Anda di halaman 1dari 310

Prolog

Di malam ketika Maou, Suzuno dan Acies memulai perjalanan mereka ke Ente
Isla lewat 'Gate of Hell' di taman Ueno.

Sebuah ambulans menghancurkan keheningan malam, dan pergi bersama


Urushihara yang berada di dalamnya. Namun, Chiho tidak punya waktu untuk
mengkhawatirkannya dan hanya bisa menatap orang yang berdiri di
sampingnya dengan gugup.

Chiho pernah melihat orang itu sebelumnya di video.

Shiba Miki... pemilik apartemen Villa Rosa Sasazuka yang begitu menakutkan
bagi Maou dan Ashiya.

Menghadapinya langsung seperti ini, tak bisa disangkal kalau dia adalah orang
yang memiliki hawa kehadiran yang kuat.

Tapi ketika dibandingkan dengan iblis atau malaikat, rasanya dia tidak
memiliki kekuatan yang mampu melebihi manusia. Dari sudut pandang Chiho,
Shiba hanya terlihat seperti wanita paruh baya biasa yang memakai pakaian
sedikit berlebihan.

Jika ada masalah dengan situasi saat ini, itu mungkin hanya dia yang tetap
berada di apartemen ini sendirian bersama Shiba yang baru pertama kali dia
temui.

Sampai beberapa saat yang lalu, Chiho masih menanyai mantan bosnya, yang
juga merupakan keponakan Shiba, Ooguro Amane, tentang kebenaran dunia.

Amane nampaknya memiliki pemahaman yang bagus mengenai identitas asli


Maou, iblis dari Ente Isla, sekaligus tentang Sephirah dan Pohon Kehidupan.
Setelah Maou dan Suzuno pergi menuju Ente Isla untuk menyelamatkan Emi,
Ashiya, dan Alas Ramus, Chiho mulai mencoba mendapatkan informasi dari
Amane menggantikan tempat mereka.

Tapi tak disangka Shiba datang berkunjung. Karena Urushihara yang


mengikuti keinginan Chiho dan menguping pembicaraan Amane tiba-tiba
pingsan, obrolan pun terhenti.

Amane mulai panik setelah Shiba muncul, Urushihara juga pingsan dan
terbaring tak sadarkan diri di Kastil Raja Iblis.

Pada akhirnya, Amane mengikuti perintah Shiba dan menghubungi suatu


tempat, sebuah ambulans muncul tak lama setelahnya membawa Amane dan
Urushihara pergi.

Begitulah, saat jam hampir menunjukkan pukul 2 pagi, Chiho ditinggalkan di


Villa Rosa Sasazuka bersama seorang wanita yang baru pertama kali dia temui.

"Si Amane itu...."

"Y-ya?"

Shiba tidak menatap Chiho yang sedang kebingungan dan langsung bertanya.

"...dari dulu dia memang selalu bertindak sembarangan, apa dia berbuat kasar
kepadamu?"

"Er-erhm... soal bertindak kasar... apa maksudmu...."

"Maksudku sebagai keturunan Sephirah, apa dia mengatakan sesuatu yang


aneh?"

"Ah...."

Chiho sama sekali tidak menyangka pertanyaan Shiba.


Dalam percakapan dengan Amane barusan, gambaran yang Chiho miliki
mengenai Shiba adalah,

'Pemilik apartemen ini, Shiba Miki adalah eksistensi yang juga terlahir dari
Sephirah.'

"Erhm, aku...."

Jika demikian, itu artinya wanita yang ada di hadapannya ini pasti lebih dekat
dengan kebenaran dunia yang ingin Chiho ketahui dibandingkan Amane.

Tepat ketika Chiho hendak berbicara dan bertanya kepada Shiba mengenai
kelanjutan apa yang dia dengar dari Amane...

"Sasaki Chiho-san."

Shiba memanggil namanya.

Itu bukanlah pertanyaan yang seharusnya Chiho tanyakan tanpa


memperkenalkan dirinya terlebih dahulu, atau ketika keduanya baru pertama
kali bertemu.

Chiho menelan kembali apa yang ingin dia tanyakan. Dia merasa jiwanya
seketika tunduk.

Ketika namanya dipanggil, seluruh kehendak Chiho serasa tunduk kepada


Shiba.

Rasanya seperti saat dia dimarahi usai melakukan sesuatu yang tidak
seharusnya dia lakukan saat masih kecil dulu. Mentalnya memerintahkan dia
demikian. Jiwanya tidak mengizinkan dia menentang eksistensi yang ada di
hadapannya.
"Izinkan aku memastikan sesuatu dulu. Meski kau tahu kebenarannya, kau
tidak akan bisa mengubah apapun. Bahkan setelah memahami hal itu, apa kau
masih ingin mengetahui semuanya?"

"Aku... aku...."

"Kau terlahir di dunia ini, kau tidak memiliki kekuatan khusus apapun, tapi kau
adalah manusia yang istimewa. Sepertinya kau sendiri pun bahkan tidak tahu
menandakan apa sihir suci yang tersimpan dalam tubuhmu. Setelah
mengetahui kebenarannya, hatimu mungkin tidak akan tahan dengan
ketidakberdayaanmu dan hancur. Meski begitu, apa kau masih ingin tahu?"

Chiho tidak tahu kenapa Shiba bertanya demikian.

Mustahil dia bisa mengetahuinya.

Tapi jika dia menyerah untuk memahami semuanya, dia takkan mengerti
makna dari apa yang Shiba katakan barusan.

"Aku...."

"Hm."

"Bahkan jika aku disiksa oleh rasa ketidakberdayaanku setelah mengetahui


semuanya, meski aku takut menyesalinya....."

Chiho memacu jiwanya. Dia tidak bisa mundur sekarang.

Dia tidak punya kekuatan untuk bertarung bersama mereka, dia tidak punya
kecerdasan untuk bertarung bersama mereka, dia bahkan tidak punya jiwa
untuk bertarung bersama mereka, hal-hal yang bisa Chiho lakukan sangatlah
terbatas.
Tapi menyempurnakan hal-hal yang sangat terbatas ini, adalah jalan yang
harus Chiho hadapi.

Jika dia memilih untuk lari karena tidak bisa melakukan apa-apa dan hanya
menonton semuanya dari pinggir, dia tidak akan bisa terus berada di samping
mereka.

"Aku tidak ingin menyerah memahami semua kebenaran. Karena jika aku
menyerah, rasanya semuanya akan berakhir."

"....."

"Setelah aku mengetahuinya, meski aku tidak bisa melakukan apa-apa...


setidaknya aku bisa menciptakan situasi di mana aku tahu hal ini. Aku...."

Dengan tubuh kecilnya, Chiho bertarung melawan keheningan malam dan


tekanan yang memaksa jiwanya untuk tunduk.

"Aku percaya bahwa seseorang yang menghargaiku pasti bisa menjadikan


'diriku yang tahu sesuatu ini' sebagai motivasi ataupun bidak, dan bertarung
agar bisa mengubah keadaan!"

Dalam sekejap, Chiho merasa kekuatan yang menahan hatinya menjadi sedikit
berkurang.

Kemudian, Shiba menatap Chiho dengan ekspresi kaget di wajahnya.

".... Mengagumkan..."

Shiba menggenggam rantai emas yang ada di tas tangannya dengan erat.

"Maafkan aku, mengatakan sesuatu yang sombong seperti itu... aku tidak
punya kekuatan, aku juga tidak mengatakan kata-kata tadi karena tujuan mulia
apapun. Itu hanya...."
Chiho menatap ke arah Villa Rosa Sasazuka, dan mengatakan,

"Aku hanya ingin terus berinteraksi dengan orang-orang yang kusukai. Aku
ada di sini karena hal itu."

"No, memiliki perasaan seperti itu dan punya niat bertarung demi mereka,
orang seperti itu sangatlah langka. Aku mulai mengerti kenapa 'wanita itu'
menyukaimu."

".... Eh?"

Tanpa sadar, kekuatan yang menahan hati Chiho kini telah menghilang, Shiba
mengulurkan tangannya ke arah Chiho.

"Kau bisa datang ke rumahku hari ini. Aku tidak bisa memintamu untuk pulang
sekarang. Aku juga tidak ingin masuk dan mengganggu suatu tempat yang
ditinggal penyewanya."

"Ba-baik..."

Saat ini, dia tidak bisa memasuki kamar 201 milik Maou dan yang lainnya,
sementara Amane yang berada di kamar 202 untuk membantu Suzuno
merawatnya, juga sudah pergi bersama ambulans barusan.

Chiho menerima usulan Shiba, dan setelahnya, dia mengikuti Shiba menuju
rumah bergaya barat yang berada di samping Villa Rosa Sasazuka.

Bangunan tersebut berukuran 3 kali ukuran rumah Chiho, dengan halaman


yang luas, rumah itu bisa dikategorikan sebagai rumah mewah di kota Tokyo.

Usai melewati halaman depan yang didekorasi mirip seperti yang ada di film-
film, Chiho pun sampai di sebuah ruang tamu yang didesain dengan elegan.
"Meski telat, aku juga punya sesuatu yang ingin kutanyakan padamu. Bisakah
kau menemaniku sebentar?"

Shiba mengundang Chiho untuk duduk di kursi yang di atasnya tersulam sutra.

Kemudian dia menyajikan secangkir teh hangat kepada Chiho yang terlihat
tidak bisa tenang.

Meski dia sangat gugup, setelah meminum seteguk teh hitam hangat tersebut,
Chiho akhirnya bisa menenangkan bahunya.

"Nah, kau mungkin sudah mendengar hal ini dari Amane. Dunia ini... Bumi,
dulu memiliki eksistensi yang dikenal sebagai Pohon Kehidupan, permata
yang terlahir dari Pohon itu, yaitu Sephirah, adalah yang membentuk dunia dan
menciptakan dasar-dasar manusia."

"Y-ya...."

Kali ini, Chiho ingat kalau dia meninggalkan buku catatan dan pulpennya di
kamar Suzuno.

"Jika kau mau, tak masalah jika kau ingin mencatatnya."

Shiba mengeluarkan sebuah buku catatan, pena bulu, dan sebuah wadah tinta
entah dari mana, lantas memberikannya kepada Chiho.

"Te-terima kasih."

Saat Chiho sedang bersusah payah menggunakan pena dan tinta yang belum
pernah dia gunakan, dan sebelum dia bisa mencatat, Shiba melemparkan
sebuah bom.

"Pada dasarnya, semua Sephirah harus tetap berada di dunia di mana mereka
dilahirkan."
Memahami makna dari kalimat tersebut, Chiho tanpa sadar menutupi tangan
kanannya, tapi tindakan kecil itu tidak lepas dari perhatian Shiba.

Shiba menatap cincin di tangan kanan Chiho yang di atasnya tertanam Yesod
Sephirah dan melanjutkan perkataannya,

"Baru-baru ini, Sephirah yang bukan milik Bumi datang berkunjung.


Keberadaan mereka memang sudah tidak terasa, tapi sepertinya mereka tidak
kembali ke tempat asal mereka."

Terkait Sephirah yang bukan milik Bumi....

"Sephirah adalah permata yang membangun dunia. Begitu permata itu hilang,
manusia di dunia itu perlahan pasti akan punah. Meski itu bukan sesuatu yang
terjadi dalam beberapa hari, Sephirah harus tetap dikembalikan ke dunia asal
mereka sesegera mungkin."

Dari apa yang Chiho ketahui, ada tiga Sephirah yang saat ini memiliki wujud
manusia.

Satunya adalah seorang anak laki-laki yang dibawa oleh iblis, Iron.

Satu lagi adalah gadis yang bersama dengan Maou, Acies Ara.

Terakhir, adalah anak Maou dan Emi, dan bagi Chiho, dia adalah gadis yang
takkan tergantikan.

Alas Ramus.
Chapter 1 : Raja Iblis Dan Pahlawan, Tidak Memiliki Pemikiran
Yang Sama

Tabungannya di bank telah mencapai titik terendah.

Alasannya sederhana, karena semua uangnya terpakai.

Lalu ke mana semua uang itu pergi? Pertama itu adalah untuk HP baru
seseorang. Meski yang dipilih adalah model HP yang murah, karena itu bukan
mengontrak sambungan yang baru, dan malah berganti model HP yang
berbeda, semuanya menghabiskan biaya yang lumayan meski yang dipilih
adalah model lawas.

Berikutnya adalah baju. Sebagian besar itu adalah pembelian beberapa setel
baju untuk seorang pria paruh baya yang belum pernah dia beli sebelumnya.
Usai membeli pakaian dalam dan sepatu, meski dia hanya memilih pilihan
yang masuk akal, hal itu tetap menghabiskan biaya yang besar.

Selanjutnya adalah 'pembayaran'. Dia sebenarnya cukup percaya diri dengan


tabungannya, tapi klaim uang tersebut benar-benar melebihi imajinasinya, dan
tak disangka bisa memberikan tekanan pada rencana masa depannya.

Usai menangani semua itu sekaligus, tabungannya pun mencapai titik terendah.

“Er-erhm, bukankah sebaiknya kau lebih berhati-hati dalam menghabiskan


uang?”

Ucap seorang pria paruh baya dengan gugup.

“Apa maksud ayah ingin aku terus berhutang budi pada pria itu? Dan terus
menahan penagihan hutang yang seperti iblis ini?”

“Bukan itu maksudku.”


Si pria memilih kata-katanya dengan hati-hati, dan berbicara seolah sedang
memberi gadis itu saran,

“Kau tidak punya cukup uang dalam rekeningmu sekarang, dan tanpa
pekerjaan, pemasukan bulan depan sampai seterusnya masih belum bisa
dijamin. Masih ada cara lain seperti menggunakan tabunganku ataupun
membayar dengan angsuran, kan?”

“Aku tidak suka meminjam uang.”

“Ugh, meski aku juga membencinya....”

“Pada dasarnya, jika aku tidak segera melunasi hutangku, siapa yang tahu
berapa besar bunga pinjamannya akan menumpuk.”

“Tapi....”

“Ditambah lagi, fokusku saat ini adalah membalas kebaikan yang kuterima dari
semuanya sendirian. Jika aku tidak bisa menyelesaikan masalah ini dengan
kekuatanku sendiri, aku takkan bisa membulatkan tekad dan melangkah maju.”

Tempat itu adalah ruang tamu luas dari sebuah apartemen kelas atas. Ada
sebuah meja dengan taplak yang imut di tengah-tengah ruangan, dan si anak
yang terlihat tegas, menatap ayahnya yang nampak kebingungan dari seberang
meja.

Sang ayah yang nampak kebingungan perlahan bangkit, dia pun membuka tirai
bergaya barat yang ada di dalam ruangan.

“Kalau begitu Emilia, bagaimana kalau begini.”

Sang ayah memanggil anaknya yang terlihat tegang dengan sebutan Emilia.
Sang ayah, dengan penampilannya yang memang sudah mengintimidasi,
menatap ke arah jalanan di luar jendela seolah sudah menyerah.
“Apa kau mau mempertimbangkan pindah ke apartemen yang disebut Villa
Rosa Sasazuka itu? Tanpa menghiraukan 'mereka', termasuk Bell-san dan
Sasaki-san, bukankah banyak temanmu yang tinggal di Sasazuka?”

“....”

Sang anak yang bernama Emilia, menghela napas dengan volume yang takkan
bisa didengar oleh ayahnya, dia mengalihkan pandangannya dari buku
tabungan yang selama ini dia lihat, menggelengkan kepalanya, dan
mengatakan,

“Bukankah sudah kukatakan sebelumnya? Aku tidak bisa langsung


meninggalkan tempat ini.”

Si anak berdiri dan duduk di sebelah ayahnya.

“Bagaimanapun, aku juga sayang dengan tempat dan daerah sini, asalkan aku
hidup dengan lebih hemat, gajiku bulan sebelumnya pasti akan masuk ke dalam
rekeningku, dan paling cepat aku bisa bertindak adalah setelah itu.”

“.... Begitu ya.”

“Berkat semuanya, aku saat ini tidak memiliki musuh yang harus kuhadapi.
Selama aku bisa mendapatkan pekerjaan, pasti akan ada cara untuk
menanganinya.”

Nada si anak tidak terdengar seolah dia sedang mendorong ataupun


memaksakan diri.

Namun, insting si ayah mengatakan kalau apa yang dia sebutkan tadi, belumlah
seluruh alasannya.

Apa anaknya memiliki alasan lain yang membuatnya tidak ingin meninggalkan
tempat ini?
Bagaimanapun, anak ini sudah melewati banyak cobaan dan kesengsaraan, dia
sekarang adalah orang dewasa yang bebas. Si ayah sama sekali tidak punya
keberanian ataupun hak untuk mengungkap alasan tersebut.

“Lupakan saja aku, bagaimana denganmu, ayah? Menyebutnya hidup yang


baru itu... rasanya sedikit aneh, tapi apa tinggal di Sasazuka masih lancar-
lancar saja buatmu?"

“Soal itu, Acies komplain kalau bintang yang bisa dia lihat saat malam jadi
berkurang.”

“Yah, bagaimanapun ini kan pusat kota.”

Si anak memberikan sebuah senyum kecut, lantas merendahkan suaranya dan


bertanya,

“Lalu? Apa kau menemukan petunjuk?”

Si ayah menjawab pertanyaan itu dengan suara berat.

“Tidak... tidak ada sedikitpun kemajuan. Saat ini, sama sekali tak ada
petunjuk.....”

“Begitu ya. Tapi hal ini setidaknya sudah pasti, kan?”

Si anak, Emilia Justina menoleh ke arah ayahnya Nord Justina dan mengatakan,

“Kalau ibu.... Lailah ada di bumi.”

“Sepertinya.... begitu.”

Suara Nord terdengar goyah karena merasa kurang percaya diri.

Melihat sisi tak percaya diri dari ayahnya, Emilia mengerutkan bibir,

“Maafkan aku, aku bukannya mengejek ayah. Hanya saja....”


“Bukan begitu, yah tapi mau bagaimana lagi.”

Emilia, Yusa Emi yang bukan lagi seorang Pahlawan, menatap jalanan Eifuku
dan mengatakan,

“Sampai saat ini, kita masih tidak yakin apa yang Lailah rencanakan, dan untuk
tujuan apa dia bertindak, ini benar-benar menjengkelkan.”

XxxxX

Dalam satu bulan ini, lingkungan di sekitar Emi berubah pesat.

Emi yang kembali ke Ente Isla untuk mencari petunjuk soal orang tuanya,
terlibat dalam masalah yang tak terduga, sehingga dia tidak bisa kembali ke
Jepang pada waktu yang sudah dia janjikan.

Kekaisaran Afashan menyatakan perang terhadap seluruh Ente Isla, faksi


pendukung perang dari Dunia Iblis, klan Malebranche, berencana
membangkitkan kembali Pasukan Raja Iblis, dan Emi terlibat dalam skema
pihak Surga yang berkerja di balik bayangan sekaligus rekan lamanya Olba
yang berencana memanfaatkan kedua pasukan tersebut, dan ditahan.

Raja Iblis Satan Maou Sadao, akhirnya pun tahu kalau Emi dan seseorang yang
tidak bisa meninggalkan sisinya, yaitu fragmen Yesod Alas Ramus, terseret ke
dalam suatu masalah.

Namun, saat Maou tidak melakukan apa-apa terhadap masalah ini, orang
kepercayaannya yaitu Jenderal Iblis Alsiel alias Ashiya Shirou, juga terlibat
dalam skema Surga bersama ayah Emi, Nord Justina dan dibawa ke Ente Isla.
Untuk menyelamatkan Ashiya, Alas Ramus, dan Emi, halangan terbesar dalam
ambisinya menaklukan dunia, Maou dan tetangganya yakni sang penyelidik
Gereja sekaligus Jenderal Iblis dari Pasukan Raja Iblis yang baru (nama
sementara), Kamazuki Suzuno pergi ke Ente Isla bersama seorang gadis yang
juga lahir dari fragmen Yesod.

Tujuan Olba dan Surga adalah memanfaatkan Alsiel dan Malebrache untuk
menciptakan situasi di mana kemunculan kembali Pahlawan Emilia akan
mengusir Pasukan Raja Iblis dari Benua Timur.

Namun, Ashiya berhasil mengetahui rencana Surga, dan dari salah satu orang
dalam Surga, Gabriel, dia merasakan adanya tujuan lain dari pertunjukan
drama ini.

Dalam pertarungan di ibukota kerajaan Afashan, Azure Sky Canopy, di mana


banyak motif saling menyimpang, Maou dan Acies mencuri perhatian semua
orang.

Ketika Maou menyelamatkan Emi dan Ashiya dari pertarungan, di belakang,


Suzuno juga membebaskan rekan Emi yang menjalani sidang keagamaan,
Emerada.

Alhasil, bahkan jika berbagai pasukan di Ente Isla ingin mendapatkan Emi,
Maou dan Suzuno secara sistematis berhasil membangun pondasi untuk
menyegel tindakan mereka.

Emi pun menjadi sadar akan kelemahan dalam hatinya yang berhasil
digenggam oleh Olba, dan kepercayaan mendalam yang dia miliki terhadap
Maou yang seharusnya adalah musuh. Apalagi, dia berhasil bertemu dengan
ayahnya yang dia pikir tidak akan dia lihat lagi. Terlepas dari tekad awalnya,
Emi pun kehilangan identitasnya sebagai Pahlawan.
Dia yang awalnya mengikuti takdir dan harus memerangi Raja Iblis Satan yang
mengancam keselamatan seluruh Ente Isla... Pahlawan Emilia Justina kini
sudah tidak lagi ada.

Meski dia sudah bertemu kembali dengan ayahnya dan kebenciannya terhadap
Maou tidak sekuat sebelumnya, itu tidak berarti semuanya sudah berakhir.

Sampai saat ini, mereka tidak punya petunjuk apapun soal pergerakan pelaku
yang menciptakan situasi yang dihadapi Emi, Maou, dan sebagian besar
penduduk Ente Isla... yaitu ibu Emi, Lailah. Dan, di saat yang sama, mereka
juga tidak tahu apa tujuannya.

Selain itu, identitas asli astronot misterius yang ada di belakang para malaikat,
Gabriel, Kamael, dan Raguel, juga masih belum diketahui.

Menghalangi Emi yang kehilangan motivasinya melawan Raja Iblis, adalah


lautan luas misterius yang tidak bisa diseberangi dan dengan arus yang tidak
bisa dipahami.

XxxxX

"Mama! Aku pulang!"

Di belakang Emi yang sedang mengernyit, sebuah suara yang sangat


bersemangat terdengar, ekspresi Emi perlahan menenang setelah mendengar
suara itu.

Nord menatap wajah putrinya dengan perasaan campur aduk, lantas menoleh
ke asal suara itu,
"Selamat datang kembali, Alas Ramus. Ya ampun. Kenapa kau bisa punya
balon itu?"

Alas Ramus kini sedang memeluk sebuah balon kuning. Dia tidak memegang
pegangan plastiknya, melainkan memeluk balonnya dengan erat seperti
semangka.

"Itu tadi dibagikan di depan stasiun. Sepertinya itu adalah stan yang
mempromosikan internet mobile."

Orang yang menjawabnya tentu bukan Alas Ramus.

Melainkan Kamazuki Suzuno yang datang ke apartemen Emi sebagai penjaga


Nord.

"Kakek! Balon!"

"Ye-yeahh..."

Nord, dengan senyum kaku di wajahnya, mengangguk ke arah Alas Ramus


yang dengan bangga memamerkan balonnya.

Meski posisi Alas Ramus di sini adalah 'anak' Emi, mereka sebenarnya tidak
punya hubungan darah, dan bahkan jika 'adik' Alas Ramus, Acies Ara
memanggil Nord dengan sebutan 'ayah', karena Nord sendiri adalah ayah dari
'mama' Emi, maka dari sudut pandang Alas Ramus, Nord adalah kakeknya.

Emi yang sudah terima dipanggil dengan panggilan mama, menatap ayahnya
yang nampak sangat depresi karena dipanggil 'kakek' dengan ekspresi yang
lebih rumit dibandingkan Nord sendiri.

"Terima kasih, Bell. Apa Alas Ramus mau menurut?"

"Yaa!!"
"Yeah, dia sangat pintar."

Sebelum Suzuno bisa menjawab, Alas Ramus sudah membuat laporannya


sendiri.

Demi keamanan, Nord selalu dilindungi ketika sedang melakukan aktivitas.

Nord memang sudah dipastikan akan pindah ke kamar 101 Villa Rosa
Sasazuka, tapi sebelum itu, jika dia ada perlu keluar, dia akan selalu ditemani
oleh Suzuno yang memiliki waktu luang lebih.

Agar Emi dan Nord bisa membicarakan topik yang lebih serius yaitu mengenai
uang, Suzuno pun membawa Alas Ramus keluar selama mereka berbicara.

"Tapi, makan donat adalah rahasia."

Selain melapor bahwa dia sudah jadi anak yang patuh, Alas Ramus juga
membeberkan sebuah rahasia kecil ketika dia sedang jalan-jalan.

"Ya ampun! Kau makan cemilan di luar?"

"Itu rahasia! Kau tidak boleh bilang ke siapa-siapa!"

"Sepertinya aku harus mengajarinya makna rahasia lebih dulu."

Alas Ramus dengan bangga menatap ke arah Suzuno, Suzuno pun tersenyum
malu, menatap gadis kecil itu, dan mengatakan,

"Karena dia terus berdiri di depan toko donat yang ada di stasiun dan tidak
bergerak sama sekali, jadi aku tak sengaja terlalu memanjakannya. Maaf."

"Tidak, tak masalah. Aku akan membayarnya nanti. Alas Ramus, apa kau
sudah berterimakasih kepada Suzuno nee-chan?"

"Ya! Tapi, itu rahasia!"


Alas Ramus, memeluk balonnya, tersenyum nakal ke arah Suzuno.

Meskipun dia paham kalau ini adalah masalah antara dirinya dan Suzuno, Alas
Ramus tidak tahu bagaimana caranya menjaga rahasia, kepolosan ini tentu
membuat semua orang tersenyum.

"Aku hanya khawatir kalau ini akan mempengaruhi pola makan Alas Ramus."

"Tenang. Satu donat tidak akan mempengaruhi nafsu makan anak ini."

"Baguslah."

Suzuno mengangguk, kemudian kembali menatap Emi dan Nord.

"Jadi bagaimana hasilnya? Apa kalian sudah punya kesimpulan?"

"Uh, soal itu...."

"Meski situasinya sedikit sulit, tapi itu masih bisa dipecahkan."

Dengan nada yang dipaksakan, Emi menyela Nord yang sedang menjawab
pertanyaan Suzuno dengan nada memohon.

"Tapi, Emilia..."

Melihat ekspresi Nord setelah dia disela, dengan emosi yang berbeda
dibanding sebelumnya, Suzuno menunjukkan sebuah senyum kecut.

"Sudah kubilang sebelumnya kan, ini adalah masalahku. Jangan khawatir,


dibandingkan hal-hal yang terjadi akhir-akhir ini, tidak memiliki uang dan
punya hutang itu bukan masalah besar."

"Tapi..... Bell-san, bisakah kau membantuku bicara dengannya....?"


Menilai bahwa dia takkan lagi bisa meyakinkan Emi yang sudah bicara
demikian, Nord menoleh ke arah Bell meminta bantuan, tapi Bell
menggelengkan kepalanya perlahan,

"Karena Emilia sudah memutuskannya, aku juga tak bisa bilang apa-apa."

"Terima kasih, Bell."

"Bagaimana bisa...."

Berbeda dengan Nord yang sedang panik, sebuah senyum percaya diri nampak
di wajah Emilia.

"Baiklah, Nord-dono. Sudah waktunya kita kembali ke Sasazuka. Emilia


punya tamu lain hari ini, dan kita juga punya janji lain."

"Ye-yeah."

"Ya sudah, Emilia, Alas Ramus, kami pergi dulu."

"Yeah, mengenai masalah ayah, aku serahkan padamu."

"Suzu nee-chan, kakek, sampai jumpa!"

"Ye-yeah...."

Dengan desakan dari Suzuno, Nord tidak punya pilihan lain selain pergi, tapi
dalam perjalanan menuju stasiun Eifuku, dia masih saja menengok ke arah
apartemen beberapa kali.

Melihat hal itu, Suzuno bertanya pada Nord,

"Nord-dono, apa kau khawatir dengan Emilia?"

"Eh? Uh, erhm, dengan situasi sekarang ini, aku seharusnya tidak perlu
khawatir...."
"Aku sangat khawatir."

"Emilia bukan anak kecil lagi.... hm?"

Ucap Suzuno, membuat Nord yang awalnya sedih sekarang menjadi terkejut.

"Karena itu Emilia, dia pasti bilang ingin membalas hutang budinya kepada
semua orang akibat kekacauan sebelumnya sendirian, kan?"

"Yeah, itu benar. Sebenarnya aku ingin membalas hutang budi itu
bersamanya...."

Suzuno dan Nord melewati gerbang tiket di stasiun Eifuku dan menunggu
kereta mereka.

"Sejak dulu, Emilia sudah membawa terlalu banyak beban sekaligus. Sekarang,
semua beban itu seketika hilang, dan dia mungkin merasa sangat tidak nyaman.
Kalau dia ingin memperoleh kembali ketenangannya, dia butuh antara tujuan
yang sangat kuat, atau waktu untuk terbiasa dengan situasi ini."

"......"

Kata-kata Suzuno membuat Nord memasang ekspresi sedih dan menundukkan


kepalanya.

"Meski orang yang membuatnya menanggung semua beban itu tidak lain
adalah aku...."

"Aku bisa menjamin Emilia tidak akan berpikir seperti itu. Faktanya, semua
kecemasannya saat ini mungkin ditujukan pada Lailah. Nord-dono, sebaliknya
adalah simbol baginya untuk terus mengejar mimpi ketika dia membawa beban
berat itu, dan karena kau sudah berkumpul kembali dengannya, dia
kemungkinan besar tidak ingin kau memikul beban apapun."
"Aku benar-benar ayah yang tak berguna. Meskipun aku tidak melakukan
apapun yang seharusnya dilakukan seorang ayah...."

Nord masih menunduk.

Besok, dia akan pindah dari kediaman sementaranya di Mikata ke kamar 101
Villa Rosa Sasazuka.

Nord awalnya ingin memanfaatkan kesempatan pindah rumah ini untuk


meyakinkan Emilia pindah bersamanya ke kamar kosong di Villa Rosa
Sasazuka, tapi dia ditolak dengan tegas.

Normalnya, karena mereka adalah keluarga yang akhirnya bertemu kembali


setelah terpisah bertahun-tahun akibat yang satu beranggapan kalau yang lain
sudah mati, sekaligus ada ruang ekstra di apartemen Emi di Eifuku, sebenarnya
tak masalah jika Nord pindah ke sana, tapi dengan situasi saat ini, itu bukankah
ide yang bagus.

Di antara orang-orang yang terkait dengan fragmen Yesod, Nord, sebagai


orang yang dianggap paling dekat dengan inti misteri ini, dia harus dijaga
dengan sangat ketat.

Namun, apartemen Emi letaknya cukup jauh dari Sasazuka, di mana


kebanyakan pengunjung dari dunia lain yang mengetahui situasi ini berkumpul.

Mengingat kalau Emi harus bekerja ke depannya, meninggalkan Nord


sendirian di apartemen itu sangatlah mengkhawatirkan, di samping itu, sangat
tidak pantas jika Nord mengikuti Emi ketika dia sedang bekerja.

Pada akhirnya, pilihan terbaik adalah membiarkan Nord tinggal di Villa Rosa
Sasazuka, tempat di mana terdapat banyak orang yang mengerti situasi dan
bisa melindungi.
Selain itu, meskipun Emi memiliki ruang ekstra, sebagai anggota masyarakat,
tinggal bersama ayahnya di apartemen yang pada dasarnya bukan untuk
keluarga tentu akan sangat menyusahkan, itu juga merupakan salah satu
alasannya.

Tapi karena hal itu, Nord jadi tidak bisa memberikan bantuan apapun kepada
putrinya yang sudah tidak dia temui selama 6 tahun untuk mempermudah
kehidupannya.

Dan hari ini, dia sebenarnya paling tidak ingin membantu Emi meringankan
hutang-hutangnya, tapi bahkan untuk itupun, dia juga ditolak.

Suzuno memandang ke arah Nord yang dipenuhi perasaan tak berdaya dengan
ekspresi rumit di wajahnya.

Dari sudut pandang Nord, tidak hanya tidak bisa melalukan sesuatu untuk
putrinya yang sedang berada dalam masalah, dia bahkan juga ditolak ketika
ingin memberikan dukungan. Jadi tidaklah aneh bagi Nord merasa depresi
karena kecemasan dan kemunduran ini.

Tapi Suzuno sama sekali tidak berpikir kalau situasi Emi seserius kelihatannya.

Bagaimanapun, orang yang memberi hutang terbesar kepada Emi tidak lain
adalah Maou Sadao.

Karena dia berhasil memperoleh sihir iblis seperti saat berada dalam kekuatan
penuhnya dulu, Maou pun langsung kembali bekerja di MgRonald depan
stasiun Hatagaya setelah dia pulang dan menjalani kehidupannya seperti
sebelumnya.

Ditambah lagi, dia juga mengizinkan musuh bebuyutannya yaitu sang


Pahlawan, untuk membalas kebaikannya dengan menggunakan uang, dalam
hal ini adalah Yen Jepang. Dan bagi Suzuno yang sudah kenal mereka cukup
lama, dia merasa tidak perlu mengkhawatirkan keduanya.

"Tapi benar juga."

Ucap Suzuno dengan volume yang tidak bisa didengar oleh Nord.

"Bukankah kau seharusnya bisa menangani masalah ini dengan lebih cakap
lagi, Raja Iblis."

Dia mengingat apa yang terjadi di hari setelah Emi dan Nord berkumpul
kembali.

Setelah kembali dari Ente Isla, Emi dan Nord pun beristirahat di kamar 101
yang dibuka atas kebaikan pemilik kontrakan Villa Rosa Sasazuka, Shiba Miki.

Di hari itu, Suzuno juga berada di kamar 101 untuk memeriksa keadaan tubuh
Nord.

"Permisi, Pahlawan Emilia."

Maou Sadao yang tiba-tiba turun dari atas tangga, berbicara dengan seringai
jahat yang sesuai dengan gelarnya sebagai Raja Iblis.

"Oh.... Maou-san...."

Nord menyapa Maou ketika dia melihat wajah Maou, sementara Emi yang
tidak tahu bagaimana harus bersikap, membiarkannya masuk terlebih dulu.

"Emilia, kau seharusnya tahu ada urusan apa sampai aku mencarimu, kan?
Hm?"

Emi tidak mengerti kenapa Maou bertingkah berbeda dari biasanya, tapi dia
nampak seperti sengaja melakukannya...
".... Ada apa."

Emi yang tahu kalau dia berhutang besar pada Maou, tidak bisa
memperlakukan Maou dengan dingin dan hanya bisa menanggapinya secara
langsung.

"Bukan apa-apa. Aku hanya ingin memintamu membayar hutang budimu


padaku secepat mungkin."

Usai mengatakan hal tersebut, Maou mengeluarkan sebuah sobekan kertas dari
buku catatan dan meletakkannya di depan Emi.

Kertas itu dipenuhi angka-angka yang ditulis dengan tangan.

Emi menerima catatan itu dengan ekspresi kaku dan membacanya dengan
cepat, Suzuno kemudian mendapati ekspresi Emi tiba-tiba menjadi pucat.

"Apa ini?"

Suara Emi terdengar sedikit gemetar, Suzuno melihatnya dari samping dan
mendapati bahwa di atas kertas yang berisi tulisan besar 'Surat Hutang' yang
tertulis dengan pulpen, diikuti biaya ujian mengemudi Maou sebagai baris
pertamanya, terdapat rincian biaya yang Maou habiskan demi menyelamatkan
Emi semenjak Emi menghilang di Ente Isla.

Sepertinya Maou ingin Emi menggunakan Yen Jepang untuk mengembalikan


kerugian finansial yang disebabkan oleh Emi pulang ke Ente Isla.

Mengabaikan kebencian mereka sebelumnya, Emi sudah sadar kalau dia harus
membayar hutang budinya kali ini, tapi alasan untuk suaranya yang gemetar
adalah jumlah uang yang tertulis di sana.

"Mengingat kau masih punya pengeluaran lain dan masih harus mencari
pekerjaan baru, aku tidak akan memintamu mengembalikan uang itu
secepatnya. Tapi sebagai professional dalam kehidupan Jepang, kau
seharusnya tahu hal ini kan? Dunia ini punya sesuatu yang disebut 'bunga
pinjaman'."

"Itu...."

"Raja Iblis.... bukankah kau sudah berlebihan....."

Melihat Emi menunjukkan wajah tegang, Suzuno pun mengernyit, tapi Maou
sama sekali tidak terganggu dengan hal itu.

"Hm? Apa kau punya keluhan? Perhitunganku ini sudah termasuk cukup baik
kau tahu? Karena aku adalah Raja Iblis yang adil, aku tidak mengikutkan
bagian yang memang seharusnya kupertanggungjawabkan. Dan hasilnya
adalah jumlah ini."

Jumlah yang Maou tawarkan, setelah dikonversi ke Yen Jepang, totalnya


adalah 500.000 yen.

Bagi Emi yang saat ini tidak punya pekerjaan, itu bukanlah jumlah yang bisa
dia bayar dengan mudah.

Adapun item-item dalam rincian biaya tersebut, yang pertama adalah gaji yang
akan Maou terima berdasarkan shift-nya jika kekacauan ini tidak terjadi.

Kemudian ada biaya kompensasi karena dia tidak bisa mendapatkan SIM, dan
biaya untuk ujian selanjutnya.

Berikutnya adalah biaya seluruh perlengkapan kemah termasuk makanan dan


air yang mereka beli untuk perjalanan ke Ente Isla.

Ada pula biaya ganti HP yang sudah rusak parah, yang mana akan membuat
orang lain terkejut setiap kali melihat HP itu masih bisa menyala.
Lalu, jumlah terbesar dalam daftar itu adalah biaya untuk membeli moped.

Suzuno yang mengamati item-item tersebut dengan wajah mengernyit, tiba-


tiba menyadari satu hal.

"Raja Iblis, apa maksud dari kata-kata 'Jika jumlah ini terlalu besar untukmu,
aku bisa menurunkannya menjadi 350.000 yen' ini?"

"Ah, itu benar, Suzuno. Aku juga ingin membicarakan hal ini denganmu.
Moped industri yang kau beli sebelumnya itu, bisakah kau menjualnya
kepadaku?"

"Apa katamu?"

"Bukankah kau bilang harga keduanya adalah 500.000 yen? Aku benar-benar
menyukai moped itu, jadi aku ingin membelinya darimu setengah harga, yaitu
250.000 yen."

Honda GYRO ROOF yang Suzuno beli memang memiliki banyak fitur yang
tidak dimiliki moped normal, seperti contohnya tiga roda, tenaga kuda yang
didesain untuk keperluan industri, dan sebuah atap. Jika dia membeli yang baru,
harganya pasti akan beberapa kali lipat lebih besar dari moped normal.

Walau Suzuno membeli yang bekas, keduanya masih berharga 500.000 yen.

Salah satu dari mereka kemudian dinamakan 'Dullahan 3 bermotor' oleh Maou,
dan berkelana bersamanya di Ente Isla, tapi karena Maou terlalu ceroboh,
kedua GYRO itu pun ditinggalkan di Ente Isla.

Meskipun Emerada dan Alberto berhasil mengambil barang-barang itu


kembali dan mengirimkannya ke Jepang.....

"Dari 500.000 yen itu, 250.000 yen-nya adalah untuk membeli moped. Tapi
karena kau tidak bersedia menjualnya padaku, maka aku hanya bisa memilih
moped yang kuinginkan dari model lain. Harga GYRO itu termasuk tinggi di
antara berbagai jenis moped. Jika persyaratannya tidak terlalu tinggi, 100.000
yen mungkin bisa membeli moped 50cc yang cukup bagus, jadi dalam situasi
di mana Suzuno tidak bersedia menjual GYRO-nya kepadaku, total biayanya
akan menjadi 350.000 yen."

".... Aku tidak mau. Akulah pemilik kedua GYRO itu. Kau sudah
menggunakan mereka dengan ugal-ugalan tanpa seizinku, dan ketika kau
sudah memperbaikinya, aku bermaksud menjual mereka kepada penjual dan
membeli yang baru. Kalau kau menggunakan sihir iblismu, seharusnya kau
bisa membuat mereka kembali ke kondisi asalnya, kan?"

Suzuno menggelengkan kepalanya seolah merasa jengkel, tapi Maou nampak


sudah menduga jawaban Suzuno.

"Mau bagaimana lagi. Dengan begini, jumlah yang kuminta pada Emi akan
menjadi 350.000 yen."

"Tunggu, Raja Iblis. Sebenarnya permintaan itu sendiri sangat tidak masuk
akal....."

Tepat ketika Suzuno hendak membantahnya, Maou mengangkat sebelah


tangannya dan menghentikan Suzuno.

"Diam, Suzuno. Karena kau tidak bersedia menjual GYRO itu kepadaku, maka
kau tidak punya hak untuk ikut campur dalam masalah ini. Uang yang
kugunakan untuk hal-hal yang tidak berkaitan dengan Emi dan makanan Acies,
tidak termasuk di sini. Jika kau tidak puas, aku masih punya kwitansi
pembelian perlengkapan kemah itu. Aku juga bisa menjelaskan semuanya dari
awal, kau tahu?"

"....."
Emi diam-diam menguatkan pegangannya pada surat hutang tersebut, melihat
hal itu, Suzuno pun dengan cepat menunjukkan kontradiksi dalam kata-kata
Maou.

"Tunggu dulu, Raja Iblis. Entah kau ingin membeli GYRO-ku ataupun
membeli moped yang baru, tak ada alasan bagi Emi untuk membayarnya kan?
Dalam situasi kali ini, ini berbeda dengan saat aku membelikanmu sepeda. Tak
masalah jika sebelumnya kau sudah punya moped dan itu rusak dalam
perjalanan, tapi membeli moped baru itu hanya keinginan pribadimu, kan?"

"Huh? Apa yang kau katakan?"

Akan tetapi, Maou dengan dingin membantah protes Suzuno.

"Sebenarnya, aku bisa meminta 'hadiah' dalam bentuk lain, kau tahu?"

"Hadiah?"

"Benar. Bagiku, selama Ashiya dan Alas Ramus selamat, tak masalah jika aku
meninggalkan Emi. Meskipun pada akhirnya aku harus menanggung tanggung
jawab besar untuk ladang ayahnya, mengabaikan poin itu, aku sebenarnya
tidak perlu membantu 'Pahlawan Emilia' melepas ikatannya dengan Benua
Timur dan Ente Isla."

"Uh, tapi soal itu..."

"Karena Alas Ramus dan Emi adalah satu, maka menyelamatkan Alas Ramus
juga berarti menyelamatkan Emi, alasan semacam itu takkan mempan
terhadapku. Lagipula bagiku, Alas Ramus adalah putriku, tapi Emi tetaplah
musuhku."

"......"
Alasan Maou yang tidak bisa dianggap aneh, membuat Emi dan Suzuno
terdiam.

"Hadiah untuk menolong seorang musuh hanya bernilai sebuah moped seharga
beberapa puluh Yen, kau seharusnya berterima kasih atas kebaikanku, tak ada
alasan untuk komplain padaku, kan?"

Mereka berdua tak bisa membantah kata-kata Maou.

Dari sudut pandang Suzuno, meski kelihatannya Maou banyak mengeluh


sebelum pergi ke Ente Isla, dia sebenarnya sangat khawatir dengan Emi.

Setelah mereka kembali ke Jepang, dia juga menunjukkan sisi baiknya dan
tidak mengganggu Emi sebelum Nord terbangun.

Tentu saja, seperti yang Maou katakan, Emi dan dia takkan berdamai hanya
karena insiden ini.

Hanya saja, dia seharusnya tak perlu menyebutkan masalah itu ketika ada Nord,
melakukan hal demikian bisa dibilang kurang perhitungan.

"Tapi....."

"..... Baiklah, aku mengerti."

Meski Suzuno sulit menerimanya, Emi yang dari tadi hanya terdiam,
mengangguk dan menjawab demikian usai menghela sebuah napas dalam.

"Aku hanya perlu melunasi semua ini, kan?"

"E-Emilia?"

Emi mengabaikan Suzuno yang terkejut dan terus menatap Maou.

"Jika.... jika ini cukup untuk melunasi semuanya, maka ini termasuk murah."
Ucap Emi dengan suara tenang, sementara Suzuno sama sekali tidak mengerti
apa yang Emi rencanakan dengan mengucapkan kata-kata itu.

Namun, karena alasan yang tak diketahui, Maou juga membelalakkan matanya
sama seperti Suzuno. Padahal jawaban itu adalah apa yang dia inginkan.

"O-oh? Ka-kau sungguh berani, ya? Emi, kubilang ya, itu adalah 350.000 yen,
kau tahu itu, kan? 350.000 yen itu artinya aku meminta 350.000 yen darimu,
kau tahu? Itu merujuk pada 350.000 yen Jepang yang didistribusikan oleh Bank
Jepang ataupun percetakan uang logam Jepang."

Hal itu sebenarnya tak perlu dijelaskan lagi oleh Maou, tapi dia dengan sengaja
menekankan kata 350.000 yen.

"Aku tahu itu, terus kenapa?"

Namun, Emi sekali lagi mengangguk dengan tenang.

"Ja-jadi, apa, uh, apa kau bisa membayarnya?"

Sebaliknya, justru Maou lah yang terlihat kehilangan ketenangannya.

"Apa. Bukankah kau datang untuk menagih hutangmu? Aku tahu aku
berhutang budi padamu, jadi aku akan membayarnya."

"O-oh... Be-benarkah?"

"Tapi mengenai masalah itu, datanglah dan temui aku lain kali setelah kau
memastikan ini."

"A-apa? Memastikan? Memastikan apa?"

Emi menunjuk 'hadiah' yang diperdebatkan dalam surat hutang tadi, yang mana
juga diketahui sebagai moped.
"Jumlah ini hanya angka kasarnya, kan? Ketika kau sudah mengetahui harga
moped yang kau inginkan serta biaya asuransi dan biaya-biaya lain, tulislah itu
di surat hutang lain!"

"Ye-ah... Yeah..."

Maou mengangguk, dan dengan hati-hati mengambil surat hutang itu kembali.

"Apa kau sudah selesai?"

"Ye-yeah... uh, erhm...."

Maou, entah kenapa, mengangguk dengan kikuk.

"Kalau begitu maafkan aku, bisakah kau pergi sekarang? Aku masih harus
membeli beberapa barang lagi nanti."

"A-aku mengerti. Permisi."

Berbeda dengan Emi yang dari awal sampai akhir berbicara dengan sangat
tenang, Maou berbalik dan meninggalkan kamar 101 dengan sikap yang
sepenuhnya berbeda dari saat ketika dia masuk.

"Raja Iblis...."

Suzuno hendak memulai percakapan dengan punggung itu....

"....."

Tapi setelah melihat benda seperti majalah yang tergulung dan dimasukkan ke
dalam saku celana belakang Maou, yang juga terlihat lungset karena diduduki,
Suzuno pun terdiam.

"Serius ini... karena kau terlalu berbelit-belit ketika melakukan sesuatu, inilah
hasilnya."
Suzuno menaiki kereta yang memasuki stasiun Eifuku, dan tanpa peduli
apakah obi di kimononya akan jadi kusut nanti, dia duduk di salah satu kursi
dibarengi sebuah helaan napas dalam.

---Satu minggu setelah kejadian itu.

Meskipun mopednya masih tertunda karena Maou belum memutuskan mana


yang ingin dia beli, Emi kini sudah membayar Maou dengan sebuah HP baru,
biaya dua kali ujian mengemudi, seluruh set perlengkapan kemah, sekaligus
separuh gaji kerja selama seminggu untuk satu orang.

Memang moped dan separuh gaji Maou belum dilunasi, tapi dari apa yang
Nord ketahui, tabungan Emi sekarang sudah mencapai titik terendahnya.

Tak peduli seberapa besar bayaran yang Maou minta, seharusnya tidak
semudah itu menguras tabungan Emi, tapi selain Maou, Emi nampaknya juga
kekeuh ingin membayar hutang yang dia miliki dengan Emerada.

Itu adalah biaya perjalanan yang Emi pinjam dari Emerada ketika dia kembali
ke Ente Isla, Emi bersikeras karena dia sudah berjanji akan membalas Emerada,
jadi dia pasti akan membayarnya.

Emerada memang takkan menagih hutang itu seperti Maou, dia bahkan bilang
tak masalah jika Emi tidak mengembalikannya, dan meskipun Emi harus
membayar, takkan mungkin ada yang namanya tenggat waktu, tapi Emi selalu
saja bilang....

'Jika aku tidak mengembalikan semuanya sekarang, aku takkan bisa


melangkah maju.'

Di dalam kereta yang terus berguncang, Suzuno menatap ke arah Nord dengan
hati sakit.
Saat ini, Nord sudah tahu kalau Maou adalah Raja Iblis Satan yang berencana
menguasai Ente Isla.

Tapi sebelum Emi dan Suzuno tahu kebenarannya, Nord sudah terlibat ke
dalam insiden fragmen Yesod, jadi dia tidak memiliki kebencian sepihak
apapun terhadap Raja Iblis.

Nord yang sekarang hanya menyesali fakta bahwa putrinya telah menjumpai
seorang pemberi hutang yang memiliki sifat jahat.

Ditambah lagi, tidak hanya sebagian alasan itu berasal dari dirinya, Emi
bahkan juga menolak bantuannya, semua itu tentu membuat si ayah merasa
malu.

"Masa depan yang Chiho-dono harapkan sebenarnya sangat dekat, tapi juga
sangat jauh."

Cara menguasai dunia yang bisa membuat Raja Iblis dan Pahlawan hidup
dengan harmonis.

Sepertinya harapan gadis SMA yang menyukai baik Raja Iblis maupun
Pahlawan di saat yang sama itu takkan pernah terpenuhi.

Dengan tibanya kereta di stasiun Meidaimae di jalur Keio Inokashira, Suzuno


mengakhiri renungan pendeknya, turun dari kereta dan bersiap berganti jalur.

"Nord-dono, pertama-tama, ayo kita kemasi barang-barang untuk pindah


rumah."

"Oh...."

Karena tak ada yang tahu apa yang akan terjadi ke depannya, mereka hanya
bisa menangani masalah yang ada di hadapan mereka.
Untuk pergi ke rumah lama Nord, mereka harus berjalan menuju peron lain
menunggu kereta yang menuju ke arah Keio-hachioji.

XxxxX

Siang harinya.

Setelah sampai ke tujuannya dengan mengikuti peta yang tampil di layar


Slimphone miliknya, Rika tertegun ketika melihat bangunan yang bisa
dikategorikan kondominium kelas atas.

“Wah~ tinggal di tempat mewah begini.”

Kondominium yang ada di hadapannya terlihat jauh lebih bagus dibandingkan


kamar yang dia sewa di Takadanobaba, dan tujuannya hari ini adalah kamar
505 apartemen kota kelas atas Eifuku.

“Jangan-jangan di atasnya ada sesuatu yang disebut 'Sky Suite' itu? Wah!
Kenapa dia tinggal di apartemen yang terlihat mahal begini?”

(T/N : Sky Suite, sebut saja kamar mewah)

Setelah sedikit terkejut dengan penampilan kondominium itu, Rika seketika


terpaku oleh aula besar yang hanya bisa dilihat di kondominium kelas atas.

“Sepertinya aku akan mengalami banyak hal menarik hari ini.”

Rika menyimpan kembali Slimphone-nya ke dalam tas, mengatur pegangan


kotak cream puff yang dia bawa sebagai hadiah, dan berjalan memasuki
beranda dengan wajah antusias.
Tentunya, Rika datang ke apartemen kota kelas atas Eifuku ini untuk bertemu
Emi.

Tujuannya datang hari ini adalah mendengar penjelasan Emi tentang dunia lain
Ente Isla sekaligus masa lalu Emi.

Sudah lebih dari seminggu semenjak Emi kembali dari Ente Isla. Rika yang
mendengar kalau semuanya telah berakhir dan menerima undangan Emi untuk
datang ke sini, menjumpai sesosok figur di beranda.

Seorang wanita yang tidak terlihat seperti penghuni berdiri di sana, dia
memakai topi baret di kepalanya dan membawa sebuah tas besar yang sangat
tidak cocok dengan perawakannya.

Rika tidak terlalu memperhatikannya, tapi wanita itu tiba-tiba menolehkan


kepalanya dan bertanya kepada Rika yang melangkah melewati pintu otomatis.

“Permisi~ aku ingin bertanya sesuatu~”

“O-oh?”

Rika yang tidak menyangka akan diajak bicara, nampak sedikit terkejut.

“Aku punya urusan dengan salah seorang penghuni di apartemen ini~ jadi aku
ingin masuk~ tapi masalahnya~ pintu ini tidak mau terbuka~~”

“Eh.....”

Pintu kaca otomatis yang menuju ke dalam apartemen berada bersebarangan


dengan pintu yang baru saja Rika lewati. Wanita yang berbicara dengan cara
bicara aneh itu kini sedang menunjuk ke arah pintu tersebut dengan ekspresi
yang tidak terlalu gelisah.
“Meski di atas tertulis kalau ini adalah pintu otomatis~ tapi pintu ini tidak mau
terbuka dengan cara otomatis maupun manual~ apa yang harus kulakukan~”

Tentu saja tidak bisa. Pintu-pintu di apartemen secara otomatis akan terkunci,
dan hanya akan aktif dengan menghubungi penghuninya melalui pemanggil
ataupun ketika si penghuni keluar.

“Uh.... kalau kau bisa mengoperasikan panel itu dan memanggil ke dalam
kamar....”

“Memanggil~ ke dalam kamar~?”

Menanggapi penjelasan Rika yang sederhana dan mudah dipahami, wanita


bertubuh kecil itu entah kenapa malah mengernyit dan terlihat bingung.

“Uh, kau harus menekan nomor kamar di keypad ini, kemudian tekan tombol
panggil, dan minta orang di dalam untuk membukakanmu pintu.”

“Oh~ begitu ya~”

Usai mendengar penjelasan Rika, wanita mungil itu menatap ke arah panel satu
demi satu, merasa terkejut.

“Kupikir aku harus meminta semacam password dari penghuni di sini~~”

“Uh, tak masalah asalkan kau mengerti. Kalau begitu, silakan duluan.”

Meski Rika merasa kalau orang itu adalah orang yang aneh, dia memutuskan
membiarkan wanita itu untuk menggunakan pemanggil lebih dulu.

“Erhm~ permisi~”

“Hm?”
“Hanya ada angka 0 sampai 9 di sini~ apa yang harus kulakukan jika nomor
yang ingin kutekan melebihi 9~~?”

“.... Eh?”

Rika yang sesaat tidak mengerti apa yang ditanyakan wanita itu, menjawab
dengan linglung.

“Erhm~ kamar yang ingin kukunjungi adalah kamar 505~~ tapi nomor 505
tidak ada di sini~~”

Mana mungkin ada. Ternyata ada juga manusia modern yang tidak tahu cara
menggunakan keypad, tapi sebelum dibingungkan oleh hal tersebut, Rika
menatap wajah wanita itu dengan kaget.

“A-ada apa~~?”

“Apa tadi kau bilang kamar 505?”

“Yeah~”

Rika dengan cepat mengamati pakaian wanita itu.

Aura yang wanita ini berikan jelas berbeda dari orang normal.

Meski sulit menjelaskannya, Rika bisa tahu hal itu karena pakaian yang dipakai
dan tas yang dibawa wanita itu semuanya terbuat dari bahan berkualitas tinggi
yang berasal dari budaya luar Jepang.

Rika juga tidak tahu kenapa dia baru menyadarinya sekarang, tapi rambut yang
terlihat di bawah topi baret wanita ini dan matanya yang menatap Rika,
memiliki warna hijau yang tidak mungkin dimiliki orang Jepang.

Karakteristik tersebut membuat Rika teringat seseorang dalam ingatannya.


“Apa kau.... Emerada-san?”

“E-eh~~?”

Wanita mungil yang mengenakan topi baret itu melangkah mundur, merasa
terkejut.

“Si-siapa kau~? Apa kita pernah bertemu sebelumnya~? K-kau orang Jepang,
kan~~?”

“Ye-yeahm erhm, kita belum pernah bertemu....”

Rika sekali lagi mengamati wanita itu dengan teliti.

“Aku pernah mendengar seorang gadis yang kukenal menyebutkan hal ini
sebelumnya, di antara teman lama Emi, ada seorang gadis berambut hijau yang
berbicara dengan nada panjang, seingatku orang itu bernama Emerada... uh...
apa ya, Emerada Etu....”

“Emerada Etuva... mengejutkan sekali~ Emi adalah nama Jepang Emilia,


kan~~ itu artinya, kau pasti Suzuki Rika-san~~?”

Wanita mungil yang memanggil dirinya Emerada Etuva itu menatap Rika
dengan kaget.

“Yah, itu benar. Apa Emi pernah menyebutkan namaku padamu?”

“Emilia terkadang menyebutkan hal-hal mengenai dirimu di telepon~~”

“Sebelumnya kita hanya mendengar rumor tentang satu sama lain, rasanya ini
sedikit menarik.”

Rika tersenyum dan memasukkan angka 505 di panel pemanggil.


“Oh iya~ gadis yang kau kenal, mungkinkah itu~~ Sasaki Chiho.... atau
Kamazuki Suzuno-san?”

“Benar sekali. Huuh, itu memalukan....”

Rika memberikan sebuah senyum kecut dan mengatakan,

“Karena berbagai alasan, aku baru tahu situasinya belakangan ini. Alasanku
datang ke sini hari ini adalah untuk mendengar Emi... Emilia membicarakan
soal Ente Isla dari awal, aku tidak pernah menyangka akan menemui tamu dari
sana? Apa Emi memutuskan pertemuan hari ini karena dia tahu kalau
Emerada-san akan datang?”
“Tidak~ Kupikir tidak~~ alasan kenapa aku datang ke sini hari ini adalah.....”

“Selamat datang Rika! Akan kubuka pintunya sekarang, kapan kau sampai....
eh?”

Kali ini, suara ceria Emi terdengar dari panel pemanggil, tapi nampaknya dia
sudah menyadari situasi di sana dari kamera.

“E-Em? Orang yang di sana itu, apa itu Em?”

“Yep~~ maaf tiba-tiba sudah datang~~”

Emerada, berdiri di samping Rika, menatap ke arah lensa kamera yang Rika
tunjuk dan melambai sambil tersenyum.

“Eh? Ke-kenapa kalian berdua.....”

Dari tingkah bingung Emi, sepertinya dia tidak menyangka kalau Emerada
akan datang.

Rika dan Emerada melirik satu sama lain dengan ceria, dan berbicara ke arah
kamera bersamaan,

““Kami hanya kebetulan bertemu satu sama lain~~””

“........”

Pemanggil yang ada di kondominium kelas atas tentu tidak akan melewatkan
Emi yang terdiam, dan mentransmisikannya ke lantai dasar di mana Rika dan
Emerada berada.

“Aku sangat terkejut. Aku tidak tahu kalau kau akan datang, dan kau tiba-tiba
terlihat punya hubungan yang baik dengan Rika....”
Emi yang nampak belum bisa tenang, menyajikan teh merah kepada Rika dan
Emerada.

“Kalian berdua belum pernah bertemu sebelumnya, kan?”

“Kami ini hanya teman yang tahu rumor satu sama lain~~”

Emerada, seolah benar-benar menyukai penggambaran Rika, menjelaskan


hubungan mereka sambil tersenyum.

“Aku penasaran bagian mana dari diriku yang kau sebutkan pada Emerada-
san.”

Rika, juga dengan sebuah senyum, menyenggol Emi dengan sikunya.

“A-aku tidak pernah bilang hal yang aneh-aneh, tahu?”

Emi dengan panik mencari konfirmasi dari Emerada, dan Emerada pun
menjawab,

“Yeah~ dia bilang kalau kau adalah teman yang memiliki kepribadian berani
dan tegas, perasaanmu juga mudah ditebak~~”

“Meski aku merasa tersanjung, Emerada-san, kau mungkin tidak tahu apa
artinya ungkapan itu, kan?”

“Eh heh heh~ ah~ tapi aku juga penasaran~~ bagaimana Sasaki-san dan Bell-
san menilaiku~~?”

“Sebenarnya, apa yang kuketahui hanya berasal dari penjelasan sederhana


yang kudengar dari Maou-san dan teman-temannya sebelum mereka pergi ke
Ente Isla. Seperti apa yang kubilang barusan, mengenai pengalaman Emi, aku
hanya sedikit mendengarnya dari Chiho-chan di apartemen Maou-san.... uh,
erhm, maksudku apartemen Raja Iblis Satan.”
“Jangan khawatir~ aku juga tahu nama mereka di Jepang~ lalu~ bagaimana
Sasaki-san dan yang lainnya menggambarkanku~~?”

“Emerada-chan dan Alberto-san kan? Aku hanya tahu kalau kalian berdua
adalah teman Emi di Ente Isla, Emerada-chan, seperti Emi, kau memiliki
kekuatan yang besar, kau juga seorang ahli sihir yang hebat dan manis.”

“Sasaki-san~ benar-benar orang yang baik ya~~”

Emerada meminum teh hitamnya dengan puas.

“Da-dan katanya penampilanmu tidak menunjukkan kalau kau adalah orang


yang memiliki nafsu makan besar.”

“.... Soal itu~ aku tidak bisa berkomentar apa-apa~~”

Rika dan Emi, keduanya sadar kalau Emerada sesaat terpaku karena komentar
tersebut, yang meski memang benar adanya tapi rasanya sangat kejam.

“Tapi~~ itu karena makanan di sini.... sangat sangat enak~~”

Setelah mengucapkan hal itu, Emerada mulai menatap hadiah yang dibawa
oleh Rika di atas meja dengan wajah tertarik.

"Untungnya aku membawa lebih."

Menyadari tatapan Emerada, Rika membuka kotak cream puff tersebut.

"........ Apa ini~~??"

Emerada memandang cream puff yang ditutupi lapisan gula itu dengan
penasaran.

"Kau tidak tahu apa itu cream puff?"

"Cream puff...?"
"Ketika dia datang ke sini sebelumnya, dia hanya sempat memakan kue biasa.
Apa kau butuh garpu?"

"Tidak, memakan cream puff itu tidak perlu menggunakan garpu. Bagi para
gadis, mereka seharusnya langsung menggigitnya!"

"Apa ini sesuatu seperti roti~?"

"Ini.... seharusnya bukan roti? Uh, pokoknya, coba saja dulu. Ini kudapatkan
dari toko terkenal yang baru-baru ini buka di Takadanobaba, karena ini sangat
populer di kalangan para gadis, mendapatkan mereka itu tidak mudah!"

"Hm~~"

Seperti kucing yang mewaspadai sebuah mainan baru, Emerada menatap


cream puff di depannya, dan mengambil salah satu dari mereka.

"Ringan sekali... tapi di dalamnya berat~~??"

"Jangan diremas, atau isian di dalamnya akan keluar!"

Emerada masih menatap cream puff-nya, dan mengangguk serius menanggapi


peringatan Emi.

Kemudian....

"Haah~~"

Sedikit memotivasi dirinya, Emerada menggunakan mulut kecilnya untuk


mengambil satu gigitan besar dari cream puff tersebut, dan tak lama, matanya
terbuka lebar.

"Enak~~~ sekali~~~!"

"Ohh?"
Di sisi lain, Rika nampak terkejut dengan Emerada yang terlihat begitu
tersentuh, dan berseru dengan aura yang meluap-luap.

"Setelah mengembang~~ lembut~ manis~~ dan kemudian mengembang


lagi~~"

"Mengembang?"

Emi dan Rika terlihat bingung dan tidak mengerti, kemudian Rika menepukkan
tangannya seolah baru saja terpikirkan sesuatu.

"Mengembang... ah, itu mungkin rasa vanilanya."

"Oh, begitu ya."

"Apa yang Emerada makan tadi adalah rasa krim susu original, dan yang ada
di kemasan kuning itu adalah rasa krim kentang manis edisi terbatas musim
gugur."

Setelah mendengar penjelasan Rika, Emerada menunjukkan tatapan yang


terlihat semakin berbinar-binar.

"Emilia~~!"

".... Baik baik, jika kau tidak keberatan dengan toko di dekat sini yang
kuketahui, aku akan membelikanmu beberapa nanti."

"Yay~~!!"

Emerada, tidak peduli dengan mulutnya yang masih dipenuhi cream puff,
mengulurkan tangannya mengambil cream puff lain. Melihat hal itu, Rika pun
tersenyum sambil mengangkat bahunya, dan mengatakan,

"Jika aku tidak melihatnya sendiri, takkan ada seorangpun yang percaya kalau
kalian itu adalah Pahlawan, Raja Iblis, dan seorang Penyihir ya."
Emi dan Emerada menatap satu sama lain mendengar apa yang Rika katakan.

"Oh iya... aku sampai lupa bertanya karena saking terkejutnya, Em, kenapa kau
tiba-tiba datang ke sini?"

"Umahum~~??"

"Karena kau datang ke sini sendiri, sesuatu yang besar pasti sudah terjadi,
kan?"

"Itsu benayy~~ uueeueeoahhfwah~~"

Emerada, sibuk memakan cream puff keduanya dengan wajah ceria, menjawab
dengan bahasa yang tidak diketahui siapapun.

"Fwaa~~ manisan di sini memang sangat enak~~"

Si penyihir mungil itu membersihkan gula yang tersebar di area sekitar


mulutnya dan dengan santai meminum teh hitamnya.

"Ngomong-ngomong~~ aku datang hari ini untuk~~ melaporkan sesuatu pada


Emilia~"

"Melapor?"

"Yep~~ aku minta maaf sudah mengganggumu ketika kau punya janji dengan
Rika-san~~ tapi menurutku ini pasti ada hubungannya dengan apa yang ingin
Emilia beritahu pada Rika-san~~"

Setelah menjelaskan hal itu, Emerada meletakkan cangkir teh merahnya di atas
nampan dan berbicara dengan nada normal,

"Olba mengakui banyak hal~"

"Eh?"
"Wah!"

Mendengarnya, Emi seketika berdiri dengan kekuatan yang cukup untuk


membalik sebuah meja, Rika pun dengan cepat menahan meja tersebut.

"Aku ke sini untuk melaporkan apa yang kuketahui sejauh ini~ boleh aku
langsung membicarakannya~?"

Sebelum menjelaskannya pada Emi, Emerada lebih dulu menatap ke arah Rika,

"Karena itu adalah sesuatu yang penting, maka seharusnya masalah itulah yang
jadi prioritas. Dalam artian tertentu, aku datang ke sini hanya untuk bergabung
ke dalam pesta."

Rika mengangguk pelan, dan meminta Emerada untuk melanjutkan.

"Terima kasih... ah hum!"

Menganggukkan kepalanya dan sedikit berdeham, Emerada memicingkan


matanya dan melihat permukaan teh hitamnya yang masih sisa setengah.

Melihat tatapan itu, Rika seketika menarik napasnya.

Saat ini, orang di hadapan Rika bukan lagi gadis rakus yang terus
memancarkan aura berbentuk hati dan memakan cream puff yang Rika beli
dengan suapan besar.

Itu adalah wajah seorang penyihir hebat yang sangat mengenal dunia lain sana,
sebuah dunia yang tidak Rika ketahui.

"Tingkat pengkhianatan itu ternyata jauh lebih dalam dari apa yang kami
bayangkan."

Emerada, layaknya orang yang berbeda, berbicara dengan nada serius.


"Awalnya, Alberto dan aku mengira Olba baru memulai tindakan
pengkhianatannya setelah dia menyembunyikan Lucifer.

Bagaimanapun, keberadaan Lucifer adalah bukti nyata bahwa malaikat dalam


Alkitab itu benar ada.

Meski catatan resmi Gereja memiliki banyak catatan mengenai pendeta yang
pernah berkomunikasi dengan Surga sebelumnya, tapi tak ada catatan yang
membuktikan kalau malaikat itu benar-benar ada, ataupun catatan mengenai
manusia yang pergi ke Surga.

Semua orang mengira kalau Jenderal Iblis dari Pasukan Raja Iblis itu hanya
sekedar menggunakan gelar 'Fallen Angel' saja, tapi tak disangka,
penampilannya ternyata mirip dengan manusia, dan dia adalah eksistensi
abnormal yang memiliki sayap di punggungnya, tepat seperti yang
digambarkan dalam Alkitab.

Bahkan aku, seorang yang bukan penganut yang taat pun, terkejut ketika
melihat sosok itu.

Olba, sebagai salah satu Uskup Agung Gereja, pasti jauh lebih terkejut
dibandingkan denganku.

Rika-san mungkin tidak tahu, teman sekamar Maou Sadao, Urushihara Hanzo
sebenarnya adalah fallen angel pertama yang tertulis dalam Alkitab. Dia
memiliki banyak nama seperti 'Sang Dosa Asal', 'Makhluk yang mencoba
Menjadi Tuhan', 'Anak sang Fajar', dan lain sebagainya, dia adalah malaikat
yang paling dikenal.... eh? Ada apa, Rika-san, kau bilang dia tidak terlihat
seperti itu?

Hm, Alsiel sering mengeluh dengan gaya kehidupan Lucifer di Jepang? Dia
tidak mau melakukan pekerjaan rumah tangga maupun bekerja? Menggunakan
uang Raja Iblis tanpa izin untuk membeli berbagai barang, dan hanya
menghasilkan sampah?

.... Hm~ uh~ erhm~ pokoknya~ tolong terima saja kalau Urushihara Hanzo itu
adalah eksistensi yang cukup terkenal dalam Alkitab~ agar aku bisa
melanjutkan ceritaku~ lupakan dulu soal gaya hidupnya yang sekarang untuk
sementara~

Karena awalnya dia adalah malaikat~~ dan kemudian menjadi iblis~ dia
mungkin belum pernah mengangkat sesuatu yang lebih berat daripada sendok...
hm... hmmm!

Erhm, tadi aku berbicara soal bagaimana keberadaan Lucifer menyebabkan


Olba sangat terkejut kan?

Setelah mengalahkan Lucifer, Olba berpura-pura tidak tahu apa-apa, dan terus
bepergian bersama kami, lalu mengalahkan Adramelech di Benua Utara
bersama Alberto. Setelah itu, kami mengalahkan Malacoda Benua Selatan,
memaksa Alsiel di Benua Timur untuk mundur, dan melakukan pertarungan
terakhir di Kastil Raja Iblis.

Dalam pertarungan di Kastil Raja Iblis di Benua Utama, Olba berpura-pura


mengejar Raja Iblis Satan dan Alsiel yang kabur, membuat gate yang Emilia
masuki tertutup lebih awal, dan memutus komunikasi antara dia dan kami.

Setelah Emilia terhisap dalam gate itu, Alberto dan aku yang tidak tahu apa-
apa, melakukan diskusi dengan Olba. Sampai sekarang, aku masih menyesali
keputusan yang kubuat pada waktu itu.

Alberto berpikiran kalau kita harus segera mengejar Emilia.


Tapi Olba dan aku berpikir, kalau kami ingin mengejar Emilia, kami harus
memusnahkan dulu sisa-sisa Pasukan Raja Iblis, dan membuat persiapan
sebelum pergi menyusulnya.

Bahkan jika Raja Iblis dan Alsiel bekerja sama, kekuatan Emilia pasti masih
bisa melampaui mereka. Pada waktu itu, tak satupun dari kami yang
menyangka kalau sisi lain dari gate itu adalah dunia seperti ini, jika kami
langsung mengejar Emilia, itu mungkin akan menjatuhkan moral banyak
kesatria yang berpartisipasi dalam pertarungan di Kastil Raja Iblis, dan karena
kami mempercayai kekuatan Emilia, kami pun membuat keputusan itu.

Pada akhirnya, Alberto berhasil kami yakinkan, dan ikut ambil bagian dalam
rencana pertarungan bersama Aliansi Kesatria Lima Benua untuk
memusnahkan iblis kuat yang tersisa.

.... Itu benar, pada waktu itu, baik Alberto maupun diriku, kami sepenuhnya
mempercayai Olba.

Olba adalah seorang pendeta berpangkat tinggi di Gereja, sementara aku


adalah pejabat yang tidak terikat dengan aturan agama, dan pada dasarnya,
kami memiliki hubungan yang kurang baik. Tapi tidak hanya dalam
pertarungan, selama perjalanan kami juga menerima banyak bantuan dari Olba,
entah itu kebijaksanaan, kekuatan, maupun kebaikannya.

Jadi ketika kami tahu bahwa Olba yang sangat kami percayai itu adalah
seorang pengkhianat, syok yang kami terima tidak bisa hanya digambarkan
dengan kata-kata semata.

Setelah menyingkirkan pasukan utama para iblis, kami pun langsung menuju
'Tangga Surga' yang paling dekat dengan perkemahan Aliansi Kesatria Benua
Utama, dan berusaha menganalisa arah gate yang dibuka oleh Raja Iblis Satan
dan Alsiel untuk mencari tanda-tanda Emilia.
Namun, kami berdua yang tidak menyangka kalau tujuan gate itu adalah dunia
lain, membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menemukan jejak Raja Iblis
dan Emilia.

Karena Olba adalah orang utama yang mencari jejak gate tersebut, informasi
yang dia sampaikan pada kami mungkin adalah palsu.

Seperti yang Emilia ketahui, dia menggunakan alasan 'mencari Emilia' untuk
memanggilku dan Alberto ke Saint Ignord, dan dengan licik membuat kami
ditahan.

Adapun alasan kenapa Olba membawa Lucifer bersamanya dan berusaha


membunuh Emilia, kau seharusnya sudah mendengar kesimpulan Raja Iblis,
kan?

Dengan Olba di garis depan, pihak Gereja, Aliansi Kesatria, dan para penguasa
dari berbagai negara semuanya takut jikalau Pahlawan Emilia menjadi
kekuatan baru yang menarik simpati para penduduk.

Tren seperti itu memang muncul di dunia kami, dan ini juga menjadi alasan
tidak langsung kenapa Crestia Bell dikirim ke Jepang.

Namun, mengabaikan apa yang orang-orang pikirkan, apakah Olba


menganggap hal ini sebagai sesuatu yang penting adalah sebuah poin yang
mencurigakan.

Meski pihak Gereja masih sering mengumumkan hal ini, ketika Emilia
memulai perjalanannya, dia pergi dengan gelar 'Kesatria Gereja'.

Bahkan tanpa mencopot paksa posisi Emilia, dengan membuat Uskup Agung
Olba menjadi asistennya, ataupun menjadikan Emilia seorang Saint,
sebenarnya masih ada cara lain untuk menggunakan kekuasaan Gereja guna
menyokong martabat Emilia.
Emilia mungkin terlihat seperti ini, tapi sebenarnya dia itu mudah dipengaruhi
oleh sekelilingnya, asalkan kau memberitahunya kalau itu demi orang banyak,
dia pasti akan bersedia ikut andil, tak masalah sih jika itu hanya untuk orang-
orang di sekitarnya, tapi Olba sendiri jadi mewaspadai peningkatan kekuatan
dan pengaruh Emilia. Itu sangat mencurigakan.

Bahkan, di insiden sebelumnya, cara yang Olba gunakan bukanlah


menggunakan hadiah untuk membujuk Emilia, melainkan menggunakan
ladang ayahnya untuk mengancam dan memaksanya.

Setelah menanyai orangnya sendiri untuk memastikan kecurigaan ini, dia


langsung mengungkapkan banyak hal seolah itu adalah hal yang menarik.

Yeah, hanya dalam satu minggu, dia tambah menua sampai-sampai terlihat
seperti orang yang berbeda. Bahkan, kau bisa bilang dia tiba-tiba
menumbuhkan rambut putih.... hm, seperti yang kau ketahui, sebelumnya Olba
sudah menggunduli kepalanya.

Tapi sekarang, kami sudah menyegel seluruh sihirnya, kami juga mengirim 45
orang elit, termasuk para penyihir untuk menjaganya setiap jam. Dan karena
dia tidak bisa menyentuh pisau apapun, juga tidak bisa mencukur rambutnya,
dia kini menumbuhkan beberapa rambut.

… Bagaimanapun dia tetaplah seorang Uskup Agung tak peduli seberapa


rendah dia sudah jatuh~ tak disangka ternyata dia masih merawat
penampilannya setiap hari~~

Hmm!

Tentu saja~ kami tidak akan mempercayai semua yang dia katakan begitu saja~
bagaimanapun, konfirmasi kebenaran dari apa yang dia akui tidak bisa
langsung dilakukan~ yang mana itulah alasan kenapa aku tiba-tiba datang ke
sini~~ yaitu untuk menanyakan saran dari Emilia dan Raja Iblis yang telah
membuat kontak dengan Surga dan para malaikat~~”

“Em, kau kembali ke nada normalmu.”

“Em... ah.... karena isinya sangat serius~ awalnya aku memotivasi diriku untuk
menjelaskannya dengan baik~ tapi ternyata sangat melelahkan.... huuh~~”

“Bu-bukankah perbedaannya terlalu jauh...?”

Emerada merilekskan tulang punggungnya yang berdiri tegak dan merosot ke


meja dengan malas, membuat Rika tidak bisa memuji perubahan besarnya ini.

“Lalu, kau kan bilang kalau pengkhianatan Olba sudah mengakar, apa itu ada
hubungannya dengan apa yang kau katakan selanjutnya?”

“Benar sekali~”

Tanpa mengangkat kepalanya, Emerada terus berbicara.

“Sebelum penyerangan Pasukan Raja Iblis~ Olba sudah punya bukti kalau para
malaikat dan Surga itu ada~ keyakinannya tidak datang dari identitasnya
sebagai pendeta~ dia benar-benar memastikan keberadaan Surga~~”

“Memastikan?”

“Dengan kata lain~ dia tahu bahwa Surga bukanlah tempat bagi para roh
ataupun tempat para manusia pergi setelah mati, tempat dengan konsep
metafisika semacam itu~ melainkan sebuah tempat yang bisa didatangi~
sebuah tempat yang benar-benar ada~~”

“....Em.”

“Hm~~?”
“Aku akan memberikan cream puff-ku padamu, jadi tolong berusahalah sedikit
lagi....”

“Tapi identitasnya sebagai pendeta, *nom nom* Alkitab, dan ajaran Gereja
adalah suatu halangan baginya, pada waktu itu dia *nom nom* tidak punya
riset ataupun cara untuk membuktikan kalau Surga itu benar-benar ada *nom
nom*”

Tak ada kata yang lebih cocok untuk menggambarkan fenomena saat ini selain
istilah 'hidup kembali'.

Emerada memegang kedua cream puff Emi, satu di masing-masing tangannya,


dan setelah memakan cream puff itu gigit demi gigit, dia perlahan
memicingkan matanya dan mendapatkan kembali ekspresi seriusnya....

“Emerada-chan, ada krim dan gula di pipimu.”

Rika yang sedari tadi kagum dengan aura Emerada, mengambil satu tisu basah
dan mulai mengusap wajah serius Emerada dari samping, mengabaikan apakah
orang itu adalah orang yang pantas dihormati atau tidak. Martabat seorang
penyihir hebat ini ternyata lebih rendah dibandingkan cream puff yang meleleh
ke dalam perut Emerada.

“Tadi aku bilang soal Olba yang dengan teguh mempercayai bahwa Surga itu
benar ada, kan?

Alasan kenapa dia mempercayainya dengan teguh adalah karena inti Pedang
Suci yang Emilia miliki, yaitu Perak Surga.

Rika-san, terima kasih. Izinkan aku meminum teh hitam ini.... fuu.
Seperti yang kau ketahui, Olba adalah bagian dari Departemen Penyebaran
Ajaran Luar Organisasi di Gereja, dan semenjak dia masih muda, dia sudah
mengunjungi berbagai negara untuk menyebarkan kepercayaannya.

Karena itulah dia tahu betul bahwa Tuhan yang dia puja bukanlah suatu entitas
yang berbeda.

Jika Tuhan merupakan entitas yang berbeda, kenapa ada banyak orang di dunia
ini yang tidak tahu mengenai Tuhan? Kenapa orang-orang bisa membangun
sebuah negara besar tanpa tahu siapa Tuhan sebenarnya?

Alkitab menyebutkan bahwa, membuat orang yang memuja berhala untuk


membela ajaran Tuhan adalah jalan yang benar, lalu kenapa Gereja harus
membuat negara-negara ini berulang kali bermandikan darah, memulai perang
yang dalam sejarah dikenal sebagai perang propaganda?

Ketika Olba sedang dalam proses menyebarkan kepercayaannya, dia melihat


begitu banyak negara, dia juga tahu bahwa ada beberapa orang yang tidak bisa
menerima ajaran Tuhan yang seharusnya disampaikan pada semua orang. Dia
sepertinya bimbang dengan penggunaan pedang dan darah untuk mengajari
mereka yang tidak mau menerima ajaran tersebut, dan kebenaran melakukan
hal demikian.

Kemudian dia menemukan sebuah kontradiksi besar.

Ada sebuah kontradiksi besar antara sejarah Gereja dan kata-kata 'Sayangi
Sesama' yang bahkan diketahui oleh seorang anak kecil.

Tuhan mana yang bilang bahwa orang yang tak mau menerima ajarannya
adalah orang jahat, dan bahwa tak masalah membunuh mereka yang tak mau
bertobat setelah menerima pencerahan?
Sebelum Olba, ada banyak Uskup Agung dalam sejarah yang menjelaskan
kemutlakan Tuhan, dan atas nama Tuhan membunuh para sesama yang
seharusnya mereka sayangi.

Pada waktu itu para uskup menyebutnya 'Pembersihan', dan bilang bahwa
selama mereka menggunakan tangan para penganut suci untuk membersihkan
jiwa mereka, Tuhan akan menyelamatkan mereka dari kebencian dan rasa sakit.

Namun, Olba pernah melihatnya sebelumnya.

Dia pernah melihat sekumpulan orang yang tidak bisa melupakan tindakan
pembunuhan dan penjarahan pihak Gereja yang berdasarkan pada logika
konyol beberapa ratus tahun yang lalu, mereka menyampaikan kejadian itu
kepada para keturunan mereka dan melihat Tuhan yang Olba puja sebagai
makhluk jahat.

Bahkan di dunia di mana pertarungan tak lagi dibutuhkan, melainkan


bergantung pada kata-kata untuk meleburkan kebencian, suara Olba yang
menjelaskan ajaran Tuhan pun tetap tidak bisa menggerakkan hati mereka.

Karena itulah, Olba merasa bimbang.

Dengan kata lain, dia mulai meragukan keberadaan Tuhan.

Kalau dipikir-pikir, Tuhan dalam Alkitab itu telah gagal sejak awal.

Satu-satunya hal yang benar-benar sesuai dengan kehendak Tuhan adalah


penciptaan dunia dan kehidupan.

Setelah itu, kejahatan mulai memasuki Surga, manusia pun tergoda dan
mengkhianati-Nya, para rekan yang diciptakan oleh Tuhan juga mulai
menyalakan perang di berbagai belahan dunia, dan pada akhirnya bahkan
dewa-dewa selain Tuhan pun muncul.
Namun, Gereja menyebutkan bahwa Tuhan adalah keberadaan yang mutlak.

Alkitab menyebut keberadaan mutlak ini terus gagal, namun menginginkan


manusia memujanya sebagai keberadaan yang mutlak.

Yang bisa membuat kontradiksi semacam itu, apa benar dia adalah Tuhan?

Selain manusia, Olba tidak bisa memikirkan eksistensi lain yang bisa
menyebabkan kontradiksi seperti ini.

Setelah memiliki pemikiran semacam itu, Olba pun memutuskan ingin menjadi
orang yang melebihi siapapun di Gereja.

Jika semua pergerakan dalam Gereja berasal dari manusia, maka dia bisa
menganggapnya sebagai tindakan manusia dan bergerak sesuai dengan itu.

Tentu, dia belum menyerah terhadap tugasnya sebagai pendeta, tapi lebih
tepatnya, dia tidak bisa dianggap sebagai penganut yang taat.

Wilayah negara besar yang disebut Gereja ini secara fisik tidak ada, tapi
mereka mengakar dalam di hati manusia, karena itulah Olba bisa dikategorikan
sebagai seorang ahli strategi yang ahli dalam politik negara, hukum dan
ekonomi, serta hebat dalam memahami hati manusia.

Bagi orang seperti dia, ada sesuatu yang baru pertama kali dia temui setelah
memperoleh posisi Uskup Agung.

Dan itu adalah Perak Surga.

Sebuah peralatan suci yang disimpan di Saint Ignord, konon dianugerahkan


oleh Surga melalui malaikat.

Legenda mengatakan, ketika di masa depan nanti dunia diselimuti kejahatan,


seorang Pahlawan akan muncul menghunuskan pedang suci yang terlahir dari
Perak Surga. Dan berinteraksi dengan Perak Surga itu, Olba yakin kalau Surga
dan malaikat itu ada.

Dengan kata lain, entah itu Gereja, Alkitab, atau bahkan Perak Surga, mereka
semua diciptakan oleh eksistensi yang berada di dimensi dan keadaan
metafisika yang sama dengan manusia.

Pada waktu itu, Olba berpikir begini.

“Aku juga bisa menjadi Tuhan.”

Seolah Olba sendiri yang berkata seperti itu di hadapannya dengan suara serak,
Emi tersentak dengan wajah yang memucat.

“Hal seperti itu, apa dia serius...”

“Sepertinya iya. Alasan kenapa berbagai negara dan Gereja takut dengan Emi
adalah karena mereka khawatir jikalau Emilia akan mengambil kekuasaan di
dunia pasca perang. Tapi, apa yang Olba takutkan adalah....”

“Dia takut kalau aku.... akan menjadi Tuhan....? Melalui Perak Surga.... melalui
kekuatan fragmen Yesod?”

“Aku takut begitu.”

“Apa... yang dia pikirkan...”

Emi memeluk dirinya sendiri untuk menekan rasa gemetarnya, Rika pun
bersandar ke arah Emi dan mulai mengelus punggungnya.

“Semenjak Olba membuat kontak dengan Perak Surga untuk pertama kalinya,
dia terus mencari eksistensi abnormal lain di berbagai belahan dunia. Seminari
dan para Uskup Agung terus melanjutkan penelitian mereka untuk waktu yang
sangat lama, dan kesimpulan yang mereka dapat adalah, Perak Surga bukan
sesuatu yang berasal dari dunia ini. Namun, Olba meyakini bahwa tak ada
sesuatu yang tidak berasal dari dunia ini. Itu karena, bukankah Perak Surga
memiliki wujud yang bisa disentuh dan terlihat di hadapannya? Selain
kesempatan untuk membuat kontak dengan Perak Surga, Olba juga tidak
kekurangan pengetahuan, kekuasaan, dan uang yang diperlukan untuk
penelitian. Setelah menjadi seorang Uskup Agung, dia terus meneliti Perak
Surga. Namun, dia tidak bisa menemukan peralatan suci apapun di sekitarnya
yang bisa menjadi subjek penelitian. Olba menjadi cemas. Saat dia perlahan
mulai menua, dan waktu membuatnya sadar akan batas sisa hidupnya....
insiden itu terjadi.”

Emi tiba-tiba mengangkat kepalanya.

“Penyerangan Pasukan Raja Iblis....”

“Di saat yang sama, dunia juga mulai membicarakan tentang Pahlawan yang
akan menggunakan Perak Surga seperti yang ada di dalam ramalan. Olba
begitu senang. Jika Pahlawan dalam ramalan muncul, orang itu pasti adalah
seseorang yang bisa memajukan penelitian Perak Surga. Dia tidak melihat
ramalan sebagai sebuah ramalan. Keberadaan Pahlawan pasti merupakan
bagian dari rencana suatu makhluk tertentu. Dia meyakini hal itu tanpa
keraguan sedikitpun. Setelah itu, Pahlawan dalam ramalan pun muncul.
Pahlawan yang mewarisi darah Surga, Emilia Justina.”

“.....”

“Emi... apa kau baik-baik saja?”

“Ye-yeah... maaf Rika, tapi bisakah kau tetap berada di sampingku sementara
ini?”

“Yeah, jangan khawatir, aku akan mendengarkannya bersamamu.”


Emi sedikit bersandar pada Rika, tapi dia tetap meminta Emerada untuk
melanjutkan.

“Kudengar menemukan Emilia itu tidak sulit. Karena Gereja sudah


mewariskan 'ritual yang harus dilakukan pada Perak Surga ketika dunia
diselimuti kegelapan' dari generasi ke generasi. Dan ritual itu sendiri juga
sangat sederhana, yang diperlukan hanyalah seseorang yang sesuai dengan
kriteria.... dalam situasi ini adalah pendeta tinggi Gereja, untuk menyuntikkan
sihir suci dengan kekuatan yang sesuai ke dalam Perak Surga. Dengan begitu,
Perak Surga akan memancarkan cahaya yang akan menunjuk lokasi sang
Pahlawan.”

Emi pernah melihat cahaya pemandu itu berkali-kali. Dan beberapa dari
mereka bahkan dihasilkan oleh keinginannya sendiri.

Cahaya pemandu itu sebenarnya adalah fragmen Yesod yang saling menarik
satu lain.

Dan cerita itu menyebar di dalam Gereja sebagai legenda yang terkenal.

Lantas, siapa yang memberitahu hal-hal itu pada Gereja? Siapa sumber legenda
ini? Jawaban untuk hal ini bahkan bisa diketahui tanpa berpikir.

“Lailah.....”

Semuanya sudah direncanakan oleh ibunya.

Pertunjukan besar yang berpusat pada fragmen Yesod, sebuah pertunjukan


yang melibatkan dua dunia.

“Setelah Gereja menemukan Emilia, mereka pun membawamu ke markas


pusat Saint Ignord. Pada waktu itu, Olba hanya berpikir tentang mengamati
Emilia serta Perak Surga, dan cara menggunakan mereka untuk penelitian
masa depannya. Pemikiran Olba kemudian berubah saat kau membuat kontak
dengan Perak Surga.”

"..... Apa maksudnya itu...?"

"Coba pikir lagi. Pahlawan dalam ramalan adalah 'Pahlawan dari Pedang
Suci'."

".... Eh?"

"Namun, gadis yang dijadikan sebagai Pahlawan dalam ramalan, selain pedang
suci, dia juga membuat peralatan suci lain muncul."

Kalimat tersebut membuat Emilia menahan napasnya.

Karena Emilia sadar, fakta yang didapat dari kata-kata Emerada barusan,
adalah pertanyaan yang ada hubungannya dengan asal muasal keberadaannya.

"Armor.... Pengusir Kejahatan.... Ugh!"

"E-Emi! Te-tenanglah!"

Emi memeluk tubuhnya dengan erat, dan karena tindakannya ini terlalu kuat,
Rika juga memeluk tubuh Emi, mencoba membuatnya tenang.

"Haruskah kita istirahat dulu? Bahkan aku yang sebelumnya tak mengerti apa-
apa pun, tahu kalau ini sangat serius. Mendengarkan banyak hal sekaligus pasti
membuat otak sangat lelah. Jadi...."

"Tidak.... aku tak apa, aku baik-baik saja.... Aku harus mendengar semuanya,
tolong lanjutkan."

"..... Baik."
Meski khawatir dengan kondisi temannya, Emerada memutuskan untuk
menjawab tekad Emi dan menjelaskan semuanya.

"Tidak seperti para Uskup Agung yang bahagia karena Pahlawan pedang suci
itu benar-benar ada, dan salah mengira kalau Armor Pengusir Kejahatan adalah
bagian dari pedang suci, meski Olba juga terkejut dengan keberadaan Armor
Pengusir Kejahatan tersebut, dia tetap mengamati semuanya dengan tenang.
Hal yang sangat dia inginkan tiba-tiba muncul di hadapannya. Bagi Olba,
pedang suci dan Armor Pengusir Kejahatan adalah sampel dari Perak Surga.
Dia beranggapan bahwa cahaya pemandu itu adalah sesuatu yang
menggabungkan Perak Surga dan Armor Pengusir Kejahatan."

Setelah itu, Olba merekomendasikan dirinya menjadi penjaga Emi, dan ketika
Emi memulai perjalanannya memerangi Raja Iblis, Olba menggunakan
pengalamannya di Departemen Penyebaran Ajaran Luar Organisasi untuk
melangkah maju dan menjadi asisten Emi.

"Setelah melihat kedua peralatan suci itu, Olba pun semakin mempercayai
keberadaan malaikat dan Surga. Setelah itu, di hari pertarungan untuk
membebaskan Saint Ignord, dia bertemu dengan seseorang yang, dalam
kehidupan nyata, bisa membuktikan bahwa malaikat itu benar-benar ada,
Jenderal Iblis Lucifer."

"Sesuatu seperti itu.... benar-benar terjadi...."

"Karena itulah Olba memutuskan untuk berjalan di jalan menjadi Tuhan yang
berwujud, dia berpura-pura memberikan serangan terakhir kepada Lucifer
yang hampir mati setelah bertarung dengan Emilia, dan menyembunyikannya.
Penyerangan Pasukan Raja Iblis tak disangka membuktikan bahwa deduksi
Olba selama bertahun-tahun itu benar. Tapi, apa yang membuat Olba menyesal
adalah ternyata Lucifer tidak tahu apapun soal Perak Surga maupun pedang
suci Emilia."
Dulu, Emi juga terganggu oleh hal ini.

Lucifer.... Urushihara tidak tahu apapun mengenai asal usul pedang suci Emi.

Urushihara terlihat berada di level yang sama dengan Sariel dan Gabriel, atau
bahkan merupakan malaikat yang lebih tua, tapi kenapa dia tidak tahu apapun
soal fragmen Yesod?

"Meski begitu, bagi Olba, Lucifer tetaplah pion penting di jalannya untuk
menjadi Tuhan. Dia membantu Emilia selama dalam perjalanan dan
melindungi Lucifer di saat yang sama, dan ketika akhirnya dia akan menyerang
Kastil Raja Iblis, Olba melihat cahaya pemandu itu sekali lagi. Itu adalah...."

"Cahaya yang terbentuk akibat saling tarik menariknya pedang suci.... dan inti
dari Alas Ramus yang dimiliki Raja Iblis....."

"Kali ini, Olba sepertinya merasakan tanda bahaya. Meski sampel lain berada
di dekatnya, jika benda itu jatuh ke tangan Emilia yang mengalahkan Raja Iblis,
Emilia pasti akan mendapatkan sebuah kekuatan baru.... kalau sudah begitu,
eksistensi yang menyebut diri mereka sebagai Tuhan ataupun malaikat itu,
mungkin akan datang dan mengambil kembali benda-benda tersebut."

Tak masalah jika sang Pahlawan menggunakan kekuatan itu demi dunia
manusia. Tapi begitu para iblis dikalahkan, dan orang-orang tidak lagi
membutuhkan kekuatan sang Pahlawan, kekuatan itu mungkin akan menjadi
alasan dunia jatuh sekali lagi ke dalam kekacauan.

Makhluk yang memberikan Pedang Suci dan Armor Pengusir Kejahatan


kepada manusia, apakah mereka akan senang melihatnya? Apakah makhluk itu
akan senang melihat semakin banyak orang yang mendekati rahasia kekuatan
tersebut?
Olba akhirnya menemukan jalan menuju Surga setelah bersusah payah, dan
tentu saja berharap bisa menyingkirkan semua halangan dari jalannya, bagi dia,
kaburnya Raja Iblis dan Alsiel adalah sebuah keberuntungan.

Meski inti Alas Ramus tertinggal di Kastil Raja Iblis, Olba berpikiran, selama
Raja Iblis yang memiliki benda yang bisa menarik pedang suci dan Emilia yang
memiliki pedang suci, menghilang dari dunia di saat yang sama, maka dia bisa
mengulur waktu untuk melakukan penelitiannya.

Olba berpura-pura mengejar Raja Iblis, dan saat Emilia memasuki gate, dia
pun menyegel gate tersebut, yang sebenarnya masih punya sedikit waktu
sebelum tertutup.

Dia berhasil menipu mata dan telinga Emerada, Alberto dan para pemimpin
Aliansi Kesatria Lima Benua.

Tapi pada waktu itu, Olba tidak menyangka kalau mereka akan terdampar ke
suatu dunia lain, jadi dia menghabiskan banyak waktu untuk mencari Emilia.

"Apa yang terjadi selanjutnya.... semuanya sama seperti yang Emilia ketahui.
Olba dan Lucifer membuat masalah di Jepang dan berusaha mengubur Raja
Iblis dan Pahlawan demi keinginan mereka masing-masing. Tapi masalah yang
paling mempengaruhi Olba dalam banyak salah perhitungannya adalah....
Pahlawan dan Raja Iblis ternyata berada di tempat yang berdekatan satu sama
lain di Jepang dan saling akrab."

"Sampai sekarang.... kalimat itu masih terdengar tidak enak di telinga."

Meski wajahnya masih pucat, Emi dapat kembali pulih ke titik di mana dia bisa
menunjukkan senyum mengejek.
"Pada akhirnya, rencana Olba untuk membunuh Emilia gagal, dia juga
kehilangan kendali atas Lucifer, dan dia yang tidak bisa kembali ke Ente Isla,
logikanya tidak akan bisa melanjutkan jalan untuk menjadi Tuhan...."

"..... Jadi, apakah itu Gabriel, Sariel, atau Raguel?"

Tanya Emi kepada Emerada, Emerada pun tersenyum kecut dan menjawab,

"Sepertinya yang pertama adalah Sariel. Olba yang ditahan di Jepang,


mendapatkan bantuan dari Sariel, dia kemudian berada di bawah pengawasan
Surga dan membantu mereka untuk mengumpulkan fragmen Yesod. Katanya,
setelah dia melihat malaikat lain selain Lucifer, Olba juga mengubah
pemikirannya sekali lagi."

Para malaikat, dengan diawali oleh Sariel, memiliki kekuatan yang tidak hanya
melampaui Raja Iblis, tapi juga melebihi kekuatan Emilia.

Para malaikat itu memiliki tubuh yang kuat, merupakan eksistensi yang sangat
misterius, mempunyai kapasitas sihir suci yang tidak mungkin dimiliki oleh
manusia, dan memiliki intelegensi yang tinggi, Olba mempunyai rasa hormat
yang mendalam terhadap mereka.

Kesombongan yang dia rasakan setelah mendapatkan pengakuan dari makhluk


hebat seperti itu juga merupakan salah satu alasannya, dia kemudian tanpa
sadar menjadi boneka malaikat dan mulai melakukan tindakan untuk menjadi
salah satu dari mereka.

Dia belum menyerah di jalan untuk menjadi Tuhan karena hal ini, tapi setelah
pertarungan yang terjadi di Sasazuka, apa yang Olba harapkan bukan lagi
menjadi Tuhan yang mutlak, melainkan mendapatkan kekuatan yang sama
seperti yang dimiliki Sariel dan Gabriel, menjadi simbol kepercayaan orang-
orang di Ente Isla.... Malaikat.
Namun, dengan kegagalan rencana besar itu dan kekalahan mereka dari Maou,
Emi, Suzuno, dan yang lainnya, hasrat Olba untuk menjadi Tuhan pun hancur,
dan bahkan semangat hidupnya memudar bersama cahaya ambisinya, karena
itulah dia kini menjadi seperti orang cacat.

"Mendengar semua itu, rasanya sudah bisa diduga kalau situasinya akan jadi
seperti ini, meski dia terlihat seperti orang yang sudah kehilangan harapan...
orang yang bernama Olba ini, apa yang akan terjadi padanya nanti? Akankah
dia dihukum mati oleh hukum di sana?"

Emerada menggelengkan kepalanya dengan wajah gelisah, lantas menjawab


pertanyaan Rika.

"Hm... masalah pertama yang harus dihadapi adalah, hukum negara mana yang
akan digunakan, faktanya, di mana hukum normal bisa mengadili tindak
kejahatan Olba pun juga meragukan.... ditambah lagi, tak peduli seberapa
rendah dia sudah jatuh, dia tetaplah seorang Uskup Agung dan rekan Pahlawan,
asumsikan saja dia dijatuhi hukuman mati, itu pasti akan menyebabkan banyak
dampak di masyarakat."

Dari dalamnya kerut yang terbentuk di antara alis Emerada, bisa dilihat betapa
bingungnya dia.

"Kurasa tidak akan ada kesimpulan apapun sementara. Jujur saja, kami tidak
menyangka Olba akan mengakui semua itu secepat ini. Sepertinya, Raja Iblis
yang ikut campur ke dalam masalah di Afashan, kegagalan rencananya, dan
kekalahan para malaikat, memberinya syok yang sangat besar. Bahkan, tujuan
para malaikat membuat Emilia dan Alsiel bertarung di Afashan juga masih
belum jelas... Emilia, apa kau baik-baik saja?"

Emerada menghela napas lega dan menatap wajah Emi.


"Meskipun aku tidak baik-baik saja.... berkatmu, aku jadi tahu beberapa hal
sekarang. Chiho-chan juga menyebutkan hal itu sebelumnya."

"Sasaki-san?"

"Yeah. Dan baru-baru ini ayah juga memberitahuku."

Emi tanpa sadar menggenggam tangan Rika yang sedang menyangganya,


membuka mulutnya, dan mengatakan,

"Evolving Holy Sword, One Wing (Better Half), sejak awal.... semenjak aku
lahir, mungkin sudah ada bersamaku. Menurutku Perak Surga yang dimiliki
Gereja itu bukanlah pedang suci, melainkan inti Armor Pengusir Kejahatan.
Menurut Lailah, dia mempercayakan kunci yang dia diperlukan untuk
mencapai tujuannya kepadaku dan ayah. Ayah selalu bersama dengan Acies
Ara. Dan perwujudan pedang suci lain, bersama dengan Acies...... Rika,
permisi."

Mengucapkan hal itu, Emi pun menatap Rika, dia kemudian melepas tangan
Rika, berdiri dari tempat duduknya, dan mengambil satu langkah mundur,

"Kalau dipikir-pikir, semenjak bergabung dengan anak itu, Armor Pengusir


Kejahatan juga ikut berevolusi."

Emi berkonsentrasi.

"Wah!"

Rika pun berteriak melihat fenomena yang terjadi pada Emi.

Diikuti seberkas cahaya terang, seorang gadis kecil muncul di lengan Emi.

Rika menatap gadis kecil berambut unik yang sedang tertidur lelap tersebut.

"Alas Ramus-chan?"
Ini adalah pertama kalinya Rika bertemu dengan Alas Ramus dalam jarak
sedekat ini, tapi apa yang membuatnya benar-benar terkejut tentu saja adalah
fakta bahwa seseorang benar-benar muncul dari udara yang tipis .

Di saat yang sama....

".... Uh, E-Emi? Penampilanmu....?"

Perubahan pada Emi membuat Rika terduduk di kursi merasa begitu kaget.

"Jadi ini.... Pahlawan, Emilia...."

Rika, melihat penampilan temannya, terpaku.

Rambut perak seperti sutra, dan mata merah tajam yang seolah sanggup
menusuk para iblis.

Gaun one-piece di atas baju santainya, armor yang menutupi tubuh Emi
memancarkan sinar misterius yang nampak berwarna perak dan pelangi.

"Emilia, perisai di tangan kirimu...."

Emerada yang mengetahui wujud Pahlawan Emilia di masa lalu, bertanya


demikian setelah melihat perlengkapan Armor Pengusir Kejahatan yang ada di
tangan kiri Emi.

"Sebelumnya memang tak ada perisai. Perisai ini baru muncul setelah aku
bergabung dengan anak itu, inilah wujud Armor Pengusir Kejahatan yang telah
berevolusi."

Emilia menatap Alas Ramus yang perlahan bangun dari tidur siangnya dan
perisai yang ada di tangan kirinya, lantas sedikit merendahkan pandangannya,

"Pedang suci bisa berubah bentuk tergantung jumlah sihir suci yang diberikan.
Setelah Armor Pengusir Kejahatan membuat kontak dengan fragmen Yesod,
armornya berubah dari Perak Surga menjadi baju, dan karena bergabung
dengan Alas Ramus, perisai ini pun muncul. Selain itu, Alas Ramus dan Acies
Ara..... anak-anak ini.... akan terus tumbuh."

Kali ini, Emilia tiba-tiba menenangkan kekuatan dalam tubuhnya, Armor


Pengusir Kejahatan pun berubah menjadi bola-bola cahaya di depan mata
kepala Rika dan kembali ke dalam tubuh Emilia.

Dengan mata dan rambut kembali ke penampilan Yusa Emi normal, Rika yang
akhirnya terlepas dari rasa kaget pun, diam menatap Emi dengan mulut terbuka
saat Emi membungkuk dan menggendong Alas Ramus.

"Meski kemungkinan mereka berbeda-beda, fragmen Yesod tetap akan


tumbuh dan berkembang. Jika ini adalah tujuan Lailah.... ketika semua
fragmen terkumpul, apa yang akan terjadi?"

Emerada dan Rika tentu tidak tahu jawaban untuk pertanyaan ini.

"Aku tidak tahu apa tujuan Lailah, aku juga tidak tahu apa yang Gabriel dan
Surga inginkan dengan mengumpulkan anak-anak ini. Tapi... jika ada sesuatu
yang membuat anak-anak ini menemui kemalangan, aku tidak akan pernah
membiarkannya."

Usai mengucapkan hal tersebut dengan tegas, Emi sekali menatap ke arah
Emerada.

"Em, terima kasih sudah datang hari ini. Dengan begini, aku bisa tahu alasan
untuk melangkah menuju tujuan baruku."

"Apa maksudnya itu?"

"Setelah ini, aku tetap akan mencari Lailah. Tapi kali ini bukan demi
mengetahui apa yang ingin dia lakukan, tapi demi kebahagiaan Alas Ramus ke
depannya. Entah itu pedang suci maupun Armor Pengusir Kejahatan, mereka
adalah rekan-rekanku yang berharga. Aku tidak akan membiarkan Lailah
melakukan apapun semaunya."

"Ya ampun... setelah melihatnya sendiri, itu benar-benar hebat....."

Rika akhirnya pulih dari rasa syok akibat perubahan Emi, dia menekankan
tangannya ke lantai dan bangkit.

"Apa kau merasa..... tidak nyaman?"

Tanya Emi dengan gelisah.

Rika menggelengkan kepalanya sambil terus mempertahankan ekspresi


kakunya.

"Uh, aku hanya terkejut. Aku tidak menyangka kalau temanku adalah orang
yang benar-benar luar biasa."

Dan kemudian, masih dalam posisi duduk, Rika dengan gemetar mendekati
Emi, dan menatap wajah Alas Ramus saat dia menggeliat di lengan Emi seperti
hendak bangun.

"Astaga, melihatnya sedekat ini.... sepertinya dia hanya bisa digambarkan


semanis malaikat. Meskipun Acies juga manis, anak kecil itu memiliki poin
tambahan. Mereka unggul dalam berbagai hal."

Rika berulang kali menatap wajah tertidur Alas Ramus, kemudian dia
mengangkat pandangannya menatap wajah Emi.

Emerada hanya diam dan memperhatikan kelucuan Rika.

"Aku tidak yakin apa ini hanya imajinasiku saja, tapi rasanya kalian memiliki
beberapa kemiripan. Seperti mata dan mulut."
"Benarkah? Meski itu sama sekali tidak masuk akal, tapi... dibilang seperti itu
oleh Rika, aku merasa sedikit senang...."

Emi tersipu malu, lantas menatap wajah Alas Ramus.

"Yeah, tapi rasanya, area dahi dan alisnya sedikit mirip dengan Maou-san... ah,
sepertinya kau masih belum menerima bagian ini ya?"

Meski Rika tidak bercanda dan benar-benar mengekspresikan pemikirannya


dengan jujur, Emi yang awalnya tersipu seketika merubah ekspresinya dan
mulai mengintimidasi Rika seolah-olah siap menyemburkan racun.

"Aku memang berterima kasih untuk apa yang dia lakukan sebelumnya, tapi
daripada disebut tidak bisa menerimanya, ini lebih seperti aku tidak bisa
memaafkannya.... Jadi perasaanku soal ini benar-benar rumit."

Bagi Alas Ramus, Maou adalah ayahnya yang tak tergantikan. Emi tidak
sebegitu kekanakannya untuk menyangkal fakta tersebut.

Tapi, walau dia berhasil berkumpul kembali dengan Nord, Maou tak diragukan
lagi tetaplah salah satu alasan utama yang mengacaukan kehidupan Emi.

Meski bayangan semu Lailah bisa dilihat di belakang Maou, selama dia masih
menyebut dirinya sebagai raja para iblis, Emi tak akan merubah pandangannya
kalau Maou harus mempertanggungjawabkan tindakannya di masa lalu.

Meski begitu, Emi sadar, kalau hanya dengan kekuatannya saja, dia tidak akan
bisa membunuh Maou.

Tidak hanya itu, dari bagaimana Emi mengejar suasana makan malam hangat
yang Maou ciptakan di dalam mimpinya, tanpa sadar, Emi sepertinya sudah
punya sedikit kepercayaan terhadap Maou.
Menghadapi lawan seperti itu, apa Emi perlu terus mencari alasan untuk
membencinya? Emi bahkan berpikiran, meskipun Maou berdosa, mungkin dia
tak perlu menjadi orang yang menghakiminya.

"Pokoknya, ini sangat rumit."

Ucap Emi seolah mengatakan hal itu pada dirinya sendiri.

"Selamat pagi, Alas Ramus, apa kau sudah bangun?"

"Uhm.... fagi... fwah."

Alas Ramus menggosok-gosok matanya yang masih mengantuk dan menguap


lebar, kemudian dia melihat sekelilingnya dengan bingung.

"!!"

Begitu melihat Rika, dia tiba-tiba mengangkat kepalanya.

"Ah? A-ada apa?"

Dengan gesit, Alas Ramus berpindah dari lengan Emi menuju ke belakang
punggungnya.

"Oh, ya ampun? Apa aku menakutinya?"

"Ah, aku tahu. Ini pertemuan pertama Alas Ramus dan Rika, kan?"

"Uuuu...."

Alas Ramus, bersembunyi di belakang punggung mamanya, menatap Rika


dengan gugup.

"Hello!"
Mungkin karena tidak terbiasa dengan anak-anak, Rika mencoba menunjukkan
sebuah senyum kaku dan melambai ke arah Alas Ramus yang bertingkah
seolah melihat sesuatu yang menakutkan.

Namun, Alas Ramus yang nampak ketakutan dengan senyum itu, dengan cepat
menyembunyikan wajahnya di belakang punggung Emi.

"Hey Alas Ramus, kau harus menyapa orang lain dengan baik, kau tahu? Kau
harus menjawab 'Hello juga', okay?"

"Uu...."

Dengan bujukan dari Emi, Alas Ramus dengan gugup mendongak, tapi rasa
terkejut akibat melihat orang asing setelah baru saja terbangun nampaknya
masih belum hilang, dan dia masih terlihat ketakutan.

Dan kemudian....

"Apa Alas Ramus-chan~~ biasanya malu-malu~~"

"Kya!"

Mendengar suara yang tiba-tiba datang dari belakangnya, Alas Ramus pun
melompat.

"A-A-Alas Ramus?"

"Oh, ah, wah?"

Seperti seekor kelinci yang melarikan diri, Alas Ramus meninggalkan


punggung Emi, dan kali ini bersembunyi di belakang punggung Rika.

"Oh, ya ampun?"
Rika dengan canggung berbalik menatap makhluk kecil yang bersembunyi di
belakangnya, dan memegangi blusnya.

"..... nee-chan... ada di sini?"

"Hm? Hmm?"

Rika yang merasa kalau Alas Ramus sedang mengucapkan sesuatu,


membungkuk dan mendekatkan telinganya.

Setelah itu, tak diketahui apa yang dia dengar, sebuah senyum kecut tiba-tiba
tersungging di wajah Rika, dia pun menatap Emerada.

"Dia bilang kenapa Em nee-chan ada di sini?"

"Ah."

"Ehh~~"

Mendengar hal itu, Emi juga menatap Emerada dengan ekspresi yang sama
seperti Rika, Emerada yang telah kembali ke nada bicaranya yang biasa pun,
cemberut merasa tidak senang.

"Oh iya, Alas Ramus itu tidak akrab dengan Em."

"Bagaimana mungkin~~ apa memang separah itu sampai-sampai dia mau


bersembunyi di belakang punggung Rika-san yang baru pertama kali dia
temui~~?"

"Itu karena kemarin kau berbicara terlalu keras dan menakutinya."

"Tapi~~ melihat anak semanis ini~ sudah pasti kau ingin berteriak kan~"

Ucap Emerada dengan tidak senang, setelah menunggu tangan kecil itu
menenang, Rika pun mengalihkan pandangannya ke arah Alas Ramus.
"Hello?"

"....lo."

Baru sekaranglah Alas Ramus sadar kalau dia sudah menempel pada orang
yang tidak dia kenal.

Namun, karena Emi tidak mengatakan apa-apa, dia pun menjawabnya dengan
pelan dan kelihatan ketakutan.

"Senang bertemu denganmu Alas Ramus-chan."

"...... bertemu denganmu."

"Aku teman Emi... uh teman mama, Suzuki Rika."

"Zuzuki...?"

"Alas Ramus, kau harus menyapa Rika nee-san dengan benar, ya?"

"Uh, Rika nee-chan, senang bertemu denganmu, hello."

Mungkin karena gugup, suara Alas Ramus terdengar pelan dan lesu, tapi dia
tetap berusaha menyapa Rika.

"Yeah, senang bertemu denganmu. Emi, makhluk manis macam apa ini?!"

Mulut Rika tak kuasa menunjukkan sebuah senyum.

"Tak heran semua orang sangat menyukainya. Tangannya begitu kecil."

"Auu."

Rika dengan lembut memegang tangan Alas Ramus, dan meski dia
menunjukkan ekspresi seperti meminta bantuan Emi, Alas Ramus tetap
membiarkan Rika memegang tangannya.
"Entah itu sebelum atau sesudahnya, rasanya Emi mengalami masa-masa yang
sulit ya."

Rika memegang kedua tangan Alas Ramus dengan hangat, lantas


mengucapkan hal tersebut pada Emi sembari terus menatap Alas Ramus.

"Jika kau butuh seseorang untuk mengeluh nantinya, hubungi saja aku. Tak
penting apa ada sesuatu yang terjadi atau tidak. Aku akan terus mencari
restoran baru dengan makanan yang enak."

".... Rika."

"Rika-san...."

"Karena itu kesempatan yang cukup langka, kenapa kau tidak membawa Alas
Ramus-chan juga ketika waktunya tiba? Alas Ramus-chan, apa makanan
kesukaanmu?"

"Sup jagung dan kare."

"Oh, lumayan, itu sesuai dengan kesukaan anak-anak."

"Dan, karaage Chi nee-chan."

"Chi-chan? Ah, apa itu maksudnya Chiho? Apa dia bisa membuat makanan
yang sesuai dengan selera anak-anak? Luar biasa. Tapi ada juga restoran
dengan karaage, sup jagung, dan kare yang enak lo. Meski aku kepikiran
beberapa restoran barat, jika makanannya enak-enak, itu pasti akan sedikit sulit.
Oh iya, kau kan masih kecil, apa kau bisa makan sebanyak itu?"

Setelah itu, Rika tidak banyak bicara pada Emi.

Namun, bagi Emi, itu sudah cukup. Entah Emi itu Yusa Emi, ataukah Emilia
Justina, Rika tetap bersedia makan bersamanya seperti sebelumnya.
Tidak hanya itu, Rika bahkan bilang kalau dia bersedia berbicara dengan Emi
mengenai berbagai topik. Kalau temannya bisa memberikan hal-hal semacam
itu, apa lagi yang bisa Emi minta?

"Emilia, kau punya teman yang baik."

Ucap Emerada dengan pelan. Emi pun mengangguk, matanya sedikit memerah.

"Ah, meski makan juga penting, apa yang akan kau lakukan soal pekerjaanmu?
Kau masih akan tinggal di Jepang untuk sementara ini, kan? Soal uang... huuh,
dengan gaya hidup Emi, kau mungkin masih memiliki tabungan meski kau
tidak bekerja, tapi sewa apartemen ini tidak murah, kan?"

Emi benar-benar menyukai sifat Rika yang bisa langsung membicarakan


masalah yang ada saat ini.

"Kau pasti akan sangat terkejut setelah mendengar ini, biaya sewa kamar di
sini adalah 50.000 yen perbulan."

"Eh?"

Mendengar jumlah tersebut, Rika malah mengernyit.

"Apa kau tidak merasa kalau itu aneh? Dari fakta bahwa tempat ini ada di dekat
stasiun, lokasinya, ukurannya, kupikir harganya paling tidak sampai 100.000
yen...."

Ketika Emi menyebutkan hal ini pada Suzuno sebelumnya, Suzuno juga kaget
dengan biaya sewanya yang murah. Tapi seperti yang bisa diharapkan dari
Rika, dia langsung sadar betapa tidak normalnya harga tersebut.

"Yeah, jujur saja.... sebuah insiden terjadi di kamar ini sebelumnya."

"Eh? Benarkah?"
Berbeda dengan Rika yang terkejut, Emi melambaikan tangannya santai dan
mengatakan,

"Tapi jika bukan karena fakta bahwa kamar ini punya sedikit kekurangan, aku
tidak akan bisa bekerja di Docodemo, dan bahkan, apakah aku bisa hidup
dengan nyaman di Jepang pun tak bisa dipastikan."

"Eh?"

"Aku punya banyak kenangan di kamar ini. Meski pada akhirnya aku akan
tinggal bersama ayahku, pindah rumah itu juga perlu uang, jadi mungkin akan
butuh beberapa waktu sebelum aku pindah dari sini."

Rika mengalihkan pandangannya ke arah Emerada yang mungkin tahu sesuatu,


tapi Emerada menggelengkan kepalanya perlahan, tak tahu apa-apa.

"Huuh, pokoknya, biaya sewa tidak akan menyebabkan masalah apapun.


Meski saat ini aku sedikit kekurangan dana, aku sudah punya beberapa ide
tentang pekerjaan baruku. Setelah kemarin menelepon, aku jadi tahu kalau
mereka sangat kekurangan tenaga, jadi tanggal interview-nya langsung diatur.
Aku hanya perlu beberapa foto untuk resume-ku."

"Oh! Begitu ya, Pahlawan memang hebat. Kau akan melakukan semuanya
dengan baik kalau memang sudah waktunya bertindak!"

Prospek cerah Emi membuat Rika tersenyum.

"Tapi kenapa kau kekurangan dana?"

Rika, sebagai seorang rekan kerja, secara kasar tentu bisa meraba-raba kondisi
pemasukan Emi, dan mengingat gaya hidup Emi dan biaya sewanya, sulit
baginya membayangkan kalau Emi akan kekurangan uang.

"Yeah, sebenarnya...."
Emi memberitahu Rika soal Maou yang memintanya membayar hutang dan
memberikannya hadiah tanpa meninggalkan detail apapun.

"Uwahh...."

"Wargh~~"

Seperti yang bisa diduga, Rika dan Emerada juga mengernyit.

"Bahkan jika dia itu Raja Iblis, dia tidak seharusnya melakukan hal semacam
itu di situasi seperti ini, kan?"

"Itu agak disayangkan~~ tapi Raja Iblis pada waktu itu~ tidak terlihat seperti
orang yang akan melakukan hal semacam ini~"

Keduanya memberikan pendapat yang tegas, tapi Emi malah tersenyum kecut,
dan tak disangka, tak ada kemarahan ataupun kekecewaan yang terasa darinya.

"Kalian berdua juga berpikir begitu, kan? Aku juga merasakan hal yang sama.
Ini sama sekali tidak cocok dengan gaya orang itu."

""Ehh??""

"Dia pasti berpikir kalau aku akan menolak permintaan konyolnya itu."

Emi bangkit dan mengambil sebuah majalah yang ada di rak sebelah televisi.

"Tapi aku juga punya harga diriku sendiri, jadi aku akan membalas hutang
yang kumiliki dengan kekuatanku sendiri, ditambah lagi....."

Sembari berbicara, Emi membalik halaman di majalah tersebut yang di atasnya


terpasang penanda halaman, dan menyerahkannya pada Rika dan Emerada.

"Jika aku terbawa oleh kata-katanya begitu saja, bukankah aku akan berhutang
lagi padanya? Karena itulah...."
"E-Emi, i-ini....."

Setelah melihat iklan yang ada di halaman tadi, mata Rika membelalak kaget.

Emi yang sudah mengira kalau Rika akan bereaksi demikian, mengangguk
dengan percaya diri dan menjawab pertanyaan temannya,

"Alasan kenapa aku melamar kerja di sini, akulah yang memutuskan


semuanya."
Chapter 2 : Raja Iblis Dan Pahlawan, Berpegang Kuat Pada
Pendirian Mereka Masing-Masing

Keesokan paginya, Ashiya yang berjalan keluar rumah karena mendengar


suara mesin dari jalanan di depan apartemen, berdiri di lorong utama saat
melihat sebuah truk berukuran sedang terparkir di luar.

Wadah muatan truk dengan logo perusahaan ekspedisi yang biasa terlihat di
iklan TV itu kini telah terbuka, dan para pekerja professional yang
mengendarai truk itu ke sini, juga sudah mulai mengeluarkan barang muatan
dari dalam truk.

Suzuno dan Nord kini sedang membicarakan sesuatu dengan salah seorang
pekerja di halaman depan apartemen, tapi tujuan Ashiya bukanlah kedua orang
itu.

Di samping kedua orang itu, berdiri seseorang yang terlihat seperti barel
anggur berplat emas dengan dua kaki untuk berjalan, dia adalah pemilik Villa
Rosa Sasazuka, Shiba Miki.

"Kalau begitu, Nord-san... ini kunci kamar 101. Jika ada masalah, kau bisa
mencari Maou-san dan Ashiya-san yang ada di lantai 2, ataupun di sebelah, di
mana aku tinggal..."

"Aku tidak ingat pernah menerima tugas sebagai seorang pengurus!"

Ashiya mengumpulkan keberaniannya, dan dari lorong utama, dia berteriak ke


arah si pemilik kontrakan yang memberikan saran tidak bertanggung jawab
kepada Nord.

Suzuno, Nord, dan Shiba, menyadari suara tersebut, menoleh ke arah Ashiya.
Seperti sebelumnya, kapanpun Ashiya membuat kontak mata dengan Shiba,
dia pasti akan merasa merinding, dan meskipun dia tidak bisa berdiri tegak,
pokoknya dia harus membuat semuanya jelas hari ini.

"Oh, Ashiya-san, selamat siang. Mulai hari ini Nord-san secara resmi akan
pindah ke kamar 101, jadi aku menjelaskan beberapa hal kepadanya."

"Aku tak masalah dengan itu, tapi kami bukanlah pengurus apartemen ini,
bukan perwakilan penghuni juga! Jika kami selalu didekati setiap ada masalah,
kami pasti akan sangat kerepotan!"

Walau kurang dalam hal kekuatan, Ashiya tetap mengatakan hal tersebut,
penuh tekad.

Pada dasarnya, semenjak Suzuno si penghuni kedua pindah ke apartemen ini,


dengan tidak bertanggung jawab Shiba sudah bilang 'kalau ada masalah, cari
saja Maou-san dan Ashiya-san'.

Ketika Maou dan Ashiya pertama kali datang ke Jepang, mereka memang
sudah banyak di bantu oleh Shiba, tapi tetap saja tak ada alasan untuk
membiarkan Shiba menyerahkan tugas kepengurusan pada mereka.

"Tolong jangan bilang begitu. Pihak agen sudah memberitahuku semuanya.


Sampai saat ini, kalau ada masalah, Maou-san selalu mewakili para penghuni
untuk mengumpulkan pendapat dan menyelesaikan berbagai hal..."

"Apa yang kau maksud dengan mengumpulkan semua pendapat? Di sini hanya
ada kami dan Bell!"

Ashiya berjalan menuruni tangga sambil terus memprotes.

"Bukankah itu bagus? Kalian itu saling kenal, dan kalian adalah rekan dari
sesama Ente Isla, kan?"
"Siapa juga yang berteman dengan mereka!? Kami ini iblis, kami berbeda
dengan manusia, baik secara fisik ataupun yang lainnya!"

"Meski begitu, kalian tetaplah tetangga yang tinggal di apartemen yang sama.
Tidak perlu juga mengatakan sesuatu yang kasar seperti itu, kan?"

Ucap Shiba dengan sikap seperti menasehati, dia mengabaikan protes Ashiya
dan meliriknya seolah memberikan sebuah serangan mematikan.

"Uguh!"

Hanya dengan hal itu saja, jantung Ashiya sudah mulai berdetak tak karuan
dan hampir kehilangan kesadaran.

"A-apa dia baik-baik saja?"

"Alsiel memang akan seperti itu kalau bertemu pemilik kontrakan."

Nord nampak cemas ketika melihat tingkah aneh Ashiya, sementara untuk
Suzuno, dia menjelaskan situasi yang sudah biasa ini dengan tenang.

Tangan Ashiya menekan bagian dadanya, dia juga berkeringat, tapi dia tetap
berusaha mengatur napasnya. Dia kemudian meletakkan tangannya di dahi dan
menggelengkan kepalanya.

"Ya ampun, kau punya tekad yang kuat ya."

"A-aku tidak tahu.... apa yang kau katakan, tapi mari kita kesampingkan hal itu
dulu. Pemilik kontrakan-san, bukankah sekarang waktunya kau memberitahu
kami?"

"Memberitahu kalian apa?"

Ucap Ashiya dengan gelisah kepada Shiba yang terus tersenyum dari tadi.
"Di rumah sakit mana Urushihara dirawat!?"

Ashiya berteriak sekeras-kerasnya, tapi ekspresi Shiba sama sekali tidak


berubah.

"Sudah kukatakan sebelumnya kan, itu rumah sakit yang kukenal. Jika kau
khawatir dengan biaya rumah sakitnya, kau tidak perlu khawatir karena yang
akan membayarnya adalah aku dan Amane...."

"Aku tidak khawatir dengan hal semacam itu!!"

Ashiya menyela kata-kata Shiba.

"Masalahnya, laptop Urushihara juga tidak ada di kamar!"

"Laptop? Aku tidak berpikir akan terjadi tindak pencurian...."

"???"

"Ah, aku mengerti."

Shiba dan Nord terlihat bingung, dan hanya Suzuno yang mengangguk seolah
mengerti sesuatu.

"Jika seseorang menerobos masuk ke tempat kita, itu masih termasuk mudah
ditangani."

"Apa kau membiarkan Urushihara membawa laptopnya ke rumah sakit?"

Menghadapi interogasi Ashiya yang terlihat seperti hendak menangis, dengan


gerakan yang elegan, Shiba menyentuh dagunya yang tidak elegan dan
berbicara seolah kepikiran sesuatu.
"Ah, setelah kau membahasnya, kalau tidak salah dia pernah bilang sesuatu
seperti 'setidaknya biarkan aku membawa laptopku', jadi Amane membantunya
membawakan laptop yang ada di kamar."

"A-apa katamu?"

Wajah Ashiya terlihat putus asa seolah sedang menyaksikan dunia hancur,
kedua kakinya gemetar, nampaknya dia akan segera ambruk.

"Tunggu Alsiel! Rumah sakit di Jepang biasanya akan melarang penggunaan


HP dan mesin yang memancarkan gelombang listrik. Lucifer seharusnya tidak
akan bisa berbelanja online ketika dia berada di rumah sakit."

Karena Ashiya terlalu menyedihkan, Suzuno pun memberinya dukungan moral.

"Be-begitu ya... Bell memang hebat. Pasti begitu. Aku kehilangan


ketenanganku sesaat tadi..."

"Urushihara-san berada di kamar khusus, jadi HP dan laptop bisa digunakan di


sana, bahkan TV pun bisa ditonton saat malam hari."

"Apa katamuuuuuuuuuuuu!!??"

"Ooh?"

Ashiya yang sesaat kembali ke dunia nyata karena ucapan Suzuno, seketika
berteriak setelah Shiba menyatakan deklarasi kematian tersebut, membuat
Nord tersentak ketakutan.

"Kartu kredit! Aku harus membatalkan kartu kredit Maou-sama! Bell!


Pinjamkan HPmu! Kumohon! Setelah melewati krisis itu dengan susah payah,
jika ini terus berlanjut, Pasukan Raja Iblis akan hancur sebelum sempat
bangkit!"
"Tenang, Alsiel! Kau memang teman sekamarnya, tapi kau tidak akan bisa
membatalkan kartu kredit yang terdaftar dengan nama Raja Iblis!"

"Bagaimana mungkin! Ma-Maou-sama baru saja berangkat bekerja... tu-


tunggu, Urushihara kan sudah ada di rumah sakit selama beberapa hari.....
ooohhhhhhhhhh??"

"Meski sekarang mereka terlihat seperti ini, biasanya mereka bisa diandalkan
kok."

"O-oh...."

Menyaksikan Ashiya yang berteriak keras dan Suzuno yang sedang


menghiburnya, tentu saja Nord tidak bisa mempercayai kata-kata Shiba.

"Be-benar juga, kalau aku membawa dokumen yang diperlukan ke restoran,


aku tidak harus menunggu Maou-sama kembali... satu detik saja sangat
berharga... aku harus secepatnya mengambil rekening bank Maou-sama dari
tangan setan Urushihara..."

Dan setelah itu, Ashiya berjalan menaiki tangga dengan gemetar, lalu seperti
seorang roh, dia kembali ke kamar 201.

Beberapa saat kemudian, Ashiya berlari keluar kamar seperti hendak merusak
pintu yang ada di depan tangga, dia lalu bergegas menuruni tangga dan berlari
menuju jalanan di luar apartemen.

"Maou-samaaaaaa!!"

Nord dan para pegawai pindahan hanya tercengang melihat Ashiya berlari dan
berteriak-teriak.

"Ternyata Ashiya-san bisa kesulitan juga."


Shiba menghela napas dan berkata demikian seolah hal itu tidak ada
hubungannya dengan dia, sedangkan di mata Suzuno yang sudah melihat
kehidupan Maou dan yang lainnya dalam jarak dekat untuk waktu yang cukup
lama, reaksi Ashiya saat ini sangat bisa dipahami.

".... Oh ya, pemilik kontrakan-dono."

"Ada apa?"

Menunggu sampai saat dia tidak bisa lagi mendengar teriakan Ashiya, Suzuno
menatap tubuh besar Shiba dan bertanya,

"Mengenai lokasi diskusi selanjutnya..."

"Ya?"

"... memilih rumah sakit di mana Lucifer dirawat, apa ada arti khusus untuk hal
itu?"

Menghadapi nada tajam Suzuno, ekspresi Shiba tidak berubah sedikitpun.

Setelah kembali dari Ente Isla, mengikuti saran Shiba, Maou dan yang lainnya
segera mengatur rapat di mana mereka bisa mendengar penjelasan Shiba dan
Amane. Meski tempat dan tanggalnya sudah diatur, mengenai diskusi tersebut,
ada beberapa hal yang mencurigakan.

Pertama, seperti yang Suzuno katakan, lokasi diskusi itu akan dilangsungkan
di kamar rumah sakit Urushiara.

Lokasi diskusi tersebut diputuskan akan dilakukan di sana meski mereka tidak
tahu di mana Urushihara dirawat, disitulah anehnya.

Dan setiap kali mereka menyebutkan sesuatu mengenai 'rapat' ini, entah kenapa
Chiho akan terlihat sedih.
Awalnya, Suzuno pikir itu hanya imajinasinya, tapi setelah diamati lebih jauh,
dia sadar kalau itu bukan hanya kesalahpahamannya, melainkan memang ada
kegelisahan yang bercampur dalam tatapan Chiho.

Karena Chiho sendiri tidak bilang apa-apa, pasti dia sudah mendengar sesuatu
dari Amane dan Shiba ketika Suzuno serta yang lainnya pergi ke Ente Isla.

Karena itulah Suzuno mencoba mencari informasi dari Shiba.

"Tidak ada alasan khusus. Aku hanya tidak ingin memberikan beban yang
terlalu besar untuk Urushihara-san yang berada di rumah sakit."

"Kurasa lebih kalau malaikat tak berguna itu menanggung sedikit beban...."

Seperti yang diduga, Shiba tidak sebegitu naifnya sampai akan membocorkan
informasi hanya dengan penyelidikan seperti barusan. Suzuno langsung
menyerah sambil mengangkat bahunya, dan kemudian,

"Hey! Ayah, Suzuno! Hm? Apa itu Ashiya? Mau pergi ke mana dia terburu-
buru begitu?"

Sebuah suara yang memanggil mereka berdua terdengar dari jalanan di luar.

"Oh..."

"Ya ampun, Acies."

Melihat ke asal suara itu, adik Alas Ramus bisa terlihat... perwujudan lain dari
fragmen Yesod dan juga inti dari Better Half lain, yaitu Acies Ara, berjalan ke
arah mereka sambil melambaikan tangan.

"Aku datang saat kudengar kalau barang-barang kita sudah dibawa ke sini."

"Yeah, maafkan aku Shiba-san, sudah bersedia menjaga Acies."


Nord mengangguk menanggapi kata-kata Acies, lantas merendahkan
kepalanya dan berterima kasih pada Shiba.

"Tidak masalah. Rumahku memang punya banyak kamar kosong, Acies juga
sering bicara denganku."

Setelah Maou dan yang lainnya kembali dari Ente Isla, posisi Acies kini
menjadi tidak jelas dikarenakan pertemuan antara Emi dan Nord.

Awalnya, Acies tinggal di Jepang dengan identitas sebagai anak Nord dan
menggunakan nama Tsubasa, tapi setelah anak kandung Nord muncul, dia juga
harus mempertimbangkan Emi.

Mengusir Acies begitu saja memang sedikit tak berperasaan, dengan


kepribadiannya yang terlampau jujur, akan sangat mengkhawatirkan kalau dia
tinggal sendirian.

Meski sebenarnya tak masalah jika dia tinggal bersama Maou yang bergabung
dengannya, melakukan hal demikian pasti akan menyebabkan berbagai
masalah.

Tidak seperti Alas Ramus, penampilan Acies adalah seorang gadis remaja, jika
dia tinggal di kamar Maou dan Ashiya, hal itu pasti menyebabkan banyak
ketidaknyamanan bagi para pria.

Mengingat Urushihara akan kembali cepat atau lambat, melihat jumlahnya,


terlalu tidak mungkin bagi Acies untuk tinggal di Kastil Raja Iblis.

Meskipun Suzuno sudah bersukarela menjadi wali Acies, karena dia masih
punya tugas sebagai penjaga Nord, mereka pun tidak bisa semakin menambah
bebannya.
Karena titik temu tidak bisa diraih sampai-sampai mereka lupa kalau Acies
tidak bisa terpisah terlalu jauh dari Maou, mereka pun menyarankan Acies
untuk tinggal di rumah Emi karena Alas Ramus juga ada di sana, namun tak
disangka orang yang menyela saran tersebut adalah si pemilik kontrakan Shiba
sendiri.

Dan apa yang mengejutkan semua orang adalah...

"Ini hanya sementara kan, dan aku juga ingin mencoba tinggal bersamanya."

Usai mengucapkan kalimat tersebut, Shiba kemudian membawa Acies dengan


sikap setengah memaksa.

Hal ini terjadi seminggu yang lalu.

Setelah tinggal di tempat itu selama dua hari, Acies lagi-lagi memamerkan sifat
tak kenal takutnya, tanpa peduli apapun, dia kini memanggil Shiba dengan
panggilan Mi-chan dan hidup dengan nyaman.

"Untuk barang-barangmu, aku sudah meminta tolong Bell-san untuk


mengemasnya, kau bisa memeriksanya juga."

Nord membawa Acies ke kamar 101.

Tak ada satupun orang yang menyangka kalau Nord selama ini tinggal di
Jepang, tapi selain itu, rumah lama Nord dan Acies ternyata juga berada di
tempat yang disangka-sangka.

Mereka tinggal di apartemen yang tidak jauh berbeda dengan Villa Rosa
Sasazuka, dan selain furnitur, barang elektronik, dan baju, sepertinya mereka
tidak punya banyak barang lain, jadi mengemas semuanya tidaklah terlalu sulit.

Acies tidak bisa pergi ke rumah lamanya karena dia bergabung dengan Maou,
jadi semua barang pribadinya dikemas oleh Suzuno....
"Hm? Apa ada yang salah?"

Suzuno yang melihat Acies keluar kamar dengan kotak kardus di tangannya
sambil mengernyit, bertanya demikian,

"Erhm, Maou, apa dia juga bekerja hari ini?"

Acies mendongak ke arah lantai dua dengan risau.

"Yeah, seharusnya begitu. Apa ada sesuatu yang kurang?"

Mungkinkah ada sesuatu yang tertinggal ketika mereka pindahan?

Melihat kotak kardus yang tidak terlalu besar itu, Acies merapatkan kedua
telapak tangannya merasa bersalah dan memberitahu Suzuno,

"Yeah. Maaf. Aku seharusnya memberitahumu. Suzuno, ayah, maafkan aku,


bisakah kalian membantu mengambilkannya?"

Rumah lama Acies dan Nord berada di jarak yang cukup jauh, sehingga Acies
yang bergabung dengan Maou, tidak bisa pergi ke sana sendirian.

"Um, akulah yang seharusnya meminta maaf. Sepertinya aku sudah


meninggalkannya. Benda apa itu? Kalau kau memberitahuku apa itu...."

"Akan sangat merepotkan kalau nanti salah lagi, bukankah lebih baik Acies
pergi ke sana sendirian?"

"Ugh, pemilik kontrakan-dono. Sebenarnya Acies dan Raja Iblis...."

Ketika Suzuno hendak berbicara tentang mereka berdua yang tidak bisa
terpisah melebihi jarak tertentu, Shiba menggelengkan kepalanya perlahan,
"Karena Alas Ramus masih kecil, dia memang akan kembali ke dalam tubuh
pasangan bergabungnya. Tapi saat ini, Acies tidak memiliki Yadorigi,
seharusnya sih tidak ada masalah."

"Yadorigi? Apa itu?"

Suzuno nampak bingung dengan istilah yang baru pertama kali dia dengar.

"Denganku, juga bisa..... ya ampun."

Shiba mengangkat wajahnya seolah menyadari sesuatu.

Menoleh ke arah yang sama, Suzuno dan Acies mendapati Emi yang
menggendong Alas Ramus dan seorang wanita mungil dengan topi baret
sedang menatap ke arah mereka.

"Emilia dan.... Emerada-dono?"

Suzuno terkejut ketika melihat orang yang berdiri di samping Emi, dia pun
berlari ke arah wanita itu dengan sebuah senyum.

"Hello semuanya~ lama tak jumpa~"

Emerada melepas topi baretnya dan menyapa semua orang yang ada di sana.

"Mengejutkan sekali. Kapan kau datang ke Jepang?"

"Sejak kemarin~ aku bahkan membatalkan reservasi penginapanku dan


menginap di rumah Emilia~"

"Begitu ya. Tapi kalian kok datang ke sini. Apa ada masalah?"

"Ada sesuatu yang harus kulakukan di dekat sini sore nanti. Tapi ini benar-
benar kebetulan, kami datang untuk bertemu Shiba-san, jadi kami datang ke
sini lebih awal."
Setelah menyapa Shiba, Emi berdiri di depan Shiba bersama dengan Emerada.

"Hello Shiba-san. Aku datang ke sini untuk meminta sesuatu darimu."

"Secara khusus mencariku, ada apa? Wanita ini, juga tamu dari Ente Isla kan?
Meski sepertinya ini adalah pertama kalinya kami bertemu."

Shiba menutupi gaunnya agar tidak memantulkan cahaya dan melihat ke arah
Emerada.

Emerada, ditatap oleh Shiba, meletakkan topi baretnya di bawah dada dan
membungkuk dalam-dalam.

"Namaku Emerada Etuva. Seperti yang kau lihat, aku berasal dari Ente Isla.
Saat kekacauan terjadi di dunia kami, aku pernah melihatmu sekali dari
kejauhan."

Emerada mengangkat kepalanya setelah mengucapkan hal tersebut, dia


kemudian memicingkan matanya, dan tanpa aura santainya yang biasa, dia
menatap balik Shiba dengan tatapan penuh tekad.

"Nampaknya kau adalah orang yang kuat. Sama seperti Kamazuki-san... tidak,
di atasnya."

Shiba sepertinya merasakan sesuatu dari tatapan Emerada dan sedikit


merendahkan volume suaranya.

"Lalu, kau bilang ada sesuatu yang ingin kau minta dariku?"

"Soal 'rapat' yang akan dilangsungkan tiga hari lagi itu, aku harap kau mau
mengizinkanku untuk menghadirinya juga."

"Uhm..."
Alas Ramus menggeliat di lengan Emi, Emerada juga melihat ke arah Alas
Ramus karena hal tersebut.

"Aku mendengar hal ini dari Emilia. Sepertinya Shiba-san akan membicarakan
tentang 'penciptaan dunia'.... juga soal Sephirah dan Pohon Kehidupan yang
hanya bisa dilihat dalam legenda yang tertulis dalam Alkitab di Ente Isla.
Kumohon izinkan aku untuk menghadiri rapat itu."

"Boleh kupastikan sesuatu dulu? Kenapa kau ingin menghadirinya?"

Nada Shiba membawa jejak-jejak kewaspadaan.

Namun, Emerada langsung menjawab pertanyaan Shiba tanpa ragu.

"Untuk berbagi beban."

Menjawab Shiba yang tidak mengerti makna di balik kalimat tersebut,


Emerada menatap Alas Ramus, Emi, dan Suzuno secara bergantian sebelum
akhirnya kembali menatap Shiba.

"Dengan mengetahui kebenaran yang sama seperti Emilia dan Bell-san,


bersama dengan mereka, aku bisa memikul berat beban yang ditakdirkan untuk
dunia kami pikul mulai dari sekarang."

Emerada sekali lagi menatap ke arah Alas Ramus.

"Ente Isla, dulu memberikan beban yang seharusnya dipikul oleh seluruh dunia
kepada Emilia seorang, dan dalam situasi sekarang ini, mereka malah
meninggalkan Emilia. Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi. Aku
datang ke sini hari ini berharap agar aku bisa mendukung Emilia yang
melangkah maju menuju kebenaran. Aku mungkin terlihat seperti ini, tapi aku
ini seorang pejabat tinggi di Ente Isla. Jika kebenaran yang Emilia ketahui
harus dipikul oleh seluruh dunia, posisiku pasti memungkinkanku untuk
mengumumkan hal ini pada dunia. Posisiku pasti bisa mengajak banyak orang
berpikir mengenai kebenaran ini bersama. Jadi...."

Ucap Emerada dengan suara yang tegas namun dengan sikap risau, yang
biasanya tak terbayangkan kalau itu akan muncul dari dirinya yang biasa. Shiba
pun mengangguk saat mendengarkan Emerada berbicara.

"Aku paham pemikiranmu sekarang."

Tanda disadari, Shiba sudah menenangkan sikap waspadanya dan mengangguk


puas.

"Yusa-san dan Kamazuki-san adalah orang dari dunia itu (Ente Isla). Tak
masalah kalau hanya menambah satu orang lagi. Aku sudah yakin kalau kau
bukanlah tipe orang yang akan menyalahgunakan informasi yang kuberikan.
Kalau sempat, silakan datang bersama Yusa-san."

".... Aku sangat berterima kasih."

Emerada sekali lagi membungkuk kepada Shiba.

"Aku tidak mengerti, tapi apa semuanya sudah beres?"

Acies tahu kalau percakapan di antara keduanya sudah berakhir, tapi dia yang
tidak mengikuti isi dari percakapan itu sama sekali, menyela di saat yang tepat
dengan sifat yang begitu polos, sehingga membuat semua orang tertawa.

"Sepertinya ada banyak tamu hari ini."

"Ah, selamat pagi, ayah."

"Selamat pagi, Emilia. Ini?"

Nord melihat Emerada dan bertanya kepada Emi.


"Ah, apa aku belum memperkenalkan dia pada ayah?"

"Karena ayahmu pada waktu itu belum sadar~~"

Begitu ketegangan menghilang, Emerada kembali menggunakan nada


bicaranya yang biasa dan menyapa Nord.

Emi mengamati bagian dalam Villa Rosa Sasazuka kamar 101 sekali
lagi. Meski tata ruang dasarnya sama seperti kamar 201, karena pemandangan
dari luar jendelanya berbeda, maka kesan yang kamar itu berikan juga berubah
banyak.

Barang-barang yang dipindah ke kamar tersebut tidaklah banyak, jadi sebagian


besar dari mereka sudah dibuka. Semua barang-barang rumah tangga terlihat
sangat sesuai dengan kamar itu, seolah mereka sudah berada di kamar itu
selama beberapa hari.

"Bell, urusan ayahku pasti menyebabkan banyak masalah untukmu. Padahal


seharusnya aku yang melakukan semua itu."

Emi membungkuk kepada Suzuno. Suzuno menggelengkan kepalanya seolah


itu bukan apa-apa.

"Pergerakanku juga tidak terlalu terbatasi, jadi kau tidak perlu khawatir."

"Celestial Globe?"

(T/N : Celestial Globe, semacam globe yang bisa menampilkan benda-benda


langit. Lihat aja di google untuk lebih lengkapnya)

Emi dan Suzuno menoleh karena mendengar suara Nord.

"Ah, kalau kupikir-pikir, aku sepertinya memang membeli benda itu


sebelumnya. Di mana aku menyimpannya ya."
"Yeah, aku menganggapnya sebagai benda yang berharga, jadi aku
menyembunyikannya di tempat yang sulit ditemukan. Mungkin karena hal itu,
ayah dan Suzuno tidak menyadarinya."

Ucap Acies merasa bersalah.

"Tapi sesuatu seperti planetarium, apa itu bisa disembunyikan? Seingatku


benda semacam itu memiliki ukuran yang sangat besar."

Emi menggambar sebuah bentuk di udara menggunakan tangannya, sementara


Emerada bertanya dengan bingung.

"Apa itu celestial globe~~?"

"Sebuah alat untuk melihat bintang.... tidak, itu sedikit berbeda. Bagaimana
aku mengatakannya ya."

"Melihat bintang~? Apa itu sesuatu seperti teleskop~?"

"Tidak. Itu bukan untuk melihat bintang secara langsung... erhm... bagaimana
aku menjelaskannya ya."

Saat Emi kebingungan bagaimana harus menjelaskan 'celestial globe', Suzuno


memberikan bantuan,

"Akan lebih mudah dipahami kalau kau menyebutnya planetarium, kan?


Emerada-dono seharusnya sudah pernah menggunakannya."

"Oh, aku mengerti~ alat untuk menunjukkan lintasan planet kan~~?"

Kata-kata Suzuno membuat Emerada tercerahkan, tapi kini malah giliran Emi
yang kebingungan.

"Kurasa kalimat itu malah semakin sulit dipahami."


Suzuno mengabaikan bantahan Emi dan melanjutkan penjelasannya.

"Meski penggunaan dan maknanya sama seperti planetarium, tapi dalam


obrolan normal orang Jepang, celestial globe itu mengacu pada alat optik yang
digunakan untuk memproyeksikan model ruang angkasa pada dinding atau
langit-langit kamar, sebuah alat untuk memahami penelitian mengenai hal-hal
tersebut."

"Ra-rasanya itu semakin rumit saja..."

"Mudah dimengerti kok selama kau membayangkan sebuah benda hitam


dengan sumber cahaya yang terang di tengah-tengah ruangan. Kalau
ruangannya benar-benar gelap dan ada lubang di atas bola tempat asal cahaya
tersebut, maka titik-titik cahaya seperti bintang akan terproyeksikan di atas
langit-langit kamar."

"Aku mengerti~ menarik sekali~ tapi apa benda itu sangat kecil sampai-sampai
orang akan meninggalkannya~? Mendengar penjelasannya~ rasanya benda itu
sangat besar~~"

"Tidak! Benda itu sangat tipis!"

"Sangat tipis?"

"Ah, aku ingat sekarang, celestial globe itu adalah tipe yang bagian-bagiannya
menyatu jadi satu."

Nord yang akhirnya ingat, mengangguk dan berkata demikian,

"Celestial globe itu adalah sesuatu yang terbuat dari kotak kardus yang dilipat
dan dilengkungkan sesuai instruksi. Seingatku itu disebut model... model
ke...."

"Model kertas?"
"Ya itu dia. Kalau tidak salah benda itu termasuk dalam sebuah buku. Karena
Acies sangat menginginkannya, berbagai keluaran pun kami beli. Keluaran
yang pertama, terbit dengan sebuah penyangga yang sebesar ini."

Nord menggunakan tangannya untuk menunjukkan bentuk persegi berukuran


kira-kira 10 cm.

"Adapun untuk beberapa keluaran setelahnya, buku itu terbit bersama dengan
model kertas yang menunjukkan bintang di berbagai musim dan panduan
manual."

"Aku terkadang juga melihat iklan yang mirip seperti itu. Setiap keluaran akan
terbit dengan bagian yang berbeda-beda. Dan bahkan sebuah mobil sport bisa
dibuat setelah mengoleksi semuanya. Begitulah pokoknya."

Acies mengangguk menyetujui kata-kata Emi.

"Tapi karena ada beberapa bagian, debu pasti akan menumpuk kalau globe itu
terus disatukan. Jadi aku melepasnya, meletakkannya dalam sebuah wadah,
dan menyembunyikannya di bawah papan lemari. Ketika tadi aku membuka
kotak dan hanya menemukan penyangganya, aku ingat kalau aku lupa
memberitahu kalian hal ini."

"Di bawah papan lemari ya. Aku memang lupa memeriksa tempat itu dengan
teliti sih. Karena papan itu adalah bagian dari kamar...."

Nord meletakkan tangannya di atas dahi, seolah menunjukkan kalau dia sudah
salah perhitungan.

"Aku juga mengikuti aturan dan menyembunyikannya di dalam lapisan koran


di bawah papan!"
Tanpa mempertimbangkan penggunaan kata 'mengikuti aturan' serta kelayakan
tempat itu sebagai tempat untuk menyembunyikan produk kertas, benda itu
pasti sangat berharga bagi Acies.

"Acies tidak bisa pergi jauh dari dia, kan?"

Usai berkata demikian, Nord perlahan bangkit.

"Mau bagaimana lagi, aku akan pergi mengambilnya. Bell-san, maafkan aku,
tapi bisakah aku merepotkanmu untuk hal ini?"

XxxxX

“Cepat sekali keretanya~~! Uuu~~”

“Hey, Em, jangan teriak-teriak di kereta.”

“Aku tidak berteriak~~ uuu~~”

Sembari cemberut karena peringatan Emi, Emerada yang tidak bisa tenang,
berlutut di tempat duduknya dan menempel pada jendela seperti seorang anak
kecil, menikmati pemandangan yang lewat di luar jendela.

“Mau bagaimana lagi. Ketika aku pertama kali naik kereta, aku juga sangat
terkejut dengan kecepatan dan berbagai hal lainnya.”

Suzuno menyaksikan Emerada yang bertingkah demikian sambil merasa


terkenang.

“Maafkan aku semuanya, membuat kalian harus repot karena Acies.”

Nord, duduk di samping Suzuno, meminta maaf dengan suara pelan.


Untuk pergi ke rumah lama Nord dan Acies, mereka harus menaiki kereta dari
Sasazuka selama 20 menit menuju stasiun Chofu, kemudian menaiki bis
selama 20 menit untuk sampai di pemberhentian bis di depan Tenmondai-mae.

Tergantung waktu pergantiannya, satu perjalanan bolak balik akan


membutuhkan waktu sekitar satu jam, semenjak Nord kembali ke Jepang dari
Ente Isla, Suzuno selalu menjadi penjaga Nord ketika dia pergi keluar.

Meski takkan ada bahaya besar apapun saat ini, memang lebih baik kalau
mereka berjaga-jaga.

Karena sangat jarang bagi Emerada untuk datang ke Jepang akibat


pekerjaannya, dan karena Emi juga ingin menjelajahi jejak-jejak ayahnya di
Jepang, mereka berempat pun pergi untuk mengambil barang Acies yang
terlupakan dengan semangat tinggi.

“Tapi~ kenapa Nord-san memilih tinggal di tempat yang akan kita datangi
selanjutnya~?

Tanya Emerada kepada Nord sambil menyaksikan pemandangan yang berlalu


di luar jendela.

“Kudengar Nord-san~~ datang ke Jepang lebih dulu dari Emilia~~?”

“Kalau kupikir-pikir, aku memang belum menceritakan hal itu pada Emerada-
dono.”

Suzuno menoleh ke arah Emerada menyadari hal tersebut.

“Benar sekali~ aku memang ingin bertanya pada Emilia~ dan aku sudah
mencari kesempatan dari kemarin, tapi kalau boleh~ bisakah kau
menceritakannya padaku~~?”
“Sebenarnya tak masalah kalau kau langsung bertanya padaku. Tapi begitu
kupikir mungkin aku pernah berpapasan dengan ayah di jalanan Tokyo.... tanpa
sadar sama sekali.... itu perasaan yang rumit.”

Ketika Emi menoleh ke arah Nord, Nord pun mengernyit seolah seseorang baru
saja menggali luka lamanya.

“Aku juga penasaran kenapa Raja Iblis Satan dan Jenderal Iblis Alsiel, anggota
tertinggi dari Pasukan Raja Iblis ini tinggal di Sasazuka. Ngomong-ngomong,
ini ada hubungannya dengan kenapa Emilia tidak mengizinkanku untuk
membantunya membalas kebaikan Raja Iblis dan yang lainnya."

Emi cemberut karena hal tersebut, Nord juga sedikit memicingkan matanya
dan mulai berbicara.

“Sebenarnya, waktu yang kuhabiskan di Jepang juga tidak terlalu lama.

Kurasa itu berbeda beberapa bulan dengan Emilia, Raja Iblis dan yang lainnya.

Setelah mempercayakan Emilia kecil kepada pendeta Gereja, aku, bersama


dengan pasukan kerajaan dan para penduduk desa, bertarung demi melindungi
desa dari tangan-tangan pasukan Lucifer.

Pada waktu itu, istriku sudah mempercayakan fragmen Yesod padaku, dan
meski hanya dasar-dasarnya, aku juga mempelajari keahlian menggunakan
pedang.

Meski aku yang bukan seorang penyihir dan hanya seorang petani biasa ini,
tidak memiliki kekuatan yang besar, pada waktu itu aku benar-benar
membulatkan tekad untuk bertarung demi melindungi desa dan ladang.

Itu karena aku sudah berjanji kepada Emilia dan istriku. Kami pasti akan
tinggal bersama lagi di rumah itu nantinya.
Namun, hasilnya sama seperti yang semua orang ketahui, pedang suci yang
baru diasah tepat sebelum terjun ke medan pertarungan, sama sekali bukan
tandingan bagi para iblis dari Pasukan Raja Iblis, aku dan banyak penduduk
pun terusir dari desa.

Itu sangat memalukan, jumlah iblis yang dikirim oleh pasukan Lucifer untuk
menyerang desa Sloan sebenarnya tidak lebih dari sepuluh.

Setelah itu, dengan identitas sebagai korban perang, aku berkelana ke berbagai
daerah selama dua tahun.

Emerada-san seharusnya juga tahu, jaringan komunikasi di seluruh benua pada


waktu telah rusak, meski aku menulis surat untuk Saint Ignord ataupun Gereja,
kesempatan surat itu sampai sangatlah rendah.

Aku yang menjadi terlantar karena desaku dibakar dan dihancurkan, sering
tidak punya uang bahkan hanya untuk menulis surat, aku juga tidak punya cara
untuk menghubungi Emilia yang seharusnya berada di Saint Ignord, untuk
memberitahunya kalau aku selamat.

Aku akhirnya bisa mengirim surat setiap beberapa bulan, tapi mungkin karena
hilang dalam perjalanan atau sengaja disembunyikan oleh Gereja, mereka tidak
pernah sampai ke tangan Emilia. Hal itu sudah bisa diperkirakan. Jika dia
menerimanya, maka dia akan tahu kalau aku masih hidup.

Setelah beberapa saat, Saint Ignord juga jatuh ke tangan pasukan Lucifer dan
aku melewati dua tahun di bawah kekuasaan Lucifer begitu saja. Dengan kata
lain, saat Saint Ignord diduduki, aku hanya bisa hidup sengsara di sudut-sudut
ibukota.

Situasi mulai berubah setelah pasukan Lucifer dikalahkan dan Saint Ignord
terbebas.
Nama Emilia jadi dikenal luas di antara para warga dan korban perang, hal ini
terjadi tak lama setelah itu.

Ketika ibukota Saint Ignord yaitu Irihem terbebas, informasi yang beredar
adalah seorang uskup agung dan kesatria elit dari Gereja telah mengalahkan
Lucifer. Dan barulah sebulan kemudian saat pertarungan untuk membebaskan
Benua Utara, orang-orang mulai tahu bahwa kesatria Gereja itu adalah seorang
wanita bernama Emilia.

Emilia tumbuh dengan sangat hebat, dia juga mendapatkan kekuatan untuk
mengalahkan para iblis seperti yang istriku katakan, hal itu membuatku merasa
sangat tersentuh.

Namun, sebagai korban perang, aku tidak sanggup mengejar Emilia yang bisa
mengalahkan Pasukan Raja Iblis semudah mematahkan bambu.

Aku lalu mencoba menghubungi Gereja beberapa kali, tapi pada saat di mana
manusia mulai melihat harapan, para warga juga memandang sang Pahlawan
dan yang lainnya dengan penuh ekspektasi dan kekaguman, kalau meminjam
situasi di Jepang, popularitas mereka pada waktu itu beberapa ratus kali lebih
tinggi daripada seorang atlet olahraga ataupun seorang idol.

Bagaimanapun juga, jutaan manusia di dunia ingin berbicara ataupun


memberikan doa-nya pada Emilia dan kawan-kawan.

Di antara mereka, ada juga orang yang berpura-pura menjadi keluarga atau
kerabat mereka, bahkan aku pun dianggap sebagai seorang pembohong. Meski
aku menggunakan nama kampung halaman Emilia, Sloan, hal itu tetap tidak
berpengaruh banyak.

Meski aku diakui sebagai anggota keluarganya yang sebenarnya, karena


mengelilingi dunia, Emilia mungkin tidak akan bisa menerima suratku.
Ketika aku berada di Saint Ignord dan tidak tahu apa yang harus kulakukan,
berita tentang Malacoda di Benua Selatan yang telah dikalahkan mulai
menyebar ke seluruh dunia. Pada waktu itu seluruh dunia mulai bergerak
sekaligus.

Pergerakan dan komunikasi manusia yang sebelumnya terbatas, seketika


menjadi lancar, perekonomian dunia pun mulai bangkit karena serangan
balasan yang dilancarkan kepada Pasukan Raja Iblis, oleh sebab itu, di saat
yang sama, berbagai negara juga mulai dengan aktif memberikan bantuan
kepada para korban perang.

Aku memikirkan hal ini pada waktu itu.

Karena aku tidak bisa mengejar Emilia, aku hanya harus menunggu di tempat
di mana dia pasti akan muncul.

Untungnya, pada waktu itu aku menerima bantuan dan diizinkan kembali ke
desa Sloan.

Meski keadaan desa telah rusak, pondasi rumah-rumah nampaknya hanya


ditinggalkan begitu saja, selain itu, ada juga beberapa ladang dan lahan yang
bisa digunakan kembali setelah dilakukan beberapa persiapan.

Sayangnya, aku adalah satu-satunya orang yang kembali ke desa pada saat itu.

Para warga yang masih bertahan hidup sejak awal memang hanya sedikit, dan
saat mereka menjadi korban perang, beberapa orang menemukan kehidupan
yang baru di daerah yang baru pula, beberapa dari mereka menolak kembali ke
kampung halaman mereka, dan bahkan ada pula orang yang mati saat berada
di bawah kekuasaan pasukan Lucifer, kondisi setiap orang berbeda-beda.

Meski mereka ingin pulang ke kampung halaman mereka, kebanyakan orang


lebih memilih untuk membangun kembali kehidupan mereka di kota Cassius.
Kalau dipikir-pikir, mengizinkan orang-orang untuk memasuki kota Cassius
pasti juga merupakan strategi dari Gereja, tapi bagaimanapun, pada waktu itu,
aku sangat yakin kalau Emilia pasti akan mengalahkan Pasukan Raja Iblis.

Kalau begitu, selama aku menunggu di desa ini, Emilia pasti akan kembali.

Namun, beberapa hari kemudian, orang yang tak disangka-sangka malah


mengunjungi desa tersebut.

Dalam satu artian, keterkejutan yang dihasilkan oleh hal ini bisa dibilang jauh
lebih besar dibanding kepulangan Emilia.

Mempercayakan Emilia kecil dalam asuhanku, lalu suatu hari tiba-tiba


menghilang.... istriku, Lailah muncul di sana.”

-------

Dengan kedatangan kereta di peron bawah tanah stasiun Chofu, mereka


berempat turun dari kereta.

Saat eskalator panjang mencapai permukaan, terlihat sebuah stasiun transfer di


sisi kanan.

“Ketika aku pertama kali datang ke sini, gedung stasiun kereta Chofu baru ada
di permukaan saja. Dalam waktu yang sangat singkat, tempat ini sudah banyak
berubah.”

Ucap Nord sambil melihat stasiun transfer tersebut.

“Kita harus pergi ke stasiun itu.”

Kemudian, dia mengambil alih pimpinan dan berjalan menuju pemberhentian


bis Keio untuk mengantre.
Di daftar rute yang memiliki label ‘武 (Takeshi)91' di atasnya, ada sebuah
pemberhentian bis yang bernama Tenmondai-mae.

“Untuk pergi menuju Tenmondai-mae dari stasiun Chofu, kita hanya bisa
menaiki bis ini, tapi jika kita pergi ke stasiun Chofu dari Tenmondai-mae, akan
lebih cepat kalau kita berjalan menuju pemberhentian sebelumnya,
pemberhentian Chofu-Ginza. Itu karena kemacetan lalu lintas sering terjadi di
persimpangan sana.”

Rasanya aneh ada seorang ayah Pahlawan dari dunia lain sedang memandu
jalan di Chofu, namun orang yang mengikutinya pun juga bukan berasal dari
dunia ini, membuatnya terasa lebih ironis.

“Ketika aku datang ke Jepang, awalnya aku tinggal di Shinjuku.”

“Tinggal di tempat sedekat itu.....”

Bahkan Suzuno yang kurang lebih sudah mendengar keadaan Nord,


mengerang ketika mendengar fakta tersebut.

Selama waktu hampir setahun ini, Emi dan Nord tidak tahu kalau mereka
tinggal di jarak hanya 20 menit menaiki kereta, hidup sendirian di Tokyo.

“Setelah tinggal di Shinjuku selama beberapa waktu, Acies tiba-tiba terlahir.


Dia tidak mengalami tahap balita seperti Alas Ramus, dan penampilannya saat
ini adalah penampilan saat dia lahir. Karena dia ingin tinggal di tempat di mana
dia bisa melihat bintang, aku meminta saran dari orang yang merawatku
semenjak aku datang ke Jepang, dan dengan rekomendasinya, kami pindah ke
tempat yang memiliki observatorium, yakni tempat yang akan kita tuju ini.”

Bahkan nama belakang Satou yang biasanya Nord gunakan untuk


memperkenalkan dirinya, juga meminjam dari pria itu.
Tapi dengan begini, mereka jadi bertanya-tanya tentang bagaimana Nord
tinggal di Jepang.

Emi, Maou, dan Ashiya memang harus bekerja keras di dunia yang tak dikenal
ini, tapi alasan mereka bisa mengatasi kendala bahasa adalah karena mereka
bergantung pada sihir iblis dan sihir suci.

Nord, sebagai seorang petani, bagaimana caranya mengatasi halangan tersebut,


dan bagaimana caranya mendapatkan makanan untuk menghidupi dirinya?

“Itu sederhana.”

Nord menaiki bis yang baru saja tiba, menerima tiket dengan gerakan yang
terampil dan mengucapkan hal ini saat dia berjalan mencari tempat duduk,

"Bahasa Jepangku, istrikulah yang mengajarinya."

------

"Saat aku sedang membersihkan rumput di ladang untuk memulihkan kembali


desa dan ladang yang telah rusak, Lailah tiba-tiba muncul di hadapanku.

Aku bahkan tidak punya waktu untuk meragukan mataku, dan dia langsung
berbicara,

'Aku tidak menyangka semuanya akan jadi seperti ini.'

Aku tidak tahu makna di balik kalimat tersebut.

Tapi sebelum aku bisa bertanya, Lailah melanjutkan kata-katanya,

'Untuk berjaga-jaga, kita harus segera menumbuhkan pedang sucimu. Kita


harus bergegas menuju tempat kenangan kita secepat mungkin.'
Namun pada saat itu, pedang itu hanyalah pedang yang memiliki kekuatan
misterius, di bawah matahari sore, aku mengikuti instruksi Lailah dan
memanggil pedang suci, berencana menanyainya apa yang terjadi.

Bahkan pada waktu itu, Emilia masih bertarung melawan Pasukan Raja Iblis.
Kekuatanku mungkin bisa membantu Emilia, dan selain itu, karena Lailah
adalah seorang malaikat, bukankah dia bisa membantu Emilia?

Tapi jawaban Lailah membuatku merasa kalau bahkan inti dari pertanyaan itu
saja terlewatkan.

'Aku tidak tahu kenapa semuanya jadi seperti ini. Dulu, Satan hanyalah seorang
anak kecil yang mengetahui apa itu sakit hati.'

Aku merasa hal itu sangat aneh.

Satan adalah nama Raja Iblis yang menyerang Ente Isla. Tapi dari nada bicara
Lailah, dia sepertinya sudah kenal dengan Raja Iblis Satan sejak dulu.

'Aku minta maaf karena selalu menyulitkanmu. Aku akan memberitahumu hal-
hal yang bisa kuberitahu padamu sekarang, jadi cepat pergilah menuju tempat
kenangan kita.'

Dalam situasi yang membingungkan ini, aku menggandeng tangan Lailah, dan
bersamanya, aku terbang dari desa Sloan menuju pegunungan di timur.

Di sebuah tempat berjarak setengah hari perjalanan dari desa Sloan, ada sebuah
gunung yang menjadi tempat berburu, saat aku masih tinggal bersama Lailah,
gunung itu hanya gunung biasa yang belum berkembang.

Di tengah gunung di sisi sebelah selatan, terdapat sepetak lahan yang menjorok
keluar seperti sebuah panggung.
Aku yang masih muda dan Lailah sangat menyukai tempat itu, kami
membangun pondok kecil di sana sebagai tempat istirahat dan sering berlibur
ke tempat itu saat masa pertanian sedang lambat-lambatnya.

Sederhananya, itu adalah tempat istirahat milik kami berdua. Lailah


mengajakku pergi ke tempat penuh kenangan itu.

..... Emilia, kenapa kau memasang wajah tak enak begitu saat aku menyebut
pegunungan?

Kami menyebut tempat itu Balkon Langit Berbintang.

..... Emerada-san, kenapa kau mengeluarkan suara antusias seperti itu? Apa aku
mengatakan sesuatu yang aneh?

Setelah sampai di Balkon Langit Berbintang, Lailah memisahkan fragmen


Yesod dariku.

Dia kemudian menanamkan fragmen kecil yang bisa muat di telapak tangannya
di pojokan balkon yang terkena sinar matahari paling banyak.

Sampai sekarang, aku tidak tahu apa maksud di balik tindakannya itu.

Atau lebih tepatnya, meskipun dia menjelaskannya padaku, aku tidak akan
mengerti.

Setelah itu, Lailah memberitahuku banyak hal.

Maksud di balik penyerahan fragmen Yesod padaku dan Emilia yang baru lahir.

Kebenaran di balik Sephirah, Pohon Kehidupan, dan malaikat yang tertulis


dalam Alkitab.

Identitas sebenarnya pemimpin Raja Iblis Satan yang mengancam seluruh Ente
Isla.
Tabu di Surga, legenda 'Bencana Raja Iblis Satan Kuno'.

Semua itu adalah hal-hal yang tidak akan bisa dipahami hanya dengan
mendengarkannya sekali.

Dan hal yang paling penting adalah, Lailah terlihat sangat cemas.

Aku mempercayai Lailah, tapi daripada khawatir karena membuatku


memahami hal-hal yang sulit dipahami ini, Lailah terlihat lebih khawatir saat
mengajariku sebuah bahasa.

Itu benar, itu adalah bahasa Jepang.

Emerada-san, inilah yang terjadi. Pada waktu itu, Lailah sudah mengetahui
berbagai hal mengenai dunia ini.

Kurasa sejak awal Lailah sudah merencanakan hal ini untukku dan Emilia...
merencanakan agar fragmen Yesod dapat tersembunyi di tempat yang tidak
bisa diganggu oleh Surga.

Dia sepertinya menghabiskan waktu yang sangat lama untuk membuat


persiapan ini.

Bagiku, daripada mengetahui masalah yang terjadi di dunia yang tidak kukenal,
aku lebih khawatir dengan Emilia yang bertarung di Ente Isla, tapi istriku
bilang, jika ada sesuatu yang tidak beres, dia akan maju dan melindungi Emilia.
Jadi aku mempercayai kata-kata istriku dan menerima rencananya.

Hm? Kau tanya kenapa aku mempercayai Lailah dengan sangat mudah?

Kenapa ya, itu cerita yang panjang... beberapa hal terjadi ketika aku bertemu
Lailah, jadi sejak awal aku sudah tahu kalau dia adalah seorang malaikat.
Dari saat aku tahu bahwa Lailah adalah seorang malaikat, sampai Emilia
terlahir, dan sampai Lailah meninggalkan sisiku, banyak hal yang telah terjadi.

Sebagai contoh, meskipun Lailah adalah seorang malaikat dengan kekuatan


yang sangat hebat, apapun situasinya, dia tidak akan menggunakan kekuatan
tersebut.

Contohnya saat suhu di suatu musim panas jauh lebih rendah dibandingkan
tahun sebelumnya, sehingga menyebabkan gagal panen yang tak terelakkan.

Pada waktu itu aku meminta Lailah apa dia bisa menggunakan kekuatannya
untuk menyelamatkan gandum milik desa.

Lailah menjawab,

'Jika kita dengan paksa merubah keadaan alam, reaksi pasti akan terjadi suatu
hari nanti. Apa kau ingin aku menjadi malaikat yang sebenarnya?'

Tidak hanya saat itu, Lailah sering membuatku merasa kalau dia tidak
menyukai realita bahwa dia adalah seorang malaikat.

Setelah itu, aku dengan tegas terus mengingatkan diriku agar tidak membuat
kontak dengan kekuatan tersembunyi Lailah.

Pernah suatu ketika Lailah mengenakan baju tua yang kubeli dari seorang
pedagang pengelana, wajahnya saat itu penuh dengan senyum. Dia sangat
menyukai fakta bahwa dia perlahan menjadi seperti istri-istri dari keluarga
petani setempat.

Dia membiarkan tangan cantiknya menggigil akibat musim dingin yang beku,
menyakiti dirinya sendiri saat sedang bertani, dia bahkan memasukkan
tangannya ke dalam tumpukan pupuk yang berbau busuk tanpa ragu sedikitpun.
Kehidupan kami tidak hanya dipenuhi hal-hal yang menyenangkan. Kami juga
beberapa kali terlibat pertengkaran.

Namun, aku tidak pernah meragukan hatinya. Sama sekali tidak pernah.

Masalah mempercayai istriku ini, tak ada alasan untuk menjelaskannya... jadi
ayo kita bicarakan hari saat Emilia lahir.

Proses persalinan Lailah tidaklah berjalan lancar, aku sampai terkejut karena
tubuh sekecil itu bisa menghasilkan suara yang begitu keras.

Tapi perhatianku sama sekali tidak membantu.

Jika dia tahu kalau aku menceritakan hal ini, dia pasti akan sangat marah.
Meski dia bersikeras kalau 'aku tidak pernah mengatakan sesuatu seperti itu',
bidan desa dan aku benar-benar mendengarnya berbicara seperti ini ketika dia
menahan rasa sakit akibat persalinan yang sulit....

'Saat ini, aku benar-benar benci dengan camar yang dengan santainya terbang
di seluruh dunia!'

Sangat aneh, kan?

Aku tidak pernah melihat laut sebelumnya, jadi meskipun aku mendengarnya
berkata demikian, aku tidak punya pemikiran khusus apapun mengenai hal itu.
Tapi pada waktu itu aku tak sengaja tertawa terbahak-bahak, dan begitulah,
aku diusir keluar ruangan oleh Lailah.

Beberapa saat kemudian, ketika aku bergegas kembali setelah mendengar


suara tangisan seorang bayi, ternyata Lailah sudah memeluk Emilia dan
menangis.
Dia nampak seperti sedang melakukan kompetisi menangis dengan Emilia
yang baru terlahir, aku pun berbicara padanya sembari merasa bingung dengan
apa yang harus kulakukan.

Namun, Lailah mengucapkan hal ini padaku dengan berkaca-kaca,

'Terima kasih, dengan begini, sekarang aku sudah menjadi penduduk dunia ini.'

Baru 15 tahun kemudian ketika aku kembali ke Balkon Langit Berbintang, aku
samar-samar memahami makna di balik kalimat tersebut.

Ketika kami bertemu kembali setelah 15 tahun, Lailah mengucapkan hal ini
padaku,

'Aku dan para penduduk Surga, bukanlah malaikat yang disebutkan dalam
Alkitab.'

Mereka memang disebut malaikat untuk menghindari berbagai ketimpangan,


tapi menurut Lailah, para malaikat itu sebenarnya adalah sekumpulan pencuri
dan berencana mencuri Tuhan yang seharusnya lahir di Ente Isla.

Mereka adalah sekelompok penjahat yang berencana mencuri Tuhan masa


depan dari tangan penduduk Ente Isla demi kesejahteraan mereka sendiri.

Lailah membenci identitasnya sebagai seorang malaikat, dan juga tindakan


orang-orangnya.

Dia percaya kalau hidup di dunia dan mendapatkan kebahagiaan hidup dengan
bekerja keras dalam jangka waktu yang terbatas, adalah jalan hidup yang benar.

Tapi, jika Surga terus seperti ini, tak lama, sesuatu yang buruk pasti akan
terjadi pada orang-orang Ente Isla.

Dia bilang kalau hal ini harus dihentikan apapun yang terjadi.
Namun, orang yang menghalangi rencana Lailah telah memisahkan keluarga
kami di masa lalu.

Musim gugur pertama setelah Emilia terlahir.

Malam itu, Lailah menggunakan wujud yang serupa seperti saat dia pertama
kali menemuiku... wujud seorang malaikat.

Aku bahkan tidak sempat bertanya kenapa dia menggunakan wujud yang
sangat dia benci, Lailah kemudian menyerahkan sebuah kristal ungu padaku
dan Emilia.

Ya, itu adalah fragmen Yesod.

'Aku berharap kau yang bisa menerimaku layaknya manusia di dunia ini, mau
menerima benda ini.'

Ucap Lailah.

Meski aku bertanya padanya apa yang terjadi, Lailah hanya membalas dengan
gelengan kepala.

'Cepat atau lambat, dunia akan diselimuti oleh kejahatan, dan anak kita
memiliki kekuatan untuk mengusir mereka. Saat ini, aku harus melindungi
kekuatan itu.'

Kalau kupikir-pikir sekarang, 'kejahatan' yang Lailah sebutkan mungkin bukan


merujuk pada Pasukan Raja Iblis, melainkan kejahatan yang lebih besar.

'Untuk melindungi masa depanmu dan Emilia, aku tidak boleh tertangkap di
sini. Jadi kumohon izinkan aku pergi sekarang.'

Aku tidak pernah meragukan cinta dan ketulusan Lailah.


Tentu aku tidak ingin berpisah dengannya pada waktu itu, tapi karena sesuatu
telah terjadi sehingga menyebabkan Lailah harus membuat keputusan itu, aku
hanya bisa mengikuti keputusannya.

'Kau harus kembali. Aku pasti akan selalu menunggumu.'

Aku mengatakan hal itu pada Lailah.

Lailah menundukkan kepalanya ke arahku, membuat kristal ungu itu


bergabung dengan tubuh kami.

Seperti halnya salju yang mencair di tangan seseorang, fragmen di tanganku


melebur dan menghilang tanpa sensasi apapun.

'Aku sudah meminta fragmen-fragmen ini untuk melindungi kalian berdua.


Maafkan aku mengatakan hal yang egois seperti ini, tapi aku pasti akan
kembali.'

Setelah mengatakan hal itu, Lailah pergi meninggalkan kami.

Aku hanya bisa melihatnya terbang ke langit.

Ketika cahaya Lailah menghilang di langit sebelah timur, cahaya lain yang
mirip seperti Lailah muncul dan bergerak dari barat ke timur seolah sedang
mengejar Lailah.

Pada waktu itu, sesuatu yang misterius terjadi.

Ketika cahaya yang mengejar Lailah terbang menuju ke langit timur, pedang
suci tiba-tiba muncul di tanganku.

Meski wujudnya terlihat tak bisa diandalkan, aku langsung tahu kalau itu
adalah kekuatan kristal yang Lailah percayakan padaku.

Pedang itu sedikit bergetar seolah mewaspadai cahaya yang ada di langit.
Aku baru memasuki rumah setelah cahaya di langit itu menghilang, dan
setelahnya aku mendapati bahwa di tangan Emilia, dia sudah memegang
sebuah benda seperti salib, layaknya sedang berdoa.

Itu mungkin tahap pertama dari wujud 'Evolving Holy Sword, One Wing
(Better Half)' yang Emilia gunakan.

Beberapa saat kemudian, pedang dan salib itu berubah menjadi bola-bola
cahaya dan menghilang ke dalam tubuh kami.

Tapi aku tidak merasa seolah sedang memikul takdir yang begitu besar.

Aku hanya ingin melindungi Emilia. Dan agar Lailah bisa menjalani kehidupan
yang sama seperti sebelumnya setelah dia menyelesaikan pertarungannya dan
kembali, aku harus melindungi rumah ini. Aku bersumpah dengan tekad
demikian.

Tapi setelah itu, hingga penyerangan Pasukan Raja Iblis, Lailah tidak kunjung
kembali, Emilia juga tidak pernah menangis karena merindukan ibunya.

Kurasa itu mungkin karena kekuatan fragmen yang menyelimuti hati Emilia."

-------

"Oh, kita sampai di Tenmondai-mae.

Usai melihat bis menampilkan pemberhentian selanjutnya, Nord pun menekan


tombol berhenti yang ada di bis dengan lihai.

Kemudian setelah menatap ke arah Suzuno dan kawan-kawan yang duduk di


sebelahnya, Nord bertanya dengan santai,

"Hm, apa ada yang salah?"

"Tidak, bukan apa-apa."


Bibir Suzuno membentuk sebuah garis tipis, dia memandang ke arah lain.

".... Yang benar saja...."

Emi juga menggumam dengan kepala tertunduk dan wajah sedikit memerah.

"Meski aku tahu kalau ini adalah hal yang sangat penting~~"

Entah kenapa Emerada malah menyeringai dan menggeliat dengan kedua


tangan berada di pipinya.

"Bagaimana aku mengatakannya ya~ erhm~"

Bis dengan cepat berhenti di pemberhentian Tenmondai-mae.

Nord tidak begitu mengerti, dia bangkit dari kursinya dan memasukkan tiket
dan beberapa uang kecil ke dalam kotak biaya dengan lihai.

Suzuno dan Emerada juga mengikuti dari belakang, menatap satu sama lain
merasa malu, sedangkan untuk Emi, dia terlihat seperti menahan sesuatu dan
mencoba untuk tidak menatap keduanya.
"Rasanya seperti~ terima kasih atas pelayanannya~~"

"Hm?"

Tidak diketahui apakah maksud Emerada tersampaikan atau tidak, Nord turun
dari bis dengan ekspresi yang sulit dipahami.

Ketiga orang itu mengikuti dari belakang. Meskipun tahu kalau informasi itu
sangat dibutuhkan untuk memahami situasi yang melibatkan mereka, setelah
mendengar penjelasan Nord dicampur dengan proporsi yang pas dari cerita
masa muda dengan Lailah, rasanya mereka sudah kehilangan pandangan
mengenai sesuatu yang penting.

"Fu... Pemanas di bis benar-benar kuat ya."

Setelah bis itu pergi, Suzuno menghembuskan napas dalam seolah ingin
mengeluarkan seluruh udara yang terpendam di dalam tubuhnya dan mengipasi
dirinya menggunakan tangannya.

"Lalu~ setelah bertemu kembali dengan Lailah-san~ bagaimana caramu pergi


dari Balkon Langit Berbintang menuju Mikata~~?"

"Jadi tempat tersebut memang memiliki nama seperti itu ya.... rasanya sangat
rumit."

Ucap Emerada menyebutkan nama tempat yang terasa agak memalukan itu,
dan setelah Emi mendengarnya, dia kembali tersipu dan menundukkan
kepalanya, sementara untuk Nord, dia mengangguk dengan mantap dan
menjawab,

"Ayo bicara sambil jalan. Meski Bell-san san Emilia sudah berkali-kali datang
ke sini.... tapi inilah jalannya."

Nord menunjukkan jalan pada Emerada dan mulai membahas topik itu lagi.
------

"Lailah yang bertemu kembali denganku setelah 15 tahun lamanya, terlihat


ingin menyembunyikanku dan fragmenku secepat mungkin.

Dan tempat yang dia pilih bukanlah Ente Isla, melainkan bumi ini.

Meski aku bilang kalau aku belajar bahasa Jepang dari Lailah, tapi itu bukan
belajar dari buku tulis yang dimulai dengan kosakata.

Lailah menggunakan Idea Link untuk memberikan sebagian besar


pengetahuannya padaku, jadi setelahnya, aku hanya butuh beberapa hari untuk
latihan.

Berkat hal itu, meski terkadang aku masih menggunakan kosakata yang salah
ketika berbicara bahasa Jepang, itu bukan berarti aku tidak bisa berkomunikasi
sama sekali.

Lailah kemudian menceritakan alasan kenapa dia sangat khawatir, bilang kalau
itu berhubungan erat dengan tindakan Emilia sebagai Pahlawan dan
penyerangan Pasukan Raja Iblis.

Pedang suci yang Emilia hunus dan Armor Pengusir Kejahatan yang dia pakai,
seperti pedang suciku, adalah benda yang terbuat dari inti fragmen Yesod.

Katanya reaksi ini bisa dideteksi oleh Surga.

Sampai saat ini, Lailah nampaknya sudah mempercayakan banyak fragmen


pada orang-orang di berbagai tempat di seluruh dunia, dan ketika tempat-
tempat itu hampir ditemukan, dia akan menggunakan fragmen yang dia miliki
untuk menjauhkan pengejarnya.

Apa yang membuatku terkejut adalah rencana ini sudah berjalan terus menerus
selama beberapa ratus tahun, sebelum aku lahir.
Namun, kekuatan yang Emilia miliki benar-benar terlalu kuat, jadi dia tidak
bisa menutupinya sama sekali.

Karena mungkin ada pengejar yang menargetkan pedang suci Emilia, untuk
berjaga-jaga, dia berharap aku bisa kabur ke sebuah dunia lain. Kurasa itulah
yang dia maksudkan.

Tentu aku juga punya pertanyaan, yaitu apa yang harus kita lakukan jika
pengejar itu bergerak memburu Emilia?

Lailah menjawab,

Dia akan melindungi putri kami bahkan jika dia harus mengorbankan
nyawanya.

Bagiku, Lailah dan Emilia adalah keberadaan yang tak tergantikan. Jadi wajar
aku tidak ingin melihat nyawa mereka berada dalam bahaya. Tapi karena
Lailah, orang yang memiliki intelegensi melebihi manusia, punya tekad seperti
itu, aku sama sekali tidak bisa membantahnya.

Dan, aku mempercayai Lailah. Aku menghormati keinginannya dan bergerak


sesuai dengan instruksinya.

Tentu saja, apa yang terjadi selanjutnya sangatlah sulit.

Bukan soal bahasa saja yang harus kuingat, apa yang perlu kupelajari sebagian
besar adalah hal-hal yang berhubungan dengan uang.

Sebelum benar-benar melihat sebuah ATM, aku sama sekali tidak mengerti
sistem yang bisa ditemukan di mana-mana ini, sebuah sistem yang
memungkinkan uang seseorang bisa diambil tanpa melalui manusia.

Sama halnya dengan keberadaan uang kertas. Aku harus bersusah payah untuk
memahami benda yang mirip seperti dokumentasi ini, benda yang bukan
termasuk emas, perak, perunggu, ataupun logam lain, namun memiliki nilai
yang lebih tinggi dari koin emas.

Sebuah buku bernama passport yang bisa membuktikan identitas seseorang,


dan sebuah rekening bank sekaligus bukunya, itu adalah benda-benda yang
Lailah berikan padaku pada waktu itu.

Itulah pertama kalinya aku merasa gelisah. Apa yang dia ingin untuk
kulakukan selanjutnya?

Karena aku tiba-tiba diberi informasi tentang dunia yang tidak kukenal, selama
prosesnya, aku terlibat pertengkaran dengannya yang sudah tertunda selama
15 tahun.

Karena di tengah-tengah pertengkaran itu kami merasa sangat terkenang, pada


akhirnya kami tidak melanjutkan pertengkaran tersebut.... ada apa, Emilia,
ekspresi macam apa itu?

Ah yeah, kau ingin aku melanjutkan ceritaku?

Lalu, beberapa hari kemudian, Lailah menggali fragmen yang sudah dia kubur
sebelumnya dan menggabungkannya kembali denganku.

Menurut Lailah, hari itu kebetulan adalah hari di mana Alsiel mundur dari
Benua Timur karena kalah dengan Emilia.

'Aku ingin menghabiskan beberapa hari lagi agar dia terlahir di sini.'

Setelah mengucapkan hal itu, Lailah memegang tanganku dan berkata,

'Maafkan aku, bertindak sembrono dan keras kepala seperti ini. Tapi tolong
percayalah padaku.'

'Aku tidak pernah meragukanmu', jawabku.


Setelah menunjukkan sebuah senyum yang sama cantiknya seperti 15 tahun
yang lalu, Lailah mendongak ke arah langit.

Setelah aku mengikutinya dan mendongak, aku menyadari seorang malaikat


muncul di sana.

Itu adalah malaikat dengan penampilan seperti seorang pria kecil memegang
sebuah sabit besar.

Aku berpikir, mungkin malaikat ini adalah malaikat yang mengejar Lailah 15
tahun yang lalu, identitas sebenarnya dari cahaya yang menghilang di langit
sebelah timur itu.

Malaikat itu hanya mirip dengan Lailah di bagian sayap putih dan warna
rambutnya, sedangkan tatapannya sangat dingin.

Tapi setelah melihat malaikat itu, aku tiba-tiba pingsan.

Ketika aku terbangun, aku sudah ada di Shinjuku.... lebih tepatnya di sebuah
tempat tak jauh dari Yoyogi, pokoknya aku terbangun di dalam sebuah
apartemen di Jepang.

Aku panik. Meski Lailah sudah memberitahuku hal ini sebelumnya, begitu aku
keluar kamar, aku seketika membeku saat dihadapkan pada bau yang tidak
pernah kucium sebelumnya, suara yang tidak pernah kudengar sebelumnya,
dan cahaya yang tidak pernah kulihat sebelumnya.

Meski Lailah sudah memberitahuku apa yang harus kulakukan setelah datang
ke dunia ini, pada kenyataannya aku baru bisa pergi keluar setelah 3 hari.

Aku sangat takut, takut pada dunia yang tak dikenal dan pada manusia yang
tak dikenal.
Setelah semua makanan yang disiapkan di apartemen itu habis termakan, aku
tidak punya pilihan lain selain pergi keluar dan menyelesaikan belanja
pertamaku di minimarket.

Sampai sekarang, aku masih ingat dengan sangat jelas, saat aku tahu kalau roti
yang kubeli dengan harga 100 yen itu rasanya begitu lezat dan sangat berbeda
dengan roti gandum hitam di Ente Isla.

Kupikir, aku datang ke tempat yang benar-benar hebat.

Setelah itu, aku menghabiskan seminggu mengakrabkan diri dengan


lingkungan sekitar apartemen, mempelajari kegiatan ekonomi yang
dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari, dan mulai melakukan apa yang Lailah
ingin untuk aku lakukan.

Hal itu adalah jalan-jalan.

Taman Yoyogi berada di jangkauan berjalan kaki dari apartemen, aku berjalan
ke sana setiap hari, memandangi langit, mencium bau pepohonan, dan bahkan
berbaring di tanah.

Lailah bilang, ini ada hubungannya dengan merawat fragmen.

Baru di suatu pagi setelah terus berjalan-jalan selama kira-kira 2 bulan, aku
mengerti makna di balik kalimat merawat fragmen tersebut, pada waktu itu,
pedang suci tiba-tiba muncul dan memperlihatkan wujud seorang manusia.

Itu benar, Acies terlahir.

Aku sangat gelisah. Acies yang terlihat seperti seorang gadis berusia belasan
tahun, sejak awal sudah tahu mengenai bahasa Jepang.

Dia juga tahu kalau aku adalah seseorang yang berhubungan dengan Lailah,
jadi tidaklah sulit untuk berkomunikasi.
Namun, masalah tetap saja muncul.

Nafsu makan Acies begitu besar.

Semenjak Acies lahir, uang yang Lailah persiapkan sebelumnya untukku mulai
habis dengan sangat cepat.

Meskipun masih ada sisa uang yang cukup, karena aku tidak tahu berapa lama
aku harus tinggal dengan Acies, uang itu tidak bisa kuhabiskan dengan
sembrono. Ketika tabungan itu mencapai titik terendah, maka semuanya sudah
terlambat.

Karena itulah, aku mulai mencari pekerjaan.

Berkat kehidupan sebagai korban perang yang kujalani di Saint Ignord, aku
cukup percaya diri aku bisa melakukan banyak jenis pekerjaan.

Saat aku mulai melakukan berbagai pekerjaan aneh, aku pun bertemu seorang
pria dengan nama belakang Satou.

Karena Satou, aku tahu, asalkan aku punya niat, aku bisa bebas bekerja di
Jepang.

Meskipun Satou adalah orang Jepang normal, karena pengalaman khususnya,


dia adalah pria yang tahu banyak hal.

Aku juga mempelajari banyak hal tentang Jepang darinya.

Hm? Oh, kau bertanya kenapa aku ingin meminjam nama belakangnya?

Sederhananya itu demi tinggal bersama Acies sebagai sebuah keluarga dan
menghindari kecurigaan orang lain.

Tentu, aku tidak bisa menggunakan nama palsuku ketika mencari kerja. Itu
karena nama asliku juga dipakai di rekening bank.
Tapi aku meminta orang-orang di sekitarku untuk menganggapnya sebagai
nama panggilan. Meski aku sedikit enggan, mengingat alasan Lailah
mengirimku ke dunia ini, kurasa akan lebih baik untuk tidak mengungkap
nama belakang Justina.

Selain itu, latar belakang Satou yang rumit mengingatkanku pada saat-saat
diriku menjadi korban perang, hal itu juga salah satu alasannya.

'Apa ada tempat di sekitar sini di mana bintang-bintang bisa terlihat?'

Tempat yang Satou rekomendasikan padaku waktu itu adalah tempat di mana
Observatorium Nasional Mikata berada.

Tempat itu adalah pusat untuk penelitian astronomi di Jepang, kegiatan yang
berkaitan penelitian astronomi juga diselenggarakan tiap bulannya, siapapun
bisa berpartisipasi selama mereka mendaftar.

Menurut Satou, dia pernah bekerja di sini sebelumnya, dan penginapan


pegawai bisa disewa dengan harga yang lebih murah selama seseorang bekerja
di sini, langit malam juga bisa diamati ketika sedang bekerja.

Ketika aku memberitahu Acies, dia bersikeras ingin pindah ke sini.

Sebenarnya aku tidak ingin meninggalkan apartemen yang sudah Lailah


persiapkan, tapi jika itu Lailah, meski kami pindah ke suatu tempat, dia pasti
bisa menemukan kami melalui keberadaan Acies.

Karena itulah, kami pindah ke sini."

------

Emerada kini sedang berdiri di depan sebuah gedung kecil dengan banyak
moped terparkir di depannya, menatap papan nama yang tergantung di bagian
luarnya.
"Di sana tertulis 'Distributor Surat Kabar Yomiuri'. Tempat ini adalah tempat
yang difungsikan untuk mengumpulkan dan mengantarkan media yang disebut
surat kabar."

Suzuno, berdiri di sampingnya, menjelaskan makna kalimat tersebut.

"Tunggu sebentar. Aku akan meminta si direktur untuk membantu kita


membuka kamarnya."

Berkata demikian, Nord dengan tenang membuka pintu geser tempat tersebut
dan melangkah masuk ke dalam.

"Jadi ini alasannya kenapa dia ingin mendapatkan SIM moped...."

Ketika Emi dengar kalau Maou bertemu dengan Nord dan Acies di dalam bis
yang menuju tempat ujian mengemudi, dia sempat kebingungan kenapa Nord
ingin mendapatkan SIM, tapi begitu dia melihat barisan moped yang
digunakan untuk mengantar surat kabar... Honda Radish, dia akhirnya paham.

Meski ada pula beberapa sepeda terparkir di sana, pekerjaan pasti akan lebih
lancar kalau dia menggunakan moped.

Mengenai poin 'langit malam juga bisa diamati ketika sedang bekerja',
mengantar koran adalah pekerjaan yang mengharuskan seseorang untuk
melewati berbagai gang dan jalan sebelum matahari terbit guna mengantar
koran di setiap rumah.

Meski Emi tidak punya pengalaman seperti itu, pusat penghantaran koran
memang menyediakan tempat tinggal kepada para pegawainya, dan karena
mereka harus menyelesaikan pekerjaan mereka di pagi dan malam hari dengan
waktu yang terbatas, beberapa pegawai adalah mahasiswa yang mendapatkan
beasiswa dari penerbit koran yang masuk universitas.
Pekerjaan mengantar koran pasti tidaklah mudah, tapi tubuh Nord yang sudah
terlatih melalui pekerjaan tani serta memiliki kekuatan mental yang cukup
untuk melewati kehidupan sebagai korban perang, pekerjaan itu seharusnya
adalah hal yang mudah baginya.

Meski surat kabar semakin tersingkir karena adanya internet dan televisi, surat
kabar masih terus melakukan kegiatannya sebagai media informasi, jadi jika
seseorang bekerja di tempat yang berkaitan dengan surat kabar, mengetahui
situasi dunia adalah hal yang cukup mudah.

Dibandingkan Maou dan Ashiya yang hanya bergantung pada perpustakaan


untuk memperoleh informasi sebelum akhirnya Urushihara datang, Nord tentu
lebih bisa mendapatkan informasi terbaru.

Beberapa saat kemudian, Nord keluar bersama seorang pria tua dan berjalan
menuju bagian belakang gedung.

Dia adalah pemilik distributor tersebut, sebelumnya Emi sudah dikenalkan


dengannya. Di belakang gedung distributor tadi, terdapat sebuah apartemen
yang mirip seperti Villa Rosa Sasazuka saling berdesakan, dan salah satu
bloknya digunakan sebagai asrama bagi para pegawai distributor.

Emerada mengamati apartemen sesak itu dengan penuh minat, lantas berusaha
mendapatkan perhatian Emi seperti kepikiran sesuatu.

"Hm? Ada apa, Em?"

"Barusan kita sudah mendengarkan penjelasan Nord-san~~ tapi aku masih


tidak mengerti kenapa kau tidak mengizinkan Nord-san untuk membantu
membayar hutang yang kau miliki dengan Raja Iblis~~"

"Oh, masalah itu."


Emi tersenyum kecut dan mulai menatap papan nama distributor tersebut.

"Sederhananya karena tabunganku masih cukup untuk menanganinya,


mungkin kau berpikir kalau aku ini terlalu keras kepala... tapi alasan lainnya
adalah karena ibuku."

"Ibu... maksudmu Lailah?"

"Yeah."

Emi menghela napas, menggelengkan kepalanya dan mengatakan,

"Aku tidak menganggap ibuku sebagai orang jahat, tapi keadaanku, keadaan
ayahku, sekaligus keadaan Raja Iblis, semuanya berhubungan dengan ibuku.
Uang yang dimiliki ayahku saat ini, sebagian adalah uang yang disiapkan oleh
ibuku, kan? Aku tidak ingin bergantung pada uang ibuku. Tapi
mengesampingkan masalah rumit ini, merepotkan orang tuaku untuk
membayar hutang yang kubuat sendiri itu tidak baik, kan?"

"Oh~~."

Memang rasanya masuk akal ketika mendengar penjelasan itu, tapi


sehubungan dengan situasi keuangan yang serat seperti sekarang ini,
melakukan hal seperti itu hanya bisa disebut memaksakan diri.

"Emerada-dono, mau bagaimana lagi. Emilia itu sangat keras kepala ketika
menyangkut hal ini. Kalau dijelaskan lebih halus, dia itu punya pendirian yang
kuat. "

"Benar sekali.... Soal itu, dia sama sekali tidak berubah."

"Aku sangat berterimakasih untuk pujian kalian."


Suzuno dan Emerada tersenyum kecut seolah sudah menyerah, sementara Emi,
dia terlihat cemberut.

Setelah menunggu sekitar 10 menit, Nord kembali dengan membawa berbagai


berkas.

Usai membungkuk kepada si pemilik distributor, dia kembali ke arah Emi dan
yang lainnya.

"Sepertinya banyak yang terkumpul ya."

Di dalam folder dengan logo Yomiuri News di atasnya, terlihat banyak sekali
bagian-bagian kardus.

"Acies, kenapa dia sangat suka melihat bintang?"

"Hm.... ini hanya kesimpulanku sendiri sih...."

Nord menatap folder di tangannya dan menjawab pertanyaan Suzuno,

"Sebenarnya, sebelum Acies lahir, ketika Lailah menjelaskan berbagai hal


yang berhubungan dengan fragmen Yesod padaku, dia sering menekankan
bagian langit. Sama seperti ketika dia memintaku untuk berjalan-jalan di taman
Yoyogi, saat dia mengubur fragmen di Balkon Langit Berbintang, dia juga
mengajak memilih tempat yang paling banyak terkena sinar matahari. Langit,
terutama bintang di malam hari, mungkin memiliki makna yang penting bagi
mereka. Aku ingat...."

Sembari berbicara, Nord mengeluarkan sebuah potongan kertas paling tipis


dari dalam folder.

Itu bukan sebuah model kertas, melainkan papan kardus dengan selembar
kertas transparan berbentuk bulat di atasnya.
"Benda ini adalah sesuatu yang kami dapatkan saat event pengamatan bulan
yang diselenggarakan oleh observatorium. Kalau bagian belakangnya disinari
cahaya, sebuah peta bulan akan terlihat di dinding. Acies nampaknya sangat
menyukai yang ini. Di antara koleksinya, entah kenapa ada banyak benda yang
berhubungan dengan bulan."

"Bulan... ya?"

Menurut legenda yang tertulis di Alkitab, untuk permata yang membentuk


dunia, Yesod, benda langit yang diwakilinya adalah bulan.

Tidak diketahui apakah itu ada hubungannya dengan hal ini, Suzuno menatap
bagian-bagian kardus yang menumpuk itu dengan wajah seperti sedang
berpikir keras.

"Tapi~~ syukurlah koleksi Acies ketemu~"

"Benar, tapi urusan kita selesai dengan sangat cepat."

Nord mengangguk setuju menanggapi kata-kata Emerada.

"Aku masih ingin berbincang dengan kalian semua, dan ada beberapa hal yang
belum kuberitahu pada Emilia, jika memungkinkan, aku harap kita bisa
menemukan tempat untuk mengumpulkan semua orang yang terkait dengan
hal ini dan membicarakan semuanya secara berurutan."

"Itu benar. Meski sedikit menjengkelkan, ada juga beberapa hal yang harus kita
konfirmasi dengan Raja Iblis dan yang lainnya... Untuk saat ini, kenapa kita
tidak memberikan dulu benda ini pada Acies? Jika kita kembali ke Sasazuka
sekarang, aku bisa sampai tepat waktu untuk urusanku sore nanti."

Sambil berbicara, Emilia berbalik dan berjalan menuju pemberhentian bis...

"Oh ya Emilia. Memang apa yang akan kau lakukan sore nanti?"
... tapi dia langsung berhenti karena mendengar pertanyaan Suzuno.

"Yeah, sebenarnya...."

Emi tersenyum dengan agak gelisah, menolehkan kepalanya dan menjawab


Suzuno.

"Aku ada tes interview pekerjaan."

XxxxX

Di dalam ruang karyawan MgRonald depan stasiun Hatagaya, Chiho


menggembungkan pipinya saat dia melihat Maou dan berjalan ke arahnya.

"Maou-san! Aku sudah dengar semuanya dari Suzuno-san!"

"Eh? A-ada apa?"

Si gadis SMA memaksa Raja Iblis Satan yang sudah memulihkan kekuatan
penuh dari sihir iblisnya, untuk bersandar pada tembok begitu mereka bertemu.

"Aku tahu Maou-san dan Yusa-san itu adalah musuh! Tapi meski demikian,
melakukan hal itu sangatlah tak berperasaan!"

"Uh, Chi-chan, bukan begitu, sebenarnya itu karena..."

"Aku tahu kalau Maou-san sedang kesulitan, dan aku juga tahu kalau masalah
uang itu sangat penting! Tapi mengatakan hal-hal demikian di depan ayah
Yusa-san itu sangatlah kasar!"

Sepertinya Chiho benar-benar marah.


Apa yang dimaksud Chiho mungkin adalah Maou yang meminta Emi
membayar hutang-hutangnya di depan Nord yang masih belum pulih
sepenuhnya.

Maou mengeluh kepada Suzuno yang terlalu banyak bicara di dalam hati
sambil mencoba membujuk Chiho.

"Uh, Chi-chan, ada alasan yang sangat rumit di balik semua ini...."

"Tidak bisakah kau paling tidak melakukannya di kamar Maou-san, kamar


Suzuno-san, ataupun tempat-tempat lain di mana ayah Yusa-san tidak ada di
sana?"

"Chi-chan, tolong dengar penjelasanku! Aku punya alasan melakukan semua


itu?!"

Maou memegang pundak Chiho yang terlihat seperti ingin mencengkeram


lehernya dan melemparnya keluar, Maou pun mendorong Chiho menjauh.

"Aku tidak tahu apa yang Suzuno katakan padamu, tapi aku melakukan hal
seperti itu karena aku juga punya pertimbangan sendiri!"

"Pertimbangan apa?! Apa kau tahu, setelah itu, Yusa-san dan ayahnya.... Nord-
san bertengkar sampai situasinya jadi aneh hanya gara-gara masalah uang."

Benar, tanpa diingatkan Chiho dan Suzuno pun, Maou juga tahu kalau
situasinya akan jadi seperti ini.

Lagipula, dari sudut pandang Nord, orang yang dihutangi oleh putrinya adalah
musuh dari seluruh umat manusia.

Nord adalah orang yang terlibat dengan fragmen Yesod lebih dulu dibanding
Emilia, jadi dia secara sepihak tidak menganggap Maou dan para iblis sebagai
makhluk jahat, tapi meski begitu, dia seharusnya tahu bahwa posisi Emi saat
ini tidaklah bagus.

Ditambah lagi, Emi sepertinya berencana memenuhi permintaan Maou dengan


uangnya sendiri.

Barang-barang sepele ataupun mewah milik Nord mungkin juga dibelikan oleh
Emi baru-baru ini.

Walaupun bayaran perjam Emi lebih tinggi daripada Maou, memenuhi


permintaan Maou dalam waktu sesingkat ini, bukankah itu akan membuat
tabungannya terkuras dalam sekejap?

"Kupikir dia akan menentangnya lebih keras lagi."

"Menentang?"

Ekspresi Maou terlihat agak lelah, membuat Chiho mengernyit dan terlihat
bingung.

"Ini 350.000 yen lo. Bahkan untuk karyawan tetap pun, 350.000 itu bukan
jumlah yang bisa dibuang-buang dengan mudah, kan? Apalagi, dia saat ini
adalah pengangguran."

"Tentu saja! Itulah kenapa kau seharusnya tidak mengatakan itu di depan Nord-
san...."

"Aku sebenarnya ingin memberitahunya, jika dia tidak punya uang, dia bisa
membayar menggunakan tubuhnya...... Chi-chan, Chi-chan?"

Maou baru berbicara setengah jalan ketika wajah Chiho menjadi semakin
memerah dan matanya memelotot marah, hal itu membuat Maou sadar kalau
dia sudah mengatakan sesuatu yang salah.
"Tu-tu-tu-tu-buh, menggunakan tubuh, menggunakan tubuh....! Maou-san!
Apa yang kau bicarakan!? Me-mengatakan sesuatu yang kurang ajar seperti itu,
aku benar-benar salah menilaimu!"

Seperti yang Maou duga, Chiho kemudian berteriak, Maou pun dengan panik
menjelaskan,

"Chi-chan Chi-chan Chi-chan! Aku salah! Maksudku bukan begitu! Kau tahu,
begini..."

Maou mengeluarkan sebuah buku kecil yang terlihat seperti majalah dari dalam
laci.

"Coba pikir, orang itu Emi, kan? Berhutang kebaikan padaku, sang Raja Iblis
saja, pasti sudah membuatnya marah, kupikir jika aku mengajukan permintaan
yang tak masuk akal ini, dia akan kehilangan kesabaran seperti sebelumnya.
Dengan begitu, aku bisa menggunakan hal ini sebagai usulan pengganti. Aku
sebenarnya ingin membicarakan masalah tersebut."

Chiho yang wajahnya memerah karena rasa malu dan marah, melihat sampul
majalah dan penanda halaman yang terlihat dari majalah tersebut, dia pun
mulai mengerti apa yang ingin Maou katakan.

"Maou-san, jangan-jangan...."

"Kupikir dia akan bilang, 'Kenapa aku harus membayar uang sebesar itu?!
Bahkan jika aku berhutang budi padamu pun, seharusnya ada batasnya juga!',
atau semacamnya. Kemudian, kalau dia bilang begitu... atau setidaknya
membalas dengan kata-kata semacam itu, maka aku bisa memintanya
membayar dengan cara lain, contohnya, berkenaan dengan dia yang saat ini
tidak punya pekerjaan... benar?"
Maou menyerahkan majalah yang ada di tangannya kepada Chiho, Chiho pun
menerimanya dengan wajah seolah tidak tahu harus memasang ekspresi seperti
apa.

Tercetak di sampul majalah tersebut adalah, "Majalah Informasi, CITY


WORKING! Edisi Shinjuku, Keio, dan Jalur Cepat Oda!". Selain itu ada pula
gambar maskot babi yang memegang lembar pengumuman bertuliskan 'Toko
Makanan dan Minuman Edisi Special!'.

Edisi keluaran terbaru ini memiliki sebuah penanda halaman, dan ketika
halamannya dibuka, kata-kata 'Dengan adanya perluasan bisnis MgRonald
depan stasiun Hatagaya, kami mencari rekrutan baru secara besar-besaran!
Pengalaman tidak dibutuhkan!' tercetak di sana.

Chiho menatap halaman tersebut dan wajah Maou secara bergantian dengan
ekspresi kaget di wajahnya.

"Ma-Maou-san..."

"Jika kau tidak bisa membayar dengan uang, maka bekerjalah untuk
membayarnya... Aku ingin bilang begitu... tapi situasinya tidak berubah seperti
yang kuharapkan..."

Usai mengatakan hal itu, bahu Maou merosot depresi.

"......"

Chiho menatap Maou dengan tatapan seolah sudah tak sanggup lagi melihatnya,
mengembalikan majalah tadi, dan....

"Kau benar-benar tidak bisa jujur!"

Suara Chiho menusuk tepat di hati Maou.


"T-tapi..."

"Tak ada tapi-tapian! Apa-apaan itu? Padahal tak masalah kalau kau bicara
langsung dari awal, kenapa kau harus melakukan cara yang berbelit-belit
begitu?"

"Ugh, itu karena aku dan dia punya sudut pandang yang berbeda...."

"Apa sudut pandang bisa dimakan? Apa itu bisa membantu mencari
pekerjaan?"

"Ugh, kalau kau bilang begitu.... ta-tapi, orang itu adalah Emi...."

"Karena kau tidak memperlakukan dia dengan baik dan serius kali ini, jadinya
kata-kata yang seharusnya bisa kita dengar malah terlewatkan!"

Ketika keduanya sedang berbalas sanggahan, sebelum Maou tahu, dia sudah
dipaksa untuk duduk di sebuah kursi lipat, menerima ceramah tanpa henti dari
Chiho.

“Dan lagi, apa-apaan ini?! Kau itu bukan bocah SD, kau ingin bersikap baik
pada seorang gadis, tapi pada akhirnya kau tetap membully-nya karena kau
pikir itu tidak keren. Sebagai Raja Iblis, apa kau tidak merasa kalau itu
memalukan?”

“Tu-tunggu Chi-chan. Asumsimu itu salah. Pada dasarnya, kita memang


benar-benar kekurangan tenaga di restoran, dia juga sangat ramah pada
siapapun yang bukan iblis, jadi kupikir, karena sebelumnya dia bekerja di
posisi customer service, seharusnya dia mampu mengatasi pesanan delivery,
aku sama sekali tidak bermaksud berbuat baik kepadanya.....”

Chiho memarahi Maou yang ingin kabur menggunakan alasan MgRonald


kekurangan karyawan.
“Itu sama saja! Kalau begitu, kenapa kau tidak bilang seperti itu dari awal?!
Kenapa kau tidak memberitahu Yusa-san langsung bahwa restoran sedang
kekurangan pegawai dan keahliannya akan sangat membantu, jadi kau ingin
dia bekerja di restoran?!”

“Ugh, meski kau bilang begitu...”

Meskipun Maou punya pemikirannya sendiri, Chiho sama sekali tidak mau
mendengarkannya.

“Intinya, alasan itu tidak penting sama sekali! Jika kau malu menunjukkan
kepedulianmu secara langsung kepada Yusa-san, kau bisa bilang kalau kau
khawatir dengan Alas Ramus atau semacamnya, lalu merekomendasikan
sebuah pekerjaan pada Yusa-san, kenapa kau harus bersikap seperti orang
jahat?!”

“Ugh, karena aku adalah Raja Iblis dan dia adalah Pahlawan....”

“Sampai saat ini, apa bersikukuh soal identitas sebagai Raja Iblis dan Pahlawan
menghasilkan sesuatu yang baik?!”

Petir terkuat hari ini menyambar si Raja para iblis.

Maou tersentak di atas kursi lipatnya dan dengan gugup mendongak, Chiho
menatapnya dengan tatapan penuh amarah seperti saat Emi sedang dalam
kekuatan penuhnya.

“Sekarang bukanlah saatnya berpegang pada hal-hal semacam itu!! Bukankah


Maou-san sudah bekerja sama dengan Yusa-san, Acies, dan Ashiya-san untuk
bertarung melawan para malaikat di Ente Isla? Jangan bilang kalau pada waktu
itu, kau bertarung sambil memikirkan hal-hal mengenai Raja Iblis dan
Pahlawan?”
“Ugh, itu... meski Suzuno mengatakan berbagai hal, kami sebenarnya
tidaklah.....”

Mengenai pertarungan yang terjadi di Benua Timur Ente Isla, lebih tepatnya di
Ibukota Kerajaan Afashan, Azure Sky Canopy.... Maou, Ashiya, Emi, dan
Suzuno sudah menceritakan semuanya kepada Chiho.

Chiho merasa marah kepada Olba dan pihak Surga ketika dia mendengar soal
Emi yang ditangkap di Ente Isla, dia merasa terkejut ketika Maou secara tak
sengaja bertemu dengan Alberto, tersenyum karena surat yang Ashiya kirim
kepada Emi, merasa takjub ketika Suzuno menyelamatkan Emerada, dan
ketika dia tahu bahwa Emi dan ayahnya bertemu kembali, dia merasa begitu
bahagia untuk Emi sambil menangis, menunjukkan campuran ekspresi sedih
dan bahagia.

Chiho, setelah tahu keseluruhan cerita pertarungan tersebut, sebelumnya punya


pemikiran seperti ini....

“Padahal sangat jarang hubungan antara Yusa-san dan Maou-san jadi


membaik....”

“Chi-chan....”

Maou menjadi bingung karena Chiho tiba-tiba memperlihatkan ekspresi suram.

“Maou-san.”

“O-oh?”

“Jika Yusa-san sudah mengembalikan semua uangmu dan menata perasaannya


dengan benar, apa yang akan kau lakukan jika dia mulai serius ingin bertarung
denganmu?”
“Eh? Tidak tidak tidak, asalkan Alas Ramus masih ada di sini, kurasa hal
seperti itu tidak akan terjadi...”

Ini bukan seperti Maou tidak pernah khawatir mengenai masalah itu
sebelumnya.

Dengan berakhirnya insiden ini, begitu Emi membayar semua hutang yang dia
miliki kepada Maou, hanya ada satu kenyataan yang tersisa di antara
keduanya.... yakni, Maou yang tidak menyerah untuk menaklukan dunia dan
meninggalkan ingatan yang menyakitkan kepada Emi dan Nord.

Dia memang sudah bertemu kembali dengan ayahnya, tapi mengingat hal-hal
besar yang sudah hilang dari kehidupan Emi, bahkan jika Emi meminta
bayaran dari Maou, itu bukanlah hal yang aneh.

“Ka-karena dia tidak bisa mencabut nyawaku... jangan-jangan kali ini dia akan
meminta uang dariku? Seperti, ganti rugi atau semacamnya, gitu?”

“Yang benar saja!”

Chiho mengalihkan pandangannya dari Maou, seolah tidak tahan dengan sikap
pelitnya yang sudah menancap dalam.

“Po-pokoknya, maafkan aku, Chi-chan! Aku tidak berhati-hati dalam


berpikir....”

“Percuma saja kalaupun kau meminta maaf padaku!”

“Ugh.”

Chiho menghela napas menanggapi Maou yang terdiam.

“Terkadang, aku benar-benar tidak mengerti.”

“O-oh?”
“Dulu, Yusa-san sering bilang kalau Maou-san adalah seorang lawan, seorang
musuh, dan ingin mengalahkanmu, sesuatu seperti itu pokoknya.”

“Be-benar sekali. Yeah.”

“Lalu apa yang Maou-san pikirkan?”

“Eh?”

“Bagaimana Maou-san melihat Yusa-san?”

“Bagaimana aku melihat.... ugh.....”

Entah kenapa, meski situasi dan lawan bicaranya berbeda, rasanya Maou
pernah dihadapkan pada situasi yang sama sebelumnya, hal ini sontak
membuatnya sesaat merasa bingung.

“Karena Yusa-san adalah seorang musuh, jadi kau juga ingin membunuhnya?”

“Tidak, tidak, apapun yang terjadi, aku tidak akan melakukan sesuatu sampai
sejauh itu...”

Ucapan Chiho membuat Maou membuka lebar matanya merasa kaget, tapi dia
langsung sadar kalau dia tidak bisa menjawab pertanyaan Chiho sama sekali.

“Kau tidak berpikir begitu kan? Bagaimanapun, Yusa-san juga salah seorang
Jenderal Besar di Pasukan Raja Iblis yang baru.”

Entah Chiho maupun Suzuno, akhir-akhir ini mereka sering menggunakan


gelar Jenderalnya untuk memaksa Maou melawan kehendaknya sendiri, tapi
karena dia sendiri yang memberikan gelar tersebut, Maou tentu tidak bisa
membantahnya.
“Kalau begitu, jangan ganggu Yusa-san dan tunjukan sisi hebatmu seperti
seorang penguasa. Tolong biarkan Yusa-san melihat dunia baru yang berbeda
dari sebelumnya, atau kalau tidak......”

Ucap Chiho dengan sedih, Maou sama sekali tidak bisa menjawab....

“... kasihan Alas Ramus.”

…. dan hanya diam menyaksikan Chiho keluar dari ruang karyawan.

------

“Maa-kun.”

“Ya! Aku memang sudah mengatakan sesuatu yang salah dan membuat Chi-
chan marah!”

Begitu masuk ke dalam restoran, si manager MgRonalds depan stasiun


Hatagaya, seorang manusia yang bahkan membuat Raja Iblis Satan tidak
berani mengangkat kepalanya... Kisaki Mayumi, berdiri dengan aura yang jauh
melampaui Chiho, dan sebelum dia mengatakan apa-apa, Maou sudah
mengakui kesalahannya duluan.

“Begitu ya?”

“Y-ya.”

“Maa-kun. Aku mungkin sudah tidak perlu mengatakannya lagi, tapi restoran
ini sekarang tidak punya waktu untuk pilih-pilih pegawai. Kau mengerti hal itu,
kan?”

“Aku mengerti.”

Jawab Maou sembari berkeringat dingin.


“Kita perlu mengumpulkan banyak orang, sebelum layanan delivery resmi
berjalan, kita harus mengajari mereka semua dengan benar. Jika tangan-tangan
lama seperti kalian membekukan suasana restoran di saat seperti ini, itu akan
menyebabkan dampak negatif terhadap pembelajaran orang-orang baru. Apa
aku benar?”

“Y...ya, benar sekali.”

Kisaki mengucapkan setiap kalimat tersebut secara perlahan layaknya sedang


mengajar dengan sungguh-sungguh, dan rasanya setiap kalimat itu seperti
memiliki sihir iblis, membuat Maou merasa sangat gugup.

Saat musim gugur semakin mendekat, berbagai lubang akan mulai muncul di
jadwal kerja restoran MgRonalds depan stasiun Hatagaya.

Karena tingkat spesialisasi tertentu dibutuhkan bagi pegawai yang bertugas di


MdCafe, jumlah orang yang sering berada di restoran pasti akan bertambah,
ditambah lagi, restoran ini juga dipilih sebagai cabang restoran yang akan
digunakan untuk percobaan layanan delivery, dengan jumlah orang yang
sekarang, mempertahankan operasi di dalam restoran tidaklah mungkin.

Selain itu, begitu musim gugur tiba, tren bekerja para mahasiswa juga akan
menjadi tidak stabil.

Mahasiswa di tahun ketiga universitas yang memiliki waktu stabil hingga saat
ini akan mulai terpengaruh oleh aktivitas mencari kerja, membuat orang-orang
yang bisa memenuhi jadwal kerja dengan konsisten akan berkurang satu demi
satu seperti air yang surut.

Libur panjang yang hanya dimiliki oleh para mahasiswa akan segera berakhir,
dan dengan dimulainya kelas-kelas di semester akhir, arus mahasiswa tahun
pertama dan kedua juga akan menjadi semakin deras.
Adapun untuk para istri rumah tangga, meski mereka memiliki shift paling
stabil, jika dibandingkan, mereka hanya kurang dalam fleksibilitas waktu.
Sementara untuk murid SMA seperti Chiho, mereka akan mulai menghadapi
ujian semester.

Kalau sudah begini, kaum pekerja seperti Maou lah yang akan menjadi tenaga
utama dalam penyusunan jadwal kerja, namun jumlah kaum pekerja tidak akan
pernah bisa melampaui jumlah karyawan siswa.

Karena itu, mereka harus mempekerjakan orang-orang baru di saat seperti ini
ketika para siswa masih bisa mempertahankan shiftnya, mereka juga harus
meluangkan waktu dan tenaga untuk melatih orang-orang baru tersebut, jika
tidak, bukan hanya model operasi yang baru, bahkan ada kemungkinan mereka
tidak akan bisa mempertahankan struktur yang sudah ada.

Kisaki yang biasanya, pasti akan bergantung pada kekuatan manajemennya


yang sempurna, dia akan menggunakan koneksinya yang luas dan stamina
fisiknya untuk mengatasi saat-saat di mana mereka kekurangan tenaga kerja,
tapi menghadapi keputusan tiba-tiba dari pusat, beban berat kali ini tidak akan
bisa diselesaikan hanya dengan kekuatan Kisaki saja.

"Memang sudah sewajarnya, tapi restoran kita itu tidak memperlakukan


diskriminasi gender, dan kita merekrut para pegawai wanita muda di saat yang
sama. Pokoknya, akan ada banyak orang baru setelah ini. Karena itulah, jika
kau terlibat dengan masalah yang berhubungan dengan wanita dan membuat
lingkungan kerja di restoran menjadi buruk karena kau bertengkar dengan Chi-
chan....."

Di momen berikutnya, Maou merasakan sensasi dari kematian untuk yang


kedua kalinya di Jepang.

".... Akan kutunjukkan neraka padamu."


"..... Ugh!"

Maou yang bahkan tidak mampu berbicara, hanya bisa meluruskan


punggungnya dan membungkuk.

"Serius ini."

Setelah memastikan sikap patuh Maou, Kisaki melihat jam di restoran seperti
sedang mencoba mengganti suasana.

"Dan, soal orang barunya...."

"Untuk hari ini, akan ada 3 interview. Dari jadwalnya, mereka semua akan
datang ketika kau sedang bekerja. Shift Maa-kun hari ini adalah berada di
MdCafe di atas, jadi kau tidak akan punya kesempatan untuk bertemu dengan
mereka, tapi aku akan memberitahumu. Akan ada satu orang di pagi hari, dan
dua orang di sore hari."

"Aku akan mengingatnya!"

Akhir-akhir ini, Maou selalu kebagian shift bekerja di MgRonalds Cafe di


lantai dua.

Memiliki kualifikasi MgRonalds Barista yang sudah diverifikasi oleh


perusahaan adalah salah satu alasan utamanya, tapi Chiho yang memiliki
kualifikasi sama, malah lebih sering menghabiskan waktu di counter lantai satu.

Ada banyak alasan, contohnya, hanya dari kemampuan murni mereka masing-
masing, asalkan itu bukan saat-saat sibuk, Maou bahkan bisa mengawaki
counter MdCafe sendirian.

Chiho masihlah seorang gadis SMA, meski dia ditugaskan di counter MdCafe,
dia tidak akan bisa terus melakukannya melebihi jam 10pm sampai akhir jam
buka restoran.
Alasan lebih sederhananya adalah, karena lantai pertama berfungsi untuk
menarik pelanggan, akan lebih tepat kalau menempatkan pegawai wanita
untuk bekerja di sana daripada pegawai pria.

Selain soal interview kerja, Maou juga diberitahu berbagai hal lain.

"Eh? Kita tidak memesan cheesecake?"

"Apa kau tidak melihat berita? Kau terlalu lama ambil cuti. Saat ini, karena
suatu bakteri ditemukan dalam pabrik pembuat keju yang kita pakai, maka kita
tidak akan mengimpor keju untuk sementara."

"Ah.... begitu ya? Akhir-akhir ini aku tidak punya waktu untuk menonton
televisi.... itu akan merepotkan, tidak ada cheesecake ya."

"Kehilangan produk yang laku keras memang merupakan kerugian besar, tapi
hanya dengan kekuatan kita, hal ini tak bisa dielakkan lagi. Kita hanya bisa
bekerja keras dan membalik keadaan menggunakan produk lain. Kita juga
harus memikirkan cara menambah keuntungan dari chestnut, kentang, dan kue
labu untuk event musim gugur. Anggap saja ini sebagai kesempatan untuk
mempromosikan produk lain."

Lubang satu minggu yang dia tinggalkan ternyata lebih besar dari yang Maou
duga.

Hanya dalam waktu satu minggu, saus yang digunakan untuk burger tertentu
saja sudah berbeda, berbagai nama yang tak dikenal juga mulai muncul di
jadwal kerja.

Meskipun Maou berhasil memulihkan feeling saat bekerja setelah sedikit


berusaha, fakta bahwa dia tidak bisa mengikuti latihan layanan delivery tetap
membuatnya merasa gelisah.
Tentu saja, tidak semua pekerja ikut berpartisipasi dalam latihan tersebut, dan
bukan hanya Maou saja yang berencana ikut terjun ke lapangan.

Memang ada cukup kesempatan untuk melakukan latihan sebelum dimulainya


operasi kerja yang baru, tapi, pasti akan lebih baik kalau dia bisa melakukan
lebih banyak persiapan.

"Jika itu cara menggunakan GYRO ROOF di jalanan yang kasar, menaiki
tangga, dan melempar botol api, aku sudah pernah mengalaminya sendiri."

Berdiri di counter cafe di lantai dua, Maou mulai merasa murung ketika dia
memikirkan soal masa depan. Karena masih terlalu awal dan tidak ada banyak
pelanggan yang datang ke cafe, Maou pun mulai memikirkan hal-hal yang
tidak penting.

"Masa depan ya...."

Maou yang tidak punya sesuatu untuk dikerjakan, kali ini memeriksa tanggal
kadaluarsa bahan-bahan yang ada di freezer, kemudian dia menggosok-gosok
berbagai peralatan hingga berkilau, tapi bagaimanapun juga, ini tetaplah
restoran yang dimanajeri oleh Kisaki.

Dia menyelesaikan semua itu kurang dari 30 menit, dan hanya bisa menunggu
pelanggan datang sambil sesekali mengalihkan perhatiannya.

'Jika suatu hari nanti kau berniat melakukannya, maka beritahulah Emilia.'

Dia tiba-tiba ingat apa yang Suzuno katakan ketika mereka berkemah di
Afashan.

'Sampai saat ini, apa bersikukuh soal identitas sebagai Raja Iblis dan Pahlawan
menghasilkan sesuatu yang baik?!'
Tanpa diingatkan Chiho pun, Maou juga tahu kalau tak ada sesuatu yang baik
terjadi. Hal itu tak perlu diragukan lagi.

Meski tak ada yang bisa menjamin kalau sesuatu yang baik akan terjadi jika
mereka melupakan sifat keras kepala mereka, apa yang Chiho katakan memang
masuk akal.

'Maaf, aku memberikanmu banyak masalah.'

Apa yang Emi katakan saat matahari terbit di Azure Sky Canopy terlintas di
pikiran Maou.

Maou tidak sebegitu bodohnya sampai tidak tahu kalau itu adalah kata-kata
tulus dari hati Emi.

Emi sungguh-sungguh ingin meminta maaf kepada Maou berkaitan dengan apa
yang terjadi dalam sebulan terakhir.

Dan mengesampingkan semua yang telah terjadi sejauh ini.

"..... Apa itu benar-benar tidak adil??"

Jauh sebelum diminta Suzuno, Maou sudah memutuskan kalau dia tidak akan
memberitahu Emilia alasan dibalik penyerangan Pasukan Raja Iblis ke Ente
Isla.

Kalau dipikir-pikir, dia membuat keputusan tersebut kala itu.

Yaitu, tak lama setelah bertemu kembali dengan Emi, dan saat Chiho masih
tidak tahu identitas asli Maou dan yang lainnya.

Emi yang terjatuh dari tangga Villa Rosa Sasazuka, menyatakan hal ini kepada
Maou sembari menangis.
'Kau telah merampas kehidupan bahagiaku, aku tidak akan pernah
memaafkanmu!'

Bagi Maou yang mulai memahami kehidupan masyarakat manusia, itu adalah
fakta yang harus dia terima dan hukuman yang harus dia tanggung.

Setelah itu, meski dia sendiri sadar akan hal tersebut, di saat yang sama dia
juga menganggap kalau keputusan untuk menyerang Ente Isla bukanlah
keputusan yang salah.

Seperti yang Maou katakan pada Suzuno sebelumnya, jika dia menempatkan
tragedi yang dialami Ente Isla dan tragedi yang dialami dunianya di atas sebuah
timbangan lantas membandingkannya, tentu dia akan mendahulukan
kepentingannya.

Jadi karena ada kenyataan yang tak bisa dielakkan....

".... Apa hubungannya hal itu dengan semua yang sudah terjadi sejauh ini?"

Emi adalah Pahlawan Emilia Justina, musuh para iblis tak peduli kemanapun
dia pergi.

Maou adalah Raja Iblis Satan, musuh Emi dan seluruh rakyat Ente Isla tak
peduli kemanapun dia pergi.

Pada kenyataannya, kehidupan di Jepang hanyalah pertarungan di luar medan


tempat perang terjadi. Apa yang seharusnya menjadi sebuah pertikaian, setelah
melibatkan banyak hal, kini justru menjadi sebuah hubungan kerja sama di luar
medan perang.

Meski mengakui hal ini memberikan sebuah perasaan nyaman yang aneh,
semua orang sebenarnya sudah siap, siap menerima kalau ini adalah tempat
rapuh yang akan runtuh jika ada suatu titik balik besar.
Bahkan jika insiden ini menjadi titik balik tersebut, hal itu sama sekali tidak
aneh.

'Ini juga merupakan permintaan dariku sebagai Jenderal dari Pasukan Raja
Iblis yang baru.'

'Bukankah Maou-san sendiri yang memberi gelar pada Yusa-san?'

"Aaahhh, cukup!"

'Aku akan menunjukkan sebuah dunia baru kepadamu!'

“Apa yang ingin kulakukan dan apa yang seharusnya kulakukan?”

“Maou-san, kenapa kau berisik sekali?”

“Uwah!”

Maou yang menjadi bingung karena suara-suara dari masa lalu yang berputar
dalam kepalanya, melompat kaget setelah mendengar suara tidak senang dari
Chiho.

“Chi, Chi-chan, a-ada apa?”

“Tidak, akulah yang ingin bertanya ada apa denganmu, Maou-san?


Kelihatannya kau sedang menggumamkan sesuatu?”

“Uh, erhm...”

Mungkinkah apa yang dia ucapkan tadi terdengar keras?

Maou yang tiba-tiba menjadi khawatir, mengamati sekeliling, tapi dari


bagaimana para pelanggan tidak secara khusus memperhatikan tempatnya
berada, suaranya seharusnya tidak sekeras itu.

“Ti-tidak ada apa-apa. Apa ada yang salah?”


“Uh... aku hanya datang untuk menyampaikan pesan. Seorang pelanggan
datang mencari Maou-san.”

Meskipun Chiho terlihat tidak percaya dengan jawaban Maou, dia lebih
memilih mengesampingkan masalah tersebut dan menunjuk ke arah tangga.

“Pelanggan....”

Maou mengikuti pandangan Chiho dan mendapati seorang yang sama sekali
tak terduga.

“Maafkan aku mengganggumu saat sedang bekerja, Maou-sama.”

Meski suhu di luar kini sudah jauh lebih dingin, sambil membawa sebuah
amplop berwarna coklat, Ashiya malah bercucuran keringat dan berdiri di sana
sembari terengah-tengah.

“Aku sangat kaget, kukira kau datang untuk interview.”

Ucap Maou sambil mencari barang-barangnya di ruang karyawan.

“Aku benar-benar minta maaf, tapi ini darurat dan tidak boleh ditunda lagi.
Aku akan meminta maaf kepada manajer Kisaki nanti....”

“Ah, jangan khawatir soal itu, biar aku saja yang meminta maaf. Oh, ketemu.
Ini.”

Maou mengeluarkan HP barunya dari dalam tas dan menyerahkannya pada


Ashiya.

Karena HP lama Maou rusak parah saat melakukan perjalanan di Ente Isla,
Maou pun membeli sebuah HP dengan kerangka ramping berwarna perak
menggunakan uang Emi, sebuah HP baru yang bisa menggunakan layanan dan
sistem modern.
Memikirkan apa yang terjadi pada waktu itu, serta menghubungkan Emi
dengan apa yang Chiho katakan barusan, ekspresi Maou perlahan menjadi
suram.

Dia tidak tahu bagaimana Ashiya mengartikan ekspresi itu, tapi pada akhirnya,
Ashiya menerima HP tersebut dengan kepala tertunduk dan sedikit ekspresi
bersalah.

Di dalam amplop coklat yang dibawa Ashiya, adalah kontrak kartu kredit yang
dibuka atas nama Maou.

Alasan Ashiya datang ke sini adalah untuk menjelaskan bahwa Urushihara


yang terisolasi di tempat antah berantah, saat ini sedang berada dalam situasi
berbahaya di mana dia memiliki akses laptop dan internet, dia datang ke
restoran untuk meminta Maou mengambil inisiatif melakukan pembatalan
kartu kredit.

“Jika aku menelepon perusahaan kartu kredit sekarang untuk melakukan


prosedur pembatalan, aku pasti akan dimarahi. Jadi untuk saat ini bawalah HP
ini dan gunakan internet untuk memeriksa penggunaannya, dan jika memang
benar-benar gawat, maka lakukanlah prosedur pembatalannya. Meski
melakukan hal seperti ini tidaklah baik, seingatku HP bisa digunakan untuk
sementara menghentikan penggunaan kartunya, jika kau merasa ada bahaya,
kau bisa melakukan itu.”

“Terima kasih banyak. Aku akan menggunakan HP Maou-sama dengan hati-


hati.”

“Kau tahu cara menggunakannya, kan?”

Ashiya normalnya tidak memiliki banyak kesempatan untuk bersentuhan


langsung dengan barang elektronik terbaru, karena itulah Maou sedikit
khawatir apa dia benar-benar bisa menyelesaikan prosedur pembatalan kartu
kredit melalui internet atau tidak.

“Aku akan membaca buku instruksinya dan berusaha keras. Jika benar-benar
ada masalah, aku akan menghubungi Bell atau Suzuki-san untuk meminta
bantuan.”

“Suzuno sih seharusnya tidak akan bisa membantu. Sedangkan Suzuki Rika....
karena HPku bukanlah docodemo melainkan ae, aku tidak yakin apa itu akan
berpengaruh. Dan kurasa saat ini dia juga sedang bekerja.”

“Intinya aku akan berusaha sendiri, tapi ide seperti itu tetap lebih baik daripada
diriku yang tidak paham dengan teknologi dan hanya menggunakannya secara
sembarangan.”

“Huuh, kita hanya bisa berharap si Urushihara tidaklah sebodoh itu.”

“Soal itu, aku tidak bisa mempercayainya sepenuhnya.”

Ashiya secara terang-terangan menunjukkan kalau dia tidak bisa mempercayai


Urushihara, Maou pun tertawa dibuatnya.

“Huuuh, meski begitu, kita tidak bisa sembarangan menggunakan sihir iblis
hanya karena masalah kecil seperti ini.”

“Kau benar. Karena kita sudah memulihkan sihir iblis kita, kita bisa paham
kalau hidup di negara semacam ini, memiliki sihir iblis tetaplah percuma.”

Maou sepenuhnya setuju dengan kata-kata Ashiya.

Ketika mereka pertama kali datang ke Jepang, saat mereka memulai kehidupan
mereka tanpa sepersenpun uang, Maou dan Ashiya terus saja mengeluh. Jika
mereka bisa menggunakan sihir iblis untuk membuat api, maka mereka tidak
perlu lagi membayar tagihan gas, jika mereka punya air, mereka tidak perlu
lagi membayar tagihan air, jika mereka bisa memfungsikan peralatan
elektronik, mereka tidak perlu lagi membayar tagihan listrik.

Namun, dengan kondisi mereka sekarang ini, meski mereka membawa sihir
iblis kembali ke Jepang, mereka tidak bisa menggunakannya pada apapun.

Asalkan mereka memutar keran, air akan mengalir, asalkan mereka


menggunakan jari mereka untuk mengatur saklar, mereka bisa membuat api
untuk memasak ataupun mengatur suhu dengan leluasa. Alat-alat
telekomunikasi dan peralatan rumah tangga, semuanya bisa beroperasi sesuai
fungsinya selama dicolokkan.

Di situasi saat ini di mana mereka sudah puas dengan makanan, baju,
transportasi serta kehidupan mereka, tidak ada suatu apapun yang bisa
menyebabkan mereka secara khusus ingin menggunakan sihir iblis, yang mana
memiliki fungsi sebagai energi kehidupan yang penting.

Begitu mereka kembali dari Ente Isla, Maou langsung kembali bekerja dengan
semangat, dan Ashiya seperti sebelumnya selalu mengantar keberangkatannya.

Melihat bagaimana Maou bertingkah saat dia pergi bekerja, Suzuno


mengucapkan hal ini dengan sebuah senyum kecut,

'Kurasa memang akan seperti ini.'

Entah itu Suzuno, Chiho ataupun Emi, semua orang yang tahu identitas asli
Maou sama sekali tidak berpikir kalau Maou ataupun Ashiya akan
menggunakan sihir iblis untuk membahayakan keselamatan Jepang ataupun
bumi.

Dan tentu saja keduanya juga tidak berniat melakukan hal itu.
Itu bukan karena mereka takut terhadap Shiba ataupun Amane, melainkan,
tidak hanya di hati Maou, bahkan di hati Ashiya pun, pandangannya mengenai
'penaklukan dunia' juga sudah berubah banyak.

Alhasil, meski mereka akhirnya bisa memperoleh sihir iblis seperti saat sedang
dalam kekuatan penuh mereka dulu, Maou dan Ashiya lebih memilih
mengkonsentrasikan sihir iblisnya ke bentuk padat, dan setelah
membungkusnya dengan plastik dan koran, mereka menyimpannya ke tempat
sejuk yang ada di Kastil Iblis, yang juga dikenal dengan nama lemari.

Mereka awalnya ingin menggunakan cara yang sama seperti saat mereka
menyimpan sihir iblis Farfarello, yakni meletakkan ke dalam kulkas, tapi
jumlah iblis kali ini jauh lebih tinggi, dan Chiho serta Alas Ramus mungkin
saja memakan makanan yang ada di dalam kulkas Kastil Iblis, jadi ide tersebut
ditolak.

Karena sihir iblis Maou dan Ashiya menjadi sangat besar setelah dipadatkan,
tingkat kedua di lemari mereka pun menjadi penuh, dan alhasil, tempat pribadi
Urushihara seketika lenyap tanpa sepengetahuan orangnya, tapi itu adalah
masalah lain di kemudian hari.

Ashiya kemudian menyimpan HP Maou ke dalam saku celananya, meluruskan


punggungnya dan membungkuk.

“Kalau begitu, aku akan pergi dulu. Bersemangatlah dalam bekerja.”

“Oh.”

Saat Ashiya hendak keluar dari ruang karyawan, dia tiba-tiba berbalik seolah
kepikiran sesuatu dan mengatakan,

“Ah, dan juga, Maou-sama.”


“Hm?”

Ashiya berbicara kepada Maou yang menoleh sambil meletakkan tasnya di atas
loker.

“Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi segeralah berbaikan dengan Sasaki-san.”

“Yah?”

Maou tanpa sadar menjatuhkan tasnya.

“Ba-bagaimana kau.....”

"Ya karena itu sangat jelas sekali. Sasaki-san bisa dibilang sebagai garis
kehidupan kita di Jepang, dan keadaan mentalnya sebagian besar terpengaruh
oleh tindakan Maou-sama. Sudah saatnya kau sadar akan hal ini. Ya sudah, aku
akan pergi sekarang."

"....."

Maou bahkan tidak punya waktu untuk membalas Ashiya sebelum dia berbalik
dan pergi.

"Ah.... maafkan aku... di saat-saat sibuk begini...."

Di sisi lain pintu, suara terputus-putus dari Ashiya terdengar saat dia sedang
meminta maaf kepada Kisaki atau entah siapapun itu.

Sampai suara itu menghilang, Maou akhirnya memungut tasnya kembali.

"Huuuh~"

Maou memegangi kepalanya merasa frustasi dan berjongkok di tempat.

".... Tidak berguna. Aku benar-benar tidak berguna. Sudah cukup!"


Maou memukul kepalanya sendiri dan mengatur kembali napasnya yang tidak
teratur.

"Apa-apaan yang kulakukan?"

"Apa yang sedang kau lakukan?"

"Eh?"

Saat Maou sedang memikirkan bagian dari dirinya yang ternyata masih belum
dewasa, naif, dan arogan akibat dari apa yang dikatakan orang kepercayaannya,
Kisaki yang masuk ke dalam ruang karyawan pun menatapnya dengan
pandangan curiga.

"Apa masalah di rumahmu seserius itu?"

"Ah, tidak, bukan begitu...."

Di satu sisi, itu sebenarnya sangat serius.

"Kalau begitu, sekarang saatnya kau kembali bekerja. Pelanggan di lantai dua
mulai bertambah. Aku meninggalkan Chi-chan di sana dan akan menyerahkan
cafe pada kalian berdua untuk sementara. Paham?"

"Eh?"

Usai mengucapkan hal tersebut, Kisaki langsung menutup pintu tanpa


menunggu balasan dari Maou.

Dan setelah terpaku selama beberapa saat....

".... Hmph!"

... Maou kemudian menggunakan telapak tangan untuk memukul kedua


pipinya dan memotivasi dirinya sekali lagi.
"Pertama, aku harus menyelesaikan pekerjaan yang ada di depanku!"

Bergegas ke lantai dua, Maou mendapati sejumlah pelanggan kini sudah


mengantre di counter.

"Maafkan aku membuatmu menunggu terlalu lama."

"Yeah!"

Meski Chiho masih mampu memenuhi pesanan para pelanggan, dia tidak bisa
menangani semua pekerjaannya tepat waktu, dan setelah Maou datang, antrean
pun mulai bergerak dengan lancar.

"Chi-chan, sirup hazelnut-nya habis. Bisakah kau membawanya ke sini?"

"Baik!"

Usai menyelesaikan pesanan terakhir dari antrean pelanggan tadi, Maou pun
memberi Chiho perintah dan menangani tiga pesanan sekaligus.

Chiho menggunakan kesempatan ini untuk turun ke lantai satu dan kembali
dengan membawa sirup kopi cadangan.

Menjelang tengah hari, para pelanggan pun mulai benar-benar membanjiri


restoran. Maou dan Chiho memperagakan sebuah kerja sama yang baik seolah
mereka tidak pernah bertengkar sama sekali dan melayani para pelanggan
MdCafe dengan sempurna.

Banyak orang yang meyakini kalau waktu tersibuk di MdCafe adalah saat
makan siang dan waktu minum teh di siang hari, tapi pelanggan yang ingin
menghindari antrean panjang di lantai satu dan kebanyakan pelanggan wanita
yang ingin memakan makanan ringan untuk makan siang mereka, jumlahnya
bisa di bilang cukup banyak, jadi kue dan berbagai makanan penutup lain pun
dengan cepat habis, bahkan hotdog dan sandwich pun menjadi menu yang
sangat populer.

Sejak dulu, tidak hanya saat hari-hari kerja, bahkan di akhir pekan seperti hari
ini atau di hari-hari besar pun, toko-toko di depan stasiun Hatagaya tetap
dipenuhi para karyawan yang masuk lembur dan para pelanggan yang
membawa keluarganya.

Setelah MdCafe mulai buka, tentu akan ada lebih banyak lagi pelanggan di
akhir pekan, para pelanggan ini baru akan mulai menyusut di jam 3pm, yaitu
waktu minum teh di siang hari.

Maou dan Chiho yang akhirnya bisa mengambil napas, tanpa sadar melihat
satu sama lain saat berada di belakang counter.

"Ramai sekali ya."

"Ya, benar. Tapi minggu lalu, ketika Maou-san tidak di sini, sebenarnya juga
ada banyak orang yang jumlahnya hampir sama seperti sekarang. Minggu lalu
aku bertugas bersama Kisaki-san saat jam makan siang, itu benar-benar sulit."

"Masih sulit meskipun sudah ada Kisaki-san ya, sepertinya itu benar-benar
gawat."

Di mata Maou, saat jam-jam sibuk, Kisaki itu sudah seperti keturunan Ashura
yang berkepala tiga dan bertangan enam, tidak hanya bisa menangani banyak
pekerjaan di saat yang bersamaan, dia bahkan masih bisa mengamati situasi di
seluruh restoran dengan akurasi yang lebih tinggi dibandingkan kamera
pengawas.

"Jika kita memulai layanan delivery di situasi seperti ini, itu pasti akan sangat
melelahkan."
"Yeah.... Maou-san."

Seolah mencoba lari dari tatapan Chiho saat ia menatap ke arahnya, Maou
mengalihkan pandangannya dan dengan sengaja menata pinggiran topinya.

"Jadi... Uh, erhm, bagaimana aku mengatakannya ya. Meski mungkin sudah
terlambat.... ketika kami bertemu lagi nanti, aku akan berbicara baik-baik
dengan Emi."

"!!!"

"Tapi jangan terlalu banyak berharap. Pada dasarnya gaji Emi dulu itu 1.700
yen perjam, juga, bisa saja dia sudah menemukan pekerjaan dengan gaji yang
lebih baik. Dan dengan apa yang sudah kukatakan sebelumnya, dia mungkin
akan langsung mengusirku..."

"Yeah!"

Wajah lelah Chiho setelah melewati saat-saat sibuk seketika berubah menjadi
bersemangat.

"Erhm, sejujurnya aku juga tidak tahu bagaimana hubungan kami dengan Emi
akan berubah ke depannya."

"Yeah!"

"Sekarang aku hanya bisa fokus menyelesaikan masalah yang ada di


hadapanku dengan baik. Akhir-akhir ini, rasanya kemampuanku untuk
memikirkan masa depan sedikit melemah."

"Itu karena ada banyak hal telah terjadi."


"Yeah... jadi, karena tak ada gunanya memikirkan apa yang akan terjadi jauh
di masa depan, mungkin sebaiknya kita memikirkan cara untuk melewati
kesulitan di hari esok."

".....!"

Chiho terlihat seperti mengingat sesuatu dikarenakan kalimat Maou, dia pun
menaikkan alisnya dan membelalakkan matanya.

"A-ada apa?"

"Ah, ti-tidak ada apa-apa... ehehe."

"T-tapi biar kukatakan ini dulu, kau jangan terlalu berharap, okay? Aku sama
sekali tidak berpikir Emi akan menerima ajakanku!"

"Kalau memang begitu, mau bagaimana lagi. Tapi...."

Chiho menunjukkan sebuah senyum ceria, dan berbicara dengan suara yang
lembut nan natural,

"Masa depan, itu terbentuk dengan menumpuk hari ini dan hari esok."

"Hm?"

"Tidak, bukan apa-apa."

Jika dia melanjutkannya, itu mungkin akan membuat Maou memikirkan hal-
hal yang tidak perlu, dan dari situasinya, bahkan itu mungkin bisa membuat
Maou tidak senang.

Karena itulah, Chiho tidak melanjutkan topik tersebut.


Meski begitu, Chiho tetap percaya. Selama Maou dan Emi terus berada di
tempat yang dekat satu sama lain setiap hari, dunia di mana Raja Iblis dan
Pahlawan tidak lagi harus saling membunuh pasti akan tiba.

"Tapi aku benar-benar berharap Yusa-san akan bekerja di restoran ini. Rasanya
itu akan sangat menyenangkan."

"Tidak.... itu mungkin akan sangat berisik."

Maou tidak mau merusak pemikiran polos Chiho dan hanya bisa menjawab
dengan samar.

"Ah, tapi jika memang situasinya jadi seperti itu, pelatihan karyawan baru pasti
akan ditangani oleh Maou-san, kan?"

Pertanyaan tersebut membuat Maou sangat terkejut.

"Eh? Kenapa? Selain aku, seharusnya masih banyak orang yang bisa
melakukannya, kan?"

Begitu seorang karyawan menerima tugas melatih seorang rekrutan baru,


karyawan itu harus selalu berada di dekat si orang baru tersebut.

Termasuk Chiho, Maou sudah melatih banyak rekrutan baru, tapi ketika dia
membayangkan harus mengajari Emi, rasanya dia akan menerima stress yang
begitu berat.

"Maou-san tidak akan bisa lari. Kau itu manajer pengganti, dan karyawan yang
memiliki jumlah shift paling banyak, selain itu, Kisaki-san tahu kalau kalian
berdua itu saling kenal. Yusa-san pernah datang ke sini beberapa kali sebagai
pelanggan, jadi kurasa masih ada beberapa orang yang mengingatnya. Tak
peduli bagaimana aku memikirkannya, Maou-san lah yang akan ditunjuk untuk
bertanggung jawab menangani hal ini."
Analisis Chiho yang tenang dan pasti membuat Maou mulai berkeringat dan
menggelengkan kepalanya.

"Tidak tidak tidak, lupakan hal ini. Aku lupa memikirkan soal pelatihan.
Melakukan pelatihan terhadap rekrutan baru kepadanya saja sudah memakan
habis semangatku. Lupakan saja masalah ini. Tak masalah jika dia tidak
bekerja di sini. Dia itu lebih cocok dengan pekerjaan lain yang lebih baik."

"Shessh! Maou-san!"

"Hey, ini hanya misal ya. Misal Emi benar-benar bekerja di restoran ini,
kumohon, Chi-chan, gantikan tempatku dan ajari dia. Daripada diajari olehku,
jika yang mengajarinya adalah Chi-chan, itu pasti akan lebih efisien dan tidak
menyebabkan stress."

"Mana mungkin aku bisa menangani tugas mengajari tenaga baru?! Tenanglah,
jika sesuatu terjadi, aku pasti akan memisahkan pertengkaran kalian."

"Kau sudah yakin kalau kami akan bertengkar!?"

"Pokoknya, Maou-san, ini janji ya! Kesampingkan apakah Yusa-san akan


setuju atau tidak, pokoknya kau harus menjelaskan alasanmu dengan benar dan
merekomendasikan pekerjaan ini kepadanya."

"Ah~ aku seharusnya tidak usah berniat baik saja! Mungkin akan lebih baik
kalau aku meminta tolong kepada Suzuno ataupun Nord."

"Yang benar saja!"

Bahkan jika para iblis berakhir memiliki hati seperti itu, ketika mereka
dianggap baik hati dan suka menolong, mereka mungkin malah akan marah.
Saat keduanya sedang membicarakan masalah tersebut, Kisaki tiba-tiba datang
ke lantai dua.
"Maa-kun, apa sekarang bisa?"

"Ah, iya."

Maou mengangguk dan meninggalkan counter.

"Sepertinya suasana hati Chiho sudah membaik, ya?"

"To-tolong jangan bahas itu lagi."

Melihat Chiho sudah kembali ceria, Kisaki dengan sengaja tersenyum nakal
kepada Maou.

"Lupakan itu. Pagi tadi, kubilang siang ini akan ada interview, kan? Nah, salah
satu dari mereka sudah datang, jadi aku tidak bisa bertugas untuk sementara
ini. Mintalah Chiho untuk membantu di bawah. Juga, akan ada sedikit pegawai
saat makan malam nanti, jadi setelah interview selesai, aku akan naik ke lantai
dua. Kuharap kau bisa beristirahat lebih awal. Soalnya tidak akan ada waktu
lagi untuk beristirahat malam ini."

"Aku mengerti. Chi-chan, Kisaki-san memintamu untuk turun ke bawah!"

"Ah, baik. Aku mengerti!"

Begitu dipanggil, Chiho langsung merespon penuh dengan energi.

"Oh iya, Maou-san. Sekarang sudah hampir waktumu beristirahat, kan?"

"Eh? Yeah."

"Aku meletakkan catatan yang kubuat saat mengikuti pelatihan layanan


delivery di ruang karyawan. Kalau kau tidak keberatan, kau bisa melihatnya."

"Eh? Boleh nih?"

Tatapan Maou menjadi penuh motivasi setelah mendengar saran Chiho.


"Yeah, catatan itu memang sengaja kubuat untuk Maou-san."

Saat Maou, Acies, dan Suzuno melakukan perjalanan ke Ente Isla, Chiho sudah
mengikuti dua kali sesi pelatihan layanan delivery MgRonalds.

Tentu saja, meski sebagian adalah demi pekerjaannya sendiri, alasan utama di
balik hal itu adalah agar dia bisa membantu Maou yang ingin ikut ambil bagian
dalam pelatihan layanan delivery. Jadi bagi Maou, ini adalah saran yang sangat
menarik.

"Terima kasih! Aku pasti akan membacanya!"

"Yeah, kalau begitu aku akan pergi dulu."

Chiho turun ke lantai pertama dengan puas, sementara Maou kembali ke


counter dengan semangat tinggi.

"Hubungan mereka masih sulit dipahami ya....."

Melihat punggung kedua muda mudi itu, Kisaki pun mengernyit dan melipat
tangannya merasa bingung.

-------

Jam 4 sore, setelah Maou memakan makanan yang seharusnya menjadi makan
malamnya, dia mulai membaca catatan Chiho yang ditulis dengan rapi.

"Terima kasih!"

Meski Chiho tidak ada, Maou merapatkan kedua telapak tangannya dan
bersyukur atas buku catatan tersebut, dan setelah memastikan tangannya tidak
kotor, dia mulai membuka buku catatan itu.

Sejak halaman pertama, Maou sudah dibuat terkesan dengan halaman yang
ditulis oleh Chiho dalam warna yang berbeda-beda.
Membaca setiap baris kalimat yang menunjukkan tanda-tanda kepribadian
serius Chiho, bisa dilihat bahwa poin penting di catatan tersebut ditandai
dengan stabilo, serta ditulis dengan pena berwarna hijau dan merah sehingga
sangat mudah untuk dibaca.

Ilustrasi yang terlihat di sepanjang catatan, seolah mengambil referensi dari


penampilannya, Chiho menggunakan kepala seorang gadis dengan rambut
twintail dan kotak percakapan untuk mencatat apa yang dia pikirkan.

Chiho yang tidak memiliki SIM moped dan tidak bisa melakukan pengajuan
pembuatan SIM, memang mengikuti pelatihan tersebut, tapi pelatihan itu,
daripada membahas soal layanan delivery, isinya lebih berkaitan dengan
operasi di dalam restoran.

Dasar-dasar penanganan panggilan telepon, pengemasan khusus untuk


delivery, cara menggunakan dan menangani pembayaran melalui kartu kredit,
sekaligus waktu yang dibutuhkan untuk membuat satu pesanan delivery,
semuanya tertulis dalam catatan tersebut secara mendetail.

Terutama bagian penanganan panggilan telepon, itu menghabiskan ruang yang


cukup banyak.

Selain harus mendengarkan nama pelanggan, alamat, nomor telepon, dan


informasi dasar lainnya secara akurat, bahkan kepemilikan voucher promosi,
penjelasan jam-jam pengantaran pesanan karena berubahnya tingkat kesibukan
di restoran, serta penjelasan teknik bisnis untuk produk-produk tertentu,
semuanya tertulis secara detail.

Di tempat pelatihan, latihan bicara diberikan berdasarkan penjelasan tersebut.

'Tapi, rasanya kita tidak akan bisa mengingat semua isinya.'

Versi chibi dari Chiho mengungkapkan pemikirannya.


'Karena kita tidak bisa melihat wajah si pelanggan, jika kita tanpa sengaja
menggunakan nada yang kaku ketika sedang berbicara, itu pasti akan
memberikan kesan yang buruk pada mereka.'

"Masuk akal juga."

Seolah berbicara dengan Chiho yang tidak ada di sana, Maou pun mengangguk.

Melayani pelanggan lewat telepon dan melalui counter, perbedaan terbesar di


antara kedua situasi tersebut adalah, tidak bisa melihat wajah si pelanggan.

Dengan kata lain, si pelanggan juga tidak akan bisa melihat wajah si pegawai.

Karena itulah, jika jawaban yang diberikan seperti sedang membaca naskah,
maka itu justru bisa memberikan kesan dingin seolah mereka sedang
mengurusi masalah pemerintah.

"Pemilihan kata-kata harus diperhatikan lebih dari biasanya ya. Ditambah lagi,
orang yang bertugas menjawab telepon kemungkinan besar berbeda dengan
karyawan delivery."

Meski orang yang menjawab telepon memiliki sikap yang ramah, jika si
karyawan delivery memiliki ekspresi dan suara yang kaku ketika mereka
sampai di rumah pelanggan, hal itu pasti akan menurunkan kesan terhadap
restoran dan produknya, begitupun sebaliknya.

Semua karyawan harus lebih waspada dibandingkan sebelumnya, kalau tidak,


layanan delivery ini malah akan berakhir menjadi perangkap yang tak terduga.

Bagi Maou dan Chiho, tak usah diragukan lagi dan tanpa pengingat khusus
apapun, para karyawan lama yang dibimbing oleh Kisaki semuanya pasti
mampu berpikir dan mempraktekkan hal tersebut, tapi menghadapi situasi di
mana banyak orang baru yang direkrut, tak diketahui seberapa jauh mereka
memahami hal ini.

"Ah, Maa-kun."

"Oh, Kawa-cchi."

Kali ini, salah satu rekan kerja Maou memasuki ruang karyawan. Orang itu
membawa sebuah kantong kertas dari toko buku di seberang.

“Sedang istirahat?”

“Yeah, aku keluar untuk membeli buku.”

Pria yang dipanggil Kawa-cchi itu, nama aslinya adalah Kawada Takefumi.

Dia adalah pria dengan tubuh besar, jujur dan tulus namun lamban dalam hal
berbicara.

Meski cara bicaranya sedikit aneh, dia adalah karyawan berpengetahuan luas
seperti Maou yang bisa menangani berbagai pekerjaan di dapur dan di counter,
dia sangat ahli dalam membuat burger, dan tak peduli betapa sibuknya periode
puncak makan siang dan makan malam, 'burger buatan Kawa-cchi tetap saja
cantik layaknya keluar dari iklan', dia sering dipuji demikian oleh Maou dan
yang lainnya.

Mungkin Kawada sendiri memiliki pandangan khusus mengenai estetika suatu


produk, dan tanpa memperdebatkan apakah ini adalah hal yang baik atau buruk,
bahkan saat sedang sibuk-sibuknya pun, kecepatannya dalam membuat burger
tetap saja tidak berubah, jadi orang-orang terkadang berpikir kalau dia sedikit
lamban. Tapi, itu hanya jika dibandingkan dengan Maou dan Kisaki. Kisaki
bahkan selalu memuji akurasi dan kesempurnaan pekerjaan Kawada.
Dia masih seorang mahasiswa, dan tak diketahui bagaimana dia selalu
mempertahankan hasil ujiannya yang bagus, tapi tidak hanya tidak terpengaruh
oleh jadwal ujian, dia bahkan juga punya SIM dan dianggap sebagai salah satu
tenaga utama dalam layanan delivery.

“Apa yang sedang kau baca?”

“Hm, sebut saja salah satu poin utama dalam pelatihan layanan delivery.....
atau semacamnya.”

Kawada sedikit bingung dengan jawaban berputar-putar Maou, tapi setelah


melihat kata-kata yang tertulis di sampul buku tersebut, dia pun mengernyit.

“Hmm... begitu ya. Tak heran Chi-chan terlihat sangat serius ketika dia
mengikuti pelatihan kemarin.”

“A-apa. Oh iya, Kawa-cchi, karena kau biasanya sudah naik sepeda, kau pasti
ikut dalam latihan menggunakan moped, kan? Bisa kau memberitahuku apa
saja yang kau lakukan?”

“.....”

Kawada memanyunkan bibirnya dan diam mempertimbangkan permintaan


Maou.

“Aku merasa sedikit jengkel, jadi aku tidak akan memberitahumu.”

“Eh?”

“Akan lebih baik kalau Maa-kun meledak dua atau tiga kali.”

“A-apa maksudmu dengan meledak?”

Meski Maou sudah pernah menerima berbagai cacian dari banyak manusia
dengan Emi di barisan paling depan akibat identitasnya sebagai Raja Iblis, dan
sama sekali tidak mempedulikannya, dia tidak pernah menyangka kalau
temannya akan meminta dia untuk meledak saja seperti tadi.

Maou tidak mengerti apa maksud kalimat Kawada dan bertanya sambil
mencondongkan tubuhnya ke depan.

“Benar juga, Maa-kun, apa kau sudah dengar soal Kota?”

Kawada pun mengganti topik dengan ekspresi kaku.

“Eh? Uh, aku tidak dengar apa-apa. Memangnya ada apa dengan Kota?”

Kota adalah seorang mahasiswa yang bergabung setelah Maou dan Kawada,
namanya Nakayama Kotaro.

Meskipun dalam hal posisi dia adalah seorang junior, usia Kota sebenarnya
sama dengan Kawada. Kota adalah seorang pemuda dengan tubuh kurus dan
orang yang melakukan pekerjaannya dengan normal. Pada dasarnya dia
memiliki kepribadian yang jujur dan tulus, penampilannya juga cukup tampan
untuk disebut mirip artis, dan selama ada dia, suasana di restoran pasti akan
menjadi ceria, dia juga sering menerima komentar positif dari para pelanggan
wanita.

“Sepertinya dia akan mengundurkan diri setelah bekerja sampai desember


nanti.”

“Eh? Serius? Kenapa?”

Kabar yang dibawa oleh Kawada membuat Maou mencondongkan tubuhnya


mendekat...

“Dia ada di tahun ketiga universitas tahun ini.”


…. tapi dia langsung kembali menjauh akibat syok yang diakibatkan kalimat
tersebut.

“Ugh..... mencari pekerjaan ya....”

Maou menekan dahinya menggunakan tangan dan mengerang, lantas memucat


karena menyadari sesuatu.

“Hm? Eh? Lalu bagaimana denganmu Kawa-cchi? Bukankah kau seangkatan


dengan Kota?”

Tidak hanya Kota, jika Kawa-cchi juga mengundurkan diri, jadwal kerja pasti
akan sangat terganggu.

Bagi Maou saat ini, 'mencari kerja' adalah sesuatu yang membuatnya jauh lebih
takut daripada ketika berhadapan dengan Pahlawan Emilia, itu adalah musuh
yang tidak bisa dihindari.

“Oh, aku tidak perlu mencari kerja.”

“Eh, benarkah?”

“Yeah, setelah aku lulus dari universitas, aku akan kembali ke kampung
halaman untuk mengambil alih bisnis keluargaku. Meskipun kampung
halamanku masih berada di Kanto sih.”

“Bisnis keluarga? Keluargamu menjalankan sebuah bisnis?”

“Benar sekali. Itu adalah restoran kecil-kecilan. Aku mungkin akan


menargetkan posisi chef kepala.”

“Eh? Lalu apa kau belajar jurusan itu di universitas? Hm? Tapi memasak kan
hanya bisa dipelajari di sekolah kejuruan?”
Situasi keluarga rekan kerjanya yang tak terduga begitu mengejutkan Maou
sampai-sampai dia mengesampingkan masalah keluarga tersebut dan mulai
menunjukkan ketertarikan.

“Huuh~ cepat atau lambat aku pasti akan memperoleh surat izin chef, tapi aku
saat ini kuliah di jurusan manajemen bisnis. Meski itu bukan universitas yang
hebat, riset universitasku khusus berada di bisnis regional. Aku harap aku bisa
meniru pengembangan ekonomi lokal menggunakan kekuatan restoranku di
masa depan nanti. Kampung halamanku memang berada di Kanto, tapi itu
cukup jauh dari pusat kota dan jumlah pemudanya juga perlahan berkurang.”

“Oh... luar biasa.”

Meski Maou tidak bisa membuat hubungan antara 'bisnis regional' dan 'chef
kepala', tapi Kawada bukanlah tipe orang yang akan berbicara sembarangan
atau berlebihan, di hatinya, dua konsep ini memiliki hubungan yang jelas.

“Kota awalnya iri denganku yang bisa memutuskan jalur masa depan tanpa
melakukan apapun. Tapi mengambil alih bisnis keluarga juga membutuhkan
banyak tekad, dan memikirkan berbagai kesulitan ke depannya, secara
keseluruhan itu sama seperti mencari pekerjaan. Setelah aku mengatakan hal
ini, dia akhirnya mau terima.”

“Begitu ya. Berarti, Kota hanya bisa berada di sini paling lama setahun lagi.”

“Seharusnya sih seperti itu. Itu membuatku khawatir.”

“Hm? Khawatir soal apa?”

Di percakapan barusan, seharusnya tidak ada sesuatu yang akan membuat


Kawada khawatir, tapi saat Maou menanyakan hal tersebut, Kawada tiba-tiba
kembali mengernyit dan melihat buku yang ada di tangan Maou.
"Itu."

"Hm? Ini? Ada apa dengan buku catatan ini?"

"Bukan itu! Aku bicara masalah pacar!"

"Pacar..... hah?"

Maou melihat sampul buku di tangannya, memikirkan makna di balik kalimat


Kawada dan berbicara dengan ekspresi kaku di wajahnya,

"Haaaahhh?? Tu-tunggu, Kawa-cchi! Kau salah paham! Hubunganku dan Chi-


chan bukan seperti itu...."

"Aku tahu. Tapi aku tetap marah terhadap berbagai hal setelah aku
mengetahuinya!"

"Huh?"

Dengan tatapan sedikit kesal, Kawada menatap tajam ke arah Maou yang tiba-
tiba berteriak.

"Kebanyakan orang tidak akan percaya kalau Maa-kun dan Chi-chan tidak
berpacaran. Itu karena, bukankah Chi-chan terkadang membantu mengurus
anak kerabatmu itu? Jika kalian berdua tidak berpacaran, seharusnya tidak
mungkin kalian melakukan hal seperti itu!"

"Oh...."

Maksud Kawada pasti saat Chiho membawa Alas Ramus, yang baru saja
datang ke Jepang, untuk berkunjung ke restoran.

Selain kejadian itu, pegawai MgRonald seharusnya tidak akan melihat satupun
adegan di mana Maou, Chiho, dan Alas Ramus muncul bersama, tapi insiden
itu ternyata sudah meninggalkan dampak yang besar bagi para pegawai
MgRonalds depan stasiun Hatagaya.

"Tu-tu-tunggu sebentar, Kawa-cchi. Kesampingkan hal itu, kita ini seharusnya


membicarakan kenapa kau merasa khawatir, kan?"

"Maa-kun, karena kau hidup terlalu santai, mungkin kau tidak akan bisa
mengerti."

"Tolong jangan bicara dengan kata-kata yang seolah tidak memiliki duri, itu
malah membuat kata-kata tersebut seperti hanya berisi duri!"

"Tapi bagiku, ini adalah masalah penting dalam kehidupan. Sampai saat ini,
aku tidak pernah sekalipun punya pacar."

"A-apa itu akan menyebabkan sesuatu....?"

"Maa-kun, apa menurutmu bekerja di restoran yang hanya berisi pegawai


pilihan orang tuamu bisa membuatmu kenal seorang gadis? Jika aku tidak
mendapatkan pacar saat masa-masa kuliah, aku mungkin tidak akan bisa
menikah."

Kawada memukul meja dengan buku yang dibelinya.

"Ye-yeah, itu masuk akal. Ta-tapi bukankah sekarang ini kau punya banyak
jaringan kegiatan?"

"..... Maa-kun, kau seharusnya mengerti betapa sulitnya mengelola sebuah


restoran, kan?"

"Ye-yeah."
Maou yakin bahwa dirinya adalah orang yang sangat paham betapa sulitnya
mengurusi sebuah perusahaan lebih dari siapapun. Bagaimanapun juga, dia
adalah raja yang telah mendirikan negara multi klan.

"Meskipun sedikit aneh untukku yang sudah bilang ingin menemukan seorang
istri, mengatakan hal seperti ini, tapi kurasa pernikahan itu, daripada disebut
titik akhir, itu lebih seperti titik awal, kan?"

"Ah, yeah, itu masuk akal. Bagaimanapun juga, setelah menikah keduanya
harus tinggal bersama."

"Benar sekali. Tapi ketika aku ikut dalam kegiatan seperti itu, rasanya aku
tidak akan punya kesempatan untuk mengetahui apakah orang itu bisa
menjalani masa depan bersamaku atau tidak. Aku tidak yakin bisa mengelola
restoran dengan seseorang yang sudah saling mengamati kualitas dan
informasi masing-masing."

Analisis Kawada yang hanya bisa dijelaskan dengan kata obyektif dan
mendetail, membuat Maou menghela napas dan mengatakan,

"Ma-masalah ini ternyata sangat dalam ya sampai-sampai kau terus


memikirkannya seperti ini. Aku hanya mengenalmu di dalam restoran saja sih,
tapi seharusnya kau punya teman wanita lain, kan? Hubunganmu dengan
karyawan wanita lain juga sangat bagus."

"Aku menganggap hal ini sangat aneh..."

Kawada menunjukkan senyum yang terlihat agak aneh.

"Tapi sepertinya aku ini lebih populer di kalangan gadis yang sudah punya
pacar."

"Ohh...."
Maou tidak tahu harus bilang apa.

"Entah itu di kelas, klub, ataupun di sini, ada beberapa gadis yang mempunyai
hubungan cukup baik denganku. Mereka sering menggunakan alasan 'Terima
kasih sudah mau mendengarkan curhatan soal pacarku' untuk memberiku
camilan. Aku bahkan pernah mempertimbangkan untuk menjadi konselor,
sampai-sampai aku membeli buku yang berkaitan dengan hal itu."

"Ka-kalau begitu, itu artinya kau adalah orang yang bisa diandalkan oleh para
gadis, kan? Aku yakin mereka akan menyadari kelebihanmu nanti!"

"Memang sih apa yang kau katakan ini tidak memiliki efek menghibur sama
sekali, tapi izinkan aku berterima kasih. Huuuh~ aku sangat benci dengan
rekan kerjaku yang disukai oleh seorang gadis SMA imut berdada besar."

"Hey! Apa yang kau katakan?"

Ini bukanlah pertama kalinya Maou ikut dalam obrolan yang tidak bertanggung
jawab soal wanita ketika dia bersama karyawan pria, tapi dalam percakapan
antara Kawada yang biasanya serius dan Maou yang bukan manusia,
kemunculan istilah 'berdada besar', sungguh merupakan sebuah pengecualian.

"Aku tidak sedang ingin berkelahi denganmu lo, aku hanya bertanya karena
ingin tahu saja."

"Yang manapun itu, keduanya sama-sama tidak baik!"

"Dia sudah menunjukkannya dengan sangat jelas lo, apa kau tidak pernah
sekalipun berpikir untuk memacarinya? Chi-chan itu gadis yang baik. Maa-
kun juga tidak membencinya, kan?"

Tentu, tanpa diberitahu Kawada pun, Maou sudah tahu betul hal itu.
Meski ini hanya diketahui oleh orang-orang yang ada di sana pada waktu itu,
Chiho memang pernah menyatakan perasaannya pada Maou.

Maou sendiri juga menganggap Chiho sebagai satu-satunya manusia yang bisa
dia percaya dari dasar lubuk hatinya.

Suzuno yang menyaksikan pengakuan itu juga sering mendesak Maou kalau
sekaranglah saatnya memberi Chiho jawaban, Maou juga tahu kalau entah dia
memberi jawaban atau menunda jawabannya, itu sama sekali bukan sikap yang
jujur kepada Chiho.

Meski begitu, Maou masih belum bisa memperoleh kesimpulan dalam dirinya.

Menjawab pengakuan Chiho, makna apa yang akan tersirat dari hal itu?

Begitu dia memikirkan perubahan yang akan disebabkan oleh hal ini dan
bagaimana hal itu akan mempengaruhi hubungan antara dia dan Chiho ke
depannya, Maou menjadi semakin tidak bisa menjawab.

"Aku....."

Maou menatap buku catatan yang ada di tangannya, dan berulang kali
memikirkan percakapannya dengan Kawada.

"Keadaanku, mungkin berlawanan denganmu, Kawa-cchi."

"Berlawanan?"

"Bahkan jika aku mengesampingkan masalah Chi-chan, ada sesuatu yang ingin
kugapai lebih dulu, tapi aku tidak ingin melibatkan orang lain dalam hal ini
sebisa mungkin."

"Melibatkan orang lain? Maa-kun, bukankah sebelumnya kau bilang ingin


menjadi karyawan tetap melalui kebijakan kenaikan pangkat?"
"Yeah, tapi ini adalah setelahnya."

"Oh, sepertinya kau juga punya pemikiranmu sendiri ya. Sesuatu yang bisa
diraih setelah diangkat menjadi karyawan tetap, kau ingin menjadi manajer
waralaba restoran?"

"Tidak, itu akan sulit jika danamu tidak cukup, kan? Aku berbeda denganmu
Kawa-cchi, aku tidak tahu apapun soal menjalankan bisnis, dan 350.000 yen
saja sudah cukup untuk menakutiku sampai mati."

"Apa maksudmu dengan 350.000 yen?"

"Tidak, hanya masalah pribadiku. Huft, pokoknya aku punya ambisiku sendiri,
dan aku tidak ingin melibatkan orang seperti Chi-chan yang memiliki
kehidupan normal."

"Oh? Aku benar-benar tidak mengerti."

Meskipun Kawada kelihatan tidak bisa menerimanya, dia tidak bertanya lebih
jauh lagi.

Walau dia belum menemukan semua jawabannya, dari obrolannya dengan


Kawada, Maou berhasil menata satu bagian di dalam hatinya yang masih
belum jelas.

Dia tidak ingin melibatkan Chiho ke dalam jalan kehidupannya.

Di satu sisi, itu adalah perasaan Maou yang sebenarnya.

Dia adalah Raja Iblis dari Dunia Iblis. Setelah Chiho tahu identitas asli Maou
dan yang lainnya, Maou bahkan bersedia meminjam kekuatan musuhnya, Emi,
untuk mencegah Chiho terlibat ke dalam bahaya, tapi meski begitu, Chiho
beberapa kali masih menghadapi bahaya yang membahayakan nyawanya.
Bagi Chiho yang masih tulus menyukainya meski sudah mengetahui semuanya,
Maou tidak bisa semakin membuatnya terlibat.

Selain itu, di antara Maou dan Chiho, ada sebuah dinding yang dikenal dengan
nama dinding dunia dan ras.

Jika mereka berusaha keras menemukan alasan dan berupaya, dinding dunia
mungkin bisa diatasi, tapi untuk dinding ras, itu adalah rintangan yang tidak
akan bisa diatasi.

Maou tidak bisa menjadi tua bersama dengan Chiho.

Perbedaan jangka hidup antar ras yang sulit diatasi, akan menjadi jurang besar
dan menyakiti Chiho, membayangkan hal itu sangatlah mudah.

Tak peduli bagaimanapun Maou memikirkannya, dia tidak bisa menanggapi


perasaan Chiho.

"..... Hm?"

Namun, ketika Maou berpikir sampai ke titik ini, dia menyadari sebuah
ketidaksesuaian dalam pemikirannya.

Sepertinya dia telah melewatkan sesuatu. Ada sesuatu yang tidak masuk akal
dalam pemikirannya.

Tapi dia tidak tahu apa itu...

"Ah, sudah waktunya."

Tanpa sadar, waktu istirahat pun berakhir ketika dia sedang berbincang dengan
Kawada.

"Aku pergi dulu ya."


"Ya, aku juga akan segera menyusul."

Usai menyimpan catatan Chiho ke dalam loker, Maou kembali memakai


topinya dan keluar dari ruang karyawan setelah pamit dengan Kawada.

"Ah, Chi-chan, buku catatanmu ada di lokerku. Seingatku kau sudah bisa
pulang, kan?"

Maou berbicara dengan Chiho yang kebetulan berada di counter.

"Tak masalah, kalau kau mau, bawa pulang saja dulu untuk hari ini. Kau bisa
mengembalikannya kapan-kapan."

"Benarkah? Terima kasih kalau begitu. Akan kupinjam catatanmu."

Setelah mengucapkan terima kasih dan pergi ke lantai dua, tanpa sengaja
tatapan Maou bertemu dengan tatapan Kisaki.

"Lamban sekali. Kau hampir telat."

"Maaf, tadi aku berbincang dengan Kawada sebentar."

Dibarengi peringatan Kisaki, Maou memasukkan data untuk akhir waktu


istirahatnya dengan gelagapan.

".... Kudengar Kota akan mengundurkan diri."

"Oh, itu."

Pertanyaan Maou membuat ekspresi Kisaki menjadi sedikit suram.

"Mau bagaimana lagi. Kita tidak bisa membiarkan kerja paruh waktu
membatasi hidupnya. Dan karena hal itu...."
Sekarang adalah jam 5 sore. Kisaki menatap penunjuk waktu yang ada di kasir,
dan seolah sedang mencoba memompa semangatnya, dia meletakkan
tangannya di pinggang dan menarik napas dalam.

"Kita harus menemukan orang baru yang tidak akan kalah dari Kota. Interview
selanjutnya adalah jam 05.30. Aku harus menaikkan motivasiku."

Kisaki menghembuskan napas pendek namun begitu kuat.

"Kalau sudah begini, itu bisa membuat kita yang bertugas untuk meng-
interview pun juga menjadi gugup."

Kisaki juga terlihat gugup mengenai situasi ini dengan caranya sendiri.

Soal dua interview yang sudah selesai hari ini, Kisaki tidak mengatakan apapun,
Maou dan karyawan lain juga tidak mendengar kabar apa-apa.

Meski mereka akan tahu hasilnya dalam beberapa hari, Maou dan yang lainnya
hanya bisa berdoa agar karyawan yang bergabung nanti adalah orang yang baik.

"Kalau begitu, aku akan pergi dulu. Setelah ini, Maa-kun akan bertugas di
lantai dua, aku serahkan semua yang ada di sini kepadamu."

"Akan kulakukan yang terbaik."

Maou menempatkan tangannya di atas pinggiran topi dan membungkuk,


menyaksikan Kisaki pergi.

Sekarang sudah hampir saatnya waktu makan malam, dan saat Maou hendak
memeriksa bahan makanan yang dibutuhkan untuk shift malam...

Seolah menggantikan Kisaki, Chiho berlari menuju ke lantai dua.


Mungkin karena dia sudah selesai bekerja, Chiho kini tidak mengenakan
seragamnya melainkan memakai pakaian biasa, dia berlari menuju counter
cafe dengan gelagapan.

"Ma, Ma, Ma, Ma, Ma, Ma, Ma, Ma...."

"A-ada apa, Chi-chan?"

Chiho mempertahankan posisi tubuhnya saat dia berada di counter,


mencondongkan tubuhnya ke arah Maou, dan ketika dia meneriakkan kata 'Ma',
dia menunjuk ke arah tangga.

"Ma, Maou-san, apa kau menelepon seseorang saat istirahat tadi?"

"Eh, ti-tidak? A-aku hanya makan dan membaca catatan Chi-chan, lalu
mengobrol dengan Kawa-cchi."

Maou yang tidak mengerti kenapa Chiho menjadi begitu bingung, biarpun
merasa terkejut, dia mencoba mengingat apa yang dia lakukan saat istirahat.
Chiho kini memperlihatkan ekspresi gelisah seolah tidak bisa menerimanya.

"Eh? Tapi tadi itu.... Eh? Kenapa? Kenapa malah begini?"

Chiho tak biasanya menjadi begitu panik.

Lupakan soal menghadapi Raja Iblis, Chiho yang mampu mempertahankan


sifat tegasnya bahkan ketika menghadapi malaikat penjaga Pohon Kehidupan
ataupun kepala suku Malebranche, apa yang terjadi padanya sampai merasa
sepanik ini?

"Jangan-jangan, Sariel melakukan sesuatu yang bodoh lagi?"

Kisaki baru saja turun selama beberapa menit untuk melakukan interview, lalu
Chiho berlari sepanik itu, satu-satunya kemungkinan yang bisa Maou pikirkan
adalah, saingan bisnis di seberang jalan yakni si malaikat agung Sariel yang
tinggal di Sentucky sebagai manajer, telah melakukan sesuatu yang kurang ajar
kepada Kisaki.

"Tidak tidak tidak, bukan itu!"

Namun Chiho menggelengkan kepalanya dengan kuat seperti ingin membuat


otaknya keluar, lantas memperhatikan area tempat duduk pelanggan dari
counter.

"Ma, Maou-san, apa ada pekerjaan yang tengah kau lakukan sekarang? Tidak
ada, kan? Para pelanggan juga terlihat tidak ada masalah! I-ikutlah denganku
ke bawah sebentar!"

Tidak mungkin seorang pemilik medan berkeliaran ke bawah, namun Chiho,


karena alasan yang tak diketahui, menarik Maou dari atas counter seolah ingin
mengeluarkannya dari sana.

"Ow, sakit, tunggu, Chi-chan! Aku mengerti, lepaskan aku! Aku hanya harus
ikut denganmu, kan?"

Maou membujuk Chiho yang terlihat ingin menariknya melewati counter dan
mendesaknya turun ke bawah. Lalu setelah memastikan sekali lagi kalau tidak
ada pelanggan yang ingin menambah pesanan, dia pun mengikuti Chiho
menuruni tangga.

"Ce-cepat ke sini!"

"Chi-chan, lihat ke depan, hati-hati jangan sampai jatuh di tangga...... ada apa
memangnya?"

Ketika berada di lantai pertama, tak ada hal aneh apapun yang bisa dirasakan
di tempat duduk pelanggan, selain itu, lupakan soal Sariel yang membuat
keributan, dia bahkan tidak datang ke restoran. Di dapur dan counter pun juga
tak ada yang aneh.

"Ma, Ma, Maou-san, sebelah sana!"

"Apa? Apa yang....."

Ketika Chiho mendapati Maou sedang melihat ke arah yang salah, dia menarik
lengan Maou dan menunjuk ke arah pintu masuk.

Ketika Maou melihat ke arah pintu masuk sambil merasa bingung, dia
mendapati Kisaki sedang berbicara dengan seseorang.

Kisaki memegang topi yang dikenakan oleh para karyawan dan sedang
menunjukkan jalan kepada seseorang. Mungkin dia adalah orang terakhir yang
akan melakukan interview hari ini.

Dari waktu saat ini, Kawada mungkin masih ada di ruang karyawan, jadi
interview seharusnya dilakukan di ruang manajer yang tidak berada di dalam
restoran.

"Hm?"

"Maou-san... orang itu....."

Maou tiba-tiba menyadari sesuatu yang tidak beres.

Dia memiliki kesan terhadap sosok yang sedang membungkuk ke arah Kisaki.

"Maou-san, aku tidak salah lihat, kan? Itu, tapi, kenapa?"

Dia tidak hanya punya kesan terhadap sosok itu.

Bukankah orang itu adalah orang yang sangat dikenal oleh Maou dan Chiho?
Jika mereka hanya melihat orang itu berada di dalam restoran, itu bukanlah
sesuatu yang tidak wajar. Bagaimanapun, orang itu pernah datang ke restoran
beberapa kali sebagai pelanggan.

Akan tetapi, entah kenapa orang itu berbicara kepada Kisaki dengan sangat
sopan, dan Kisaki hendak membawanya menuju ke ruang manajer.

Mungkinkah dia bukan pelanggan? Apa tak masalah tidak mengantarnya ke


tempat duduk atau ke counter?

".......!"

Berbanding terbalik dengan Chiho, Maou hanya bisa terdiam.

Dia tidak tahu harus bilang apa, pikirannya terasa kosong sampai saat Chiho
mengguncang tangannya.

Seorang wanita yang hendak meninggalkan restoran bersama Kisaki, tiba-tiba


menoleh dan melihat ke arah mereka.

Mendapati dua orang karyawan berdiri mematung di tengah-tengah restoran,


dia tersenyum agak malu-malu, melambai ke arah Chiho, dan berjalan keluar
dari restoran mengikuti Kisaki.

"E.... Emi....."

"Benar! Orang itu tadi Yusa-san kan?"

Pelamar terakhir yang datang untuk melakukan interview hari ini.... Yusa Emi,
menghilang dari pandangan Maou dan Chiho bersama dengan Kisaki.

XxxxX
“Eeeeeemi! Kau!!”

“Apa sih yang kau teriakkan sejak tadi!?”

Maou yang kembali pulang ke kamar 201 Villa Rosa Sasazuka begitu selesai
bekerja, menunjuk ke arah Emi yang berada di tengah-tengah kamar menunggu
kepulangannya bersama dengan Ashiya, Suzuno dan Chiho.

“Kau....!”

Baru berbicara separuh jalan, Maou seketika terpaku di beranda.

“Maou-sama, selamat datang kembali. Terima kasih atas kerja kerasnya hari
ini. Mari kita lanjutkan setelah kau masuk ke dalam.

Ashiya memberi saran kepada Maou seperti sedang mengasihaninya, bibir


Maou pun bergetar dan dia tidak bergerak sama sekali.

“Sepertinya dia sangat syok.”

“Sudah bisa diperkirakan sih. Aku pun sangat terkejut.”

Suzuno dan Chiho saling menatap satu sama lain dan mengangguk.

“Chi, Chi-chan, erhm...”

“Ya. Ah, aku sudah mendapat izin dari keluargaku. Aku akan menginap di
tempat Suzuno-san hari ini.”

Mengucapkan hal tersebut, Chiho menunjuk ke arah Suzuno.

“Ti-tidak, meski itu juga penting, itu bukanlah masalah utama saat ini, kau,
kau, kereta terakhir....”
Jam dinding menunjukkan pukul 00:30 pagi.

Maou baru selesai bekerja pada jam 12 malam, dan dia langsung bergegas
pulang, tapi Emi dan Chiho sudah menunggu di sini seakan mereka telah
memprediksi tindakan Maou.

Kebingungan, Maou hanya bisa menatap ke arah jam dan Emi.

“Aku juga akan menginap di kamar ayahku hari ini.”

Emi menunjuk ke arah tatami dengan santai.

“Ah, Raja Iblis, satu hal lagi. Hutangku padamu yang setara gaji seminggu itu,
aku sudah menyerahkan sisanya kepada Alsiel, kau bisa mengkonfirmasinya
nanti. Sekarang hanya tersisa moped, cepatlah buat keputusan. Selain itu, aku
sudah membayar semua hutangku, jadi jangan meminta bunga hutang
menggunakan moped.”

“O-oh.... tunggu, eh? Kau sudah membayar semuanya?”

Maou yang hampir jatuh terduduk di beranda, berhasil menahan tubuhnya


berdiri dengan berpegangan pada dinding dan menatap ke arah Ashiya. Ashiya,
dengan ekspresi tenang di wajahnya, mengeluarkan sebuah amplop putih dan
menyerahkannya pada Maou.

“Ka-kalau sudah begini, apa biaya hidupmu bulan ini akan baik-baik saja?”

Walaupun harga mopednya sudah dikurangi, jumlah uang yang Maou minta
dari Emi tetap lebih dari 200.000 yen.

Emi membayar semua hutangnya dalam waktu singkat, dan malah membuat
Maou khawatir dengan keadaan finansialnya, tapi Emi menganggukkan
kepalanya dengan acuh tak acuh.
“Jangan remehkan gaji 1.700 yen perjam. Meski kau mengabaikan poin ini,
aku tidak akan sembarangan membeli barang. Asalkan itu bukan model kelas
atas, bahkan untuk moped pun, aku bisa membayarnya secara tunai.”

“Berbicara seolah kau punya banyak uang simpanan.... Emilia memang hebat,
tak peduli betapa terpuruknya dirimu, pada akhirnya kau tetaplah seorang
Pahlawan.”

“Aku tidak mengerti ukuran macam apa yang kau gunakan untuk menilai
seorang Pahlawan!”

Setelah membantah Ashiya yang mengekspresikan kekagumannya terhadap


jawaban tenang Emi, Maou menarik napas dalam untuk menenangkan diri,
melepas sepatunya dan memasuki kamar, mengambil tempat duduk di sebelah
Emi dengan ekspresi kaku di wajahnya.

Melihat Maou bertingkah demikian, Chiho dan Suzuno pun saling menatap
satu sama lain dan tersenyum.

“Ada apa?”

“Tidak, harusnya aku yang tanya begitu. Apa maksudnya itu?”

“Karena itulah aku bertanya ada apa.”

“Gezzzzz!”

Emi sengaja bertingkah tidak tahu apa-apa dan merespon dengan sebuah
pertanyaan.

Maou memukul tatami dan bertanya dengan keras,

“Kenapa kau melakukan interview untuk bekerja di restoran kami?!”


“Hey, ini sudah larut, tenanglah, itu pasti terdengar sangat keras untuk orang-
orang di bawah. Apa yang akan kau lakukan jika kau membangunkan Alas
Ramus?”

“Apa katamu?”

Emi mempertahankan sikap santainya dan membuat wajah Maou memerah


karena kesal, tapi begitu dia mendengar nama Alas Ramus, dia pun
menjauhkan tangannya dari tatami dengan enggan.

“Kisaki-san, dia.....”

“Ada apa dengan manajer-san?”

“Dia bilang ketiga orang yang datang untuk interview hari ini semuanya
diterima! Apa yang kau.....”

“Eh? Benarkah? Itu hebat!”

Dibandingkan Emi yang melakukan interview itu, Chiho justru terlihat lebih
bersemangat mendengar apa yang Maou katakan, lantas berdiri dengan
gembira.

“Yusa-san! Dengan begini, mulai sekarang kita bisa bekerja sama! Ini luar
biasa!”

Chiho mendekat ke arah Emi yang duduk di sebelahnya dan memeluknya.

“Aku juga senang punya senior seperti Chiho. Kau harus membimbingku baik-
baik ya.”

“Emilia, selamat karena telah mendapatkan pekerjaan baru secepat ini. Dengan
begini, aku bisa merasa jauh lebih tenang.”

“Maaf membuatmu khawatir. Aku juga akan menghubungi Rika dan Em nanti.”
“H-hey, tunggu sebentar, kalian!”

Meskipun Maou harus sedikit mundur karena tertekan oleh aura Chiho, tapi
dia tetap tidak mau menyerah.

“Tunggu! Biarkan aku menyelesaikan apa yang ingin kukatakan!”

“Ada apa sih? Semuanya sudah hampir beres. Aku sudah menjelaskan
semuanya pada Bell, Alsiel, dan Chiho, kau bisa memilih salah satu dari
mereka dan menanyakannya. Setelah aku secara resmi menerima panggilan
konfirmasi dari manajer-san, aku akan mulai bekerja di restoran itu, jadi tolong
jangan halangi aku.”

“Harusnya aku yang bilang begitu!”

Ucap Maou dengan gelisah, tapi karena Chiho yang sedang memeluk Emi
memberinya sebuah tatapan tajam, suaranya tidak terdengar tegas.

“H-hey Emi, beritahu aku! Kenapa kau melamar pekerjaan di restoran kami?
Izinkan aku mengatakan hal ini lebih dulu, bayaran perjam untuk karyawan
dalam masa pelatihan itu hanya 850 yen, kau tahu? Itu hanya setengah dari
gajimu sebelumnya. Apa kau tak masalah dengan hal itu?”

Meski perkembangannya tidak lancar, seperti apa yang dia beritahu pada
Chiho, Maou sebenarnya memang berencana merekomendasikan pekerjaan di
MgRonalds kepada Emi jika dia punya kesempatan.

Tapi Maou sama sekali tidak mengira kalau Emi akan melamar pekerjaan itu
bahkan sebelum dia membicarakannya.

“Huuuh....”

Emi menghela napas, sedikit melonggarkan tangan Chiho yang sedang


memeluknya dan tersenyum kecut sambil menatap ke arah Chiho dan Suzuno.
Maou memperhatikan tingkah ketiga gadis itu dari sudut matanya, dan
menyadari kalau Ashiya juga menunjukkan senyum serupa ke arah Emi.

“Raja Iblis. Akan kukatakan hal ini lagi, insiden sebelumnya, aku benar-benar
berterima kasih padamu.”

“....Huh?”

Kalimat Emi yang begitu tiba-tiba membuat Maou membelalakkan matanya


kaget.

“Aku berulang kali sudah berterima kasih kepada Chiho dan Rika. Aku juga
telah mengatakan hal ini pada Em dan Alberto. Aku....”

Emi sedikit mengangkat kepalanya, dan dengan tatapan yang begitu hangat,
dia mengamati seluruh kamar 201 Villa Rosa Sasazuka, alias Kastil Iblis.

“.... menyukai saat-saat di mana aku makan bersama semuanya di kamar ini.
Aku tidak tahu apa kau memang berniat melakukannya atau tidak, tapi dari
hasil yang ada, aku, Alas Ramus, dan ayahku kini telah terbebas dari berbagai
macam ikatan di Ente Isla. Meski harus melalui beberapa proses sulit, entah itu
manusia ataupun iblis, mereka semua bisa terhindar dari keputusasaan. Itu
semua berkat dirimu.”

“O,oh... uh, erhm... yeah.”

Maou dengan canggung mengalihkan pandangannya dari Emi sembari terus


terduduk.

Apa Emi pernah berbicara kepada Maou dengan perasaan hangat seperti ini
sebelumnya?
Maou menatap ke arah sudut beranda, bahkan sebelumnya saat Emi
menyerahkan 'hal itu' kepadanya, dia tidak menunjukkan ekspresi hangat
seperti ini.

Saat Maou memikirkan hal tersebut....

“Tapi....”

Nada bicara Emi tiba-tiba menjadi tajam.

Maou tanpa sadar memalingkan wajahnya ke depan dan mendapati Emi yang
sedang memandangnya dengan ekspresi tidak ramah. Bertemu dengan tatapan
Emi, Maou menahan napasnya.

“Justru karena hal itu, aku tidak bisa bergantung pada kebaikanmu. Karena,
aku masih tidak bisa memaafkan kenyataan bahwa kau telah mengacaukan
hidupku dan ayahku. Karena kau.... adalah musuhku.”

“Ye-yeah, kau benar, yeah.”

Maou juga mengangguk dengan ekspresi yang tak bisa diartikan, dan dia yang
tidak tahu apa yang ingin Emi katakan selanjutnya, melirik ke arah Suzuno
melalui sudut pandangannya.

Meski menurut ia sendiri itu agak tidak mungkin, mungkinkah Suzuno sudah
membocorkan isi 'pengakuan' Maou?

Tapi entah Suzuno tidak sadar dengan tatapan Maou atau dia sadar tapi
memang sengaja mengabaikannya, dia hanya diam mendengarkan Emi
berbicara.

“Kemarin, saat kau sengaja memintaku mengembalikan uang di depan


ayahku..... kau sebenarnya tidak punya maksud mendapatkan uang sebanyak
itu dariku, kan?”
“Eh? Uh, erhm.... Chi, Chi-chan?”

“Aku tidak mengatakan apa-apa.”

Chiho menggelengkan kepalanya dengan ekspresi tenang di wajahnya seperti


Suzuno.

“Itu artinya, pemikiranmu yang dangkal dan tidak dewasa itu sudah terlihat
sejak awal.”

Ucap Suzuno mengikuti Chiho.

“Alasan kenapa kau memainkan drama membosankan itu adalah untuk


menungguku bilang 'mana mungkin aku menerima permintaan konyol seperti
itu', iya kan? Dan begitu aku mengatakannya, kau bisa menggunakan
kesempatan itu untuk memintaku melamar pekerjaan di MgRonalds, benar?”

“Uh... i-itu karena....”

“Maou-san!”

Chiho, dengan nada yang agak tajam, menegur Maou yang masih mencoba
mencari alasan untuk kabur.

“Menyerahlah.”

Setelah mengucapkan hal itu, Suzuno mengambil sebuah majalah kusut yang
dilipat di bawah kotatsu, membuat Maou begitu terkejut.

Berbeda dengan majalah yang dia tunjukan kepada Chiho di restoran, itu
adalah majalah informasi lain, setelah kehilangan kesempatan untuk
menunjukkannya karena tanggapan tak terduga Emi, Maou pikir benda itu
sudah dibuang.
"I-itu.....! Ashiya! Bukankah aku sudah memberitahumu untuk
membuangnya??"

Maou menginterogasi Ashiya seolah sedang merasa begitu terguncang.

"Karena hari pengumpulan majalah bekas belum tiba......."

Ashiya menghindari tatapan Maou, membalas dengan sebuah alasan.

"Kalau begitu, bakar saja! Untuk apa lagi sihir iblis kalau bukan untuk ini?!
Sekarang adalah saatnya menggunakan kekuatan gelap sihir iblis untuk
menghancurkan semua bukti!"

Maou mengguncang bahu Ashiya dengan wajah memerah, tapi Ashiya tidak
menghiraukannya.

"Inilah kenapa sejak awal aku menentang tegas soal memberitahu Emilia hal
yang tidak perlu seperti ini dan menyarankan, daripada melakukan hal itu, akan
lebih baik kalau kau meninggalkannya sendirian. Semua ini adalah hasil dari
tindakanmu sendiri, tolong bertanggung jawablah!"

"Kau, kau bilang bertanggung jawab....."

Maou mencengkeram bahu Ashiya dan dengan gugup berbalik menatap Emi.

"A-apa yang kau lakukan?"

Maou mengeluarkan suara yang hampir seperti sebuah teriakan dan mundur ke
sudut kamar.

Maou yang barusan berbalik, melihat bagian atas kepala Emi.

Emi membungkuk ke arah Maou.


Sang Pahlawan Emilia, Yusa Emi yang tidak pernah mengalah pada siapapun
dan hanya melihat Maou dengan jijik seperti sedang melihat ular dan
kalajengking, saat ini benar-benar membungkuk kepada Maou.

"Terima kasih sudah mempedulikanku."

"Hentikan, hentikan, ada apa denganmu?! Apa kau benar-benar Emi? Jangan-
jangan kau adalah orang seperti Gabriel yang sedang menyamar."

Maou terlihat gemetar ketakutan layaknya kelinci yang ditatap oleh seekor
binatang misterius. Emi pun mengangkat kepalanya, menatap Maou dengan
sebuah senyum dan mengatakan,

"Dalam pertarungan yang terjadi di Afashan.... karena bantuanmu, aku, ayahku,


dan desaku berhasil lepas dari satu rencana jahat. Mengenai hal ini, aku benar-
benar berterimakasih padamu dari dasar lubuk hatiku. Adapun untuk uang dan
moped, terimalah semua itu sebagai ucapan terima kasih. Ini tak ada
hubungannya dengan apa yang sebelumnya kau katakan selagi memiliki
maksud tertentu itu. Tapi seperti apa yang barusan kubilang, pada akhirnya aku
tidak bisa memaafkanmu. Jadi sejak kita kembali ke sini, aku tidak ingin
menerima niat baikmu lagi. Hanya untuk hal ini saja, kuharap kau bisa
mengerti."

"......"

Setelah mengatakan hal itu, Emi perlahan bangkit.

Seolah merasa khawatir jikalau dia akan dimakan, Maou bereaksi kuat dan
menunjukkan pose siap bertarung terhadap setiap gerakan yang Emi buat. Emi
menatap ke arah Chiho dan Suzuno.

"Sudah dulu ya, ini sudah larut, aku akan kembali ke kamar ayahku. Chiho,
selamat malam. Bell, terima kasih sudah membantu ayahku hari ini."
"Yeah, selamat malam!"

"Tak masalah. Aku juga akan berusaha membantu Nord-dono agar terbiasa
dengan lingkungan di sini."

"Terima kasih. Lalu Alsiel, Raja Iblis, maafkan aku mengganggu sampai
selarut ini."

"..... Uhm."

"......."

Usai mengatakan hal tersebut, tanpa menunggu jawaban dari Maou, Emi pun
berjalan menuju beranda, memakai sepatunya dan pergi.

Suara dari pintu beranda yang tertutup menggema pelan di seluruh kamar, dan
seolah mendapatkan sebuah sinyal, Chiho, Suzuno, dan Ashiya menatap ke
arah Maou.

Sebelum memikirkan makna di balik tatapan itu, tubuh Maou seketika


bergerak secara refleks.

Bahkan tanpa memakai sepatunya, dia berlari keluar kamar untuk mengejar
Emi.

Seperti yang Emi katakan, malam ini dia akan menginap di lantai satu, jadi
sebenarnya Maou tak perlu buru-buru mengejarnya seperti ini, tapi, entah
kenapa dia merasa kalau dia harus memanggil Emi dan menghentikannya
sebelum dia masuk ke dalam kamar.

Pada akhirnya, Maou menemukan Emi di halaman depan Villa Rosa Sasazuka.

Lebih tepatnya, seolah sudah tahu kalau Maou akan berlari keluar, dia berdiri
di bawah tangga, melihat ke arah Maou yang keluar dari dalam koridor.
"Ugh....!"

Di sisi lain, Maou yang tidak menyangka kalau Emi akan menunggunya,
nampak mengacaukan langkah kakinya dan melewatkan beberapa anak tangga,
dia pun dengan panik berpegangan pada pegangan tangga dan
menyeimbangkan diri.

"Hey, sebaiknya kau jangan sampai jatuh. Aku tidak sebaik itu sampai mau
menangkapmu."

"E-Emi...."

Suara Emi yang agak ceria dapat terdengar dari bawah, Maou pun
menjawabnya dengan lemah.

Meski dia adalah orang yang memanggil Emi, seolah tidak tahu apa yang ingin
ditanyakan, Maou hanya bisa terdiam.

Tak diketahui apa Emi mengetahui pemikiran Maou atau tidak, tapi sudut bibir
Emi kini sedikit terangkat saat dia berbicara,

"Raja Iblis, kenapa kau ingin bekerja di restoran itu?"

"..... Huh?"

Emi tiba-tiba bertanya.

Dia tidak mengerti maksud di balik pertanyaan tersebut, tapi dibandingkan


sikap dan perilaku Emi hari ini, pertanyaan itu adalah pertanyaan yang
sederhana, jadi Maou tidak begitu memikirkannya dan menjawab dengan jujur.

"Karena di sana tidak membutuhkan pengalaman apapun, di sana juga dekat


dengan kontrakan, dan jika semuanya berjalan lancar, aku pun bisa makan....
ditambah lagi, ada kebijakan kenaikan pangkat yang pernah kusebutkan
padamu sebelumnya."

"Alasan kenapa kau ingin bekerja di sana, ada banyak motifnya kan selain
hanya masalah uang? Akupun begitu."

"Eh?"

Setelah mengatakan hal tersebut, Emi mengalihkan pandangannya dari Maou


dan menatap bangunan Villa Rosa Sasazuka.

"Saat interview hari ini, aku meminta ayah dan Bell untuk menjaga Alas
Ramus. Jika hanya di jarak ini, kami tidak perlu bergabung meskipun berada
di tempat yang berbeda. Gaji perjam di Docodemo memang lebih baik, tapi
aku selalu merasa kasihan pada Alas Ramus yang tidak bisa keluar sama sekali.
Jika aku bekerja di sana, Alas Ramus pasti bisa hidup lebih bebas. Dan dari
situasi yang kudengar dari Bell, sepertinya aku tidak bisa membawa Alas
Ramus ke restoran, ya?"

Mungkin karena mendengar situasi kacau di restoran yang diakibatkan oleh


Alas Ramus menempel pada Maou dan Chiho, Emi tersenyum kecut dan
melanjutkan,

"Ketika ayahku memutuskan untuk pindah dari Mikata ke apartemen ini, aku
juga sudah memutuskan. Memutuskan kalau aku akan bekerja di sana. Aku
yakin aku akan diterima. Lagipula, aku sering mendengarmu mengeluh soal
kekurangan pegawai, dan begitu layanan delivery dimulai, teknik yang
kupelajari dari pekerjaan customer service seharusnya bisa jadi satu
keuntungan."

Emi menarik napas kuat dan mengatakan,


"Intinya aku tidak terpengaruh olehmu dan aku tidak hanya mengikuti arus.
Alasan kenapa aku melamar kerja di restoran depan stasiun Hatagaya adalah
karena keinginanku sendiri. Karena aku ingin bekerja di tempat yang paling
cocok denganku, makanya aku menerima interview itu hari ini."

Maou nampak tidak bisa mempercayainya, tapi meski begitu, dia tidak dapat
menemukan bahan apapun untuk membantah Emi.

"Untungnya aku memutuskan untuk menginap di sini hari ini. Tidak hanya bisa
melunasi hutang yang kumiliki, aku bahkan bisa berterima kasih padamu
dengan benar atas apa yang terjadi sebelumnya."

"Emi, kau....."

Di wajah Emi yang disinari cahaya bulan, Maou......

"Dengan begini, mulai besok sampai seterusnya, aku pun bisa melangkah
maju."

.... melihat senyum tulus yang tidak membawa sedikitpun rasa benci ataupun
permusuhan.

"Ugh....."

Maou pernah melihat senyum itu.

Di mana dia pernah melihat senyum itu?

Meski hanya sekali, Maou seharusnya pernah melihat Emi menunjukkan


senyum tulus.

Akan tetapi, Maou tidak bisa mengingat kapan hal itu terjadi.

"Ah, dan juga...."


Karena.....

"Memang wajar sih bagi manajer Kisaki, tapi ternyata dia masih mengingatku.
Selama interview, kami berbicara banyak mengenai dirimu dan Chiho, rasanya
itu seperti mengobrol dari sebuah interview."

Emi......

"Jika aku benar-benar diterima, maka di depan manajer Kisaki nanti, aku tidak
akan bisa bicara tanpa berpikir seperti sebelumnya. Jadi....."

Tiba-tiba mengatakan sesuatu yang tak bisa dipercaya.

"Mulai dari sekarang, tolong bimbing aku ya, Sadao-senpai!"

"Uowaaahhhhhhhhhhh??"

Kemudian, meski Maou tidak bergerak sedikitpun, anehnya dia malah


tergelincir dan meluncur jatuh dari tangga dibarengi sebuah teriakan yang bisa
mengganggu tetangga.

"Maou-sama? Apa yang terjadi?"

"Maou-san?"

"Ada apa, apa Emilia jatuh lagi?"

"Apa, suara apa itu?"

".....fu... eee...."

Teriakan keras tersebut membuat Ashiya, Chiho, dan Suzuno keluar dari lantai
dua. Nord yang berada di lantai satu, berlari keluar dengan mata yang
mengantuk sambil membawa Alas Ramus yang tertidur lelap.
Apa yang terlihat di mata mereka adalah Maou yang dipenuhi kotoran karena
jatuh dari tangga dan Emi yang melompat ke samping.

"Hey, apa kau baik-baik saja? Aku memang bilang aku tidak akan
menyelamatkanmu, tapi dari caramu jatuh, aku tidak akan bisa
menyelamatkanmu meskipun aku menginginkannya, tahu?"

"Oh, ah, oh."

Maou mengerang seakan seluruh udara yang ada di paru-parunya dipaksa


untuk keluar. Ditambah lagi, di pandangannya saat ia melihat Emi, terdapat
sebuah kengerian yang aneh.

"A-apa yang kau...."

"Ada apa? Apa kau sebegitu tidak menyukainya?"

Bagaimanapun Maou memikirkannya, Emi kini sedang berpura-pura bodoh.

Suara dan ekspresi seperti ingin tertawa itu adalah buktinya.

"Kalau begitu, tak masalah. Aku sudah bilang kan tadi, aku tidak akan
memaafkanmu, jadi izinkan aku untuk memanggilmu seperti itu sementara ini.
Sa....."

"Tidak mungkinnnnnn!"

Begitu berhasil berdiri, Maou langsung menaiki tangga menggunakan tangan


dan kakinya dengan kecepatan yang mengejutkan. Lewat di tengah Ashiya dan
Chiho yang bergegas keluar untuk melihat situasi, dia berlari memasuki kamar.

"Ada apa, apa yang terjadi?"


Suzuno begitu terkejut menyaksikan semua itu, tapi karena beberapa suara
pelan terdengar tepat setelah pintu tertutup, dia pun langsung mengetuk pintu
dan mulai bertanya.

"Hey, Raja Iblis! Jangan kunci pintunya! Apa yang sedang kau lakukan?"

"Ma-Maou-san! To-tolong buka pintunya! Barang-barangku masih ada di


dalam kamar....."

"Apa yang sebenarnya terjadi? Maou-sama, aku akan membuka pintunya."

"Hentikan Ashiya, jangan dibukaa!"

Mengabaikan teriakan ketakutan dari sang raja para iblis, Ashiya pun
mengeluarkan kunci dari apronnya dan membuka pintu beranda.

"Ahahahaha!"

Melihat adegan tersebut, Emi tertawa terbahak-bahak.

"Uh, hm? Emilia? Apa kau baik-baik saja?"

Tanya Nord sambil mengusap matanya, Emi pun menggelengkan kepalanya


dan tersenyum.

"Tidak, bukan apa-apa. Maaf sudah membuat kegaduhan selarut ini."

Kemudian, Emi melambai ke arah Chiho dan Suzuno yang menatapnya dengan
heran karena tidak paham dengan situasi ini, lantas memasuki kamar 101.

"Tapi berkat ini, semuanya kini telah selesai."

"Hm?"

Walaupun Nord tidak mengerti, dengan senyum yang menyegarkan, Emi


berkata,
"Mulai besok sampai seterusnya, ini akan jadi dunia baru."

Tegas Emi di dalam kamar yang disinari oleh cahaya rembulan, dan saat dia
mendengarkan keributan di lantai dua yang masih belum selesai...

"Setelah sekian lama, sepertinya aku bisa tidur nyenyak malam ini."

Dia mengucapkan hal itu dengan puas.


Chapter 3 : Raja Iblis Dan Pahlawan, Memenuhi Janji Lama

Mungkin besok akan hujan tombak.

Pikir Ashiya ketika melihat Maou.

Meski sekarang adalah saat di mana Maou bisa saja terlambat bekerja jika tidak
segera berangkat, dia malah berdiri diam di beranda.

"Maou-sama, jika kau tidak segera berangkat, kau benar-benar akan telat."

"....."

Ucap Ashiya, namun Maou tetap diam.

"Meski kau bertingkah seperti ini, kenyataan tidak akan berubah. Kurasa
Maou-sama hanya bisa pasrah."

"....."

"Bersemangatlah, Maou-sama! Jika kau sudah seperti ini di hari pertama, ke


depannya pasti akan semakin parah."

".... Ashiya."

"Ya, ada apa?"

Maou, dengan punggung membelakangi Ashiya, mengucapkan hal ini dengan


suara gemetar,

"Ini pertama kalinya aku merasa seperti ini."

"Ya?"
Kemudian dia berbalik dengan wajah pucat.

"Aku tidak ingin pergi bekerja~!"

Kemudian, tanpa mengatakan apapun, Ashiya langsung mengusir Maou keluar


dari kamar.

"Tolong jangan kelayapan, langsung pergilah ke tempat kerja!"

Dari atas tangga, Ashiya berteriak pada Maou yang menaiki Dullahan 2 dengan
gemetar, Maou pun mengangkat tangannya dengan lesu.

Maou yang bahkan biasanya sampai bermimpi soal pekerjaanya, semenjak


kemarin, seolah tertular oleh Urushihara, dia selalu menggumam tidak ingin
pergi bekerja, bagaimana mengajukan cuti, dan berbagai kalimat serupa
lainnya.

Jika itu adalah Ashiya yang biasanya, dia pasti akan sangat khawatir dengan
perubahan besar masternya, tapi mengingat alasannya kali ini, dia tidak bisa
mengasihani Maou sama sekali, dan hanya bisa menguatkan hatinya
mengantar masternya pergi.

"Apa Raja Iblis sudah pergi?"

"Yeah."

Ashiya yang melihat Maou pergi hingga dia tidak bisa lagi melihat sepedanya,
dengan lesu menjawab Suzuno yang memulai obrolan dari belakang.

"Aku sudah mendengarnya sih, tapi apa memang segitunya Raja Iblis tidak
ingin pergi bekerja?"

"Aku benar-benar tidak ingin melihat Maou-sama yang seperti itu...."


"Benar sekali. Kurasa tidak satupun orang di dunia ini ingin melihat Raja Iblis
yang marah dan tidak ingin pergi bekerja seperti itu. Dia itu bukan Lucifer."

Meskipun bukan itu masalahnya, Suzuno sepertinya sedikit kasihan pada


Ashiya.

"Hari ini adalah hari pertama Emilia pergi bekerja, kan?"

"Benar sekali."

Ashiya menghela napas dalam.

"Mungkin karena bayaran perjam di sana lebih rendah dari pekerjaannya


sebelumnya, sejak awal Emilia sudah menyusun banyak shift. Sepertinya tidak
akan ada hari kerja di mana jadwalnya tidak tumpang tindih dengan Maou-
sama. Jadi pada akhirnya....."

"Raja Iblis akan bertugas dalam pelatihan karyawan baru Emilia?"

"Kudengar kemungkinannya 50-50. Karena Maou-sama adalah satu-satunya


orang selain manajer Kisaki yang bisa mengawaki cafe sendirian, mungkin saja
karyawan yang bertugas di counter lantai satulah yang akan bertanggung
jawab."

Kemari malam, Maou memang bilang begitu, tapi pada akhirnya semua itu
hanyalah dugaan optimisnya saja.

"Lalu bagaimana dengan Chiho-dono? Dia juga termasuk karyawan yang


memiliki banyak pengalaman, kan?"

"Meski Sasaki-san memang mampu, dia masihlah seorang siswi SMA, dan
sebenarnya hanya punya pengalaman setengah tahun. Apapun alasannya dia
tidak akan bertugas menangani pelatihan rekrutan baru. Apalagi, keputusan itu
sepenuhnya berada di tangan Kisaki."
Tiga hari telah terlewati semenjak Emi tak disangka menerima interview kerja
di MgRonald depan stasiun Hatagaya.

Emi secara resmi akan mulai bekerja siang ini.

Dalam tiga hari ini, Maou terus berpikir apa ada cara untuk bolos kerja hari ini,
tapi itu semua gagal karena campur tangan Ashiya.

Dari sudut pandang Ashiya, dia benar-benar tidak ingin melihat Maou
menghindari Emi, dan sebenarnya tidak perlu juga Maou melakukan hal seperti
itu. Ashiya terus membujuk Maou kalau ini adalah kesempatan yang bagus
baginya untuk memerintah Emi sebagai junior atau bawahan di tempat kerja,
tapi Maou, tak diketahui apa yang dia takutkan, sama sekali tidak mau
mendengarkannya.

Apa yang sangat disayangkan adalah Maou sudah menyerahkan HPnya pada
Ashiya.

Pada akhirnya, kekhawatiran jikalau Urushihara yang keberadaannya tidak


diketahui menyalahgunakan kartu kredit Maou pun tidak terbukti. Tapi karena
Ashiya bertekad untuk tidak akan membiarkan Maou melakukan tindakan
memalukan seperti menelepon restoran untuk mengganti shift, dia pun tidak
mengembalikan HP tersebut kepada Maou.

Karena terpojok, Maou bahkan berencana menggunakan sihir iblis untuk


mengganti jadwal shift atau memalsukan penyakit, hal ini membuat Ashiya
untuk pertama kalinya begitu marah dan menceramahi Maou dengan tegas.

Sebagai Raja Iblis, ingin menggunakan sihir iblis untuk melakukan hal
memalukan seperti itu, sungguh benar-benar tak bisa ditoleransi, dan penyebab
semuanya hanyalah beberapa menit momen yang tak bisa dilihat Ashiya dan
yang lainnya.
Dari saat Maou mengejar Emi yang meninggalkan Kastil Iblis usai
mengungkapkan rasa terima kasihnya, hingga saat dia terjatuh dari tangga, apa
yang terjadi dalam beberapa menit itulah yang menyebabkan Maou bersikap
seperti ini.

Maou bersikeras tidak mau bilang apapun soal masalah itu, dan meski Ashiya
bertanya kepada Chiho atau Suzuno, keduanya juga sama-sama tidak tahu.

Tidak, lebih tepatnya, Suzuno samar-samar sepertinya sudah merasakan alasan


di balik semua itu, tapi pada akhirnya dia tidak bisa menyimpulkan apapun.

"Aku harap dia tidak akan membuat kesalahan saat bekerja."

"Soal itu, kita hanya bisa berharap dukungan dari Chiho-dono..... benar juga.....
hari ini adalah hari pertama Emilia bekerja....."

Begitu Ashiya mengkhawatirkan pekerjaan masternya, dia akan menjadi


begitu suram, Suzuno pun angkat bicara mencoba menghiburnya.

"Alsiel, apa kau punya waktu hari ini? Ada sesuatu yang ingin kudiskusikan
denganmu dan Nord-dono nanti."

"Kenapa tiba-tiba sekali?"

Biasanya sangat jarang bagi Suzuno secara aktif ingin membicarakan sesuatu
dengan Ashiya, dan bahkan, dia mengatakannya dengan nada agak ceria.

"Bukan hal yang penting. Tapi karena hari ini adalah hari yang langka yaitu
hari pertama Emilia bekerja, kurasa sekarang adalah kesempatan yang bagus
untuk memenuhi rencana yang sudah tertunda lama itu."

"Rencana?"
Ashiya nampak tidak mengerti, Suzuno pun mengeluarkan HPnya dan
membuat panggilan.

"Tolong tunggu sebentar. Aku ingin menghubungi Rika-dono, dan sepertinya


Emerada-dono pun masih ada di sini. Adapun Chiho-dono, sebaiknya kita
menghubunginya setelah sekolah selesai."

Ashiya sama sekali tidak mengerti apa yang Suzuno katakan, dan hanya
melihat ke arahnya dengan bingung.

XxxxX

Bagi Maou, dengan caranya sendiri, MgRonalds depan stasiun Hatagaya


adalah tempat yang bisa membuatnya merasa aman seperti halnya kamar 201
Villa Rosa Sasazuka.

Sebuah lingkungan di mana dia harus selalu siap siaga dan bekerja,
membuatnya teringat masa lalu saat dia berlarian di medan perang demi
menguasai dunia. Hanya dengan bekerja di sana, dia bisa mendapatkan
kembali sensasi tersebut.

Akan tetapi, hanya dengan kemunculan satu orang, perubahan pun terjadi.

Rasanya dia selalu ditatap, dan dia sama sekali tidak bisa tenang.

Kalau dia diajak berbicara, dia akan merasa gemetar ketakutan.

Karena orang itu, tidak hanya Kawada yang sebelumnya dekat dengannya,
bahkan karyawan pria lain pun selalu menatap tajam ke arahnya, membuat dia
merasa sangat tidak enak.
"Maou-san, apa begini caranya mengganti sirup jus jeruk?"

"Ye-yeah...."

"Maou-san, kantong kertas untuk pesanan bungkus sepertinya sudah habis,


boleh aku mengisinya kembali?"

"Ye-yeah..."

"Maou-san, dua potong kain yang digunakan untuk membersihkan meja dan
kursi sudah sangat jelek, boleh aku membuangnya dan mengganti yang baru?"

".............. Yeah."

Berdiri di sebelah Maou, dengan rambut diikat ponytail seperti Kisaki dan
bekerja dengan rajin seperti seorang karyawan di hari pertamanya bekerja,
adalah Emi.

Karena Kisaki tahu kalau keduanya sudah saling kenal, Maou pun tidak bisa
lari dari takdir menjadi karyawan yang bertugas dalam pelatihan si karyawan
baru Emi.

Selain Kisaki, ada juga karyawan lain yang seperti sudah pernah melihat Emi,
dan ditambah fakta bahwa dalam hal penampilan Emi adalah seorang wanita
yang cantik, para karyawan pria pun, dengan Kawada di barisan paling depan,
memprotes keras Maou yang terpilih melakukan tugas tersebut dan bahkan
mencoba memberinya masalah.

Kawada yang dengan jujur memberitahu Maou kalau dia sedang mencari
seorang pendamping hidup.....

"Nikmati hidupmu dan matilah!"


..... mengatakan hal tersebut kepada Maou di ruang karyawan. Bagi raja Dunia
Iblis, hal ini sangatlah disayangkan.

Meski ada karyawan wanita lain yang juga baru dipekerjakan, dan Kawada
adalah orang yang bertugas membimbingnya, sayangnya wanita itu adalah
wanita yang sudah menikah.

Maou memang tidak ingin membimbing Emi, tapi dia harus mengakui kalau
Emi adalah seorang pendatang baru yang sangat mencolok.

Bagaimanapun, begitu dia diajari sesuatu, dia tidak akan pernah lupa.

Lupakan soal dasar-dasar teknik berbicara, bahkan perlengkapan pelayanan


seperti nampan dan serbet, ataupun saus tomat, saus mustard, sirup, susu, dan
bahan pelengkap lain, nama mereka, tempat mereka dan waktu pengisian ulang
mereka, dia bisa menguasainya dengan sempurna.

Mungkin karena dia sudah berpengalaman dalam hal melayani pelanggan


lewat telepon di mana wajah si pelanggan tidak bisa dilihat, Emi nampak lebih
bersemangat dan ceria ketika sedang menyapa mereka dibandingkan saat dia
bertatap muka langsung, hal ini membuat Kisaki memuji intonasinya.

Sejak tadi, Emi terus bertanya kepada Maou soal kebiasaan ataupun standar
dalam restoran, dan begitu dia paham, dia langsung bisa menangani prosesnya
sendirian.

Performa kerja dan ingatan Emi memang sangat mencolok.

"Maa-kun."

".... Ya?"

Melihat Emi yang seperti itu, Kisaki pun berbisik di telinga Maou,
"Mintalah Yusa-san untuk memakan semua produk di menu sesegera
mungkin."

Sepertinya Emi masih belum sampai di titik di mana Kisaki akan memberinya
sebuah nama panggilan di hari pertamanya, tapi meski begitu, Maou tahu betul
bahwa Kisaki yang ingin Emi untuk mencicipi semua menu di restoran, adalah
karena Kisaki mengakui kemampuannya.

"Aku penasaran apa pelatihannya bisa berakhir dengan cepat.... huuuh."

Maou menyaksikan Emi yang mengambil dua potong kain baru dari ruang
penyimpanan dengan suram.

"Ada apa? Maou-san, apa ada yang aneh?"

"Eh? Ah, tidak, tidak, bukan apa-apa."

"Benarkah?"

Emi tiba-tiba berbalik dan melihat ke arah Maou.

Dia mungkin tahu kalau Maou terus menatapnya dari belakang.

Maou tidak melakukan sesuatu yang mencurigakan, jadi meski dia ketahuan,
seharusnya tidak ada yang akan membuatnya merasa panik, tapi meski begitu,
Emi yang baru bekerja selama beberapa jam saja, sudah membuat semangat
Maou terkuras hingga mencapai batasnya.

Lagipula, mulut yang dulu mencacinya sebagai "iblis haus darah yang lebih
rendah daripada seekor goblin", kini memanggilnya dengan nama Maou-san.

Rasanya terlalu sembrono jika Maou terus meminta Emi untuk memanggilnya
dengan nama seperti biasa, dan dengan alasan memberikan contoh yang buruk
kepada para pelanggan dan karyawan lain, Maou akhirnya bisa menghindari
takdir dipanggil dengan nama Sadao-senpai.

Namun, sebagai junior, Emi tidak bisa memanggilnya dengan sebutan 'Maou'
seperti biasanya di depan karyawan lain, jadi sudah diputuskan kalau dia akan
memanggil Maou dengan sebutan 'Maou-san' seperti yang barusan dia lakukan.

Meski Maou tidak merasakan apapun ketika dipanggil begitu oleh Chiho dan
beberapa orang lain, entah kenapa rambutnya selalu berdiri tegak ketika
dipanggil demikian oleh Emi.

Usai menggunakan kain tadi untuk mengelap nampan yang terkumpul, Emi
dengan sengaja berjalan melewati Maou ketika mengembalikan nampan
tersebut, dan berbicara pelan padanya,

"Hey, Raja Iblis."

"A-ada apa?"

"Aku tahu kau tidak ingin bekerja sama denganku, tapi atmosfer yang kau
pancarkan saat ini benar-benar buruk, bukankah ini akan menyebabkan
masalah untuk restoran?"

"......!"

Ucap Emi perlahan, Maou membuka lebar matanya merasa kaget, dan
kemudian....

"U-ughhh....."

... menunjukkan senyum kaku seperti sedang merencanakan sesuatu.

"Seorang karyawan baru berani berbicara kasar padaku? Baiklah...."


Gumam Maou dengan pelan, matanya seketika mengkilat, dan sebuah senyum
professional muncul di wajahnya.

"Yusa-san."

"Y-ya?"

Ketika dia tahu kalau Maou tiba-tiba menunjukkan sebuah senyum aneh, Emi
pun secara refleks mundur ke belakang.

Meski hanya selama jam kerja, ketika Emi dipanggil Yusa-san oleh Maou
beberapa kali hari ini, dia juga merasa sedikit aneh.

Karena biasanya Maou selalu memanggil nama Emi dengan kasar, mengingat
pekerjaan dan statusnya sebagai seorang senior, serta panggilannya kepada
Emi yang diikuti kata '-san' barusan, Emi pun merasa merinding.

"Karena kau bilang begitu... meski Kisaki-san tidak memberiku perintah


khusus, aku akan berusaha yang terbaik untuk mengajarkan semua yang bisa
kuajarkan padamu dalam waktu yang ditentukan, apa itu tak masalah?"

"T-tak masalah? Bisa dibimbing oleh seorang senior yang berpengalaman


adalah sesuatu yang akan kuterima dengan senang hati."

"Baiklah, Yusa-san!"

"Aku sangat tersanjung, Maou-san!"


""Heh heh heh heh heh heh heh!"
"A-ada apa dengan mereka berdua!?"
Kawada yang kebetulan melihat adegan tersebut, entah kenapa merasa ruang
di antara Maou dan Emi seketika dipenuhi sebuah aura aneh, dia pun
mengucek-ngucek matanya.

"Bagus! Aku tidak akan menahan diri sama sekali. Yang pertama adalah cara
menggunakan mesin pembuat es krim untuk membuat makanan pencuci
mulut! Kalau kau tidak bisa mempelajari ini, selamanya kau akan diperlakukan
sebagai karyawan baru."

"Baiklah! Aku pasti akan menguasainya!"

"Dengar baik-baik, aku hanya akan mengatakan ini sekali! Sebelum


menyentuh pegangan mesin pembuat es krim, kau harus menggunakan
semprotan alkohol anti bakteri ini untuk membersihkan kedua tanganmu! Dan
kau juga harus mengelap pergelangan tanganmu!"

"Apa perlu kau bilang begitu!?"

"Dengar! Pertama adalah es krim kerucut 100 yen yang bisa ditambahkan pada
pesanan makanan! Es krim kerucut MgRonald perlu diputar dua setengah kali
putaran pada kerucutnya! Lihat baik-baik, untuk membuat ujung yang lancip,
perlu sedikit trik! Sebelum bisa mempelajarinya, kau hanya akan terus
dianggap setengah matang!"

"Hmph! Jangan remehkan kaum pekerja! Sekarang ini banyak restoran yang
memiliki mesin pembuat es krim sendiri, jika kau pikir aku tidak punya
pengalaman sama sekali, kau pasti akan menyesal, kau tahu?"

"Hah!? Berhenti bercanda! Jika kau menganggap es krim kerucut Mags sama
dengan minuman normal di bar-bar, aku pasti akan kesulitan, kau tahu? Susu
yang digunakan oleh es krim kerucut MgRonalds adalah 100% dibuat di
Hokkaido! Meski teksturnya lembut, isinya tetap padat dan mudah meleleh.
Bisa membuat dua setengah putaran itu bukan hal yang mudah, lo?"

"Apa yang mereka lakukan...?"

Kawada mengangkat bahunya dan menjaga jarak dari Maou dan Emi yang
begitu bersemangat, sampai-sampai tak jelas apakah mereka sedang berselisih
atau sedang melakukan pelatihan.

Berbeda dari Kawada yang tidak mengerti situasinya, seseorang menatap


mereka berdua dari luar restoran dengan sungguh-sungguh.

".... Baguslah, sepertinya masih berjalan cukup lancar."

Tentu saja itu adalah Chiho.

Sebelumnya Emi pernah kepergok bersembunyi di luar restoran mengamati


Maou dan Chiho, tapi kali ini posisinya dibalik. Tiba-tiba khawatir jikalau Emi
dan Maou berselisih, sepulang sekolah Chiho langsung datang ke restoran
meski dia tidak punya jadwal kerja, dan bersembunyi di balik pepohonan
memperhatikan mereka.

Walaupun dari luar restoran, emosi mereka berdua memang terlihat semakin
bersemangat, tapi, setidaknya itu berbeda dengan sebelumnya di mana mereka
saling mengangkat senjata dan terlihat seolah ingin bertarung. Hal ini membuat
Chiho menghela napas lega.

Hampir waktu makan malam, dan meskipun seseorang merasa lega, mereka
pasti tetap akan merasa lapar. Saat Chiho hendak menggunakan kesempatan
ini untuk masuk ke dalam dan mengamati situasi sebagai pelanggan....

HP Chiho yang berada di saku blazernya mulai bergetar, dia pun membukanya.

"Eh? Aneh? Maou-san?"


Panggilan yang tampil di layarnya adalah panggilan dari Maou, yang mana
seharusnya saat ini sedang melatih Emi di dalam restoran.

Setelah dia mengangkat telepon tersebut....

"Halo, apa ini Sasaki-san? Ini aku, Ashiya!"

Suara Ashiya terdengar di sana.

"Oh, Ashiya-san, toh! Padahal Maou-san ada di dalam restoran, kupikir kenapa
dia meneleponku."

"Karena berbagai alasan, HP Maou-sama sekarang ada di tanganku. Apa


sekolahmu sudah selesai?"

"Ah, yeah. Kebetulan aku sekarang ada di depan restoran karena aku khawatir
dengan Maou-san dan Yusa-san, tapi sepertinya mereka baik-baik saja."

"Begitu ya? Baguslah. Oh iya, Sasaki-san, boleh aku bertanya sesuatu?"

"Yeah."

"Apa kau tahu apa Kisaki-san hari ini ada di restoran atau tidak?"

"Eh? Kisaki-san?"

Pertanyaan tak terduga Ashiya membuat Chiho harus mengkonfirmasinya


sekali lagi.

"Ya benar, jika dia ada di restoran, aku ingin meminta tolong padanya, jika
tidak ada, kami akan menyusunnya lain kali saja...."

"Tu-tunggu sebentar, biar kulihat jadwal kerja dulu."

Chiho mengambil sebuah buku catatan dari dalam tasnya, dan membuka
jadwal kerja yang selalu terlipat di dalam.
"Uh.... ah, Kisaki-san ada di shift terakhir hari ini, yang artinya dia akan ada di
restoran sampai waktu penutupan. Maou-san juga akan berada di restoran
sampai waktu tutup. Yusa-san masih dalam masa pelatihan, jadi seharusnya
dia pulang jam 10pm..... ah, setelah Yusa-san pulang, di restoran hanya akan
tersisa Maou-san dan Kisaki-san. Dengan begitu, counter cafe akan berhenti
beroperasi untuk sementara. Akhir-akhir ini, ketika hanya ada sedikit orang
saat malam hari, begitu ada pelanggan, mereka akan naik ke lantai dua dan
membawa pesanan ke sana."

"Begitu ya. Tunggu sebentar..... Hey, Bell, Sasaki-san bilang kalau manajer
Kisaki ada di restoran."

Nampaknya Ashiya sedang bersama dengan Suzuno, percakapan dengan orang


lain termasuk Ashiya dan Suzuno juga bisa terdengar dari ujung panggilan itu.

"Maaf membuatmu menunggu. Kalau begitu, Sasaki-san...."

"Ya?"

"Jika Bell menjemputmu jam 10pm hari ini, apa kau diperbolehkan keluar?"

"Eh?"

Kata-kata Ashiya membuat Chiho sedikit terkejut.

XxxxX

"Sialan....."

Maou jatuh berlutut dengan lemah.


Di sisi lain, Emi menatap Maou dengan sombong, seolah sedang memamerkan
kemenangannya.

Di counter lantai pertama jam 10 malam.

Karena ini masih hari pertamanya bekerja, Emi sudah bisa pulang sekarang.
Dia dan Maou kemudian dipanggil oleh Kisaki untuk membicarakan status
pelatihan hari ini.

"Jadi, bagaimana hari pertamamu?"

Kisaki melirik ke arah Maou dan bertanya pada Emi yang sedang menahan
tawa.

"Karena Maou-san mengajariku banyak hal, rasanya hari pertama ini sangat
membuahkan hasil."

"Ugh."

Maou sama sekali tidak mampu menanggapi kalimat tersebut.

Setelah kejadian sore tadi, Emi kini sudah menguasai sepenuhnya penggunaan
mesin pembuat es krim.

Mempelajari cara membuat semua makanan penutup yang harus dibuat


menggunakan mesin pembuat es krim dalam satu hari adalah hal yang tidak
biasa.

Tidak hanya itu, meskipun hal ini bukanlah sesuatu yang akan dipelajari oleh
seorang karyawan baru di hari pertamanya bekerja, Emi selalu mencatat poin-
poin penting kapanpun dia merasa perlu untuk mencatatnya. Dia juga terlihat
memahami sepenuhnya penjelasan Maou, dan mampu menyelesaikan
pembongkaran serta pembersihan mesin hanya berdasarkan penjelasan lisan
saja.
"Tapi, karena ini baru hari pertama, masih ada banyak menu yang belum
kupahami dengan baik. Jadi sepertinya aku akan terus meminta saran pada
Maou-san."

"Itulah yang dia katakan, bagaimana menurutmu, Maa-kun?"

"Uh, erhm....."

Maou mengangkat kepalanya dengan lemah, melirik ke arah Emi dan


mengatakan,

"Jujur saja..... itu sangat sempurna. Selain belajar dengan cepat, karena
pekerjaannya yang lama adalah seorang customer service, para pelanggan yang
dilayani olehnya selalu memiliki tanggapan yang bagus."

"Kau benar, aku juga menyadari hal itu. Bagaimana aku mengatakannya,
rasanya itu sangat bagus."

"Manajer terlalu baik. Terima kasih atas pujianmu."

Emi mengungkapkan rasa terima kasihnya dengan bijaksana.

"Dari hal ini, mungkin dia bisa segera bertugas di counter."

Maou yang ingin lepas dari Emi secepat mungkin, mengatakan hal tersebut
dengan niat setengah serius setengah bercanda.

"Yeah, tapi mengabaikan poin pertama tadi, mungkin karena kau kurang
pengalaman, kau jadi sangat berhati-hati. Aku harap kau bisa bekerja sekeras
hari ini, atau bahkan lebih dari itu.... yah meski agak tidak pantas aku
mengucapkan kalimat ini di depan orangnya langsung, kau mungkin punya
kesempatan untuk melampaui legenda Maa-kun."

"Ugh. Bagaimana mungkin....."


Ucap Kisaki, membuat Maou begitu terkejut dan memekik seolah hatinya baru
saja ditusuk oleh kata-kata yang tak berwujud.

Legenda Maa-kun maksudnya adalah insiden di mana gaji perjam Maou


meningkat 100 yen hanya dalam waktu satu bulan setelah masa pelatihan.

Jika hal itu mampu dilampaui oleh Emi, baik sebagai pekerja MgRonald
maupun sebagai Raja Iblis, itu bukanlah sesuatu yang bisa selesai hanya
dengan merasa menyesal saja.

"Pokoknya, aku harus mengucapkan selamat padamu karena berhasil melewati


hari pertama dengan baik. Terima kasih atas kerja kerasnya."

"Ya terima kasih."

Emi tersenyum dan membungkuk pada Kisaki sebelum bersiap meninggalkan


ruang karyawan.

"Ah, oiya..."

Kisaki menghentikan Emi dari belakang.

"Yusa-san, setelah kau berganti baju, bisakah kau meluangkan sedikit


waktumu?"

"Tak masalah. Apa ada sesuatu yang kau butuhkan?"

"Ganti baju dulu sana. Akan kuberitahu detailnya nanti. Maa-kun, aku ingin
menelepon dulu sebentar."

"Ya....?"

Maou dan Emi saling menatap satu sama lain, tapi kemudian Emi
meninggalkan ruang karyawan untuk mengganti bajunya.
Di sisi lain, Kisaki mengambil telepon kantor dan dengan cepat menekan
beberapa angka.

"..... Halo, Chi-chan? Ini Kisaki. Apa sekarang bisa? Yeah. Sepertinya tak
masalah, meskipun mepet. Sepuluh menit lagi? Aku mengerti. Kutunggu
kalian."

"..... Apa panggilan tadi untuk Chi-chan? Ada apa dengan sepuluh menit lagi?"

"Yeah, nanti kau juga akan tahu sendiri. Aku tidak seharusnya bilang begini,
tapi sebaiknya kau berdoa agar tidak ada banyak pelanggan yang tiba-tiba
datang."

"O-oh...."

Kata-kata yang tidak biasanya terdengar dari Kisaki itu membuat Maou
kesulitan menyembunyikan kebingungannya.

"Tepat pada waktunya."

"Ada apa?"

Kisaki tidak menjawab pertanyaan Emi dan melirik ke arah pintu masuk
restoran.

Maou dan Emi, mengikuti pandangan Kisaki.....

""Eh??""

.... merasa begitu terkejut ketika melihat sekumpulan orang yang berjalan
melewati pintu otomatis.

Dengan Chiho di barisan terdepan, Ashiya, Suzuno, Nord, Alas Ramus, Acies,
Emerada, dan Rika datang memasuki restoran.
"Selamat malam! Yusa-san, Maou-san!"

"Maaf mengganggu."

"Permisi."

"Permisi."

"MgRonron!"

"Halo semuanya!"

"Terima kasih atas kerja kerasnya~~"

"Yo! Emi! Kau sudah bekerja keras ya!"

Sekumpulan orang silih berganti menyapa Maou dan Emi, keduanya pun sesaat
merasa bingung, tapi entah kenapa Kisaki malah berjalan ke arah Chiho dan
menunjuk ke lantai dua.

"Meski ini termasuk merugikan bagi restoran, tapi kalian semua cukup
beruntung. Saat ini tidak ada pelanggan di lantai dua. Yaah, kalian tidak bisa
tinggal terlalu lama sih, tapi kalian bisa menempati dua meja di bagian yang
paling dalam."

"Baik! Terima kasih sudah mau menerima permintaan sulit kami."

"Tak masalah, asalkan kalian mau membayarnya dengan kerja keras. Baik,
cepat naik sana! Meski saat ini tidak ada banyak pelanggan, aku tidak akan
bisa melayani semuanya sendirian terlalu lama. Maa-kun, dan juga Yusa-
san...."

Kisaki memakai topinya, lantas menoleh dan berbicara kepada Maou dan Emi,
"Bawa para pelanggan ini ke meja paling dalam di lantai dua. Untuk sementara
aku akan berjaga di counter lantai satu."

"Eh? Eh? Em, ayah, Rika, semuanya ada di sini. Apa yang terjadi....."

"Ba-bawa? Kisaki-san, apa....."

"Ayo Maou-san! Jika tidak, nanti para pelanggan lain keburu datang!"

"Ayo Emi! Jika kita bersantai-santai, itu justru akan menyebabkan masalah
untuk manajer-san."

Chiho dan Rika memegang tangan Maou dan Emi yang masih belum pulih dari
kebingungannya, dan membawa mereka ke lantai dua.

Keduanya dibawa ke area bebas tamu, dengan kata lain, ke meja paling dalam
di lantai dua yang tidak dikunjungi pelanggan.

"Sini, Emi, duduk sebelah Chiho-chan."

Emi pun duduk di sebelah Chiho yang mana sudah terlebih dahulu duduk.

Di depan kedua orang itu ada sebuah kotak bungkusan. Dilihat dengan seksama,
terdapat logo MgRonalds di atas kotak tersebut.

"Mung-mungkinkah ini....."

Begitu melihat kotak tersebut, Maou memekik kaget seolah menyadari sesuatu.

"Ja,jangan-jangan kalian juga melibatkan Kisaki-san, dan di tempat ini, kalian


mau....."

"Ini adalah versi MgRonalds dan Chiho-chan. Manajer-san baru setuju karena
ada barang ini. Ayolah, waktunya terbatas, ayo cepat mulai! Ashiya-san, tolong
buka kotaknya!"
"Aku mengerti."

Dengan perintah Rika, Ashiya pun membuka kotak yang dibungkus kertas
tersebut.

Di dalam bungkusan kertas itu terdapat sebuah kotak berwarna putih. Dan,
sedikit bau harum tercium dari dalam.

Sampai sekarangpun, Emi masih belum memahami situasi ini, Rika lalu
mengulurkan tangannya ke arah kotak tadi,

"Emi! Chiho-chan!"

"Eh? Eh?"

"Yaa!"

Kepada Rika yang memanggil keduanya, Emi malah menjadi semakin bingung,
sementara Chiho menjawab dengan energik.

Rika menunggu saat yang tepat dan membuka kotak tersebut,

"Selamat ulang tahun!"

"..... Ugh."

Seketika, Emi menahan napas dan menutupi mulutnya dengan kedua tangan.

Apa yang ada di dalam kotak tersebut adalah sebuah kue yang terlihat
sederhana.

Berbeda dari kue biasa, di tengah-tengah kue itu tergambar logo MgRonalds
berukuran besar, dan sebuah cokelat putih bertuliskan 'Happy Birthday'
menempel di tengah-tengahnya.

"Chiho-chan, ini, ini....?"


Tanya Emi kepada Chiho masih dengan ekspresi kaget di wajahnya, suaranya
gemetar sama seperti hatinya yang terguncang.

"Memang sih ada beberapa perbedaan dengan rencana awal, atau malahan, ini
sudah bukan lagi acara ulang tahun."

Chiho mengangguk dengan malu-malu.

"Tapi hari ini adalah awal yang baru bagi Yusa-san, jadi semua orang merasa
kalau merayakannya hari ini adalah yang paling pas."

"Ka-kalian..."

Emi menatap semua yang telah berkumpul di sini dengan mata berkaca-kaca.

"Yaah, aku juga merasa kalau ini adalah ide yang bagus ketika tadi aku
dihubungi Suzuno, tapi karena waktu yang mepet, kami hanya bisa mendapat
kue ini."

"Be-benar juga, kue ini seharusnya hanya bisa dibeli di cabang MgRonalds
yang melayani perayaan pesta ulang tahun, kan? Dan seingatku itu perlu
dipesan dulu sebelumnya!"

"Kau benar."

Ashiya menjawab pertanyaan Maou.

"Kue ini bukanlah produk resmi dari MgRonalds. Kami meminta pembuat kue
dari toko kue untuk membantu kami membuat beberapa penyesuaian. Ya, itu
karena membawa makanan dari luar jelas-jelas melanggar peraturan restoran
ini."

"Wha.... Ka-kau......"
"Tapi Kisaki-san bilang, selama penampilan luar kue tersebut adalah produk
MgRonalds, dan selama kami memenuhi beberapa syarat lain, dia bisa
mengizinkan kami menyelenggarakan kegiatan ini."

"A-apa syaratnya?"

"Dia bilang, asalkan masing-masing orang memesan makanan lebih dari 600
yen, dia akan mengizinkan kami menggunakan tempat ini selama 30 menit."

Rika menambahkan satu lagi penjelasan setelah Ashiya, dan meski Maou
terkejut, dia masih ingat prosedur perayaan pesta ulang tahun MgRonalds.

"Benar juga, perayaan pesta ulang tahun MgRonalds memang memiliki


peraturan kalau semua partisipan setidaknya harus memesan masing-masing
satu makanan...."

"Dan setelah mendengarkan penjelasan Emerada-dono mengenai perbedaan


kalender antara tempat itu dan dunia ini, kami pun tahu kalau ulang tahun
Emilia di Ente Isla setara dengan minggu depan di sini... dan setelah
mengkonversikannya ke dalam sistem kalender di sini, ulang tahun Emi
ternyata jatuh pada tanggal 25 Oktober."

"Bell, be-benarkah?"

"Itu benar. Emi, kudengar dari Emerada.... kalau ini adalah ulang tahunmu
yang ke-18?"

Agar tidak terdengar oleh Kisaki yang berada di lantai satu, Rika bertanya
dengan suara pelan,

"Aku sangat terkejut. Melihatmu yang biasanya begitu lepas dan bermartabat,
aku tak percaya kalau kau ternyata lebih muda daripada diriku. Ah, tapi, jika
ke depannya kau malah berbicara padaku dengan sopan, aku pasti akan marah,
paham?"

"Rika.... Yeah. Terima kasih. Terima kasih.... Uuuu..."

Air mata mulai mengalir dari mata Emi.

"Chiho-chan, aku....."

"Yusa-san."

Tanpa mengusap air matanya, Emi langsung memeluk erat Chiho yang ada di
sampingnya.

Chiho membalas pelukan Emi dan berbisik ke telinganya,

"Selamat datang kembali, dan selamat ulang tahun."

"Terima kasih.... Chiho-chan, maafkan aku yang pulang terlambat. Terima


kasih sudah menungguku....! Selamat ulang tahun juga untukmu!"

Air mata Emi perlahan mengalir, dan terpengaruh oleh Emi, air mata juga
mulai menggenangi mata Chiho.

Melihat air mata kedua gadis itu, Nord menggumam,

"Emilia... punya teman yang baik ya."

"Benar sekali~~"

Emerada juga memperhatikan keduanya dengan lemah lembut,

"Baiklah! Kita tidak punya banyak waktu, jadi ayo kita segera lanjutkan
acaranya. Sebelum pelanggan di bawah tahu, ayo kita teruskan dengan acara
pemberian hadiah!"
"Eh, ah, hm, tapi aku tidak menyiapkan apapun untuk Chiho-chan...."

"Karena ini adalah kejutan, tentu saja Emi tidak punya waktu untuk
menyiapkan sesuatu! Soal itu, kau bisa mempersiapkannya nanti! Ayo,
pertama adalah Suzuno dan yang lainnya."

"Yeah. Ini adalah apa yang kupilih bersama dengan Nord-dono, Emerada-dono,
dan Ashiya."

"Eh? Ashiya, apa yang kau lakukan, ow!"

Maou yang tidak tahu kegiatan Ashiya hari ini, hendak mengajukan pertanyaan
tentang Ashiya yang ikut berpartisipasi dalam pemilihan hadiah ulang tahun
Emi, tapi....

"Raja Iblis yang tidak bisa membaca suasana~ akan dilipat-lipat dan dibuang
ke tempat sampah, paham~~?"

Emerada yang ada di sampingnya langsung menendang paha Maou dan


mengeluarkan ancaman tersebut.

"Terima kasih. Apa ini..... eh?"

Kali ini, seolah menyadari sesuatu, Emi mengusap matanya dan menatap ke
arah Suzuno.

"Bell.... bajumu...."

"Ye-yeah."

"Cantik, kan? Yang memilihnya adalah aku dan Chiho."

"Ku-kurasa ini tidak terlalu aneh, bagaimana menurutmu?"

Suzuno yang hendak memberikan hadiahnya, kini tidak mengenakan kimono.


Hari ini dia memakai rok berwarna biru tua dan sepatu berwarna abu-abu. Di
bawah sweater wol tipis yang ia kenakan, terdapat blouse belang dengan biru
gelap sebagai warna dasarnya, dengan kata lain, itu adalah pakaian ala barat.

"Itu sama sekali tidak aneh! Itu sangat manis!"

"Be-benarkah? Erhm, karena semuanya bilang jika saat kita sedang melakukan
perayaan nanti ada pelanggan lain, aku yang memakai kimono pasti akan
sangat menarik perhatian, jadi untuk pertama kalinya aku memilih berpakaian
seperti ini... hm, jujur saja aku tidak bisa tenang dengan rok yang mengembang
ini, tapi untungnya ini tidak terlalu aneh."

Ucap Suzuno dengan wajah memerah, tapi seketika dia langsung tersadar dan
menyerahkan kotak berisi hadiah itu kepada Emi dan Chiho.

"Ja-jangan hiraukan aku! Sudah, ambil ini!"

"Yeah, terima kasih. Tapi pakaianmu benar-benar sangat bagus."

"Su-sudah cukup!"

Menunjukkan sebuah senyum kepada Suzuno yang jarang sekali terlihat malu-
malu, Emi dengan hati-hati membuka bungkusan tersebut.

"Ini kan bingkai foto? Manis sekali desainnya!"

Emi membuka bungkusan tersebut, dan usai mengeluarkan sebuah bingkai foto
kaca berwarna biru dengan dekorasi seekor burung air, dia langsung berseru
bahagia,

"Saat kami bertanya-tanya harus membeli apa, tak disangka Alsiel


memberikan saran yang bagus."

"Alsiel?"
"Bukankah sudah kubilang sebelumnya kalau kau tak perlu mengatakan hal
itu?"

Wajah Ashiya menunjukkan ekspresi dingin karena namanya tiba-tiba disebut,


tapi tatapan Emi kini nampak seperti baru akan puas jika seseorang bersedia
menjelaskan, Ashiya pun mulai menjelaskannya dengan kurang senang,

".... Setelah sekian lama akhirnya kau berhasil bertemu kembali dengan
ayahmu, jadi kau pasti punya banyak kenangan yang ingin kau simpan di masa
depan nanti. Aku hanya bilang mungkin bagus juga memilih benda seperti itu."

"Hm... Benar juga, kau benar."

Emi mengangguk perlahan dan memeluk erat bingkai foto tersebut.

"Apa yang kami beli untuk Chiho-dono adalah desain yang sama tapi dengan
warna yang berbeda. Kami harap kalian menyukainya!"

"Wow! Ini satu set?"

Chiho dengan hati-hati membuka bungkusan hadiah yang diberikan kepadanya,


dan mengeluarkan sebuah bingkai foto berwarna pink dengan desain yang
sama seperti milik Emi.

"Wah, ini benar-benar satu set!"

"Aku sangat senang.... tapi di saat yang sama, aku juga merasa sedikit frustasi."

"Eh?"

"Entah aku harus bilang Ashiya-san memang hebat.... atau kami memiliki
pikiran yang sama.. ."

Mengucapkan hal itu, Chiho menyerahkan hadiahnya kepada Emi dengan


malu-malu.
"Sebenarnya, aku juga membelikan bingkai foto untukmu."

Chiho mengeluarkan sebuah kotak hadiah yang jauh lebih besar dari apa yang
Suzuno persiapkan.

Setelah Emi membukanya dengan hati-hati, dia mendapati apa yang Chiho
pilih adalah bingkai foto berbahan logam dengan pola bunga tergambar di
sekelilingnya, bingkai tersebut dapat diisi beberapa foto sekaligus.

"Aku harap Yusa-san bisa memiliki banyak kenangan indah, jadi aku memilih
ini. Pada akhirnya, aku hanya mengulangi apa yang Ashiya-san lakukan."

"Chiho.... perasaanmu saja sudah menjadi hadiah yang sangat berharga. Aku
benar-benar berterima kasih. Aku pasti akan memajangnya nanti. Serius,
terima kasih, kalian semua."

Emi meletakkan bingkai foto dari Chiho ke atas meja dan sekali lagi memeluk
Chiho.

"Heh, heh, heh, hampir saja. Sebenarnya aku juga ingin membelikan bingkai
foto."

Rika yang mendapat giliran terakhir, mengeluarkan sebuah kotak yang


sepenuhnya berbeda dengan dua hadiah sebelumnya.

"Tapi ketika kupikir-pikir lagi, mendadak aku dapat inspirasi! Baik, Emi!
Terimalah perasaanku ini!"

"Terima kasih! Kubuka ya!"

Emi menerima kotak yang agak berat tersebut dan membukanya dengan hati-
hati.
Apa yang terbungkus di dalamnya adalah sesuatu yang terlihat seperti kotak
kayu. Selain ada pemutar kuningan yang menonjol di sisinya, sebuah simbol
nada juga terukir di penutup kotak tersebut.

"Ini kotak musik, kan?"

"Benar sekali! Cepat buka dan lihatlah!"

Usai membuka penutupnya sesuai dengan instruksi Rika, Emi menemukan


sebuah ruang panel kaca yang melekat di dalamnya.

"Kau juga bisa meletakkan foto di sana!"

Ucap Rika dengan bahagia,

"Pada akhirnya itu masih bingkai foto!"

Tapi setelah mendengar balasan Maou, dia langsung mengatakan hal ini
dengan sedikit depresi,

"Tapi~ mengingat situasi Emi sekarang ini, semuanya pasti akan memikirkan
hal ini, kan? Ah, Maou-san terima kasih atas bantahanmu."

Rika menepuk dahinya dengan sebuah senyum kecut.

"Tapi ini masih kotak musik kok. Lihat saja bagian yang ada judul lagunya
ini!"

Emi melihat ke area yang Rika tunjuk dan mendapati tulisan 'Happy Birthday
to you' terukir di atas kotak musik tersebut.

"Rika, ini...."
"Kita tidak bisa meminta semua orang menyanyikan lagu ulang tahun di sini,
tapi aku sudah menyiapkan musik yang akan mewakili suasana semacam itu.
Yeah, ketika kau kembali nanti, kau bisa mendengarkannya."

Kalimat tersebut seketika membuat Emi harus menekan keinginannya untuk


memutar penggulung di kotak musik itu dan mendengarkan lagu yang
mewakili perasaan dan pikiran Rika.

"Lalu, aku ingin memberikan ini untuk Chiho-chan. Aku yakin ini adalah
sesuatu yang hanya pantas kuberikan untukmu."

"Eh? Aku juga dapat?"

Mungkin karena dia tidak menyangka kalau Rika akan memberinya hadiah,
Chiho pun bertanya dengan kaget.

"Ya, karena Suzuno sudah bilang kalau ini adalah pesta ulang tahun gabungan!
Oke, buka dan lihatlah isinya!"

"Ba-baik, terima kasih.... Ah!"

Apa yang Rika berikan kepada Chiho adalah sebotol parfum.

Tulisan yang ada di botol bermerk terkenal itu tentu adalah, 'Happy Birthday'.

Rika kemudian berbisik ke telinga Chiho.

"Aku tidak tahu apa wangi ini sesuai dengan seleramu atau tidak, tapi kuharap
kau bisa menganggap ini sebagai bentuk dukunganku."

"Uh, erhm....."

Chiho dengan gugup mendengarkan penjelasan Rika,


"Demi mimpimu, kau harus menyiapkan produk make up orang dewasa
sehingga kau bisa memoles sisi feminimmu untuk orang yang kau sukai!"

"Su-Suzuki-san!"

Begitu Rika melirik ke arah Maou yang berada di samping mereka, Chiho
langsung memekik dengan gelagapan.

"Hei, Chi nee-chan! Ini, ini!"

Kali ini adalah giliran Nord dan Alas Ramus.

"Mama, Chi nee-chan, selamat ulang tahun!"

Saat Alas Ramus memberikan ucapan ulang tahunnya, Nord pun


mengeluarkan sebuah kertas gambar yang sedikit kusut.

Tapi setelah melihat gambar yang ada di atasnya, Emi dan Chiho langsung
tersenyum bahagia.

Itu adalah gambar mereka berdua yang dilukis menggunakan crayon oleh Alas
Ramus.

Di atas tanah berwarna hijau, sebuah kotak persegi besar digambar dengan
warna cokelat, mereka berdua berdiri di depan tempat itu.

Tanpa dipastikan langsung pun, bisa dilihat kalau itu adalah Emi dan Chiho
yang berdiri di depan Villa Rosa Sasazuka.

Gambar yang Alas Ramus buat dengan seluruh kemampuannya itu memiliki
kharisma yang cukup untuk melelahkan hati setiap orang dewasa.

"Anak ini memiliki bakat seniman."

Ucap Nord dengan sebuah senyum.


"Ini adalah sesuatu yang dia gambar sendiri dan paling dia sukai setelah
menggambar beberapa."

"Aku ingin semua gambar itu!"

"Aku juga. Jika tidak, aku pasti akan bertengkar dengan Chiho-chan untuk
yang ini!"

Emi sekali lagi melihat gambar Alas Ramus dengan lembut, lantas menatap
semua orang yang berkumpul di sini.

"Semuanya.... aku benar-benar berterima kasih. Aku pasti tidak akan


melupakan apa yang terjadi hari ini."

"Tidak, tunggu dulu. Emi, ini masih terlalu awal. Masih ada orang yang belum
mengatakan apapun."

"Eh?"

Rika tak disangka menghentikan Emi.

Dilihat baik-baik, agak jauh dari yang lain, Acies kini sedang menyikut Maou
yang terlihat sedikit malu.

"Hei, Maou. Apa yang kau beli sebelumnya, bukankah itu hadiah yang kau
siapkan untuk hari ini?"

".... Berisik, aku tidak tahu kalau akan ada acara seperti ini. Mana mungkin aku
membawanya...."

Ucap Maou dengan kurang senang, dia berniat meninggalkan tempat tersebut,
tapi dia dihentikan oleh Suzuno.

"Apa kau mencari ini?"


Di tangan Suzuno ada 3 buah bungkusan kecil.

Melihat hal itu, Maou pun menunjukkan wajah dingin.

"Kau, jangan bilang kau..."

"Kata Acies, Raja Iblis juga membelikan sesuatu untuk Chiho-dono dan Emilia.
Itulah kenapa aku meminta Ashiya untuk mencari benda yang tersembunyi di
dalam lemari Kastil Iblis ini."

"Eh?"

"Sepertinya kau membeli benda ini saat terpisah denganku dan Alberto-dono.
Kudengar ini adalah suvenir yang hendak kau berikan kepada Chiho-dono dan
Emilia."

"Acies, kenapa kauuuuuu!!!!!"

"Tapi... Kau sendiri kan yang bilang begitu, kuhhh!!"

Maou memegangi bahu Acies dan mengguncangnya dengan kasar, tapi sebuah
kekuatan tiba-tiba mencengkeram leher Maou dan menjauhkannya dari Acies.

Suzuno yang menarik Maou di hadapan Emi dan Chiho, membawa ketiga
bungkusan tadi ke depan mata Maou, dia menunjukkan sebuah senyum jahat
dan berbisik ke telinga Maou,

"Melihatmu sangat tulus soal ini, aku tidak akan memberitahu mereka kalau
kau membeli benda ini dengan uangku."

"Ugh...."

Maou langsung tunduk dengan ancaman Suzuno dan menerima bungkusan


tersebut.
"Tapi bagaimana kau membungkusnya rapi begini.... terakhir kali, karena jatuh
ke kolam, benda ini tak terbungkus apapun ketika aku membawanya...."

"Alsiel adalah pria yang cakap. Aku hanya memberikan kardus dan kertas kado
padanya, dan dia membungkus mereka dengan sangat cantik!"

Maou menatap ke arah Ashiya dikarenakan jawaban Suzuno, tapi Ashiya


langsung mengalihkan pandangannya ke arah yang berbeda,

Jelas sekali kalau di dalam bungkusan itu ada sendok kayu buatan tangan yang
Maou beli dengan uang Suzuno di pinggiran Azure Sky Canopy.

Sebuah pola bunga terukir di sendok Chiho, sedangkan sendok yang akan
digunakan oleh Emi dan Alas Ramus memiliki pola burung. Dengan ini, Maou
menjadi orang terakhir yang akan memberikan hadiah, dan hal itu membuatnya
begitu malu.

Dia tidak menyangka kalau Suzuno dan yang lainnya akan mengadakan acara
mendadak seperti ini.

Dan setelah melihat semua adegan tadi, dia merasa kalau hadiah yang dia pilih
memiliki nilai ketulusan yang paling rendah.

"... Uh, nih."

Akan tetapi, situasi sekarang ini tidak mengizinkannya untuk mundur.

Maou membulatkan tekadnya dan membawa hadiah tadi di hadapan Chiho dan
Emi.

"Aku membeli benda-benda ini ya untuk acara ini, jadi ambillah. Bagian Alas
Ramus sudah termasuk dengan milik Emi, kudengar.... dua hal ini akan
membawa keberuntungan."
Ucap Maou dengan suara kurang bersemangat.

Emi dan Chiho pun menerima hadiah yang Maou berikan dengan ekspresi yang
sulit ditebak.

"Boleh aku membukanya?"

".... Karena ini hadiah, tentu saja boleh."

Ucap Maou dengan kurang senang, Emi dan Chiho pun membuka hadiah
mereka.

""Ah....""

Melihat apa yang ada di dalamnya, Emi dan Chiho berseru di saat yang sama.

"Ooh? Apa ini?"

"Apa itu~?"

Rika dan Emerada menatap apa yang ada di tangan Emi dan Chiho dengan
penasaran.

"Ohh, kelihatannya bagus."

"Yeah~ bukankah itu sangat bagus~"

Keduanya kemudian berseru melihat hadiah ulang tahun tersebut.

Itu adalah sendok buatan tangan yang terbuat dari kayu.

Chiho memperhatikan ukiran bunga yang terbuat dari lima kelopak besar dan
menghela napas pelan,

"Desain yang unit.... ini terlihat cantik."


Emi juga membandingkan dua sendok dengan ukiran burung yang sama
namun memiliki bentuk yang sedikit berbeda, dia dengan kagum mengatakan,

"Ini pertama kalinya aku melihat benda seperti ini. Dari bagaimana tidak
terlihatnya tanda-tanda sambungan, benda ini pasti diukir dari satu balok kayu.
Apa kau menemukan ini di Afashan?"

"Yeah, benar.... karena benda ini masihlah benda pakai."

"Ini sangat cantik, rasanya agak sayang kalau digunakan. Terima kasih Maou-
san, aku akan menjaganya. Tapi daripada menggunakannya, aku akan
menyimpan sendok ini seperti sebuah hiasan."

"Yeah, asalkan kau menyukainya."

Chiho memberi Maou sebuah senyum ceria, Maou pun memegangi ujung
topinya dan sedikit merendahkan pandangannya.

"Ini sangat cantik, seharusnya benda ini memang jadi hiasan."

Emi terlihat sangat setuju dengan pemikiran Chiho, dia mengambil kedua
sendok itu dengan tangannya.....

"Terima kasih, aku akan menjaganya dengan baik."

... dan mengatakan hal tersebut kepada Maou.

"... Yeah."

Sebaliknya, Maou hanya bisa menjawab dengan sebuah erangan yang berasal
dari dalam tenggorokannya.
Chiho, Suzuno, dan Ashiya memperhatikan Maou yang bertingkah demikian
sembari memikirkan hal yang berbeda-beda.

".... Nah, meskipun suasananya sangat bagus, kurasa sekarang sudah saatnya
kita untuk bubar."

Ucap Rika sambil melihat jam tangannya.

"Kita sudah melebihi waktu kira-kira lima menit. Aku merasa sangat bersalah
kepada manajer-san jika kita berada di sini lebih lama lagi, jadi ayo beres-beres
dan memesan. Kita urus kue dan lilinnya begitu kita pulang nanti. Untuk
makanan semua orang malam ini, kita putuskan isi dengan Mags! Untuk Maou-
san, selamat bekerja sampai kau pulang nanti!"

"Kalian tidak perlu repot-repot menungguku kembali."

Kali ini, Maou benar-benar berterima kasih dengan penilaian Rika yang terang-
terangan.

Jika Maou terus menerima ungkapan rasa terima kasih dari Emi, dia pasti tidak
akan sanggup menahannya.

Mereka pun memasukkan kue kembali ke dalam kotak, Emi dan Chiho juga
kebingungan bagaimana memasukkan hadiah mereka ke dalam tas, dan ketika
semua orang selain Maou sudah menyelesaikan pesanannya dan pulang, waktu
sudah menunjukkan hampir pukul 11 malam.

Maou, satu-satunya orang yang masih tinggal untuk melanjutkan pekerjaannya,


mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada punggung Kisaki ketika dia
sedang mempersiapkan penutupan.

"Maafkan aku sudah membuatmu kerepotan."

"Yeah."
Kisaki mengangguk, tanpa menoleh sama sekali.

"Kalian sudah berkontribusi untuk keuntungan restoran ini di saat di mana


tidak ada banyak pelanggan, jadi aku juga sangat berterima kasih. Dan
meskipun kalian membeli makanan dari luar, kalian tidak memakannya di
dalam restoran."

"Itu benar."

"Ah, benar juga, aku ingin memberitahumu sesuatu."

"Ya?"

Kisaki yang tidak begitu peduli dengan apa yang sudah terjadi, berbalik dan
menghadap ke arah Maou seperti sedang kepikiran sesuatu.

"Memang sih ada bagusnya memiliki banyak teman dari lawan jenis, tapi...."

"Ya?"

Entah kenapa, Kisaki kini memicingkan matanya memelototi Maou.

"Kau sebaiknya tidak melakukan sesuatu yang bodoh yang akan membuat Chi-
chan dan Yusa-san menusukmu dari belakang, paham? Kau memang agak
lemah di bagian cara memperlakukan wanita, kau sepertinya juga memiliki
pemikiran naif bahwa tak masalah melakukan apapun pada mereka...."

"Eh?"

"Pokoknya, itulah yang ingin kusampaikan. Cepat kembali bekerja!"

"Tidak tidak tidak, Kisaki-san? Kau sepertinya sudah salah paham. Situasinya
tidak seperti itu!"
"Diamlah. Dari pengamatan orang luar, sepertinya apa yang dikatakan Kawa-
cchi memang masuk akal."

"Apa yang dia katakan?"

"Tanya saja sendiri! Nanti, kau mungkin juga akan kesulitan menghadapi para
karyawan pria."

"Tolong selamatkan aku!"

"Kau sendiri lah yang menyebabkan hal itu."

"Aku tidak melakukan apapun!"

Di bawah cahaya rembulan yang berkilau, teriakan sang raja para iblis
menggema di dalam restoran depan stasiun Hatagaya hingga mencapai jalanan
malam.

XxxxX

Mendorong Dullahan 2, Maou dengan lesu berjalan di jalanan malam Sasazuka.

"Ini mungkin.... hari yang paling melelahkan dalam sejarah...."

Membimbing pelatihan Emi saja sudah sangat menguras tenaga, dan tak
disangka, tadi ada pula pesta ulang tahun.

Tidak, pesta ulang tahun gabungan Emi dan Chiho adalah rencana yang sudah
ada sejak lama, dan Maou sendiri juga telah berencana merayakan ulang tahun
Chiho, sekaligus berbuat baik kepada Emi sehingga Emi akan merasa kesal.
Namun, syarat menjalankan rencana itu adalah Maou yang harus ambil inisiatif,
dan tak ada yang lebih merepotkan daripada ikut-ikutan orang lain seperti kali
ini.

Ditambah lagi....

'Terima kasih. Aku akan menjaganya dengan baik!'

Emi mengatakan hal tersebut dengan tulus

Jika itu adalah Emi yang sebelumnya, tidak akan aneh jika Emi langsung
menghancur leburkan hadiah Maou di tempat.

"Ada apa sih dengannya?"

Emi bilang kalau dia tidak bisa memaafkan Maou, dan di saat yang sama dia
juga membuka hatinya untuk Maou. Tentu hal ini membuat Maou tidak tahu
bagaimana harus berinteraksi dengannya.

Beberapa saat sebelumnya, Maou pikir tak masalah jika dia berinteraksi
dengan Emi seperti dulu.

Akan tetapi, dia tiba-tiba terpikir sesuatu.

"Apa artinya menjadi seperti dulu?"

Kalau dipikir-pikir, Maou tidak pernah secara aktif melakukan sesuatu untuk
Emi.

Meskipun Emi secara aktif mengganggu Maou dengan alasan mengawasi


musuh, Maou tidak pernah sekalipun kepikiran untuk menyingkirkan Emi atau
balik mengawasi situasinya.

Bahkan, Maou pun tidak tahu di mana Emi tinggal.


Dia tahu kalau Emi tinggal di sebuah apartemen mewah di Eifuku, tapi dia
tidak tahu alamat lengkapnya dan tak pernah terlintas di pikirannya untuk
mencari tahu.

Paling parah, Maou hanya akan bilang, 'kau benar-benar mengganggu' atau
'pergilah!' kepada Emi yang datang ke tempat kerja maupun apartemennya.
Dan ditambah fakta bahwa Emi bukanlah lawan yang bisa dia tandingi, Maou
jadi terbiasa dengan Emi yang terus berkeliaran di sekitarnya.

Semenjak Alas Ramus muncul dan membuat Emi semakin terlibat dengan
kehidupan normal Maou dan yang lainnya, kondisi di mana dia hadir di dekat
Maou adalah suatu hal yang biasa.

Di sisi lain, karena hubungan masa lalu antara Maou dan Emi, Maou harus
menerima apapun yang Emi lakukan.

"Ada apa denganku? Kenapa aku tidak bisa tenang sama sekali?"

"Ini sudah larut, apa yang kau lakukan membuat keributan di jalan seperti itu?"

Sebuah suara dari tempat yang tinggi terdengar memanggil Maou yang duduk
di pinggir jalan.

"..... Akulah yang seharusnya tanya apa yang kau lakukan di atas sana! Itu
berbahaya!"

Maou mengernyit dan menoleh ke asal suara itu.

Ketika Maou sibuk memikirkan banyak sekali hal, tanpa sadar dia sudah
sampai di daerah dekat apartemen.

"Ini tidak berbahaya, kau pikir siapa aku? Meskipun aku jatuh dan kepalaku
terbentur, aku pasti akan baik-baik saja."
Di atas atap Villa Rosa Sasazuka, Acies melambai ke arah Maou sembari
melihat bintang-bintang di langit.

"Serius, entah itu iblis atau Pahlawan, mereka selalu saja bilang kalau ini
berbahaya dan memberiku peringatan."

Maou mengangkat bahunya dan mengamati sekeliling,

"Hey, Emi dan yang lainnya....."

"Semuanya sudah pulang. Chiho harus bersekolah besok, Rika pun harus
bekerja. Emi juga membawa onee-chan pulang."

"Be-begitu ya..."

Maou pun bernapas lega dan melihat jam tangannya.

Sekarang sudah hampir jam 1 pagi, jadi bahkan untuk Chiho pun, dia tidak
akan bisa menginap di tempat Suzuno dua hari berturut-turut.

"Apa yang kau gumamkan tadi?"

"Hey, suaramu terlalu keras!"

Acies yang berbicara dengan Maou dari atap apartemen, sama sekali tidak
mengecilkan volumenya. Mengingat waktu saat ini, Suzuno dan Nord mungkin
sudah tidur, jadi Maou harap dia bisa sedikit memelankan suaranya.

"Karena kita berjauhan, ya mau bagaimana lagi."

Acies sama sekali tidak peduli, dan malah menepukkan tangannya seolah
kepikiran sesuatu.

"Ah, aku kan hanya perlu membuat Maou datang ke sini, yosh!"

"Eh? Oh, wah?"


Lantas, tanpa punya waktu untuk mengatur penyangga Dullahan 2, Maou
mulai melayang di udara.

"Sini!"

Acies dengan lihai mengontrol Maou di udara, dan membawanya secara paksa
ke sampingnya, duduk di atas atap yang keras.

"Me-menakutkan sekali...."

"Kau itu Raja Iblis, jangan takut hanya karena terbang sebentar seperti itu!"

"Jika kau tiba-tiba diangkat oleh seseorang, siapapun pasti akan merasa takut."

Maou memprotes, tapi Acies sama sekali tidak peduli dengan hal itu.

"Hey, masalah apa yang kau miliki? Kau bisa menceritakan semuanya
padaku."

"Aku belum begitu terpojok sampai aku harus bercerita padamu."

"Ugh, rasanya aku sedang diremehkan."

"Kalau kau tahu hal itu, maka jangan tanya hal-hal yang tidak perlu. Pria juga
punya saat-saat di mana mereka kesusahan."

"Sepertinya ini yang disebut jadi sampah dikarenakan tidak punya rencana
bagus."

"Itu malah membuat pernyataanmu terasa menjadi semakin suram."

Maou pun menghela napas dan berbaring di atap, tapi karena atapnya ternyata
lebih curam dari yang dia bayangkan, serta memiliki genteng yang keras, dia
memutuskan untuk kembali bangun.

".... Aku merasa bingung dengan hubungan manusia."


"Hm? Apa? Apa kau akhirnya memutuskan untuk menikahi Chiho?"

Mendengar hal itu, Maou hampir saja terjatuh.

"Siapa yang memberitahumu omong kosong itu?"

"Uh, ketika kami sedang makan, Rika bilang kalau Maou adalah orang yang
berdosa."

"Kata-kata dari wanita yang suka memanaskan suasana itu, kau pasti hanya
mendengarkan setengahnya."

"Setengah? Jadi bukan pernikahan ya, melainkan selir, puuu!!"

"Itu bukannya setengah, itu malah sama sekali tidak ada hubungannya. Dan
lagi, dari mana kau mempelajari kata-kata itu? Itu sama sekali tidak lucu
meskipun hanya sebuah lelucon!"

"Biarpun begitu, tak usah pakai pukul juga kan!?"

Acies memprotes dengan berlinangan air mata sambil menekan-nekan bagian


belakang kepalanya, dia memarahi Maou dengan kesal,

"Jika aku bercerita padamu, isinya pasti akan berubah menjadi kacau dan
tersebar luas, jadi aku tidak akan memberitahumu!"

"Serius ini, aku minta maaf. Aku akan mendengarkanmu baik-baik kali ini."

"Aku sudah tidak percaya lagi denganmu! Dan juga, kenapa kau masih ada di
sini?"

"Eh? Ah, yeah, karena hari ini bulannya sangat terang, jadi aku memandangi
langit."

"Langit?"
"Yeah, aku suka melihat langit saat malam hari. Tapi atap rumah Mi-chan
terasa tidak nyaman jika dipakai untuk duduk, jadi setelah mencari-cari, aku
memutuskan untuk melihatnya dari sini."

"Hey, jangan naik ke atap rumah pemilik kontrakan ataupun tetangga ya!"

Maou mengernyitkan dahinya begitu terpikir Acies yang berkeliaran di atap


rumah-rumah tetangga malam demi malam, dan membuat para tetangga harus
menelepon polisi.

"Aku tidak akan melakukan hal itu! Aku ini bukan orang bodoh!"

Ini adalah pertama kalinya Maou mendengar hal itu dari Acies. Tapi jika dia
membantah, sepertinya Acies benar-benar akan marah, jadi dia hanya
menyimpannya dalam hati saja.

"Apa kau ingin mengatakan sesuatu yang kasar?"

"Kemampuan pengamatanmu benar-benar menakutkan. Ada apa sih


denganmu?"

"Hah? Apa maksudmu?"

"Karena kau membawaku ke atas sini, bukankah itu artinya kau mencariku
karena ada sesuatu?"

".... Yeah~ sebenarnya, aku memang perlu sesuatu darimu, atau lebih tepatnya
aku ingin melaporkan sesuatu?"

"Lapor?"

"Yeah."

Acies sedikit mengernyit dan memandang bulan di langit.


"Gabriel sudah bangun. Sepertinya dia akan dibawa ke acara diskusi besok."

".... Oh, dia masih hidup ya."

Maou mengangguk.

"Eh? Tanggapanmu kok biasa-biasa saja?"

"Daripada disebut normal, ini lebih seperti aku tidak punya pemikiran lain."

Gabriel, si malaikat penjaga asal usul Alas Ramus dan Acies, yaitu Yesod,
dibawa ke Jepang atas instruksi Shiba.

Tapi karena berbagai alasan, dia dibawa kemari dalam keadaan tidak sadar,
dan dengar-dengar dia kehilangan kesadaran lebih lama dibandingkan Nord.

Alasan kenapa informasi itu hanya sekedar 'dengar-dengar' adalah karena


Gabriel selama ini dirawat di rumah Shiba, jadi dia tidak pernah terlihat di
hadapan Maou dan yang lainnya, Maou sendiri juga tidak ingin tahu ataupun
menanyakan kondisi fisiknya

Maou merasa Shiba tidak akan meninggalkan Gabriel sendirian, dan


dibandingkan dengan Maou serta Emi, membiarkan Shiba yang memiliki
kekuatan hebat untuk melindungi Gabriel adalah pilihan yang terbaik.

"Aku benar-benar ingin mengirimnya ke neraka lagi."

"Tidak, akan kukatakan hal ini untuk jaga-jaga, dia tidak pernah berada di
neraka sebelumnya."

Acies memang begitu membenci para malaikat. Sangat luar biasa dia bisa
tinggal bersama Gabriel di rumah Shiba dalam keadaan begini.

"Yaah, Mi-chan sudah menghentikanku beberapa kali."


"Apa kau melakukan sesuatu sehingga dia harus menghentikanmu?"

"Bagaimanapun mereka juga melakukan hal semacam itu pada kami..."

Ekspresi Acies terlihat begitu menderita, dia kemudian berjongkok dan


memeluk lututnya.

"Tidak hanya aku dan onee-chan saja. Iron, Malkuth, semuanya, semuanya
sudah....."

"Acies....?"

"Maou!"

"Yeah?"

"Aku tidak tahu apa yang sedang kau bingungkan, tapi sebaiknya kau segera
meluruskannya dengan orang itu selagi masih ada kesempatan."

"....."

"Jika tidak, mungkin itu akan jadi seperti aku dan onee-chan yang terpisah
la~ma sekali. Jadi kau harus memanfaatkan kesempatan ketika kau masih bisa
mengatakannya."

"Yeah."

Besok adalah hari di mana Shiba setuju untuk menjelaskan seluruh kebenaran
kepada Maou dan yang lainnya.

Tak diketahui kenapa lokasi diskusi itu diatur di kamar rumah sakit tempat
Urushihara dirawat, tapi alasan tersebut pasti akan segera diketahui.
Maou punya firasat kalau, pada waktu itu dia akan dipaksa untuk mengungkap
rahasia yang dia sembunyikan.

"Apa kau sudah berbicara dengan Alas Ramus?"

".... Yeah. Di kamar ayah, kami membicarakan banyak sekali hal."

"Begitu ya."

Maou dengan hangat memegang kepala Acies yang tadi dia pukul.

"Karena kalian sudah terpisah lama sekali, satu minggu saja tidak akan cukup
untuk mengatakan semua yang menumpuk di hati kalian. Tak masalah kok jika
kalian membicarakannya dengan pelan-pelan. Ke depannya, jika kalian berada
dalam masalah, aku dan Emi pasti akan melindungi kalian."

"Yeah...."

Acies membiarkan Maou menepuk kepalanya, dia dengan sedih menatap ke


arah Maou,

"Dulu....."

"Hm?"

"Dulu, sepertinya ada orang yang mengatakan hal yang sama sepertimu..."

"Mengatakan hal yang sama sepertiku?"

"Yeah, tapi itu adalah sesuatu yang terjadi dulu sekali. Jadi aku tidak
mengingatnya dengan baik."

Acies dengan lembut menyingkirkan tangan Maou, dia kemudian berdiri dan
melompat dari atap menuju halaman apartemen.

"Syukurlah aku bisa sedikit bicara denganmu. Sampai jumpa besok."


"O,oh.... ah, hey, tunggu Acies?"

Melambai pelan, Acies kembali ke rumah Shiba. Maou dengan panik berteriak
ke arah punggungnya, tapi Acies sepertinya tidak mendengarnya dan langsung
pergi.

"Ba-bagaimana caranya aku turun?"

Meskipun sihir iblis berada tepat di bawahnya, menggunakannya secara


sembrono mungkin akan menyebabkan efek negatif bagi Nord dan Suzuno,
dan bahkan jika itu hanya sedikit mengganggu mereka, dia pasti akan
mendapatkan komplain.

"Bi-bisakah aku turun?"

Maou dengan gugup mencondongkan tubuhnya di pinggiran atap, dan setelah


memastikan posisi tangga di koridor, dia dengan hati-hati menjulurkan kakinya
ke tempat tersebut.

"Maou-sama, apa yang kau lakukan di situ?"

"Uowah?"

Maou yang terkejut dikarenakan suara yang berasal dari samping kakinya,
terpeleset dan bergelantungan di pinggiran atap.

"A-apa!? Jadi kau masih bangun!? Jangan menakutiku seperti itu, Ashiya!"

Ashiya menjulurkan kepalanya dari jendela kamar 201 dan melihat ke arah
Maou dengan mata mengantuk.

"Akulah yang seharusnya kaget, kupikir kenapa kok ada suara-suara aneh di
atap.... Tak kusangka ternyata Maou-sama adalah tipe orang yang akan
melakukan hal suram seperti menaiki atap dan memandang langit seperti ini."
"Kau sepertinya sudah salah paham, tapi bisakah kau membantuku dulu!?"

"Lepaskan dan langsung lompat saja!"

"Hey?"

"Kau akan menyentuh tanah dalam lima cm. Semuanya akan baik-baik saja
meskipun kau melepaskan peganganmu."

"Li-lima cm? Be-benarkah? Baik, kalau begitu aku akan melepaskannya. Jika
aku terluka, berarti itu salahmu!"

"..... Huhh."

"Fu..... Yosh! Huft, menakutkan sekali!"

Begitu ia menyentuh tanah, Maou langsung bernapas lega, melihat masternya


sang Raja Iblis menjadi segugup ini hanya karena 5 cm, Ashiya hanya bisa
menghela napas lesu.

"Boleh aku tahu ada apa denganmu? Apa kau sebegitu tidak sukanya bekerja
sama dengan Emilia?"

"Aku merasa sangat suram! Dan tingkat kesuraman ini belum pernah
kurasakan sebelumnya!"

Di sisi lain, Maou langsung mengaku dikarenakan kata-kata Ashiya.

"Aku tidak pernah menjumpai situasi seperti ini, di mana aku tak tahu apa yang
harus kulakukan."

"Huft...."

"Dengan situasi seperti sekarang ini, kau mungkin juga akan bekerja di
MgRonalds nantinya! Suzuno dan Nord, sekaligus semua orang yang berasal
dari Ente Isla mungkin akan bekerja di sana juga! Kalau sudah begitu, Kisaki-
san pasti akan menjadi penguasa selanjutnya Ente Isla!"

"Hey, tolong jangan putus asa seperti itu, apa yang sebenarnya terjadi?"

"Tidak ada! Ngomong-ngomong, aku lelah! Aku lapar! Aku ingin makan!"

Tepat ketika Maou menunjukkan sikap mengancam dan hendak memasuki


kamar....

"Maou-sama, tolong parkir sepedanya yang benar!"

Ashiya menunjuk ke arah Dullahan 2 yang roboh di tanah dikarenakan Acies,


melihat hal itu, Maou pun berjalan menuruni tangga dengan kurang senang,

"Aku akan memanaskan hamburger dan kentang gorengnya dulu, kita bisa
membicarakan hal itu nanti."

"Kau bahkan membelikan bagianku ya. Seladanya akan melunak jika kau
memanaskannya, jadi tak apa itu tak dipanasi ulang! Serius ini, kenapa aku
sang Raja Iblis harus memikirkan hal-hal aneh seperti ini, sialan!"

Ucap Maou dengan kesal, tapi dia tetap memarkirkan sepedanya dengan benar
sebelum akhirnya kembali ke dalam kamar.

Besok ada diskusi yang sangat penting, tapi karena Ashiya sudah
memperkirakan kalau Maou akan mengeluh untuk waktu yang lama sekali
malam ini, dia pun menghela napas kecil.

XxxxX
Warna matahari dan suhu saat ini sungguh membuat orang berpikir kalau
musim gugur telah datang, di sebuah kamar rumah sakit yang dikelilingi oleh
dinding berwarna krem, Urushihara Hanzo menatap cahaya biru yang ada di
layar komputernya dengan kerutan di wajahnya.

Malam ketika Maou, Suzuno, dan Acies berangkat menuju Ente Isla dari
Museum Nasional Seni Barat.

Chiho berencana untuk bertanya kepada Ooguro Amane, si manager rumah


pantai di Choshi 'Ooguro-ya', yang sekaligus merupakan keponakan pemilik
kontrakan Shiba Miki, dia ingin bertanya tentang misteri Bumi dan Ente Isla.
Urushihara menyadari hal itu.

Karena dia merasa kalau Chiho, dari kata-katanya, ingin agar dia menguping
dari kamar 201, dia pun berpikir mungkin tak masalah sesekali mengikuti
rencana orang lain, namun dia malah berakhir seperti ini.

Gelombang kejut kedua yang belum pernah dia rasakan sebelumnya


menyerang seluruh tubuhnya, dan ketika dia hampir kehilangan kesadaran,
dengan sikap yang nampak alami, dia meminta orang yang memasuki kamar
201 untuk membawa komputernya.

"Lalu, kenapa kau terlihat tidak puas begitu? Tempat ini seharusnya menjadi
lingkungan yang ideal untukmu, kan?"

"Apanya yang ideal!?"

Teriak Urushihara kepada Amane yang duduk di kursi sebelah ranjangnya dan
menyalakan TV untuk menonton acara traveling.

“Kamar ini adalah kamar khusus di mana tak seorangpun akan mengganggumu.
Tidak hanya Maou-kun dan Ashiya-kun yang selalu menyuruhmu untuk
bekerja tidak ada di sini, bahkan sudah ada orang yang akan menyiapkan
makananmu tiga kali sehari. Bagimu sebagai seorang NEET, tempat ini
seharusnya menjadi lingkungan yang ideal, kan?”

“Setiap hari kau selalu menggangguku, makanan di sini sangat lunak dan tidak
enak, koneksi internetnya pun benar-benar lambat! Kubilang ya, mungkin kau
juga ikut berpikir begini, tapi sebenarnya para masyarakat itu punya
kesalahpahaman soal NEET!”

“Uh, apa itu ada hubungannya dengan kasta pertama?”

Amane mencondongkan kursinya ke belakang seperti seorang anak kecil dan


bertanya bahkan tanpa melihat ke arah Urushihara.

“Tidak. NEET dan Hikkikomori adalah orang-orang yang bisa bebas keluar
rumah kapanpun mereka mau, tapi mereka memilih untuk tetap tinggal di
rumah. Pilihan untuk keluar rumah itu benar-benar ada di suatu tempat di hati
kami.”

“Hm? Dengan kata lain, ketika kau menonton acara traveling seperti ini, kau
akan merasa ingin keluar rumah atau pergi ke suatu tempat yang jauh, gitu?”

“Tidak. Memang biasanya aku tidak ingin keluar rumah, tapi aku juga tidak
suka dikunci di dalam ruangan oleh orang lain.”

“Itu terdengar sangat buruk, tapi juga terdengar seolah sifat keras kepalamu itu
bahkan sudah sampai ke titik mengagumkan.”

“Mau bagaimana lagi, aku memang orang seperti itu.”

“Dan kata-katamu seolah menyiratkan kalau aku menguncimu di dalam kamar


rumah sakit ini.”

“Itu benar adanya, kan? Aku sudah bilang kalau aku ingin pulang!”
Urushihara mematikan laptop yang sama sekali tidak bisa tersambung ke
internet dan berteriak ke arah Amane dengan kesal,

“Tapi mengabaikan fakta apakah aku bisa pulang dengan bebas atau tidak,
kalian mengubah rambutku seperti ini karena aku mendengar obrolanmu dan
Sasaki Chiho, kan? Aku sudah berkali-kali bertanya sebelumnya, kalian ini
orang macam apa? Apa aku mendengar sesuatu yang tidak seharusnya?”

“Hm~ bukankah sudah kubilang sebelumnya? Aku ini anak dari


'Understanding', dan bibi Mi-chan adalah eksistensi yang sama seperti Alas
Ramus-chan. Dan ini tidak hubungannya dengan alasan kenapa kau berada di
sini.”

“Mengabaikan dirimu, dalam kasus Alas Ramus dan si pemilik kontrakan,


selain mereka sama-sama wanita dan punya wujud manusia, mereka itu sangat
berbeda dari kepala sampai kaki!”

“Ya ampun, kami berbeda dalam hal apa?”

“Jelas sekali kan, aaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!!??”

Ketika Urushihara dan Amane sedang asyik berselisih, pintu kamar tiba-tiba
terbuka, dan seketika, Urushihara langsung melompat dari ranjangnya merasa
ketakutan.

“H-hey, Urushihara-kun, apa kau baik-baik saja?”

Amane dengan panik menarik Urushihara yang jatuh ke lantai, namun


Urushihara mengalami kejang di seluruh tubuhnya dan sambil berpegangan
pada Amane, dia mengatakan,

“Ke-kenapa aku tidak dengar kalau pemilik kontrakan akan datang hari ini?”

“Eh? Apa aku belum memberitahumu?”


“Aku tidak dengar sama sekali!”

“Amane.....”

“Tidak! Aku sudah bilang sebelumnya!? Seingatku aku sudah


mengatakannya!? Sekitar tiga hari yang lalu!”

“Pasti kau menyampaikannya ketika dia sedang melakukan hal lain.


Urushihara-san, apa kau baik-baik saja?”

“Se-sebelum kau datang.... kondisiku cukup baik.”

Jawab Urushihara seperti orang yang bisa berhenti bernapas kapan saja,
pandangannya gemetar dan dia sama sekali tidak mampu menatap ke arah
Shiba.

“Memang ini terdengar agak kasar.... tapi akhirnya aku mengerti kenapa Maou
dan Ashiya tidak sanggup menatap pemilik kontrakan-san secara langsung.”

“Aku akan menganggapnya kalau aku punya banyak pesona.”

“Uuuuu....”

Shiba sama sekali tidak goyah, tapi bagi Urushihara, itu sama sekali bukan
lelucon.

Ketika Urushihara melihat fotonya dulu, dia hanya merasa kalau Shiba
mungkin adalah orang yang tidak tahu batasan saja, bersikap jahat, seorang
wanita paruh baya yang sedikit menjengkelkan.

Tapi setelah melihat Shiba secara langsung, masalah pun muncul, bukan hanya
soal ketidaksenangan, hal aneh bahkan mulai terjadi di dalam tubuh Urushihara.
Pusing dan jantung berdebar mungkin masih bisa dianggap biasa, bahkan,
hanya dengan bertatap muka saja, Urushihara merasa seolah energi-energi
penting dari dalam tubuhnya terus mengalir keluar.

“Semua orang akan segera tiba, aku datang lebih dulu supaya kalian berdua
tahu.”

“Semua orang maksudnya....”

“Tentu saja Maou-san dan yang lainnya!”

“Eh? Maou dan yang lainnya sudah pulang?”

Urushihara merasa terkejut, dia pun langsung menatap ke arah Amane yang
berada di sampingnya.

“Erhm....”

Amane mengalihkan pandangannya seolah ingin lari dari tatapan Urushihara,


yang perlu dia lakukan hanyalah bersiul agar adegan tersebut menjadi
sempurna.

“Aku berencana untuk menjelaskan segalanya setelah semua orang berkumpul.


Soal Sephirah, Pohon Kehidupan, dan keadaan Urushihara-san saat ini.”

“Keadaanku....”

Urushihara berhenti menatap Amane dan bangkit dari ranjangnya.

Terdapat sebuah wastafel di pojok kamar, usai sedikit berkaca di cermin yang
ada di atasnya, dia pun berbicara dengan sebuah kernyitan.

“Yaah, setelah melihat ini, mereka pasti akan terkejut.... ugh.”


Kemudian, dia tiba-tiba merasa seperti ingin muntah, sebuah erangan terdengar
dari dalam tenggorokannya.

XxxxX

Maou, Chiho, Emi, Alas Ramus, Ashiya, Suzuno, Emerada, Acies, dan Nord
turun dari tiga taksi yang berbaris lurus di depan sebuah bangunan.

"Ini....."

"Yeah..."

Maou dan Chiho, melihat tempat yang mereka datangi dengan menaiki taksi
yang dipesan oleh Shiba, saling menatap satu sama lain.

"Apa ini kebetulan?"

"Seharusnya sih tidak."

"Tapi selain kebetulan...."

Emi, Ashiya, dan Suzuno juga melihat dan mengamati bangunan itu dengan
kaget.

"Apa ada yang salah~~?"

"Kalian kenapa?"

"Apa ada yang salah dengan rumah sakit ini?"


Emerada, Acies, dan Nord nampak bingung dengan reaksi aneh kelima orang
tersebut, dan hanya Alas Ramus yang berada dalam gendongan Emi lah yang
menjawab dengan ceria,

"Aku pernah ke sini!!"

Alas Ramus ingat dengan rumah sakit ini.

Rumah sakit yang dipilih oleh Shiba dan Amane untuk merawat Urushihara
adalah rumah sakit tempat Chiho dirawat ketika dia mengalami keracunan sihir
iblis dulu, yaitu Rumah Sakit Universitas Saikai.

Meski merasa sedikit bingung, mereka mengikuti Chiho yang sudah cukup
mengenal tata letak kamar di rumah sakit ini, kemudian, mereka pun berhenti
dan melihat nomor yang ada di sebuah pintu.

"Di sini kan?"

"I-ini benar-benar kamar khusus, bagaimana jika mereka nanti meminta biaya
perawatan...."

Pintu kamar yang Chiho maksud berada cukup jauh dari kamar di sebelahnya,
jadi itu pasti sangat luas, dan meskipun si pemilik kontrakan sebelumnya sudah
bilang kalau mereka tak perlu khawatir masalah biaya, wajah Ashiya tetap
menjadi sangat suram.

"Kudengar di sini boleh menggunakan HP dan komputer, dan tidak hanya itu,
bahkan di dalam pun ada kamar mandinya."

"Kelihatannya ini tempat yang lebih baik dibanding Kastil Iblis."

Maou dan Ashiya menatap satu sama lain dengan ekspresi rumit di wajahnya,
membulatkan tekad dan mengetuk pintu kamar tersebut.
"Silakan masuk."

"Ugh.."

Mendengar suara Shiba dari dalam, ekspresi Maou dan Ashiya kini menjadi
lebih parah dibandingkan sebelumnya.

"Sudah cepat buka pintunya!"

Dengan desakan Emi dari belakang, mereka berdua tak punya pilihan selain
mengambil napas dalam dan perlahan membuka pintu tersebut.

Ruangan tersebut sangat terang. Di dalamnya terdapat sebuah ranjang yang


jauh lebih besar dibandingkan ranjang yang Chiho gunakan dulu, dan setelah
melihat seseorang yang duduk di atasnya, mereka semua selain Nord seketika
langsung terpaku.

"..... reaksi macam apa itu!?"

Meski dia sudah menduga akan seperti apa ekspresi Maou dan yang lainnya,
Urushihara, berada di atas ranjang, menggumam dengan kesal,
"Eh, ah, uh...."

Maou menoleh ke arah Ashiya yang berada di belakangnya dengan bingung,


tapi Ashiya juga.....

"A-apa...."

... hanya terpaku diam melihat Urushihara.

"A-apa ini semacam lelucon? Apa Lucifer sedang mencoba mengerjai kita?"

Suzuno juga menoleh ke arah Emi yang berada di sampingnya, mencari


persetujuan.

"Tidak, bilang kalau ini adalah lelucon itu terlalu...."

Emi yang ditanyai oleh Suzuno, balas menggelengkan kepalanya

"Rasanya~ dia berbeda dengan Lucifer yang kukenal~"

Emerada meletakkan tangan di bawah dagunya dan berkata demikian.

"Ada apa dengan Lucifer?"

Alas Ramus juga mengernyit kaget.

"Apa lelucon semacam ini tidak terlalu berlebihan?"

Acies menatap tajam ke arah Urushihara dengan sikap yang sangat tidak ramah.

Namun, Urushihara balik menatap Acies seolah merasa kesal dengan reaksi
mereka semua.

"Apa kau pikir aku akan melakukan hal semacam ini hanya untuk lelucon?"

"Lalu kenapa kau jadi begini? Hal semacam ini sebenarnya sangatlah kurang
ajar."
"Tanyalah kepada pemilik kontrakan yang ada di sebelahku ini! Aku tidak
menjadi seperti ini karena aku menginginkannya!"

Urushihara menggerakkan dagunya ke arah Shiba yang berdiri dengan tenang


di samping ranjangnya.

"Eh, tapi apa yang sebenarnya terjadi, Urushihara-san?"

Chiho mengangkat jarinya dan menunjuk.....

"Warna rambutmu....."

Warna rambut Urushihara kini terlihat berbeda dari apa yang semua orang
ingat.

Tidak, lebih tepatnya, mereka punya kesan dengan warna rambut itu.

Hanya saja, warna rambut Urushihara awalnya bukanlah warna itu.

"Aku juga merasa tidak tenang! Meski aku tidak melakukan apa-apa, mereka
tiba-tiba berubah menjadi seperti ini!"

Warna perak tercampur dengan sedikit warna biru.

Itu adalah warna rambut yang sama seperti saat Emilia mengeluarkan kekuatan
penuh pedang sucinya, itu juga merupakan warna rambut dari Malaikat Agung
Gabriel dan Sariel.

"Apa dia.... Jenderal Iblis Lucifer?"

Nord yang belum pernah bertemu Urushihara, adalah satu-satunya orang yang
dengan jujur menerima kondisi Urushihara, tapi Ashiya langsung
menyangkalnya,

"Tidak, dia itu orang lain."


"Hey, Ashiya! Jangan lari dari kenyataan!! Dan lagi, siapa paman ini? Kenapa
Emerada Etuva ada di sini, apa yang terjadi?"

Urushihara memprotes Nord yang belum dia kenal, sekaligus Emerada yang
datang ke sini dengan polosnya, tapi suasana saat ini benar-benar tidak cocok
untuk perkenalan.

“Soal perubahan warna rambut Urushihara-san, aku takut itu karena


pengaruhku. Hal itu disebabkan bagian manusianya bereaksi kuat dengan
keberadaanku. Jika dia meninggalkan jangkauan jarak pengaruhku, seharusnya
rambutnya bisa kembali ke kondisi semula.”

“Memang sangat kasar sih, tapi aku benar-benar benci keadaan ini.”

Meski hanya contoh, Urushihara tetap tidak ingin mengakui kalau dia bereaksi
dengan Shiba karena mereka memang mirip dalam beberapa hal, dan dari
wajah Maou dan Ashiya, mereka sepertinya juga memikirkan hal yang sama.

“Pokoknya, karena semuanya sudah ada di sini, mari kita mulai dan bicarakan
semuanya dengan terbuka. Itu semua termasuk alasan kenapa rambut
Urushihara-san berubah menjadi seperti ini.”

Ucap Shiba mencoba menenangkan situasi, dan kali ini, ekspresi Chiho tiba-
tiba menjadi kaku.

“Chiho-chan?”

Emi yang menyadari keanehan pada Chiho pun memanggilnya, tapi Chiho
hanya menggelengkan kepalanya perlahan.

“A-aku baik-baik saja.”

“Benarkah? Kau terlihat tidak nyaman....”


“Tidak, aku tidak bermaksud begitu.”

Sejenak berpikir, Chiho pun menatap mata Emi.

“Tapi, aku.... percaya pada Yusa-san dan Maou-san.”

“Eh? Ehh....”

Emi nampak terkejut karena tidak mengerti apa yang ingin Chiho utarakan,
tapi karena Chiho tidak melanjutkan perkataannya, Emi hanya kembali
menatap ke arah Shiba.

“Kalau begitu, izinkan aku menyambut tamu-tamu dari dunia lain ini.”

Shiba berjalan melewati ranjang dan perlahan menuju ke arah Maou dan yang
lainnya.

Maou dan Ashiya secara refleks mundur dan memberi jalan, tapi Shiba
mengabaikan mereka berdua dan berjalan ke arah Acies dan Emi.

“..... Ada apa?”

Tidak, dia berjalan menuju Alas Ramus yang ada di gendongan Emi.

Alas Ramus terlihat sedikit geli ketika kepalanya dielus oleh tangan gemuk
Shiba, tapi entah kenapa, Emi merasa tidak nyaman dengan ekspresinya.

Saling tumpang tindih dengan ekspresi yang Chiho tunjukan barusan, Emi pun
menoleh ke arah Chiho yang berada di sebelahnya secara refleks.

Chiho menahan napasnya, seolah-olah sudah tahu apa yang akan Shiba katakan
selanjutnya.

“Kalau dilihat dari sejarah, orang-orang dari dunia yang berbeda saling
berinteraksi satu sama lain itu bukanlah suatu kejadian yang langka. Ketika
orang dari luar negeri melintasi daratan, atau ketika orang dari luar benua
melintasi lautan, itu juga bisa disebut sebagai orang dari dunia yang berbeda
saling berinteraksi. Situasi kalian di sini, hanya skalanya saja yang sedikit lebih
besar. Izinkan aku mengatakan hal ini, bahkan jika Maou-san dan yang lainnya
ingin tinggal di Jepang, di bumi, ataupun Sasaki Chiho-san ingin pergi ke
kampung halaman Maou-san dan yang lainnya, ke Ente Isla, itu sama sekali
bukan masalah.”

Dan mereka yang ada di sini entah kenapa bisa menebak apa yang akan Shiba
katakan selanjutnya, aura dan pandangan mereka menunjukkan hal itu dengan
sangat jelas.

“Tapi.... mereka berdua harus kembali ke tempat asalnya secepat mungkin.”

“Kedua.....”

Berbanding terbalik dengan Maou yang hanya bisa memaksa suaranya keluar
akibat perasaan tidak enak yang dia rasakan, Shiba menjawab dengan tegas,

“Alas Ramus-san dan Acies Ara-san. Sebagai perwujudan dari Yesod Sephirah
Ente Isla, jika mereka berdua tetap berada di sini, itu akan sangat
membahayakan manusia Ente Isla.”

“Memangnya kenapa? Yesod memang dikenal sebagai permata yang


membentuk dunia, tapi bukankah mereka sudah menjadi fragmen untuk waktu
yang sangat lama? Dan meski begitu, tak ada hal aneh yang terjadi pada Ente
Isla.”

Teriak Suzuno dengan bingung.

Ketika berdiskusi dengan Maou dan yang lainnya mengenai apakah mereka
harus menyerahkan Alas Ramus pada Gabriel atau tidak, Suzuno lah yang
pertama kali menyangkal legenda kalau Sephirah adalah permata yang
membentuk dunia.

Lagipula, bagaimana mungkin keadaan satu permata saja bisa mempengaruhi


struktur seluruh dunia?

Mungkinkah bulan akan menghilang jika Yesod yang mengendalikannya


dihancurkan? Atau mungkinkah permata yang Yesod wakilkan, yaitu perak,
juga akan ikut menghilang? Hal seperti itu tidak akan terjadi. Suzuno
mengungkapkan pendapatnya dan menolak pengembalian Alas Ramus ke
tempat asalnya.

“Kamazuki-san, apa barusan kau bilang kalau tak ada hal aneh yang terjadi?”

“Yeah....”

Suzuno hendak melanjutkan perkataannya, tapi tatapan Shiba membawa


sebuah tekanan yang tidak akan mengizinkannya memberikan bantahan.

“Kalau begitu, bagaimana dengan kekuatanmu??”

“Ke-kekuatanku?”

Suzuno mengamati tubuhnya sendiri.

“Aku sudah mendengarnya dari Amane dan Sasaki Chiho-san. Kata mereka,
luka yang kau derita akibat bertarung melawan iblis dari dunia lain itu dapat
sembuh hanya dalam waktu tiga hari.”

“I-itu karena aku menggunakan mantra penyembuh....”

“Kalau begitu izinkan aku bertanya. Kamazuki-san, pernahkah kau melihat


kekuatan yang serupa di Jepang, atau lebih tepatnya di bumi ini? Pernahkah
kau melihat kekuatan yang bisa membuat luka sabetan yang hampir memotong
seluruh tubuhmu sembuh sepenuhnya hanya dalam waktu tiga hari? Jika
Sasaki Chiho-san mendapatkan luka yang sama, meskipun dia bisa bertahan,
dia akan butuh perawatan penuh selama sebulan.”

“Kubilang itu karena......”

“Apa kau masih tidak mengerti?”

Shiba menoleh ke arah Suzuno dan mengatakan,

“Mantra penyembuh yang kau sebutkan tadi, itulah masalahnya.”

“....Eh?”

“Aku tidak tahu sejarah dunia kalian, Ente Isla. Tapi dari informasi yang
kudengar dari Sasaki Chiho-san dan Nord-san, tempat itu sepertinya punya
peradaban yang matang, dan juga merupakan sebuah dunia di mana banyak
manusia hidup. Namun, kekuatan semacam itu ada bagaikan sesuatu yang
alami. Jika anak-anak ini..... Sephirah di Ente Isla berfungsi dengan normal,
hal semacam itu mustahil bisa terjadi.”

“Apa maksudnya itu~? Dari apa yang kudengar, Shiba-san sepertinya berpikir
kalau mantra adalah kekuatan yang seharusnya tidak ada~~”

Shiba langsung mengiyakan pertanyaan Emerada yang dipenuhi dengan


kegelisahan, dan..

“Apalagi, dunia itu kini dipenuhi dengan sihir iblis dan sihir suci, itu bukanlah
keadaan yang baik bagi orang-orang Ente Isla.”

“Apa-apaan itu? Apa kau bilang kalau permata yang membentuk dunia itu
benar-benar bisa mempertahankan keseimbangan dunia, dan jikalau mereka
tidak ada di sana, dunia akan hancur.....”
“Kamazuki-san, tolong dengarkan baik-baik apa yang orang lain katakan.
Sejak awal, aku tidak pernah bilang kalau dunia Ente Isla ini akan berada dalam
bahaya.”

“.... Huh?”

Shiba dengan tenang meletakkan tangannya ke pundak Suzuno.

“Yang akan menghadapi bahaya karena kehilangan Sephirah dan karena


keberadaan sihir suci dan sihir iblis adalah kalian, para manusia.”

“Manu....sia?”

Suzuno masih tidak mengerti makna sebenarnya dari kata-kata Shiba. Dia pun
menunjukkan tatapan memohon kepada Emi, Emerada, Nord, Ashiya,
Urushihara dan Maou.

Tapi mereka hanya menggelengkan kepalanya merasa bersalah.

“Tak peduli keadaan seperti apa yang dialami Sephirah, laut, langit, ataupun
daratan Ente Isla, semua binatang dan tanaman yang hidup di sana tidak akan
terpengaruh sama sekali. Hal yang berhubungan dengan Sephirah dan Pohon
Kehidupan hanyalah manusia, Jika Alas Ramus-san dan Acies Ara-san terus
di sini dan tidak kembali ke tempat mereka seharusnya, manusia di Ente Isla
mungkin akan punah nantinya.”

Mungkin karena ingin mengkontraskan isinya, nada Shiba terdengar sangat


gamblang, manusia Ente Isla yang diberitahu kalau mereka akan punah pun
sama sekali tak dapat bereaksi.

“Tentu saja itu bukan sesuatu yang akan terjadi besok ataupun lusa. Kurasa,
bahkan setelah hidup kalian berakhir pun, itu masih akan terlihat seolah
manusia di Ente Isla tak terpengaruh sedikitpun. Tapi... 100 tahun kemudian
atau 200 tahun kemudian, aku tidak bisa menjamin bagaimana semua jadinya.”

“Se-seratus tahun kemudian?”

Bagi kehidupan manusia dan perputaran dunia, 100 tahun adalah waktu yang
sangat lama.

Tapi mempertimbangkan sejarah manusia, 100 tahun adalah waktu yang


sangat singkat.

Apalagi, ada para iblis di sini yang usianya tidak hanya ratusan, bahkan
mencapai ribuan.

"Pe-pemilik kontrakan-san, kurasa manusia Ente Isla tidak akan punah hanya
dalam waktu 100 tahun."

Ashiya mengungkapkan pendapatnya dengan gugup, Shiba pun


menganggukkan kepalanya,

"Itu benar. Tapi jika ini terus berlanjut, lupakan 500 tahun.... bahkan
menggenapkannya menjadi 300 tahun pun akan sangat sulit. Aku tak bisa
bilang apa-apa kalau ada meteor besar jatuh, tapi meski bencana mematikan
semacam itu tidak terjadi, jika mereka terus menggunakan sihir iblis dan sihir
suci seperti ini, manusia Ente Isla pasti tidak akan punya masa depan. Populasi
manusia akan perlahan menurun, dan pada akhirnya akan mengalami
kepunahan."

"Apa-apaan itu? Jika kami tidak tahu penyebab dan pengaruh hubungan antara
manusia dan Sephirah, maaf, aku tidak bisa mempercayai kata-katamu begitu
saja dan mengembalikan Alas Ramus."
Semua yang ada di sana tertelan oleh aura Shiba, hanya Emi yang mampu
bertanya dengan tegas,

"Anak ini dan Acies... adalah eksistensi yang berharga bagi kami. Berbicara
soal tempat seharusnya mereka berada, itu adalah Surga Ente Isla. Itu adalah
tempat di mana para malaikat hidup, mereka adalah orang-orang yang sama
sekali tidak peduli dengan manusia Ente Isla dan anak-anak ini. Aku tidak akan
membiarkan anak-anak ini kembali ke tempat seperti itu."

"Soal Surga yang kau sebutkan.... orang bernama Gabriel itu sudah bangun
beberapa hari yang lalu."

"Kau bilang Gabriel?"

"Dia mengatakan beberapa hal yang mengkhawatirkan."

Shiba pun menghela napas pendek dan mengganti topik.

"Gabriel, begitu dia bangun, dia langsung ingin kabur kembali ke Surga.
Karena dia memutuskannya dengan sangat cepat, kami hampir kehilangan dia,
tapi karena terjadi sesuatu yang bisa dianggap sebagai hal yang sangat
disesalkan, pelariannya pun gagal."

"Hal yang sangat disesalkan?"

Memangnya ada hal lain yang patut disesalkan selain dirawat oleh Shiba?

Percakapan Maou dan Ashiya melalui tatapannya ini tentu tidak berani mereka
ucapkan.

"Surga Ente Isla, dengan kata lain tempat di mana seharusnya Alas Ramus-san
dan Acies Ara-san kembali, telah disegel. Saat ini, tempat itu menjadi tempat
yang tidak akan bisa diganggu dari luar, kembali lewat gate pun juga mustahil.
Mungkin, mereka sudah memutuskan untuk menelantarkan anak-anak ini."
"Surga disegel..... Ah, ngomong-ngomong, sebelumnya aku memang tidak
terlalu peduli sih, tapi......"

Emi nampak mengingat sesuatu dan menoleh ke arah Maou,

"Hey, Raja Iblis."

"Huh?"

"Dunia Iblis itu ada di mana?"

".... Huh?"

Maou memperlihatkan ekspresi bak ditanyai sebuah pertanyaan bodoh dan


balik bertanya kepada Emi,

“Apa kau serius bertanya begitu?”

“Apa? Tentu saja?”

Jawab Emi dengan kesal.

“Apa itu seperti konsep Surga dan Neraka, yang mana Dunia Iblis berada di
bawah Ente Isla atau semacamnya? Ataukah itu seperti Bumi dan Ente Isla
yang merupakan sebuah Dunia yang berbeda?”

“Mana mungkin? Apa kau sungguh tidak tahu?”

Maou menatap ke arah Ashiya dan Urushihara,

“Nah kita memang tidak pernah mengumumkan dari mana kita berasal.”

“Gak ada yang tanya juga.”

Ashiya dan Urushihara mengangkat bahunya dan mengangguk, sepertinya


mereka baru menyadarinya sekarang.
“Huuh... tak ada yang akan terjadi juga kalau hal itu diketahui banyak orang....
kami ini berasal dari bulan.”

“Eh?”

“.....”

Emi menahan napasnya, sementara Chiho yang berada di samping Emi,


mengepalkan tangannya tanpa sepengetahuan siapapun.

“Kenapa kau begitu terkejut? Kami berasal dari bulan. Bulan yang kelihatan
berwarna merah jika dilihat dari Ente Isla. Dunia Iblis berada di bulan merah
itu.”

“Kau.... kau bilang bulan? Ka-kalau begitu....”

“Yeah. Surga ada di bulan berwarna biru.”

Urushihara mengangguk dan mengatakan hal tersebut secara blak-blakan,


membuat Suzuno terkejut.

“Menyebut mereka dunia lain memang terdengar sedikit aneh.”

Shiba mengabaikan Emi dan Suzuno yang terkejut, lantas membuka tirai
kamar.

Cahaya matahari pun bersinar ke dalam kamar dari luar jendela, dan di sana,
banyak gedung di wilayah Yoyogi di mana Rumah Sakit Universitas Saikai
berada bisa terlihat, bahkan sampai mencapai lapisan awan seolah ingin
mengoyak langit.

“Bumi dan Ente Isla, dunia yang memiliki Pohon Kehidupan itu tidaklah
berada di dunia lain yang memiliki ruang, dimensi ataupun waktu yang
berbeda.”
Shiba mendongak ke arah langit Tokyo dan mengulurkan tangannya ke arah
sinar matahari seakan-akan merasa silau.

“Entah itu di Bumi ataupun Ente Isla, mereka adalah dunia yang melayang di
alam semesta, planet di mana manusia hidup.”

“.....Jadi begitu....”

Ucap Emi dibarengi sebuah helaan napas. Semenjak dia datang ke Jepang, dia
sudah punya pemikiran samar mengenai hal ini.

Meski dia tidak pergi ke observatorium untuk mempelajari tentang langit


malam dan alam semesta seperti yang Acies lakukan, dia tahu kalau bumi
adalah sebuah planet yang melayang di alam semesta.

Lewat televisi, film dan internet, dia juga memperoleh pengetahuan terkait
bahwa, daratan luas ini sebenarnya adalah sebuah bola yang memiliki gaya
gravitasi.

Dan saat dia memikirkan kampung halamannya... tempat itu juga memiliki
manusia yang sama seperti di bumi, atmosfer yang bisa digunakan untuk
bernapas, dan langit malam yang dipenuhi banyak bintang terang.

Tak lama setelahnya, dia sadar kalau Ente Isla mungkin juga merupakan planet
yang melayang di alam semesta.

Meski begitu, tak pernah sekalipun terlintas di pikiran Emi kalau Dunia Iblis
dan Surga sebenarnya adalah bulan, namun informasi itu sendiri tidak akan
mengubah apapun mengenai situasi yang dialaminya.

Hal itu hanya memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai istilah 'dunia
lain' yang samar, bagaimanapun juga, Bumi dan Ente Isla bukanlah tempat
yang bisa dicapai menggunakan pesawat, kereta, ataupun berjalan kaki.
Dan, mengabaikan makna di balik Surga yang tidak bisa dicapai dengan
menggunakan gate, setidaknya bagi Emi dan yang lainnya, itu terasa seperti
kabar bagus.

Bagaimanapun juga, Surga yang telah berselisih dengan Emi dan Alas Ramus
untuk waktu yang lama, kini bertindak lebih dulu dan memilih memutus kontak.

Namun, Shiba kemudian berbicara dengan ekspresi yang berbahaya,

“Jika kalian ingin Sephirah berfungsi dengan normal, semua Sephirah harus
terkumpul. Menurut apa yang Acies katakan, hanya Yesod lah yang terpisah
dari Sephirah lain selama beberapa tahun. Tak diketahui bagaimana situasi ini
akan berakibat pada Sephirah lain.”

“Sephirah lain....”

Gumaman kecil Ashiya membuat Maou teringat perwujudan Geburah, Iron.

Meskipun Iron menuruti perintah Surga, dari bagaimana Kamael, malaikat


penjaganya yang seharusnya bisa memerintahkan anak itu, Kamael dan Iron
malah tidak terlihat memiliki hubungan di mana mereka saling memerintah
satu sama lain.

Ashiya, satu-satunya orang yang membuat kontak dengan Iron pada saat
pertarungan di Afashan, menyilangkan tangannya dan bertanya pada Shiba.

“Pemilik kontrakan-san, efek negatif apa yang kau bicarakan ini?”

“Soal itu... meski efek ketidakberadaan Yesod sudah terlihat melalui adanya
'mantra', untuk efek lain, jika aku tidak melihatnya sendiri, aku tidak akan bisa
mengenalinya. Aku juga tidak bisa melakukan apa-apa, mengenai hal ini, aku
hanya bisa menyerahkannya pada kalian....”

“Bilang kalau kau tidak bisa melakukan apa-apa itu.....”


Setelah Shiba menyuarakan pemikirannya dan tiba-tiba bilang tidak bisa
melakukan apa-apa, Maou pun mengernyit, tapi Amane langsung menyelanya
dan mengatakan,

“Yah mau bagaimana lagi, bibi Mi-chan adalah Sephirah Bumi. Jadi,
kekuatannya hanya bisa digunakan untuk orang-orang bumi.”

“Sephirah..... ah, apa itu benar? Apa pemilik kontrakan-san benar eksistensi
yang sama seperti Alas Ramus dan Acies.....”

Tanya Maou dengan sikap setengah percaya, Shiba pun langsung mengangguk
dan menjawab,

“Yeah, meskipun aku bukan Yesod dan tanggung jawab yang kumiliki berbeda
dengan Sephirah lain.”

“Boleh aku tahu kau ini Sephirah yang mana?” Tanya Suzuno.

Jika mereka bisa tahu mana dari kesepuluh Sephirah itu yang merupakan
perwujudan Shiba, sebagai bahan verifikasi, tak ada informasi lain yang lebih
berharga dari ini.

Namun, jawaban Shiba benar-benar melebihi ekspektasi Suzuno.

"Aku adalah Sephirah kesebelas."

".... Kesebelas?"

Suzuno berkedip beberapa kali merasa terkejut. Karena itu bukanlah angka
yang ada di dalam pengetahuannya.

Menurut catatan Alkitab, disebutkan hanya ada 10 permata yang membentuk


dunia.
".... Tak mengetahui adanya Sephirah kesebelas, di antara pengaruh negatif
yang ada di Ente Isla, ini adalah masalah yang paling serius. Bahkan Acies
Ara-san juga tidak tahu keberadaan Sephirah kesebelas."

"Meski kau bilang begitu, aku tidak akan tahu hal yang tak kuketahui."

Ucap Acies dengan acuh tak acuh, tapi jawaban justru datang dari pihak yang
benar-benar tak terduga,

"Sephirah..... kesebelas ya? Sepertinya aku pernah mendengarnya dari


seseorang...."

"Urushihara?"

"Ah, aku ingat. Satan memberitahuku hal ini."

"Eh? Aku?"

Ucap Urushihara dengan santai bagaikan mengingat makan malam kemarin.


Maou pun menjawab dengan kaget,

"Apa aku pernah memberitahumu hal semacam itu? Kau yakin itu bukan
Camio?"

Pertama kalinya Maou mendapatkan informasi soal Sephirah adalah dari


Menteri Iblis Camio, meskipun itu adalah sesuatu yang terjadi dulu sekali
sampai-sampai dia lupa dengan informasi tersebut. Lalu karena dia punya
kesempatan untuk membaca Alkitab Gereja ketika menyerang Ente Isla dulu,
dia pun merasa perlu untuk memoles pengetahuannya, tapi itu dia lakukan
hanya untuk memenuhi rasa haus akan pengetahuannya dan tidak berencana
memberitahu orang lain.

Dan setelah Maou menjelaskan hal tersebut, Urushihara pun menggelengkan


kepala, melambaikan tangannya, dan mengatakan,
"Tidak, maksudku bukan Maou, tapi......"

"""Raja Iblis Satan Kuno."""

Suara tiga orang terdengar bersamaan.

Salah satu dari mereka tentu adalah Urushihara.

Satunya adalah Acies.

Dan satunya lagi adalah orang yang paling tak terduga.

"Chiho-chan?"

Emi dan yang lainnya menoleh ke arah Chiho dengan kaget.

"Hm?"

"Chiho?"

Urushihara dan Acies, menunjukkan kebingungannya secara bersamaan, juga


menoleh ke arah Chiho.

"Eh? Sasaki Chiho, kenapa? Maou, apa kau bilang sesuatu padanya?"

"Tidak....."

Saat semua orang masih dalam keadaan terkejut, Maou menggelengkan


kepalanya menanggapi pertanyaan Urushihara.

Hanya Shiba, Amane, dan Maou yang menekan keterkejutannya dan


mengamati Chiho dengan seksama.

"Kenapa Sasaki Chiho tahu gelar Raja Iblis Satan Kuno....?"

"Aku juga ingin tahu kenapa Acies bisa mengetahuinya.... Sasaki-san, siapa
yang memberitahumu soal ini?"
Ashiya menatap ke arah Chiho dan Acies secara bergantian.

Chiho dengan cepat balik menatap Ashiya.

"Sa-Sasaki-san?"

Ashiya merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan ekspresi Chiho.

Chiho yang tidak ikut campur ke dalam diskusi ini karena dia bukan orang dari
Ente Isla, barusan, dia menyimak semua penjelasan tersebut dengan ekspresi
yang begitu serius.

Namun, ekspresi itu nampak tidak sesuai dengan situasi saat ini.

Itu adalah ekspresi yang serius, namun juga berisi jejak kekosongan, dan
bahkan memancarkan aura santai yang aneh.

"Aku tahu beberapa hal mengenai Raja Iblis Satan Kuno."

"Bibi Mi-chan, ini......"

"Yeah, aku takut begitu."

Melihat Chiho mengeluarkan sebuah suara yang dapat terdengar namun terasa
akan segera menghilang, Amane memancarkan corak ketegangan dari seluruh
tubuhnya, sebaliknya, Shiba tidak menunjukkan perubahan apapun.

"Chi-chan, apa yang kau ketahui?"

Suara tajam Maou membuat perhatian semua orang di ruangan itu tertuju
padanya.

Maou mengulurkan tangan kanannya, menghentikan Shiba dan Amane yang


merasa tegang karena keadaan Chiho saat ini.

"Semuanya, tolong tenang sedikit. Hal yang sama pernah terjadi dulu."
Maou perlahan mengucapkan hal tersebut pada Urushihara, Emerada, Nord
dan Acies, meminta mereka untuk tidak bertindak gegabah.

"Ada sesuatu yang ingin kau sampaikan pada kami, kan?"

"Yeah."

Tepat ketika Chiho menjawab pertanyaan Maou,

""".......!""""

Emi, Ashiya dan Suzuno yang telah menenangkan diri karena suara tajam
Maou barusan, melihat tangan kiri Maou berkedut.

“““.......”””

Ketiganya pun bertukar pandangan di tempat yang tidak bisa dilihat oleh Chiho.

“.....Ugh?”

“Ayah, ada apa?”

Dan kali ini, berdiri di belakang Emerada, Nord mengeluarkan sebuah erangan.
Acies yang menyadari hal tersebut, menunjukkan kepeduliannya.

“Ah, bukan apa-apa, aku hanya merasa sedikit pusing. Tidak parah kok....”

Usai memastikan keadaan Nord melalui sudut matanya, Maou sekali lagi
bertanya pada Chiho.

“Beritahu kami, apa yang kau ketahui?”

Chiho sama sekali tak memperhatikan situasi Emi, Ashiya dan Suzuno, dan
perlahan membuka mulutnya,
“Sephirah kesebelas. Apa yang dulunya dikenal sebagai Raja Iblis Agung,
adalah suatu.......”

Tepat ketika Chiho mulai menjelaskannya seperti sedang membaca sebuah


puisi,

“Sekarang!”

Maou tiba-tiba memberikan perintah.

Dan seketika, Emi, Ashiya dan Suzuno langsung bergerak.

Ashiya bergerak menuju pintu lemari, Suzuno bergerak menuju pintu kamar
mandi, sementara Emi bergerak menuju pintu masuk kamar, ketiganya dengan
cepat membuka pintu yang ada di depan mereka.

“”Kya?””

Dua pekikan terdengar bersamaan.

Tebakan Emi benar.

Setelah membuka pintu masuk kamar, Emi mendapati seorang suster yang
nampak sangat terkejut.

Pekikan tadi jelas-jelas berasal dari suster ini.

Dan barusan, pekikan perawat ini dan pekikan Chiho terdengar bersamaan.

“Jangan biarkan dia lari, Emi!”

“Kyah!”

“Eh.... fwah?”
Tanpa menunggu perintah dari Maou, Emi langsung menarik kerah suster
tersebut dan membawanya masuk ke dalam ruangan dengan aura seolah-olah
dia akan menerima hukuman cambuk.

Di belakang Acies dan Nord yang terlihat bingung dan tidak punya waktu
untuk memproses apa yang sedang terjadi, Chiho menguap seperti baru saja
bangun tidur.

“A-a-apa yang kalian lakukan?”

Si suster pun panik karena para pengunjung yang datang untuk menjenguk
pasien ini tiba-tiba bertindak kasar. Meski tidak terlihat begitu ketika dilihat
dari sudut pandang objektif.

Tapi Emi terus menarik kerah suster tersebut dan tidak membiarkannya pergi,
Suzuno dan Ashiya pun bergerak menuju pintu masuk dan jendela kamar untuk
menutup semua kemungkinan jalan keluar.

“Apa yang kalian lakukan!? Akan kupanggil orang-orang ke sini!”

“Ohh, coba saja panggil mereka!”

Maou menatap suster tersebut dengan pandangan yang berbahaya, dia pun
berjalan menuju ke arahnya.

Si suster yang terlihat hampir berusia 30 tahun ini memakai sebuah seragam
perawat berwarna biru bersih, dia mencoba melepaskan diri dari Emi.

“Tadi, aku melepaskan sedikit sihir iblis di ruangan ini.”

Tapi setelah mendengar Maou mengatakan hal tersebut, dia langsung berhenti
memberontak.
“Tanpa menghiraukan mereka yang punya sihir suci, paman itu barusan merasa
sangat tidak nyaman dan pusing, kau tahu? Jika itu adalah orang normal dari
bumi, begitu mereka masuk ke dalam ruangan ini, mereka pasti akan
menunjukkan tanda jantung berdebar, kesulitan bernapas, kelelahan, pusing,
dan tidak akan bisa lari sama sekali. Sepertinya tubuhmu cukup kuat ya.”

“......tunggu.”

“Kali ini berbeda dengan 'rekaman' yang dulu. Barusan Chi-chan benar-benar
berbicara denganku. Jadi kupikir kau mungkin ada di dekat sini, tapi tidakkah
kau terlalu berlebihan?”

“......”

Si suster yang masih dicengkeram oleh Emi itu tiba-tiba menjadi penurut
setelah mendengar penjelasan Maou, dia lantas mengamati semua orang yang
berkumpul di ruangan ini dengan pandangan waspada.

“....Eh? Eh? Yu-Yusa-san? Apa yang kau lakukan?”

Suara polos Chiho pun memecah ketegangan situasi.

Seolah menjawab suara Chiho, suster itu melepaskan seluruh energi yang ada
di dalam tubuhnya dan menundukkan kepala.

“.... Kali ini aku benar-benar salah perhitungan.”

Dia berbicara seperti orang yang berbeda. Maou mengepalkan tangannya


seolah marah dengan kalimat tersebut.

“Aku benar-benar ingin memukulmu.”

“Aku tidak ingat pernah mengajarimu menjadi orang yang akan memukul
seorang wanita.”
“Kau seharusnya tahu kan kalau aku menjadi Raja Iblis? Dan kesetaraan
gender berlaku di sini.”

“Kupikir tidak begitu.....”

“Maou-sama. Apa wanita ini yang mengendalikan Sasaki-san?”

“Eh? Apa ada yang salah denganku?”

Chiho nampak terkejut mendengar pertanyaan Ashiya, Maou pun mengangguk


pelan,

“Siapa orang ini? Raja Iblis, apa kau tahu identitas sebenarnya orang yang
mengendalikan Chiho-chan ini?”

Tanya Emi dengan tegas sembari terus menatap suster yang masih dia
cengkeram.

Tinggi suster tersebut kira-kira sama dengan tinggi Emi, dia memakai sebuah
masker kerja berwarna hijau, dia menjepit rambutnya ke belakang dengan
beberapa jepit rambut seperti pekerja rumah sakit lain.

Dari penampilannya, dia terlihat seperti orang Jepang tanpa ciri fisik khusus
apapun. Dan tentu saja, tak ada yang memperhatikan penampilannya.

Tapi....

“Emi.”

“Ada apa?”

“Meski dia adalah orang yang sembrono, kau tidak boleh memanggilnya
begitu.”

“Huh?”
Mengabaikan Emi yang sedang terkejut, Maou mengajak bicara suster tersebut,

“Hey, apa tak masalah jika aku mengatakannya? Aku sih tak masalah.”

“.... Ini gawat.”

Kali ini, suara suster itu berubah cukup drastis.

“!!”

Orang yang pertama kali bereaksi pada suara itu dan mengangkat kepalanya
adalah Nord, yang wajahnya menjadi pucat karena terpapar sihir iblis Maou.

“Jangan bilang.....”

Suster itu menoleh ke arah Nord dengan ekspresi sedih di wajahnya....

“Huh?”

Kemudian, seluruh tubuhnya tiba-tiba mulai bersinar.

“Emi, jangan lepaskan! Ashiya, Suzuno, jangan biarkan dia kabur!”

“Eh, ehh? A-apa yang terjadi?”

“Ba-baiklah.”

“Ye-yeah.”

Mengabaikan ketiganya yang masih bingung,

“Aku tidak akan kabur.” Sebuah suara tenang terdengar dari dalam cahaya
tersebut.

“Ugh?” Emi menahan napasnya.

“Wha....!” Nord mengerang kaget.


“Ah~~!” Emerada mengacungkan jarinya dan berteriak keras.

“Eh, mama?” Gumam Alas Ramus pelan.

Rambut perak yang halus nan lembut, serta mata berwarna merah. Itu adalah
karakteristik malaikat Surga seperti Gabriel.

Tapi dalam situasi kini, hal itu hanyalah detail yang tidak penting.

Semua orang yang ada di sana menatap wajah itu.

“.... Maafkan aku, aku memang bertindak bodoh.”

Malaikat cantik yang kerahnya masih dicengkeram oleh Emi itu menunjukkan
senyum malu-malu.

“Orang yang merepotkan muncul di saat yang merepotkan.”

Meski wajahnya terlihat dingin, Maou menatap malaikat itu dengan ekspresi
terkenang di wajahnya.

“Kau sebaiknya siap-siap tidak dapat makanan sampai kau menjelaskan


semuanya. Bagaimanapun juga, semua yang ada di sini sudah tersiksa cukup
lama oleh orang acuh tak acuh sepertimu”

“Yeah... aku mengerti, puh!”

Nada Maou terdengar agak kesal, namun jejak kebaikan masih tercampur di
dalamnya. Dan tepat ketika malaikat itu hendak memberikan tanggapan,
sebuah suara menyelanya, dan erangan yang datang setelahnya pun
menghancurkan kesan suci malaikat tersebut.

Emi menggunakan tangannya yang satunya untuk menampar malaikat itu.

“......”
“H-hey, Emi?”

“E-Emilia! Dia.....”

Maou dan Nord langsung mencoba berbicara kepada Emi karena tindakannya
yang tiba-tiba.

“.....”

““Eep!””

Tapi menghadapi ekspresi dingin Emi dan tatapan tajam yang belum pernah
dia tunjukan sebelumnya, Raja para Iblis yang menguasai Dunia Iblis dan ayah
sang Pahlawan pun hanya bisa memekik.

“Eh, e,erhm....”

Di sisi lain, orang yang baru saja kena pukul itu menatap Emi dengan kaget,
tidak mengerti apa yang barusan terjadi.

Dia melihat......

"Hey, Emi, puh!"

Saat malaikat itu hendak mengatakan sesuatu kepada Emi yang menariknya ke
atas, dia langsung disela dengan tamparan lain.

"Sebaiknya kau rapatkan rahangmu!"

"Uh, er, tu-tunggu se, puh!"

"Siapa juga yang mau menunggumu!?"

"Ku-kumohon, aku akan menjelaskan semuanya, puh!"


"Apapun yang kau katakan, jangan harap aku akan mempercayaimu dengan
mudahnya."

"E,erhm, kumohon, dengarkan aku, pu!"

"Aku akan mendengarkannya. Tapi setelah mendengar semuanya, yang akan


menunggumu hanyalah hal-hal yang lebih buruk lagi. Karena yang telah kau
lakukan padaku memang seburuk itu."

"A-aku benar-benar minta maaf padamu! Aku sungguh-sungguh, tak masalah


apa yang akan kau lakukan nanti, tapi tolong lepaskan aku dulu! Dan tolong
jangan pukul wajahku lagi, puh!"

Setiap kali malaikat itu mengatakan sesuatu, sebuah suara tamparan akan
terdengar di dalam ruangan, melihat tatapan kosong Emi, malaikat itu hanya
bisa memohon sembari menangis, dan setelah kejadian itu terjadi beberapa
kali....

"Emi! Emi! Kau terlalu berlebihan! Dia tidak akan bisa berbicara kalau seperti
ini! Dan wajahnya sudah terlihat seperti wajah kartun anak kecil yang sedang
sakit gigi!"

"Emilia~ tenanglah~~"

"Yusa-san! Jangan! Berhenti memukulinya!"

"Onee-san, kau tidak boleh melihatnya, ya?"

"Ada apa ini, apa yang kedua mamaku lakukan?"

"E-Emilia! Emilia! Sudah! Tolong, ini adalah permintaan ayahmu sekali dalam
seumur hidup!"
Maou, Emerada dan Chiho mencoba menghentikan Emi yang terus
mengayunkan tangannya dengan tatapan kosong, sementara itu, Acies
menutupi mata Alas Ramus agar ia tidak melihat tindakan kasar Emi, dan
terakhir, Nord memegang tangan Emi yang sedang mencengkeram kerah
suster tersebut dan berusaha meredakan situasi di antara keduanya.

"Afuuuuuuu....."

Dan ketika akhirnya Emi menghentikan tindakan kasarnya, wajah cantik


malaikat itu sudah menjadi seperti gabungan antara ikan napoleon dan giant
trevally, sebuah keadaan yang menyedihkan.

"..... Huff.... Huff......"

Emi masih mempertahankan postur tangan terangkat yang siap memukul


seseorang dengan sebuah tatapan kosong, dan setelah Maou menyerahkan Emi
yang berada dalam keadaan tersebut kepada Emerada dan Chiho, dia pun
berbicara kepada si malaikat,

"Hey, aku tidak akan memukulmu, tapi akan lebih baik kalau kau menjelaskan
semua yang kau ketahui pada kami. Jika tidak, dengan keadaan orang itu yang
seperti sekarang ini, situasi di mana kami tidak bisa melindungimu mungkin
akan terjadi, jika kau tidak berhati-hati, kau bahkan bisa terbunuh!"

"Baiklah...."

Si malaikat, dibantu berdiri oleh Nord, hanya bisa mengangguk pelan dan
menjawab dengan suara yang bercampur isak tangis. Suara itu entah kenapa
terdengar lebih lemah dan tak bisa diandalkan dibandingkan dengan apa yang
Maou ingat dulu.

Maou menghela napas, bahunya merosot dengan suram.


"Hanya sisi anehmu saja yang tidak berubah dari dulu."

Ingatan akan iblis muda yang tidak pernah menyangka akan menjadi seorang
Raja Iblis, mencuat dari bagian terdalam ingatan Maou.

"Lama tak bertemu, Lailah!"

Si iblis muda dan malaikat cantik yang dulu pernah bertemu di bulan merah,
kini dipertemukan kembali di planet biru.

~Selesai~
Catatan Pengarang

Memasuki sebuah lingkungan yang baru, pasti akan membuat seseorang


merasa gugup, benar?

Itu terbukti saat berganti kelas, pindah sekolah, dan masuk ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, ketika masuk ke dalam kelas atau mulai bekerja,
kau pasti akan merasakan situasi seperti itu.

Saat seseorang terjun ke masyarakat, mereka akan memasuki tempat kerja


ataupun departemen yang baru, dan bahkan mengganti alamat tempat tinggal
mereka.

Tak peduli siapapun orangnya, ketika ditempatkan di sebuah lingkungan yang


baru, orang itu pasti akan merasa gelisah, atau mengalami gugup bahkan
sampai tidak bisa tidur.

Hal itu terjadi sebelum debut Hataraku Maou-Sama. Ada sebuah jangka waktu
yang cukup lebar antara ketika aku menerima panggilan kalau seri ini
mencapai seleksi final dari Dengeki Novel Prize dan saat aku pergi ke bagian
editing. Di jangka waktu tersebut, setiap hari aku selalu mengkhawatirkan apa
yang akan terjadi selanjutnya, hal itu menyebabkanku sering membuat
kesalahan saat bekerja dan bahkan kondisi kesehatanku memburuk.

Aku tidak akan pernah lupa apa yang terjadi ketika pertama kali aku memasuki
bagian editing. 20 menit sebelum waktu yang ditentukan, aku sudah sampai di
gedung di mana bagian editing berada. Ketika aku di sana, aku pergi ke toilet
yang ada di Taman Pusat Shinjuku sebanyak 4 kali karena aku merasa sangat
gugup, dan setiap kali itu pula aku melakukan 'urusan' dengan kekuatan penuh.

Setelah itu, sebelum penerbitan volume pertama Hataraku Maou-Sama, aku


lagi-lagi melewati masa gugup. Sekali lagi aku menjadi gugup ketika menulis
kelanjutannya. Aku selalu melewati masa-masa gugup sebelum menerbitkan
kelanjutan seri ini, hal itu terus terulang dengan sendirinya, dan tanpa kusadari,
Hataraku Maou-Sama sudah terbit sebanyak 11 volume.

Setiap kali aku menulis sebuah cerita yang baru, aku selalu khawatir apakah
aku bisa menulis sebuah kisah yang bagus atau tidak akibat aku belum bisa
melupakan kegugupan pertamaku dulu, tapi karena aku bisa bertemu dengan
kalian lagi, itu artinya aku masih tidak bisa melupakan pondasiku.

Ketika buku ini sampai di tangan kalian, seharusnya saat itu sudah bulan Mei
2014. Musim semi adalah musim yang dikenal sebagai musim pertemuan, tapi
musim semi juga memiliki istilah yang dikenal dengan May Sickness, jadi aku
percaya kalau periode ini adalah pembatas yang akan menunjukkan apakah
seseorang bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru atau tidak.

(T/N : May Sickness, keadaan mental yang membuat seseorang tidak bisa
beradaptasi dengan lingkungan yang baru)

Cerita ini adalah cerita tentang sekelompok orang yang merasa gelisah dengan
sebuah lingkungan baru, berpikir bagaimana cara untuk beradaptasi, namun
pada akhirnya memilih untuk tidak beradaptasi. Mereka adalah orang-orang
yang selalu memikirkan prioritas makan tiga kali sehari untuk hari ini maupun
besok.

Beberapa batasan yang ada di Hataraku Maou-Sama, kini telah terlepas dengan
buku ini sebagai pembatasnya.

Kuharap kalian bisa menikmati Hataraku Maou-Sama Volume 11 yang telah


memasuki panggung baru ini, dan kuharap kita bisa bertemu dengan kalian lagi
di volume selanjutnya.

Sampai jumpa!

Anda mungkin juga menyukai