangat bahagia.'

Maou tidak tanya apakah Hiroshi mengalami hidup yang keras di Jepang atau
tidak.

Karena dia tidak sebegitu bodohnya sampai tidak tahu alasannya.

'Dari bagaimana kau naik di Tenmondai-mae, apa kau selama ini tinggal di
Mikata?'

'Tidak, kami awalnya tinggal di dekat Shinjuku, alasan kenapa kami pindah ke
Mikata adalah karena Tsubasa.... keinginan Acies, kami tinggal di sana juga
dikenalkan oleh Satou.'

Maou hanya bisa mengerang.

Kalau seperti ini, tidaklah aneh jika mereka pernah berpapasan sebelumnya.

Tidak, dari banyak insiden yang disebabkan oleh Maou dan Emi, mereka
berdua pasti sudah memiliki pemahamannya sendiri.

'... Hey, meski aku tidak tahu nama aslimu, aku mungkin tahu nama orang yang
kau kenal.'

"Berbelit-belit ya."

Tsubasa, tidak, Acies Ara masih tidak merubah sikap santainya. Tapi kali ini,
Maou tiba-tiba merasakan keanehan dari Acies Ara.

'Jangan-jangan kau tidak bisa bicara bahasa Deweiss?'


"Yeah, tapi aku bisa paham kok. Menggunakan ini, begini."

Acies menunjuk pelipisnya dan dahi Maou secara bergantian.

'Idea Link ya. Dan sebaliknya, kau tidak tahu bagaimana cara
menggunakannya?'

'Sangat disayangkan aku tidak punya pengetahuan ataupun bakat dalam mantra.
Jadi menjalani kehidupan sehari-hari di sini itu benar-benar sulit bagiku.'

Jadi bahasa Jepang kaku yang tidak bisa mengikuti atmosfer itu berasal dari
sini.

'Kalau begitu, terkait dengan kemungkinan kau tahu orang yang kukenal itu
maksudnya....'

'Yeah....'

Maou mengangguk pelan, dan kembali menatap tajam ke arah Hiroshi.

'Tapi, setelah mendengar nama ini, kau harus membantuku dengan


menggunakan seluruh kemampuanmu. Dengan begitu, aku juga akan berusaha
yang terbaik untuk membantumu dan Acies. Jangan tiba-tiba lari dariku okay?"

Jawab Hiroshi tidak senang dengan sebuah kernyitan.

'Aku juga bukan anak kecil lagi. Semenjak aku menggunakan bahasa Deweiss
di Jepang, aku sudah menyiapkan diri secara mental untuk ini. Karena kita
sudah mendiskusikannya sampai ke titik ini, kau sebaiknya tidak mengatakan
kalau kau adalah musuhku okay? Meskipun aku tidak tahu mantra apapun, itu
bukan berarti aku tidak percaya diri dengan kekuatanku.'

Di poin ini, Hiroshi melirik ke arah Acies karena alasan yang tak diketahui,
meski Maou megetahuinya, dia dengan sengaja membiarkannya.
'Itu katamu lo ya. Kau sebaiknya tidak berubah menjadi jelly nanti.'

Maou tersenyum jahat, lalu ia pun berbicara setelah memantapkan pikirannya,

'Aku dan teman-temanku saat ini sedang mencari Emilia Justina. Hingga
beberapa waktu lalu, Emilia sudah tinggal di Jepang, tapi setelah kembali ke
Ente Isla beberapa minggu yang lalu, kami kehilangan kontak dengannya, apa
kau tahu apa.....'

"Emilia?"

Reaksi Hiroshi begitu keras.

Hiroshi yang awalnya mewaspadai Maou, memandangnya dengan tajam, kini


atmosfer tegas tersebut memudar.

Emilia.

Ketika dia mendengar nama ini, ekspresinya seketika berubah seolah darah
terpompa ke kepalanya.

Hiroshi menggunakan tangan besar dan kuatnya untuk mencengkeram bahu


Maou, dan mencondongkan tubuhnya ke arah Maou dengan napas tidak teratur.

"A-apa kau kenal Emilia? A-apa kau tahu di mana dia? Ke-ke-kenapa dia ada
di Jepang?"

Suara kasar terdengar di ruangan tersebut.

Meski beberapa orang yang sedang melintas berhenti dan melihat ke arah
mereka dengan kaget, tapi Hiroshi tidak punya waktu untuk memperhatikan
mereka.

'Tenanglah, jangan keras-keras! Kau terlalu mencolok!'


'Ba-bagaimana aku bisa tenang? Di mana, di mana Emilia sekarang?'

"Bukankah sudah kubilang untuk tenang dulu?"

Maou dengan panik kembali menggunakan bahasa Jepang, dan mendorong


tangan Hiroshi dengan paksa.

'Hey!!'

'.... Dengar baik-baik. Sebelumnya Emi memang tinggal di Jepang. Tapi karena
ada suatu hal yang harus dia lakukan beberapa minggu yang lalu, dia kembali
ke Ente Isla!'

'Ap-apa katamu?'

'Tapi, ini sudah dua minggu semenjak hari di mana dia bilang akan kembali.
Karena berbagai keadaan kami, kami tidak bisa pergi ke Ente Isla untuk
mencarinya. Jadi bagi kami, kau itu seperti petunjuk yang jatuh dari langit.'

"......."

"Bukannya kasar menyebut kami jatuh dari langit?"

Hiroshi mengabaikan Acies, dan jatuh bersandar di konter dengan jendela


logamnya yang tertutup, seolah bisa pingsan kapan saja.

"Hey, jangan membuat masalah untukku!"

Jika Hiroshi terus membiarkan emosinya lepas dan bertindak ceroboh, akan
sangat merepotkan jika mereka dipergoki oleh karyawan di sana, jadi Maou
pun dengan panik langsung menopang lengan Hiroshi.

'Emilia.... Emilia adalah...'


"... Jadi kau memang ada hubungannya dengan Emi... Huuh, aku tahu pasti
akan seperti ini."

Karena Acies merupakan eksistensi yang sama dengan Alas Ramus, maka dia
pasti ada keterlibatannya dengan fragmen Yesod, dan hal itu tidak mungkin
sepenuhnya tidak berkaitan dengan Emi dan inti pedang suci.

Tapi di sisi lain, Hiroshi nampak seperti tidak tahu apa yang Emi dan Maou
lakukan tahun ini.

Dalam hal ini, Acies seharusnya sama.

Setelah Maou memikirkan kembali situasi tidak normal yang terjadi di antara
dirinya dan Emi, alias di antara Raja Iblis dan Pahlawan dengan semua
informasi yang ada, dia akhirnya sampai pada satu kesimpulan.

'Mungkinkah kau itu .....'

'Emilia.... Emilia adalah putriku yang amat berharga.'

'.... Begitu ya.'

"Nama asli ayah adalah Nord. Nord Jus.... Jus apa tadi?"

Dari kata-kata yang Acies katakan saat ia menginterupsi dari samping, Maou
memperoleh informasi yang amat penting.

Ayah Emi, Nord Justina.

Dan anak dari Yesod Sephirah, Acies Ara.

Hal ini merupakan keberuntungan yang jatuh dari langit.

Dia tidak bisa membiarkan kedua orang ini pergi.

Ketika dia memikirkan hal tersebut....


"Hm?"

HP di sakunya berbunyi.

Maou tidak pernah menyangka akan ada orang yang meneleponnya di saat
seperti ini, tapi itu mungkin Ashiya yang khawatir dengan hasil ujiannya, dia
mungkin menggunakan komputer Urushihara untuk meneleponnya.

Saat ini, dibandingkan dengan hal itu, orang yang ada di depannya ini jelas-
jelas lebih penting. Saat Maou hendak mengabaikan telepon itu dan
melanjutkan interogasinya terhadap pria di depannya....

"Cepat angat Raja Iblis bodoh!!"

"Woah!"

"Kya?"

Seolah-olah dihantam oleh palu besar, sebuah teriakan marah terdengar di


pikiran Maou.

Meskipun sisi pandangannya sedikit buram, Maou masih bisa mengeluarkan


HP dari dalam sakunya sebelum hal itu terjadi.

Kata 'Nomor tak dikenal' terlihat di layar.

Meski Maou tidak mengangkatnya, sebuah teriakan marah kembali terdengar


di otaknya.

"Raja Iblis! Aku tahu kau bisa mendengarku! Cepat jawab!!"

"A-apa Suzuno? Kenapa kau tiba-tiba seperti ini?"

Tak diragukan lagi, itu adalah suara Suzuno. Dan itu adalah Idea Link yang
dihubungkan melalui HP.
"Kau layak mendapatkannya karena tidak menjawab telepon! Keadaan darurat
telah terjadi! Cepat kembali ke Sasazuka!"

"Huh? Apa yang kau katakan?"

Maou tanpa sadar menatap kedua orang yang ada di hadapannya secara
bergantian.

Hiroshi alias Nord berdiri depresi dengan tatapan linglung di matanya,


sementara Acies, matanya terbuka lebar karena alasan yang tak diketahui dan
menatap Maou dengan kaget.

"Aku sedang sibuk di sini. Dan aku belum mendapatkan surat izinku, meskipun
kau memintaku segera kembali...."

Meskipun sebenarnya tidak perlu dilakukan, tapi Maou tetap menekankan HP


yang menerima telepon dari nomor tak dikenal itu ke telinganya, untuk
menghindari kecurigaan dan protes orang lain.

Tapi Suzuno tidak menghiraukannya.

Karena dia memiliki alasan yang tepat.

"Chiho-dono mengirim sinyal bahaya!"

"Apa katamu?"

"Raja Iblis, apa di sana hujan?"

"Y-yeah, dan sangat lebat..."

"Pusat dari hujan ini ada di Sasazuka! Topan bertekanan rendah tiba-tiba
muncul di Tokyo dan menyebarkan badai besar ke sekitarnya. Pusat dari
fenomena aneh ini ada di Sasazuka.... Tepatnya di sekolah Chiho-dono!"
"Apa.... Apa yang terjadi?"

Maou sama sekali tidak paham dengan penjelasan Suzuno yang kacau.

Tapi, dia tidak punya alasan untuk berbohong.

Seolah membuktikan kata-kata Suzuno, sebuah pengumuman tiba-tiba


terdengar di pusat ujian.

"Uuu~ terima kasih karena sudah menggunakan pusat ujian kami hari ini, hasil
ujian teori SIM moped akan segera diumumkan, tapi karena cuacanya tidak
mendukung, waktu dimulai ujian prakteknya akan ditunda. Untuk lebih
lengkapnya, silakan konfirmasi dengan staff yang ada di konter.... selain itu,
bagi pengunjung yang ingin melakukan pengajuan ulang untuk SIM
mereka...."

"Topan.... Bagaimana bisa?"

"Aku tidak tahu mereka itu malaikat, iblis, atau manusia, tapi seseorang telah
memanfaatkan cuaca yang tidak stabil tadi untuk mengeksekusi mantra
berskala besar! Cepatlah kembali! Hanya dengan aku dan Lucifer, kami tidak
tahu berapa lama kami bisa bertahan! Lokasinya berada di sekolah Chiho!"

Setelah mengatakan hal itu, Suzuno memutus sambungan idea link tersebut
secara sepihak.

"A-apa yang sebenarnya terjadi? Ba-bahkan jika kau memintaku kembali, a-


apa yang seharusnya kulakukan dengan orang-orang ini?"

Maou memegangi kepalanya, merasa sangat bingung.

Dibandingkan bahaya yang Chiho hadapi, hasil ujian ini tidaklah penting.
Bahkan jika dia berlari keluar dari pusat ujian sekarang, Maou masih harus
menaiki bus dan kereta untuk bisa kembali ke Sasazuka, dan itu membutuhkan
waktu minimal satu jam.

Meskipun dia menyewa taksi, kecil kemungkinan si sopir nanti bersedia


mengemudi dengan cepat di hujan lebat seperti ini.

Selain itu, Maou akhirnya menemukan orang-orang yang membawa berbagai


petunjuk, jadi dia tidak bisa meninggalkan mereka di sini.

Jika saja dia menyisakan sedikit sihir iblis sebagai cadangan sebelum
mengembalikannya pada Farfarello. Tapi sudah hampir satu bulan lewat
semenjak insiden itu, tidak ada gunanya menyesali hal itu sekarang.

Lagipula, pada waktu itu, dia tidak pernah menyangka akan kehilangan
kekuatan tempur terkuatnya, Emi.

".... Sepertinya aku hanya bisa naik taksi."

Tidak ada cara lain selain membawa mereka berdua kembali ke Sasazuka
bersama dengannya. Meskipun biayanya akan sangat mahal, mungkin dia
masih bisa membayarnya jika dia bergantung pada kartu kredit.

"Hey, Maou!"

"Huh?"

"Apa ada sesuatu yang harus segera kau hadiri?"

Tanya Acies dengan gugup.

"Meskipun ini sangat darurat, tapi saat ini aku sangat bingung karena tidak tahu
apa yang harus kulakukan."

"Suara wanita tadi itu, Idea Link kan?"


Mata Maou membelalak kaget.

"Apa kau mendengar obrolan barusan?"

"Yeah, kurang lebih."

Maou tidak tahu seberapa banyak yang sudah Acies dengar, tapi ketika Suzuno
berteriak marah tadi, Acies juga terlihat melompat kaget.

"Ada apa? Kalau Maou menghilang sekarang, kami akan sedikit kerepotan!"

"Soal itu, aku juga sama! Jika memungkinkan, aku harap kalian berdua bisa
ikut denganku ke Sasazuka!"

"Sasazuka?"

"Itu tempat tinggalku! Ah, sial!! Kalau aku bisa terbang, aku pasti bisa
mengambil jarak yang paling dekat!"

Karena Maou tidak tahu seberapa lama waktu yang dibutuhkan jika ia terbang
lurus, dia hanya mengatakan hal itu begitu saja, pada kenyataannya, jika dia
kembali ke wujud Raja Iblis Satan-nya, dan terbang dengan sekuat tenaga, dia
mungkin bisa kembali ke Sasazuka dalam waktu singkat, dan meski dia lupa
karena sedang panik, Raja Iblis Satan harusnya tahu bagaimana cara
menggunakan mantra pembuka 'Gate'.

"Takkan masalah jika tiga orang bisa terbang kan?"

"Sayangnya cara itu tidak bisa dilakukan."

"Tiga orang itu maksudnya aku, Maou, dan ayah kan?"

"Benar sekali! Ah~ ini bukan saatnya mengatakan hal seperti itu, aku harus
segera mencari taksi... Hey, berhentilah depresi!! Sepertinya kali ini kita harus
menyerah terhadap ujian SIM ini!"
Ketika Maou mencoba menarik Nord yang masih murung....

"Aku mengerti. Maou, beritahu arahnya!"

Setelah Acies mengatakan hal tersebut dengan santai....

"Hah!"

Di dalam gedung pusat ujian, tubuh Acies tiba-tiba melayang.

"Eh, heyyyyy!!"

Maou dengan panik mencoba menghentikannya, tapi sebelum itu...

"Maou, ayah, ayo pergi!"

Hanya dengan melihat mereka berdua saja, Acies bisa menggunakan


kemampuan psikis yang sama dengan Ashiya ketika dalam wujud iblisnya,
yaitu membuat orang lain melayang di udara.

"A-Acies, ini akan menarik banyak perhatian!! Ini terlalu mencolok!"

Di dalam gedung pusat ujian, mereka bertiga melayang.

Tidak hanya melayang di udara, mereka bertiga juga melayang di depan semua
orang.

Mengabaikan keributan yang ada di sekitarnya, Acies menggunakan


kemampuan psikisnya untuk menarik Maou dan Nord ke arah hujan lebat di
luar gedung dan dengan cepat terbang menuju langit yang diselimuti awan
tebal.

"Owaaaaahh???"

Kecepatan yang begitu luar biasa membuat Maou berteriak keras, tapi Acies
tidak membiarkan hal itu mengganggunya.
Acies jelas-jelas menggunakan semacam kemampuan psikis untuk
mengangkat Maou dan Nord, tapi sepertinya dia tidak menciptakan barrier
apapun, sehingga Maou dan Nord langsung terkena air hujan.

"Maou, ke arah mana?"

"Arah mana? Uh, aku masih tidak yakin kemana arahnya...."

"Kakak tadi bilang seseorang menggunakan sihir cuaca! Kalau begitu, itu pasti
ke arah sini!"

"Hhheeeyyyyy!!!!!"

Sebelum Maou bisa memahami arah mata angin, Acies sudah mulai terbang
lurus ke arah langit timur bahkan tanpa mengatur posisi Maou dan Nord.

"Kau sedang terburu-buru kan? Aku akan terbang sekarang!"

"Tu-tunggu dulu! Setidaknya biarkan aku mengatur posisiku.... ugaahhh!!"

"Kita berangkat........!!"

"......"

Menyeret teriakan Maou dan rintihan Nord, mereka bertiga seketika terbang
dari Pusat Ujian SIM Fuchu menuju ke arah langit timur.
Chapter 3 : Raja Iblis, Terlambat Datang

Ashiya menemui situasi tanpa harapan.

Suzuki Rika mempertahankan posisi duduk tegaknya, tatapannya saat menatap


dari sisi lain kotatsu, sangatlah tajam setajam pinggiran pedang suci.

Tidak, meski Ashiya tidak pernah beradu kekuatan dengan pedang suci Emi
sebelumnya, tapi mungkin pedang suci yang bisa ditangkis dengan
kekuatannya, bahkan lebih mudah untuk Ashiya hadapi.

"Ashiya-san, kenapa kau diam saja dari tadi?"

"Uh... itu...."

Ashiya, duduk dengan rapi meski tidak diminta dan tergagap ketika berbicara,
benar-benar tidak cocok dengan nama panggilannya, yaitu Chisho.

Di Kastil Iblis hanya ada Ashiya dan Rika. Di dalam kamar, hanya tepi jendela
dan tatami yang menghadap ke halaman belakang yang sedikit basah karena
hujan, dan pandangan Rika berulang kali berganti antara jendela tersebut dan
Ashiya.

Selain itu, terdapat dua botol teh kosong yang diletakkan di atas kotatsu.

"Maksudku tolong jelaskan semuanya dengan benar."

"Yeah, erhm, meski aku tahu apa yang ingin kau katakan...."

"Sejak dulu, aku sering kali merasa ada sesuatu yang tidak beres, tapi kita tidak
cukup dek-dekat sehingga aku bisa menanyakan hal-hal itu."

Rika berhenti di tengah-tengah kalimatnya karena alasan yang tak diketahui,


tapi segera setelahnya, dia langsung kembali ke nada tajamnya yang tadi.
"Jika saja aku memanfaatkan kesempatan untuk bertanya ketika kita pergi
membeli televisi...."

"Ye-yeah."

Meski di luar sedang hujan dan suhunya masih baik-baik saja, Ashiya tahu
kalau punggungnya telah dipenuhi dengan keringat.

"Jujur saja, aku tidak bisa memahami situasi ini."

"Ku-kupikir juga begitu."

Ashiya menunjukkan sebuah senyum yang bahkan lebih kering dari baju
cucian, tapi Rika tetap bersikeras bertanya,

"Biar kutanya sekali lagi."

"Y-ya."

"Kemana Suzuno dan Urushihara-san pergi?"

Itu bukanlah pertanyaan yang membingungkan, melainkan sebuah interogasi.

"Dan saat hujan lebat begini?"

Rika menunjuk ke arah jendela.

"Mereka langsung keluar dari jendela!"

"Uuuu..."

Ekspresi Ashiya benar-benar terlihat bingung.

Suzuno yang berlari ke kamarnya untuk menutup jendela ketika hujan turun,
menerima panggilan telepon dari Chiho ketika dia kembali ke Kastil Iblis.
Chiho harusnya meminta bantuan kepada Maou, tapi bagi Chiho yang baru
belajar menggunakan Idea Link, jarak dari Sasazuka ke Chofu pasti jarak yang
sangat sulit.

Tapi apapun yang terjadi, di saat seperti ini harusnya tidak perlu pilih-pilih.

Chiho yang baru belajar Idea Link, hari ini adalah pertama kalinya dalam
sebulan ini dia mengirim sinyal bahaya.

Dua minggu semenjak Emi menghilang, mereka sudah siap secara mental
untuk keadaan darurat apapun, dan mereka tahu kalau situasi kali ini tidak akan
mengizinkan keterlambatan apapun.

Namun, setelah Suzuno dan Urushihara meminum minuman energinya,


mereka langsung melempar botolnya ke atas tatami Kastil Iblis tanpa ragu.

"Kita berangkat, ikuti aku."

"Aku tahu."

Tidak diketahui apa yang mereka berdua pikiran, mereka berdua begitu saja
langsung membuka jendela di hadapan Rika.

"Tu-tu-tunggu, kalian berdua! Tenang dulu....."

"Hey, apa yang kalian berdua lakukan? Itu berbahaya....!"

Ashiya dan Rika, dengan alasan yang sepenuhnya berbeda, mencoba


menghentikan tindakan gegabah mereka.

Namun, Suzuno dan Urushihara sama sekali tidak peduli dengan cuaca buruk
di luar yang hanya bisa disebut sebagai badai, dan di depan Rika, mereka
melompat dari jendela di lantai dua tanpa ragu.

"Eh?"
Tapi, jangankan jatuh ke halaman belakang, mereka bahkan melayang sejajar
dengan tanah dan mendarat di atas atap sebuah properti di seberang jalan.

"Eh? Eh? Eh?"

Rika begitu syok.

Sementara Ashiya yang ada di belakang Rika, memegangi kepalanya dan


merasa sangat bingung.

Mungkin mereka sedang memastikan arah dari atap rumah di seberang.

Setelah Suzuno menunjuk ke satu arah, mereka berdua bergerak dari atap ke
atap dengan kemampuan melompat yang jauh melebihi manusia normal, dan
menghilang di tengah-tengah hujan.

"Ugghh??"

"Ugh!"

Ekspresi yang Rika tunjukan setelahnya, melebihi seluruh ekspektasi Ashiya.

Rika memanglah manusia, tapi karena dia terus membantu Ashiya dan Ashiya
juga menyukainya seperti dia menyukai Chiho, melihat tatapan Rika yang
dipenuhi dengan keterkejutan, kebingungan dan butuh sebuah jawaban, nyaris
membuat Ashiya trauma mental.

Karena itulah, 15 menit setelah Suzuno dan Urushihara melompat keluar,


Ashiya pun dipojokkan di mana dia duduk bertatap muka dengan Rika.

".... Ugh."

"Hm?"
Amarah di mata Rika, menjadi semakin parah, sepertinya dia tidak
mengizinkan Ashiya menggunakan haknya untuk tetap diam ataupun mencari
pengacara.

Dengan situasi sekarang, Ashiya tidak tahu bagaimana ia harus menangani


Rika.

Tapi Ashiya tidak hanya diam, sejujurnya, dia tidak tahu harus seberapa jujur
pada Rika.

Pada dasarnya, Rika bukanlah bagian dari Kastil Iblis, dan dia adalah teman
Emi. Dari bagaimana Emi dan Rika berinteraksi, sangat jelas kalau Emi masih
belum mengungkap identitas aslinya.

Meski begitu, Ashiya tidak punya cukup sihir iblis yang bisa ia gunakan untuk
memanipulasi ingatan Rika, dia juga tidak bisa menjadi seperti Urushihara
yang bisa mengisi kekuatan anehnya -dia tidak tahu apakah itu sihir iblis atau
sihir suci- dari sumber yang tidak diketahui.

Mereka awalnya hanya bertukar informasi tentang pergerakan Emi, bagaimana


bisa semuanya jadi seperti ini?

"Apa aku benar-benar tidak berguna?" ---Ashiya mulai menangis di suatu


sudut di dalam hatinya.

"Se-sebenarnya....."

"Hm??"
"Kama-Kamazuki dan Urushihara...."

"Hm?"

".... adalah, erhm, tester untuk minuman energi ini."

"Terus?"

"Adapun efek dari minuman itu...."

"Mana mungkin mereka langsung penuh dengan energi hanya setelah satu kali
minum?"

Rika memukulkan tinjunya ke atas kotatsu, membuat botol yang ada di atasnya,
sedikit berguncang, bahkan Ashiya pun juga mundur ketakutan.

"Bahkan PISUKO milik Glico pun tidak akan menjelaskannya seberlebihan


itu!"

Rika mengutip sebuah contoh aneh, bangkit, dan berlari menuju jendela.

"Dari sini sampai atap seberang setidaknya berjarak 10 meter! Mana mungkin
seseorang melompat ke sana tanpa ancang-ancang terlebih dahulu! Jika mereka
bisa melakukannya, mereka pasti sudah ikut olimpiade!"

"K-kau benar..."

".... Ashiya-san, aku tidak bermaksud mengatakan kalau Urushihara-san dan


Suzuno itu alien atau manusia super kau tahu."

Meski Ashiya berpikir kalau hal ini memiliki konsep yang hampir sama, dia
memilih untuk tetap diam karena menurutnya percuma meskipun dia
menjelaskannya.
"Bahkan adegan kawat di Hollywood pun, para pemainnya masih harus
menggerakkan tangan dan kaki mereka agar bisa melompat kesana! Sanggup
melakukannya hanya dengan kekuatan fisik saja itu terlalu aneh! Ada apa ini,
orang macam apa Urushihara-san dan Suzuno itu?"

Kali ini, Ashiya melihat secercah harapan.

Rika hanya menyebutkan soal kemampuan fisik manusia super yang dimiliki
oleh Suzuno dan Urushihara. Meski melakukan hal ini hanya akan menunda
saja, jika dia bertingkah seolah tidak tahu apa-apa, tidak masalah kan kalau dia
menyerahkan tanggung jawabnya pada mereka berdua?

Ketika Ashiya hendak bergantung pada pemikiran optimis tersebut....

"Dan reaksi Ashiya-san, daripada kaget, ini lebih seperti kau mencoba
menghentikan mereka kan? Artinya ini bukan pertama kalinya kau melihat
mereka melakukan hal-hal itu!"

Tak disangka, wanita Jepang ternyata tidak hanya punya pandangan yang luas,
bahkan kemampuan observasi mereka sangat jeli.

Ashiya mengabaikan situasi ini dan sungguh-sungguh merasa kagum.

Dan disitulah Ashiya mendapat suatu masalah lagi.

".... Meski aku mengatakan yang sebenarnya, Suzuki-san mungkin tidak akan
mempercayaiku...."

Ashiya menghela napas seolah sudah menyerah.

Terkait identitas aslinya, Ashiya secara aktif sudah menyembunyikannya,


selain itu, situasi ini terjadi jelas-jelas karena kesalahan Suzuno.
Bahkan jika Ashiya mengatakan semuanya karena diinterogasi oleh Rika,
logikanya, tak seorangpun bisa menyalahkannya.

Meskipun mungkin dia akan dimarahi, tapi mengesampingkan kenyataan


kejam itu sejenak...

"..... Aku tidak sebegitu bodohnya sampai tidak mempercayai apa yang kulihat
dengan mata kepalaku sendiri."

Mungkin karena merasakan aura Ashiya yang ingin menyerah, Rika menahan
diri, meletakkan tangannya di atas meja, dan mengatakan,

"Dan.... aku juga sudah siap secara mental sampai ke titik tertentu."

"Siap secara mental?"

"Yeah. Mengenai hal-hal yang kau katakan soal Maou-san membuka sebuah
perusahaan, meski itu tidak bohong, tapi itu bukan kenyataannya, kan?"

".... Kenapa kau berpikir begitu?"

Ashiya, merasa sangat terkejut, bertanya dengan mata memicing, dan Rika
menjawabnya, merasa sedikit bingung,

"Mengenai hal itu, aku merasa curiga setelah perjalanan kita membeli televisi
bersama dan ketika aku membantu memilih HP. Pada saat itu, bukankah kau
bilang kalau Suzuno adalah 'seseorang yang memiliki hubungan tidak baik
dengan kami'?"

"Yeah, soal itu, aku memang mengatakannya...."

"Tapi ketika kita berbicara tentang Suzuno di lantai dua Sentucky, bukankah
kau cukup sopan ketika berbicara dengannya? Berbeda dengan bagaimana kau
memperlakukan Emi yang memiliki hubungan tidak baik denganmu sejak awal,
kau itu memperlakukan Suzuno sebagai tetangga dengan baik. Dengan kata
lain, sebelum dia pindah, kalian itu tidak saling mengenal kan?"

"!!"

"Kalau begitu, bagaimana bisa itu disebut 'seseorang yang punya hubungan
tidak baik dengan kami'? Jika itu memang pertengkaran tetangga yang parah,
tidak mungkin kalian berdua bisa membeli sesuatu bersama, meski aku tidak
tahu dengan pasti, tapi kupikir itu mungkin karena Suzuno dan kalian pernah
bertemu sebelumnya tanpa kalian sadari, ataupun karena kalian hanya tahu
keberadaan masing-masing. Dari poin ini, Emi seharusnya juga sama."

"Kau berbicara tentang Yusa?"

"Yeah, dibandingkan saat pertama kali Suzuno datang ke tempat kerja kami,
cara Emi memperlakukan Suzuno sekarang itu sangat berbeda. Meski Emi
sangat berhati-hati terhadap Suzuno hingga ke titik di mana aku salah mengira
kalau mereka memperebutkan Maou-san, hubungan mereka saat ini itu sangat
baik sampai-sampai aku merasa sedikit cemburu."

Kali ini, selain benar-benar merasa kagum, Ashiya juga merasa kaget dengan
kecerobohan orang-orang di pihaknya.

Ashiya tidak tahu kapan Emi mengetahui identitas asli Suzuno, tapi setidaknya
ketika Ashiya melihat Rika di lantai dua Sentucky, dia masih memperlakukan
Suzuno sebagai tetangga normal yang memberi mereka udon.

Sikap Ashiya terhadap Suzuno pada waktu itu bukanlah kebohongan sama
sekali, tapi meski identitas asli Suzuno terungkap setelahnya, mereka berdua
seharusnya berperilaku sama di depan Rika.

Rika bukanlah wanita bodoh yang tidak akan menyadari perubahan tersebut.
"Meski begitu, aku hanya tahu samar-samar kalau ada masalah tersembunyi di
baliknya, dan setelah aku pergi ke toko elektronik itulah aku sangat yakin kalau
kalian semua menyembunyikan sebuah rahasia. Ditambah lagi, mungkin
Suzuno dan Emi... juga sama. Sementara Urushihara-san, aku tidak bisa
menilainya secara akurat karena kami baru pertama kali bertemu, karena aku
sudah melihat kejadian tadi...."

Kejadian yang Rika bicarakan, tentu saja merujuk pada lompatan jarak jauh
tadi.

"Jadi, mengenai apa yang terjadi tadi, apa-apaan semua itu?"

"...."

Ashiya memantapkan pikirannya.

Dia sudah tahu kalau sesuatu seperti ini pasti akan terjadi cepat atau lambat.

Jika Rika menjadi begitu takut hingga tidak berani mendekati mereka, maka
memang sudah begitu takdirnya.

Meskipun mereka belum lama kenal, tapi Ashiya tahu, dari sifat Rika, dia tidak
mungkin melakukan sesuatu yang bodoh seperti membocorkan informasi
mereka pada media.

"Suzuki-san."

".....!"

"Sebenarnya.... kami bukan....."

"Ee?"

"...bagian dari Jepang, hm?"


Ashiya memutuskan untuk mengungkap identitasnya setelah melalui banyak
pertimbangan, tapi Rika tiba-tiba membuat teriakan pendek.

Rika dengan gemetar menunjuk ke arah belakang Ashiya, yang mana juga
merupakan jendela tempat di mana Urushihara dan Suzuno melompat.

"???"

Setelah melihat ke belakang mengikuti instruksi Rika....

"Uwah!"

Ashiya juga berteriak. Dia tidak sanggup menahannya... Bagaimanapun,

"Ashiya..... jendela, buka jendelanya!"

Maou yang basah kuyup sampai ekspresinya tidak bisa dilihat, mengetuk
jendela dari luar.

Penampilan Maou saat ini hanya bisa disebut menyedihkan, tapi untuk
seseorang yang seharusnya berada di Pusat Ujian SIM Fuchu, kenapa dia tiba-
tiba menempel di jendela dengan basah kuyup?

Setelah memulihkan diri dari keterkejutan sesaatnya, Ashiya dengan panik


melesat ke arah jendela dan membukanya.

Ashiya tahu kalau orang yang ada di luar itu adalah Maou, tapi terbang ke sini
dengan hujan lebat dan angin kencang seperti ini, pasti Maou tidak sendiri.

"Maou, Maou-sama? Ke-kenapa kau ada di sini? Si-siapa orang-orang ini?"

"Me-menjengkelkan..... ah~ aku akan menjelaskannya nanti, pokoknya, aku


tinggalkan orang ini di sini dulu."

Setelah mengucapkan hal itu, Maou tidak hanya memasuki kamar....


"Uh...."

.... dia juga menendang pria paruh baya bertubuh besar ke dalam kamar.

Si pria, basah kuyup seperti Maou, menggelengkan kepalanya dan bangkit dari
tatami.

".... Siapa itu??"

"Si-siapa dia?"

Jangankan Rika, bahkan Ashiya pun tidak pernah melihat pria ini sebelumnya.

"Oh, Su-Suzuki Rika, kau ada di sini. Ah, yeah, aku sedang terburu-buru
sekarang, jika ada sesuatu, kita bisa membicarakannya nanti.... Ashiya, cari
ganti baju untuk paman ini. Meski dia mengaku punya pengalaman bertarung,
tapi saat ini, kita tidak bisa membiarkan paman ini pergi apapun alasannya."

"Ma-Maou-sama, aku sama sekali tidak paham apa yang kau katakan...."

"Ah, maaf, aku akan menjelaskannya nanti. Jika aku terlambat lebih lama lagi,
aku pasti akan dimarahi oleh Suzuno. Chi-chan sepertinya berada dalam
bahaya..... ah, ah choo!!"

"Wah! Eh, i-ini bahkan belum 15 menit sejak komunikasi Sasaki-san tadi, dan
kau sudah sampai ke sini...."

Maou tidak mungkin bisa merasakan keadaan aneh ini sejak awal, dan dari
perhitungan Ashiya, mustahil Maou bisa kembali ke sini dari Fuchu dalam
waktu yang sangat singkat...

"Maou, apa kau sudah selesai?"

"Yeah. Aku mengandalkanmu. Ughh, dinginnya...."


Tapi setelah melihat ke arah suara tak dikenal tersebut, Ashiya mendapati
seorang gadis melayang di udara, sehingga ia tak perlu menanyakan hal
tersebut.

Ashiya menoleh ke arah Rika, tapi mata Rika hanya diam menatap Ashiya,
Maou, si gadis, dan pria paruh baya itu secara bergantian.

"Maou-sama! Mungkinkah gadis ini....."

"Ah, ketika aku sampai di sana, aku akan membiarkannya kembali ke sini...."

"Kalau begitu, kami berangkat!"

"Maaf, aku akan menjelaskannya nantiiiiii....."

Maou tidak punya waktu untuk menyelesaikan kata-katanya. Bersama dengan


gadis itu, dia pergi meninggalkan pria paruh baya tersebut dan terbang ke arah
Suzuno dan Urushihara menghilang sambil berteriak.

Ashiya dan Rika sesaat lupa untuk menutup jendela dan membiarkan angin dan
air hujan masuk, mereka berdua menatap ke arah langit yang dituju oleh Maou
dan gadis tadi.

"......"

"......"

"......"

Setelah Ashiya, Rika, dan pria paruh baya itu menatap satu sama lain....

"Po-pokoknya, izinkan aku ganti baju dulu...."

"Kau ini sebenarnya siapa?"

"Seseorang terbang di langiiiiiiittttttt!"


.... mereka berteriak sendiri-sendiri tanpa ada gangguan jeda sama sekali.

XxxxX

Sedikit mundur di saat sebelum Maou menerima Idea Link dari Suzuno.

Ketika dia melihat 'itu' dengan santainya berjalan di lapangan sekolah saat
sedang hujan, Chiho hampir saja pingsan.

Itu bukan karena takut, tapi karena semuanya terjadi begitu tiba-tiba.

Normalnya, Chiho seharusnya merasa takut, tapi karena dia sudah pernah
berbicara dengan seseorang yang memiliki penampilan sama dan sudah
mendengar banyak informasi sebelumnya, Chiho langsung tahu kalau 'itu'
memiliki posisi yang cukup tinggi di antara Iblis Ente Isla.

'Itu' adalah iblis yang dikenal sebagai kepala suku klan Malebranche.

Sebelumnya, iblis yang membawa anak bernama Iron dan memanggil dirinya
Farfarello (dia akhirnya bisa mengingatnya), sepertinya adalah anggota baru di
antara banyak kepala suku, tapi meski dilihat dari kejauhan, Chiho bisa tahu
kalau iblis yang berjalan dengan angkuh di sekolahnya itu memiliki ukuran
tubuh yang lebih besar dibandingkan Farfarello.

Meski awalnya dia tidak menyadarinya karena terlalu kaget, tapi iblis itu
nampak menyeret sesuatu di tangannya.

Dilihat baik-baik, Chiho bisa tahu kalau benda itu adalah monumen yang
dihadiahkan oleh para alumni untuk sekolah dalam rangka memperingati 50
tahun dibangunnya sekolah ini, dikenal dengan nama 'Kedamaian dan
Ketulusan'.

Benda seperti globe dengan gambar angka di atasnya ini, dikelilingi oleh tiga
manusia telanjang yang sedang membungkuk, sejak desain misterius ini
dihadiahkan ke sekolah, benda itu terus mendapat komentar negatif dari para
siswa, seperti 'menjijikkan', 'aneh', 'jangan beri karya seni seperti ini pada
orang lain', dan lain sebagainya. Tidak diketahui apakah monumen tersebut di
tarik atau dipatahkan, tapi Malebranche itu dengan santainya berjalan di
halaman sekolah sambil membawa bagian globenya.

Sebelumnya, karena Chiho bergerak sendiri, dia membuat Maou dan yang
lainnya menjadi sangat khawatir.

Oleh karena itu, dia sama sekali tidak punya niatan untuk menangani hal ini
sendiri dan mencoba menghubungi Maou.

Meski Maou bilang kalau dia sedang mengikuti ujian keduanya hari ini, tapi
ini adalah situasi yang lebih penting.

Namun, dia tidak bisa menghubungi Maou.

Para guru dan siswa lain melihat Malebranche itu dari gedung sekolah, dan
Chiho yang berhasil menghindari pengawasan dari para guru, masih belum
bisa menghubungi Maou.

Sepertinya, bahkan jika dia menggunakan penguat, dia tidak akan bisa
mengirimkan pesannya ke Chofu.

Emi masih menghilang, kalau begitu, hanya Suzuno lah yang punya
kemampuan untuk melawan iblis itu.
Mengambil kesempatan ketika perhatian semua orang tertuju pada lapangan
sekolah, Chiho menggenggam HP yang ada di dalam tasnya dan mencoba
menggunakan Idea Link pada Suzuno.

Kali ini, pesannya berhasil, dan Suzuno bilang kalau dia akan segera menuju
ke sekolah.

"Sa-Sasa, menurutmu apa itu?"

Kali ini, teman baik Chiho di sekolah, Tokairin Kaori menunjuk ke arah
lapangan sekolah dan tergagap. Meski Chiho tau jawabannya, tentu saja dia
tidak bisa memberitahunya.

"Uh, apa itu ya? Mu-mungkin sejenis binatang yang berbahaya atau
semacamnya...."

Chiho yang hanya bisa menjawab demikian, diam-diam meminta maaf pada
iblis itu di dalam hatinya.

Meski seharusnya dia tidak memprotes, tapi Malebranche yang ada di lapangan
sekolah itu bertingkah seperti anak kecil yang bosan dengan mainannya, dan
melempar 'Kedamaian dan Ketulusan' dari tangannya begitu saja.

"??"

Tidak hanya Chiho, semua orang yang ada di sana menahan napas mereka.

'Kedamaian dan Ketulusan' melesat ke sudut lapangan sekolah layaknya


sebuah meteorit dan hancur ketika menghantam gawang sepak bola.

Jika bidikannya meleset sedikit saja, benda itu mungkin sudah menghantam
gedung sekolah.

"Apa tidak.... ada yang bisa kubantu?"


Chiho tidak tahu apa dia bisa memindahkan Malebranche itu ke tempat lain
sebelum siswa lain memergokinya.

Chiho menggenggam HPnya dan hendak meminta pendapat Suzuno, tapi


setelah berpikir kalau Suzuno pasti takkan mendukung tindakan aktifnya,
Chiho pun mengurungkan ide tersebut.

Ketika Chiho menganggap kalau dia hanya bisa diam mengamati semuanya....

"Hhhhhhhhoooowwwwwwllllll!!!"

Malebranche yang ada di lapangan sekolah tiba-tiba berteriak marah.

"Kya!"

Suara nyaring layaknya serigala liar itu, membuat Chiho menutup telinganya.

"Ee...."

Seketika, Chiho mendengar seseorang menghirup napas dan berbicara sambil


ketakutan,

"I-ini akan baik-baik saja kan?"

"Menurutku kita sebaiknya lari...."

"Sensei, apa yang harus kita lakukan?"

"Apa yang harus kita lakukan...."

Di dalam kelas mulai menjadi berisik. Chiho merasa kalau ini pastilah indikasi
sebelum terjadinya kepanikan.

Setelah melirik ke arah Malebranche yang ada di lapangan sekolah dari


kejauhan, Chiho pun membuat keputusannya. Meski dia akan dimarahi oleh
Maou dan Suzuno setelahnya, saat ini, bukanlah saatnya untuk ragu-ragu.
Jika Malebranche itu kembali melakukan tindakan yang mencolok, hal itu pasti
akan menyebabkan kepanikan.

"....."

Chiho mengendap-endap keluar dari kelas yang dipenuhi dengan kegelisahan,


dan berlari menuju koridor sebelum seseorang menemukannya.

Terakhir kali dia berlari dengan seluruh kekuatannya di koridor mungkin


ketika dia masih duduk di bangku SD.

Tanpa diketahui oleh siapapun, Chiho berlari menuju atap SMA Sasahata.

Sudah lebih dari 70 tahun semenjak berdirinya SMA Sasahata, dan gedung
sekolah lama, katanya punya sejarah lebih dari 50 tahun.

Sangat disayangkan sekolah belum pernah mengalami pembangunan apapun


saat Chiho sekolah, selain ruang kelas untuk kelas 3, gedung sekolah lama
sepertinya berisi ruang rapat untuk OSIS atau ruang rapat klub dan lain
sebagainya, ruang itu tidak akan digunakan dalam jangka waktu lama.

Karena semua orang di sekolah nampak melihat ke arah lapangan, Chiho yang
berlari ke dalam gedung sekolah lama bisa melewati koridor tanpa bertemu
siapapun, tapi sebelum bisa mencapai tujuannya yaitu di atap....

"???"

Chiho secara refleks berhenti berlari.

Di sudut lantai ketiga dari gedung sekolah lama yang berada di samping tangga
menuju atap, terdapat sebuah ruang kelas yang di antara para siswa dikenal
dengan nama 'ruang yang tak bisa dibuka'.
Itu bukan karena ada siswa yang mati di sini sebelumnya, atau karena ada segel
aneh di sana, tempat itu disebut demikian hanya karena dulu itu adalah ruang
kelas ekonomi rumah, tapi setelah gedung sekolah baru yang dibangun 30
tahun lalu memiliki ruang kelas ekonomi rumah yang lebih baru, tak seorang
pun menggunakan ruangan itu lagi.

Sebuah kunci sederhana terpasang di pintunya, tapi karena bagian logam


pengamannya sudah sangat tua, selama seseorang memiliki gergaji, bahkan
anak kecil pun bisa membukanya.

Di dalam ruangan itu, Chiho pernah menggunakan fragmen Yesod untuk


memastikan kalau Emi sudah berangkat ke Ente Isla, tapi saat ini, pintu ke
'ruang yang tak bisa dibuka' itu sudah dirusak dari dalam.

Dan di koridor, terdapat jejak kaki besar yang berlumuran lumpur.

"... Apa dia berasal dari sini?"

Chiho yang mengintip ke dalam ruang tersebut, menyadari bahwa jendela di


sana sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda perusakan, dan di dalam kelas,
hanya tertinggal meja rusak, pencuci kulit, dan rak buku yang diselimuti debu.

Tapi di atas lantai di tengah-tengah ruangan, terdapat sebuah bekas hangus.


Apa yang terjadi?

".... Oh tidak, sekarang bukan saatnya untuk mempedulikan hal ini."

Verifikasi yang lebih detail bisa dilakukan setelah Suzuno datang. Hal yang
paling penting saat ini adalah Malebranche di luar.

Setelah menaiki tangga dengan terburu-buru, pintu yang menghalangi jalan


Chiho pun terkunci.
Tapi itu bukan masalah. Setelah memastikan kalau tidak ada seorangpun yang
berada di bawah, Chiho menarik napas dalam.

"Pagi yang baru telah datang~ pagi penuh harapan~"

Usai memfokuskan kekuatan yang tertidur jauh di dalam tubuhnya, Chiho


menyanyikan lagu latihan radio dengan keras, mengaktifkan sihir sucinya.

Jika dia hanya ingin menggunakan Idea Link, dia seharusnya tidak perlu
mengaktifkan sihir suci dengan seluruh kekuatannya, tapi saat ini, Chiho
melakukan hal itu karena dia ingin merapal mantra lain.

Dari latihan yang dia jalani sebelumnya, Chiho tahu kalau selama dia
menyanyi terus menerus, dia pasti bisa meningkatkan pengaktifan sihir sucinya.
Seperti ingin mengkonsentrasikan sihir sucinya, Chiho terus menerus
menyanyikan lagu latihan radio.

Alhasil, seperti yang Chiho prediksi, ketika dia ingin mengulangi lagu tersebut
untuk ketiga kalinya, sensasi ada sesuatu yang berat mendarat di sisi lain pintu,
bisa terdengar.

".... Apa kau memanggilku?"

Itu adalah suara yang mirip dengan Farfarello.

Pertama-tama, Chiho bernapas lega. Seperti yang dia duga, iblis itu bisa
merasakan pengaktifan sihir sucinya.

".... Baguslah, kau bisa berbicara bahasa Jepang."

"Siapa kau? Kenapa kau memanggilku ke sini?"


"Meski itu adalah lagu yang sangat panjang..... Aku hanya ingin bicara
denganmu lebih dulu sebelum guru atau siswa lain bertindak gegabah
terhadapmu."

"Hmmph, dibandingkan sihir suci lemah yang kau miliki, nadamu terdengar
agak berani ya."

Makhluk yang ada di sisi lain pintu berbicara dengan nada yang terdengar
seperti meremehkan Chiho. Namun, meski kata-kata iblis itu mengandung
cacian, selama isinya sesuai dengan kenyataan, Chiho pasti akan menerimanya
dengan jujur.

"Sejujurnya, aku sama sekali tak punya kekuatan bertarung, dan kurasa aku
juga takkan bisa melakukan apa-apa terhadapmu. Tapi aku memintamu ke sini
karena ada alasan yang jelas."

"Ah?"

Chiho memang tidak bisa melihat siluet iblis itu, tapi karena dia yakin kalau
Suzuno sedang menuju ke sini, dia tidak merasa sepenuhnya takut.

"Karena aku tidak punya kuncinya, aku hendak memintamu untuk membuka
pintu ini. Jika itu Malebranche-san, kau harusnya bisa melakukannya kan?"

"....."

Aura kebingungan bisa dirasakan dari sisi lain pintu.

"Dunia ini sangat ketat terhadap anak-anak. Meskipun aku bilang kalau aku
ingin berbicara sendiri dengan seorang iblis dari dunia lain, para orang dewasa
pasti takkan meminjamkan kunci atap ini."

Meski pintu logam di depan Chiho sudah tua, tapi itu masih terlihat sangat
kokoh.
"!!"

Namun, di saat itu, suara pintu yang dirusak oleh seseorang, terdengar dari luar.

Seperti yang Chiho duga, iblis itu membantu merusak kuncinya dari luar.

Setelah kehilangan penopangnya di sisi lain, bagian dalam knop pintu itu jatuh
di kaki Chiho, sebuah cakar tajam yang familiar meluncur masuk melalui
lubang di pintu.

Untuk pertama kalinya Chiho merasa takut.

Sebelumnya, sebagian karena ada Iron di sana, Chiho sama sekali tidak merasa
takut ketika menghadapi Farfarello.

Tapi kali ini, Chiho menghadapi iblis yang tak dikenal sendirian.

Jangan khawatir, para iblis tidak sepenuhnya jahat.

Setelah menyugestikan hal itu, Chiho menatap pintu yang terbuka perlahan.

"Nona, untuk seukuran manusia lemah, kau punya nyali ya."

Malebranche yang ada di hadapan Chiho, memiliki cara bicara yang lebih kasar
dan juga memiliki tubuh yang lebih besar dibandingkan Farfarello.

Cakarnya tidak sepanjang apa yang Chiho kira. Meski dia bertubuh besar, tapi
cakar dan sayapnya lebih kecil ketimbang Farfarello.

Akan tetapi, dari sihir iblis yang terpancar dari tubuhnya, Farfarello bukanlah
tandingannya sama sekali.

Meski tidak berada di tingkat wujud Raja Iblis Maou, jika dia tidak
mengaktifkan sihir sucinya secara penuh, mungkin Chiho akan merasa tidak
nyaman sampai tidak bisa berbicara tatap muka dengan iblis tersebut.
"Sepertinya kau benar-benar orang dari negara ini...... tapi bisa berdiri di
hadapanku dan tidak banyak bereaksi..... oh, begitu ya, jadi kau Jenderal
Pasukan Raja Iblis baru yang dikatakan nak Farrel, MgRonalds Barista (Mgron
Ald Ballista) itu?"

Meski iblis dari dunia lain bertanya dengan serius 'apa kau MgRonalds
Barista?', Chiho yang tahu arti istilah tersebut yang sebenarnya, hampir tertawa
terbahak-bahak.

Terkait nama Farrel, apa itu mungkin nama panggilan Farfarello? Soal bagian
itu, entah kenapa rasanya agak imut.

Tapi Chiho tetap mengikuti atmosfer saat ini, dia berusaha semampunya
menunjukkan senyum tak gentar dan mengatakan,

"Sepertinya aku tidak perlu memperkenalkan diri, jika kau bersikap seperti pria
sejati layaknya semua iblis yang kukenal sejauh ini, itu pasti akan sangat
bagus."

Setelah Chiho mengucapkan hal tersebut, Malebranche bertubuh besar itu


menghembuskan napas bau, tertawa dengan suara yang membuat orang-orang
ingin menutup telinga mereka dan mengatakan,

"Kyahahahahaha! Jangan paksa dirimu melakukan sesuatu yang tidak biasa


kau lakukan. Suaramu tidak hanya gemetar, kau bahkan tidak bisa
menyembunyikan rasa takutmu terhadap kami, para iblis."

"Ugh!"

Chiho tersipu malu di hadapan ancaman tersebut.


"Tapi karena kau sudah cukup berani walau gemetar seperti seekor semut, aku
akan bersikap layaknya pria sejati yang sudah ditentukan oleh manusia, dan
memperkenalkan diriku terlebih dahulu."

"Si-silakan..."

Chiho menatap ke arah langit di belakang Malebranche itu secara refleks.

Suzuno masih belum sampai.

"Namaku adalah Libicocco. Seperti yang kau lihat, aku adalah salah satu
kepala suku Malebranche. Tapi ingat, aku tidak senaif nak Farrel itu. Meski
aku senang Raja Iblis Satan masih hidup, tapi aku tidak akan mengakui sesuatu
seperti 'Empat Raja' yang baru!"

Seketika itu juga, angin dan hujan tiba-tiba menjadi semakin kuat, dan ini
bukan hanya imajinasi saja.

Awan di langit menjadi semakin gelap, bahkan mata telanjang pun bisa melihat
kalau awan itu bergerak, dan membuat atmosfer menyelimuti seluruh area kota.

Malebranche yang menyebut dirinya Libicocco itu meningkatkan sihir iblis


sampai ke titik di mana Chiho, bahkan dengan sihir sucinya, kesulitan untuk
menahannya.

Karena itulah, Chiho tidak bisa mengatakan meski namanya 'Empat Raja',
sebenarnya itu ada lima orang.

XxxxX

"Gyah!"
Dengan lepasnya kekuatan psikis yang mendadak, Maou yang melayang di
udara, dengan menyedihkan jatuh ke tanah berlumuran air hujan dengan
pantatnya terlebih dahulu.

"Hey! Apa yang kau lakukan? Kita masih belum sampai ke sekolah Chi-chan!"

"Maafkan aku, aku akan mengambil jalan memutar."

Seusai melihat bagian tubuh bawahnya yang basah kuyup bahkan sampai
pakaian dalamnya terendam dengan tatapan seperti sudah menyerah....

"... Ini benar-benar badai, eh.... bukankah ini MgRonalds?"

Maou mengamati sekelilingnya dan menyadari kalau ini adalah tempat yang
sangat dikenalnya.

Ini adalah bagian depan MgRonalds stasiun Hatagaya.

Dikarenakan badai, di sana tidak ada satupun pejalan kaki, dan Maou pun
menghela napas lega.

Karena mereka berdua mendarat (dilempar) di tempat yang tidak bisa dilihat
dari konter, Maou pun tidak bisa memastikan keadaan Kisaki, tapi ketika
melihat ke dalam restoran melalui jendela, jumlah pelanggan yang ada di
dalam sepertinya sama dengan jumlah orang yang biasanya mereka dapatkan
di cuaca buruk seperti ini.

"Kalau begini, meski bannernya diletakkan secara horizontal, banner itu pasti
tetap akan rusak tertiup angin."

Menurut prosedur, banner iklan untuk promosi musim gugur haruslah


diletakkan secara horizontal ketika ada angin kencang, hanya saja, bahkan batu
berat yang digunakan untuk menstabilkan landasannya pun, menghasilkan
suara klak ketika tertiup oleh angin.
"Di sana.... sepertinya ada seseorang tadi."

"Hm?"

Tapi Acies tidak menatap ke arah MgRonalds, melainkan ke arah Sentucky


yang ada di seberang.

Maou mengikuti pandangan Acies ke arah restoran saingan MgRonalds....

"Uwah! Apa itu tidak apa-apa?"

Jendela kaca besar yang berada di sebelah area tempat duduk, hancur.

Kaca itu mungkin pecah karena genteng ataupun sesuatu yang tertiup oleh
angin.

Meski Maou tidak peduli dengan malaikat agung manager Sentucky, Sariel,
tapi sebagai rekan dari restoran pinggir jalan, dia tetap khawatir jikalau
pegawai atau pelanggan Sentucky terluka.

Lampu di dalam restoran nampak tidak menyala, mungkin petir menyebabkan


sirkuat listriknya rusak.

"Tapi.... orang itu sudah tidak ada lagi."

"Hey, apa ada sesuatu yang salah dengan Sentucky?"

Karena dia adalah eksistesi yang sama seperti Alas Ramus, bahkan jika Acies
Ara bisa merasakan keberadaan malaikat agung Sariel, hal itu tidaklah aneh
sama sekali.

Tapi meski begitu, apa maksudnya 'tidak ada di sini lagi?'

".... Maafkan aku, kau sedang terburu-buru kan, kalau begitu aku tidak akan
mengambil jalan memutar lagi."
"Yeeeaaaaahhh....!"

Tanpa menunggu jawaban Maou, gadis itu kembali membuat Maou melayang
dengan cara yang hanya bisa disebut kasar, mereka berdua lalu melesat ke
dalam awan dan hujan, dan menghilang di langit.

XxxxX

"Lalu.... Untuk apa Libikuku-san datang ke Jepang?"

Angin dan hujan di atas atap membuat rambut dan seragam Chiho basah kuyup
dalam sekejap, berhadapan dengan Malebranche yang memiliki sihir iblis
dalam jumlah besar dan tubuh yang besar pula, meskipun merasa gemetar
karena kedinginan dan ketakutan, Chiho tetap bertanya dengan penuh tekad.

Dia tak merasa ada orang lain yang menunggu di sekitar mereka seperti Iron,
tapi mengingat Ciriatto pernah membawa pasukan dalam jumlah besar ke
Jepang sebelumnya, Chiho pun tidak bisa lengah begitu saja.

Namun, setelah Libicocco mendengarnya, dia menunjukkan ekspresi yang


meski Chiho tidak familiar dengan ekspresi iblis, bisa tahu kalau itu adalah
ekspresi kesal.

"Cara pengucapanmu membuatku marah."

"Eh?"

Chiho dengan serius menanyakan motif iblis tersebut, tapi kenapa dia malah
dikritik karena salah pengucapan?

"Namaku Libicocco, coba ulangi sekali lagi!"


"Li-Libikuku."

Chiho mulai tidak mengerti apa yang dia lakukan di tengah hujan angin
bersama dengan iblis tersebut.

Tapi karena Chiho tidak boleh membuatnya marah, meskipun merasa kaget, ia
tetap mendengarkan kata-kata Libicocco dan mengulanginya sekali lagi.

"Aku akan membunuhmu, aku ini bukan ayam."

"Ah, ayam di Ente Isla membuat suara 'kuku' juga?"

"Apa kau meremehkanku? Akan kukatakan hal ini lebih dulu, jika kau salah
menyebutkan nama anak-anak seperti Draghignazzo dan Scarmiglione,
mereka pasti akan memenggal kepalamu tanpa pikir panjang."

"Dra, Dera, Derachinya.... ehhh?"

Chiho tidak tahu bagaimana para iblis memberikan nama dalam budaya
mereka, tapi nama Malebranche pasti juga berasal dari orang tua mereka, jadi
Chiho benar-benar ingin tahu seperti apa penampilan orang tua yang
memberikan nama yang sulit disebut seperti itu.

"Huuh, kau hanya perlu mengingatnya, mereka sudah tidak di sini lagi.
Tenang!"

"Eh?"

Chiho sesaat merasa kalau dia baru saja mendengar sesuatu yang penting, tapi
Libicocco langsung menimpalinya dan mengatakan,

"Katakan sekali lagi! Libicocco!"

"Li.... Libicocco!"
"Bagus sekali! Kau pasti bisa melakukannya kalau kau mau berusaha! Meski
pengucapanmu masih sedikit kaku, karena kau adalah manusia dari dunia lain,
aku tidak akan mempermasalahkannya."

"Ter-terima kasih...."

Bagaimanapun, sepertinya Chiho berhasil melewati ujian pengucapan nama.

"Kalau begitu, Li..... Libi..... Libicocco-san, untuk apa kau datang ke sini...."

"Aku datang untuk membuat kekacauan."

"Eh?"

Chiho hampir berpikir kalau dia sudah membuat Libicocco marah karena salah
menyebut namanya lagi, tapi sepertinya tidak begitu.

"Meski begitu, aku tidak berencana melakukan pembantaian besar-besaran di


sini, alasan kenapa aku datang ke tempat ini itu murni karena pintu keluar
'gate'nya kebetulan ada di sini. Mungkin seseorang pernah membuka 'gate' di
sini sebelumnya. Tapi bagaimanapun, aku sudah diperintahkan untuk membuat
kekacauan yang mudah dipahami ketika aku keluar."

"Mudah dipahami?"

"Benar, seperti ini..."

Setelah mengatakan hal tersebut, Libicocco menyeringai seperti sedang senang


dan membentangkan tangannya, dia menciptakan angin yang begitu kencang
sampai membuat Chiho harus menutup wajahnya.

Seketika itu juga, angin dan hujan yang mengelilingi SMA Sasahata, berputar
dengan kasar seolah terkonsentrasi pada satu titik dan mengelilingi sekolah
layaknya dinding badai raksasa.
"To-tolong hentikan!"

Chiho berteriak.

Badai yang mengelilingi sekolah dan kawasan sekitarnya, mendadak


bertambah kuat.

Dinding yang diciptakan oleh angin dan hujan tersebut, seketika menjatuhkan
genteng dari rumah-rumah terdekat, menumbangkan pohon-pohon di halaman,
dan membuat kabel listrik yang telah putus terus menghasilkan percikan api.

"Bagaimana, mudah dipahami kan?"

Seperti menikmati reaksi Chiho, Libicocco terus menggunakan sihir untuk


mengendalikan cuaca.

"Kalau begitu izinkan aku mencoba gerakan ini."

Libicocco melambaikan cakar yang dia rentangkan.

Chiho tidak tahu apa yang berubah, tapi saat ia merasa bulu kuduknya berdiri,
sebuah tiang cahaya tiba-tiba muncul.

"Kyaaahhh!!"

Chiho mengeluarkan sebuah teriakan yang memecah udara, dia melihat kilatan
yang terpancar dari dinding angin tersebut, dan kemudian, kilat yang tak
terhitung jumlahnya mulai menghantam tanah.

Kilat-kilat itu mengenai antena yang ada di atap berbagai rumah, tiang listrik,
dan tiang-tiang lampu apartemen, benda-benda yang tentu saja takkan bisa
menahan petir itu, terbakar dalam sekejap mata.

"Hmmph, nampaknya semua takkan berjalan semulus itu."


Chiho perlahan-lahan membuka matanya setelah kilatan itu berhenti, dan
menahan napasnya saat melihat api yang muncul dari berbagai rumah di dekat
sekolah.

Tapi Libococco terlihat masih belum puas dengan hasil ini.

"Hmmph, kupikir aku bisa membuat tempat ini menjadi lautan api dengan cara
yang lebih memuaskan."

Ketika kilat mulai menyambar di depan matanya, Chiho secara mental sudah
siap untuk melihat pemandangan seperti itu, tapi dengan semakin
meningkatnya alat-alat presisi di berbagai rumah, kesadaran untuk
pemasangan anti-petir pun meningkat.

Kabel-kabel di tiang listrik yang awalnya hanya digunakan untuk menyalurkan


listrik, sekarang mulai digunakan secara luas di bidang lain selain penggunaan
listrik, seperti untuk jalur transmisi jaringan, dan oleh karena itu, langkah-
langkah untuk menangkal petir pun semakin meningkat. Selain itu, fasilitas-
fasilitas itu juga punya kewajiban untuk memasang alat penangkal petir.

Bagaimanapun, karena kabel-kabel dan tiang listrik itu berfungsi sebagai


ground, maka bencana yang Libicocco harapkan tidak akan terjadi.

Tapi apapun alasannya...

"Biar kucoba lebih keras lagi."

... Situasi seperti ini masih tetap akan terjadi.

"Tunggu sebentar! Apa gunanya melakukan semua ini?"

"Hah?"
"Ini namanya hanya mengacau... iblis-iblis yang datang ke Jepang sejauh ini,
entah ingin membawa Satan-san kembali atau mencuri pedang suci Yusa-
san..... Pahlawan Emilia, semuanya punya tujuan yang jelas.... apa kau benar-
benar berpikir kalau ini adalah hal yang bagus?"

"Untuk seekor semut, nadamu benar-benar berani ya."

"Misi Libicocco-san itu lebih rendah dibandingkan misi iblis yang kau
pangggil 'nak' Farfarello-san itu! Tidak bisakah kau bertingkah seperti iblis
besar dan melakukan hal-hal jahat yang keren?"

"Sepertinya kau sudah salah paham terhadap sesuatu?"

".....Eh?"

"Saat ini, termasuk kau, bocah-bocah di tempat ini dan orang-orang di kota
sekitar sedang ketakutan, mereka merasa khawatir dan sedih. Meski aku tidak
tahu menurutmu seberapa hebat misi yang dibawa nak Farrel itu...."

Libicocco tersenyum jahat,

"Tapi bagi iblis, misi semacam inilah yang lebih menarik! Kau bisa menyerap
ketakutan dan kesedihan dalam jumlah besar sekaligus.... yang mana sama
artinya dengan menyerap sihir iblis!"

Setelah mengatakan hal itu, Libicocco kembali membentangkan tangannya


lebar-lebar.

"Ughh....!"

Chiho tiba-tiba merasa sulit bernapas usai menahan sihir iblis yang dilepaskan
oleh Libicocco, dan jatuh berlutut.... sepertinya sihir sucinya sudah terkuras
habis usai pengaktifan tadi.
Aku harus mengisinya kembali dengan Holy Vitamin Beta.

Pikir Chiho, namun botol cadangannya tertinggal di dalam tas yang dia taruh
di kelas. Dan jika ia berbalik dan mundur sekarang, tidak ada yang bisa
menjamin kalau iblis kejam ini tidak akan membunuhnya.

"Jika kau merasa tidak senang, coba hentikan aku dengan kekuatanmu, Mgron
Ald Ballista, Jenderal Besar-sama...."

Kata Libicocco seolah mengejek Chiho yang berangsur-angsur kehilangan


kekuatannya.

Meski begitu, Chiho tetap tidak berpaling. Saat ia tetap kekeh tidak mau
menyerah pada kekuatan kejam dan hendak memelototi Libicocco....

"Kalau begitu, ayo kita lakukan seperti ini saja!"

Dengan sebuah suara keras, tubuh besar Libicocco menghasilkan ledakan


besar dan menghilang dari hadapan Chiho.

Di saat yang sama, sihir iblis yang menyerang Chiho, lenyap, membuat dia bisa
kembali bernapas dengan lancar.

"Ugh.... hm!"

Libicocco membentangkan sayapnya di udara dan menatap ke arah Chiho.

"Aku adalah salah satu Jenderal Besar yang baru. Karena aku tidak menyukai
tindakanmu, aku akan menggunakan kekuatanku untuk menghentikanmu!"

Orang itu datang sambil mengayunkan palu raksasanya dan diikuti oleh rintik
air hujan.

"Su-Suzuno-san!"
Chiho yang bisa kembali bernapas dengan bebas, berteriak keras.

Suzuno, dengan rambut panjang yang bergoyang ketika mengubah jepit


rambutnya menjadi palu raksasa, menatap ke arah Chiho yang ia lindungi.
"Maaf atas keterlambatanku. Untuk menembus dinding badai yang tiba-tiba
menjadi semakin kuat ini, aku harus berusaha cukup keras."

"Hey, jangan membuatnya terdengar seolah kau menembusnya dengan


kekuatanmu sendiri!"

Mengikutinya, sebuah suara yang familiar terdengar dari langit.

Chiho menoleh dan mendapati Urushihara, mengepakkan sayap putihnya dan


perlahan mendarat.

"Urushihara-san..... itu...."

Setelah melihat warna sayap di punggung Urushihara, Chiho bertanya dengan


kaget,

Itu bukan sayap hitam legam seperti saat ia bertarung dengan Maou, melainkan
sayap putih bersih seperti sayap malaikat.

Mungkin karena menyadari tatapan Chiho, Urushihara mengalihkan


pandangannya dengan malu-malu dan menjawab,

"Huuh, jika aku tahu kalau orang ini akan menyebabkan kekacauan besar, aku
pasti akan memilih menyerap sihir iblis."

"Lucifer, meski itu lelucon, tolong jangan katakan hal-hal seperti itu!"

Suzuno mengernyit dan menegur Urushihara, tapi Urushihara tetap tidak


gentar dan menjawab,

"Sebenarnya aku tidak bercanda. Tapi hari ini, aku akan membiarkannya
seperti itu."

Urushihara menatap Libicocco yang diterbangkan oleh Suzuno.


"Orang itu muncul di sekolah ini ketika membuka 'gate', harusnya bukan hanya
kebetulan semata. Hingga ke suatu titik tertentu, aku memang pantas
disalahkan."

"Aku juga merasakan hal yang sama."

"Eh? Eh?"

Suzuno dan Urushihara menunjukkan kesepahaman yang aneh untuk alasan


yang tak diketahui, dan menatap ke arah Libicocco.

Sebaliknya, Libicocco, sambil menekan bagian tubuhnya yang dihantam oleh


palu besar Suzuno, perlahan mendarat di lantai atap.

"... Lucifer-sama, sementara yang satunya.... kau pasti Sabit Kematian Bell?"

"Hm?"

Suzuno menaikkan satu alisnya dan bertanya,

"Apa kau mengenalku?"

"Yeah, kau cocok sekali dengan ciri-ciri yang dikatakan oleh nak Farrel itu,
dan....."

"Dan apa?"

"Tidak, aku hanya sedikit terkejut melihatmu datang ke sini."

Menurut firasat Suzuno, kekuatan Libicocco mungkin sama atau sedikit lebih
lemah dibandingkan dirinya.

Oleh sebab itu, serangan dari belakang ketika iblis itu sedang lengah tadi,
meninggalkan efek yang besar.
Dan kali ini Suzuno mendapat bantuan dari Urushihara, meskipun mereka
bertarung secara langsung, sama sekali tak ada alasan untuk kalah. Maou juga
sedang bergegas menuju ke sini. Meski begitu, Suzuno tetap merasakan jarak
yang tidak normal dengan Libicocco.

"Tapi tak masalah."

Malebranche itu memperlihatkan senyum yang lebih jahat dibandingkan


sebelumnya.

XxxxX

"""......."""

Orang yang saling pandang satu sama lain di kotatsu saat ini bertambah
menjadi tiga orang.

Anggota yang baru bergabung itu berganti memakai kaos dan celana Ashiya,
dan karena dia tidak terbiasa duduk berlutut, dia pun duduk bersila dengan
aneh.

"Lalu, orang ini...."

"A-aku tidak tahu."

Ashiya yang tergagap karena pertanyaan Rika, akhirnya bisa menjawab.

Pria yang Maou tinggalkan setelah dia sampai dan tanpa memberi penjelasan
apapun, adalah orang yang benar-benar tidak Ashiya kenal.
Dari percakapan singkat tadi, Maou membawanya ke sini dengan terbang, dan
kesan penampilan yang diberikan pria itu, bisa dilihat kalau dia bukanlah orang
normal yang berasal dari Jepang.

Dan kemungkinan pertama yang muncul di pikiran Ashiya, pria ini pasti adalah
manusia Ente Isla, tapi meski begitu, Ashiya masih punya beberapa pertanyaan.

Ashiya sama sekali tidak bisa merasakan sihir suci ataupun sihir iblis dari pria
ini, sebagai orang Ente Isla normal, kenapa dia bisa ada di Jepang?

Baik Emi, Suzuno, Emerada, Sariel, ataupun Gabriel, mereka semua memiliki
kemampuan untuk melintasi dunia dan dimensi serta memiliki kekuatan yang
jauh melebihi manusia normal.

Dan mereka juga punya alasan untuk menyeberang dunia.

Jika pria ini hanya penduduk asli Ente Isla, kenapa dia menetap di Jepang?

Pria ini tidak punya kekuatan untuk melakukan perjalanan lintas dunia
sendirian.

Namun, dia ada di sini sekarang.

Usai melirik ke arah Rika, Ashiya pun berbicara,

"Suzuki-san."

"Hm?"

"Maafkan aku, aku dan dia akan mengobrol sebentar."

"Huh?"

Setelah Ashiya meminta maaf, dia menoleh ke arah pria yang Maou bawa dan
berbicara,
'Apa kau mengerti bahasa ini?'

Pria itu mengangguk paham.

'Bahasa Deweiss... tidak, bahasa Pusat Perdagangan kan? Apa kau juga bukan
orang yang berasal dari negeri ini?'

"Hm?"

Rika menatap kedua orang yang mulai berbicara dengan menggunakan bahasa
aneh di hadapannya.

'Orang dengan nama belakang Maou itu juga. Siapa kalian?'

'Sejujurnya, itulah apa ingin kutanyakan. Kau tidak terlihat seperti perapal
mantra, kenapa kau ada di sini? Kau ini siapa?'

"H-hey, kalian berdua...."

'Ceritanya panjang. Seperti yang kau lihat, aku tidak tahu mantra apapun, dan
dulu, aku hanyalah petani biasa, aku seharusnya menjalani sisa hidupku di
sebuah desa di Saint Aire.'

"Ba-bahasa apa ini....?"

Rika kebingungan.

Mereka berdua tidak berbicara dalam bahasa Inggris, bukan juga Jerman
ataupun Perancis yang terkadang bisa terdengar di berita ataupun film
dokumenter.

Bahkan perbedaan nadanya sangat jauh, seperti bahasa alien.

'Sampai sekarang, aku masih tidak tahu identitasmu ataupun Maou-san, jadi
aku tidak bisa mengatakan banyak hal. Tapi, aku punya misi untuk melindungi
anak itu.... melindungi Tsubasa, itulah kenapa aku menyeberang ke dunia ini.
Ini semua demi menyerahkan Tsubasa pada seseorang suatu hari nanti.'

'Menyerahkannya pada seseorang....?'

Ashiya menggumam bingung, lalu mengingat ada gadis lain di samping Maou
pada waktu itu.

'Tsubasa yang kau sebut tadi... apa itu gadis yang membawa Maou pergi?'

'......'

Si pria yang masih belum memperkenalkan dirinya itu hanya terdiam.

Salah satu orang yang Ashiya kenal, memiliki nama dengan makna yang sama
dengan kata 'Tsuabasa' dalam bahasa Jepang.

Dia adalah gadis yang tinggal di kamar ini selama seminggu, lalu diserahkan
pada musuh dan saat ini, menghilang bersama dengan musuh.

'Aku tahu kenapa Maou membawamu ke sini. Tidak.... dibandingkan


denganmu, yang paling penting adalah gadis yang dipanggil Tsubasa itu.'

Ashiya berbicara dengan nada tajam yang sama sekali tidak mengizinkan
penyangkalan ataupun kebohongan.

'Gadis itu, adalah perwujudan dari fragmen Yesod kan?'

'....'

Pria itu tidak mengatakan apa-apa.

Tapi dia juga tidak berpaling.

Itu adalah sesuatu yang terjadi beberapa waktu lalu.


Menteri Iblis Camio sebelumnya pernah memberikan informasi pada mereka.

Informasi itu diberikan oleh Olba.

Katanya ada pedang suci lain.

Dan pedang suci itu ada di Jepang.

Ciriatto datang ke Jepang untuk mencari pedang suci itu.

Ashiya tidak bisa menekan perasaan gelisahnya.

Karena dia tahu, manusia biasa di hadapannya yang dulunya adalah seorang
petani ini, memegang kunci yang mungkin cukup untuk mengubah segala
sesuatu yang melibatkan pihak mereka dan Ente Isla, atau bahkan seluruh
dunia.

'Ka..... kau....'

Ashiya mencoba mengendalikan suara tegangnya, prediksi kacau yang ada di


otaknya perlahan menjadi fakta.

'Kau... Ayah Emilia Justina?'

"....Emilia?"

Rika akhirnya memahami istilah yang terdengar seperti sebuah nama, dan dari
hal ini, terasa sesuatu yang tidak beres.

Namun, Ashiya dan pria itu tidak menyadari keadaan Rika.

Sudah bisa diduga.

'Kalian semua.... ah, begitu ya.'


Yang pasti, pria yang berbicara dengan nada tegas ini, adalah ayah sang
Pahlawan, Nord Justina.

'Bagaimana bisa......'

Ini adalah pertama kalinya dia bertemu dengan Jenderal Iblis Alsiel, seorang
Empat Raja kepercayaan Raja Iblis.

'Jadi kalian semua benar-benar.... tidak, jadi Maou-san itu.... benar-benar


'orang terpilih' yang dimaksud istriku ya.'

'Orang terpilih...?'

'Istriku pernah memberitahuku sebelumnya 'ketika orang yang terpilih sudah


mendapatkan tekad untuk mengungkap kebenaran dunia, serahkan Tsubasa
pada anak kita', ketika Maou-san menyebut nama Emilia, aku sudah mengira
kalau semuanya akan jadi seperti ini.'

Istri yang pria itu sebutkan, dalam situasi ini, harusnya adalah ibu Emi,
Malaikat Agung Lailah.

Tapi meskipun para malaikat memiliki kekuatan yang tidak biasa, eksistensi
mereka sebenarnya cukup normal, mereka tidak seperti apa yang dijelaskan
dalam legenda ataupun kitab, yang mana bisa menyegel dunia hanya dengan
beberapa kalimat, ataupun memiliki kemampuan untuk mengendalikan takdir.

Seorang Malaikat Agung berani menyatakan bahwa Raja Iblis Satan sebagai
'yang terpilih', arogansi pun harusnya ada batasnya.

"Hey!"

Pada akhirnya, apa yang dimaksud dengan kebenaran dunia?


Meski kedengarannya berlebihan, tapi 'kebenaran' dari sulitnya memahami
kata 'dunia' sebenarnya jauh lebih tidak bisa dipercaya daripada harga permata
ataupun review acara gourmet.

"Izinkan aku sedikit menyela kalian!"

Dan lagi, jika seorang manusia dan malaikat bisa mengatakan 'ini adalah
kebenaran dunia', bukankah itu sangat gawat? Bagi kami para iblis, jika nilai
dari sebuah kebenaran bisa dijelaskan dengan membandingkannya terhadap
sesuatu, kami pun mungkin tidak sebanding dengan batu di pinggir jalan.

"Dengarkan aku!!"

"Yaa??"

Ashiya terkejut karena seseorang tiba-tiba berteriak di telinganya.

Dia menutup telinganya kaget dan menoleh, dia mendapati Rika menunjukkan
ekspresi yang lebih jahat daripada iblis.

"Meski aku tidak tahu apa yang kalian berdua bicarakan, setidaknya jelaskan
juga padaku!"

"Yeah......"

"Ga-gadis ini menakutkan ya..."

Sepertinya Nord juga tahu kalau saat ini Rika sedang marah karena tidak
dihiraukan.

Ashiya mencoba menenangkan Rika dengan nada yang tenang, tapi Rika
malah menatap tajam ke arah Nord dengan tatapan yang cukup kuat untuk
membuat Jenderal Iblis mundur.
"Paman, jika kau ingin tinggal di Jepang dengan nyaman, sebaiknya kau
belajar bagaimana cara berbicara dengan lebih bijaksana, okay?"

"Baik...."

"Lalu, Ashiya-san?"

"Y-ya...."

"Kapan kau akan memberitahuku siapa paman ini dan kenapa Maou-san,
Urushihara-san, dan Suzuno bisa melakukan hal-hal seperti itu?"

Ashiya tahu, jika dia menjawab 'Kau belum pernah menanyakan pertanyaan
itu' atau 'Kau terlalu banyak bertanya', hal itu hanya akan menyebabkan
pertumpahan darah, karena itulah Ashiya tidak membantahnya, bagaimanapun,
dia sudah membuat keputusan sebelum Maou datang.

"Su-Suzuki-san, tenang, aku pasti akan menjelaskannya padamu, tolong duduk


dulu...."

Ashiya meletakkan kedua tangannya di bahu Rika dan mencoba


menenangkannya.

"A-aku tidak akan terpengaruh begitu saja."

"Eh?"

Akan tetapi, Rika yang awalnya punya aura membunuh yang seolah bisa
menerkam mereka kapan saja, tiba-tiba merona merah seperti terbakar dan
duduk di atas tatami dengan patuh, auranya yang tadi sepenuhnya telah
menghilang,

"Ja-jadi? A-apa yang terjadi?"

Rika menatap Ashiya dengan wajah memerah dan bertanya,


"Uh, itu...."

Ashiya yang tidak tahu harus mulai dari mana, akhirnya menunjuk ke arah
Nord dan mengatakan,

"Pria ini...."

"Y-ya?"

"... sepertinya adalah ayah Yusa."

"Yeah.... Eh?"

Rika yang hampir mengangguk dan mengabaikan informasi ini, tiba-tiba


menatap Nord dengan mata terbuka lebar.

"Ayah.... Emi?"

"Benar, kemungkinan besar begitu."

"Eh? Eh? Ah, er, erhm...."

Rika yang ingat kalau dia baru saja mengucapkan sesuatu yang kasar, berbicara
dengan wajah pucat,

"Me-mengucapkan sesuatu yang kasar seperti tadi, aku benar-benar minta


maaf."

"Meski aku tidak terlalu yakin, tapi tak apa."

Apa benar-benar tak masalah? Ashiya terlihat khawatir dengan kemampuan


bahasa Jepang Nord sebagai seorang yang bukan perapal mantra, selain itu,
akan sangat merepotkan jika mereka terus terlibat konflik, jadi dia pun
menimpali, dan mengatakan,

'Wanita ini adalah teman Emilia di negara ini. Namanya Suzuki Rika.'
Kali ini, Ashiya memperkenalkan Rika pada Nord.

"Rika-san."

"Y-ya."

"Kau sudah banyak membantu Emilia ya."

Meskipun Nord membuatnya terdengar seolah Emi tidak mau dibantu oleh
Rika, tapi karena Rika tahu apa yang dimaksud oleh Nord, dia pun tidak
membantahnya seperti tadi.

"Ah, yeah, akulah yang selalu dibantu olehnya... Er, erhm, Ashiya-san!"

Dengan bahasa Jepang klasik, Rika berulang kali mengatakan pujian yang
tidak perlu, memandang ke arah Ashiya dan berkata,

"Kalian berdua sejak tadi menyebutkan 'Emilia', dan ayah Emi juga
menggunakan nama itu secara langsung, apa...."

Jika Ashiya menjawab pertanyaan Rika, artinya sama saja dengan menyeret
Rika masuk ke dalam medan yang sama seperti Chiho.

Chiho bisa menerimanya, bagaimana dengan Rika?

Tergantung situasinya, Ashiya mungkin akan butuh bantuan Suzuno untuk


memanipulasi ingatan Rika, saat Ashiya memikirkan hal tersebut, dia
membuka mulutnya dan mengatakan sesuatu yang cukup untuk mengubah
dunia Rika.

"Nama itu merujuk pada Yusa."

"Uh... Apa itu maksudnya orang Jepang memakai nama panggilan bergaya luar
negeri setelah pergi ke sana ataukah nama baptis atau nama tengah karena
alasan agama?"
"Tidak!"

Ashiya berbicara perlahan seolah menyesuaikan pemahaman mental Rika.

"Itu adalah nama asli 'Yusa Emi' yang kita kenal. Nama aslinya adalah Emilia
Justina."

"Aku benar-benar tidak paham."

Kebingungan terlihat jelas di wajah Rika.

"Ka-kau menyebut..... Emilia Ju-Justina? Itu nama asli Emi?"

"Benar."

"Apa Emi bukan orang Jepang?"

"Benar sekali."

".... Ah, a-aku paham, karena ayah Emi adalah orang luar negeri, meskipun dia
lahir di negara lain, seperti bagaimana pemain sepak bola memakai nama
Jepang ketika mereka bergabung dengan tim Jepang, maka....."

Rika memberi sebuah analogi yang dipaksakan, tapi itu sudah diperkirakan
oleh Ashiya.

Untuk membuat Rika tenang, Ashiya perlahan menggelengkan kepalanya,


menatap mata Rika, menyesuaikan tingginya, dan mengatakan,

"Tidak, bukan seperti itu. Yusa.... Rumah Emilia tidak berada di bumi."

"... Apa maksudnya itu?"

"Sebelum aku melanjutkan penjelasan ini... Apa kau punya kebiasaan


menonton film atau bermain game?"
Pertanyaan Ashiya yang berasal entah dari mana, membuat Rika curiga.

"Ke-kenapa kau tiba-tiba menanyakan ini? Aku memang berhenti main game
setelah lulus SD, tapi aku masih sering menonton film."

"Kalau begitu, kau pasti bisa paham jika aku mengatakan ini. Yusa Emi atau
Emilia Justina, bukanlah penduduk bumi."

".... Penduduk bumi?"

"Meskipun kurang tepat mengatakannya seperti ini, untuk menjelaskan dengan


cara yang lebih mudah dimengerti, maka Yusa itu adalah alien. Dia tidak
berasal dari bagian manapun di bumi ini, melainkan berasal dari planet yang
begitu jauh."

".... Apa kau pikir aku ini bodoh?"

Reaksi Rika sangatlah normal.

Bahkan reaksi marah ini pun masih berada dalam perkiraan Ashiya... Ini adalah
reaksi yang wajar dari kebanyakan orang.

"Jika kau tidak mau mempercayainya, maka aku takkan bisa menjelaskan
fenomena yang Suzuki-san lihat tadi."

"Apa yang kulihat.... Eh?"

Rika tiba-tiba melihat ke arah jendela kamar.

Hujan dan angin yang semakin kuat, saat ini menyerang jendela yang dipakai
oleh Urushihara dan Suzuno untuk melompat.

Dan beberapa saat lalu, Maou yang muncul dari luar, juga pergi melewati
jendela itu dengan terbang.
"'Dari sini sampai atap seberang setidaknya berjarak 10 meter! Mana mungkin
seseorang melompat ke sana tanpa ancang-ancang terlebih dahulu!' Setidaknya
di dunia ini, di bumi ini, sesuatu seperti itu harusnya tidak bisa, kan?"

"....."

Rika berulang kali menatap wajah Ashiya dan jendela tersebut.

Seperti yang sudah diduga, bahkan jika situasi aneh ini dijelaskan pada Rika,
pikirannya takkan bisa mengimbangi situasi tersebut.

Jika Rika bisa melihat bukti yang kuat seperti Chiho, mungkin ceritanya akan
berbeda.

Tapi sebelum hari ini, Rika tidak tahu apa-apa, dan tidak pernah melihat
kenyataan itu.

"Suzuki-san."

"Uh!!"

Teriakan Ashiya membuat Rika mengerang takut.

"Ah... Ah, uh..."

Dibandingkan sikap tegasnya tadi, tubuh Rika saat ini jelas-jelas membeku
karena rasa takut akan 'situasi yang tak diketahui'. Kemungkinan besar dia juga
kesulitan berbicara.

"T-tapi, bagaimana mungkin.... Karena Urushihara.... Suzuno.... Maou..."

Rika menyebutkan nama-nama tersebut, sambil merenungkan kejadian yang


baru saja dia lihat, lagi dan lagi.

"Ti-tidak mungkin? Ini bercanda kan? Apa ini lelucon?"


Namun, hati Rika, tetap berhasil melindungi dinding akal sehatnya.

"Ba-bagaimana bisa aku mempercayai penjelasan ini? Jika kau mengatakan


kalau Suzuno dan yang lainnya itu adalah ahli sihir atau orang yang memiliki
kekuatan supranatural, itu mungkin akan lebih meyakinkan! Ada banyak orang
seperti itu di dunia ini...."

"Benar. Jika aku ada di posisi Suzuki-san, aku mungkin juga akan mengatakan
itu."

"Tu-tunjukan buktinya padaku! Karena kau bilang kalau kau itu alien,
bukankah aneh jika kau bergantung pada pekerjaan untuk menyambung
hidup?"

"... Aku benar-benar tidak bisa membantahnya."

Meski berada di situasi seperti ini, Ashiya masih sempat tersenyum kecut.

"Bahkan alien juga perlu bekerja untuk makan tiga kali sehari?"

Tapi jika hal ini tidak terjadi, Rika tidak mungkin tahu identitas asli mereka.

Bagaimanapun juga, mereka adalah orang dari dunia yang berbeda, dan sejak
awal, adalah orang yang tidak mungkin bisa ditemui.

Ashiya bisa saja berubah ke wujud iblisnya di tempat, dan menganggapnya


sebagai bukti konkret, tapi sayangnya, Ashiya yang sekarang tidak bisa
melakukan hal semacam itu.

"Aku tidak bisa menunjukkan bukti yang kuat sekarang.... Bagaimana kalau
begini, ketika Kamazuki kembali, aku akan memintanya bertanggung jawab
dan membuktikannya padamu. Syaratnya, Suzuki-san harus mau
mendengarkan kata-kata aneh ini sampai akhir."
"....."

Rika tidak menjawab, dan memperlihatkan tatapan curiga.

'Tidak aneh kalau dia tidak mempercayai hal ini. Jika aku mendengar hal yang
sama di Ente Isla, aku mungkin akan menertawakannya. Aku tidak pernah
menyangka ada dunia lain yang memiliki negara dengan peradaban maju
seperti ini.'

Ashiya menyetujui pendapat Nord.

Dunia manusia, negara manusia, peradaban manusia.

Meskipun para iblis secara biologis lebih kuat dibandingkan manusia, tapi bagi
mereka, segala sesuatu yang ada di Jepang adalah keadaan yang jauh berasal
dari masa depan, sesuatu yang tidak akan pernah bisa dicapai.

'Apa Maou memberitahumu identitas asli kami?'

'.... Tidak, tapi aku bisa menebak kalau kalian bukan manusia.'

Dipikir baik-baik, Ashiya masih belum memberitahukan namanya pada Nord.

Hilangnya Emi dan kemunculan Nord, adalah tanda bahwa kehidupan sehari-
hari normal yang Ashiya dan penghuni Kastil Iblis lain rasa tidak terlalu buruk
meskipun agak salah, telah mulai hancur.

'Meski bagiku ini termasuk keberuntungan... sepertinya perkenalan diri kita


harus menunggu.'

"Hm?"

Nord yang sebelumnya memperhatikan obrolan Ashiya dan Rika, tiba-tiba


berdiri dengan tatapan tajam.
Nord saat ini memakai hadiah yang Ashiya menangkan dalam undian di toko
pinggir jalan, itu adalah kaos lengan panjang dengan kata 'Cheers untuk orang
Sasazuka' tercetak di atasnya, dia kemudian bergerak ke arah jendela tanpa
membuat suara apapun.

Namun, meski suara langkah kakinya ia tekan, lantai yang ia injak masih
menghasilkan suara, dan Ashiya pun juga ikut memandang ke arah jendela
karena perilaku Nord.

"!!"

Apa yang Ashiya lihat, seketika membuatnya tegang.

Di cuaca badai seperti ini, harusnya takkan ada seorangpun di luar.

Akan tetapi....

'Kita sudah dikepung. Aku tidak pernah melihat mereka sebelumnya, apa kau
tahu mereka ada di pihak mana?'

Ashiya mampu menjawab Nord.

Tapi bagi Ashiya, jawaban ini terlalu tak bisa dipercaya.

Hingga saat ini, dunia itu tidak pernah melakukan sesuatu yang kejam.

'.... Itu adalah armor dari kesatria tingkat kedua milik Benua Timur Afashan,
kesatria Josokin. Ada apa ini?'

Daripada disebut menjawab pertanyaan Nord, ini lebih seperti Ashiya


menjawab pertanyaannya sendiri.

Apartemen mereka saat ini telah sepenuhnya dikepung oleh kesatria yang
memakai pakaian aneh.
Kapan mereka muncul dan dari mana mereka datang?

Apa mereka pembunuh yang dikirim oleh Barbariccia, seperti saat dengan
Ciriatto dulu?

Tidak.

Kesatria dengan pakaian aneh di luar itu adalah manusia. Ashiya tidak bisa
merasakan sihir iblis sedikitpun dari mereka.

Meski alasannya tidak diketahui, satu-satunya hal yang bisa dipastikan ialah,
target mereka pasti Ashiya dan yang lainnya.

"K-kalian berdua, apa yang terjadi?"

Ashiya seketika kembali tersadar.

Benar.

Tergantung situasinya, Ashiya, Maou, Urushihara, Nord, atau bahkan Suzuno,


tidak mustahil kalau mereka ditargetkan oleh manusia Ente Isla.

Tapi Rika berbeda.

Dia tidak ada hubungannya dengan urusan Ente Isla dan hanyalah manusia
normal dari Jepang.

Selain tidak boleh membiarkan dia terlibat, terlebih lagi, mereka juga tidak
boleh melibatkannya.

'Insiden ini tidak ada hubungannya dengan Rika-san, dan dia harus dilindungi
kan?'

'Ye-yah.'

Ashiya mengangguk dan menyetujui pendapat Nord.


'Apa aku target mereka.... tidak, bukan begitu. Jika aku tidak bertemu dengan
Maou-san, aku tidak mungkin ada di sini? Jadi apa kalian target mereka?'

'Sepertinya begitu. Meski ada kemungkinan kalau itu adalah tetangga kami,
tapi sepertinya hanya ada kita bertiga di bangunan ini.'

Meski sekelompok kesatria dengan aura aneh itu tidak bergerak, dengan
jumlah mereka, jika mereka menerobos masuk, Ashiya yang sekarang tidak
mungkin bisa menang.

'Apa kau bisa bertarung?'

'Jika ini dulu, jumlah ini bukanlah apa-apa..... tapi saat ini...'

Bagi Ashiya, jawaban ini membuatnya begitu menyesal.

'.... Karena aku tidak pernah mendapat pelatihan apapun, aku juga sama
denganmu... paling tidak, jika Tsubasa... Acies kembali, mungkin masih ada
kesempatan....'

Dari bagaimana Tsubasa dan Acies merujuk ke orang yang sama, maka orang
yang Nord bicarakan, pasti gadis yang bersama dengan Maou tadi.

Meski Ashiya tidak tahu keseluruhan ceritanya, gadis itu mungkin ingin
menyelamatkan Chiho bersama dengan Maou.

Kali ini, Ashiya akhirnya mengingat satu hal.

Jika orang-orang di luar itu adalah manusia dari Benua Timur, maka dalang
dibalik semua ini pasti Olba Meyers.

Dan saat ini, dengan sekolah Chiho yang diserang oleh seseorang dan dengan
hilangnya Emi, orang yang menuju ke sana untuk membantu pastilah Suzuno
dan Maou yang potensinya tidak dapat diduga pada saat-saat penting.
Di sisi kami, hanya pergerakan Urushihara yang tidak bisa diprediksi, dan
terkadang dia juga bisa menggunakan mantra dengan menarik kekuatan dari
sumber selain sihir iblis. Bagaimanapun, saat ini di Jepang, hanya ada satu
orang yang tidak bisa dianggap sebagai bagian kekuatan tempur.

"Benua Timur ya?"

Ashiya menggeretakkan giginya merasa menyesal dan marah.

Orang yang berada dalam bahaya bukan hanya Emi dan Suzuno.

Kekacauan yang terjadi di sekolah Chiho hanyalah pengalih perhatian.

Musuh Olba dan tujuan Barbariccia.... adalah Jenderal Iblis Alsiel.

XxxxX

"Wahhh.... lebat sekali... hujannya tak selebat ini ketika aku datang dulu."

Seorang wanita turun di stasiun Sasazuka, memandang hujan lebat dengan


depresi.

"Aku ingin memanggil taksi. Tapi seingatku tempat itu tidak begitu jauh dari
stasiun, kalau aku naik taksi, ini pemborosan namanya."

Wanita itu berdiri di depan area peta stasiun, dia meletakkan tas bahunya di
atas koper beroda, dan kebingungan bagaimana harus pergi setelah
meninggalkan stasiun.

Tapi apa yang dia pegang di tangannya bukanlah peta, catatan, ataupun HP.

Itu adalah sebuah resume.


"Baik! Aku akan naik taksi! Aku tidak ingin basah!"

Setelah memasukkan resume tersebut kembali ke dalam tas bahunya, wanita


itu berjalan melintasi lobby di luar gerbang tiket, melewati jembatan dan
menengok ke kiri dan kanan mencari taksi di jalan.

"Wah-pu!"

Kali ini, arah angin berubah.

Hidung wanita itu sedikit bergerak.

".... Bau apa ini?"

Setelah mengatakan hal itu dengan bingung, wanita tersebut meletakkan


tangan di dahinya, seolah berpikir, dan menoleh ke arah bau tersebut.

"Ah...."

Setelah beberapa saat, dia nampak merasakan sesuatu, mengangguk dan


menunjukkan ekspresi segan.

"Aku tidak akan bisa dapat taksi kalau begini. Sial, seingatku tempat itu tidak
punya kamar mandi."

Usai menggumam dengan ekspresi jengkel, wanita itu kembali masuk ke


dalam stasiun.

Dia meletakkan kopernya ke dalam loker yang dioperasikan menggunakan


koin....

"Uwaaahhhhhh!"

Sambil berteriak, dia berlari menuju Sasazuka yang tengah hujan lebat tanpa
payung.
Wanita dengan ponytail dan kulit berwarna gandum itu dalam sekejap basah
kuyup karena hujan, sosoknya pun kemudian hilang di tengah-tengah hujan.

XxxxX

Di saat yang sama.

Maou dan Acies mengambil jalan memutar saat berada di tengah perjalanan,
tapi pada akhirnya mereka tetap berhasil mencapai kawasan dekat SMA
Sasahata. Akan tetapi....

"Uooohhh!"

Maou menyerang dinding badai tersebut sambil berteriak, tapi dengan


kekuatan kaki seorang manusia, untuk berdiri di dalam badai seperti ini saja
sudah sulit, oleh sebab itu, pada akhirnya, dia berguling beberapa kali di atas
aspal dan menabrak tiang telepon.

"Owwww!"

"Merepotkan sekali!"

Acies memandang Maou yang berguling di tanah sambil kesakitan karena luka
dan dampak yang ia terima, tapi hal itu terlihat sama sekali tidak mengganggu
Acies.

"Sial! Kita sudah mengalami banyak masalah untuk sampai ke sini! Tapi pada
akhirnya, situasi di dalam tidak bisa dilihat sama sekali!"

Dilihat dari luar, sepertinya hanya SMA Sasahata saja yang diselimuti oleh
awan cumulonimbus.
Awan berbentuk lingkaran mengelilingi bangunan sekolah, dan pejalan kaki
sama sekali tidak bisa mendekat.

Kerusakan di area sekitar ternyata tidak separah yang diperkirakan, untungnya


hanya satu kabel listrik yang putus dalam bencana ini.

Tapi meski kerusakan tidak terjadi di sekitar sekolah, ada masalah lain di
dalam sekolah.

"Rasanya Maou sedikit tidak bisa diandalkan ya."

"Uwah, menjengkelkan."

Rambut berjumbainya bergerak ke atas karena tertiup angin, tapi Acies tetap
mengangkat bahunya dan berbicara dengan wajah polos.

"Dan dengan ini, kau masih memintaku untuk kembali ke apartemen lebih
dulu?"

"Yah, bagaimanapun, jika sesuatu terjadi kepadamu atau pada Nord, keadaan
ini bisa saja berubah menjadi tak bisa diperbaiki!"

Maou awalnya berpikir, selama dia datang, dia pasti bisa bekerja sama dengan
Suzuno untuk menyelesaikan masalah ini, itulah kenapa dia meminta Acies
untuk kembali ke apartemen lebih dulu.

"Apa kau baik-baik saja? Bukankah lebih baik aku tetap berada di sini?"

"Benar-benar menjengkelkan!"

Akan tetapi, Maou tidak bisa memasuki sekolah.

Bagi tubuh bagian bawah manusia, jika kecepatan angin mencapai 20m/s,
bahkan berdiri pun sudah sangat sulit.
Dan dinding badai yang ada di depan mereka, jelas-jelas melebihi kecepatan
itu, jika tubuh dengan darah dan daging memaksa masuk, mereka pasti akan
terlempar keluar seperti Maou barusan.

"Si Suzuno itu, seharusnya sudah ada di dalam...."

Maou mulai merasa cemas.

Tak peduli seberapa banyak dia sudah melemah, Maou tetaplah seorang Raja
Iblis, dia memang tidak tahu siapa musuh yang ada di dalam dinding badai itu,
tapi belakangan ini, makhluk yang datang ke Jepang kebanyakan adalah orang
yang memiliki masalah dengannya.

Menghadapi musuh yang bahkan membuat Pahlawan kesulitan tanpa bantuan


Alas Ramus, meski merasa tidak enak terhadap Suzuno, Maou tetap tidak bisa
merasa aman menyerahkan semua ini padanya.

Pada kenyataannya, sampai sekarang, Maou tidak pernah melihat Suzuno


ketika dia sedang serius.

Karena Maou pernah bertarung dengan Emi beberapa kali di Ente Isla dengan
kekuatan penuh, Maou sangat yakin dengan kekuatan Sang Pahlawan,
ditambah lagi, dia juga menjadi lebih kuat setelah bergabung dengan Alas
Ramus.

Sebaliknya, bagi Suzuno, meski mereka pernah bertarung sebelumnya, pada


waktu itu Maou hanya bertarung memakai celana dalamnya, dan Suzuno juga
menahan kekuatannya karena beberapa alasan, jadi Maou masih ragu dengan
kekuatan tempur Suzuno.

Pada dasarnya, kalau bukan pengecualian seperti Olba, Penyelidik biasa tidak
akan punya banyak kesempatan untuk bertarung dengan serius, tapi ketika
Suzuno berada di Choshi, dia berkelakar bahwa dia sanggup menghancurkan
seluruh pasukan Malebranche sendirian.

Bahkan jika Maou mencoba mencari papan penunjuk jalan di dalam angin
tersebut, angin pasti akan masuk ke dalam telinganya bersama dengan air hujan.
Alarm kebakaran di berbagai tempat di sekitar kota, yang meminta para
penduduk untuk waspada juga terus menerus membunyikan alarm.

Karena dinding badai ini sudah menyebabkan kekacauan selama beberapa saat
ketika Maou sampai, mungkin pemadam kebakaran atau polisi sudah
menerima laporan dan menuju ke sini.

Meski ini bukan tanggung jawabnya, Maou masih berharap kalau penduduk
Jepang akan menganggap insiden ini sebagai fenomena alam biasa....

"Hm, di dekat sana."

"Huh?"

Mengabaikan Maou yang menjadi semakin cemas, Acies tiba-tiba menunjuk


ke arah langit.

"Ada bekas seseorang pernah membukanya."

"Di mana?"

Acies menunjuk ke satu arah, tapi karena ada benda-benda aneh yang terbang
melayang selain angin dan air hujan, Maou tidak tahu ke arah mana Acies
menunjuk.

"Ini adalah angin yang disebabkan oleh sihir iblis. Dan di dekat sini, seseorang
sepertinya pernah menggunakan sihir suci untuk memaksanya terbuka. Kalau
tempat ini diterobos dengan paksa sekali lagi, dinding angin ini mungkin akan
hancur sepenuhnya."
"Siapa yang akan bertanggung jawab untuk menerobosnya?"

"Bukankah sudah kubilang kalau mustahil bagi Maou melakukannya sendiri?


Serahkan saja padaku? Kau ingin masuk kan?"

"Ka-kau bisa melakukannya...?"

"Yeah, tapi aku butuh waktu, karena ayah tidak ada di sini."

Menurut firasat Maou, kapasitas sihir suci milik ayah gadis ini, tidaklah terlalu
besar, lalu apa sebenarnya maksud Acies?

"Kira-kira berapa lama waktu yang kau butuhkan?"

"Hm, satu jam atau lebih."

Maou hampir tertiup oleh angin kencang.

"Itu terlalu lama! Kalau seperti ini, kembali dan menjemput Nord pasti akan
lebih cepat!"

"Kalau begitu, ayo kita lakukan itu?"

"Bukankah sudah kubilang kalau aku akan kerepotan jika aku melibatkan
kalian berdua ke dalam masalah?"

"Tapi menggunakan kekuatan yang belum penuh takkan mungkin bisa


menembus dinding ini.... bahkan jika Maou menjadi 'Dependency', sihir suci
rasanya tidak akan bisa diproduksi."

"'Dependency'?"

"Yeah, kekuatan kakak dan kekuatanku, berasal dari kekuatan mental


'Dependency'."

"Tu-tunggu dulu!"
Maou menyela Acies dengan panik.

Sepertinya Acies telah mengatakan sesuatu yang begitu penting dengan


santainya.

Meski Maou sangat ingin mendengar rinciannya, tapi jika dia benar-benar
mendengarkan semuanya, hal itu pasti membutuhkan waktu lebih dari satu jam.

"Biar kutanya bagian yang paling penting saja. Bahkan dengan manusia tanpa
sihir iblis ataupun sihir suci seperti paman itu, seperti Nord, selama dia ada di
dekatmu, kau bisa mendapatkan kekuatan dari dia?"

"Daripada mengatakan kalau aku mendapat kekuatan dari ayah, ini lebih
seperti aku menjadi lebih energik setelah dipengaruhi oleh ayah."

Maou menahan napasnya.

Bukankah itu seperti bagaimana dia menggunakan kondisi mental manusia dan
merubah mereka menjadi kekuatan ketika dia berada dalam wujud Raja
Iblisnya?

"Lalu soal dependency itu, apa bisa sementara diganti denganku?"

"Ya."

Acies mengangguk, lalu seketika menunjukkan wajah kaku,

"Tapi rasanya Maou memberiku perasaan tidak nyaman. Ini lebih seperti aku
tidak bisa menerimanya secara psikologis..."

"Bahkan di situasi darurat seperti ini pun, kau masih bisa mengatakan hal-hal
kejam seperti itu pada orang yang baru kau temui?"

Semenjak Maou datang ke Jepang, ini adalah pertama kalinya dia diberitahu
oleh seseorang kalau dia tidak bisa diterima secara psikologis.
Dan lagi, bukankah saat di pusat ujian, Acies bilang kalau Maou memiliki bau
yang sangat sedap?

"Tapi kau bisa melakukannya kan?"

"Yeah, tapi jika itu Maou, mungkin itu bukan sihir suci...."

"Apapun tak masalah! Tak masalah selama kau bisa menggunakan kekuatan
untuk menyerang titik lemah itu kan?"

"Hm...."

Acies terlihat enggan, Maou lalu memegang tangan Acies dan memohon
padanya.

"Kya!"

"Kumohon! Aku harus mencoba semua yang kubisa sekarang! Jika


memungkinkan, aku ingin kau membantuku! Sebagai gantinya, aku pasti akan
menjagamu mulai dari sekarang!"

"Be-benarkah....? I-ini pertama kalinya seorang anak laki-laki memberitahuku


hal seperti ini."

Semburat merah muncul di wajah Acies.

".... Biar kukatakan hal ini lebih dulu, apa yang aku maksud adalah, aku
mungkin akan memberitahumu soal kakakmu, okay? Jangan salah paham!"

Meskipun ada sedikit rasa kegelisahan...

"Kalau begitu, Maou, mendekatlah!"

Maou mengikuti instruksi Acies dan mengambil satu langkah ke depan.


Maou yang mengira kalau proses ini memerlukan prosedur khusus, mendekati
Acies dengan jujur.

"O... Ohhh... H-hey..."

Tapi, Acies tiba-tiba menutup matanya, dan mendekat ke arah Maou, membuat
Maou bergerak mundur.

"A-apa yang ingin kau lakukan?"

"Ingin kulakukan.... hanya ingin membuat dahi kita saling bersentuhan!"

Acies terlihat terkejut karena Maou tiba-tiba menjauh.

Maou bernapas lega karena tebakannya salah, tapi dia tetap merasakan rasa
malu yang tak bisa dijelaskan karena membayangkan sesuatu seperti itu.

Maou perlahan kembali mendekat ke arah Acies, dan Acies juga mengangkat
wajahnya.

"Jangan lari lagi kali ini, okay?"

"Baiklah."

Peringatan yang terasa kekurangan aura kecewekan dan terdengar seperti


sebuah tantangan ini membuat perasaan tegang Maou menghilang.

Dahi Acies perlahan mendekat.

Lalu, sebuah sinar yang begitu familiar muncul.

Itu adalah sinar ungu yang sama persis dengan Alas Ramus, sinar khas milik
fragmen Yesod.

Acies ternyata memang sama dengan Alas Ramus.


"Dependency... ya?"

Maou kembali teringat apa yang Acies katakan ketika dahi mereka bersentuhan.

"!!!"

Kali ini giliran Acies yang melompat menjauh dari Maou seolah terbakar oleh
sesuatu.

"A-ada apa....?"

"Apa ada sesuatu yang salah dengan prosesnya?"

Dibandingkan Maou yang gelisah, Acies menunjukkan ekspresi kaku yang


tidak pernah Maou lihat sebelumnya dan berbicara dengan gemetar.

"Ma-Maou..... Ka...kau...."

"O-oh?"

Sinar yang bahkan lebih terang muncul di dahi Acies.

".... Maou, kau memang Raja Iblis!!"

"Apa katamu?"

Akan terasa bodoh jika Maou membantahnya.

Tidak diketahui apa mereka terpengaruh oleh kekuatan semacam Idea Link,
ataukah kekuatan yang berhubungan dengan sihir telah terpicu ketika dahi
mereka bersentuhan, Acies nampak melihat identitas Maou yang sebenarnya.

Tapi, apa yang tak bisa disangkal adalah, setiap tuduhan yang dilayangkan
gadis ini, entah kenapa terdengar konyol.

Karena namanya 'Maou', tentu saja dia 'Raja Iblis'.


"Dengan kita yang sudah sejauh ini, jangan terlalu terkejut dengan hal-hal
seperti ini! Apa salahnya Maou menjadi Raja Iblis? Pengucapan mereka kan
sama!"

"Berusahalah lebih keras!!"

"Aku tidak ingin mendengar hal itu darimu.... Uwah!!"

Mereka berdua bahkan tidak punya waktu untuk membicarakan fakta tidak
berguna ini ketika tiba-tiba sinar di dahi Acies menyebar ke seluruh tubuhnya.

"Ah.... Raja Iblis, aku benar-benar mendedikasikan diriku kepada Raja para
Iblis... Ibu, maafkan aku, aku anak yang nakal!"

"Tolong hentikan itu! Kau membuatnya terdengar seolah aku ini penjahat lain
yang tidak ada hubungannya dengan Raja Iblis!"

Tidak diketahui berapa lama lagi dia ingin mencela Maou sampai dia puas, tapi
Acies tiba-tiba mengeluarkan ledakan cahaya yang begitu terang sampai-
sampai seseorang takkan bisa melihat ke arahnya secara langsung.

"Uwaahh!!"

Acies berubah menjadi bola cahaya yang tak terhitung jumlahnya, dan setelah
bola cahaya itu menjadi semakin kuat, mereka semua pun bergerak ke arah
Maou.

"Uh, eh?? Mungkinkah ini?"

Selain merasa terkejut dengan perubahan Acies, perasaan tidak enak juga
muncul di benaknya.

Kondisi dikelilingi cahaya ungu ini, Maou merasa sudah pernah melihatnya
beberapa kali.
Tidak, itu adalah fenomena yang berkebalikan dengan cahaya yang diserap
oleh Maou. Dengan kata lain....

"..... Bukankah ini sama seperti saat Alas Ramus muncul dari tubuh Emi?"

Situasi ini memang sulit, tapi dalam beberapa hal, semuanya sudah terlambat.

Di sudut dinding badai tersebut, sebuah sinar ungu membelah langit, bagaikan
ingin memotongnya menjadi dua bagian.

XxxxX

Palu raksasa Suzuno beradu dengan cakar tajam Libicocco, dan suara tumpul
tabrakannya mengguncang SMA Sasahata.

Mata Chiho tidak bisa mengikuti pertarungan berkecepatan tinggi antara kedua
belah pihak di udara.

Selain itu, pandangannya terkadang juga teralih pada Urushihara yang


menyaksikan pertarungan mereka dari atap, sekaligus pintu logam yang ada di
belakang Urushihara, yang mana kuncinya sudah dirusak oleh Libicocco.

"Tidak perlu khawatir, sihir suciku masih bisa menyegel pintu itu."

Setelah merasakan tatapan Chiho, Urushihara memukul-mukul pintu logam


yang ada di belakangnya, seolah ingin meyakinkan Chiho.

"Ba-baguslah..."

Meski begitu, Chiho masih saja khawatir.


Bagaimanapun juga, Urushihara adalah eksistensi yang benar-benar cocok
dengan julukan 'Fallen Angel' dalam berbagai hal, atau lebih tepatnya, dia
adalah eksistensi yang sudah mendekati iblis.

Namun, sayap putih yang keluar dari punggungnya, dan kekuatan yang mirip
dengan Emi dan Suzuno, benar-benar membuat Chiho sangat terkejut.

Kemungkinan besar Suzuno memberinya Holy Vitamin Beta, apa tak masalah
jika dia meminum minuman itu?

Jumlah yang bisa Chiho minum memiliki batasan yang sangat ketat.

Ashiya yang merupakan seorang iblis kuat, akan pingsan setelah minum satu
botol.

Dan Maou bilang, jika dia menyerap sihir suci dengan jumlah yang salah, hal
itu hanya akan melukai tubuhnya sendiri.

Kali ini, mungkin karena bereaksi pada suara saat Urushihara mengetuk pintu,
sebuah suara terdengar dari sisi lain pintu.

"Siapa itu? Apa ada orang di sana? Cepat buka pintunya! Sial! Kenapa tidak
mau terbuka!?"

Saat ini, di halaman sekolah tidak hanya terdapat makhluk aneh, bahkan
seluruh sekolah juga diselimuti oleh badai, meskipun mereka sedang
menghadapi situasi tidak yang normal, beberapa guru bermental kuat yang bisa
beradaptasi dengan situasi ini, mungkin bergegas menuju atap.

Di bawah perintah Suzuno, semua pintu dan jendela di seluruh sekolah sudah
disegel oleh mantra Urushihara.
Itu adalah cara untuk mencegah agar para murid dan guru tidak berlari keluar
dan terlibat dalam pertarungan, tapi hanya dari fakta bahwa perapal mantranya
adalah Urushihara, sudah cukup untuk membuat Chiho gelisah.

"Segel di pintu itu adalah mantra yang sangat hebat, orang biasa tidak akan
bisa menghancurkanya."

Meski sangat mengejutkan Urushihara mampu menggunakan mantra yang


sesuai seperti itu, Chiho tetap tidak bisa mengerti kenapa mantra semacam itu
bisa ada.

"Ada banyak tempat di mana mantra ini bisa digunakan kau tahu. Meskipun
mungkin sulit untuk memahaminya dalam konteks orang Jepang, tapi keluarga
raja ataupun Gereja sering menggunakan mantra ini pada harta atau gereja suci
untuk mencegah penyelinap keluar masuk."

".... Be-begitu ya."

Chiho akhirnya bisa mengerti alasan kenapa mantra ini ada.

Tapi meski begitu, kenapa Urushihara punya kemampuan ini dan bisa
menggunakannya sebagai mantra?

"Bukan hanya aku, Sariel dan Gabriel seharusnya bisa menggunakannya juga.
Ini adalah mantra yang diperlukan bagi malaikat berlevel tinggi, setidaknya
inilah yang diajarkan pada kami?"

"Bagaimana kalian dulu diajari?"

Tanya Chiho dengan bingung karena ia merasa ada sesuatu yang ganjil, tapi
Urushihara tidak mengatakan apa-apa setelah mengalihkan pandangannya
kembali ke arah langit, Chiho, tanpa ada pilihan lain, hanya bisa juga ikut
mendongak.
Selama mereka berbicara, meski Suzuno memakai kimono yang membuatnya
tidak mudah bergerak, dia masih bisa menghindari semua serangan, dan
bahkan Chiho merasa kalau Suzuno bisa unggul dalam pertarungan ini.

Libicocco yang sebelumnya menunjukkan sikap arogan terhadap Chiho, salah


satu cakarnya kini telah menjadi tumpul setelah beberapa benturan.

Chiho dulu pernah menyaksikan pertarungan Emi dan Urushihara, adegan saat
mereka berdua bertarung, benar-benar terlihat seperti film, di mana mantra dan
kekuatan misterius digunakan, tapi pertarungan antara Suzuno dan Libicocco
yang membentang di hadapan Chiho saat ini, lebih seperti pertarungan jarak
dekat.

Dan adegan di mana Suzuno, dengan tubuh kecilnya mengayunkan palu


raksasa yang hampir setinggi badannya, berhasil mengungguli iblis yang
beberapa kali lebih besar dari dirinya, adalah tontonan yang terasa sangat bagus.

Meski begitu, Chiho bisa tahu dengan jelas kalau Suzuno masih menunjukkan
belas kasihan.

Meskipun Suzuno berhasil berada di belakang Libicocco beberapa kali, atau


mendapatkan keuntungan di jarak dekat, dia tidak pernah memberikan
serangan fatal pada musuhnya.

Chiho memang tidak bisa mendengar apa-apa dari tempatnya sekarang, tapi
dia bisa melihat kalau mereka berdua terkadang berbicara, mungkin Suzuno
sedang mencoba meyakinkan Libicocco untuk kembali.

"..... Aneh."

"Eh?"
Urushihara yang juga menyaksikan pertarungan di udara tersebut,
mengemukakan keraguannya.

"Cara Libicocco bertarung, sama sekali tidak mirip Malebranche."

"Apa maksudnya itu?"

"Caranya bertarung terlalu ceroboh. Kurasa dia tidak menggunakan kekuatan


penuhnya."

"Apa karena ini di Jepang, makanya dia tidak bisa menggunakan terlalu banyak
sihir iblis....."

"Jika memang begitu, sebelum dia dipojokkan separah ini, dia harusnya bisa
menghilangkan badai yang berlebihan ini lebih dulu, dan menggunakan sihir
iblisnya untuk bertarung, kenapa dia tidak melakukan itu, ditambah lagi....."

Urushihara benar.

Bagaimanapun, badai yang mengelilingi sekolah ini diciptakan dengan


kekuatan Libicocco, jika kekuatan itu digunakan untuk menghadapi Suzuno,
dia seharusnya tidak akan terpojok seperti ini.

"Ap-apa ada masalah lain...."

"Aku merasakan perasaan aneh yang sama seperti saat dengan Ciriatto dulu.
Kenapa dia bisa mempertahankan wujud iblisnya?"

"Uh......"

"Situasi saat ini berbeda denganku pada waktu itu, dia itu tidak bisa
mengumpulkan perasaan negatif yang tak terbatas di sekelilingnya. Selain itu,
kepala suku Malebranche tidak akan mampu mempertahankan sihir iblisnya
seperti Maou. Akan tetapi, meskipun dia sudah mengeksekusi mantra skala
besar seperti itu, dia masih saja sanggup mempertahankan wujudnya, pasti ada
semacam trik."

"Ta-tapi, bukankah jika terus seperti ini malah akan bagus? Jika pihak musuh
bisa menggunakan kekuatan penuhnya, Suzuno-san mungkin akan berada
dalam bahaya..."

Mengatakan hal tersebut memang terdengar seperti memberi semangat pada


pihak iblis, tapi jika si iblis bisa terus bertingkah lemah seperti ini, hal ini
seharusnya adalah apa yang Chiho dan yang lainnya inginkan.

"Tidak, menurutku, bahkan jika Libicocco menggunakan kekuatan penuhnya,


dia seharusnya tidak akan bisa menandingi Bell. Tapi meski begitu, setidaknya,
pertarungan ini tidak akan berat sebelah seperti sekarang. Jika ini terus
berlanjut, Bell pasti akan benar-benar mengalahkannya dengan telak. Aku
tidak mengerti kenapa Libicocco harus melakukan hal yang merepotkan seperti
ini?"

"Lalu apa alasan....."

Benar, Chiho hampir saja lupa karena terlalu terkejut oleh kata-kata Libicocco,
tapi Libicocco secara khusus datang ke Jepang dengan menggunakan sebuah
'Gate'. Sulit membayangkan kalau tujuannya ke Jepang hanya untuk
mengumpulkan perasaan negatif ini.

Camio datang untuk mencari Maou, Ciriatto datang untuk mencari pedang suci,
Farfarello datang untuk membawa Maou dan Ashiya kembali. Sampai saat ini,
para iblis yang datang ke Jepang, kembali tanpa berhasil mewujudkan tujuan
mereka, kalau begitu sekarang, untuk alasan apa Libicocco datang ke Jepang?

"Selain itu, aku juga khawatir soal situasi di mana Emilia tidak ada seperti ini.
Sebelum kami datang, apa orang itu mengatakan sesuatu yang aneh?"
"Sesuatu yang aneh...."

Tidak peduli seberapa keras dia memikirkannya, hal teraneh yang Chiho
rasakan mungkin saat ia dipaksa belajar mengucapkan nama Libicocco....

"Kalau dipikir-pikir.... Dia bilang kalau para iblis menyukai misi pengumpulan
sihir iblis...."

Chiho berulang kali memikirkan percakapan yang terjadi lebih dari 10 menit
yang lalu.

Apa Libicocco berbicara tentang tujuannya datang ke sini?

"Tapi dia tidak berencana melakukan pembantaian di sini. Dia hanya ingin
menyebabkan kekacauan yang mudah dipahami..... Seingatku dia mengatakan
sesuatu seperti itu. Tapi, dia juga menciptakan petir yang berlebihan...."

"Petir yang kau bicarakan, apakah petir yang muncul sebelum kami masuk ke
sini?"

"Eh? Ehh?"

"Meskipun petir tersebut tidak terlihat semenakutkan itu!"

"Eh?"

"Hanya ada dua sampai tiga sambaran petir yang terlihat seperti mengandung
listrik, dan mereka hanya mengenai antena rumah di dekat sini sekaligus tiang
lampu di apartemen, kau tahu?"

"Aku tidak membahas soal petir itu saja. Aku ingat ada petir yang sangat terang,
sampai-sampai aku tidak bisa membuka mataku...."

Tapi meski begitu, rumah di sekitarnya tidak terkena dampak separah yang
Chiho dan Libicocco prediksikan.
Chiho pikir itu karena Jepang punya penangkal petir yang sangat maju...

"Itu mungkin sihir ilusi, ya kan? Itu adalah kemampuan special yang
dibanggakan Malebranche."

"I-ilusi?"

"Ketika mereka berada di Benua Selatan, mereka dengan licik menggunakan


sihir necromancy dan ilusi untuk menciptakan zombi dan roh dalam jumlah
besar tanpa tubuh asli. Mereka lalu menyerang ketika manusia sedang
terguncang, jadi dia mungkin hanya membuatmu melihat ilusi petir, ya kan?
Jika dia memang berniat melepaskan serangan petir seperti itu, aku penasaran
berapa banyak sihir iblis yang akan digunakan."

"....."

"Tapi seperti yang kau lihat, dinding badai ini nyata. Meskipun dia itu
Malebranche, dia tetap bisa mengendalikan cuaca, hanya dari hal ini saja sudah
dianggap cukup luar biasa. Sepertinya dia termasuk veteran di antara banyak
kepala suku. Tapi selain Maracoda yang sangat terkenal di dalam klan,
kebanyakan Malebranche itu seperti Ciriatto yang merupakan tipe fisik. Meski
kupikir kau akan tahu dalam sekali lihat, tapi mereka itu hampir tidak
menggunakan sihir seperti punyaku kan? Huuh, itu mungkin hanya karena dia
ingin menghemat sihir iblisnya, tapi jika demikian, maka aku tak mengerti
kenapa dia terus mengendalikan cuaca."

"Kalau begitu....."

Dia merasa sangat hormat terhadap wawasan yang ditunjukkan oleh


Urushihara, tapi Chiho tetap bingung karena tidak bisa menemukan
jawabannya.
"Kekacauan yang mudah dipahami ya.... Tapi, sebenarnya dia mau
mengalihkan perhatian kami dari apa?"

"Urushihara-san?"

"Ah...."

Chiho mendongak ke langit karena suara Urushihara.

Kali ini, Suzuno mengayunkan palu raksasanya pada punggung besar


Libicocco dengan seluruh kekuatannya, membuat Libicocco jatuh di atap
sekolah.

"Hah!"

Suzuno memberikan pukulan keras terus menerus tanpa henti, membuat tubuh
Libicocco jatuh seperti meteor.

"Itu berbahaya!"

Urushihara, berada tepat di bawah tempat mendarat Libicocco, mengangkat


kedua tangannya.....

"Ugoh!"

... dan membuat Libicocco berhenti di udara saat dia mengerang.

Jika Libicocco dibiarkan jatuh di atap gedung sekolah tua secara langsung, itu
mungkin akan menyebabkan bangunan ini runtuh. Jadi Urushihara pun
menggunakan suatu mantra untuk menghentikannya.

"Hey, kepala suku Malebranche. Wanita itu masih belum menggunakan


kekuatan penuhnya. Aku memang tidak tahu apa yang kau sembunyikan, tapi
kau mungkin akan mati jika ini terus berlanjut kau tahu?"
"U.... Ugh...."

Tidak diketahui apakah karena dia tidak ingin bicara atau karena tidak bisa
bicara sebab lukanya, Libicocco yang dihentikan di tangan Urushihara,
mengeluarkan rintihan pelan.

"Hmph, dia tidak sehebat yang dia katakan."

Di sisi lain, Suzuno dengan enteng mendarat di atas atap.

Sambil mengayunkan palunya agar darah yang ada di palunya menjadi bersih,
Suzuno perlahan mendekati Libicocco.

"Baik, bukankah sekarang saatnya kau melepaskan sekolah ini? Jika tidak, aku
hanya bisa memilih untuk mengakhiri hidupmu. Jika memungkinkan, aku tidak
ingin melakukan hal seperti itu."

".... Bunuh aku kalau kau mau. Kau manusia kan?"

Libicocco bertanya dengan suara serak, tapi Suzuno menggelengkan kepalanya


dan menjawab,

"Aku sudah tidak ingin mengambil nyawa orang lain hanya karena mereka
adalah iblis ataupun seseorang yang memiliki pandangan yang berbeda."

"Su-Suzuno-san...."

"Cepat dan hilangkan dinding badai ini. Kau harusnya mampu bertarung
dengan level yang sama denganku, tapi, kau tidak hanya tidak melakukannya,
kau bahkan terus mengabaikan peringatanku lagi dan lagi. Kau pasti
menyembunyikan maksud lain kan?"

"....."
Nampaknya Suzuno, seperti Urushihara, menyadari cara bertarung Libicocco
yang tidak biasa.

"Sebelum aku menilai dengan pasti bahwa kau adalah ancaman bagi manusia
ataupun dunia, aku tidak akan membunuhmu. Di Jepang, aku belajar untuk
berpikir fleksibel. Lawanku hanyalah 'musuh yang jahat'. Sudah cukup aku
membunuh orang lain hanya karena kita ini berbeda."

"U.... Ugh... Jika semuanya jadi terlambat karena hal ini, kau pasti akan
menyesalinya."

"Dibandingkan menyesal karena tidak mempercayai orang lain, aku lebih baik
menyesal setelah dikhianati oleh orang lain. Belakangan ini, hubunganku
sudah menjadi agak rumit. Aku tidak ingin merasa gelisah saat mengetahui
bahwa musuh juga punya pemikiran yang masuk akal setelah aku membunuh
mereka."

Dengan rambut basah karena hujan yang bersinar di bawah matahari, Suzuno
mengatakan hal tersebut.

"Dan meskipun kami terlambat satu langkah, rekan-rekanku tidak selemah itu
sampai-sampai mereka membiarkan keadaan ini menjadi semakin buruk."

Setelah mengatakan hal tersebut, Suzuno merubah palu raksasanya kembali


menjadi jepit rambut dan menyimpannya di dalam baju.

Rambutnya masih belum kering, jadi mungkin jepit itu tidak akan bisa
terpasang.

".... Chiho-dono, apakah yang kukatakan tadi tepat?"

Suzuno berbalik untuk meminta persetujuan Chiho, membuat Chiho merasa


kaget.
Tidak, sebenarnya Chiho tahu siapa yang Suzuno maksud dengan 'rekan'. Ini
lebih seperti, meskipun Chiho selalu berharap Suzuno berpikir begitu, dia tidak
pernah menyangka kalau dia akan mendengarkan kata-kata itu langsung dari
Suzuno.

"Be-benar, benar sekali."

Chiho yang merasa bahagia, memegang tangannya sendiri dan melompat.

"..... Apa-apaan ini...."

Urushihara, yang tak disangka bisa membaca suasana saat ini, kurang lebih
bisa mengerti apa yang mereka berdua ingin katakan, tapi dia bukanlah tipe
orang yang akan menerima hal ini dengan jujur dan juga terlalu malas untuk
menjadi selimut basah.

(T/N : Selimut basah, ungkapan untuk orang suka mengganggu kebahagiaan


orang lain)

"Lalu, apa yang akan kita lakukan dengan dinding badai ini...."

Tepat ketika Urushihara hendak melanjutkan topik ini, sebuah sinar tiba-tiba
menghalangi pandangannya.

"Wah?"

"Ada apa?"

"Eh?"

Urushihara, Suzuno, dan Chiho mendongak ke arah langit satu persatu.

Sinar matahari tiba-tiba bersinar di atap tempat mereka bertiga berada.


Angin dan hujan di dalam dinding badai ini juga ikut berhenti, seolah
menghindari sekolah, lalu, matahari pun mulai menunjukkan dirinya di
langit terang nan jauh di sana.

".... Apa yang kau lakukan?"

Urushihara bertanya pada Libicocco dengan sebuah kernyitan.

Itu bukanlah sebuah fenomena alami tak peduli bagaimana kau melihatnya.
Buktinya, dinding badai di sekitar sekolah masih ada.

"....."

Akan tetapi, Libicocco tidak menjawabnya, Suzuno yang menatapnya,


menggelengkan kepalanya dan menjawab,

"Mengecewakan, apa yang sebenarnya terjadi?"

Usai menatap ke arah matahari yang ada di langit dengan ekspresi kaku,
Urushihara pun mengernyit karena sinar menyilaukan tersebut dan
mengangkat tangannya untuk menghalangi cahaya matahari. Matahari yang
bersinar di atas bumi melewati lubang yang ada pada hujan dan angin, terlihat
seperti sebuah mata raksasa yang aneh.

"Hm?"

Dari hal ini, Urushihara menyadari ada beberapa titik hitam kecil di matahari
itu seperti sekumpulan debu.

"Apa yang terjadi? Sepertinya ada sesuatu di matahari......"

Bayangan kecil itu perlahan semakin membesar.

"Ugh!!"
Urushihara menunjukkan ekspresi serius yang hanya bisa dilihat beberapa kali
dalam setahun ini, matanya melebar, dan setelah melempar Libicocco yang dia
topang ke samping, dia melompat di sebelah Suzuno dan Chiho dengan
kecepatan yang luar biasa.

"Apa....?"

"Urushihara....?"

Suzuno dan Chiho menjadi begitu terkejut karena gerakan tiba-tiba yang
dilakukan Urushihara, tapi sebelum mereka bisa menanyakan pertanyaan
mereka...

"Hu!"

Sayap Urushihara, membentang dalam satu kepakan, mulai bersinar terang.

""!!!""

Adegan yang terjadi di hadapan mereka, membuat Suzuno dan Chiho hanya
bisa menahan napasnya.

Api yang menyerupai sekumpulan cahaya tiba-tiba turun dari dalam matahari,
dan mendekat ke arah Suzuno dan Chiho.

"Lucifer!!"

Dan Urushihara menangkis api tersebut.

Seperti bagaimana dia menangkap Libicocco, tangan Urushihara yang terulur,


menghentikan api yang jaraknya beberapa sentimeter dari telapak tangannya,
melindungi Chiho dan Suzuno di belakangnya.
Tapi, berasal dari kekuatan apa api ini?

Sayapnya yang berkibar membuat seluruh tubuh Urushihara mulai bersinar,


dia juga menggunakan seluruh kekuatannya untuk bertahan, tapi meski begitu,
angin panas yang melebihi kekuatan tersebut, masih membuat rambut Chiho
dan Suzuno bergoyang terkena angin.

"Ugh, ah, sial.... Apa yang orang itu pikirkan?"

Tanpa memperhatikan keringat dan pembuluh darah yang muncul di dahinya,


Urushihara berteriak,

"Bell!! Bawa Sasaki dan lari, cepat!! Aku tidak bisa menahannya lagi!!"

"Chiho-dono, berpeganglah padaku!!"

Suzuno memegang pinggang Chiho tanpa menunggu jawaban darinya, dan


melompat menjauh dari atap dengan kekuatan yang cukup untuk membuat
Chiho merasa pusing.

"U.... Ugh!!"

Chiho yang diangkat ke udara, merasa kalau semua yang ada di dalam perutnya,
ingin mengalir keluar, selain itu, di sudut pandangannya yang berair, dia
melihat sesuatu.

Pintu yang menghubungkan atap dengan bagian dalam sekolah, terlihat


bengkok.

Pintu logam yang seharusnya sudah di segel oleh mantra Urushihara, benar-
benar telah bengkok.

Setelah menyaksikan kekuatan api itu, Chiho mulai khawatir apakah


Urushihara yang menahannya bisa selamat.
Berada di belakang garis pertahanan dari api yang nampaknya ditembakkan
oleh sebuah meriam api raksasa, tubuh kecil Urushihara mulai menggeliat dan
meringis karena panas.

"A-apa yang terjadi?"

Suzuno melambat setelah bersusah payah mencapai ketinggian yang tidak bisa
digapai oleh panas tersebut, tapi meski mereka sudah mencapai tempat setinggi
itu, mereka masih tidak bisa memastikan asal api tersebut.

"Suzuno-san!! Mengenai Urushihara-san....."

"Aku tidak tahu! Tanpa menghiraukan diriku, jika Chiho-dono turun sekarang,
kau pasti akan mati terbakar!!"

"Bagaimana bisa begini...."

Chiho mengeluarkan sebuah erangan, tapi situasinya menjadi semakin buruk.

Tidak terlalu jauh dari api tersebut, sesosok figur besar berdiri.

Libicocco yang dilempar oleh Urushihara, telah pulih kembali.

"Suzuno-san, di sana!!"

"Aku tahu! Chiho-dono, aku akan turun ke sekolah!"

Suzuno, melompat untuk menjauhkan Chiho dari bahaya, mengabaikan api


tersebut serta Urushihara, dan mulai bergerak menuju tanah.

"Ka-kalian...."

Namun, seseorang menghalangi jalan mereka di udara.


Sampai beberapa saat lalu, Suzuno sudah bertarung dengan Libicocco yang
tiba-tiba muncul di Jepang, jadi musuh yang muncul di hadapannya kali ini
bahkan lebih tak bisa dipercaya.

"Ti-tidak mungkin!!"

Chiho yang diangkat oleh Suzuno, seketika merasa putus asa ketika melihat
musuh Suzuno.

"Minggir!! Tentara Surga!!"

Suzuno berteriak marah, tapi musuhnya tak bergerak sama sekali.

Lima anggota Tentara Surga itu mengepung Suzuno, tidak membiarkannya


untuk mendarat di tanah.

"Ja-jangan-jangan ini Gabriel-san lagi?"

Tentara Surga adalah pasukan khusus milik para malaikat.

Mereka sudah muncul beberapa kali bersama dengan Malaikat Agung Gabriel
di Jepang, Suzuno menggumam dengan suara pelan.

"Perlengkapan mereka berbeda.... Bawahan Gabriel seharusnya berpakaian


lebih santai."

Lima Tentara Surga yang ada di hadapan mereka, mengenakan armor berat
berwarna merah, mereka juga membawa ranseur yang sepenuhnya sama dan
terbuat dari logam hitam.

(T/N : Ranseur, tombak bermata tiga, seperti milik Neptunus di Spongebob :v)

Senjata yang dibawa Tentara Surga milik Gabriel, tidak sepenuhnya sama dan
dibuat dengan kasar, penampilan mereka juga benar-benar berbeda dari orang-
orang ini.
Masing-masing Tentara Surga yang ada di sana, mengarahkan ujung ranseur
mereka ke arah Suzuno dan Chiho.

Karena mereka sudah membuat gerakan mengancam, itu artinya Suzuno tak
perlu lagi khawatir kalau mereka akan langsung melayangkan serangan fatal,
tapi dari hal ini saja, sudah cukup untuk membuat Suzuno merasa cemas.

Kepala suku Malebranche dan Tentara Surga tiba-tiba muncul di tempat yang
sama, ini sudah pasti bukanlah sebuah kebetulan.

Ini jelas-jelas menunjuk pada satu fakta.

"Kalian semua.... Kalian semua benar-benar....."

Suara Suzuno bercampur dengan penyesalan dan kebencian.

Meskipun dia tidak tahu tujuan mereka sekarang.

Dia tidak bisa lagi lari dari kebenaran.

Pasukan iblis yang aktif beroperasi di Benua Timur, benar-benar dibantu oleh
Surga dan para malaikat.

Meskipun hal ini masih belum dapat dipercayai sepenuhnya karena alasannya
tidak jelas, hanya inilah kemungkinan yang tersisa.

"Suzuno-san...."

"Chiho-dono, jangan bergerak! Sial, padahal aku sudah memantapkan


pikiranku dari dulu agar tidak goyah apapun yang terjadi..."

Chiho yang sedang diangkat memang tidak bisa melihatnya, tapi jejak
penyesalan dan air mata terasa seperti bercampur dengan suara Suzuno.
"Ranseur yang terbuat dari logam hitam dan armor merah, logam dan merah.
Padahal si bodoh Lucifer itu bilang kalau 'dia' tidak akan bergerak."

Suzuno membuat komentar kejam seolah mencaci Urushihara, yang ditelan


oleh api di atap sekolah.

"Malaikat Agung Kamael!! Apa yang kau rencanakan?"

Dalam sekejap, Tentara Surga tiba-tiba menjadi agresif.

Dari reaksi tersebut, sangat jelas kalau master mereka tepat seperti apa yang
Suzuno prediksi.

Meski seharusnya mustahil suara Suzuno bisa terdengar.....

"Suzu, Suzuno-san!!"

Seolah meniadakan teriakan Chiho, api yang mengarah menuju Urushihara,


menjadi semakin kuat.

"Ugaahh!!"

Di atap sekolah yang dilihat oleh Chiho, Suzuno, dan para Tentara Surga dari
atas, sesosok figur kecil terpental oleh ledakan dan badai sampai ke tepi atap.

"Urushihara-san, Urushihara-san!!"

Meskipun dia merasa kalau orang itu takkan bisa mendengarnya, Chiho tetap
berteriak keras.

Tapi semuanya tak berakhir begitu saja.

Libicocco, menyeret tubuhnya yang terluka parah, mulai berjalan menuju


tempat Urushihara jatuh.

Chiho sesaat berhenti bernapas karena ketakutan.


Padahal Suzuno baru saja mengambil satu langkah menuju mimpi Chiho
setelah banyak kesulitan.

Dia juga mengakui bahwa Urushihara, Ashiya, dan Maou, yang mana adalah
seorang iblis, sebagai rekannya.

Apakah mereka tiba-tiba akan tersakiti karena hal-hal aneh ini dan membuat
semuanya terpisah?

"Uh!!"

Chiho mendongak ke arah langit dengan mata yang dipenuhi air mata.

Kali ini, dia bisa melihat dengan jelas sosok orang yang telah menyerang
Urushihara.

Orang itu memakai armor merah yang sama seperti yang dikenakan oleh para
Tentara Surga, dan meski tidak sebesar Libicocco, dia memiliki perawakan
besar yang sebanding dengan Gabriel.

"Aku tidak pernah menyangka..... kalau kau benar-benar akan bermain dengan
lelucon semacam ini...."

Menggunakan seluruh sihir sucinya, Urushihara kembali terlihat seperti beban


rumah tangga yang tak berguna, meskipun dia tergeletak dengan malang, dia
masih bisa mendongak ke langit.

"Aku benar-benar takut kalau aku harus meminta maaf dan menjawab
pertanyaan Bell dan Sasaki Chiho nanti. Bagaimanapun, akulah yang
sebelumnya sudah menyatakan kalau kau tidak akan bergerak."

"....."
Orang yang Urushihara ajak bicara, tidak hanya memakai armor full body, dia
bahkan memakai topeng logam yang menutupi seluruh wajah. Penampilan ini,
daripada seperti seorang malaikat, lebih mirip seperti seorang Jenderal yang
kuat.

"..... Kamael, apa yang membuatmu berubah pikiran?"

Malaikat Agung Kamael mengabaikan kata-kata Urushihara, dan sedikit


menggerakkan dagunya ke arah Libicocco.

".... Tsk."

Meskipun mendecapkan lidahnya sekali, Libicocco tetap dengan patuh


mendengarkan 'perintah' tersebut.

Berpikir kalau pihak musuh mungkin akan melakukan sesuatu yang


merugikannya, Urushihara dengan paksa membentangkan sayapnya yang
terluka, tapi Libicocco mengabaikannya dan terbang lurus ke arah Suzuno dan
Chiho.

"Maaf, semut kecil."

Suzuno, dikepung oleh Pasukan Surga, tidak bisa bergerak sama sekali.

Libicocco juga menunjukkan sikap yang berbeda dengan saat ia pertama kali
bertemu dengan Chiho, dia kemudian berbicara dengan Chiho yang diangkat
oleh Suzuno.

"Serahkan! Kau harusnya tahu apa yang kubicarakan, iya kan?"

Chiho menatap telapak tangan iblis tersebut, yang mana bagian cakarnya telah
hancur.
"Kau punya fragmen Yesod kan? Kami akan pergi setelah kami mendapatkan
benda itu. Cepat dan serahkan benda itu!!"

Chiho pun menggerakkan tangannya ke arah saku seragamnya....

"Chiho-dono, jangan serahkan benda itu padanya!"

Tapi dia langsung tersentak mundur karena teriakan Suzuno.

"Kita tidak boleh membiarkan mereka memiliki Sephirah! Coba pikir kembali
apa yang telah dilakukan oleh Gabriel dan Lailah."

"Ta-tapi, Suzuno-san dan Urushihara-san...."

"Berhentilah mengedepankan keberanianmu! Saat ini apa yang bisa kau


lakukan?"

".... Jika ada sesuatu yang tidak beres, aku pasti akan merebut fragmen Chiho-
dono dan menelannya!"

"Apa menurutmu kami para iblis akan ragu membelah tubuh manusia?"

Suzuno dan Libicocco berdebat di samping Chiho dengan dibarengi aura


membunuh.

"Meski begitu, itu masih lebih baik ketimbang dengan patuh menyerahkan
fragmen itu padamu!!"

Bahkan suara tegas Suzuno pun, tak berguna di saat seperti sekarang ini.

Satu-satunya hal yang didengar oleh Suzuno dan Chiho, hanyalah sebuah
kalimat dingin.

".... Dia sudah mengatakannya."

Kalimat itu tidak diarahkan pada Suzuno yang berteriak.


"Ugah!!"

"Suzu, Suzuno-san!!!"

Tubuh Chiho merasakan sebuah getaran yang kuat.

Dan pada saat itu, erangan basah Suzuno terdengar.

"Uh?"

Chiho melihat sesuatu yang tak dapat dipercaya di sudut pandangannya.

Tentara Surga menggunakan tombak mereka untuk menusuk dada Suzuno.

"Suzuno-san!!!"

Tindakan kejam yang tiba-tiba dilakukan oleh Tentara Surga tersebut,


membuat Chiho berteriak, tapi segera setelahnya Suzuno langsung menjauh
dari Libicocco yang ada di hadapannya dengan lamban.

Suzuno melompat ke belakang di udara.

"Suzu, Suzuno-san?"

"Jangan khawatir.... Itu hanya pegangan tombaknya, uhuk!!"

Suara Suzuno, meski kesakitan, masih terdengar sangat jelas.

"Pegangan tombak?"

Maksud Suzuno adalah pegangan tombak, tapi di situasi darurat seperti ini,
Chiho yang tidak mengenal senjata tersebut, hanya terpikir soal jamur.

(T/N : Pegangan tombak dan Jamur memiliki pengucapan yang sama dalam
bahasa Jepang.)

Namun, Chiho langsung kehilangan kesempatan untuk berpikir.


Para Tentara Surga itu mengayunkan ujung tombak mereka secara bergantian,
menyerang Suzuno.

"Si.....sial, arghhhhh!!!"

Suzuno mengeluarkan teriakan marah yang tidak cocok dengan seorang


Penyelidik, dan menahan tombak yang menyerbu ke arahnya dengan palu
raksasa miliknya, dan setelah melayang di udara, menghindar berulang kali,
dia akhirnya berhasil menjauh dari kelima Tentara Surga tersebut dengan susah
payah.

Tapi dibandingkan dengan Tentara Surga milik Gabriel, musuh kali ini benar-
benar terlatih.

Mereka bertarung secara sistematis dalam pertempuran udara melawan Suzuno,


satu orang menyerang punggung Suzuno, satu orang membidik Chiho, titik
lemahnya, dan satu orang memberikan tekanan dari bawah supaya Suzuno
tidak bisa mendarat.

Ditambah lagi, bahkan jika dia berhasil menyingkirkan kelima orang ini,
nyatanya Urushihara sudah tidak sanggup kembali berdiri, dan Kamael serta
Libicocco masih menunggu di belakang.

"Su-Suzuno-san! K-kau tidak perlu mempedulikanku!"

Chiho, berguncang di udara karena pergerakan manusia super, membuat


dirinya agar tidak menggigit lidahnya sendiri saja sudah menghabiskan seluruh
tenaganya.

"Ta-tak masalah bahkan jika aku sedikit terluka! Le-lempar aku ke atap....
tanpa beban seperti diriku, kau seharusnya bisa bertarung dengan lebih baik."

"Diamlah!!"
Menghindari tiga ujung tombak dengan teknik yang sempurna di udara,
Suzuno berteriak di saat yang sama.

"Target mereka bukan aku, melainkan Chiho-dono!! Jika aku melepaskan


Chiho-dono sekarang, semuanya takkan bisa dibalikkan lagi. Ugh!!"

Usai mengatakan hal tersebut, kaki Suzuno tergores oleh salah satu tombak
Tentara Surga yang muncul dari arah lain.

"Suzuno-san!!!!"

"Si-sial, Chiho-dono, tutup matamu!!"

Tanpa menunggu jawaban Chiho, Suzuno mulai menggumankan sesuatu,


mengarahkan palu raksasanya ke arah Tentara Surga di hadapannya dan
berteriak,

"Light Wave Flash!!"

Pada saat ini, ujung palu raksasa tersebut memancarkan sinar terang bagaikan
matahari, membutakan pandangan Tentara Surga di hadapan Suzuno.

"Minggir dari jalanku!!"

Suzuno tidak menyiakan-nyiakan celah tersebut, dan mengayunkan palu


raksasanya ke arah pelipis para Tentara Surga.

Dengan sensasi berat di tangan Suzuno, aura musuh yang ada di depannya,
lenyap.

"Kita pergi, Chiho-dono!! Bertahanlah!!"

Bagaimanapun, mereka harus lebih dulu menjauh dari sekolah.


Orang-orang di sekolah pasti akan terlibat jika ini terus berlanjut. Meski segel
Urushihara masih belum hancur, Kamael sama sekali tidak menunjukkan rasa
ampun ketika menghancurkan atap sekolah.

Terlepas dari Chiho, Suzuno takkan mungkin bisa melindungi ratusan orang
termasuk staff dan para murid di sekolah sendirian. Suzuno memang tidak
melupakan kondisi Urushihara, tapi prioritas utama saat ini adalah mencegah
agar Chiho dan fragmen Yesod tidak jatuh ke tangan musuh. Tepat ketika
Suzuno hendak meninggalkan tempat tersebut dengan kecepatan yang cukup
membuat Chiho pusing, sebuah suara yang bisa membuat seseorang merasa
putus asa, terdengar dari dalam kilatan cahaya Suzuno yang masih belum
menghilang.

"Maafkan aku, mantra ilusi tidak akan berguna melawan Malebranche!"

"Uh??"

Sosok besar yang muncul dari cahaya putih tersebut adalah Libicocco.

Cakar Libicocco yang tersisa, tiba-tiba muncul di depan Suzuno, membuat


Suzuno tidak mampu menghindar.

Suzuno mengayunkan palu raksasanya untuk menghancurkan cakar yang


menghalangi jalannya, tapi aksi ini pastinya juga memperlambat gerakannya.

"Ugaahh!!"

Chiho yang hampir pingsan karena cahaya yang tidak bisa sepenuhnya ia
halangi meskipun sudah menutup matanya, dan karena efek G forces, kali ini,
disebabkan sensasi dari sebuah cairan hangat yang terasa di wajahnya, dia pun
kehilangan kemampuan untuk berpikir.
(T/N : G forces, cari di google aja ya, ini berhubungan dengan efek saat terbang
gitu.)

Ini mungkin hanya berlangsung selama beberapa detik.

Namun, kejadian yang Chiho lihat dalam sekejap saat ia perlahan memulihkan
pandangan, kesadaran, dan perasaannya setelah cahaya yang Suzuno buat
berhasil menghilang......

"Ugaaahh!!"

.... membuatnya mengeluarkan teriakan kasar sambil berontak.

Meski begitu, tubuhnya tidak bisa bergerak.... karena seseorang menahan


gerakannya.

Orang yang membawa Chiho sekarang bukanlah Suzuno, melainkan Libicocco.

Sementara Suzuno yang sampai beberapa saat lalu, berusaha keras untuk
membuat Chiho kabur.....

".... Benar-benar membuat kami harus bersusah payah...."

Dia berada tepat di depan Libicocco, tergeletak di tengah-tengah atap sekolah,


bersimbah darah.

"Suzu, Suzuno-san, Suzuno-san!!!"

Bahkan Chiho bisa melihat bahu Suzuno yang terkoyak, dan di saat yang sama,
kaki di bawah kimononya yang tersayat, juga masih mengeluarkan darah.

Bukan hanya jepit rambut yang Suzuno lepas dan kimononya yang terbentang
di lantai seperti bunga berlumuran darah, yang terlihat mengerikan, bahkan
para Tentara Surga juga menancapkan tombak mereka ke lantai melewati
kimono Suzuno seolah memakunya di lantai.
Palu raksasa yang Suzuno gunakan sebagai senjata, jatuh di sebelah tangannya
dan berubah kembali menjadi jepit rambut yang tak punya kekuatan apa-apa.

"Ah... Ugh, Chi Chiho-dono.... argh.."

Meski begitu, Suzuno tetap mengulurkan tangannya ke arah Chiho sambil


mengerang kesakitan.

"Suzuno-san..... Urgh!!"

Chiho juga mengulurkan tangannya, tapi Libicocco tidak membiarkan Chiho


melakukan apa yang dia mau.

Tidak hanya itu, Libicocco juga menendang tangan Suzuno yang terulur dan
menatapnya dengan tatapan menyedihkan.

"Kenapa kau melawan sampai segitunya? Bukankah kau ini Penyelidik dari
Gereja? Orang itu dan orang-orang ini adalah malaikat, utusan Tuhan yang kau
hormati, kau tahu? Meskipun kau berkhianat pada mereka, sebenarnya tak ada
untungnya buatmu kan?"

Suzuno, menahan rasa sakitnya, menatap tajam ke arah Libicocco dengan


wajah berlumuran darah.

"Malaikat.... yang melakukan perbuatan jahat seperti ini, bahkan jika kau
memberikan mereka padaku, aku tidak akan pernah mau menerimanya! Aku
hanya memuja kepercayaan yang bisa membimbing dunia manusia menuju
kedamaian dan keadilan!"

Semakin Suzuno berteriak, semakin banyak pula darah yang mengalir dari
lukanya.

Chiho terguncang dan tidak bisa mengatakan apa-apa.


"Orang-orang yang bekerja sama dengan penjahat untuk menyakiti manusia di
dunia dan menyebabkan kekacauan, mana mungkin bisa disebut malaikat!!"

"Bagus sekali, aku memang tidak membenci prajurit dengan kepercayaan yang
kuat seperti dirimu, tapi aku tidak punya pilihan lain saat ini."

Para Tentara Surga mendekati Libicocco, seolah sudah mereka rencanakan


sebelumnya.

"Hey, semut kecil, aku tidak ingin melukaimu, cepat serahkan benda itu!!"

Peringatan Libicocco sama sekali tidak terdengar oleh Chiho.

Karena perasaannya sudah mati rasa.

"Dengarkan aku.... Uhuk... Chiho-dono, jangan, serahkan benda itu pada


mereka...."

"Suzu.... Suzuno....."

"Bukankah sudah kubilang kalau aku tidak ingin menyakitimu? Jika terjadi
sesuatu nanti, aku tak akan peduli, kau tahu?"

Di situasi tanpa harapan ini, Tentara Surga dan Libicocco mendekati Chiho
dan Suzuno.

Itu adalah tangan iblis berwujud malaikat.

XxxxX

"Apa yang sebenarnya.... Apa yang sebenarnya terjadi?"


Suara Rika terdengar dari sudut Sasazuka.

Hujan yang semakin lebat, membasahi bagian depan beranda Villa Rosa
Sasazuka.

Orang-orang tak dikenal yang berpakaian aneh, muncul di hadapan Rika.


Karena alasan yang tak diketahui, HP yang dia genggam di tangannya, tidak
bisa menerima sinyal apapun.

Ditambah lagi....

"Ashiya-san!! Nord-san!!"

Rika bersimpuh di lumpur yang basah karena hujan, dan Ashiya serta Nord
roboh di hadapannya, terluka.

"Apa yang terjadi? Siapa kalian?"

Di situasi kacau ini, Rika yang sedang panik, melempar HPnya yang tak
berguna.

Setelah HP tersebut mengenai dada pria besar yang telah mengalahkan Ashiya
dan Nord di hadapan Rika, HP itu jatuh ke genangan air.

"Sungguh sebuah kegagalan. Ketika aku menemukan Nord, kupikir aku


mendapat keberuntungan."

Di dalam sekumpulan orang berpakaian aneh ini, seorang pria dengan tubuh
besar yang menjadi satu-satunya orang yang berpakaian seperti patung Yunani
kuno, mengangkat bahunya seolah benar-benar merasa gelisah.

"Aku tidak pernah menyangka kalau akan ada orang Jepang normal di sini....
Apa yang sebaiknya kulakukan?"

Kata pria itu dengan gelisah sambil mendekati Rika.


"A-ah...."

Namun, Rika begitu takut sampai tidak bisa bergerak.

Hal ini sangatlah normal.

Hanya menghadapi sekumpulan orang aneh berarmor lengkap dan memiliki


perlengkapan lengkap saja sudah cukup menakutkan, Rika bahkan harus
menyaksikan Ashiya dan Nord, dua pria dewasa yang sehat, dalam sekejap
dikalahkan di depan matanya.

Rika yang sama sekali tidak memiliki kekebalan terhadap kekerasan, tidak bisa
bergerak karena ketakutan.

"Huuh, aku tidak tertarik untuk menakuti para gadis... Erhm, kuharap kau bisa
mengerti, kami sungguh-sungguh tidak bermaksud menyakitimu....."

"J-jangan mendekat, jangan mendekat!! Tolong, tolong, Ashiya-san!!"

".... Orang macam apa menurutmu aku ini..... Aku ini bukan perampok, ouch!!"

Batu di halaman, benda-benda lain, meskipun Rika melempar semua yang ada
di dekatnya dengan kuat, hal itu sama sekali tak bisa memperbaiki keadaan.

"Huuh, situasi ini memang sulit dijelaskan. Maafkan aku, kau bisa menangis
dan mengamuk sesukamu, tapi tolong bertahanlah sedikit lebih lama lagi.
Hey!!"

Tidak diketahui perintah apa yang pria besar itu berikan pada sekelompok
orang di belakangnya, tapi empat kesatria berpakaian aneh tiba-tiba berjalan
keluar dari kelompok tersebut.

"Tu.... Tunggu, apa yang kau lakukan??"

Para kesatria itu mengangkat Nord dan Ashiya yang tidak bergerak dari tanah.
"Kemana... kalian ingin membawa mereka....?"

"Membawa mereka? Tidak, kami hanya mengembalikan mereka ke tempat


asal mereka."

"Tempat, asal?"

"Huuh, kau tidak perlu khawatir. Ah, percuma meskipun kau menghubungi
polisi. Orang-orang itu takkan bisa menangkap kami. Hm, anggap saja kau
baru melihat kecelakaan lalu lintas dan menyerah terhadapnya."

"Uh!!"

"Uh, eh?"

Rika yang tidak bisa bergerak sama sekali karena takut terhadap pria itu, tiba-
tiba bangkit dan memegangi pria berpakaian aneh yang membawa Ashiya.

"???"

Kesatria itu juga merasa kaget karena Rika melakukan sesuatu yang tak
terduga.

"Ke-kemana kalian mau membawa mereka?"

".....!!"

"Jangan mengatakan kata-kata aneh itu! Kembalikan Ashiya! Kembalikan dia


padaku!!"

"Tu-tunggu nona!! Jangan menakuti orang seperti itu! Tolong hentikan!"

"Ah!!"

Kesatria itu mengayunkan tangannya untuk menyingkirkan Rika yang


mencoba melawan.
Rika yang dengan mudah terdorong menjauh, wajahnya langsung mengenai
genangan air.

"Ah, hey, tunggu dulu!"

Kali ini, pria besar itu tiba-tiba panik.

Kesatria yang mendorong Rika menjauh, mengeluarkan pedangnya untuk


memaksa Rika melepaskan Ashiya.

"Hentikan, dasar bodoh!! Jangan melakukan hal-hal yang tidak perlu!!"

Meski pria besar itu mencoba menghentikannya, dari jarak di antara mereka,
pria itu tidak mungkin akan sampai tepat waktu.

Setelah Rika menolehkan wajahnya ketika masih tergeletak di tanah, dia


melihat senjata, aura membunuh, dan momen di mana nyawanya akan
menghilang, hal-hal yang tidak akan pernah dia lihat hanya dengan tinggal di
Jepang.

"Uh!!"

Rika bahkan tidak punya waktu untuk merasa takut.

Jalur lintasan perak yang menghamburkan rintik hujan, anehnya terlihat sangat
lambat, dan kemudian.....

"Minggir dari jalankuuuuuu!!!"

Diikuti oleh sebuah teriakan yang tiba-tiba, kesatria yang hendak


mengayunkan pedangnya ke arah Rika terpental seperti sebuah penghapus.

"??"

"Eh?"
Kali ini, tidak hanya Rika, bahkan pria besar itu juga terkejut.

Si kesatria yang terpental ke samping secara horizontal, ketika dia membuat


suara tubrukan yang keras....

"Ugh!!"

.... seluruh tubuhnya menghantam dinding yang mengelilingi Villa Rosa


Sasazuka seperti seekor kodok, dan perlahan jatuh ke tanah.

"Wha...."

Hal pertama yang Rika lihat, adalah kaki yang mengenakan sandal karet.

Dan setelah mengikuti arah kaki tersebut, dia melihat jeans yang berada dalam
posisi menendang.

Kaos hitam, kulit coklat karena sering terpapar sinar matahari, dan ponytail
hitam.

".... Siapa kau? Bagaimana bisa kau memasuki tempat ini?"

Si pria yang awalnya memiliki sikap remeh, saat ini menunjukkan ekspresi
yang seperti campuran antara cemas dan kaget.

"Kau tanya bagaimana aku masuk?"

Orang itu datang dengan mengangkat kaki yang ia gunakan untuk menendang
hingga mencapai atas kepalanya seperti yang ada di film kungfu, dan setelah
dengan elegan menurunkannya, Rika tahu kalau itu bukanlah wanita yang dia
kenal.

"Apakah izin orang luar diperlukan untuk memasuki wilayah sendiri??"


Wanita itu memperlihatkan sebuah senyum dingin, dan seolah dibuat jengkel
oleh wanita itu, para kesatria berpakaian aneh langsung mengarahkan pedang
mereka ke arah si wanita di saat yang bersamaan.

Kali ini, si pria bertubuh besar tidak menghentikan mereka. Namun, meskipun
puluhan kesatria mengarahkan pedang mereka ke arahnya di saat yang sama,
wanita berkulit coklat tersebut sama sekali tidak berniat mengambil tindakan.

"Benar-benar sembrono, kalian mungkin akan mati kau tahu? Bahkan kau, si
pemuda aneh, juga bukan sebuah pengecualian."

"... Sombong sekali. Siapa kau sebenarnya??"

"Karena aku tidak kenal wanita ini dan paman itu, kalau di paksa membuat
sebuah hubungan...."

Wanita itu melirik ke arah Ashiya yang dibawa oleh para Kesatria, dan
berbicara dengan sebuah senyum kecut,

"Aku seharusnya adalah mantan bos Ashiya-kun."

XxxxX

Melalui pandangannya yang menjadi kabur karena darah, Suzuno


menyaksikan saat-saat Chiho diserahkan pada Pasukan Surga dengan putus asa.

Meskipun dia ingin menghentikannya, tubuh Suzuno masih tidak bisa bergerak,
dan dia hanya bisa mengerang karena rasa sakit yang berasal dari bahu dan
kakinya.
Ketika tangan para Tentara Surga hendak menggenggam Chiho, sebuah sinar
ungu yang melampaui sinar matahari meledak dari balik dinding badai.

"A-apa yang terjadi?"

"....?"

Tidak hanya Libicocco, bahkan mungkin Kamael juga menoleh ke asal cahaya
tersebut.

Lokasinya berada di bagian luar gerbang utama SMA Sasahata.

"Uh!!"

Libicocco mengeluarkan suara gelisah.

Kekuatan dinding badai tiba-tiba melemah dengan sangat cepat.

Dinding angin berbentuk lingkaran yang mengurung sekolah, bagian tepinya


mulai menjadi tidak jelas, dan tak lama setelahnya, dinding tersebut mulai
membelok dan memutar, dan dengan memudarnya kekuatan angin dan hujan,
dinding badai itu pun hancur.

Angin kuat yang dalam sekejap terproduksi untuk menyeimbangkan tekanan,


membuat para Tentara Surga terlempar tak karuan.

Kali ini, sebuah sinar ungu bak bintang jatuh melesat melintasi halaman
sekolah.

Seketika semua orang menyadari sinar tersebut, dan badai yang membentuk
dinding hingga beberapa saat lalu, kini menjadi suara bising dan angin kuat
yang mengikuti cahaya tersebut.

"Hm....??"
Libicocco sedikit bingung karena cahaya dan angin yang menyapu
melewatinya, tapi segera setelahnya, dia mendapati lengannya yang menjadi
lebih ringan. Tidak, lengannya tidak menjadi lebih ringan, tapi seluruh
lengannya.....

"Gwaaaaahhhhh!!!"

Libicocco yang menyadari kalau lengan yang ia gunakan untuk membawa


manusia tadi telah lenyap mulai dari bahu ke bawah, menjerit.

Dia menekan lukanya yang menyemburkan darah di saat yang sama ketika dia
menyadari rasa sakitnya, dan berlutut di lantai.

Lalu dia mendapati manusia lain yang seharusnya berbaring di sebelah kakinya,
juga ikut menghilang.

Kelima ranseur berbahan logam hitam yang sebelumnya digunakan untuk


memaku manusia tersebut, kini berserakan di lantai seperti sayuran yang
dipotong kasar, dan kehilangan bentuk senjatanya.

Para Pasukan Surga di udara yang sebelumnya mengawasi Suzuno, hanya bisa
menoleh dan memeriksa jalur lintasan peluru itu mulai dari ujung ke ujung
karena mereka tak bisa memahami situasi ini.

Seolah melindungi Urushihara yang terlempar oleh peluru api Kamael,


makhluk berwujud tak biasa itu berdiri di depannya.

Makhluk itu memiliki wajah dan tubuh manusia, sementara keempat anggota
gerak dan tanduknya adalah tubuh iblis, salah satu tanduknya bahkan telah
terpotong.

"Ah...... Ah......"
Meskipun dia tahu kalau tangan yang membawanya kini adalah tangan iblis
berbentuk aneh yang sama seperti tadi, sebuah rasa aman bisa terasa dari sosok
tersebut, dan membuat Chiho menangis.

Pahlawan yang akan selalu datang dan menyelamatkan Chiho kapanpun.

Maou Sadao, membawa Chiho dan Suzuno, berdiri di sana.

Sosok ini berbeda dengan wujud Raja Iblis yang biasanya.

Tingginya tidak hanya sama dengan Maou normal, bahkan jika seseorang
berada di dekatnya tanpa pelindung apapun, orang itu tidak akan sedikitpun
kesulitan bernapas.

Tapi tanduk dan keempat anggota gerak yang terlihat dari lengan baju dan
keliman UNIXLOnya, jelas-jelas adalah tubuh iblis.
"Ma.... Maou.... San...."

"Maaf, karena jaraknya lumayan jauh, aku jadi terlambat."

Maou masih menatap ke arah Libicocco dan para Tentara Surga, tapi dia tetap
menjawab Chiho dengan suara yang mantap.

"Yeah.... Uu....."

Chiho mengangguk, dan wajahnya yang awalnya basah karena air hujan, kini
kembali dipenuhi air mata.

"Kau tidak terluka kan?"

"Ya.... Karena Urushihara-san dan Suzuno-san, melindungiku...."

"Begitu ya."

Usai mengangguk dengan hangat, Maou mengalihkan perhatiannya pada


Suzuno, tapi sebelum dia bisa membuka mulutnya....

"Raja Iblis, kau benar-benar.... sangat lamban...."

Suzuno, diangkat oleh lengan Maou yang lain, ketika melihat Maou dari sudut
pandangannya yang memburam karena kesakitan, langsung mengomelinya.

Maou, membawa Chiho di tangan kirinya dan Suzuno di tangan kanannya,


perlahan meletakkan bereka berdua di lantai atap.

"Meski begitu, aku sudah buru-buru datang ke sini."

Maou tersenyum hangat karena komplain Suzuno yang tak kenal ampun.

"Karena aku berhasil datang ke sini tepat waktu, maafkan aku ya.
Bagaimanapun, karakter utama itu memang seharusnya muncul dengan cara
yang keren di saat terdesak."
Benar, hingga beberapa saat yang lalu, mereka memang berada di situasi di
mana Urushihara dan Suzuno jatuh satu persatu, Chiho dalam bahaya, dan
tidak diuntungkan karena kalah jumlah.

Ketika memikirkan hal ini, Suzuno tanpa sadar tersenyum.

".... Hal-hal seperti ini, seharusnya diserahkan pada Pahlawan. Dan Raja Iblis,
ikut bergabung dalam kesenangannya..... haha.... ugah!!"

Namun, baru berbicara separuh jalan, Suzuno langsung mengernyit karena rasa
sakit yang berasal dari lukanya.

Bahkan jika mereka dipenuhi luka dan darah, baik mereka berdua ataupun
Urushihara, sepertinya semuanya berhasil bertahan.

"Kau tidak akan mati begitu saja kan?"

Tanya Maou pada orang di belakangnya bahkan tanpa menoleh, dan Suzuno,
mengangguk menanggapinya.

Saat dia merasa lega.... Saat dia merasa lega karena Maou segera datang ke sini,
luka-luka Suzuno mulai bergejolak dengan rasa sakit yang begitu parah.

"Karena ini sangat sakit, jadi kau tidak perlu khawatir."

Maou, terus memandang ke depan, mengangguk dan menjawab,

"Baik, bertahanlah sedikit lagi, terima kasih atas semua usaha kalian. Serahkan
sisanya padaku."

Seorang Malaikat Agung di udara, di hadapannya ada kepala suku


Malebranche dan lima Tentara Surga.

Bahkan dengan Suzuno yang terluka parah, Urushihara, dan Chiho yang tidak
bisa bertarung di belakangnya, ketenangan Maou sama sekali tidak goyah.
Dari penampilannya, Maou saat ini tidak hanya bertangan kosong, bahkan
perubahan Raja Iblisnya tidak sempurna, dan selain itu, tidak ada sedikitpun
sihir iblis yang terasa.

Akan tetapi....

"Hm.."

Suzuno, di belakangnya, tidak merasakan kegelisahan apapun.

Semuanya bisa dipercayakan pada punggung itu, Suzuno mempercayai hal ini
dari dalam lubuk hatinya.

"Oke... Meskipun aku tidak yakin dengan situasinya, tapi kalian memang luar
biasa. Terakhir kali tiga Jenderal Besar di kalahkan, adalah saat melawan Emi."

"Ka-kau...."

Bertangan kosong, Maou dengan santai berjalan menuju Libicocco yang


kehilangan lengannya dan berlutut di lantai.

"Berani melakukan ini pada tanganku!"

Mungkin karena meremehkan Maou dalam wujud setengah iblis setengah


manusianya, dan tidak merasakan sihir iblis apapun, Libicocco berteriak
dengan gelisah.

Namun, usai Maou membentangkan tangan kanannya di depan Libicocco, dia


memperlihatkan senyum tak kenal takut.

"Seorang kepala suku Malebranche rendahan berani berbicara seperti itu di


hadapanku, hm???"

Di telapak tangan Maou yang ia rentangkan sambil tersenyum, sebuah cahaya


ungu mulai bersinar.
"Hm...."

Meski tak ada yang mendengarnya, Kamael mengeluarkan suara dari balik
topeng logamnya untuk yang pertama kalinya.

Sinar ungu menyebar dari telapak tangan menuju lengannya, dan tak lama
setelahnya, sinar itu menutupi seluruh tubuh Maou.

Ucap Suzuno dengan kaget saat melihat fenoemena ini.

"Ini bukan..... sihir iblis....?"

Meskipun tidak sempurna, dari Maou yang memperlihatkan wujud Raja


Iblisnya dan menggunakan suatu kekuatan supranatural, sihir iblis sama sekali
tidak bisa dirasakan.

Suzuno tidak merasakan sihir suci sama sekali, tapi berada di dekat Maou saja,
tekanan besar yang disebabkan oleh kekuatan itu, justru menstimulasi sihir
sucinya.

Suzuno pernah melihat kekuatan itu sebelumnya.

"Maou-san??"

Kali ini, Chiho juga mengeluarkan sebuah suara yang lemah namun jelas.
Sepertinya Chiho juga menyadari kalau fenomena yang disebabkan oleh Maou
ini, berbeda dari biasanya.

Setelah Suzuno mengalihkan pandangannya dan melirik ke arah Chiho, dia


akhirnya ingat.

Meskipun hanya sekali, Suzuno pernah melihat kekuatan itu bersama dengan
Chiho.
Sebuah daratan di timur nan jauh dari Sasazuka.... Kota Choshi yang terletak
di Chiba, sebuah tempat suci yang menerima berkat sinar matahari paling awal
di Jepang... Inubosaki.

"Baiklah, siapa di antara kalian yang seperti Emi, yang mana punya tekad
untuk bertarung melawanku dengan nyawa sebagai taruhannya??"

Usai memadatkan kekuatan yang meluap-luap di tangan kanannya,


Maou mengayunkannya dengan kuat.

"Pedang suci..... Evolving Holy Sword, One Wing....??"

Libicocco, Tentara Surga, Kamael, dan Suzuno menerikkan nama pedang itu
di saat yang bersamaan.

Pedang yang muncul di tangan kanan Maou, memiliki wujud yang sangat mirip
dengan pedang suci milik pahlawan Emilia, Evolving Holy Sword, One Wing.

XxxxX

"Terkait tindakan kasar yang kalian lakukan terhadap wanita ini, aku sudah
membuat orang yang berbaring di sana itu mendapatkan ganjarannya, selama
kalian bersedia mundur, aku tidak akan mengatakan apa-apa lagi. Tapi...."

Wanita berkulit coklat itu mengabaikan pria berbadan besar dan mengeluarkan
aura yang berbahaya, dan dengan nafsu membunuh yang ditujukan kepada para
kesatria berbaju aneh, dia pun melangkah maju.

".... Apa itu?"


Tanpa ada yang menyadarinya, sesuatu menyembul keluar dari area di sebelah
kaki wanita tersebut.

Jalanan Sasazuka yang sudah buram karena hujan lebat, bahkan menjadi
semakin berkabut, benda yang seperti berniat mengisolasi dunia....

"Itu kabut.....??"

"Jika para pengacau datang dan berbuat liar di sini, maka dari sudut pandangku,
aku tidak bisa hanya berdiri dan menonton saja."

"Uh!!"

Itu adalah sebuah tekanan murni.

Wanita itu lalu menatap tajam pria berbadan besar. Hanya dengan gerakan ini,
sebuah kekuatan, bukan sihir iblis maupun sihir suci, bergerak menembus pria
tersebut.

"Tidak peduli kesimpulan apa yang duniamu buat pada akhirnya, itu adalah
masalahmu. Tapi masalah di sini sudah selesai. Jika kau berani ikut
campur....."

Wanita tersebut menghembuskan napas tajam seolah menyiapkan mental dan


melangkah maju, membuat air di genangan air yang ada di hadapannya,
terciprat ke atas.

"Kami tidak akan tinggal diam dan tidak melakukan apa-apa!!"

Hanya dengan auranya, wanita itu menekan para kesatria berbaju aneh, dan
membuat mereka jatuh tiba-tiba.

"....?"
Di mata Rika yang tubuhnya dipenuhi dengan kotoran, ia tidak bisa mengerti
kenapa para kesatria itu mundur ketakutan meski tidak ada yang terjadi.

Memang bisa dipastikan kalau wanita itu datang untuk menyelamatkannya,


tapi Rika merasa tidak mungkin wanita itu bisa menangani musuh sebanyak
ini.

Namun, situasinya berkembang menjadi tidak terduga.

"Ok, kami akan pergi sekarang. Sepertinya melawanmu bukan ide yang
bagus."

Pria itu menunjukkan sikap menyerah.

"Tapi di 'sisi kami', kami juga punya sesuatu yang harus kami lakukan. Kedua
orang ini, bisakah kami membawa mereka kembali?"

"Tu-tunggu dulu!!"

Rika berteriak dengan panik.

Dua orang yang pria itu maksud, pasti adalah Ashiya dan ayah Emi, Nord.

"Meskipun aku menggunakan kekuatan penuhku, aku seharusnya bukanlah


tandinganmu, tapi jika kau tidak bersedia menerima syarat ini, maka dari sudut
pandangku, aku hanya bisa melawanmu dengan seluruh kekuatanku."

"Meskipun kau harus mempertaruhkan nyawamu?"

Pria itu mengangguk tanpa ragu untuk mengiyakan kata-kata wanita tersebut.

"Apapun alasannya, jika kami melewatkan kesempatan ini tanpa melakukan


apa-apa, hal itu hanya akan membawa kami pada kematian."
"Jangan mengatakan hal-hal bodoh!! Kau ingin membawa Ashiya-san dan
ayah Emi kemana?"

Rika yang mendapatkan kembali sedikit semangatnya karena ada wanita


tersebut di sampingnya, berteriak dengan keras, tapi kali ini giliran pria besar
itu yang menjawab dengan bingung.

"Bukankah sudah kubilang sebelumnya? Aku tidak membawa mereka, tapi


mengembalikan mereka. Onee-san, jika identitasmu sama seperti yang
kupikirkan, kau mungkin tidak akan menghentikan kami membawa kedua
orang ini kan?"

"H-hey, tolong selamatkan Ashiya-san dan ayah Emi!!"

Bahkan jika hal ini dianggap merendahkan diri sendiri, Rika sadar kalau satu-
satunya orang yang bisa dia andalkan saat ini adalah wanita tersebut. Namun,
Rika sama sekali tidak bisa menyela obrolan mereka, dan sepenuhnya
dikendalikan oleh pria dan wanita yang tak dikenalnya itu.

"Harusnya kau sudah tahu, tapi paman ini adalah 'manusia dari sisi kami',
sedangkan pemuda ini adalah 'iblis dari sisi kami', mereka sejak awal tidak
seharusnya berada di bumi. Jadi tak masalah kan?"

Harapan Rika buyar, wanita berponytail itu mengangguk tanpa ragu.

Dan kali ini, aura wanita yang cukup kuat untuk menguapkan hujan itu, tiba-
tiba menghilang tanpa jejak.

"Baiklah. Dari sudut pandangku, berdasarkan prinsip, aku memang tidak bisa
menghalangimu. Jadi berhentilah menyebabkan masalah di 'sisi ini'."

"Terima kasih."

"Ti-tidak mungkin, hey!!"


Dengan satu perintah dari pria besar itu, para kesatria berpakaian aneh mulai
mengangkat Nord dan Ashiya sekali lagi, sekaligus rekan mereka yang
menghantam tembok dengan cara yang begitu parah.

Rika hanya bisa menatap mereka.

"Hey, siapa namamu?"

".... Gabriel. Ditambah lagi, aku juga punya gelar Malaikat Agung yang
merepotkan."

"Itu memang sedikit merepotkan."

Meskipun ada dua pria diculik oleh sekelompok orang aneh, wanita itu tetap
tersenyum gembira di bawah guyuran hujan.

"Hey, Gabby!!"

"Kenapa kau tiba-tiba memberiku nama panggilan?"

Ucap pria bernama Gabriel dengan kesal.

"Kupikir kau seharusnya sudah tahu hal ini, meskipun aku tidak akan
menghalangimu, tapi aku tidak bisa berbicara mewakili orang lain."

"Tentu saja. Itu adalah masalah kami, kami juga tidak akan menyebabkan
masalah lagi untukmu."

"Sulit untuk mengatakannya. Tapi tidak ada hal yang lebih tidak bisa
dipercayai daripada seorang anak yang mengatakan 'aku tidak akan
melakukannya lagi', atau 'aku sudah menyesal'."

"Aku akan menepatinya untukmu kali ini. Bagiku, kupikir aku sudah cukup
tua, tapi di matamu, aku hanya anak-anak ya."
Gabriel terlihat tersenyum senang.

"Jika kau tidak keberatan, boleh ku tahu namamu, nyonya?"

".... Ugh!"

Ashiya, dibawa oleh salah satu kesatria di belakang Gabriel, sedikit bergerak.

"Ashiya-san!!"

Rika, menyadarinya, berteriak memanggil Ashiya.

"Ya ampun, karena tubuhnya adalah tubuh manusia, aku terlalu menahan diri."

Gabriel terlihat tidak memikirkannya sama sekali.

"Ini, ini.... Ugh, lepas-lepaskan aku!!"

Bahkan jika Ashiya menggeliat dengan seluruh tenaganya, dia sama sekali
tidak memiliki kekuatan yang cukup, dia juga ditahan oleh para kesatria yang
mengelilinginya.

"Ugh... Suzu, Suzuki-san, apa kau baik-baik saja...."

Ashiya yang telah menyerah memberontak, usai mendongak untuk


memastikan apakah Rika sudah aman, melihat seorang wanita yang berdiri di
samping Rika yang berlumuran lumpur.

Ashiya kenal orang itu.

Setelah melihat sosok wanita tersebut, otak Ashiya mulai bekerja dengan cepat.

Gabriel dan para kesatria Afashan mengambil kesempatan saat Emilia tidak
ada di Jepang untuk datang ke Sasazuka, dan menangkap dirinya serta Nord.

"Amane-san!!"
Ashiya berteriak.

Benar, orang yang menyelamatkan Rika adalah manager sementara rumah


pantai 'Ooguro-ya' di Choshi, Ooguro Amane.

Ashiya tidak tahu kenapa Amane, yang seharusnya mengurusi tempat suci bagi
orang-orang yang sudah mati, datang ke Sasazuka, akan tetapi, satu-satunya
orang yang bisa dia andalkan saat ini adalah Amane.

"Tolong sampaikan pesan untuk Maou, katakan padanya kalau aku


menunggunya di Museum Nasional Seni Barat."

"Hey, tutup mulutnya!!"

Di bawah perintah Gabriel, mulut Ashiya langsung disegel.

Tapi hal yang seharusnya disampaikan sudah disampaikan.

Tidak peduli apa yang terjadi nanti, Maou pasti bisa menanganinya.

"Jadi, Amane-san ya, oh...."

"Itu benar, Ooguro Amane. Meskipun aku ini bukan 'hitam'. Ah, Ashiya-kun,
aku mengerti. Tak masalah selama aku menyampaikannya pada Maou-kun,
kan?"

Amane terlihat ceria dari kepala sampai kaki.

"'Hitam' ya?? Lupakan, bisa menghindari bertarung denganmu saja sudah


membuatku sangat lega. Sepertinya kali ini keberuntungan kita cukup bagus."

"Begitukah? Anak itu sangat keras kepala kau tahu?"

"Aku tahu. Tapi kali ini, mungkin orang yang pria ini andalkan juga takkan
bisa kembali tanpa terluka... Bagaimanapun, lawannya...."
Gabriel mendongak ke arah langit.

".... adalah pria yang mengendalikan seluruh 'merah' di dunia kami. Bagi Raja
Iblis Satan yang sekarang, itu seharusnya sedikit terlalu sulit untuk ditangani."

"Mengendalikan seluruh 'merah' ya?"

Amane mengangkat bahunya.

"Aku tidak pernah mendengar seseorang yang bisa melakukan hal itu, tapi
mereka tetaplah masalah dari sisimu, jadi aku tidak peduli sedikitpun. Hey,
jika kau ingin pergi, cepat pergi sana!!"

"Tunggu.... Tunggu dulu!!"

"Aku mengerti. Kalau kau bertemu dengan masternya, tolong sampaikan


salamku. Secara pribadi, aku ini sangat menyambutnya."

Setelah mengatakan hal tersebut, pria itu dan kawanannya menghilang.

Layaknya mematikan sebuah televisi, puluhan pria yang membawa Nord dan
Ashiya, menghilang di hadapan Rika begitu saja.

"....tidak mungkin...."

Saat Rika jatuh dengan lemas di genangan air....

"Ya ampun...."

Kekacauan, ketakutan, keterkejutan, dan ketegangan yang dihadapi Rika,


akhirnya mencapai batas, dia pun pingsan setelah tak berapa lama jatuh. Usai
dengan lembut memapah tubuh Rika, Amane pun menggendong Rika di
punggungnya dengan gerakan yang sudah terlatih, dan mengamati
sekelilingnya.
"Serius ini... Sepertinya rumah mereka adalah dunia dari 'Pohon Kehidupan'
yang sangat sibuk."

Setelah membenarkan posisi Rika, dengan langkah yang stabil, Amane


berjalan menaiki tangga Villa Rosa.

Untungnya, pintu kamar 201 masih terbuka.

Ashiya dan yang lainnya mungkin sibuk melarikan diri dari Gabriel, jadi
mereka tidak sempat mengunci pintunya.

"Aku akan sedikit mengganggu mereka. Jika aku tidak cepat mengganti
pakaian wanita ini, dia pasti akan terserang flu."

Setelah memasuki kamar, Amane langsung menempatkan Rika di lantai yang


berada di depan dapur dan mulai mencari handuk tanpa izin siapapun.

"Oh, ternyata mereka lumayan rapi."

Usai dengan kagum melihat baju yang Ashiya tata, Amane mengambil dua
buah handuk dari dalamnya, satu untuk dirinya dan satu untuk Rika.

"Oh?"

Dia lalu menemukan kertas gambar yang mirip seperti peta di sebelah baju
yang telah selesai dicuci.

Sambil mengeringkan rambutnya, Amane melihat-lihat isi kertas tersebut.

"Oh~ jadi begitu ya. Oh tidak, aku harus membantu nona ini berganti baju."

Amane mengulurkan tangannya pada baju Rika yang dipenuhi lumpur karena
tindakan kasar yang dilakukan oleh para kesatria tadi.

"Baiklah, Maou-kun, kau sebaiknya tidak pulang sekarang."


Meskipun dia baru saja mengalami peristiwa kacau beberapa saat yang lalu,
nada Amane terdengar sedikit bahagia.

XxxxX

"Ah... aku punya perasaan tidak enak soal ini."

Pedang yang muncul di tangan Maou, terasa begitu ringan seringan bulu, dan
seolah memastikan kondisi bilahnya, Maou membalik pedang itu di tangannya
dan mengayunkannya beberapa kali.

"Ini bukan sihir iblis. Meski aku tidak yakin apa yang akan terjadi, rasanya
timbal balik yang aneh akan aku dapatkan nanti."

Maou terus mengeluh.

Meskipun dia merasa curiga dengan kekuatannya sendiri, Maou yang masih
menggumam, menyerang kelima Tentara Surga ke arah lantai dengan
kekuatannya hanya dalam hitungan beberapa detik.

Kekuatan Tentara Surga memang jauh lebih lemah dibandingkan Malaikat


Agung yang mereka layani, tapi dibandingkan Tentara Surga milik Gabriel,
bawahan Kamael ini bisa dianggap memiliki perbedaan yang mencolok dalam
segi perlengkapan dan latihan yang mereka jalani.

Jika Suzuno tidak membawa Chiho, ini bukan seperti dia tidak bisa bertarung
melawan mereka, tapi meski begitu, tidak sulit membayangkan kalau
pertarungan mereka akan menjadi lebih ketat daripada saat melawan Tentara
Surga Gabriel.
Namun, semua yang terjadi barusan, benar-benar terjadi dalam sekejap.

Setiap kali Maou mulai bergerak, suara dan udara yang ada di sekitar Maou,
sama sekali tidak bisa mengikuti kecepatannya, ledakan keras pun terdengar di
atas atap di tengah-tengah badai.

Para Tentara Surga, layakya ngengat yang pingsan ketakutan karena suara itu,
langsung jatuh satu persatu di lantai dalam hitungan kurang dari satu detik.

Bahkan tidak ada satupun dari mereka yang bisa melihat apa yang terjadi.

"Uuu... jika bukan karena mantra Urushihara-san, kaca jendela di sekolah pasti
sudah pecah...."

Chiho mendapatkan kembali ketenangannya karena kemunculan Maou, tapi


adegan yang ada di hadapannya saat ini, benar-benar sangat hebat, sampai-
sampai dia tidak bisa berhenti mengeluh dengan air mata di matanya.

Dibandingkan Kamael yang memang memilih mengamati situasi dari atas,


bahkan jika para Tentara Surga dikalahkan oleh Maou di depan matanya
sendiri, Libicocco hanya bisa diam di tempatnya berada, terperangah.

"Me-mereka masih hidup kan?"

"Entahlah."

Meskipun itu adalah pertanyaan yang dilontarkan oleh Chiho, Maou tetap
menjawabnya dengan kasar.

Tidak diketahui serangan apa yang Maou gunakan, tapi armor milik para
Tentara Surga, kini terlihat mirip seperti biskuit crackers, yang seolah bisa
hancur kapan saja.

"Hey, Malebranche yang di sana."


"Ya."

Maou bahkan tidak menatap ke arah Libicocco.

Meskipun Maou tidak menatapnya secara langsung, hanya dengan satu


panggilan ini saja, sudah cukup membuat Libicocco yang awalnya hanya diam
menyaksikan Maou bertarung dengan para Tentara Surga, menjadi berlutut di
lantai.

Dari sikap patuh Libicocco saat ini, sulit membayangkan kalau beberapa saat
yang lalu dia terlihat begitu panik karena lengannya telah terpotong. Kini,
Malebranche itu sudah tidak lagi menekan lukanya dan dibiarkan
mengucurkan darah begitu saja di bawah guyuran hujan, hanya untuk
menunjukkan kepatuhannya.

"Dengan semuanya yang sudah seperti sekarang ini, kau sebaiknya tidak
bertanya siapa aku. Aku sedang berada dalam mood yang buruk sekarang.
Meskipun keadaanmu mungkin membuatmu kerepotan, tapi aku benar-benar
tidak peduli. Jika kau berani bertindak sembrono, aku pasti akan
menghukummu secara langsung."

"Ya."

Meski kekuatan yang Maou gunakan bukan sihir iblis, Libicocco yang kejam
pun juga bisa tahu kalau Maou yang sekarang adalah Satan, jadi tidak peduli
bagaimana dia melawan, dia bukanlah tandingan bagi Maou.

"Bagus, yosh....."

Setelah mengangguk, Maou menapak di atas lantai, dan hanya dengan satu
langkah saja, dia melompat ke samping Urushihara.

"Oh, kau masih hidup?"


".... Aku mungkin terlihat seperti ini, tapi aku sudah hampir mencapai
batasku."

Meskipun Urushihara yang berbaring di lantai terlihat seperti tidak bisa


menggerakkan satupun jarinya, setelah kaki Maou memasuki bidang
pandangannya, dia tetap saja protes.

"Bertahanlah sedikit lebih lama lagi. Setelah semuanya selesai, aku pasti akan
membawamu ke rumah sakit."

".... Oh, jarang sekali kau jadi sebaik ini."

"Apa yang ada di langit itu bos mereka?"

Maou mendongak ke arah langit, dan pria berarmor merah, tetap tidak
bergeming.

"Sulit membayangkan dia akan menyerang orang tak punya motivasi seperti
dirimu sejak awal, kau pasti melakukan ini untuk melindungi Chi-chan dan
Suzuno kan? Lumayan."

".... Bahkan jika kau memujiku, hal-hal bagus tak mungkin akan terjadi."

"Kenapa kau selalu salah paham dengan sudut pandangmu? Maksudku, aku
ingin memberimu semacam hadiah."

Andai itu perubahan normal, Maou bisa saja menyembuhkan luka Urushihara
dengan mentransfer sihir iblis, tapi saat ini, kekuatan yang Maou miliki
bukanlah sihir iblis ataupun sihir suci.

"Hey, malaikat yang ada di sana, sudah berapa kali kau menyebabkan masalah
untuk Jepang?"

Maou menatap Kamael dan berbicara,


Meski mustahil dia tidak mendengarnya, Kamael tetap tidak bergeming.

"Huuh, jika kau mencoba menyebabkan masalah untuk kami, maka lupakan
saja, bukankah ibumu sudah mengajarimu kalau apapun yang terjadi kau harus
berhati-hati agar tidak menyebabkan masalah untuk orang lain? Hm?"

Seorang iblis menceramahi seorang malaikat pasti akan jadi adegan yang bisa
membuat orang menyemburkan nasi dari mulutnya, tapi mengingat perbuatan
malaikat ini, diceramahi seperti ini adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari.

"Di negara ini, baik membujuk seseorang atau meminta orang lain untuk
memberikan sesuatu padamu, harusnya ada metode seperti sapaan, permintaan,
menawarkan uang, atau bahkan terkadang menggunakan hukum, kau tahu?
Bagaimana bisa kau langsung memutuskan untuk merampas sesuatu saat
pertemuan pertamamu tanpa penjelasan apapun, apa kau tidak malu dengan
sikap barbarmu?"

“....Raja Iblis.”

Suara yang datang dari Kamael setelah susah payah, adalah sebuah suara yang
terdengar kaku.

“Raja Iblis, Satan.”

“Huh??”

“Raja Iblis.... Raja Iblis, Satan.”

“A-ada apa ini?”

Dengan Libicocco yang tunduk kepada Maou, kekuatan angin dan hujan pun
menurun secara drastis.
Karena itulah, Maou bisa melihat kalau tangan Kamael yang sedang
memegang ranseur, bergetar tanpa henti.

“Raja Iblis.... Raja Iblis.... Raja Iblis, Satan, Satan, Satan, Satan, Satan, Satan,
Satan, Satan, Satan, Satan, Satan, Satan, Satan, Satan, Satan, Satan, Satan,
Satan, Satan, Satan!”

“A-apa-apaan ini, orang itu terlihat aneh.”

Seperti sebuah ramalan yang memberikan perasaan gelisah, Kamael tiba-tiba


meneriakkan nama Maou terus menerus.

Maou pun mengambil satu langkah mundur.

“Orang dengan nama ini, ingin menghalangi kami lagi?”

“A-apa katamu? Orang yang terus menghalangi kami kan kalian!”

“Satan, Satan!!”

“Owahh!!”

Itu adalah kecepatan layaknya dewa yang menyamai Maou, saat dia
membereskan para Tentara Surga.

Ketika ujung ranseur yang Kamael pegang saat berada di tengah udara berayun
sekali, dia pun langsung turun dengan kecepatan yang begitu luar biasa, seolah
bermaksud mencabik-cabik Maou.

“Uh!”

“Ugoh!!”

Dengan refleks yang begitu cepat, Maou menggunakan pinggiran pedangnya


untuk menangkis tombak Kamael.
“Hah!”

Maou memutar tubuhnya memanfaatkan kekuatan yang dia gunakan untuk


menahan serangan tadi, dan dengan gerakan backhand, dia menyabetkan
pedangnya ke arah tubuh Kamael yang terlindung armor.

Bahkan jika pusat gravitasinya menjadi tidak stabil karena serangannya


berhasil dipatahkan, Kamael tetap bisa bereaksi dengan sangat cantik.

Meskipun Kamael sudah mengayunkan pegangan tombaknya untuk


menghalangi serangan Maou, armor milik para Tentara Surga tetap ikut retak,
dari hal ini saja bisa dilihat bahwa ketajaman pedang itu, tidak hanya cukup
membuat Libicocco tidak bisa langsung sadar ketika lengannya terpotong,
bahkan ternyata jauh melebihi ekspektasi Maou dan Kamael.

“Eh?”

“Hm?”

Kemungkinan besar, Maou mengira kalau gerakan ini pasti bisa dihentikan,
begitu pula Kamael, dia pasti yakin kalau dia bisa menahan serangan Maou.

Akan tetapi, benturan hanya terjadi pada saat kedua senjata itu bertabrakan.
Ketika mereka tersadar, pedang Maou ternyata sudah menebas lurus melewati
tombak Kamael.

“Ugh!!”

Kamael mengerang pelan, dan Maou yang terkejut, juga tak bisa berkata apa-
apa karena dia tidak pernah menyangka kalau pedang yang ia tebaskan, bisa
mematahkan tombak Kamael dan langsung memotong armor merahnya seperti
kertas.
Bilah pedang itu memang tidak melukai bagian tubuh Kamael yang berada di
bawah armornya, tapi bahkan Kamael yang seketika memilih mundur ketika
senjatanya terpotong menjadi dua, terlihat tidak bisa percaya kalau dia bisa
terkena serangan Maou.

“.... Jika aku bisa menggunakan benda seperti ini, maka aku tak perlu lagi ikut
bersaing.”

Meski memperoleh kekuatan yang begitu besar, saat Maou memikirkan


kembali pertarungan-pertarungannya yang telah lama berlalu, dia tetap saja
menunjukkan ekspresi pahit.

Walau begitu, Maou tetap mengarahkan ujung pedangnya ke arah mata


Kamael dan bersiaga terhadap setiap pergerakannya.

Kamael membuang pegangan tombaknya yang tak lagi berguna setelah


terpotong menjadi dua, dia lalu menekankan tangannya pada bagian rusuknya
yang sedikit tergores, dan mulai menggumamkan kata-kata yang tak jelas.

“Satan.... Satan, Satan.”

“Huh??”

Maou yang berdiri berhadapan dengan Kamael, bisa melihat dengan jelas kalau
napas malaikat ini, menjadi tidak teratur.

“Sataaaaaaaann!!'

“Ada apa sih denganmu, menjijikkan!”

Maou pikir Kamael merasa terguncang karena armornya telah terpotong, tapi
tak disangka, ia tiba-tiba malah mengambil separuh tombaknya yang hanya
menyisakan bagian ujungnya dan melompat maju, dalam sekejap, dia berhasil
memperpendek jarak di antara mereka.
Bahkan jika jarak di antara mereka menjadi begitu dekat sampai Maou bisa
melihat warna mata Kamael melalui celah yang ada pada topeng logamnya,
Maou masih bisa dengan mudah menahan serangan ujung tombak pendek yang
Kamael lancarkan.

Maou tidak terkejut dengan serangan tiba-tiba Kamael, lebih tepatnya, Maou
lebih takut dengan sikap anehnya yang menakutkan serta kata-kata dan
tindakannya.

“Uwahh!!”

Akan tetapi, daripada hal itu, sebuah masalah yang lebih serius, terjadi,

“H-hey, coba lihat!!”

Bilah pedang yang Maou gunakan untuk menahan ujung tombak Kamael,
mulai memamerkan ketajamannya dan perlahan memotong ujung tombak
tersebut.

Ini adalah bukti perbedaan kualitas senjata mereka, dan karena Kamael
menggunakan lengkungan bagian depan ranseurnya untuk menahan pedang
Maou, jika Maou terus memotong senjata lawan, pedangnya pasti akan
mengenai tubuh Kamael.

"P-punya senjata yang terlalu bagus juga bisa jadi masalah!”

Pada saat-saat krusial, Maou dengan panik berteriak.

“Acies! Cepat Lepaskan!”

“Baik, Maou!”

Ketika Maou berteriak, dua macam hal langsung terjadi sekaligus.


Pedang yang Maou pegang, seketika berubah menjadi bola-bola cahaya dan
kehilangan bentuknya, dan setelah bola-bola itu berkumpul di bawah titik temu
antara pedang dan tombak tersebut, cahaya-cahaya itu pun berubah menjadi
sesosok manusia.

Bola-bola cahaya itu memadat dengan kecepatan cahaya, menyebabkan


seseorang juga muncul dengan kecepatan cahaya.

Acies Ara.

Sebuah eksistensi yang sama seperti Alas Ramus, seorang gadis yang terlahir
dari fragmen Yesod.

Saat ujung tombak tersebut mendapatkan kembali momentumnya setelah


kehilangan perlawanan dari pedang dan hendak menusuk Maou, Acies dengan
tinju kecilnya langsung memukul tombak itu, membuatnya terbang ke atas.

“Uh!!”

Lengan gadis yang terlihat kecil dan lemah tersebut, meledak dengan suara dan
kekuatan yang tak terduga, membuat tombak pendek yang ditusukkan oleh
Kamael memantul ke atas.

Kamael, terpengaruh oleh senjatanya, kehilangan keseimbangan, dan sebuah


celah pun terlihat.....

“Hah!”

Memanfaatkan seluruh berat badannya, gadis tersebut menggunakan tangan


kecilnya untuk melancarkan serangan sikut yang kuat sekali lagi.

“Ugah!!”
Mengingat perbedaan tubuh dan perlengkapan di antara mereka berdua,
sepertinya sikut Acies, si penyeranglah yang akan hancur terlebih dahulu, tapi
pada kenyataannya, malah bagian dada armor Kamael yang dipenuhi dengan
retakan layaknya kaca, dan tubuh besar Kamael, terbalik sekali sebelum
menghantam lantai atap.

Di saat yang sama, Maou, berdiri di samping Acies, juga jatuh dengan
punggungnya terlebih dahulu karena alasan yang tak diketahui.

“Maou! Kenapa kau juga ikut jatuh?”

“Aku jatuh karena aku ingin menghindari tombak itu!”

Maou bangkit dan membantah teguran memalukan gadis tersebut.....

“Itu karena tidak pernah berlatih tarian limbo!”

Tapi gadis itu malah mulai menegurnya dengan lebih memalukan lagi.

“Raja Iblis mana yang akan belajar tarian limbo?”

“.... Kalian, bertarunglah lebih serius......”

Urushihara, tergeletak di lantai, menegur Maou dan Acies. Tapi seperti


biasanya, tak ada yang menghiraukannya.

“Aku serius! Ayo cepat singkirkan mereka! Dibandingkan Maou, orang-orang


itulah musuhku!”

Acies memperlihatkan kekuatan hebat yang tak sesuai dengan penampilannya,


dia juga menunjukkan postur bertarung yang aneh saat memutar tubuhnya
untuk menggertak Kamael.

“Huuuh, selama kau bersedia membantu, apapun tak masalah....”


Maou meletakkan tangan di dahinya dan mulai berpikir.

Alas Ramus menunjukkan perilaku yang sama saat menghadapi Gabriel, meski
sifatnya tidak sebaik itu, kebencian Acies terhadap Kamael seharusnya benar-
benar nyata.

Jika tidak, tidak mungkin dia akan menggunakan serangan tanpa ampun seperti
itu pada Kamael.

Di sisi lain, Iron yang mendengarkan perintah Farfarello, nampak tidak begitu
membenci iblis.

Apakah itu murni hanya karena perbedaan sifat diantara mereka?

“Kupikir tidak seperti itu....”

“Ugh....”

“Lupakan, kurasa serangan semacam ini takkan bisa mengalahkannya.”

Kamael bangkit dan menginterupsi Maou yang sedang berpikir.

“Satan!!!”

“Aku lagi.... Ada apa sih dengan pria ini....”

Maou yakin kalau inilah pertama kalinya dia bertemu Kamael. Pada dasarnya,
sebelum datang ke Jepang, Maou hanya kenal satu malaikat.

“Meski begitu, aku tidak boleh sembarangan menggunakan Acies untuk


melawanmu.”

“Aku sama sekali tidak keberatan.”

“Huuh, tenanglah sedikit!”


Saat Maou sedang menenangkan Acies yang semangat bertarungnya tidak
mengendur sedikitpun sambil berpikir bagaimana harus mengatasi situasi ini....

“Yeah, lebih baik kalian tenang dulu. Baik Kamael, maupun kau.”

Sebuah suara yang tiba-tiba terdengar, membuat Maou dan Acies mundur
secara refleks.

Ruang di antara Maou dan yang lainnya dengan Kamael mulai berputar, lalu
seorang pria besar perlahan berjalan keluar.

“Ga.....”

“Gabriel!”

Sebelum Maou bisa meneriakkan nama orang itu, Acies sudah meneriakkan
nama Gabriel dengan level kebencian yang jauh melebihi saat dia bertarung
melawan Kamael.

“Apa ini, apa ini?”

Gabriel juga terlihat sangat terkejut, dia menatap Acies dengan mata terbuka
lebar.

“Tu-tunggu Acies!”

Acies, di depan Maou, sama sekali tidak peduli dengan Gabriel yang terkejut
dan terlihat ingin menyerang maju, tapi Maou dengan cepat melangkah ke
depan untuk menghentikannya.

“Apa, Maou? Biarkan aku membunuhnya!”

“Kubilang tunggu! Seseorang yang bisa kita ajak bicara akhirnya muncul!
Jangan tiba-tiba membunuhnya!”
Maou memegang tangan Acies dan menatap Gabriel.

Meski Maou bilang mereka bisa berkomunikasi, pada akhirnya dia mungkin
akan tetap disesatkan, tapi meski begitu, setidaknya Gabriel, tidak seperti
Libicocco dan Kamael, dia bisa menggunakan bahasa Jepang untuk
berkomunikasi.

“Acies....?”

Di sisi lain, setelah Gabriel melihat gadis berambut perak yang mencacinya
dengan penuh emosi, dia menghela napas dengan ekspresi rumit,

“Yang benar saja, kenapa keanehan terus muncul satu persatu.....”

“Jadi lagi-lagi kau dalang yang menyebabkan semua masalah ini.”

Daripada kaget, hal pertama yang Maou rasakan adalah kejengkelan.

Karena mereka selalu bertemu setiap kali ada masalah, bagi Maou, Gabriel
sudah termasuk wajah yang sangat familiar.

“Yeah, huuh, benar sekali, lebih tepatnya, jika semua aksi itu adalah aksi yang
jelas terlihat di permukaan, maka kali ini adalah aksi yang dilakukan
sembunyi-sembunyi, kau sebaiknya jangan memanggilku mata-mata okay?”

Gabriel mengangkat bahunya seperti sedang mengejek dirinya sendiri, dan


berbicara pada Kamael,

“Kamael, kita kembali. Jika kita serakah, rasanya banyak hal akan jadi semakin
merepotkan. Ada 'Dependency' saja sudah cukup merepotkan, dan tadi,
seseorang yang jauh lebih menakutkan dari orang-orang ini juga muncul.”

“Huff--- huff---”

“Ya ampun, kenapa kau sangat bersemangat....”


Ucap Maou saat menatap kedua malaikat yang ada di hadapannya dengan tidak
senang.

“Hey, Gabriel, orang itu terlihat sedikit aneh.”

Kamael sepertinya tidak mendengar pernyataan Gabriel untuk mundur, dan


hanya fokus terengah-engah.

“Yeah, mungkin dia kehilangan ketenangannya setelah melihat Raja Iblis


Satan.”

“Aku tidak ingat punya masalah dengannya, sejujurnya aku bahkan tidak
pernah melihatnya.”

“Huuh, jika kau mau mengeluh, maka mengeluhlah pada orang tua yang sudah
menamakanmu Satan. Jika namamu Raja Iblis Taro, semuanya mungkin akan
sedikit berbeda.”

“Apa kau meremehkan semua Taro-san yang ada di Jepang?”

“Jika seseorang menjadi marah karena hal ini, maka bantu aku untuk meminta
maaf pada mereka. Baiklah, Kamael, waktunya pergi. Pokoknya, apapun
alasannya, kita tidak boleh menggunakan kekuatan penuh di 'sisi ini'. Dan ada
orang yang sangat menakutkan di sini.”

“Hey, mencoba kabur tanpa meminta maaf ya.”

Ucap Maou untuk menghentikan mereka dengan nada suara rendah.

Maou memang berencana membiarkan mereka pergi, tapi dia tidak cukup baik
untuk membiarkan orang-orang yang sudah bertindak jahat ini pergi tanpa
menjawab apa-apa.
“Ah, yeah, karena aku punya pengalaman mengerikan yang membuatku ingin
melakukan hal itu.”

“Huh?”

“Hm... benar juga. Hey, NEET tingkat pertama yang sedang tidur siang di
sana!”

“Kau.... mengambil kesempatan saat aku tidak bisa bergerak.....”

Mungkin karena memiliki dendam setelah sebelumnya kalah berdebat, Gabriel


berteriak ke arah Urushihara seperti sedang mengejek.

“Kartu nama yang sebelumnya kuberikan padamu, kau tidak membuangnya


kan?”

“Kartu nama?”

Kata-kata yang terdengar agak rendahan ketika digunakan oleh malaikat agung
ini, membuat Maou terkejut.

“.... Meski sudah ada banyak debu di atasnya, tapi aku menemukannya di
bawah laci beberapa waktu lalu.”

“Jaga baik-baik benda itu! Membuat benda itu membutuhkan uang! Kalau kau
membuangnya, aku pasti akan sangat sedih.”

Gabriel dengan sengaja memalsukan suara sedih, lalu dia mengangguk dan
mengatakan,

“Orang tingkat pertama yang di sana itu tahu nomorku, hubungi saja dia. Ah,
dan anggap ini sebagai ganti rugi.”

Gabriel menepukkan tangannya.


Maou dan Acies langsung meningkatkan kewaspadaan mereka, tapi di saat
yang sama, sebuah sinar redup membentang dari bawah kaki Gabriel hingga
mencapai lantai atap, dan ketika menyelimuti seluruh gedung sekolah, cahaya
tersebut seketika menghilang.

“Karena akan sangat tidak biasa jika aku menghilangkan dampak yang
disebabkan oleh badai ini, maka bagian itu akan aku biarkan, tapi aku sudah
menghapus ingatan satu jam ke belakang milik semua orang yang terkunci di
sekolah ini, jadi biarkan aku pergi kali ini.”

“.....”

Maou memandang area di sebelah kakinya, dan juga ke arah Chiho dan Suzuno
yang ada di belakangnya.

“Kau bilang kali ini..... Itu artinya akan ada pertempuran balasan nanti?”

“Ya, selama kau bersedia.”

“Jika memungkinkan, aku ingin terbebas dari pertempuran itu.”

“Meskipun aku bilang kalau Pahlawan Emilia sekarang ada di tangan kami?”

“.....”

Dalam beberapa artian, hal itu sudah diperkirakan.

Gabriel dan kawanannya yang selalu bertindak di balik bayangan hingga saat
ini, hanya ada satu alasan kenapa mereka menggunakan strategi yang sudah
mendekati tindakan barbar ini, yaitu, mereka tahu kalau Pahlawan Emilia yang
mereka anggap sebagai ancaman, sekarang tidak ada di Jepang.

Tapi mendengar Gabriel mengatakannya sendiri, Maou secara refleks


menunjukkan wajah dingin.
“Ekspresi yang bagus. Itu tidak terlihat seperti ekspresi yang akan ditunjukan
oleh seorang Raja Iblis.”

Kali ini, Gabriel menunjukkan senyum bahagia yang tak terduga untuk
pertama kalinya.

“Kalau begitu, sampai jumpa lagi. Raja Iblis Satan, sang Bencana baru.”

XxxxX

Usai meninggalkan pernyataan kalau Emi ada di tangan mereka, Gabriel pun
kembali bersama Kamael, Tentara Surga, dan Libicocco yang sudah
menyebabkan banyak masalah di SMA Sasahata.

Mereka mungkin tidak kembali ke Surga, melainkan ke Ente Isla.

"Bangsat!!"

Maou memukul ke arah langit di mana angin dan hujan sudah berhenti.

Sekarang sudah hampir jam 2 siang. Harusnya, sekarang adalah saat-saat di


mana Maou mendapatkan SIMnya dan pulang menaiki bus dengan semangat
tinggi.

"Bagaimana kalian akan membayar biaya ujian ulangku??"

Setelah mengangkat tinjunya ke udara dan memprotes, Maou tiba-tiba


menyadari satu hal.

Tubuhnya kembali ke wujud normal.

Kembali ke wujud Maou Sadao.


Maou memandang ke arah Acies dengan kaget, dan Acies, sama seperti dirinya,
saat ini juga sedang berteriak ke arah langit tempat Gabriel menghilang.

".... Yang benar saja, apa yang sebenarnya terjadi??"

Terlepas dari semua itu, mereka harus lebih dulu merawat Urushihara dan
Suzuno.

"Chi-chan, apa kau baik-baik saja?"

"Ah....."

Ketika di tanyai oleh Maou, Chiho pun mulai memeriksa tubuhnya,

Tidak hanya seragam, bahkan noda darah gelap juga ada di wajah dan
tangannya, membuatnya terlihat mengesankan.

"... Aku baik-baik saja."

Chiho mengangguk tegas, tapi segera setelahnya, dia langsung berkaca-kaca


dan mengatakan,

".... Ini semua... darah Suzuno-san. Untuk melindungiku...."

".... Begitu ya."

"Uh.... Ah."

Mungkin karena kesadarannya menjadi kabur, Suzuno merintih saat dia


berbaring di lantai.

"A-aku akan kembali ke kelas untuk mengambil Holy Vitamin Beta! Selama
ada sihir suci, itu pasti bisa memulihkan Suzuno-san!"

"Tu-tunggu Chi-chan! Jangan kembali ke kelas dengan penampilan seperti


itu!!"
Maou dengan panik menghentikan Chiho, yang ingin kembali ke kelas dengan
berlumuran darah.

".... Pokoknya, ayo kita kembali ke apartemen lebih dulu. Acies!"

"Jangan lari! Kembali!! Bertarunglah denganku, dasar bodoh!!"

"Acies!!"

"Malaikat sialan! Di hari ketika kita bertemu selanjutnya, akan jadi hari
kematianmu! Bersihkan lehermu dan tunggulah!! Bangsat!!"

"Acies!!"

"Eh?"

Setelah berhasil mendapatkan perhatian dari Acies yang tanpa lelah terus
berteriak, Maou dengan letih bertanya,

"Bisakah kau membawa semua orang ini dan kembali ke apartemen yang
tadi?"

"Satu, dua, tiga... Yeah tidak masalah."

Tidak diketahui apa memang perlu menghitung mereka satu persatu, tapi Acies
mengangguk menanggapinya,

"Maou-san.... Orang ini...."

Chiho yang menyadari keberadaan Acies untuk yang pertama kalinya,


bertanya,

"Tunggu Chi-chan!! Kita harus membawa Suzuno dan Urushihara pulang lebih
dulu. Chi-chan juga bisa ikut. Kita bisa bicara soal rinciannya nanti. Dan masih
ada masalah mengenai Emi."
"Uh!"

Chiho menahan napasnya.

Chiho seharusnya sudah mendengar apa yang Gabriel katakan sebelumnya,


tapi dia mungkin baru mengingatnya sekarang.

"Lalu Maou-san, apa kau berencana menyelamatkan Yusa-san...."

"Termasuk masalah ini, pokoknya, kita bicarakan setelah kita pulang. Acies!!"

"Kau benar-benar merepotkan!! Kalau begitu, akan kuantar kau ke sana!!"

Acies yang menjawab instruksi Maou dengan sebuah acungan jempol,


menepukkan tangannya pelan,

"Wah!!"

"Uu....."

"Ugh!"

Chiho, Suzuno, dan Urushihara, masing-masing mengeluarkan suara tekejut


saat mereka melayang,

Akhirnya ketika Maou dan Acies juga melayang di udara....

"Berusahalah untuk tidak terlalu menarik perhatian, dan terbanglah pelan-


pelan!!"

"Kau benar-benar punya banyak permintaan. Tapi akan kulakukan yang


terbaik, bagaimanapun, kau itu pria yang kulayani sebelumnya."

"..... Oi!!"
Setelah Maou tahu kalau Chiho sedang memperhatikan kondisi Suzuno di
belakangnya, dia diam-diam menghela napas lega.

Meskipun gadis itu benar, dalam situasi normal, kata-kata itu mungkin bisa
menyebabkan kesalahpahaman yang tidak bisa diluruskan dan menjadikan
Maou korban pedang suci Emi.

"Ahahaha, ekspresimu sangat menarik. Kalau begitu, kita berangkat!!"

Dengan komando dari Acies, kelima orang itu perlahan meninggalkan atap
SMA Sasahata dan terbang menuju langit yang mana hujannya sudah mereda.

Dalam perjalanan pulang, Chiho terus membantu Suzuno dan Urushihara


untuk membersihkan air hujan dari wajah mereka, dan mengajak mereka
berbicara.

"Kita akan segera sampai, bertahanlah sedikit lagi. Saat kita sampai di
apartemen, kita bisa masuk ke kamar Suzuno-san dan mendapatkan Holy
Vitamin Beta."

Ketika Chiho menjalani latihan, Maou pernah melihat botol kecil berisi
minuman nutrisi itu berkali-kali sebelumnya.

Katanya ada banyak persediaan di kamar Suzuno.

Selama mereka punya benda itu, mereka pasti bisa memulihkan kekuatan fisik
Suzuno dan Urushihara, karena itulah saat ini, mereka setidaknya harus bisa
memastikan kalau Suzuno dan Urushihara tidak sedang menghadapi bahaya
yang mengancam nyawa.

Maou melirik ke arah Chiho dan yang lainnya, dan memikirkan petunjuknya
yang lain,
Ketika mereka sampai di apartemen, dia harus bisa memperoleh informasi
sebanyak mungkin dari Acies dan Nord, serta mendapatkan gambaran yang
lebih jelas mengenai situasi sekarang.

Namun, tidak peduli berapa banyak informasi yang dia dapatkan, pada
akhirnya, mereka tetap harus....

"Kembali.... Ke dunia itu ya??"

Benua Basilica, dulu, Maou tinggal satu langkah lagi sebelum berhasil
sepenuhnya menaklukan dunia manusia, Ente Isla.

"Rasanya, segala sesuatu pasti selalu berubah-ubah ya."

Maou menggumam pelan saat melihat kemacetan jalan raya nasional, ini
adalah penyesalan yang tidak pernah dia katakan pada Ashiya sebelumnya.

Maou selalu punya suatu pemikiran dalam otaknya, sebagai penakluk dunia
manusia dan pemimpin para iblis, apa tidak masalah baginya untuk hidup
santai di Jepang dengan kekalahan sebagai alasannya meski dia belum
memenuhi semua tanggung jawabnya sebagai Raja Iblis?

Mempelajari semua yang bisa dia pelajari di dunia ini dan membawanya
kembali ke Dunia Iblis, ambisi Maou ini bukanlah sebuah kepalsuan.

Tapi sebelum bergerak menuju tujuan itu, masih ada hal lain yang bisa dan
harus dia selesaikan.

"Apapun alasannya, aku harus memikirkan cara untuk menambah jadwal


kerja.... Karena aku tidak pernah menyangka kalau aku akan mengikuti ujian
itu untuk yang ketiga kalinya, jadi aku tidak punya hari libur bulan ini, aku
penasaran, apa ada orang yang mau bertukar shift denganku ya...."

Ini juga merupakan salah satu hal yang harus dia pikirkan.
Mungkin karena mereka kebetulan melintasi langit di atas stasiun Hatagaya,
pikiran Maou pun tanpa sadar teralih dari tujuan awalnya, lantas, Maou pun
kembali menata pikirannya,

"Dengan kekuatanku sendiri, aku benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa.


Aku yang sekarang...."

Termasuk Chiho, Suzuno, dan Urushihara.

".....butuh kekuatan semua orang."

XxxxX

"Ah, kalian pulang. Hey~"

Sebuah suara yang familiar, terdengar dari bawah.

Maou dan Chiho yang melihat ke bawah, terkejut setelah melihat orang yang
menjulurkan kepalanya dari Kastil Iblis dan melambai ke arah mereka.

"Amane-san?"

"Eh?"

Itu adalah orang yang menjadi bos mereka di rumah pantai yang ada di Choshi.

Karena dia adalah keponakan pemilik Villa Rosa Sasazuka, Shiba Miki, sama
sekali tidak aneh kalau dia tahu alamat apartemen ini.

Tapi masalahnya adalah, sebelum ini, seperti yang dilakukan oleh Gabriel dan
kawanannya tadi, wanita ini pernah menyebabkan sebuah kejadian
supranatural di pantai Choshi, dan menghilang tanpa jejak.
"Sepertinya petunjuk tak terduga lain juga ikut muncul?"

Maou berbicara pada dirinya sendiri, tapi kebenaran yang memperlihatkan


wujudnya pada Maou beberapa menit kemudian, membuatnya mengerti betapa
naif pemikirannya saat ini.

"Gah...."

Maou tiba-tiba merasa lemas, membuat Urushihara kehilangan penyangganya,


dan meluncur jatuh di koridor.

Namun, entah itu Maou ataupun Chiho yang menopang Suzuno di bahunya,
tak ada seorangpun yang punya sisa energi untuk membantu Urushihara.

Keberadaan Ashiya dan Nord tidak bisa ditemukan di Kastil Iblis, dan yang
menggantikan mereka, adalah Rika yang dipenuhi luka gores dan memakai
baju Maou yang diambil tanpa seizinnya, dia saat ini tertidur pulas seperti
sedang pingsan.

"Amane, san...."

Maou tahu kalau suaranya terdengar gemetar.

"Yeah."

"Ashiya.... dan paman yang ada di sini....."

"Mereka ditangkap oleh sekumpulan orang aneh di depanku."

Amane dengan tenang membantu Urushihara yang berbaring di koridor, dia


kemudian bangkit dan langsung menjawabnya.

"Di-ditangkap?? A-ashiya-san??"

Chiho hanya bisa mengulangi kata-kata Amane dan tidak bisa berpikir jernih.
"Aku hanya bisa melindungi wanita ini."

Amane, dengan nada yang bahkan lebih dingin, menunjuk Rika yang ada di
lantai, dan mencari tempat untuk Urushihara berbaring.

"Yang menculik mereka adalah sekumpulan prajurit berarmor aneh dan pria
besar bernama Gabriel."

"....!!"

Maou dan Chiho tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Sepertinya kalian tahu mengenai hal ini."

Meskipun mereka tahu, mereka sama sekali tidak mengerti.

Karena Gabriel selalu mencari fragmen Yesod dan pedang suci, memang bisa
dipahami kenapa dia menculik anggota keluarga Emi.

Tapi kenapa dia juga menangkap Ashiya?

Maou yang tidak bisa memahami situasi, dan Chiho yang tidak tahu apa yang
terjadi di Pusat Ujian, menjadi semakin bingung karena masalah ini.

Setelah melihat reaksi mereka berdua, Amane mengangguk dan perlahan


bangkit, dia lalu memberikan sebuah dokumen yang diletakkan di sebelah baju
yang sudah ditata rapi oleh Ashiya, kepada Maou.

"Ini....."

"Aku memang tidak bisa membaca tulisan yang ada di sana, tapi sepertinya itu
peta dari suatu tempat."

"Ini tulisan tangan Ashiya.... dan ini ditulis dengan menggunakan bahasa Pusat
Perdagangan...."
"Dan Chiho-chan, kupikir sebaiknya kau merawat Suzuno-chan dulu. Kau juga
basah kuyup, jika terus begini, kau bisa mati terserang flu, kau tahu?"

Amane memberi saran pada Chiho yang awalnya mencoba melihat dokumen
yang ada di tangan Maou dari samping.

"B-benar juga, Suzuno-san, aku akan masuk ke kamarmu!"

Usai kembali tersadar, Chiho sepertinya memutuskan untuk mulai melakukan


apa yang bisa dia lakukan lebih dulu.

Chiho yang memperlihatkan ekspresi lebih bersemangat, membawa Suzuno ke


kamarnya yang tak terkunci.

"Wah!! Ke-kenapa sangat berantakan.... Suzu, Suzuno-san, tolong duduk di


sini sebentar."

Maou mendengarkan suara panik Chiho di kamar 202, sambil perlahan


mencoba memahami dokumen yang Ashiya tinggalkan, sekaligus isi yang
tercatat di dalamnya.

".... Ini adalah peta Benua Timur. Kota, fasilitas transportasi, wilayah di mana
benua lain memiliki pengaruh besar, pergerakan berbagai negara di
pegunungan utama di mana Afashan memulai perang sipil, dan bahkan markas
militer rahasia.... kenapa dia menulis semua ini...."

Maou tahu kalau Ashiya menulis banyak hal belakangan ini, tapi dia tidak
pernah menyangka kalau Ashiya ternyata mencatat semua informasi ini.

Sebelum Maou bisa mengira-ngira apa yang Ashiya pikirkan ketika


meninggalkan dokumen-dokumen ini....

"Dan juga, Ashiya-kun memintaku untuk menyampaikan sebuah pesan


padamu."
"Pesan?"

Amane membuka mulutnya dan berbicara,

"Dia hanya memintaku untuk memberitahumu kalau 'dia menunggumu di


Museum Nasional Seni Barat'. Meskipun aku tidak paham apa maksudnya."

"Museum Nasional Seni Barat.... Tempat itu ada di Ueno, tempat di mana
Ashiya terkadang melakukan penyelidikan...."

Maou ingat ketika mereka pertama kali datang ke Jepang, mereka pernah pergi
ke museum di Ueno untuk mencari informasi tentang sihir di bumi, dan
melihat-lihat artefak yang berasal dari berbagai tempat di seluruh dunia.

"Apa itu peta dari duniamu?"

"Uh, itu....."

Ditambah lagi, Amane bukan hanya orang misterius biasa, ketika mereka
pertama kali bertemu di Choshi, karena alasan yang tak diketahui, dia
sepertinya sudah tahu dari awal kalau Maou dan Suzuno bukanlah manusia
dari bumi.

Itu artinya, bibinya alias pemilik apartemen ini, Shiba Miki, juga sama.

Mungkin karena merasakan kecurigaan Maou, Amane menggelengkan


kepalanya dan mengatakan,

"Sudah kubilang sebelumnya kan? Hal-hal yang tidak dikatakan oleh bibi Mi-
chan kepadamu, aku juga tidak bisa mengatakannya. Itulah aturannya."

"Ugh..."

Saat Maou merasa depresi dengan sikap dingin Amane, Rika yang sedang
berbaring, tiba-tiba mengerang dan menggerakkan tubuhnya.
Maou pikir Rika akan segera bangun, tapi segera setelahnya, Rika kembali
tenang.

Dari hal itu, setidaknya sekarang Rika terlihat lebih seperti tidur daripada
sedang pingsan, hal ini sedikit membuat Maou lega, tapi....

".... Ashiya.... San..."

"Apa dia mengigau?"

"...... Tolong.... Ashiya-san.... Tolong aku."

"Sepertinya dia mengalami trauma yang serius, bagaimanapun, dia adalah


gadis normal. Meskipun Ashiya-kun dan yang lainnya sudah berusaha sebaik
mungkin untuk melindunginya."

Benar, saat ini Emi dan Alas Ramus ada di Ente Isla.

Begitupun Ashiya dan ayah Emi.

Ente Isla, tempat di mana Maou dan yang lainnya seharusnya berada.

Tapi saat ini, tempat itu adalah kawasan musuh. Meski begitu, siapa yang
sebaiknya bertanggung jawab menyelamatkan mereka??

Apa yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan mereka?

Apa yang bisa dilakukan untuk pergi ke Ente Isla?

Maou tidak bisa menggunakan kekuatannya sendiri, sementara kekuatan Acies


masih belum diketahui. Mantra pembuka 'gate' milik Maou, adalah mantra
yang menggunakan sihir iblis, meskipun tipe kekuatan lain bisa digunakan
sebagai sumber untuk mengaktifkan mantra, kestabilan aktivasi mantranya
sama sekali tidak bisa dijamin.
Lalu, sekarang, siapa yang bisa membuka 'gate'?

Suzuno pernah bilang, selama dia punya penguat yang sesuai, dia pasti bisa
menggunakan mantra pembuka 'gate'.

Ashiya bilang kalau dia ingin Maou menunggu di Museum Nasional Seni Barat.

"Gate.... Benar, itu gatenya!! Hey, Suzuno!!"

Maou tiba-tiba mendongak, berlari keluar dari Kastil Iblis dan menggedor-
gedor pintu kamar Suzuno.

"Tu-tunggu, Maou-san.... Ja-jangan sekarang!!"

Meski suara panik Chiho terdengar dari dalam, Maou tetap mengabaikannya
dan membuka pintu....

"Kau...."

"Ah...."

"Maou-san!!"

Ketika dia melangkah masuk ke dalam kamar, wajah Maou tiba-tiba diserang
oleh sepotong kain berpola aneh.

"Bukankah sudah kubilang tidak??"

Chiho berteriak protes.

Sebelum pandangannya dihalangi oleh kain tersebut, di bawah cahaya yang


redup, Maou bisa melihat Chiho yang sedang membantu membersihkan darah
pada luka Suzuno dan memberinya Holy Vitamin Beta....

"Raja.... Iblis.... K-kau....."


Sementara Suzuno, dia membuka bagian atas kimononya sehingga Chiho bisa
membersihkan bahunya.

"Oh, ah, ma-maaf!! Tapi dengarkan aku, ini penting, uwah!!"

"Baiklah, Maou-san, cepat keluar!!"

"Geh!!"

Kali ini, sebuah benda berat menghantam dahi Maou di atas kain tadi, dan
membuat kepalanya miring ke belakang.

Maou pun terjatuh, tapi untuk menyampaikan apa yang dia pikirkan barusan,
Maou tetap bangkit bahkan tanpa menyingkirkan kain yang menutupi
wajahnya.

"Maou-san!! Aku benar-benar akan marah ini!!"

"Sepertinya kau.... benar-benar.... ingin mati... Ugh!!"

Melalui kain tersebut, Maou bisa mendengar suara Chiho dan Suzuno yang
penuh dengan aura membunuh meskipun dia sedang terluka.

"Ah, hey Maou! Meski tubuh dan pikiran kita sudah terhubung, kau masih
berani melihat tubuh telanjang wanita lain?"

Meskipun melalui kain yang tebal, Maou masih bisa merasakan aura
membunuh dari Chiho dan Suzuno yang menjadi semakin kuat, karena kalimat
yang Acies katakan tanpa membaca suasana.

"Uh, aku harus menelepon polisi.... Eh, Urushihara-kun, apa kau tidak punya
telepon di kamar ini?"

"Aku mungkin terlihat seperti ini, tapi aku ini benar-benar terluka cukup
parah...."
Setelah mendengar obrolan menyedihkan antara Amane dan Urushihara, Maou
yang akhirnya sadar kalau dia sudah bertindak sembrono, menarik Acies keluar
dari kamar dan memulai obrolan dengan Suzuno melewati pintu yang tertutup.

Hal pertama yang Maou lihat setelah menyingkirkan kain tadi, adalah sebuah
kamus yang barusan dilempar ke arahnya.

"He-hey, Suzuno!!"

".....huh??"

Karena alasan yang tak diketahui, meski suara Suzuno terdengar pelan dan
lemah, suara itu masih mengandung aura membunuh yang cukup kuat
membuat Maou, si Raja Iblis merinding.

"K-kau bisa memukulku sesukamu nanti, tapi dengarkan aku dulu."

"Eh, jadi Maou punya hobi seperti itu??"

"Acies, berisik!! Po-pokoknya, Suzuno! Sebelumnya kau pernah bilang selama


kau punya penguat, kau bisa membuka 'gate' kan?"

".... Yeah."

Setelah mendengar suara rendah Suzuno, mata Maou seketika berbinar, dan
dia langsung mengatakan,

"Aku menemukannya!! Di Museum Nasional Seni Barat di Ueno, ada sebuah


penguat yang bisa kau gunakan."

".... Ueno? Penguat mantra??"

Suara Chiho yang terdengar seperti tidak paham apa yang Maou
katakan, terdengar dari dalam kamar.
Sementara Suzuno, dia akhirnya mendapatkan kembali ketenangannya,
mengernyit, dan menjawab,

"B-biar kukatakan hal ini lebih dulu.... ugh....."

"Suzuno-san!!"

"A-aku baik-baik saja.... Raja Iblis, 'Tangga Surga' yang telah mengumpulkan
kepercayaan dari masyarakat selama bertahun-tahun, dan patung-patung kuil
yang berasal dari Kitab Suci sebagai dasarnya, adalah bangunan di mana
makna mantra diimplementasikan pada mereka sebanyak mungkin, bahkan di
antara banyak penguat mantra, mereka bisa dibilang sebagai objek yang
memiliki skala mantra terbesar. Meski aku merasa tidak enak mengatakan hal
ini, tapi menurutku tidak ada benda di sini yang memiliki latar belakang sejarah
tingkat tinggi dalam segi ritual mantra dan kepercayaan seperti itu...."

"Ada, ada satu!! Dan itu adalah tempat yang bisa dimasuki tanpa membayar
biaya apapun."

Ucap Maou sambil menekankan sebuah ciri-ciri yang terasa aneh.

"Itu adalah 'Gates of Hell'."

Bahkan di saat seperti ini, Suzuno dan Chiho masih sempat saling menatap satu
sama lain karena sangat jarang mereka mendengar Maou mengatakan sesuatu
yang terasa seperti Raja Iblis betulan.

Dan kali ini, dengan penuh percaya diri, Maou terus berbicara,

"Bukankah kau sudah pernah melihatnya, Chi-chan? Itu adalah patung


perunggu besar yang diletakkan di luar area lobi Museum Nasional Seni Barat
Ueno!"

Chiho memeras handuk basahnya sambil mencoba untuk mengingat-ingat.


".... Kurasa, aku memang pernah melihatnya saat darmawisata sekolah.... Apa
itu tempat yang ada patung 'The Thinker' duduk di pintunya....?"

"Benar, yang itu!!"

(T/N : 'Tangga Surga' suatu tempat di Ente Isla. Gates of Hell, The Thinker, ini
benar-benar ada di musuem Ueno.)

Maou menepuk tangannya dengan puas.

'Inferno' dari 'Divine Comedy'.

Ini adalah sebuah syair yang bercerita tentang karakter utama Dante, yang juga
merupakan si pengarang, saat dia berjalan mengelilingi Neraka dipandu oleh
seorang penyair abad pertengahan. Neraka disitu bukanlah lautan penderitaan
di mana para pendosa masuk ke dalamnya karena dosa yang sudah mereka
lakukan ketika mereka hidup, melainkan dilihat sebagai sebuah dunia yang
diciptakan oleh dewa-dewa suci.

'Gates of Hell' yang berada di Museum Nasional Seni Barat, adalah karya yang
diciptakan oleh Auguste Rodin, orang yang dikenal sebagai leluhur pemahat
era baru.

Termasuk 'Gates of Hell' di Museum Nasional Seni Barat, ada tujuh patung
yang sama di seluruh dunia, dan masing-masing dari mereka memiliki kisah-
kisah yang cukup untuk mewariskan pemikiran, kepercayaan, dan sejarah
orang-orang.

"Pintu masuk ke dunia lain, secara global dikenal dalam syair tua 'Divine
Comedy', itu adalah simbol 'Gates of Hell'!"

"La-lalu......."

"Mungkin.... Itu pantas untuk dicoba."


"Yeah, 'gate' pasti bisa dibuka menggunakan benda itu!! Hey, Suzuno,
Urushihara, cepat sembuhkan luka-lukamu!!"

Maou mengucapkan sesuatu yang tak bertanggung jawab dan berdiri setelah
menyingkirkan kain dari kepalanya.

"Kita akan pergi menyelamatkan Ashiya, Nord, dan Alas Ramus..... sekaligus
Emi!!!"
Final Chapter : Pahlawan, Air Mata

Hari ini, sudah dua minggu semenjak dia dibawa ke sangkar yang dikenal
dengan nama ruang VIP ini.

Emi memandang lautan luas yang terhampar di luar jendela dan mendesah
pelan.

Memang tak ada bahaya, tapi kenapa semuanya jadi seperti ini?

“Mama.”

“.... Alas Ramus, kalau kau terlalu semangat bermain, kau bisa jatuh dari
ranjang.”

Emi menenangkan Alas Ramus yang menganggap ranjangnya seperti sebuah


trampolin.

Tidak peduli bagaimanapun orang melihatnya, tangan dan kaki Emi sama
sekali tidak ditahan, Alas Ramus dan dirinya juga tidak nampak seperti dilukai
oleh seseorang.

Apalagi, bahkan jendela yang ada di hadapannya, hanyalah jendela kaca biasa
(meskipun di tempat ini, kaca sudah termasuk sebuah komoditas mahal),
bahkan jika dia tidak mengeluarkan pedang sucinya, Emi bisa saja
memecahkannya dengan meja yang ada di kamar, selain itu, bahkan kunci
pintu kamar pun ada di tangan Emi.

“.... Semuanya, pasti sangat khawatir.”

Emi memandang sebuah pelabuhan militer bernama Fangan.


Tempat ini adalah markas angkatan laut yang berada di ujung selatan Benua
Timur, dan sebagian dari pelabuhan ini juga digunakan sebagai pelabuhan
perdagangan, selain itu, ada pula sebuah kota besar di belakang markas.

Pelabuhan ini adalah pelabuhan yang paling dekat dengan ibu kota Afashan,
'City of Air', meskipun pada awalnya tempat ini hanya sebuah desa nelayan,
karena ini merupakan tempat kelahiran pemimpin Afashan, yaitu Unifying
Azure Emperor, desa ini pun menjadi sebuah kota besar setelah pembangunan
beberapa generasi.

Emi sebelumnya pernah datang ke tempat ini saat perjalanannya memerangi


Raja Iblis, jadi dia lumayan mengerti tentang geografi kota.

Benua Timur adalah wilayah terakhir yang masih ditaklukan oleh Empat Raja
dari Pasukan Raja Iblis, dan ditambah fakta bahwa Afashan awalnya
menerapkan kebijakan hirearki, dibandingkan kota-kota besar yang ada di
Benua Barat ataupun kota berbagai bangsa yang ada di Benua Selatan, Benua
timur terlihat sedikit kekurangan kegiatan jika dilihat dari skalanya saja.

Mungkin karena efek psikologi, pemandangan jalan yang terlihat dari sini,
terlihat lebih suram dibandingkan saat terakhir kali Emi datang.

“Chiho, Bell.... maafkan aku.... aku tidak bisa menepati janjiku.”

Emi menggumam pelan ke arah langit Ente Isla, dalam dua minggu ini, Emi
sudah berulang kali berbicara pada dirinya sendiri seperti ini.

Jika dia bisa mengatakannya langsung pada mereka, bukankah itu akan lebih
baik?

Semenjak hari pertama dia kembali ke Ente Isla, Emi tahu kalau sihir suci yang
memenuhi tubuhnya sudah jauh melebihi tingkatan saat dia berada di Jepang.
Jika itu Emi yang sekarang, mungkin dia bisa seperti Chiho dan menggunakan
mantra Idea Link tanpa bergantung pada penguat.

Akan tetapi....

“....”

Emi dengan kesal menutup telinganya, dan setelah Alas Ramus mendengar
suara itu, dia juga menunjukkan ekspresi tidak senang.

“Prajurit Afashan yang berani dan setia! Mengumumkan hasil pertempuran


laut yang terjadi di pulau barat daya.....”

Emi yakin kalau itu pasti pengumuman untuk meningkatkan moral para
prajurit, saat menggunakan pelabuhan militer Fangan untuk pertempuran laut.

Dunia ini memang tidak memiliki alat penyiaran elektronik seperti di bumi,
jadi pasti ada suatu prinsip sihir di baliknya, tapi dari hasilnya, efeknya sudah
sama seperti loudspeaker.

Tempat ini tidak hanya menggunakan alat-alat sihir skala besar, lagipula ini
masihlah fasilitas militer, jadi pasti ada sonar yang terpasang di berbagai
tempat untuk mengukur penggunaan sihir suci di dalam pelabuhan.

Jika Emi menggunakan Idea Link ke dunia lain tanpa penguat, mungkin
kebebasan kecil yang dimilikinya ini bahkan akan ikut terenggut.

Tak masalah kalau hanya dia sendiri, tapi bagaimana bisa dia membiarkan Alas
Ramus mengalami sesuatu seperti dilempar ke dalam penjara bawah tanah?

Tentunya, sebelum itu, ada masalah lain, yaitu HP Emi telah disita.

Dengan alasan ini, Emi tidak bisa bertindak gegabah.


Emi memang merasa menyesal ketika dia memikirkan hal-hal yang telah
terjadi usai dia sampai ke Fangan, tapi bagi orang-orang di sini, menyita sebuah
Slimphone yang sama sekali tidak terlihat seperti senjata itu, seharusnya tak
ada artinya.

Karena Emi bukan seorang ahli sihir, jika dia tidak memiliki HP yang akan
berfungsi sebagai penguat, Emi tidak percaya diri bisa menggunakan Idea Link
pada seseorang tertentu di Jepang.

Kecuali untuk satu pengecualian.

“.... Aku penasaran... apa Rika baik-baik saja?”

Emi teringat wajah temannya yang ada di Jepang, satu-satunya orang yang bisa
dia hubungi di situasi ini.

Bagi Chiho, meskipun dia tidak memegang apa-apa, dia masih bisa mengunci
tempat transmisi Idea Link melalui nomor HP orang tersebut.

Emi yang pernah melihat hal ini sebelumnya, hanya mengingat nomor HP
milik satu orang di Jepang, jadi pada akhirnya, dia hanya bisa mengunci
transmisi secara akurat pada nomor HP orang itu ---pada nomor HP Rika untuk
menggunakan Idea Link.

Alasan kenapa Emi mengingat nomor HP Rika, adalah karena saat dia baru
membeli HP dan tidak tahu cara menggunakan fitur buku telepon, dia harus
mengetik nomor Rika sambil melihat buku telepon para karyawan.

Karena dia harus waspada terhadap sonar pengukur sihir suci, Emi hanya bisa
melakukan transmisi ketika pelabuhan militer memulai pengumumannya.

Isi dari pengumuman militer tersebut sangatlah beragam, selain hasil


pertempuran laut, mereka juga melaporkan cuaca di laut dan pergerakan orang-
orang terkenal di ibukota, meskipun Emi punya lebih banyak waktu untuk
berbicara selama pengumuman itu masih ada....

“.... Rika....”

Tapi sekarang, Emi sangat menyesali kenyataan bahwa dia sudah


menghubungi Rika.

Rika tidak tahu apapun soal Emi dan yang lainnya.

Karena tanggal terakhir Emi menghubungi Maou dan yang lainnya berbeda
dengan tanggal saat dia menghubungi Rika, saat kedua pihak berkomunikasi,
Maou dan Suzuno mungkin akan menyadari perbedaan kondisi ini.

Tergantung pada situasinya, hal ini bisa saja menyeret Rika masuk ke dalam
masalah Ente Isla, hanya sampai Emi menyelesaikan panggilan keduanyalah
dia baru memikirkan kemungkinan ini.

Jika Rika benar-benar menemui bahaya karena hal ini, bagaimana caranya Emi
harus meminta maaf pada Rika?

“Aku selalu berbohong padanya, ini pasti balasan....”

“Mama.... apa kau baik-baik saja?”

Tanpa disadarinya, Alas Ramus sudah ada di sebelah kaki Emi dan menatapnya
dengan cemas.

“Alas Ramus.”

“Orh.”

“.... Jangan berbohong pada temanmu saat besar nanti ya.”

“Bohong?”
Sepertinya di pikiran Alas Ramus, tidak ada konsep berbohong.

Meskipun gadis kecil itu memiringkan kepalanya dengan bingung, Emi tetap
tidak menjelaskannya lebih jauh dan memilih mengalihkan pandangannya
kembali ke laut berbadai yang ada jauh di luar sana.

“....Terus, meski Rika dan Raja Iblis serta kawanannya berkomunikasi... apa
yang mungkin bisa terjadi?”

Urushihara mungkin tidak akan tertarik, sementara Ashiya, tidak akan aneh
bahkan jika dia berteriak banzai.

Mengingat Alas Ramus ada bersama dengan Emi, Maou mungkin akan merasa
cemas sampai ke titik tertentu, tapi pada dasarnya dia takkan khawatir dengan
Emi.

Lebih tepatnya, Emi tidak ingin Maou mengkhawatirkannya.

“Aku tidak ingin dia.....”

Kalau begitu, kenapa dia menggunakan Idea Link pada Rika dengan membawa
ekspektasi tersebut?

“Uh!!”

Emi menggunakan kedua tangannya untuk menutupi wajahnya, menundukkan


kepala, dan menggertakkan giginya.

Karena jika dia tidak melakukan ini, rasanya pemikiran-pemikiran yang Emi
anggap tak dapat dipercaya, malah akan terbentuk dan merembes keluar dari
dalam dirinya.

Ini bukan lelucon. Bagaimana bisa dia membiarkan hal seperti itu terjadi?

“Aku tidak ingin.... dia menyelamatkanku....”


Bagaimana bisa dia membiarkan Raja Iblis, orang seperti itu, datang dan
menyelamatkannya?

Lebih tepatnya, meskipun Maou pernah menyelamatkan Emi beberapa kali


sebelumnya, pada dasarnya, dia bertindak karena alasan lain, dan
menyelamatkan Emi hanyalah sebuah hasil tambahan.

“Mama, jangan khawatir.”

“Alas Ramus....”

“Papa, pasti akan datang.”

“.....”

Emi tidak menjelaskan situasinya pada Alas Ramus secara detail.

Emi tidak yakin kalau gadis kecil ini bisa mengerti, dan pada kenyataannya,
Alas Ramus nampak menganggap ini sebagai semacam wisata dan bermain
dengan gembira.

Meski begitu, Alas Ramus tetap menunjuk titik paling lemah di hati Emi.

“.... Dengarkan aku, Alas Ramus. Papa itu.... sangat sibuk bekerja. Jadi,
masalah mama, mama harus menanganinya sendiri. Bagaimanapun, aku ini
Pahlawan.”

“Pahlawan?”

“Ya, jadi....”

“Apa seseorang bilang, kau tidak bisa melakukan ini?”

“....”

Anak-anak terkadang memang sangat menakutkan.


“Itu.... benar, tapi.... yeah.”

Emi menghindari pertanyaan polos dari gadis kecil yang menganggap dia
seperti ibunya ini.

“Tapi bahkan jika seseorang datang, aku harap orang yang datang itu adalah
Suzuno onee-chan atau Emerada onee-chan.”

“Aku ingin bertemu, Suzu nee-chan. Juga Chi nee-chan, Alsiel, dan Lucifer.”

“.... Yeah, benar.... kau merindukan mereka kan?”

“Pwah!”

Emi mengangkat Alas Ramus, dan dengan kekuatan yang cukup untuk
membuat Alas Ramus memberontak, Emi memeluk tubuh kecil itu dengan erat.

Angin laut Ente Isla yang sangat ingin dia datangi, kini malah menyiksa hati
Emi.

Kali ini, karena mendengar suara ketukan pintu, Emi pun dengan panik
meletakkan Alas Ramus di atas ranjang.

“Ini tidak akan lama, maafkan aku.”

Emi melepaskan wujud manusia Alas Ramus, dan membuatnya kembali


bergabung dengan dirinya.

Emi tidak ingin gadis kecil ini melihat sikapnya ketika berhadapan dengan
orang yang akan memasuki kamarnya setelah ini.

Dia yang tidak sesuai dengan nama Pahlawan Pedang Suci, adalah orang yang
telah dirusak oleh emosi negatif.
Usai mengusap sudut matanya dan menghembuskan napas, Emi
memperlihatkan sebuah tatapan tajam seperti ingin membunuh musuh yang
ada di balik pintu ini.

“Masuk.”

“Permisi.”

Itu adalah suara yang mengundang rasa nostalgia.

Bagi Emi, dulu itu adalah simbol ketentraman.

Tapi sekarang, yang tersisa hanyalah kebencian.

“.... Olba, ada apa?”

Orang yang masuk ke kamar Emi adalah salah satu dari enam uskup agung
Gereja, rekan lama Emi dalam memerangi Raja Iblis, Olba Meyers.

Olba yang menggunakan Urushihara untuk menyebabkan masalah di Sasazuka


Jepang, telah dikalahkan oleh Maou yang mendapatkan kembali wujud
iblisnya, dan setelah itu, Emi tahu dari iblis bernama Camio yang datang ke
Choshi, kalau Olba telah menggunakan suatu metode yang tak diketahui untuk
kembali ke Ente Isla beberapa waktu kemudian.

Tapi ketika Emi sampai di Fangan dan melihat wajah Olba secara langsung,
kebencian yang dia rasakan pada rekan lamanya ini begitu kuat, sampai-sampai
bahkan Emi sendiri merasa kaget karena hatinya menyembunyikan emosi
negatif sebesar ini.

“Aku datang ke sini untuk memberimu sesuatu. Jangan marah, aku akan segera
pergi.”
“Benda yang kau berikan padaku, aku akan menyerahkannya pada pelayan
yang bertanggung jawab mengurusku.”

“Hahaha, meski aku bisa mengerti kebencianmu terhadapku, tapi benda ini
tidak bisa diserahkan begitu saja. Lagipula, bisa dikatakan kalau kau datang ke
sini karena benda ini."

Kepala pelontos Olba nampak memiliki beberapa bekas luka yang berasal dari
pertarungannya saat di Sasazuka.

Usai merogoh ke dalam jubah gerejanya, Olba mengambil sebuah kantong


yang terlihat biasa.

“Agar kau bisa paham kalau kami juga akan menepati perjanjian kami, kupikir
kau akan merasa lebih baik setelah melihat benda aslinya, jadi aku secara
khusus membawakan sebuah sampel.”

Di tangan keriput Olba, dia memegang sebuah kantong yang terlihat cukup
berat.

Ketika Emi melihat tali jerami yang digunakan untuk mengikat penutupnya,
dan daun yang ada di dalam kantong kecil di sudut tas tersebut, Emi seketika
membelalakkan matanya kaget.

Baik tali maupun daunnya, kedua benda itu telah melalui proses khusus,
mereka adalah item yang digunakan untuk melindungi biji dari kelembaban,
dan dipakai sebagai alat penghilang kelembaban saat menyimpan biji-bijian.

“Dari ekspresimu, sepertinya kau sudah tahu apa yang ada di dalamnya.”

Saat Emi melihat Olba tersenyum jahat dan bersiap mengendurkan tali tersebut,
Emi pun berteriak keras,

“Tunggu! Jika kau membukanya di sini....!”


Pandangan Emi berulang kali beralih antara tas tersebut dan pemandangan di
luar.

“Maafkan aku, jika aku menyerahkannya padamu dan membiarkanmu


merawatnya dengan baik, maka semua ini akan percuma.”

Olba dengan cepat membuka tas tersebut dan memasukkan isinya ke dalam
botol air yang ada di atas meja di depan pintu.

“Hentikan!”

Mengabaikan teriakan Emi, benda yang ada di dalam kantong, diikuti oleh
suara gesekan yang kasar, mengambang di permukaan air berkadar garam
tinggi yang hanya bisa ditemukan di area sekitar laut, dan setelah menyerap
cukup air, benda itu tenggelam ke dasar botol

Benda-benda itu adalah biji gandum.

Emi menyaksikan biji-biji tersebut tenggelam ke dasar air dengan putus asa.

“Tenang, bukankah sudah kubilang kalau ini hanya sampel? Kami masih
punya banyak persediaan. Dengan begini, kau pasti akan paham kalau kami
sangat menghargai perjanjian di pihak kami kan?”

Olba dengan acuh tak acuh melempar kantong tersebut ke sebelah botol air dan
berbicara pada Emi yang terdiam,

“Sudah kubilang sebelumnya, Emilia, selama kau patuh, aku pasti akan
menyerahkan 'sandera' kepada para professional di Benua Barat. Tapi, kalau
kau berani mencoba melakukan sesuatu, maka inilah akibatnya."

Olba melirik ke arah biji yang tenggelam di dasar botol air.


“Tahapnya sudah hampir selesai. Sebelum itu, kau sebaiknya mau berbicara
dan mengumpulkan kekuatanmu.”

Tanpa menunggu jawaban dari Emi yang sedang putus asa, Olba langsung
meninggalkan kamar.

Ketika dia tidak bisa lagi mendengar langkah kaki Olba, Emi pun berlutut di
atas ranjang dengan lemas.

Biji gandum tenggelam di dasar botol air.

Meski itu adalah air minum, setelah berada di tanah yang berbeda atau
terendam di dalam air berkadar garam tinggi, biji-biji gandum itu pasti takkan
bisa digunakan lagi.

Inilah alasan terbesar kenapa Emi menyerah pada musuh dan ditahan di sini
oleh kunci yang tak terlihat.

“Mama....”

Suara cemas Alas Ramus menggema di dalam kepala Emi.

Tapi Emi sudah tidak punya energi untuk menjawab gadis itu.

Pahlawan macam apa dia ini?

Dia hanyalah manusia lemah yang tidak bisa melawan balik meskipun
diperlakukan seperti ini oleh orang lain.

“.... Seseorang.... selamatkan aku....”

Sebuah isak tangis lemah, seketika tertelan oleh suara ombak yang memasuki
pelabuhan, dan tidak bisa didengar oleh siapapun kecuali Emi dan Alas Ramus.
~Selesai~
Catatan Pengarang

Sejak dulu, aku sudah punya kekaguman yang kuat terhadap kendaraan
komersil.

Selain itu, aku juga kagum dengan para karyawan yang mengendarai
kendaraan itu setiap harinya, yang mana memiliki pengaruh penting pada
industri, logistik, dan akivitas pelanggan di Jepang.

Tidak hanya kendaraan konstruksi ataupun kendaraan khusus yang ada di


bandara, bahkan vans atau minivans pun dapat membuatku terpesona.

Pertama kali aku mengendarai sebuah vans kecil, kekuatan besar yang
tersembunyi dalam kendaraan kecil itu benar-benar menyentuhku.

Pertama kali aku mengendarai sebuah minivan Honda, kemampuan manuver


van yang sama sekali tidak terpengaruh meski kendaraan itu membawa barang-
barang rumah tangga milik temanku, juga membuatku tergerak.

Karena Wagahara adalah orang seperti itu, semenjak aku masih kecil, aku
sudah sangat mengagumi Mopeds yang memiliki pelindung hujan, yang mana
sering digunakan untuk menghantar pizza. Hanya memiliki satu dua atap di
belakangnya saja, sudah membuat Mopeds itu terlihat berbeda dengan Mopeds
lain, aku sungguh merasa kalau desain itu sangat keren. Tapi sangat
menyedihkan karena tak ada seorangpun di antara para pengarang yang setuju
dengan hal ini.

Ketika menulis buku ini, aku pernah kepikiran kalau kendaraan itu ternyata
sangat praktis dan jauh lebih murah daripada mobil, jadi aku ingin membeli
satu, tapi setelah melakukan riset mengenai hal ini, aku hanya bisa bilang
'seperti yang sudah diduga dari kendaraan komersil yang menekankan
kemampuan bermanuver'.
Harganya hampir mendekati tiga kali lipat mopeds biasa, dan harga ini sudah
cukup untuk membeli mobil penumpang kelas menengah.

Selain itu, karena kepala Wagahara sangat besar, aku hanya bisa mengenakan
helm ukuran XXXL, ada pula alasan lain seperti asuransi mobil yang
membutuhkan biaya yang signifikan. Memikirkan total uang yang diperlukan,
sepertinya membeli mobil memang sesuatu yang membutuhkan pertimbangan
lebih jauh.

Berbicara soal alat transportasi bermesin, hal pertama yang orang pikirkan dari
alat transportasi seperti ini adalah, kendaraan yang mampu meningkatkan
radius pergerakan pengguna, dan memiliki berbagai kegunaan.

Meskipun hal ini harus dibarengi dengan tanggung jawab sosial (karena orang
yang memiliki SIM, memiliki tugas dan tanggung jawab untuk berkendara
dengan aman dan mematuhi aturan lalu lintas), tapi daya tarik yang bisa
memperluas duniamu, masihlah sulit untuk dilawan.

Ketika buku ini sampai di tangan kalian, itu pasti sudah lewat tanggal 4 April
2013.

Meski menurutku pembaca yang membeli buku ini pada waktu itu sudah tahu,
tapi April juga merupakan bulan di mana anime 'Hataraku Maou-Sama' mulai
mengudara.

Setelah novel dan manga, dunia Hataraku Maou-Sama berikutnya mulai


merambah ke dunia anime, melihat daya tarik dari malaikat baru di seri ini
memang sangat menyenangkan, tapi aku merasa kesulitan bagaimana caranya
membuat seri ini menjadi lebih baik dengan terus merambah ke area yang
berbeda, hal ini juga merupakan tanggung jawab bagi pengarang sebuah karya
original.
Seri original manga dari Akio Hiragi-sensei, 'Hataraku Maou-Sama' dan seri
spin-off dari Mishima Kurone-sensei, 'Hataraku Maou-Sama High School!'
(Nama sementara).

Mulai bulan april, versi anime Hataraku Maou-Sama akan diarahkan oleh
Hosoda Naoto. Sebagai pengarang, jika hal ini bisa membantu para pembaca
menikmati dunia yang ditinggali oleh Maou Sadao dan Yusa Emi, maka tak
ada hal lain yang akan membuatku lebih senang.

Meski ini tak ada hubungannya dengan topik yang kita bicarakan sebelumnya,
setelah pergolakan yang tak pernah terjadi dalam Hataraku Maou-Sama 8,
dunia yang menyuguhkan kepuasan pembaca, akan terus berkembang.

Karena plot ini baru mulai berkembang, maka cerita Hataraku Maou-Sama 8,
menggunakan format seperti ini.

Volume berikutnya akan memiliki perkembangan yang sangat cepat, jadi


semuanya tolong nantikan volume selanjutnya.

Terkait plot kali ini, cerita ini adalah cerita di mana kedua dunia mengalami
gejolak yang hebat, Raja Iblis dan Pahlawan yang masih melakukan hal-hal
yang dipenuhi kenormalan, akhirnya mulai mengambil tindakan positif.

Jika kau ingin berubah, maka kau harus bertindak.

Entah itu Raja Iblis, Pahlawan, Gadis SMA, iblis, penyelidik, atau malaikat,
mereka juga mungkin memikirkan hal ini.

Tapi tak peduli seberapa agung tujuannya, komentar kasar dan tak pantas, tetap
tak bisa dimaafkan. Jadi terkait dengan kata-kata sembrono dari malaikat
agung yang tak bertanggung jawab itu, pengarang ingin meminta maaf yang
sebesar-besarnya kepada para Taro-san yang ada di negara ini sebagai
kesimpulan untuk catatan kali ini.
Aku harap aku bisa bertemu dengan semuanya lagi di volume berikutnya.

Sampai jumpa!!

Anda mungkin juga menyukai