Di malam ketika Maou, Suzuno dan Acies memulai perjalanan mereka ke Ente
Isla lewat 'Gate of Hell' di taman Ueno.
Shiba Miki... pemilik apartemen Villa Rosa Sasazuka yang begitu menakutkan
bagi Maou dan Ashiya.
Menghadapinya langsung seperti ini, tak bisa disangkal kalau dia adalah orang
yang memiliki hawa kehadiran yang kuat.
Tapi ketika dibandingkan dengan iblis atau malaikat, rasanya dia tidak
memiliki kekuatan yang mampu melebihi manusia. Dari sudut pandang Chiho,
Shiba hanya terlihat seperti wanita paruh baya biasa yang memakai pakaian
sedikit berlebihan.
Jika ada masalah dengan situasi saat ini, itu mungkin hanya dia yang tetap
berada di apartemen ini sendirian bersama Shiba yang baru pertama kali dia
temui.
Sampai beberapa saat yang lalu, Chiho masih menanyai mantan bosnya, yang
juga merupakan keponakan Shiba, Ooguro Amane, tentang kebenaran dunia.
Amane mulai panik setelah Shiba muncul, Urushihara juga pingsan dan
terbaring tak sadarkan diri di Kastil Raja Iblis.
"Y-ya?"
Shiba tidak menatap Chiho yang sedang kebingungan dan langsung bertanya.
"...dari dulu dia memang selalu bertindak sembarangan, apa dia berbuat kasar
kepadamu?"
"Ah...."
'Pemilik apartemen ini, Shiba Miki adalah eksistensi yang juga terlahir dari
Sephirah.'
"Erhm, aku...."
Jika demikian, itu artinya wanita yang ada di hadapannya ini pasti lebih dekat
dengan kebenaran dunia yang ingin Chiho ketahui dibandingkan Amane.
Tepat ketika Chiho hendak berbicara dan bertanya kepada Shiba mengenai
kelanjutan apa yang dia dengar dari Amane...
"Sasaki Chiho-san."
Chiho menelan kembali apa yang ingin dia tanyakan. Dia merasa jiwanya
seketika tunduk.
Rasanya seperti saat dia dimarahi usai melakukan sesuatu yang tidak
seharusnya dia lakukan saat masih kecil dulu. Mentalnya memerintahkan dia
demikian. Jiwanya tidak mengizinkan dia menentang eksistensi yang ada di
hadapannya.
"Izinkan aku memastikan sesuatu dulu. Meski kau tahu kebenarannya, kau
tidak akan bisa mengubah apapun. Bahkan setelah memahami hal itu, apa kau
masih ingin mengetahui semuanya?"
"Aku... aku...."
"Kau terlahir di dunia ini, kau tidak memiliki kekuatan khusus apapun, tapi kau
adalah manusia yang istimewa. Sepertinya kau sendiri pun bahkan tidak tahu
menandakan apa sihir suci yang tersimpan dalam tubuhmu. Setelah
mengetahui kebenarannya, hatimu mungkin tidak akan tahan dengan
ketidakberdayaanmu dan hancur. Meski begitu, apa kau masih ingin tahu?"
Tapi jika dia menyerah untuk memahami semuanya, dia takkan mengerti
makna dari apa yang Shiba katakan barusan.
"Aku...."
"Hm."
Dia tidak punya kekuatan untuk bertarung bersama mereka, dia tidak punya
kecerdasan untuk bertarung bersama mereka, dia bahkan tidak punya jiwa
untuk bertarung bersama mereka, hal-hal yang bisa Chiho lakukan sangatlah
terbatas.
Tapi menyempurnakan hal-hal yang sangat terbatas ini, adalah jalan yang
harus Chiho hadapi.
Jika dia memilih untuk lari karena tidak bisa melakukan apa-apa dan hanya
menonton semuanya dari pinggir, dia tidak akan bisa terus berada di samping
mereka.
"Aku tidak ingin menyerah memahami semua kebenaran. Karena jika aku
menyerah, rasanya semuanya akan berakhir."
"....."
Dalam sekejap, Chiho merasa kekuatan yang menahan hatinya menjadi sedikit
berkurang.
".... Mengagumkan..."
Shiba menggenggam rantai emas yang ada di tas tangannya dengan erat.
"Maafkan aku, mengatakan sesuatu yang sombong seperti itu... aku tidak
punya kekuatan, aku juga tidak mengatakan kata-kata tadi karena tujuan mulia
apapun. Itu hanya...."
Chiho menatap ke arah Villa Rosa Sasazuka, dan mengatakan,
"Aku hanya ingin terus berinteraksi dengan orang-orang yang kusukai. Aku
ada di sini karena hal itu."
"No, memiliki perasaan seperti itu dan punya niat bertarung demi mereka,
orang seperti itu sangatlah langka. Aku mulai mengerti kenapa 'wanita itu'
menyukaimu."
".... Eh?"
Tanpa sadar, kekuatan yang menahan hati Chiho kini telah menghilang, Shiba
mengulurkan tangannya ke arah Chiho.
"Kau bisa datang ke rumahku hari ini. Aku tidak bisa memintamu untuk pulang
sekarang. Aku juga tidak ingin masuk dan mengganggu suatu tempat yang
ditinggal penyewanya."
"Ba-baik..."
Saat ini, dia tidak bisa memasuki kamar 201 milik Maou dan yang lainnya,
sementara Amane yang berada di kamar 202 untuk membantu Suzuno
merawatnya, juga sudah pergi bersama ambulans barusan.
Chiho menerima usulan Shiba, dan setelahnya, dia mengikuti Shiba menuju
rumah bergaya barat yang berada di samping Villa Rosa Sasazuka.
Usai melewati halaman depan yang didekorasi mirip seperti yang ada di film-
film, Chiho pun sampai di sebuah ruang tamu yang didesain dengan elegan.
"Meski telat, aku juga punya sesuatu yang ingin kutanyakan padamu. Bisakah
kau menemaniku sebentar?"
Shiba mengundang Chiho untuk duduk di kursi yang di atasnya tersulam sutra.
Kemudian dia menyajikan secangkir teh hangat kepada Chiho yang terlihat
tidak bisa tenang.
Meski dia sangat gugup, setelah meminum seteguk teh hitam hangat tersebut,
Chiho akhirnya bisa menenangkan bahunya.
"Nah, kau mungkin sudah mendengar hal ini dari Amane. Dunia ini... Bumi,
dulu memiliki eksistensi yang dikenal sebagai Pohon Kehidupan, permata
yang terlahir dari Pohon itu, yaitu Sephirah, adalah yang membentuk dunia dan
menciptakan dasar-dasar manusia."
"Y-ya...."
Kali ini, Chiho ingat kalau dia meninggalkan buku catatan dan pulpennya di
kamar Suzuno.
Shiba mengeluarkan sebuah buku catatan, pena bulu, dan sebuah wadah tinta
entah dari mana, lantas memberikannya kepada Chiho.
"Te-terima kasih."
Saat Chiho sedang bersusah payah menggunakan pena dan tinta yang belum
pernah dia gunakan, dan sebelum dia bisa mencatat, Shiba melemparkan
sebuah bom.
"Pada dasarnya, semua Sephirah harus tetap berada di dunia di mana mereka
dilahirkan."
Memahami makna dari kalimat tersebut, Chiho tanpa sadar menutupi tangan
kanannya, tapi tindakan kecil itu tidak lepas dari perhatian Shiba.
Shiba menatap cincin di tangan kanan Chiho yang di atasnya tertanam Yesod
Sephirah dan melanjutkan perkataannya,
"Sephirah adalah permata yang membangun dunia. Begitu permata itu hilang,
manusia di dunia itu perlahan pasti akan punah. Meski itu bukan sesuatu yang
terjadi dalam beberapa hari, Sephirah harus tetap dikembalikan ke dunia asal
mereka sesegera mungkin."
Dari apa yang Chiho ketahui, ada tiga Sephirah yang saat ini memiliki wujud
manusia.
Satunya adalah seorang anak laki-laki yang dibawa oleh iblis, Iron.
Satu lagi adalah gadis yang bersama dengan Maou, Acies Ara.
Terakhir, adalah anak Maou dan Emi, dan bagi Chiho, dia adalah gadis yang
takkan tergantikan.
Alas Ramus.
Chapter 1 : Raja Iblis Dan Pahlawan, Tidak Memiliki Pemikiran
Yang Sama
Lalu ke mana semua uang itu pergi? Pertama itu adalah untuk HP baru
seseorang. Meski yang dipilih adalah model HP yang murah, karena itu bukan
mengontrak sambungan yang baru, dan malah berganti model HP yang
berbeda, semuanya menghabiskan biaya yang lumayan meski yang dipilih
adalah model lawas.
Berikutnya adalah baju. Sebagian besar itu adalah pembelian beberapa setel
baju untuk seorang pria paruh baya yang belum pernah dia beli sebelumnya.
Usai membeli pakaian dalam dan sepatu, meski dia hanya memilih pilihan
yang masuk akal, hal itu tetap menghabiskan biaya yang besar.
Usai menangani semua itu sekaligus, tabungannya pun mencapai titik terendah.
“Apa maksud ayah ingin aku terus berhutang budi pada pria itu? Dan terus
menahan penagihan hutang yang seperti iblis ini?”
“Kau tidak punya cukup uang dalam rekeningmu sekarang, dan tanpa
pekerjaan, pemasukan bulan depan sampai seterusnya masih belum bisa
dijamin. Masih ada cara lain seperti menggunakan tabunganku ataupun
membayar dengan angsuran, kan?”
“Pada dasarnya, jika aku tidak segera melunasi hutangku, siapa yang tahu
berapa besar bunga pinjamannya akan menumpuk.”
“Tapi....”
“Ditambah lagi, fokusku saat ini adalah membalas kebaikan yang kuterima dari
semuanya sendirian. Jika aku tidak bisa menyelesaikan masalah ini dengan
kekuatanku sendiri, aku takkan bisa membulatkan tekad dan melangkah maju.”
Tempat itu adalah ruang tamu luas dari sebuah apartemen kelas atas. Ada
sebuah meja dengan taplak yang imut di tengah-tengah ruangan, dan si anak
yang terlihat tegas, menatap ayahnya yang nampak kebingungan dari seberang
meja.
Sang ayah yang nampak kebingungan perlahan bangkit, dia pun membuka tirai
bergaya barat yang ada di dalam ruangan.
Sang ayah memanggil anaknya yang terlihat tegang dengan sebutan Emilia.
Sang ayah, dengan penampilannya yang memang sudah mengintimidasi,
menatap ke arah jalanan di luar jendela seolah sudah menyerah.
“Apa kau mau mempertimbangkan pindah ke apartemen yang disebut Villa
Rosa Sasazuka itu? Tanpa menghiraukan 'mereka', termasuk Bell-san dan
Sasaki-san, bukankah banyak temanmu yang tinggal di Sasazuka?”
“....”
Sang anak yang bernama Emilia, menghela napas dengan volume yang takkan
bisa didengar oleh ayahnya, dia mengalihkan pandangannya dari buku
tabungan yang selama ini dia lihat, menggelengkan kepalanya, dan
mengatakan,
“Bagaimanapun, aku juga sayang dengan tempat dan daerah sini, asalkan aku
hidup dengan lebih hemat, gajiku bulan sebelumnya pasti akan masuk ke dalam
rekeningku, dan paling cepat aku bisa bertindak adalah setelah itu.”
“Berkat semuanya, aku saat ini tidak memiliki musuh yang harus kuhadapi.
Selama aku bisa mendapatkan pekerjaan, pasti akan ada cara untuk
menanganinya.”
Namun, insting si ayah mengatakan kalau apa yang dia sebutkan tadi, belumlah
seluruh alasannya.
Apa anaknya memiliki alasan lain yang membuatnya tidak ingin meninggalkan
tempat ini?
Bagaimanapun, anak ini sudah melewati banyak cobaan dan kesengsaraan, dia
sekarang adalah orang dewasa yang bebas. Si ayah sama sekali tidak punya
keberanian ataupun hak untuk mengungkap alasan tersebut.
“Soal itu, Acies komplain kalau bintang yang bisa dia lihat saat malam jadi
berkurang.”
“Tidak... tidak ada sedikitpun kemajuan. Saat ini, sama sekali tak ada
petunjuk.....”
Si anak, Emilia Justina menoleh ke arah ayahnya Nord Justina dan mengatakan,
“Sepertinya.... begitu.”
Melihat sisi tak percaya diri dari ayahnya, Emilia mengerutkan bibir,
Emilia, Yusa Emi yang bukan lagi seorang Pahlawan, menatap jalanan Eifuku
dan mengatakan,
“Sampai saat ini, kita masih tidak yakin apa yang Lailah rencanakan, dan untuk
tujuan apa dia bertindak, ini benar-benar menjengkelkan.”
XxxxX
Emi yang kembali ke Ente Isla untuk mencari petunjuk soal orang tuanya,
terlibat dalam masalah yang tak terduga, sehingga dia tidak bisa kembali ke
Jepang pada waktu yang sudah dia janjikan.
Raja Iblis Satan Maou Sadao, akhirnya pun tahu kalau Emi dan seseorang yang
tidak bisa meninggalkan sisinya, yaitu fragmen Yesod Alas Ramus, terseret ke
dalam suatu masalah.
Namun, saat Maou tidak melakukan apa-apa terhadap masalah ini, orang
kepercayaannya yaitu Jenderal Iblis Alsiel alias Ashiya Shirou, juga terlibat
dalam skema Surga bersama ayah Emi, Nord Justina dan dibawa ke Ente Isla.
Untuk menyelamatkan Ashiya, Alas Ramus, dan Emi, halangan terbesar dalam
ambisinya menaklukan dunia, Maou dan tetangganya yakni sang penyelidik
Gereja sekaligus Jenderal Iblis dari Pasukan Raja Iblis yang baru (nama
sementara), Kamazuki Suzuno pergi ke Ente Isla bersama seorang gadis yang
juga lahir dari fragmen Yesod.
Tujuan Olba dan Surga adalah memanfaatkan Alsiel dan Malebrache untuk
menciptakan situasi di mana kemunculan kembali Pahlawan Emilia akan
mengusir Pasukan Raja Iblis dari Benua Timur.
Namun, Ashiya berhasil mengetahui rencana Surga, dan dari salah satu orang
dalam Surga, Gabriel, dia merasakan adanya tujuan lain dari pertunjukan
drama ini.
Alhasil, bahkan jika berbagai pasukan di Ente Isla ingin mendapatkan Emi,
Maou dan Suzuno secara sistematis berhasil membangun pondasi untuk
menyegel tindakan mereka.
Emi pun menjadi sadar akan kelemahan dalam hatinya yang berhasil
digenggam oleh Olba, dan kepercayaan mendalam yang dia miliki terhadap
Maou yang seharusnya adalah musuh. Apalagi, dia berhasil bertemu dengan
ayahnya yang dia pikir tidak akan dia lihat lagi. Terlepas dari tekad awalnya,
Emi pun kehilangan identitasnya sebagai Pahlawan.
Dia yang awalnya mengikuti takdir dan harus memerangi Raja Iblis Satan yang
mengancam keselamatan seluruh Ente Isla... Pahlawan Emilia Justina kini
sudah tidak lagi ada.
Meski dia sudah bertemu kembali dengan ayahnya dan kebenciannya terhadap
Maou tidak sekuat sebelumnya, itu tidak berarti semuanya sudah berakhir.
Sampai saat ini, mereka tidak punya petunjuk apapun soal pergerakan pelaku
yang menciptakan situasi yang dihadapi Emi, Maou, dan sebagian besar
penduduk Ente Isla... yaitu ibu Emi, Lailah. Dan, di saat yang sama, mereka
juga tidak tahu apa tujuannya.
Selain itu, identitas asli astronot misterius yang ada di belakang para malaikat,
Gabriel, Kamael, dan Raguel, juga masih belum diketahui.
XxxxX
Nord menatap wajah putrinya dengan perasaan campur aduk, lantas menoleh
ke asal suara itu,
"Selamat datang kembali, Alas Ramus. Ya ampun. Kenapa kau bisa punya
balon itu?"
Alas Ramus kini sedang memeluk sebuah balon kuning. Dia tidak memegang
pegangan plastiknya, melainkan memeluk balonnya dengan erat seperti
semangka.
"Itu tadi dibagikan di depan stasiun. Sepertinya itu adalah stan yang
mempromosikan internet mobile."
"Kakek! Balon!"
"Ye-yeahh..."
Meski posisi Alas Ramus di sini adalah 'anak' Emi, mereka sebenarnya tidak
punya hubungan darah, dan bahkan jika 'adik' Alas Ramus, Acies Ara
memanggil Nord dengan sebutan 'ayah', karena Nord sendiri adalah ayah dari
'mama' Emi, maka dari sudut pandang Alas Ramus, Nord adalah kakeknya.
Emi yang sudah terima dipanggil dengan panggilan mama, menatap ayahnya
yang nampak sangat depresi karena dipanggil 'kakek' dengan ekspresi yang
lebih rumit dibandingkan Nord sendiri.
"Yaa!!"
"Yeah, dia sangat pintar."
Nord memang sudah dipastikan akan pindah ke kamar 101 Villa Rosa
Sasazuka, tapi sebelum itu, jika dia ada perlu keluar, dia akan selalu ditemani
oleh Suzuno yang memiliki waktu luang lebih.
Agar Emi dan Nord bisa membicarakan topik yang lebih serius yaitu mengenai
uang, Suzuno pun membawa Alas Ramus keluar selama mereka berbicara.
Selain melapor bahwa dia sudah jadi anak yang patuh, Alas Ramus juga
membeberkan sebuah rahasia kecil ketika dia sedang jalan-jalan.
Alas Ramus dengan bangga menatap ke arah Suzuno, Suzuno pun tersenyum
malu, menatap gadis kecil itu, dan mengatakan,
"Karena dia terus berdiri di depan toko donat yang ada di stasiun dan tidak
bergerak sama sekali, jadi aku tak sengaja terlalu memanjakannya. Maaf."
"Tidak, tak masalah. Aku akan membayarnya nanti. Alas Ramus, apa kau
sudah berterimakasih kepada Suzuno nee-chan?"
Meskipun dia paham kalau ini adalah masalah antara dirinya dan Suzuno, Alas
Ramus tidak tahu bagaimana caranya menjaga rahasia, kepolosan ini tentu
membuat semua orang tersenyum.
"Aku hanya khawatir kalau ini akan mempengaruhi pola makan Alas Ramus."
"Tenang. Satu donat tidak akan mempengaruhi nafsu makan anak ini."
"Baguslah."
Dengan nada yang dipaksakan, Emi menyela Nord yang sedang menjawab
pertanyaan Suzuno dengan nada memohon.
"Tapi, Emilia..."
Melihat ekspresi Nord setelah dia disela, dengan emosi yang berbeda
dibanding sebelumnya, Suzuno menunjukkan sebuah senyum kecut.
"Karena Emilia sudah memutuskannya, aku juga tak bisa bilang apa-apa."
"Bagaimana bisa...."
Berbeda dengan Nord yang sedang panik, sebuah senyum percaya diri nampak
di wajah Emilia.
"Ye-yeah."
"Ye-yeah...."
Dengan desakan dari Suzuno, Nord tidak punya pilihan lain selain pergi, tapi
dalam perjalanan menuju stasiun Eifuku, dia masih saja menengok ke arah
apartemen beberapa kali.
"Eh? Uh, erhm, dengan situasi sekarang ini, aku seharusnya tidak perlu
khawatir...."
"Aku sangat khawatir."
Ucap Suzuno, membuat Nord yang awalnya sedih sekarang menjadi terkejut.
"Karena itu Emilia, dia pasti bilang ingin membalas hutang budinya kepada
semua orang akibat kekacauan sebelumnya sendirian, kan?"
"Yeah, itu benar. Sebenarnya aku ingin membalas hutang budi itu
bersamanya...."
Suzuno dan Nord melewati gerbang tiket di stasiun Eifuku dan menunggu
kereta mereka.
"Sejak dulu, Emilia sudah membawa terlalu banyak beban sekaligus. Sekarang,
semua beban itu seketika hilang, dan dia mungkin merasa sangat tidak nyaman.
Kalau dia ingin memperoleh kembali ketenangannya, dia butuh antara tujuan
yang sangat kuat, atau waktu untuk terbiasa dengan situasi ini."
"......"
"Meski orang yang membuatnya menanggung semua beban itu tidak lain
adalah aku...."
"Aku bisa menjamin Emilia tidak akan berpikir seperti itu. Faktanya, semua
kecemasannya saat ini mungkin ditujukan pada Lailah. Nord-dono, sebaliknya
adalah simbol baginya untuk terus mengejar mimpi ketika dia membawa beban
berat itu, dan karena kau sudah berkumpul kembali dengannya, dia
kemungkinan besar tidak ingin kau memikul beban apapun."
"Aku benar-benar ayah yang tak berguna. Meskipun aku tidak melakukan
apapun yang seharusnya dilakukan seorang ayah...."
Besok, dia akan pindah dari kediaman sementaranya di Mikata ke kamar 101
Villa Rosa Sasazuka.
Pada akhirnya, pilihan terbaik adalah membiarkan Nord tinggal di Villa Rosa
Sasazuka, tempat di mana terdapat banyak orang yang mengerti situasi dan
bisa melindungi.
Selain itu, meskipun Emi memiliki ruang ekstra, sebagai anggota masyarakat,
tinggal bersama ayahnya di apartemen yang pada dasarnya bukan untuk
keluarga tentu akan sangat menyusahkan, itu juga merupakan salah satu
alasannya.
Tapi karena hal itu, Nord jadi tidak bisa memberikan bantuan apapun kepada
putrinya yang sudah tidak dia temui selama 6 tahun untuk mempermudah
kehidupannya.
Dan hari ini, dia sebenarnya paling tidak ingin membantu Emi meringankan
hutang-hutangnya, tapi bahkan untuk itupun, dia juga ditolak.
Suzuno memandang ke arah Nord yang dipenuhi perasaan tak berdaya dengan
ekspresi rumit di wajahnya.
Dari sudut pandang Nord, tidak hanya tidak bisa melalukan sesuatu untuk
putrinya yang sedang berada dalam masalah, dia bahkan juga ditolak ketika
ingin memberikan dukungan. Jadi tidaklah aneh bagi Nord merasa depresi
karena kecemasan dan kemunduran ini.
Tapi Suzuno sama sekali tidak berpikir kalau situasi Emi seserius kelihatannya.
Bagaimanapun, orang yang memberi hutang terbesar kepada Emi tidak lain
adalah Maou Sadao.
Karena dia berhasil memperoleh sihir iblis seperti saat berada dalam kekuatan
penuhnya dulu, Maou pun langsung kembali bekerja di MgRonald depan
stasiun Hatagaya setelah dia pulang dan menjalani kehidupannya seperti
sebelumnya.
Ucap Suzuno dengan volume yang tidak bisa didengar oleh Nord.
"Bukankah kau seharusnya bisa menangani masalah ini dengan lebih cakap
lagi, Raja Iblis."
Dia mengingat apa yang terjadi di hari setelah Emi dan Nord berkumpul
kembali.
Setelah kembali dari Ente Isla, Emi dan Nord pun beristirahat di kamar 101
yang dibuka atas kebaikan pemilik kontrakan Villa Rosa Sasazuka, Shiba Miki.
Di hari itu, Suzuno juga berada di kamar 101 untuk memeriksa keadaan tubuh
Nord.
Maou Sadao yang tiba-tiba turun dari atas tangga, berbicara dengan seringai
jahat yang sesuai dengan gelarnya sebagai Raja Iblis.
"Oh.... Maou-san...."
Nord menyapa Maou ketika dia melihat wajah Maou, sementara Emi yang
tidak tahu bagaimana harus bersikap, membiarkannya masuk terlebih dulu.
"Emilia, kau seharusnya tahu ada urusan apa sampai aku mencarimu, kan?
Hm?"
Emi tidak mengerti kenapa Maou bertingkah berbeda dari biasanya, tapi dia
nampak seperti sengaja melakukannya...
".... Ada apa."
Emi yang tahu kalau dia berhutang besar pada Maou, tidak bisa
memperlakukan Maou dengan dingin dan hanya bisa menanggapinya secara
langsung.
Usai mengatakan hal tersebut, Maou mengeluarkan sebuah sobekan kertas dari
buku catatan dan meletakkannya di depan Emi.
Emi menerima catatan itu dengan ekspresi kaku dan membacanya dengan
cepat, Suzuno kemudian mendapati ekspresi Emi tiba-tiba menjadi pucat.
"Apa ini?"
Suara Emi terdengar sedikit gemetar, Suzuno melihatnya dari samping dan
mendapati bahwa di atas kertas yang berisi tulisan besar 'Surat Hutang' yang
tertulis dengan pulpen, diikuti biaya ujian mengemudi Maou sebagai baris
pertamanya, terdapat rincian biaya yang Maou habiskan demi menyelamatkan
Emi semenjak Emi menghilang di Ente Isla.
Mengabaikan kebencian mereka sebelumnya, Emi sudah sadar kalau dia harus
membayar hutang budinya kali ini, tapi alasan untuk suaranya yang gemetar
adalah jumlah uang yang tertulis di sana.
"Mengingat kau masih punya pengeluaran lain dan masih harus mencari
pekerjaan baru, aku tidak akan memintamu mengembalikan uang itu
secepatnya. Tapi sebagai professional dalam kehidupan Jepang, kau
seharusnya tahu hal ini kan? Dunia ini punya sesuatu yang disebut 'bunga
pinjaman'."
"Itu...."
Melihat Emi menunjukkan wajah tegang, Suzuno pun mengernyit, tapi Maou
sama sekali tidak terganggu dengan hal itu.
"Hm? Apa kau punya keluhan? Perhitunganku ini sudah termasuk cukup baik
kau tahu? Karena aku adalah Raja Iblis yang adil, aku tidak mengikutkan
bagian yang memang seharusnya kupertanggungjawabkan. Dan hasilnya
adalah jumlah ini."
Bagi Emi yang saat ini tidak punya pekerjaan, itu bukanlah jumlah yang bisa
dia bayar dengan mudah.
Adapun item-item dalam rincian biaya tersebut, yang pertama adalah gaji yang
akan Maou terima berdasarkan shift-nya jika kekacauan ini tidak terjadi.
Kemudian ada biaya kompensasi karena dia tidak bisa mendapatkan SIM, dan
biaya untuk ujian selanjutnya.
Ada pula biaya ganti HP yang sudah rusak parah, yang mana akan membuat
orang lain terkejut setiap kali melihat HP itu masih bisa menyala.
Lalu, jumlah terbesar dalam daftar itu adalah biaya untuk membeli moped.
"Raja Iblis, apa maksud dari kata-kata 'Jika jumlah ini terlalu besar untukmu,
aku bisa menurunkannya menjadi 350.000 yen' ini?"
"Ah, itu benar, Suzuno. Aku juga ingin membicarakan hal ini denganmu.
Moped industri yang kau beli sebelumnya itu, bisakah kau menjualnya
kepadaku?"
"Apa katamu?"
"Bukankah kau bilang harga keduanya adalah 500.000 yen? Aku benar-benar
menyukai moped itu, jadi aku ingin membelinya darimu setengah harga, yaitu
250.000 yen."
Honda GYRO ROOF yang Suzuno beli memang memiliki banyak fitur yang
tidak dimiliki moped normal, seperti contohnya tiga roda, tenaga kuda yang
didesain untuk keperluan industri, dan sebuah atap. Jika dia membeli yang baru,
harganya pasti akan beberapa kali lipat lebih besar dari moped normal.
Walau Suzuno membeli yang bekas, keduanya masih berharga 500.000 yen.
Salah satu dari mereka kemudian dinamakan 'Dullahan 3 bermotor' oleh Maou,
dan berkelana bersamanya di Ente Isla, tapi karena Maou terlalu ceroboh,
kedua GYRO itu pun ditinggalkan di Ente Isla.
"Dari 500.000 yen itu, 250.000 yen-nya adalah untuk membeli moped. Tapi
karena kau tidak bersedia menjualnya padaku, maka aku hanya bisa memilih
moped yang kuinginkan dari model lain. Harga GYRO itu termasuk tinggi di
antara berbagai jenis moped. Jika persyaratannya tidak terlalu tinggi, 100.000
yen mungkin bisa membeli moped 50cc yang cukup bagus, jadi dalam situasi
di mana Suzuno tidak bersedia menjual GYRO-nya kepadaku, total biayanya
akan menjadi 350.000 yen."
".... Aku tidak mau. Akulah pemilik kedua GYRO itu. Kau sudah
menggunakan mereka dengan ugal-ugalan tanpa seizinku, dan ketika kau
sudah memperbaikinya, aku bermaksud menjual mereka kepada penjual dan
membeli yang baru. Kalau kau menggunakan sihir iblismu, seharusnya kau
bisa membuat mereka kembali ke kondisi asalnya, kan?"
"Mau bagaimana lagi. Dengan begini, jumlah yang kuminta pada Emi akan
menjadi 350.000 yen."
"Tunggu, Raja Iblis. Sebenarnya permintaan itu sendiri sangat tidak masuk
akal....."
"Diam, Suzuno. Karena kau tidak bersedia menjual GYRO itu kepadaku, maka
kau tidak punya hak untuk ikut campur dalam masalah ini. Uang yang
kugunakan untuk hal-hal yang tidak berkaitan dengan Emi dan makanan Acies,
tidak termasuk di sini. Jika kau tidak puas, aku masih punya kwitansi
pembelian perlengkapan kemah itu. Aku juga bisa menjelaskan semuanya dari
awal, kau tahu?"
"....."
Emi diam-diam menguatkan pegangannya pada surat hutang tersebut, melihat
hal itu, Suzuno pun dengan cepat menunjukkan kontradiksi dalam kata-kata
Maou.
"Tunggu dulu, Raja Iblis. Entah kau ingin membeli GYRO-ku ataupun
membeli moped yang baru, tak ada alasan bagi Emi untuk membayarnya kan?
Dalam situasi kali ini, ini berbeda dengan saat aku membelikanmu sepeda. Tak
masalah jika sebelumnya kau sudah punya moped dan itu rusak dalam
perjalanan, tapi membeli moped baru itu hanya keinginan pribadimu, kan?"
"Sebenarnya, aku bisa meminta 'hadiah' dalam bentuk lain, kau tahu?"
"Hadiah?"
"Benar. Bagiku, selama Ashiya dan Alas Ramus selamat, tak masalah jika aku
meninggalkan Emi. Meskipun pada akhirnya aku harus menanggung tanggung
jawab besar untuk ladang ayahnya, mengabaikan poin itu, aku sebenarnya
tidak perlu membantu 'Pahlawan Emilia' melepas ikatannya dengan Benua
Timur dan Ente Isla."
"Karena Alas Ramus dan Emi adalah satu, maka menyelamatkan Alas Ramus
juga berarti menyelamatkan Emi, alasan semacam itu takkan mempan
terhadapku. Lagipula bagiku, Alas Ramus adalah putriku, tapi Emi tetaplah
musuhku."
"......"
Alasan Maou yang tidak bisa dianggap aneh, membuat Emi dan Suzuno
terdiam.
"Hadiah untuk menolong seorang musuh hanya bernilai sebuah moped seharga
beberapa puluh Yen, kau seharusnya berterima kasih atas kebaikanku, tak ada
alasan untuk komplain padaku, kan?"
Setelah mereka kembali ke Jepang, dia juga menunjukkan sisi baiknya dan
tidak mengganggu Emi sebelum Nord terbangun.
Tentu saja, seperti yang Maou katakan, Emi dan dia takkan berdamai hanya
karena insiden ini.
Hanya saja, dia seharusnya tak perlu menyebutkan masalah itu ketika ada Nord,
melakukan hal demikian bisa dibilang kurang perhitungan.
"Tapi....."
Meski Suzuno sulit menerimanya, Emi yang dari tadi hanya terdiam,
mengangguk dan menjawab demikian usai menghela sebuah napas dalam.
"E-Emilia?"
"Jika.... jika ini cukup untuk melunasi semuanya, maka ini termasuk murah."
Ucap Emi dengan suara tenang, sementara Suzuno sama sekali tidak mengerti
apa yang Emi rencanakan dengan mengucapkan kata-kata itu.
Namun, karena alasan yang tak diketahui, Maou juga membelalakkan matanya
sama seperti Suzuno. Padahal jawaban itu adalah apa yang dia inginkan.
"O-oh? Ka-kau sungguh berani, ya? Emi, kubilang ya, itu adalah 350.000 yen,
kau tahu itu, kan? 350.000 yen itu artinya aku meminta 350.000 yen darimu,
kau tahu? Itu merujuk pada 350.000 yen Jepang yang didistribusikan oleh Bank
Jepang ataupun percetakan uang logam Jepang."
Hal itu sebenarnya tak perlu dijelaskan lagi oleh Maou, tapi dia dengan sengaja
menekankan kata 350.000 yen.
"Apa. Bukankah kau datang untuk menagih hutangmu? Aku tahu aku
berhutang budi padamu, jadi aku akan membayarnya."
"O-oh... Be-benarkah?"
"Tapi mengenai masalah itu, datanglah dan temui aku lain kali setelah kau
memastikan ini."
Emi menunjuk 'hadiah' yang diperdebatkan dalam surat hutang tadi, yang mana
juga diketahui sebagai moped.
"Jumlah ini hanya angka kasarnya, kan? Ketika kau sudah mengetahui harga
moped yang kau inginkan serta biaya asuransi dan biaya-biaya lain, tulislah itu
di surat hutang lain!"
"Ye-ah... Yeah..."
Maou mengangguk, dan dengan hati-hati mengambil surat hutang itu kembali.
"Kalau begitu maafkan aku, bisakah kau pergi sekarang? Aku masih harus
membeli beberapa barang lagi nanti."
Berbeda dengan Emi yang dari awal sampai akhir berbicara dengan sangat
tenang, Maou berbalik dan meninggalkan kamar 101 dengan sikap yang
sepenuhnya berbeda dari saat ketika dia masuk.
"Raja Iblis...."
"....."
Tapi setelah melihat benda seperti majalah yang tergulung dan dimasukkan ke
dalam saku celana belakang Maou, yang juga terlihat lungset karena diduduki,
Suzuno pun terdiam.
"Serius ini... karena kau terlalu berbelit-belit ketika melakukan sesuatu, inilah
hasilnya."
Suzuno menaiki kereta yang memasuki stasiun Eifuku, dan tanpa peduli
apakah obi di kimononya akan jadi kusut nanti, dia duduk di salah satu kursi
dibarengi sebuah helaan napas dalam.
Memang moped dan separuh gaji Maou belum dilunasi, tapi dari apa yang
Nord ketahui, tabungan Emi sekarang sudah mencapai titik terendahnya.
Tak peduli seberapa besar bayaran yang Maou minta, seharusnya tidak
semudah itu menguras tabungan Emi, tapi selain Maou, Emi nampaknya juga
kekeuh ingin membayar hutang yang dia miliki dengan Emerada.
Itu adalah biaya perjalanan yang Emi pinjam dari Emerada ketika dia kembali
ke Ente Isla, Emi bersikeras karena dia sudah berjanji akan membalas Emerada,
jadi dia pasti akan membayarnya.
Emerada memang takkan menagih hutang itu seperti Maou, dia bahkan bilang
tak masalah jika Emi tidak mengembalikannya, dan meskipun Emi harus
membayar, takkan mungkin ada yang namanya tenggat waktu, tapi Emi selalu
saja bilang....
Di dalam kereta yang terus berguncang, Suzuno menatap ke arah Nord dengan
hati sakit.
Saat ini, Nord sudah tahu kalau Maou adalah Raja Iblis Satan yang berencana
menguasai Ente Isla.
Tapi sebelum Emi dan Suzuno tahu kebenarannya, Nord sudah terlibat ke
dalam insiden fragmen Yesod, jadi dia tidak memiliki kebencian sepihak
apapun terhadap Raja Iblis.
Nord yang sekarang hanya menyesali fakta bahwa putrinya telah menjumpai
seorang pemberi hutang yang memiliki sifat jahat.
Ditambah lagi, tidak hanya sebagian alasan itu berasal dari dirinya, Emi
bahkan juga menolak bantuannya, semua itu tentu membuat si ayah merasa
malu.
"Masa depan yang Chiho-dono harapkan sebenarnya sangat dekat, tapi juga
sangat jauh."
Cara menguasai dunia yang bisa membuat Raja Iblis dan Pahlawan hidup
dengan harmonis.
Sepertinya harapan gadis SMA yang menyukai baik Raja Iblis maupun
Pahlawan di saat yang sama itu takkan pernah terpenuhi.
"Oh...."
Karena tak ada yang tahu apa yang akan terjadi ke depannya, mereka hanya
bisa menangani masalah yang ada di hadapan mereka.
Untuk pergi ke rumah lama Nord, mereka harus berjalan menuju peron lain
menunggu kereta yang menuju ke arah Keio-hachioji.
XxxxX
Siang harinya.
“Jangan-jangan di atasnya ada sesuatu yang disebut 'Sky Suite' itu? Wah!
Kenapa dia tinggal di apartemen yang terlihat mahal begini?”
Tujuannya datang hari ini adalah mendengar penjelasan Emi tentang dunia lain
Ente Isla sekaligus masa lalu Emi.
Sudah lebih dari seminggu semenjak Emi kembali dari Ente Isla. Rika yang
mendengar kalau semuanya telah berakhir dan menerima undangan Emi untuk
datang ke sini, menjumpai sesosok figur di beranda.
Seorang wanita yang tidak terlihat seperti penghuni berdiri di sana, dia
memakai topi baret di kepalanya dan membawa sebuah tas besar yang sangat
tidak cocok dengan perawakannya.
“O-oh?”
Rika yang tidak menyangka akan diajak bicara, nampak sedikit terkejut.
“Aku punya urusan dengan salah seorang penghuni di apartemen ini~ jadi aku
ingin masuk~ tapi masalahnya~ pintu ini tidak mau terbuka~~”
“Eh.....”
Tentu saja tidak bisa. Pintu-pintu di apartemen secara otomatis akan terkunci,
dan hanya akan aktif dengan menghubungi penghuninya melalui pemanggil
ataupun ketika si penghuni keluar.
“Uh.... kalau kau bisa mengoperasikan panel itu dan memanggil ke dalam
kamar....”
“Uh, kau harus menekan nomor kamar di keypad ini, kemudian tekan tombol
panggil, dan minta orang di dalam untuk membukakanmu pintu.”
Usai mendengar penjelasan Rika, wanita mungil itu menatap ke arah panel satu
demi satu, merasa terkejut.
“Uh, tak masalah asalkan kau mengerti. Kalau begitu, silakan duluan.”
Meski Rika merasa kalau orang itu adalah orang yang aneh, dia memutuskan
membiarkan wanita itu untuk menggunakan pemanggil lebih dulu.
“Erhm~ permisi~”
“Hm?”
“Hanya ada angka 0 sampai 9 di sini~ apa yang harus kulakukan jika nomor
yang ingin kutekan melebihi 9~~?”
“.... Eh?”
Rika yang sesaat tidak mengerti apa yang ditanyakan wanita itu, menjawab
dengan linglung.
“Erhm~ kamar yang ingin kukunjungi adalah kamar 505~~ tapi nomor 505
tidak ada di sini~~”
Mana mungkin ada. Ternyata ada juga manusia modern yang tidak tahu cara
menggunakan keypad, tapi sebelum dibingungkan oleh hal tersebut, Rika
menatap wajah wanita itu dengan kaget.
“A-ada apa~~?”
“Yeah~”
Aura yang wanita ini berikan jelas berbeda dari orang normal.
Meski sulit menjelaskannya, Rika bisa tahu hal itu karena pakaian yang dipakai
dan tas yang dibawa wanita itu semuanya terbuat dari bahan berkualitas tinggi
yang berasal dari budaya luar Jepang.
Rika juga tidak tahu kenapa dia baru menyadarinya sekarang, tapi rambut yang
terlihat di bawah topi baret wanita ini dan matanya yang menatap Rika,
memiliki warna hijau yang tidak mungkin dimiliki orang Jepang.
“E-eh~~?”
Wanita mungil yang mengenakan topi baret itu melangkah mundur, merasa
terkejut.
“Si-siapa kau~? Apa kita pernah bertemu sebelumnya~? K-kau orang Jepang,
kan~~?”
“Aku pernah mendengar seorang gadis yang kukenal menyebutkan hal ini
sebelumnya, di antara teman lama Emi, ada seorang gadis berambut hijau yang
berbicara dengan nada panjang, seingatku orang itu bernama Emerada... uh...
apa ya, Emerada Etu....”
Wanita mungil yang memanggil dirinya Emerada Etuva itu menatap Rika
dengan kaget.
“Sebelumnya kita hanya mendengar rumor tentang satu sama lain, rasanya ini
sedikit menarik.”
“Karena berbagai alasan, aku baru tahu situasinya belakangan ini. Alasanku
datang ke sini hari ini adalah untuk mendengar Emi... Emilia membicarakan
soal Ente Isla dari awal, aku tidak pernah menyangka akan menemui tamu dari
sana? Apa Emi memutuskan pertemuan hari ini karena dia tahu kalau
Emerada-san akan datang?”
“Tidak~ Kupikir tidak~~ alasan kenapa aku datang ke sini hari ini adalah.....”
“Selamat datang Rika! Akan kubuka pintunya sekarang, kapan kau sampai....
eh?”
Kali ini, suara ceria Emi terdengar dari panel pemanggil, tapi nampaknya dia
sudah menyadari situasi di sana dari kamera.
Emerada, berdiri di samping Rika, menatap ke arah lensa kamera yang Rika
tunjuk dan melambai sambil tersenyum.
Dari tingkah bingung Emi, sepertinya dia tidak menyangka kalau Emerada
akan datang.
Rika dan Emerada melirik satu sama lain dengan ceria, dan berbicara ke arah
kamera bersamaan,
“........”
Pemanggil yang ada di kondominium kelas atas tentu tidak akan melewatkan
Emi yang terdiam, dan mentransmisikannya ke lantai dasar di mana Rika dan
Emerada berada.
“Aku sangat terkejut. Aku tidak tahu kalau kau akan datang, dan kau tiba-tiba
terlihat punya hubungan yang baik dengan Rika....”
Emi yang nampak belum bisa tenang, menyajikan teh merah kepada Rika dan
Emerada.
“Kami ini hanya teman yang tahu rumor satu sama lain~~”
“Aku penasaran bagian mana dari diriku yang kau sebutkan pada Emerada-
san.”
Emi dengan panik mencari konfirmasi dari Emerada, dan Emerada pun
menjawab,
“Yeah~ dia bilang kalau kau adalah teman yang memiliki kepribadian berani
dan tegas, perasaanmu juga mudah ditebak~~”
“Meski aku merasa tersanjung, Emerada-san, kau mungkin tidak tahu apa
artinya ungkapan itu, kan?”
“Eh heh heh~ ah~ tapi aku juga penasaran~~ bagaimana Sasaki-san dan Bell-
san menilaiku~~?”
“Emerada-chan dan Alberto-san kan? Aku hanya tahu kalau kalian berdua
adalah teman Emi di Ente Isla, Emerada-chan, seperti Emi, kau memiliki
kekuatan yang besar, kau juga seorang ahli sihir yang hebat dan manis.”
Rika dan Emi, keduanya sadar kalau Emerada sesaat terpaku karena komentar
tersebut, yang meski memang benar adanya tapi rasanya sangat kejam.
Setelah mengucapkan hal itu, Emerada mulai menatap hadiah yang dibawa
oleh Rika di atas meja dengan wajah tertarik.
Emerada memandang cream puff yang ditutupi lapisan gula itu dengan
penasaran.
"Cream puff...?"
"Ketika dia datang ke sini sebelumnya, dia hanya sempat memakan kue biasa.
Apa kau butuh garpu?"
"Tidak, memakan cream puff itu tidak perlu menggunakan garpu. Bagi para
gadis, mereka seharusnya langsung menggigitnya!"
"Ini.... seharusnya bukan roti? Uh, pokoknya, coba saja dulu. Ini kudapatkan
dari toko terkenal yang baru-baru ini buka di Takadanobaba, karena ini sangat
populer di kalangan para gadis, mendapatkan mereka itu tidak mudah!"
"Hm~~"
Kemudian....
"Haah~~"
"Enak~~~ sekali~~~!"
"Ohh?"
Di sisi lain, Rika nampak terkejut dengan Emerada yang terlihat begitu
tersentuh, dan berseru dengan aura yang meluap-luap.
"Mengembang?"
Emi dan Rika terlihat bingung dan tidak mengerti, kemudian Rika menepukkan
tangannya seolah baru saja terpikirkan sesuatu.
"Apa yang Emerada makan tadi adalah rasa krim susu original, dan yang ada
di kemasan kuning itu adalah rasa krim kentang manis edisi terbatas musim
gugur."
"Emilia~~!"
".... Baik baik, jika kau tidak keberatan dengan toko di dekat sini yang
kuketahui, aku akan membelikanmu beberapa nanti."
"Yay~~!!"
Emerada, tidak peduli dengan mulutnya yang masih dipenuhi cream puff,
mengulurkan tangannya mengambil cream puff lain. Melihat hal itu, Rika pun
tersenyum sambil mengangkat bahunya, dan mengatakan,
"Jika aku tidak melihatnya sendiri, takkan ada seorangpun yang percaya kalau
kalian itu adalah Pahlawan, Raja Iblis, dan seorang Penyihir ya."
Emi dan Emerada menatap satu sama lain mendengar apa yang Rika katakan.
"Oh iya... aku sampai lupa bertanya karena saking terkejutnya, Em, kenapa kau
tiba-tiba datang ke sini?"
"Umahum~~??"
"Karena kau datang ke sini sendiri, sesuatu yang besar pasti sudah terjadi,
kan?"
Emerada, sibuk memakan cream puff keduanya dengan wajah ceria, menjawab
dengan bahasa yang tidak diketahui siapapun.
"Melapor?"
"Yep~~ aku minta maaf sudah mengganggumu ketika kau punya janji dengan
Rika-san~~ tapi menurutku ini pasti ada hubungannya dengan apa yang ingin
Emilia beritahu pada Rika-san~~"
Setelah menjelaskan hal itu, Emerada meletakkan cangkir teh merahnya di atas
nampan dan berbicara dengan nada normal,
"Eh?"
"Wah!"
"Aku ke sini untuk melaporkan apa yang kuketahui sejauh ini~ boleh aku
langsung membicarakannya~?"
Sebelum menjelaskannya pada Emi, Emerada lebih dulu menatap ke arah Rika,
"Karena itu adalah sesuatu yang penting, maka seharusnya masalah itulah yang
jadi prioritas. Dalam artian tertentu, aku datang ke sini hanya untuk bergabung
ke dalam pesta."
Saat ini, orang di hadapan Rika bukan lagi gadis rakus yang terus
memancarkan aura berbentuk hati dan memakan cream puff yang Rika beli
dengan suapan besar.
Itu adalah wajah seorang penyihir hebat yang sangat mengenal dunia lain sana,
sebuah dunia yang tidak Rika ketahui.
"Tingkat pengkhianatan itu ternyata jauh lebih dalam dari apa yang kami
bayangkan."
Meski catatan resmi Gereja memiliki banyak catatan mengenai pendeta yang
pernah berkomunikasi dengan Surga sebelumnya, tapi tak ada catatan yang
membuktikan kalau malaikat itu benar-benar ada, ataupun catatan mengenai
manusia yang pergi ke Surga.
Semua orang mengira kalau Jenderal Iblis dari Pasukan Raja Iblis itu hanya
sekedar menggunakan gelar 'Fallen Angel' saja, tapi tak disangka,
penampilannya ternyata mirip dengan manusia, dan dia adalah eksistensi
abnormal yang memiliki sayap di punggungnya, tepat seperti yang
digambarkan dalam Alkitab.
Bahkan aku, seorang yang bukan penganut yang taat pun, terkejut ketika
melihat sosok itu.
Olba, sebagai salah satu Uskup Agung Gereja, pasti jauh lebih terkejut
dibandingkan denganku.
Rika-san mungkin tidak tahu, teman sekamar Maou Sadao, Urushihara Hanzo
sebenarnya adalah fallen angel pertama yang tertulis dalam Alkitab. Dia
memiliki banyak nama seperti 'Sang Dosa Asal', 'Makhluk yang mencoba
Menjadi Tuhan', 'Anak sang Fajar', dan lain sebagainya, dia adalah malaikat
yang paling dikenal.... eh? Ada apa, Rika-san, kau bilang dia tidak terlihat
seperti itu?
Hm, Alsiel sering mengeluh dengan gaya kehidupan Lucifer di Jepang? Dia
tidak mau melakukan pekerjaan rumah tangga maupun bekerja? Menggunakan
uang Raja Iblis tanpa izin untuk membeli berbagai barang, dan hanya
menghasilkan sampah?
.... Hm~ uh~ erhm~ pokoknya~ tolong terima saja kalau Urushihara Hanzo itu
adalah eksistensi yang cukup terkenal dalam Alkitab~ agar aku bisa
melanjutkan ceritaku~ lupakan dulu soal gaya hidupnya yang sekarang untuk
sementara~
Karena awalnya dia adalah malaikat~~ dan kemudian menjadi iblis~ dia
mungkin belum pernah mengangkat sesuatu yang lebih berat daripada sendok...
hm... hmmm!
Setelah mengalahkan Lucifer, Olba berpura-pura tidak tahu apa-apa, dan terus
bepergian bersama kami, lalu mengalahkan Adramelech di Benua Utara
bersama Alberto. Setelah itu, kami mengalahkan Malacoda Benua Selatan,
memaksa Alsiel di Benua Timur untuk mundur, dan melakukan pertarungan
terakhir di Kastil Raja Iblis.
Setelah Emilia terhisap dalam gate itu, Alberto dan aku yang tidak tahu apa-
apa, melakukan diskusi dengan Olba. Sampai sekarang, aku masih menyesali
keputusan yang kubuat pada waktu itu.
Bahkan jika Raja Iblis dan Alsiel bekerja sama, kekuatan Emilia pasti masih
bisa melampaui mereka. Pada waktu itu, tak satupun dari kami yang
menyangka kalau sisi lain dari gate itu adalah dunia seperti ini, jika kami
langsung mengejar Emilia, itu mungkin akan menjatuhkan moral banyak
kesatria yang berpartisipasi dalam pertarungan di Kastil Raja Iblis, dan karena
kami mempercayai kekuatan Emilia, kami pun membuat keputusan itu.
Pada akhirnya, Alberto berhasil kami yakinkan, dan ikut ambil bagian dalam
rencana pertarungan bersama Aliansi Kesatria Lima Benua untuk
memusnahkan iblis kuat yang tersisa.
.... Itu benar, pada waktu itu, baik Alberto maupun diriku, kami sepenuhnya
mempercayai Olba.
Jadi ketika kami tahu bahwa Olba yang sangat kami percayai itu adalah
seorang pengkhianat, syok yang kami terima tidak bisa hanya digambarkan
dengan kata-kata semata.
Setelah menyingkirkan pasukan utama para iblis, kami pun langsung menuju
'Tangga Surga' yang paling dekat dengan perkemahan Aliansi Kesatria Benua
Utama, dan berusaha menganalisa arah gate yang dibuka oleh Raja Iblis Satan
dan Alsiel untuk mencari tanda-tanda Emilia.
Namun, kami berdua yang tidak menyangka kalau tujuan gate itu adalah dunia
lain, membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menemukan jejak Raja Iblis
dan Emilia.
Karena Olba adalah orang utama yang mencari jejak gate tersebut, informasi
yang dia sampaikan pada kami mungkin adalah palsu.
Seperti yang Emilia ketahui, dia menggunakan alasan 'mencari Emilia' untuk
memanggilku dan Alberto ke Saint Ignord, dan dengan licik membuat kami
ditahan.
Dengan Olba di garis depan, pihak Gereja, Aliansi Kesatria, dan para penguasa
dari berbagai negara semuanya takut jikalau Pahlawan Emilia menjadi
kekuatan baru yang menarik simpati para penduduk.
Tren seperti itu memang muncul di dunia kami, dan ini juga menjadi alasan
tidak langsung kenapa Crestia Bell dikirim ke Jepang.
Meski pihak Gereja masih sering mengumumkan hal ini, ketika Emilia
memulai perjalanannya, dia pergi dengan gelar 'Kesatria Gereja'.
Bahkan tanpa mencopot paksa posisi Emilia, dengan membuat Uskup Agung
Olba menjadi asistennya, ataupun menjadikan Emilia seorang Saint,
sebenarnya masih ada cara lain untuk menggunakan kekuasaan Gereja guna
menyokong martabat Emilia.
Emilia mungkin terlihat seperti ini, tapi sebenarnya dia itu mudah dipengaruhi
oleh sekelilingnya, asalkan kau memberitahunya kalau itu demi orang banyak,
dia pasti akan bersedia ikut andil, tak masalah sih jika itu hanya untuk orang-
orang di sekitarnya, tapi Olba sendiri jadi mewaspadai peningkatan kekuatan
dan pengaruh Emilia. Itu sangat mencurigakan.
Yeah, hanya dalam satu minggu, dia tambah menua sampai-sampai terlihat
seperti orang yang berbeda. Bahkan, kau bisa bilang dia tiba-tiba
menumbuhkan rambut putih.... hm, seperti yang kau ketahui, sebelumnya Olba
sudah menggunduli kepalanya.
Tapi sekarang, kami sudah menyegel seluruh sihirnya, kami juga mengirim 45
orang elit, termasuk para penyihir untuk menjaganya setiap jam. Dan karena
dia tidak bisa menyentuh pisau apapun, juga tidak bisa mencukur rambutnya,
dia kini menumbuhkan beberapa rambut.
Hmm!
Tentu saja~ kami tidak akan mempercayai semua yang dia katakan begitu saja~
bagaimanapun, konfirmasi kebenaran dari apa yang dia akui tidak bisa
langsung dilakukan~ yang mana itulah alasan kenapa aku tiba-tiba datang ke
sini~~ yaitu untuk menanyakan saran dari Emilia dan Raja Iblis yang telah
membuat kontak dengan Surga dan para malaikat~~”
“Em... ah.... karena isinya sangat serius~ awalnya aku memotivasi diriku untuk
menjelaskannya dengan baik~ tapi ternyata sangat melelahkan.... huuh~~”
“Lalu, kau kan bilang kalau pengkhianatan Olba sudah mengakar, apa itu ada
hubungannya dengan apa yang kau katakan selanjutnya?”
“Benar sekali~”
“Sebelum penyerangan Pasukan Raja Iblis~ Olba sudah punya bukti kalau para
malaikat dan Surga itu ada~ keyakinannya tidak datang dari identitasnya
sebagai pendeta~ dia benar-benar memastikan keberadaan Surga~~”
“Memastikan?”
“Dengan kata lain~ dia tahu bahwa Surga bukanlah tempat bagi para roh
ataupun tempat para manusia pergi setelah mati, tempat dengan konsep
metafisika semacam itu~ melainkan sebuah tempat yang bisa didatangi~
sebuah tempat yang benar-benar ada~~”
“....Em.”
“Hm~~?”
“Aku akan memberikan cream puff-ku padamu, jadi tolong berusahalah sedikit
lagi....”
“Tapi identitasnya sebagai pendeta, *nom nom* Alkitab, dan ajaran Gereja
adalah suatu halangan baginya, pada waktu itu dia *nom nom* tidak punya
riset ataupun cara untuk membuktikan kalau Surga itu benar-benar ada *nom
nom*”
Tak ada kata yang lebih cocok untuk menggambarkan fenomena saat ini selain
istilah 'hidup kembali'.
Rika yang sedari tadi kagum dengan aura Emerada, mengambil satu tisu basah
dan mulai mengusap wajah serius Emerada dari samping, mengabaikan apakah
orang itu adalah orang yang pantas dihormati atau tidak. Martabat seorang
penyihir hebat ini ternyata lebih rendah dibandingkan cream puff yang meleleh
ke dalam perut Emerada.
“Tadi aku bilang soal Olba yang dengan teguh mempercayai bahwa Surga itu
benar ada, kan?
Alasan kenapa dia mempercayainya dengan teguh adalah karena inti Pedang
Suci yang Emilia miliki, yaitu Perak Surga.
Rika-san, terima kasih. Izinkan aku meminum teh hitam ini.... fuu.
Seperti yang kau ketahui, Olba adalah bagian dari Departemen Penyebaran
Ajaran Luar Organisasi di Gereja, dan semenjak dia masih muda, dia sudah
mengunjungi berbagai negara untuk menyebarkan kepercayaannya.
Karena itulah dia tahu betul bahwa Tuhan yang dia puja bukanlah suatu entitas
yang berbeda.
Jika Tuhan merupakan entitas yang berbeda, kenapa ada banyak orang di dunia
ini yang tidak tahu mengenai Tuhan? Kenapa orang-orang bisa membangun
sebuah negara besar tanpa tahu siapa Tuhan sebenarnya?
Ada sebuah kontradiksi besar antara sejarah Gereja dan kata-kata 'Sayangi
Sesama' yang bahkan diketahui oleh seorang anak kecil.
Tuhan mana yang bilang bahwa orang yang tak mau menerima ajarannya
adalah orang jahat, dan bahwa tak masalah membunuh mereka yang tak mau
bertobat setelah menerima pencerahan?
Sebelum Olba, ada banyak Uskup Agung dalam sejarah yang menjelaskan
kemutlakan Tuhan, dan atas nama Tuhan membunuh para sesama yang
seharusnya mereka sayangi.
Pada waktu itu para uskup menyebutnya 'Pembersihan', dan bilang bahwa
selama mereka menggunakan tangan para penganut suci untuk membersihkan
jiwa mereka, Tuhan akan menyelamatkan mereka dari kebencian dan rasa sakit.
Dia pernah melihat sekumpulan orang yang tidak bisa melupakan tindakan
pembunuhan dan penjarahan pihak Gereja yang berdasarkan pada logika
konyol beberapa ratus tahun yang lalu, mereka menyampaikan kejadian itu
kepada para keturunan mereka dan melihat Tuhan yang Olba puja sebagai
makhluk jahat.
Kalau dipikir-pikir, Tuhan dalam Alkitab itu telah gagal sejak awal.
Setelah itu, kejahatan mulai memasuki Surga, manusia pun tergoda dan
mengkhianati-Nya, para rekan yang diciptakan oleh Tuhan juga mulai
menyalakan perang di berbagai belahan dunia, dan pada akhirnya bahkan
dewa-dewa selain Tuhan pun muncul.
Namun, Gereja menyebutkan bahwa Tuhan adalah keberadaan yang mutlak.
Yang bisa membuat kontradiksi semacam itu, apa benar dia adalah Tuhan?
Selain manusia, Olba tidak bisa memikirkan eksistensi lain yang bisa
menyebabkan kontradiksi seperti ini.
Setelah memiliki pemikiran semacam itu, Olba pun memutuskan ingin menjadi
orang yang melebihi siapapun di Gereja.
Jika semua pergerakan dalam Gereja berasal dari manusia, maka dia bisa
menganggapnya sebagai tindakan manusia dan bergerak sesuai dengan itu.
Tentu, dia belum menyerah terhadap tugasnya sebagai pendeta, tapi lebih
tepatnya, dia tidak bisa dianggap sebagai penganut yang taat.
Wilayah negara besar yang disebut Gereja ini secara fisik tidak ada, tapi
mereka mengakar dalam di hati manusia, karena itulah Olba bisa dikategorikan
sebagai seorang ahli strategi yang ahli dalam politik negara, hukum dan
ekonomi, serta hebat dalam memahami hati manusia.
Bagi orang seperti dia, ada sesuatu yang baru pertama kali dia temui setelah
memperoleh posisi Uskup Agung.
Dengan kata lain, entah itu Gereja, Alkitab, atau bahkan Perak Surga, mereka
semua diciptakan oleh eksistensi yang berada di dimensi dan keadaan
metafisika yang sama dengan manusia.
Seolah Olba sendiri yang berkata seperti itu di hadapannya dengan suara serak,
Emi tersentak dengan wajah yang memucat.
“Sepertinya iya. Alasan kenapa berbagai negara dan Gereja takut dengan Emi
adalah karena mereka khawatir jikalau Emilia akan mengambil kekuasaan di
dunia pasca perang. Tapi, apa yang Olba takutkan adalah....”
“Dia takut kalau aku.... akan menjadi Tuhan....? Melalui Perak Surga.... melalui
kekuatan fragmen Yesod?”
Emi memeluk dirinya sendiri untuk menekan rasa gemetarnya, Rika pun
bersandar ke arah Emi dan mulai mengelus punggungnya.
“Semenjak Olba membuat kontak dengan Perak Surga untuk pertama kalinya,
dia terus mencari eksistensi abnormal lain di berbagai belahan dunia. Seminari
dan para Uskup Agung terus melanjutkan penelitian mereka untuk waktu yang
sangat lama, dan kesimpulan yang mereka dapat adalah, Perak Surga bukan
sesuatu yang berasal dari dunia ini. Namun, Olba meyakini bahwa tak ada
sesuatu yang tidak berasal dari dunia ini. Itu karena, bukankah Perak Surga
memiliki wujud yang bisa disentuh dan terlihat di hadapannya? Selain
kesempatan untuk membuat kontak dengan Perak Surga, Olba juga tidak
kekurangan pengetahuan, kekuasaan, dan uang yang diperlukan untuk
penelitian. Setelah menjadi seorang Uskup Agung, dia terus meneliti Perak
Surga. Namun, dia tidak bisa menemukan peralatan suci apapun di sekitarnya
yang bisa menjadi subjek penelitian. Olba menjadi cemas. Saat dia perlahan
mulai menua, dan waktu membuatnya sadar akan batas sisa hidupnya....
insiden itu terjadi.”
“Di saat yang sama, dunia juga mulai membicarakan tentang Pahlawan yang
akan menggunakan Perak Surga seperti yang ada di dalam ramalan. Olba
begitu senang. Jika Pahlawan dalam ramalan muncul, orang itu pasti adalah
seseorang yang bisa memajukan penelitian Perak Surga. Dia tidak melihat
ramalan sebagai sebuah ramalan. Keberadaan Pahlawan pasti merupakan
bagian dari rencana suatu makhluk tertentu. Dia meyakini hal itu tanpa
keraguan sedikitpun. Setelah itu, Pahlawan dalam ramalan pun muncul.
Pahlawan yang mewarisi darah Surga, Emilia Justina.”
“.....”
“Ye-yeah... maaf Rika, tapi bisakah kau tetap berada di sampingku sementara
ini?”
Emi pernah melihat cahaya pemandu itu berkali-kali. Dan beberapa dari
mereka bahkan dihasilkan oleh keinginannya sendiri.
Cahaya pemandu itu sebenarnya adalah fragmen Yesod yang saling menarik
satu lain.
Dan cerita itu menyebar di dalam Gereja sebagai legenda yang terkenal.
Lantas, siapa yang memberitahu hal-hal itu pada Gereja? Siapa sumber legenda
ini? Jawaban untuk hal ini bahkan bisa diketahui tanpa berpikir.
“Lailah.....”
"Coba pikir lagi. Pahlawan dalam ramalan adalah 'Pahlawan dari Pedang
Suci'."
".... Eh?"
"Namun, gadis yang dijadikan sebagai Pahlawan dalam ramalan, selain pedang
suci, dia juga membuat peralatan suci lain muncul."
Karena Emilia sadar, fakta yang didapat dari kata-kata Emerada barusan,
adalah pertanyaan yang ada hubungannya dengan asal muasal keberadaannya.
"E-Emi! Te-tenanglah!"
Emi memeluk tubuhnya dengan erat, dan karena tindakannya ini terlalu kuat,
Rika juga memeluk tubuh Emi, mencoba membuatnya tenang.
"Haruskah kita istirahat dulu? Bahkan aku yang sebelumnya tak mengerti apa-
apa pun, tahu kalau ini sangat serius. Mendengarkan banyak hal sekaligus pasti
membuat otak sangat lelah. Jadi...."
"Tidak.... aku tak apa, aku baik-baik saja.... Aku harus mendengar semuanya,
tolong lanjutkan."
"..... Baik."
Meski khawatir dengan kondisi temannya, Emerada memutuskan untuk
menjawab tekad Emi dan menjelaskan semuanya.
"Tidak seperti para Uskup Agung yang bahagia karena Pahlawan pedang suci
itu benar-benar ada, dan salah mengira kalau Armor Pengusir Kejahatan adalah
bagian dari pedang suci, meski Olba juga terkejut dengan keberadaan Armor
Pengusir Kejahatan tersebut, dia tetap mengamati semuanya dengan tenang.
Hal yang sangat dia inginkan tiba-tiba muncul di hadapannya. Bagi Olba,
pedang suci dan Armor Pengusir Kejahatan adalah sampel dari Perak Surga.
Dia beranggapan bahwa cahaya pemandu itu adalah sesuatu yang
menggabungkan Perak Surga dan Armor Pengusir Kejahatan."
Setelah itu, Olba merekomendasikan dirinya menjadi penjaga Emi, dan ketika
Emi memulai perjalanannya memerangi Raja Iblis, Olba menggunakan
pengalamannya di Departemen Penyebaran Ajaran Luar Organisasi untuk
melangkah maju dan menjadi asisten Emi.
"Setelah melihat kedua peralatan suci itu, Olba pun semakin mempercayai
keberadaan malaikat dan Surga. Setelah itu, di hari pertarungan untuk
membebaskan Saint Ignord, dia bertemu dengan seseorang yang, dalam
kehidupan nyata, bisa membuktikan bahwa malaikat itu benar-benar ada,
Jenderal Iblis Lucifer."
"Karena itulah Olba memutuskan untuk berjalan di jalan menjadi Tuhan yang
berwujud, dia berpura-pura memberikan serangan terakhir kepada Lucifer
yang hampir mati setelah bertarung dengan Emilia, dan menyembunyikannya.
Penyerangan Pasukan Raja Iblis tak disangka membuktikan bahwa deduksi
Olba selama bertahun-tahun itu benar. Tapi, apa yang membuat Olba menyesal
adalah ternyata Lucifer tidak tahu apapun soal Perak Surga maupun pedang
suci Emilia."
Dulu, Emi juga terganggu oleh hal ini.
Lucifer.... Urushihara tidak tahu apapun mengenai asal usul pedang suci Emi.
Urushihara terlihat berada di level yang sama dengan Sariel dan Gabriel, atau
bahkan merupakan malaikat yang lebih tua, tapi kenapa dia tidak tahu apapun
soal fragmen Yesod?
"Meski begitu, bagi Olba, Lucifer tetaplah pion penting di jalannya untuk
menjadi Tuhan. Dia membantu Emilia selama dalam perjalanan dan
melindungi Lucifer di saat yang sama, dan ketika akhirnya dia akan menyerang
Kastil Raja Iblis, Olba melihat cahaya pemandu itu sekali lagi. Itu adalah...."
"Cahaya yang terbentuk akibat saling tarik menariknya pedang suci.... dan inti
dari Alas Ramus yang dimiliki Raja Iblis....."
"Kali ini, Olba sepertinya merasakan tanda bahaya. Meski sampel lain berada
di dekatnya, jika benda itu jatuh ke tangan Emilia yang mengalahkan Raja Iblis,
Emilia pasti akan mendapatkan sebuah kekuatan baru.... kalau sudah begitu,
eksistensi yang menyebut diri mereka sebagai Tuhan ataupun malaikat itu,
mungkin akan datang dan mengambil kembali benda-benda tersebut."
Tak masalah jika sang Pahlawan menggunakan kekuatan itu demi dunia
manusia. Tapi begitu para iblis dikalahkan, dan orang-orang tidak lagi
membutuhkan kekuatan sang Pahlawan, kekuatan itu mungkin akan menjadi
alasan dunia jatuh sekali lagi ke dalam kekacauan.
Meski inti Alas Ramus tertinggal di Kastil Raja Iblis, Olba berpikiran, selama
Raja Iblis yang memiliki benda yang bisa menarik pedang suci dan Emilia yang
memiliki pedang suci, menghilang dari dunia di saat yang sama, maka dia bisa
mengulur waktu untuk melakukan penelitiannya.
Olba berpura-pura mengejar Raja Iblis, dan saat Emilia memasuki gate, dia
pun menyegel gate tersebut, yang sebenarnya masih punya sedikit waktu
sebelum tertutup.
Dia berhasil menipu mata dan telinga Emerada, Alberto dan para pemimpin
Aliansi Kesatria Lima Benua.
Tapi pada waktu itu, Olba tidak menyangka kalau mereka akan terdampar ke
suatu dunia lain, jadi dia menghabiskan banyak waktu untuk mencari Emilia.
"Apa yang terjadi selanjutnya.... semuanya sama seperti yang Emilia ketahui.
Olba dan Lucifer membuat masalah di Jepang dan berusaha mengubur Raja
Iblis dan Pahlawan demi keinginan mereka masing-masing. Tapi masalah yang
paling mempengaruhi Olba dalam banyak salah perhitungannya adalah....
Pahlawan dan Raja Iblis ternyata berada di tempat yang berdekatan satu sama
lain di Jepang dan saling akrab."
Meski wajahnya masih pucat, Emi dapat kembali pulih ke titik di mana dia bisa
menunjukkan senyum mengejek.
"Pada akhirnya, rencana Olba untuk membunuh Emilia gagal, dia juga
kehilangan kendali atas Lucifer, dan dia yang tidak bisa kembali ke Ente Isla,
logikanya tidak akan bisa melanjutkan jalan untuk menjadi Tuhan...."
Tanya Emi kepada Emerada, Emerada pun tersenyum kecut dan menjawab,
Para malaikat, dengan diawali oleh Sariel, memiliki kekuatan yang tidak hanya
melampaui Raja Iblis, tapi juga melebihi kekuatan Emilia.
Para malaikat itu memiliki tubuh yang kuat, merupakan eksistensi yang sangat
misterius, mempunyai kapasitas sihir suci yang tidak mungkin dimiliki oleh
manusia, dan memiliki intelegensi yang tinggi, Olba mempunyai rasa hormat
yang mendalam terhadap mereka.
Dia belum menyerah di jalan untuk menjadi Tuhan karena hal ini, tapi setelah
pertarungan yang terjadi di Sasazuka, apa yang Olba harapkan bukan lagi
menjadi Tuhan yang mutlak, melainkan mendapatkan kekuatan yang sama
seperti yang dimiliki Sariel dan Gabriel, menjadi simbol kepercayaan orang-
orang di Ente Isla.... Malaikat.
Namun, dengan kegagalan rencana besar itu dan kekalahan mereka dari Maou,
Emi, Suzuno, dan yang lainnya, hasrat Olba untuk menjadi Tuhan pun hancur,
dan bahkan semangat hidupnya memudar bersama cahaya ambisinya, karena
itulah dia kini menjadi seperti orang cacat.
"Mendengar semua itu, rasanya sudah bisa diduga kalau situasinya akan jadi
seperti ini, meski dia terlihat seperti orang yang sudah kehilangan harapan...
orang yang bernama Olba ini, apa yang akan terjadi padanya nanti? Akankah
dia dihukum mati oleh hukum di sana?"
"Hm... masalah pertama yang harus dihadapi adalah, hukum negara mana yang
akan digunakan, faktanya, di mana hukum normal bisa mengadili tindak
kejahatan Olba pun juga meragukan.... ditambah lagi, tak peduli seberapa
rendah dia sudah jatuh, dia tetaplah seorang Uskup Agung dan rekan Pahlawan,
asumsikan saja dia dijatuhi hukuman mati, itu pasti akan menyebabkan banyak
dampak di masyarakat."
Dari dalamnya kerut yang terbentuk di antara alis Emerada, bisa dilihat betapa
bingungnya dia.
"Kurasa tidak akan ada kesimpulan apapun sementara. Jujur saja, kami tidak
menyangka Olba akan mengakui semua itu secepat ini. Sepertinya, Raja Iblis
yang ikut campur ke dalam masalah di Afashan, kegagalan rencananya, dan
kekalahan para malaikat, memberinya syok yang sangat besar. Bahkan, tujuan
para malaikat membuat Emilia dan Alsiel bertarung di Afashan juga masih
belum jelas... Emilia, apa kau baik-baik saja?"
"Sasaki-san?"
"Evolving Holy Sword, One Wing (Better Half), sejak awal.... semenjak aku
lahir, mungkin sudah ada bersamaku. Menurutku Perak Surga yang dimiliki
Gereja itu bukanlah pedang suci, melainkan inti Armor Pengusir Kejahatan.
Menurut Lailah, dia mempercayakan kunci yang dia diperlukan untuk
mencapai tujuannya kepadaku dan ayah. Ayah selalu bersama dengan Acies
Ara. Dan perwujudan pedang suci lain, bersama dengan Acies...... Rika,
permisi."
Mengucapkan hal itu, Emi pun menatap Rika, dia kemudian melepas tangan
Rika, berdiri dari tempat duduknya, dan mengambil satu langkah mundur,
Emi berkonsentrasi.
"Wah!"
Diikuti seberkas cahaya terang, seorang gadis kecil muncul di lengan Emi.
Rika menatap gadis kecil berambut unik yang sedang tertidur lelap tersebut.
"Alas Ramus-chan?"
Ini adalah pertama kalinya Rika bertemu dengan Alas Ramus dalam jarak
sedekat ini, tapi apa yang membuatnya benar-benar terkejut tentu saja adalah
fakta bahwa seseorang benar-benar muncul dari udara yang tipis .
Perubahan pada Emi membuat Rika terduduk di kursi merasa begitu kaget.
Rambut perak seperti sutra, dan mata merah tajam yang seolah sanggup
menusuk para iblis.
Gaun one-piece di atas baju santainya, armor yang menutupi tubuh Emi
memancarkan sinar misterius yang nampak berwarna perak dan pelangi.
"Sebelumnya memang tak ada perisai. Perisai ini baru muncul setelah aku
bergabung dengan anak itu, inilah wujud Armor Pengusir Kejahatan yang telah
berevolusi."
Emilia menatap Alas Ramus yang perlahan bangun dari tidur siangnya dan
perisai yang ada di tangan kirinya, lantas sedikit merendahkan pandangannya,
"Pedang suci bisa berubah bentuk tergantung jumlah sihir suci yang diberikan.
Setelah Armor Pengusir Kejahatan membuat kontak dengan fragmen Yesod,
armornya berubah dari Perak Surga menjadi baju, dan karena bergabung
dengan Alas Ramus, perisai ini pun muncul. Selain itu, Alas Ramus dan Acies
Ara..... anak-anak ini.... akan terus tumbuh."
Dengan mata dan rambut kembali ke penampilan Yusa Emi normal, Rika yang
akhirnya terlepas dari rasa kaget pun, diam menatap Emi dengan mulut terbuka
saat Emi membungkuk dan menggendong Alas Ramus.
Emerada dan Rika tentu tidak tahu jawaban untuk pertanyaan ini.
"Aku tidak tahu apa tujuan Lailah, aku juga tidak tahu apa yang Gabriel dan
Surga inginkan dengan mengumpulkan anak-anak ini. Tapi... jika ada sesuatu
yang membuat anak-anak ini menemui kemalangan, aku tidak akan pernah
membiarkannya."
Usai mengucapkan hal tersebut dengan tegas, Emi sekali menatap ke arah
Emerada.
"Em, terima kasih sudah datang hari ini. Dengan begini, aku bisa tahu alasan
untuk melangkah menuju tujuan baruku."
"Setelah ini, aku tetap akan mencari Lailah. Tapi kali ini bukan demi
mengetahui apa yang ingin dia lakukan, tapi demi kebahagiaan Alas Ramus ke
depannya. Entah itu pedang suci maupun Armor Pengusir Kejahatan, mereka
adalah rekan-rekanku yang berharga. Aku tidak akan membiarkan Lailah
melakukan apapun semaunya."
Rika akhirnya pulih dari rasa syok akibat perubahan Emi, dia menekankan
tangannya ke lantai dan bangkit.
"Uh, aku hanya terkejut. Aku tidak menyangka kalau temanku adalah orang
yang benar-benar luar biasa."
Dan kemudian, masih dalam posisi duduk, Rika dengan gemetar mendekati
Emi, dan menatap wajah Alas Ramus saat dia menggeliat di lengan Emi seperti
hendak bangun.
Rika berulang kali menatap wajah tertidur Alas Ramus, kemudian dia
mengangkat pandangannya menatap wajah Emi.
"Aku tidak yakin apa ini hanya imajinasiku saja, tapi rasanya kalian memiliki
beberapa kemiripan. Seperti mata dan mulut."
"Benarkah? Meski itu sama sekali tidak masuk akal, tapi... dibilang seperti itu
oleh Rika, aku merasa sedikit senang...."
"Yeah, tapi rasanya, area dahi dan alisnya sedikit mirip dengan Maou-san... ah,
sepertinya kau masih belum menerima bagian ini ya?"
"Aku memang berterima kasih untuk apa yang dia lakukan sebelumnya, tapi
daripada disebut tidak bisa menerimanya, ini lebih seperti aku tidak bisa
memaafkannya.... Jadi perasaanku soal ini benar-benar rumit."
Bagi Alas Ramus, Maou adalah ayahnya yang tak tergantikan. Emi tidak
sebegitu kekanakannya untuk menyangkal fakta tersebut.
Tapi, walau dia berhasil berkumpul kembali dengan Nord, Maou tak diragukan
lagi tetaplah salah satu alasan utama yang mengacaukan kehidupan Emi.
Meski bayangan semu Lailah bisa dilihat di belakang Maou, selama dia masih
menyebut dirinya sebagai raja para iblis, Emi tak akan merubah pandangannya
kalau Maou harus mempertanggungjawabkan tindakannya di masa lalu.
Meski begitu, Emi sadar, kalau hanya dengan kekuatannya saja, dia tidak akan
bisa membunuh Maou.
Tidak hanya itu, dari bagaimana Emi mengejar suasana makan malam hangat
yang Maou ciptakan di dalam mimpinya, tanpa sadar, Emi sepertinya sudah
punya sedikit kepercayaan terhadap Maou.
Menghadapi lawan seperti itu, apa Emi perlu terus mencari alasan untuk
membencinya? Emi bahkan berpikiran, meskipun Maou berdosa, mungkin dia
tak perlu menjadi orang yang menghakiminya.
"!!"
Dengan gesit, Alas Ramus berpindah dari lengan Emi menuju ke belakang
punggungnya.
"Ah, aku tahu. Ini pertemuan pertama Alas Ramus dan Rika, kan?"
"Uuuu...."
"Hello!"
Mungkin karena tidak terbiasa dengan anak-anak, Rika mencoba menunjukkan
sebuah senyum kaku dan melambai ke arah Alas Ramus yang bertingkah
seolah melihat sesuatu yang menakutkan.
Namun, Alas Ramus yang nampak ketakutan dengan senyum itu, dengan cepat
menyembunyikan wajahnya di belakang punggung Emi.
"Hey Alas Ramus, kau harus menyapa orang lain dengan baik, kau tahu? Kau
harus menjawab 'Hello juga', okay?"
"Uu...."
Dengan bujukan dari Emi, Alas Ramus dengan gugup mendongak, tapi rasa
terkejut akibat melihat orang asing setelah baru saja terbangun nampaknya
masih belum hilang, dan dia masih terlihat ketakutan.
Dan kemudian....
"Kya!"
Mendengar suara yang tiba-tiba datang dari belakangnya, Alas Ramus pun
melompat.
"A-A-Alas Ramus?"
"Oh, ya ampun?"
Rika dengan canggung berbalik menatap makhluk kecil yang bersembunyi di
belakangnya, dan memegangi blusnya.
"Hm? Hmm?"
Setelah itu, tak diketahui apa yang dia dengar, sebuah senyum kecut tiba-tiba
tersungging di wajah Rika, dia pun menatap Emerada.
"Ah."
"Ehh~~"
Mendengar hal itu, Emi juga menatap Emerada dengan ekspresi yang sama
seperti Rika, Emerada yang telah kembali ke nada bicaranya yang biasa pun,
cemberut merasa tidak senang.
"Tapi~~ melihat anak semanis ini~ sudah pasti kau ingin berteriak kan~"
Ucap Emerada dengan tidak senang, setelah menunggu tangan kecil itu
menenang, Rika pun mengalihkan pandangannya ke arah Alas Ramus.
"Hello?"
"....lo."
Baru sekaranglah Alas Ramus sadar kalau dia sudah menempel pada orang
yang tidak dia kenal.
Namun, karena Emi tidak mengatakan apa-apa, dia pun menjawabnya dengan
pelan dan kelihatan ketakutan.
"Zuzuki...?"
"Alas Ramus, kau harus menyapa Rika nee-san dengan benar, ya?"
Mungkin karena gugup, suara Alas Ramus terdengar pelan dan lesu, tapi dia
tetap berusaha menyapa Rika.
"Yeah, senang bertemu denganmu. Emi, makhluk manis macam apa ini?!"
"Auu."
Rika dengan lembut memegang tangan Alas Ramus, dan meski dia
menunjukkan ekspresi seperti meminta bantuan Emi, Alas Ramus tetap
membiarkan Rika memegang tangannya.
"Entah itu sebelum atau sesudahnya, rasanya Emi mengalami masa-masa yang
sulit ya."
"Jika kau butuh seseorang untuk mengeluh nantinya, hubungi saja aku. Tak
penting apa ada sesuatu yang terjadi atau tidak. Aku akan terus mencari
restoran baru dengan makanan yang enak."
".... Rika."
"Rika-san...."
"Karena itu kesempatan yang cukup langka, kenapa kau tidak membawa Alas
Ramus-chan juga ketika waktunya tiba? Alas Ramus-chan, apa makanan
kesukaanmu?"
"Chi-chan? Ah, apa itu maksudnya Chiho? Apa dia bisa membuat makanan
yang sesuai dengan selera anak-anak? Luar biasa. Tapi ada juga restoran
dengan karaage, sup jagung, dan kare yang enak lo. Meski aku kepikiran
beberapa restoran barat, jika makanannya enak-enak, itu pasti akan sedikit sulit.
Oh iya, kau kan masih kecil, apa kau bisa makan sebanyak itu?"
Namun, bagi Emi, itu sudah cukup. Entah Emi itu Yusa Emi, ataukah Emilia
Justina, Rika tetap bersedia makan bersamanya seperti sebelumnya.
Tidak hanya itu, Rika bahkan bilang kalau dia bersedia berbicara dengan Emi
mengenai berbagai topik. Kalau temannya bisa memberikan hal-hal semacam
itu, apa lagi yang bisa Emi minta?
Ucap Emerada dengan pelan. Emi pun mengangguk, matanya sedikit memerah.
"Ah, meski makan juga penting, apa yang akan kau lakukan soal pekerjaanmu?
Kau masih akan tinggal di Jepang untuk sementara ini, kan? Soal uang... huuh,
dengan gaya hidup Emi, kau mungkin masih memiliki tabungan meski kau
tidak bekerja, tapi sewa apartemen ini tidak murah, kan?"
"Kau pasti akan sangat terkejut setelah mendengar ini, biaya sewa kamar di
sini adalah 50.000 yen perbulan."
"Eh?"
"Apa kau tidak merasa kalau itu aneh? Dari fakta bahwa tempat ini ada di dekat
stasiun, lokasinya, ukurannya, kupikir harganya paling tidak sampai 100.000
yen...."
Ketika Emi menyebutkan hal ini pada Suzuno sebelumnya, Suzuno juga kaget
dengan biaya sewanya yang murah. Tapi seperti yang bisa diharapkan dari
Rika, dia langsung sadar betapa tidak normalnya harga tersebut.
"Eh? Benarkah?"
Berbeda dengan Rika yang terkejut, Emi melambaikan tangannya santai dan
mengatakan,
"Tapi jika bukan karena fakta bahwa kamar ini punya sedikit kekurangan, aku
tidak akan bisa bekerja di Docodemo, dan bahkan, apakah aku bisa hidup
dengan nyaman di Jepang pun tak bisa dipastikan."
"Eh?"
"Aku punya banyak kenangan di kamar ini. Meski pada akhirnya aku akan
tinggal bersama ayahku, pindah rumah itu juga perlu uang, jadi mungkin akan
butuh beberapa waktu sebelum aku pindah dari sini."
"Oh! Begitu ya, Pahlawan memang hebat. Kau akan melakukan semuanya
dengan baik kalau memang sudah waktunya bertindak!"
Rika, sebagai seorang rekan kerja, secara kasar tentu bisa meraba-raba kondisi
pemasukan Emi, dan mengingat gaya hidup Emi dan biaya sewanya, sulit
baginya membayangkan kalau Emi akan kekurangan uang.
"Yeah, sebenarnya...."
Emi memberitahu Rika soal Maou yang memintanya membayar hutang dan
memberikannya hadiah tanpa meninggalkan detail apapun.
"Uwahh...."
"Wargh~~"
"Bahkan jika dia itu Raja Iblis, dia tidak seharusnya melakukan hal semacam
itu di situasi seperti ini, kan?"
"Itu agak disayangkan~~ tapi Raja Iblis pada waktu itu~ tidak terlihat seperti
orang yang akan melakukan hal semacam ini~"
Keduanya memberikan pendapat yang tegas, tapi Emi malah tersenyum kecut,
dan tak disangka, tak ada kemarahan ataupun kekecewaan yang terasa darinya.
"Kalian berdua juga berpikir begitu, kan? Aku juga merasakan hal yang sama.
Ini sama sekali tidak cocok dengan gaya orang itu."
""Ehh??""
"Dia pasti berpikir kalau aku akan menolak permintaan konyolnya itu."
Emi bangkit dan mengambil sebuah majalah yang ada di rak sebelah televisi.
"Tapi aku juga punya harga diriku sendiri, jadi aku akan membalas hutang
yang kumiliki dengan kekuatanku sendiri, ditambah lagi....."
"Jika aku terbawa oleh kata-katanya begitu saja, bukankah aku akan berhutang
lagi padanya? Karena itulah...."
"E-Emi, i-ini....."
Setelah melihat iklan yang ada di halaman tadi, mata Rika membelalak kaget.
Emi yang sudah mengira kalau Rika akan bereaksi demikian, mengangguk
dengan percaya diri dan menjawab pertanyaan temannya,
Wadah muatan truk dengan logo perusahaan ekspedisi yang biasa terlihat di
iklan TV itu kini telah terbuka, dan para pekerja professional yang
mengendarai truk itu ke sini, juga sudah mulai mengeluarkan barang muatan
dari dalam truk.
Suzuno dan Nord kini sedang membicarakan sesuatu dengan salah seorang
pekerja di halaman depan apartemen, tapi tujuan Ashiya bukanlah kedua orang
itu.
Di samping kedua orang itu, berdiri seseorang yang terlihat seperti barel
anggur berplat emas dengan dua kaki untuk berjalan, dia adalah pemilik Villa
Rosa Sasazuka, Shiba Miki.
"Kalau begitu, Nord-san... ini kunci kamar 101. Jika ada masalah, kau bisa
mencari Maou-san dan Ashiya-san yang ada di lantai 2, ataupun di sebelah, di
mana aku tinggal..."
Suzuno, Nord, dan Shiba, menyadari suara tersebut, menoleh ke arah Ashiya.
Seperti sebelumnya, kapanpun Ashiya membuat kontak mata dengan Shiba,
dia pasti akan merasa merinding, dan meskipun dia tidak bisa berdiri tegak,
pokoknya dia harus membuat semuanya jelas hari ini.
"Oh, Ashiya-san, selamat siang. Mulai hari ini Nord-san secara resmi akan
pindah ke kamar 101, jadi aku menjelaskan beberapa hal kepadanya."
"Aku tak masalah dengan itu, tapi kami bukanlah pengurus apartemen ini,
bukan perwakilan penghuni juga! Jika kami selalu didekati setiap ada masalah,
kami pasti akan sangat kerepotan!"
Walau kurang dalam hal kekuatan, Ashiya tetap mengatakan hal tersebut,
penuh tekad.
Ketika Maou dan Ashiya pertama kali datang ke Jepang, mereka memang
sudah banyak di bantu oleh Shiba, tapi tetap saja tak ada alasan untuk
membiarkan Shiba menyerahkan tugas kepengurusan pada mereka.
"Apa yang kau maksud dengan mengumpulkan semua pendapat? Di sini hanya
ada kami dan Bell!"
"Bukankah itu bagus? Kalian itu saling kenal, dan kalian adalah rekan dari
sesama Ente Isla, kan?"
"Siapa juga yang berteman dengan mereka!? Kami ini iblis, kami berbeda
dengan manusia, baik secara fisik ataupun yang lainnya!"
"Meski begitu, kalian tetaplah tetangga yang tinggal di apartemen yang sama.
Tidak perlu juga mengatakan sesuatu yang kasar seperti itu, kan?"
Ucap Shiba dengan sikap seperti menasehati, dia mengabaikan protes Ashiya
dan meliriknya seolah memberikan sebuah serangan mematikan.
"Uguh!"
Hanya dengan hal itu saja, jantung Ashiya sudah mulai berdetak tak karuan
dan hampir kehilangan kesadaran.
Nord nampak cemas ketika melihat tingkah aneh Ashiya, sementara untuk
Suzuno, dia menjelaskan situasi yang sudah biasa ini dengan tenang.
Tangan Ashiya menekan bagian dadanya, dia juga berkeringat, tapi dia tetap
berusaha mengatur napasnya. Dia kemudian meletakkan tangannya di dahi dan
menggelengkan kepalanya.
"A-aku tidak tahu.... apa yang kau katakan, tapi mari kita kesampingkan hal itu
dulu. Pemilik kontrakan-san, bukankah sekarang waktunya kau memberitahu
kami?"
Ucap Ashiya dengan gelisah kepada Shiba yang terus tersenyum dari tadi.
"Di rumah sakit mana Urushihara dirawat!?"
"Sudah kukatakan sebelumnya kan, itu rumah sakit yang kukenal. Jika kau
khawatir dengan biaya rumah sakitnya, kau tidak perlu khawatir karena yang
akan membayarnya adalah aku dan Amane...."
"???"
Shiba dan Nord terlihat bingung, dan hanya Suzuno yang mengangguk seolah
mengerti sesuatu.
"Jika seseorang menerobos masuk ke tempat kita, itu masih termasuk mudah
ditangani."
"A-apa katamu?"
Wajah Ashiya terlihat putus asa seolah sedang menyaksikan dunia hancur,
kedua kakinya gemetar, nampaknya dia akan segera ambruk.
"Apa katamuuuuuuuuuuuu!!??"
"Ooh?"
Ashiya yang sesaat kembali ke dunia nyata karena ucapan Suzuno, seketika
berteriak setelah Shiba menyatakan deklarasi kematian tersebut, membuat
Nord tersentak ketakutan.
"Meski sekarang mereka terlihat seperti ini, biasanya mereka bisa diandalkan
kok."
"O-oh...."
Dan setelah itu, Ashiya berjalan menaiki tangga dengan gemetar, lalu seperti
seorang roh, dia kembali ke kamar 201.
Beberapa saat kemudian, Ashiya berlari keluar kamar seperti hendak merusak
pintu yang ada di depan tangga, dia lalu bergegas menuruni tangga dan berlari
menuju jalanan di luar apartemen.
"Maou-samaaaaaa!!"
Nord dan para pegawai pindahan hanya tercengang melihat Ashiya berlari dan
berteriak-teriak.
"Ada apa?"
Menunggu sampai saat dia tidak bisa lagi mendengar teriakan Ashiya, Suzuno
menatap tubuh besar Shiba dan bertanya,
"Ya?"
"... memilih rumah sakit di mana Lucifer dirawat, apa ada arti khusus untuk hal
itu?"
Setelah kembali dari Ente Isla, mengikuti saran Shiba, Maou dan yang lainnya
segera mengatur rapat di mana mereka bisa mendengar penjelasan Shiba dan
Amane. Meski tempat dan tanggalnya sudah diatur, mengenai diskusi tersebut,
ada beberapa hal yang mencurigakan.
Pertama, seperti yang Suzuno katakan, lokasi diskusi itu akan dilangsungkan
di kamar rumah sakit Urushiara.
Lokasi diskusi tersebut diputuskan akan dilakukan di sana meski mereka tidak
tahu di mana Urushihara dirawat, disitulah anehnya.
Dan setiap kali mereka menyebutkan sesuatu mengenai 'rapat' ini, entah kenapa
Chiho akan terlihat sedih.
Awalnya, Suzuno pikir itu hanya imajinasinya, tapi setelah diamati lebih jauh,
dia sadar kalau itu bukan hanya kesalahpahamannya, melainkan memang ada
kegelisahan yang bercampur dalam tatapan Chiho.
Karena Chiho sendiri tidak bilang apa-apa, pasti dia sudah mendengar sesuatu
dari Amane dan Shiba ketika Suzuno serta yang lainnya pergi ke Ente Isla.
"Tidak ada alasan khusus. Aku hanya tidak ingin memberikan beban yang
terlalu besar untuk Urushihara-san yang berada di rumah sakit."
"Kurasa lebih kalau malaikat tak berguna itu menanggung sedikit beban...."
Seperti yang diduga, Shiba tidak sebegitu naifnya sampai akan membocorkan
informasi hanya dengan penyelidikan seperti barusan. Suzuno langsung
menyerah sambil mengangkat bahunya, dan kemudian,
"Hey! Ayah, Suzuno! Hm? Apa itu Ashiya? Mau pergi ke mana dia terburu-
buru begitu?"
Sebuah suara yang memanggil mereka berdua terdengar dari jalanan di luar.
"Oh..."
Melihat ke asal suara itu, adik Alas Ramus bisa terlihat... perwujudan lain dari
fragmen Yesod dan juga inti dari Better Half lain, yaitu Acies Ara, berjalan ke
arah mereka sambil melambaikan tangan.
"Aku datang saat kudengar kalau barang-barang kita sudah dibawa ke sini."
"Tidak masalah. Rumahku memang punya banyak kamar kosong, Acies juga
sering bicara denganku."
Setelah Maou dan yang lainnya kembali dari Ente Isla, posisi Acies kini
menjadi tidak jelas dikarenakan pertemuan antara Emi dan Nord.
Awalnya, Acies tinggal di Jepang dengan identitas sebagai anak Nord dan
menggunakan nama Tsubasa, tapi setelah anak kandung Nord muncul, dia juga
harus mempertimbangkan Emi.
Meski sebenarnya tak masalah jika dia tinggal bersama Maou yang bergabung
dengannya, melakukan hal demikian pasti akan menyebabkan berbagai
masalah.
Tidak seperti Alas Ramus, penampilan Acies adalah seorang gadis remaja, jika
dia tinggal di kamar Maou dan Ashiya, hal itu pasti menyebabkan banyak
ketidaknyamanan bagi para pria.
Meskipun Suzuno sudah bersukarela menjadi wali Acies, karena dia masih
punya tugas sebagai penjaga Nord, mereka pun tidak bisa semakin menambah
bebannya.
Karena titik temu tidak bisa diraih sampai-sampai mereka lupa kalau Acies
tidak bisa terpisah terlalu jauh dari Maou, mereka pun menyarankan Acies
untuk tinggal di rumah Emi karena Alas Ramus juga ada di sana, namun tak
disangka orang yang menyela saran tersebut adalah si pemilik kontrakan Shiba
sendiri.
"Ini hanya sementara kan, dan aku juga ingin mencoba tinggal bersamanya."
Setelah tinggal di tempat itu selama dua hari, Acies lagi-lagi memamerkan sifat
tak kenal takutnya, tanpa peduli apapun, dia kini memanggil Shiba dengan
panggilan Mi-chan dan hidup dengan nyaman.
Tak ada satupun orang yang menyangka kalau Nord selama ini tinggal di
Jepang, tapi selain itu, rumah lama Nord dan Acies ternyata juga berada di
tempat yang disangka-sangka.
Mereka tinggal di apartemen yang tidak jauh berbeda dengan Villa Rosa
Sasazuka, dan selain furnitur, barang elektronik, dan baju, sepertinya mereka
tidak punya banyak barang lain, jadi mengemas semuanya tidaklah terlalu sulit.
Acies tidak bisa pergi ke rumah lamanya karena dia bergabung dengan Maou,
jadi semua barang pribadinya dikemas oleh Suzuno....
"Hm? Apa ada yang salah?"
Suzuno yang melihat Acies keluar kamar dengan kotak kardus di tangannya
sambil mengernyit, bertanya demikian,
Melihat kotak kardus yang tidak terlalu besar itu, Acies merapatkan kedua
telapak tangannya merasa bersalah dan memberitahu Suzuno,
Rumah lama Acies dan Nord berada di jarak yang cukup jauh, sehingga Acies
yang bergabung dengan Maou, tidak bisa pergi ke sana sendirian.
"Akan sangat merepotkan kalau nanti salah lagi, bukankah lebih baik Acies
pergi ke sana sendirian?"
Ketika Suzuno hendak berbicara tentang mereka berdua yang tidak bisa
terpisah melebihi jarak tertentu, Shiba menggelengkan kepalanya perlahan,
"Karena Alas Ramus masih kecil, dia memang akan kembali ke dalam tubuh
pasangan bergabungnya. Tapi saat ini, Acies tidak memiliki Yadorigi,
seharusnya sih tidak ada masalah."
Suzuno nampak bingung dengan istilah yang baru pertama kali dia dengar.
Menoleh ke arah yang sama, Suzuno dan Acies mendapati Emi yang
menggendong Alas Ramus dan seorang wanita mungil dengan topi baret
sedang menatap ke arah mereka.
Suzuno terkejut ketika melihat orang yang berdiri di samping Emi, dia pun
berlari ke arah wanita itu dengan sebuah senyum.
Emerada melepas topi baretnya dan menyapa semua orang yang ada di sana.
"Begitu ya. Tapi kalian kok datang ke sini. Apa ada masalah?"
"Ada sesuatu yang harus kulakukan di dekat sini sore nanti. Tapi ini benar-
benar kebetulan, kami datang untuk bertemu Shiba-san, jadi kami datang ke
sini lebih awal."
Setelah menyapa Shiba, Emi berdiri di depan Shiba bersama dengan Emerada.
"Secara khusus mencariku, ada apa? Wanita ini, juga tamu dari Ente Isla kan?
Meski sepertinya ini adalah pertama kalinya kami bertemu."
Shiba menutupi gaunnya agar tidak memantulkan cahaya dan melihat ke arah
Emerada.
Emerada, ditatap oleh Shiba, meletakkan topi baretnya di bawah dada dan
membungkuk dalam-dalam.
"Namaku Emerada Etuva. Seperti yang kau lihat, aku berasal dari Ente Isla.
Saat kekacauan terjadi di dunia kami, aku pernah melihatmu sekali dari
kejauhan."
"Nampaknya kau adalah orang yang kuat. Sama seperti Kamazuki-san... tidak,
di atasnya."
"Lalu, kau bilang ada sesuatu yang ingin kau minta dariku?"
"Soal 'rapat' yang akan dilangsungkan tiga hari lagi itu, aku harap kau mau
mengizinkanku untuk menghadirinya juga."
"Uhm..."
Alas Ramus menggeliat di lengan Emi, Emerada juga melihat ke arah Alas
Ramus karena hal tersebut.
"Aku mendengar hal ini dari Emilia. Sepertinya Shiba-san akan membicarakan
tentang 'penciptaan dunia'.... juga soal Sephirah dan Pohon Kehidupan yang
hanya bisa dilihat dalam legenda yang tertulis dalam Alkitab di Ente Isla.
Kumohon izinkan aku untuk menghadiri rapat itu."
"Ente Isla, dulu memberikan beban yang seharusnya dipikul oleh seluruh dunia
kepada Emilia seorang, dan dalam situasi sekarang ini, mereka malah
meninggalkan Emilia. Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi. Aku
datang ke sini hari ini berharap agar aku bisa mendukung Emilia yang
melangkah maju menuju kebenaran. Aku mungkin terlihat seperti ini, tapi aku
ini seorang pejabat tinggi di Ente Isla. Jika kebenaran yang Emilia ketahui
harus dipikul oleh seluruh dunia, posisiku pasti memungkinkanku untuk
mengumumkan hal ini pada dunia. Posisiku pasti bisa mengajak banyak orang
berpikir mengenai kebenaran ini bersama. Jadi...."
Ucap Emerada dengan suara yang tegas namun dengan sikap risau, yang
biasanya tak terbayangkan kalau itu akan muncul dari dirinya yang biasa. Shiba
pun mengangguk saat mendengarkan Emerada berbicara.
"Yusa-san dan Kamazuki-san adalah orang dari dunia itu (Ente Isla). Tak
masalah kalau hanya menambah satu orang lagi. Aku sudah yakin kalau kau
bukanlah tipe orang yang akan menyalahgunakan informasi yang kuberikan.
Kalau sempat, silakan datang bersama Yusa-san."
Acies tahu kalau percakapan di antara keduanya sudah berakhir, tapi dia yang
tidak mengikuti isi dari percakapan itu sama sekali, menyela di saat yang tepat
dengan sifat yang begitu polos, sehingga membuat semua orang tertawa.
Emi mengamati bagian dalam Villa Rosa Sasazuka kamar 101 sekali
lagi. Meski tata ruang dasarnya sama seperti kamar 201, karena pemandangan
dari luar jendelanya berbeda, maka kesan yang kamar itu berikan juga berubah
banyak.
"Pergerakanku juga tidak terlalu terbatasi, jadi kau tidak perlu khawatir."
"Celestial Globe?"
"Sebuah alat untuk melihat bintang.... tidak, itu sedikit berbeda. Bagaimana
aku mengatakannya ya."
"Tidak. Itu bukan untuk melihat bintang secara langsung... erhm... bagaimana
aku menjelaskannya ya."
Kata-kata Suzuno membuat Emerada tercerahkan, tapi kini malah giliran Emi
yang kebingungan.
"Aku mengerti~ menarik sekali~ tapi apa benda itu sangat kecil sampai-sampai
orang akan meninggalkannya~? Mendengar penjelasannya~ rasanya benda itu
sangat besar~~"
"Sangat tipis?"
"Ah, aku ingat sekarang, celestial globe itu adalah tipe yang bagian-bagiannya
menyatu jadi satu."
"Celestial globe itu adalah sesuatu yang terbuat dari kotak kardus yang dilipat
dan dilengkungkan sesuai instruksi. Seingatku itu disebut model... model
ke...."
"Model kertas?"
"Ya itu dia. Kalau tidak salah benda itu termasuk dalam sebuah buku. Karena
Acies sangat menginginkannya, berbagai keluaran pun kami beli. Keluaran
yang pertama, terbit dengan sebuah penyangga yang sebesar ini."
"Adapun untuk beberapa keluaran setelahnya, buku itu terbit bersama dengan
model kertas yang menunjukkan bintang di berbagai musim dan panduan
manual."
"Aku terkadang juga melihat iklan yang mirip seperti itu. Setiap keluaran akan
terbit dengan bagian yang berbeda-beda. Dan bahkan sebuah mobil sport bisa
dibuat setelah mengoleksi semuanya. Begitulah pokoknya."
"Tapi karena ada beberapa bagian, debu pasti akan menumpuk kalau globe itu
terus disatukan. Jadi aku melepasnya, meletakkannya dalam sebuah wadah,
dan menyembunyikannya di bawah papan lemari. Ketika tadi aku membuka
kotak dan hanya menemukan penyangganya, aku ingat kalau aku lupa
memberitahu kalian hal ini."
"Di bawah papan lemari ya. Aku memang lupa memeriksa tempat itu dengan
teliti sih. Karena papan itu adalah bagian dari kamar...."
Nord meletakkan tangannya di atas dahi, seolah menunjukkan kalau dia sudah
salah perhitungan.
"Mau bagaimana lagi, aku akan pergi mengambilnya. Bell-san, maafkan aku,
tapi bisakah aku merepotkanmu untuk hal ini?"
XxxxX
Sembari cemberut karena peringatan Emi, Emerada yang tidak bisa tenang,
berlutut di tempat duduknya dan menempel pada jendela seperti seorang anak
kecil, menikmati pemandangan yang lewat di luar jendela.
“Mau bagaimana lagi. Ketika aku pertama kali naik kereta, aku juga sangat
terkejut dengan kecepatan dan berbagai hal lainnya.”
Meski takkan ada bahaya besar apapun saat ini, memang lebih baik kalau
mereka berjaga-jaga.
“Tapi~ kenapa Nord-san memilih tinggal di tempat yang akan kita datangi
selanjutnya~?
“Kalau kupikir-pikir, aku memang belum menceritakan hal itu pada Emerada-
dono.”
“Benar sekali~ aku memang ingin bertanya pada Emilia~ dan aku sudah
mencari kesempatan dari kemarin, tapi kalau boleh~ bisakah kau
menceritakannya padaku~~?”
“Sebenarnya tak masalah kalau kau langsung bertanya padaku. Tapi begitu
kupikir mungkin aku pernah berpapasan dengan ayah di jalanan Tokyo.... tanpa
sadar sama sekali.... itu perasaan yang rumit.”
Ketika Emi menoleh ke arah Nord, Nord pun mengernyit seolah seseorang baru
saja menggali luka lamanya.
“Aku juga penasaran kenapa Raja Iblis Satan dan Jenderal Iblis Alsiel, anggota
tertinggi dari Pasukan Raja Iblis ini tinggal di Sasazuka. Ngomong-ngomong,
ini ada hubungannya dengan kenapa Emilia tidak mengizinkanku untuk
membantunya membalas kebaikan Raja Iblis dan yang lainnya."
Emi cemberut karena hal tersebut, Nord juga sedikit memicingkan matanya
dan mulai berbicara.
Kurasa itu berbeda beberapa bulan dengan Emilia, Raja Iblis dan yang lainnya.
Pada waktu itu, istriku sudah mempercayakan fragmen Yesod padaku, dan
meski hanya dasar-dasarnya, aku juga mempelajari keahlian menggunakan
pedang.
Meski aku yang bukan seorang penyihir dan hanya seorang petani biasa ini,
tidak memiliki kekuatan yang besar, pada waktu itu aku benar-benar
membulatkan tekad untuk bertarung demi melindungi desa dan ladang.
Itu karena aku sudah berjanji kepada Emilia dan istriku. Kami pasti akan
tinggal bersama lagi di rumah itu nantinya.
Namun, hasilnya sama seperti yang semua orang ketahui, pedang suci yang
baru diasah tepat sebelum terjun ke medan pertarungan, sama sekali bukan
tandingan bagi para iblis dari Pasukan Raja Iblis, aku dan banyak penduduk
pun terusir dari desa.
Itu sangat memalukan, jumlah iblis yang dikirim oleh pasukan Lucifer untuk
menyerang desa Sloan sebenarnya tidak lebih dari sepuluh.
Setelah itu, dengan identitas sebagai korban perang, aku berkelana ke berbagai
daerah selama dua tahun.
Aku yang menjadi terlantar karena desaku dibakar dan dihancurkan, sering
tidak punya uang bahkan hanya untuk menulis surat, aku juga tidak punya cara
untuk menghubungi Emilia yang seharusnya berada di Saint Ignord, untuk
memberitahunya kalau aku selamat.
Aku akhirnya bisa mengirim surat setiap beberapa bulan, tapi mungkin karena
hilang dalam perjalanan atau sengaja disembunyikan oleh Gereja, mereka tidak
pernah sampai ke tangan Emilia. Hal itu sudah bisa diperkirakan. Jika dia
menerimanya, maka dia akan tahu kalau aku masih hidup.
Setelah beberapa saat, Saint Ignord juga jatuh ke tangan pasukan Lucifer dan
aku melewati dua tahun di bawah kekuasaan Lucifer begitu saja. Dengan kata
lain, saat Saint Ignord diduduki, aku hanya bisa hidup sengsara di sudut-sudut
ibukota.
Situasi mulai berubah setelah pasukan Lucifer dikalahkan dan Saint Ignord
terbebas.
Nama Emilia jadi dikenal luas di antara para warga dan korban perang, hal ini
terjadi tak lama setelah itu.
Ketika ibukota Saint Ignord yaitu Irihem terbebas, informasi yang beredar
adalah seorang uskup agung dan kesatria elit dari Gereja telah mengalahkan
Lucifer. Dan barulah sebulan kemudian saat pertarungan untuk membebaskan
Benua Utara, orang-orang mulai tahu bahwa kesatria Gereja itu adalah seorang
wanita bernama Emilia.
Emilia tumbuh dengan sangat hebat, dia juga mendapatkan kekuatan untuk
mengalahkan para iblis seperti yang istriku katakan, hal itu membuatku merasa
sangat tersentuh.
Namun, sebagai korban perang, aku tidak sanggup mengejar Emilia yang bisa
mengalahkan Pasukan Raja Iblis semudah mematahkan bambu.
Aku lalu mencoba menghubungi Gereja beberapa kali, tapi pada saat di mana
manusia mulai melihat harapan, para warga juga memandang sang Pahlawan
dan yang lainnya dengan penuh ekspektasi dan kekaguman, kalau meminjam
situasi di Jepang, popularitas mereka pada waktu itu beberapa ratus kali lebih
tinggi daripada seorang atlet olahraga ataupun seorang idol.
Di antara mereka, ada juga orang yang berpura-pura menjadi keluarga atau
kerabat mereka, bahkan aku pun dianggap sebagai seorang pembohong. Meski
aku menggunakan nama kampung halaman Emilia, Sloan, hal itu tetap tidak
berpengaruh banyak.
Karena aku tidak bisa mengejar Emilia, aku hanya harus menunggu di tempat
di mana dia pasti akan muncul.
Untungnya, pada waktu itu aku menerima bantuan dan diizinkan kembali ke
desa Sloan.
Sayangnya, aku adalah satu-satunya orang yang kembali ke desa pada saat itu.
Para warga yang masih bertahan hidup sejak awal memang hanya sedikit, dan
saat mereka menjadi korban perang, beberapa orang menemukan kehidupan
yang baru di daerah yang baru pula, beberapa dari mereka menolak kembali ke
kampung halaman mereka, dan bahkan ada pula orang yang mati saat berada
di bawah kekuasaan pasukan Lucifer, kondisi setiap orang berbeda-beda.
Kalau begitu, selama aku menunggu di desa ini, Emilia pasti akan kembali.
Dalam satu artian, keterkejutan yang dihasilkan oleh hal ini bisa dibilang jauh
lebih besar dibanding kepulangan Emilia.
-------
“Ketika aku pertama kali datang ke sini, gedung stasiun kereta Chofu baru ada
di permukaan saja. Dalam waktu yang sangat singkat, tempat ini sudah banyak
berubah.”
“Untuk pergi menuju Tenmondai-mae dari stasiun Chofu, kita hanya bisa
menaiki bis ini, tapi jika kita pergi ke stasiun Chofu dari Tenmondai-mae, akan
lebih cepat kalau kita berjalan menuju pemberhentian sebelumnya,
pemberhentian Chofu-Ginza. Itu karena kemacetan lalu lintas sering terjadi di
persimpangan sana.”
Rasanya aneh ada seorang ayah Pahlawan dari dunia lain sedang memandu
jalan di Chofu, namun orang yang mengikutinya pun juga bukan berasal dari
dunia ini, membuatnya terasa lebih ironis.
Selama waktu hampir setahun ini, Emi dan Nord tidak tahu kalau mereka
tinggal di jarak hanya 20 menit menaiki kereta, hidup sendirian di Tokyo.
Emi, Maou, dan Ashiya memang harus bekerja keras di dunia yang tak dikenal
ini, tapi alasan mereka bisa mengatasi kendala bahasa adalah karena mereka
bergantung pada sihir iblis dan sihir suci.
“Itu sederhana.”
Nord menaiki bis yang baru saja tiba, menerima tiket dengan gerakan yang
terampil dan mengucapkan hal ini saat dia berjalan mencari tempat duduk,
------
Aku bahkan tidak punya waktu untuk meragukan mataku, dan dia langsung
berbicara,
Bahkan pada waktu itu, Emilia masih bertarung melawan Pasukan Raja Iblis.
Kekuatanku mungkin bisa membantu Emilia, dan selain itu, karena Lailah
adalah seorang malaikat, bukankah dia bisa membantu Emilia?
Tapi jawaban Lailah membuatku merasa kalau bahkan inti dari pertanyaan itu
saja terlewatkan.
'Aku tidak tahu kenapa semuanya jadi seperti ini. Dulu, Satan hanyalah seorang
anak kecil yang mengetahui apa itu sakit hati.'
Satan adalah nama Raja Iblis yang menyerang Ente Isla. Tapi dari nada bicara
Lailah, dia sepertinya sudah kenal dengan Raja Iblis Satan sejak dulu.
'Aku minta maaf karena selalu menyulitkanmu. Aku akan memberitahumu hal-
hal yang bisa kuberitahu padamu sekarang, jadi cepat pergilah menuju tempat
kenangan kita.'
Dalam situasi yang membingungkan ini, aku menggandeng tangan Lailah, dan
bersamanya, aku terbang dari desa Sloan menuju pegunungan di timur.
Di sebuah tempat berjarak setengah hari perjalanan dari desa Sloan, ada sebuah
gunung yang menjadi tempat berburu, saat aku masih tinggal bersama Lailah,
gunung itu hanya gunung biasa yang belum berkembang.
Di tengah gunung di sisi sebelah selatan, terdapat sepetak lahan yang menjorok
keluar seperti sebuah panggung.
Aku yang masih muda dan Lailah sangat menyukai tempat itu, kami
membangun pondok kecil di sana sebagai tempat istirahat dan sering berlibur
ke tempat itu saat masa pertanian sedang lambat-lambatnya.
..... Emilia, kenapa kau memasang wajah tak enak begitu saat aku menyebut
pegunungan?
..... Emerada-san, kenapa kau mengeluarkan suara antusias seperti itu? Apa aku
mengatakan sesuatu yang aneh?
Dia kemudian menanamkan fragmen kecil yang bisa muat di telapak tangannya
di pojokan balkon yang terkena sinar matahari paling banyak.
Sampai sekarang, aku tidak tahu apa maksud di balik tindakannya itu.
Atau lebih tepatnya, meskipun dia menjelaskannya padaku, aku tidak akan
mengerti.
Maksud di balik penyerahan fragmen Yesod padaku dan Emilia yang baru lahir.
Identitas sebenarnya pemimpin Raja Iblis Satan yang mengancam seluruh Ente
Isla.
Tabu di Surga, legenda 'Bencana Raja Iblis Satan Kuno'.
Semua itu adalah hal-hal yang tidak akan bisa dipahami hanya dengan
mendengarkannya sekali.
Dan hal yang paling penting adalah, Lailah terlihat sangat cemas.
Emerada-san, inilah yang terjadi. Pada waktu itu, Lailah sudah mengetahui
berbagai hal mengenai dunia ini.
Kurasa sejak awal Lailah sudah merencanakan hal ini untukku dan Emilia...
merencanakan agar fragmen Yesod dapat tersembunyi di tempat yang tidak
bisa diganggu oleh Surga.
Bagiku, daripada mengetahui masalah yang terjadi di dunia yang tidak kukenal,
aku lebih khawatir dengan Emilia yang bertarung di Ente Isla, tapi istriku
bilang, jika ada sesuatu yang tidak beres, dia akan maju dan melindungi Emilia.
Jadi aku mempercayai kata-kata istriku dan menerima rencananya.
Hm? Kau tanya kenapa aku mempercayai Lailah dengan sangat mudah?
Kenapa ya, itu cerita yang panjang... beberapa hal terjadi ketika aku bertemu
Lailah, jadi sejak awal aku sudah tahu kalau dia adalah seorang malaikat.
Dari saat aku tahu bahwa Lailah adalah seorang malaikat, sampai Emilia
terlahir, dan sampai Lailah meninggalkan sisiku, banyak hal yang telah terjadi.
Contohnya saat suhu di suatu musim panas jauh lebih rendah dibandingkan
tahun sebelumnya, sehingga menyebabkan gagal panen yang tak terelakkan.
Pada waktu itu aku meminta Lailah apa dia bisa menggunakan kekuatannya
untuk menyelamatkan gandum milik desa.
Lailah menjawab,
'Jika kita dengan paksa merubah keadaan alam, reaksi pasti akan terjadi suatu
hari nanti. Apa kau ingin aku menjadi malaikat yang sebenarnya?'
Tidak hanya saat itu, Lailah sering membuatku merasa kalau dia tidak
menyukai realita bahwa dia adalah seorang malaikat.
Setelah itu, aku dengan tegas terus mengingatkan diriku agar tidak membuat
kontak dengan kekuatan tersembunyi Lailah.
Pernah suatu ketika Lailah mengenakan baju tua yang kubeli dari seorang
pedagang pengelana, wajahnya saat itu penuh dengan senyum. Dia sangat
menyukai fakta bahwa dia perlahan menjadi seperti istri-istri dari keluarga
petani setempat.
Dia membiarkan tangan cantiknya menggigil akibat musim dingin yang beku,
menyakiti dirinya sendiri saat sedang bertani, dia bahkan memasukkan
tangannya ke dalam tumpukan pupuk yang berbau busuk tanpa ragu sedikitpun.
Kehidupan kami tidak hanya dipenuhi hal-hal yang menyenangkan. Kami juga
beberapa kali terlibat pertengkaran.
Namun, aku tidak pernah meragukan hatinya. Sama sekali tidak pernah.
Masalah mempercayai istriku ini, tak ada alasan untuk menjelaskannya... jadi
ayo kita bicarakan hari saat Emilia lahir.
Proses persalinan Lailah tidaklah berjalan lancar, aku sampai terkejut karena
tubuh sekecil itu bisa menghasilkan suara yang begitu keras.
Jika dia tahu kalau aku menceritakan hal ini, dia pasti akan sangat marah.
Meski dia bersikeras kalau 'aku tidak pernah mengatakan sesuatu seperti itu',
bidan desa dan aku benar-benar mendengarnya berbicara seperti ini ketika dia
menahan rasa sakit akibat persalinan yang sulit....
'Saat ini, aku benar-benar benci dengan camar yang dengan santainya terbang
di seluruh dunia!'
Aku tidak pernah melihat laut sebelumnya, jadi meskipun aku mendengarnya
berkata demikian, aku tidak punya pemikiran khusus apapun mengenai hal itu.
Tapi pada waktu itu aku tak sengaja tertawa terbahak-bahak, dan begitulah,
aku diusir keluar ruangan oleh Lailah.
'Terima kasih, dengan begini, sekarang aku sudah menjadi penduduk dunia ini.'
Baru 15 tahun kemudian ketika aku kembali ke Balkon Langit Berbintang, aku
samar-samar memahami makna di balik kalimat tersebut.
Ketika kami bertemu kembali setelah 15 tahun, Lailah mengucapkan hal ini
padaku,
'Aku dan para penduduk Surga, bukanlah malaikat yang disebutkan dalam
Alkitab.'
Dia percaya kalau hidup di dunia dan mendapatkan kebahagiaan hidup dengan
bekerja keras dalam jangka waktu yang terbatas, adalah jalan hidup yang benar.
Tapi, jika Surga terus seperti ini, tak lama, sesuatu yang buruk pasti akan
terjadi pada orang-orang Ente Isla.
Dia bilang kalau hal ini harus dihentikan apapun yang terjadi.
Namun, orang yang menghalangi rencana Lailah telah memisahkan keluarga
kami di masa lalu.
Malam itu, Lailah menggunakan wujud yang serupa seperti saat dia pertama
kali menemuiku... wujud seorang malaikat.
Aku bahkan tidak sempat bertanya kenapa dia menggunakan wujud yang
sangat dia benci, Lailah kemudian menyerahkan sebuah kristal ungu padaku
dan Emilia.
'Aku berharap kau yang bisa menerimaku layaknya manusia di dunia ini, mau
menerima benda ini.'
Ucap Lailah.
Meski aku bertanya padanya apa yang terjadi, Lailah hanya membalas dengan
gelengan kepala.
'Cepat atau lambat, dunia akan diselimuti oleh kejahatan, dan anak kita
memiliki kekuatan untuk mengusir mereka. Saat ini, aku harus melindungi
kekuatan itu.'
'Untuk melindungi masa depanmu dan Emilia, aku tidak boleh tertangkap di
sini. Jadi kumohon izinkan aku pergi sekarang.'
Ketika cahaya Lailah menghilang di langit sebelah timur, cahaya lain yang
mirip seperti Lailah muncul dan bergerak dari barat ke timur seolah sedang
mengejar Lailah.
Ketika cahaya yang mengejar Lailah terbang menuju ke langit timur, pedang
suci tiba-tiba muncul di tanganku.
Meski wujudnya terlihat tak bisa diandalkan, aku langsung tahu kalau itu
adalah kekuatan kristal yang Lailah percayakan padaku.
Pedang itu sedikit bergetar seolah mewaspadai cahaya yang ada di langit.
Aku baru memasuki rumah setelah cahaya di langit itu menghilang, dan
setelahnya aku mendapati bahwa di tangan Emilia, dia sudah memegang
sebuah benda seperti salib, layaknya sedang berdoa.
Itu mungkin tahap pertama dari wujud 'Evolving Holy Sword, One Wing
(Better Half)' yang Emilia gunakan.
Beberapa saat kemudian, pedang dan salib itu berubah menjadi bola-bola
cahaya dan menghilang ke dalam tubuh kami.
Tapi aku tidak merasa seolah sedang memikul takdir yang begitu besar.
Aku hanya ingin melindungi Emilia. Dan agar Lailah bisa menjalani kehidupan
yang sama seperti sebelumnya setelah dia menyelesaikan pertarungannya dan
kembali, aku harus melindungi rumah ini. Aku bersumpah dengan tekad
demikian.
Tapi setelah itu, hingga penyerangan Pasukan Raja Iblis, Lailah tidak kunjung
kembali, Emilia juga tidak pernah menangis karena merindukan ibunya.
Kurasa itu mungkin karena kekuatan fragmen yang menyelimuti hati Emilia."
-------
Emi juga menggumam dengan kepala tertunduk dan wajah sedikit memerah.
"Meski aku tahu kalau ini adalah hal yang sangat penting~~"
Nord tidak begitu mengerti, dia bangkit dari kursinya dan memasukkan tiket
dan beberapa uang kecil ke dalam kotak biaya dengan lihai.
Suzuno dan Emerada juga mengikuti dari belakang, menatap satu sama lain
merasa malu, sedangkan untuk Emi, dia terlihat seperti menahan sesuatu dan
mencoba untuk tidak menatap keduanya.
"Rasanya seperti~ terima kasih atas pelayanannya~~"
"Hm?"
Tidak diketahui apakah maksud Emerada tersampaikan atau tidak, Nord turun
dari bis dengan ekspresi yang sulit dipahami.
Ketiga orang itu mengikuti dari belakang. Meskipun tahu kalau informasi itu
sangat dibutuhkan untuk memahami situasi yang melibatkan mereka, setelah
mendengar penjelasan Nord dicampur dengan proporsi yang pas dari cerita
masa muda dengan Lailah, rasanya mereka sudah kehilangan pandangan
mengenai sesuatu yang penting.
Setelah bis itu pergi, Suzuno menghembuskan napas dalam seolah ingin
mengeluarkan seluruh udara yang terpendam di dalam tubuhnya dan mengipasi
dirinya menggunakan tangannya.
"Jadi tempat tersebut memang memiliki nama seperti itu ya.... rasanya sangat
rumit."
Ucap Emerada menyebutkan nama tempat yang terasa agak memalukan itu,
dan setelah Emi mendengarnya, dia kembali tersipu dan menundukkan
kepalanya, sementara untuk Nord, dia mengangguk dengan mantap dan
menjawab,
"Ayo bicara sambil jalan. Meski Bell-san san Emilia sudah berkali-kali datang
ke sini.... tapi inilah jalannya."
Nord menunjukkan jalan pada Emerada dan mulai membahas topik itu lagi.
------
Dan tempat yang dia pilih bukanlah Ente Isla, melainkan bumi ini.
Meski aku bilang kalau aku belajar bahasa Jepang dari Lailah, tapi itu bukan
belajar dari buku tulis yang dimulai dengan kosakata.
Berkat hal itu, meski terkadang aku masih menggunakan kosakata yang salah
ketika berbicara bahasa Jepang, itu bukan berarti aku tidak bisa berkomunikasi
sama sekali.
Lailah kemudian menceritakan alasan kenapa dia sangat khawatir, bilang kalau
itu berhubungan erat dengan tindakan Emilia sebagai Pahlawan dan
penyerangan Pasukan Raja Iblis.
Pedang suci yang Emilia hunus dan Armor Pengusir Kejahatan yang dia pakai,
seperti pedang suciku, adalah benda yang terbuat dari inti fragmen Yesod.
Apa yang membuatku terkejut adalah rencana ini sudah berjalan terus menerus
selama beberapa ratus tahun, sebelum aku lahir.
Namun, kekuatan yang Emilia miliki benar-benar terlalu kuat, jadi dia tidak
bisa menutupinya sama sekali.
Karena mungkin ada pengejar yang menargetkan pedang suci Emilia, untuk
berjaga-jaga, dia berharap aku bisa kabur ke sebuah dunia lain. Kurasa itulah
yang dia maksudkan.
Tentu aku juga punya pertanyaan, yaitu apa yang harus kita lakukan jika
pengejar itu bergerak memburu Emilia?
Lailah menjawab,
Dia akan melindungi putri kami bahkan jika dia harus mengorbankan
nyawanya.
Bagiku, Lailah dan Emilia adalah keberadaan yang tak tergantikan. Jadi wajar
aku tidak ingin melihat nyawa mereka berada dalam bahaya. Tapi karena
Lailah, orang yang memiliki intelegensi melebihi manusia, punya tekad seperti
itu, aku sama sekali tidak bisa membantahnya.
Bukan soal bahasa saja yang harus kuingat, apa yang perlu kupelajari sebagian
besar adalah hal-hal yang berhubungan dengan uang.
Sebelum benar-benar melihat sebuah ATM, aku sama sekali tidak mengerti
sistem yang bisa ditemukan di mana-mana ini, sebuah sistem yang
memungkinkan uang seseorang bisa diambil tanpa melalui manusia.
Sama halnya dengan keberadaan uang kertas. Aku harus bersusah payah untuk
memahami benda yang mirip seperti dokumentasi ini, benda yang bukan
termasuk emas, perak, perunggu, ataupun logam lain, namun memiliki nilai
yang lebih tinggi dari koin emas.
Itulah pertama kalinya aku merasa gelisah. Apa yang dia ingin untuk
kulakukan selanjutnya?
Karena aku tiba-tiba diberi informasi tentang dunia yang tidak kukenal, selama
prosesnya, aku terlibat pertengkaran dengannya yang sudah tertunda selama
15 tahun.
Lalu, beberapa hari kemudian, Lailah menggali fragmen yang sudah dia kubur
sebelumnya dan menggabungkannya kembali denganku.
Menurut Lailah, hari itu kebetulan adalah hari di mana Alsiel mundur dari
Benua Timur karena kalah dengan Emilia.
'Aku ingin menghabiskan beberapa hari lagi agar dia terlahir di sini.'
'Maafkan aku, bertindak sembrono dan keras kepala seperti ini. Tapi tolong
percayalah padaku.'
Itu adalah malaikat dengan penampilan seperti seorang pria kecil memegang
sebuah sabit besar.
Aku berpikir, mungkin malaikat ini adalah malaikat yang mengejar Lailah 15
tahun yang lalu, identitas sebenarnya dari cahaya yang menghilang di langit
sebelah timur itu.
Malaikat itu hanya mirip dengan Lailah di bagian sayap putih dan warna
rambutnya, sedangkan tatapannya sangat dingin.
Ketika aku terbangun, aku sudah ada di Shinjuku.... lebih tepatnya di sebuah
tempat tak jauh dari Yoyogi, pokoknya aku terbangun di dalam sebuah
apartemen di Jepang.
Aku panik. Meski Lailah sudah memberitahuku hal ini sebelumnya, begitu aku
keluar kamar, aku seketika membeku saat dihadapkan pada bau yang tidak
pernah kucium sebelumnya, suara yang tidak pernah kudengar sebelumnya,
dan cahaya yang tidak pernah kulihat sebelumnya.
Meski Lailah sudah memberitahuku apa yang harus kulakukan setelah datang
ke dunia ini, pada kenyataannya aku baru bisa pergi keluar setelah 3 hari.
Aku sangat takut, takut pada dunia yang tak dikenal dan pada manusia yang
tak dikenal.
Setelah semua makanan yang disiapkan di apartemen itu habis termakan, aku
tidak punya pilihan lain selain pergi keluar dan menyelesaikan belanja
pertamaku di minimarket.
Sampai sekarang, aku masih ingat dengan sangat jelas, saat aku tahu kalau roti
yang kubeli dengan harga 100 yen itu rasanya begitu lezat dan sangat berbeda
dengan roti gandum hitam di Ente Isla.
Taman Yoyogi berada di jangkauan berjalan kaki dari apartemen, aku berjalan
ke sana setiap hari, memandangi langit, mencium bau pepohonan, dan bahkan
berbaring di tanah.
Baru di suatu pagi setelah terus berjalan-jalan selama kira-kira 2 bulan, aku
mengerti makna di balik kalimat merawat fragmen tersebut, pada waktu itu,
pedang suci tiba-tiba muncul dan memperlihatkan wujud seorang manusia.
Aku sangat gelisah. Acies yang terlihat seperti seorang gadis berusia belasan
tahun, sejak awal sudah tahu mengenai bahasa Jepang.
Dia juga tahu kalau aku adalah seseorang yang berhubungan dengan Lailah,
jadi tidaklah sulit untuk berkomunikasi.
Namun, masalah tetap saja muncul.
Semenjak Acies lahir, uang yang Lailah persiapkan sebelumnya untukku mulai
habis dengan sangat cepat.
Meskipun masih ada sisa uang yang cukup, karena aku tidak tahu berapa lama
aku harus tinggal dengan Acies, uang itu tidak bisa kuhabiskan dengan
sembrono. Ketika tabungan itu mencapai titik terendah, maka semuanya sudah
terlambat.
Berkat kehidupan sebagai korban perang yang kujalani di Saint Ignord, aku
cukup percaya diri aku bisa melakukan banyak jenis pekerjaan.
Saat aku mulai melakukan berbagai pekerjaan aneh, aku pun bertemu seorang
pria dengan nama belakang Satou.
Karena Satou, aku tahu, asalkan aku punya niat, aku bisa bebas bekerja di
Jepang.
Hm? Oh, kau bertanya kenapa aku ingin meminjam nama belakangnya?
Sederhananya itu demi tinggal bersama Acies sebagai sebuah keluarga dan
menghindari kecurigaan orang lain.
Tentu, aku tidak bisa menggunakan nama palsuku ketika mencari kerja. Itu
karena nama asliku juga dipakai di rekening bank.
Tapi aku meminta orang-orang di sekitarku untuk menganggapnya sebagai
nama panggilan. Meski aku sedikit enggan, mengingat alasan Lailah
mengirimku ke dunia ini, kurasa akan lebih baik untuk tidak mengungkap
nama belakang Justina.
Selain itu, latar belakang Satou yang rumit mengingatkanku pada saat-saat
diriku menjadi korban perang, hal itu juga salah satu alasannya.
Tempat yang Satou rekomendasikan padaku waktu itu adalah tempat di mana
Observatorium Nasional Mikata berada.
Tempat itu adalah pusat untuk penelitian astronomi di Jepang, kegiatan yang
berkaitan penelitian astronomi juga diselenggarakan tiap bulannya, siapapun
bisa berpartisipasi selama mereka mendaftar.
------
Emerada kini sedang berdiri di depan sebuah gedung kecil dengan banyak
moped terparkir di depannya, menatap papan nama yang tergantung di bagian
luarnya.
"Di sana tertulis 'Distributor Surat Kabar Yomiuri'. Tempat ini adalah tempat
yang difungsikan untuk mengumpulkan dan mengantarkan media yang disebut
surat kabar."
Berkata demikian, Nord dengan tenang membuka pintu geser tempat tersebut
dan melangkah masuk ke dalam.
Ketika Emi dengar kalau Maou bertemu dengan Nord dan Acies di dalam bis
yang menuju tempat ujian mengemudi, dia sempat kebingungan kenapa Nord
ingin mendapatkan SIM, tapi begitu dia melihat barisan moped yang
digunakan untuk mengantar surat kabar... Honda Radish, dia akhirnya paham.
Meski ada pula beberapa sepeda terparkir di sana, pekerjaan pasti akan lebih
lancar kalau dia menggunakan moped.
Mengenai poin 'langit malam juga bisa diamati ketika sedang bekerja',
mengantar koran adalah pekerjaan yang mengharuskan seseorang untuk
melewati berbagai gang dan jalan sebelum matahari terbit guna mengantar
koran di setiap rumah.
Meski Emi tidak punya pengalaman seperti itu, pusat penghantaran koran
memang menyediakan tempat tinggal kepada para pegawainya, dan karena
mereka harus menyelesaikan pekerjaan mereka di pagi dan malam hari dengan
waktu yang terbatas, beberapa pegawai adalah mahasiswa yang mendapatkan
beasiswa dari penerbit koran yang masuk universitas.
Pekerjaan mengantar koran pasti tidaklah mudah, tapi tubuh Nord yang sudah
terlatih melalui pekerjaan tani serta memiliki kekuatan mental yang cukup
untuk melewati kehidupan sebagai korban perang, pekerjaan itu seharusnya
adalah hal yang mudah baginya.
Meski surat kabar semakin tersingkir karena adanya internet dan televisi, surat
kabar masih terus melakukan kegiatannya sebagai media informasi, jadi jika
seseorang bekerja di tempat yang berkaitan dengan surat kabar, mengetahui
situasi dunia adalah hal yang cukup mudah.
Beberapa saat kemudian, Nord keluar bersama seorang pria tua dan berjalan
menuju bagian belakang gedung.
Emerada mengamati apartemen sesak itu dengan penuh minat, lantas berusaha
mendapatkan perhatian Emi seperti kepikiran sesuatu.
"Yeah."
"Aku tidak menganggap ibuku sebagai orang jahat, tapi keadaanku, keadaan
ayahku, sekaligus keadaan Raja Iblis, semuanya berhubungan dengan ibuku.
Uang yang dimiliki ayahku saat ini, sebagian adalah uang yang disiapkan oleh
ibuku, kan? Aku tidak ingin bergantung pada uang ibuku. Tapi
mengesampingkan masalah rumit ini, merepotkan orang tuaku untuk
membayar hutang yang kubuat sendiri itu tidak baik, kan?"
"Oh~~."
"Emerada-dono, mau bagaimana lagi. Emilia itu sangat keras kepala ketika
menyangkut hal ini. Kalau dijelaskan lebih halus, dia itu punya pendirian yang
kuat. "
Usai membungkuk kepada si pemilik distributor, dia kembali ke arah Emi dan
yang lainnya.
Di dalam folder dengan logo Yomiuri News di atasnya, terlihat banyak sekali
bagian-bagian kardus.
Itu bukan sebuah model kertas, melainkan papan kardus dengan selembar
kertas transparan berbentuk bulat di atasnya.
"Benda ini adalah sesuatu yang kami dapatkan saat event pengamatan bulan
yang diselenggarakan oleh observatorium. Kalau bagian belakangnya disinari
cahaya, sebuah peta bulan akan terlihat di dinding. Acies nampaknya sangat
menyukai yang ini. Di antara koleksinya, entah kenapa ada banyak benda yang
berhubungan dengan bulan."
"Bulan... ya?"
Tidak diketahui apakah itu ada hubungannya dengan hal ini, Suzuno menatap
bagian-bagian kardus yang menumpuk itu dengan wajah seperti sedang
berpikir keras.
"Aku masih ingin berbincang dengan kalian semua, dan ada beberapa hal yang
belum kuberitahu pada Emilia, jika memungkinkan, aku harap kita bisa
menemukan tempat untuk mengumpulkan semua orang yang terkait dengan
hal ini dan membicarakan semuanya secara berurutan."
"Itu benar. Meski sedikit menjengkelkan, ada juga beberapa hal yang harus kita
konfirmasi dengan Raja Iblis dan yang lainnya... Untuk saat ini, kenapa kita
tidak memberikan dulu benda ini pada Acies? Jika kita kembali ke Sasazuka
sekarang, aku bisa sampai tepat waktu untuk urusanku sore nanti."
"Oh ya Emilia. Memang apa yang akan kau lakukan sore nanti?"
... tapi dia langsung berhenti karena mendengar pertanyaan Suzuno.
"Yeah, sebenarnya...."
XxxxX
Si gadis SMA memaksa Raja Iblis Satan yang sudah memulihkan kekuatan
penuh dari sihir iblisnya, untuk bersandar pada tembok begitu mereka bertemu.
"Aku tahu Maou-san dan Yusa-san itu adalah musuh! Tapi meski demikian,
melakukan hal itu sangatlah tak berperasaan!"
"Aku tahu kalau Maou-san sedang kesulitan, dan aku juga tahu kalau masalah
uang itu sangat penting! Tapi mengatakan hal-hal demikian di depan ayah
Yusa-san itu sangatlah kasar!"
Maou mengeluh kepada Suzuno yang terlalu banyak bicara di dalam hati
sambil mencoba membujuk Chiho.
"Uh, Chi-chan, ada alasan yang sangat rumit di balik semua ini...."
"Aku tidak tahu apa yang Suzuno katakan padamu, tapi aku melakukan hal
seperti itu karena aku juga punya pertimbangan sendiri!"
"Pertimbangan apa?! Apa kau tahu, setelah itu, Yusa-san dan ayahnya.... Nord-
san bertengkar sampai situasinya jadi aneh hanya gara-gara masalah uang."
Benar, tanpa diingatkan Chiho dan Suzuno pun, Maou juga tahu kalau
situasinya akan jadi seperti ini.
Lagipula, dari sudut pandang Nord, orang yang dihutangi oleh putrinya adalah
musuh dari seluruh umat manusia.
Nord adalah orang yang terlibat dengan fragmen Yesod lebih dulu dibanding
Emilia, jadi dia secara sepihak tidak menganggap Maou dan para iblis sebagai
makhluk jahat, tapi meski begitu, dia seharusnya tahu bahwa posisi Emi saat
ini tidaklah bagus.
Barang-barang sepele ataupun mewah milik Nord mungkin juga dibelikan oleh
Emi baru-baru ini.
"Menentang?"
Ekspresi Maou terlihat agak lelah, membuat Chiho mengernyit dan terlihat
bingung.
"Ini 350.000 yen lo. Bahkan untuk karyawan tetap pun, 350.000 itu bukan
jumlah yang bisa dibuang-buang dengan mudah, kan? Apalagi, dia saat ini
adalah pengangguran."
"Tentu saja! Itulah kenapa kau seharusnya tidak mengatakan itu di depan Nord-
san...."
"Aku sebenarnya ingin memberitahunya, jika dia tidak punya uang, dia bisa
membayar menggunakan tubuhnya...... Chi-chan, Chi-chan?"
Maou baru berbicara setengah jalan ketika wajah Chiho menjadi semakin
memerah dan matanya memelotot marah, hal itu membuat Maou sadar kalau
dia sudah mengatakan sesuatu yang salah.
"Tu-tu-tu-tu-buh, menggunakan tubuh, menggunakan tubuh....! Maou-san!
Apa yang kau bicarakan!? Me-mengatakan sesuatu yang kurang ajar seperti itu,
aku benar-benar salah menilaimu!"
Seperti yang Maou duga, Chiho kemudian berteriak, Maou pun dengan panik
menjelaskan,
"Chi-chan Chi-chan Chi-chan! Aku salah! Maksudku bukan begitu! Kau tahu,
begini..."
Maou mengeluarkan sebuah buku kecil yang terlihat seperti majalah dari dalam
laci.
"Coba pikir, orang itu Emi, kan? Berhutang kebaikan padaku, sang Raja Iblis
saja, pasti sudah membuatnya marah, kupikir jika aku mengajukan permintaan
yang tak masuk akal ini, dia akan kehilangan kesabaran seperti sebelumnya.
Dengan begitu, aku bisa menggunakan hal ini sebagai usulan pengganti. Aku
sebenarnya ingin membicarakan masalah tersebut."
Chiho yang wajahnya memerah karena rasa malu dan marah, melihat sampul
majalah dan penanda halaman yang terlihat dari majalah tersebut, dia pun
mulai mengerti apa yang ingin Maou katakan.
"Maou-san, jangan-jangan...."
"Kupikir dia akan bilang, 'Kenapa aku harus membayar uang sebesar itu?!
Bahkan jika aku berhutang budi padamu pun, seharusnya ada batasnya juga!',
atau semacamnya. Kemudian, kalau dia bilang begitu... atau setidaknya
membalas dengan kata-kata semacam itu, maka aku bisa memintanya
membayar dengan cara lain, contohnya, berkenaan dengan dia yang saat ini
tidak punya pekerjaan... benar?"
Maou menyerahkan majalah yang ada di tangannya kepada Chiho, Chiho pun
menerimanya dengan wajah seolah tidak tahu harus memasang ekspresi seperti
apa.
Edisi keluaran terbaru ini memiliki sebuah penanda halaman, dan ketika
halamannya dibuka, kata-kata 'Dengan adanya perluasan bisnis MgRonald
depan stasiun Hatagaya, kami mencari rekrutan baru secara besar-besaran!
Pengalaman tidak dibutuhkan!' tercetak di sana.
Chiho menatap halaman tersebut dan wajah Maou secara bergantian dengan
ekspresi kaget di wajahnya.
"Ma-Maou-san..."
"Jika kau tidak bisa membayar dengan uang, maka bekerjalah untuk
membayarnya... Aku ingin bilang begitu... tapi situasinya tidak berubah seperti
yang kuharapkan..."
"......"
Chiho menatap Maou dengan tatapan seolah sudah tak sanggup lagi melihatnya,
mengembalikan majalah tadi, dan....
"Tak ada tapi-tapian! Apa-apaan itu? Padahal tak masalah kalau kau bicara
langsung dari awal, kenapa kau harus melakukan cara yang berbelit-belit
begitu?"
"Ugh, itu karena aku dan dia punya sudut pandang yang berbeda...."
"Apa sudut pandang bisa dimakan? Apa itu bisa membantu mencari
pekerjaan?"
"Ugh, kalau kau bilang begitu.... ta-tapi, orang itu adalah Emi...."
"Karena kau tidak memperlakukan dia dengan baik dan serius kali ini, jadinya
kata-kata yang seharusnya bisa kita dengar malah terlewatkan!"
Ketika keduanya sedang berbalas sanggahan, sebelum Maou tahu, dia sudah
dipaksa untuk duduk di sebuah kursi lipat, menerima ceramah tanpa henti dari
Chiho.
“Dan lagi, apa-apaan ini?! Kau itu bukan bocah SD, kau ingin bersikap baik
pada seorang gadis, tapi pada akhirnya kau tetap membully-nya karena kau
pikir itu tidak keren. Sebagai Raja Iblis, apa kau tidak merasa kalau itu
memalukan?”
Meskipun Maou punya pemikirannya sendiri, Chiho sama sekali tidak mau
mendengarkannya.
“Intinya, alasan itu tidak penting sama sekali! Jika kau malu menunjukkan
kepedulianmu secara langsung kepada Yusa-san, kau bisa bilang kalau kau
khawatir dengan Alas Ramus atau semacamnya, lalu merekomendasikan
sebuah pekerjaan pada Yusa-san, kenapa kau harus bersikap seperti orang
jahat?!”
“Ugh, karena aku adalah Raja Iblis dan dia adalah Pahlawan....”
“Sampai saat ini, apa bersikukuh soal identitas sebagai Raja Iblis dan Pahlawan
menghasilkan sesuatu yang baik?!”
Maou tersentak di atas kursi lipatnya dan dengan gugup mendongak, Chiho
menatapnya dengan tatapan penuh amarah seperti saat Emi sedang dalam
kekuatan penuhnya.
Mengenai pertarungan yang terjadi di Benua Timur Ente Isla, lebih tepatnya di
Ibukota Kerajaan Afashan, Azure Sky Canopy.... Maou, Ashiya, Emi, dan
Suzuno sudah menceritakan semuanya kepada Chiho.
Chiho merasa marah kepada Olba dan pihak Surga ketika dia mendengar soal
Emi yang ditangkap di Ente Isla, dia merasa terkejut ketika Maou secara tak
sengaja bertemu dengan Alberto, tersenyum karena surat yang Ashiya kirim
kepada Emi, merasa takjub ketika Suzuno menyelamatkan Emerada, dan
ketika dia tahu bahwa Emi dan ayahnya bertemu kembali, dia merasa begitu
bahagia untuk Emi sambil menangis, menunjukkan campuran ekspresi sedih
dan bahagia.
“Chi-chan....”
“Maou-san.”
“O-oh?”
Ini bukan seperti Maou tidak pernah khawatir mengenai masalah itu
sebelumnya.
Dengan berakhirnya insiden ini, begitu Emi membayar semua hutang yang dia
miliki kepada Maou, hanya ada satu kenyataan yang tersisa di antara
keduanya.... yakni, Maou yang tidak menyerah untuk menaklukan dunia dan
meninggalkan ingatan yang menyakitkan kepada Emi dan Nord.
Dia memang sudah bertemu kembali dengan ayahnya, tapi mengingat hal-hal
besar yang sudah hilang dari kehidupan Emi, bahkan jika Emi meminta
bayaran dari Maou, itu bukanlah hal yang aneh.
“Ka-karena dia tidak bisa mencabut nyawaku... jangan-jangan kali ini dia akan
meminta uang dariku? Seperti, ganti rugi atau semacamnya, gitu?”
Chiho mengalihkan pandangannya dari Maou, seolah tidak tahan dengan sikap
pelitnya yang sudah menancap dalam.
“Ugh.”
“O-oh?”
“Dulu, Yusa-san sering bilang kalau Maou-san adalah seorang lawan, seorang
musuh, dan ingin mengalahkanmu, sesuatu seperti itu pokoknya.”
“Eh?”
Entah kenapa, meski situasi dan lawan bicaranya berbeda, rasanya Maou
pernah dihadapkan pada situasi yang sama sebelumnya, hal ini sontak
membuatnya sesaat merasa bingung.
“Karena Yusa-san adalah seorang musuh, jadi kau juga ingin membunuhnya?”
“Tidak, tidak, apapun yang terjadi, aku tidak akan melakukan sesuatu sampai
sejauh itu...”
Ucapan Chiho membuat Maou membuka lebar matanya merasa kaget, tapi dia
langsung sadar kalau dia tidak bisa menjawab pertanyaan Chiho sama sekali.
“Kau tidak berpikir begitu kan? Bagaimanapun, Yusa-san juga salah seorang
Jenderal Besar di Pasukan Raja Iblis yang baru.”
Ucap Chiho dengan sedih, Maou sama sekali tidak bisa menjawab....
------
“Maa-kun.”
“Ya! Aku memang sudah mengatakan sesuatu yang salah dan membuat Chi-
chan marah!”
“Begitu ya?”
“Y-ya.”
“Maa-kun. Aku mungkin sudah tidak perlu mengatakannya lagi, tapi restoran
ini sekarang tidak punya waktu untuk pilih-pilih pegawai. Kau mengerti hal itu,
kan?”
“Aku mengerti.”
Saat musim gugur semakin mendekat, berbagai lubang akan mulai muncul di
jadwal kerja restoran MgRonalds depan stasiun Hatagaya.
Selain itu, begitu musim gugur tiba, tren bekerja para mahasiswa juga akan
menjadi tidak stabil.
Mahasiswa di tahun ketiga universitas yang memiliki waktu stabil hingga saat
ini akan mulai terpengaruh oleh aktivitas mencari kerja, membuat orang-orang
yang bisa memenuhi jadwal kerja dengan konsisten akan berkurang satu demi
satu seperti air yang surut.
Libur panjang yang hanya dimiliki oleh para mahasiswa akan segera berakhir,
dan dengan dimulainya kelas-kelas di semester akhir, arus mahasiswa tahun
pertama dan kedua juga akan menjadi semakin deras.
Adapun untuk para istri rumah tangga, meski mereka memiliki shift paling
stabil, jika dibandingkan, mereka hanya kurang dalam fleksibilitas waktu.
Sementara untuk murid SMA seperti Chiho, mereka akan mulai menghadapi
ujian semester.
Kalau sudah begini, kaum pekerja seperti Maou lah yang akan menjadi tenaga
utama dalam penyusunan jadwal kerja, namun jumlah kaum pekerja tidak akan
pernah bisa melampaui jumlah karyawan siswa.
Karena itu, mereka harus mempekerjakan orang-orang baru di saat seperti ini
ketika para siswa masih bisa mempertahankan shiftnya, mereka juga harus
meluangkan waktu dan tenaga untuk melatih orang-orang baru tersebut, jika
tidak, bukan hanya model operasi yang baru, bahkan ada kemungkinan mereka
tidak akan bisa mempertahankan struktur yang sudah ada.
"Serius ini."
Setelah memastikan sikap patuh Maou, Kisaki melihat jam di restoran seperti
sedang mencoba mengganti suasana.
"Untuk hari ini, akan ada 3 interview. Dari jadwalnya, mereka semua akan
datang ketika kau sedang bekerja. Shift Maa-kun hari ini adalah berada di
MdCafe di atas, jadi kau tidak akan punya kesempatan untuk bertemu dengan
mereka, tapi aku akan memberitahumu. Akan ada satu orang di pagi hari, dan
dua orang di sore hari."
Ada banyak alasan, contohnya, hanya dari kemampuan murni mereka masing-
masing, asalkan itu bukan saat-saat sibuk, Maou bahkan bisa mengawaki
counter MdCafe sendirian.
Chiho masihlah seorang gadis SMA, meski dia ditugaskan di counter MdCafe,
dia tidak akan bisa terus melakukannya melebihi jam 10pm sampai akhir jam
buka restoran.
Alasan lebih sederhananya adalah, karena lantai pertama berfungsi untuk
menarik pelanggan, akan lebih tepat kalau menempatkan pegawai wanita
untuk bekerja di sana daripada pegawai pria.
Selain soal interview kerja, Maou juga diberitahu berbagai hal lain.
"Apa kau tidak melihat berita? Kau terlalu lama ambil cuti. Saat ini, karena
suatu bakteri ditemukan dalam pabrik pembuat keju yang kita pakai, maka kita
tidak akan mengimpor keju untuk sementara."
"Ah.... begitu ya? Akhir-akhir ini aku tidak punya waktu untuk menonton
televisi.... itu akan merepotkan, tidak ada cheesecake ya."
"Kehilangan produk yang laku keras memang merupakan kerugian besar, tapi
hanya dengan kekuatan kita, hal ini tak bisa dielakkan lagi. Kita hanya bisa
bekerja keras dan membalik keadaan menggunakan produk lain. Kita juga
harus memikirkan cara menambah keuntungan dari chestnut, kentang, dan kue
labu untuk event musim gugur. Anggap saja ini sebagai kesempatan untuk
mempromosikan produk lain."
Lubang satu minggu yang dia tinggalkan ternyata lebih besar dari yang Maou
duga.
Hanya dalam waktu satu minggu, saus yang digunakan untuk burger tertentu
saja sudah berbeda, berbagai nama yang tak dikenal juga mulai muncul di
jadwal kerja.
"Jika itu cara menggunakan GYRO ROOF di jalanan yang kasar, menaiki
tangga, dan melempar botol api, aku sudah pernah mengalaminya sendiri."
Berdiri di counter cafe di lantai dua, Maou mulai merasa murung ketika dia
memikirkan soal masa depan. Karena masih terlalu awal dan tidak ada banyak
pelanggan yang datang ke cafe, Maou pun mulai memikirkan hal-hal yang
tidak penting.
Maou yang tidak punya sesuatu untuk dikerjakan, kali ini memeriksa tanggal
kadaluarsa bahan-bahan yang ada di freezer, kemudian dia menggosok-gosok
berbagai peralatan hingga berkilau, tapi bagaimanapun juga, ini tetaplah
restoran yang dimanajeri oleh Kisaki.
Dia menyelesaikan semua itu kurang dari 30 menit, dan hanya bisa menunggu
pelanggan datang sambil sesekali mengalihkan perhatiannya.
'Jika suatu hari nanti kau berniat melakukannya, maka beritahulah Emilia.'
Dia tiba-tiba ingat apa yang Suzuno katakan ketika mereka berkemah di
Afashan.
'Sampai saat ini, apa bersikukuh soal identitas sebagai Raja Iblis dan Pahlawan
menghasilkan sesuatu yang baik?!'
Tanpa diingatkan Chiho pun, Maou juga tahu kalau tak ada sesuatu yang baik
terjadi. Hal itu tak perlu diragukan lagi.
Meski tak ada yang bisa menjamin kalau sesuatu yang baik akan terjadi jika
mereka melupakan sifat keras kepala mereka, apa yang Chiho katakan memang
masuk akal.
Apa yang Emi katakan saat matahari terbit di Azure Sky Canopy terlintas di
pikiran Maou.
Maou tidak sebegitu bodohnya sampai tidak tahu kalau itu adalah kata-kata
tulus dari hati Emi.
Emi sungguh-sungguh ingin meminta maaf kepada Maou berkaitan dengan apa
yang terjadi dalam sebulan terakhir.
Jauh sebelum diminta Suzuno, Maou sudah memutuskan kalau dia tidak akan
memberitahu Emilia alasan dibalik penyerangan Pasukan Raja Iblis ke Ente
Isla.
Yaitu, tak lama setelah bertemu kembali dengan Emi, dan saat Chiho masih
tidak tahu identitas asli Maou dan yang lainnya.
Emi yang terjatuh dari tangga Villa Rosa Sasazuka, menyatakan hal ini kepada
Maou sembari menangis.
'Kau telah merampas kehidupan bahagiaku, aku tidak akan pernah
memaafkanmu!'
Bagi Maou yang mulai memahami kehidupan masyarakat manusia, itu adalah
fakta yang harus dia terima dan hukuman yang harus dia tanggung.
Setelah itu, meski dia sendiri sadar akan hal tersebut, di saat yang sama dia
juga menganggap kalau keputusan untuk menyerang Ente Isla bukanlah
keputusan yang salah.
Seperti yang Maou katakan pada Suzuno sebelumnya, jika dia menempatkan
tragedi yang dialami Ente Isla dan tragedi yang dialami dunianya di atas sebuah
timbangan lantas membandingkannya, tentu dia akan mendahulukan
kepentingannya.
".... Apa hubungannya hal itu dengan semua yang sudah terjadi sejauh ini?"
Emi adalah Pahlawan Emilia Justina, musuh para iblis tak peduli kemanapun
dia pergi.
Maou adalah Raja Iblis Satan, musuh Emi dan seluruh rakyat Ente Isla tak
peduli kemanapun dia pergi.
Meski mengakui hal ini memberikan sebuah perasaan nyaman yang aneh,
semua orang sebenarnya sudah siap, siap menerima kalau ini adalah tempat
rapuh yang akan runtuh jika ada suatu titik balik besar.
Bahkan jika insiden ini menjadi titik balik tersebut, hal itu sama sekali tidak
aneh.
'Ini juga merupakan permintaan dariku sebagai Jenderal dari Pasukan Raja
Iblis yang baru.'
"Aaahhh, cukup!"
“Uwah!”
Maou yang menjadi bingung karena suara-suara dari masa lalu yang berputar
dalam kepalanya, melompat kaget setelah mendengar suara tidak senang dari
Chiho.
“Uh, erhm...”
Meskipun Chiho terlihat tidak percaya dengan jawaban Maou, dia lebih
memilih mengesampingkan masalah tersebut dan menunjuk ke arah tangga.
“Pelanggan....”
Maou mengikuti pandangan Chiho dan mendapati seorang yang sama sekali
tak terduga.
Meski suhu di luar kini sudah jauh lebih dingin, sambil membawa sebuah
amplop berwarna coklat, Ashiya malah bercucuran keringat dan berdiri di sana
sembari terengah-tengah.
“Aku benar-benar minta maaf, tapi ini darurat dan tidak boleh ditunda lagi.
Aku akan meminta maaf kepada manajer Kisaki nanti....”
“Ah, jangan khawatir soal itu, biar aku saja yang meminta maaf. Oh, ketemu.
Ini.”
Karena HP lama Maou rusak parah saat melakukan perjalanan di Ente Isla,
Maou pun membeli sebuah HP dengan kerangka ramping berwarna perak
menggunakan uang Emi, sebuah HP baru yang bisa menggunakan layanan dan
sistem modern.
Memikirkan apa yang terjadi pada waktu itu, serta menghubungkan Emi
dengan apa yang Chiho katakan barusan, ekspresi Maou perlahan menjadi
suram.
Dia tidak tahu bagaimana Ashiya mengartikan ekspresi itu, tapi pada akhirnya,
Ashiya menerima HP tersebut dengan kepala tertunduk dan sedikit ekspresi
bersalah.
Di dalam amplop coklat yang dibawa Ashiya, adalah kontrak kartu kredit yang
dibuka atas nama Maou.
“Aku akan membaca buku instruksinya dan berusaha keras. Jika benar-benar
ada masalah, aku akan menghubungi Bell atau Suzuki-san untuk meminta
bantuan.”
“Suzuno sih seharusnya tidak akan bisa membantu. Sedangkan Suzuki Rika....
karena HPku bukanlah docodemo melainkan ae, aku tidak yakin apa itu akan
berpengaruh. Dan kurasa saat ini dia juga sedang bekerja.”
“Intinya aku akan berusaha sendiri, tapi ide seperti itu tetap lebih baik daripada
diriku yang tidak paham dengan teknologi dan hanya menggunakannya secara
sembarangan.”
“Huuuh, meski begitu, kita tidak bisa sembarangan menggunakan sihir iblis
hanya karena masalah kecil seperti ini.”
“Kau benar. Karena kita sudah memulihkan sihir iblis kita, kita bisa paham
kalau hidup di negara semacam ini, memiliki sihir iblis tetaplah percuma.”
Ketika mereka pertama kali datang ke Jepang, saat mereka memulai kehidupan
mereka tanpa sepersenpun uang, Maou dan Ashiya terus saja mengeluh. Jika
mereka bisa menggunakan sihir iblis untuk membuat api, maka mereka tidak
perlu lagi membayar tagihan gas, jika mereka punya air, mereka tidak perlu
lagi membayar tagihan air, jika mereka bisa memfungsikan peralatan
elektronik, mereka tidak perlu lagi membayar tagihan listrik.
Namun, dengan kondisi mereka sekarang ini, meski mereka membawa sihir
iblis kembali ke Jepang, mereka tidak bisa menggunakannya pada apapun.
Di situasi saat ini di mana mereka sudah puas dengan makanan, baju,
transportasi serta kehidupan mereka, tidak ada suatu apapun yang bisa
menyebabkan mereka secara khusus ingin menggunakan sihir iblis, yang mana
memiliki fungsi sebagai energi kehidupan yang penting.
Begitu mereka kembali dari Ente Isla, Maou langsung kembali bekerja dengan
semangat, dan Ashiya seperti sebelumnya selalu mengantar keberangkatannya.
Entah itu Suzuno, Chiho ataupun Emi, semua orang yang tahu identitas asli
Maou sama sekali tidak berpikir kalau Maou ataupun Ashiya akan
menggunakan sihir iblis untuk membahayakan keselamatan Jepang ataupun
bumi.
Dan tentu saja keduanya juga tidak berniat melakukan hal itu.
Itu bukan karena mereka takut terhadap Shiba ataupun Amane, melainkan,
tidak hanya di hati Maou, bahkan di hati Ashiya pun, pandangannya mengenai
'penaklukan dunia' juga sudah berubah banyak.
Alhasil, meski mereka akhirnya bisa memperoleh sihir iblis seperti saat sedang
dalam kekuatan penuh mereka dulu, Maou dan Ashiya lebih memilih
mengkonsentrasikan sihir iblisnya ke bentuk padat, dan setelah
membungkusnya dengan plastik dan koran, mereka menyimpannya ke tempat
sejuk yang ada di Kastil Iblis, yang juga dikenal dengan nama lemari.
Mereka awalnya ingin menggunakan cara yang sama seperti saat mereka
menyimpan sihir iblis Farfarello, yakni meletakkan ke dalam kulkas, tapi
jumlah iblis kali ini jauh lebih tinggi, dan Chiho serta Alas Ramus mungkin
saja memakan makanan yang ada di dalam kulkas Kastil Iblis, jadi ide tersebut
ditolak.
Karena sihir iblis Maou dan Ashiya menjadi sangat besar setelah dipadatkan,
tingkat kedua di lemari mereka pun menjadi penuh, dan alhasil, tempat pribadi
Urushihara seketika lenyap tanpa sepengetahuan orangnya, tapi itu adalah
masalah lain di kemudian hari.
“Oh.”
Saat Ashiya hendak keluar dari ruang karyawan, dia tiba-tiba berbalik seolah
kepikiran sesuatu dan mengatakan,
Ashiya berbicara kepada Maou yang menoleh sambil meletakkan tasnya di atas
loker.
“Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi segeralah berbaikan dengan Sasaki-san.”
“Yah?”
“Ba-bagaimana kau.....”
"Ya karena itu sangat jelas sekali. Sasaki-san bisa dibilang sebagai garis
kehidupan kita di Jepang, dan keadaan mentalnya sebagian besar terpengaruh
oleh tindakan Maou-sama. Sudah saatnya kau sadar akan hal ini. Ya sudah, aku
akan pergi sekarang."
"....."
Maou bahkan tidak punya waktu untuk membalas Ashiya sebelum dia berbalik
dan pergi.
Di sisi lain pintu, suara terputus-putus dari Ashiya terdengar saat dia sedang
meminta maaf kepada Kisaki atau entah siapapun itu.
"Huuuh~"
"Eh?"
Saat Maou sedang memikirkan bagian dari dirinya yang ternyata masih belum
dewasa, naif, dan arogan akibat dari apa yang dikatakan orang kepercayaannya,
Kisaki yang masuk ke dalam ruang karyawan pun menatapnya dengan
pandangan curiga.
"Kalau begitu, sekarang saatnya kau kembali bekerja. Pelanggan di lantai dua
mulai bertambah. Aku meninggalkan Chi-chan di sana dan akan menyerahkan
cafe pada kalian berdua untuk sementara. Paham?"
"Eh?"
".... Hmph!"
"Yeah!"
Meski Chiho masih mampu memenuhi pesanan para pelanggan, dia tidak bisa
menangani semua pekerjaannya tepat waktu, dan setelah Maou datang, antrean
pun mulai bergerak dengan lancar.
"Baik!"
Usai menyelesaikan pesanan terakhir dari antrean pelanggan tadi, Maou pun
memberi Chiho perintah dan menangani tiga pesanan sekaligus.
Chiho menggunakan kesempatan ini untuk turun ke lantai satu dan kembali
dengan membawa sirup kopi cadangan.
Banyak orang yang meyakini kalau waktu tersibuk di MdCafe adalah saat
makan siang dan waktu minum teh di siang hari, tapi pelanggan yang ingin
menghindari antrean panjang di lantai satu dan kebanyakan pelanggan wanita
yang ingin memakan makanan ringan untuk makan siang mereka, jumlahnya
bisa di bilang cukup banyak, jadi kue dan berbagai makanan penutup lain pun
dengan cepat habis, bahkan hotdog dan sandwich pun menjadi menu yang
sangat populer.
Sejak dulu, tidak hanya saat hari-hari kerja, bahkan di akhir pekan seperti hari
ini atau di hari-hari besar pun, toko-toko di depan stasiun Hatagaya tetap
dipenuhi para karyawan yang masuk lembur dan para pelanggan yang
membawa keluarganya.
Setelah MdCafe mulai buka, tentu akan ada lebih banyak lagi pelanggan di
akhir pekan, para pelanggan ini baru akan mulai menyusut di jam 3pm, yaitu
waktu minum teh di siang hari.
Maou dan Chiho yang akhirnya bisa mengambil napas, tanpa sadar melihat
satu sama lain saat berada di belakang counter.
"Ya, benar. Tapi minggu lalu, ketika Maou-san tidak di sini, sebenarnya juga
ada banyak orang yang jumlahnya hampir sama seperti sekarang. Minggu lalu
aku bertugas bersama Kisaki-san saat jam makan siang, itu benar-benar sulit."
"Masih sulit meskipun sudah ada Kisaki-san ya, sepertinya itu benar-benar
gawat."
Di mata Maou, saat jam-jam sibuk, Kisaki itu sudah seperti keturunan Ashura
yang berkepala tiga dan bertangan enam, tidak hanya bisa menangani banyak
pekerjaan di saat yang bersamaan, dia bahkan masih bisa mengamati situasi di
seluruh restoran dengan akurasi yang lebih tinggi dibandingkan kamera
pengawas.
"Jika kita memulai layanan delivery di situasi seperti ini, itu pasti akan sangat
melelahkan."
"Yeah.... Maou-san."
Seolah mencoba lari dari tatapan Chiho saat ia menatap ke arahnya, Maou
mengalihkan pandangannya dan dengan sengaja menata pinggiran topinya.
"Jadi... Uh, erhm, bagaimana aku mengatakannya ya. Meski mungkin sudah
terlambat.... ketika kami bertemu lagi nanti, aku akan berbicara baik-baik
dengan Emi."
"!!!"
"Tapi jangan terlalu banyak berharap. Pada dasarnya gaji Emi dulu itu 1.700
yen perjam, juga, bisa saja dia sudah menemukan pekerjaan dengan gaji yang
lebih baik. Dan dengan apa yang sudah kukatakan sebelumnya, dia mungkin
akan langsung mengusirku..."
"Yeah!"
Wajah lelah Chiho setelah melewati saat-saat sibuk seketika berubah menjadi
bersemangat.
"Erhm, sejujurnya aku juga tidak tahu bagaimana hubungan kami dengan Emi
akan berubah ke depannya."
"Yeah!"
".....!"
Chiho terlihat seperti mengingat sesuatu dikarenakan kalimat Maou, dia pun
menaikkan alisnya dan membelalakkan matanya.
"A-ada apa?"
"T-tapi biar kukatakan ini dulu, kau jangan terlalu berharap, okay? Aku sama
sekali tidak berpikir Emi akan menerima ajakanku!"
Chiho menunjukkan sebuah senyum ceria, dan berbicara dengan suara yang
lembut nan natural,
"Masa depan, itu terbentuk dengan menumpuk hari ini dan hari esok."
"Hm?"
Jika dia melanjutkannya, itu mungkin akan membuat Maou memikirkan hal-
hal yang tidak perlu, dan dari situasinya, bahkan itu mungkin bisa membuat
Maou tidak senang.
"Tapi aku benar-benar berharap Yusa-san akan bekerja di restoran ini. Rasanya
itu akan sangat menyenangkan."
Maou tidak mau merusak pemikiran polos Chiho dan hanya bisa menjawab
dengan samar.
"Ah, tapi jika memang situasinya jadi seperti itu, pelatihan karyawan baru pasti
akan ditangani oleh Maou-san, kan?"
"Eh? Kenapa? Selain aku, seharusnya masih banyak orang yang bisa
melakukannya, kan?"
Termasuk Chiho, Maou sudah melatih banyak rekrutan baru, tapi ketika dia
membayangkan harus mengajari Emi, rasanya dia akan menerima stress yang
begitu berat.
"Maou-san tidak akan bisa lari. Kau itu manajer pengganti, dan karyawan yang
memiliki jumlah shift paling banyak, selain itu, Kisaki-san tahu kalau kalian
berdua itu saling kenal. Yusa-san pernah datang ke sini beberapa kali sebagai
pelanggan, jadi kurasa masih ada beberapa orang yang mengingatnya. Tak
peduli bagaimana aku memikirkannya, Maou-san lah yang akan ditunjuk untuk
bertanggung jawab menangani hal ini."
Analisis Chiho yang tenang dan pasti membuat Maou mulai berkeringat dan
menggelengkan kepalanya.
"Tidak tidak tidak, lupakan hal ini. Aku lupa memikirkan soal pelatihan.
Melakukan pelatihan terhadap rekrutan baru kepadanya saja sudah memakan
habis semangatku. Lupakan saja masalah ini. Tak masalah jika dia tidak
bekerja di sini. Dia itu lebih cocok dengan pekerjaan lain yang lebih baik."
"Shessh! Maou-san!"
"Hey, ini hanya misal ya. Misal Emi benar-benar bekerja di restoran ini,
kumohon, Chi-chan, gantikan tempatku dan ajari dia. Daripada diajari olehku,
jika yang mengajarinya adalah Chi-chan, itu pasti akan lebih efisien dan tidak
menyebabkan stress."
"Mana mungkin aku bisa menangani tugas mengajari tenaga baru?! Tenanglah,
jika sesuatu terjadi, aku pasti akan memisahkan pertengkaran kalian."
"Ah~ aku seharusnya tidak usah berniat baik saja! Mungkin akan lebih baik
kalau aku meminta tolong kepada Suzuno ataupun Nord."
Bahkan jika para iblis berakhir memiliki hati seperti itu, ketika mereka
dianggap baik hati dan suka menolong, mereka mungkin malah akan marah.
Saat keduanya sedang membicarakan masalah tersebut, Kisaki tiba-tiba datang
ke lantai dua.
"Maa-kun, apa sekarang bisa?"
"Ah, iya."
Melihat Chiho sudah kembali ceria, Kisaki dengan sengaja tersenyum nakal
kepada Maou.
"Lupakan itu. Pagi tadi, kubilang siang ini akan ada interview, kan? Nah, salah
satu dari mereka sudah datang, jadi aku tidak bisa bertugas untuk sementara
ini. Mintalah Chiho untuk membantu di bawah. Juga, akan ada sedikit pegawai
saat makan malam nanti, jadi setelah interview selesai, aku akan naik ke lantai
dua. Kuharap kau bisa beristirahat lebih awal. Soalnya tidak akan ada waktu
lagi untuk beristirahat malam ini."
"Eh? Yeah."
Saat Maou, Acies, dan Suzuno melakukan perjalanan ke Ente Isla, Chiho sudah
mengikuti dua kali sesi pelatihan layanan delivery MgRonalds.
Tentu saja, meski sebagian adalah demi pekerjaannya sendiri, alasan utama di
balik hal itu adalah agar dia bisa membantu Maou yang ingin ikut ambil bagian
dalam pelatihan layanan delivery. Jadi bagi Maou, ini adalah saran yang sangat
menarik.
Melihat punggung kedua muda mudi itu, Kisaki pun mengernyit dan melipat
tangannya merasa bingung.
-------
Jam 4 sore, setelah Maou memakan makanan yang seharusnya menjadi makan
malamnya, dia mulai membaca catatan Chiho yang ditulis dengan rapi.
"Terima kasih!"
Meski Chiho tidak ada, Maou merapatkan kedua telapak tangannya dan
bersyukur atas buku catatan tersebut, dan setelah memastikan tangannya tidak
kotor, dia mulai membuka buku catatan itu.
Sejak halaman pertama, Maou sudah dibuat terkesan dengan halaman yang
ditulis oleh Chiho dalam warna yang berbeda-beda.
Membaca setiap baris kalimat yang menunjukkan tanda-tanda kepribadian
serius Chiho, bisa dilihat bahwa poin penting di catatan tersebut ditandai
dengan stabilo, serta ditulis dengan pena berwarna hijau dan merah sehingga
sangat mudah untuk dibaca.
Chiho yang tidak memiliki SIM moped dan tidak bisa melakukan pengajuan
pembuatan SIM, memang mengikuti pelatihan tersebut, tapi pelatihan itu,
daripada membahas soal layanan delivery, isinya lebih berkaitan dengan
operasi di dalam restoran.
Seolah berbicara dengan Chiho yang tidak ada di sana, Maou pun mengangguk.
Dengan kata lain, si pelanggan juga tidak akan bisa melihat wajah si pegawai.
Karena itulah, jika jawaban yang diberikan seperti sedang membaca naskah,
maka itu justru bisa memberikan kesan dingin seolah mereka sedang
mengurusi masalah pemerintah.
"Pemilihan kata-kata harus diperhatikan lebih dari biasanya ya. Ditambah lagi,
orang yang bertugas menjawab telepon kemungkinan besar berbeda dengan
karyawan delivery."
Meski orang yang menjawab telepon memiliki sikap yang ramah, jika si
karyawan delivery memiliki ekspresi dan suara yang kaku ketika mereka
sampai di rumah pelanggan, hal itu pasti akan menurunkan kesan terhadap
restoran dan produknya, begitupun sebaliknya.
Bagi Maou dan Chiho, tak usah diragukan lagi dan tanpa pengingat khusus
apapun, para karyawan lama yang dibimbing oleh Kisaki semuanya pasti
mampu berpikir dan mempraktekkan hal tersebut, tapi menghadapi situasi di
mana banyak orang baru yang direkrut, tak diketahui seberapa jauh mereka
memahami hal ini.
"Ah, Maa-kun."
"Oh, Kawa-cchi."
Kali ini, salah satu rekan kerja Maou memasuki ruang karyawan. Orang itu
membawa sebuah kantong kertas dari toko buku di seberang.
“Sedang istirahat?”
Pria yang dipanggil Kawa-cchi itu, nama aslinya adalah Kawada Takefumi.
Dia adalah pria dengan tubuh besar, jujur dan tulus namun lamban dalam hal
berbicara.
Meski cara bicaranya sedikit aneh, dia adalah karyawan berpengetahuan luas
seperti Maou yang bisa menangani berbagai pekerjaan di dapur dan di counter,
dia sangat ahli dalam membuat burger, dan tak peduli betapa sibuknya periode
puncak makan siang dan makan malam, 'burger buatan Kawa-cchi tetap saja
cantik layaknya keluar dari iklan', dia sering dipuji demikian oleh Maou dan
yang lainnya.
“Hm, sebut saja salah satu poin utama dalam pelatihan layanan delivery.....
atau semacamnya.”
“Hmm... begitu ya. Tak heran Chi-chan terlihat sangat serius ketika dia
mengikuti pelatihan kemarin.”
“A-apa. Oh iya, Kawa-cchi, karena kau biasanya sudah naik sepeda, kau pasti
ikut dalam latihan menggunakan moped, kan? Bisa kau memberitahuku apa
saja yang kau lakukan?”
“.....”
“Eh?”
“Akan lebih baik kalau Maa-kun meledak dua atau tiga kali.”
Meski Maou sudah pernah menerima berbagai cacian dari banyak manusia
dengan Emi di barisan paling depan akibat identitasnya sebagai Raja Iblis, dan
sama sekali tidak mempedulikannya, dia tidak pernah menyangka kalau
temannya akan meminta dia untuk meledak saja seperti tadi.
Maou tidak mengerti apa maksud kalimat Kawada dan bertanya sambil
mencondongkan tubuhnya ke depan.
“Eh? Uh, aku tidak dengar apa-apa. Memangnya ada apa dengan Kota?”
Kota adalah seorang mahasiswa yang bergabung setelah Maou dan Kawada,
namanya Nakayama Kotaro.
Meskipun dalam hal posisi dia adalah seorang junior, usia Kota sebenarnya
sama dengan Kawada. Kota adalah seorang pemuda dengan tubuh kurus dan
orang yang melakukan pekerjaannya dengan normal. Pada dasarnya dia
memiliki kepribadian yang jujur dan tulus, penampilannya juga cukup tampan
untuk disebut mirip artis, dan selama ada dia, suasana di restoran pasti akan
menjadi ceria, dia juga sering menerima komentar positif dari para pelanggan
wanita.
Tidak hanya Kota, jika Kawa-cchi juga mengundurkan diri, jadwal kerja pasti
akan sangat terganggu.
Bagi Maou saat ini, 'mencari kerja' adalah sesuatu yang membuatnya jauh lebih
takut daripada ketika berhadapan dengan Pahlawan Emilia, itu adalah musuh
yang tidak bisa dihindari.
“Eh, benarkah?”
“Yeah, setelah aku lulus dari universitas, aku akan kembali ke kampung
halaman untuk mengambil alih bisnis keluargaku. Meskipun kampung
halamanku masih berada di Kanto sih.”
“Eh? Lalu apa kau belajar jurusan itu di universitas? Hm? Tapi memasak kan
hanya bisa dipelajari di sekolah kejuruan?”
Situasi keluarga rekan kerjanya yang tak terduga begitu mengejutkan Maou
sampai-sampai dia mengesampingkan masalah keluarga tersebut dan mulai
menunjukkan ketertarikan.
“Huuh~ cepat atau lambat aku pasti akan memperoleh surat izin chef, tapi aku
saat ini kuliah di jurusan manajemen bisnis. Meski itu bukan universitas yang
hebat, riset universitasku khusus berada di bisnis regional. Aku harap aku bisa
meniru pengembangan ekonomi lokal menggunakan kekuatan restoranku di
masa depan nanti. Kampung halamanku memang berada di Kanto, tapi itu
cukup jauh dari pusat kota dan jumlah pemudanya juga perlahan berkurang.”
Meski Maou tidak bisa membuat hubungan antara 'bisnis regional' dan 'chef
kepala', tapi Kawada bukanlah tipe orang yang akan berbicara sembarangan
atau berlebihan, di hatinya, dua konsep ini memiliki hubungan yang jelas.
“Kota awalnya iri denganku yang bisa memutuskan jalur masa depan tanpa
melakukan apapun. Tapi mengambil alih bisnis keluarga juga membutuhkan
banyak tekad, dan memikirkan berbagai kesulitan ke depannya, secara
keseluruhan itu sama seperti mencari pekerjaan. Setelah aku mengatakan hal
ini, dia akhirnya mau terima.”
“Begitu ya. Berarti, Kota hanya bisa berada di sini paling lama setahun lagi.”
"Pacar..... hah?"
"Aku tahu. Tapi aku tetap marah terhadap berbagai hal setelah aku
mengetahuinya!"
"Huh?"
Dengan tatapan sedikit kesal, Kawada menatap tajam ke arah Maou yang tiba-
tiba berteriak.
"Kebanyakan orang tidak akan percaya kalau Maa-kun dan Chi-chan tidak
berpacaran. Itu karena, bukankah Chi-chan terkadang membantu mengurus
anak kerabatmu itu? Jika kalian berdua tidak berpacaran, seharusnya tidak
mungkin kalian melakukan hal seperti itu!"
"Oh...."
Maksud Kawada pasti saat Chiho membawa Alas Ramus, yang baru saja
datang ke Jepang, untuk berkunjung ke restoran.
Selain kejadian itu, pegawai MgRonald seharusnya tidak akan melihat satupun
adegan di mana Maou, Chiho, dan Alas Ramus muncul bersama, tapi insiden
itu ternyata sudah meninggalkan dampak yang besar bagi para pegawai
MgRonalds depan stasiun Hatagaya.
"Maa-kun, karena kau hidup terlalu santai, mungkin kau tidak akan bisa
mengerti."
"Tolong jangan bicara dengan kata-kata yang seolah tidak memiliki duri, itu
malah membuat kata-kata tersebut seperti hanya berisi duri!"
"Tapi bagiku, ini adalah masalah penting dalam kehidupan. Sampai saat ini,
aku tidak pernah sekalipun punya pacar."
"Ye-yeah, itu masuk akal. Ta-tapi bukankah sekarang ini kau punya banyak
jaringan kegiatan?"
"Ye-yeah."
Maou yakin bahwa dirinya adalah orang yang sangat paham betapa sulitnya
mengurusi sebuah perusahaan lebih dari siapapun. Bagaimanapun juga, dia
adalah raja yang telah mendirikan negara multi klan.
"Meskipun sedikit aneh untukku yang sudah bilang ingin menemukan seorang
istri, mengatakan hal seperti ini, tapi kurasa pernikahan itu, daripada disebut
titik akhir, itu lebih seperti titik awal, kan?"
"Ah, yeah, itu masuk akal. Bagaimanapun juga, setelah menikah keduanya
harus tinggal bersama."
"Benar sekali. Tapi ketika aku ikut dalam kegiatan seperti itu, rasanya aku
tidak akan punya kesempatan untuk mengetahui apakah orang itu bisa
menjalani masa depan bersamaku atau tidak. Aku tidak yakin bisa mengelola
restoran dengan seseorang yang sudah saling mengamati kualitas dan
informasi masing-masing."
Analisis Kawada yang hanya bisa dijelaskan dengan kata obyektif dan
mendetail, membuat Maou menghela napas dan mengatakan,
"Tapi sepertinya aku ini lebih populer di kalangan gadis yang sudah punya
pacar."
"Ohh...."
Maou tidak tahu harus bilang apa.
"Entah itu di kelas, klub, ataupun di sini, ada beberapa gadis yang mempunyai
hubungan cukup baik denganku. Mereka sering menggunakan alasan 'Terima
kasih sudah mau mendengarkan curhatan soal pacarku' untuk memberiku
camilan. Aku bahkan pernah mempertimbangkan untuk menjadi konselor,
sampai-sampai aku membeli buku yang berkaitan dengan hal itu."
"Ka-kalau begitu, itu artinya kau adalah orang yang bisa diandalkan oleh para
gadis, kan? Aku yakin mereka akan menyadari kelebihanmu nanti!"
"Memang sih apa yang kau katakan ini tidak memiliki efek menghibur sama
sekali, tapi izinkan aku berterima kasih. Huuuh~ aku sangat benci dengan
rekan kerjaku yang disukai oleh seorang gadis SMA imut berdada besar."
Ini bukanlah pertama kalinya Maou ikut dalam obrolan yang tidak bertanggung
jawab soal wanita ketika dia bersama karyawan pria, tapi dalam percakapan
antara Kawada yang biasanya serius dan Maou yang bukan manusia,
kemunculan istilah 'berdada besar', sungguh merupakan sebuah pengecualian.
"Aku tidak sedang ingin berkelahi denganmu lo, aku hanya bertanya karena
ingin tahu saja."
"Dia sudah menunjukkannya dengan sangat jelas lo, apa kau tidak pernah
sekalipun berpikir untuk memacarinya? Chi-chan itu gadis yang baik. Maa-
kun juga tidak membencinya, kan?"
Tentu, tanpa diberitahu Kawada pun, Maou sudah tahu betul hal itu.
Meski ini hanya diketahui oleh orang-orang yang ada di sana pada waktu itu,
Chiho memang pernah menyatakan perasaannya pada Maou.
Maou sendiri juga menganggap Chiho sebagai satu-satunya manusia yang bisa
dia percaya dari dasar lubuk hatinya.
Suzuno yang menyaksikan pengakuan itu juga sering mendesak Maou kalau
sekaranglah saatnya memberi Chiho jawaban, Maou juga tahu kalau entah dia
memberi jawaban atau menunda jawabannya, itu sama sekali bukan sikap yang
jujur kepada Chiho.
Meski begitu, Maou masih belum bisa memperoleh kesimpulan dalam dirinya.
Menjawab pengakuan Chiho, makna apa yang akan tersirat dari hal itu?
Begitu dia memikirkan perubahan yang akan disebabkan oleh hal ini dan
bagaimana hal itu akan mempengaruhi hubungan antara dia dan Chiho ke
depannya, Maou menjadi semakin tidak bisa menjawab.
"Aku....."
Maou menatap buku catatan yang ada di tangannya, dan berulang kali
memikirkan percakapannya dengan Kawada.
"Berlawanan?"
"Bahkan jika aku mengesampingkan masalah Chi-chan, ada sesuatu yang ingin
kugapai lebih dulu, tapi aku tidak ingin melibatkan orang lain dalam hal ini
sebisa mungkin."
"Oh, sepertinya kau juga punya pemikiranmu sendiri ya. Sesuatu yang bisa
diraih setelah diangkat menjadi karyawan tetap, kau ingin menjadi manajer
waralaba restoran?"
"Tidak, itu akan sulit jika danamu tidak cukup, kan? Aku berbeda denganmu
Kawa-cchi, aku tidak tahu apapun soal menjalankan bisnis, dan 350.000 yen
saja sudah cukup untuk menakutiku sampai mati."
"Tidak, hanya masalah pribadiku. Huft, pokoknya aku punya ambisiku sendiri,
dan aku tidak ingin melibatkan orang seperti Chi-chan yang memiliki
kehidupan normal."
Meskipun Kawada kelihatan tidak bisa menerimanya, dia tidak bertanya lebih
jauh lagi.
Dia adalah Raja Iblis dari Dunia Iblis. Setelah Chiho tahu identitas asli Maou
dan yang lainnya, Maou bahkan bersedia meminjam kekuatan musuhnya, Emi,
untuk mencegah Chiho terlibat ke dalam bahaya, tapi meski begitu, Chiho
beberapa kali masih menghadapi bahaya yang membahayakan nyawanya.
Bagi Chiho yang masih tulus menyukainya meski sudah mengetahui semuanya,
Maou tidak bisa semakin membuatnya terlibat.
Selain itu, di antara Maou dan Chiho, ada sebuah dinding yang dikenal dengan
nama dinding dunia dan ras.
Jika mereka berusaha keras menemukan alasan dan berupaya, dinding dunia
mungkin bisa diatasi, tapi untuk dinding ras, itu adalah rintangan yang tidak
akan bisa diatasi.
Perbedaan jangka hidup antar ras yang sulit diatasi, akan menjadi jurang besar
dan menyakiti Chiho, membayangkan hal itu sangatlah mudah.
"..... Hm?"
Namun, ketika Maou berpikir sampai ke titik ini, dia menyadari sebuah
ketidaksesuaian dalam pemikirannya.
Sepertinya dia telah melewatkan sesuatu. Ada sesuatu yang tidak masuk akal
dalam pemikirannya.
Tanpa sadar, waktu istirahat pun berakhir ketika dia sedang berbincang dengan
Kawada.
"Ah, Chi-chan, buku catatanmu ada di lokerku. Seingatku kau sudah bisa
pulang, kan?"
"Tak masalah, kalau kau mau, bawa pulang saja dulu untuk hari ini. Kau bisa
mengembalikannya kapan-kapan."
Setelah mengucapkan terima kasih dan pergi ke lantai dua, tanpa sengaja
tatapan Maou bertemu dengan tatapan Kisaki.
"Oh, itu."
"Mau bagaimana lagi. Kita tidak bisa membiarkan kerja paruh waktu
membatasi hidupnya. Dan karena hal itu...."
Sekarang adalah jam 5 sore. Kisaki menatap penunjuk waktu yang ada di kasir,
dan seolah sedang mencoba memompa semangatnya, dia meletakkan
tangannya di pinggang dan menarik napas dalam.
"Kita harus menemukan orang baru yang tidak akan kalah dari Kota. Interview
selanjutnya adalah jam 05.30. Aku harus menaikkan motivasiku."
"Kalau sudah begini, itu bisa membuat kita yang bertugas untuk meng-
interview pun juga menjadi gugup."
Kisaki juga terlihat gugup mengenai situasi ini dengan caranya sendiri.
Soal dua interview yang sudah selesai hari ini, Kisaki tidak mengatakan apapun,
Maou dan karyawan lain juga tidak mendengar kabar apa-apa.
Meski mereka akan tahu hasilnya dalam beberapa hari, Maou dan yang lainnya
hanya bisa berdoa agar karyawan yang bergabung nanti adalah orang yang baik.
"Kalau begitu, aku akan pergi dulu. Setelah ini, Maa-kun akan bertugas di
lantai dua, aku serahkan semua yang ada di sini kepadamu."
Sekarang sudah hampir saatnya waktu makan malam, dan saat Maou hendak
memeriksa bahan makanan yang dibutuhkan untuk shift malam...
"Eh, ti-tidak? A-aku hanya makan dan membaca catatan Chi-chan, lalu
mengobrol dengan Kawa-cchi."
Maou yang tidak mengerti kenapa Chiho menjadi begitu bingung, biarpun
merasa terkejut, dia mencoba mengingat apa yang dia lakukan saat istirahat.
Chiho kini memperlihatkan ekspresi gelisah seolah tidak bisa menerimanya.
Kisaki baru saja turun selama beberapa menit untuk melakukan interview, lalu
Chiho berlari sepanik itu, satu-satunya kemungkinan yang bisa Maou pikirkan
adalah, saingan bisnis di seberang jalan yakni si malaikat agung Sariel yang
tinggal di Sentucky sebagai manajer, telah melakukan sesuatu yang kurang ajar
kepada Kisaki.
"Ma, Maou-san, apa ada pekerjaan yang tengah kau lakukan sekarang? Tidak
ada, kan? Para pelanggan juga terlihat tidak ada masalah! I-ikutlah denganku
ke bawah sebentar!"
"Ow, sakit, tunggu, Chi-chan! Aku mengerti, lepaskan aku! Aku hanya harus
ikut denganmu, kan?"
Maou membujuk Chiho yang terlihat ingin menariknya melewati counter dan
mendesaknya turun ke bawah. Lalu setelah memastikan sekali lagi kalau tidak
ada pelanggan yang ingin menambah pesanan, dia pun mengikuti Chiho
menuruni tangga.
"Ce-cepat ke sini!"
"Chi-chan, lihat ke depan, hati-hati jangan sampai jatuh di tangga...... ada apa
memangnya?"
Ketika berada di lantai pertama, tak ada hal aneh apapun yang bisa dirasakan
di tempat duduk pelanggan, selain itu, lupakan soal Sariel yang membuat
keributan, dia bahkan tidak datang ke restoran. Di dapur dan counter pun juga
tak ada yang aneh.
Ketika Chiho mendapati Maou sedang melihat ke arah yang salah, dia menarik
lengan Maou dan menunjuk ke arah pintu masuk.
Ketika Maou melihat ke arah pintu masuk sambil merasa bingung, dia
mendapati Kisaki sedang berbicara dengan seseorang.
Kisaki memegang topi yang dikenakan oleh para karyawan dan sedang
menunjukkan jalan kepada seseorang. Mungkin dia adalah orang terakhir yang
akan melakukan interview hari ini.
Dari waktu saat ini, Kawada mungkin masih ada di ruang karyawan, jadi
interview seharusnya dilakukan di ruang manajer yang tidak berada di dalam
restoran.
"Hm?"
Dia memiliki kesan terhadap sosok yang sedang membungkuk ke arah Kisaki.
Bukankah orang itu adalah orang yang sangat dikenal oleh Maou dan Chiho?
Jika mereka hanya melihat orang itu berada di dalam restoran, itu bukanlah
sesuatu yang tidak wajar. Bagaimanapun, orang itu pernah datang ke restoran
beberapa kali sebagai pelanggan.
Akan tetapi, entah kenapa orang itu berbicara kepada Kisaki dengan sangat
sopan, dan Kisaki hendak membawanya menuju ke ruang manajer.
".......!"
Dia tidak tahu harus bilang apa, pikirannya terasa kosong sampai saat Chiho
mengguncang tangannya.
"E.... Emi....."
Pelamar terakhir yang datang untuk melakukan interview hari ini.... Yusa Emi,
menghilang dari pandangan Maou dan Chiho bersama dengan Kisaki.
XxxxX
“Eeeeeemi! Kau!!”
Maou yang kembali pulang ke kamar 201 Villa Rosa Sasazuka begitu selesai
bekerja, menunjuk ke arah Emi yang berada di tengah-tengah kamar menunggu
kepulangannya bersama dengan Ashiya, Suzuno dan Chiho.
“Kau....!”
“Maou-sama, selamat datang kembali. Terima kasih atas kerja kerasnya hari
ini. Mari kita lanjutkan setelah kau masuk ke dalam.
Suzuno dan Chiho saling menatap satu sama lain dan mengangguk.
“Ya. Ah, aku sudah mendapat izin dari keluargaku. Aku akan menginap di
tempat Suzuno-san hari ini.”
“Ti-tidak, meski itu juga penting, itu bukanlah masalah utama saat ini, kau,
kau, kereta terakhir....”
Jam dinding menunjukkan pukul 00:30 pagi.
Maou baru selesai bekerja pada jam 12 malam, dan dia langsung bergegas
pulang, tapi Emi dan Chiho sudah menunggu di sini seakan mereka telah
memprediksi tindakan Maou.
“Ah, Raja Iblis, satu hal lagi. Hutangku padamu yang setara gaji seminggu itu,
aku sudah menyerahkan sisanya kepada Alsiel, kau bisa mengkonfirmasinya
nanti. Sekarang hanya tersisa moped, cepatlah buat keputusan. Selain itu, aku
sudah membayar semua hutangku, jadi jangan meminta bunga hutang
menggunakan moped.”
“Ka-kalau sudah begini, apa biaya hidupmu bulan ini akan baik-baik saja?”
Walaupun harga mopednya sudah dikurangi, jumlah uang yang Maou minta
dari Emi tetap lebih dari 200.000 yen.
Emi membayar semua hutangnya dalam waktu singkat, dan malah membuat
Maou khawatir dengan keadaan finansialnya, tapi Emi menganggukkan
kepalanya dengan acuh tak acuh.
“Jangan remehkan gaji 1.700 yen perjam. Meski kau mengabaikan poin ini,
aku tidak akan sembarangan membeli barang. Asalkan itu bukan model kelas
atas, bahkan untuk moped pun, aku bisa membayarnya secara tunai.”
“Berbicara seolah kau punya banyak uang simpanan.... Emilia memang hebat,
tak peduli betapa terpuruknya dirimu, pada akhirnya kau tetaplah seorang
Pahlawan.”
“Aku tidak mengerti ukuran macam apa yang kau gunakan untuk menilai
seorang Pahlawan!”
Melihat Maou bertingkah demikian, Chiho dan Suzuno pun saling menatap
satu sama lain dan tersenyum.
“Ada apa?”
“Gezzzzz!”
Emi sengaja bertingkah tidak tahu apa-apa dan merespon dengan sebuah
pertanyaan.
“Apa katamu?”
“Kisaki-san, dia.....”
“Dia bilang ketiga orang yang datang untuk interview hari ini semuanya
diterima! Apa yang kau.....”
Dibandingkan Emi yang melakukan interview itu, Chiho justru terlihat lebih
bersemangat mendengar apa yang Maou katakan, lantas berdiri dengan
gembira.
“Yusa-san! Dengan begini, mulai sekarang kita bisa bekerja sama! Ini luar
biasa!”
“Aku juga senang punya senior seperti Chiho. Kau harus membimbingku baik-
baik ya.”
“Emilia, selamat karena telah mendapatkan pekerjaan baru secepat ini. Dengan
begini, aku bisa merasa jauh lebih tenang.”
“Maaf membuatmu khawatir. Aku juga akan menghubungi Rika dan Em nanti.”
“H-hey, tunggu sebentar, kalian!”
Meskipun Maou harus sedikit mundur karena tertekan oleh aura Chiho, tapi
dia tetap tidak mau menyerah.
“Ada apa sih? Semuanya sudah hampir beres. Aku sudah menjelaskan
semuanya pada Bell, Alsiel, dan Chiho, kau bisa memilih salah satu dari
mereka dan menanyakannya. Setelah aku secara resmi menerima panggilan
konfirmasi dari manajer-san, aku akan mulai bekerja di restoran itu, jadi tolong
jangan halangi aku.”
Ucap Maou dengan gelisah, tapi karena Chiho yang sedang memeluk Emi
memberinya sebuah tatapan tajam, suaranya tidak terdengar tegas.
“H-hey Emi, beritahu aku! Kenapa kau melamar pekerjaan di restoran kami?
Izinkan aku mengatakan hal ini lebih dulu, bayaran perjam untuk karyawan
dalam masa pelatihan itu hanya 850 yen, kau tahu? Itu hanya setengah dari
gajimu sebelumnya. Apa kau tak masalah dengan hal itu?”
Meski perkembangannya tidak lancar, seperti apa yang dia beritahu pada
Chiho, Maou sebenarnya memang berencana merekomendasikan pekerjaan di
MgRonalds kepada Emi jika dia punya kesempatan.
Tapi Maou sama sekali tidak mengira kalau Emi akan melamar pekerjaan itu
bahkan sebelum dia membicarakannya.
“Huuuh....”
“Raja Iblis. Akan kukatakan hal ini lagi, insiden sebelumnya, aku benar-benar
berterima kasih padamu.”
“....Huh?”
“Aku berulang kali sudah berterima kasih kepada Chiho dan Rika. Aku juga
telah mengatakan hal ini pada Em dan Alberto. Aku....”
Emi sedikit mengangkat kepalanya, dan dengan tatapan yang begitu hangat,
dia mengamati seluruh kamar 201 Villa Rosa Sasazuka, alias Kastil Iblis.
“.... menyukai saat-saat di mana aku makan bersama semuanya di kamar ini.
Aku tidak tahu apa kau memang berniat melakukannya atau tidak, tapi dari
hasil yang ada, aku, Alas Ramus, dan ayahku kini telah terbebas dari berbagai
macam ikatan di Ente Isla. Meski harus melalui beberapa proses sulit, entah itu
manusia ataupun iblis, mereka semua bisa terhindar dari keputusasaan. Itu
semua berkat dirimu.”
Apa Emi pernah berbicara kepada Maou dengan perasaan hangat seperti ini
sebelumnya?
Maou menatap ke arah sudut beranda, bahkan sebelumnya saat Emi
menyerahkan 'hal itu' kepadanya, dia tidak menunjukkan ekspresi hangat
seperti ini.
“Tapi....”
Maou tanpa sadar memalingkan wajahnya ke depan dan mendapati Emi yang
sedang memandangnya dengan ekspresi tidak ramah. Bertemu dengan tatapan
Emi, Maou menahan napasnya.
“Justru karena hal itu, aku tidak bisa bergantung pada kebaikanmu. Karena,
aku masih tidak bisa memaafkan kenyataan bahwa kau telah mengacaukan
hidupku dan ayahku. Karena kau.... adalah musuhku.”
Maou juga mengangguk dengan ekspresi yang tak bisa diartikan, dan dia yang
tidak tahu apa yang ingin Emi katakan selanjutnya, melirik ke arah Suzuno
melalui sudut pandangannya.
Meski menurut ia sendiri itu agak tidak mungkin, mungkinkah Suzuno sudah
membocorkan isi 'pengakuan' Maou?
Tapi entah Suzuno tidak sadar dengan tatapan Maou atau dia sadar tapi
memang sengaja mengabaikannya, dia hanya diam mendengarkan Emi
berbicara.
“Itu artinya, pemikiranmu yang dangkal dan tidak dewasa itu sudah terlihat
sejak awal.”
“Maou-san!”
Chiho, dengan nada yang agak tajam, menegur Maou yang masih mencoba
mencari alasan untuk kabur.
“Menyerahlah.”
Setelah mengucapkan hal itu, Suzuno mengambil sebuah majalah kusut yang
dilipat di bawah kotatsu, membuat Maou begitu terkejut.
Berbeda dengan majalah yang dia tunjukan kepada Chiho di restoran, itu
adalah majalah informasi lain, setelah kehilangan kesempatan untuk
menunjukkannya karena tanggapan tak terduga Emi, Maou pikir benda itu
sudah dibuang.
"I-itu.....! Ashiya! Bukankah aku sudah memberitahumu untuk
membuangnya??"
"Kalau begitu, bakar saja! Untuk apa lagi sihir iblis kalau bukan untuk ini?!
Sekarang adalah saatnya menggunakan kekuatan gelap sihir iblis untuk
menghancurkan semua bukti!"
Maou mengguncang bahu Ashiya dengan wajah memerah, tapi Ashiya tidak
menghiraukannya.
"Inilah kenapa sejak awal aku menentang tegas soal memberitahu Emilia hal
yang tidak perlu seperti ini dan menyarankan, daripada melakukan hal itu, akan
lebih baik kalau kau meninggalkannya sendirian. Semua ini adalah hasil dari
tindakanmu sendiri, tolong bertanggung jawablah!"
Maou mencengkeram bahu Ashiya dan dengan gugup berbalik menatap Emi.
Maou mengeluarkan suara yang hampir seperti sebuah teriakan dan mundur ke
sudut kamar.
"Hentikan, hentikan, ada apa denganmu?! Apa kau benar-benar Emi? Jangan-
jangan kau adalah orang seperti Gabriel yang sedang menyamar."
Maou terlihat gemetar ketakutan layaknya kelinci yang ditatap oleh seekor
binatang misterius. Emi pun mengangkat kepalanya, menatap Maou dengan
sebuah senyum dan mengatakan,
"......"
Seolah merasa khawatir jikalau dia akan dimakan, Maou bereaksi kuat dan
menunjukkan pose siap bertarung terhadap setiap gerakan yang Emi buat. Emi
menatap ke arah Chiho dan Suzuno.
"Sudah dulu ya, ini sudah larut, aku akan kembali ke kamar ayahku. Chiho,
selamat malam. Bell, terima kasih sudah membantu ayahku hari ini."
"Yeah, selamat malam!"
"Tak masalah. Aku juga akan berusaha membantu Nord-dono agar terbiasa
dengan lingkungan di sini."
"Terima kasih. Lalu Alsiel, Raja Iblis, maafkan aku mengganggu sampai
selarut ini."
"..... Uhm."
"......."
Usai mengatakan hal tersebut, tanpa menunggu jawaban dari Maou, Emi pun
berjalan menuju beranda, memakai sepatunya dan pergi.
Suara dari pintu beranda yang tertutup menggema pelan di seluruh kamar, dan
seolah mendapatkan sebuah sinyal, Chiho, Suzuno, dan Ashiya menatap ke
arah Maou.
Bahkan tanpa memakai sepatunya, dia berlari keluar kamar untuk mengejar
Emi.
Seperti yang Emi katakan, malam ini dia akan menginap di lantai satu, jadi
sebenarnya Maou tak perlu buru-buru mengejarnya seperti ini, tapi, entah
kenapa dia merasa kalau dia harus memanggil Emi dan menghentikannya
sebelum dia masuk ke dalam kamar.
Pada akhirnya, Maou menemukan Emi di halaman depan Villa Rosa Sasazuka.
Lebih tepatnya, seolah sudah tahu kalau Maou akan berlari keluar, dia berdiri
di bawah tangga, melihat ke arah Maou yang keluar dari dalam koridor.
"Ugh....!"
Di sisi lain, Maou yang tidak menyangka kalau Emi akan menunggunya,
nampak mengacaukan langkah kakinya dan melewatkan beberapa anak tangga,
dia pun dengan panik berpegangan pada pegangan tangga dan
menyeimbangkan diri.
"Hey, sebaiknya kau jangan sampai jatuh. Aku tidak sebaik itu sampai mau
menangkapmu."
"E-Emi...."
Suara Emi yang agak ceria dapat terdengar dari bawah, Maou pun
menjawabnya dengan lemah.
Meski dia adalah orang yang memanggil Emi, seolah tidak tahu apa yang ingin
ditanyakan, Maou hanya bisa terdiam.
Tak diketahui apa Emi mengetahui pemikiran Maou atau tidak, tapi sudut bibir
Emi kini sedikit terangkat saat dia berbicara,
"..... Huh?"
"Alasan kenapa kau ingin bekerja di sana, ada banyak motifnya kan selain
hanya masalah uang? Akupun begitu."
"Eh?"
"Saat interview hari ini, aku meminta ayah dan Bell untuk menjaga Alas
Ramus. Jika hanya di jarak ini, kami tidak perlu bergabung meskipun berada
di tempat yang berbeda. Gaji perjam di Docodemo memang lebih baik, tapi
aku selalu merasa kasihan pada Alas Ramus yang tidak bisa keluar sama sekali.
Jika aku bekerja di sana, Alas Ramus pasti bisa hidup lebih bebas. Dan dari
situasi yang kudengar dari Bell, sepertinya aku tidak bisa membawa Alas
Ramus ke restoran, ya?"
"Ketika ayahku memutuskan untuk pindah dari Mikata ke apartemen ini, aku
juga sudah memutuskan. Memutuskan kalau aku akan bekerja di sana. Aku
yakin aku akan diterima. Lagipula, aku sering mendengarmu mengeluh soal
kekurangan pegawai, dan begitu layanan delivery dimulai, teknik yang
kupelajari dari pekerjaan customer service seharusnya bisa jadi satu
keuntungan."
Maou nampak tidak bisa mempercayainya, tapi meski begitu, dia tidak dapat
menemukan bahan apapun untuk membantah Emi.
"Untungnya aku memutuskan untuk menginap di sini hari ini. Tidak hanya bisa
melunasi hutang yang kumiliki, aku bahkan bisa berterima kasih padamu
dengan benar atas apa yang terjadi sebelumnya."
"Emi, kau....."
"Dengan begini, mulai besok sampai seterusnya, aku pun bisa melangkah
maju."
.... melihat senyum tulus yang tidak membawa sedikitpun rasa benci ataupun
permusuhan.
"Ugh....."
Akan tetapi, Maou tidak bisa mengingat kapan hal itu terjadi.
"Memang wajar sih bagi manajer Kisaki, tapi ternyata dia masih mengingatku.
Selama interview, kami berbicara banyak mengenai dirimu dan Chiho, rasanya
itu seperti mengobrol dari sebuah interview."
Emi......
"Jika aku benar-benar diterima, maka di depan manajer Kisaki nanti, aku tidak
akan bisa bicara tanpa berpikir seperti sebelumnya. Jadi....."
"Uowaaahhhhhhhhhhh??"
"Maou-san?"
".....fu... eee...."
Teriakan keras tersebut membuat Ashiya, Chiho, dan Suzuno keluar dari lantai
dua. Nord yang berada di lantai satu, berlari keluar dengan mata yang
mengantuk sambil membawa Alas Ramus yang tertidur lelap.
Apa yang terlihat di mata mereka adalah Maou yang dipenuhi kotoran karena
jatuh dari tangga dan Emi yang melompat ke samping.
"Hey, apa kau baik-baik saja? Aku memang bilang aku tidak akan
menyelamatkanmu, tapi dari caramu jatuh, aku tidak akan bisa
menyelamatkanmu meskipun aku menginginkannya, tahu?"
"Kalau begitu, tak masalah. Aku sudah bilang kan tadi, aku tidak akan
memaafkanmu, jadi izinkan aku untuk memanggilmu seperti itu sementara ini.
Sa....."
"Tidak mungkinnnnnn!"
"Hey, Raja Iblis! Jangan kunci pintunya! Apa yang sedang kau lakukan?"
Mengabaikan teriakan ketakutan dari sang raja para iblis, Ashiya pun
mengeluarkan kunci dari apronnya dan membuka pintu beranda.
"Ahahahaha!"
Kemudian, Emi melambai ke arah Chiho dan Suzuno yang menatapnya dengan
heran karena tidak paham dengan situasi ini, lantas memasuki kamar 101.
"Hm?"
Tegas Emi di dalam kamar yang disinari oleh cahaya rembulan, dan saat dia
mendengarkan keributan di lantai dua yang masih belum selesai...
"Setelah sekian lama, sepertinya aku bisa tidur nyenyak malam ini."
Meski sekarang adalah saat di mana Maou bisa saja terlambat bekerja jika tidak
segera berangkat, dia malah berdiri diam di beranda.
"Maou-sama, jika kau tidak segera berangkat, kau benar-benar akan telat."
"....."
"Meski kau bertingkah seperti ini, kenyataan tidak akan berubah. Kurasa
Maou-sama hanya bisa pasrah."
"....."
".... Ashiya."
"Ya?"
Kemudian dia berbalik dengan wajah pucat.
Dari atas tangga, Ashiya berteriak pada Maou yang menaiki Dullahan 2 dengan
gemetar, Maou pun mengangkat tangannya dengan lesu.
Jika itu adalah Ashiya yang biasanya, dia pasti akan sangat khawatir dengan
perubahan besar masternya, tapi mengingat alasannya kali ini, dia tidak bisa
mengasihani Maou sama sekali, dan hanya bisa menguatkan hatinya
mengantar masternya pergi.
"Yeah."
Ashiya yang melihat Maou pergi hingga dia tidak bisa lagi melihat sepedanya,
dengan lesu menjawab Suzuno yang memulai obrolan dari belakang.
"Aku sudah mendengarnya sih, tapi apa memang segitunya Raja Iblis tidak
ingin pergi bekerja?"
"Benar sekali."
Kemari malam, Maou memang bilang begitu, tapi pada akhirnya semua itu
hanyalah dugaan optimisnya saja.
"Meski Sasaki-san memang mampu, dia masihlah seorang siswi SMA, dan
sebenarnya hanya punya pengalaman setengah tahun. Apapun alasannya dia
tidak akan bertugas menangani pelatihan rekrutan baru. Apalagi, keputusan itu
sepenuhnya berada di tangan Kisaki."
Tiga hari telah terlewati semenjak Emi tak disangka menerima interview kerja
di MgRonald depan stasiun Hatagaya.
Dalam tiga hari ini, Maou terus berpikir apa ada cara untuk bolos kerja hari ini,
tapi itu semua gagal karena campur tangan Ashiya.
Dari sudut pandang Ashiya, dia benar-benar tidak ingin melihat Maou
menghindari Emi, dan sebenarnya tidak perlu juga Maou melakukan hal seperti
itu. Ashiya terus membujuk Maou kalau ini adalah kesempatan yang bagus
baginya untuk memerintah Emi sebagai junior atau bawahan di tempat kerja,
tapi Maou, tak diketahui apa yang dia takutkan, sama sekali tidak mau
mendengarkannya.
Apa yang sangat disayangkan adalah Maou sudah menyerahkan HPnya pada
Ashiya.
Sebagai Raja Iblis, ingin menggunakan sihir iblis untuk melakukan hal
memalukan seperti itu, sungguh benar-benar tak bisa ditoleransi, dan penyebab
semuanya hanyalah beberapa menit momen yang tak bisa dilihat Ashiya dan
yang lainnya.
Dari saat Maou mengejar Emi yang meninggalkan Kastil Iblis usai
mengungkapkan rasa terima kasihnya, hingga saat dia terjatuh dari tangga, apa
yang terjadi dalam beberapa menit itulah yang menyebabkan Maou bersikap
seperti ini.
Maou bersikeras tidak mau bilang apapun soal masalah itu, dan meski Ashiya
bertanya kepada Chiho atau Suzuno, keduanya juga sama-sama tidak tahu.
"Soal itu, kita hanya bisa berharap dukungan dari Chiho-dono..... benar juga.....
hari ini adalah hari pertama Emilia bekerja....."
"Alsiel, apa kau punya waktu hari ini? Ada sesuatu yang ingin kudiskusikan
denganmu dan Nord-dono nanti."
Biasanya sangat jarang bagi Suzuno secara aktif ingin membicarakan sesuatu
dengan Ashiya, dan bahkan, dia mengatakannya dengan nada agak ceria.
"Bukan hal yang penting. Tapi karena hari ini adalah hari yang langka yaitu
hari pertama Emilia bekerja, kurasa sekarang adalah kesempatan yang bagus
untuk memenuhi rencana yang sudah tertunda lama itu."
"Rencana?"
Ashiya nampak tidak mengerti, Suzuno pun mengeluarkan HPnya dan
membuat panggilan.
Ashiya sama sekali tidak mengerti apa yang Suzuno katakan, dan hanya
melihat ke arahnya dengan bingung.
XxxxX
Sebuah lingkungan di mana dia harus selalu siap siaga dan bekerja,
membuatnya teringat masa lalu saat dia berlarian di medan perang demi
menguasai dunia. Hanya dengan bekerja di sana, dia bisa mendapatkan
kembali sensasi tersebut.
Akan tetapi, hanya dengan kemunculan satu orang, perubahan pun terjadi.
Rasanya dia selalu ditatap, dan dia sama sekali tidak bisa tenang.
Karena orang itu, tidak hanya Kawada yang sebelumnya dekat dengannya,
bahkan karyawan pria lain pun selalu menatap tajam ke arahnya, membuat dia
merasa sangat tidak enak.
"Maou-san, apa begini caranya mengganti sirup jus jeruk?"
"Ye-yeah...."
"Ye-yeah..."
"Maou-san, dua potong kain yang digunakan untuk membersihkan meja dan
kursi sudah sangat jelek, boleh aku membuangnya dan mengganti yang baru?"
".............. Yeah."
Berdiri di sebelah Maou, dengan rambut diikat ponytail seperti Kisaki dan
bekerja dengan rajin seperti seorang karyawan di hari pertamanya bekerja,
adalah Emi.
Karena Kisaki tahu kalau keduanya sudah saling kenal, Maou pun tidak bisa
lari dari takdir menjadi karyawan yang bertugas dalam pelatihan si karyawan
baru Emi.
Selain Kisaki, ada juga karyawan lain yang seperti sudah pernah melihat Emi,
dan ditambah fakta bahwa dalam hal penampilan Emi adalah seorang wanita
yang cantik, para karyawan pria pun, dengan Kawada di barisan paling depan,
memprotes keras Maou yang terpilih melakukan tugas tersebut dan bahkan
mencoba memberinya masalah.
Kawada yang dengan jujur memberitahu Maou kalau dia sedang mencari
seorang pendamping hidup.....
Meski ada karyawan wanita lain yang juga baru dipekerjakan, dan Kawada
adalah orang yang bertugas membimbingnya, sayangnya wanita itu adalah
wanita yang sudah menikah.
Maou memang tidak ingin membimbing Emi, tapi dia harus mengakui kalau
Emi adalah seorang pendatang baru yang sangat mencolok.
Bagaimanapun, begitu dia diajari sesuatu, dia tidak akan pernah lupa.
Sejak tadi, Emi terus bertanya kepada Maou soal kebiasaan ataupun standar
dalam restoran, dan begitu dia paham, dia langsung bisa menangani prosesnya
sendirian.
"Maa-kun."
".... Ya?"
Melihat Emi yang seperti itu, Kisaki pun berbisik di telinga Maou,
"Mintalah Yusa-san untuk memakan semua produk di menu sesegera
mungkin."
Sepertinya Emi masih belum sampai di titik di mana Kisaki akan memberinya
sebuah nama panggilan di hari pertamanya, tapi meski begitu, Maou tahu betul
bahwa Kisaki yang ingin Emi untuk mencicipi semua menu di restoran, adalah
karena Kisaki mengakui kemampuannya.
Maou menyaksikan Emi yang mengambil dua potong kain baru dari ruang
penyimpanan dengan suram.
"Benarkah?"
Maou tidak melakukan sesuatu yang mencurigakan, jadi meski dia ketahuan,
seharusnya tidak ada yang akan membuatnya merasa panik, tapi meski begitu,
Emi yang baru bekerja selama beberapa jam saja, sudah membuat semangat
Maou terkuras hingga mencapai batasnya.
Lagipula, mulut yang dulu mencacinya sebagai "iblis haus darah yang lebih
rendah daripada seekor goblin", kini memanggilnya dengan nama Maou-san.
Rasanya terlalu sembrono jika Maou terus meminta Emi untuk memanggilnya
dengan nama seperti biasa, dan dengan alasan memberikan contoh yang buruk
kepada para pelanggan dan karyawan lain, Maou akhirnya bisa menghindari
takdir dipanggil dengan nama Sadao-senpai.
Namun, sebagai junior, Emi tidak bisa memanggilnya dengan sebutan 'Maou'
seperti biasanya di depan karyawan lain, jadi sudah diputuskan kalau dia akan
memanggil Maou dengan sebutan 'Maou-san' seperti yang barusan dia lakukan.
Meski Maou tidak merasakan apapun ketika dipanggil begitu oleh Chiho dan
beberapa orang lain, entah kenapa rambutnya selalu berdiri tegak ketika
dipanggil demikian oleh Emi.
Usai menggunakan kain tadi untuk mengelap nampan yang terkumpul, Emi
dengan sengaja berjalan melewati Maou ketika mengembalikan nampan
tersebut, dan berbicara pelan padanya,
"A-ada apa?"
"Aku tahu kau tidak ingin bekerja sama denganku, tapi atmosfer yang kau
pancarkan saat ini benar-benar buruk, bukankah ini akan menyebabkan
masalah untuk restoran?"
"......!"
Ucap Emi perlahan, Maou membuka lebar matanya merasa kaget, dan
kemudian....
"U-ughhh....."
"Yusa-san."
"Y-ya?"
Ketika dia tahu kalau Maou tiba-tiba menunjukkan sebuah senyum aneh, Emi
pun secara refleks mundur ke belakang.
Meski hanya selama jam kerja, ketika Emi dipanggil Yusa-san oleh Maou
beberapa kali hari ini, dia juga merasa sedikit aneh.
Karena biasanya Maou selalu memanggil nama Emi dengan kasar, mengingat
pekerjaan dan statusnya sebagai seorang senior, serta panggilannya kepada
Emi yang diikuti kata '-san' barusan, Emi pun merasa merinding.
"Baiklah, Yusa-san!"
"Bagus! Aku tidak akan menahan diri sama sekali. Yang pertama adalah cara
menggunakan mesin pembuat es krim untuk membuat makanan pencuci
mulut! Kalau kau tidak bisa mempelajari ini, selamanya kau akan diperlakukan
sebagai karyawan baru."
"Dengar! Pertama adalah es krim kerucut 100 yen yang bisa ditambahkan pada
pesanan makanan! Es krim kerucut MgRonald perlu diputar dua setengah kali
putaran pada kerucutnya! Lihat baik-baik, untuk membuat ujung yang lancip,
perlu sedikit trik! Sebelum bisa mempelajarinya, kau hanya akan terus
dianggap setengah matang!"
"Hmph! Jangan remehkan kaum pekerja! Sekarang ini banyak restoran yang
memiliki mesin pembuat es krim sendiri, jika kau pikir aku tidak punya
pengalaman sama sekali, kau pasti akan menyesal, kau tahu?"
"Hah!? Berhenti bercanda! Jika kau menganggap es krim kerucut Mags sama
dengan minuman normal di bar-bar, aku pasti akan kesulitan, kau tahu? Susu
yang digunakan oleh es krim kerucut MgRonalds adalah 100% dibuat di
Hokkaido! Meski teksturnya lembut, isinya tetap padat dan mudah meleleh.
Bisa membuat dua setengah putaran itu bukan hal yang mudah, lo?"
Kawada mengangkat bahunya dan menjaga jarak dari Maou dan Emi yang
begitu bersemangat, sampai-sampai tak jelas apakah mereka sedang berselisih
atau sedang melakukan pelatihan.
Walaupun dari luar restoran, emosi mereka berdua memang terlihat semakin
bersemangat, tapi, setidaknya itu berbeda dengan sebelumnya di mana mereka
saling mengangkat senjata dan terlihat seolah ingin bertarung. Hal ini membuat
Chiho menghela napas lega.
Hampir waktu makan malam, dan meskipun seseorang merasa lega, mereka
pasti tetap akan merasa lapar. Saat Chiho hendak menggunakan kesempatan
ini untuk masuk ke dalam dan mengamati situasi sebagai pelanggan....
HP Chiho yang berada di saku blazernya mulai bergetar, dia pun membukanya.
"Oh, Ashiya-san, toh! Padahal Maou-san ada di dalam restoran, kupikir kenapa
dia meneleponku."
"Ah, yeah. Kebetulan aku sekarang ada di depan restoran karena aku khawatir
dengan Maou-san dan Yusa-san, tapi sepertinya mereka baik-baik saja."
"Yeah."
"Apa kau tahu apa Kisaki-san hari ini ada di restoran atau tidak?"
"Eh? Kisaki-san?"
"Ya benar, jika dia ada di restoran, aku ingin meminta tolong padanya, jika
tidak ada, kami akan menyusunnya lain kali saja...."
Chiho mengambil sebuah buku catatan dari dalam tasnya, dan membuka
jadwal kerja yang selalu terlipat di dalam.
"Uh.... ah, Kisaki-san ada di shift terakhir hari ini, yang artinya dia akan ada di
restoran sampai waktu penutupan. Maou-san juga akan berada di restoran
sampai waktu tutup. Yusa-san masih dalam masa pelatihan, jadi seharusnya
dia pulang jam 10pm..... ah, setelah Yusa-san pulang, di restoran hanya akan
tersisa Maou-san dan Kisaki-san. Dengan begitu, counter cafe akan berhenti
beroperasi untuk sementara. Akhir-akhir ini, ketika hanya ada sedikit orang
saat malam hari, begitu ada pelanggan, mereka akan naik ke lantai dua dan
membawa pesanan ke sana."
"Begitu ya. Tunggu sebentar..... Hey, Bell, Sasaki-san bilang kalau manajer
Kisaki ada di restoran."
"Ya?"
"Jika Bell menjemputmu jam 10pm hari ini, apa kau diperbolehkan keluar?"
"Eh?"
XxxxX
"Sialan....."
Karena ini masih hari pertamanya bekerja, Emi sudah bisa pulang sekarang.
Dia dan Maou kemudian dipanggil oleh Kisaki untuk membicarakan status
pelatihan hari ini.
Kisaki melirik ke arah Maou dan bertanya pada Emi yang sedang menahan
tawa.
"Karena Maou-san mengajariku banyak hal, rasanya hari pertama ini sangat
membuahkan hasil."
"Ugh."
Setelah kejadian sore tadi, Emi kini sudah menguasai sepenuhnya penggunaan
mesin pembuat es krim.
Tidak hanya itu, meskipun hal ini bukanlah sesuatu yang akan dipelajari oleh
seorang karyawan baru di hari pertamanya bekerja, Emi selalu mencatat poin-
poin penting kapanpun dia merasa perlu untuk mencatatnya. Dia juga terlihat
memahami sepenuhnya penjelasan Maou, dan mampu menyelesaikan
pembongkaran serta pembersihan mesin hanya berdasarkan penjelasan lisan
saja.
"Tapi, karena ini baru hari pertama, masih ada banyak menu yang belum
kupahami dengan baik. Jadi sepertinya aku akan terus meminta saran pada
Maou-san."
"Uh, erhm....."
"Jujur saja..... itu sangat sempurna. Selain belajar dengan cepat, karena
pekerjaannya yang lama adalah seorang customer service, para pelanggan yang
dilayani olehnya selalu memiliki tanggapan yang bagus."
"Kau benar, aku juga menyadari hal itu. Bagaimana aku mengatakannya,
rasanya itu sangat bagus."
Maou yang ingin lepas dari Emi secepat mungkin, mengatakan hal tersebut
dengan niat setengah serius setengah bercanda.
"Yeah, tapi mengabaikan poin pertama tadi, mungkin karena kau kurang
pengalaman, kau jadi sangat berhati-hati. Aku harap kau bisa bekerja sekeras
hari ini, atau bahkan lebih dari itu.... yah meski agak tidak pantas aku
mengucapkan kalimat ini di depan orangnya langsung, kau mungkin punya
kesempatan untuk melampaui legenda Maa-kun."
Jika hal itu mampu dilampaui oleh Emi, baik sebagai pekerja MgRonald
maupun sebagai Raja Iblis, itu bukanlah sesuatu yang bisa selesai hanya
dengan merasa menyesal saja.
"Ah, oiya..."
"Ganti baju dulu sana. Akan kuberitahu detailnya nanti. Maa-kun, aku ingin
menelepon dulu sebentar."
"Ya....?"
Maou dan Emi saling menatap satu sama lain, tapi kemudian Emi
meninggalkan ruang karyawan untuk mengganti bajunya.
Di sisi lain, Kisaki mengambil telepon kantor dan dengan cepat menekan
beberapa angka.
"..... Halo, Chi-chan? Ini Kisaki. Apa sekarang bisa? Yeah. Sepertinya tak
masalah, meskipun mepet. Sepuluh menit lagi? Aku mengerti. Kutunggu
kalian."
"..... Apa panggilan tadi untuk Chi-chan? Ada apa dengan sepuluh menit lagi?"
"Yeah, nanti kau juga akan tahu sendiri. Aku tidak seharusnya bilang begini,
tapi sebaiknya kau berdoa agar tidak ada banyak pelanggan yang tiba-tiba
datang."
"O-oh...."
Kata-kata yang tidak biasanya terdengar dari Kisaki itu membuat Maou
kesulitan menyembunyikan kebingungannya.
"Ada apa?"
Kisaki tidak menjawab pertanyaan Emi dan melirik ke arah pintu masuk
restoran.
""Eh??""
.... merasa begitu terkejut ketika melihat sekumpulan orang yang berjalan
melewati pintu otomatis.
Dengan Chiho di barisan terdepan, Ashiya, Suzuno, Nord, Alas Ramus, Acies,
Emerada, dan Rika datang memasuki restoran.
"Selamat malam! Yusa-san, Maou-san!"
"Maaf mengganggu."
"Permisi."
"Permisi."
"MgRonron!"
"Halo semuanya!"
Sekumpulan orang silih berganti menyapa Maou dan Emi, keduanya pun sesaat
merasa bingung, tapi entah kenapa Kisaki malah berjalan ke arah Chiho dan
menunjuk ke lantai dua.
"Meski ini termasuk merugikan bagi restoran, tapi kalian semua cukup
beruntung. Saat ini tidak ada pelanggan di lantai dua. Yaah, kalian tidak bisa
tinggal terlalu lama sih, tapi kalian bisa menempati dua meja di bagian yang
paling dalam."
"Tak masalah, asalkan kalian mau membayarnya dengan kerja keras. Baik,
cepat naik sana! Meski saat ini tidak ada banyak pelanggan, aku tidak akan
bisa melayani semuanya sendirian terlalu lama. Maa-kun, dan juga Yusa-
san...."
Kisaki memakai topinya, lantas menoleh dan berbicara kepada Maou dan Emi,
"Bawa para pelanggan ini ke meja paling dalam di lantai dua. Untuk sementara
aku akan berjaga di counter lantai satu."
"Eh? Eh? Em, ayah, Rika, semuanya ada di sini. Apa yang terjadi....."
"Ayo Maou-san! Jika tidak, nanti para pelanggan lain keburu datang!"
"Ayo Emi! Jika kita bersantai-santai, itu justru akan menyebabkan masalah
untuk manajer-san."
Chiho dan Rika memegang tangan Maou dan Emi yang masih belum pulih dari
kebingungannya, dan membawa mereka ke lantai dua.
Keduanya dibawa ke area bebas tamu, dengan kata lain, ke meja paling dalam
di lantai dua yang tidak dikunjungi pelanggan.
Emi pun duduk di sebelah Chiho yang mana sudah terlebih dahulu duduk.
Di depan kedua orang itu ada sebuah kotak bungkusan. Dilihat dengan seksama,
terdapat logo MgRonalds di atas kotak tersebut.
"Mung-mungkinkah ini....."
Begitu melihat kotak tersebut, Maou memekik kaget seolah menyadari sesuatu.
"Ini adalah versi MgRonalds dan Chiho-chan. Manajer-san baru setuju karena
ada barang ini. Ayolah, waktunya terbatas, ayo cepat mulai! Ashiya-san, tolong
buka kotaknya!"
"Aku mengerti."
Dengan perintah Rika, Ashiya pun membuka kotak yang dibungkus kertas
tersebut.
Di dalam bungkusan kertas itu terdapat sebuah kotak berwarna putih. Dan,
sedikit bau harum tercium dari dalam.
Sampai sekarangpun, Emi masih belum memahami situasi ini, Rika lalu
mengulurkan tangannya ke arah kotak tadi,
"Emi! Chiho-chan!"
"Eh? Eh?"
"Yaa!"
Kepada Rika yang memanggil keduanya, Emi malah menjadi semakin bingung,
sementara Chiho menjawab dengan energik.
"..... Ugh."
Seketika, Emi menahan napas dan menutupi mulutnya dengan kedua tangan.
Apa yang ada di dalam kotak tersebut adalah sebuah kue yang terlihat
sederhana.
Berbeda dari kue biasa, di tengah-tengah kue itu tergambar logo MgRonalds
berukuran besar, dan sebuah cokelat putih bertuliskan 'Happy Birthday'
menempel di tengah-tengahnya.
"Memang sih ada beberapa perbedaan dengan rencana awal, atau malahan, ini
sudah bukan lagi acara ulang tahun."
"Tapi hari ini adalah awal yang baru bagi Yusa-san, jadi semua orang merasa
kalau merayakannya hari ini adalah yang paling pas."
"Ka-kalian..."
Emi menatap semua yang telah berkumpul di sini dengan mata berkaca-kaca.
"Yaah, aku juga merasa kalau ini adalah ide yang bagus ketika tadi aku
dihubungi Suzuno, tapi karena waktu yang mepet, kami hanya bisa mendapat
kue ini."
"Be-benar juga, kue ini seharusnya hanya bisa dibeli di cabang MgRonalds
yang melayani perayaan pesta ulang tahun, kan? Dan seingatku itu perlu
dipesan dulu sebelumnya!"
"Kau benar."
"Kue ini bukanlah produk resmi dari MgRonalds. Kami meminta pembuat kue
dari toko kue untuk membantu kami membuat beberapa penyesuaian. Ya, itu
karena membawa makanan dari luar jelas-jelas melanggar peraturan restoran
ini."
"Wha.... Ka-kau......"
"Tapi Kisaki-san bilang, selama penampilan luar kue tersebut adalah produk
MgRonalds, dan selama kami memenuhi beberapa syarat lain, dia bisa
mengizinkan kami menyelenggarakan kegiatan ini."
"A-apa syaratnya?"
"Dia bilang, asalkan masing-masing orang memesan makanan lebih dari 600
yen, dia akan mengizinkan kami menggunakan tempat ini selama 30 menit."
Rika menambahkan satu lagi penjelasan setelah Ashiya, dan meski Maou
terkejut, dia masih ingat prosedur perayaan pesta ulang tahun MgRonalds.
"Bell, be-benarkah?"
"Itu benar. Emi, kudengar dari Emerada.... kalau ini adalah ulang tahunmu
yang ke-18?"
Agar tidak terdengar oleh Kisaki yang berada di lantai satu, Rika bertanya
dengan suara pelan,
"Aku sangat terkejut. Melihatmu yang biasanya begitu lepas dan bermartabat,
aku tak percaya kalau kau ternyata lebih muda daripada diriku. Ah, tapi, jika
ke depannya kau malah berbicara padaku dengan sopan, aku pasti akan marah,
paham?"
"Chiho-chan, aku....."
"Yusa-san."
Tanpa mengusap air matanya, Emi langsung memeluk erat Chiho yang ada di
sampingnya.
Air mata Emi perlahan mengalir, dan terpengaruh oleh Emi, air mata juga
mulai menggenangi mata Chiho.
"Benar sekali~~"
"Baiklah! Kita tidak punya banyak waktu, jadi ayo kita segera lanjutkan
acaranya. Sebelum pelanggan di bawah tahu, ayo kita teruskan dengan acara
pemberian hadiah!"
"Eh, ah, hm, tapi aku tidak menyiapkan apapun untuk Chiho-chan...."
"Karena ini adalah kejutan, tentu saja Emi tidak punya waktu untuk
menyiapkan sesuatu! Soal itu, kau bisa mempersiapkannya nanti! Ayo,
pertama adalah Suzuno dan yang lainnya."
"Yeah. Ini adalah apa yang kupilih bersama dengan Nord-dono, Emerada-dono,
dan Ashiya."
Maou yang tidak tahu kegiatan Ashiya hari ini, hendak mengajukan pertanyaan
tentang Ashiya yang ikut berpartisipasi dalam pemilihan hadiah ulang tahun
Emi, tapi....
"Raja Iblis yang tidak bisa membaca suasana~ akan dilipat-lipat dan dibuang
ke tempat sampah, paham~~?"
Kali ini, seolah menyadari sesuatu, Emi mengusap matanya dan menatap ke
arah Suzuno.
"Bell.... bajumu...."
"Ye-yeah."
"Be-benarkah? Erhm, karena semuanya bilang jika saat kita sedang melakukan
perayaan nanti ada pelanggan lain, aku yang memakai kimono pasti akan
sangat menarik perhatian, jadi untuk pertama kalinya aku memilih berpakaian
seperti ini... hm, jujur saja aku tidak bisa tenang dengan rok yang mengembang
ini, tapi untungnya ini tidak terlalu aneh."
Ucap Suzuno dengan wajah memerah, tapi seketika dia langsung tersadar dan
menyerahkan kotak berisi hadiah itu kepada Emi dan Chiho.
"Su-sudah cukup!"
Menunjukkan sebuah senyum kepada Suzuno yang jarang sekali terlihat malu-
malu, Emi dengan hati-hati membuka bungkusan tersebut.
Emi membuka bungkusan tersebut, dan usai mengeluarkan sebuah bingkai foto
kaca berwarna biru dengan dekorasi seekor burung air, dia langsung berseru
bahagia,
"Alsiel?"
"Bukankah sudah kubilang sebelumnya kalau kau tak perlu mengatakan hal
itu?"
".... Setelah sekian lama akhirnya kau berhasil bertemu kembali dengan
ayahmu, jadi kau pasti punya banyak kenangan yang ingin kau simpan di masa
depan nanti. Aku hanya bilang mungkin bagus juga memilih benda seperti itu."
"Apa yang kami beli untuk Chiho-dono adalah desain yang sama tapi dengan
warna yang berbeda. Kami harap kalian menyukainya!"
"Aku sangat senang.... tapi di saat yang sama, aku juga merasa sedikit frustasi."
"Eh?"
"Entah aku harus bilang Ashiya-san memang hebat.... atau kami memiliki
pikiran yang sama.. ."
Chiho mengeluarkan sebuah kotak hadiah yang jauh lebih besar dari apa yang
Suzuno persiapkan.
Setelah Emi membukanya dengan hati-hati, dia mendapati apa yang Chiho
pilih adalah bingkai foto berbahan logam dengan pola bunga tergambar di
sekelilingnya, bingkai tersebut dapat diisi beberapa foto sekaligus.
"Aku harap Yusa-san bisa memiliki banyak kenangan indah, jadi aku memilih
ini. Pada akhirnya, aku hanya mengulangi apa yang Ashiya-san lakukan."
"Chiho.... perasaanmu saja sudah menjadi hadiah yang sangat berharga. Aku
benar-benar berterima kasih. Aku pasti akan memajangnya nanti. Serius,
terima kasih, kalian semua."
Emi meletakkan bingkai foto dari Chiho ke atas meja dan sekali lagi memeluk
Chiho.
"Heh, heh, heh, hampir saja. Sebenarnya aku juga ingin membelikan bingkai
foto."
"Tapi ketika kupikir-pikir lagi, mendadak aku dapat inspirasi! Baik, Emi!
Terimalah perasaanku ini!"
Emi menerima kotak yang agak berat tersebut dan membukanya dengan hati-
hati.
Apa yang terbungkus di dalamnya adalah sesuatu yang terlihat seperti kotak
kayu. Selain ada pemutar kuningan yang menonjol di sisinya, sebuah simbol
nada juga terukir di penutup kotak tersebut.
Tapi setelah mendengar balasan Maou, dia langsung mengatakan hal ini
dengan sedikit depresi,
"Tapi~ mengingat situasi Emi sekarang ini, semuanya pasti akan memikirkan
hal ini, kan? Ah, Maou-san terima kasih atas bantahanmu."
"Tapi ini masih kotak musik kok. Lihat saja bagian yang ada judul lagunya
ini!"
Emi melihat ke area yang Rika tunjuk dan mendapati tulisan 'Happy Birthday
to you' terukir di atas kotak musik tersebut.
"Rika, ini...."
"Kita tidak bisa meminta semua orang menyanyikan lagu ulang tahun di sini,
tapi aku sudah menyiapkan musik yang akan mewakili suasana semacam itu.
Yeah, ketika kau kembali nanti, kau bisa mendengarkannya."
"Lalu, aku ingin memberikan ini untuk Chiho-chan. Aku yakin ini adalah
sesuatu yang hanya pantas kuberikan untukmu."
Mungkin karena dia tidak menyangka kalau Rika akan memberinya hadiah,
Chiho pun bertanya dengan kaget.
"Ya, karena Suzuno sudah bilang kalau ini adalah pesta ulang tahun gabungan!
Oke, buka dan lihatlah isinya!"
Tulisan yang ada di botol bermerk terkenal itu tentu adalah, 'Happy Birthday'.
"Aku tidak tahu apa wangi ini sesuai dengan seleramu atau tidak, tapi kuharap
kau bisa menganggap ini sebagai bentuk dukunganku."
"Uh, erhm....."
"Su-Suzuki-san!"
Begitu Rika melirik ke arah Maou yang berada di samping mereka, Chiho
langsung memekik dengan gelagapan.
Tapi setelah melihat gambar yang ada di atasnya, Emi dan Chiho langsung
tersenyum bahagia.
Itu adalah gambar mereka berdua yang dilukis menggunakan crayon oleh Alas
Ramus.
Di atas tanah berwarna hijau, sebuah kotak persegi besar digambar dengan
warna cokelat, mereka berdua berdiri di depan tempat itu.
Tanpa dipastikan langsung pun, bisa dilihat kalau itu adalah Emi dan Chiho
yang berdiri di depan Villa Rosa Sasazuka.
Gambar yang Alas Ramus buat dengan seluruh kemampuannya itu memiliki
kharisma yang cukup untuk melelahkan hati setiap orang dewasa.
"Aku juga. Jika tidak, aku pasti akan bertengkar dengan Chiho-chan untuk
yang ini!"
Emi sekali lagi melihat gambar Alas Ramus dengan lembut, lantas menatap
semua orang yang berkumpul di sini.
"Tidak, tunggu dulu. Emi, ini masih terlalu awal. Masih ada orang yang belum
mengatakan apapun."
"Eh?"
Dilihat baik-baik, agak jauh dari yang lain, Acies kini sedang menyikut Maou
yang terlihat sedikit malu.
"Hei, Maou. Apa yang kau beli sebelumnya, bukankah itu hadiah yang kau
siapkan untuk hari ini?"
".... Berisik, aku tidak tahu kalau akan ada acara seperti ini. Mana mungkin aku
membawanya...."
Ucap Maou dengan kurang senang, dia berniat meninggalkan tempat tersebut,
tapi dia dihentikan oleh Suzuno.
"Kata Acies, Raja Iblis juga membelikan sesuatu untuk Chiho-dono dan Emilia.
Itulah kenapa aku meminta Ashiya untuk mencari benda yang tersembunyi di
dalam lemari Kastil Iblis ini."
"Eh?"
"Sepertinya kau membeli benda ini saat terpisah denganku dan Alberto-dono.
Kudengar ini adalah suvenir yang hendak kau berikan kepada Chiho-dono dan
Emilia."
Maou memegangi bahu Acies dan mengguncangnya dengan kasar, tapi sebuah
kekuatan tiba-tiba mencengkeram leher Maou dan menjauhkannya dari Acies.
Suzuno yang menarik Maou di hadapan Emi dan Chiho, membawa ketiga
bungkusan tadi ke depan mata Maou, dia menunjukkan sebuah senyum jahat
dan berbisik ke telinga Maou,
"Melihatmu sangat tulus soal ini, aku tidak akan memberitahu mereka kalau
kau membeli benda ini dengan uangku."
"Ugh...."
"Alsiel adalah pria yang cakap. Aku hanya memberikan kardus dan kertas kado
padanya, dan dia membungkus mereka dengan sangat cantik!"
Jelas sekali kalau di dalam bungkusan itu ada sendok kayu buatan tangan yang
Maou beli dengan uang Suzuno di pinggiran Azure Sky Canopy.
Sebuah pola bunga terukir di sendok Chiho, sedangkan sendok yang akan
digunakan oleh Emi dan Alas Ramus memiliki pola burung. Dengan ini, Maou
menjadi orang terakhir yang akan memberikan hadiah, dan hal itu membuatnya
begitu malu.
Dia tidak menyangka kalau Suzuno dan yang lainnya akan mengadakan acara
mendadak seperti ini.
Dan setelah melihat semua adegan tadi, dia merasa kalau hadiah yang dia pilih
memiliki nilai ketulusan yang paling rendah.
Maou membulatkan tekadnya dan membawa hadiah tadi di hadapan Chiho dan
Emi.
"Aku membeli benda-benda ini ya untuk acara ini, jadi ambillah. Bagian Alas
Ramus sudah termasuk dengan milik Emi, kudengar.... dua hal ini akan
membawa keberuntungan."
Ucap Maou dengan suara kurang bersemangat.
Emi dan Chiho pun menerima hadiah yang Maou berikan dengan ekspresi yang
sulit ditebak.
Ucap Maou dengan kurang senang, Emi dan Chiho pun membuka hadiah
mereka.
""Ah....""
Melihat apa yang ada di dalamnya, Emi dan Chiho berseru di saat yang sama.
"Apa itu~?"
Rika dan Emerada menatap apa yang ada di tangan Emi dan Chiho dengan
penasaran.
Chiho memperhatikan ukiran bunga yang terbuat dari lima kelopak besar dan
menghela napas pelan,
"Ini pertama kalinya aku melihat benda seperti ini. Dari bagaimana tidak
terlihatnya tanda-tanda sambungan, benda ini pasti diukir dari satu balok kayu.
Apa kau menemukan ini di Afashan?"
"Ini sangat cantik, rasanya agak sayang kalau digunakan. Terima kasih Maou-
san, aku akan menjaganya. Tapi daripada menggunakannya, aku akan
menyimpan sendok ini seperti sebuah hiasan."
Chiho memberi Maou sebuah senyum ceria, Maou pun memegangi ujung
topinya dan sedikit merendahkan pandangannya.
Emi terlihat sangat setuju dengan pemikiran Chiho, dia mengambil kedua
sendok itu dengan tangannya.....
"... Yeah."
Sebaliknya, Maou hanya bisa menjawab dengan sebuah erangan yang berasal
dari dalam tenggorokannya.
Chiho, Suzuno, dan Ashiya memperhatikan Maou yang bertingkah demikian
sembari memikirkan hal yang berbeda-beda.
".... Nah, meskipun suasananya sangat bagus, kurasa sekarang sudah saatnya
kita untuk bubar."
"Kita sudah melebihi waktu kira-kira lima menit. Aku merasa sangat bersalah
kepada manajer-san jika kita berada di sini lebih lama lagi, jadi ayo beres-beres
dan memesan. Kita urus kue dan lilinnya begitu kita pulang nanti. Untuk
makanan semua orang malam ini, kita putuskan isi dengan Mags! Untuk Maou-
san, selamat bekerja sampai kau pulang nanti!"
Kali ini, Maou benar-benar berterima kasih dengan penilaian Rika yang terang-
terangan.
Jika Maou terus menerima ungkapan rasa terima kasih dari Emi, dia pasti tidak
akan sanggup menahannya.
Mereka pun memasukkan kue kembali ke dalam kotak, Emi dan Chiho juga
kebingungan bagaimana memasukkan hadiah mereka ke dalam tas, dan ketika
semua orang selain Maou sudah menyelesaikan pesanannya dan pulang, waktu
sudah menunjukkan hampir pukul 11 malam.
"Yeah."
Kisaki mengangguk, tanpa menoleh sama sekali.
"Itu benar."
"Ya?"
Kisaki yang tidak begitu peduli dengan apa yang sudah terjadi, berbalik dan
menghadap ke arah Maou seperti sedang kepikiran sesuatu.
"Memang sih ada bagusnya memiliki banyak teman dari lawan jenis, tapi...."
"Ya?"
"Kau sebaiknya tidak melakukan sesuatu yang bodoh yang akan membuat Chi-
chan dan Yusa-san menusukmu dari belakang, paham? Kau memang agak
lemah di bagian cara memperlakukan wanita, kau sepertinya juga memiliki
pemikiran naif bahwa tak masalah melakukan apapun pada mereka...."
"Eh?"
"Tidak tidak tidak, Kisaki-san? Kau sepertinya sudah salah paham. Situasinya
tidak seperti itu!"
"Diamlah. Dari pengamatan orang luar, sepertinya apa yang dikatakan Kawa-
cchi memang masuk akal."
"Tanya saja sendiri! Nanti, kau mungkin juga akan kesulitan menghadapi para
karyawan pria."
Di bawah cahaya rembulan yang berkilau, teriakan sang raja para iblis
menggema di dalam restoran depan stasiun Hatagaya hingga mencapai jalanan
malam.
XxxxX
Membimbing pelatihan Emi saja sudah sangat menguras tenaga, dan tak
disangka, tadi ada pula pesta ulang tahun.
Tidak, pesta ulang tahun gabungan Emi dan Chiho adalah rencana yang sudah
ada sejak lama, dan Maou sendiri juga telah berencana merayakan ulang tahun
Chiho, sekaligus berbuat baik kepada Emi sehingga Emi akan merasa kesal.
Namun, syarat menjalankan rencana itu adalah Maou yang harus ambil inisiatif,
dan tak ada yang lebih merepotkan daripada ikut-ikutan orang lain seperti kali
ini.
Ditambah lagi....
Jika itu adalah Emi yang sebelumnya, tidak akan aneh jika Emi langsung
menghancur leburkan hadiah Maou di tempat.
Emi bilang kalau dia tidak bisa memaafkan Maou, dan di saat yang sama dia
juga membuka hatinya untuk Maou. Tentu hal ini membuat Maou tidak tahu
bagaimana harus berinteraksi dengannya.
Beberapa saat sebelumnya, Maou pikir tak masalah jika dia berinteraksi
dengan Emi seperti dulu.
Kalau dipikir-pikir, Maou tidak pernah secara aktif melakukan sesuatu untuk
Emi.
Paling parah, Maou hanya akan bilang, 'kau benar-benar mengganggu' atau
'pergilah!' kepada Emi yang datang ke tempat kerja maupun apartemennya.
Dan ditambah fakta bahwa Emi bukanlah lawan yang bisa dia tandingi, Maou
jadi terbiasa dengan Emi yang terus berkeliaran di sekitarnya.
Semenjak Alas Ramus muncul dan membuat Emi semakin terlibat dengan
kehidupan normal Maou dan yang lainnya, kondisi di mana dia hadir di dekat
Maou adalah suatu hal yang biasa.
Di sisi lain, karena hubungan masa lalu antara Maou dan Emi, Maou harus
menerima apapun yang Emi lakukan.
"Ada apa denganku? Kenapa aku tidak bisa tenang sama sekali?"
"Ini sudah larut, apa yang kau lakukan membuat keributan di jalan seperti itu?"
Sebuah suara dari tempat yang tinggi terdengar memanggil Maou yang duduk
di pinggir jalan.
"..... Akulah yang seharusnya tanya apa yang kau lakukan di atas sana! Itu
berbahaya!"
Ketika Maou sibuk memikirkan banyak sekali hal, tanpa sadar dia sudah
sampai di daerah dekat apartemen.
"Ini tidak berbahaya, kau pikir siapa aku? Meskipun aku jatuh dan kepalaku
terbentur, aku pasti akan baik-baik saja."
Di atas atap Villa Rosa Sasazuka, Acies melambai ke arah Maou sembari
melihat bintang-bintang di langit.
"Serius, entah itu iblis atau Pahlawan, mereka selalu saja bilang kalau ini
berbahaya dan memberiku peringatan."
"Semuanya sudah pulang. Chiho harus bersekolah besok, Rika pun harus
bekerja. Emi juga membawa onee-chan pulang."
"Be-begitu ya..."
Sekarang sudah hampir jam 1 pagi, jadi bahkan untuk Chiho pun, dia tidak
akan bisa menginap di tempat Suzuno dua hari berturut-turut.
Acies yang berbicara dengan Maou dari atap apartemen, sama sekali tidak
mengecilkan volumenya. Mengingat waktu saat ini, Suzuno dan Nord mungkin
sudah tidur, jadi Maou harap dia bisa sedikit memelankan suaranya.
Acies sama sekali tidak peduli, dan malah menepukkan tangannya seolah
kepikiran sesuatu.
"Ah, aku kan hanya perlu membuat Maou datang ke sini, yosh!"
"Sini!"
Acies dengan lihai mengontrol Maou di udara, dan membawanya secara paksa
ke sampingnya, duduk di atas atap yang keras.
"Me-menakutkan sekali...."
"Kau itu Raja Iblis, jangan takut hanya karena terbang sebentar seperti itu!"
"Jika kau tiba-tiba diangkat oleh seseorang, siapapun pasti akan merasa takut."
Maou memprotes, tapi Acies sama sekali tidak peduli dengan hal itu.
"Hey, masalah apa yang kau miliki? Kau bisa menceritakan semuanya
padaku."
"Kalau kau tahu hal itu, maka jangan tanya hal-hal yang tidak perlu. Pria juga
punya saat-saat di mana mereka kesusahan."
"Sepertinya ini yang disebut jadi sampah dikarenakan tidak punya rencana
bagus."
Maou pun menghela napas dan berbaring di atap, tapi karena atapnya ternyata
lebih curam dari yang dia bayangkan, serta memiliki genteng yang keras, dia
memutuskan untuk kembali bangun.
"Uh, ketika kami sedang makan, Rika bilang kalau Maou adalah orang yang
berdosa."
"Kata-kata dari wanita yang suka memanaskan suasana itu, kau pasti hanya
mendengarkan setengahnya."
"Itu bukannya setengah, itu malah sama sekali tidak ada hubungannya. Dan
lagi, dari mana kau mempelajari kata-kata itu? Itu sama sekali tidak lucu
meskipun hanya sebuah lelucon!"
"Jika aku bercerita padamu, isinya pasti akan berubah menjadi kacau dan
tersebar luas, jadi aku tidak akan memberitahumu!"
"Serius ini, aku minta maaf. Aku akan mendengarkanmu baik-baik kali ini."
"Aku sudah tidak percaya lagi denganmu! Dan juga, kenapa kau masih ada di
sini?"
"Eh? Ah, yeah, karena hari ini bulannya sangat terang, jadi aku memandangi
langit."
"Langit?"
"Yeah, aku suka melihat langit saat malam hari. Tapi atap rumah Mi-chan
terasa tidak nyaman jika dipakai untuk duduk, jadi setelah mencari-cari, aku
memutuskan untuk melihatnya dari sini."
"Hey, jangan naik ke atap rumah pemilik kontrakan ataupun tetangga ya!"
"Aku tidak akan melakukan hal itu! Aku ini bukan orang bodoh!"
Ini adalah pertama kalinya Maou mendengar hal itu dari Acies. Tapi jika dia
membantah, sepertinya Acies benar-benar akan marah, jadi dia hanya
menyimpannya dalam hati saja.
"Karena kau membawaku ke atas sini, bukankah itu artinya kau mencariku
karena ada sesuatu?"
".... Yeah~ sebenarnya, aku memang perlu sesuatu darimu, atau lebih tepatnya
aku ingin melaporkan sesuatu?"
"Lapor?"
"Yeah."
Maou mengangguk.
"Daripada disebut normal, ini lebih seperti aku tidak punya pemikiran lain."
Gabriel, si malaikat penjaga asal usul Alas Ramus dan Acies, yaitu Yesod,
dibawa ke Jepang atas instruksi Shiba.
Tapi karena berbagai alasan, dia dibawa kemari dalam keadaan tidak sadar,
dan dengar-dengar dia kehilangan kesadaran lebih lama dibandingkan Nord.
"Tidak, akan kukatakan hal ini untuk jaga-jaga, dia tidak pernah berada di
neraka sebelumnya."
Acies memang begitu membenci para malaikat. Sangat luar biasa dia bisa
tinggal bersama Gabriel di rumah Shiba dalam keadaan begini.
"Tidak hanya aku dan onee-chan saja. Iron, Malkuth, semuanya, semuanya
sudah....."
"Acies....?"
"Maou!"
"Yeah?"
"Aku tidak tahu apa yang sedang kau bingungkan, tapi sebaiknya kau segera
meluruskannya dengan orang itu selagi masih ada kesempatan."
"....."
"Jika tidak, mungkin itu akan jadi seperti aku dan onee-chan yang terpisah
la~ma sekali. Jadi kau harus memanfaatkan kesempatan ketika kau masih bisa
mengatakannya."
"Yeah."
Besok adalah hari di mana Shiba setuju untuk menjelaskan seluruh kebenaran
kepada Maou dan yang lainnya.
Tak diketahui kenapa lokasi diskusi itu diatur di kamar rumah sakit tempat
Urushihara dirawat, tapi alasan tersebut pasti akan segera diketahui.
Maou punya firasat kalau, pada waktu itu dia akan dipaksa untuk mengungkap
rahasia yang dia sembunyikan.
"Begitu ya."
Maou dengan hangat memegang kepala Acies yang tadi dia pukul.
"Karena kalian sudah terpisah lama sekali, satu minggu saja tidak akan cukup
untuk mengatakan semua yang menumpuk di hati kalian. Tak masalah kok jika
kalian membicarakannya dengan pelan-pelan. Ke depannya, jika kalian berada
dalam masalah, aku dan Emi pasti akan melindungi kalian."
"Yeah...."
"Dulu....."
"Hm?"
"Dulu, sepertinya ada orang yang mengatakan hal yang sama sepertimu..."
"Yeah, tapi itu adalah sesuatu yang terjadi dulu sekali. Jadi aku tidak
mengingatnya dengan baik."
Acies dengan lembut menyingkirkan tangan Maou, dia kemudian berdiri dan
melompat dari atap menuju halaman apartemen.
Melambai pelan, Acies kembali ke rumah Shiba. Maou dengan panik berteriak
ke arah punggungnya, tapi Acies sepertinya tidak mendengarnya dan langsung
pergi.
"Uowah?"
Maou yang terkejut dikarenakan suara yang berasal dari samping kakinya,
terpeleset dan bergelantungan di pinggiran atap.
"A-apa!? Jadi kau masih bangun!? Jangan menakutiku seperti itu, Ashiya!"
Ashiya menjulurkan kepalanya dari jendela kamar 201 dan melihat ke arah
Maou dengan mata mengantuk.
"Akulah yang seharusnya kaget, kupikir kenapa kok ada suara-suara aneh di
atap.... Tak kusangka ternyata Maou-sama adalah tipe orang yang akan
melakukan hal suram seperti menaiki atap dan memandang langit seperti ini."
"Kau sepertinya sudah salah paham, tapi bisakah kau membantuku dulu!?"
"Hey?"
"Kau akan menyentuh tanah dalam lima cm. Semuanya akan baik-baik saja
meskipun kau melepaskan peganganmu."
"Li-lima cm? Be-benarkah? Baik, kalau begitu aku akan melepaskannya. Jika
aku terluka, berarti itu salahmu!"
"..... Huhh."
"Boleh aku tahu ada apa denganmu? Apa kau sebegitu tidak sukanya bekerja
sama dengan Emilia?"
"Aku merasa sangat suram! Dan tingkat kesuraman ini belum pernah
kurasakan sebelumnya!"
"Aku tidak pernah menjumpai situasi seperti ini, di mana aku tak tahu apa yang
harus kulakukan."
"Huft...."
"Dengan situasi seperti sekarang ini, kau mungkin juga akan bekerja di
MgRonalds nantinya! Suzuno dan Nord, sekaligus semua orang yang berasal
dari Ente Isla mungkin akan bekerja di sana juga! Kalau sudah begitu, Kisaki-
san pasti akan menjadi penguasa selanjutnya Ente Isla!"
"Hey, tolong jangan putus asa seperti itu, apa yang sebenarnya terjadi?"
"Tidak ada! Ngomong-ngomong, aku lelah! Aku lapar! Aku ingin makan!"
"Aku akan memanaskan hamburger dan kentang gorengnya dulu, kita bisa
membicarakan hal itu nanti."
"Kau bahkan membelikan bagianku ya. Seladanya akan melunak jika kau
memanaskannya, jadi tak apa itu tak dipanasi ulang! Serius ini, kenapa aku
sang Raja Iblis harus memikirkan hal-hal aneh seperti ini, sialan!"
Ucap Maou dengan kesal, tapi dia tetap memarkirkan sepedanya dengan benar
sebelum akhirnya kembali ke dalam kamar.
Besok ada diskusi yang sangat penting, tapi karena Ashiya sudah
memperkirakan kalau Maou akan mengeluh untuk waktu yang lama sekali
malam ini, dia pun menghela napas kecil.
XxxxX
Warna matahari dan suhu saat ini sungguh membuat orang berpikir kalau
musim gugur telah datang, di sebuah kamar rumah sakit yang dikelilingi oleh
dinding berwarna krem, Urushihara Hanzo menatap cahaya biru yang ada di
layar komputernya dengan kerutan di wajahnya.
Malam ketika Maou, Suzuno, dan Acies berangkat menuju Ente Isla dari
Museum Nasional Seni Barat.
Karena dia merasa kalau Chiho, dari kata-katanya, ingin agar dia menguping
dari kamar 201, dia pun berpikir mungkin tak masalah sesekali mengikuti
rencana orang lain, namun dia malah berakhir seperti ini.
"Lalu, kenapa kau terlihat tidak puas begitu? Tempat ini seharusnya menjadi
lingkungan yang ideal untukmu, kan?"
Teriak Urushihara kepada Amane yang duduk di kursi sebelah ranjangnya dan
menyalakan TV untuk menonton acara traveling.
“Kamar ini adalah kamar khusus di mana tak seorangpun akan mengganggumu.
Tidak hanya Maou-kun dan Ashiya-kun yang selalu menyuruhmu untuk
bekerja tidak ada di sini, bahkan sudah ada orang yang akan menyiapkan
makananmu tiga kali sehari. Bagimu sebagai seorang NEET, tempat ini
seharusnya menjadi lingkungan yang ideal, kan?”
“Setiap hari kau selalu menggangguku, makanan di sini sangat lunak dan tidak
enak, koneksi internetnya pun benar-benar lambat! Kubilang ya, mungkin kau
juga ikut berpikir begini, tapi sebenarnya para masyarakat itu punya
kesalahpahaman soal NEET!”
“Tidak. NEET dan Hikkikomori adalah orang-orang yang bisa bebas keluar
rumah kapanpun mereka mau, tapi mereka memilih untuk tetap tinggal di
rumah. Pilihan untuk keluar rumah itu benar-benar ada di suatu tempat di hati
kami.”
“Hm? Dengan kata lain, ketika kau menonton acara traveling seperti ini, kau
akan merasa ingin keluar rumah atau pergi ke suatu tempat yang jauh, gitu?”
“Tidak. Memang biasanya aku tidak ingin keluar rumah, tapi aku juga tidak
suka dikunci di dalam ruangan oleh orang lain.”
“Itu terdengar sangat buruk, tapi juga terdengar seolah sifat keras kepalamu itu
bahkan sudah sampai ke titik mengagumkan.”
“Itu benar adanya, kan? Aku sudah bilang kalau aku ingin pulang!”
Urushihara mematikan laptop yang sama sekali tidak bisa tersambung ke
internet dan berteriak ke arah Amane dengan kesal,
“Tapi mengabaikan fakta apakah aku bisa pulang dengan bebas atau tidak,
kalian mengubah rambutku seperti ini karena aku mendengar obrolanmu dan
Sasaki Chiho, kan? Aku sudah berkali-kali bertanya sebelumnya, kalian ini
orang macam apa? Apa aku mendengar sesuatu yang tidak seharusnya?”
Ketika Urushihara dan Amane sedang asyik berselisih, pintu kamar tiba-tiba
terbuka, dan seketika, Urushihara langsung melompat dari ranjangnya merasa
ketakutan.
“Ke-kenapa aku tidak dengar kalau pemilik kontrakan akan datang hari ini?”
“Amane.....”
Jawab Urushihara seperti orang yang bisa berhenti bernapas kapan saja,
pandangannya gemetar dan dia sama sekali tidak mampu menatap ke arah
Shiba.
“Memang ini terdengar agak kasar.... tapi akhirnya aku mengerti kenapa Maou
dan Ashiya tidak sanggup menatap pemilik kontrakan-san secara langsung.”
“Uuuuu....”
Shiba sama sekali tidak goyah, tapi bagi Urushihara, itu sama sekali bukan
lelucon.
Ketika Urushihara melihat fotonya dulu, dia hanya merasa kalau Shiba
mungkin adalah orang yang tidak tahu batasan saja, bersikap jahat, seorang
wanita paruh baya yang sedikit menjengkelkan.
Tapi setelah melihat Shiba secara langsung, masalah pun muncul, bukan hanya
soal ketidaksenangan, hal aneh bahkan mulai terjadi di dalam tubuh Urushihara.
Pusing dan jantung berdebar mungkin masih bisa dianggap biasa, bahkan,
hanya dengan bertatap muka saja, Urushihara merasa seolah energi-energi
penting dari dalam tubuhnya terus mengalir keluar.
“Semua orang akan segera tiba, aku datang lebih dulu supaya kalian berdua
tahu.”
Urushihara merasa terkejut, dia pun langsung menatap ke arah Amane yang
berada di sampingnya.
“Erhm....”
“Keadaanku....”
Terdapat sebuah wastafel di pojok kamar, usai sedikit berkaca di cermin yang
ada di atasnya, dia pun berbicara dengan sebuah kernyitan.
XxxxX
Maou, Chiho, Emi, Alas Ramus, Ashiya, Suzuno, Emerada, Acies, dan Nord
turun dari tiga taksi yang berbaris lurus di depan sebuah bangunan.
"Ini....."
"Yeah..."
Maou dan Chiho, melihat tempat yang mereka datangi dengan menaiki taksi
yang dipesan oleh Shiba, saling menatap satu sama lain.
Emi, Ashiya, dan Suzuno juga melihat dan mengamati bangunan itu dengan
kaget.
"Kalian kenapa?"
Rumah sakit yang dipilih oleh Shiba dan Amane untuk merawat Urushihara
adalah rumah sakit tempat Chiho dirawat ketika dia mengalami keracunan sihir
iblis dulu, yaitu Rumah Sakit Universitas Saikai.
Meski merasa sedikit bingung, mereka mengikuti Chiho yang sudah cukup
mengenal tata letak kamar di rumah sakit ini, kemudian, mereka pun berhenti
dan melihat nomor yang ada di sebuah pintu.
"I-ini benar-benar kamar khusus, bagaimana jika mereka nanti meminta biaya
perawatan...."
Pintu kamar yang Chiho maksud berada cukup jauh dari kamar di sebelahnya,
jadi itu pasti sangat luas, dan meskipun si pemilik kontrakan sebelumnya sudah
bilang kalau mereka tak perlu khawatir masalah biaya, wajah Ashiya tetap
menjadi sangat suram.
"Kudengar di sini boleh menggunakan HP dan komputer, dan tidak hanya itu,
bahkan di dalam pun ada kamar mandinya."
Maou dan Ashiya menatap satu sama lain dengan ekspresi rumit di wajahnya,
membulatkan tekad dan mengetuk pintu kamar tersebut.
"Silakan masuk."
"Ugh.."
Mendengar suara Shiba dari dalam, ekspresi Maou dan Ashiya kini menjadi
lebih parah dibandingkan sebelumnya.
Dengan desakan Emi dari belakang, mereka berdua tak punya pilihan selain
mengambil napas dalam dan perlahan membuka pintu tersebut.
Meski dia sudah menduga akan seperti apa ekspresi Maou dan yang lainnya,
Urushihara, berada di atas ranjang, menggumam dengan kesal,
"Eh, ah, uh...."
"A-apa...."
"A-apa ini semacam lelucon? Apa Lucifer sedang mencoba mengerjai kita?"
Acies menatap tajam ke arah Urushihara dengan sikap yang sangat tidak ramah.
Namun, Urushihara balik menatap Acies seolah merasa kesal dengan reaksi
mereka semua.
"Apa kau pikir aku akan melakukan hal semacam ini hanya untuk lelucon?"
"Lalu kenapa kau jadi begini? Hal semacam ini sebenarnya sangatlah kurang
ajar."
"Tanyalah kepada pemilik kontrakan yang ada di sebelahku ini! Aku tidak
menjadi seperti ini karena aku menginginkannya!"
"Warna rambutmu....."
Warna rambut Urushihara kini terlihat berbeda dari apa yang semua orang
ingat.
Tidak, lebih tepatnya, mereka punya kesan dengan warna rambut itu.
"Aku juga merasa tidak tenang! Meski aku tidak melakukan apa-apa, mereka
tiba-tiba berubah menjadi seperti ini!"
Itu adalah warna rambut yang sama seperti saat Emilia mengeluarkan kekuatan
penuh pedang sucinya, itu juga merupakan warna rambut dari Malaikat Agung
Gabriel dan Sariel.
Nord yang belum pernah bertemu Urushihara, adalah satu-satunya orang yang
dengan jujur menerima kondisi Urushihara, tapi Ashiya langsung
menyangkalnya,
Urushihara memprotes Nord yang belum dia kenal, sekaligus Emerada yang
datang ke sini dengan polosnya, tapi suasana saat ini benar-benar tidak cocok
untuk perkenalan.
“Memang sangat kasar sih, tapi aku benar-benar benci keadaan ini.”
Meski hanya contoh, Urushihara tetap tidak ingin mengakui kalau dia bereaksi
dengan Shiba karena mereka memang mirip dalam beberapa hal, dan dari
wajah Maou dan Ashiya, mereka sepertinya juga memikirkan hal yang sama.
“Pokoknya, karena semuanya sudah ada di sini, mari kita mulai dan bicarakan
semuanya dengan terbuka. Itu semua termasuk alasan kenapa rambut
Urushihara-san berubah menjadi seperti ini.”
Ucap Shiba mencoba menenangkan situasi, dan kali ini, ekspresi Chiho tiba-
tiba menjadi kaku.
“Chiho-chan?”
Emi yang menyadari keanehan pada Chiho pun memanggilnya, tapi Chiho
hanya menggelengkan kepalanya perlahan.
“Eh? Ehh....”
Emi nampak terkejut karena tidak mengerti apa yang ingin Chiho utarakan,
tapi karena Chiho tidak melanjutkan perkataannya, Emi hanya kembali
menatap ke arah Shiba.
“Kalau begitu, izinkan aku menyambut tamu-tamu dari dunia lain ini.”
Shiba berjalan melewati ranjang dan perlahan menuju ke arah Maou dan yang
lainnya.
Maou dan Ashiya secara refleks mundur dan memberi jalan, tapi Shiba
mengabaikan mereka berdua dan berjalan ke arah Acies dan Emi.
Tidak, dia berjalan menuju Alas Ramus yang ada di gendongan Emi.
Alas Ramus terlihat sedikit geli ketika kepalanya dielus oleh tangan gemuk
Shiba, tapi entah kenapa, Emi merasa tidak nyaman dengan ekspresinya.
Saling tumpang tindih dengan ekspresi yang Chiho tunjukan barusan, Emi pun
menoleh ke arah Chiho yang berada di sebelahnya secara refleks.
Chiho menahan napasnya, seolah-olah sudah tahu apa yang akan Shiba katakan
selanjutnya.
“Kalau dilihat dari sejarah, orang-orang dari dunia yang berbeda saling
berinteraksi satu sama lain itu bukanlah suatu kejadian yang langka. Ketika
orang dari luar negeri melintasi daratan, atau ketika orang dari luar benua
melintasi lautan, itu juga bisa disebut sebagai orang dari dunia yang berbeda
saling berinteraksi. Situasi kalian di sini, hanya skalanya saja yang sedikit lebih
besar. Izinkan aku mengatakan hal ini, bahkan jika Maou-san dan yang lainnya
ingin tinggal di Jepang, di bumi, ataupun Sasaki Chiho-san ingin pergi ke
kampung halaman Maou-san dan yang lainnya, ke Ente Isla, itu sama sekali
bukan masalah.”
Dan mereka yang ada di sini entah kenapa bisa menebak apa yang akan Shiba
katakan selanjutnya, aura dan pandangan mereka menunjukkan hal itu dengan
sangat jelas.
“Kedua.....”
Berbanding terbalik dengan Maou yang hanya bisa memaksa suaranya keluar
akibat perasaan tidak enak yang dia rasakan, Shiba menjawab dengan tegas,
“Alas Ramus-san dan Acies Ara-san. Sebagai perwujudan dari Yesod Sephirah
Ente Isla, jika mereka berdua tetap berada di sini, itu akan sangat
membahayakan manusia Ente Isla.”
Ketika berdiskusi dengan Maou dan yang lainnya mengenai apakah mereka
harus menyerahkan Alas Ramus pada Gabriel atau tidak, Suzuno lah yang
pertama kali menyangkal legenda kalau Sephirah adalah permata yang
membentuk dunia.
“Kamazuki-san, apa barusan kau bilang kalau tak ada hal aneh yang terjadi?”
“Yeah....”
“Ke-kekuatanku?”
“Aku sudah mendengarnya dari Amane dan Sasaki Chiho-san. Kata mereka,
luka yang kau derita akibat bertarung melawan iblis dari dunia lain itu dapat
sembuh hanya dalam waktu tiga hari.”
“....Eh?”
“Aku tidak tahu sejarah dunia kalian, Ente Isla. Tapi dari informasi yang
kudengar dari Sasaki Chiho-san dan Nord-san, tempat itu sepertinya punya
peradaban yang matang, dan juga merupakan sebuah dunia di mana banyak
manusia hidup. Namun, kekuatan semacam itu ada bagaikan sesuatu yang
alami. Jika anak-anak ini..... Sephirah di Ente Isla berfungsi dengan normal,
hal semacam itu mustahil bisa terjadi.”
“Apa maksudnya itu~? Dari apa yang kudengar, Shiba-san sepertinya berpikir
kalau mantra adalah kekuatan yang seharusnya tidak ada~~”
“Apalagi, dunia itu kini dipenuhi dengan sihir iblis dan sihir suci, itu bukanlah
keadaan yang baik bagi orang-orang Ente Isla.”
“Apa-apaan itu? Apa kau bilang kalau permata yang membentuk dunia itu
benar-benar bisa mempertahankan keseimbangan dunia, dan jikalau mereka
tidak ada di sana, dunia akan hancur.....”
“Kamazuki-san, tolong dengarkan baik-baik apa yang orang lain katakan.
Sejak awal, aku tidak pernah bilang kalau dunia Ente Isla ini akan berada dalam
bahaya.”
“.... Huh?”
“Manu....sia?”
Suzuno masih tidak mengerti makna sebenarnya dari kata-kata Shiba. Dia pun
menunjukkan tatapan memohon kepada Emi, Emerada, Nord, Ashiya,
Urushihara dan Maou.
“Tak peduli keadaan seperti apa yang dialami Sephirah, laut, langit, ataupun
daratan Ente Isla, semua binatang dan tanaman yang hidup di sana tidak akan
terpengaruh sama sekali. Hal yang berhubungan dengan Sephirah dan Pohon
Kehidupan hanyalah manusia, Jika Alas Ramus-san dan Acies Ara-san terus
di sini dan tidak kembali ke tempat mereka seharusnya, manusia di Ente Isla
mungkin akan punah nantinya.”
“Tentu saja itu bukan sesuatu yang akan terjadi besok ataupun lusa. Kurasa,
bahkan setelah hidup kalian berakhir pun, itu masih akan terlihat seolah
manusia di Ente Isla tak terpengaruh sedikitpun. Tapi... 100 tahun kemudian
atau 200 tahun kemudian, aku tidak bisa menjamin bagaimana semua jadinya.”
Bagi kehidupan manusia dan perputaran dunia, 100 tahun adalah waktu yang
sangat lama.
Apalagi, ada para iblis di sini yang usianya tidak hanya ratusan, bahkan
mencapai ribuan.
"Pe-pemilik kontrakan-san, kurasa manusia Ente Isla tidak akan punah hanya
dalam waktu 100 tahun."
"Itu benar. Tapi jika ini terus berlanjut, lupakan 500 tahun.... bahkan
menggenapkannya menjadi 300 tahun pun akan sangat sulit. Aku tak bisa
bilang apa-apa kalau ada meteor besar jatuh, tapi meski bencana mematikan
semacam itu tidak terjadi, jika mereka terus menggunakan sihir iblis dan sihir
suci seperti ini, manusia Ente Isla pasti tidak akan punya masa depan. Populasi
manusia akan perlahan menurun, dan pada akhirnya akan mengalami
kepunahan."
"Apa-apaan itu? Jika kami tidak tahu penyebab dan pengaruh hubungan antara
manusia dan Sephirah, maaf, aku tidak bisa mempercayai kata-katamu begitu
saja dan mengembalikan Alas Ramus."
Semua yang ada di sana tertelan oleh aura Shiba, hanya Emi yang mampu
bertanya dengan tegas,
"Anak ini dan Acies... adalah eksistensi yang berharga bagi kami. Berbicara
soal tempat seharusnya mereka berada, itu adalah Surga Ente Isla. Itu adalah
tempat di mana para malaikat hidup, mereka adalah orang-orang yang sama
sekali tidak peduli dengan manusia Ente Isla dan anak-anak ini. Aku tidak akan
membiarkan anak-anak ini kembali ke tempat seperti itu."
"Soal Surga yang kau sebutkan.... orang bernama Gabriel itu sudah bangun
beberapa hari yang lalu."
"Gabriel, begitu dia bangun, dia langsung ingin kabur kembali ke Surga.
Karena dia memutuskannya dengan sangat cepat, kami hampir kehilangan dia,
tapi karena terjadi sesuatu yang bisa dianggap sebagai hal yang sangat
disesalkan, pelariannya pun gagal."
Memangnya ada hal lain yang patut disesalkan selain dirawat oleh Shiba?
Percakapan Maou dan Ashiya melalui tatapannya ini tentu tidak berani mereka
ucapkan.
"Surga Ente Isla, dengan kata lain tempat di mana seharusnya Alas Ramus-san
dan Acies Ara-san kembali, telah disegel. Saat ini, tempat itu menjadi tempat
yang tidak akan bisa diganggu dari luar, kembali lewat gate pun juga mustahil.
Mungkin, mereka sudah memutuskan untuk menelantarkan anak-anak ini."
"Surga disegel..... Ah, ngomong-ngomong, sebelumnya aku memang tidak
terlalu peduli sih, tapi......"
"Huh?"
".... Huh?"
“Apa itu seperti konsep Surga dan Neraka, yang mana Dunia Iblis berada di
bawah Ente Isla atau semacamnya? Ataukah itu seperti Bumi dan Ente Isla
yang merupakan sebuah Dunia yang berbeda?”
“Nah kita memang tidak pernah mengumumkan dari mana kita berasal.”
“Eh?”
“.....”
“Kenapa kau begitu terkejut? Kami berasal dari bulan. Bulan yang kelihatan
berwarna merah jika dilihat dari Ente Isla. Dunia Iblis berada di bulan merah
itu.”
Shiba mengabaikan Emi dan Suzuno yang terkejut, lantas membuka tirai
kamar.
Cahaya matahari pun bersinar ke dalam kamar dari luar jendela, dan di sana,
banyak gedung di wilayah Yoyogi di mana Rumah Sakit Universitas Saikai
berada bisa terlihat, bahkan sampai mencapai lapisan awan seolah ingin
mengoyak langit.
“Bumi dan Ente Isla, dunia yang memiliki Pohon Kehidupan itu tidaklah
berada di dunia lain yang memiliki ruang, dimensi ataupun waktu yang
berbeda.”
Shiba mendongak ke arah langit Tokyo dan mengulurkan tangannya ke arah
sinar matahari seakan-akan merasa silau.
“Entah itu di Bumi ataupun Ente Isla, mereka adalah dunia yang melayang di
alam semesta, planet di mana manusia hidup.”
“.....Jadi begitu....”
Ucap Emi dibarengi sebuah helaan napas. Semenjak dia datang ke Jepang, dia
sudah punya pemikiran samar mengenai hal ini.
Lewat televisi, film dan internet, dia juga memperoleh pengetahuan terkait
bahwa, daratan luas ini sebenarnya adalah sebuah bola yang memiliki gaya
gravitasi.
Dan saat dia memikirkan kampung halamannya... tempat itu juga memiliki
manusia yang sama seperti di bumi, atmosfer yang bisa digunakan untuk
bernapas, dan langit malam yang dipenuhi banyak bintang terang.
Tak lama setelahnya, dia sadar kalau Ente Isla mungkin juga merupakan planet
yang melayang di alam semesta.
Meski begitu, tak pernah sekalipun terlintas di pikiran Emi kalau Dunia Iblis
dan Surga sebenarnya adalah bulan, namun informasi itu sendiri tidak akan
mengubah apapun mengenai situasi yang dialaminya.
Hal itu hanya memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai istilah 'dunia
lain' yang samar, bagaimanapun juga, Bumi dan Ente Isla bukanlah tempat
yang bisa dicapai menggunakan pesawat, kereta, ataupun berjalan kaki.
Dan, mengabaikan makna di balik Surga yang tidak bisa dicapai dengan
menggunakan gate, setidaknya bagi Emi dan yang lainnya, itu terasa seperti
kabar bagus.
Bagaimanapun juga, Surga yang telah berselisih dengan Emi dan Alas Ramus
untuk waktu yang lama, kini bertindak lebih dulu dan memilih memutus kontak.
“Jika kalian ingin Sephirah berfungsi dengan normal, semua Sephirah harus
terkumpul. Menurut apa yang Acies katakan, hanya Yesod lah yang terpisah
dari Sephirah lain selama beberapa tahun. Tak diketahui bagaimana situasi ini
akan berakibat pada Sephirah lain.”
“Sephirah lain....”
Ashiya, satu-satunya orang yang membuat kontak dengan Iron pada saat
pertarungan di Afashan, menyilangkan tangannya dan bertanya pada Shiba.
“Soal itu... meski efek ketidakberadaan Yesod sudah terlihat melalui adanya
'mantra', untuk efek lain, jika aku tidak melihatnya sendiri, aku tidak akan bisa
mengenalinya. Aku juga tidak bisa melakukan apa-apa, mengenai hal ini, aku
hanya bisa menyerahkannya pada kalian....”
“Yah mau bagaimana lagi, bibi Mi-chan adalah Sephirah Bumi. Jadi,
kekuatannya hanya bisa digunakan untuk orang-orang bumi.”
“Sephirah..... ah, apa itu benar? Apa pemilik kontrakan-san benar eksistensi
yang sama seperti Alas Ramus dan Acies.....”
Tanya Maou dengan sikap setengah percaya, Shiba pun langsung mengangguk
dan menjawab,
“Yeah, meskipun aku bukan Yesod dan tanggung jawab yang kumiliki berbeda
dengan Sephirah lain.”
“Boleh aku tahu kau ini Sephirah yang mana?” Tanya Suzuno.
Jika mereka bisa tahu mana dari kesepuluh Sephirah itu yang merupakan
perwujudan Shiba, sebagai bahan verifikasi, tak ada informasi lain yang lebih
berharga dari ini.
".... Kesebelas?"
Suzuno berkedip beberapa kali merasa terkejut. Karena itu bukanlah angka
yang ada di dalam pengetahuannya.
"Meski kau bilang begitu, aku tidak akan tahu hal yang tak kuketahui."
Ucap Acies dengan acuh tak acuh, tapi jawaban justru datang dari pihak yang
benar-benar tak terduga,
"Urushihara?"
"Eh? Aku?"
"Apa aku pernah memberitahumu hal semacam itu? Kau yakin itu bukan
Camio?"
"Chiho-chan?"
"Hm?"
"Chiho?"
"Eh? Sasaki Chiho, kenapa? Maou, apa kau bilang sesuatu padanya?"
"Tidak....."
"Aku juga ingin tahu kenapa Acies bisa mengetahuinya.... Sasaki-san, siapa
yang memberitahumu soal ini?"
Ashiya menatap ke arah Chiho dan Acies secara bergantian.
"Sa-Sasaki-san?"
Ashiya merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan ekspresi Chiho.
Chiho yang tidak ikut campur ke dalam diskusi ini karena dia bukan orang dari
Ente Isla, barusan, dia menyimak semua penjelasan tersebut dengan ekspresi
yang begitu serius.
Namun, ekspresi itu nampak tidak sesuai dengan situasi saat ini.
Itu adalah ekspresi yang serius, namun juga berisi jejak kekosongan, dan
bahkan memancarkan aura santai yang aneh.
Melihat Chiho mengeluarkan sebuah suara yang dapat terdengar namun terasa
akan segera menghilang, Amane memancarkan corak ketegangan dari seluruh
tubuhnya, sebaliknya, Shiba tidak menunjukkan perubahan apapun.
Suara tajam Maou membuat perhatian semua orang di ruangan itu tertuju
padanya.
"Semuanya, tolong tenang sedikit. Hal yang sama pernah terjadi dulu."
Maou perlahan mengucapkan hal tersebut pada Urushihara, Emerada, Nord
dan Acies, meminta mereka untuk tidak bertindak gegabah.
"Yeah."
""".......!""""
Emi, Ashiya dan Suzuno yang telah menenangkan diri karena suara tajam
Maou barusan, melihat tangan kiri Maou berkedut.
“““.......”””
Ketiganya pun bertukar pandangan di tempat yang tidak bisa dilihat oleh Chiho.
“.....Ugh?”
Dan kali ini, berdiri di belakang Emerada, Nord mengeluarkan sebuah erangan.
Acies yang menyadari hal tersebut, menunjukkan kepeduliannya.
“Ah, bukan apa-apa, aku hanya merasa sedikit pusing. Tidak parah kok....”
Usai memastikan keadaan Nord melalui sudut matanya, Maou sekali lagi
bertanya pada Chiho.
Chiho sama sekali tak memperhatikan situasi Emi, Ashiya dan Suzuno, dan
perlahan membuka mulutnya,
“Sephirah kesebelas. Apa yang dulunya dikenal sebagai Raja Iblis Agung,
adalah suatu.......”
“Sekarang!”
Ashiya bergerak menuju pintu lemari, Suzuno bergerak menuju pintu kamar
mandi, sementara Emi bergerak menuju pintu masuk kamar, ketiganya dengan
cepat membuka pintu yang ada di depan mereka.
“”Kya?””
Setelah membuka pintu masuk kamar, Emi mendapati seorang suster yang
nampak sangat terkejut.
Dan barusan, pekikan perawat ini dan pekikan Chiho terdengar bersamaan.
“Kyah!”
“Eh.... fwah?”
Tanpa menunggu perintah dari Maou, Emi langsung menarik kerah suster
tersebut dan membawanya masuk ke dalam ruangan dengan aura seolah-olah
dia akan menerima hukuman cambuk.
Di belakang Acies dan Nord yang terlihat bingung dan tidak punya waktu
untuk memproses apa yang sedang terjadi, Chiho menguap seperti baru saja
bangun tidur.
Si suster pun panik karena para pengunjung yang datang untuk menjenguk
pasien ini tiba-tiba bertindak kasar. Meski tidak terlihat begitu ketika dilihat
dari sudut pandang objektif.
Tapi Emi terus menarik kerah suster tersebut dan tidak membiarkannya pergi,
Suzuno dan Ashiya pun bergerak menuju pintu masuk dan jendela kamar untuk
menutup semua kemungkinan jalan keluar.
Maou menatap suster tersebut dengan pandangan yang berbahaya, dia pun
berjalan menuju ke arahnya.
Si suster yang terlihat hampir berusia 30 tahun ini memakai sebuah seragam
perawat berwarna biru bersih, dia mencoba melepaskan diri dari Emi.
Tapi setelah mendengar Maou mengatakan hal tersebut, dia langsung berhenti
memberontak.
“Tanpa menghiraukan mereka yang punya sihir suci, paman itu barusan merasa
sangat tidak nyaman dan pusing, kau tahu? Jika itu adalah orang normal dari
bumi, begitu mereka masuk ke dalam ruangan ini, mereka pasti akan
menunjukkan tanda jantung berdebar, kesulitan bernapas, kelelahan, pusing,
dan tidak akan bisa lari sama sekali. Sepertinya tubuhmu cukup kuat ya.”
“......tunggu.”
“Kali ini berbeda dengan 'rekaman' yang dulu. Barusan Chi-chan benar-benar
berbicara denganku. Jadi kupikir kau mungkin ada di dekat sini, tapi tidakkah
kau terlalu berlebihan?”
“......”
Si suster yang masih dicengkeram oleh Emi itu tiba-tiba menjadi penurut
setelah mendengar penjelasan Maou, dia lantas mengamati semua orang yang
berkumpul di ruangan ini dengan pandangan waspada.
Seolah menjawab suara Chiho, suster itu melepaskan seluruh energi yang ada
di dalam tubuhnya dan menundukkan kepala.
“Aku tidak ingat pernah mengajarimu menjadi orang yang akan memukul
seorang wanita.”
“Kau seharusnya tahu kan kalau aku menjadi Raja Iblis? Dan kesetaraan
gender berlaku di sini.”
“Siapa orang ini? Raja Iblis, apa kau tahu identitas sebenarnya orang yang
mengendalikan Chiho-chan ini?”
Tanya Emi dengan tegas sembari terus menatap suster yang masih dia
cengkeram.
Tinggi suster tersebut kira-kira sama dengan tinggi Emi, dia memakai sebuah
masker kerja berwarna hijau, dia menjepit rambutnya ke belakang dengan
beberapa jepit rambut seperti pekerja rumah sakit lain.
Dari penampilannya, dia terlihat seperti orang Jepang tanpa ciri fisik khusus
apapun. Dan tentu saja, tak ada yang memperhatikan penampilannya.
Tapi....
“Emi.”
“Ada apa?”
“Meski dia adalah orang yang sembrono, kau tidak boleh memanggilnya
begitu.”
“Huh?”
Mengabaikan Emi yang sedang terkejut, Maou mengajak bicara suster tersebut,
“Hey, apa tak masalah jika aku mengatakannya? Aku sih tak masalah.”
“!!”
Orang yang pertama kali bereaksi pada suara itu dan mengangkat kepalanya
adalah Nord, yang wajahnya menjadi pucat karena terpapar sihir iblis Maou.
“Jangan bilang.....”
“Huh?”
“Ba-baiklah.”
“Ye-yeah.”
“Aku tidak akan kabur.” Sebuah suara tenang terdengar dari dalam cahaya
tersebut.
Rambut perak yang halus nan lembut, serta mata berwarna merah. Itu adalah
karakteristik malaikat Surga seperti Gabriel.
Tapi dalam situasi kini, hal itu hanyalah detail yang tidak penting.
Malaikat cantik yang kerahnya masih dicengkeram oleh Emi itu menunjukkan
senyum malu-malu.
Meski wajahnya terlihat dingin, Maou menatap malaikat itu dengan ekspresi
terkenang di wajahnya.
Nada Maou terdengar agak kesal, namun jejak kebaikan masih tercampur di
dalamnya. Dan tepat ketika malaikat itu hendak memberikan tanggapan,
sebuah suara menyelanya, dan erangan yang datang setelahnya pun
menghancurkan kesan suci malaikat tersebut.
“......”
“H-hey, Emi?”
“E-Emilia! Dia.....”
Maou dan Nord langsung mencoba berbicara kepada Emi karena tindakannya
yang tiba-tiba.
“.....”
““Eep!””
Tapi menghadapi ekspresi dingin Emi dan tatapan tajam yang belum pernah
dia tunjukan sebelumnya, Raja para Iblis yang menguasai Dunia Iblis dan ayah
sang Pahlawan pun hanya bisa memekik.
“Eh, e,erhm....”
Di sisi lain, orang yang baru saja kena pukul itu menatap Emi dengan kaget,
tidak mengerti apa yang barusan terjadi.
Dia melihat......
Saat malaikat itu hendak mengatakan sesuatu kepada Emi yang menariknya ke
atas, dia langsung disela dengan tamparan lain.
Setiap kali malaikat itu mengatakan sesuatu, sebuah suara tamparan akan
terdengar di dalam ruangan, melihat tatapan kosong Emi, malaikat itu hanya
bisa memohon sembari menangis, dan setelah kejadian itu terjadi beberapa
kali....
"Emi! Emi! Kau terlalu berlebihan! Dia tidak akan bisa berbicara kalau seperti
ini! Dan wajahnya sudah terlihat seperti wajah kartun anak kecil yang sedang
sakit gigi!"
"Emilia~ tenanglah~~"
"E-Emilia! Emilia! Sudah! Tolong, ini adalah permintaan ayahmu sekali dalam
seumur hidup!"
Maou, Emerada dan Chiho mencoba menghentikan Emi yang terus
mengayunkan tangannya dengan tatapan kosong, sementara itu, Acies
menutupi mata Alas Ramus agar ia tidak melihat tindakan kasar Emi, dan
terakhir, Nord memegang tangan Emi yang sedang mencengkeram kerah
suster tersebut dan berusaha meredakan situasi di antara keduanya.
"Afuuuuuuu....."
"Hey, aku tidak akan memukulmu, tapi akan lebih baik kalau kau menjelaskan
semua yang kau ketahui pada kami. Jika tidak, dengan keadaan orang itu yang
seperti sekarang ini, situasi di mana kami tidak bisa melindungimu mungkin
akan terjadi, jika kau tidak berhati-hati, kau bahkan bisa terbunuh!"
"Baiklah...."
Si malaikat, dibantu berdiri oleh Nord, hanya bisa mengangguk pelan dan
menjawab dengan suara yang bercampur isak tangis. Suara itu entah kenapa
terdengar lebih lemah dan tak bisa diandalkan dibandingkan dengan apa yang
Maou ingat dulu.
Ingatan akan iblis muda yang tidak pernah menyangka akan menjadi seorang
Raja Iblis, mencuat dari bagian terdalam ingatan Maou.
Si iblis muda dan malaikat cantik yang dulu pernah bertemu di bulan merah,
kini dipertemukan kembali di planet biru.
~Selesai~
Catatan Pengarang
Itu terbukti saat berganti kelas, pindah sekolah, dan masuk ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, ketika masuk ke dalam kelas atau mulai bekerja,
kau pasti akan merasakan situasi seperti itu.
Hal itu terjadi sebelum debut Hataraku Maou-Sama. Ada sebuah jangka waktu
yang cukup lebar antara ketika aku menerima panggilan kalau seri ini
mencapai seleksi final dari Dengeki Novel Prize dan saat aku pergi ke bagian
editing. Di jangka waktu tersebut, setiap hari aku selalu mengkhawatirkan apa
yang akan terjadi selanjutnya, hal itu menyebabkanku sering membuat
kesalahan saat bekerja dan bahkan kondisi kesehatanku memburuk.
Aku tidak akan pernah lupa apa yang terjadi ketika pertama kali aku memasuki
bagian editing. 20 menit sebelum waktu yang ditentukan, aku sudah sampai di
gedung di mana bagian editing berada. Ketika aku di sana, aku pergi ke toilet
yang ada di Taman Pusat Shinjuku sebanyak 4 kali karena aku merasa sangat
gugup, dan setiap kali itu pula aku melakukan 'urusan' dengan kekuatan penuh.
Setiap kali aku menulis sebuah cerita yang baru, aku selalu khawatir apakah
aku bisa menulis sebuah kisah yang bagus atau tidak akibat aku belum bisa
melupakan kegugupan pertamaku dulu, tapi karena aku bisa bertemu dengan
kalian lagi, itu artinya aku masih tidak bisa melupakan pondasiku.
Ketika buku ini sampai di tangan kalian, seharusnya saat itu sudah bulan Mei
2014. Musim semi adalah musim yang dikenal sebagai musim pertemuan, tapi
musim semi juga memiliki istilah yang dikenal dengan May Sickness, jadi aku
percaya kalau periode ini adalah pembatas yang akan menunjukkan apakah
seseorang bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru atau tidak.
(T/N : May Sickness, keadaan mental yang membuat seseorang tidak bisa
beradaptasi dengan lingkungan yang baru)
Cerita ini adalah cerita tentang sekelompok orang yang merasa gelisah dengan
sebuah lingkungan baru, berpikir bagaimana cara untuk beradaptasi, namun
pada akhirnya memilih untuk tidak beradaptasi. Mereka adalah orang-orang
yang selalu memikirkan prioritas makan tiga kali sehari untuk hari ini maupun
besok.
Beberapa batasan yang ada di Hataraku Maou-Sama, kini telah terlepas dengan
buku ini sebagai pembatasnya.
Sampai jumpa!