Anda di halaman 1dari 345

Prolog

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Sekarang seharusnya adalah


saat di mana seorang murid yang disiplin berada di ranjangnya dan tidur,
tapi Chiho malah datang ke kamar 202 Villa Rosa Sasazuka setelah pulang
dari taman Ueno. Pemilik kamar itu, Kamazuki Suzuno, saat ini sedang
bepergian.

Ketika dia meletakkan tasnya yang berisi barang-barang kebutuhan selama


menginap di pojok kamar, Chiho yang sadar kalau ia sudah cukup lama
tidak berkunjung ke kamar 202, melihat ke sekeliling kamar.

Saat ini, pemilik kamar ini sedang berada di tempat yang bukan
merupakan bagian dari Jepang, bukan bagian dari dunia ini, atau bagian
bumi manapun, dia bepergian bersama orang yang Chiho cintai.

Untuk mencari orang yang berharga bagi Chiho.

Untuk menyelamatkan teman Chiho yang berharga.

"Ada apa? Meski ini bukan kamarku, silakan masuk dan duduklah!"

Sejalan dengan kata-kata tersebut, kunci kamar ini sekarang berada di


tangan wanita yang ada di hadapan Chiho.

Wanita yang secara terang-terangan menunjukkan kulit hitam-nya, dan


mengikat rambutnya dengan gaya santai ini dikenal dengan nama Ooguro
Amane.
Karena Amane pernah mempekerjakan Chiho sebelumnya... sebagai
manager Ooguro-ya, rumah pantai yang ada di Choshi, dia dapat dihitung
sebagai mantan bos Chiho.

Namun, ada perbedaan besar antara Ooguro Amane dan Kisaki Mayumi,
yang biasanya menjaga Chiho sekaligus seorang manager di MgRonald
depan stasiun Hatagaya tempat Chiho bekerja.

Setidaknya, Amane tidak sesuai dengan penafsiran Chiho mengenai orang


normal.

Tapi berdasarkan apa yang dia katakan sendiri, Amane yang sama sekali
tidak menunjukkan hasil abnormal dalam pemeriksaan kesehatan tahunan,
adalah seorang manusia dalam segi biologi, dengan kata lain, seorang
homosapien.

"Baiklah, maaf mengganggu."

"Ya ampun, tapi sebelum itu, panas sekali ya. Apa kau ingin minum teh
gandum? Ah, aku sudah dapat izin Suzuno-chan sebelumnya, jadi aku bisa
menggunakan kulkas ini kapanpun aku mau."

"Ah, kalau begitu, biar aku yang menuangnya."

Chiho tidak duduk, dia malah mengeluarkan teh gandum dari dalam kulkas
besar model terbaru tersebut, dan bersama dengan es yang diambil dari
kotak pembuat es di freezer, dia menuangkannya ke dalam dua gelas yang
dia ambil dari rak di bawah counter dapur.

Terakhir, dia menggunakan sebuah nampan kecil untuk membawa mereka


ke meja makan murah di depan Amane.
"Kau sangat handal ya melakukan pekerjaan ini."

Amane nampak sangat terkejut melihat Chiho bisa bertindak tanpa ragu di
dapur orang lain.

"Itu karena Suzuno-san sudah sering membiarkanku menggunakannya."

Setelah mengatakan hal tersebut dengan santai, Chiho duduk di seberang


Amane.

"Dapur ini? Kenapa?"

Tanya Amane dengan bingung. Melihat ekspresinya, Chiho tersenyum


seolah sedang mengingat sesuatu.

"Hm? Ada apa?"

"Tidak apa-apa, tapi kalau kupikir-pikir, aku paling sering meminjam


tempat ini sebelum pergi ke Choshi, yang artinya sebelum kami pergi ke
toko Amane-san."

"Begitu ya?"

Pada waktu itu, Alas Ramus, putri dari Raja Iblis dan Sang Pahlawan,
muncul di Villa Rosa Sasazuka, dan selama proses pertarungan melawan
Gabriel yang ingin mengambil Alas Ramus, sebuah lubang besar yang
cukup untuk mempengaruhi kehidupan mereka pun muncul di kamar 201.
Dan tak disangka, setelah Alas Ramus berhasil lolos dari bahaya dengan
bergabung bersama pedang suci Emi, Emi menjadi semakin sering
mengunjungi Villa Rosa Sasazuka demi Alas Ramus.

Karena mereka khawatir dengan pengaruh lubang besar yang ada di kamar
201, jumlah kesempatan Ashiya yang bertugas dalam urusan rumah tangga
Kastil Iblis untuk meminjam dapur kamar 202 pun meningkat, dan Chiho
yang sering mengirim hadiah ke Kastil Iblis, tak terelakkan lagi juga
beralih meminjam dapur di kamar Suzuno.

Semua ini tidak terjadi karena keinginan siapapun. Namun, tak menunggu
waktu lama, tak ada satupun yang keberatan dengan ide berkumpul di satu
meja dan makan bersama.

Dan ketika para penghuni menerima pemberitahuan dari pemilik


kontrakan soal perbaikan lubang besar itu dan sementara harus pindah dari
apartemen, giliran rumah pantai Ooguro-ya yang dijalankan oleh Amane
lah, yang mengulurkan bantuannya.

Memikirkan kembali hal itu sekarang, tidak hanya makan bersama secara
teratur, termasuk Alas Ramus, Maou, Emi, dan lainnya, ke tujuh orang ini,
sejak saat itu tanpa sadar mulai sering melakukan banyak hal bersama.

Setelah itu, pekerjaan mereka di Ooguro-ya ternyata dibatalkan di tengah


jalan, dan ketika mereka kembali ke Sasazuka, kembali ke apartemen yang
telah selesai direnovasi, mereka bertujuh pun semakin sering makan
malam bersama seolah itu adalah hal yang sangat wajar.

Raja Iblis dan Pahlawan, musuh dan musuh, seseorang dari dunia lain dan
seseorang dari dunia lain.
Dalam waktu yang singkat selama setahun, ketujuh orang yang tidak
pernah menyangka akan mengadakan makan malam yang tenang bersama
itu sudah sangat sering berkumpul di apartemen ini, walau tempat ini tidak
selalu dipenuhi senyum dan tawa, mereka tetap menghabiskan waktu
bersama-sama dengan gembira.

Namun, 'kedamaian' yang awalnya memang tidak pernah ada ini,


terganggu, dan sekarang, dari para anggota yang selalu berkumpul di meja
ini, hanya Chiho dan Urushihara Hanzo di kamar 201 saja yang tersisa.

"Amane-san."

"Hm?"

"Soal masalah Maou-san dan yang lainnya, seberapa banyak yang kau
ketahui?"

"Hm~ yang kuketahui sebenarnya tidak begitu detail."

Amane memegangi dagunya dan menatap langit-langit seolah sedang


mencari sesuatu.

"Maou-kun bukanlah makhluk dari bumi, atau lebih tepatnya bukan


manusia, melainkan sesuatu lebih jahat.... tidak, dari bagaimana dia
memiliki sihir iblis, dia mungkin adalah makhluk seperti iblis atau yokai,
menurut Ashiya-kun, Yusa-chan, dan burung hitam itu, dia sepertinya
punya kekuatan yang hebat, jadi rasanya dia adalah bos atau raja dari suatu
faksi, dan karena beberapa alasan.... mungkin karena dia kalah dari
kekuatan cahaya seperti Yusa-chan, dia pun kabur ke dunia ini, tapi karena
kekuatan yang ada di dunia ini begitu beraturan sehingga tidak condong
ke arah yang baik ataupun buruk, dia tidak bisa mendapatkan sihir iblis,
dan oleh sebab itulah dia tidak punya pilihan lain selain bekerja agar bisa
menyambung hidup. Aku hanya bisa menyimpulkan sampai ke poin ini."

".... Daripada deduksi, semua yang kau katakan itu sangat tepat."

Karena dia bisa menjelaskan sejauh ini, Amane nampaknya sudah tahu
rahasia Maou.

"Apa seseorang memberitahumu? Contohnya, seseorang yang tidak


pernah kutemui, seperti pemilik kontrakan ini?"

"Bibi Mi-chan? Oh, Chiho-chan belum pernah bertemu dengannya??"

"Aku hanya pernah melihat video dia sedang menari."

"Huh?"

"Bukan apa-apa...."

"Tak ada seorangpun yang memberitahuku hal ini. Aku hanya


menyimpulkan berdasarkan apa yang kulihat. Apa tebakanku benar?"

"Itu sangat tepat, sampai-sampai aku tidak perlu mengoreksi ataupun


menambahkan sesuatu...."

"Ahaha, kau terlihat menyesal."

Amane yang merasa terhibur dengan ekspresi rumit Chiho, menghela


napas pelan.
"Huuh, tapi meski aku bisa membuat deduksi sampai ke tingkat ini, bibi
Mi-chan dan ayahku mungkin bisa melihat usia ataupun golongan darah
mereka."

"Me-meski aku tidak tahu prinsipnya.... tapi ini....."

"Ah benar. Chiho-chan mungkin tidak ingin mendengarkan hal ini, iya
kan?"

Meski awalnya dia sempat berhenti, Chiho tetap mencoba memburu


jawaban dari berbagai pertanyaannya, Amane menunjukkan senyum tak
kenal takut dan meminum teh gandumnya dalam sekali tegukan.

"..... Kepalaku sakit.... ugh."

"Erhm...."

Senyum tak kenal takut Amane seketika berubah, dia mulai mengerang
sambil mengernyit, membuat Chiho ketakutan.

"Ahahaha, maaf maaf.... tapi, yeah, bagaimana aku mengatakannya ya.


Kebenaran di dunia ini itu sangat sederhana. Bahkan aku, yang bisa
dengan mudah menundukkan iblis dunia lain pun, tetap akan mengalami
sakit kepala karena meminum hal yang terlalu dingin sekaligus.
Ngomong-ngomong...."

Setelah meletakkan gelasnya di meja, Amane perlahan bangkit.

Dia menutup jendela ventilasi dan menekankan tangannya pada dinding


yang menghubungkan kamar 201.
"Amane-san?"

"Aku akan menjelaskannya pada Chiho-chan, hanya pada Chiho-chan...."

Di mata Chiho, Amane hanya sedang menggunakan jarinya untuk


mencolek dinding dengan pelan.

Dan dari getaran yang terasa di lantai, kurang lebih bisa diketahui kalau
sesuatu telah terjadi di sisi lain dinding. Sepertinya beberapa benda besar
sedang berguling-guling di atas lantai.

"Tapi untuk jaga-jaga, izinkan aku lebih dulu melakukan tindakan


pencegahan untuk mencegah orang lain menguping. Apartemen ini sudah
sangat tua, jadi akan sangat buruk jika Urushihara-kun di kamar sebelah
mendengarnya, ya kan?"

".... Itu benar."

Chiho mengangguk dengan ekspresi kaku.

Meski dia tidak mengatakannya dengan jelas, alasan kenapa Chiho


bersikukuh ingin Urushihara tetap berada di kamar 201 setelah kembali ke
apartemen, adalah karena ia ingin Urushihara yang juga ada di apartemen
ini, bisa mendengar suara di kamar sebelah asalkan dia benar-benar mau,
yakni untuk menguping percakapan antara Amane dan dirinya.

Karena Urushihara cukup tanggap ketika menyangkut hal-hal tertentu,


Chiho merasa kalau dia mungkin tidak akan melewatkan kesempatan ini,
tapi sepertinya, hasil dari tindakan sembrono ini adalah, Chiho malah
membuat Urushihara mengalami saat-saat sulit karena 'pencegahan' yang
barusan Amane lakukan.
Meski dia bilang kalau dia akan menjunjung tinggi perjanjiannya dengan
Chiho, dari tatapan Amane, sangat jelas kalau dia sudah tahu rencana
Chiho.

".... Kalau begitu, tolong jelaskan sekali lagi."

Chiho juga tidak secara khusus membahas masalah tersebut.

Dia memang harus minta maaf pada Urushihara nanti, tapi jika Chiho
secara sukarela mundur ketika Amane tidak mengatakan apa-apa, maka
mungkin dia akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan informasi.

"Oh, kau bahkan ingin mencatatnya? Apa kau serius?"

Chiho mengambil pulpen tiga warna dan buku catatan yang biasanya dia
pakai saat bekerja dari dalam tumpukan barang bawaannya, dan menjawab
dengan ekspresi yang sangat serius.

"Jika itu adalah sesuatu yang kita alami untuk yang pertama kalinya, maka
catatlah lebih dulu. Mengingat berbagai hal itu juga termasuk bagian
dalam pekerjaan, sejak aku mulai bekerja dengan Maou-san.... aku jadi
punya kebiasaan untuk mencatat semuanya."

Ketika melangkahkan kaki ke dunia yang tak diketahui, hal pertama yang
harus dilakukan adalah mengingat semuanya dengan baik, dan mencoba
memahaminya.

Ini adalah pembelajaran yang Chiho terima dari orang yang berharga
baginya dulu sekali.
"Begitu ya."

Amane sekali lagi menatap mata Chiho yang terduduk di atas tatakan
tatami dan mengatakan,

"Lalu, apa yang ingin kau ketahui?"

Chiho menarik napas dalam.

Setelah menyusun semua yang sudah terjadi sejauh ini, apa yang dia telah
lihat dan apa yang dia dengar, sekaligus pengetahuan yang dia inginkan,
hanya ada satu pertanyaan yang harus dia tanyakan pada Amane.

"Pohon Kehidupan Bumi dan Sephirah, ada di mana mereka sekarang dan
bagaimana keadaannya?"

"Ugh....."

Kata-kata Chiho membuat Amane yang sejauh ini terlihat agak santai,
menunjukkan ekspresi kaget dan menahan napasnya.

"Chi-Chiho-chan?"

"Ya."

"Ma-maafkan aku, tapi tunggu dulu, ini benar-benar melampaui


ekspektasiku. Eh? Tunggu, bagaimana bisa kau berpikir sampai ke tahap
ini? Karena, hmm? Kupikir kau akan bertanya soal identitas asli bibi Mi-
chan dan aku, apa itu sihir iblis, ataupun kebenaran tentang pantai Choshi."

Dengan tenang Chiho menjawab Amane yang terlihat benar-benar kaget.


"Tentu saja aku juga terganggu dengan masalah itu.... Tapi kupikir, kalau
aku mulai dari masalah yang paling dasar, hal-hal itu pasti juga akan
disinggung selama prosesnya."

"Uh... Eh? Benarkah?"

"Ini mungkin terdengar sedikit kasar, tapi menurutku identitas asli Amane-
san itu adalah masalah yang tidak penting."

"Tapi.... uh, maaf, aku jadi sepanik ini. Aku akan menjawab pertanyaanmu
dengan benar, okay! Tapi kau ternyata bisa berteori sampai sejauh ini?
Apa kau sudah membicarakan hal ini dengan Maou-kun sebelumnya?"

"Tidak, aku tidak membicarakan hal ini dengan siapapun.... tapi meski
begitu, berteori sampai ke poin ini, aku juga tidak melakukannya sendiri."

Chiho sedikit menguatkan genggamannya pada buku dan pulpen di


tangannya.

"Selama waktu yang kuhabiskan bersama Maou-san dan Yusa-san, aku


melihat begitu banyak hal, dan sedikit demi sedikit, agar tidak melewatkan
apapun, aku berusaha mengingat semuanya dengan seluruh kekuatanku....
jadi ini bukanlah pertanyaan yang bisa kupikirkan sendiri. Ini semua
berkat Maou-san, Yusa-san, Ashiya-san, Urushihara-san, Suzuno-san,
Alas Ramus-chan dan Iron-kun. Tentu saja masih ada Amane-san, Camio-
san, para Iblis Malebranche, Sariel-san, Gabriel-san, dan......"

Chiho sedikit mengulurkan tangan kanannya.


"..... ingatan yang diperlihatkan padaku oleh orang yang mempercayakan
cincin ini padaku."

"Batu ungu itu, apa itu Sephirah ke sembilan?"

Amane menatap permata ungu yang tertanam dalam cincin Chiho, dan
memasang ekspresi tegas.

"Benda itu berubah jadi sangat menyedihkan. Orang yang mempercayakan


benda itu pada Chiho-chan, apa dia orang yang berasal dari tempat yang
disebut Ente Isla itu?"

"Meski dia tidak mengatakannya dengan jelas, tapi kurasa seharusnya


memang demikian. Meski begitu, aku tidak tahu apa dia manusia atau
bukan."

"Asalkan itu adalah makhluk yang bisa diajak berkomunikasi, tak usahlah
terlalu dipikirkan."

"Pokoknya, satu-satunya hal yang bisa mengungkapkan semua yang telah


kulihat dan waktu yang kuhabiskan bersama orang-orang itu, adalah
pertanyaan ini."

"Baiklah, aku mengerti. Meski ini sedikit keras kepala, sebelum aku
menjawab pertanyaanmu, boleh kupastikan sesuatu dulu?"

"Baik..... Wah!"

"Yeah, sepertinya memang tak ada sambungan di belakang sana."


Amane tidak menunggu jawaban dari Chiho, dia langsung menekankan
tangannya pada dahi Chiho. Meski tidak diketahui apa yang sedang dia
selidiki, Amane akhirnya mengangguk, dan menurunkan kewaspadaannya.

"A-apa ada sesuatu yang salah?"

"Yah. Aku awalnya cemas kalau orang yang memberikan cincin itu pada
Chiho-chan, diam-diam akan menyambungkan diri denganmu, tapi
sepertinya dia tidak melakukannya sampai sejauh itu. Karena kau bilang
kau pernah ditanami berbagai ingatan sebelumnya, jika dia menguping,
maka tak ada gunanya menyulitkan Urushihara-kun."

Bagaimanapun, sudah dipastikan kalau Urushihara sedang mengalami


saat-saat sulit.

Chiho sekali lagi bersumpah pada dirinya sendiri kalau setelah ini, dia
akan meminta maaf pada Urusihara karena membuatnya terlibat.

"Lalu, soal pertanyaan mengenai apa yang terjadi pada Pohon Kehidupan
dan para Sephirah...."

"Jadi memang beneran ada? Dan bukan hanya satu Sephirah?"

"Sulit untuk mengatakannya. Meski kau tidak mengonfirmasinya satu


persatu, aku tidak akan berbohong."

"Ma-maaf."

Chiho pun menyesali kecemasannya, dan setelah mengambil napas dalam,


dia menunjukkan sikap serius mendengarkan Amane berbicara.
Meski begitu, jika dia tidak paham, dia tetap akan bertanya sebanyak
apapun yang dibutuhkan sampai dia paham.

Ini juga merupakan pembelajaran dari Maou. Jika kau masih tidak
mengerti setelah bertanya dua kali, maka tanyalah tiga kali. Hal-hal yang
akan Amane ungkap setelah ini, memiliki nilai dan makna yang kuat untuk
membuat orang melakukan hal semacam itu.

"Pertama, para Sephirah Bumi, mereka sudah tidak lagi bersama dengan
Pohon Kehidupan. Mereka sudah tersebar ke berbagai lokasi sejak dulu
kala. Dan itu sudah sangat lama sehingga hal tersebut tercatat dalam buku
sejarah Chiho-chan."

"Kalau begitu, masalah ini bisa dianggap sebagai sesuatu yang terjadi
baru-baru ini kan?"

"Hm?"

"Uh, karena itu berada dalam jarak yang bisa dijangkau oleh buku sejarah,
artinya pemisahan Sephirah dari Pohon Kehidupan adalah sesuatu yang
terjadi dalam kronologi yang bisa kita pahami kan? Kupikir itu jauh lebih
awal, contohnya seperti milyaran tahun yang lalu saat kehidupan baru saja
dimulai di bumi."

".... Pemahaman mengenai ukuran waktu dari seorang gadis SMA zaman
sekarang memang sangat fleksibel. Jika seseorang mengalaminya sendiri,
mereka mungkin akan merasa kalau rentang waktu tersebut benar-benar
sangat lama.... ah lupakan. Pokoknya, langsung saja ke intinya, aku ini
tidak sama dengan Alas Ramus ataupun Acies Ara, eksistensi yang terlahir
langsung dari Sephirah. Lebih tepatnya, ini lebih seperti aku punya orang
tua seperti mereka, seorang anak berdarah campuran antara eksistensi
yang terlahir dari Sephirah dan manusia. Huuh, meski penjelasan ini juga
sedikit aneh."

"Tu-tunggu sebentar."

Hanya inti dari dunia ini saja sudah berisi banyak informasi yang
mengejutkan.

Pertama, jangka hidup Alas Ramus dan Acies Ara ternyata sangat amat
lama. Di masa yang akan datang, tidak hanya bisa menemukan pasangan
manusia, mereka juga bahkan bisa memiliki keturunan. Ditambah lagi,
dari tingkah Amane, keturunan dari anak Sephirah juga akan mewarisi
karakteristik mereka.

Chiho dengan cepat mencatatnya, dan Amane menunggu Chiho


menyelesaikan apa yang dia tulis dengan sabar.

"Sementara untuk orang tuaku mana yang terlahir dari Sephirah,


jawabannya adalah ayahku. Dia adalah anak yang terlahir dari 'Binah',
meski dia sekarang memakai nama Ooguro Tenji, nama aslinya adalah
Mamuried."

"Mamuried-san... apa ada makna khusus dalam nama tersebut?"

Menurut Suzuno, nama dari Alas Ramus dan Acies Ara itu memiliki arti
khusus di Ente Isla. Meski dia tidak yakin mengenai Iron, nama anak itu
mungkin juga memiliki makna khusus.

Jadi Chiho menyimpulkan bahwa eksistensi yang terlahir dari Sephirah


Bumi bisa jadi juga seperti itu.
"Soal itu, seharusnya adalah 'Petunjuk Ibu yang Penuh Kasih Sayang',
meski dia itu pria."

Amane tersenyum kecut dan melanjutkan penjelasannya.

"Kalau begitu, sekarang aku akan menjawab pertanyaan pertama Chiho-


chan, yang mana itu adalah lokasi Pohon Kehidupan Bumi dulu."

"Ba-baik!"

Chiho menunggu dengan napas tertahan.

Terkait informasi mengenai Pohon Kehidupan dan Sephirah, itu adalah


inti dari serangkaian insiden yang terjadi pada Chiho, Maou, dan Emi.

Dari apa yang dikatakan Amane dan orang yang menanamkan ingatan
pada Chiho, tak diragukan kalau di bumi juga ada Pohon Kehidupan.

Lalu untuk memahami Pohon Kehidupan Ente Isla, apa yang saat ini
dibutuhkan adalah informasi mengenai Pohon Kehidupan Bumi.

Saat ini, informasi itu tepat berada di depannya. Chiho merasa begitu
bersemangat karena dia mulai bisa melihat kebenaran tersebut, jadi dia
tidak sadar kalau penjelasan Amane sedikit aneh.

"Pohon Kehidupan itu berada di tempat yang meski bisa dilihat, sayangnya,
Chiho-chan yang sekarang, tidak akan bisa menggapainya."

"Bisa dilihat?"
"Dan hampir setiap hari juga. Ah, tapi itu tidak bisa dilihat saat turun
hujan."

Usai mengucapkan hal tersebut, Amane perlahan mengangkat tangannya


dan menunjuk keluar jendela.

Chiho memandang arah yang Amane tunjuk, dan kemudian menarik


napasnya.

Bulan dengan elegan melayang di langit malam.

"Di.... bulan?"

Pohon Kehidupan Bumi ternyata terletak di satelit bumi, bulan.

Saat Chiho mencerna informasi tersebut, semua yang telah terjadi sejauh
ini menyerbu pikirannya bak sebuah badai.

Dan kemudian, ketika badai tersebut menyebabkan persimpangan dan


berbagai informasi rumit berjatuhan, Chiho merasa merinding.

"Kekuatan Sariel-san... semakin dekat dia dengan bulan, semakin kuat dia
jadinya... Harta milik Surga, lalu Surga Ente Isla, dan Dunia Iblis....."

"Ada apa? Kenapa kau sangat terkejut?"

"Ah, a-aku tak apa, erhm, meskipun aku sedikit terkejut, tolong lanjutkan."

Chiho memfokuskan kembali perhatiannya yang buyar dan melambaikan


pulpennya dengan tangan gemetar, mendesak Amane untuk melanjutkan
penjelasannya.
"Hmm? Lalu, dari bagaimana aku memanggilnya 'Bibi', maka bisa
disimpulkan bahwa bibi Mi-chan itu adalah adik ayahku. Pemilik
apartemen ini, Shiba Miki, dia juga merupakan eksistensi yang lahir dari
Sephirah. Tapi situasi bibi Mi-chan itu sedikit berbeda dengan Sephirah
lain, pekerjaannya......"

Chiho mengangguk dan terus mencatat.

Meski Chiho tidak tahu apakah hal ini berhubungan dengan masa depan
yang dia harapkan, layaknya peti harta karun yang sedang menghujaninya
dengan permata, Chiho berhasil mendapatkan informasi yang bisa dia
pikirkan.

Ketika Chiho menggerakkan pulpennya dan menunjukkan senyum di saat


yang sama karena rasa antusias yang aneh, di momen berikutnya....

"Aiyeee!!"

Amane berhenti bicara karena tiba-tiba mendengar teriakan seseorang,


Chiho juga melihat sekelilingnya dengan kaget.

Tadi itu adalah teriakan Urushihara. Dan itu adalah teriakan yang sangat
keras.

"E.... Eh? Kenapa?"

Dan orang yang berbicara dengan suara yang lebih tegang dibandingkan
teriakan Urushihara, tak lain adalah Amane.
"Kenapa kita bisa mendengar suaranya? Meski aku sudah memasang
pelindung...."

Dibandingkan apa yang terjadi pada Urushihara, Amane malah lebih


terkejut dengan fakta bahwa ia bisa mendengar suara Urushihara, Chiho
memiliki beberapa opini mengenai hal ini, dan bisa dipastikan kalau
sesuatu yang gawat telah terjadi.

Chiho merasa tak mungkin ada malaikat atau iblis yang akan menyerang
di saat seperti ini, dan bahkan jika ada pun, seharusnya Amane bisa
membereskannya, tapi meski begitu, Chiho tetap bangkit dan mengamati
sekelilingnya, bersiaga menghadapi insiden mendadak.

Dan kemudian.....

""....... Ugh!""

Seseorang mengetuk pintu beranda dengan lembut.

Namun, karena alasan yang tak diketahui, bagi telinga Chiho, suara
ketukan lemah itu terdengar begitu elegan dan halus, seolah mereka
menggunakan pengetuk pintu yang biasanya ada di mansion para
bangsawan.

---End---
Chapter 1 : Raja Iblis, Kehilangan Pijakannya.

Berbagai makanan mewah yang tidak biasanya ada di medan perang, sama
sekali tidak bisa mengundang selera makan Emi.

Tanpa memikirkan perasaannya, dia tidak mungkin bisa terus maju jika
dia tidak makan. Tapi, meski sudah mengetahui hal tersebut, dia tetap
tidak ingin makan.

Ini aneh, sebelum ditahan oleh Olba dan menjadi komandan Fangan Milita,
Emi tidak tahu kalau Ente Isla memiliki makanan istimewa nan lezat
seperti ini.

Ini bukan hanya sekedar karena dia tidak pernah memakan mereka.

Melainkan karena ia tidak tahu kalau makanan seperti itu ada.

Emi lahir di sebuah desa pertanian di Benua Barat, dan meski ia memiliki
rumah yang hangat, kondisi ekonomi mereka tidaklah terlalu berada,
bahkan, sebelum dunia diserang oleh Pasukan Raja Iblis, pada dasarnya
Emi tidak pernah pergi meninggalkan desa.

Meski Emerada dan Olba memiliki kedudukan sosial yang tinggi, saat Emi
mengelilingi dunia sebagai sang Pahlawan, mereka malah lebih sering
menabung uang milik mereka, jadi jika mereka tidak menerima kebaikan
dari keluarga raja, bahkan memakan satu jamuan makan seperti rakyat
biasa perbulan pun tidak bisa dijamin.

Memikirkan keragaman makanan dalam kehidupannya, dibandingkan 16


tahun tinggal di Ente Isla, waktu yang dia habiskan selama satu tahun lebih
di Jepang itu terasa jauh lebih beranekaragam dan berlimpah.
Saat ini, tiga hidangan yang dihidangkan kepada Emi dan Alas Ramus
mungkin semuanya dimasak oleh chef kelas atas menggunakan bahan
berkualitas tinggi. Keindahan makanan-makanan ini, jika dibandingkan
dengan makanan yang Emi makan saat berpetualang dulu ataupun
makanan normal di Jepang, itu hanya akan terasa menggelikan.

Meski begitu....

"Mama, ini beda dengan sup jagung yang Suzu nee-chan masak."

Alas Ramus baru meminum sesuap supnya, sebelum mengernyit dan


menunjukkan ketidaksukaannya

"Benarkah? Lalu bagaimana dengan nasi goreng yang ada di sana?"

Emi menyendok hidangan gandum goreng yang mirip seperti nasi goreng
ke dalam sebuah kotak kecil dan membujuk Alas Ramus untuk
memakannya. Meskipun itu sangat berbeda dengan nasi goreng yang ada
di Jepang, tapi tak ada cara lain untuk mendeskripsikannya.

Namun, baru saja Alas Ramus memakan sesuap, dia langsung merespon
secara terang-terangan,

"Ini berbeda dengan buatan Alsiel."

"Aku tahu, tapi sekarang, hanya ada ini yang bisa dimakan. Bisakah kau
menahannya dulu?"
Sepertinya, bagi Alas Ramus, bahkan makanan Afashan yang begitu
mewah pun, sama sekali tidak bisa menandingi makanan rumahan yang
dibuat di dapur sederhana di apartemen Jepang.
"Bagaimana kalau ayam goreng ini? Kau suka ayam goreng kan? Biar
kubantu kau memotongnya kecil-kecil...."

Emi mencoba memotong ayam goreng tersebut menjadi potongan kecil-


kecil, tapi Alas Ramus langsung menolaknya bahkan tanpa mencicipinya
lebih dulu.

"Chi nee-chan bisa membuat yang lebih enak!"

Sebagai seorang mama, menghadapi reaksi semacam ini dari Alas Ramus,
harusnya Emi langsung menegurnya, menasehatinya agar tidak pilih-pilih
makanan.

Tapi Emi tidak memiliki energi untuk melakukan hal demikian.

Karena tanpa Alas Ramus menegaskannya pun, Emi juga sepenuhnya


setuju.

Tak peduli seberapa berkelasnya bahan dan chef tersebut, kalau meja
makannya dingin dan suram, mood untuk mencicipi suatu makanan juga
pasti akan berkurang.

"Tapi kalau kau tidak makan, kau pasti akan lapar saat malam. Makanan-
makanan ini seharusnya tidak buruk, kan? Makanlah sedikit lagi."

"Uuuu...."

Kata-kata Emi membuat Alas Ramus menatap makanan yang ada di


hadapannya dengan wajah pahit.
Dalam hal ini, Alas Ramus itu persis seperti anak-anak normal lainnya,
kalau mereka menemui sesuatu yang tidak mereka sukai, mereka
terkadang akan jadi sangat keras kepala.

Tapi masalah kali ini kebetulan adalah makanan, tak peduli betapa
bencinya gadis itu dengan keadaan ini, dia tidak boleh tidak makan sama
sekali.

Jadi Emi dengan gegabah menjanjikan sesuatu,

"Hey, Alas Ramus, ketika kita pulang nanti, kita minta Bell dan Alsiel
memasak, ya? Jadi sekarang....."

"Kapan kita bisa pulang?"

Kata yang tak sengaja dia ucapkan, berubah menjadi sebuah serangan dan
balik menghantam Emi,

"......"

Dia tidak bisa pulang.

Dia bahkan tidak bisa memenuhi hal itu di dalam mimpinya.

Emi menatap berbagai makanan yang ada di depannya dengan mata


berkaca-kaca.

"Makanan yang bisa dimakan tanpa melakukan apa-apa.... rasanya


memang tidak enak."
Emi memanggil batas kekuatan mentalnya untuk menghentikan air
matanya yang ingin tumpah, dia memalingkan wajahnya menghindari
tatapan Alas Ramus, dan....

"Tapi.... kita tetap harus makan."

Dia membujuk Alas Ramus, dan terus memakan makanan yang tidak bisa
dia nikmati sama sekali.

XxxxX

Sebagai bukti bahwa ayahnya masih hidup.... ladang gandum di kampung


halaman Emi sampai sekarang ternyata masih bertahan. Kemudian, Emi
dipaksa untuk berpartisipasi dalam sebuah pertempuran melawan
kehendaknya.

Emi ditangkap oleh Olba dan Raguel untuk menjadi kekuatan tempur.
Mereka memaksa Emi untuk menjadi komandan Milita yang akan
membebaskan Afashan dari tangan para iblis, dan mengangkatnya sebagai
simbol harapan untuk membasmi Malebranche yang mendiami Ibukota
kerajaan, Azure Sky Canopy.

Tapi dari apa yang Emi ketahui, orang yang sebenarnya membawa
Malebranche ke Afashan adalah Olba sendiri, jadi Emi sama sekali tidak
paham tujuan sebenarnya dari Olba dan yang lainnya.

Di sisi lain, Ashiya yang dibawa ke Ente Isla oleh Gabriel, juga dipaksa
untuk mengendalikan Azure Sky Canopy sekali lagi sebagai Jenderal Iblis
Alsiel.
Jika Ashiya tidak menurutinya, tidak hanya dia sendiri, bahkan
Malebranche yang datang ke Afashan karena rencana Surga dan Maou
yang ada di Jepang pun, akan berada dalam bahaya.

Ketika situasi berkembang ke titik di mana Milita yang dipimpin oleh Emi,
dan pasukan Malebranche Azure Sky Canopy yang dipimpin oleh Ashiya
terlibat dalam konflik sengit di Afashan, Maou dan Suzuno, bersama
dengan eksistensi yang sama dengan Alas Ramus, yaitu Acies Ara, tiba di
Ente Isla untuk menyelamatkan Emi, Ashiya, dan Alas Ramus.

Agar tidak ditemukan oleh musuh mereka yang sebenarnya, yakni para
malaikat... Maou, Suzuno, dan Acies memilih mendarat di tempat yang
cukup jauh dari medan pertempuran utama, mereka kemudian melintasi
Benua Timur menggunakan moped sambil mengumpulkan informasi,
bergegas menuju Azure Sky Canopy.

Selama perjalanan, Suzuno menyadari kalau situasi sekarang ini itu sedikit
aneh, meski Benua Timur dikuasai oleh para Iblis, atmosfer seluruh
penduduk di sana tidaklah sesuram saat Pasukan Raja Iblis menyerang
dulu. Ditambah lagi, dia juga menginterogasi Maou mengenai informasi
tentang sifat para iblis, dan dari sana, dia mendapatkan sebagian kebenaran
tentang Dunia Iblis.

Kebetulan, Maou dan Suzuno bertemu dengan rekan lama Emi, yaitu
Alberto, dan dari informasi yang dia berikan, mereka tahu kalau lokasi
Emi saat ini adalah bersama Milita yang merangsek maju menuju ibukota,
kemudian untuk mengakhiri semuanya, mereka bertiga mulai
mendiskusikan solusi.
Meski dia adalah seorang Raja Iblis, Maou kini bisa menggunakan pedang
suci setelah bergabung dengan Acies, dan kekuatan itu seharusnya adalah
kunci terakhir dalam masalah ini.

Tapi karena alasan yang tak diketahui, Maou dan Acies malah tidak bisa
memanggil pedang suci, lupakan kekuatan non-sihir iblis dan non-sihir
suci yang terlihat saat dia menyelamatkan Chiho dan sekolahnya, pada
akhirnya, Maou bahkan memuntahkan apa yang seharusnya tidak
dimuntahkan.

Sihir suci Emi dan pedang suci Alas Ramus. Sihir iblis Maou dan pedang
suci Acies Ara.

Kekuatan yang awalnya begitu dahsyat ini sekarang telah tersegel, harapan
mereka untuk mengakhiri ini dengan cepat juga telah hancur, hal itu
membuat Maou yang hanya mengajukan cuti selama satu minggu,
khawatir apakah lubang besar benar-benar akan menganga di jadwal kerja
MgRonald.

XxxxX

Pusat Benua Timur Ente Isla, dikenal sebagai area Ibukota Kerajaan,
Azure Sky Canopy. Di sebuah penginapan di desa yang dikenal dengan
nama satellite city, Maou, di dalam kamar yang redup, menggertakkan
giginya frustasi dan menatap tajam ke arah dua orang yang sedang
memandanginya.

"..... Minta maaflah!"


"Kenapa kau mengatakan itu tanpa sebab ataupun alasan sama sekali?"

"Tidak penting. Kalian berdua hanya perlu minta maaf padaku."

"Apa sih yang kau katakan?"

"Kalian berdua telah melakukan sesuatu yang artinya jelas-jelas


meremehkanku, kau pikir aku akan membiarkannya begitu saja?"

"Bilang meremehkan itu terlalu kasar. Ini kami susun karena kami
khawatir padamu."

Kamazuki Suzuno yang tidak mengenakan kimononya yang biasa,


melainkan memakai jubah Gerejanya, berbicara dengan jengkel.

"Bell benar, Raja Iblis."

Pria berotot dengan tubuh besar yang akan membuat mereka terlihat
seperti pasangan orang dewasa dan anak kecil ketika disandingkan dengan
tubuh kecil Suzuno.... Pendeta Seni Sihir, Alberto Ende, mengangguk
setuju.

"Apa maksudmu mengkhawatirkanku? Ini pertama kalinya aku


mengalami penghinaan semacam ini."

"Biarpun kau bilang begitu....."

Alberto menggaruk wajahnya dengan ekspresi kesusahan.

"Raja Iblis, selama dua hari ini, selain makan dan tidur, pada dasarnya kau
tidak melakukan apa-apa, kan?"
"Alberto, kau membuatnya terdengar seolah aku tak ada bedanya dengan
Urushihara.... Kata-kata itu tak bisa dikatakan dengan ceroboh."

"Urushihara?"

Alberto menoleh ke arah Suzuno untuk mencari bantuan, tapi Suzuno


hanya mengangkat bahu dan menggelengkan kepalanya.

"Mau bagaimana lagi. Besok, kita akan sampai di wilayah utama Ibukota
Kerajaan, Menara Kastil Azure Sky Canopy. Kita akan masuk ke dalam
markas utama musuh. Tapi......."

Setelah mengucapkan hal tersebut dengan pahit, Suzuno mengalihkan


pandangannya dari Maou.

Acies yang masih memiliki remah-remah ikan asam manis yang ia makan
siang tadi di sekitar mulutnya, tertidur pulas di sebuah ranjang sederhana
namun bersih.

"Raja Iblis, kau yang sekarang tidak bisa berkontribusi kekuatan tempur
apapun, tapi jika sesuatu terjadi padamu, kau akan membuat Chiho-dono
dan Alas Ramus sedih. Karena itulah, kami memintamu untuk tetap berada
di penginapan ini."

"...... Sial."

Secara verbal dihantam tepat pada sasarannya, Maou menggertakkan


giginya dan memukul dinding dengan kuat.

"Ugh!"
Karena rasa sakit dari tinjunya, Maou mengeluarkan suara kesakitan samar.

"Hey, Raja Iblis, kami bilang begini demi kebaikanmu sendiri, tetaplah di
sini dan tunggu! Jika kau berkekuatan penuh, pukulan tadi pasti sudah
menghancurkan beberapa jalanan. Tapi saat ini kau bahkan tidak bisa
melubangi dindingnya. Kalau seperti ini, begitu kita menghadapi
pertempuran, jangankan Olba, kau bahkan tidak akan bisa menang
melawan Kesatria Jokokin."

"Uggghhhhh."

Meski tidak setingkat Emi, pria bernama Alberto ini juga termasuk salah
satu musuh Maou.

Tapi Maou saat ini dinasehati oleh orang itu dengan tatapan kasihan,
sebagai Raja Iblis, hanya kata penghinaan yang cocok untuk
mendeskripsikan kejadian ini.

"Hey, Acies!"

"Ygah?"

Dikeluarkan dari rencana pertempuran, adalah sebuah penghinaan yang


tidak boleh terjadi pada Raja Iblis, Maou yang tidak tahan menghadapi hal
ini, menarik Acies yang tertidur setelah memakan makanannya,
memegang tali bahu pada bajunya dan mengguncang-guncang tubuhnya.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa sihir iblisku tidak kembali? Dan
apa yang terjadi pada kekuatan yang kau gunakan di sekolah Chi-chan?
Ini saatnya kau menjawab semuanya."
"........"

Acies yang tiba-tiba terbangun, membiarkan dirinya diguncang-guncang


oleh Maou dengan tatapan malas, kemudian di saat yang sama ketika
Maou berhenti berteriak, Acies menggumam,

"...... Udang."

"Udang? Ada apa dengan udang?"

"Kalau aku bisa makan udang panggang dengan garam, aku mungkin akan
tahu."

"......."

Maou menatap Acies yang bermata ngantuk dengan kesal dan perlahan
mengangkat tinjunya, melihat hal tersebut, Suzuno langsung memegangi
tangan Maou dengan seluruh tenaganya.

"Tu-tunggu Raja Iblis! Jangan! Aku mengerti apa yang kau rasakan, tapi
kau tidak boleh melakukan itu!"

"Lepaskan aku Suzuno! Ini adalah zamannya kesetaraan gender."

"Meski dengan kesetaraan gender pun, ini bukan sesuatu yang bisa kau
lakukan dengan harga dirimu sebagai taruhannya."

"Karena ada pemikiran seperti itulah, makanya saat ini tidak ada gerbong
kereta khusus pria."

"Meski kau bepergian dengan sepeda!!??"


Keduanya saling berselisih selama beberapa saat, tapi kekuatan Maou kini
bukanlah tandingan bagi Suzuno.

Ketika Maou menyerah dan mengendurkan tangannya yang


menggenggam Acies....

"Tsk, aku gagal.... Pwah!"

Tak ada kata penutup yang lebih menyebalkan daripada kata-kata itu,
setelah menjatuhkan bom tersebut, Acies kembali ke alam mimpi.

Karena Maou, yang api amarahnya kembali membara, berniat memukul


Acies yang sedang tertidur, kali ini giliran Alberto yang menghentikannya.

"Sakiiit!! Aku mengerti! Aku paham!!"

Meski Suzuno saja sudah cukup kuat, dari perawakan Alberto, bisa dilihat
kalau dia adalah pria yang memiliki kekuatan besar.

Dengan kedua tangannya dipegangi oleh dua prajurit hebat, sang Raja Iblis
yang memiliki ambisi menguasai dunia, menjadi tidak bisa menahan air
matanya dan menekan niat membunuh yang dia miliki terhadap Acies.

"Serius ini, tidak bisakah kalian sedikit menahan diri.... Ah! Sakit...."

Maou meregangkan bahunya yang hampir bengkok ke arah yang tak


diinginkan, dia menatap mereka berdua dengan gelora yang jauh lebih
kecil dibandingkan sebelumnya, tapi Maou tahu betul maksud dari tatapan
keduanya.

"Sialan! Apa yang sebenarnya terjadi?"


Maou mengernyit saat melihat tangannya, ia mengepalkan dan membuka
tangannya berulang-ulang.

Sihir iblisnya tidak kembali.

Fakta ini adalah sebuah syok bagi Maou, dan juga merupakan masalah tak
terduga bagi Suzuno.

Jika mereka ingin membawa Emi dan Ashiya kembali ke Jepang, mereka
harus bertarung melawan para Malaikat Agung apapun yang terjadi.

Setidaknya sampai saat ini, mereka sudah memastikan keterlibatan


Gabriel dan Kamael, mereka juga pernah bertarung melawan keduanya.

Meski Suzuno cukup percaya diri dengan kemampuannya, dia tetaplah


jauh lebih lemah dibandingkan Emi bahkan sebelum Emi bergabung
dengan Alas Ramus.

Kalaupun dia bertarung satu lawan satu dengan Alberto, dia mungkin tidak
akan bisa menang.

Namun, bahkan Alberto juga tidak bisa menandingi kecakapan Emi


sebelum ia bergabung dengan Alas Ramus.

Tanpa kekuatan Maou, Suzuno tidak berpikir kalau mereka akan bisa
melawan dua Malaikat Agung.

Tapi berbicara tentang apakah mereka bisa kabur dari Ente Isla setelah
berhasil menghubungi Emi dan membiarkan Emi memukul mundur para
musuh dengan kekuatan yang melebihi seorang Malaikat Agung, itu juga
tidak sesederhana kedengarannya.
Jika hal ini bisa menyelesaikan semuanya, Emi pasti sudah
menyelesaikannya sendiri.

Masalah kali ini, tidak akan bisa diselesaikan semata hanya dengan
membawa Emi dan Ashiya kembali ke Jepang, selain mengembalikan
situasi tempat mereka berdua terlibat kembali ke kondisi awal, mereka
juga harus memikirkan cara mencegah berbagai faksi mengirim orang-
orangnya untuk mengejar mereka ke Jepang.

Ini bukan hanya sekedar menyingkirkan musuh yang merugikan teman


mereka, melainkan mereka juga harus melakukan manajemen pasca
perang, sehingga berbagai faksi tidak akan lagi memanfaatkan Emi atau
Ashiya dalam masalah politik dan militer.

Dalam operasi penyelamatan ideal yang Suzuno rencanakan, selain


pertempuran, manajemen pasca perang juga bergantung besar pada Maou
yang menggunakan pedang suci Acies.

Namun, lupakan soal pedang suci, karena Maou bahkan sudah merasa
tidak enak hanya dengan memunculkan pisau buah seperti yang ada di
toko 100 yen, Suzuno hanya bisa percaya pada hal terbaik berikutnya dan
bekerja sama dengan Alberto, si kekuatan tempur yang tak terduga, untuk
membereskan situasi ini.

"Raja Iblis, jangan terlalu khawatir. Ini bukan kesalahanmu. Khawatir


tidak akan menyelesaikan apa-apa."

"Tapi... Kalau begini, untuk apa aku repot-repot mengambil cuti hanya
untuk datang ke sini? Kalau seperti ini, bukankah aku hanya datang untuk
melihat-lihat, makan, dan tidur?"
Sepertinya di kepala Maou, dia menempatkan kekacauan besar yang
melanda kelima benua Ente Isla dan seluruh Benua Timur, di level yang
sama dengan pengurangan jadwal kerjanya. Tapi Suzuno menggelengkan
kepalanya pelan dan mengatakan,

"Tak ada yang mengharapkan hal seperti itu terjadi. Dan jika kau tidak
berakhir ke keadaanmu saat ini, aku, Chiho-dono, dan Lucifer tidak
mungkin akan selamat dengan nyawa kami di hari itu. Dari sudut ini,
situasi sekarang tidaklah percuma. Jadi hentikan kekesalanmu ini. Karena
kau adalah seorang Raja, jangan batasi pandanganmu hanya pada hal yang
ada di hadapanmu, tapi lihatlah gambaran besarnya."

"Tapi...."

"Aku tidak ingin kau mengesampingkan fakta bahwa kau tidak bisa
menggunakan kekuatan apapun, dan kemudian menyakiti dirimu sendiri
di medan tempur. Tunggulah kepulangan kami di sini, kami pasti akan
membawa kembali Emilia, Alas Ramus, ayah Emilia, dan Alsiel dengan
selamat."

"...... Suzuno."

Suzuno berlutut di depan Maou, yang mana sedang duduk di ranjang, ia


menatap mata Maou, memegang tangannya seolah sedang memberi
nasihat, dan berbicara dengan penuh tekad,

"Meski Emilia dan aku selalu bilang kalau kami adalah musuhmu, pada
akhirnya kami selalu bergantung pada kekuatanmu untuk mengatasi
kesulitan apapun. Kali ini, biarkan aku menebus diriku. Dan di saat yang
sama, anggap ini sebagai permintaanku sebagai Jenderal Pasukan Raja
Iblis yang baru."
"Yang benar saja, kau hanya menggunakan gelar itu saat menguntungkan
buatmu."

"Karena kurang lebih aku tahu kalau kau tidak handal dalam menangani
metode ini."

Suzuno, menaikkan sudut bibirnya dengan ceria, berdiri dan membuat


keliman jubahnya melambai.

"Dan semestinya, bos itu tetap berada di tempat yang aman, dan dengan
angkuh menyaksikan pertunjukan para bawahannya."

"Aku benci itu."

"Terkadang menghadapi apa yang kau benci, itulah yang namanya hidup."

"Aku tidak tahu apa yang terjadi di Jepang.... tapi biar kukatakan hal ini
dulu, aku tidak berniat bergabung dengan Pasukan Raja Iblis."

Mungkin karena obrolan empatik yang aneh antara Maou dan Suzuno
membuat Alberto merasa tidak nyaman, dia dengan cepat mengklarifikasi
hal tersebut.

Alberto memang mau menerima Emi tinggal di Jepang, tapi bekerja sama
dengan Raja Iblis Satan tetaplah pengecualian dari banyak pengecualian.

"Aku tahu. Kami hanya kebetulan ingin membebaskan Emi dari hal-hal
yang merepotkan. Tapi di situasi sekarang, memiliki banyak rekan dengan
tujuan yang sama itu pasti akan lebih baik, kan?"

"Rekan.... ya. Ketika kau mengatakannya, perasaanku jadi campur aduk."


Kata Alberto sambil mengangkat bahu, tapi dari ekspresinya, dia tidak
terlihat membencinya.

"Ngomong-ngomong, aku punya sesuatu yang ingin kutanyakan padamu


sejak dulu."

"Huuh?"

"Kenapa kau mengizinkan Emi untuk tidak mengalahkanku, dan


membiarkan dia tetap berada di Jepang? Meskipun kau ingin menghormati
keinginan Emi, harusnya ada batasnya kan? Setelah Olba dan Lucifer
membuat kekacauan di Jepang, selama beberapa waktu, dibandingkan Emi,
aku lebih takut kalau kau dan Emerada akan datang membunuhku tanpa
sepengetahuan Emi."

"Hm, ini tidak seperti kami tidak pernah membicarakan hal itu
sebelumnya."

"Jadi kau benar-benar memikirkan hal seperti itu ya."

Maou mengernyit karena Alberto mengakui rencana pembunuhan tersebut,


adapun Alberto sendiri, dia menatap Maou dengan ekspresi geli.

"Meski aku tidak tahu bagaimana Em menilai masalah ini, tapi aku juga
punya alasanku sendiri untuk menyerah memerangimu tanpa memberitahu
Emilia. Tentu aku ingin menghargai keinginan Emilia, tapi selain itu...."

Alberto berjalan ke arah Maou dan menepuk pundaknya dengan cukup


kuat.

"Ow! Apa yang kau lakukan?"


"Kau harus berterima kasih pada nona muda Sasaki dan si Adramelech
itu."

"Chi-chan dan..... Adramelech?"

Maou merasa bingung karena nama Chiho dan nama Jenderalnya yang
sudah lama mati, yaitu Adramelech tiba-tiba disebut, tapi Alberto tidak
melanjutkan penjelasannya, menggelengkan kepalanya, dan mengatakan,

"Karena kami sudah memutuskan untuk pergi, maka sekarang lah saatnya
berangkat. Kita memang berada di depan mereka, tapi Fangan Milita
sudah mencapai wilayah yang berjarak satu sampai dua hari jauhnya dari
pusat ibukota. Jika Emilia benar-benar berada di dalam Milita, maka kita
harus menerobos masuk Menara Kastil Azure Sky Canopy sebelum Milita
yang menuju ibukota membuat kekacauan. Dari jaraknya saja, waktu
sudah semakin mepet. Raja Iblis, tetaplah berada di sini bersama nona
pedang suci itu."

Usai mengucapkan hal tersebut, Alberto melirik ke arah Maou yang


terkejut dan meninggalkan kamar penginapan.

Meski semuanya disebut sebagai Ibukota Kerajaan Azure Sky Canopy,


rentang cakupannya masihlah sangat luas.

Tujuan Suzuno dan Alberto... Area Pusat di mana Menara Kastil Azure
Sky Canopy berada, berisi para Pasukan Kesatria Hakin tingkat atas yaitu
Seisokin, Josokin, Seisuikin, Josuikin. Ada pula pejabat berpangkat tinggi,
anggota keluarga raja, para bangsawan, dan kedutaan besar dari pemimpin
klan yang bersumpah setia pada Unifying Azure Emperor. Dengan kata
lain, tempat ini adalah wilayah bangsawan kelas atas, dan karena wilayah
ini menjadi tempat tinggal para pejabat dan para bangsawan benua,
wilayah ini pun memiliki tanah yang luas.

Sekalipun para Kesatria itu berangkat dari Menara Kastil dengan


kecepatan normal, mereka juga butuh lebih dari satu hari untuk
meninggalkan Area Pusat dengan berjalan kaki.

Lalu area yang membentang dari dan mengelilingi Area Pusat dikenal
dengan nama Area Komersial, ini adalah tempat di mana para pebisnis,
orang kaya, dan Pasukan Kesatria Hakin yang lebih rendah yaitu, Seitokin,
Jotokin, Seikokin, dan Jokokin tinggal, dan biasanya butuh satu hari baris-
berbaris untuk melewati area ini.

Sedangkan untuk Area Pusat dan Area Komersial, karena alasan


segmentasi dan pertahanan, dinding kota pun dibangun di segala arah, dan
satu bagian dindingnya, dengan wujud Dinding Besar, bahkan
membentang sampai area luar daerah perbatasan kota, tempat itu dikenal
dengan Area Industri Pertanian.

Dinding Besar yang membentang ke arah timur laut, barat laut, barat daya,
dan tenggara ini, sudah menjadi bangunan yang terkenal megah bahkan
sebelum Unifying Azure Emperor mulai menguasai kerajaan ini.

Sisi dari Dinding Besar yang membentang ke sisi barat benua memang
sudah menunjukkan tanda-tanda usang dan rusak karena keamanan yang
lebih baik, sedangkan Dinding Besar yang membentang ke sisi timur,
karena Unifying Azure Emperor khawatir jikalau para pemberontak dari
ras asing menimbulkan keresahan sipil di Afashan, setiap beberapa tahun,
dia selalu mengumpulkan orang dari seluruh benua menggunakan alasan
proyek pembangunan besar untuk merawat sisi dinding tersebut. Dan
sekarang dinding itu menjadi dinding kota yang kokoh.
Area Pertanian yang berada di pinggiran ibukota, adalah area yang lebih
luas jika dibandingkan dengan Area Pusat dan Area Komersial. Produk-
produk pertanian dan industri yang dihasilkan di sana, tidak hanya dikirim
ke ibukota, tapi juga didistribusikan ke berbagai wilayah di benua.

Penginapan tempat Suzuno dan Alberto menempatkan Maou, berada di


sebuah desa di luar Area Pertanian. Jalan utama yang menyebar dari
Ibukota Kerajaan ke seluruh Benua Timur dikenal dengan nama 'Jalur
Kerajaan', penginapan itu berlokasi di area dekat Jalur Kerajaan tersebut,
sebuah tempat seperti penginapan pinggir jalan.

Sebelum benar-benar diputuskan kalau ia akan ditinggalkan, Maou


memandangi peta kawasan sekitar Ibukota Kerajaan.

"Kalau dipikir-pikir, kereta dan mobil itu benar-benar luar biasa ya... dari
sini sampai Area Pusat Ibukota itu kira-kira sama dengan jarak Keio-
hachioji ke Shinjuku, benar? Jangankan setengah hari, tempat itu bahkan
bisa dicapai kurang dari dua jam. Tapi tentunya orang-orang tidak akan
mau berjalan dari pusat kota ke Hachioji."

Alberto sangat terkejut setelah mendengar kata-kata Maou.

Semenjak mereka bertemu dengan Alberto di perbatasan desa Honfa,


perjalanan Maou, Suzuno, dan Acies sangatlah lancar sejauh ini.

Berkat kereta pedagang yang Alberto siapkan, Maou dan yang lainnya bisa
bergerak dari desa Honfa ke perbatasan Azure Sky Canopy tanpa dicurigai
ataupun harus menggunakan moped yang sebelumnya mereka
khawatirkan.
Bagaimanapun, Alberto itu berbeda dengan Maou dan Suzuno,
tindakannya sama sekali tidak terbatasi.

Suzuno pernah dengar dari Emi kalau Alberto ikut membantu salah satu
orang penting di Saint Aire, yaitu Emerada dalam mengumpulkan
informasi.

Namun, Alberto hanya membantu Emerada untuk alasan pribadi, dia tidak
bersumpah setia pada Saint Aire ataupun memiliki kependudukan di
kerajaan tersebut.

Dia yang tidak memiliki ikatan negara ataupun politik, dan dianggap
sebagai petarung kelas atas di Ente Isla dalam hal kekuatan, memiliki
kebiasaan mengembara dan memiliki keberuntungan yang cukup bagus.

Bahkan dia sendiri.....

'Aku ini orang yang paling tak dikenal di antara para anggota yang
memerangi Raja Iblis, jadi aku tidak perlu susah payah ketika
mengumpulkan informasi.'

... bilang begitu.

'Pahlawan' Emilia Justina tidak perlu ditanyakan lagi, dan di antara


Emerada Etuva si 'Penyihir Kekaisaran Suci Saint Aire' dari kerajaan
terkuat di Benua Barat, serta Olba Meyers si 'salah satu Enam Uskup
Agung dari Gereja Suci' yang merupakan agama terbesar di dunia, bagi
Alberto, julukan yang menyebar di antara orang-orang hanyalah julukan
yang sulit dipahami, seperti 'Penebang Kayu dari Benua Utara' dan
'Pendeta Seni Sihir'.
Alberto, selama perjalanannya atau setelah mengalahkan Pasukan Raja
Iblis, dia tidak pernah sekalipun membual tentang latar belakangnya, dan
karena dia tidak kembali ke Benua Utara setelah itu, dibandingkan ketiga
orang lainnya, masa lalu dan latar belakangnya juga tidak diketahui secara
luas oleh penduduk Ente Isla.

Berkat hal itu, tidak akan ada praanggapan yang tidak perlu saat ia
mengumpulkan informasi, dan karena kepribadiannya, dia juga bisa
mengumpulkan informasi yang akurat dalam perjalanannya ke sini.

"Alberto-dono, apa maksud dari kalimat yang kau katakan barusan?"

Suzuno mengatur perlengkapan untuk kuda di kandang agar sesuai dengan


tubuhnya, dan bertanya pada Alberto di saat yang sama.

Dua kuda militer yang ada di dalam kandang juga disiapkan oleh Alberto.

Species kuda ini memiliki tubuh yang kuat dan stamina yang tahan untuk
perjalanan jarak jauh, mereka secara luas digunakan oleh pedagang dan
kesatria di Ente Isla.

Karena Maou tidak bisa berkontribusi dalam pertarungan, maka hanya


Suzuno dan Alberto lah yang akan melanjutkan perjalanan, dan tentunya,
Alberto tidak mungkin tahu cara mengendarai moped.

Di sisi lain, Suzuno tidak hanya punya pengalaman dalam mengendarai


kuda, karena perjalanan mulai dari sini harus dilakukan sebijaksana
mungkin, maka tak ada satupun alasan untuk tidak mengendarai kuda.
Meskipun Maou yang dulu ditegur oleh Suzuno agar tidak mengendarai
kuda sebelum berangkat dari Jepang, terlihat cemberut dan menggerutu,
itu adalah masalah yang berbeda.

"Hmm? Kalimat mana yang kau bicarakan?"

Tanya Alberto pada Suzuno bahkan tanpa menoleh.

"Menginginkan Raja Iblis berterima kasih pada Chiho-dono dan


Adramelech, itu artinya....."

"Oh, itu."

Alberto menjawab sambil mengatur sadel dan pijakan kakinya.

"Kau, sebagai orang dari Benua Barat mungkin akan merasa tidak senang
setelah mendengar ini, tapi sejak awal aku sudah tahu kalau Pasukan Raja
Iblis itu tidak murni berniat memusnahkan manusia, dan para iblis itu
adalah makhluk yang bisa diajak berkomunikasi."

"Apa?"

"Aku dulunya adalah perwira ke-15 dari Gakusen Corps."

"Perwira dari Gakusen Corps? Maksudmu Gakusen Corps yang memilih


tentara elit dari klan-klan minoritas untuk bergabung itu?"

Ucap Suzuno dengan kaget.


Sebagian besar ditutupi oleh areal pegunungan, Benua Utara memang
dipenuhi dengan klan-klan minoritas dan tidak membangun negara dengan
wilayah besar seperti Afashan di timur ataupun Saint Aire di barat.

Menggantikan hal tersebut, terdapat berbagai wilayah yang ditemukan di


seluruh area pegunungan, ataupun negara-negara klan di sepanjang pantai
di area utara yang dingin dengan tanah datarnya yang sangat jarang.

Para perwakilan klan akan mengadakan rapat bersama untuk menangani


urusan politik, mereka terus menulis sejarah sebagai sekumpulan negara
yang bersatu.

Gakusen Corps, mengumpulkan para prajurit yang hebat dalam sihir dan
seni bela diri dari klan mereka masing-masing untuk membentuk pasukan
terkuat di Benua Utara.

Ketika Benua Utara menemui situasi darurat yang akan mempengaruhi


seluruh wilayah benua, Corps akan bersatu dan mencoba menyelesaikan
situasinya. Dan ketika mereka bersatu, berbagai klan akan memilih
seorang wakil untuk menjadi perwira.

Alberto adalah perwira yang terpilih ketika Benua Utara menghadapi


krisis ke-15 nya.

Perbedaan terbesar antara Gakusen Corps dengan pasukan kesatria benua


lain adalah ketika konflik terjadi di antara negara klan, anggota dari negara
klan tersebut yang bergabung di Gakusen Corps, pasti akan bertarung satu
sama lain.

Hubungan antar negara di Benua Utara memang memiliki perbedaan yang


sangat jelas dibandingkan dengan benua lain.
Alasan pertamanya adalah jumlah negara yang hanya memiliki satu klan
saja sangatlah kecil.

Ditambah lagi, kondisi cuaca di wilayah mereka sangat keras dan hanya
ada sedikit lahan yang cocok dijadikan lahan pertanian. Apalagi, batas
teritorial antar negara itu terpisah sangat jauh, sehingga membuat suatu
negara tidak bisa secara sepihak menaklukan wilayah dan rakyat milik
saingan mereka.

Karena itulah, daripada menumpahkan darah dengan sia-sia untuk


mengalahkan klan saingan, mereka pun menciptakan budaya khusus
menggunakan kompetisi formal sebagai pengganti perang.

Bahkan sampai sekarang, ketika masalah yang tidak bisa diselesaikan


dengan mediasi antar negara berubah menjadi konflik, mereka akan
membebaskan petarung kuat dari klan mereka yang ada di Gakusen Corps
untuk bertarung di lokasi yang sudah ditentukan. Dan kini, kematian
jarang sekali terjadi.

Meski konflik yang berujung pada pembunuhan pernah tertulis dalam


sejarah, klan yang menyebabkan kematian tersebut pasti akan dicap
sebagai 'klan berbahaya' oleh klan lain yang ada di sekitar mereka, mereka
akan dikepung dan dimusnahkan.

Dalam beberapa tahun terakhir, konflik berskala besar memang tidak


pernah terjadi antar berbagai klan, dan meski ada beberapa
ketidaksepahaman, mereka bisa menyelesaikannya melalui kompetisi atau
diskusi yang digelar di kota multi-klan Feance, tempat itu secara umum
dikenal dengan nama Mountain Goat Hutch.
Apapun alasannya, tak diragukan lagi kalau proses pembangunan sebuah
negara besar dari bangsa-bangsa yang ada di Benua Utara itu sangat
berbeda dengan benua lain. Ditambah lagi, budaya dari para klan itu sangat
berbeda, karena itulah, Alberto yang menjadi pemimpin Gakusen Corps
yang dibentuk oleh tentara-tentara elit dari berbagai klan, bisa disebut
sebagai Jenderal bertalenta yang melampaui benua lain dalam hal
pengetahuan.

"Tapi karena kami bisa dengan mudah dikalahkan oleh pasukan


Adramelech, menyebut kami tentara elit yang dipilih secara ketat dari
berbagai klan itu rasanya terlalu memalukan."

"Tidak kok...."

"Pokoknya, Gakusen Corps ke-15 ku hancur ketika pasukan Adramelech


menyerang, dan jumlah korbannya adalah yang tertinggi di antara 15
formasi yang dulu-dulu. Karena kami sudah mendengar kondisi tragis di
Benua Utama, semua orang telah siap dengan kepunahan klan mereka
masing-masing. Dan pada saat itu, Adramelech meminta para anggota
Gakusen Corps yang masih bertahan dan para pemimpin klan yang
berpengaruh untuk berkumpul di Mountain Goat Hutch."

Adramelech, sang Jenderal Iblis pengguna tombak dengan kepala banteng


yang tubuh dan tingginya dua sampai tiga kali lebih besar dibandingkan
Alberto, setelah mengumpulkan para pemimpin klan dan Gakusen Corps
yang tersisa, dia berkata,

"Tujuan kami bukanlah pembunuhan besar-besaran. Para prajurit yang


menentang Pasukan Raja Iblis memang akan diusir dari benua ini, tapi jika
kalian bersedia menerima kekuasaan kami, maka aku bisa menjamin
nyawa kalian."
Sebagai seorang perwira, sudah sewajarnya Alberto memutuskan untuk
menolak saran tersebut.

Namun, Adramelech malah memberikan saran kepada para anggota


berdarah panas Gakusen Corps seperti ini,

"Prajurit, selama kau hidup, kau masih bisa bertarung melawanku suatu
hari nanti. Jika kau merasa kalau bertarung di sebuah pertarungan di mana
kau akan kalah dan mati serta membuat orang yang seharusnya kau
lindungi berada dalam bahaya, adalah tugas seorang prajurit, maka kalian
tak ada bedanya dengan serigala haus darah yang hanya tahu cara
mengancam musuh di depannya. Tapi, jika kalian masih ingin bertarung
bahkan setelah semua ini, maka aku tidak akan menghentikanmu. Kalian
semua pasti akan melibatkan orang yang seharusnya kalian lindungi, dan
bersama-sama, menjadi roh di bawah tombakku ini."

Pada waktu itu, orang-orang yang tidak bisa menahan rasa malu karena
prinsip bertahan hidup dari pasukan yang kalah ditunjukkan terang-
terangan oleh seorang iblis, memilih untuk mengakhiri hidup mereka
sendiri.

Adramelech pun menepati janji yang dia buat dengan para klan tersebut,
ketika Gakusen Corps dibubarkan dan prajurit-prajurit kuat dibuang dari
negaranya dengan kawalan para iblis dari pasukan Adramelech, Benua
Utara pun berhasil menghindari kehancuran yang tidak perlu.

Alberto dan para prajurit dari Corps kabur ke benua lain dengan
'memerangi Adramelech' sebagai tujuan mereka, mereka bertekad
membuat negara mereka kembali bangkit dari abu sekali lagi.
Namun, apa yang Alberto dan kawan-kawannya lihat adalah kondisi tragis
di mana berbagai benua sudah takluk di bawah Pasukan Raja Iblis.

Meski mereka ingin bangkit dari kehancuran, benua lain yang bisa
berfungsi sebagai markas operasi mereka telah ditaklukan oleh para iblis.
Bahkan Afashan di Benua Timur, Holy Saint Aire Empire di Benua Barat,
dan negara Halen di Benua Selatan, negara-negara yang dipercaya punya
kemampuan untuk memerangi Pasukan Raja Iblis ini, semuanya telah
dikuasai.

Gakusen Corps yang terdiri dari para prajurit yang berasal dari berbagai
klan ini, sama sekali tidak memiliki kemampuan diplomatik. Setelah
mereka terpisah ke berbagai tempat, kebanyakan anggotanya, jangankan
kembali ke Benua Utara, mereka bahkan tidak bisa menjadi pedagang
ataupun pasukan kesatria untuk benua lain.

Dan barulah ketika Emilia membebaskan keempat benua, mereka bisa


berkumpul kembali.

Begitu para prajurit itu berkumpul kembali, jumlah mereka bahkan kurang
dari setengah ketika mereka dibuang.

"Aku tidak berencana membenarkan tindakan penyerangan Pasukan Raja


Iblis, tapi pada akhirnya, Adramelech menepati janjinya denganku.
Menurut pemimpin klanku, meski Adramelech tanpa ampun
menyingkirkan mereka yang terus melawan, dia tidak pernah membunuh
warga tanpa maksud apa-apa."

"Jadi hal seperti itu benar-benar terjadi ya...."


"Sama halnya ketika aku, Emilia, Em, dan Olba menghadapi Adramelech
bersama-sama, karena aku merasa kalau ini adalah pertarungan balas
dendam, aku ingin bertarung melawannya sendiri. Dan tebak apa yang
terjadi? Si Adramelech itu menolak pertarungan satu lawan satu denganku.
Dia bahkan bilang, 'Jika kau kehilangan ketenanganmu karena harga diri
murahanmu itu dan kalah, maka kau tak akan pernah bisa bebas dari
kekuasaan kami.'. Alhasil, pada akhirnya aku tidak pernah bisa
mengalahkannya dengan kekuatanku sendiri."

Ekspresi Alberto kini bukanlah ekspresi sesal ataupun amarah, yang ada
hanyalah kenangan dari pertempuran di hari itu.

"Dia bukanlah iblis, bukan juga seorang prajurit. Dia hanya membuang
emosinya untuk melakukan apa yang seharusnya dia lakukan, dia juga
mengetahui syarat yang diperlukan untuk berjalan di depan orang lain.
Istilah yang paling cocok dengannya, mungkin adalah politikus. Dalam hal
kepribadian, dia sangat berbeda denganku yang bergantung pada harga diri
murahan untuk bertarung. Meski menggunakan kepribadian untuk
mendeskripsikan iblis itu rasanya sedikit aneh."

"Tidak, belakangan ini itu tidak begitu aneh."

Suzuno menggenggam tali kekang dan mengarahkan kudanya keluar dari


kandang, dia kemudian menoleh ke arah penginapan.

"Itu benar."

Alberto juga mengikuti arah pandangan Suzuno, mengangkat kepalanya


dan tersenyum.
Raja Iblis, yang kepribadiannya sering dipuji, saat ini sedang berada di
penginapan.

"Raja Iblis Satan yang diikuti oleh Adramelech tidak mungkin semata-
mata hanya seorang monster haus darah. Alasan kenapa Benua Barat dan
Benua Selatan memiliki korban paling banyak, mungkin karena mereka
tidak memiliki kelonggaran untuk menunjukkan belas kasihan. Oleh
karena itulah, ketika Emilia yang logikanya sangat membenci Raja Iblis
bilang ingin mengampuni nyawanya di Jepang, kupikir tak masalah untuk
terus mengamati mereka sementara. Mengamati eksistensi macam apa
iblis itu."

"Aku sudah sering memikirkan hal itu akhir-akhir ini."

Suzuno teringat ketika ia mengetahui identitas asli para malaikat sebelum


berangkat ke Ente Isla, sifat mereka ternyata sama dengan manusia.

Dan juga obrolan yang dia dan Maou lakukan dengan saling
memunggungi di perbatasan desa Honfa, tepat satu hari sebelum mereka
bertemu Alberto.

Pengakuan itu Suzuno buat untuk Maou yang memimpin orang-orangnya


dengan semangat yang sama seperti raja manusia.

"..... Ugh."

"Ada apa?"

Alberto merasa bingung karena Suzuno tiba-tiba menundukkan kepalanya.

"Ti-tidak, tidak ada apa-apa."


Untuk mengusir kegoyahan tekadnya, Suzuno sengaja menggelengkan
kepalanya dengan kuat dan menjawab demikian.

Kenapa dia bertingkah seperti itu?

Biarpun para iblis bisa dipahami, Ente Isla sebagai sebuah kesatuan, tidak
mungkin akan memaafkan Raja Iblis Satan dan Pasukan Raja Iblisnya, dan
meski Suzuno tahu apa yang ada jauh di dalam hati Maou, hal itu tidak
akan menguntungkan dia sama sekali.

Namun, biar begitu, dia masih bisa merasakan kehangatan Maou dari
waktu ke waktu, mendengarkan pengakuan sepenuh hati dari si Raja Iblis
itu dan menyimpan kata-kata itu di dalam hatinya.

Ditambah lagi, tidak hanya tidak merasa jengkel, Suzuno bahkan


merasakan sebuah kehangatan di suatu tempat di hatinya.

Suzuno sungguh-sungguh ingin menjelaskan keraguan yang dia miliki


mengenai tindakan Maou dan Pasukan Raja Iblis.

Meski begitu, dia mungkin tidak harus membuat dirinya terlibat sejauh itu.

Suzuno, merasa kalau bagian punggungnya yang bersandar dengan


punggung Maou mulai terasa hangat, dengan panik menggelengkan
kepalanya dan mengatakan,

"..... Alberto-dono."

"Hm?"
"Andai dia adalah eksistensi yang memiliki tekad, apa yang kau pikirkan
mengenai Adramelech?"

"Eksistensi yang memiliki tekad?"

"Ya, dengan kata lain....."

Sebagai orang dari Ente Isla, menanyakan pertanyaan ini mungkin bisa
jadi sangat tidak peka.

Namun, untuk menyampaikan pertanyaannya dengan tepat, Suzuno hanya


bisa menjelaskannya dengan cara ini,

"Menurutmu, 'orang' seperti apa Adramelech itu?"

Pertanyaan itu membuat Alberto tersenyum ceria.

"Kau benar-benar orang yang menarik. Bahkan Em pun tidak pernah


membicarakan hal ini denganku."

Senyum itu menunjukkan bahwa dia benar-benar mengerti kerumitan di


hati Suzuno.

Itu karena Alberto sendiri adalah salah satu orang yang dibingungkan oleh
perbedaan anggapan antara Jenderal Iblis Adramelech yang dia ketahui
dengan Pasukan Raja Iblis yang diketahui orang-orang.

"Akan sangat merepotkan kalau orang lain tahu, jadi kau harus
merahasiakan ini."

Kata Alberto dengan sebuah gelagak tawa.


"Baik sebagai prajurit, atau sebagai pemimpin tentara dan penduduk,
Adramelech adalah panutanku. Jika dia adalah manusia yang lahir di
Benua Utara 300 tahun lebih awal, sebuah negara besar seperti Afashan
atau Saint Aire pasti sudah ada di Benua Utara."

"... Begitu ya."

Suzuno, bagaikan terpengaruh oleh senyum Alberto, juga sedikit


tersenyum dan mengangguk.

"Lalu, apa yang akan kita lakukan selanjutnya? Dari obrolanmu dengan
Raja Iblis tadi, sepertinya kau punya beberapa rencana."

Kenangan akan masa lalu, sementara berakhir di sini. Sekarang mereka


harus memfokuskan perhatian mereka untuk menghadapi pertarungan
yang akan datang.

Suzuno dengan lembut menganggukkan kepalanya, dan kembali menoleh


ke arah penginapan.

"Sekarang, Raja Iblis tidak bisa menggunakan pedang suci Acies, jadi sulit
bagi kita untuk mengambil langkah besar seperti merebut kembali Emilia
dan Alsiel secara frontal. Kalau begitu, kita hanya bisa mengamankan satu
orang di balik bayangan yang membuat Milita, tempat Emilia berada,
kehilangan alasannya untuk maju. Asalkan kita bisa menghindari konflik
sengit antara Milita dan pasukan di ibukota kerajaan, Emilia dan Alsiel
tidak akan punya alasan untuk bertarung, dan kita bisa mengulur waktu
untuk memikirkan cara menyelamatkan mereka."
Di sisi lain, Maou mungkin bisa memanfaatkan waktu ini untuk
memikirkan cara memanggil kekuatan Acies guna memulihkan sihir
iblisnya.

Jika situasinya berubah menjadi pertarungan yang berlarut-larut, maka


semua ini akan butuh waktu lebih dari satu minggu, yang mana itu adalah
sesuatu yang sangat tidak Maou inginkan. Namun kedamaian Benua
Timur dan keselamatan Alas Ramus, Emi, dan Ashiya adalah sesuatu yang
tak tergantikan.

"Oh? Apa yang kau rencanakan?"

"Biar kutunjukkan padamu kenapa kami disebut 'Bayangan Fanatik dari


Gereja.'"

Suzuno dengan cantik menjawab sarkas setengah bercanda dari Alberto,


dan mengenakan sebuah topeng yang dia ambil dari dalam jubah untuk
menutupi bagian bawah wajahnya.

"Kita akan memasuki Area Pusat ibukota lebih dulu dibandingkan Milita.
Ada dua tujuan dalam operasi ini. Hal itu adalah menemukan lokasi
keberadaan Unifying Azure Emperor dan Nord Justina dalam setengah
hari. Keselamatan Nord sudah pasti menjadi belenggu dalam hati Emi, dan
keberadaan Unifying Azure Emperor adalah alasan kenapa Milita maju
menyerang. Jika situasinya mengizinkan, aku harap mereka berdua bisa
lepas dari kendali para Malaikat atau Malebranche. Dengan begini, kita
bisa menghindari pecahnya perang besar."

"Apa.....?"
Bahkan Alberto tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya ketika
mendengar rencana tersebut.

"Kau ingin menculik Unifying Azure Emperor dari Azure Sky Canopy
yang menjadi markas Malebranche? Meskipun tidak mustahil
menyelesaikannya dalam waktu setengah hari, tapi itu artinya kita tak
punya waktu untuk beristirahat, kau tahu?"

"Jika itu kita, kita pasti bisa melakukannya!"

Suzuno mengangguk dengan santai, mengangkat jubahnya dan melompat


ke atas sadel dengan gesit.

Di bawah matahari siang yang terik, kedua kuda itu berlari keluar dari
kandang yang gelap. Suzuno, berada di atas sadel, secara mental
menguatkan tekadnya dan memegang tali kekang kudanya dengan erat.

"Iblis ataupun manusia, sudah cukup semuanya bertarung di situasi yang


aneh ini. Apapun yang terjadi, kita harus menyerahkan Unifying Azure
Emperor ke Milita sebelum Emilia dan Alsiel bertarung, dan
menghentikan pertempuran dari kedua belah pasukan."

XxxxX

Maou memperhatikan Suzuno dan Alberto pergi menunggangi kuda dari


jendela, dia menggertakkan giginya dengan kekuatan yang cukup untuk
merusak bingkai jendela di hadapannya. Dia saat ini hanya akan menjadi
beban bagi mereka, dan meninggalkan kelompok untuk sementara, adalah
keputusan yang paling tepat.
Meskipun Maou dan Acies menunjukkan kekuatan yang begitu hebat,
kekuatan yang bukan sihir iblis maupun sihir suci selama pertarungan di
Jepang, semenjak mereka datang ke Ente Isla, tidak hanya kekuatan
misterius tersebut, Maou bahkan tidak bisa memulihkan sihir iblisnya. Dan
ketika dia ingin menggunakan kekuatan Acies, tubuhnya langsung merasa
tidak nyaman.

"Walau sekarang aku hanya bisa mundur, tetap berada di sini dan tidak
melakukan apa-apa tentunya tak akan pernah menyelesaikan masalah."

Namun, Maou tidak bisa hanya diam beristirahat dan tidak peduli dengan
keadaan saat ini. Jika mereka tidak bisa menemukan hal aneh yang terjadi
pada tubuh Maou, itu tidak hanya akan berpengaruh pada operasi
penyelamatan ini, tapi pasti juga akan membawa begitu banyak
kekhawatiran ke depannya.

Jika masalah terjadi setelah mereka kembali ke Jepang nantinya, tak ada
yang bisa menjamin kalau Maou bisa memulihkan kekuatan untuk
menanganinya.

Tidak hanya kekuatan misterius yang sebelumnya digunakan untuk


mengusir Kamael dan Libicocco, Maou bahkan tidak bisa memulihkan
sihir iblisnya. Meski ini hanya sebuah deduksi, Maou sudah memikirkan
beberapa alasannya.

Pertama adalah penggabungan dengan Acies. Itu adalah perbedaan yang


paling jelas antara Maou yang dulu dan dia yang sekarang.

Dan perbedaan lainnya adalah tempat ini bukan Jepang (bumi).

Memang tak ada penyelesaian yang bisa diambil dengan mengetahui hal
ini, tapi Maou terus berpikir.

"Kekuatan ini, kekuatan apa ini?"


Maou teringat kekuatan non-sihir iblis dan non-sihir suci yang dia gunakan
dalam pertarungan di SMA Sasahata, dan gelombang kegelisahan serta
penyesalan yang tak bisa dia hapus, membuat Maou sekali lagi memukul
bingkai jendela di hadapannya.

Mungkin karena bereaksi terhadap suara itu, Acies yang tertidur tanpa rasa
cemas seperti biasanya, menggumam dan mulai mengigau.

“... Onee-chan.... lihat..... itu Wagyu Hitam Jepang......”

“Aku tidak akan membiarkanmu memakan makanan semacam itu.”

Maou yang sedang berpikir dengan serius, setelah disela oleh igauan Acies
yang penuh akan hasratnya, menghela napas dengan keras.

“Hey! Waktunya bangun, Acies?”

“Wahuh?”

Maou, dengan kekuatan penuh, memukul Acies dengan sebuah bantal


untuk membangunkannya.

“Puahpua, menakutiku saja..... Ma-Maou, apa yang kau lakukan? Padahal


aku sedang bermimpi indah memakan daging babi Iberian asap!”

“Apa kau benar-benar pernah memakan makanan itu sebelumnya? Aku


tidak berpikir Nord akan membiarkanmu memakan makanan enak
semacam itu!”

Maou mengabaikan perbedaan menu makanan antara Acies yang sedang


tertidur dengan Acies yang sudah bangun, dan menariknya berdiri.

“Hey! Kita seharusnya pergi berlatih!”

“Eh? Berlatih.... bukankah kau sudah muntah cukup banyak?”


“Seorang gadis seharusnya tidak mengatakan hal seperti itu dengan begitu
gampangnya! Karena aku tidak ingin seperti itu lagi, kita akan berlatih
untuk menemukan alasannya!”

Maou memang menunjukkan sikap yang sangat proaktif terhadap Acies,


tapi pada kenyataannya, selama dua hari sebelum sampai di penginapan
ini, dia sudah berkali-kali muntah sehingga tidak aneh bagi Acies
mengatakan hal seperti itu.

“Huuh~ Aku tak masalah jika kau ingin berlatih. Tapi seperti Maou, aku
juga sangat lelah.”

“Hm?”

Usai melompat dari tempat tidurnya, Acies meregangkan tubuhnya


dengan ekspresi tidak puas di wajahnya.

“Sama sepertimu, kondisi fisikku juga sedang tidak bagus. Terutama fakta
bahwa aku sangat lapar. Mungkin karena kekuatan Maou bukan sihir suci,
jadinya itu lebih sulit untuk diatur, aku benar-benar berharap kalau kau
akan lebih perhatian terhadapku.”

Walaupun Maou merasa sulit mempercayai kenapa Acies, orang yang


makan paling banyak, tidur paling banyak, dan paling menikmati
perjalanan ini bisa berkata demikian, karena perubahan yang begitu besar
telah terjadi padanya, maka tidaklah aneh sesuatu yang tidak normal juga
terjadi pada Acies.

“.... Aku mengerti, maaf.”

Maou meminta maaf karena telah membangunkan Acies dengan didorong


oleh rasa kekhawatirannya, dan dia berbicara dengan ekspresi rumit di
wajahnya,
“Meski begitu, aku tidak bisa melakukan apa yang diminta Suzuno dan
Alberto, dan diam di sini. Bolehkah aku bertanya padamu beberapa
pertanyaan ketika kita sedang makan?”

“Hm? Ke mana Suzuno dan Alberto pergi?”

Acies yang baru menyadari kalau keduanya sudah tidak ada, melihat
sekeliling.

“Mereka pergi lebih dulu dan meninggalkan kita. Tapi jika ini terus
berlanjut, operasi ini pasti akan menjadi pertarungan yang berlarut-larut.
Kau ingin cepat bertemu Alas Ramus, kan? Pinjamkan aku kekuatan dan
kebijaksanaanmu. Jika tidak, meskipun kita ikut bergabung dalam
pertarungan nanti, kita tidak akan bisa menjamin keselamatan satu sama
lain, terutama karena aku akan dipecat dari tempat kerjaku.”

Maou hanya bisa berada di Ente Isla selama satu minggu.

Dan itu adalah jumlah cuti yang dia ajukan ke pekerjaannya.

Begitu waktu satu minggu itu terlampaui, maka cuti sementara akan
menjadi absen tanpa alasan, dan jika sudah begitu, dia pasti akan
kehilangan pekerjaannya di Jepang.

Bagi Maou, ini adalah sesuatu yang tidak boleh terjadi.

“Eh? Jadi kita ditinggalkan dan diabaikan? Jahat sekali!”

“...... Huuh, pokoknya ayo kita makan dulu.”

Maou tidak mau repot-repot membantah Acies yang sedang marah,


menarik tangannya, dan pergi menuju restoran di dekat penginapan.

“Dan lagi, aku ingin kau menjelaskan semuanya dari awal, kenapa kau dan
Alas Ramus ingin bergabung dengan kami?”
“Siapa yang tahu? Ah, Maou, bantu aku membawa piring sayuran rebus
itu!”

“Ugh....”

Maou ingin menanyakan sebuah pertanyaan penting, namun Acies


mengabaikan pertanyaan tersebut dengan sikap yang lebih santai daripada
saat ia menerima piring sayuran rebus.

“......Hey.”

Maou memperhatikan area di sekitar mulut Acies yang sedikit demi sedikit
mulai kotor karena memakan hidangan sayuran rebus yang menyerupai
labu dengan tampang kaku di wajahnya. Mungkin karena merasakan hal
ini melalui sudut matanya, Acies juga mengernyit.

“Maou, jika kau pikir jawaban untuk semua hal bisa dengan mudah
didapatkan, maka kau salah besar.”

“Huuuh?”

“Aku juga tidak tahu, alasan kenapa aku bisa bergabung dengan ayah dan
Maou, alasan kenapa bergabung itu perlu, ataupun alasan kenapa aku bisa
melakukan semua itu setelah bergabung. Aku sama sekali tidak
mengetahuinya.”

Sambil memakan sebuah hidangan yang terbuat dari sayuran umbi rebus,
dalam momen yang sangat langka, Acies mengatakan sesuatu dengan
begitu jelas.

“Tapi, bukankah kau menyebutkan soal 'Dependency' (Yadorigi).....?”

Meski sudah sedikit terlambat, Maou mencoba memastikan makna di balik


istilah yang Acies gunakan saat berada di depan gerbang SMA Sasahata.
“Maou, kapan kau tahu bahwa perilaku 'makan' disebut dengan 'makan'?”

“Hah?”

“Apa menurutmu anak kecil akan makan dengan pikiran 'aku ingin makan'
di kepala mereka?”

“Hm? Hmm?”

Maou, tidak bisa memahami apa yang ingin Acies katakan, memasang
ekspresi bingung.

Tapi walau dia kebingungan, Maou tidak melewatkan perilaku Acies yang
sedang menarik mangkok salad dan piring besar yang penuh dengan roti
manis ke arahnya, sembari menunjukkan wajah serius.

“Dari mulai melakukan tindakan tersebut, hingga melakukan tindakan itu


atas kehendakmu sendiri, mengetahui bahwa tindakan itu disebut 'makan',
dan tahu apa yang terjadi ketika kau 'makan', itu semua membutuhkan
waktu yang sangat lama. Meski aku tahu aku bisa bergabung dengan ayah
dan Maou, tahu bahwa hal ini mungkin penting bagi keberlangsungan
hidupku, dan tahu bahwa ini disebut 'Yadogiri', aku tetap tidak tahu apa
yang akan terjadi dengan melakukan semua itu. Aku takut teman-temanku
juga tidak akan tahu.”

“Teman-teman?”

Maou yang merasa arah percakapan ini sedikit keluar jalur,


membungkukkan tubuhnya.

“Bukankah kau sudah pernah dengar Onee-chan menyebutkannya


sebelumnya? Hal-hal mengenai Malkuth dan Geburah?”

“Ohh... jadi Sephirah lain juga memiliki wujud manusia sepertimu, Alas
ramus, dan Iron?”
“Kau kenal Iron? Mengejutkan sekali.”

Acies yang terus memakan rotinya meski nampak terkejut, berbicara,

“Malkuth adalah yang paling cerdas di antara kami semua. Malkuth tidak
hanya memiliki hubungan yang baik dengan Onee-chan, dia juga
mengajariku banyak hal. Bahkan istilah 'Yadogiri', aku juga
mendengarnya dari Malkuth.”

“.... Di mana mereka sekarang?”

Bagi Maou, ini juga merupakan poin yang perlu diperhatikan.

Tidak hanya Alas Ramus, Acies Ara, dan Iron yang telah muncul di
hadapannya, Alas Ramus juga sering menyebut Malkuth.

Jika banyak Sephirah selain Yesod, Geburah, dan Malkuth memiliki


wujud manusia, maka mungkinkah mereka juga tersebar ke seluruh dunia?

Ataukah hanya Yesod yang telah hancur saja yang tersebar ke seluruh
dunia, sementara Sephirah yang lain tetap berada di satu lokasi?

“.... Aku tidak tahu. Terakhir kali aku berbicara dengan mereka itu sudah
lama sekali....”

“Meski kau terlihat sedih, aku masih tidak bisa mengasihani kelakuanmu
yang seperti tupai sedang memenuhi mulut dengan makanan.”

Acies memegang dua buah roti dengan isian yang berbeda di masing-
masing tangannya, dan memakan mereka secara bergantian dengan wajah
muram.

Apapun yang terjadi, karena Acies tidak tahu lokasi keberadaan Sephirah,
maka tak ada gunanya bagaimanapun kerasnya Maou memikirkan hal ini.

“Tapi, hei.”
“Hm?”

Maou mendengus, dan seperti bagaimana dia biasanya memperlakukan


Alas Ramus, dia mengulurkan tangannya melewati meja dan menyentuh
kepala Acies beberapa kali.

“Kita sudah berada di tempat di mana kita bisa segera bertemu Alas Ramus,
jadi kita harus bekerja keras.”

“Hmmph.... menggunakan cara ini!!”

Ucap Acies dengan sedikit kurang senang, dia kemudian memasukkan roti
di kedua tangannya dalam sekali suapan.

“Apa boleh buat, meski aku bisa menemanimu latihan, tapi aku benar-
benar lapar. Aku masih ingin makan sepuluh roti lagi! Kalau tidak, aku
tidak akan bisa mengeluarkan energi apapun!”

“Oh.... apa, sepuluh?”

Maou menatap piringnya dengan kaget.

Isian di dalam roti yang barusan Acies makan terbuat dari irisan daging,
sayuran, mie kacang hijau, serta bahan lain yang dibumbui dengan kaldu,
dan itu sudah termasuk roti yang sangat besar.

Maou sendiri juga mengakui kalau roti itu sangat lezat, dan roti tersebut
sebenarnya sudah mengandung karbohidrat yang setara dengan dua
mangkuk nasi.

Jujur saja, Acies bisa memakan dua roti di saat yang sama itu sudah sangat
mengejutkan.

Ketika Maou memakan roti tersebut bersama dengan salad dan soup,
paling banyak dia hanya bisa memakan satu setengah roti.
Dan karena ukuran dan rasanya, tentunya ini tidak murah.

“..... Huuh, biarpun ada cukup uang....”

Begitu Maou berpikir mengenai biaya perjalanan yang ada di kantong kulit
yang tersembunyi di balik hoodienya, dia seketika menjadi murung.

Tanpa memikirkan berapa banyak yang harus dia bayar, sebenarnya uang
ini adalah milik Suzuno.

Tentunya ketika perjalanan di Ente Isla ini selesai, setelah Emi dan Nord
selamat, seharusnya tak masalah meminta mereka untuk ikut membayar
nanti.

Tapi harga diri Maou tidak mengizinkannya untuk melakukan sesuatu


seperti makan dan minum tanpa membantu menyelesaikan masalah
apapun dan kemudian mengklaimnya.

“Tak ada sesuatu seperti makanan gratis di dunia ini.”

Itu adalah pasak yang sudah mengakar dalam di hati Maou.

Tidak bekerja sama sekali, makan dengan leluasa, dan menikmati diri
menggunakan uang milik seorang wanita, entah sebagai Raja Iblis,
ataupun sebagai seorang pria, dia tidak akan membiarkan dirinya
melakukan hal semacam itu.

“.... Latihanku akan sangat berat lo.”

Ucap Maou dengan suara dalam yang nampak seperti berasal dari dalam
perutnya, Acies pun mengangguk...

“Hey! Tuan! Sepuluh roti lagi!”

… dan mengatakan hal tersebut kepada si pemilik yang kebetulan lewat.


“Percuma kau mengatakannya dalam bahasa Jepang. `Uh..... Tuan, tolong
sepuluh roti lagi seperti ini.`”

Maou tidak menggunakan Idea Link, dia menggunakan bahasa Akou yang
sudah dia pelajari sebelumnya dengan kikuk, tapi nampaknya orang itu
bisa memahaminya.

'….. Sepuluh? Apa itu semua untukmu?'

Si pemilik menatap Maou dengan syok.

'Meski sulit dipercaya, tapi anak inilah yang ingin memakannya.


Nampaknya dia sangat menyukai hidangan ini. Tak masalah kok bahkan
jika kami harus menunggu, terima kasih atas bantuannya.'

Si Pemilik menatap Acies dengan takjub, tapi ketika dia melihat ekspresi
santai Acies, dia mengangguk dengan kaku dan menjawab,

'Bahkan putraku yang memiliki nafsu makan yang sangat besar pun tidak
bisa makan sebanyak ini sekaligus. Baiklah, tolong tunggu sebentar.'

Usai mengatakan hal tersebut, si pemilik memasuki dapur dan kembali


kurang dari lima menit kemudian.

Maou sangat terkejut, tapi setelah mengamati bagian dapur dengan


seksama, dia bisa melihat banyak bambu pengukus besar dengan uap yang
mengundang selera makan, menumpuk di dalamnya. Sejumlah persediaan
pasti sudah disiapkan sebelumnya.

'Jika ini semua tidak habis, aku akan membantumu membukusnya nanti.'

Sepuluh roti di atas piring besar menumpuk seperti sebuah rumah di


negara bersalju.

“Maou, apa yang tuan ini katakan?”


“Mungkin jika kita tidak bisa menghabiskannya, dia akan membantu kita
membungkus roti-roti ini atau semacamnya.”

“.... Heh heh.”

Setelah Maou menyampaikan kata-kata si pemilik restoran, Acies


menunjukkan senyum tak kenal takut.

“Aku akan membuatnya menyesal karena sudah meremehkanku!”

Di momen berikutnya, Acies menunjukkan tatapan bak serigala lapar dan


mulai menyerang roti rumah salju tersebut.

"Ugpuh, aku tidak bisa makan lagi."

"Kau benar-benar orang yang menyusahkan!"

Setelah memakan tujuh roti, Acies pun menyatakan kekalahannya.

Karena Acies biasanya memang banyak makan, Maou awalnya berpikiran


kalau gadis itu akan mirip seperti karakter dengan nafsu makan besar yang
ada di manga dan bisa dengan mudah memakan jumlah roti yang begitu
mengerikan, tapi ternyata, ketika dia memakan roti keempatnya,
kecepatannya pun mulai menurun secara signifikan.

Dan pada akhirnya, dia hanya bisa memakan 7 dari 10 roti.

Mengingat tubuh kecil Acies, makan sebanyak ini sebenarnya sudah bisa
dianggap banyak, tapi karena sebelum makan dia sudah membual ini dan
itu, sulit menyangkal kalau hasil ini itu sangat disesalkan.

Dan apa yang membuat Maou menderita adalah Acies tidak main-main
ketika memesan minuman dingin.

Afashan adalah wilayah dengan sumber air melimpah, tapi air minum yang
disediakan di restoran, tidaklah gratis seperti yang ada di Jepang.
Dibandingkan roti, apa yang membebani hati Maou adalah frekuensi
pemesanan air minum.

Maou sudah mengonfirmasi hal ini berkali-kali, kalau biaya makannya dan
Acies, semuanya dibayar oleh Suzuno.

'.... Permisi, kami ingin membawa sisanya untuk dimakan di penginapan,


bisakah kau membantuku membungkusnya?'

Ucap Maou kepada si pemilik dengan nada merasa tak enak, si pemilik
kemudian merilekskan ekspresi tegangnya, mengangguk, dan menjawab,

'Baik. Tubuh sekecil itu bisa makan sebanyak anakku itu sudah luar biasa.
Sungguh gaya makan yang berani.'

Meskipun Maou merasa bersalah terhadap orang yang memuji hal itu, dia
sama sekali tidak senang mendengar pujian tersebut.

Jika Acies berlatih setelah makan sebanyak itu, mengabaikan masalah


sihir suci, pedang suci, sihir iblis, Ente Isla, dan misteri dari Yadorigi,
berdasarkan hukum biologi, dia pasti akan muntah.

Mengingat fakta bahwa Acies harus beristirahat sementara setelah makan,


membuat Maou yang sudah khawatir apakah ada cukup waktu, menjadi
sangat frustasi.

Kali ini....

"????"

Maou mengangkat kepalanya karena mendengar suara seperti ledakan


yang terdengar dari luar restoran.

"Ugya....?"
Acies mengeluarkan suara yang menyerupai monyet besar di pegunungan
bersalju dan memandang ke arah yang sama dengan Maou.

'Oh, itu petasan untuk mengusir para iblis.'

Mungkin karena menyadari reaksi keduanya, si pemilik yang juga


memandang ke luar jendela, menjelaskannya pada Maou dan Acies.

'Sebelumnya orang-orang mengira kalau itu adalah akibat sang Kaisar


baru saja menyatakan perang terhadap dunia, tapi ternyata, tidak hanya
para iblis kembali menyusup ke Azure Sky Canopy, bahkan organisasi
yang bernama Milita pun juga muncul di Fangan. Negeri yang berhasil
mendapatkan kedamaiannya dengan susah payah kini telah runtuh sekali
lagi dan membuat semua orang merasa gelisah. Petasan-petasan itu
seharusnya dinyalakan di awal tahun untuk berdoa demi kedamaian di sisa
tahun tersebut.'

'.... Oh.'

Tentara dikumpulkan di kota pelabuhan Fangan dan diberi nama 'Fangan


Milita', mereka sepertinya bergerak untuk membebaskan Azure Sky
Canopy. Setelah menggabungkan apa yang mereka dengar dari Gabriel
dan informasi yang mereka kumpulkan sejauh ini, Maou dan yang lainnya
juga mendapatkan informasi terkait.

Dan, informasi bahwa Pahlawan Emilia telah bergabung dengan Fangan


Milita, juga sudah mencapai telinga Maou dan Suzuno.

Tapi seperti apa yang dikatakan bos pemilik restoran di desa Honfa,
sebuah pesimisme aneh saat ini sudah sangat populer di Afashan, terlepas
dari apakah pemimpinnya Unifying Azure Emperor ataupun Malebranche,
kehidupan para rakyat biasa tidak akan berubah banyak.

'.... Kau ingin negeri ini menjadi seperti apa?'


'Soal itu, asalkan negeri ini tidak masuk ke dalam situasi di mana tidak ada
makanan untuk dimakan.'

'Hanya itu?'

'Tak ada hal bagus yang bisa diharapkan dari area lain. Itulah bagaimana
rupa negeri ini. Meskipun para kesatria Hakin menyebarkan informasi
bahwa pasukan asing di area timur benua berencana memanfaatkan
keadaan kacau ini untuk membuat perubahan politik, tapi tak ada yang
tahu seberapa kredibel informasi itu.'

Si pemilik mengangkat bahunya, dan mengambil piring roti yang Acies


sisakan.

'Tolong tunggu sebentar, aku akan membantumu membungkus ini.'

Si pemilik mengakhiri topik suram tersebut dan kembali ke dapur.

Maou memperhatikan punggung pemilik restoran tersebut, kemudian


menghela napas, dan mengatakan,

"Memerintah suatu negeri itu benar-benar sulit ya."

Semenjak apartemen mereka memiliki Televisi, dalam program berita


yang terkadang Maou tonton, topik tentang negara lain selain Jepang
memang cukup sering diberitakan.

Setiap kali Maou melihat banyak masalah besar dan kecil di sekitarnya,
dia selalu berpikir tentang tujuannya... tentang akan jadi seperti apa 'dunia
setelah dia taklukan'.

Jika Maou benar-benar membangun sebuah negeri seperti apa yang dia
akui pada Suzuno, akankah dia bisa memastikan bahwa para iblis di bawah
pemerintahannya dan manusia yang berada di bawah para iblis, bisa
memperoleh makanan ke depannya?
'Ini, silakan. Oh iya, karena aku sangat kagum dia bisa makan sebanyak
itu, akan kuberi sedikit potongan harga.'

Ketika si pemilik kembali, dia membawa sebuah kantong kertas, dan


rangkaian benda silinder berwarna merah di tangannya.

'Ini adalah petasan yang tadi membuat suara berisik di luar. Kalian ini pasti
petualang yang menginap di penginapan pojok jalan bersama nona pendeta
dari Gereja itu kan? Meski ini sedikit berbahaya sebagai suvenir, tapi ini
adalah benda keberuntungan di negara ini. Jika kau tidak keberatan,
silakan ambil ini.'

"Suvenir.... Ah."

Setelah mengucapkan kata-kata itu dalam bahasa Jepang, Maou sedikit


membungkuk dan menerima kantong serta petasan tersebut.

"Hey, Acies."

"Hm? Ada apa? Aku belum bisa mulai latihan sekarang...."

"Aku tahu. Tapi jalan-jalan sebentar tak masalah, kan? Anggap saja ini
seperti membantu proses pencernaan. Ayo kita keluar dan jalan-jalan!"

"Aku sih tak masalah.... pwaahh, kita akan pergi ke mana?"

Maou memandang kantong kertas dan petasan di tangannya dengan


ekspresi rumit dan mengatakan,

"Kita akan pergi berbelanja."

XxxxX
“Eh? Kau benar-benar ingin berbelanja ya... pwuah.”

Acies, memegangi perut kembungnya sambil mengikuti di belakang Maou,


terkejut ketika dia melihat Maou memasuki sebuah toko di pinggir jalan.

“Yah, tak ada hal lain yang bisa dilakukan. Jadi aku tidak ingin
membuang-buang waktu.”

“Huuuh, aku tidak keberatan sih... di mana ini?”

Apa yang Maou pilih kelihatannya adalah sebuah toko yang menjual kain
dan kerajinan tradisional.

Karena toko ini disebut toko suvenir, toko ini memiliki dekorasi yang
sederhana, dan barang yang dijual di dalamnya pun sebagian besar terdiri
dari barang-barang praktis.

Meski begitu, toko ini tetap dipenuhi dengan kain, baju, peralatan makan,
patung-patung dan produk lainnya, toko ini terlihat seperti salah satu area
di sebuah departemen store.

“Maou, kau mau membeli barang seperti ini? Rasanya itu tidak cocok
dengan image mu.”

Acies mengambil sebuah kotak hiasan kayu kecil dengan dekorasi burung.

Akan tetapi, ukuran kotak tersebut pasti akan membuat orang-orang


kebingungan dengan apa yang bisa muat di dalamnya.

“Bagaimana kalau kita gunakan ini untuk menyimpan bahan bakar?”

“Akan sangat bagus kalau benda itu bisa melakukannya!”

Acies kemudian menunjuk sebuah botol air dengan dekorasi burung.


“Oh, ini terlihat cukup bagus. Hey, Acies, bantu aku membawa benda ini
sebentar.”

“Hm.... hmmm.... geh.”

Usai mengambil roti dan petasan dari Maou, Acies sekilas melihat benda
yang ada di tangan Maou dan berbicara dengan sedikit bingung,

“Meskipun aku terlahir belum lama ini, tapi aku tidak yakin kalau benda
itu akan digunakan para gadis, ya kan?”

Apa yang Maou pegang adalah kantong pink cerah dengan gambar bunga
dan burung di atasnya.

Dua burung kecil dengan bulu yang cantik bertengger di atas cabang
pohon berbunga, dan di permukaannya, terdapat kata-kata penuh harapan
yang tertulis dalam bahasa Akou.

Apapun itu, desain ini sama sekali tidak terlihat seperti sesuatu yang akan
digunakan oleh Maou.

“Ini bukan untukku. Ini adalah suvenir.”

“Suvenir, suvenir.... oh, jadi mereka itu suvenir.”

“Ini untuk Chi-chan.”

“Memberi Chiho suvenir...? Maou, meski aku tidak punya hak untuk
mengatakannya, tapi apa sekarang waktunya untuk melakukan hal
semacam ini?”

“Memang benar kalau aku paling tidak ingin mendengar hal itu darimu.”

Maou berbalik dan memberikan senyum kaku pada Acies, kemudian dia
meletakkan kantong tadi kembali ke rak.
“Jepit rambut sepertinya lebih cocok dengan image Suzuno, dan ini sedikit
mahal! Chi-chan nampaknya juga akan menyukai sisir semacam ini.... hm,
ini juga mahal.”

Maou menggumam pelan sembari melihat-lihat rak lain.

“Kita masih harus mengadakan pesta ulang tahun setelah nanti kembali.”

“Pesta ulang tahun?”

“Ulang tahun Chi-chan dan Emi.”

“Begitu ya? Emi itu orang yang bergabung dengan Onee-chan kan?”

Walau Acies tidak pernah bertemu dengan Emi, begitu dia bertemu Maou
dan selama perjalanan ini, dia pasti sering mendengar nama itu muncul
dalam berbagai percakapan, jadi dia tahu siapa Emi.

Sebaliknya, sebelum bertemu dengan Maou, Nord pasti jarang


menyebutkan nama putrinya pada Acies. Terkadang Acies merasa kalau
setelah mereka berhasil menyelamatkan Nord, pasangan ayah dan anak itu
akan terlibat ke dalam konflik mengenai masalah tersebut.

“Hm, itu seharusnya diadakan beberapa hari sebelum aku bertemu


denganmu dan Nord. Karena si bodoh Emi itu membiarkan hal ini terjadi
padanya, pesta itu jadinya ditunda. Karena ada hal lain yang harus ku urus,
pada akhirnya aku tidak menyiapkan apapun.”

Kalau dipikir-pikir, ternyata sudah cukup lama semenjak tanggal pesta


ulang tahun itu ditentukan.

Di hari ulang tahun Chiho, Maou bahkan tidak memberinya ucapan ulang
tahun. Pertama, itu adalah sesuatu yang tidak benar-benar ada dalam
pikirannya. Kedua, suasananya tidak tepat.
Tidak hanya itu, selain jatuh ke dalam perangkap Suzuno, Maou juga
menyakiti Chiho yang begitu khawatir dengan Emi, di hari ketika pesta itu
seharusnya diadakan.

Bahkan Maou sendiri juga merasa sangat menyesal mengenai hal itu.

Semenjak mendapatkan informasi mengenai keberadaan Emi, Maou


langsung mulai membuat persiapan dengan Suzuno untuk menuju Ente
Isla, dan di hari keberangkatannya, dia bahkan mengaku di depan Chiho
kalau dia lupa menyiapkan hadiah untuk ulang tahun Chiho dan Emi.

Kalau sudah begini, bahkan jika Suzuno menyebutnya sebagai 'orang


jahat', Maou takkan bisa membantahnya.

Tidak, daripada menyebutnya sebagai orang jahat, dia itu lebih seperti pria
yang tak berguna.

“Cukup Chi-chan saja, aku tidak ingin membuatnya sedih.”

Chiho yang saat ini berada di Jepang, walau dia selalu menderita karena
rasa gelisah, dia akan terus bersemangat setiap harinya.

Karena itulah, setelah nanti mereka kembali ke Jepang, Maou sungguh-


sungguh berharap dia bisa menebus apa yang terjadi beberapa minggu
terakhir sehingga Chiho bisa kembali tersenyum.

“....Hm?”

Maou nampak memilih suvenir untuk Chiho dengan ceria, sementara


Acies yang memperhatikannya, tiba-tiba merasa kurang nyaman dan
menekankan tangan pada dahinya.

Dia tidak terserang demam karena terlalu banyak makan, tapi ketika tadi
Maou menyebutkan tentang Chiho, Acies merasakan sebuah sensasi
hangat dari dalam dahinya karena alasan yang tak diketahui.
Acies menggunakan jarinya untuk menyodok kepalanya beberapa kali,
tapi karena masih tidak bisa menyingkirkan perasaan aneh tersebut, dia
kemudian menyerah sambil mengangkat bahunya.

“Jadi Maou hendak memakai uang Suzuno untuk membeli hadiah untuk
Ch..... ow!”

Seperti biasa, Acies dengan jujur menusuk luka Maou tanpa niat jahat
apapun, membuat Maou memukulnya secara refleks.

“Uang ini, aku pasti akan menggantinya dengan uang Yen Jepang dari
dompetku sendiri nanti!”

“Uuuuu~ Akan sangat bagus kalau Maou tidak melakukan ini dengan
begitu gampangnya.... kau pasti akan jadi pria yang kasar..... eh?”

Acies yang berkaca-kaca karena rasa sakit yang ia rasakan di atas


kepalanya, menatap Maou seolah tiba-tiba memikirkan sesuatu.

“Apa kau juga akan memberi hadiah pada orang yang bernama Emi itu?
Emi itu seorang gadis, kan?”

“Hm?”

“Uh, pesta ulang tahun itu, seharusnya diadakan untuk seseorang yang
penting buatmu kan? Aku tahu kalau Chiho dan Suzuno itu adalah teman
yang penting, tapi apa orang yang dipanggil Emi itu juga sama?”

“Mengabaikan apakah Suzuno itu penting atau tidak.... kata-kata aneh


tadi... apa Nord memberitahumu?”

Maou tidak mengira kalau Acies sudah tahu tentang kebudayaan di Jepang
mengenai ulang tahun. Jika demikian, dia mungkin mendengarnya dari
orang-orang di sekitarnya, atau seseorang secara tak sengaja
memberitahunya di tempat yang tidak Maou ketahui dalam beberapa hari
ini.

“Aku mendengar itu dari orang bernama Satou yang merawatku dan ayah.
Nama palsu kami juga meminjam nama orang itu.”

“Ya ya ya, kau benar.”

Usai menghela napas, Maou kembali menaruh kayu penindih kertas yang
dia pegang.

“Chi-chan juga akan hadir pada waktu itu, jadi untuk hadiah Emi, itu lebih
seperti aku dipaksa menentang kehendakku. Jika aku tidak menyiapkan
hadiah Emi, Chi-chan pasti akan sangat marah..... tidak, salah, dia
mungkin akan sedih.”

“Oh? Jadi kau harus memberi hadiah pada Emi untuk membuat Chiho
bahagia? Aneh sekali.”

“Itu karena Chi-chan dan Emi memiliki hubungan yang sangat baik. Atau
lebih tepatnya, Chi-chan akan selalu mencari cara untuk memperbaiki
hubungan antara kami para iblis dengan Emi dan Suzuno. Setidaknya
selama di Jepang, tak ada untungnya membuat Emi dan Suzuno marah,
jadi ini seperti tak ada pilihan lain selain menjaga Emi demi Chi-chan.”

“Hmph... hati wanita memang sulit dipahami.”

Acies melipat tangannya dengan ceria, kemudian dia menarik tangan


Maou seolah kepikiran sesuatu.

“Intinya, bagi Maou, Emi itu orang seperti apa?”

“Soal itu... meski sedikit rumit karena Alas Ramus ada di antara kami, tapi
bagiku....”
Maou mengangguk pelan.

“Lebih akurat kalau menyebutnya sebagai sainganku.”

“Saingan?”

Acies mengernyit.

Dia mungkin mengerti maksud kalimat tersebut, tapi ia tidak bisa melihat
maksud Maou yang sebenarnya.

Maou menatap Acies yang terlihat bingung dengan sebuah senyum kecut,
kemudian ia berjalan di depan barisan rak peralatan makan.

“Emi itu setara, atau bahkan lebih kuat dariku, dia adalah satu-satunya
orang yang masih bisa menganggapku setara, atau bahkan meremehkanku
setelah tahu identitas asliku. Selain itu, meski aku tidak tahu apakah dia
sadar atau tidak, dia itu memiliki semua yang tidak kumiliki, membuatku
berkali-kali merasa iri. Aku tidak ingin kalah darinya, jadi menggunakan
kata saingan untuk mendeskripsikan dia itu adalah cara yang paling akurat.
Dia bahkan memanggil kami musuh.”

“Hm~ tapi biarpun begitu, kau masih ingin mengadakan pesta ulang tahun
dan membelikannya hadiah~ aku benar-benar tidak mengerti.”

Acies terlihat benar-benar bingung dan mulai menggoyang-goyangkan


tangannya yang masih terlipat di sekitar dadanya, karena Acies belum
pernah bertemu dengan Emi, tak ada gunanya melanjutkan topik ini.

Maou mengakhiri topik pembicaraan tersebut, mengalihkan


pandangannya pada rak yang menampilkan berbagai produk, dan
membuka lebar matanya setelah melihat suatu barang.

“Oh, ini terlihat cukup bagus?”


Maou mengambil barang tersebut dari pojok area peralatan makan dan
mengamatinya dari dekat, kemudian ia menyadari kalau barang itu
ternyata tidak terbatas hanya pada satu tipe.

“Kudengar memberikan benda semacam ini pada orang lain itu cukup
menguntungkan.”

Produk kayu itu sepertinya adalah kerajinan tangan, selain desain burung
dan sayap yang sudah ada banyak di toko ini, ada juga barang dengan
desain gelas anggur, sepatu kuda, bunga ataupun bintang.

“Hey, Acies, benda ini lumayan bagus, iya kan? Praktis untuk digunakan,
memiliki desain lucu, dan meski tidak digunakan, tidaklah sulit untuk
menyimpan mereka.”

“Aku tidak yakin, tapi seharusnya sih tak masalah.... hm.”

Kesetujuan samar-samar dari Acies membuat Maou memantapkan


pikirannya dan mulai memilih.
"Desain untuk Chi-chan memang sebaiknya bunga. Sementara untuk Emi...
ini tidak terlalu mahal, sebaiknya aku juga membelikannya untuk Alas
Ramus.... Seingatku Alas Ramus sangat menyukai burung... jadi ayo kita
pilih yang desain burung."

Maou yang lebih perhatian terhadap Alas Ramus ketimbang Emi,


mengambil tiga buah barang.

'Tolong bungkus ini, dan yang dua itu bungkus secara terpisah.'

Meski sedikit kurang pantas, Maou tetap merasa seperti meraih sebuah
prestasi karena akhirnya dia bisa menghadapi Chiho dengan benar.

"Kalau begitu, hey, Acies. Perutmu seharusnya suda..... Eh?"

Ketika Maou menoleh, dia mendapati wajah Acies yang memucat.

Pandangannya tidak hanya menjadi kabur, bahkan napasnya pun mulai


menjadi tidak teratur.

Begitu Maou melihat hal tersebut, dia langsung memiliki perasaan tak
enak.

Maou mengambil produk yang tadi sudah dibungkus dengan sederhana,


menyimpannya ke dalam saku kaosnya, dan berlari membawa Acies
keluar toko.

"Hey! Tahan sedikit lagi! Jangan melakukan hal semacam itu di jalan!"

Namun, dengan cara yang begitu kejam, harapan Maou jatuh seketika.

"Aughhh......."

"Uwaahh!!"

Dua hal terjadi secara bersamaan, membuat Maou berteriak.


Karena hal itu tidak terjadi di dalam toko tadi, rasanya sudah bisa dianggap
sebagai sebuah keberuntungan.

Pertama, Acies muntah di atas bahu Maou.

Acies beberapa saat lalu memakan makanan yang jelas-jelas melebihi


kapasitas perutnya, jadi tubuhnya pasti mengalami reaksi penolakan
setelah beberapa saat. Porsi yang melebihi batas, tentu akan dikeluarkan
dari tubuh, hal ini masih bisa diterima.

Namun, hal yang lebih serius adalah dahi Acies terlihat menembakkan
sebuah sinar ungu ke tanah di saat yang sama.

"Ooohhh???"

Meskipun sudah diaspal, permukaan jalan di sini tentunya tidak akan


diaspal dengan beton komposit layaknya di Jepang, jalanan dengan tanah
di bawahnya ini, kini telah ditembus oleh sinar yang berasal dari dahi
Acies, dan menciptakan sebuah lubang yang cukup besar untuk
menampung tubuh gadis itu.

Maou memegangi tali bahu yang ada di baju Acies dengan panik,
menghentikannya agar ia tak jatuh, namun sinar ungu di dahi Acies
nampaknya memiliki daya dorong yang cukup kuat, dan seperti sebuah
roket, sinar itu mengangkat Acies dan Maou yang memegangi tali bahu
Acies, ke udara.

"Bagaimana mungkin.... Wa?"

Maou berteriak panik, tapi itu sudah terlambat.

Di antara orang-orang yang berlari keluar untuk memastikan situasi


setelah mendengar suara ledakan, terdapat pula si pemilik restoran tadi.
Dia kini menatap gadis misterius yang terbang ke langit seperti roket,
mematung.
Namun, karena induk roket tersebut kini mengeluarkan isi perutnya yang
dipenuhi berbagai makanan sembari melayang di udara, suasana pun tiba-
tiba menjadi kacau.

"Hey! Acies! Ada apa? Apa yang terjadi?"

Memegangi tali bahu Acies, Maou meneriaki gadis itu sambil terus
tertahan di udara, namun, Acies hanya mengerang tak bisa berkata apa-
apa.

Ketika mereka melayang, area di bawah mereka telah berubah menjadi


kacau, petasan-petasan yang digunakan untuk mengusir iblis mulai
berbunyi, para tentara Jokokin yang biasanya berada di jalanan mulai
berkumpul dengan cepat, dan bahkan ada beberapa orang yang
mengangkat telapak tangan mereka dan mulai berdoa pada Maou dan
Acies.

"Ap-apa, kenapa tiba-tiba jadi seperti ini?"

Mengabaikan fenomena muntahnya, sinar ungu itu jelas-jelas adalah


reaksi dari fragmen Yesod.

Dari situasi yang sangat aneh ini, bisa dipastikan kalau fragmen milik
Acies juga terletak di dahinya seperti Alas Ramus, Maou tidak melakukan
apa-apa, tapi jika fragmen Yesod menunjukkan reaksi kuat seperti ini,
maka,

"Sialan.... Suzuno dan Alberto, jangan-jangan mereka gagal?"

Tak peduli bagaimanapun ia memikirkannya, hal ini pasti adalah pengaruh


dari Alas Ramus yang berada di ibukota kerajaan ataupun area di dekat
sini.

Karena Acies menunjukkan reaksi yang begitu kuat, itu artinya Acies
menemui situasi di mana dia harus menggunakan kekuatan yang cukup
besar.

Satu-satunya kemungkinan yang bisa Maou pikirkan adalah, Emi sedang


menggunakan pedang sucinya dan bertarung melawan musuh kuat yang
setingkat dengan seorang Malaikat Agung.

"Hey, Acies!! Bertahanlah! Ayo kita turun dulu..."

"Ugpwah!"

"Ah, hey?"

Kali ini, Acies yang melayang di udara, tiba-tiba menggunakan tangannya


untuk menutupi mulutnya.

"He-hentikan! Jika kau melakukannya di ketinggian ini...."

Meski Maou sempat khawatir dengan martabat Acies sebagai seorang


gadis, dan ledakan kekacauan yang akan dia sebabkan di bawah, Acies
ternyata masih mampu menahannya.

Dan yang menggantikannya.....

"Uwaaahhhhhhhh........."

Sinar yang berasal dari dahi Acies seketika menjadi semakin kuat, Maou
tidak bisa melepaskannya, dan mereka berdua, seperti roket yang
kehilangan kendali, berputar-putar di langit kota dan mendarat di parit
pertahanan yang ada di pinggir kota.

XxxxX
Sesaat sebelum Maou dan Acies meluncur bagaikan roket.

“... Ternyata, tidak semengesankan itu.”

Sebuah tenda berdiri di bukit Area Komersial ibukota kerajaan Afashan,


Emi mengamati Menara Kastil Azure Sky Canopy yang nampak di
cakrawala sebelah timur dan menggumamkan hal tersebut pada dirinya
sendiri.

“Apanya?”

Setelah Olba yang berdiri di sampingnya mendengar hal tersebut, dia


menolehkan kepalanya dan bertanya, Emi mengangkat bahunya dan
menjawab,

“Azure Sky Canopy. Padahal mereka katanya memiliki parit yang indah
dan kota yang menutupi langit luas, dan aku mempercayainya ketika aku
pertama kali datang ke sini, tapi sekarang ketika aku melihatnya lagi,
kurasa mereka tidak seindah itu.”

“Begitukah? Meskipun sedikit tidak pantas bagiku mengatakan ini, tapi


jika bangunan tertinggi di Benua Barat adalah Saint Ignord, maka di Benua
Timur adalah Azure Sky Canopy.”

Olba benar, bahkan jika dilihat dari jarak yang sangat jauh pun, area yang
membentang dengan Area Pusat dan kastil tower sebagai pusatnya ini,
masih bisa terlihat dengan jelas, namun, meski pemandangan ini terlihat
seperti sebuah lukisan yang menggambarkan pegunungan menjulang, hal
tersebut sama sekali tidak bisa menyentuh hati Emi.

“Kau memang tidak punya hak untuk mengucapkan kata-kata itu.”

Emi begitu terkejut ketika mendengar Olba yang mengkhianati Gereja dan
bahkan menggunakan seluruh Benua Timur dan iblis dari Dunia Iblis ke
dalam rencana liciknya, ternyata masih memiliki minat untuk
membicarakan pemandangan indah seperti itu.

“Meskipun aku tidak pernah melihat tempat aslinya, setelah melihat foto
bunga Sakura mekar saat musim semi di Kyoto dan Kastil Himeji, aku
merasa tempat ini sama sekali tidak bisa dibandingkan.”

“Hm, Emilia, jika kau tidak puas dengan pemandangan di sini, ketika kita
menyelamatkan Unifying Azure Emperor nanti, kau bisa memberinya
saran mengenai pemandangan di Azure Sky Canopy."

Emi menatap Olba dengan emosi gelap, kemudian ia berbalik dan berjalan
menuju tenda yang berdiri di atas bukit, yang mana dipakai sebagai tenda
operasi utama.

Setelah ini, para anggota Milita, termasuk Emi akan mengadakan rapat
militer membahas 'Rencana Pembebasan Ibukota Kerajaan.'

Menurut rencananya, Pasukan Pembebas Benua Timur yang dipimpin


oleh Pahlawan Emilia... yang mana di kenal dengan nama Fangan Milita,
akan mengusir Pasukan Raja Iblis yang menduduki Azure Sky Canopy dan
Area Pusat.

Tapi, sebenarnya, penjahat yang membawa Malebranche ke benua Timur


adalah Olba sendiri, dan alasan kenapa Emilia tetap berada di Ente Isla,
juga karena Olba menunjukkan tanda-tanda bekerja sama dengan para
Malebranche itu.

Namun, dia kini berencana menggunakan kekuatan Emi untuk


memusnahkan para Malebranche tersebut.

Dan sebelum mencapai batas antara Area Komersial dan Area Pertanian,
Milita sudah berhasil mengalahkan dua Kepala Suku Malebranche.
Meski sebelum datang ke Jepang Emi sangat ingin membunuh para iblis
tersebut, ketika ia mendengar bahwa dua Malebranche yaitu Draghignazzo
dan Scarmiglione gugur dalam pertarungan, sebuah rasa bersalah yang tak
bisa dijelaskan malah muncul di benaknya.

Emi memandangi telapak tangannya, dan mengingat kembali saat-saat di


mana dulu ia membunuh para iblis seperti orang-orang di Milita kini. Dia
keheranan oleh rasa teror tersebut dan fakta bahwa hatinya yang keras
merasakan teror itu, Emi pun mengepalkan tangannya.

“Mama, Kyoto itu apa? Apa itu sama dengan Tokyo?”

Kali ini, sebuah suara terdengar di pikiran Emi.

“... Tidak, itu adalah salah satu kota besar di Jepang. Meski itu mirip
dengan Tokyo, mereka adalah kota dengan nama yang berbeda.”

“Kyoto.... Tokyo.... Tokyoto?”

Alas Ramus yang mencampuradukkan Tokyo dan Kyoto, mengucapkan


kedua nama kota itu berulang kali.

Emi yang sedikit mendapatkan kembali kehangatan di hatinya karena Alas


Ramus, mengatur tali pengikat sederhana yang ada di pinggangnya dan
terus berjalan.

Sampai sekarang, Emi tidak pernah memunculkan Evolving Holy Sword,


One Wing. Tidak hanya itu, dia bahkan tidak pernah bertarung melawan
musuh di garis depan.

Bagi Olba, daripada membuat Emi menggunakan kekuatannya secara


langsung, menempatkannya di satu tempat sebagai simbol Milita tentunya
akan lebih menguntungkan, selama Emi tidak bertindak melebihi batas,
Olba tidak akan menahan pergerakan Emi di Milita.
Berkat itu, pedang suci di mana Alas Ramus berada pun tidak perlu
mengambil nyawa para musuh, tapi meski begitu, tindakan Olba sudah
melebihi level pemahaman Emi.

“E-Emilia-sama!”

Seorang Kesatria Hakin yang berjaga di tenda operasi utama berlari ke


arah Emilia dengan wajah pucat.

“Ada apa?”

“Ada kabar dari pasukan yang menyusup ke dalam Azure Sky Canopy.
To-tolong tetaplah tenang dan dengarkan!”

“Ada apa, cepat bicara!”

Meski kebanyakan Kesatria Hakin tak ada hubungannya dengan perang


yang terpaksa diikuti Emi ini, dia tetap tak bisa memperlakukan mereka
dengan baik.

Awalnya, banyak Kesatria Hakin yang takut dengan tingkah abnormal


Emi, tapi informasi kali ini nampaknya bisa membuat mereka
mengabaikan fakta tersebut.

“Wa-walau ini tak bisa dipercaya.....”

Si tentara pembawa pesan melapor dengan wajah pucat dan suara gemetar,

“Pasukan kami telah melihat Jenderal Iblis Alsiel di Azure Sky Canopy
Detached Palace!”

“Apa katamu? Ashiya?”

Dengan begini, Emi tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

“Ashi-Ashiya?”
“......Ah, tidak, bukan apa-apa.”

Emi secara tak sengaja menggunakan nama bahasa Jepang yang merujuk
pada Alsiel di Jepang di depan orang dari Ente Isla, dari hal ini, bisa dilihat
betapa terkejutnya dia mendengar kabar itu.

“La-lalu, apa itu benar-benar Alsiel?”

Emi menekan hatinya yang sedang terguncang dan bertanya, si pembawa


pesan mengangguk beberapa kali dengan cara yang sangat mencolok.

“Sepertinya begitu, Jenderal Iblis Alsiel tiba-tiba muncul beberapa hari


yang lalu untuk memimpin para Malebranche, dia memanggil para
Kesatria Hakin milik Azure Sky Canopy dan yang tersebar ke seluruh
Afashan untuk kembali ke kota bersiap menghadapi Fangan Milita....!”

Emi sama sekali tak mengerti kenapa Ashiya bisa ada di Azure Sky
Canopy.

Tapi karena Ashiya ada di sana, Emi harus menanyakan hal ini,

“Lalu Raja Iblis? Apa Raja Iblis juga ada di sana?”

Dulu, Emi dan Suzuno begitu khawatir kalau Maou dan Ashiya bergabung
dengan pasukan Malebranche untuk membentuk Pasukan Raja Iblis yang
baru.

Pengalaman Emi hingga saat ini membuatnya menyangkal kemungkinan


tersebut di suatu tempat di hatinya, tapi meski begitu, dia tetap harus
bersiap menghadapi skenario terburuk.

Lalu, si pembawa pesan....

“Eh? Ti-tidak, Raja Iblis Satan? Kami tidak menerima laporan seperti itu....
dan bukankah Raja Iblis Satan sudah Emilia-sama kalahkan?”
…. menjawab demikian.

Ketika dia berangkat dari Fangan, Emi menemukan berbagai versi yang
berbeda-beda di setiap daerah mengenai informasi tentang takdir
Pahlawan Emilia, tapi hanya fakta bahwa Raja Iblis Satan telah dikalahkan
oleh Pahlawan Emilia saja yang menyebar luas.

Karena itulah si tentara pembawa pesan merasa bingung kenapa nama


Raja Iblis Satan bisa muncul kali ini.

“..... I-itu benar. Jadi di sana hanya ada Alsiel ya....”

Emi mengernyit dan menggumam.

Meskipun Emi tidak dapat memikirkan alasan kenapa Ashiya bisa ada di
Azure Sky Canopy sendirian, dari bagaimana dia tidak menyukai tindakan
para Malebranche, setidaknya bisa dipastikan kalau situasi saat ini
bukanlah apa yang Ashiya inginkan.

Jika demikian, siapa yang membawanya ke Azure Sky Canopy dan untuk
tujuan apa?

“Apapun alasannya....”

“Ugh...”

“Ah, O-Olba-sama....”

Olba yang datang dari belakang Emi tanpa diketahui, berbicara bahkan
tanpa memberi waktu bagi Emilia untuk berpikir,

“Karena itu hanya Alsiel, dia seharusnya bukanlah tandingan bagi Emilia
yang sekarang. Apa yang harus kita lakukan tidaklah berubah. Tak ada
yang perlu dikhawatirkan.”
“A-anda benar. Dan dalam pertarungan besar sebelumnya, Alsiel juga
mundur dari Benua Utama karena dia takut terhadap Emilia-sama.....”

Wajah pucat milik si pembawa pesan perlahan memulihkan kembali


coraknya setelah mendengar kata-kata Olba.

Emi yang menyaksikan seluruh kejadian itu dengan sebuah lirikan, mulai
menunjukkan ekspresi suram.

Dengan kata lain....

“.... Inikah peran yang telah ditetapkan untukku?”

Dalam Milita, orang yang bisa bertarung melawan Jenderal Iblis Alsiel
atau bahkan mengalahkannya, hanyalah Emilia dan Olba.

Olba berencana menggunakan Alsiel dan Malebranche untuk


membangkitkan kembali situasi di mana Pahlawan Emilia menyelamatkan
Benua Timur.

Walau Emilia masih tidak bisa memahami tujuan asli Olba, satu-satunya
hal yang sudah bisa dipastikan adalah, jika Emilia tidak menyelesaikan
tugas yang Olba berikan padanya, impiannya pasti akan dihancurkan.

“Kalau begitu ayo kita mulai rapat militer untuk membicarakan strategi
perang guna menaklukan Area Pusat dan menyelamatkan Unifying Azure
Emperor!”

Olba memasuki tenda dan setelah ragu beberapa saat, Emi mengikuti di
belakangnya.

Tenda terlihat gelap segelap hati suram Emi, dan kali ini......

“Apa benar Alsiel datang?”

Sebuah suara lemah terdengar di pikiran Emi.


“Karena Alsiel datang....”

Suara Alas Ramus memancarkan cahaya yang sangat berbeda dengan hati
Emi.

“..... apakah itu artinya Papa juga ada di sini?”

“....... Papa itu maksudnya Raja Iblis kan......???"

Emi mematung karena rasa syok yang dialaminya dan berhenti berjalan.

“Hm? Ada apa, Emilia?”

Tanya Olba setelah melihat Emi tiba-tiba berhenti, tapi meski begitu, Emi
tetap tak bisa bergerak.

“..... Ah.”

Apa yang barusan kupikirkan?

Kata-kata Alas Ramus, membuatku memikirkan sesuatu.

“Aku.....”

Mustahil aku berpikir seperti ini.

Aku tidak boleh berpikir seperti ini.

Hal semacam ini, tidak boleh terjadi.

“.... Maafkan aku, aku tidak bisa menghadiri rapat militer ini. Aku merasa
tidak enak badan. Tak peduli siapapun lawannya, tak masalah kan selama
aku bertarung dengan musuh terkuat?”

Setelah mengucapkan hal tersebut, Emi berlari keluar tenda tanpa


menunggu jawaban siapapun.
“Em-Emilia-sama?”

Meskipun suara pembawa pesan tadi terdengar di belakangnya, Emi terus


berlari memasuki tenda tempat dia tinggal, dan menjatuhkan dirinya di
atas tempat tidur sederhana di dalam.

Rasanya sulit untuk bernapas.

Jantungnya berdetak begitu kencang.

“.... Ada... ada apa denganku... tsk!”

Emi memukul-mukul ranjang seolah ingin menghancurkannya.

"Apapun yang terjadi..... apapun yang terjadi... pria itu.... adalah milikku
dan milik ayahku.....!!"

'Akan kutunjukkan padamu sebuah dunia baru!'

Emi masih bisa mengingat dengan jelas wajah tersenyum yang sedang
membicarakan impian bodoh tersebut di suatu sore di Shinjuku.

"...... Pria itu.... padahal dia seharusnya adalah musuh....."

Meskipun dia tidak begitu kuat, setiap kali Emi berada dalam masalah, dia
akan selalu muncul dengan ekspresi angkuh di wajahnya, dan pada
akhirnya, semua masalah akan terselesaikan ketika dia mengucapkan kata-
kata bodohnya.

"Ke.... Kenapa......"

"Mama, papa pasti akan datang dan menemukan kita! Jadi aku akan
bersikap baik, okay!"

Dia hampir mencapai batasnya.


".... Kau benar... dia pasti akan datang.... untuk menemukan kita...."

Emi tidak berniat menggunakan keadaan mentalnya yang lemah sebagai


alasan.

Tapi dia tidak bisa lagi menipu siapapun.

Di suatu tempat di hati Emi, dia selalu berharap kalau Maou Sadao, yang
selalu mengatakan lelucon dan keluhan yang membosankan sekaligus
membereskan bahaya yang mengintai Emi dan orang yang penting bagi
Emi, akan datang untuk menyelamatkannya.

Dia tidak ingin mengakui hal ini.

Dan dia juga menganggap hal itu mustahil.

Bagaimanapun, sampai saat ini, bahkan Emerada dan Alberto yang


merupakan rekan Emi di Ente Isla pun, sama sekali tidak menunjukkan
tanda-tanda pergerakan.

Mustahil mereka sebegitu tidak pekanya sampai tidak merasakan situasi


aneh yang menimpa Emi, tapi karena keduanya tidak mengambil tindakan,
maka tidak mungkin Maou dan yang lainnya, yang mana berada di dunia
lain, punya alasan untuk bergerak.

Dia tidak memberikan informasi penting apapun ketika dia menggunakan


Idea Link pada Rika, jadi meski Rika benar-benar membuat kontak dengan
Maou dan Suzuno, mereka tidak mungkin bisa memahami situasi Emi.

Karena Ashiya berada di Ente Isla, Maou seharusnya akan mencari


keberadaannya, dan ketika Emi memikirkan hal tersebut, bagian lemah
yang ada jauh di dalam hatinya pun mulai berteriak.

Jika Maou datang ke Ente Isla untuk mengejar Ashiya, bukankah dia akan
mengetahui keadaan sulit Emi dan menyelamatkannya juga?
Pemikiran licik semacam itu mulai menunjukkan wajahnya.

Namun, itu terlalu menggelikan.

Jika dia ingin menyelesaikan situasi yang menjerat Emi, hanya melindungi
Emi dan Alas Ramus serta membawa mereka kembali ke Jepang saja
tidaklah cukup.

Bertempat di Benua Barat yang jauh, ladang gandum yang ayahnya


tinggalkan kini menahan hati Emi, dan karena dia tidak bisa meninggalkan
impian tersebut, Emi dipaksa untuk ikut serta dalam perang ini.

Meski Maou mendapatkan kembali wujud Raja Iblisnya dan datang ke sini,
mengalahkan Olba dan Raguel di saat yang sama tetaplah sangat sulit.

Jika seseorang tahu bahwa Maou sedang bergerak untuk melindungi Emi
dan memberi perintah pada bawahan Olba yang ada di Benua Barat,
ladang gandum itu pasti akan berakhir dengan kondisi yang mengerikan.

Kalau semua orang yang mengetahui keadaan Emi lenyap dari dunia ini,
atau jika seluruh Ente Isla tidak lagi peduli dengan 'Pahlawan Emilia',
meskipun dia kembali ke Jepang, Emi takkan pernah bisa menemukan
kedamaian.

Kabar bahwa Pahlawan Emilia masih hidup, sudah mulai menyebar di


Benua Timur, dan para Kesatria Hakin serta Olba, cepat atau lambat pasti
akan mengumumkan kabar tersebut ke seluruh dunia.

Dan pada saat itu, tak peduli ke manapun Emi pergi, orang-orang yang
ingin menggunakan identitas dan nama 'Pahlawan Emilia' di Ente Isla,
pasti akan mengirimkan pasukannya.

Namun, jika Emi mengabaikan ladang milik ayahnya sekaligus impiannya


dan kabur ke Jepang, pasti akan ada orang-orang seperti Lucifer, Suzuno,
Sariel, ataupun Ciriatto, Farfarello, dan Olba yang pergi ke Jepang untuk
menemukannya tanpa mempedulikan bahaya apa yang mungkin mereka
sebabkan di Jepang.

Jika sudah begitu, untuk menyingkirkan para pengejarnya, Emi terpaksa


harus mengayunkan pedangnya ke arah orang-orang Ente Isla, orang-
orang yang seharusnya dia lindungi.

Keseluruhan situasi ini hanya memperlihatkan keputusasaan.

Bagaimanapun caranya, mustahil untuk sepenuhnya menyelamatkan Emi


yang sekarang.

Meski begitu....

“Sialan.... kenapa.... kenapa kau harus memasuki hatiku seperti ini?


Hentikan omong kosong ini!”

Suara Emi nampak tertahan.

Dia tidak beranggapan kalau Ashiya kembali untuk menaklukan Afashan


ataupun Ente Isla.

Karena Emi tahu Maou tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

Dan dia tahu, jika Maou tidak setuju, maka Ashiya tidak akan menentang
keinginan tuannya.

Waktu yang Emi habiskan bersama Maou sudah begitu lama sehingga dia
sangat mempercayai hal ini dari dasar lubuk hatinya.

“..... Raja Iblis.... Raja.... Iblis!”

Emi memanggil si pemilik wajah yang sedikit demi sedikit muncul di


suatu bagian di dasar hatinya.... wajah seorang pemuda yang tinggal di
Sasazuka dan disukai oleh banyak orang di sekitarnya.
“....... selamatkan... selamatkan aku.......”

Air matanya tidak mau berhenti.

Ketakutan, penyesalan, rasa sakit, dan perasaan aman yang aneh. Emi
yang tidak bisa memahami keadaan mentalnya, hanya bisa terus menangis.

Seketika, Emi merasa kalau amarah dan rasa keadilan yang telah
menyokongnya hingga kini serta pengakuan sebagai Pahlawan yang
menyelamatkan dunia dan seluruh umat manusia, telah menghilang tanpa
jejak.

Alasan kemunduran di hati Emi bukanlah karena rakyat Ente Isla, dengan
dipimpin oleh Olba, telah melakukan hal yang mengerikan pada sang
Pahlawan.

Melainkan karena dia bukanlah manusia yang memiliki jiwa dan impian
yang mulia sejak awal.

“..... Em, Al.... maafkan aku, maafkan aku.... ayah.... maaf, aku tidak bisa
lagi, bertarung sendirian....”

“Mama.”

Tak peduli darah ataupun kelahiran macam apa yang dimiliki Emilia
Justina sang Pahlawan, hingga beberapa tahun yang lalu, dia hanyalah
anak tunggal dari seorang petani yang menjalani kehidupan normal,
seorang gadis biasa yang bisa dilihat di manapun.

Tekad Sang Pahlawan yang terlahir dari kebencian seorang gadis berusia
kurang dari 18 tahun, baru saja telah hancur.

“Aku tidak tahu, apa yang harus kulakukan.... ayah, Em, Raja Iblis....
seseorang kumohon datanglah....”
“Mama.”

Kali ini,

Meskipun tidak dipanggil, Alas Ramus muncul di atas ranjang seperti


seorang dewa yang ingin menyembuhkan hati Emi yang terluka.

Di dahi gadis kecil itu, sebuah tanda berbentuk bulan sabit bercahaya
seperti ketika pedang suci aktif ataupun ketika dia memanggil fragmen
Yesod lain.

Alas Ramus, dengan tangan hangat nan halus miliknya, mengangkat wajah
Emi yang dipenuhi air mata dan tersenyum.

Senyum hangat dan cahaya ungu itu sangatlah menyilaukan, Emi


mendekat ke arah tangan tersebut, rasanya seolah mereka mampu
menyinari kegelapan di hati Emi.

“..... Ahh, maaf, Alas Ramus.... kurasa aku akan segera hancur.....”

Ini sangat menyedihkan.

Meskipun dia merasa terluka karena tahu bahwa 'ibu asli' Alas Ramus
adalah Laila, dia kini malah menangis di depan 'putri' yang seharusnya dia
lindungi.

Tapi walau dengan keadaan Emi sekarang, Alas Ramus tetap berbicara
dengan kondisi mental yang semurni kulit lembutnya,

“Dulu, aku juga selalu sendiri.”

“....?”

“Tapi sekarang aku bersama dengan mama.”

“Alas Ramus....?”
“Mama selalu bersama dengan papa. Chi nee-chan, Suzu nee-chan,
Lucifer, Em nee-chan, semuanya akan selalu bersama dengan mama.”

Setelah itu, Alas Ramus menolehkan kepalanya, ia mengalihkan


pandangannya dari Emi menuju ke kejauhan dan berbicara dengan pelan,

“Acies, pasti juga begitu.”

“Alas Ramus.....?”

“Jadi jangan khawatir, okay? Semuanya pasti akan berkumpul bersama


lagi.”

“Semuanya.... bersama.....”

Emi mengusap matanya yang memerah dan menghela napas dengan


gemetar.

“.... Yeah, kau benar, semuanya akan selalu bersama...”

Emi baru menyadari hal ini sekarang.

Memang Maou dan yang lainnya dulu adalah musuh.

Tapi ketika berada di Jepang, mereka telah melampaui batas-batas sebagai


musuh, batas antara manusia dan iblis, dan melanjutkan kehidupan mereka
bersama.

Tak peduli seberapa serius kesalahan ini.

“Tapi ini sudah terlambat. Aku terlambat menyadari fakta ini. Di sini,
bahkan jika aku menyerah terhadap ladang gandum milik ayah, aku sudah
tak bisa lagi bersama dengan Raja Iblis dan yang lainnya...”

“Kenapa?”
“Karena....”

Emi menatap tangan kanannya.

“Agar tidak kehilangan impianku, aku mendengarkan kata-kata Olba....


dan bahkan membunuh mereka yang berasal dari Dunia Iblis, membunuh
rakyat Raja Iblis.”

Ini bukanlah pertarungan yang Emi inginkan, dan musuh tidak sepenuhnya
bersalah.

Bagaimanapun, Emi masih merasa kalau tindakannya itu tak ada bedanya
dengan tindakan yang dia lakukan saat melawan Pasukan Raja Iblis yang
dia anggap jahat.

Meskipun dia tahu bahwa iblis bukanlah monster yang hanya tahu cara
membunuh dan tidak bisa diajak berkomunikasi.

Tapi karena impiannya, Emi tidak bisa menghentikan Fangan Milita yang
menggunakan namanya, dan, tanpa tahu berapa banyak kejahatan yang
telah musuh perbuat, Fangan Milita membunuh para Kepala Suku
Malebranche.

Jika Emi bersikeras bahwa itu adalah untuk melindungi impiannya dan
secara pribadi bertempur mengayunkan pedangnya, hasilnya mungkin
akan berbeda.

Tapi, Emi tidak melawan dan bahkan tidak melakukan apa-apa, dan hanya
menyaksikan semuanya terjadi.

Pahlawan yang membunuh para iblis, sebagai pemimpin Milita, telah


mengotori tangan orang lain.
“Raja Iblis sangat membenci hal-hal yang tak beralasan. Apapun
alasannya, dia tidak mungkin akan memaafkan tindakan egoisku. Alsiel
seharusnya juga sama. Jadi.....”

Ketika Emi mengatakan hal tersebut dengan gelisah....

“.....?”

Terdapat keributan di luar tenda.

Seluruh tentara yang memiliki pangkat tinggi seharusnya pergi menghadiri


rapat militer, tapi saat Emi memperhatikannya, terdapat keributan besar
seolah telah terjadi sebuah serangan.

Sekumpulan besar tentara berkeliling dan nampak mendebatkan sesuatu.....

“E-Emilia-sama, maaf mengganggu anda.”

Kali ini, sebuah suara gelisah milik pembawa pesan tadi terdengar dari
pintu masuk tenda.

“Erhm, apa anda baik-baik saja? Saya dengar anda merasa tidak enak
badan....”

“.... Maaf, aku tak apa.”

Barusan Emi menangis begitu keras dan tidaklah aneh jika seseorang
mendengarnya.

Dengan semuanya yang sudah seperti sekarang ini, Emi sama sekali tak
punya energi untuk menyembunyikannya, jadi dia sedikit mengusap sudut
matanya, berdiri, dan menemui si pembawa pesan.

Cahaya di dahi Alas Ramus menghilang bersama suasana aneh barusan


tanpa disadari siapapun, dan ketika perhatian Emi teralih pada si pembawa
pesan, Alas Ramus sudah melompat-lompat di atas ranjang dan mulai
berguling-guling.

“Erhm, maaf mengganggu anda saat anda sedang sibuk.....”

Meskipun si pembawa pesan nampak sedikit terguncang setelah melihat


wajah menangis Emi, tentara itu tetap menyampaikan perintah yang
mengharapkan Emi bisa bergegas menuju tenda operasi di mana rapat
militer dilangsungkan.

“Kami mendapat surat dari Jenderal Iblis Alsiel yang dikirim dari Azure
Sky Canopy.”

"Surat dari Alsiel?”

“Itu benar. Dan surat itu dia tujukan pada Emilia-sama, jadi Olba-sama
berharap anda bisa segera menuju ke sana....”

Setelah mendengus dan menghela napas dalam, Emi mengangguk dan


keluar dari tenda.

Ngomong-ngomong, situasi ini terasa sedikit aneh.

Bagaimana Ashiya... Alsiel bisa tahu kalau Emi ada di dalam pasukan
ini??

Setelah bergabung dengan Alas Ramus, Emi dengan cepat berjalan


menuju tenda operasi utama.

Olba yang terlihat tidak senang dan para pejabat yang terlihat gugup,
menunggu Emi di sana.

“Kau datang, Emilia.”

Terdapat sebuah kertas kulit domba yang membentang di depan Olba, itu
seharusnya adalah surat yang Alsiel kirim.
“Kudengar surat itu ditujukan padaku... boleh aku melihatnya?”

“Apa boleh buat.”

Ada alasan kenapa Olba menggunakan nada enggan seperti itu.

Karena dia tahu bahwa Alsiel telah melewati garis yang memisahkan dia
dan mereka, para musuh, lalu berinteraksi dengan Emi sebagai Ashiya
Shirou, identitasnya di Jepang.

Dari bagaimana Olba tidak terlalu terkejut dengan kemunculan Alsiel, dia
pasti sudah tahu sebelumnya kalau Alsiel akan kembali ke Ente Isla.

Namun, si uskup agung itu kini memasang ekspresi tegang, yang mana
bisa dilihat kalau surat tersebut adalah situasi yang benar-benar tak terduga
baginya.

Olba nampaknya tidak bisa menghancurkan surat yang dikirim oleh


komandan musuh dan ditujukan kepada sang Pahlawan di depan para
Kesatria Hakin begitu saja, tapi apapun alasannya, dia sepertinya tidak
menyangka kalau Ashiya akan melakukan kontak.

Dari kesan yang Emi miliki, semenjak mereka bertemu kembali di kaki
gunung Benua Barat, Olba sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda
telah pergi ke Jepang. Itu artinya Alsiel dibawa kembali oleh kaki tangan
Olba (atau mungkin Olba lah si kaki tangan itu).

Tanpa menghiraukan 'Ashiya Shirou', karena Olba yakin bisa menahan


gerakan 'Alsiel', maka bisa disimpulkan bahwa Olba didukung oleh sosok
kuat dari balik bayangan.

Mengingat bahwa Raguel bergerak bersama Olba, tinggi kemungkinan


kalau si pendukung itu adalah malaikat dari Surga, jadi meski surat dari
Alsiel ini benar-benar ditulis oleh Alsiel, logikanya itu tak akan bisa
sampai ke tangan Emi.
"Ada apa ini.....?"

Emi mengernyit karena merasa ada orang lain yang terlibat selain Olba,
dan sosok kuat yang mendukungnya.

"Emilia-sama, berhati-hatilah! Surat ini ditulis dengan huruf yang tidak


bisa kami baca, mungkin ada kutukan iblis di dalamnya."

Tidak tahu bagaimana para Kesatria Hakin mengartikan ekspresi Emi,


wajah ketakutan mereka benar-benar diluar akal sehat, tapi bagaimanapun,
Emi harus membacanya sebelum memberikan penilaian.

Emi menerima kertas kulit domba dari Olba, dan mulai membaca isinya
usai menelan ludah.

Tanda tangan Jenderal Iblis Alsiel dan nama Emilia tertulis dalam bahasa
Pusat Perdagangan di atasnya, dan......

"...... Hmmm?"

Usai memastikan isinya, Emi mengeluarkan suara kebingungan.

"Apa yang tertulis di sana?"

Bahkan kali ini, suara cemas Olba tidak bisa membuat Emi merasa jengkel.

"Uh... pokoknya ini bukan huruf dari Dunia Iblis ataupun sebuah kutukan.
O-Olba? Kau tidak bisa membaca surat ini?"

Olba menjawab pertanyaan Emi dengan tidak senang.

"Aku tahu ini adalah kata-kata dari dunia itu. Bahkan aku bisa
menggunakan Idea Link untuk kurang lebih memahami bahasa di sana,
tapi waktu yang kuhabiskan di sana tidaklah cukup lama untuk memahami
kata-katanya secara penuh."
Olba menunjuk ke arah sudut kertas kulit domba di tangan Emi.

“Selain tulisan Hiragananya, kata ini berarti 'dingin', sementara yang ini
adalah 'barang bawaan'. Adapun tulisan di belakangnya, aku hanya tahu
kalau itu biasa digunakan untuk mengungkapkan keinginan balas dendam.”

“.... Ye-yeah, memang seperti itu....”

Emi mengangguk dengan ekspresi rumit di wajahnya, dan memandang


surat itu sekali lagi.

Ini adalah surat yang Alsiel tulis untuk menyampaikan sebuah pesan pada
Emi.

Dan Emi kurang lebih tahu bahwa Alsiel tidak ingin menjadi musuhnya.

Namun, dia masih tidak mengerti apa yang ingin Ashiya sampaikan.

“Apa yang tertulis di sana? Jangan-jangan Alsiel ingin memberitahu kita


untuk tidak mengirim barang bawaan pada Emilia?”

“Uh... tidak, kurasa bukan begitu maksudnya....”

Jawab Emi sembari berpikir keras.

Ashiya yang memilih kata-kata ini, pasti ada suatu alasan tertentu.

Pesan apa yang coba Ashiya sampaikan padanya?

“Apa yang sebenarnya tertulis di sana!?”

“Uh... tunggu dulu, aku benar-benar tidak tahu apa maksudnya ini. Kenapa
hal seperti ini tertulis......”

Tidaklah aneh bagi Olba menjadi kacau dan Emi menjadi bingung.
Bagaimanapun, surat milik Jenderal Iblis ini....
“Suatu hari nanti, aku pasti akan membalas dendam untuk tahu dan acar
jahe itu.”

(T/N : Ada di volume 8)

Satu-satunya kalimat yang dia tulis dengan rapi hanyalah kalimat


sederhana tersebut.

“Apa maksudnya kalimat ini?”

“Uh, bagaimana aku mengatakannya ya....?”

Meskipun sedang kebingungan, Emi tetap menjawab pertanyaan Olba


dengan jujur,

“Kata ini dibaca 'tahu', dan jika digabungkan, bacanya menjadi 'tahu
dingin'.”

Tapi isinya benar-benar membuat Emi merasa kalau penjelasan konyolnya


sama sekali tidak sesuai dengan suasana tegang saat ini.

“Tahu? Apa itu tahu?”

Emi secara refleks hampir saja ingin menjawab 'itu sangat enak ketika
ditambahkan ke dalam sup miso', namun dia berhasil menahannya.

“Uh, eto, bagaimana aku menjelaskannya ke dalam istilah kita ya, tahu itu
adalah makanan putih dan lembut yang berukuran kecil kira-kira seukuran
bata kecil, mengandung kandungan air yang tinggi dan lembek.... tapi
mereka tidak memiliki rasa.”

“Ti-tidak ada rasanya? Penduduk dunia lain biasanya memakan benda


aneh seperti itu?”

Para pejabat Kesatria Hakin menoleh satu sama lain dan berbisik, dan
ketika Emi menjelaskan, dia juga merasa ada sesuatu yang tidak sesuai.
“A-aneh... yeah, mungkin ada benarnya bilang begitu.”

Emi masih mengingat kombinasi tersebut.

Dan maksud yang hanya diketahui olehnya, tersembunyi di dalam.

Sebenarnya, situasi macam apa yang dialami Emi ketika ia memakan


makanan ini?

Bahkan jika ia merasa frustasi seperti tidak bisa mengingat apa yang dia
makan dua hari yang lalu, Emi terus berbicara,

“Dan yang ini dibaca 'acar jahe', bentuk makanan ini terlihat seperti umbi
merah keunguan, dan ini adalah tanaman yang akan memberikan rasa pahit
yang kuat pada rongga hidungmu ketika kau menggigitnya....”

“I-itu terdengar seperti bahan makanan iblis.”

“Aku tidak pernah menyangka kalau makanan di dunia lain akan sangat
aneh....”

Meskipun makanan-makanan ini tidak begitu penting, tapi ada pula


sesuatu yang salah dalam penjelasan Emi.

Tentunya itu karena Emi tidak tahu makanan apa di Ente Isla yang bisa
dibandingkan dengan mereka.

“Biasanya mereka memotong-motong makanan ini dan meletakkannya di


atas..... tahu dingin......”

Untuk menjelaskan hidangan ini pada orang-orang Benua Timur yang


tidak tahu apa itu tahu ataupun acar jahe, Emi tanpa sadar melakukan
gerakan memotong jahe dengan sebuah pisau dan meletakkannya ke atas
tahu yang tak terlihat....

“......Ah.”
Seketika, hati dan tubuh Emi kembali pada momen itu.

Itu adalah apa yang selalu dia lihat dalam mimpinya, meskipun tempat itu
sudah tua dan berisik, di sana selalu dipenuhi dengan suasana damai yang
aneh.... sebuah suasana makan yang ada di apartemen Jepang.

Apa yang ada di hadapan Emi pada waktu itu adalah, Maou yang
mengernyit dan tumpukan besar acar jahe, termasuk milik Emi, yang ada
di atas satu mangkok tahu dingin.

“Ada apa, Emilia?”

“.... Ugh.”

Emi kembali tersadar karena suara Olba.

Para pejabat kesatria Hakin menatap Emi dengan gelisah, namun


situasinya jauh lebih serius.

Di hati Emi, sebuah gelombang frustasi yang berbeda dengan apa yang dia
rasakan ketika menangis di tenda, meluap.

Wajahnya memerah, perut dan sudut matanya perlahan menjadi semakin


hangat.

Emi akhirnya mengerti apa yang ingin Alsiel sampaikan.

Dan saat dia memahami hal itu, gelombang rasa lega dan kebahagiaan
menyebar di hati Emi, membuatnya merasa kaget meskipun masih berada
dalam kekacauan.

Hal yang dia harapkan beberapa menit yang lalu dan keputusasaan yang
dia rasakan ketika memastikan kalau hal itu tidak akan terpenuhi, kembali
berubah menjadi sebuah harapan di depan mata Emi.

“O-Olba.”
Meski begitu, dia harus menekan perasaan yang hampir meluap tersebut,
dan mulai berpikir dengan segenap kemampuannya.

“A-ada apa?”

Nada bicara Emi yang mendesak, membuat jawaban Olba terdengar


tegang.

“Kita harus secepatnya menuju Azure Sky Canopy, kita tidak boleh
menundanya lagi.”

“Apa katamu?”

“Kita harus bertindak cepat, terlepas dari keinginanmu ataupun


keinginanku, Ente Isla akan diselimuti kegelapan sekali lagi. Alsiel telah
menemukan rahasia yang bisa melawan diriku yang berkekuatan penuh
secara langsung, dia menggunakan bahasa Jepang untuk menulis kode ini
dan memintaku mundur jika aku masih sayang nyawa.”

Karena hal itu, Emi tidak bisa terus mengucapkan rangkaian kalimat tak
jujur tersebut.

“K-kau tidak hanya sedang membual, kan?”

Dengan penuh tekad, Emi menoleh ke arah Olba yang tidak bisa berbicara
terlalu kasar di hadapan para Kesatria Hakin Milita, dan berbicara dengan
nada yang lebih tegas,

“Apa yang kukatakan ini adalah kenyataannya. Jika dia menggunakan


'tahu dingin' dan 'acar jahe' ini, Jenderal Iblis Alsiel bisa mendapatkan
kekuatan yang jauh melebihi Jenderal Iblis Lucifer, atau bahkan Raja Iblis
Satan.”

“A-apa katamu?”
Emi sama sekali tidak berbohong.

Dia melihat sekeliling ruang rapat, dan berbisik pada Olba.

“Alsiel pernah membalik perbedaan kekuatan antara dirinya dan Raja Iblis
Satan di depanku menggunakan 'tahu dingin' dan 'acar jahe'. Aku juga
hampir saja kalah. Kau seharusnya tahu apa artinya kan?”

“.... Uh.... mu-mungkinkah.....”

“Alasan kenapa aku tiba-tiba kembali ke sini dari Jepang terutama juga
karena hal ini. Jika Satan tidak menahan 'acar jahe' itu menggantikanku,
aku benar-benar tidak tahu akan jadi apa semua ini.”

“Ne-negara yang disebut Jepang itu, bagaimana bisa mereka memiliki


kekuatan hebat seperti itu.....”

'Bukankah kau mendapatkan sihir iblis bersama Lucifer ketika berada di


Jepang? Dunia itu juga memiliki kekuatan yang tidak kita ketahui, dan
Alsiel yang awalnya tidak bisa menandingi Raja Iblis, kini telah
mendapatkan kekuatan yang lebih kuat dibandingkan sihir iblis, kekuatan
yang jauh melebihi Raja Iblis.... melalui 'tahu dingin' dan 'acar jahe'!'

Emi sengaja mengucapkan hal tersebut kepada Olba menggunakan bahasa


Jepang, bahasa yang tidak bisa dipahami para Kesatria Hakin.

Demi menyampaikan maksudnya yang sebenarnya pada Olba seorang.

Demi menyampaikan sebagian kebenaran tanpa adanya kebohongan.

“Bagaimana mungkin.....?”

'Meski aku tidak tahu apa yang kau rencanakan, jika kita tidak segera
bergerak, semuanya akan berakhir. Jika kau meremehkan kekuatan Alsiel
yang sekarang, bahkan aku pun tidak akan bisa lari tanpa tergores.'
“Ugh..... ti-tidak ada pilihan lain.”

Olba menoleh dan memberikan perintah pada para Kesatria Hakin.

Olba awalnya berencana menggunakan Emi untuk melawan Alsiel di


Azure Sky Canopy.

Namun, situasi yang berubah dengan kedatangan surat Alsiel yang hanya
bisa dibaca Emi ini, membuatnya merasa gelisah.

Olba, sebagai seorang ahli strategi, seharusnya tahu bahwa satu faktor
tidak pasti saja, bisa merubah seluruh hasil menjadi sesuatu yang tak
diketahui.

Memperhatikan punggung Olba, Emi dengan panik mengusap air matanya


yang tidak bisa dia tahan, dan berbicara,

“Dia ternyata bukan hanya sekedar pria yang ingin terus membeli telur
satu box per orang.”

Meski Emi tidak tahu bagaimana Ashiya mengirimkan surat itu pada
Milita, cara dan pemikirannya yang mampu merubah situasi di sekitar Emi
hanya dengan satu surat saja, tetap membuat Emi merasa kagum padanya.

Hanya ada satu orang di dunia ini yang akan mencari Emi demi balas
dendam dikarenakan 'tahu dingin dan acar jahe'.

“Raja Iblis..... sedang menuju ke sini.”

Siapakah orang yang sekiranya akan membalas dendam untuk tahu dingin
dan jahe?

Orang yang akan mencari Emi untuk membalas dendam karena jahe yang
diletakkan di atas tahu dingin miliknya, sudah pasti adalah Maou.
Emi, tidak bisa menahan senyumnya yang tanpa sadar tersimpul, dengan
panik menekan dadanya.

Semuanya tidak akan selesai hanya karena ini.

Meski Maou mendapatkan kembali wujud iblisnya dan bersedia


membantu Emi, ladang gandum milik ayahnya tentu tetap berada di bawah
kendali Olba serta Raguel, dan sedang berada dalam keadaan bahaya.

Meski begitu, Emi tetap merasa kalau pandangannya yang tadi ditutupi
oleh keputusasaan yang suram, kini tiba-tiba bisa kembali melihat cahaya.

Emi tidak berpikir kalau Maou akan meninggalkannya dan hanya


menyelamatkan Ashiya seorang.

Walau memiliki pemikiran semacam itu sedikit keras kepala, bahkan jika
pria itu terus mengeluh, Maou tidak mungkin akan melakukan sesuatu
seperti itu, walau dia tidak menyukai Emi, cintanya terhadap Alas Ramus
adalah nyata.

Terlebih lagi, jika Maou hendak mengabaikan Emi, maka Ashiya tidak
mungkin mengirimkan surat tersebut untuk memberi petunjuk bahwa
Maou akan datang.

Jika Maou benar muncul di Ente Isla, dia pasti akan bertindak untuk
membawa Ashiya, Emi, dan Alas Ramus kembali ke Jepang.

'Maou Sadao' yang Emi lihat dalam beberapa bulan ini, adalah pria seperti
itu.

Tentu saja, situasinya tidaklah seoptimis itu.

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, bahkan jika Maou


memulihkan kembali wujud Raja Iblisnya dan membantu Emi, dia tidak
akan bisa membawa Emi, Alas Ramus, dan Ashiya kembali ke Jepang
begitu saja.

Ditambah lagi, dari bagaimana Ashiya menggunakan kata 'suatu hari nanti'
di suratnya, dia mungkin juga tidak bisa memastikan kapan Maou akan
datang.

Meski begitu....

“Raja Iblis..... bersedia untuk datang.”

Hati Emi hanya memikirkan fakta ini.

Asalkan Maou datang ke Ente Isla, tak peduli ke arah mana dia berbicara,
situasi pasti akan berkembang pesat.

Namun Emi tidak yakin hasil macam apa yang akan terjadi setelah
perkembangan tersebut.

Meski dia tidak yakin, karena alasan yang tak diketahui, dia bisa dengan
mudah menebak bagaimana Maou akan berpikir setelah tahu bahwa
Ashiya dan Emi diseret ke dalam situasi ini.

Maou tidak akan pernah menerima situasi tersebut.

Baik itu Olba, orang di belakangnya yang merencanakan semua ini, atau
bahkan impian Emi, Maou pasti akan bertindak untuk menghancurkan
semua komponen dalam sandiwara ini.

Emi tidak tahu bagaimana situasi ini akan berkembang setelahnya.

Walau dia tidak menyadarinya, saat ini, termasuk ladang gandum milik
ayahnya dan kehidupan damainya di Jepang, Emi sudah pasrah terhadap
semua itu.
Emi sudah menyerah untuk berpikir apa yang akan terjadi setelah Maou
muncul.

Menyerah untuk memikirkan impiannya, masa depan ladang gandum


milik ayahnya, dan seluruh masa depan 'Yusa Emi' yang tertinggal di
Jepang.

Emi tidak tahu kapan Maou akan datang, kapan Maou akan bergerak, dan
apa yang dia rencanakan.

Meski dia tidak tahu, Emi setidaknya tahu bahwa dia harus bertindak
menurut peran yang sudah ditetapkan untuknya oleh Olba dan orang-orang
yang merencanakan semua ini di balik bayangan .

Walaupun sang dalang di balik bayangan tersebut berencana bergerak


sendiri setelah lelah dengan semua ini, Emi tidak bisa menghentikan
aksinya.

Sampai saat ketika si 'tokoh utama' yang tak disangka oleh 'penonton'
muncul untuk menciptakan klimaks dalam sandiwara ini, Emi harus terus
bekerja keras.

“Satu-satunya hal yang bisa dilakukan oleh diriku yang bodoh, adalah ini.”

Itu bukanlah kalimat untuk menghina dirinya sendiri.

Itu adalah kalimat jujur dari Emi yang sekarang.

Karena ia tidak memaksakan dirinya, kalimat tersebut terdengar sangat


jelas dan gamblang, dan mungkin karena menyadari hal tersebut, Alas
Ramus, dalam keadaan bergabungnya, berbicara dengan ceria,

“Mama? Apa kau sudah kembali ceria?”

“... Yeah, kurasa aku sudah menjadi sedikit lebih senang.”


Emi sendiri juga merasa kalau dirinya adalah orang yang realistis dan
keras kepala.

Jadi jika semuanya berjalan lancar dan dia bisa melihat tuan dari meja
makan hangat itu sekali lagi....

“Walaupun mungkin dia tidak akan memaafkanku, dan benar-benar


menjadi musuhku, meski begitu....”

Emi ingin melupakan kejadian-kejadian yang telah lalu, dan dengan jujur
meminta maaf atas kejadian yang terjadi beberapa minggu terakhir.

Emi dengan tegas membulatkan tekadnya.


Chapter 2 : Pahlawan, Berlari Menuju Medan
Pertarungan.

Di suatu tempat yang dingin dan berbau tak sedap, Alberto mengernyit
karena sepatunya dipenuhi oleh debu saat dia berjalan mengikuti Suzuno.

"Kau sudah tahu kalau ada tempat seperti ini di bawah Azure Sky
Canopy?"

"Aku hanya mendengarnya dari informasi yang beredar."

"Mendengarnya dari informasi yang beredar ya... Hmm, aku mengerti."

"Hal ini juga termasuk bagian dari Bayangan Fanatik Gereja. Alberto-
dono, kau seharusnya sudah tahu kalau sebagian dari utusan Gereja adalah
mata-mata yang dikirim oleh Saint Ignord, kan? Karena mereka adalah
sekumpulan orang yang bersedia mengorbankan diri demi Tuhan, mereka
juga bersedia mempertaruhkan nyawa untuk mengirimkan berbagai
informasi kembali ke Saint Ignord."

"Ngomong-ngomong, tempat ini sangat mengesankan ya. Berapa banyak


waktu dan tenaga yang dibutuhkan untuk membangun tempat seperti ini?"

Suzuno dan Alberto saat ini sedang berjalan menyusuri sebuah jalur bawah
tanah.

Dan ini bukanlah jalur bawah tanah biasa.

Azure Sky Canopy memiliki Dinding Besar yang membentang hingga


bagian luar Area Pertanian, dan di bawah Dinding Besar tersebut, dapat
ditemukan sebuah bangunan bawah tanah... dengan kata lain, ada sebuah
lorong besar di dalam bangunan bawah tanah tersebut.

Dengan tidak adanya pergerakan lain di dalam lorong batu tersebut selain
mantra cahaya di tangan Suzuno dan debu di kaki mereka, di dalam sana
sangatlah hening, seolah waktu telah berhenti.

"Katanya, ketika Unifying Azure Emperor berada dalam bahaya, mereka


akan mengikuti rute dari Cloud Detached Palace yang ada di Azure Sky
Canopy menuju bangunan bawah tanah yang ada di bawah seluruh ibukota
kerajaan untuk bersembunyi dari bahaya. Meskipun dalam sejarahnya
tempat ini belum pernah digunakan, untuk menjaga kerahasiaan dan
memastikan kalau tempat ini bisa digunakan dengan normal jika terjadi
sesuatu, semua kantor operasi milik Kesatria Seisokin ditempatkan di
tempat yang terhubung dengan bangunan bawah tanah ini."

"Kau yang berasal dari Gereja dan bisa membicarakan bagaimana Afashan
menjaga rahasianya, itu terdengar sangat ironis."

Suzuno sama sekali tidak ragu ketika ia bergerak, Alberto yang


mengikutinya dari belakang, terus mewaspadai sekitarnya ketika ia
mengangkat bahu dan mengatakan hal tersebut.

Seolah menyetujui apa yang dikatakan Alberto, Suzuno mengangguk dan


menjawab,

"Walau katanya ini adalah rahasia, sebenarnya ini hanya main-main.


Bagaimanapun, ketika Unifying Azure Emperor menggunakan jalur ini
untuk melarikan diri, Afashan pasti akan hancur. Jika seorang kaisar dari
sebuah kekaisaran besar yang sering mengalami perang sipil melarikan
diri dari Ibukota Kerajaan, itu artinya sistem yang ada saat ini telah rusak.
Jadi meskipun jalur seperti ini ada, takkan pernah ada hari di mana jalur
ini akan digunakan. Karena itulah, meski ini merupakan rahasia, masalah
ini sudah diketahui secara luas. Berdasarkan lokasinya, bahkan beberapa
bangunan bawah tanah kuno milik negara sebelum Afashan dan beberapa
jalur bawah tanahnya, telah menjadi tempat wisata."

"Hm, rasanya aku juga pernah dengar kalau makam dari raja-raja dinasti
terdahulu berada di bawah dinding kota yang membentang menuju bagian
timur Ibukota Kerajaan. Jadi maksudnya ini ya. Tapi, meski ini sudah
menjadi rahasia umum, jika semua orang bisa masuk dengan mudah,
bukankah ini akan sangat menguntungkan bagi orang-orang yang ingin
menyulut perang sipil?"

"Oleh sebab itulah, jalur ini diurus oleh orang-orang yang terdekat dengan
Kaisar, yaitu para Kesatria Seisokin."

Pada kenyataannya, mereka berdua memasuki jalur bawah tanah ini


melewati kantor operasi milik Kesatria Hakin yang terletak di dinding kota
pemisah antara Ibukota Kerajaan dan Area Komersial.

Karena itu adalah kantor milik Kesatria Hakin, sebagai orang luar, mereka
berdua mengira tak akan mudah untuk menyusup masuk ke dalam sini,
tapi ternyata, bahkan tentara yang seharusnya bertugas menjaga dinding
kota pun tak bisa ditemukan di manapun, tempat ini jadi terlihat seperti
sebuah cangkang kosong.

Mereka berdua tidak menganggap kalau ini adalah jebakan.

Di dalam Afashan saja, ada lebih sari seratus kantor operasi milik Kesatria
Seisokin di sepanjang dinding kota. Kesatria Azure Sky Canopy yang
tidak mengetahui pergerakan Suzuno dan Alberto, tidak mungkin akan
memasang perangkap merepotkan seperti itu ketika mereka belum bisa
memastikan kalau Suzuno dan Alberto akan datang.

"Bahkan jika para kesatria di tingkat Josuikin ke bawah tahu tentang


keberadaan jalur bawah tanah ini, mereka tidak akan tahu rute yang benar
menuju Cloud Detached Palace."

Walau mereka juga disebut Hakin, ada sebuah hierarki ketat dalam
Pasukan Kesatria Hakin.

Perbedaan posisi antara Seisokin yang memiliki pangkat tertinggi dan


Jokokin yang memiliki pangkat terendah, sangatlah besar sehingga tidak
aneh jika para Kesatria Jokokin tidak berani bicara dengan para Kesatria
Seisokin karena ketakutan.

"Hm? Lalu tanda macam apa yang kau ikuti? Tak peduli seberapa
hebatnya orang-orang dari Departemen Penyebaran Ajaran Gereja bisa
mengumpulkan informasi, mereka tidak mungkin tahu rute yang hanya
diketahui oleh para Kesatria Seisokin....."

Tanya Alberto dengan panik, tapi begitu ia melihat tatapan tajam Suzuno
yang menyipit saat ia menoleh, Alberto langsung menelan kata-katanya
sendiri.

Di tempat ini, dia bukanlah Kamazuki Suzuno, teman yang Emilia


percayai di Jepang.

"Alberto-dono, apa kau tidak tahu?"


Setelah ketua Penyelidik dari Dewan Pembenaran Ajaran Gereja yang
berjuluk Sabit Kematian itu tersenyum kecil, dia melanjutkan kembali
perjalanannya.

"Meskipun aku tidak tahu sudah berapa lama jalur ini ada di bawah kota,
setelah beberapa ratus tahun, bentuk setiap batu-batuan yang ada di tepi
jalanan di sini pastinya sangat berbeda."

"O-ooh?"

"Ketika kami menjalankan 'misi suci', kami jarang sekali mengetahui soal
tempat yang akan kami susupi sebelumnya. Dan daripada menggunakan
api untuk menerangi ruang bawah tanah, akan lebih aman untuk
menggunakan mantra. Seisokin itu sangat hebat bahkan sebagai seorang
penyihir, jalanan yang sudah disinari dengan mantra untuk waktu yang
sangat lama, sangatlah mudah untuk dibedakan."

".... Itu luar biasa."

Saat berpikir hingga ke poin ini, Alberto akhirnya sadar kalau Suzuno
sama sekali tidak membuat suara apapun ketika sedang berjalan.

Dan setelah mendapati suara langkah kaki yang terdengar di ruangan besar
ini ternyata hanyalah suara langkah kakinya, Alberto sekali lagi tersadar
kalau sosok wanita kecil yang ada di hadapannya ini bukanlah seorang
penyelidik biasa.

Akan tetapi, di sini, Alberto juga menemukan hal aneh lain.

"Kalau begitu... kenapa kita sama sekali tidak melihat Kesatria Seisokin?"
"....."

"Di dalam Milita, seharusnya ada juga orang yang mengetahui rute ini.
Tergantung situasinya, Milita juga bisa menyerang kota dari sini. Terlepas
dari apakah Seisokin yang ada di Azure Sky Canopy mendukung Milita
atau Alsiel, tidakkah kau merasa aneh tidak ada satu pun orang yang bisa
dirasakan di sini?"

"Aku juga tidak tahu alasannya.... Selain itu, bahkan kantor operasi Hakin
yang kita lewati ketika memasuki jalur bawah tanah ini juga kosong.
Semenjak kita memasuki Afashan, aku terus merasa kalau pergerakan para
Kesatria Hakin itu sangat aneh. Tempat yang seharusnya dijaga, malah
kosong, tapi ada banyak orang yang dikirim ke daerah pinggiran dan area
yang jauh dari Ibukota Kerajaan, tempat yang seharusnya tidak perlu
dilindungi."

Suzuno teringat pertemuannya dengan Kesatria Seikokin yang sedang


berpatroli ketika menuju desa Honfa.

"Orang-orang yang ada di Ibukota Kerajaan pasti tahu tentang pergerakan


Milita. Pasti ada alasan kenapa mereka mengatur pasukan seperti ini. Tapi
meski alasannya tidak jelas, tidak diragukan lagi kalau susunan ini
sangatlah menguntungkan bagi kita. Jadi ayo kita gunakan ini semaksimal
kita."

Suzuno membuat mantra cahayanya melayang sedikit lebih ke depan dan


berbicara dengan pelan,

"Karena kita sudah bisa melihat tujuannya, kita hanya bisa melangkah
maju. Meskipun di depan sana adalah kandang macan."
"Ohhh...."

Tak lama setelahnya, mereka berdua sampai di depan sebuah pintu besar
yang sedikit terbuka.

Di sisi lain pintu yang mungkin benar-benar tersembunyi gigi-gigi seekor


macan, terdapat sebuah tangga panjang yang mengarah ke atas. Mereka
berdua mengamati tangga tersebut untuk beberapa saat, tapi mereka sama
sekali tidak merasakan keberadaan iblis ataupun Kesatria Seisokin.

"Ayo, jangan sampai jatuh."

Suzuno yang menyalakan mantra cahayanya hingga ke tingkat minimum,


berlari seperti angin, menaiki tangga panjang tersebut.

Tentu saja, Alberto juga mengikutinya dari belakang, tapi bahkan setelah
menaiki sekitar seratus anak tangga, mereka sama sekali tidak menemukan
jebakan ataupun para penjaga, hal itu membuat mereka merasakan sebuah
kegelisahan yang aneh.

Usai menaiki tangga, sebuah lorong redup dengan gaya yang sama seperti
lorong dan tangga di bawah, tampak di hadapan mereka. Ujung dari lorong
yang agak pendek ini terlihat seperti sebuah dinding normal.

"Jangan-jangan di sini ada sesuatu seperti pintu putar atau semacamnya?"

"Tidak, kita harus naik ke atas. Alberto-dono, pinjam pundakmu!"

"Ke atas.... ah, h-hey?"


Suzuno seketika melompat dan mendarat langsung di atas pundak Alberto,
bahkan tanpa menunggu jawabannya.

"Di Jepang, apa ini artinya pinjam pundakmu?"

Tanya Alberto, dengan pundak diinjak oleh Suzuno, mencoba


menunjukkan ketidaksenangannya, namun Suzuno mengabaikannya,
mencondongkan wajahnya ke arah langit-langit dan mengatakan,

"Di saat seperti ini, memang lebih baik kalau ada seorang pria."

"Pria itu bukan balok pijakan..... apa yang kau lakukan?"

Karena keliman bagian bawah jubah Suzuno sangat panjang, Alberto yang
tidak perlu khawatir akan membuat kekacauan, mendongak untuk melihat
tangan Suzuno.

"Tolong, berdirilah lebih kuat!"

"Ah? Ugoh?"

Namun, sebuah beban berat yang tiba-tiba terasa di pundaknya, membuat


Alberto mengerang kesakitan.

"Hughh... Fu!"

Meskipun sepatu Suzuno kini menginjak pundaknya, Alberto masih bisa


menahannya dengan seluruh kekuatannya, dan dengan teriakan yang tidak
terdengar seperti berasal dari seorang wanita, lumpur yang ada di bawah
kaki Alberto tiba-tiba berguncang, dan cahaya pun terlihat di atas
kepalanya.
"..... Jadi pintu keluar dari jalur tersembunyi ini tidak ada di dinding,
melainkan ada di lantai ya."

"Itu benar. Biar aku naik lebih dulu, aku akan menarikmu dari atas."

Alberto mengikuti instruksi Suzuno dan mendorongnya ke atas. Alberto


kemudian meraih tangan yang Suzuno ulurkan dari atas, setelah itu, ia pun
ditarik dengan kekuatan yang jauh melebihi kekuatan yang dimiliki oleh
sebuah lengan kecil.

Alberto melepaskan tangan Suzuno dan menekankan tangannya pada


lantai untuk menyangga tubuhnya berdiri, kemudian dia mendapati dirinya
berada di dalam ruangan berukuran kira-kira enam tsubo yang terlihat
seperti sebuah ruang ganti.

Alasan kenapa bagian dalam ruangan itu cukup gelap, adalah karena di
luar saat ini sudah malam. Nyatanya, bahkan Alberto dan Suzuno sudah
berjalan menyusuri jalur bawah tanah untuk waktu yang sangat lama.

Untungnya, ada lilin di sekitar ruangan, jadi mereka masih bisa melihat
situasi di ruangan tersebut.

Di depan dinding dengan cermin yang tergantung di atasnya, terdapat


sebuah kursi dari pohon oak yang dipahat dengan begitu cantik, yang mana
sangat jelas kalau itu dibuat oleh tukang kayu terkenal, di sana juga
terdapat sebuah meja rias kecil.

Keseluruhan dindingnya memiliki gambaran bunga dan burung yang


dilukis menggunakan pigmen warna yang terang dan kertas yang terbuat
dari emas. Meskipun tempat ini terlihat kecil untuk ukuran ruangan yang
ada di kastil, bisa dilihat kalau tempat ini adalah ruangan yang digunakan
oleh bangsawan.

Aroma manis tercium di seluruh ruangan, mungkin berasal dari bunga


segar atau dari kayu cendana.

"Ruang apa ini?"

Alberto yang tidak pernah melihat ruangan mewah seperti ini meskipun
latar belakang keluarganya tidak termasuk kelas bawah, menanyakan hal
tersebut karena tertarik, namun dia langsung menyesalinya.

"Mungkin sebuah toilet."

"Oh, begitu ya, sebuah toi.... let... Ha?"

Alberto sesaat tidak bisa mengerti maksud di balik kata-kata Suzuno, dan
memandangi telapak tangannya yang bersentuhan langsung dengan lantai.

"Toi-toilet?"

"Aku takut begitu."

Alberto yang kebingungan, mulai melihat ke sekeliling ruangan.

"A-aku tidak terlalu yakin dengan kehidupan para bangsawan, tapi


menggunakan toilet besar seperti ini, bukankah mereka malah tidak akan
bisa tenang? Selain itu, di mana benda yang biasanya digunakan untuk
'itu'?"
Alberto yang mengira kalau ruangan ini adalah ruang ganti atau sejenisnya,
mengamati sekeliling untuk mencari fasilitas yang harusnya ada di dalam
toilet.

".....Jangan-jangan, ini...?"

Di lantai pojok ruangan, terdapat sebuah perangkat perak berbentuk


persegi. Setelah sadar kalau hanya tempat itulah area yang lebih pendek
dibandingkan semua yang ada di ruangan ini, Alberto menoleh ke arah
Suzuno meminta konfirmasi dengan ekspresi jengkel di wajahnya.

"Itu pasti perak murni. Mengingat usaha dan uang yang diperlukan untuk
merawat mereka, Alsiel mungkin akan pingsan."

Dan Suzuno juga membuat kesimpulan yang tidak perlu.

"Ke-kenapa mereka menaruh jalan rahasia di sini...."

"Untuk sebuah jalan rahasia, hanya beberapa pekerja yang membangun


tempat ini sajalah yang akan mengetahuinya. Oleh karena itu, di saat
seperti ini, mereka biasanya akan memasangnya di kamar mandi, toilet,
atapun jalur air, meski ada ruangan besar lain di sekitar tempat ini, itu tidak
akan menimbulkan kecurigaan ketika seseorang melihat peta."

"Uh, itu benar, lagipula, orang-orang pada umumnya tidak akan mau
berjalan menyusuri lantai toilet...."

"Alasan kenapa jalur bawah tanahnya tidak didesain menggunakan


mekanisme pintu putar melainkan menggunakan desain pintu keluar
melalui langit-langit, itu mungkin untuk menyesatkan para penyusup agar
berpikiran kalau mereka telah pergi ke jalan yang salah. Tentu saja,
mungkin ada pula pintu masuk dan pintu keluar di tempat lain, dan
kebetulan rute yang kita lewati kali ini memiliki pintu keluar di sini."

"Huuh... konyol sekali."

Meski tidak diketahui ada di bagian mana konyolnya, Alberto sebenarnya


hanya ingin mengucapkan hal tersebut.

"Jangan khawatir. Apapun alasannya, ini tetaplah toilet yang khusus


digunakan oleh bangsawan, dan tidak bisa dibandingkan dengan toilet
yang digunakan oleh rakyat biasa di Benua Barat. Lantainya pasti
dibersihkan dengan sangat baik."

"Kuharap begitu."

Alberto menatap telapak tangannya dengan tidak senang, tapi Suzuno


nampak kehilangan minat terhadap toilet ini dan mulai fokus
mendengarkan pergerakan yang ada di luar.

"Hm?"

"Ada apa?"

".... Ada satu tempat yang aneh."

"Tempat yang aneh?"

"Kelihatannya ada tempat yang dikelilingi oleh sihir iblis dan mantra
barrier sekaligus. Letaknya tak jauh berada di atas kita. Apa kau
merasakan sesuatu?"
"Hm... Oh benar, apa kita akan pergi ke sana?"

Alberto menatap ke arah langit-langit dan menutup matanya seolah


mencari keberadaan seseorang, kemudian dia mengangguk dan
mengatakan hal tersebut.

"Sepertinya itu bukan Alsiel, tapi untuk tempat yang memiliki sihir iblis
dan mantra barrier sekaligus, pasti ada satu alasan khusus. Kita harus
melihatnya."

"Aku mengerti, tapi karena kita sudah ada di sini, kita mungkin tidak akan
bisa menghindari pertemuan dengan Kesatria Hakin atau Malebranche,
jika itu terjadi, apa yang akan kita lakukan?"

"Ah."

"Ah."

"....Ah."

Pintu toilet terbuka tanpa peringatan apapun, dua pria dengan bandana
hijau di tangan mereka, masuk sambil membawa peralatan kebersihan.
Dan setelah mereka melihat Alberto dan Suzuno, mereka mengeluarkan
suara konyol.

Mereka mungkin tidak menyangka akan ada orang di dalam toilet, dan
Alberto serta Suzuno, karena teralih perhatiannya oleh tanda-tanda
keberadaan yang ada di atas mereka, tidak menyadari pergerakan kedua
Kesatria Seisuikin tersebut.

"""".......""""
Keempat orang tersebut saling menatap satu sama lain selama beberapa
detik.

****

"Baguslah, mereka benar-benar membersihkan tempat itu."

"Sebenarnya aku kasihan pada mereka."

"Berkat mereka, kita akhirnya tahu keberadaan Cloud Detached Palace di


mana Unifying Azure Emperor berada. Kita harus berterima kasih untuk
itu."

Alberto dan Suzuno berjalan di lorong menuju Cloud Detached Palace


dengan sikap yang begitu tenang dan santai.

Kedua tentara yang mereka temui di toilet adalah anggota Kesatria


Seisuikin yang ditinggalkan untuk mengurusi tempat tinggal Unifying
Azure Emperor, katanya itu adalah toilet yang hanya boleh digunakan oleh
Unifying Azure Emperor (setelah tahu bahwa Unifying Azure Emperor
memiliki beberapa toilet yang hanya boleh dia gunakan, Alberto bahkan
menjadi lebih terkejut.)

Meskipun dalam keadaan darurat, mereka tidak mungkin akan


meninggalkan Unifying Azure Emperor sendirian, dan setelah Azure Sky
Canopy dikuasai oleh para Malebranche, sepertinya masih ada beberapa
anggota Seisokin dan Seisuikin yang tetap berada di sekitar sang Kaisar.

Namun, orang yang bisa mengurus dan melindungi sang Kaisar sendiri
hanyalah Kesatria Seisokin, para anggota Seisuikin yang tidak bisa
mendekati tubuh suci sang Kaisar, hanya ditugaskan untuk membersihkan
kamar dan barang-barang yang digunakan oleh Kaisar.

"Pekerjaan itu pasti sangat berat.... akan sangat bagus jika mereka
mendapat promosi begitu kekacauan ini berakhir."

Alberto, merasa tersentuh, mengusap matanya sambil mengucapkan hal


tersebut.

Meskipun ada sebuah sistem hierarki ketat di antara para Kesatria Hakin,
para Kesatria Seisuikin tetaplah bangga dengan pekerjaan kastil mereka
dan bekerja keras untuk membersihkan toilet, karena itulah, sejak awal
Alberto sudah merasa sangat kasihan pada mereka.

"Huuh, tapi karena mereka tidak puas dengan situasi ini, itulah kenapa
mereka memberitahu kita lokasi keberadaan Unifying Azure Emperor.
Meski kita jelas-jelas terlihat seperti penyusup, dibandingkan para iblis,
mereka pasti berpikir akan lebih baik kalau menyerahkan Kaisar pada kita.
Ketika nanti kita bertemu dengan Unifying Azure Emperor, kita harus
melaporkan kontribusi mereka."

Kedua anggota Kesatria Seisuikin tersebut awalnya bertanya tentang


identitas Alberto dan Suzuno, tapi dari bagaimana suara mereka yang
terdengar tidak memiliki kekuatan, bisa langsung disimpulkan kalau
mereka sudah sangat lelah.

Untungnya, setelah Alberto mengungkap identitasnya, salah satu dari


mereka ada yang mengenali Alberto sebagai salah satu rekan Sang
Pahlawan yang membebaskan Benua Timur di masa lalu, jadi mereka bisa
menghindari pertarungan.
Usai mendengar kata-kata Alberto, anggota Seisuikin yang percaya bahwa
Alberto dan Suzuno datang untuk menyelamatkan Unifying Azure
Emperor, tidak hanya menjelaskan susunan Cloud Detached Palace secara
detail, mereka bahkan merobek bandana yang digunakan untuk mengenali
mereka sebagai Kesatria Hakin menjadi tiga potongan, mereka pun
memberikannya pada Alberto dan Suzuno. Hal itu dimaksudkan agar
mereka berdua bisa menghindari pertarungan ketika bertemu dengan
Kesatria Hakin lain.

Adapun untuk tiga potongan kain tersebut, dua potong kain mereka
ikatkan di tangan kiri, sementara yang satunya mereka ikatkan di tangan
kanan.

Ini adalah kode yang dipakai oleh Kesatria Hakin untuk memberitahu
bahwa orang yang memakai potongan bandana seperti ini, bukanlah
musuh.

"Tapi mereka mengatakan sesuatu yang membuatku risau."

"Hm?"

Anggota Seisuikin tadi bilang kalau para anggota Kesatria Seisuikin dan
Seisokin, tetap berada di sini untuk menjaga Unifying Azure Emperor.

Itu artinya, seseorang telah memberi perintah dari balik bayangan kepada
semua Kesatria Hakin selain mereka untuk menyebar ke tempat lain.

Tapi karena Area Pusat Afashan sudah dikendalikan oleh para


Malebranche, malaikat, dan bahkan Jenderal Iblis Alsiel, sulit
membayangkan kalau Unifying Azure Emperor masih memiliki
wewenang terhadap masalah Kesatria Hakin.
Lalu siapa orang yang menggerakkan para Kesatria Hakin yang
dikendalikan oleh Ibukota Kerajaan, Azure Sky Canopy?

"... Tidak, sekarang bukanlah waktunya untuk memikirkan hal itu. Sang
Kaisar pasti ada di puncak tangga ini. Aku merasakan keberadaan barrier
yang kuat di sana. Ayo pergi!"

Perkembangan di sini memang terasa sangat lancar, tapi asalkan mereka


bisa mengendalikan Unifying Azure Emperor, tidak peduli siapa yang
mendeteksi pergerakan mereka nanti, Suzuno dan Alberto hanya perlu lari
menuju perkemahan Milita.

Tujuan utama Milita adalah merebut kembali Azure Sky Canopy dari
tangan para iblis, jadi sudah sewajarnya itu juga termasuk memastikan
keselamatan Unifying Azure Emperor.

Hanya dengan meraih poin ini, mereka seharusnya bisa menunda


pertarungan antara Milita dan Pasukan Ibukota Kerajaan.

"I.... ini?"

Setelah berlari selama beberapa saat, apa yang muncul di hadapan Suzuno
dan Alberto adalah sebuah kamar yang sesuai dengan standar tempat
tinggal seorang Kaisar, tempat itu hanya bisa dideskripsikan sebagai
sesuatu yang begitu mewah sampai-sampai toilet barusan hanyalah seperti
'ruang' yang tak bisa dibandingkan.

Melihat tidak adanya ruang untuk menampung pengunjung dan furnitur


untuk menerima tamu, mungkin tempat ini digunakan sebagai kamar
pribadi.
Usai menemukan sesosok figur berbaring di ranjang yang bisa
menampung sepuluh orang dewasa tersebut, Suzuno tanpa sadar
menegakkan posturnya.

Meskipun mereka berdua menganggap Unifying Azure Emperor sebagai


eksistensi abstrak dalam strategi pertempuran, apapun alasannya, dia
tetaplah seorang Kaisar yang berdiri di puncak sebuah benua.

Dengan status Alberto dan Suzuno, mereka seharusnya tidak bisa


menemui Unifying Azure Emperor, jadi meskipun mereka telah
menyingkirkan perasaan pribadi masing-masing, mereka tetap
memberikan hormat yang setinggi-tingginya.

'Permisi, ada sesuatu yang ingin kami laporkan pada yang mulia. Tolong
maafkan kelancangan kami karena telah memasuki kamar yang mulia
tanpa izin.'

Suzuno berbicara dengan sosok yang berbaring di ranjang tersebut


menggunakan bahasa Akou, namun sosok itu sama sekali tidak merespon.

'.... ? Yang mulia....'

Merasa kebingungan, Suzuno sedikit menekankan nada bicaranya, dan


melangkah maju. Kali ini...

"Tunggu!"

Alberto meletakkan tangannya di pundak Suzuno, menghentikan langkah


gadis tersebut.

"Orang itu bukan Unifying Azure Emperor."


"Apa?"

"Dan anehnya, aku tidak bisa menemukan mantra barrier. Tidak ada
satupun tanda-tanda mantra barrier di sekitar ranjang itu ataupun ruangan
ini."

Seketika,

Ruang di antara Suzuno dan ranjang tadi terdistorsi membentuk sebuah


kegelapan.

"Hey hey hey, siapa yang berani melakukan sesuatu seperti menyusup
masuk ke dalam kamar Kaisar?"

""Ugh?""

Suzuno menarik jepit rambutnya secepat kilat, sementara Alberto


langsung mengepalkan tangannya dan memasuki mode bertarung.

Namun orang yang muncul dari distorsi hitam tadi bergerak dengan begitu
pelan seolah itu adalah hal yang merepotkan, dia juga memancarkan aura
seakan-akan bisa menyerang kapan saja.

Setelah melihat makhluk besar yang muncul dari distorsi tersebut, Suzuno
menahan napasnya.

"Li-Libicocco?"

"... Ohh, itu kau!"

Itu adalah iblis yang Suzuno kenal.


Seminggu yang lalu, mereka berdua bertarung di sekolah yang berlokasi
di Sasazuka di mana Chiho berada, makhluk yang datang tersebut adalah
salah seorang kepala suku Malebranche, Libicocco.

"Bell, apa dia orang yang kau kenal?"

".... Yeah."

Meskipun sedang terkejut, Suzuno tetap mengangguk menjawab


pertanyaan Alberto, sementara Libicocco, walau dia melihat wajah
Suzuno, dia tidak terlihat begitu terguncang.

"Kupikir luka-lukamu sudah sangat parah bagi seorang manusia, tapi


ternyata kau cukup sehat ya."

".... Sebaliknya, luka-lukamu belum sembuh sepenuhnya?"

Aneh, walau sebelumnya mereka pernah mencoba saling membunuh satu


sama lain, kini mereka malah berbincang dengan santai mengenai kondisi
fisik masing-masing setelah bertemu kembali. Tapi tepat seperti
keterkejutan Chiho sebelumnya, luka yang Suzuno dapatkan dalam
pertarungan di SMA Sasahata memang sudah sembuh hingga hanya
meninggalkan bekas luka kecil, dan itu sama sekali tidak mengganggu
pergerakannya.

Sementara lengan Libicocco yang dipotong oleh Maou, sampai sekarang


bahkan belum pulih sepenuhnya.

Memang, semua iblis mampu menumbuhkan kembali anggota tubuh


mereka yang hilang seperti ekor kadal, tapi walau mereka bertemu dengan
Libicocco di Ente Isla, sihir iblisnya entah kenapa terasa lebih lemah
dibandingkan sebelumnya.

"Ini aneh. Luka-lukaku sama sekali tidak mau sembuh, aku benar-benar
bingung karena hal ini. Meski aku menggunakan sihir iblis untuk
menyembuhkannya, tapi itu sama sekali tidak berefek. Oleh sebab itu,
karena aku tidak bisa maju ke garis depan, aku hanya kebagian tugas
menjaga, yang mana bahkan bisa dilakukan oleh seorang manusia."

Libicocco menghina dirinya sendiri dengan sikap seperti seorang manusia,


dan menatap Alberto dan Suzuno sekali lagi.

"Siapa pria yang tidak pernah kulihat itu? Dia nampak memiliki sihir suci
yang sangat kuat. Jangankan kau, aku bahkan sama sekali tidak mendengar
kalau orang semacam itu akan datang."

"Apa?"

Suzuno merasa terganggu dengan bagaimana Libicocco menyusun kata-


katanya, namun dia mengalihkan pemikirannya dan berteriak.

"Mundur Libicocco! Kau seharusnya sudah tahu bahwa meski kau tetap
berada di Afashan, kau tidak akan bisa mengembalikan Pasukan Raja
Iblis."

"....."

"Milita yang dipimpin oleh Pahlawan Emilia, secara berturut-turut telah


berhasil merebut kembali kota-kota yang dikendalikan oleh kalian para
Malebranche, dan akan segera mencapai Azure Sky Canopy. Bahkan jika
kau terus berada di sini, kau hanya akan kehilangan nyawamu dengan sia-
sia."

Ucap Suzuno dengan gelisah, dan meskipun Libicocco menatap lurus mata
Suzuno, pada akhirnya dia sama sekali tidak menjawab.

"Hal semacam itu sejak awal takkan mungkin bisa dipenuhi. Walau akan
sangat menyakitkan untuk mengakui hal ini, tapi kalian itu sudah ditipu
oleh para malaikat dan Olba Meyers, kalian hanya akan menjadi korban
demi rencana Surga. Apa menurutmu Raja Iblis ingin kalian mati sia-sia?
Sekarang belumlah terlambat, jadi cepat dan mundurlah kembali ke Dunia
Iblis. Dan sampaikan juga pesan ini pada Alsiel. Mustahil dia tidak tahu
fakta ini."

"......."

"Libicocco!!"

"Aku mengerti semua yang kau katakan. Aku tahu kami ini sangat bodoh,
dan juga tahu kalau orang yang dipanggil Raguel dan Olba itu sudah
sangat mencurigakan sejak awal. Namun, kami sudah tidak bisa kembali."

"Raguel... Sialan, malaikat lain lagi?"

Ekspresi Suzuno menjadi kaku setelah mendengar satu nama yang tak
disangka-sangka.

Hanya ada Gabriel dan Kamael saja sudah sangat sulit untuk dihadapi, dan
sekarang, ada malaikat lain lagi, situasi ini benar-benar sudah tidak bisa
ditunda lebih lama lagi.
Mereka mungkin ingin menyingkirkan seluruh situasi yang bisa
menghambat rencana mereka. Bahkan, berdebat di Cloud Detached Palace
seperti ini bisa jadi adalah hal yang sangat berbahaya.

"Tapi kalian ini belum berada di titik di mana tidak ada jalan kembali!
Semuanya akan baik-baik saja asalkan Unifying Azure Emperor kembali
ke tangan Milita dan kalian kembali ke Dunia Iblis! Hanya dengan
melakukan itu saja, kau bisa menghindari pengorbanan yang tak perlu dari
orang-orang yang masih hidup. Raja Iblis tidak pernah meminta Ciriatto
menebus dosa-dosanya! Jadi bahkan untuk kalian pun, dia pasti akan...."

"Bukan itu masalahnya. Sepertinya kau sudah salah paham."

"Apa?"

Libicocco menolak saran tulus Suzuno tanpa ragu dan mengatakan sesuatu
yang sangat mengejutkan Suzuno.

"Ketika aku bilang tidak bisa kembali, maksudku bukanlah situasi saat ini.
Melainkan keinginan pertama Pasukan Raja Iblis."

"Keinginan pertama?"

Hal itu pasti merujuk pada perkara soal menghindari kelaparan penduduk
Dunia Iblis yang Maou sebutkan sebelumnya.

Tapi situasi saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk membicarakan
masalah semacam itu.

"Menurut Alsiel-sama, jika kami tidak ingin penduduk Dunia Iblis punah
ke depannya, di sinilah kesempatan pertama dan terakhir kami untuk
meletakkan pondasi. Jika kau, sebagai orang luar datang untuk
mengacaukan semuanya, itu akan sangat merepotkan kami."

Suzuno mulai merasa bingung dengan kata-kata Libicocco.

"Alsiel tidak mungkin akan membiarkan kalian dikendalikan oleh para


malaikat dan menguasai Afashan! Apa yang sebenarnya terjadi?"

Untuk Ashiya, mustahil dia tidak merasakan kalau seseorang telah


mengendalikan situasi ini dari balik bayangan. Lagipula, bukankah dia
diculik oleh Gabriel?

Namun, dari apa yang Libicocco katakan barusan, tak peduli


bagaimanapun Suzuno memikirkannya, orang yang mengendalikan
Ibukota Kerajaan, Azure Sky Canopy, pastinya adalah Ashiya / Alsiel.

Kalau begitu, mungkinkah susunan Kesatria Hakin juga merupakan


perintah yang diberikan oleh Alsiel?

"Siapa yang tahu? Tapi ini juga merupakan perintah dari Alsiel-sama.
Hanya satu orang yang bisa memasuki kamar ini. Jika orang lain datang
ke sini....."

Libicocco mengalihkan pandangannya dari Suzuno yang terguncang.

Suzuno yang selangkah lebih lamban untuk menyadari apa maksud


gerakan tersebut....

"Ah, hey!"
Mengabaikan Alberto yang mencoba menghentikannya, dan
mengaktifkan Palu Sucinya, mengayunkannya ke arah Libicocco.

Namun....

"Baik! Sudah cukup!"

Jangankan selangkah kemudian, ketika Suzuno menyadarinya, itu semua


sudah terlambat.

"Ugh....!"

Orang yang menghentikan palu Suzuno dengan telapak tangannya


bukanlah Libicocco.

"Ya ampun~ pasti sangat sulit untuk kalian. Meskipun aku tidak tahu
bagaimana kalian menyusup ke tempat ini tanpa ketahuan, bisa datang ke
sini dari tempat yang begitu jauh saja sudah sangat luar biasa. Lagipula
tempat ini tidak memiliki stasiun Shinkansen."

"Si-siapa kau?"

Alberto menanyakan identitas pria besar yang tiba-tiba muncul tersebut,


tapi sebelum si pria menjawabnya, Suzuno sudah meneriakkan nama
orang itu dengan penuh kebencian.

"Gabriel....?"

Daripada Suzuno, malaikat agung dengan wajah arogan itu nampak lebih
penasaran terhadap Alberto, dan bertanya dengan kaget.
"Eh? Seingatku kau adalah orang yang berasal dari sini. Kalau tidak salah
kau itu rekan Emilia. Apa yang terjadi dengan Raja Iblis?"

"Aku takkan mengatakan apa-apa padamu!"

"Oohh.... mau bagaimana lagi, lagipula aku ini memang menjengkelkan...


tapi keberuntunganmu benar-benar bagus, untungnya orang yang datang
ke sini adalah aku. Namamu Libicocco kan? Kau tadi mengirimkan Idea
Link kepadaku, apa Alsiel memberitahumu sesuatu?"

"......."

"Ugh??"

Alasan kenapa Libicocco mengalihkan pandangannya dari Suzuno adalah


memang untuk fokus menggunakan sihir iblisnya.

Tapi apa yang sulit dipahami adalah, kenapa Libicocco yang tahu bahwa
mereka telah ditipu oleh pihak Surga, akan mendengarkan perintah Alsiel
dan mengirimkan informasi mengenai Suzuno dan yang lainnya pada
Gabriel.

Gabriel menyaksikan kebingungan yang ada di wajah Suzuno, dan


berbicara dengan senyum yang semakin lebar.

"Hm~ aku tidak akan menyalahkan kalian karena memiliki banyak


pertanyaan, tapi jika kalian punya sesuatu yang ingin ditanyakan, maka
tanyakanlah sendiri pada Alsiel setelah semuanya selesai. Huuh, tapi itu
dengan kondisi kalian bisa langsung berlari ke sini dan bertanya."

"A-apa yang kau bicarakan? Ughh!"


"Ugah? A-apa yang terjadi?"

Gabriel hanya sedikit menggerakkan jarinya.

Namun, hanya dengan gerakan itu saja, Suzuno dan Alberto yang masing-
masing membawa palu dan mengepalkan tangannya bersiap untuk
bertarung, sudah tidak bisa bergerak sama sekali.

"Ngomong-ngomong, sekarang adalah momen yang paling penting, jadi


aku tidak ingin kalian membuat masalah di sini. Jika kau ingin datang,
maka tunggulah waktu yang tepat, dan itu adalah saat ketika semua aktor
telah tiba."

"A-apa.... maksudmu?"

"Ugooohh!"

Meski Alberto dan Suzuno berusaha sekuat tenaga untuk melawan,


mereka bahkan tidak bisa menggerakkan satu jari pun.

"Datanglah lagi ketika semua aktor telah berkumpul! Pada saat itu, entah
ayah Emilia yang tertidur di sebelah sana, atau kaisar tua yang menjalani
kehidupannya di atas, kau bisa melakukan apapun yang kau mau."

"Apa?"

Baik Suzuno maupun Alberto, keduanya sama sekali tidak bisa


menggerakkan leher mereka. Namun, ketika mereka memastikan sosok
pria yang terbaring di ranjang melalui sudut pandangannya, mereka
seketika membelalakkan matanya.
"Kalau begitu, aku tidak tahu kapan kita akan bertemu lagi sih, tapi sampai
jumpa!"

Namun, semuanya telah berakhir sekarang.

Pemandangan di hadapan mereka dengan cepat menyusut.

Entah itu si malaikat agung yang menjengkelkan, Malebranche yang


menundukkan kepalanya seolah sedang menahan sesuatu, Cloud Detached
Palace, ataupun pria yang sedang tertidur di ranjang, seluruh pemandangan
di depan mata mereka bergerak seperti sebuah kaleidoskop.... dengan kata
lain, Suzuno dan Alberto baru saja dilempar ke sebuah ruang yang aneh.

"I-ini?"

"Ini adalah gate! Sial!"

Keduanya ditelan oleh gate yang mungkin dibuka oleh Gabriel.

Meskipun mereka berusaha mengatur posisi mereka sekuat yang mereka


bisa, mungkin karena terpengaruh oleh kekuatan penahan barusan,
keduanya tidak bisa menggerakkan tubuh mereka dengan lancar.

Ditambah lagi, karena gate ini dibuka oleh Gabriel yang memiliki
kekuatan besar, walaupun Suzuno dan Alberto ingin mengaktifkan mantra
mereka, arus di dalam gate tidak mengizinkan mereka untuk melawan.

"Siaaaalllllll.......!!!!"

Suzuno berteriak dengan penuh penyesalan.


Jadi hasilnya seperti ini.

Apakah dia akan dengan begitu mudahnya dikalahkan oleh musuh yang
kuat dan menyaksikan waktu berlalu tanpa bisa melakukan apa-apa?

"Hey, itu pintu keluar gate-nya!"

".... Ugh, apa?"

Suzuno mengusap air mata yang ada di sudut matanya, dan menoleh ke
arah Alberto.

Ini terlalu cepat.

Padahal masih kurang dari satu menit setelah mereka memasuki gate.

Namun, di ujung ruang aneh ini, cahaya pintu keluar gate memang terlihat.

Kalau seperti ini, mungkinkah mereka dilempar ke bumi atau ke dunia lain
lagi?

"Berhati-hatilah, kita tidak tahu ke mana kita akan mendarat!"

Tanpa peringatan dari Alberto, Suzuno sebenarnya sudah memasang


postur bertahan menghadapi tabrakan yang bisa digunakan dalam berbagai
situasi.

Tak lama setelahnya, pemandangan di depan pintu keluar gate mulai


menunjukkan garis-garis samar.
".... Sebuah kota?"

"Kita keluar!"

Wujud dunia tiba-tiba mendapatkan kembali warnanya dan kini dipenuhi


dengan udara, pandangan mereka tidak lagi diisi dengan aliran kekuatan
dari sebuah dunia yang aneh, melainkan sinar matahari yang hangat.

Mereka berdua terlempar ke udara.

Tapi untungnya itu hanya pada ketinggian di mana mereka masih bisa
melihat pergerakan pejalan kaki di bawah.

Nampaknya ini adalah sebuah kota yang besar.

Terbuka dan tertutupnya gate pasti akan mengganggu aliran udara, karena
hal itu, berbagai burung merpati yang ada di dekat Alberto dan Suzuno
dengan cepat berganti formasi dan perlahan menghilang.

Mereka bisa mendengar suara lonceng. Aneh. Padahal mereka baru saja
berpisah dengan Maou beberapa jam yang lalu.

Harusnya sekarang ini sudah malam di Afashan.

Suzuno memastikan posisi matahari dari sudut matanya dan menahan


napasnya.

Mungkinkah tempat ini.....

"Hey! Apa kau bisa terbang? Atap bangunan di sana terlihat datar. Kita
akan mendarat!"
Alberto, tidak menyadari keadaan Suzuno yang kini sedang terguncang,
menunjuk ke arah bangunan besar di bawah mereka untuk beberapa saat.

Usai memperhatikan bangunan tersebut dan jalanan di sekitarnya dengan


seksama, Suzuno kali ini benar-benar yakin.

""Ugh!!""

Mereka yang menggunakan mantra untuk terbang melayang, akhirnya


berhasil mendarat dengan mulus di atap yang ditunjuk Alberto.

Akan tetapi, pikiran Suzuno sama sekali tidak bisa tenang.

Seusai mendarat, Alberto mengamati sekelilingnya dan mulai


menumbuhkan rasa khawatir yang sama seperti Suzuno.

"I-ini...."

Setelah melihat kota yang ada di bawahnya dari atap, Alberto tak bisa
berkata-kata.

Begitu melihat bangunan tinggi yang ada di kejauhan, Alberto mulai


berbicara dengan suara gemetar,

"Saint Aire....?"

"Seperti yang kupikirkan....."

Suzuno menggertakkan giginya.


Mereka dilempar ke tempat yang benar-benar tak terduga.

Di depan mata Alberto, berdiri sosok agung kota Kekaisaran Suci Saint
Aire.... Irihem.

Sedikit banyak, situasi saat ini jauhlah lebih serius dibandingkan


menyeberang melintasi dunia.

Mereka berdua dilempar ke sisi lain peta Azure Sky Canopy.

Karena Suzuno tidak bisa menggunakan 'mantra pembuka gate' tanpa


sebuah penguat, jika mereka ingin kembali ke Azure Sky Canopy, mereka
harus memakai artefak suci 'Tangga Surga', tapi artefak suci tersebut
terletak di ujung bagian barat Kekaisaran.... bahkan jika mereka
mengendarai kuda dari kota ini, untuk mencapai Gereja Saint Aire, itu
akan butuh waktu dua hari.

Namun, saat ini, Suzuno dan Alberto tidak memiliki waktu untuk pergi ke
sana.

Ini adalah game over.

Suzuno merosot jatuh dengan lemah di atap bangunan itu, tapi meski
begitu, dia masih bisa mengeluarkan HPnya dari dalam jubah.

Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan sekarang adalah memberitahu


Maou situasi yang memalukan ini.

Tapi meski ia bisa menghubungi Maou, apa yang bisa Maou lakukan?
Jika dia tahu kalau Suzuno dan Alberto telah mencapai jalan buntu, Maou
pasti akan bergerak, tanpa menghiraukan keselamatannya.

Namun, meski Maou yang tanpa kekuatan apapun, bergerak sekarang,


Suzuno tak berpikir kalau dia akan mampu menghadapi tiga malaikat
agung di saat yang bersamaan.

"Sialan....."

Ketika Suzuno mengepalkan tangannya seperti seorang anak kecil dan


hendak memukul atap bangunan di bawahnya....

"Hey, tunggu dulu! Mungkin kita belum harus menyerah!"

"....Eh?"

"Karena Kota Kekaisaran ada di sebelah sana, itu artinya ini adalah sektor
Orius. Dengan kata lain... di sana! Bangunan itu! Itu pasti Institut
Pengawasan Sihir."

"Institut Pengawasan Sihir? Itu kan kantor Emerada-dono....hm? Sektor


Orius milik Saint Aire? Tu-tunggu, kalau seperti ini, jangan-jangan
bangunan ini...."

Suzuno memandang atap yang hendak dia pukul dan membelalakkan


matanya.

"Itu benar. Jika ingatanku tidak salah, ini adalah tempat pemeriksaan.
Gereja milik Saint Aire di sektor Orius."
Suzuno merasa kalau kakinya yang beberapa saat lalu merosot ke lantai,
kini telah mendapatkan kembali energinya.

Masih ada harapan. Jika semuanya berjalan lancar, mereka mungkin bisa
segera kembali ke Azure Sky Canopy.

Alberto menatap mata Suzuno, mengangguk dengan tegas, dan


mengatakan,

"Saat ini, Em ada di bawah kita."

XxxxX

Angin kencang mulai berhembus dan awan abu-abu mulai menutupi langit
Azure Sky Canopy.

Gabriel yang menyaksikan badai ini dari dinding yang menghubungkan


Menara Kastil Azure Sky Canopy, memandang bulan yang bersembunyi
di balik awan dan tersenyum tipis.

"Memang tak ada yang menonton, tapi dengan begini, tak peduli apa yang
terjadi di kota ini, tak satupun orang yang akan menyadarinya."

Kalimat tersebut tertiup terbawa oleh angin, dan tak dapat terdengar oleh
siapapun.

"Pahlawan Emilia dan orang yang memimpin Pasukan Raja Iblis yang
baru, Jenderal Iblis Alsiel. Dengan begini, semua aktor telah berkumpul.
Kalian pasti memikirkan hal itu, bukan? Naif. Kalian itu hanya bisa
menikmati drama tak bernaskah ini!"

Gabriel memandang bagian selatan Azure Sky Canopy dan mengangguk


puas.

"Jika manusia menjalani kehidupan yang mudah seperti itu, mereka pasti
akan menjadi tak berguna. Mereka harus bergerak dengan seluruh
kemampuan mereka di beberapa titik. Karena, kita ini juga hidup."

XxxxX

"Ini... Apa yang terjadi?"

Ucap salah seorang pejabat Milita dengan gugup.

"Mungkinkah Alsiel menyiapkan beberapa perangkap?"

Tidaklah aneh jika mereka merasa curiga.

Ibukota kerajaan yang dikenal sebagai kota paling indah dan paling agung
di Afashan, yaitu Area Pusat dari Azure Sky Canopy, kini benar-benar
hening.

Menurut banyak laporan yang diberikan oleh para pengintai hingga


kemarin, ada atmosfer tidak menyenangkan yang menyebar di ibukota
kerajaan akibat mendekatnya Milita dan kewaspadaan terhadap
pertempuran yang akan terjadi melawan Alsiel.
Mungkin saja ketika Alsiel merasakan Milita yang mendekat, dia
mengumumkan keadaan perang.

Tapi pemandangan yang terpampang di hadapan Milita sekarang, daripada


keadaan perang, ini lebih seperti sebuah reruntuhan kota besar.

Di pusat kota besar di mana tak seorang pun terlihat, lebih tepatnya di jalan
utama menuju menara kastil, meskipun ada lampu jalanan yang menyala
seperti yang bisa dilihat di kota-kota lain, selain daripada itu, hanya ada
cahaya bulan yang bersinar menembus awan serta udara lembap yang
bertiup dari awan hitam.

"Bagaimana bisa ini jadi sangat aneh... dan menyesakkan?"

Seorang pejabat yang memimpin jalan kini berkeringat gugup,


kebingungan apakah dia harus memberikan perintah untuk melewati jalan
utama atau tidak.

"Kalian semua, ikuti aku!"

Setelah melihat sosok yang mengendarai kuda melewatinya dengan begitu


enteng, si pejabat itu membuka lebar matanya dengan kaget.

"Em-Emilia-sama?"

"Tapi ini hanya berlaku pada mereka yang percaya diri dengan
kemampuan mereka. Tempat ini berbeda dari kota-kota yang kita perangi
sejauh ini. Jika kalian tidak bisa mengikutiku dan Olba, kalian pasti akan
kehilangan nyawa begitu kalian terkepung."

"....."
Seolah ditarik oleh kalimat tersebut, Olba juga muncul dari belakang
dengan kudanya.

Ekspresinya entah kenapa terlihat menakutkan, dan ketenangan yang dia


tunjukan sejauh ini, sama sekali tak terlihat.

Emi mengalihkan pandangannya ke arah Olba...

"Tak masalah kan jika aku mengambil pimpinan?"

... dan bertanya dengan nada tajam.

".... Tak ada pilihan lain."

Jawaban Olba sama sekali tak memiliki energi, bahkan seorang pejabat
yang tak tahu apa-apa pun, bisa merasa kalau jawaban itu penuh dengan
kegetiran akibat tak memiliki solusi lain.

Emi mengangguk puas mendengar jawaban tersebut, dan dengan cepat


melompat turun dari kudanya.

"Maafkan aku tidak memperlakukan dengan baik selama ini."

Emi yang meminta maaf sambil mengelus bulu tengkuk kudanya, menarik
napas dengan kuat setelah mendarat di tanah dan berteriak,

"Muncullah! Wahai kekuatanku, demi memusnahkan kejahatan!"

Dengan teriakan itu, angin kuat berhembus keluar dengan Emi sebagai
pusatnya.
Aliran sihir suci Emi menembakkan sebuah sinar menuju langit malam,
dan kini, sihir suci yang mengelilingi tubuhnya, jauh lebih tebal dibanding
ketika dia berada di Jepang.

Evolving Holy Sword One Wing, muncul dari ledakan cahaya di tangan
Emi, dan menunjukkan wujud berupa bilah besar yang benar-benar
berbeda.

Sihir suci yang mengelilingi tubuhnya memadat, dan cahaya putih


keperakan yang menutupi seluruh tubuhnya, adalah perlengkapan suci
yang terbuat dari perak Surga... itu adalah wujud penuh dari Armor
Pengusir Kejahatan.

Perisai bundar yang terhubung dengan pelindung tangan kirinya, yang


mana tidak terlihat selama pertarungan melawan Pasukan Raja Iblis dulu,
adalah materialisasi penuh kekuatan baru Emi setelah bergabung dengan
Alas Ramus, yang merupakan sebuah fragmen Yesod.

Rambut gadis itu berubah menjadi putih keperakan seolah dimurnikan


oleh sihir sucinya, dan matanya diwarnai oleh warna merah suci yang
ditakuti oleh semua iblis.

Perubahan penuh Pahlawan Emilia Justina yang dulu pernah


menyelamatkan seluruh Ente Isla, sekali lagi turun di Azure Sky Canopy
yang dikendalikan oleh para iblis.

Di mata para pasukan Milita, kemunculan yang mengagumkan dari Emilia


setelah dia berubah sudah seperti bulan yang muncul di permukaan tanah,
mereka berseru serentak karena merasa tersentuh oleh pemandangan
tersebut.
Mereka yakin kalau mereka bisa menang dalam pertarungan ini.

Kali ini, 'Pahlawan dari Pedang Suci' akan memimpin pasukan kami untuk
melawan iblis yang jahat, menghancurkan kegelapan yang menyelimuti
Ente Isla, dan dengan cantiknya meraih kemenangan... Mereka sama sekali
tidak ragu akan hal ini.

Emilia, dengan wajah menghadap mereka yang sedang bersorak,


menunjukkan senyum palsu dari dalam cahaya yang menyelimutinya.

Dia bukanlah pahlawan.

Meskipun dia mendapatkan kekuatan yang lebih kuat dan lebih sempurna
dibandingkan saat memojokkan Raja Iblis dulu, di tempat ini dia hanyalah
seorang lakon pembuka.

"Baiklah... aku penasaran panggung macam apa yang Alsiel persiapkan."

Gumaman di dalam aliran sihir suci tersebut bahkan tak bisa didengar Olba
yang ada di sampingnya.

Terakhir kali dia menunjukkan senyum tak gentar semacam ini kalau
diingat itu sudah sangat lama, Emilia pun perlahan terbang ke langit.

Sosok yang setara dengan kesatria Surga ini, membuat pasukan Milita
bersorak sekali lagi.

".... Kita berangkat, Olba."

"Aku tahu.... tapi, jika kau berani bertindak melampaui batas...."


"Aku tahu itu, aku akan bertarung melawan Alsiel dengan kekuatan
penuhku. Itu saja tak masalah, kan?"

".... Yeah."

Meski Olba merasa frustasi, setelah dia tahu benar bahwa Emilia tidak
mengabaikan ladang gandumnya, dia menunjukkan sedikit ekspresi lega
dan mengikuti di belakang Emilia, melayang ke udara dari pelana kudanya.

"Target kita adalah, Jenderal Iblis Alsiel di Menara Kastil Azure Sky
Canopy! Semuanya, ikuti akuu!!"

"Ooooohhhhhh!!!"

Merespon seruan Emilia, teriakan pasukan Milita mengguncang seluruh


kota.

"Jangan sampai tertinggal, Olba! Heavenly Light Boots!"

Seolah menembus cahaya bulan, Emilia terbang di jalan utama menuju


ibukota kerajaan, Olba juga terbang, mengikutinya dari belakang.

Pasukan Hakin di dalam Fangan Milita yang berjumlah ribuan, mengikuti


dengan suara kuda mereka yang menggetarkan bumi.

"Para iblis muncul dari sayap kanan! Mereka datang!"

Emilia yang sama sekali tidak melambat ketika menggunakan mantra


terbangnya, berteriak pada Olba dengan suara tajam.

"Ugh!"
Sebelum memastikan situasinya, Olba menembakkan pedang angin ke
arah tersebut.

Seolah mengejar Emilia dan Olba yang kini sedang terbang, Malebranche
yang tak terhitung jumlahnya muncul satu demi satu.

Meski para Malebranche ini jatuh ke atap rumah-rumah setelah terkena


pedang angin Olba, bagaimanapun mereka tetaplah tentara iblis, mereka
tidak sebegitu lemahnya hingga akan mati hanya karena hal itu.

Namun....

"Terus maju! Target kita hanya Alsiel! Abaikan keroco-keroco itu!"

Milita yang berlari dari perbatasan ibukota menuju Area Pusat,


meningkatkan kecepatannya di bawah perintah Emilia.

Entah itu Olba ataupun para pasukan Milita, mereka tidak punya waktu
untuk melancarkan serangan pada para Malebranche yang terluka.

Pasukan kecil Malebranche yang muncul secara sporadis ini seperti


sekumpulan serangga terbang, jumlah mereka tidak akan cukup untuk
mempertahankan ibukota kerajaan, dan susunan ini terlihat seolah mereka
dikirim menuju kematian mereka.

Para Malebranche sepertinya juga menyadari hal ini, mereka hanya


menyerang menggunakan serangan sihir iblis dari jarak jauh, atau
menyerang beberapa kali dengan cakar tajam dan pedang mereka lantas
segera mundur, mengulangi hal ini tentu akan membuat musuh kesulitan
membaca pergerakan mereka.
Selain itu, apa yang terjadi dengan para pasukan Hakin yang tetap berada
di Area Pusat ibukota kerajaan?

Jika Alsiel benar-benar ingin menghadapi Emilia dan Milita secara


langsung, mustahil tidak ada jebakan di jalan utama guna menghalangi
pergerakan mereka.

Untuk mempertahankan ibukota kerajaan, tidaklah aneh jika para


Malebranche menggunakan Kesatria Hakin yang berada di ibukota
kerajaan untuk bertarung, tapi sejak tadi, Milita hanya melihat sosok para
Malebranche yang menggunakan kegagahan penampilan mereka untuk
menyembunyikan fakta bahwa mereka hanya berjumlah sedikit.

Tapi termasuk Olba, Emilia sama sekali tidak memberikan waktu kepada
para Kesatria Hakin yang ada di Milita untuk merasa bingung dengan
situasi aneh ini.

Dari pengalamannya, Emilia tahu, asalkan dia menunjukkan kekuatan


yang begitu mutlak, dia bisa dengan mudah menciptakan ilusi untuk
orang-orang yang mengikutinya bahwa dia bisa menyelesaikan masalah
apapun, tak peduli apa yang terjadi.

Dan karena dia adalah manusia yang berada di tingkatan rekan sang
Pahlawan, Olba yang hanya dianggap sebagai tambahan untuk Emilia, dia
sama sekali tidak bisa mencegah kekuatan mutlak tersebut.

Selama Emilia bertindak sesuai rencananya, Olba tidak akan


menghentikannya.
Milita, dengan dipimpin oleh Emilia, berlari lurus di jalanan utama tanpa
halangan satupun, dan mereka akhirnya sampai di parit yang ada di depan
menara kastil.

Bahkan jika pasukan di belakang mereka terpecah dan bertarung melawan


para Malebranche, sama sekali tak ada perubahan signifikan dalam situasi
pertarungan ini.

"Kalau begitu....."

"......"

Emilia dan Olba mendongak menatap menara kastil, sambil tak


membiarkan kewaspadaan mereka menurun.

"Aku adalah Pahlawan Emilia! Fangan Milita dan aku datang ke sini untuk
membebaskan ibukota kerajaan, Azure Sky Canopy! Jenderal Iblis Alsiel!
Cepat tunjukan dirimu!"

"Uhm...?"

Suara Emilia dipenuhi dengan semangat yang bahkan membuat Olba


merasa gelisah.

Emilia sebelumnya jelas-jelas menentang rencana pertarungan ini.

Namun, semangat yang Emilia tunjukan untuk menghadapi pertarungan


ini, bahkan lebih kuat dibanding saat pertarungan melawan Pasukan Raja
Iblis dulu.

".... tahu dingin... acar jahe.... Apa sebenarnya mereka itu?"


Setelah membaca surat dari Alsiel, sikap Emilia langsung berubah.

Tapi Olba saat ini tidak bisa menduga-duga istilah apa yang Emilia
sebutkan tersebut, jadi dia merasa sangat gelisah.

"Oooh, itu...."

Kali ini, teriakan ketakutan dari para tentara yang telah memperoleh
kembali keberanian mereka karena kekuatan Emilia, terdengar.

"I-itu...."

"Di-dia datang....."

"Ugh!"

Dengan diarahkan oleh suara-suara tersebut, Emilia menatap sosok orang


berdiri di atas balkon menara kastil Azure Sky Canopy yang berada jauh
di atas.

"Aku terkejut kau berani datang ke sini! Emilia, dan para pemberontak
rendahan!"

Mendengar suara yang lantang dan jelas itu saja, sudah bisa membuat para
tentara Milita ketakutan.

Itu adalah suara yang dipenuhi dengan sihir iblis.

Orang yang memiliki kekuatan mental dan tubuh yang lemah, begitu
mendengar suara para iblis, mereka pasti akan kehilangan tekad bertarung,
atau bahkan pingsan.
Orang yang menguasai langit Azure Sky Canopy bukanlah Ashiya Shirou
yang ada di Sasazuka, bukan orang yang memakai kaos dengan kerah
longgar serta celana lusuh, juga bukan orang yang akan merasa senang
ataupun khawatir terhadap keseimbangan keuangan.

Dia adalah Jenderal Iblis Alsiel yang memimpin banyak iblis, dan
menguasai Benua Timur sebagai salah satu Empat Raja dari Pasukan Raja
Iblis.

Armor yang melindungi bagian atas tubuhnya dan mantel yang melambai
tertiup angin itu pasti memiliki kualitas tinggi. Baik pakaiannya maupun
aura mengerikan yang dia pancarkan, keduanya sangat cocok dengan
gelarnya sebagai Jenderal Iblis.

Aura yang dihasilkan oleh Emilia dan Alsiel bertabrakan satu sama lain,
hingga rasanya seolah distorsi akan muncul di titik di mana pandangan
mereka bertemu.

"Tapi melakukan hal itu benar-benar bodoh, Emilia! Meskipun kau tahu
bahwa aku memiliki kekuatan tahu dingin dan acar jahe, kau masih berani
menentangku!?"

"A-apa kata-kata itu benar? Apa sebenarnya tahu dingin dan acar jahe itu?"

Kata-kata Alsiel yang penuh dengan kekuatan dan sihir iblis, membuat
Olba benar-benar terkejut.

Emilia yang menyaksikan adegan itu dengan sebuah lirikan, menjawab


dengan tegas sambil berusaha menahan tawanya.

Dan itu adalah kode rahasia.


"Kaulah yang bodoh, Alsiel! Tahu dingin milik pedang suciku tak
membutuhkan acar jahe! Tak peduli berapa lama waktu berlalu, hal ini
tidak akan berubah!"

Ini adalah kode rahasia untuk menunjukkan bahwa Emi telah menerima
pesan Alsiel.

"..... Baiklah."

Emilia bisa melihat bahwa Alsiel yang menatapnya dari ketinggian sana,
sedang menunjukkan sebuah senyum di sudut bibirnya.

"Karena kau sudah bicara sejauh itu, maka aku hanya bisa menunjukkan
kekuatanku untuk membuatmu mengerti kenyataannya! Pahlawan Emilia!
Dulu kita belum bisa menentukan siapa pemenangnya, jadi ayo kita akhiri
ini dengan satu lawan satu!"

"Seperti yang kuinginkan!"

"Tu-tunggu Emilia... kalau seperti itu... Ugh!"

Dari sudut pandang orang luar, Emilia jelas-jelas telah jatuh ke dalam
provokasi Alsiel, jadi Olba dengan panik mencoba menghentikannya.

Namun, dua sosok muncul di hadapan Olba yang berusaha menghentikan


Emilia, yang mana sudah siap untuk terbang ke atas.

"Jangan katakan.... kau ingin menghalangi kemenangan dari sebuah


pertarungan satu lawan satu, Olba Meyers?"

Itu adalah kepala suku Malebranche muda, Farfarello...


"Secara pribadi aku ingin sekali menanyakan banyak hal, tapi jika kau
memang ingin jadi pengganggu, maka kami berdualah lawanmu."

Dan kepala suku tertinggi saat ini yang memimpin Pasukan Raja Iblis baru,
Barbariccia.

"Aku tidak tahu rencana licik apa yang kau dan para malaikat itu
rencanakan... tapi Alsiel-sama berbeda dari kami para iblis bodoh."

Suara Barbariccia membawa penderitaan dan penyesalan yang begitu


mendalam.

Dia dulu yang bisa dihasut oleh manusia di depannya ini, kini benar-benar
menyesal.

"Setelah permainan ini berakhir, aku akan dengan senang hati menerima
hukuman apapun. Tapi, pada saat itu, aku pasti juga akan menyeretmu."

"Ugh..."

Olba begitu marah, tapi menghadapi musuh di tingkat kepala suku seperti
mereka, bahkan orang seperti dia pun tak akan bisa menang dengan mudah,
dan meski dia berhasil menyingkirkan kedua penjaga ini, dia tidak akan
bisa lagi ikut campur dengan pertarungan Alsiel dan Emilia.

Olba mulai merasa ada sesuatu yang aneh.

Dengan kekuatan Emilia sekarang, tidaklah sulit baginya untuk


mengalahkan Alsiel dan kedua orang ini sekaligus.
Dan kejadian ini seharusnya adalah panggung terakhir dalam rencana yang
diatur oleh Olba dan 'mereka'.

Tidakkah 'mereka' merasa kalau situasi ini sangat mencurigakan?

Mengabaikan kebingungan Olba, Emilia dan Alsiel kini saling berhadapan


satu sama lain di ketinggian yang jauh lebih tinggi dibanding menara kastil
Azure Sky Canopy.

Berbanding terbalik dengan keberadaan cahaya perak suci dan cahaya


hitam yang mencekam, langit di mana mereka berdua berada kini begitu
hening sampai-sampai terasa mengerikan.

“.... Nostalgia sekali.”

Orang yang pertama kali bicara adalah Alsiel.

“.... Benar sekali.”

“Kala itu, kau juga datang ke kastil ini dengan banyak Kesatria Hakin.”

“Kau juga memimpin banyak sekali iblis.”

“Aku tak berpikir kalau aku akan kalah darimu.”

“Kemunduranmu itu hanya strategi, kan?”

Emilia tiba-tiba mendongak ke tempat yang jauh lebih tinggi, menatap


langit yang diselimuti lapisan awan yang begitu tebal.

“Hari itu.... Raja Iblis muncul dari langit.”


Kedua orang yang saling berhadapan satu sama lain ini, mulai mengenang
kenangan mereka dua tahun yang lalu.

Pahlawan Emilia dulu berencana membebaskan seluruh area ibukota


kerajaan Azure Sky Canopy dan memusnahkan iblis-iblis yang
mengendalikan seluruh Benua Timur, dan orang yang menghalanginya
pada waktu itu adalah Alsiel.

Pertarungan itu berlangsung selama beberapa jam, dan menghadapi


kekuatan Emilia yang begitu dahsyat, Alsiel terlihat seolah akan kalah.

Pada waktu itu,

Di belakang Alsiel yang hendak mati bersama Emilia, sebuah suara


terdengar.

Emilia ingin mendengar suara itu lebih dari siapapun.

Dia ingin melihat sosok itu lebih dari siapapun, dan memutuskan untuk
membunuh pemilik suara itu.

Itu adalah suara Raja Iblis Satan.

Walau dia bisa mengalahkan semua Jenderal Iblis termasuk Alsiel, bisa
membantu membebaskan sebagian besar dunia, suara itu, sosok itu, sihir
iblis itu, selain merasakan kebencian, Emilia juga merasa ketakutan.

Ketika dia melihat penjahat yang telah menghancurkan semua miliknya


dengan mata kepalanya sendiri, dan ketika pertama kali dia merasakan
kekuatan itu, sebuah kebencian yang lebih kuat terlahir di hati Emilia,
mengalahkan rasa takut tersebut.
Jika dia kalah dari makhluk itu, entah seluruh dunia, jiwa ayahnya,
ataupun kampung halamannya, semuanya akan berakhir tanpa
penyelamatan apapun.

Sampai sekarang, dia tidak bisa melupakan perasaan suram, berat, dan
menyakitkan tersebut.

Kala itu, Raja Iblis Satan datang untuk menegur Alsiel yang hendak
menggunakan nyawanya untuk membalik situasi tidak menguntungkan ini,
dan untuk memerintahkannya mundur.

Itu adalah pertama kalinya Emilia berbicara dengannya.

Berbicara dengan musuh dunia.

“.......”

“.......”

Emilia yang kembali ke masa sekarang, entah kenapa tidak bisa mengingat
percakapan pada waktu itu.

Tapi insiden itu hanyalah ingatan yang sederhana, dan bukan ingatan yang
dibutuhkan sekarang.

Emilia menggelengkan kepalanya pelan dan menatap ke arah Alsiel.

“Apakah dia benar-benar akan datang?”

“Dia pasti akan datang. Tapi.... aku tidak tahu kapan itu akan terjadi, dan
apa yang akan terjadi pada waktu itu.”
Alsiel sendiri juga tidak bisa memprediksi pengaruh macam apa yang akan
diberikan oleh kedatangan Maou pada situasi ini.

Namun, meski mereka tidak membicarakannya secara detail, pandangan


Emilia dan Alsiel pada masalah ini adalah sama.

Maou tidak akan melakukan sesuatu yang bisa menghancurkan waktu


yang telah mereka lewati di Jepang.

“Kau mengetahuinya, jadi sekarang....”

“Kita yang tidak bisa melakukan apa-apa, setidaknya saat kita masih
memiliki tenaga, kita harus terus memainkan peran kita, benar?”

“Benar sekali.”

Alsiel mengepalkan tangannya, berputar ke samping, dan memasang


kuda-kuda bertarung. Emilia, menyesuaikan diri dengan Alsiel, juga
mengayunkan pedang sucinya, memasuki mode siap bertarung.

“Sebelum kita mulai, aku ingin meminta maaf padamu..... karena aku
terlalu lemah, aku menyebabkan.... banyak penduduk Dunia Iblis,
terbunuh... maafkan aku.”

“Ini artinya... kau dan aku tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk
menyelesaikan semua masalah. Apapun yang akan kita lakukan setelah
perang ini, kita bisa memikirkannya setelah perang berakhir. Daripada
itu....”

Alsiel menatap wujud terkuat pedang suci yang Emilia sebut dengan
'perubahan terakhir', dan bertanya dengan pelan,
“Alas Ramus tidak terserang flu, kan?”

“Dia sangat sehat. Anak ini, secara mental jauh lebih kuat dibandingkan
itu.”

“Baguslah kalau begitu!”

Tinju kuat Alsiel, diikuti dengan suara pelannya, berayun ke arah Emilia.

Dengan tenang, Emi menggunakan perisai di tangan kirinya untuk


menahan serangan dari depan yang melebihi kecepatan suara tersebut.

Angin kuat, suara, dan dampak benturan tersebut bahkan menyebar hingga
mencapai daratan jauh di bawah.

“Kupikir aku sudah menggunakan kekuatan penuhku.”

“Sudah kubilang kan, Alas Ramus itu sangat kuat! Haaaah!”

Emilia membelokkan tinju yang barusan dia terima, dan hendak


menggunakan ujung kakinya yang menjadi senjata setelah diselimuti oleh
Armor Pengusir Kejahatan untuk menendang tubuh Alsiel yang
memperlihatkan celah. Namun, begitu kakinya menghantam dada Alsiel
yang tak terlindung, hal itu malah menghasilkan suara tajam dan terpantul.

“.... Sakit!”

Emi pun berkaca-kaca akibat dampak yang diterima ujung kakinya,


mereka berdua sementara mundur, seolah konfrontasi tadi hanyalah
latihan yang telah mereka setujui.
“Sepertinya bukan hanya kepalamu yang keras.”

“Tubuhku ini bahkan bisa membelokkan pedang Durandal. Jika kau tidak
melawanku dengan serius, kau takkan bisa melukaiku.”

“.... Nampaknya ini akan jadi pertarungan panjang yang lebih berat dari
yang kubayangkan!”

“Jika seseorang tidak sesekali menggunakan kekuatan penuhnya, kekuatan


mereka pasti akan jadi tumpul.”

“Aku tak percaya kau akan berbicara seperti itu, kalau begitu, sebaiknya
kau jangan mengeluh ketika semua ini berakhir!”

Bilah pedang suci memancarkan cahaya putih, Emilia yang menunjukkan


senyum tanpa gentar di wajahnya, mengayunkan pedang sucinya...

“Heavenly Mist Fang!”

“Ugooohhhh!”

Badai cahaya yang menyerbu ke arah Alsiel benar-benar berbeda


dibandingkan saat Emi menyerang Maou di Shinjuku dulu.

Alsiel mengeraskan tubuhnya untuk menahan badai cahaya tersebut, tapi


karena hal itu, dia tidak bisa bereaksi terhadap Emilia yang terbang
menembus angin dan menuju ke arahnya.

“Air Piercing Flash!”

“Gwaarghhhh!!”
Emilia menggunakan pukulan yang diajarkan langsung oleh Alberto, dan
menghantam pertahanan terkuat Alsiel dengan kekuatan dan kecepatan
tertingginya, membuat Alsiel terhempas ke belakang.

Tekanan udara yang disebabkan oleh satu serangan itu saja, sudah cukup
untuk meretakkan dan menjatuhkan genting di atap menara kastil yang
seharusnya dilindungi dengan sihir pertahanan.

Alsiel menggunakan sihir iblis untuk menetralkan gejala inertia-nya,


sementara itu, Emilia langsung menyusul dan melayang di depan Alsiel
yang terlempar.

“Heavenly Light, Fire Slash!”

“Percuma!”

Serangan api ini dulu pernah melukai Jenderal Iblis Lucifer saat
pertarungan di Sasazuka, tapi Alsiel berhasil menangkis serangan itu
hanya dengan auranya.

Memanfaatkan Emilia yang belum kembali ke posisinya ketika


melepaskan api suci tersebut, Alsiel memutar tubuhnya di udara dan
menendang pundak Emilia.

“Ow....!”

Meski dia memiliki perlindungan dari Armor Pengusir Kejahatan, Emilia


tetap mengernyit karena rasa sakit akibat pundaknya ditendang oleh
seorang Jenderal Iblis dengan sekuat tenaga.

Itu adalah sebuah celah yang begitu lebar.


“Ugh, i-ini....!”

Ketika ia menyadarinya, Emilia sudah tidak bisa menggerakan tubuhnya


sama sekali.

Alsiel menembakkan cahaya dari tangannya yang bisa mentransmisikan


kekuatan psikis dan menahan gerakan Emilia, kemudian....

“Ooooohhhhhhhhhh!!”

“Ugh, wahhh, tu-tunggu dulu!!”

Alsiel membiarkan Emilia tertahan oleh benang kekuatan psikisnya dan


mulai memutar Emilia dengan dia sebagai pusatnya seperti komedi putar.

“Putar, putar, putaaar.... putar!"

“Alas Ramus, kenapa kau masih bisa santai!?”

Emilia berusaha bertahan dengan segenap kekuatannya, tapi sepertinya


Alsiel serius kali ini.

Dikendalikan oleh kekuatan seperti itu, Emilia tidak bisa bertahan dengan
baik.

“Ugooohhhh!”

“Dasar bodoooooooh!!!!”

Di saat gaya sentrifugal dari putaran tersebut berada di titik terkuatnya,


Alsiel melempar Emilia menuju atap menara kastil Azure Sky Canopy.
Diikuti benturan yang bisa membuat tulang orang normal hancur tanpa
sisa, wajah Emilia menabrak atap Azure Sky Canopy. Hanya dengan
dampak kekuatan ini saja, sudah cukup untuk membuat atap kastil
meledak seolah ditanami oleh bom.

Berkat hal itu, kastil Azure Sky Canopy yang dipuja sebagai bangunan
termegah di Benua Timur, kini menunjukkan kepala gundulnya layaknya
aktor komedi yang tiba-tiba kehilangan wig.

“..... Berdirilah, Emilia! Kau seharusnya tidak selemah ini kan?”

“..... Ya, kau benar, aku tahu aku harus serius, tapi meski aku tahu itu.....”

Emilia yang mendarat di atas kastil seperti sebuah meteor, sambil


menjawab teriakan Alsiel, dia langsung menyingkirkan puing-puing
bangunan yang menghalanginya dan bangkit.

“Hidungku menabrak mereka! Sakit sekalii..!”

Emilia menggenggam pedang suci dengan kedua tangannya dan melewati


lintasan yang dibentuk oleh puing-puing bangunan, terbang menuju ke
arah Alsiel dengan kecepatan sebuah roket.

“Haaaahhhhhh!”

“Oooohhhhh!”

Emilia menebaskan pedangnya ke arah Alsiel berkali-kali, cahaya yang


bersinar dari Evolving Holy Sword, One Wing pun meninggalkan jejak
sinar putih keperakan seperti bintang jatuh.
Karena jalur lintasan pedang itu bergerak dari segala arah dan sangat cepat,
dari mata orang-orang yang ada di bawah, Emilia nampak seperti bola
berwarna perak.

Namun, sebuah suara tajam terdengar setiap kali Emilia mengayunkan


pedangnya, siapa sangka kalau itu adalah suara Alsiel yang menahan
seluruh serangan itu seolah bisa melihat semuanya?

Bagi Alsiel yang bisa memerintah berbagai klan kuat di Dunia Iblis, dan
bisa menaklukan dunia manusia sebagai jenderal Pasukan Raja Iblis, salah
satu alasannya adalah karena tubuhnya yang sangat keras.

Tubuh Alsiel bahkan bisa menahan serangan Evolving Holy Sword, One
Wing yang telah berevolusi ke perubahan terakhirnya setelah bergabung
dengan Alas Ramus, kalau seperti ini, apa yang harus dilakukan manusia
biasa agar bisa melukainya?

Hanya menunjukkan kekerasan tubuhnya saja, sudah bisa membuat para


elit Kesatria Hakin di Benua Timur untuk tunduk pada sang Jenderal.

Tebasan Emilia dan pertahanan Alsiel sepenuhnya memasuki kebuntuan,


dan saat semua orang berpikir kalau mereka akan terus bertarung seperti
ini...

"Light Explosion Burst!"

"Ugh!"

Begitu Emilia selesai meneriakkan rapalan tersebut, gelombang cahaya


yang bukan berasal dari pedangnya, menyebar keluar dengan tubuhnya
sebagai pusatnya.
Alsiel yang fokus menahan tebasan Emilia, bereaksi terlalu lambat, dan
ketika ujung jarinya merasakan sebuah sensasi panas, seluruh
pandangannya pun diselimuti cahaya.

Bahkan cahaya yang bisa menghempaskan para Malebranche di Choshi


pun tidak bisa memberikan dampak serius pada tubuh Alsiel.

Namun, cahaya itu cukup untuk merampas pandangannya sementara.

Emilia dengan akurat menyambar kelemahan Alsiel yang terlihat hanya


kurang dari satu detik, melewati tangan yang digunakan untuk menangkis
tebasan tadi dan.....

"Haaaah!!"

"Ugh!"

Setelah itu, tumitnya menghentak bagian tengah dada Alsiel.

Tak ada luka di permukaan tubuh Alsiel.

Namun, dampak yang dihasilkan oleh kekuatan tendangan penuh sang


Pahlawan pun menjadi liar di tubuh Alsiel, membuat tubuh kerasnya
menjadi meteor terkeras dan menghantam kastil, menyebabkan lubang di
atas lapisan atapnya.

Semakin lama pertarungan Alsiel dan Emilia berlangsung, pemandangan


cantik yang bahkan diakui oleh Olba yaitu, menara kastil Azure Sky
Canopy pun menjadi semakin rusak, setelah atapnya terkoyak, dindingnya
pun kini tergores dan balkonnya hancur, bentuk aslinya sudah tidak bisa
lagi terlihat.
"Itu balasannya, Alsiel! Berdirilah! Ini takkan berakhir begitu saja, kan?"

".... Hmmph, jika kau terus menggunakan kekuatan penuhmu, aku takkan
peduli jika kekuatanmu habis nanti."

Posisi mereka berdua kini dibalik, kali ini giliran Alsiel yang berada di
atap dan mendongak ke arah Emilia.

"Kukembalikan kalimat itu padamu."

"Keras kepala sekali..."

Alsiel pun menyentak atap kastil dan sekali lagi perlahan terbang ke langit.

"Tapi biar kuperingatkan kau, jangan terlalu merusak kastil. Jika apa yang
ada di bawah sana terkena pengaruh, kau pasti akan menyesalinya."

"Huh?"

Meski dengan wajah seorang iblis, Alsiel kini menunjukkan senyum


tenang seperti orang tua yang hendak membongkar sebuah rahasia besar
pada anaknya, dan mengatakan,

"Nord Justina sekarang ditahan di Cloud Detached Palace. Meski ada


penjaga di sampingnya, jika kastil ini rusak terlalu parah dan
mempengaruhi Cloud Detached Palace, sesuatu yang buruk bisa saja
terjadi. Kau mungkin tidak ingin kehilangan ayahmu yang berhasil
bertahan hidup hanya karena sandiwara semacam ini kan?"

Perasaan Emilia saat ini benar-benar sulit digambarkan.


Rasanya seolah semuanya membeku yang mana bahkan napasnya juga
terasa berhenti, ada pula rasa keterkejutan di sana.

Dan kemudian ada pipi yang sedikit memerah dan mata yang meneteskan
air mata.

Menurut apa yang Alsiel katakan, sebagian mimpi Emilia yang dia kejar
dari dulu, sekarang berada dalam jangkauannya.

".... Benarkah?"

"Jika pria itu benar ayahmu, dia diculik dari Jepang bersama denganku."

Emilia menarik napas.

Meski Emilia tidak tahu bagaimana Alsiel datang ke Ente Isla, dia tidak
pernah menyangka kalau akan mengetahui bahwa apa yang Gabriel
katakan tentang ayahnya yang masih hidup dan tinggal di Jepang, adalah
benar adanya di skenario semacam ini.

"Ayah.... benar-benar berada di Jepang... selalu berada di dekatku?"

"Aku tidak tahu seberapa dekat, orang yang pertama kali menemukannya
adalah Maou-sama."

".... Be-begitukah."

Orang yang menemukan ayahnya di Jepang adalah Maou.

Emi menyimpan baik-baik fakta yang diberitahukan Alsiel ke dalam


hatinya.
"Tapi, jika kita terus berada di situasi sekarang ini, Nord tidak akan pernah
bisa kembali ke sampingmu. Orang di balik bayangan yang
mengendalikan panggung kita sekarang sedang menyaksikan pertarungan
ini. Kalau kita bertindak ceroboh, Nord pasti akan langsung dikirim ke
tempat yang tidak bisa kau jangkau."

"..... Begitu ya."

"Ada apa, apa kau kehilangan motivasimu?"

Emilia menjawab dengan tenang, dan meski Alsiel menanyakan hal


tersebut, dia tahu kalau pertanyaan itu tak ada gunanya.

Itu karena mata merah Emilia kini memancarkan semangat bertarung yang
mirip seperti iblis.

"Terima kasih, aku mendapatkan kembali semangatku."

"Melihat ekspresimu, rasanya seolah kau ingin meratakan seluruh dunia."

"Mengatakan sesuatu yang sangat kasar kepada seorang gadis. Setelah


mendengar kata-kata barusan, aku sudah membulatkan tekadku untuk
terus bersandiwara. Dan juga untuk membuat keributan besar setelah
sandiwara ini berakhir."

".... Bagus sekali!"

Alsiel yang mengangkat mantelnya, memancarkan sinar mengerikan dari


seluruh tubuhnya, dia melancarkan sebuah serangan mendadak ke arah
Emilia yang baru saja memperbaharui semangatnya.
Emilia juga membuat sihir suci menyelimuti seluruh tubuhnya, dia
mengangkat pedang sucinya bersiap menahan serangan Alsiel dan
mengayunkannya ke bawah sebelum terbang sekali lagi.

XxxxX

Di samping lampu lilin yang tak bisa diandalkan, Maou Sadao memegang
lampu LED sambil menggumam pada dirinya sendiri.

"Fwaahhhh..... ah, gelap sekali."

"Sekarang bukan saatnya bilang begitu. Hey, bagaimana tubuhmu?"

Maou meletakkan lampunya, dan menatap wajah Acies yang


menyandarkan tubuh bagian atasnya di ranjang.

"Hm.... kepalaku sedikit sakit.... leherku juga."

"Kau terbang dengan cara begitu sih."

Dari sudut pandang fisika, menggunakan energi yang keluar dari dahi
untuk terbang ke langit itu terlalu tidak masuk akal. Hanya memikirkannya
saja sudah membuat Maou merasa bahu dan lehernya seolah terasa sakit.

"Meskipun aku kurang lebih tahu apa yang terjadi.... tapi apa yang terjadi
setelah itu?"

Pertanyaan Acies membuat Maou memasang ekspresi kesal.


"Apa lagi yang bisa terjadi?"

Maou yang jatuh ke parit dan basah kuyup, menggendong Acies yang
pingsan di punggungnya dan kembali ke penginapan, tapi seperti yang
diperkirakan, para Kesatria Joseikin datang mencari mereka dan
melakukan interogasi setelah si pemilik restoran melaporkan mereka.

"Jadi.... apa yang terjadi setelahnya?"

"Aku menggunakan nama Suzuno dan Gereja, dan untuk menghindari


menyebarnya insiden ini, aku menyuap para Kesatria Joseikin yang datang
dan meminta mereka untuk tetap diam."

"Uwah."

Bisa dikatakan kalau Maou menggunakan cara paling licik yang bisa
dipikirkan oleh seseorang untuk menyelesaikan sebuah masalah.

Meski tak ada yang terluka, kelakuan aneh mereka telah menyebabkan
keributan besar dan menciptakan lubang besar di jalanan.

Normalnya, tidaklah aneh jika mereka langsung ditahan karena situasi ini.

Untungnya Suzuno menulis statusnya sebagai pendeta Gereja di daftar


pengunjung ketika ia menginap di penginapan ini, hal itu menjadikan
masalah ini masalah internasional yang tidak akan bisa dihakimi oleh
Kesatria Joseikin, tapi jika Kesatria Hakin yang berpangkat lebih tinggi
datang untuk menahan mereka dua sampai tiga hari kemudian, hal itu tak
mengejutkan sama sekali.
"Itulah situasinya sekarang, kita harus meninggalkan penginapan ini
secepat mungkin. Jika tubuhmu sudah baikan, ayo berangkat."

"Yeah..."

Acies menunjukkan ekspresi patuh, dan melihat Maou kembali ke


tempatnya di bawah lampu.

"Maou? Apa yang kau lakukan sejak tadi? Kau terus membuat suara aneh."

Di ruangan yang redup, Acies menatap area di sebelah tangan Maou, Maou
terlihat meletakkan lampu dengan posisi horizontal dan sedang memutar
sesuatu.

"Suzuno dan Alberto belum menghubungiku sama sekali. Meskipun sudah


delapan jam semenjak mereka pergi."

"Delapan jam? Ahh, itu sudah sangat ...... Maou!"

"Jangan tanya kenapa aku tidak membangunkanmu, okay? Kau sama


sekali tidak berada dalam kondisi bagus. Sebelum memastikan kondisi
tubuhmu, kita tidak bisa bertindak gegabah. Ini bukan hanya untuk
kebaikanku, tapi juga kebaikanmu."

Usai mengatakan hal tersebut, Maou menunjuk dahi Acies, Acies pun
dengan panik menutupi dahinya.

Dahi gadis itu masih bersinar redup, dan bahkan Maou harus berusaha
keras agar para Kesatria Joseikin tidak menyadari hal ini, namun
membicarakan masalah itu sekarang tidak akan membantu apa-apa.
Setelah mencerna kata-kata tersebut, Acies menatap area di sebelah tangan
Maou.

".... Memangnya ada hubungannya antara tidak ada kontak dari mereka
dengan benda itu?"

"Barusan aku mengisi ulang HPku. Dan karena aku tidak bisa
menggunakan kekuatan apapun, melalukan hal demikian akan sedikit
membantu menerima Idea Link. Serius, tidak rusak bahkan setelah jatuh
ke air itu sudah seperti keajaiban."

Apa yang Maou putar adalah lampu LED yang menurut buku panduan
selain bisa menyala, juga bisa digunakan untuk mendengarkan radio dan
mengisi ulang baterai HP, sebuah peralatan luar ruangan yang benar-benar
hebat.

Semenjak datang ke Ente Isla, Maou hanya mengisi ulang HPnya sekali
saat bertukar nomor dengan Alberto, meski itu adalah HP model lama
yang memiliki sedikit fungsi, sudah saatnya baterai HP itu habis.

Meskipun Maou sudah memutar handel-nya sekuat tenaga, entah karena


masalah mekanik atau kesalahan penggunaannya, kecepatan pengisian
baterainya tidaklah secepat apa yang ditunjukkan di buku manual, dan
Maou sudah memutarnya selama tiga jam.

Mungkin efek setelah jatuh ke air lebih serius dari yang dia duga.

“Aku terus memutarnya sampai rasanya seolah aku akan terkena


tenosynovitis. Hal ini sekali lagi membuatku paham kalau tubuh manusia
itu benar-benar rapuh.”
(T/N : Tenosynovitis, semacam peradangan pada tangan)
Setelah mengatakan hal tersebut, Maou tersenyum kecut dan memandang
ke arah dahi Acies.

“Jadi, Acies, bagaimana? Apa Alas Ramus sedang bertarung?”

Acies nampaknya sedikit ingat di momen ketika dahinya menjadi roket.

Dia menggelengkan kepalanya perlahan...

“... Aku juga tidak yakin.”

Dan berbicara dengan suara pelan.

“Tapi barusan, sebuah sensasi hangat yang melebihi batas terasa seperti
memenuhi dadaku.”

“Meskipun ekspresi seriusmu yang jarang terlihat itu terasa agak


meyakinkan, apa kau lupa hal lain apa yang membuatmu kelebihan batas?”

Apa yang Maou maksud adalah tumpukan makanan hangat yang Acies
paksa masuk ke dalam perutnya, tapi Acies bertingkah seolah tidak
mendengarnya.

“Tapi saat ini....”

Gadis itu lantas mempertahankan nada tegangnya, dan memandang lurus


ke satu arah.

“.... saat ini, aku tahu kalau Yesod sedang menggunakan kekuatan yang
cukup mengejutkan untuk melawan kekuatan kegelapan.”
“Arah tenggara dari sini.... itu adalah arah pusat ibukota kerajaan.”

Maou memfokuskan perhatiannya ke arah yang Acies tunjuk.

Namun, dari pancaran kekuatan Yesod, pada dasarnya memang tak ada
sihir suci ataupun sihir iblis yang bisa dirasakan.

Karena Acies menggunakan kata 'kekuatan yang cukup mengejutkan'


untuk menjelaskannya, Emi mungkin sedang mengaktifkan sihir suci yang
setara dengan apa yang dia gunakan saat bertarung melawan Gabriel.

Namun, walau tempat ini hanya berada di perbatasan bagian terluar dari
ibukota kerajaan, Maou sudah tidak bisa merasakannya.

“Sialan, mungkinkah memang ada sesuatu yang salah denganku?”

Tak peduli berapa kalipun Maou mengepalkan tangan dan memikirkannya,


dia tak bisa memikirkan satupun solusi.

Dan saat ini, ada masalah yang lebih serius.

Apa yang terjadi dengan Suzuno dan Alberto yang menyusup ke Area
Pusat Azure Sky Canopy?

Jika Emi melepaskan kekuatan Alas Ramus dan sedang bertarung dengan
seseorang, maka musuhnya mungkin Ashiya atau seorang malaikat.

Meski dia tidak yakin bagaimana pertarungan itu dimulai, entah


rencananya berhasil atau gagal, mereka seharusnya sudah membuat kontak
sebelum pertarungan itu dimulai.
“Kita yang tidak bisa melakukan kontak, memang sangat merugikan.”

Maou yang tidak bisa mengumpulkan sihir iblis, juga tidak bisa mengirim
Idea Link kepada HP Suzuno ataupun Alberto.

“Hey, Maou.”

Acies berbicara kepada Maou yang sedang mengenyit dengan ekspresi


tegang di wajahnya.

“Aku tahu saat ini keadaan Maou sangat sulit, tapi kumohon... pergilah
denganku! Onee-san ada di dekat sini! Aku tidak bisa mengabaikannya!”

“.....”

Maou balik menatap Acies dengan ekspresi tegang yang sama.

Ketika Acies menjadi roket tadi, Maou tidak menunjukkan satupun tanda
ketidaknyamanan seperti saat ia menggunakan kekuatan Acies beberapa
hari yang lalu.

Kalau seperti ini, meski Maou tidak bisa menggunakan pedang suci, Acies
mungkin masih bisa menggunakan kekuatannya.

Ketika bertarung dengan Kamael di Jepang, kemampuan Acies bahkan


melebihi malaikat tersebut.

Meski mereka tidak tahu apakah tingkat perbedaan kekuatan di antara


keduanya akan berubah setelah datang ke Ente Isla, sebuah tempat yang
mungkin akan menyebabkan pergeseran besar dalam hal kekuatan, dalam
situasi ini, setidaknya Acies jelas-jelas lebih berguna dibanding Maou.
“.....Hm?”

Berpikir sampai ke sini, Maou tiba-tiba teringat apa yang terjadi ketika dia
bergabung dengan Acies.

“Hey, Acies.”

“Ada apa?”

“Sebelumnya kau bergabung dengan Nord, kan?”

“Benar?”

“Lalu, apa kau bisa berpisah dariku sekarang?”

“Eh? Uh, soal itu.....”

Acies membelalakkan matanya kaget.

“Karena orang itu adalah ayah, kupikir itu tak masalah, tapi aku tidak
pernah mencobanya, jadi.....”

“Tidak pernah mencobanya? Tapi ketika kau berada di SMA Sasahata,


bukankah kau bisa dengan mudah bergabung denganku? Dan
kedengarannya seolah mengganti Nord denganku itu sangat mudah.”

“Karena pasangannya adalah Maou, itulah kenapa aku bisa bilang kalau
pergantiannya itu mudah. Namun, karena ada banyak masalah yang
muncul pada diriku, mungkin kita tidak begitu cocok. Ah, tapi sudah bisa
dipastikan kalau Suzuno dan Alberto itu tidak cocok.”
“Huh?”

“Anehnya, aku hampir tak ada masalah dengan Chiho. Untuk Amane,
sepertinya tak masalah, tapi tidak tahu juga sih. Rika dan Kisaki tidak
cocok. Tanpa mempertimbangkan sifatnya, Lucifer dan aku adalah yang
paling cocok. Malaikat bau itu bisa mati, itu mustahil, aku bahkan tidak
mau memikirkannya. Ah, karena orang yang bernama Emi itu bisa
bergabung dengan Onee-san, kupikir seharusnya juga tak ada masalah
denganku.”

“A-apa-apaan itu?”

Sementara si malaikat bau itu pasti merujuk pada Sariel, bagi orang-orang
yang Acies nilai tak ada masalah, dengan kata lain orang yang bisa
bergabung dengannya, mereka tidak memiliki kesamaan sama sekali.

Maou, Emi, Chiho, Urushihara dan Nord bisa bergabung dengan Acies,
Amane belum pasti, tapi meski katanya Suzuno, Sariel, Alberto, Rika, dan
Kisaki tidak bisa bergabung, Maou sama sekali tidak tahu standar
pengukurannya.

Dan karena dia tidak tahu standarnya, makanya sulit memahami kenapa
Urushihara memiliki timbal balik yang paling baik.

Maou tidak tahu akan menempatkan Ashiya dan Emerada ke pihak mana,
dia benar-benar bingung, tapi begitu mengingat apa yang terjadi ketika dia
bergabung dengan Acies, Maou masih memiliki satu pertanyaan.

Karena dia mendengarnya saat berada di tengah-tengah kekacauan, Maou


baru mengingatnya sekarang, tapi kejadian ini tak bisa diabaikan.
“Hey, Acies. Mungkinkah itu 'Yadorigi' yang kau sebutkan
sebelumnya......”

Sebelum bergabung dengan Maou, Acies menjulukinya sebagai Yadorigi.


Mungkinkah Acies dan Alas Ramus menggunakan istilah ini untuk
menyebutkan orang yang bisa diajak bergabung?

“Ah, yeah. Itu maksudnya orang yang bisa bergabung.”

Namun, ketika Maou menerima jawaban tersebut, pertanyaan lain pun


muncul.

“Bukankah itu sangat aneh?”

“Bagian mananya?”

“Yadorigi maksudnya adalah tumbuhan parasit yang menempel pada


inangnya, kan? Padahal yang bergabung dengan kami adalah kau dan Alas
Ramus, tapi kenapa malah kami yang disebut 'Yadorigi'?”

“Hm? Itu sama sekali tidak aneh, kau tahu?”

“Huh?”

Jawab Acies dengan acuh tak acuh,

“Semua makhluk hidup di dunia ini, adalah Yadorigi dari Pohon


Kehidupan. Maou, kau mungkin salah menempatkan urutannya.”

“U-urutan?”
Maou, yang pikirannya menjadi kacau, kini terdiam, tapi Acies sama
sekali tidak memberinya waktu untuk berpikir.

“Hey, Maou! Lupakan masalah itu dulu! Onee-san sedang dalam bahaya!
Cepat bawa aku ke Onee-san! Jika Maou tidak bergerak, aku juga tidak
akan bisa bergerak!”

“O-oh....”

“Tak peduli musuh macam apa yang muncul, asalkan aku pergi ke sana
dan bekerja sama dengan Onee-san, kami pasti, kemungkinan besar,
mungkin bisa menang, dan Maou hanya perlu tetap berada di tempat yang
aman dan beristirahat, ayolah! Ayo pergi sekarang!”

“Entah kenapa, aku jadi enggan untuk pergi. Huuuh.....”

Jaminan tidak meyakinkan Acies sama sekali tidak bisa membujuk Maou,
tapi karena Alas Ramus sedang bertarung, itu artinya Emi sudah bertarung
dengan seseorang.

Maou memang tidak bisa merasakan kehadiran apapun, meski Acies ingin
bercanda, dia tak mungkin akan mengatakan kebohongan yang tak ada
gunanya.

“Acies.”

“Ada apa?”

“Emi..... tidak, apa Alas Ramus baik-baik saja?”

“Dia penuh dengan energi!”


Meski jawaban Acies terdengar kuno dan abstrak, intinya, Emi dan Alas
Ramus sedang menggunakan kekuatan mereka dalam kondisi bagus.

“Acies, apa kau bisa mengendarai moped?”

“Maou, apa kau akan ke sana menaiki moped? Aku sih bisa, tapi aku tidak
punya waktu untuk bersantai-santai.....”

“Selama Alas Ramus masih aman, kita harus menggunakan moped untuk
bergerak. Aku tidak akan mengalah dalam hal ini.”

Acies saat ini mungkin masih bisa terbang membawa Maou seperti saat
mereka terbang dari Pusat Ujian SIM Fuchu menuju SMA Sasahata. Tapi
Maou menolak cara tersebut.

“Suzuno tidak menghubungi kita, Emi dan Alas Ramus baik-baik saja. Itu
artinya, tak ada untungnya bahkan jika kita bergegas dan terbang ke sana.
Kita harus berusaha agar pergerakan kita tidak bisa dideteksi oleh Gabriel
dan Kamael selama mungkin. Jika mereka tahu kalau kita ada di sini, dan
melempar kita melewati 'Gate', kita tidak bisa menjamin apakah kita masih
bisa bekerja sama dengan Alas Ramus dan bertarung atau tidak. Kau pasti
juga ingin bertemu kakakmu kan? Tak usah terburu-buru, atau apa yang
seharusnya bisa dilakukan, akan jadi mustahil.”

“Hm.... aku mengerti. Aku sudah terbiasa melihat ayah mengemudi dan
menemaninya ikut ujian. Jadi asalkan aku tahu bagaimana cara
mengendalikannya, aku pasti bisa mengendarainya.”

“.... Hmm, benar juga.”

Rasanya seolah ujian itu adalah sesuatu yang sudah terjadi lama sekali.
Kalau dipikir-pikir, pertama kali Maou bertemu dengan Acies dan Nord
adalah saat mereka menaiki bus menuju Pusat Ujian SIM Fuchu untuk
mengikuti ujian mengemudi.

“Aku pasti akan membawa Emi kembali dan meminta bayaran uang yang
kuhabiskan selama ujian mengemudi!”

Maou mengangguk dan menepuk kepala Acies, dan setelah menunjukkan


keinginan kejam untuk balas dendam, dia memukul pahanya dan berdiri.

“Kalau begitu ayo kita kemasi barang kita. Ah, di mana Suzuno
meletakkan kunci mopednya?”

“Maou, bisakah kita makan sebelum berangkat?”

“Meski ada kekacauan yang parah seperti ini, kau masih saja ingin makan?”

Jawab Maou dengan sebuah tawa.

"Sebelum menuju Azure Sky Canopy, aku ingin membeli beberapa barang
dulu. Aku akan membiarkanmu makan ketika kita sampai di kota
selanjutnya, untuk sekarang tahan dulu."

Maou menegur Acies yang seketika kembali ke sikap normalnya.

Acies nampak paham dengan jawaban tersebut dan mengangguk dengan


sebuah senyum, tapi setelah melihat sesuatu di sudut pandangannya, dia
bertanya pada Maou,

"Maou, itu?"
Itu adalah tiga sendok kayu yang Maou beli untuk Chiho dan Emi sebagai
hadiah, tepat sebelum insiden roket Acies.

Barang-barang itu dibuat dari sepotong kayu yang diukir oleh tukang kayu,
sepertinya benda itu dianggap sebagai benda keberuntungan.

Sendok Chiho memiliki ukiran bunga seperti bunga sakura.

Sendok Emi dan Alas Ramus memiliki ukiran sepasang burung.

Meskipun pihak toko sudah membantu mengemasnya, setelah tragedi


jatuh ke parit, Maou pun mengeluarkan barang-barang itu dari dalam
kemasan yang rusak.

"Ah, benar, apa yang harus kita lakukan? Percuma saja kalau bagian
ukirannya rusak. Kita harus membungkusnya dengan benda yang bisa
menahan guncangan."

Maou mencoba mencari sesuatu yang bisa membungkus ketiga sendok


tersebut, tapi sayangnya, ketika dia melihat sekitar, tak ada benda yang
bisa digunakan untuk melindungi ukiran kayu.

Ketika Maou merasa seolah sudah kalah....

"Apa yang harus kita lakukan dengan barang-barang milik Suzuno dan
Alberto?"

"Kita mungkin tidak akan kembali ke sini, jadi kita hanya bisa
membawanya bersama kita. Tapi pasti sangat merepotkan harus membawa
mereka semua, haruskah kita menyimpannya di sini dan membiarkan
Alberto mengambilnya nanti? Ah, tapi karena ada keributan seperti ini,
barang-barang ini mungkin akan disita...."

"Hey, Maou, seingatku ketika kita check in, mereka bilang kalau pada saat
kita akan check out, kita harus melakukan sesuatu dengan air di sini, kan?"

"Ah, maksudmu biaya untuk air sumur dan air untuk kandang kuda kan...
Aku tidak terima kalau air juga harus dibayar. Padahal rasanya tidak
terlalu enak."

Masalah yang harus mereka selesaikan sebelum berangkat muncul satu


persatu.

Karena mereka sudah memutuskan untuk pergi dari tempat ini, maka
mereka tidak bisa meninggalkan semuanya dan kamar ini begitu saja, jadi
ketika mereka berdua selesai check out dan mengeluarkan moped dari
kandang kuda, juga mengisi bahan bakarnya, 30 menit telah terlewati.
Chapter 3 : Raja Iblis Dan Pahlawan, Menyaksikan
Revolusi di Ente Isla.

“Apa dia memang sekuat itu?”

Raguel, dengan rambut afro bergaya punk-nya, menyaksikan pertarungan


antara Emilia dan Alsiel dari sebuah bukit di pinggiran Azure Sky Canopy
dan bertanya dengan heran,

“Seingatku ketika di Tokyo Tower, bukankah dia dipecundangi oleh Gab?”

“Huuh~ karena pada waktu itu kita ada di Jepang.”

Gabriel menjawab pertanyaan rekannya dengan dingin.

“Sihir iblis yang dia gunakan pada waktu itu adalah sesuatu yang berasal
dari orang di belakang Sasaki Chiho, yang mana dengan paksa
menciptakan sihir iblis yang tidak ada di Bumi dan mengumpulkan mereka,
karena sihir iblis murni bisa didapatkan secara langsung di sini, kondisinya
seharusnya sedikit berbeda.”

“Mungkinkah Emilia mengalah?”

“Hm?”

Gabriel menoleh ke asal suara yang lain.

Seorang pria yang bertubuh besar dan mengenakan armor merah berdiri di
sana, dengan seorang bocah di sampingnya.
“Gabriel, seingatku Emilia bisa membuatmu mundur setelah dia
mendapatkan kekuatan Yesod, iya kan? Kenapa dia bisa seimbang
melawan iblis level segini?”

“Kamael, suaramu terdengar menakutkan, apa kau masih dendam soal


insiden sebelumnya?”

“Itu semua karena kalian lengah di saat-saat terakhir. Aku hanya khawatir,
meskipun rencananya tidak berhasil sempurna, kalian akan berpikir kalau
semuanya telah berakhir.”

Dalam suara Kamael, sebuah nada tidak senang terdengar menanggapi


sikap santai Gabriel.

“Yah, aku memang tidak bisa diandalkan.”

Kamael menatap Gabriel yang sedang mengeluh dengan wajah tanpa


ekspresi, lantas menoleh ke arah bocah di sampingnya, Iron.

“Walau tidak sempurna, Emilia tetaplah Yadorigi anak yang terlahir dari
Sephirah. Kau seharusnya tahu kalau kekuatan itu tidak bisa diremehkan.”

“Hm, itu benar, dan sebelumnya, kau dikalahkan oleh Satan karena hal itu.”

“.... Kau..”

Kamael memelototi Gabriel dengan maksud mengancam, tapi dia tahu


kalau Gabriel bukanlah orang yang akan terguncang karena hal tersebut.

“Huuh~, kalau benar begitu, maka Emilia tidak mungkin akan kalah. Dan
meski sesuatu benar-benar tidak sesuai rencana, kita hanya perlu
membantu Emilia lebih awal. Aku tidak akan lengah, okay. Bukankah kita
akan menunggu kekuatan Emilia terkuras akibat bertarung dengan Alsiel
dan para Malebranche sebelum melakukan kontak dengannya?”

“Soal kekuatan yang terkuras itu, mereka sudah bertarung sangat lama lo.”

Raguel menghela napas dengan jengkel.

“Kira-kira sudah lebih dari 10 jam.”

Ucap Kamael dengan kaku.

Benar, semenjak Emilia dan Alsiel mulai bertarung, selama itulah waktu
telah berlalu.

Meski sang Pahlawan dan Jenderal Iblis yang memiliki kekuatan melebihi
manusia bertarung, untuk pertarungan satu lawan satu, waktu selama itu
bisa dianggap sangat lama.

Selain itu, mereka berdua juga bertarung dengan kekuatan penuh tanpa
henti.

“Apa itu penting, kita hanya perlu membiarkan mereka bertarung sampai
mereka lelah. Aku paham kalian ingin mengakhiri ini dengan cepat, tapi
jika terjadi kesalahan karena kecemasan kalian, kalian bisa jadi seperti
Sariel yang harus membayar dengan seluruh sisa hidupnya.”

“Hm.”

“..... Ugh.”
Raguel dan Kamael nampak mengingat sesuatu dan mengernyit dengan
ekspresi rumit di wajah mereka.

Gabriel tersenyum kecut karena reaksi mereka berdua, dan mengatakan,

“Huuh~ tunggulah dan santai saja. Beberapa saat kemudian, salah satu dari
mereka pasti akan mulai melemah....”

“!!”

Kali ini....

Iron yang ada di samping Kamael, menolehkan kepalanya.

“Ada apa?”

Gabriel yang terus tersenyum santai sepanjang waktu, adalah orang


pertama yang menyadari reaksi Iron dan bertanya.

“....Hm.”

“Ada apa?”

Kamael dan Raguel juga menatap ke arah Iron, tapi Iron terus memandang
ke arah dataran yang berada jauh di sebelah selatan bukit.

“Sesuatu menuju ke sini”

Raguel dan Kamael memperhatikan sikap Iron dengan heran, sementara


Gabriel, dia menolehkan wajahnya ke arah Azure Sky Canopy, dan di
tempat yang tidak bisa dilihat kedua malaikat itu, sudut bibirnya terangkat
ke atas.

“Iron, apa yang menuju ke sini?”

“Itu....”

Mata Iron terbuka lebar, lalu menyerukan nama benda itu.

“..... Seingatku itu disebut Moped?”

““Moped?””

Raguel dan Kamel mengulangi kata-kata tersebut, merasa bingung.

“Moped, moped.... apa itu, rasanya aku pernah mendengarnya di suatu


tempat.”

Raguel mengenyit merasa kebingungan, sementara Kamael terdiam


mengikuti pandangan Iron.

“Akhirnya dia datang juga....”

Hanya Gabriel lah yang menggumam puas, dan dengan tenang


menyaksikan pertarungan di Azure Sky Canopy.

XxxxX
Dua moped yang menghasilkan suara tajam menyusuri jalanan di Area
Pusat ibukota kerajaan dengan kecepatan penuh.

Maou Sadao, sedang mengendarai Honda GYRO ROOF, memandang


kota Azure Sky Canopy dari kejauhan sekaligus kilatan perak dan hitam
yang muncul dari pertarungan di atas kastil,

“Apa yang Suzuno dan Alberto lakukan?! Bagaimanapun kau melihatnya,


ini adalah situasi yang paling buruk!”

“Maou! Itu! Di sana! Onee-san!”

Dari earphone wireless yang digunakan oleh si pengendara, Maou bisa


mendengar suara Acies yang bersemangat.

“Aku tahu itu! Kau terlalu bersemangat, kalimatmu jadi terputus-putus!”

“Maou! Sekarang sudah tak apa kan? Ayo kita terbang! Karena kita sudah
sampai di sini, tak usahlah kita mempedulikan malaikat-malaikat itu!”

“Sudah kubilang jangan terburu-buru! Azure Sky Canopy itu besar! Jarak
segini itu belum cukup dekat, kita tidak akan bisa bekerja sama dengan
mereka.... hey, musuh datang!”

Maou melihat ke arah depannya dan berteriak.

Daerah pinggiran ibukota Azure Sky Canopy adalah wilayah para


bangsawan. Segerombolan besar kesatria berjaga di gerbang utama
wilayah ini, mereka pun terlihat panik ketika sebuah benda misterius tiba-
tiba bergerak ke arah mereka, tapi pada akhirnya, mereka tetap memilih
menyingkirkan penyusup.
Mereka pasti pasukan garis belakang Fangan Milita.

Maou dan Acies melihat banyak bola api yang dihasilkan oleh mantra dan
anak panah menuju moped mereka bagaikan sebuah badai.

“Maou! Ini gawat! Apa yang harus kita lakukan?”

“Maju dengan kecepatan penuh! Jangan takut dengan mantra!”

“Serius ini? Meski aku tidak takut, kalau mengenai kita, itu pasti sakit!”

“Tenang! Percayalah pada kemampuan kendaraan Jepang! Ugoooh!”

Maou menghentak mesinnya sekali lagi, kendaraan mereka pun


menghasilkan deru tajam, dan melewati badai serangan Milita.

“Ah! Aku tidak peduli lagi!”

Ketika Acies melihat hal tersebut, dia juga mulai tak mempedulikan
apapun dan mengikuti dari belakang.

Mantra dan anak panah yang tak terhitung jumlahnya menghantam


pelindung angin dan atap unik milik Honda GYRO ROOF.

Meskipun penyok, meleleh ataupun berlubang, atap plastik yang diperkuat


dengan fiberglass yang melambangkan esensi teknologi jepang masih
sanggup membantu penumpangnya untuk menahan semua serangan.

“Oh! Hebat sekali!”

“Jangan remehkan teknologi Jepang!!”


Dengan deru tajam mesin moped, Maou dan Acies melewati pasukan
patroli Milita.

Kehadiran dan kegagahan moped tersebut membuat pasukan Hakin Milita


menghindar dan menyingkir dari jalan.

Dan panah yang mereka tembakkan dari belakang, tidak bisa menyusul
kecepatan penuh GYRO ROOF.

Di mata Maou dan Acies, mereka hanya bisa melihat dua orang yang
sedang bertarung sengit dan bergerak-gerak di langit dengan kekuatan
yang dahsyat.

“Alas Ramus, Ashiya, Emi! Aku datang!”

Dari kejauhan, Maou bisa melihat dengan jelas sosok Ashiya dalam wujud
iblisnya dan Emi yang membawa pedang suci besar serta berada dalam
wujud setengah malaikatnya, bertarung dengan sengit di langit.

“Maou! Sesuatu mendekat dari belakang!”

Kali ini, suara tegang Acies terdengar.

Maou melirik kaca spionnya dan menemukan bahwa di dalam pasukan


yang mereka singkirkan, ada sekelompok tentara yang menaiki kuda dan
berusaha menyusul mereka.

Beberapa orang bahkan sudah menyiapkan anak panah di busur mereka


dan bersiap menembak.

“Tenanglah, Acies! Gunakan itu!”


“Eh? Apa gertakan semacam itu benar-benar akan bekerja?”

“Musuh kita bukan Hakin! Kita hanya perlu menakuti para kuda dan
memperlambat mereka! Lakukanlah!”

“Baik!”

Menyetujuinya, Acies mengeluarkan benda merah berbentuk silinder


setebal gorden pintu dari dalam tas selempangnya.

Itu adalah petasan pengusir iblis yang mereka berdua lihat saat Acies
menjadi roket.

“Pemantik api sangat praktis ya.... yaaaaahhhhhhh!!”

Acies yang menyalakan pemantik api di atas mopednya, mulai berteriak,


suara itu menggetarkan telinga Maou melalui earphone-nya, dan,
sekeliling pun mulai diselimuti suara ledakan yang keras.

Petasan yang terhubung melalui sebuah rantai panjang, mulai meledak


satu persatu disebabkan api pada sumbunya.

“Bodoh! Apa yang kau lakukan, cepat lempar! Kalau tidak, kau akan
terbakar!”

“Yaahh, uhuk!!”

Acies mengeluarkan teriakan aneh sambil terbatuk dan melempar petasan


ke belakang.
Maou juga mengeluarkan serangkaian petasan dari dalam hoodie-nya,
menggunakan sebuah pemantik api untuk menyalakannya dan dengan
cepat melemparnya ke belakang.

Area di belakang mereka dipenuhi dengan suara ledakan dan asap akibat
ledakan tersebut, usai melirik melalui kaca spionnya dan memastikan
kalau pasukan Hakin yang hendak menembakkan panah mereka sedang
panik, Maou mempercepat kendaraannya dan melaju ke depan.

“Acies! Kau baik-baik saja?”

“Asap ini mencekikku.... uhuk uhuk!”

“Sepertinya kau baik-baik saja! Hey, baru saja bilang begitu dan sekarang
pasukan baru sudah muncul di depan! Tekan klaksonmu dengan cepat!!”

“Oryaaaaaaaaa!”

Di persimpangan jalan Area Pusat, terdapat Pasukan Milita lain yang


sedang berpatroli, dan setelah menyadari kedatangan Maou dan Acies,
seperti pasukan sebelumnya, mereka langsung menuju ke arah keduanya.

Namun, sebuah suara keras yang memekakkan telinga menahan


pergerakan mereka.

Maou dan Acies menekan klakson moped mereka berulang-ulang.

Milita yang merasa bingung karena tidak pernah mendengar suara seperti
itu sebelumnya, tidak hanya tidak bisa menghentikan Maou dan Acies,
mata mereka bahkan terkena sinar langsung dari lampu LED saat perhatian
mereka terfokus pada Maou dan sesaat kehilangan penglihatan.
Menggunakan kesempatan itu untuk menembus pertahanan mereka, Maou
melempar petasan ke arah mereka sebelum dia pergi, jadi para tentara yang
kebingungan akibat asapnya pun, tidak bisa langsung mengejar Maou dan
Acies.

Mungkin karena mendengar keributan tersebut, satu pasukan kesatria


berlari keluar dari sisi jalan yang berbeda dari pasukan tadi dan menyusul
Maou serta Acies.

“Maou! Mereka ingin menggunakan tombak untuk menyerang dari


samping!”

“Tenang! Petasannya?”

“Sudah habis! Sisanya ada di bagasi!”

“Kita terlalu banyak menggunakannya di awal ya.... haaah!!”

Dua tentara menuju ke arah Maou, Maou pun menggunakan petasan untuk
menghentikan kuda tentara tersebut, dan melempar sesuatu pada Acies.

"Tangkap!"

"Apa ini!?"

"Semprotkan itu pada hidung kuda!"

"O-oh? Ohhhhhh??"

Apa yang Maou lempar pada Acies adalah sekaleng besar pengusir
serangga untuk penggunaan luar ruangan.
Satu-satunya perlengkapan kemah yang Maou dan Suzuno beli tanpa
berdebat, terlepas dari tempat penggunaan yang sama sekali tidak
berhubungan dengan kegunaan awal dan penggunaannya yang tidak tepat,
benda itu memberikan efektifitas yang hebat.

Para kuda yang wajahnya terkena bau kuat dari semprotan serangga itu,
mengeluarkan busa dari mulutnya, bertingkah sangat aneh, dan jatuh ke
tanah dengan panik.

Acies memastikan kalau tentara yang jatuh tersebut tidak berada dalam
bahaya melalui kaca spionnya, dan di saat yang sama, mengatakan,

"Aku melakukan sesuatu yang jahat pada kuda itu...."

"Itu salah orang yang menggunakan mereka dalam pertarungan!"

Maou menunjukkan inti masalah yang tidak akan bisa dibantah, dan
membebaskan Acies dari perasaan bersalah.

"Hey! Sepertinya sudah tidak ada orang di sekitar sini! Ayo kita cepat
ambil petasan dari bagasi!"

Maou memastikan kondisi sekitar, berhenti, turun dari mopednya dan


membuka bagasi, kemudian dia mengeluarkan banyak sekali petasan.

Sementara barang-barang kebutuhan perjalanan dan barang pribadi


Suzuno serta Alberto tersimpan di dalam bagasi, Maou meninggalkan
semua persediaan air dan makanan, dia menggunakan ruang yang tersisa
untuk menaruh senjata guna melawan manusia ketika menyerang Azure
Sky Canopy.
Tentunya senjata-senjata yang mereka kumpulkan dari berbagai desa di
Area Pertanian sebelum mencapai Area Pusat, adalah senjata yang hanya
memiliki efek lemah.

Bagaimanapun, jika para malaikat merasakan kekuatan Acies dan


menyerangnya, tak ada jaminan kalau Acies akan bisa melawan, jadi
mereka hanya bisa menggunakan senjata yang bisa digunakan oleh orang
biasa.

Namun, jika senjata yang mereka gunakan terlalu mematikan dan


menyebabkan seorang terbunuh, meski itu demi menyelamatkan Ashiya,
Emi dan Alas Ramus, tetap saja hal itu akan menodai hati nurani mereka.

Karena itulah, senjata yang Maou pilih adalah.....

"Hey, untuk jaga-jaga, ingatlah untuk menaruh pisau kayu ini di tempat
yang bisa kau raih!"

"Eh.... Kalau begitu, aku hanya bisa menggunakan satu tangan!"

"Jika situasinya menjadi gawat, lempar saja petasannya langsung ke arah


musuh. Pokoknya, kita sebisa mungkin harus menghindari situasi di mana
kita melukai manusia."

"Bahkan jika kita tidak menyakiti siapapun.... apa benar tak masalah kita
bertarung dengan cara ini?"

Tidaklah aneh bagi Acies mengeluh demikian.


Mengayun-ayunkan pisau kayu tanpa memakai helm, melempar petasan,
mengarahkan lampu sorot ke mata orang-orang, dan membunyikan
klakson untuk membuat kebisingan.

Tindakan yang dilakukan oleh raja para iblis dan permata yang
menciptakan dunia alias si gadis misterius yang terlahir dari Sephirah ini,
tidak ada bedanya dengan para pengemudi mobil ugal-ugalan.

Tidak, meskipun kau mencari ke seluruh Jepang modern yang telah


memasuki era Heisei, pengemudi mobil yang akan menyebabkan masalah
untuk orang lain dengan cara yang kuno, picik, dan merusak seperti itu,
tidak akan bisa lagi ditemukan.

Karena mereka sudah sejauh ini, sepertinya dekorasi aneh yang terpasang
pada GYRO ROOF dan klakson yang digunakan untuk menyebabkan
keributan sudah sedikit tak berguna.

"Apa yang terjadi selanjutnya adalah bagian yang paling penting!"

Namun, apa yang Maou siapkan masih belum semuanya.

"Semakin dekat kita dengan kastil, maka akan semakin banyak yang
mengejar kita. Kalau saat itu tiba, gunakan ini!"

Setelah mengatakan hal tersebut, Maou mengeluarkan sebuah botol


sederhana yang ditutup dengan sumbat, bagian luar botolnya dipenuhi
barisan petasan, sementara di dalamnya berisi sebuah cairan.

Di bagian pembuka botolnya terdapat sepotong kertas yang dijepit oleh


sumbat, yang mana akan digunakan sebagai sumbu dan menjalar hingga
ke bagian dalam botol, benda itu terlihat seperti bom bensin.
"Apa kau serius?"

Tanya Acies seperti orang yang sudah tidak tahan lagi, tapi Maou
menjawabnya dengan percaya diri.

"Kita harus memikirkan cara untuk bertemu dengan orang yang sedang
bertarung di sana itu, dan Suzuno yang keberadaannya tidak diketahui!
Jika kita menemui situasi di mana kau harus menggunakan kekuatanmu
untuk bertarung, maka keselamatanku lah yang tidak bisa dijamin, oleh
karena itulah, sebisa mungkin kita akan menggunakan kekuatanmu
sebagai pilihan terakhir. Kekuatanmu terlalu mencolok, jadi untuk bagian
ini, izinkan aku meminta maaf!"

".... Begitu ya."

Tidak diketahui apakah ini disebut bijaksana atau berlebihan, tapi karena
sudah ada kebisingan dan masalah di mana-mana, seharusnya tidak
masalah apakah kekuatan itu mencolok atau tidak, tapi, dari penjelasan
Maou yang bahkan dianggap aneh oleh Acies, dia sepertinya memang
memaksakan diri menggunakan cara seperti seorang pengemudi mobil
yang ugal-ugalan.

"Suzuno.... cepatlah kembali dan hentikan Maou.... orang ini benar-benar


sulit ditangani...."

Acies yang dengan enggan memasukkan petasan ke dalam bajunya,


melihat ke arah pertarungan yang terjadi di langit sembari menggumam
tanpa ada rasa cemas sedikitpun.

XxxxX
".....??"

Tepat ketika Emi menangkis cakar tajam Alsiel untuk yang kesekian
kalinya, dia tiba-tiba mendengar rangkaian suara aneh.

Itu adalah suara deru tajam yang perlahan semakin mendekat.

Alsiel yang menyadari hal ini, juga menghentikan serangannya, dan


memandang ke arah suara itu berasal.

Suara itu terdengar familiar, tapi rasanya itu bukan sesuatu yang
seharusnya muncul di tempat seperti ini.

"Itu....."

Dengan suara mesin yang sedang beroperasi, dua benda mendekat dari
arah belakang Milita yang berbaris di bawah....

""Moped dari toko pizza??""

Seru Emilia dan Alsiel bersamaan.

Itu adalah moped beratap yang biasanya digunakan untuk delivery toko
Pizza di Jepang.

"Mu-mungkinkah itu...."

Alsiel dan Emilia yang tidak tahu berapa lama mereka sudah bertarung,
mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan.
Meski Emilia berharap kalau Raja Iblis akan datang nantinya, terkadang
dia juga curiga kalau semua itu hanya dugaan optimis Alsiel.

Bagaimanapun, dia tidak pernah merasakan sihir iblis kuat yang akan
dipancarkan oleh Raja Iblis jika dia datang ke sini.

Karena sedang berada dalam situasi seperti ini, dia tidak bisa memprediksi
kapan Maou akan muncul.

"Pria itu.... nekat sekali dia!!"

Apa dia berhasil mendapatkan SIM?

Emilia tidak pernah menyangka kalau Raja Iblis akan mengendarai moped
untuk mengganggu pertarungan antara sang Pahlawan dan Jenderal Iblis.

Ada dua moped yang melaju di bawah. Siapa yang datang bersamanya,
apakah Suzuno? Ataukah Urushihara?

Setelah memastikan kalau dua moped yang melaju di jalanan utama Area
Pusat itu menuju ke menara kastil, Emilia seketika ingin tersenyum kecut,
tapi dia seketika membeku.

"A-apa itu...."

Pasukan Milita di bawah nampak menyadari kedatangan moped itu dan


merasa panik karena tidak bisa memahami situasi, tapi mereka tetap
berpencar dan menyerang kedua moped tersebut.

Namun, kecepatan kedua moped itu terlihat tidak menurun sama sekali.
Hal itu sudah bisa diduga.

Jika mereka melambat, akibatnya pasti akan sangat buruk.

"I-itu...."

Tidak hanya Emilia, Alsiel yang menyadari satu fakta lain juga merasa
sangat terkejut, sampai-sampai dia lupa untuk menyerang sang Pahlawan.

Dua moped tersebut kini membawa sekumpulan orang yang bisa disebut
'Pasukan Raja' di belakang mereka.

"Heeyy!! Ini sudah waktunya untuk menyeraaaahhh!! Sudah cepat


gunakan kekuatankuuuu!!"

Di antara suara ledakan yang mengguncang tanah dan udara, meskipun


teriakan Acies terus terdengar dari earphone-nya, Maou sama sekali tidak
melakukan apapun.

"Baik, cepat lemparkan petasannya!!"

Acies memprotes instruksi Maou dengan gelisah.

"Percuma! Mereka sudah terbiasa! Bahkan bom bensin Maou sama sekali
tidak berguna!"

"Kita sudah datang ke sini!! Bagaimana bisa kita kabur setelah sampai ke
tahap ini?! Dan jika kita menghentikan kendaraan sekarang, seperti
domino, kita pasti akan hancur bersama dengan moped kita oleh orang-
orang yang tidak bisa mengerem itu! Jika kau tidak ingin menjadi daging
cincang dalam potongan moped, maka teruslah bergerak maju!!"
Maou melihat Acies yang sedang menoleh ke belakang dengan mata
berkaca-kaca, dan menggertakkan giginya saat ia memastikan situasi tanpa
harapan ini melalui kaca spionnya.

"Lantas bukankah sudah kubilang kalau kita sebaiknya terbang!?"

"Jika hanya kita yang terbang, maka mopednya yang akan hancur! Kalau
sudah begitu, aku pasti akan dimarahi oleh Suzuno. Dan, Dullahan 3
bermotor nantinya akan diberikan padaku, mana mungkin aku
merusaknya!?"

"Siapa yang peduli denganmu!!?"

Maou dan Acies menarik sekumpulan orang aneh dan melaju di jalanan
menuju kastil, tidak, mereka sudah kehilangan kendali.

Selain pasukan patroli Milita yang dengan gigih mengejar Maou dan Acies
karena keributan yang mereka sebabkan, pasukan Malebranche yang
sedang bertarung dengan Milita, sekaligus kesatria Hakin dan para tentara
berpangkat rendah yang bukan bagian dari Milita dan sejak awal memang
berada di Ibukota, juga muncul entah dari mana, ikut andil dalam keributan
tersebut. Jadi, dengan dua moped di depan, 'Pasukan Raja' yang di
dalamnya tercampur iblis dan manusia, dengan cepat dan tak terkendali
sampai di depan gerbang utama kastil.

“Maou! Ada si botak dan iblis di depan!”

Olba, Farfarello, dan Barbariccia saat ini sedang memperhatikan


pertarungan Emilia dan Alsiel, dan meski Maou dan Acies sudah mencapai
tempat di mana ketiganya bisa melihat sosok Maou dan Acies, jika mereka
secara tak sengaja menarik rem sekarang, 'Pasukan Raja' yang lebih
menakutkan dari para serigala yang mana sedang mengejar mereka pasti
tidak akan bisa bereaksi tepat waktu, alhasil, mereka berdua akan digilas
beserta moped mereka seperti binatang kecil yang terseret ke dalam
migrasi bison di padang savana.

“Siapa yang peduli dengan orang botak dan iblis! Kita hanya harus
melewati mereka! Kita maju lurus menuju kastil!”

“Tidak mungkiiiinnnn??”

Maou mengabaikan teriakan Acies dan mempercepat lajunya, lalu seolah


mempersembahkan penutupan untuk acara kembang api, dia diam-diam
menyalakan petasan dalam jumlah besar, dia juga meletakkan perekat
tahan air pada klakson sehingga menghasilkan bunyi tanpa henti,
menyalakan alarm di lampu LED yang sudah tidak bisa lagi digunakan
hingga ke volume maksimalnya, dan melemparkan petasan ke arah
pasukan utama Milita yang ada di depan.

“Ra-Raja Iblis Satan???”

“Maou-sama?”

“Apa? Kau bilang Maou-sama?”

Maou memimpin 'Pasukan Raja' yang menyebabkan banyak sekali


masalah untuk penghuni Area Pusat ibukota kerajaan dan mendekat ke
kastil. Olba, Farfarello, dan Barbariccia mengenalinya satu persatu.

“Yo! Aku sedikit sibuk sekarang, jika ada yang ingin kau bicarakan, kita
bicarakan saja nanti!”
Namun, seperti yang dinyatakan Maou, dia melewati si botak dan para
iblis yang terpaku menatap satu sama lain dengan kecepatan yang ganas.

Dua moped lewat di bawah Olba yang melayang di ketinggian sekitar


kepala manusia, angin yang ditimbulkannya pun meniup jubah Olba ke
atas, dan baju dalam Olba Meyers yang mengkhianati Gereja pun
terpampang di ibukota Afashan.

“Rasanya aku baru saja melihat sesuatu yang mengerikan, tapi lupakan!
Acies! Pertahankan kecepatan ini! Aku ingin kau membuka bagasimu dan
melempar semua isinya!”

“Aku sudah tidak peduli lagi! Lakukan sesukamuuuu!”

Maou mendekat secara diagonal di belakang Acies, menggunakan ujung


pisau kayunya untuk menekan bagian bawah bagasi yang sebelumnya
sudah dikendurkan oleh Acies dan membuka penutupnya.

Apa yang bergulir keluar adalah sekumpulan bom bensin buatan Maou.

Bom bensin yang terbuat dari bahan bakar cadangan yang mereka simpan
berkat adanya Alberto, tersebar saat jatuh ke tanah dan menyebarkan
bensin di jalanan.

Maou melempar petasan ke sana....

“Yaaaaahhhhhhhh??”

“Panaaaaaaaaass!! Uwah! Apa itu terbakar??”

Bahan bakar yang telah menyala menghasilkan bau gosong dan meledak.
Bahkan Maou yang menyalakan apinya pun ikut terkena hawa panas,
petasan yang dipegang oleh Acies dan Maou juga mulai terbakar dan
menghasilkan ledakan keras.

“Ow, ow, ow, uwaahhh, waahhh, panaasss!”

Dalam keadaan penuh asap, api, dan ledakan di sana sini, moped yang
bagian belakangnya terbakar dan 'Pasukan Raja' pun melaju lurus ke arah
pusat pasukan utama Milita, mendobrak gerbang utama kastil dan
memasuki inti kastil.

Saat Olba, Farfarello dan Barbariccia tidak bisa bereaksi tepat pada
waktunya, pasukan patroli Milita yang mengejar Maou dan Acies pun
sudah memasuki area kastil, Olba dan yang lainnya sekaligus pasukan
utama Milita hanya bisa diam menyaksikan kejadian tersebut, mereka
sepenuhnya terpaku.

Mengesampingkan pemain utama yaitu, Emilia, Alsiel, kepala suku


Malebranche dan Olba, 'Pasukan Raja' yang dipimpin oleh moped Maou
dan Acies, merangsek masuk ke dalam kastil dengan kacau dan tak
terkendali.

Area kastil yang bisa menampung menara kastil Azure Sky Canopy, Cloud
Detached Palace, memiliki taman yang indah, kantor kerja, dan berbagai
fasilitas lain, sebenarnya sangatlah luas, tapi berkat suara bising petasan
dan asap putihnya, Emilia dan Alsiel bisa melihat lokasi keberadaan
moped Maou dari langit.

““Ah!””
Kali ini, Emilia dan Alsiel serentak mengeluarkan pekikan yang tidak
memiliki tensi sama sekali.

Asap putih dari kendaraan yang memimpin pasukan tadi menghilang di


depan gerbang Cloud Detached Palace.

Sementara itu, beberapa pasukan Milita yang mengejar moped Maou


terjatuh dari jembatan gantung di depan, dan beberapa lagi ada yang
menghantam dinding karena formasi mereka jauh lebih lebar dibanding
lebar pintu, namun, pasukan di belakang mereka tidak bisa berhenti,
tragedi seperti domino runtuh pun terjadi.

Akan tetapi, kedua moped tadi tidak menghentikan laju mereka yang tak
terkendali.

Asap mulai keluar dari jendela Cloud Detached Palace. Suara bising mesin,
suara benda pecah atau jatuh, ledakan, teriakan manusia ataupun kuda, dan
suara yang tak dikenali lainnya terus menerus terdengar, dan meski mereka
tidak ada di sana, mereka bisa dengan mudah membayangkan situasi kacau
yang terjadi di dalam Cloud Detached Palace.

Apapun itu, sepertinya mereka sudah lupa soal pertarungan Emilia dan
Alsiel.

Semua orang menatap Cloud Detached Palace dengan cemas,


menyaksikan keadaan tragis macam apa yang akan terjadi di sana setelah
diinjak-injak oleh pengemudi ugal-ugalan dan 'Pasukan Raja'.

Berkat hal itu, Emilia sadar kalau langit di sebelah timur mulai bersinar
cerah, fajar akan segera tiba.
“.....Ah! Oh, oh tidak!”

Kali ini, Alsiel berteriak panik karena ia menyadari satu hal.

“Ji-jika ini terus berlanjut.... Cloud Detached Palace akan...”

Namun, sikap Alsiel yang terguncang seketika menjadi cerita masa lalu.

Langit pun bergetar, terbelah.

“Ugh!”

“Apa!?”

Emilia dan Alsiel membelalakkan matanya kaget.

Cloud Detached Palace yang menyamai menara kastil Azure Sky Canopy,
yang mana juga menguasai seluruh Benua Timur, ditembus oleh sebuah
tiang cahaya berwarna ungu dan mulai hancur.

Tiang cahaya itu membelah langit dan menggetarkan bumi dengan suara
ledakan keras.

Bulan merah dan biru di langit malam, muncul di belakang awan yang
dikoyak oleh tiang cahaya tersebut.

Emilia mendongak ke arah langit.

Sosok pria itu, muncul dari langit tepat seperti dulu.


Raja Iblis Satan yang menghindari serangan pamungkas Emilia dan lari ke
dunia lain, kini menatap dari atas langit kastil Azure Sky Canopy dengan
dua bulan sebagai latar belakangnya.

Namun, ada yang berbeda dengan hari itu.

Raja Iblis Satan adalah Raja Iblis, tapi juga bukan.

Meski tak diragukan lagi kalau sihir iblis yang begitu kuat ini adalah milik
Raja Iblis Satan, penampilannya saat ini adalah seorang pemuda yang
selalu bekerja keras saat berada di Sasazuka, Jepang, Maou Sadao.

Dengan tatapan mereka yang berada di daratan, Raja Iblis Satan perlahan
turun hingga berada di samping Alsiel dan Emilia.

“..... Maou-sama.”

Alsiel, merasa tersentuh, berlutut di udara dan menunggu kedatangan


masternya.

Sementara Emilia, dia tetap berada di tempatnya, terpaku.

Orang yang selalu mengucapkan kata-kata yang membingungkan Emi,


pekerja keras, dicintai oleh manusia, dan juga mencintai manusia...
perwujudan aneh dari sang Raja Iblis... Maou Sadao, ada di sini sekarang.

Dan, dengan timing yang sempurna, cahaya fajar muncul dari cakrawala
timur yang tidak kalah dengan tiang cahaya berwarna ungu tadi.
Kegelapan pun perlahan menghilang seolah merayakan kedatangan sang
Raja Iblis, matahari dan sinarnya muncul seolah menyambut Raja Iblis dan
mulai mengusir sang malam dari langit.

Menyaksikan kemunculan Maou, Emilia berpikir...

Kenapa sebelumnya dia tidak pernah merasakan sihir iblis sekuat ini?

Namun, pria tersebut, Maou Sadao, tidaklah begitu baik hingga mau
menjawab pertanyaan Emilia.

“Serius ini.....”

Apa yang terdengar dari atas adalah suara normal yang begitu santai.

“Tidak hanya tidak berhasil mendapatkan SIM, aku bahkan harus


meminjam uang dari Suzuno dan mengambil libur selama satu minggu,
jadi aku tidak akan mendapatkan bayaran apapun, dan setelah kembali,
aku masih harus membalas kebaikan orang-orang yang menutupi shiftku,
serius, ini benar-benar bencana!”

Walau kata-kata tersebut tidak cocok dengan gaya sang Raja Iblis, kata-
kata itu berhasil masuk ke dalam hati Emilia.

“Begitu kita kembali, kalian berdua pasti akan kuberi pelajaran. Selain itu,
kau tidak diizinkan untuk mengeluh tak peduli apapun yang kulakukan
bulan depan. Tak peduli mau berapa kalipun aku gagal, aku pasti akan
mendapatkan SIM. Aku bahkan sudah membeli moped!”

“.... Hamba mengerti!”


Alsiel, masih di posisi berlututnya, menundukkan kepalanya dalam-dalam.

Dan kemudian...

“... Maaf, aku menyebabkan banyak masalah untukmu.”

Emilia juga meminta maaf dengan jujur.

Dan itu begitu jujur hingga dia sendiri merasa terkejut.

Namun....

“Apa ini, Emi, apa kau memakan sesuatu yang aneh saat kau ditangkap?”

Melihat kondisi Emi yang merasa depresi ketika membawa pedang suci,
Maou malah merasa keheranan.

“A-apa?”

“Apa kau dikendalikan oleh seseorang? Jika kau terlalu jujur, rasanya
malah aneh.”

“....”

Jika itu Emilia yang biasanya, dia pasti akan marah, tapi entah kenapa,
sekarang rasanya dia tidak marah sama sekali.

“Aku terkadang memang seperti ini.”

Dia yang mengakui hal itu dengan jujur, memang berbeda dari biasanya.
“Aku tidak berpikir kalau kau akan memaafkanku.... tapi kalau aku bisa
kembali ke Jepang, banyak hal yang harus kumintai maaf.”

“O-oh... he-hey, Ashiya, Emi ini sedikit aneh ya?”

Maou yang memiliki cukup sihir iblis untuk membuat seluruh dunia
berlutut di kakinya, menatap Emi dengan tatapan yang terasa seolah dia
benar-benar menganggap aneh situasi ini dan bertanya pada Alsiel.

“Anda benar. Tapi.... kami kembali ke Ente Isla tidak dengan keinginan
kami sendiri, sehingga Emilia dan aku mengalami banyak hal. Mengenai
masalah apakah Emilia aneh atau tidak, kita sebaiknya menunggu sampai
kita kembali ke Jepang sebelum mendiskusikan hal tersebut. Lagipula,
baik kita, maupun Emilia, kita sudah kehilangan banyak hal di pertarungan
sebelumnya....”

“Yeah....”

Maou, terpaku oleh kata-kata Alsiel, mengangkat kepalanya memandang


Cloud Detached Palace yang telah hancur dan berteriak,

“Hey, kemarilah!”

Emilia dan Alsiel juga memandang ke arah Maou berteriak.

Kemudian sesosok manusia perlahan muncul dari tiang cahaya.

Ekspresi milik figur kecil itu tak bisa terlihat karena tiang cahaya ungu dan
sinar matahari menghadap ke arah mereka.
Tapi ketika Emilia melihat pria bertubuh besar yang dibawa oleh figur
kecil tersebut, hatinya tiba-tiba berdetak kencang seolah ingin meledak.

“Emi, sampai saat ini, aku tidak berpikir kalau kau akan memaafkanku
atas apa yang sudah kulakukan dulu. Tapi sebagai simbol permintaan maaf,
aku menemukan seseorang yang penting bagimu, dan aku akan
mengembalikan dia padamu sekarang. Huuh, aku memang tidak
melakukan apapun selain menjadi orang pertama yang menemukannya,
sementara tadi, aku hanya kebetulan menemukannya di sana, jadi aku bisa
membawanya keluar dengan santai.”

“......Ahh.”

Itu adalah suara yang berasal dari jiwa Emi.

Dibandingkan sosok yang ada di dalam ingatannya, orang itu sudah lebih
tua beberapa tahun.

Tapi mustahil dia melupakan tubuh besar itu dan ekspresi tenangnya.

Dia tidak akan pernah melupakannya.

Pedang suci seketika menghilang dari tangannya, dan Emilia


menggunakan tangannya yang bebas untuk menerima tubuh pria itu dari
figur kecil tersebut.

Karena kehangatan yang dia rasakan di tangannya, detak jantung Emilia


pun menjadi semakin kencang.

Tubuh pria itu terasa ringan.


Saat ini, Emilia Justina memiliki tubuh kuat dan sihir suci yang bahkan
hanya membuat hidungnya terasa sedikit sakit setelah dilempar dengan
kekuatan penuh ke atap kastil oleh seorang Jenderal Iblis, dia bukan lagi
gadis kecil yang tak tahu apa-apa dan hanya tahu caranya menangis.

Meski begitu, air matanya tetap menetes.

Apapun yang orang lain katakan, dia tidak pernah bisa mengungkapkan
perasaannya yang sebenarnya.

Dan karena dia tidak bisa mengungkapkan perasaannya, dia terus-menerus


merasa bimbang dan tidak bisa menemukan jawaban.

Tapi, begitu dia mendapatkan jawaban seperti ini, dia tahu.

Dia bukanlah seorang Pahlawan.

“A....yah....”

Terkena cahaya ungu, Emilia bisa melihat wajah pria paruh baya yang kini
sedang bernapas dengan tenang dan tertidur lelap.

Ayah yang dia pikir sudah tidak bisa dia lihat, ternyata masih hidup, dan
kini berada di tangannya.

Hanya dengan hal itu saja, hati Emilia sudah dipenuhi oleh rasa puas,
seolah semua pertarungannya sudah berakhir.

Dia bukanlah Pahlawan Keadilan.


Dia hanya seorang anak yang ingin bertemu dengan ayah yang ia cintai,
Emilia.

“Ini benar-benar.... bukan... mimpi, kan...?”

Gembok yang menahannya kini telah lenyap, hati Emilia pun perlahan
mulai menenang.

“Ini bukan mimpi. Jadi cepat buatlah barrier! Dan Ashiya, mundurlah
sedikit!”

“Ugh.....”

“Hm? Ah, y-ya.”

“Eh, ah, be-benar juga...uh!”

Hingga saat Alsiel yang sihir iblisnya berbahaya bagi Manusia mundur,
Emilia baru tersadar. Dia mengusap air matanya dengan panik dan
membuat barrier sihir suci untuk menyelimuti tubuh ayahnya, Nord.

“Tapi insiden kali ini masih belum berakhir. Emi, apa Alas Ramus baik-
baik saja?”

“.... Tentu. Barusan, dia semangat sekali bertarung dengan Alsiel.... eh?
Apa?”

Emilia kini sedang mengusap air matanya yang tidak mau berhenti, tapi ia
langsung terkejut ketika Alas Ramus mulai membuat keributan di dalam
kepalanya.
“Eh? Apa, eh? A-aku mengerti. Keluarlah!”

Dengan desakan dari Alas Ramus, Emilia kini bukan mematerialisasi


pedang suci, melainkan Alas Ramus.

Anak yang terlahir dari Yesod Sephira itu muncul di udara, dia menatap
figur kecil yang barusan membawa Nord.

“Papa!”

“Yo! Alas Ramus.”

Melihat keceriaan gadis itu, Maou pun tersenyum.

“Hari ini, aku membawa seseorang yang ingin bertemu Alas Ramus.”

".... Ya."

Alas Ramus mengangguk seolah sudah mengetahui maksud Maou.

"Acies, lama tak bertemu."

Alas Ramus mengulurkan tangannya ke arah figur kecil tersebut.

Seketika, tiang cahaya yang menembus Cloud Detached Palace


menghilang, dan wajah gadis itu bisa terlihat di bawah sinar fajar.

Setelah melihat wajah gadis itu, Emilia dan Alsiel pun menahan napasnya.

"..... Onee-san."
Dia terlihat jauh lebih dewasa, tapi rambut perak dan sedikit rambut
berwarna ungunya, persis sekali dengan Alas Ramus.

"Ra-Raja Iblis? Si-siapa anak ini?"

"Ma-Maou-sama, gadis ini ternyata memang...."

"Acies...."

"Onee-san.... lama tak bertemu."

Kedua gadis Sephirah itu menghadap satu sama lain, satunya menatap
dengan penuh kasih sayang, sementara yang satunya memandang dengan
rasa malu.

"Yeah."

"Aku kaget sekali. Aku tidak menyangka Onee-san masih terlihat seperti
anak kecil."

"Acies sudah besar."

Melihat Alas Ramus memperlihatkan senyum bagaikan bunga mekar,


Acies menunduk dan membalas;

"... Yeah."

"Acies?"

".... Hm.."
Acies, dengan kepala menunduk, kali ini mulai gemetar, ekspresinya juga
mulai berubah dan seketika dipenuhi air mata dan ingus, lantas,

"Onee-saaaaaaan! Aku sangat merindukanmuuuuu!!"

Acies yang air matanya tiba-tiba mengalir deras, menangis dan memeluk
erat Alas Ramus.

Acies menangis kencang mengabaikan tatapan orang-orang di sekitarnya,


dan menggosok-gosokan wajah penuh ingusnya ke perut Alas Ramus yang
masih terlihat seperti anak kecil.

"Ew, kotor Acies."

Walaupun menunjukkan ekspresi sedikit kurang senang, Alas Ramus tidak


mendorong Acies menjauh.

"Onee-saaaan!!! Waaahhh!!"

"Acies, jangan menangis, anak pintar, jangan menangis!"

Dari hal ini, bisa dilihat kalau Alas Ramus memang kakak Acies Ara.

Meskipun dia juga melakukan hal-hal sembrono dan menangis ketika


mencari keberadaan Acies, begitu bertemu dengan adiknya, Alas Ramus
seketika menunjukkan ekspresi seorang kakak, dan mengelus rambut
Acies dengan tangan kecilnya.

"Uwaaaahhh!! Aku sangat kesepiaaaaann!! Onee-saaaaaaan...


Aahhuaaaaahhh!"
"Erh, um, Raja Iblis?"

"Maou-sama, ini....."

Maou memberikan sebuah senyum kecut saat menjawab pertanyaan Alsiel


dan Emilia yang tidak memahami situasi ini.
"Hal ini menunjukkan kepada kita kalau ada lebih dari satu pertemuan
yang mengharukan."

"O-oh...."

"Me-meskipun aku benar-benar mengerti...."

Emilia dan Alsiel saling menatap satu sama lain.

Ketegangan dari pertarungan hidup mati yang telah berlangsung selama


lebih dari 10 jam kini tak bisa lagi dirasakan dari mereka berdua, di sini,
hanya ada sosok asli Ashiya Shirou dan Yusa Emi yang dikumpulkan oleh
tindakan aneh Maou seperti saat mereka berada di apartemen 6 tatami di
Sasazuka.

"Huft, pokoknya, begitu kita pulang nanti, kita harus mengadakan rapat
keluarga besar."

"O-oh..."

"Me-meski aku benar-benar tidak mengerti....."

"Ya ampuuun."

Kali ini, sebuah suara yang tidak sesuai dengan atmosfer saat ini dan tidak
tahu sopan santun pun terdengar.

Itu adalah suara elektronik yang terdengar pelan.

Emilia dan Alsiel menoleh ke kanan kiri, sementara Maou mencari sesuatu
di dalam saku celananya dan mengeluarkan sebuah benda.
"Dari ponsel?"

Emilia masih mengenali HP Maou yang telah rusak di sana sini.

Casing HP lipat tua tersebut kini meleleh akibat panas, dan bahkan daerah
yang menghubungkan kedua bagiannya pecah, menunjukkan kabel-kabel
di dalamnya, LCD yang hampir tidak bisa Maou buka juga dipenuhi
dengan retakan.

Meski begitu, panggilan masih bisa terhubung. Sudut layar LCD HP itu
bersinar dan bagian vibrator yang telah kehilangan tutupnya kini bergetar
dan membuat suara.

"Benda ini sudah mengalami banyak hal, seperti petasan, panas yang
tinggi, jatuh ke parit, dan bahkan barusan mengalami tabrakan."

Maou menunjukkan HPnya kepada Emilia dengan sebuah senyum kecut.

"Tapi luar biasa kan, meski casing dan layarnya menjadi seperti ini, HPku
masih bisa digunakan asalkan tidak ada yang rusak. Slimphone tidak
mungkin bisa melakukan hal-hal seperti itu. Untungnya aku sudah mengisi
ulang baterainya tadi."

Maou menekan tombol panggil dan menjawab telepon tersebut.

Meskipun layarnya pecah, Maou sudah tahu siapa yang meneleponnya.

"Raja Iblis bodoh! Apa yang sudah kau lakukan?"


Begitu dia mengangkat telepon tersebut, Maou seketika mendengar
teriakan kesal yang tidak ramah sama sekali, dan bahkan Alas Ramus yang
berdiri di samping pun ikut tersentak seolah juga mendengar suara itu.

"Berisik! Karena kalian terlalu lama, Acies jadi tidak sabar!"

"Suara Suzu-nee chan?"

Mata Alas Ramus berbinar.

Tentunya Maou tidak mengangkat panggilan telepon biasa, melainkan


Idea Link yang dikirim oleh Suzuno.

"Aku juga berada dalam situasi yang buruk! Lupakan dulu masalah itu!
Apa-apaan yang sudah kau lakukan? Kenapa Milita sekarang menjadi
seperti domino runtuh di depan Cloud Detached Palace!?"

"Huh? Apa kau berada di tempat di mana kau bisa melihat menara kastil?
Tenang. Meskipun kami menabrak banyak tempat, aku pasti akan
memperbaiki moped itu nanti..."

"Jawab pertanyaanku dulu!! Apa kekuatanmu sudah kembali!? Dan lagi,


kau merusakkan mopedku? Kau....."

"Acies, terima ini."

"Eh? Huh? Eh? Uh, hello, Suzuno?"

"Acies? Apa ini Acies?"

"Yeah, um...."
Acies mengusap mata dan hidungnya, kemudian berbicara dengan lidah
terjulur

"Ketika aku merasakan Onee-san ada di dekatku, aku langsung jadi


bersemangat!!"

"~~~~~~~~~~~~~~~~"

"Suzuno, aku tidak paham apa yang kau katakan!! Kasih ke Maou? Okay."

".... Yah, seperti itulah."

"Tidak mungkin! Lihat apa yang sudah kau lakukan!"

"Hm? Memangnya ada apa?"

Maou melihat ke bawah, dinding kastil Azure Sky Canopy yang dikenal
sebagai pelindung istana, kini penuh dengan genteng yang berjatuhan, dan
bentuk awalnya sudah tidak bisa dikenali sama sekali.

"Ayah Emilia dan Unifying Azure Emperor itu ada di sana!!"

"Aku tahu."

"Haaahh??"

Suara terkejut Suzuno yang seolah sedang meludah, terhubung melalui


Idea Link.

"Ketika aku membuat Nord membantuku mengambil kembali Acies, sihir


iblisku kembali."
"Tu-tunggu? Be-berarti, Emilia sudah bertemu dengan ayahnya? Apa yang
terjadi dengan Unifying Azure Emperor?"

"Yeah, tenanglah! Libicocco akan membawa orang itu kepadamu. Ashiya


sepertinya sudah memerintahkannya seperti itu sebelumnya. Kudengar
kau berhasil menyusup ke tempat ini sekali?"

"Apa? Alsiel? Aku sama sekali tidak paham apa yang kau katakan!!"

Wajar jika Suzuno menanyakan hal tersebut.

Meski rinciannya tidak diketahui karena mereka tidak berbincang lama,


Maou kurang lebih sudah tahu penjelasan apa yang diberikan oleh Alsiel
kepada Libicocco.

Nampaknya sebagian besar Tentara Hakin sudah dikirim keluar ibukota


kerajaan, Azure Sky Canopy.

Hal ini dilakukan untuk menghindari pertempuran skala besar melawan


Milita yang mana mungkin akan melibatkan sang kaisar.

Jika perang sipil terjadi di ibukota, pasti akan terjadi banyak kematian
entah itu dari pihak iblis maupun manusia, dan menurut penjelasan Gabriel,
tujuan Surga hanyalah membuat Emilia memenangkan pertarungan
melawan Alsiel.

Alsiel yang merasa tidak perlu melakukan pengorbanan yang sia-sia dalam
situasi ini, berhasil menggerakan tentara besar yang bertarung demi
Unifying Azure Emperor sendirian dalam waktu yang singkat.
Tentu saja, alasan kenapa Alsiel bisa melakukan hal seperti itu sebagian
adalah berkat 'sutradara' dalam pertunjukan ini, tapi Maou tidak tahu
menahu soal itu.

Apa yang Maou ketahui hanyalah alasan kenapa Alsiel melakukan


tindakan demikian.

Alasan kenapa Jenderal Iblis Alsiel melakukannya adalah karena dia tidak
ingin terjadi banyak kematian menimpa penduduk dan pasukan kesatria
Afashan yang dikendalikan oleh Surga, yang mana nantinya akan
membuat negara ini jatuh ke dalam kekacauan.

Namun, alasan itu......

"....."

"Eh? Ada apa?"

Tanya Emilia ketika dia menyadari pandangan Maou, tapi Maou hanya
diam menggelengkan kepalanya.

..... tidak boleh diketahui oleh manusia.

"Maafkan aku, aku akan menjelaskannya nanti. Aku serahkan dunia


manusia kepadamu. Aku sedang sibuk di sini. Aku mengandalkanmu,
Dewan Pembenaran Ajaran Gereja. Gunakan pak tua itu dengan baik! Aku
serahkan semuanya kepadamu!"

"Ah, Raja Iblis...."


Mengesampingkan masalah itu, Maou menutup teleponnya setelah
mengucapkan kata-kata tersebut, dia kemudian mengangkat kepalanya
dan mengatakan,

"Ashiya, apa mereka sudah semuanya?"

"Aku takut iya. Meski ini pertama kalinya aku melihat pria berarmor
merah itu."

Alsiel yang juga menyadari situasi aneh ini, bangkit berdiri dan
mengangguk.

"Aku sudah melewatkan pertunjukan pertamanya. Lalu apa sekarang


saatnya pertunjukan kedua?"

"Yeah, karena orang yang bertanggung jawab untuk mengarahkan


pertunjukan ini adalah orang yang sangat tidak sabar."

Mengikuti pandangan Alsiel, Emilia, Maou, Alas Ramus, dan Acies Ara
menunjukkan ekspresi tidak ramah.

Di atas langit Azure Sky Canopy, 3 figur kini terlihat.

Meski Maou dan yang lainnya tidak ingin bertemu dengan mereka, mereka
bertiga adalah wajah yang sangat familiar.

"Wajah putih palsu....."

Suara tegang Alas Ramus yang sedang mengelus rambut Acies,


menghilang terbawa angin.
XxxxX

Olba, melihat Maou dan yang lainnya dari bawah, terlihat sangat khawatir.

Situasi ini jelas-jelas bukan bagian dari rencana.

Dilihat lebih teliti, kekacauan dan kebingungan mulai menyebar di dalam


Fangan Milita... dan bahkan juga di dalam Kesatria Hakin.

Pertarungan yang tiba-tiba berhenti dan cahaya ungu yang membelah


langit.

Para tentara mendongak ke arah sang Pahlawan dan Jenderal Iblis yang
telah bertarung sengit melebihi intelegensi manusia, tapi mereka sekarang
malah berkumpul seperti sebuah keluarga yang terpisah begitu lama.

Tentu, 'Pasukan Raja' yang sebelumnya mengejar sebuah kendaraan


misterius tengah berada dalam situasi yang aneh.

Meskipun tak diketahui kenapa Raja Iblis Satan tetap berada dalam
kondisi yang sama seperti saat di Jepang, bagaimanapun, mustahil mereka
tidak melihat keadaan ini.

Gangguan Raja Iblis Satan seharusnya tidak ada dalam naskah mereka.

Tapi asalkan 'mereka' datang, bahkan Raja Iblis Satan pun bukan
tandingan bagi mereka.

Begitu dia memikirkan hal tersebut, 'orang' yang menjadi tempat di mana
Olba menaruh harapannya pun muncul di langit kejauhan.

Entah itu kedua Malebranche yang bertugas menghentikan Olba ataupun


Emilia dan Alsiel yang berada di langit, mereka menoleh ke arah 'orang-
orang' itu muncul.
Itu benar, semuanya masih belum berakhir.

Hanya saja, musuh yang harus mereka kalahkan sambil bekerja sama
dengan Emilia sedikit bertambah.

Dalam skenario terburuk, asalkan dia menggunakan kekuatan 'mereka',


tidaklah mustahil memusnahkan semua orang yang ada di udara untuk
menyelesaikan masalah.

“Gabriel...!”

Tepat ketika Olba hendak memanggil dan mendekati mereka....

“Syukurlah anda sehat-sehat saja, Olba-dono.”

Aura membunuh yang terasa dingin menikam Olba dari belakang.

Dia samar-samar bisa mengingat suara wanita ini.

“Aku tidak pernah menyangka kalau Olba-dono yang menghilang di


Jepang ternyata ada di Afashan.”

“K-kau....”

“Tapi.... ada satu masalah yang sangat disesalkan sehingga menutupi


kebahagiaan yang kurasakan setelah bertemu Olba-dono yang kuhormati,
dan itu bahkan akan mengutuk anda. Aku tidak bisa mengabaikan tindakan
licik seperti mengkhianati Gereja yang telah Olba-dono lakukan.”

Kali ini, melihat pemilik suara yang berada di belakangnya, Farfarello


menanggapinya dengan kaget.

“Ah, kau.... Berarti, apa kau yang mengendarai moped tadi?”

Farfarello membungkuk kepada Jenderal Iblis baru yang pernah dia temui
di atap Gedung Metropolitan Tokyo.
““Crestia Bell....””

Pekikan Olba salip menyalip dengan sapaan Farfarello.

Ketua penyelidik dari Dewan Pembenaran Ajaran Gereja, Kamazuki


Suzuno.... yang juga dikenal sebagai Crestia Bell, berbicara dengan nada
yang sangat tenang.

“Sayangnya, itu bukan aku. Aku baru saja kembali ke sini dari Benua barat.
Orang yang mengendarai moped tadi sekarang ada di sana.”

“Apa?”

Sekelebat perasaan yang rumit terlihat di wajah Bell, tapi setelah melirik
ke arah langit, dia segera menenangkan raut wajahnya dan berbicara
kepada Farfarello.

“Kepala suku Malebranche, hanya untuk saat ini, aku perintahkan kalian
sebagai Jenderal Iblis dari Pasukan Raja Iblis yang baru, Crestia Bell.”

“A-apa? Pasukan Raja Iblis yang baru? Farfar? Apa yang terjadi?”

Nampaknya Barbariccia tidak mengetahui hal tersebut dan berteriak,


Farfarello menghentikannya dari samping.

“Barbariccia-sama.”

“T-tapi....”

“Lalu Jenderal, apa perintah anda?”

“Be-Bell, apa yang kau rencanakan....”

Bell mengabaikan pertanyaan Olba dan mengatakan,


“Para kepala suku Malebranche dan klan kalian masing-masing, asalkan
kalian bersedia mematuhi perintahku, Raja Iblis Satan pasti akan
memaafkan tindakan kalian yang seenaknya dan mengizinkan kalian
kembali ke sisi Menteri Iblis Camio, wakil Raja Iblis.”

“Ma-manusia, kau kenal Camio-sama?”

Kata-kata Bell membuat Barbariccia merasa sangat terkejut, sementara


Farfarello mengangguk, dan menjawab,

“Baik. Saya bersedia mematuhi perintah yang Jenderal keluarkan.”

Kepala suku Malebranche, dengan sebuah tatapan tajam, mendongak ke


arah masternya yang sebenarnya, Maou Sadao alias Raja Iblis Satan dan
ketiga figur yang berhadapan dengannya.

“Dengan situasi sekarang ini, aku tidak akan membuat alasan atas
kebodohan kami. Tapi kami telah dikhianati oleh Olba sekaligus orang-
orang dari Surga dan kehilangan banyak penduduk kami. Jadi kami harus
menerima hukuman yang pantas.”

“Pengertianmu merupakan sebuah bantuan besar.... Olba-dono tidak


keberatan, kan?”

Bell melepaskan aura membunuh yang bisa membekukan orang lain.

Saat ini, orang yang ada di hadapan Olba bukanlah wanita yang bekerja
sebagai bawahannya, bukan orang yang bertanggung jawab atas misi suci
penyelidikan dan berbagai pekerjaan kotor.

Dan karena Bell berada di hadapannya, Olba bisa dengan jelas merasakan
kepercayaan diri yang berasal dari cahaya dan keadilan, kebanggaan pada
dirinya sendiri, dan pesona serta kekuatan yang dihasilkan dari hal-hal
tersebut.
“A-apa yang kau katakan, apa yang terjadi denganmu....”

“Olba-dono, entah itu dulu maupun saat ini, harapanku sama sekali tidak
berubah. Satu-satunya harapanku adalah agar dunia ini bisa membimbing
penduduknya berjalan ke arah jalan keyakinan yang cerah, sebuah jalan
yang dipenuhi keadilan dan kedamaian. Aku mendapatkan tekad untuk
mewujudkan tujuanku ini di dunia asing yang jauh.”

Usai mengatakan hal tersebut dengan tenang, Bell sekali lagi menatap
ketiga pria yang menghadapi Maou dan kawanannya.

Dia tidak akan keliru, pria besar yang mengenakan armor merah itu adalah
pria yang telah menghancurkan sisa-sisa keimanannya terhadap Tuhan
yang dia percayai, Kamael.

Pria lain yang tidak pernah dia temui sebelumnya, berdasarkan penjelasan
Maou dan Emilia, dia pasti adalah malaikat yang dikenal sebagai Raguel.

Adapun si orang terakhir, sama sekali tak perlu memastikan identitasnya.

Dengan tubuh besar dan selalu menunjukkan senyum santai seperti sedang
meremehkan orang lain, memakai T-shirt bertuliskan 'I LOVE LA' adalah
malaikat penjaga Yesod Sephirah, Gabriel.

XxxxX

“Yo, kalian sutradara kasta ketiga akhirnya muncul juga.”

Maou menunjukkan senyum tak kenal takut di depan 3 malaikat tersebut.

“..... Serius, seberapa jauh kau ingin menghalangi kami.”


Wajah Kamael mengkerut geram.

“Satan.....! SATAN!!!”

Kamael yang sudah tidak peduli lagi apakah Maou berada dalam wujud
iblisnya atau tidak, dan langsung dikendalikan oleh amarah begitu
melihatnya, berteriak tak jelas seolah akan menyemburkan magma dari
mulutnya.

“Kami tidak akan membiarkanmu lolos kali ini. Meski sebelumnya


kudengar kau mengalahkan Kamael dengan telak, kita ini ada di Ente Isla
sekarang. Di atmosfer dunia ini, sihir suci memiliki rasio yang begitu besar,
Raja Iblis, mustahil kau bisa menang melawan kami.”

“Raguel, kau sebaiknya mengatakan itu setelah kau benar-benar menang.


Kalau tidak, pasti memalukan jika pada akhirnya kau kalah, lo? Aku ini
masihlah pemimpin para iblis, dan di saat seperti ini, aku pasti akan
mengejekmu dengan sangat parah, yeah?”

“Siapa yang menang dan siapa yang kalah akan bisa kita lihat secepatnya.
Dan sepertinya kau tidak memiliki kekuatan aneh yang kau gunakan ketika
mengalahkan Kamael.”

Maou mengalihkan perhatiannya dari Raguel, dan mengganti targetnya.

“.... Lalu, apa yang akan kau lakukan Gabriel, apa kau juga akan ikut
bertarung?”

Maou menoleh ke arah Gabriel yang berdiri di samping Raguel dengan


tangan terlipat, Gabriel pun mengangguk dengan tidak bersemangat dan
mengatakan,

“Hm kalau soal ingin bertarung atau tidak, seharusnya sih bertarung?”

“Sementara untuk yang satu lagi.... ah sepertinya aku tidak perlu bertanya.”
Begitu melihat Maou, Kamael langsung menatapnya dengan tatapan haus
darah.

Meski dia tidak membawa Lancer yang terlihat di SMA Sasahata, dari
pengalaman mereka, Maou dan yang lainnya tahu, meski seorang malaikat
agung bertarung dengan tangan kosong, mereka masih bisa mengeluarkan
kekuatan yang sangat dahsyat.

"Demi kedamaian Surga, kami harus mengusir iblis jahat dari Ente Isla.
Raja Iblis Satan, aku tidak akan membiarkanmu datang dan menghalangi
semuanya begitu saja."

Namun, Maou menertawai kata-kata Raguel.

"Kalian ini benar-benar kasta ketiga ya. Hal-hal seperti itu, Pahlawan yang
terhormat ini sudah melakukannya lebih dulu. Entah skala atau pemainnya,
punya kalian itu jauh lebih kecil dibandingkan dengannya, dan kau masih
bilang kalau kau ingin mengusir para iblis jahat? Bahkan jika kau ingin
menjiplak film terkenal pun, kau harus sedikit lebih berusaha, dasar kelas
B!"

"Dia sama sekali tidak berubah."

Sudut bibir Emilia terangkat membentuk sebuah senyum karena ejekan


tersebut.

"Apapun yang kau katakan, hal ini sangat penting dalam rencana kami.
Dan meski Emilia ada di pihakmu...."

Tatapan licik Raguel yang sama sekali tidak seperti malaikat, membuat
Emilia mengerutkan bibirnya merasa jijik.

"Apa yang akan terjadi dengannya setelah ini? Tak masalah jika dia ingin
menjadi musuh kami, tapi membantu Raja Iblis Satan di depan banyak
orang dan mengkhianati dunia manusia, apa yang akan kau lakukan
nantinya?"

"Ugh..."

"Jangan lupakan juga soal ladang gandum ayahmu yang masih berada
dalam kendaliku dan Olba. Jika kau berani melawan kami sekarang, tidak
hanya Raja Iblis, bahkan ayahmu yang baru saja kau temui setelah sekian
lama pun akan kami singkirkan!"

"Huuh? Ladang gandum ayah?"

Potongan informasi yang baru pertama kali dia dengar ini membuat Maou
menoleh ke arah Emilia.

Emilia tidak mampu menatap mata Maou dan menundukkan kepalanya,


tersipu.

Dari sudut pandang Maou, dia mungkin berpikir kalau Emilia seperti
mengikat dirinya ke dalam kepompong karena terlalu keras kepala
terhadap hal-hal yang tidak penting.

Berpikir kalau dia akan dipandang rendah oleh Maou, Emilia pun terdiam
karena rasa ketidakberdayaan.

"..... Huuh, yah, lupakan!"

Tapi tak disangka, Maou tidak menceramahinya dengan sesuatu seperti


'Apa kau ini bodoh?'.

"Apa yang berharga bagi setiap orang itu berbeda-beda. Huft~ tapi kalau
begini...."

Lalu Maou menatap Raguel dengan jengkel.


".... berarti kalian sudah menunjukkan betapa rendahnya kalian ini. Apa
kalian serius? Bahkan si mesum Sariel yang merepotkan itu berencana
memenuhi harapannya dengan kekuatannya sendiri, dan dari hal ini, dia
itu 100 kali jauh lebih baik ketimbang kalian."

Maou memperlihatkan ekspresi jijik, lantas meninju telapak tangannya


sendiri.

"Pokoknya..."

Ucap Maou.

"Meski aku tidak tahu di mana rumah Emi, asalkan kami menyingkirkan
kalian di sini, kami tidak perlu khawatir kalau tempat itu akan dihancurkan.
Acies, walau keadaan Nord seperti ini, kau masih bisa bertarung, kan?"

Tanya Maou kepada Acies.

Acies memang sudah mengganti target penggabungannya dari Maou ke


Nord ketika dia menemukan Nord dilindungi oleh Libicocco di Cloud
Detached Palace, tapi dari penjelasan Acies, jika si Yadorigi, Nord berada
dalam keadaan tidak sadar, kekuatan Acies pun juga akan melemah.

"Auggh... Hm, tapi Maou, kau ingin memberikan mereka pelajaran, kan?
Kalau iya, aku punya cara yang lebih baik. Jika itu di sini, cara itu
seharusnya bisa."

Walau air mata dan ingusnya masih belum berhenti, Acies tetap menjawab
panggilan Maou, tubuhnya mulai memancarkan sinar keunguan.

"Hey, orang yang terlihat keras di sana!"

"Hm?"

Acies dengan tenang mendekati Alsiel.


"Di tempat ini Maou terus menerus muntah. Itu mungkin karena dasarnya
adalah sihir suci, tapi ini mungkin akan bekerja, jadi aku akan
mengambilnya."

"Apa? H-hey? Di mana kau menaruh tanganmu... Hentikan! Apa kau tidak
malu!? Apa yang kau lakukan?"

Acies mencengkeram leher Alsiel yang berlutut kepada Maou, lalu dengan
paksa mengangkatnya ke atas dan memeriksa armor keras yang cocok
dengan image jenderalnya menggunakan tangan kosong.

"Aah!! Apa-apaan ini!? Se-setelah susah payah...."

Itu bukanlah teriakan dari Alsiel, melainkan Ashiya Shirou.

Armor dan jubah yang dikenakan oleh sang jenderal, setelah dirusak oleh
gadis fragmen Yesod, kini menjadi sangat buruk.

Begitu dia memikirkan uang dan usaha yang dikeluarkan untuk membuat
perlengkapan ini dan martabatnya sebagai seorang jenderal, Ashiya Shirou
hanya bisa berteriak.

"Benar ada satu di sini!!"

Acies yang membuat sang Jenderal Iblis setengah telanjang, mengangkat


sebuah benda dengan puas.

Itu adalah fragmen Yesod.

Itu adalah fragmen Yesod yang Olba bawa ke Dunia Iblis, fragmen yang
membuat bola komunikasi Ciriatto bersinar dan pada akhirnya jatuh ke
tangan Barbariccia. Fragmen itu tidak bereaksi terhadap sihir suci,
melainkan pada sihir iblis.

"Setelah melihat hal ini, kurasa mungkin orang itu bisa melakukannya."
"A-apa maksudnya itu?"

Mengabaikan Alsiel yang memekik karena gelarnya sebagai Jenderal Iblis


dirusak, Acies menunjukkan selebrasi kemenangan kepada Maou,
sepertinya dia sudah kehilangan minat terhadap Alsiel, dan terbang
menuju sisi Maou.

"Hey.... A-apa yang kau lakukan?"

Acies memegang tubuh Maou dan menggerakkan dahinya ke arah dahi


Maou.

Walau sedang berada dalam situasi seperti ini, Emilia tersipu malu karena
melihat wajah Maou dan Acies yang begitu dekat.

".... Itu benar, orang normal pasti akan berpikir begitu. Bukannya aku yang
terlalu malu. Mau bagaimana lagi, ini adalah kesalahpahaman."

Tepat ketika Emilia mendengar suara Maou yang terdengar lega, bidang
pandangannya seketika dipenuhi cahaya keunguan.

Dahi Maou dan Acies bersentuhan di dalam cahaya.

"Agar bisa saling 'mengerti', memang tak bisa dilakukan tanpa


menyentuhkan dahi masing-masing."

Dan kemudian, hal itu terjadi.

Ngomong-ngomong, Emilia harus menggunakan seluruh kekuatannya


untuk mencegah agar barrier yang melindungi ayahnya tidak hancur.

Ketika akhirnya dia berhasil membuka matanya, sebuah kejadian aneh


terjadi di hadapannya.

Aliran cahaya ungu dan hitam.


Mungkin itu bisa digambarkan dengan angin, cahaya, kegelapan, dan pasir.

Itu adalah aliran sinar berwarna hitam pekat dan ungu.

Langit yang melambangkan keagungan dan keindahan ibukota kerajaan


kini ditutupi oleh warna hitam dan ungu. Kemudian, sebuah suara yang
begitu dalam, terdengar.

"Aku benar-benar punya bawahan yang hebat."

Meski begitu, suara itu tetap terdengar santai.

"Ashiya, hebat sekali kau punya fragmen seperti ini."

"Eh?"

"Sebuah fragmen yang terpapar sihir iblis untuk waktu yang sangat lama....
berkatmu, Acies menjadi semakin cocok denganku."

".... Fwehehe~"

"??"

Saat aliran sinar hitam dan ungu itu menghilang, orang yang terlihat di
dalamnya adalah Maou yang masih mempertahankan wujud manusianya
disertai sihir iblis dan.....

"Bersiaplah kalian, dasar malaikat busuk!!"

.... Acies yang matanya kini berwarna merah, dengan ekspresi sengit di
wajahnya.

"Maou, ayo kita bunuh mereka!!"

"Ooh!!"
Ketika mengucapkan kata-kata berbahaya itu, Acies juga menunjukkan
senyum yang memperlihatkan gigi-giginya. Dan saat dia memancarkan
sinar ungu ketiganya, seluruh tubuh Acies seketika berubah menjadi bola-
bola cahaya, terserap ke dalam tubuh Maou.

Emilia yang menyaksikan fenomena tersebut, mematung.

Bukankah itu fenomena yang terjadi ketika Alas Ramus bergabung dengan
Emilia?

Dan, tidak hanya Emilia, bahkan Alsiel, Bell, dua kepala suku
Malebranche, Olba, dan para tentara Hakin yang menunggu di bawah,
semuanya begitu terkejut melihat apa yang terjadi selanjutnya.

“.... Evolving Holy Sword, One Wing...?”

Emilia tidak bisa mempercayai apa yang dia lihat dengan mata kepalanya
sendiri.

Apa yang muncul di tangan Maou adalah 'Evolving Holy Sword, One
Wing' seperti yang Emilia gunakan setelah bergabung dengan Alas Ramus.

Satu-satunya perbedaannya adalah kekuatan yang mengisi pedang tersebut


bukan sihir suci, melainkan sihir iblis, dan dari auranya, itu bukan hanya
replika sederhana.

“Pedang suci.... lain....”

“Acies adalah adik.”

Saat semuanya merasa terkejut oleh kemunculan pedang suci tersebut,


hanya Alas Ramus yang mengatakan kata-kata itu dengan tatapan bahagia.

“A-adik? Mak-maksudmu anak yang dipanggil Acies Ara itu?”

“Ya, Acies adalah adik. Sebagian dari Yesod.”


“Sebagian....”

Emilia begitu terkejut ketika mendengar kata-kata Alas Ramus.

Sampai sekarang, dia tidak pernah memikirkan makna di balik nama,


Evolving Holy Sword, One Wing.

Karena wujud pedang suci bisa berubah tergantung jumlah sihir suci yang
diberikan, Emilia pikir itulah makna dari kata 'Evolving'.

Sedangkan untuk 'One Wing', dia pikir itu hanya nama semata.

Namun....

Hanya dengan satu buah, sayap tidak akan bisa digunakan.

Untuk apapun yang melebarkan sayapnya dan terbang ke udara, mereka


memerlukan sepasang sayap.

Kalau begitu, pasti ada satu sayap lain di suatu tempat.

“Ta-tapi itu adalah pedang suci, kan? Kenapa Raja Iblis bisa.... dan
'pedang suci' memancarkan sihir iblis.....”

“Fragmen Yesod sepertinya tidak hanya terpaku pada kekuatan suci saja.”

Orang yang menjawab Emilia adalah Alsiel, yang sedang mencoba


memperbaiki armor dan bajunya.

“Kita sepertinya punya kesalahpahaman besar mengenai keberadaan


Sephirah. Benda yang kau dan Alas Ramus miliki, dengan benda yang
dimiliki Maou-sama dan gadis itu, bukanlah pedang suci..... ah, ada
kancing yang hilang.....”

“Yesod menghubungkan kehidupan satu dengan kehidupan yang lain serta


cabang jiwa. Aku selalu bersama dengan Acies.”
"Menghubungkan cabang jiwa....??"

Emilia masih tidak bisa mencerna kata-kata anaknya....

“Papa, lakukan yang terbaik!”

Dan seolah termotivasi oleh sorakan Alas Ramus, pertarungan Satan pun
dimulai.

Maou mengayunkan pedang sucinya dengan wajah tidak senang.

“Hm?”

“.... Ugh!”

“Woah.”

Hanya dengan hal itu saja, ketiga malaikat itu secara refleks langsung
bersiaga.

Hanya dengan ayunan pedang suci saja, sudah cukup untuk membuat para
malaikat itu menjadi gugup.

Sihir iblis Maou yang berada di titik terkuatnya seperti saat ia menyerang
Ente Isla dulu, anak yang terlahir dari Yesod Sephirah yaitu Acies yang
hingga beberapa saat lalu menangis, lalu ada fragmen yang dibawa ke
Dunia Iblis oleh Olba, kemudian diserahkan kepada Alsiel melalui
Barbariccia. Saat ketiga hal itu digabungkan, kekuatan yang dihasilkannya
pun tentu sangat besar.

“Huuh, intinya....”

Ucap Maou dengan jengkel.

“Aku akan menyingkirkan kalian. Dengan begitu, perang di bawah sana


pasti bisa diselesaikan lewat negosiasi antar manusia, dan rumah Emi, di
manapun letaknya, juga bisa menghindari kehancuran. Hal-hal yang
lainnya bisa diurus nanti.”

“Apa..... ugoh!!”

Semua orang yang ada di sana tidak sempat mendengarkan kata-kata


Maou sampai selesai, dan ketika mereka tersadar, Raguel sudah
diterbangkan oleh sebuah kekuatan yang dahsyat.

Tak seorangpun bisa melihat pergerakan Maou dengan jelas.

Bahkan Gabriel dan Kamael hanya bisa melihat Raguel yang awalnya
berada di samping mereka, seketika berubah menjadi Maou.

Gelombang suara yang tidak bisa mengikuti pergerakan Maou, menyebar


menjadi gelombang kejut. Dari hal itu, bisa dilihat kalau kecepatan Maou
kini sudah melebihi kecepatan suara.

Emilia menciptakan mantra barrier untuk melindungi Nord dan Alas


Ramus, Alsiel juga berkonsentrasi untuk melindungi dirinya dan
mencegah bajunya kembali berantakan.

Setelah melihat Raguel terlempar, Kamael dan Gabriel pun langsung


memanggil Tombak Besi Hitam dan Durandal mereka secara refleks, tapi
tindakan seperti itu tetaplah percuma.

“Satan..... aku pasti akan membunuhmu hari ini.....”

“Hey, Kamael? Jika kau tidak tenang sedikit, semuanya akan jadi sangat
gawat, kau tahu?”

Ekspresi gentar yang begitu langka terlihat di wajah Gabriel. Sementara


itu, Tombak Kamael memancarkan aura membunuh seperti sebuah bilah
pedang, dan kebencian yang terasa dari balik helm full face-nya,
menyebabkan ekspresi yang ada di bawah helm tersebut bisa dengan
mudah dibayangkan.

“Bunuh Satan bunuh Satan bunuh Satan bunuh Satan bunuh Satan bunuh
Satan bunuuuuuh!!”

“.... hey, aku ini tidak pernah bertemu denganmu.”

“Sataaaaaan! Oohhhhh!!”

Maou menangkis ujung tombak Kamael dengan sangat cepat sehingga


cukup untuk menghasilkan ruang kosong seperti sedang menghadapi
sebuah pedang bambu.

“Uhm?”

“Heh.”

Maou tidak melewatkan celah tersebut dan menebaskan pedangnya secara


horizontal ke arah Kamael yang ada di kanannya, sambil menembakkan
bola energi hitam ke arah Gabriel di sisi kirinya.

“Satannn urgh!!”

“Ugah!”

Dua Malaikat Agung itu sama sekali tidak mampu mengimbangi


kecepatan Maou, tombak Kamael pun terbelah menjadi dua karena tidak
bisa menahan kekuatan tebasannya, sementara Gabriel yang tidak bisa
menahan kekuatan Maou, terlempar jauh ke belakang seperti Raguel.

Maou melempar ketiga Malaikat Agung itu ke arah yang berbeda-beda,


dan dengan mata yang membara penuh kemarahan seperti mencerminkan
bulan merah di langit, dia dengan sombong menatap mereka yang sudah
bertindak kurang ajar.
“Aku benar-benar marah! Kalian telah mempermainkan dan mengganggu,
rekan-rekanku, bawahanku, pendudukku, dan para manusia yang ingin
kutaklukkan. Itulah kenapa aku tidak akan membiarkan kalian lolos hari
ini!”

“Tu-tunggu!”

Emilia memperkuat barrier ayahnya, tapi tak lama dia memindahkan


ayahnya ke belakang tubuhnya dengan cemas, dia melakukan itu karena
pandangan Emilia juga tidak bisa mengikuti pergerakan Maou.

Gabriel dan malaikat berarmor itu tentu memiliki kemampuan bertarung


yang melebihi manusia, tapi Malaikat Agung yang bisa membuat Maou
dan Emilia menari di telapak tangan mereka ketika berada di Jepang, kini
dibuat berlarian oleh Maou yang bahkan tidak berada dalam wujud
iblisnya.

Evolving Holy Sword, One Wing milik Maou, memotong Durandal yang
masih sedikit rusak menjadi dua.

Tinju Maou juga menghancurkan armor Kamael seolah itu adalah


sepotong kertas.

Dan sekarang, Maou malah tidak menggunakan tangannya untuk


menghadapi Raguel yang berhasil pulih dari benturan di awal tadi, hanya
dengan pancaran yang dikeluarkan dari matanya, sebagian rambut afro
milik Raguel yang menjengkelkan kini telah lenyap.

“Tu-tunggu, ini terlalu berantakan.... uwaahhhhh!!”

Tepat ketika pundak Gabriel terpotong oleh bilah pedang suci Acies dan
berdarah, kemudian berjungkir balik...

“Satan, Sataaannnn! Siaaaall!!”


Kamael yang bagian dada armornya hancur, mengerang kesakitan.

“A-apa yang terjadi, apa kau benar-benar Satan yang dulu dipermainkan
oleh Gabby?”

Sedangkan Raguel yang rambutnya menjadi seperti potongan puzzle,


mungkin seperti yang dia katakan sebelumnya soal dia yang tidak handal
dalam bertarung, dalam pertarungan ini, dia bahkan tidak bisa mendekat
ke arah Maou.

“Yeah, karena putriku sedang menonton, sebagai seorang ayah, aku harus
bekerja lebih keras daripada biasanya, kan!?”

“Ughhh!!!”

Maou mengayunkan Evolving Holy Sword, One Wing ke arah Raguel


yang jelas-jelas berada di luar jangkauan serangnya.

Namun seolah mengikuti jejak pedang tersebut, Raguel pun tertebas oleh
pedang yang tak terlihat, dan kekuatan yang Maou lepaskan dalam jarak
yang begitu jauh, meninggalkan luka-luka kecil di tubuh Raguel.

XxxxX

Olba, Barbariccia, Farfarello dan Milita yang ada di bawah hanya bisa
terpaku menyaksikan pertarungan tersebut.

Situasi yang terhampar di atas mereka sudah melebihi tingkat pemahaman


mereka.

“A-aku tidak pernah menyangka kalau para malaikat agung itu bisa.....”

Orang yang paling merinding melihat situasi ini adalah Olba.


Dia awalnya meyakini, meski sesuatu berjalan tidak sesuai rencana, para
malaikat agung itu pasti bisa membereskan kekacauan tersebut
menggunakan kekuatan mereka yang besar.

Ya, mereka memang memiliki kekuatan seperti itu, dan dari apa yang Olba
ketahui, bahkan kekuatan Raja Iblis ketika dia berada dalam kekuatan
penuhnya pun hanya bisa bertarung seimbang dengan Emilia.

“... Kalau begitu, sekaranglah saatnya.”

Satu-satunya orang yang tetap tenang dalam situasi ini, tentu adalah rekan
Maou, Crestia Bell.

“B-Bell, apa maksudmu? Mereka itu malaikat sungguhan, apa kau ingin
berpihak pada Raja Iblis Satan dan mengkhianati Surga serta seluruh Ente
Isla bersama dengan Emilia?”

Walau Olba memarahinya dengan tegas, Bell tetap terlihat tidak gentar,
dia sudah tidak mempercayai keyakinan yang Olba sebutkan.

“Aku tidak pernah menyangka kalau aku akan mendengar kata-kata itu
dari mulut Olba-dono.”

Dengan sebuah senyum kecut, Bell berjalan dari belakang Olba dan
perlahan mendekati Milita.

“Di dunia ini, tak ada yang namanya 'malaikat sungguhan', iya kan?”

“....A...pa???”

Bahkan Olba yang mengkhianati Gereja tanpa ragu, terdiam oleh kalimat
yang tidak mungkin diucapkan oleh seorang Penyelidik Gereja.

Apa yang wanita ini katakan? Apa dia tidak melihat eksistensi yang ada di
depan matanya itu?
Olba mengalihkan pandangannya ke arah tiga malaikat yang sedang
bertarung di langit, tapi Bell menggelengkan kepalanya, dan menjawab,

“Mereka hanyalah manusia yang menyebut diri mereka Gabriel, Kamael,


dan Raguel.”

Kemudian dia menyatakan,

“Jika memiliki sayap dan kekuatan yang besar berarti mereka bisa
menyebut diri mereka malaikat, maka aku akan pergi ke Tokyo hands
membeli properti sayap dan memakainya, lalu menyebut diriku seorang
malaikat. Orang seperti Olba-dono, jangan-jangan anda sungguh berpikir
kalau orang-orang itu adalah malaikat yang disebutkan dalam Alkitab?”

Ketika ia menyatakan hal tersebut kepada Olba, di wajah Bell, dia sama
sekali tidak memperlihatkan tanda-tanda cemooh ataupun rasa jijik.

Dia memasang ekspresi seorang penyelidik yang mempertanyakan


keyakinan seorang pria ketika apa yang dia percayai disangkal.

“Malaikat yang diyakini oleh orang-orang seharusnya menjadi simbol


kebaikan dan panutan, menjadi eksistensi yang manusia gunakan untuk
melekatkan pelajaran dari Gereja dan Alkitab ke dalam hati mereka, bukan
manusia-manusia yang datang dari tempat yang sangat jauh dan memiliki
kekuatan yang besar. Aku tidak tahu kapan Olba-dono menjadi sesat, tapi
begitu aku berpikir bahwa Olba-dono yang kuhormati tidak bisa
memahami hal semacam ini, aku benar-benar sangat sedih.”

Bell menatap Olba dengan tatapan sedih, lantas kembali ke ekspresi


tenangnya.....

“Para Kesatria Hakin yang berkumpul di bawah bendera Milita, tolong


dengarkan aku!”
Teriaknya kepada para kesatria yang kebingungan menyaksikan
pertempuran di langit.

“Aku tahu kalian semua bingung. Tapi kejadian yang kalian lihat saat ini
adalah benar adanya. Saat ini, dua Pahlawan yang membawa pedang suci
sedang menghukum iblis yang menyebabkan Kekaisaran Afashan yang
kita cintai ini jatuh ke dalam teror!”

“A-apa?”

“Kau bilang iblis?

“Pa-pahlawan dari pedang suci?”

“Emilia-sama, tapi....”

“Meski itu memang pedang suci, tapi kekuatan itu.....”

“Iblis itu maksudnya Alsiel, kan?”

Di antara para kesatria yang mendengar penjelasan Bell, sebagian besar


dari mereka pasti mencurigai informasi baru ini, mereka berkumpul karena
keinginan murni untuk mengalahkan Alsiel, jadi tentu mereka tidak bisa
mempercayai kata-kata tersebut.

“Bell, apa yang kau....”

Ucapan Bell yang terkesan konyol dan dibuat-buat, yang mana memang
ditujukan untuk mengalihkan pokok pembicaraan, membuat Olba sangat
terkejut.

Meski dia tidak tahu apa yang Bell rencanakan, hanya dengan satu orang
mengemukakan pembicaraan seperti itu, siapa yang akan
mempercayainya?
“Orang yang di sebelah sana itu adalah Alsiel! Tapi orang yang membawa
bencana ke Afashan kali ini bukanlah Alsiel, juga bukan Malebranche.
Aku akan membuktikan hal itu kepada kalian! Izinkan aku mengundang
rekan dari sang Pahlawan Emilia, Olba Meyers....”

“A-apa?”

Menanggapi namanya yang tiba-tiba dipanggil, Olba sesaat terlihat


bingung, tapi Bell masih belum selesai berbicara,

“Alberto Ende..... kepala suku Malebranche, Libicocco.....”

“Apa!?”

Di arah yang Bell tunjuk, beberapa sosok kini terlihat.

Di sana, Olba melihat rekan lamanya Alberto, sekaligus seorang


Malebranche bertangan satu, dia pun merasa begitu terkejut. Namun, apa
yang paling mengejutkannya adalah orang di samping Alberto yang berada
di dalam perlindungan mantra barrier.

Tubuh orang itu lebih pendek daripada Bell, dan karena dia bungkuk,
tinggi badannya bahkan terlihat lebih pendek lagi.

Meski dia memakai busana yang mewah, tubuh tua dan lemahnya
membuat orang itu nampak menyedihkan dan lusuh, dia sama sekali tidak
terlihat mulia.

"... sekaligus kaisar kerajaan Afashan, Unifying Azure Emperor untuk


bersaksi."

Bell menyatakannya dengan tenang, tapi hal itu mampu mengguncang


semua yang hadir di sana.

"Ya-yang mulia.....??"
Ucap seseorang dengan suara yang bahkan lebih terguncang dibandingkan
saat mereka melihat Alsiel, dan setelahnya, ketika matahari pagi yang
bersinar di langit menyinari wajah sosok tersebut....

"Yang mulia kaisar....!"

"Azure Emperor....!"

"Itu yang mulia kaisar!!"

"Kaisar!"

"Yang mulia!"

"Ber-berlutut, cepat berlutut!!"

Begitu pria tua yang bahkan kesulitan berdiri di kakinya sendiri itu muncul,
kejadian itu seketika menghancurkan moral Milita.

Para tentara membuang senjata mereka, mereka memposisikan satu


tinjunya di telapak tangan yang lain di depan dada dan membungkuk,
mereka merendahkan kepalanya satu persatu, dan berlutut kepada pria tua
tadi.

Dengan perintah Alsiel, dia sudah dilindungi oleh Libicocco sebelum


Maou muncul, dengan perintah Maou, dia dibawa ke sini oleh Libicocco,
dan saat ini, orang yang terlindung di dalam barrier Alberto adalah seorang
pria tua pendek yang bisa terbang tertiup angin kapan saja.

Dia adalah orang yang menguasai kekaisaran besar Benua Timur, Kaisar
dari seluruh Afashan, dia adalah Unifying Azure Emperor.

Wajahnya dipenuhi dengan keriput, dia menggunakan mata kusamnya


yang terkubur di bawah kulit kering tanpa ada tanda-tanda semangat untuk
melihat langit ibukota kerajaan, dan merintih dengan suara serak.
".... Seseorang."

Panggil pria tua itu dengan suara yang terdengar seperti sebuah erangan.

Orang yang mendongakkan kepalanya setelah mendengar suara itu adalah


seorang Jenderal Seisuikin yang memiliki kedudukan cukup tinggi di
antara kesatria Hakin lain di Milita.

"Jenderal Seisui.... apa yang dikatakan wanita itu.... semuanya adalah


benar...."

"Ya!"

"Orang yang mendengar sendiri...... fitnah dari mereka yang menyebut diri
mereka malaikat dan memanggil para Malebrache sebagai iblis.... adalah
aku."

"Ya!"

Si Jenderal Seisuikin bercucuran keringat karena merasa gugup dan


menyimak dengan seksama agar tidak melewatkan satupun kata yang
diucapkan oleh Unifying Azure Emperor.

Entah itu berita baik atau berita buruk, bukanlah masalah sama sekali.

Apa yang diucapkan sang kaisar akan menjadi kebenaran, menyimak dan
memahami maknanya adalah keadilan bagi Kesatria Hakin Afashan.

"Semua ini.... demi.... membuat Afashan, lebih makmur, agar.... seluruh


dunia tahu, kalau kalian para penduduk Afashan... adalah orang-orang
yang kuat."

"Kami tersanjung!"

"Namun, orang-orang itu.... hanya.... memanfaatkan kisah palsu, dalam


legenda yang disebarkan, oleh para barbarian dari barat.... mereka
memaksaku turun dari tahta, dan menjadikan Azure Sky Canopy milik
mereka sendiri.... mereka melibatkan rakyat-rakyatku ke dalam
pertarungan antara manusia dan iblis, mereka berencana melukai
kalian...."

Kalimat dari Unifying Azure Emperor terpotong-potong dan bercampur


dengan napas lemah, tapi meski tua dan lemah, kata-katanya masih
dipenuhi ambisi, amarah, dan keserakahan seorang kaisar.

"Alasan kenapa..... Alsiel.... menempatkanku, di dalam Cloud Detached


Palace demi keselamatanku.... adalah karena dia khawatir, kalau para
kesatria Hakin, yang setia padaku akan saling bunuh, dan akhirnya dia
membuat rencana ini. Lebih tepatnya, dialah yang menyelamatkan warga
negaraku, dia adalah seorang ahli strategi yang merencanakan pertemuan
ini, dengan prajurit... dari barat ini."

Bahkan para kesatria Hakin terguncang oleh kalimat tersebut.

Tapi di Afashan, apa yang dikatakan Unifying Azure Emperor adalah


sebuah kebenaran.

Dan dia mengatakan bahwa Alsiel telah melindungi Afashan dan para
penduduknya.

"Jika sejak awal, iblis yang datang mencariku adalah Alsiel....


kekuasaanku... mungkin sudah menyebar, ke seluruh empat lautan dan
kelima benua."

Apa yang menakutkan dari kalimat Unifying Azure Emperor adalah, jika
pemimpin yang dibawa oleh para malaikat itu bukan Barbariccia,
melainkan Alsiel, dan Afashan menyatakan perang terhadap benua lain
dengan bergantung pada kekuatannya, dia mungkin sudah menguasai
dunia.
"Kesatria... Hakin yang setia dan berani. Jangan salah mengenali
musuhmu... berkumpullah di bawah pedang suci.... dan tunjukkan pada
Surga, keagungan Afashan."

Mustahil seluruh tentara tidak mendengar suara serak itu.

Tapi meski begitu, para tentara tetap meluruskan postur mereka dan
memberikan hormat kepada Unifying Azure Emperor.

"... Ketua Penyelidik dari Dewan Pembenaran Ajaran Gereja, Crestia Bell
dan Uskup Agung Olba Meyers, tunduk terhadap keputusan Unifying
Azure Emperor."

"H-hey, Bell, kau....?"

"Yo, Olba, kau terlihat hebat, lama tak jumpa."

Olba terlihat begitu khawatir karena gelarnya dipakai oleh orang lain tanpa
izin, tapi Alberto yang menyerahkan sang kaisar kepada si jenderal
Seisuikin, kini melingkarkan tangan besarnya pada pundak Olba seolah
mereka adalah sahabat karib.

"Sebagai rekan sang Pahlawan, ayo kita lakukan yang terbaik, yeah..."

Ekspresi bahagia terlihat di wajah Alberto, tapi kemudian dia mendekat ke


telinga Olba dan berbisik dengan suara yang tak bisa didengar siapapun.

"Aku tak tahu ambisi apa yang kau miliki, tapi itu semua berakhir di sini.
Setidaknya matilah sebagai manusia."

"A-Alberto...."

"Lalu, Penyelidik Bell! Bisakah kau menjelaskan siapa yang seharusnya


kita kalahkan... musuh sejati yang menjadi ancaman bagi Ente Isla, siapa
mereka itu?"
Alberto, sembari menggunakan tangan besarnya untuk menahan Olba
yang ingin memberontak, bertanya kepada Bell di saat yang bersamaan.

Bell mengangguk dan menunjuk ke arah langit.

"Aku telah membuat putusan sebagai Ketua Penyelidik dari Dewan


Pembenaran Ajaran Gereja. Orang yang menentang para pemegang
pedang suci adalah musuh kita para manusia yang sesungguhnya. Yang
berarti itu adalah tiga 'pengkhianat' yang menyebut diri mereka malaikat."

XxxxX

"Ugh... Ha.... haha, hahahaha."

Gabriel yang bagian depan bajunya dicengkeram oleh Maou, tertawa getir
saat kedua tangan dan kakinya menjuntai lemas.

"Ke-kejam sekali... a-aku sudah memberitahumu banyak hal, jadi kupikir


kau akan sedikit menahan diri...."

"Berhentilah mengatakan sesuatu yang hanya menguntungkan dirimu


sendiri! Aku sudah menahan diri. Tidak hanya karena insiden ini saja, aku
sebenarnya masih dendam karena kau sudah menipuku beberapa kali."

"Hm... begitu ya, aku mengerti.... hahaha."

"Bagaimanapun, aku tidak akan membunuhmu. Aku akan membawamu


kembali ke Jepang dan membuatmu mengatakan semua yang kau ketahui."

"To-tolong ampuni aku...."

"Kau juga bisa memohon pada orang itu. Dia itu lebih kejam dibanding
denganku."
"Ah... Nampaknya dia memiliki sifat yang keras kepala."

Maou dan Gabriel terfokus pada orang yang sama, dan tentu saja itu adalah
Emilia.

Meski Emilia tidak bisa mendengar percakapan mereka dari tempatnya


berada, mungkin karena merasa mereka sedang membicarakan sesuatu
yang buruk tentangnya, Emilia pun memelototi keduanya.

"Ugh...."

"Sa..... tan....."

Kali ini, Raguel dan Kamael yang lehernya dicengkeram oleh tangan
Maou yang lain di saat yang sama, mengerang.

Hanya dari hasil ini, pertarungan bisa disimpulkan dengan kemenangan


telak Maou.

Dari apa yang Raguel dan gerombolannya rencanakan, Maou awalnya


berpikir kalau dia akan mengalami pertarungan yang sulit.

Di Ente Isla di mana kedua pihak bisa menggunakan kekuatan penuhnya,


dia tak menyangka kalau malaikat penjaga Pohon Kehidupan ternyata
hanya memiliki kekuatan sebesar ini, hal itu bahkan membuat Maou
merasa sedikit kecewa.

"Sepertinya aku harus menanyakan ini dulu. Dendam apa sih yang dimiliki
Kamael terhadapku? Aku tidak ingat apapun soal ini, tapi jujur saja,
kelakuan seperti itu sudah melebihi apa yang bisa disebut menjijikkan."

".... Hm, itu cerita yang panjang. Dan itu mungkin ada hubungannya
dengan apa yang kau inginkan dariku."
"Kalau begitu kita bisa membicarakannya setelah kita kembali. Dan lagi,
tanpa mempertimbangkan dirimu, apa yang bisa dilakukan soal mereka
berdua? Jika kami hanya membuat mereka tidak bisa memulihkan kembali
kekuatannya.... tunggu.... Hey, ke mana Iron pergi? Seingatku Iron itu
Geburah, jadi seharusnya Kamael bertanggung jawab terhadapnya, kan?"

"Ah...."

Gabriel mengangguk seperti baru mengingat hal ini setelah Maou


membahasnya.

"Itu benar... apa yang dilakukan Kamael, jika Iron melakukan tugasnya
dengan benar, kami mungkin tidak akan kalah separah ini...."

"Eh?"

Kata-kata Gabriel membuat Maou agak terkejut.

"Jangan-jangan, Kamael bisa bergabung dengan Iron seperti Emi dan Alas
Ramus?"

"Tidak.... ini sedikit berbeda dari bergabung... kenapa Iron...."

"Maou, apa kau barusan menyebut Iron?"

Kali ini, suara tajam Acies terdengar di dalam kepala Maou.

"Jangan berteriak tiba-tiba!! Ye-yeah, aku memang menyebut namanya.


Jadi kau memang kenal Iron?"

"Tentu saja! Tapi aku tidak merasakan keberadaan Iron dari orang yang
bernama Kamael itu. Selain itu, dia bukan orang yang bisa menjadi
'Yadorigi' kami."

"Apa katamu?"
Kata-kata Acies membuat Maou sangat terkejut.

Kamael tidak bisa menjadi 'Yadorigi'. Dengan kata lain, dia tidak bisa
bergabung dengan anak yang terlahir dari Sephirah?

".... Hey, Yesod milikku bilang Iron tidak ada di sini."

"Eh, bagaimana mungkin... sebelum datang ke sini, dia masih bersama


kami.... Kamael, bukankah kau bisa mengendalikan Geburah...."

"Mengendalikan? Jangan mengatakan hal-hal yang bodoh!! Kami ini tidak


dikendalikan oleh siapapun! Semua Sephirah akan bergerak untuk mencari
'pengetahuan' dan akan lepas setelah menyempurnakan 'pengetahuan'nya!
Yadorigi itu hanya pemindahan sementara! Kami ini permata yang
menciptakan dunia! Kami tidak menerima kendali siapapun!"

"H-hey, tunggu, Acies, kau baru saja mengatakan sesuatu yang penting...."

"Maou! Abaikan saja orang-orang ini, dan ayo kita cepat cari Iron bersama
Onee-san dan Yadorigi Onee-san! Lalu kita pergi ke rumah mereka dan
membuat kekacauan! Cepat! Cepat! Cepat! Lebih cepat lebih baik!"

"Ssshhh, tenanglah, ada banyak hal yang harus kuurus, pertama-tama...."

"Raja Iblis, di atasmu!"

"......Sudah mau munduur??"

Ketika suara tajam Emilia terdengar, fenomena itu sudah terjadi.

"Uugh, i-ini!"

Gabriel yang bajunya masih dicengkeram oleh Maou, begitu melihat


kejadian tersebut, dia seketika langsung mengerang.
Ruang kosong berputar dan retakan hitam muncul seperti ingin merobek
langit biru nan indah yang disinari matahari.

Meskipun situasi aneh bisa dipastikan telah terjadi hanya dari hal ini saja,
di sana sama sekali tidak terasa kekuatan apapun, tidak pula terdengar
suara apapun, dan jika bukan karena peringatan Emilia, tak seorangpun
akan menyadari fenomena itu. Itulah bagian teranehnya.

"Raja Iblis, kau sebaiknya lari. Ini sangat gawat!"

"Ahm?"

Seingat Maou, Gabriel tidak pernah sepanik ini sebelumnya.

Maou curiga kalau dia terbawa suasana dan berpura-pura seperti biasanya,
tapi dari emosi yang terlihat di mata Gabriel, itu benar-benar tidak sesuai
dengan gaya Malaikat Agung itu.

Gabriel benar-benar merasa takut.

"I-itu adalah 'gate'! Tapi bukan 'gate' biasa! Tapi sesuatu yang akan
menghisap semuanya.... uwaahh!"

"U-ugoh?"

"Yaahh!"

"A-apa yang terjadi?"

Gate yang tiba-tiba muncul di udara, seperti mesin menghisap debu yang
membersihkan kamar, kini mulai menghisap semua yang ada di bawahnya.

"U-ugh, apa yang terjadi!?"


Bell yang berada di bawah, berusaha menempel pada tanah dengan sekuat
tenaga agar tidak terhisap oleh gate tersebut. Rasanya, kalau dia terlalu
santai, dia pasti akan langsung tersedot ke atas.

Mengenai hal itu, Alberto dan Olba juga sama, dan meski para Kesatria
Hakin saling menyangga satu sama lain membentuk rumah salju manusia
untuk melindungi Unifying Azure Emperor, jika mereka tidak berhati-hati,
kaki mereka pasti juga akan meninggalkan tanah.

"Ugh, ah, oh, tidak..."

Namun, sayangnya tak ada sesuatu di sekitar Bell yang bisa dia pegang,
jadi tubuhnya dalam sekejap terangkat.

Dia mencoba terbang untuk melawan daya hisap gate tersebut, tapi
tubuhnya tidak bisa mengeluarkan kekuatan apapun.

"Ah....."

Ketika Bell akan terhisap ke atas seperti dedaunan pohon......

"Kenapa kau melamun?"

Seseorang menahannya di udara.

Setelah berbalik dan melihat sosok besar di belakang yang menahan


tubuhnya, Bell merasa begitu terkejut.

"Li-Libicocco??"

"Padahal kau sangat hebat ketika berada di Jepang, jangan panik hanya
karena hal ini."

Orang yang menyelamatkan Bell adalah Malebranche yang pernah


bertarung sengit dengannya, Libicocco.
"Ka-kau..."

"Aku tidak terhisap."

"Apa?"

"Sama halnya dengan Farfar dan Barbariccia. Alsiel-sama dan Maou-sama


juga.... sepertinya gate itu hanya menarik sihir suci yang kuat...."

"Apa?"

Setelah mendengar apa yang Libicocco katakan, Bell mencoba mengamati


sekelilingnya, Alberto dan Olba berusaha keras bertahan agar tidak
tersedot ke atas, sementara para Kesatria Hakin tidak nampak terlalu
terpengaruh oleh kekuatan besar itu.

Bell menatap ke arah langit, mengintip melewati Libicocco...

"Ugooohhhheeeyyyyyy.. sial, apa yang terjadi?"

.....dan melihat malaikat yang ada di tangan Maou tersedot kuat ke atas,
bahkan tubuh Maou juga ikut terbawa.

"Ughgawwhhaakit, aku akan mati, aku akan mati!"

Sepertinya bahkan Gabriel pun tidak bisa menahan daya hisap gate
tersebut, dia terjebak di antara gate yang ingin menarik tubuhnya dengan
Maou yang tidak mau melepaskannya, sehingga leher dan dadanya tertarik
kuat.

"Yaaahhhh!!"

"E-Emi!"

Tubuh Emilia nampaknya juga terpengaruh oleh gate tersebut.


"Ugh, ta-tahan Emilia! Kalau seperti ini, apa kau masih bisa disebut
Pahlawan?"

"Ini tak ada hubungannya dengan menjadi Pahlawan atau tidak!"

"Ja-jangan bergerak-gerak! Kau bisa terkena cakarku!!"

"Ja-jangan pedulikan aku! Ayahku lebih penting...."

"Sialan! Kenapa aku harus melindungi ayah Emilia?"

Meski Emilia berhasil bertahan dengan bantuan Alsiel dan Farfarello, tapi
seperti Bell dan Gabriel, dia juga tidak bisa menggerakkan tubuhnya
dengan bebas.

Di sisi lain, Nord yang diselimuti oleh mantra barrier, walau tidak
memiliki kekuatan yang besar, dia tetap ikut terhisap akibat barrier yang
melindunginya, jadi Barbariccia membantu Emilia untuk menahannya.

"Hey, Gabriel! Apa itu? Apa yang terjadi... eh, ah!!"

Kali ini, tangan kiri Maou yang mencengkeram leher dua malaikat
mengendur karena pengaruh angin kencang.

"H-hey, tunggu! Sialan!!"

Kelengahan sedikit saja, membuat Kamael dan Raguel yang pingsan


tersedot ke dalam cakrawala, perlahan menghilang ditelan gate yang
merobek langit.

"Sialan... hey, Gabriel!!"

Maou berhasil mencengkeram kaos Gabriel serta menariknya, dan karena


dia merasa jika ini terus berlanjut dia akan kehilangan genggamannya,
Maou melingkarkan lengannya di bawah salah satu lengan Gabriel,
menguncinya di leher malaikat agung tersebut, dan menariknya secara
paksa.

"Aughhkuugh!"

"Apa yang terjadi? Orang yang memiliki sihir suci kuat terhisap satu
persatu!"

"Sakit..... a-aku akan mati...."

"Hey! Gabri.....!"

"Maou! Itu!"

Ucap Acies dengan suara yang lebih mendesak dibandingkan sebelumnya,


suara itu juga penuh dengan kebencian.

Maou berusaha keras membuat Gabriel tetap berada di tangannya sekuat


tenaga, dia kemudian mendongak ke arah gate misterius tersebut karena
suara Acies dan melihatnya...

"Itu....!"

Sosok yang begitu kecil terlihat di dalam gate.

Sosok tersebut memiliki penampilan seperti manusia.

Dia memiliki tubuh yang pendek, kira-kira setinggi Sariel atau Urushihara.

Namun, kepala seperti bola dan tubuh menggelembung yang mirip seperti
boneka binatang memberi makhluk itu kesan pendek dan gemuk.

Maou baru-baru ini pernah melihat siluet aneh itu di TV.

Itu adalah sesuatu yang bahkan diketahui oleh anak-anak di Jepang. Apa
sih sebutan untuk pakaian itu?
Dan oleh sebab itulah, di tempat seperti ini, di situasi seperti ini, pakaian
itu tidak seharusnya bisa dilihat.

"..... Baju ruang, angkasa?"

Orang di dalam gate yang Maou lihat itu memakai sesuatu yang hanya bisa
digambarkan sebagai baju ruang angkasa, yang mana di bumi cuma bisa
dipakai oleh astronot.

Dari posisi Maou, dia sama sekali tidak melihat wajah yang ada di balik
topeng bulat tersebut.

Tapi entah kenapa, Maou tahu kalau orang itu sedang mengatakan sesuatu.

Kali ini......

"Aaaarrrrrggghhhhhhh!!"

Acies yang ada di dalam tubuh Maou mulai berteriak kesakitan.

"A-Acies, ada apa?"

"Uugh... Ugh, akaaa!"

Acies tidak menjawab panggilan Maou dan malah terus berteriak.

"Ada apa, Alas Ramus? Apa kau baik-baik saja?"

Dan kemudian, Maou mendengar apa yang paling tidak ingin dia dengar,
teriakan Emilia.

Hal yang Maou khawatirkan ketika sesuatu terjadi pada Acies kini menjadi
nyata.

Tapi....

"Emi! Ada apa!? Jangan bilang Alas Ramus juga....."


"A-aku tidak tahu! Dia tiba-tiba kesakitan...."

"Si-sialan.... Ada apa ini? Hey, Acies! Bertahanlah!!"

"Ma.... Maou.... sa.. sakiittt.... ahhhhhhh!!"

"Acies Ara... Ugh?"

"Alas Ramus! Alas Ramus!!"

Sesuatu yang aneh terjadi pada tubuh Maou dan Emi di saat yang sama.

Bola-bola berwarna ungu keluar dari tubuh mereka dan terhisap ke dalam
gate tersebut.

"Mama! Sakit! Sakit!"

"Maou... tubuh... tubuhku! Uwaaahhhhh!!"

"Alas Ramus!"

"Acies! Sial, sialan! Hey, Gabriel! Apa yang terjadi? Siapa orang itu?"

"... Le..leherku.... tercekik...... bukankah.... sudah jelas.... menurutmu dari


siapa, kami para malaikat... mendapatkan... perintah...?"

"Perintah dari siapa...?"

Kenapa dia tidak pernah memikirkan hal ini sebelumnya?

Orang yang muncul di hadapan Maou selama ini yang menyebut diri
mereka malaikat, selain Tentara Surga, mereka semua berinteraksi seolah
berada di posisi yang sama.

Sariel ya seperti itu, malaikat pengadil Raguel pun begitu, dan bahkan
malaikat penjaga Pohon Kehidupan, Gabriel dan Kamael pun juga begitu.
Meski mereka memiliki misi-misi yang gila, kekuatan, dan gelar, mereka
masihlah malaikat yang memiliki kedudukan setara.

Tapi, bukankah mereka sudah sering mengatakannya?

Bukankah mereka sudah sering menyebut soal Perintah Surga atau misi
mereka masing-masing?

Siapa yang bisa memberikan perintah dan menentukan misi pada malaikat-
malaikat ini?

Entitas semacam itu, jawabannya hanya ada satu.

"Hal seperti itu seharusnya tidak 'ada' di dunia ini."

Ketika Maou memikirkan jawaban tersebut, gate yang terbuka di atas


Azure Sky Canopy tak disangka kehilangan daya hisapnya.

Kekuatan yang menghisap Emilia dan Gabriel ke atas tiba-tiba menghilang,


dan kendali gravitasi pun kembali.

"Yah!"

Leher Gabriel pun tercekik karena hal itu dan membuatnya kehilangan
kesadaran.

Namun, Maou tidak punya waktu mengurusi hal itu.

"Acies! Apa kau baik-baik saja?"

"Alas Ramus! Bertahanlah!!"

Ketika daya hisap gate itu menghilang, tubuh Maou dan Emilia juga
berhenti melepaskan bola-bola cahaya.

Di saat yang sama, rasa sakit yang menyiksa Acies juga lenyap.
Keadaan Alas Ramus nampaknya juga sama, Maou melihat Emilia
memeluk erat dadanya dan memanggil-manggil nama Alas Ramus.

Karena dia bisa sedikit santai, Maou pun mendongak menatap gate yang
muncul barusan, lalu, dia dihantam oleh perasaan syok yang begitu kuat
sampai-sampai situasi mengejutkan tadi lenyap tanpa sisa.

"Uggoooohhhhhhh!?"

"Aaaapppaaa itu?"

"Eeeeyaaahh?"

Setelah Alsiel, Farfarello, dan Barbariccia melihat hal yang sama dengan
Maou, mereka mengeluarkan teriakan yang terdengar seolah bukan berasal
dari dunia ini.

"Aaaaaaaaapa, itu?"

"A-ada apa, Libicocco?"

Bahkan Libicocco yang ada di tanah pun membeku ketakutan, membuat


Bell yang dibantu olehnya, menjadi panik.

Namun, orang yang paling tidak mempercayai apa yang dia lihat mungkin
adalah Maou, dan keinginan untuk berteriak keras menggelora di dalam
dadanya.

Itulah seberapa mustahilnya kejadian ini.

Entah bagaimana, orang yang lebih misterius dan lebih menakutkan dari
sosok yang mengenakan baju ruang angkasa tadi, muncul di tempat ini.

Bagi mereka yang ada di sana, daya hisap yang disebabkan oleh gate tadi
hanyalah seperti angin sepoi-sepoi di padang rumput. Orang yang datang
kali ini memakai topi dengan tepian lebar berwarna ungu terang yang
menusuk mata, di atasnya terdapat bulu merak berwarna emas.

Meski rambut bergelombang bak bangsawan yang terurai di bawah


topinya terlihat sangat elegan, tapi dipadukan dengan gaun sutra yang
memiliki warna seperti topinya, dia malah terlihat merusak mental.

Pegangan tas tangan yang terbuat dari permata berwarna pelangi


menggantung di lengannya, dia memakai gelang emas murni yang
melingkar ke atas seperti per, yang mana membuatnya terlihat seperti
tulang babi. Sedangkan kuku-kukunya dipoles dengan warna terang yang
bisa membuat siapapun yang melihatnya merasa mual.

Memanjang dari tubuhnya yang seperti tong bubuk mesiu, di bawah kaki
yang seperti meriam, terdapat sebuah high heels kecil berwarna putih yang
rasanya sulit dipercaya mereka bisa menopang berat tubuh pemiliknya.

Meskipun berbagai alasan dia seharusnya tidak muncul di sini bisa


ditemukan, wanita bangsawan yang hidup di dunia yang begitu maju dan
bahkan bisa membuat matahari kembali ke cakrawala timur ini, tidak salah
lagi adalah pemilik apartemen Villa Rosa Sasazuka di dunia lain nan jauh,
Shiba Miki.

"Ppepepemilik kontrakan?" Teriak Maou.

Setelah itu, dengan sikap santainya, Shiba menolehkan leher yang


membuat orang lain bertanya-tanya apakah di dalamnya ada persendian
atau tidak, dan membungkuk ke arah Maou.
“Lama tak jumpa, Maou-san. Maafkan aku mengganggumu saat kau
sedang sibuk.”

“Eh, ah, tidak, daripada bilang aku sibuk, uh.... erhm....”

“Aku sudah dengar situasinya dari Sasaki Chiho-san. Meski masalah


semacam ini tidak biasanya terjadi, Amane sepertinya sudah
membocorkan banyak hal....”

Begitu sampai ke poin ini, Shiba pun menoleh ke arah Emilia.

Emilia yang nampaknya ingat ketika dulu dia berbicara dengan Shiba,
menunjukkan ekspresi yang dipenuhi dengan kebingungan.

“Aku tidak bisa meninggalkan anak-anak yang telah menjadikan Maou-


san dan gadis itu Yadorigi mereka sendirian.”

“Yado... rigi....”

Kenapa Shiba bisa tahu istilah yang beberapa kali pernah disebutkan oleh
Acies?

“Aku tidak sebegitu kejamnya sampai tega meninggalkan saudara jauhku


dan tidak melakukan apa-apa.”

Setelah itu, Shiba pun tersenyum, dan dengan kekuatan sekaligus tekanan
milik Sephirah yang cukup untuk menandingi semua yang menyaksikan
hal ini, dia mendongak menatap gate yang ada di langit....

“.... Maukah kau berhenti untuk hari ini? Seharusnya kau tahu, terlibat
konflik denganku bukanlah hal yang bagus, benar?”

Dan berteriak ke arah astronot yang ada di dalam gate.

Tak diketahui apakah dia mendengarnya atau tidak.


Tapi astronot di dalam gate itu tiba-tiba berbalik....

“Ah....”

Dan begitulah, dengan cara yang sama ketika dia muncul di hadapan
semua orang, dia juga menghilang bersama gate tersebut tanpa adanya
tanda-tanda ataupun jejak keberadaan.

Setelah ia menghilang, apa yang tersisa hanyalah langit, dua bulan, Azure
Sky Canopy serta Cloud Detached Palace yang hampir hancur akibat
pertarungan, dan sebuah tiang cahaya.

Sekaligus...

“Apa itu.... sudah berakhir?”

Di saat yang sama ketika Emilia menggumamkan hal tersebut, para iblis
dan manusia perlahan berdiri seolah terlepas dari ikatan mereka.

“Tidak, tak ada yang selesai sama sekali.”

Shiba Miki, melayang di udara, dengan tegas membantah kata-kata Emilia.

“Tidak hanya itu, mungkin seharusnya ini disebut belum mulai sama sekali.
Ketika aku mendengarkan penjelasan Sasaki Chiho-san, aku tidak
menyangka kalau situasinya akan sekacau ini, tapi sepertinya gejala di
dunia ini sudah sangat serius....”

“.... Pemilik kontrakan-san, apa kau.....”

“Tidak, panggil aku Mi-chan.”

“Ba-baik....”

Dengan permintaan yang datang dari bibir penuh lipstik yang lebih merah
dibandingkan armor Kamael, bahkan Maou pun harus mengangguk.
“Maou-san, Ashiya-san, Kamazuki-san, dan Yusa-san, pertama-tama ayo
kita kembali ke Jepang bersama pemuda tampan itu.”

Pemuda tampan yang Shiba bicarakan, pasti mengacu pada Gabriel yang
hampir terhisap ke dalam gate di akhir pertarungan sengit tadi dan pada
akhirnya pingsan karena Maou mencekiknya.

Mengabaikan fakta tentang kembali ke Jepang untuk sesaat, Maou yang


merasa kalau Gabriel akan menghadapi teror menakutkan setelah kembali
nanti, tiba-tiba merasa kasihan.

“Tu-tunggu dulu! Ka-kami tidak bisa meninggalkan situasi ini dan


kembali begitu saja....”

Ucap Emilia kepada Shiba dengan panik.

Memang para malaikat yang mengendalikan Afashan dan para


Malebranche sudah dikalahkan, gerbang misterius tadi pun juga sudah
tertutup, tapi itu tidak berarti kekacauan yang Afashan hadapi sudah
selesai.

Saat ini, masih ada banyak Malebranche yang tersisa, dan para Kesatria
Hakin yang kebingungan juga tidak akan diam dan membiarkan Alsiel
kembali ke Jepang.

Walau mereka dikendalikan oleh para malaikat dan iblis, itu tidak merubah
fakta bahwa Afashan masih berada dalam situasi di mana mereka sudah
menyatakan perang terhadap seluruh Ente Isla.

“Soal itu.... itu tidak ada hubungannya denganku.”

“Ta-tapi....”

Emilia melihat tatapan-tatapan yang memandang ke arahnya dari bawah.


Haruskah mereka terus bertarung, siapa yang harus mereka perangi?

Jika itu Emilia yang dulu, dia pasti sudah mengatakan sesuatu yang
memotivasi sebagai Sang Pahlawan.

Tapi saat ini, Emilia hanya bertarung demi dirinya sendiri, dia merasa
kalau dia adalah orang yang hanya peduli dengan keinginannya sendiri,
dengan keadaan mental seperti itu, tak peduli apa yang dia katakan, dia
merasa takkan bisa menyampaikan pemikirannya kepada banyak orang.

Sementara Maou yang jelas-jelas memancarkan sihir iblis walau dia


memegang pedang suci, dia sama sekali tidak memenuhi syarat.

Kali ini....

“Ah...”

“Hm!”

Sebuah distorsi ruang muncul di tanah sebelah Bell.

Meski skalanya kecil, jelas-jelas itu adalah tanda kemunculan gate, orang
yang merasakan fenomena tersebut secara refleks langsung meningkatkan
kewaspadaannya.

“Yosh... uwah! Kacau sekali!”

“Aku tidak pernah menyangka kalau situasinya akan jadi seperti ini.”

Dua manusia yang muncul dari dalam gate itu adalah orang yang Emilia
kenal.

“Eh, Em?”
Salah satu dari mereka adalah Emerada Etuva yang seharusnya sedang
menjalani pengadilan Gereja di Saint Aire, sementara yang satunya
adalah.....

“Dan.... Jenderal Lumark?”

Setelah mengenali wajah yang kehadirannya lebih tak diduga dibanding


Emerada, Emilia pun berteriak.

Ketika si jenderal cantik yang memakai armor khusus untuk bernegosiasi


serta kelihatan 10 tahun lebih tua dibanding Emilia, yaitu jenderal Heather
Lumark, keluar dari dalam gate, dia sesaat memasang ekspresi kaku
dikarenakan kehancuran yang terjadi di sekitarnya, tapi begitu ia
menyadari keberadaan Emilia di udara, dia pun melambai dengan energik.

Dan sedikit ke samping, para kesatria Hakin nampak sedang memastikan


keselamatan Unifying Azure Emperor setelah angin kencang yang
disebabkan oleh terbukanya gate menenang.

Shiba, melihat semua itu, berbicara pelan dengan sikap yang begitu elegan.

“Masalah dunia ini, akan diputuskan oleh penduduk dunia ini.”

“Semuanya~~! Gencatan senjata~! Gencatan senjata~! Ini adalah


permintaan dari Emerada Etuva dan Alberto Ende~~! Gencatan senjata
sementara~~!”

“Sang kaisar juga menginginkan gencatan senjata! Semuanya tolong


berhenti! Jika ada yang tidak mau menurut, aku akan mengambil tindakan
atas nama Pahlawan Emilia!”

Saat semuanya tidak bisa memutuskan bagaimana mereka harus bertindak


selanjutnya, Emerada dan Alberto mulai mengendalikan situasi dengan
cara mereka sendiri.
“... Beberapa dari kalian harus turun!”

Kemudian, Bell pun berteriak ke arah langit.

Maou, Alsiel, dan Emilia saling menatap satu sama lain ketika mendengar
suara rekan mereka dari bawah.

“Silakan. Waktu yang sedikit ini masih bisa ditolerir. Selama waktu itu,
pemuda ini dan.....”

“Ah.”

“Eh?”

Shiba sedikit menggerakkan jarinya.

Dan Gabriel yang pingsan pun lepas dari genggaman Maou, mengambang
di udara seperti ikan tuna yang terpancing.

Setelah itu, tubuh Maou dan Emilia juga bersinar, segera sesudahnya, Alas
Ramus dan Acies yang terlihat lemah dan dengan mata yang menutup,
termaterialisasi.

“Aku akan mengurus kedua anak ini. Khususnya jika Maou-san terus
seperti ini, kau pasti akan menyebabkan masalah untuk orang-orang yang
ada di bawah sana, kan?”

Karena dia bisa mengabaikan kehendak Yadorigi Maou dan Emilia, serta
mampu mematerialisasi anak dari fragmen Yesod, misteri di balik
keberadaan Shiba pun menjadi semakin dalam.

Maou dan Emilia menoleh satu sama lain, Maou pun menekan sihir
iblisnya hingga ke tingkat minimum dan perlahan mendarat ke tanah.

Saat ini, baik Maou ataupun Emilia, tidak ada yang tahu alasan kenapa
Alas Ramus dan Acies bisa muncul.
XxxxX

“Kalian benar-benar sembrono~ kastil Azure Sky Canopy jadi hancur~~”

“Benar sekali!”

Orang yang berbicara kepada Maou dan Emilia ketika mereka mendarat di
tanah adalah Emerada dan Bell.

“Dalam beberapa artian~ dampak yang disebabkan oleh insiden ini


terhadap dunia itu jauh lebih serius dibanding ketika Isla Centrum jatuh ke
tangan Pasukan Raja Iblis dulu~”

“Ma-maaf.”

Si Raja Iblis sendiri meminta maaf dengan canggung, tapi meski begitu,
Maou masih tidak bisa mengerti satu hal.

“Oh, oh ya, Emerada, bukankah kau sedang menjalani sidang keagamaan?


Kenapa kau bisa muncul di sini?”

“Si-sidang keagamaan?”

Emilia yang tidak tahu menahu soal keadaan Emerada, memekik kaget,
sementara Emerada menoleh ke arah Bell yang ada di sampingnya dengan
sikap santai dan mengatakan,

“Nona Bell dan Nona Lumark lah yang membebaskanku~~”

“Suzuno dan Jenderal Lumark?”

“Itu tidak sehebat membebaskan sih. Kami hanya mengurus beberapa


binatang pengerat yang mendiami negara.”
Si kesatria wanita yang memakai armor khusus.... Heather Lumark,
mengangkat bahunya dengan acuh tak acuh ketika namanya disebutkan.

“Ketika nona Lumark~ tahu kalau aku akan menjalani sidang


keagamaan~~ dia secara khusus kembali ke Saint Aire dari Benua
Utama~~”

“Itu karena aku merasa Emerada tidak mungkin melakukan kesalahan


yang sampai membuatnya harus menjalani pengadilan atas tuduhan
menjadi pengkhianat Gereja. Jika itu dia, dia pasti akan menghadapinya
dengan lebih cerdas. Dan seperti yang diduga, insiden ini disebabkan oleh
Pepin.”

“Gezz~~ membuatnya terdengar seolah aku memiliki sifat yang jahat~~”

Lumark mengangkat bahunya menanggapi protes Emerada,

“Memang kenyataannya seperti itu.”

“Tidak~~!”

Emerada menggembungkan pipinya dan cemberut merasa tidak puas, tapi


sayangnya, tak ada yang mau membantunya membantah kata-kata Lumark.

“Hanya dengan kekuatanku saja, aku tidak akan mampu membebaskan


Emerada secepat ini. Ini semua berkat bantuan dari Alberto-sama dan
Penyelidik Bell.”

“Aku benar-benar tidak mengerti, Suzuno, apa kau pergi ke Benua Barat
dan kembali ke sini? Bagaimana caramu pergi ke sana?”

Seingat Maou, Suzuno dan Alberto meninggalkan dia dan Acies di


penginapan, lalu menyusup masuk ke dalam ibukota kerajaan setengah
hari yang lalu.
Jika demikian, bagaimana cara mereka pergi ke Saint Aire di Benua Barat
yang jauh untuk membantu Emerada dan Lumark?

“Kami gagal menyusup ke dalam Cloud Detached Palace.... dan kemudian


kami dilempar ke Ibukota Kekaisaran Saint Aire oleh Gabriel.”

“Yeah, aku sudah dengar dari Libicocco kalau kalian berdua dikirim ke
suatu tempat....”

Maou menoleh ke arah Gabriel yang melayang di udara karena kekuatan


Shiba secara refleks.

“Jujur saja, kupikir aku sudah tidak bisa kembali. Tapi begitu aku ingat
kalau Emerada-dono berada di Ibukota Saint Aire, jika aku memintanya
menggunakan 'Pena Bulu Malaikat', pasti masih ada harapan.”

“Ketika aku melihat Nona Bell~ Alberto dan Nona Lumark memasuki
tempat sidang~ kupikir aku sedang bermimpi~~”

“Sidang keagamaan.... ah!”

Maou langsung mengingatnya begitu ia mendengar hal ini.

Posisi asli Kamazuki Suzuno alias Crestia Bell sebagai seorang pendeta.

“Melakukan sidang keagamaan kepada orang penting di Saint Aire


sekaligus salah satu pahlawan yang menyelamatkan dunia tanpa
persetujuan dariku, ketua Penyelidik Dewan Pembenaran Ajaran Gereja,
adalah masalah yang sangat serius. Karena orang yang memiliki posisi
lebih tinggi dariku hanyalah Uskup Agung Robertio-dono, akupun
berpikir siapa orang yang memberikan izin memulai sidang tersebut.”

Karena itu adalah sidang keagamaan, tentu itu dinilai dari bagaimana
terdakwa melakukan penistaan terhadap ajaran Gereja.
Dan badan yang bisa menilai hal itu adalah Dewan Pemeriksaan Tak
Lazim, yang sekarang bernama Dewan Pembenaran Ajaran.

“Pejabat yang bertugas dalam sidang tersebut dan Jenderal Pepin yang
menjadi saksi langsung lemas ketika mereka melihat wajahku.”

“Dan ketika Bell menghentikan sidang tersebut, Nona Lumark memaksa


Pepin untuk memeriksa kembali semua bukti-bukti kejahatan Em.”

Alberto melanjutkan penjelasannya, sementara Emilia hanya


mendengarkan pertarungan besar yang terjadi di sisi dunia yang lain
setengah hari ini dalam diam.

“Tapi~ walau aku tidak bertindak gegabah~~ aku masih bisa diskakmat
oleh Pepin~~ itu benar-benar menjengkelkan... ya kan, Olba~~?”

Emerada tiba-tiba melempar obrolan ini kepada Olba.

Meskipun hanya dirinya sendiri, Maou, dan beberapa orang lain yang tahu
akan kebenarannya, setelah Raguel dan Kamael menghilang, serta dengan
pingsannya Gabriel, Olba yang berada di belakang Maou, Alsiel, dan para
Malebranche, kini benar-benar sendiri dan tak berdaya.

Emerada, dengan tatapan seperti seekor ular, menatap Olba yang gemetar
sampai-sampai tidak bisa berdiri tegak.

“A-ada apa?”

“Percuma saja kau berpura-pura bodoh~~ tujuanmu memang jahat~ tapi


sepertinya kau sudah merancang situasi di semua tempat dengan baik~~”

Wajah Olba terlihat pucat, dan bahkan bagian atas kepala botaknya sudah
kehilangan warnanya.
“Bukankah kau meminta pendeta dari gereja kota Cassius yang tidak tahu
apa-apa untuk mengambil uang warga~ dan menyuap tentara si busuk
Pepin~ lalu menggunakannya untuk mengelola area di sekitar desa Sloan~
sehingga si tikus pengerat Pepin itu terlihat sangat senang setelah
menerima uangmu~~?”

“Itu....”

“Aku yang menyelidiki area di dekat desa Sloan~ mungkin adalah sebuah
halangan baginya~~ dan ketika dia menggunakan sidang keagamaan
untuk menahanku di Ibukota Kekaisaran dan merasa begitu senang~~
Nona Bell seketika membalik situasinya~ lalu saat Nona Lumark
mengarahkan sebuah pedang ke arahnya dari belakang~ dia membuang
banyak bukti yang begitu kotor sampai-sampai orang bahkan tidak tega
untuk muntah di atasnya~~”

“Ah... ah....”

“Setelah Nona Lumark membawa bukti-bukti itu ke tempat sidang~ dan


Nona Bell mengatakan banyak hal menakutkan kepada para penyidik yang
dikirim oleh Gereja~ bahkan Uskup Agung Albertio-sama pun sampai
menggunakan Tangga Surga untuk datang dari Saint Ignord~ dan berlutut
memohon penghentian sidangku~ Tapi hal itu sudah bisa diduga, benar~?
Bagaimanapun~ tidak hanya ada Uskup Agung yang menghilang~ terlibat
dalam skandal lain dan memiliki banyak bukti nyata yang
memberatkannya~ bahkan tindakan ilegal para pendeta gereja di kota
Cassius pun terbongkar~~”

Emerada, seakan menyiksa Olba yang sudah pucat pasi, mengucapkan


setiap kalimatnya secara perlahan.
“Para prajurit Gereja dan penjaga yang ada di daerah desa Sloan sekarang
berada dalam kendali kami~ kau berencana melakukan hal buruk terhadap
kampung halaman sahabatku, kan~~?”

“E-Em? Ka-kalau begitu....”

Setelah mendengar kata-kata Emerada, Emilia pun berseru.

Karena para bawahan Olba yang berada di sekitar desa Sloan sudah
dikendalikan oleh Emerada dan Lumark, itu artinya....

“Emilia... karena kami tidak memiliki kekuatan yang cukup, kau


sepertinya sangat menderita. Tapi sekarang sudah tak apa. Ladang ayahmu
sekarang dilindungi oleh Institut Pengawasan Sihir.”

Ucap Emerada dengan hangat.

Emilia menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan menghela napas


pelan.

Usai melihat Emilia melepas ketegangannya, Emerada dengan tegas


membuat sebuah pernyataan yang sesuai dengan gelarnya sebagai
Penyihir Istana Kerajaan Saint Aire.

“Olba Meyers. Kau harus mempertanggungjawabkan tindakanmu yang


sudah membodohi masyarakat, menodai ajaran Gereja, membahayakan
seluruh umat manusia, dan merendahkan posisi penyelamat dunia, Emilia.”

Olba menundukkan kepalanya sedih dan diam mendengarkan pernyataan


tersebut.

Dosa-dosanya sudah terungkap pada dunia.

“Namun, jika kau masih memiliki sisa-sisa hati nurani.... dan bersedia
berbicara tentang kegelapan yang saat ini menyelimuti Ente Isla,
Kekaisaran Suci Saint Aire mungkin akan memberimu kesempatan untuk
bertobat. Olba, impian bodohmu sudah berakhir.”

“Ugh....”

Alberto mencengkeram lengan Olba seperti ingin menahannya, sedangkan


Olba membiarkan Alberto melakukannya tanpa perlawanan sedikitpun.

Setelah memastikan bahwa Olba sudah menyerah sepenuhnya, Emerada


pun menghela napas dalam.

“Huuuuh~ melelahkan sekali~~”

“Di sinilah kau bisa jadi jahat....”

Ucap Lumark sambil menghela napas ketika ia melihat Emerada bersantai,


tapi dalam sekejap dia langsung mengatur ekspresinya dan setelah
memastikan situasi, dia berbalik menghadap para kesatria Hakin dari
Fangan Milita,

“Lalu... kepada para Kesatria Hakin. Namaku adalah Heather Lumark,


wakil dari Benua Barat di Aliansi Kesatria Lima Benua. Alasanku datang
ke sini adalah untuk bertemu Unifying Azure Emperor.”

Jika ini adalah negosiasi normal, tak seorangpun akan melakukannya


dengan cara seperti itu.

Hanya menggunakan gate seperti orang penting dan memasuki area pusat
sebuah negara saja sudah cukup untuk menyebabkan masalah
internasional yang serius, dan meminta untuk bertemu kaisar tanpa janji
terlebih dahulu adalah tindakan yang sangat kasar.

Namun....

“Katakan.... apa yang ingin kau katakan.”


Orang bersuara serak yang menepikan para kesatria adalah Unifying
Azure Emperor sendiri, dia adalah orang yang tidak akan bisa ditemui
dalam keadaan normal, jika orang yang menemuinya bukan duta besar
dengan status keluarga raja.

"Kali ini, adalah pengecualian... di bawah langit biru, entah kau maupun
diriku, kita semua.... hanyalah manusia."

"Terima kasih."

Lumark mengikuti adat Afashan dan berlutut di hadapan Unifying Azure


Emperor, Emerada juga mengikutinya sebagai salah satu petinggi di Saint
Aire.

"Yang mulia. Hamba mewakili Aliansi Kesatria Lima Benua, datang


untuk meminta anda menarik kembali pasukan."

".... Hm."

Lumark melanjutkan perkataannya,

"Tragedi yang menimpa ibukota kerajaan, Azure Sky Canopy, hanyalah


sebagian tragedi yang menyelimuti seluruh Ente Isla. Jika manusia
bertarung satu sama lain sebelum pulih sepenuhnya dari luka yang
ditinggalkan oleh Pasukan Raja Iblis, menghindari bahaya sebenarnya
yang mengintai dunia ini pasti akan sulit. Bahkan sejarah agung dari
negara anda mungkin juga akan tamat, hamba yakin yang mulia tidak ingin
melihat hal itu terjadi."

".... Hm."

"Bolehkah hamba meminta anda mengirim seorang wakil menuju lokasi


Aliansi Kesatria Lima Benua untuk menyaksikan perjanjian gencatan
senjata ini? Meski hanya dalam waktu yang singkat, kami masih berharap
orang-orang dari timur, barat, selatan, dan utara untuk menikmati
kedamaian setelah penyerangan Pasukan Raja Iblis. Hamba harap yang
mulia mengizinkan hal itu."

Setelah mendengar penjelasan Lumark, Emilia melirik ke arah Maou


secara refleks.

"Eh...?"

Kemudian, dia mulai bertanya-tanya kenapa dia melakukan hal seperti itu.

Apa yang Emilia khawatirkan adalah, apakah Maou akan terganggu oleh
kata-kata Lumark yang terdengar seolah konflik di seluruh dunia adalah
tanggung jawab Pasukan Raja Iblis.

Ente Isla sebelum penyerangan Pasukan Raja Iblis bukanlah tempat di


mana semua orang bisa bekerja sama, sebuah dunia yang damai di mana
hari-harinya terlewati dalam kebahagiaan.

Manipulasi negara-negara besar di balik bayangan adalah hal yang wajar,


dan bahkan perang di antara negara-negara kecil adalah kejadian yang
umum. Selain Afashan, negeri Harlan di Benua Selatan juga dipenuhi
dengan perang sipil.

Tentu apa yang Lumark katakan adalah demi kemudahan dalam negosiasi,
dan semua orang tak harus menerimanya begitu saja, tapi Emilia yang
tidak pernah mempertimbangkan perasaan Maou, tetap merasa tidak enak.

Di sisi lain, Unifying Azure Emperor yang menanggapi kata-kata tersebut,


tak disangka menyetujui permintaan Lumark.

".... Baik. Deklarasi perang... sebelumnya... adalah kesalahan


penilaianku.... jadi aku akan mengirim pemimpin kesatria Seisokin ke
sana."

"..... Terima kasih banyak."


Lumark menundukkan kepalanya dalam-dalam untuk mengungkapkan
rasa terima kasihnya.

Meski sudah rusak di sana sini, setelah bernegosiasi dengan Lumark,


Unifying Azure Emperor pun kembali ke kastil Azure Sky Canopy yang
bangunannya masih selamat di bawah perlindungan para kesatria Hakin
Milita.

Setelah Emerada dan Lumark melihat sang kaisar pergi, keduanya pun
menuju ke sisi Emilia.

"Soal masalah ke depannya~ kau tidak perlu khawatir~~"

"Aku memang tak bisa mendapatkan kepercayaanmu untuk mengucapkan


kata-kata itu sekarang... tapi seluruh Ente Isla perlahan sudah mulai
mengerti makna di balik beban yang dipikul Pahlawan Emilia sendirian."

"Em.... Nona Lumark."

"Setelah ini~~ Emilia juga harus bertarung demi dirimu sendiri kan~~ aku
dan Alber~ pasti akan selalu mendukungmu seperti sebelumnya~~"

"Yeah.. terima kasih."

Emilia mengangguk dengan kuat, dan memeluk erat sahabatnya itu.

Emerada mungkin tahu kalau selama ini Emilia selalu bertarung demi
dirinya sendiri.

Meski begitu, dia akan selalu berada di samping Emilia, seperti sekarang
ini.

Emilia sungguh berharap dia bisa membalas pertemanan ini suatu hari
nanti.
Lumark menyaksikan pelukan hangat di antara keduanya, beralih ke
ekspresi tegasnya, dan menoleh ke arah pemuda yang menyembunyikan
sihir iblisnya yang meluap-luap di dalam tubuh manusianya.

"Aku tidak menyangka kalau kau adalah Raja Iblis yang menyerang Ente
Isla sebelumnya, ini benar-benar mengejutkan. Bahkan, kita yang bisa
berbicara santai begini saja adalah hal yang aneh."

"Aku tahu itu lebih dari siapapun."

"Tapi.... anehnya keberadaanmu menjadi sangat penting bagi Emerada,


Alberto, dan Emilia yang sekarang. Ditambah lagi, jika bukan karena
kekuatanmu dan Bell, kami tidak akan bisa menyelamatkan Emerada,
mengungkap dosa-dosa Olba, ataupun membuat Benua Timur berada di
panggung negosiasi dengan keempat benua lainnya. Kami memang tidak
akan melupakan semuanya, dan kami pasti akan membalas kalian para
iblis atas dosa-dosa kalian.... meski begitu, untuk saat ini, kami benar-
benar berterima kasih."

Lumark memberikan hormat dengan matanya, Alsiel menunjukkan


ekspresi rumit, sementara Bell menganggukkan kepalanya, dan hanya
Maou seorang yang tersenyum.

"Lupakan! Tak peduli jadi seberapa menyedihkannya aku ini, aku tetaplah
Raja Iblis, dan mereka-mereka ini adalah para iblis. Meski kami gagal
sebelumnya, itu bukan berarti aku menyerah untuk menguasai Ente Isla.
Jika kalian masih mengatakan kata-kata naif seperti itu, kalian pasti akan
menyesalinya suatu hari nanti."

"Aku akan berdoa supaya hari itu tidak pernah datang... lalu..."

Lumark menerima tantangan Maou dengan senyum tak gentar, dan beralih
menatap Barbariccia, Farfarello, dan Libicocco yang menunggu perintah
di belakang Maou.
"Mengabaikan insiden kali ini, jika kami membiarkan kalian kembali ke
tempat bernama Jepang itu begitu saja, kami pasti akan sangat kesulitan.
Jika kau tidak melakukan sesuatu terhadap para Malebranche ini, kami
secepatnya pasti akan bertarung lagi."

"Aku tahu itu. Aku sudah memberitahu mereka beberapa kali, meminta
mereka untuk kembali ke Dunia Iblis."

Maou mengernyit...

"Hah!"

Dan kemudian, tanpa mengubah ekspresi seperti sedang membuka jendela


kamar, Maou membuka sebuah gate di samping Lumark.

"Barbariccia."

"Ya..."

Seru Maou ke arah belakangnya, pemimpin kepala suku Malebranche pun


langsung menjawab.

"Ciriatto seharusnya sudah kembali lebih dulu. Jika kau sudah paham
kesalahanmu kali ini, maka menurutlah!"

".... Hamba mengerti..."

"Maou-sama."

"Hm."

Mengikuti Barbariccia, Farfarello juga berlutut di samping Maou.

"Semuanya seperti yang Maou-sama katakan..... dan hamba berharap anda


bersedia memaafkan kebodohan kami."
"Apa kau sudah sedikit menghormatiku sekarang? Ingat, bawa semua
Malebranche kembali, okay?"

"Yaa....."

"..... Hey."

Di sisi lain, Libicocco menoleh dan berbicara kepada Bell.

"Aku tidak tahu apa yang kau rencanakan nantinya... tapi sebaiknya kau
jangan sampai mati."

"Aku tidak pernah menyangka kalau akan ada hari di mana seorang
Malebranche mengkhawatirkanku."

Bell tersenyum kecut, tapi itu tidak seperti dia tidak senang mengenai hal
itu.

Dia menggerakkan tangannya ke arah lengan Libicocco yang terpotong.

"Ketika kita bertemu lagi nanti, kuharap hubungan kita akan membaik
sehingga kita tidak perlu lagi berkomunikasi dengan pedang, melainkan
dengan kata-kata."

"Terserah apa katamu. Serius ini, kenapa semua manusia itu sangat aneh."

"Sama halnya denganku, akhir-akhir ini aku semakin tidak paham dengan
kalian para iblis."

Ini adalah pemandangan yang tidak mungkin terjadi dua tahun yang lalu.
Pemandangan yang seharusnya hanya ada di kamar 201 di Villa Rosa
Sasazuka Jepang ini, sekarang bisa disaksikan di Ente Isla.

Percakapan antara manusia dan iblis.


Melihat realita yang tidak pernah terpikirkan oleh manusia dan iblis terjadi,
Emilia tanpa sadar menggigit bibirnya.

Barbariccia dan Farfarello memerintahkan semua Malebranche yang ada


di Azure Sky Canopy untuk berkumpul, dan kemudian, Pasukan Raja Iblis
yang baru, di bawah pengawasan Jenderal Lumark yang gelisah karena
tidak terbiasa dengan jumlah iblis yang begitu besar, kembali ke Dunia
Iblis melalui gate yang dibuka oleh Maou.

"Hey.... Raja Iblis."

"Hm?"

Emilia alias Yusa Emi yang tidak memiliki Evolving Holy Sword, One
Wing ataupun Armor Pengusir Kejahatannya, berbicara ke arah punggung
Maou saat dia memperhatikan para Malebranche pergi.

"Aku punya sesuatu yang harus kumintai maaf, seperti yang kukatakan
sebelumnya... erhm....."

"Maksudmu soal Malebranche ini?"

"... Yeah, aku....."

Emi menjelaskan apa yang terjadi hingga saat ini dengan tergagap.

Apa yang terjadi ketika dia kembali ke Ente Isla, fakta bahwa ladang
ayahnya ternyata masih bertahan, sekaligus tentang dia yang membiarkan
para kepala suku Malebranche terbunuh oleh Milita karena ladang gandum
tersebut.

Dia menjelaskan semuanya secara detail sejujur-jujurnya.

Maou sama sekali tidak menyela Emi, dan hanya diam mendengarkan
pengakuannya.
"Jadi.... aku sudah tidak punya hak untuk menyalahkanmu..."

"Sampai peduli hal-hal semacam ini. Apa kau ini idiot?"

"Eh?"

"Memang sih bilang begini itu terkesan tak berperasaan, tapi jujur saja,
aku tidak terlalu peduli soal itu."

"A-apa maksudmu dengan tak terlalu peduli.... bukankah Malebranche itu


juga iblis bawahanmu?"

"Itu benar, tapi ketika Farfarello datang ke Jepang, aku sudah berkali-kali
memerintahkan mereka untuk mundur dari Ente Isla. Baik Barbariccia
maupun kepala suku lain, mereka itu tidak mau mendengarkan perintahku,
jadi iblis-iblis yang kurang beruntung dan salah membaca situasi itu pasti
akan mati. Itu saja."

".... Ta-tapi ...."

"Terus, kenapa kau terguncang karena hal semacam ini? Jika kau
membunuh para iblis demi dirimu sendiri, bukankah itu sama seperti
sebelumnya?"

"....Ugh!"

Itu benar.

Tapi meski begitu, jika keadaan mental sudah kehilangan stabilitasnya,


mengembalikan keseimbangannya tentu tidak akan mudah.

Mungkin karena merasakan kegoyahan Emi, Maou pun menghela napas


dengan kuat, menggelengkan kepalanya, dan mengatakan,

"Orang yang memaksamu menjadi Pahlawan adalah aku, Raja Iblis. Kau
tak perlu memaksa mencari alasan untuk merubah fakta ini. Untuk
menjelaskannya dengan cara yang lebih ekstrim, hubungan antara kau dan
aku itu tidak pernah berubah sejak awal."

Kali ini, Maou menolehkan kepalanya ke arah Emi untuk yang pertama
kalinya.

Emi, entah kenapa, tidak bisa menatap wajah Maou, dia dengan panik
menunduk untuk menghindari tatapan Maou.

Maou yang tentu saja tidak terganggu dengan hal ini, berbicara dengan
lantang,

"Jika benar-benar ada perubahan, itu mungkin aku yang seenaknya


membuat keputusan memberimu gelar sebagai Jenderal."

"Aa....."

Emi seketika mendongak.

Diberi gelar sebagai Jenderal Iblis di depan banyak orang, bukankah itu
akan menyebabkan masalah?

Ketika insiden saat dia diangkat menjadi Jenderal Iblis terlintas dalam
pikirannya, Emi seketika memerah.

"I-itu kan sesuatu yang kau bilang atas keinginanmu sendiri! A-aku tidak
pernah menyetujuinya...."

"Itulah kenapa aku bilang seenaknya membuat keputusan... Oh ya Emi,


jangan bilang kau lupa kalau ada orang lain yang harus kau mintai maaf
lebih ketimbang diriku?"

Maou mengabaikan kebimbangan Emi dan mengernyit.

"Soal Chi-chan dan Suzuki Rika. Itu tidak akan selesai bahkan jika kau
berlutut."
"..... Ah."

Kalimat tak terduga itu sesaat membuat Emi terdiam.

"Chi-chan setiap hari menangis karena cemas kau tidak kembali, dan
Suzuki Rika, karena Idea Link-mu yang sembrono, dia melihat kejadian
saat Gabriel menculik Ashiya."

"Ah.... Itu...."

"Ah, ngomong-ngomong aku sudah membeli hadiah ulang tahun untuk


Chi-chan. Kau pasti tidak menyiapkan apapun, kan? Padahal kau sudah
membuat Chi-chan sangat sedih."

"...... Augh."

Emi menerima syok hebat karena kenyataan yang Maou ungkapkan akibat
bagaimana dia memperlakukan temannya dengan dangkal, dia pun
mengerang lantas terdiam.

"Huuuh~ serius ini, apa yang terjadi denganmu? Kau terlihat seperti sudah
memakan sesuatu yang benar-benar buruk."

Maou nampak tidak bisa memaklumi sikap Emi yang menggenggam


tangannya sendiri merasa bimbang dan malu, dia pun menepuk pundak
Emi seolah sedang menghiburnya.

"Huft~ itu artinya apa yang kau alami itu sangat sulit. Ketika kau kembali
ke Jepang, minta maaflah dengan benar dan katakan apapun yang kau bisa
kau katakan secara perlahan sejak awal. Karena kalian adalah teman, dia
pasti akan mengerti."

"..... Yeah."
Emi menempatkan tangannya di atas bahu yang barusan Maou sentuh
secara refleks, dan mengangguk pelan.

XxxxX

Kabar itu datang dengan sangat tiba-tiba.

Chiho yang baru pulang dari sekolah, meletakkan tasnya di atas meja yang
ada di kamarnya, dia sangat terkejut ketika mendengar HPnya tiba-tiba
berbunyi.

"Chiho? Apa kau ingin keluar?"

Chiho yang baru saja pulang sekolah, seketika berlari keluar dari rumah
seperti angin, dan membuat ibunya yang terkejut bertanya, namun hati
Chiho sangat cemas sampai-sampai dia tidak punya waktu untuk
menjawab.

Begitu keluar dari rumah, ia berlari menuju Sasazuka dengan sekuat


tenaganya.

Jalan pusat perbelanjaan ke-100 sangat sulit dilewati karena dipenuhi


banyak orang yang berbelanja dan murid yang pulang dari lesnya.

Meski begitu, Chiho berhasil melewati kerumunan dengan sigap dan terus
berlari.

"Ahh, yang benar saja!"

Namun, kali ini, lampu lalu lintas yang ada di depan pemberhentian bus
sedang menyala merah.
Tanpa ragu, Chiho berlari menaiki tangga jembatan layang di bawah jalan
tol Shuto.

Meski waktu yang diperlukan untuk menyeberangi jembatan dan


menunggu lampu merah berganti, sebenarnya hampir sama, Chiho tetap
berlari dengan sekuat tenaganya.

Bersamaan dengan bunyi sinyal lampu yang berganti menjadi hijau, Chiho
sudah melewati bawah jembatan layang di Jalur Keio, stasiun Sasazuka.

Masih ada banyak sepeda yang terparkir di sana, tapi Chiho sama sekali
tidak memperhatikannya.

Dia berbelok melewati tempat perbelanjaan di jalan Bosatsu dan berlari


lurus di sepanjang selokan, dan setelah melewati beberapa jalan kecil, dia
akhirnya melihat tujuannya.

Itu adalah apartemen kayu tua berlantai dua.

Tempat paling berharga milik Chiho.

Tempat di mana orang-orang yang penting baginya berkumpul.

"Ah!"

Saat ia berlari, Chiho melihatnya.

Di halaman belakang yang dikelilingi oleh dinding, ada sebuah cahaya


yang begitu familiar.

Chiho mengusap keringat yang masuk ke dalam matanya, fokus pada pintu
masuk yang di atasnya terdapat tanda Villa Rosa Sasazuka, dan bergegas
menuju halaman belakang.

"Maou-san!!"
Chiho memanggil nama orang yang tadi muncul di layar HPnya, kakinya
melangkah melewati tanah dan rumput liar yang tumbuh tinggi karena
sudah lama tidak dibersihkan, dan orang-orang yang ada di sana menoleh
ketika mendengar suara Chiho.

"Oh, Chi-chan. Cepat sekali kau datang."

"Ah."

"Oh."

"Ya ampun?"

"Ah, itu Chiho."

"Chi-nee chan!"

Ada banyak orang yang berkumpul di sana.

Beberapa dari mereka terlihat tenang dan santai, beberapa lagi terlihat
sangat lelah, ada yang terlihat lega, dan ada pula yang pingsan dan harus
digotong, ekspresi semua orang berbeda-beda.

Tapi hanya satu orang yang menundukkan kepalanya merasa malu, lantas
memanggil nama Chiho.

".... Chiho-chan..."

"Yusa.... san...."

Seketika, air mata Chiho tumpah bak air terjun.

Dia tidak bisa mengendalikan dirinya.

Chiho mengikuti hasrat dalam dirinya, dia pun melangkah dengan kuat
dan berlari menuju lengan orang itu.
"Yusa-saaaaaaaan! Syukurlah~~!"

"Chi Chiho-chan....."

"A-aku sangat cemas denganmu! A-a-aku sangat, sangat, sangat cemas,


apa yang harus kulakukan, jika aku tidak bisa bertemu Yusa-san lagi, uu,
hu, uu, uwaaaah!"

"Chiho-chan... terima kasih... sudah mengkhawatirkanku, aku benar-benar


minta maaf."

Emi dengan gugup memeluk pundak Chiho saat dia bersandar dalam
dekapannya.

"Chi-nee chan, aku pulang! Wahpu?"

"Alas Ramus-chan...."

Chiho merasa ada sepasang tangan kecil yang menarik kaosnya, dia pun
terperangah begitu melihat wajah polos gadis itu.

Tapi seketika dia langsung membungkuk, menggendong gadis kecil itu


dan memeluknya erat.

“Syukurlah.... kau baik-baik saja...! Syukurlah....!”

“Ahum, Chi-nee chan, jangan menangis!”

“Uwaaaahhh!”

Alas Ramus yang anehnya mulai bertingkah seperti seorang kakak


semenjak bertemu dengan Acies, kini sedang mengusap rambut Chiho.

Usai menangis selama beberapa saat, Chiho akhirnya menenang dan


mengamati semua orang.
Dia sangat terkejut ketika ia mendapati Gabriel yang sedang dibawa oleh
Ashiya, dan setelah melihat pria asing yang dibawa oleh Maou, dia
kembali menatap ke arah Emi.

“Yusa-san! Mungkinkah....!”

“Itu benar. Setelah dia bangun nanti, akan kuperkenalkan kau dengannya.”

Emi tersipu malu dan tersenyum tipis.

“Dia adalah ayahku.”

“Yusa-san!”

Chiho, begitu tersentuh, menurunkan Alas Ramus dan langsung melompat


ke arah Emi.

“Oh! Itu pasti pertemuan yang mengharukan.”

Kali ini, Amane membuka jendela kamar 202 dan melihat keluar dari sana.

“Selamat datang kembali Ashiya-kun, syukurlah kau baik-baik saja. Aku


sudah menyampaikan pesanmu dengan benar.”

“Terima kasih banyak.”

Seorang manusia yang tidak memakai armor jenderal, melainkan hanya


memakai sepasang T-shirt longgar dan celana usang merk UNIxLO...
Ashiya Shirou melihat ke arah Amane dengan sebuah senyum kecut.

“Amane-dono, apa terjadi sesuatu ketika kau berjaga di sini?”

Ketika Suzuno yang masih memakai jubah pendetanya menanyakan hal


tersebut, Amane menggerakkan dagunya sambil tersenyum kecut.
“Bibi Mi-chan pergi ke tempat kalian, seharusnya itu adalah hal yang
sangat tidak normal, kan?”

“Amane.”

Si pemilik kontrakan Shiba yang kembali bersama Maou dan yang lainnya
menyela ucapan keponakannya dengan nada yang tegas.

“Aku yakin kamar Maou-san dan Kamazuki-san pasti tidak cocok untuk
merawat ayah Yusa-san. Dan dengan keadaan seperti sekarang ini, dia
tidak bisa dibawa ke rumah sakit ataupun naik taksi untuk pulang ke rumah
Yusa-san, jadi izinkan aku membuka pintu kamar 101 terlebih dahulu.
Yusa-san, tolong pindahkan ayahmu ke sana, jangan khawatir, kamar itu
sudah dibersihkan kok.”

“Ah, ba-baik, terima kasih atas bantuannya.”

Emi, dengan Chiho yang masih memeluknya, berterima kasih kepada


Shiba atas kebaikannya.

“Ashiya-san, maafkan aku, tapi bisakah aku merepotkanmu untuk


membawa pria tampan itu ke rumahku? Aku akan mengambil kunci kamar
101 sekarang, tolong ikutlah denganku.”

“Ba-baik....”

Jangankan Ashiya, bahkan ekspresi Maou juga menjadi kaku karena kata-
kata Shiba.

Setelah ini, tragedi macam apa ya yang akan menanti Gabriel? Dan meski
Ashiya akhirnya kembali ke Jepang, akankah dia bisa kembali setelah
memasuki rumah Shiba? Pemikiran gelisah semacam itu kini memenuhi
pikiran mereka berdua.
“Uh, erhm, pokoknya ayo kita kembali ke kamar dulu, barang bawaan kita
akan dikirim nanti, sekarang ini sangat-sangat melelahkan. Aku ingin
beristirahat dulu.”

Maou melihat keadaan Chiho dan yang lainnya, dia mengatur kembali
pegangannya pada Nord dan mengatakan hal tersebut.

“Kau bilang... barang bawaan?”

Tanya Chiho yang masih memeluk Emi, Suzuno menjawabnya dengan


sebuah senyum kecut,

“Huft~ banyak hal yang terjadi. Kami menyebabkan banyak masalah


untuk Emerada-dono.... benar juga...”

Kali ini, Suzuno nampak menyadari sesuatu, dan mendongak ke arah


Amane.

“Ngomong-ngomong, Amane-dono, di mana Lucifer?”

Pertanyaan ini membuat Amane mengalihkan pandangannya dari Suzuno


merasa malu karena alasan yang tak diketahui.

“Uh, erhm, Urushihara-kun.... beberapa hal terjadi, dan dia sekarang ada
di rumah sakit.”

“Eh? Dia masih belum pulang?”

Orang yang bereaksi paling cepat terhadap kata-kata mengejutkan Amane


tidak lain adalah Chiho.

Karena Chiho yang selama ini berada di Jepang berkata demikian, berarti
Urushihara memang masuk rumah sakit.

“Huuuh... kupikir di sini tidak akan terjadi apa-apa.”


Meski Maou menjadi sedikit suram karena kalimat tersebut...

“Tapi akhirnya kita berhasil melewati satu rintangan.”

Setelah mengatakan hal itu, Maou menoleh ke arah Chiho yang masih
memeluk Emi dan menangis, kemudian dengan sebuah senyum lebar, dia
mengatakan,

“Aku pulang, Chi-chan.”

Chiho, dengan senyum yang tak kalah dari Maou....

“Maou-san, Yusa-san, Alas Ramus-chan, Ashiya-san, Suzuno-san, Acies-


chan....”

Jawabnya dengan energik,

“Selamat datang kembali~”


Final Chapter

Tidur Nord Justina ternyata lebih lelap dibanding apa yang Emi pertama
kira.

Sudah lebih dari seminggu semenjak Nord dan Ashiya diculik dari Villa
Rosa Sasazuka oleh Gabriel.

Tubuhnya sangat lemah, dan bahkan tidur dua hari penuh setelah kembali
dari Ente Isla, dia masih belum bangun.

Meski dia tahu bahwa Nord sebelumnya tinggal di Jepang, Emi tidak tahu
di mana dia tinggal, dan tidak hanya alamat rumahnya, Emi juga tidak tahu
registrasi rumah tangga ataupun asuransi Nord, jadi dia tidak bisa
menemui dokter.

Walau mereka memiliki Acies....

"Alamat? Hm~ Mikata?"

Setelah mendapat jawaban dengan area pencarian seluas itu, semua orang
langsung menyerah menyelidikinya.

Menurut diagnosa Suzuno, Nord tidak akan berada dalam bahaya asalkan
dia bangun dalam tiga hari, jadi Maou dan yang lainnya membiarkan dia
beristirahat di kamar 101 Villa Rosa Sasazuka yang Shiba bukakan untuk
mereka.

Setelah kembali ke Jepang, Emi hanya kembali ke apartemennya di Eifuku


sekali, dan setelah mengemas sebuah futon untuk ayahnya beristirahat di
kamar 101 Villa Rosa Sasazuka serta beberapa kebutuhan sehari-hari, dia
terus berada di samping sang ayah untuk merawatnya.

Berbicara soal merawat, kondisi Urushihara juga sama


mengkhawatirkannya.

Meski Amane entah kenapa sangat kekeuh dan tidak mau


membicarakannya, dari apa yang bisa disimpulkan dari kata-kata Chiho,
sangat mudah menebak kalau Urushihara berakhir di rumah sakit karena
ada hubungannya pemilik kontrakan Shiba.

Masalahnya adalah, sampai sekarang, mereka tidak memberitahu tentang


lokasi rumah sakit tempat Urushihara dirawat.

Ashiya yang lebih khawatir dengan tagihan perawatan daripada kondisi


fisik Urushihara, langsung memucat begitu ia kembali, tapi mengabaikan
poin tersebut, Maou dan yang lainnya masih harus mengungkap semakin
bertambahnya misteri yang dihasilkan dari perjalanan ke Ente Isla ini
dengan bantuan Shiba.

Ngomong-ngomong, Gabriel yang berhenti bernapas akibat kekerasan


yang dilakukan Maou secara tak sengaja, meski dia berhasil bertahan,
menurut penjelasan Shiba, nyawanya berada dalam keadaan yang lebih
berbahaya dibandingkan dengan Nord, karena itulah dia dirawat di rumah
Shiba.

Meski Maou ingin secepatnya mengungkap misteri dunia, ketika ia


memikirkan ritual-ritual mengerikan yang nantinya akan Shiba lakukan di
rumahnya yang terletak di sebelah apartemen, dia langsung merasa
merinding.
Selain itu, Ashiya, sebagai satu-satunya orang yang pernah memasuki
rumah Shiba, seakan memastikan perasaan tidak enak Maou, dia dengan
tegas tidak mau bicara mengenai interior rumah Shiba, dan perasaan tidak
enak yang dimiliki Raja Iblis ini pun menjadi semakin dalam.

"Raja Iblis, bisa kita bicara?"

Saat Maou sedang merinding akibat teror misterius yang ia bayangkan


sendiri, Suzuno menekan bel pintu Kastil Raja Iblis dan masuk ke dalam.
Tentu saja, dia sudah berganti kembali memakai baju kimononya yang
biasa.

Suzuno yang sebelumnya sudah membuat pengaruh besar di luar dan di


dalam Gereja, alasan kenapa dia bisa kembali ke Jepang adalah berkat
Emerada, Alberto dan Lumark.

Tindakan pengkhianatan yang dilakukan Olba, dan hubungan antara


kesatria kerajaan Saint Aire dengan Gereja, sebenarnya adalah sebuah
kekacauan besar yang cukup untuk mengurangi otoritas Gereja secara
signifikan.

Namun, orang yang mengungkap semua ini adalah Crestia Bell, atau bisa
disebut, Dewan Pembenaran Ajaran yang juga merupakan bagian dari
Gereja, jadi kebanyakan orang percaya kalau ini adalah tindakan
pembersihan yang dilakukan oleh Gereja sendiri.

Meskipun Gereja bisa menghindari kehancuran fatal karena hal itu, di sisi
lain, hancur atau tidaknya pihak Gereja, kini malah berada di tangan
Crestia Bell.
Bagaimanapun juga, Crestia Bell mengerti betul sisi gelap Gereja, dan dia
sudah membangun ikatan yang kuat dengan Kekaisaran Suci Saint Aire
tanpa mengandalkan uang, melainkan dengan keadilan dan jiwa
religiusnya.

Di antara para kesatria Hakin yang kembali bergabung dengan Aliansi


Kesatria Lima Benua, beberapa dari mereka bahkan ada mengelompokkan
nama Bell dengan Emerada Etuva dan Alberto Ende sebagai rekan sang
Pahlawan. Jadi jika ada tindakan yang sekiranya menghalangi kebebasan
Bell saat ini, siapa yang tahu konsekuensi mengerikan apa yang akan
menimpa Gereja.

Suzuno masih menempatkan perlindungan kepercayaan masyarakat


melalui Gereja sebagai prioritas utamanya, jadi dia tidak berencana
melakukan sesuatu yang buruk terhadap pengorganisasian Gereja.

Tapi ketika Suzuno menghentikan pengadilan Emerada, dia sudah


mengungkapkan hal itu pada Uskup Agung Servantes, dia juga sudah tidak
berencana lagi mencari-cari petinggi yang menyalahgunakan keadilan dan
kepercayaan.

Menurut Emerada, setelah pemimpin Uskup Agung Robertio mendengar


hal itu dari Servantes, dia langsung beristirahat di ranjangnya, merasa lelah
secara fisik maupun mental.

Intinya, tidaklah aneh menyebut Crestia Bell alias sebagai Kamazuki


Suzuno sebagai Penyelidik terkuat di Ente Isla saat ini.

Sebagai seseorang yang telah memperdaya Olba dan membantu Emilia


menyelamatkan dunia, kebebasannya di Ente Isla kini lebih aman
dibandingkan siapapun juga.
"Aku sudah memberitahu Chiho-dono kapan pembicaraan dengan Shiba-
dono akan dilakukan, dan dia menjawab lewat pesan kalau dia akan ikut."

"Hm? Sepertinya aku juga menerima pesan itu?"

Maou mengeluarkan HPnya, merasa sedikit bingung, dan membuka pesan


yang Chiho kirim.

"Aku tahu. Karena itu adalah pesan yang dikirim ke banyak orang. Ada
juga sesuatu yang ingin kutanyakan padamu, tidakkah kau merasa sikap
Chiho-dono belakangan ini sedikit aneh?"

"Hm?"

Chiho memang menangis ketika Maou dan yang lainnya kembali ke


Jepang, tapi dari sudut pandang Maou, dia tidak berpikir ada perubahan
yang signifikan.

"Emoticon yang dia gunakan rasanya lebih sedikit dari biasanya... tapi itu
mungkin bukan sesuatu yang harus kita khawatirkan."

Maou menjawab demikian, dan HP yang dia keluarkan, masihlah HP yang


sama yang rusak parah ketika berada di Cloud Detached Palace.

"... Sebaiknya kau menyerah, dan ganti model saja. Mengecas HP dengan
keadaan seperti itu jelas sangat berbahaya."

"Aku juga ingin ganti, tapi aku tidak punya uang, dan orang yang bisa
kumintai uang, sekarang berada dalam kondisi seperti itu."

Mengucapkan hal tersebut, Maou menunjuk ke arah tatakan tatami.


"Ah, aku paham."

Mengerti makna dibalik gestur itu, Suzuno mengangguk dengan ekspresi


rumit di wajahnya.

"Tapi selain pesan, aku juga mencemaskan hal lain."

"Hm?"

"Di hari saat kita kembali... meski hanya sebentar, Chiho-dono terlihat
sedih dan ketakutan."

"Benarkah?"

Chiho pada waktu itu, hanya nampak bahagia atas kepulangan Maou dan
yang lainnya.

"Karena aku tidak punya bukti, makanya aku bertanya padamu. Kukira
Chiho-dono membicarakan sesuatu denganmu, atau kau sudah
mengatakan sesuatu yang bodoh tanpa memikirkan perasaannya."

"..... Hey!!"

"Entah setuju atau tidak, sekaranglah saatnya kau memberi dia jawaban."

"Dari kemarin, kau mulai meributkan masalah ini terus...."

Bukan hanya imajinasinya, Suzuno kini benar-benar berbeda dari


sebelumnya dan mulai ikut campur dengan hubungan Maou dan Chiho.
Meski Maou tidak tahu ke arah mana Suzuno ingin situasi ini berkembang,
ditanyai hal tersebut di depan Ashiya, Maou merasa sangat malu.

"Huuuh, anggap saja tadi itu lelucon."

"Itu sama sekali terdengar seperti lelucon!"

"Emilia memintaku membeli beberapa barang yang dibutuhkan untuk


merawat Nord-dono, tapi membawa barang sebanyak itu sendirian akan
sangat susah. Maukah kau pergi denganku?"

"Eh? Kenapa kau memintaku?"

Maou tanpa sadar menggunakan suara yang terdengar seolah dia


menganggap itu adalah hal yang merepotkan.

"Tak perlu juga kan kau sebegitu tidak sukanya?"

Suzuno entah kenapa menunjukkan ekspresi sedih, tapi Maou langsung


menggelengkan kepalanya dengan panik,

"Uh, bukan begitu, karena kudengar itu ada hubungannya dengan Emilia,
makanya aku mengatakan itu secara refleks."

"Bukankah kau bilang ingin membeli hadiah ucapan terima kasih untuk
teman-temanmu yang sudah bertukar shift denganmu? Aku hanya merasa
kita bisa menggunakan kesempatan ini dan pergi bersama. Tak perlu juga
menolak sampai sebegitunya."

"Bell, apa yang kau katakan?"


"Hm?"

Suzuno menunjukkan ekspresi rumit, nampaknya dia benar-benar bingung


dengan pertanyaan Ashiya.

"Sampai sekarang kau tidak pernah aktif ikut ambil bagian dalam kegiatan
Maou-sama, kan? Wajar saja Maou-sama merasa bingung."

"Hm.... Be-benarkah...? Hm?"

Menghadapi pernyataan Ashiya, Suzuno mengambil satu langkah ke


belakang merasa kalah, tapi kali ini, karena dia mendengar seseorang
membuka pintu masuk lorong, dia langsung mengarahkan perhatiannya ke
sana.

Maou dan Ashiya juga menoleh ke arah yang sama mengikuti pandangan
Suzuno, mereka pun menemukan seseorang yang terlihat di pintu masuk
utama lorong apartemen.

"Ah...."

Suzuki Rika yang menyadari keberadaan Maou, Suzuno dan Ashiya,


membungkukkan tubuhnya memberi salam dengan sebuah ekspresi rumit.

Suara bel pintu kamar 101 membuat Emi tersadar.

Dengan panik mengusap matanya, dia mendapati dirinya jatuh tertidur


selagi sedang duduk.

Karena dia terus merawat ayahnya seharian penuh tanpa tertidur,


kelelahannya kini sudah mencapai puncaknya.
Emi bingung dengan tubuhnya yang mampu terus bertarung selama lebih
dari 10 jam, tapi sangat kelelahan setelah hanya terjaga lebih dari 24 jam.

Berdasarkan waktu saat ini, sepertinya dia sudah tertidur selama 30 menit.

Kali ini, bel pintu kembali berbunyi.

Dari waktunya, itu mungkin Suzuno yang dia minta pergi keluar untuk
membeli sesuatu.

"Ah, Bell, maaf, akan kubuka pintunya sekarang!"

Emi merapikan rambut yang menutupi wajahnya....

"Terima kasih, pasti berat membawa barang-barang......"

Membuka pintu beranda, Emi menahan napasnya ketika melihat orang


yang berdiri di sana.

"Hai, lama tak jumpa."

Teman Emi di Jepang yang sudah tidak dia temui selama sebulan,
mengucapkan hal tersebut dengan santai dan menyerahkan beberapa
kantong plastik kepadanya.

"Rika...."

Emi yang merasa kebingungan, ragu apakah harus menerima kantong itu
atau tidak....

"Cepat, ini berat."


Dia pun didesak dengan begitu normal.

"Ah, ma-maaf..."

Emi dengan panik menerima kantong tersebut...

"Er-erhm, Rika, ngomong-ngomong...."

Emi yang tidak memeriksa isi kantong tadi dan membawanya dengan
sebuah ekspresi aneh, nampak ingin membicarakan sesuatu ketika di
tengah jalan ia berhenti dengan mulut terbuka, tapi orang yang
menghentikannya bukanlah siapa-siapa melainkan Rika.

"Suzuno memintaku membeli barang-barang ini setelah menjelaskan


situasinya padaku. Semuanya sekitar 3000 yen. Akan kuberikan tanda
terimanya nanti."

"Ye-yeah... Erhm, Rika...."

"Tunggu dulu, ada sesuatu yang ingin kuberitahu padamu. Berita baik atau
berita buruk, mana yang ingin lebih dulu kau dengar? Dari dulu aku selalu
ingin bilang begitu."

Pembawaan Rika sama sekali tidak berubah.

Emi yang tidak tahu bagaimana harus merespon...

"Uh... kalau begitu, ayo kita mulai dengan berita buruk...."

...hanya bisa menjawab seperti yang ada di film Hollywood tua.


"Baiklah. Sayang sekali, kau dipecat. Meski para pimpinan berusaha
membelamu, dan meski aku dan Maki juga sudah mengisi shift-mu
sebanyak mungkin... kami tetap tidak bisa mentolerir situasi di mana
seorang karyawan mangkir selama sebulan tanpa kabar sama sekali."

"Be-begitu ya... sudah kuduga."

Meski dia sudah mencoba berpura-pura tenang, kabar buruk ini tetap
memberikan syok yang lebih besar dari apa yang Emi bayangkan.

Bagaimanapun, itu adalah tempatnya bekerja untuk waktu yang sangat


lama setelah terdampar ke Jepang.

Dia memang tidak bisa mengungkapkan kebenaran tentang dirinya, tapi


fakta bahwa dia tak dapat kembali ke organisasi yang sangat dia sayangi
di Jepang, merupakan sebuah beban berat di hatinya.

Anehnya, Emi bahkan menganggap syok ini jauh lebih berat dibandingkan
saat motivasinya menjadi Pahlawan hancur.

Tapi ini adalah akibat dari semua kebohongan dan tindakan sembrononya
yang sudah menumpuk.

"Lalu masih ada berita baiknya.... apa kau tidak ingin meletakkan barang-
barang itu lebih dulu?"

"Eh, ah, ye-yeah... baiklah."

Emi meletakkan barang-barangnya di lantai, dan kembali menatap Rika.


Teman Jepang-nya yang satu ini memasang sebuah senyum seolah sedang
melakukan perbuatan jail, dan menatap mata Emi.

"Aku akan membiarkanmu memutuskan bagaimana aku harus


memanggilmu mulai dari sekarang, Emilia Justina-san."

"Ugh..."

Hati Emi terasa sesak.

"Ri-Rika, aku...."

Sudut matanya terasa panas, bibirnya gemetar.

Tapi Emi tidak bisa menangis. Jika dia menangis di depan Rika.. teman
baiknya selama di Jepang yang terus dia bohongi, rasanya itu terlalu licik.

Namun, Rika tidak melewatkan perubahan ekspresi Emi.

"Hey, rasanya terlalu licik kalau kau yang menangis, karena dirimu lah
aku menemui hal-hal yang sangat menakutkan, akulah yang seharusnya
menangis di sini. Sebelumnya aku sudah menangis sih. Itu benar-benar
menakutkan."

".... Yeah."

"Tapi apa yang benar-benar kuingin kau untuk minta maaf hanyalah hal
itu."

"....Eh?"
"Uh, aku benar-benar terkejut, kau tahu? Bukan hanya di luar negeri,
kampung halamanmu ternyata ada di dunia lain, kan? Dan kau bahkan
merupakan seorang Pahlawan dengan kekuatan super. Kau juga punya
nama yang berlebihan, seperti Emilia Justina."

"Kekuatan super...."

"Jika aku adalah seorang pria yang akan menikahimu, aku mungkin akan
menghadapi banyak masalah... untungnya aku perempuan, dan aku adalah
temanmu."

Walau Emi yang kehilangan ketenangannya tidak menyadari hal ini,


logika Rika barusan memang sangat cocok untuk hubungannya dengan
Rika.

Rika adalah seorang gadis, dia menyukai pria.

Rika menatap ke arah langit-langit dengan sebuah tatapan sedih, Emi tidak
sadar kalau Rika sedang menatap tangga menuju kamar 201.

"A-apa maksudmu...?"

"... Ah, oiya, meski sekarang aku tinggal di Takadanobaba, aku pernah
bilang kalau kampung halamanku itu ada di Kobe, kan?"

"... Yeah."

"Apa aku pernah memberitahumu kalau aku pernah dipilih menjadi salah
satu perenang nasional ketika masih SMP?"

"E-eh? Na-nasional? Aku tidak pernah mendengarnya."


"Meski pada akhirnya aku tidak terpilih sih. Teman-temanku di SMP
memanggilku Rika-chin. Aku selalu merasa kalau nama itu bukanlah
nama panggilan yang cocok untuk seorang gadis."

Usai mengucapkan hal tersebut dengan sebuah senyum, Rika memegang


tangan Emi yang membeku di tempatnya dengan hangat.

"Benar kan? Jika kita tidak mengaku satu sama lain seperti ini, kita tidak
akan punya banyak kesempatan untuk mengetahui masa lalu seorang
teman, situasinya, dan hanya punya sedikit pengalaman."

".... Rika."

"Bagiku, hal paling penting adalah memiliki seseorang yang bisa diajak
mengobrol santai membicarakan hal-hal bodoh, atau minum teh seusai
bekerja.... mungkin yang ini akan sedikit sulit setelah kau dipecat...
Pokoknya, seperti itulah menjadi temanku. Selain itu, bisa disebut
tambahan."

".... Yeah."

"Karena itulah, aku tidak akan mengatakan sesuatu seperti, 'Sebelum


besok, tulislah semua pengalaman hidupmu di buku catatan dan serahkan
padaku!', jika kau punya keinginan seperti itu ke depannya, kau bisa
mencari kesempatan lain untuk memberitahuku dengan santai."

"O....ke..."

"Hey! Jangan menangis! Hanya ini saja yang tidak akan kuterima."

"O...ke..!"
"Ah~ yang benar saja. Ayahmu belum bangun, kan? Simpan air matamu
ketika kau bertemu lagi dengannya. Ah, ini gawat. Jika dia melihat
anaknya yang sudah tidak dia temui selama bertahun-tahun memasang
ekspresi seperti ini, khayalannya pasti akan hancur. Meski aku sudah
merasakan perasaan ini ketika mendengar bahwa Maou-san adalah Raja
Iblis, tapi ketika aku tahu bahwa kau juga Pahlawan, aku langsung merasa
curiga."

Rika memeluk erat Emi yang punggungnya gemetar tak terkendali.

"Pasti sangat berat untukmu. Aku harap ayahmu segera pulih."

"Yeah!"

"Hey, aku memang sudah menyerah memintamu untuk tidak menangis,


tapi sebaiknya kau tidak mengeluarkan ingus ya, atau aku akan sangat
marah."

Rika terus memeluk Emi yang membenamkan wajahnya ke bahu Rika


dengan sebuah senyum kecut.

"Lalu, bagaimana sebaiknya aku memanggilmu? Apa aku harus


memanggilmu Emi seperti sebelumnya? Ataukah Emilia seperti
bagaimana Suzuno memanggilmu?"

".... Dipanggil Emilia.... uu..... oleh Rika, rasanya sedikit aneh...."

Setelah mendengar Emi mengatakan hal itu dengan pelan, sebuah ekspresi
jail muncul di wajah Rika.
Rika menepuk punggung Emi dengan hangat, lalu ia melepas pelukannya
dan tersenyum ke arah Emi.

"Kalau begitu sudah diputuskan. Aku akan memanggilmu Emilia mulai


dari sekarang."

"E-ehh??"

"Emilia, Emilia, itu terdengar keren. Mohon bantuannya, Emilia."

"Ri-Rika, tunggu..."

"Emilia bisa memanggilku Rika-chin juga, okay?"

"Bu-bukan itu masalahnya! Ri-Rika, tolong, seperti sebelumnya saja...."

"Jika kau menunjukkan ekspresi seperti itu, itu malah hanya akan
membuat orang lain semakin ingin membullymu. Hey, Emi, ah tidak,
Emilia, sebenarnya apa yang kau lakukan satu bulan ini di Ente Isla? Aku
juga ingin lebih tahu soal Emi, ah Emilia."

"Kau sama sekali tidak terbiasa memanggilku seperti itu!"

Padahal Rika sudah bertekad akan menggunakan nama Emilia untuk


memanggil Emi, Emi perlahan menganggapnya lucu dan mulai tertawa
sembari menangis.

"Tapi Emilia, kau bekerja untuk menyokong kehidupanmu, kan? Jika kau
tidak secepatnya menemukan pekerjaan baru, kau tidak akan bisa terus
merawat ayahmu, kan? Dan si Alas Ramus-chan itu, dia juga akan terus
kau rawat, kan?"
"Ah, ye-yeah.... soal itu..."

Kalau dipikir-pikir, kehilangan pekerjaan dengan bayaran 1.700 yen


perjam, jelas merupakan pukulan telak bagi kehidupan Emi di Jepang.

Meski Emi masih punya sedikit tabungan, jika dia tidak segera
menemukan pekerjaan, bahkan sewa apartemennya di Eifuku pun akan
berada dalam bahaya.

Dengan situasi sekarang ini, bahkan jika ayahnya sudah pulih, mereka
takkan bisa langsung pulang ke kampung halaman mereka di Ente Isla.

Ditambah lagi, Maou sudah memintanya untuk membayar biaya


pendaftaran ujian mengemudi serta biaya perjalanan ke Ente Isla sebagai
ganti rugi, dan sebelumnya, biaya perjalanan yang Emerada sediakan
ketika dia kembali ke Ente Isla, Emi juga sudah setuju untuk
menggantinya.

Memang dia sendirilah yang menyebabkan semua ini, tapi situasi ini
benar-benar terlalu parah.

"Maou-san dan Chiho keduanya bilang kalau MgRonald sedang


kekurangan tenaga kerja karena layanan delivery, apa kau ingin
mempertimbangkan melamar kerja di sana? Dan mumpung situasinya pas,
kau mungkin juga bisa pindah ke apartemen ini. Bukankah biaya sewa di
sini sangat murah? Kau juga dikelilingi oleh orang-orang yang paham
situasimu, jadi pasti akan lebih mudah tinggal di sini."

Saran Rika memang sangat sesuai dengan realita saat ini, tapi
mempertimbangkan semua yang telah terjadi hingga hari ini, Emi tetap
merasa enggan dengan saran tersebut.
"Ugh... Aku perlu memikirkan kemungkinan itu lebih dari sebelumnya,
aku akan menganggap dua cara itu sebagai pilihan terakhir...."

"Huuh, apa yang akan kau lakukan nanti adalah pilihan Emilia sendiri, jadi
jangan paksakan dirimu, okay?"

"Ye-yeah... tidak, Rika, anggap ini sebagai permintaan, jangan panggil aku
Emilia lagi!"

Karena dia sangat malu ketika Rika memanggilnya demikian, dan karena
Rika jelas memaksakan dirinya, Emi benar-benar berharap Rika akan
kembali ke cara memanggilnya yang dulu, dan kemudian,

"Emi.... lia...."

Sebuah rintihan pelan terdengar di dalam kamar.

Emi dan Rika melirik satu sama lain secara refleks.

"E-Emi, li-lihat!"

"Ye-yeah, ah Rika, masuklah dulu dan carilah tempat duduk..."

"Lupakan saja aku, cepat sana!"

Emi dan Rika yang bingung karena kejadian tiba-tiba ini, keduanya
langsung bergegas menuju ke samping Nord yang sedang berbaring, dan
menatap wajahnya.

Wajah Nord terlihat berkedut seperti sedang bermimpi, dan itu adalah
reaksi yang sama sekali tidak terlihat sejak kemarin.
"Ayah.... ayah?"

Emi menggunakan tisu basah yang Rika bawa untuk mengelap keringat di
dahi Nord.

"Emi, cepat, panggil dia lagi! Paman, Emilia tepat ada di sampingmu!
Cepat, bangun!"

Rika juga ikut memanggilnya dengan suara yang tidak akan menyebabkan
keributan.

Dan kemudian...

"Uh..."

""!!!!""

Mulut Nord jelas-jelas mengeluarkan sebuah suara.

Suara yang mencapai telinga Emi itu terdengar sedikit lebih tinggi dari apa
yang ia ingat.

Meski begitu....

'Ayah.... apa kau bisa mendengarku?'

"Ah, ini dia! Itu bahasa dari dunia lain, kan?"

Emi memanggil-manggil ayahnya.


'Ayah... bangunlah, kumohon, ada banyak hal yang ingin kubicarakan
denganmu.'

"Meski aku tidak tahu apa yang kau katakan, tapi paman seharusnya juga
bisa bahasa Jepang, kan? Emilia ada di sini sekarang, cepat bangun!"

"Uh.... Ugh...."

'Ayah, aku bisa tinggal denganmu lagi. Ayah ternyata tidak bohong, dulu
kau bilang kalau kita pasti bisa tinggal bersama lagi suatu hari nanti, kan?
Hari itu akhirnya datang. Ayah, aku....'

'Emi...lia...?'

'Aku.... pulang....!!'

Meskipun redup, Emi dan Rika jelas-jelas melihat seberkas cahaya di mata
Nord saat dia sedang berbaring, Nord pun menggunakan suara seraknya
untuk memanggil Emilia.

"Dia.... membuka matanya, a-aku akan memberitahu Maou-san dan yang


lainnya, h-hey! Suzuno! Maou-san, Ashiya-san!"

Mungkin karena merasa terganggu oleh Rika yang tiba-tiba berlari dengan
panik, Nord sedikit mengernyit, tapi melakukan hal demikian justru
merangsang kesadarannya yang masih kabur.

Suaranya terdengar serak, Nord kini berusaha mendorong dirinya bangun


dengan menggunakan kedua tangannya.
Emi dengan cepat mengulurkan tangannya ke arah punggung dan lengan
ayahnya untuk membantu.

Sang ayah yang kini sedikit lebih tua dari apa yang Emi ingat, dan sang
anak yang terlihat lebih dewasa dari apa yang Nord ingat, menatap satu
sama lain selama beberapa saat.

Pada akhirnya, Nord tersenyum, lantas berbicara dengan suara serak.

'Ahh.. Emilia... Apa aku.... bermimpi?'

'Tidak.... ini... bukan mimpi.'

Apa sebelumnya Emi memang sangat mudah menangis?

Emi membiarkan air matanya terjatuh....

'Ayah.... ayah.... uu!!'

Dan memeluk ayahnya seperti saat dia masih kecil dulu.

Air mata di masa lalu itu adalah air mata perpisahan dan keputusasaan.

Namun, air mata yang ada di wajah Emilia sekarang, nampak berkilau
hangat di bawah sinar matahari Jepang yang bersinar masuk melewati
jendela, dan memancarkan cahaya harapan.
Continuing Chapter

Simbol ibukota kerajaan Afashan, Azure Sky Canopy... kabar


kehancurannya seketika menyebar ke seluruh Ente Isla.

Seluruh dunia mulai menyadari peristiwa yang terjadi di Afashan, dan


perselisihan yang menimpa bagian timur benua pun menjadi semakin
sengit.

Tugas darurat juga sudah ditetapkan kepada para Kesatria Hakin ke


seluruh benua untuk memadamkan kekacauan situasi politik dan
kegelisahan rakyat ibukota kerajaan.

Semua ini terutama adalah tanggung jawab orang-orang yang membentuk


Fangan Milita. Para tentara Milita kini memiliki moral yang tinggi setelah
mendengar kata-kata Unifying Azure Emperor yang sebelumnya tidak
pernah bisa mereka temui.

Namun, di situasi sekarang ini di mana seluruh Malebranche telah


menghilang, suara-suara kegelisahan dan kekhawatiran mengenai masa
depan pun terdengar di berbagai daratan.

Itu adalah suara-suara mereka yang khawatir kalau mereka akan ditahan
saat rapat Aliansi Kesatria Lima Benua karena melakukan dosa seperti
menyatakan perang terhadap dunia.

Itu adalah suara-suara mereka yang khawatir jikalau, karena Milita


terbentuk setelah Azure Sky Canopy ditaklukan, bukankah itu artinya di
antara kesatria Hakin Milita, ada orang yang memiliki kemampuan untuk
melakukan pemberontakan terhadap ibukota kerajaan?
Itu adalah suara-suara dalam kegelapan yang membicarakan usia Unifying
Azure Emperor, dan kemunduran kemampuannya dalam memerintah.

Azure Sky Canopy yang dipuja-puja sebagai Sky Dome, ketika itu
menunjukkan keadaannya yang menyedihkan selama proses
pembangunan, semua suara itu terdengar oleh telinga tua milik Unifying
Azure Emperor.

Namun, meski sang kaisar terus terkikis usia, mata yang tersembunyi di
balik kelopak matanya yang keriput, sama sekali tidak kehilangan
ambisinya dan mengkilat bagaikan binatang buas yang lapar.

"Orang itu.... adalah seorang ahli strategi sejati... seorang pemimpin yang
benar-benar berbakat..."

Unifying Azure Emperor, Fu Junyan memperlihatkan senyum yang


menunjukkan gigi-giginya yang sudah menguning.

"Aku harus membangun.... negara yang hebat.... negara yang mencakup


keempat lautan dan kelima daratan."

Orang itu telah sampai di panggung yang sama dengannya.

Kalau begitu, dia harus terus menari selama dia masih hidup, dan
menyerahkan hasilnya pada masa depan.

"Jika aku bisa mempertahankan keagungan Afashan-ku di dunia....."

Kilau tekad dan ambisi itu adalah milik seseorang yang melihat jauh ke
masa depan.
"Membuat seseorang yang bukan manusia mewarisi kekuasaanku juga
merupakan suatu kesenangan."

~Selesai~
Catatan Pengarang

Di suatu pagi yang entah kenapa kau merasa suram, kau tiba-tiba berharap
sekolahmu dihantam oleh meteor, atau perusahaanmu meledak dan
hancur.... mungkin hanya sedikit orang yang tidak pernah mengalami hal
ini sebelumnya, ya kan?

Tanpa mempertimbangkan alasan kenapa seseorang membenci kegiatan


sehari-hari seperti ujian atau hubungan antar manusia, bahkan jika tak
terjadi sesuatu yang buruk pun, pasti sesekali akan ada perasaan frustasi
atau kejengkelan terhadap rutinitas sehari-hari, yang mana disebabkan
kesadaran seseorang akan perbedaan antara impian dan kenyataan. Setiap
kali hal itu terjadi, seseorang pasti akan jadi sedikit negatif, dan dengan
perasaan yang begitu murni...

"Ah, aku harap ada meteor yang menabrak bumi."

Keinginan seperti itu akan tercipta.

Karena seseorang yang memikirkan hal tersebut sebenarnya tidak


sungguh-sungguh ingin dunia hancur, keinginan semacam itu pasti akan
segera menghilang selama beban yang mereka pikul disingkirkan atau
ketika mereka berlibur ke Hawaii.

Namun sayangnya, manusia tidak akan bisa melakukan hal semacam itu,
tak peduli seberapa berat atau seberapa sulitnya, atau seberapa besar
keinginan mereka untuk lari, pasti ada beberapa hal yang sulit untuk
ditinggalkan.

Bagaimanapun, waktu akan berlalu begitu saja, dan entah baik maupun
buruk, banyak hal yang akan menjadi debu. Tapi Wagahara yakin, jika
seseorang tidak ingin lari ataupun menyerah, paling tidak sesuatu pasti
bisa berakhir dengan baik.

Orang yang mampu melewati semua rintangan tanpa ragu atau bimbang,
dan dengan berani berjalan di jalan yang sudah mereka putuskan, saat ini
sangatlah langka. Bahkan jika orang seperti itu bisa ditemukan di manapun,
dunia ini tidak akan diciptakan, benar?

Tokoh-tokoh yang muncul di cerita ini, terkadang melangkah maju,


terkadang ragu-ragu dan bimbang, dan terkadang juga menemui rintangan
yang membuat mereka ingin menyerah di jalan yang mereka pilih, namun
orang-orang itu terus berjuang, mereka menghadapi persimpangan besar
di jalan yang mereka pilih dan membulatkan tekad untuk memilih salah
satu arah.

Di volume sebelumnya sudah disebutkan kalau Hataraku Maou-Sama


akan memasuki fase baru.

Jujur saja, cerita ini hanya kebetulan memasuki titik persimpangannya di


volume ke-10, satu bagian yang bagus, tapi itu semua hanya kebetulan,
dan meski aku merasa sangat senang, aku harap bisa mengumpulkan
perasaanku dan melangkah menuju fase baru di volume 11.

Aku berharap bisa bertemu dengan kalian lagi di volume selanjutnya.

Sampai jumpa.
Credits

Anda mungkin juga menyukai