Anda di halaman 1dari 380

Prolog

Afashan adalah kerajaan besar yang memerintah seluruh Benua Timur Ente
Isla.

Kaisar yang menguasai negeri ini adalah Unifying Azure Emperor. Kastil
tempat dia tinggal dan kota di sekitarnya, selain memiliki penampilan yang
megah dan bangunan yang cantik, lebih dari itu, karena prestasi hebat dari satu
negeri memerintah sebuah benua besar, mereka bahkan dibandingkan dengan
langit biru yang menyelimuti seluruh Ente Isla, dan diberi nama Azure Sky
Canopy.

Dulu, tidak hanya Afashan di Benua Timur, Pasukan Raja Iblis bahkan
membawa teror ke seluruh Ente Isla. Dan, disebutkan bahwa tangan kanan
Raja Iblis dari Empat Jenderal Besar, Jenderal Iblis Alsiel yang menyerang
Afashan, merasa begitu tersentuh dengan keagungan dan keindahan tempat ini,
dia menganggap kastil Azure Sky Canopy dan Unifying Azure Emperor yang
hidup di sana sebagai hadiah kemenangannya.

"Sejarah dalam beberapa tahun terakhir tertulis seperti itu kan? Jujur saja,
rasanya kau tidak akan suka benda mewah aneh yang akan butuh banyak uang
untuk biaya perawatan. Sungguh tempat yang besar. Pasti sulit membersihkan
tempat ini."

Sebagian karena alasan pertahanan, bagian dalam Azure Sky Canopy memiliki
labirin yang rumit.

Di lantai teratas kastil yang hanya bisa dimasuki oleh anggota keluarga
kerajaan, seorang pria besar yang mengenakan T-shirt murah bertuliskan 'I
LOVE LA' di bawah jubah bersihnya, memulai percakapan dari samping.
Meski ada seorang prajurit berarmor menunggu di sana, orang yang diajak pria
berjubah itu berbicara adalah orang lain yang berada di punggung prajurit
berarmor tersebut.

"......"

Orang itu mengenakan baju dengan model sederhana dari kepala sampai kaki,
dan hanya diam meski diajak berbicara, tidak menjawab sama sekali.
Sepertinya dia sedang pingsan.

"Belum bangun ya. Bagaimanapun, dia memang terlalu memaksakan diri.


Bagaimana kalau begini, kita taruh dia di tahta dan tahan pergerakannya di
sana. Saat dia bangun, tak masalah membiarkan dia membuat sedikit
kekacauan, tapi kalian jangan coba-coba menanganinya sendiri, beritahu aku."

Pria berjubah itu memerintah si prajurit berarmor demikian, pria berarmor itu
mengangguk dan bertanya,

"Gabriel-sama, siapa pria ini? Apa dia ada hubungannya dengan Jenderal Iblis
Alsiel?"

Pria yang dipanggil Gabriel itu tersenyum, menggelengkan kepalanya, dan


mengatakan,

"Lebih baik kau tidak tahu, kalau kau tahu indentitasnya, kau tidak akan
mampu melakukan pekerjaan ini. Kalau sudah begitu, maka aku harus
memindahkannya sendiri, dan itu sangat melelahkan."

Si prajurit berarmor mengernyit tidak senang karena jawaban Gabriel.

"Meski anda bilang begitu, tapi aku ini tetap Prajurit Kesatria Hatsukin
tertinggi di Afsashan, salah satu anggota Prajurit Kesatria Seisokin yang mulia.
Apapun yang terjadi, mustahil aku tidak mampu menyelesaikan tugasku."
"Benarkah? Kalau begitu akan kuberitahu kau, pria yang kau bawa saat ini
adalah Jenderal Iblis Alsiel itu sendiri.... Lihat, seperti yang kubilang. Berdiri
di sana dengan benar!"

Prajurit berarmor itu langsung menentang apa yang dia katakan beberapa detik
yang lalu, dan ketika membopong si pria sederhana itu, dia merosot dengan
sikap yang tidak pantas di koridor.

"Ada beberapa metode khusus yang digunakan untuk menyegel sihir iblisnya,
tapi dia mungkin akan menghancurkannya saat dia bangun. Itulah kenapa aku
ingin kau memberitahuku..... tapi sudah terlambat. Inilah sebabnya aku tidak
ingin mengatakannya."

Pada akhirnya, prajurit berarmor yang dengan bangga menyatakan dirinya


sebagai anggota Prajurit Kesatria Seisokin, menjadi begitu takut sampai-
sampai matanya tak bisa fokus.

"Ah~ ah, aku benar-benar ingin melihat kalian yang sebegitu takutnya dengan
Alsiel, melihat seperti apa dia ketika kebingungan membeli 6 pack telur atau
10 pack telur di supermarket."

Setelah mengangkat Alsiel, Ashiya Shirou dari tangan kesatria berarmor yang
sedang tidak sadar itu, Gabriel berjalan dengan cepat menuju tingkat yang lebih
tinggi dari Azure Sky Canopy.

Lalu dia sampai di area ruang tahta yang tepat berada di puncak Azure Sky
Canopy.

Kemudian dia meletakkan suami rumah tangga Kastil Iblis berbaju UNIxLO,
Ashiya Shirou di kursi tahta yang seharusnya milik Unifying Azure Emperor,
sang penguasa Afashan.
"Nostalgia sekali kan? Tapi nanti, sesuatu yang akan membuatmu merasa lebih
terkenang lagi akan terjadi, nantikan ya."

Tempat ini adalah kuil besar yang ada di puncak kastil. Setelah meninggalkan
Ashiya di ruang tahta yang seukuran stadium, Gabriel berbicara dengan sebuah
senyum.

"Eh, meski aku benar-benar ingin mengacaukan insiden itu, tapi tak ada yang
lebih menyedihkan daripada menjiplak dan menuai hasil kerja orang lain, iya
kan?"

Gabriel mengangkat bahunya dan menggumam pelan. Setelah itu, suara dari
alat elektronik yang sangat tidak sesuai dengan ruangan yang dipenuhi harta
dan barang-barang berharga itu, terdengar.

"Ah ho ho, mereka akhirnya menelepon."

Gabriel mengambil asal suara itu dari dalam jubahnya.

Itu adalah suara HP yang menerima sebuah telepon.

"Jadi ini panggilan kasta pertama, atau lebih tepatnya panggilan dari kepala
keluarga kasta pertama, ya?"

Nomor penelepon itu disembunyikan.

Gabriel terus berbicara, berusaha keras menyembunyikan antusiasnya.

"Hello, hello, hello, ini Echigo-ya. Ah, bukan, ini Mikawa-ya..... Erhm, maaf
maaf, aku hanya ingin coba bilang begitu. Benar benar benar, ini Gabriel."

Tapi sepertinya lelucon itu tidak bisa diterima dengan baik, dan orang yang
ada di ujung sana, berteriak dengan kasar di telepon.
"Oh, kau sudah tahu aku ada di Benua Timur.... Eh, dia bilang begitu? Luar
biasa! Dia memang cocok dengan gelar Chisho-nya. Hm? Tidak, aku tidak bisa
mengatakan apa-apa lagi. Tapi aku ada di suatu tempat di Benua Timur,
setidaknya aku bisa memberitahumu ini. Emilia juga akan segera datang ke
sini."

Gabriel yang melakukan berbagai hal dengan caranya sendiri, mengantisipasi


reaksi dari orang yang ada di ujung panggilan tersebut.
Chapter 1 : Raja Iblis, Memutuskan Melakukan Sebuah Perjalanan

HP yang menekan telinganya, menghasilkan bunyi panggilan diangkat pada


dering keempat.

"Hello, Ogawa. Apa kau bisa bicara sekarang? Uh, itu, maaf, meski ini sedikit
mendadak, bisakah kau tukar shift denganku besok lusa? Benar, hm, tidak
seharian penuh, setengah hari saja tak apa! Siang ataupun malam tak masalah.
Ohh, benarkah? Terima kasih! Pasti akan kubalas kebaikanmu kalau aku punya
kesempatan.... eh? tidak tidak tidak, untuk masalah seperti itu, tanya orangnya
sendiri saja, bahkan jika itu aku.... y-yeah, aku mengandalkanmu, te-terima
kasih banyak. Ba-baik...."

Setelah menutup telepon, si pembicara menulis OK di daftar jam kerja yang


ada di atas kotatsu.

"Bagus, siapa sekarang yang tersisa? Aku sudah meminta Kao-chan selama
dua hari, Kota, Aki, dan Ken sudah sangat sibuk dengan persiapan ujian akhir-
akhir ini.... seharusnya tidak mungkin..."

Secarik kertas 'Daftar Kontak Pegawai' diletakkan di sebelah daftar jam kerja,
dan seperti daftar jam kerja tersebut, simbol yang hanya bisa dipahami oleh si
penulis digunakan untuk mengelompokan nama-namanya.

"Berikutnya... punya shift minggu malam di saat seperti ini.... Juu-san bilang
akhir pekan dia tidak bisa, jam kerja Yoko-san dan Mi-chan kemungkinan
besar juga sudah saling isi."

Si pembicara menggumam seraya menolak berbagai kemungkinan satu persatu,


dia menatap daftar jam kerja dan daftar kontak pegawai secara bergantian.
".... Setelah melihat daftar ini lagi, sungguh luar biasa Cafe itu bisa berfungsi
di situasi seperti ini.... bagaimana jadinya ya kalau layanan delivery mulai
beroperasi nanti?"

Usai keluar jalur sejenak, si pembicara langsung menggelengkan kepalanya


dan kembali menatap daftar jam kerja.

"Semuanya harus beres dalam seminggu! Ugh, Ryuta tidak bisa kalau
malam...."

Di sebelah telinga pemuda yang sedang gelisah tersebut....

"Sepertinya kau mengalami saat-saat yang sulit...."

Tawa seorang gadis muda yang terdengar seolah tidak berempati sama sekali,
terdengar.

Tapi pemuda itu sendirian di ruangan ini. Lalu di mana orang yang tertawa itu?

"Nyatanya, ini memang benar-benar sulit. Karena ada banyak jam di mana
manajer tidak ada dan aku harus ada di restoran, saat aku libur, maka tidak
akan ada manajer di restoran."

"Apa sebegitu buruknya jika si manajer itu tidak ada?"

"Begitulah."

Pria berambut hitam, Maou Sadao, berteriak dengan kesal ke arah suara tak
terlihat yang telah menggodanya sejak tadi.

"Karena gawat jika dia tidak ada, itulah sebabnya dia dipanggil 'Manajer'!! Aku
sibuk sekarang, diamlah!!'

"Jahatnya~"
"Ugaahhh!!!"

Meskipun tahu kalau itu adalah perlawanan yang sia-sia, Maou tetap
menggaruk kepalanya dan berteriak, mencoba membuat suara itu terdiam.

"Maou, kalau seperti ini, kau bisa mengganggu tetangga~"

Tapi suara itu tetap tertawa gembira dengan santainya.

"..... Selama aku bisa memikirkan cara untuk membereskan jadwal kerja untuk
dua setengah hari ini, maka aku bisa mengkonfirmasi rencana perjalanan kita."

"Untuk masalah semacam itu, apapun tak masalah~ Maou, cepat temukan
kakak....."

"Aku akan kembali memulai serangan telepon setelah sedikit tenang!!


Seseorang, tolong tukar shift denganku!!"

"Kupikir Raja Iblis itu eksistensi yang mengerikan, tapi tak kusangka, kau
lumayan lembut!"

Semakin Maou mempedulikannya, maka semakin orang itu menganggapnya


menarik. Maou memutuskan untuk tidak membantah komentar menyakitkan,
yang tidak dia ketahui apakah itu sengaja atau tidak, dan juga penuh dengan
pemilihan kata-kata yang buruk.

Maou yang memilih beristirahat sebentar, bangun dan meregangkan punggung


kakunya, lalu membuka pintu kulkas yang ada di dapur.

"Eh? Es loli kentang tumbuk Gari Gari kun yang sebelumnya kubeli...."

"Ah, maaf, aku memakannya."

"Kenapa kauuu!! Itu adalah sesuatu yang tidak bisa dibeli sementara ini karena
produksinya tidak bisa mengimbangi kepopulerannya, sialan!!!"
Lima detik usai memutuskan untuk mengabaikan lawan bicaranya, raja para
iblis itu mulai berteriak marah, sesuatu yang jarang dia lakukan, dikarenakan
es loli yang dia beli telah dimakan.

"Maou, Maou-san!! Apa kau baik-baik saja? Apa yang terjadi?"

Maou yang secara mental menjadi begitu kacau sampai-sampai ingin


membenturkan kepalanya ke tiang, tiba-tiba kembali tersadar karena
mendengar suara panik yang berasal dari luar ruangan.

"A-apa itu Chi-chan?"

"Yeah, erhm, aku dengar suara ribut tadi, uh, a-apa semuanya baik-baik saja?"

Suara di luar kamar tersebut berasal dari seorang gadis SMA yang merupakan
junior Maou di tempat kerja, dan di saat yang sama, juga merupakan seseorang
yang berulang kali melihat wujud asli Maou, sebagai eksistensi dari dunia lain
dan misteri untuk bumi... Itu adalah suara Sasaki Chiho.

"A-aku baik-baik saja. Ti-tidak, ini tidak seperti aku sepenuhnya baik-baik saja,
tapi bukan masalah besar kok, Chi-chan, akan kubuka pintunya...."

"Seseorang bersama dengan Chiho."

"Huh?"

Maou yang pergi menuju beranda untuk membuka kunci, meski sadar kalau
suara di pikirannya yang merupakan sebuah gangguan, terdengar sedikit
bernada tegang, tanpa sadar menjawab dengan kasar karena percekcokan
barusan.

"Erhm, Maou-san, jika sekarang tidak bisa, aku bisa datang lagi nanti...."
"Eh? Ah, ini tidak seperti itu, maafkan aku Chi-chan, bukan apa-apa kok,
masalahnya bukan denganmu, po-pokoknya, silakan masuk dulu."

Mungkin karena dia mendengar suara tidak senang Maou, Chiho nampak
menjadi sedikit takut, Maou pun membuka pintu sambil menghiburnya.

"A-apa benar-benar tidak masalah?"

Lalu dia melihat Chiho yang memandang ke bagian dalam kamar dengan agak
cemas....

"He... Hello....."

.... sekaligus sosok Suzuki Rika yang berdiri di samping Chiho, yang mana
menatap ke arah Maou dengan ekspresi ragu.

"Oh, kau. Erhm, apa tubuhmu sudah baikan?"

"Ye-yeah, meski aku menyebabkan beberapa masalah untuk Chiho-chan."

Rika menatap mata Maou dan Chiho, dia menjawab pertanyaan Maou dengan
begitu jelas, sementara Chiho, dia tersipu malu.

Maou dalam hatinya merasa terkejut.

Bagaimanapun, insiden yang Rika alami ketika mengunjungi Kastil Iblis tiga
hari yang lalu, hanya bisa digambarkan sebagai sebuah bencana.

Rika yang tidak terbiasa menyaksikan pertarungan ataupun keadaan


supranatural seperti Chiho (meski sudah seharusnya), setelah terlibat ke dalam
masalah Ente Isla, dia jadi tidak bisa pulih sepenuhnya, dan beristirahat di
rumahnya selama tiga hari.
Selama tiga hari itu, Chiho menelepon dan mengiriminya pesan, bahkan
terkadang mengunjungi apartemen Rika untuk membantunya mendapatkan
kembali semangatnya....

"Produksinya tidak bisa mengimbangi kepopulerannya, apa maksudnya itu?


Apa Gari Gari kun yang kau beli dimakan seseorang?"

"Oh....."

Ditanyai secara langsung, secara refleks Maou tak bisa berkata-kata.

"Eh? Apa yang terjadi dengan Gari Gari kun?"

"Apa Chiho-chan tidak tahu? Gari Gari kun memiliki rasa yang mirip kentang,
dan itu bukan rasa es loli yang umum, sepertinya karena rasa itu terlalu populer,
mereka tidak bisa mengimbangi permintaannya."

"Begitu ya."

Rika, sebagai bagian dari kelompok pegawai, nampak sangat sensitif terhadap
tren-tren di masyarakat, sementara Chiho, dia tidak terlalu paham dengan
informasi semacam ini.

Kesedihan karena es lolinya dimakan, rasa malu karena teriakannya didengar


orang lain, dan dua orang gadis membicarakan tentang Gari Gari kun di
hadapannya, membuat Maou merasa seperti tidak punya tempat untuk
sembunyi.

"Ngo, ngomong-ngomong, kalian berdua datang ke sini karena ada alasan


khusus kan? Meski aku tidak punya apa-apa untuk dihidangkan, silakan
masuk."

Atas izin Maou, Chiho memasuki Kastil Iblis terlebih dahulu.


"Permisi. Ah, Maou-san, kalau kau tidak keberatan, tolong terima ini."

Karena khawatir dengan Rika yang ada di belakangnya, Chiho sengaja


berbicara dengan nada yang ceria dan berjalan memasuki Kastil Iblis, dia lalu
menyerahkan tas belanja yang ada di tangannya kepada Maou.

"Ini sesuatu yang tadi kubeli di jalan, jika kau tidak keberatan...."

"Oh, terima kasih.....? Ga, Gari Gari kun!! Dan ini rasa kentang tumbuk!!"

"Eh? Benarkah?"

Maou berteriak kaget saat dia menyadari es loli legendaris yang baru saja dia
hilangkan, kembali tersedia saat dia melihat ke dalam tas tersebut, Rika pun
juga terkejut ketika ia melihat kemasan es loli yang ada di tangan Maou.

"Tapi ketika aku membeli ini, aku tidak tahu kalau stok mereka menipis."

Chiho menunjuk nama toko yang tercetak di atas tas plastik tersebut.

"Aku membeli ini hanya karena toko minuman di dekat rumahku kebetulan
menerima stok baru."

"Yang benar saja!! Benda ini akhir-akhir ini menjadi sangat populer dan tidak
bisa dibeli di banyak tempat! Terima kasih, Chi-chan!"

"Begitu ya, baguslah kau menyukainya."

Rika menatap Chiho yang tersenyum, dan Maou yang langsung membuka
kemasan es loli dan memakannya dengan gembira, tak bisa berkata-kata.

"Erhm, Maou-san."

Rika memulai percakapan dengan Maou yang teralih perhatiannya karena es


loli.
"O, ohh.. maafkan aku, silakan masuk dulu."

Maou yang sadar kalau dia sudah mengabaikan tamunya, meminta Rika untuk
memasuki apartemen, namun Rika balik menatapnya dengan ekspresi kaku,
dan mengatakan,

"Emi dan Ashiya..... tidak ada di sini, ya kan?"

".... Yeah, benar."

Maou dengan hati-hati memegang es lolinya dan mengangguk dengan ekspresi


serius.

Benar, pria yang biasanya tidak akan membiarkan es loli Maou menghilang,
dan mengendalikan dapur serta kulkas, sudah tidak lagi ada.

Sejak Maou memulai rencana besarnya untuk menyatukan Dunia Iblis, ini
adalah pertama kalinya Ashiya Shirou.... Jenderal Iblis Alsiel tidak ada di
sisinya.

Musuh Maou dan Emi, Malaikat Agung dari Ente Isla, Gabriel, menculik
Ashiya.

Ashiya adalah bawahan setia yang selalu berada di samping Maou, bahkan
ketika Maou gagal menaklukan Ente Isla dan terdampar di dunia lain yang
dikenal dengan nama Jepang. Kehilangan Ashiya membuat Maou merasa
seolah-olah kehilangan kedua tangannya.

Terlebih lagi, menurut Gabriel, musuh bebuyutan Maou yang berencana


menghentikan rencananya untuk menaklukan Ente Isla dan mengejarnya
sampai ke Jepang, Pahlawan Emilia atau yang dikenal dengan Yusa Emi, juga
ditahan di suatu tempat di Ente Isla.
"Pada akhirnya, aku tidak mendapatkan informasi apapun dari Ashiya-san dan
ayah Emi, dan setelah itu, semuanya jadi tidak memungkinkan.... Jadi aku
meminta Chiho-chan untuk datang ke sini bersamaku untuk mendengar
kebenarannya."

"Kebenaran?"

"Suzuno, Urushihara-san, Ashiya-san, Maou-san... semua masalah kalian , dan


yang paling penting, masalah Emi. Aku dengar dari Chiho-chan kalau Maou-
san berencana pergi ke suatu tempat untuk mencari Emi."

"Erhm.. ye-yeah, tapi masalah Suzuno dan Urushihara itu maksudnya....?"

Seberapa banyak Chiho memberitahu Rika?

Maou melirik ke arah Chiho, dan gadis itu menggelengkan kepalanya,

"Aku menyaksikan Suzuno dan Urushihara-san pergi saat hujan deras dan
menggunakan kemampuan melompat layaknya manusia super, aku juga
melihat Maou-san terbang dan menghilang di langit. Setelah itu, aku dengar
Ashiya-san bilang kalau Emi bukan manusia dari bumi, lalu Ashiya-san
ditangkap oleh sekumpulan orang aneh dan menghilang."

Dari insiden ini, baik Maou ataupun Penyelidik dari Ente Isla yang tinggal di
sebelah Kastil Iblis, Villa Rosa Sasazuka kamar 202, Crestia Bell alias
Kamazuki Suzuno, sama sekali tidak melakukan manipulasi ingatan terhadap
Rika.

Karena itulah, Rika datang ke sini bersama dengan Chiho.

Datang ke apartemen yang berada di sudut Tokyo, yang mana telah


mengumpulkan banyak penghuni yang luar biasa.
"Jika kau tahu sesuatu mengenai Emi, mengenai temanku, tolong beritahu
aku."

Rika ingin tahu kebenaran di balik teman berharganya, Yusa Emi.

Maou menoleh ke arah dinding yang menjadi pembatas dengan kamar 202
karena kata-kata Rika, dan mendesah perlahan.

"Eh, tidak perlu cemas begitu. Jika kau ingin mendengarkannya, aku pasti akan
memberitahumu. Tapi kau harus menunggu sebentar. Suzuno dan Amane-san,
wanita yang menyelamatkanmu, akan kembali nanti. Dengan begitu,
menjelaskan semuanya akan lebih mudah."

".... Aku mengerti. Kalau begitu, aku akan menunggu di sini."

Jawab Rika dengan penuh tekad. Sepertinya dia sudah mengatasi syok yang
kemarin dia alami.

Setelah mendengar apa yang Maou katakan, Rika mengangguk dan berjalan
memasuki kamar. Kemudian, dia duduk di sebelah kotatsu.

"Kau punya nyali ya."

"Hal ini sudah cukup menyebabkan beberapa trauma. Jangan kira aku terlihat
baik-baik saja sekarang. Aku ini sudah berbaring di ranjang selama dua hari
dengan demam."

Rika tersenyum pahit.

Bahkan jika senyum itu terlihat sedikit dipaksakan, Maou tidak begitu
mengerti untuk mengomentarinya.

"Suzuno-san pergi keluar?"


Namun, setelah Rika sedikit tenang, sekarang giliran Chiho yang menjadi
gelisah.

"Hm? Yeah, nampaknya dia pergi ke suatu tempat dengan Amane-san pagi
ini?"

"A-apa dia ke rumah sakit?"

"Hm? Ah...."

Setelah merasakan alasan kecemasan Chiho, Maou menggelengkan kepalanya


dan menjawab,

"Tidak, luka-lukanya sebagian besar sudah sembuh, pagi ini dia bahkan terlihat
sangat energik, kau tahu?"

"Eehhh??"

Chiho berteriak tidak percaya.

Hal ini sudah bisa diperkirakan, bagaimanapun juga, Kamazuki Suzuno yang
tinggal di sebelah Kastil Iblis, saat insiden yang melibatkan Rika tiga hari yang
lalu, untuk melindungi Chiho dalam pertarungan yang terjadi pada saat itu, dia
mengalami luka serius dari bahu hingga ke dadanya dikarenakan cakar iblis.

Suzuno adalah Penyelidik pengguna mantra di dunia lain Ente Isla, tapi
berdasarkan akal sehat Chiho, luka seperti itu tidak mungkin bisa pulih
sepenuhnya hanya dalam tiga hari.

"Huuuh, soal itu, justru Amane-san lah yang memberikan perasaan aneh. Tapi
orang itu tidak mau berbicara mengenai hal-hal yang penting sedikitpun."

".... Yeah." Chiho mengangguk.


Nama lengkap Amane yang mereka berdua sebutkan adalah Ooguro Amane.
Maou, Chiho, dan yang lainnya pernah bekerja di rumah pantai yang ada di
perfektur Chiba, kota Choshi, bernama 'Ooguro-ya'. Amane, bukan hanya
manajer di sana, dia juga merupakan keponakan Shiba Miki, pemilik Villa
Rosa Sasazuka di mana Kastil Iblis berada.

Si pemilik kontrakan Shiba, dan keponakannya Amane, adalah orang Jepang,


atau lebih spesifiknya penduduk bumi, tapi anehnya, mereka tahu identitas asli
Maou dan yang lainnya. Terutama Amane, dia bahkan pernah memamerkan
kekuatan yang begitu hebat beberapa kali, yang mana bahkan Maou, sebagai
Raja Iblis sulit untuk mempercayainya.

"Amane-san.... benar-benar akan kembali ke apartemen?"

"Yeah, soalnya barang-barangnya ada di kamar Suzuno."

Dalam tiga hari ini, Amane menginap di kamar Suzuno.

Apa yang Chiho khawatirkan adalah, jika Amane, seperti sebelumnya saat di
Choshi, akan menghilang setelah memperlihatkan suatu kekuatan yang
misterius.

Sampai sekarang, Amane tidak pernah menjelaskan alasannya datang ke


Sasazuka, dan bahkan identitas aslinya pun tidak jelas, oleh sebab itu, Maou
dan Chiho tidak bisa sepenuhnya mempercayainya.

"Mereka bilang akan kembali saat siang, jadi mari kita tunggu sebentar."

"A-aku mengerti.... Ah, oiya, aku lupa karena aku terlalu khawatir dengan
Suzuno-san, Maou-san...."

"Ya?"

"Di mana anak itu sekarang?"


Ada jejak amarah di nada Chiho, dan ini mungkin bukan hanya imajinasi Maou.

".... Apa maksudmu Acies? Dia ada di sini."

Maou menunjuk pelipisnya merasa jengkel.

Pemilik suara itu mulai membuat keributan sejak tadi, dia ingin Maou
membagi sepotong Gari Gari kun rasa kentang tumbuk yang saat ini sedang
Maou makan.

"Di sini maksudnya....... Maou-san!!"

"A-aku tidak punya pilihan, karena dasarnya memang jadi seperti ini! Jujur
saja, meski dia sangat berisik sekarang, jika aku membiarkannya keluar, dia
pasti akan melakukan apapun yang dia inginkan, dan itu sangat mengganggu."

Ekspresi Chiho berubah menjadi tidak senang, dan meski Maou sudah
mencoba menemukan alasan untuk berdalih....

"Ketika menjelaskan kepada Suzuki-san, kau juga harus menyebutkan Acies-


chan! Tolong, biarkan dia keluar!"

.... Chiho tetap mencengkeram bagian depan baju Maou dengan kesal, dan
mengguncang-guncang Maou, seirama dengan ritme bicaranya.

"Gyaaa, Chi-chan, jangan digoyang-goyang, es lolinya bisa jatuh!! Aku paham,


aku tahu, berhenti mengguncangku!! Aku belum terbiasa, kalau begini aku
tidak bisa berkonsentrasi."

Setelah menjauhkan diri dari Chiho yang menjadi sangat marah meski tidak
ada yang terjadi, Maou pun memegang kepalanya yang terasa sedikit pusing,
dan mengulurkan tangannya ke sebuah area kosong.

"Hm..... Keluarlah, Acies!"


Di saat yang sama ketika dia mengatakan hal tersebut, tubuh Maou seketika
bersinar keunguan.

Rika yang melihat fenomena ini dari dekat, tersentak mundur ketakutan, tapi
sayangnya, hanya saat ini saja Chiho tidak punya waktu untuk
mengkhawatirkan Rika.

"Maou, berikan aku satu gigitan es loli itu juga."

Sinar ungu yang terpancar dari tubuh Maou tidak muncul ke arah di mana
tangan Maou terulur, melainkan terbentuk di punggung Maou.

Dia sedikit lebih muda dibandingkan Chiho.

Seorang gadis yang memiliki rambut perak nan indah dan sedikit rambut
berwarna ungu di bagian depannya, yang mana tidak akan bisa dijumpai pada
orang Jepang manapun, tiba-tiba muncul di sebuah ruang kosong.

Masalahnya, sejak dia muncul, dia sudah melekat pada punggung Maou
dengan keempat tangan dan kakinya.

Tidak hanya itu, dengan posisi seperti itu, dia langsung menggigit es loli yang
ada di sebelah mulut Maou dari belakang. Chiho yang menyukai Maou, tidak
bisa mengabaikan situasi ini sama sekali.

"A, A, A, A, Acies-chan, apa yang kau lakukan terhadap Maou-san?"

"Hm~ membuat kontak fisik dengan pasanganku?"

"A-Acies, apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!"

Maou yang memanggil Acies, juga merasa terkejut.


Sampai sekarang, Acies memang tidak pernah muncul dengan cara yang Maou
bayangkan, tapi seharusnya dia juga tidak perlu muncul dengan sikap seperti
ini.

"Hm~ Maou gampang sekali malu!"

"Bukan itu masalahnya!! Aku tidak akan memberimu satu gigit!! Bukankah
kau sudah memakan camilanku tanpa izin?"

“Ini dan itu tuh mengisi perut yang berbeda!”

“Jangan berbicara bahasa Jepang sebegitu fasihnya hanya saat menguntungkan


buatmu! Aku tidak akan memberimu apapun!”

Ketika raja para Iblis dan si gadis misterius berselisih soal es loli dan sedang
bertengkar dengan sikap yang tidak pantas....

“Hentikan, ini, sekarang, juga!”

“Ugoh!!”

“Waahh!!”

Chiho menyela dan menarik Acies dari Maou.

“Chiho-chan, apa yang kau lakukan?”

“Aku juga membeli untuk Acies-chan, jadi kau tidak boleh merebut es loli
Maou-san!”

“Eh~ tapi mengambil sesuatu dari orang lain itu rasanya lebih enak....”

“Meski begitu, kau tidak boleh melakukannya!”

“Uuu..... Aku mengerti.”


Mungkin karena ia takut dengan aura Chiho, Acies mundur dan mencari benda
yang Maou makan di dalam tas belanja yang Chiho bawa.

“Ooh, Acies mau menurut.... Chi-chan luar biasa....”

Maou menatap punggung Chiho dan berbicara dengan takjub.

“.... Maou-san.”

“Y-ya?”

Chiho seharusnya tidak akan memarahi Maou untuk apa yang dia katakan
barusan, tapi setelah merasakan sesuatu yang mirip seperti aura membunuh
dari ekspresi yang Chiho tunjukan saat dia berbalik, Maou pun menegakkan
posturnya.

“Jika kau terlalu memanjakan Acies-chan, ketika Alas Ramus-chan kembali


nanti, dia mungkin akan jadi tidak menyukaimu karena cemburu, kau tahu.”

“O, oh?”

“D-dan, ini sama sekali tidak baik! Meski ada banyak alasan yang rumit, tapi
Acies-chan itu masih seorang gadis.”

“Uh, meski bilang begini itu sedikit tidak adil, tapi Acies benar-benar tidak
mau mendengarkanku....”

“Bukan itu masalahnya!!!”

“Uooh?”
Maou berusaha sekeras mungkin untuk mempertahankan diri, tapi dia merasa
seperti tidak berada di frekuensi yang sama dengan Chiho yang sedang
menatap tajam ke arahnya.
“Ter-terlibat kontak fisik dengan seorang gadis di siang bolong begini itu
tidak baik sama sekali!!”

“Chi, Chi-chan? Hey, kau salah paham. Aku tidak......”

“Mau bagaimana lagi. Lagipula aku sudah tergabung dengan tubuh dan pikiran
Maou!”

“Uh~~”

“Chi, Chi-chan! Te-tenanglah, kau seharusnya tahu kalau ini hanya masalah
pengekspresian!! Acies, kau juga, meski kau hanya sedikit tahu tentang bahasa
jepang, kenapa kau jadi banyak tahu ketika ada hubungannya dengan hal-hal
seperti ini!?”

Acies memang terdengar seperti memprovokasi Chiho, tapi terlepas dari


bagian pikirannya, fakta bahwa tubuh mereka berdua telah bersatu adalah
sebuah kebenaran.

Sedikit rambut berwarna ungu tercampur di dalam rambut perak Acies.

Ini adalah karakteristik khusus dari anak yang terlahir dari Sephirah, bola yang
menciptakan dunia Ente Isla. Dan di sekitar Maou dan Chiho, ada orang lain
yang memiliki karakteristik yang serupa.

Dia adalah gadis kecil yang bergabung dengan 'Evolving Holy Sword, One
Wing' milik Pahlawan Emilia, dia adalah gadis yang mencintai Raja Iblis Maou
dan Pahlawan Emilia sebagai orang tuanya, Alas Ramus.

Meski sungguh tak bisa dipercaya melihat laju pertumbuhan mereka berdua,
tapi disebutkan bahwa Acies adalah adik Alas Ramus.
Sebagai saudara, Acies dan Alas Ramus nampaknya adalah eksistensi yang
setara, dia tidak hanya berhasil bergabung dengan Maou seperti Emi dan Alas
Ramus, dia bahkan juga membantu menyelesaikan insiden tiga hari yang lalu.

Alhasil, setelah itu, Acies tetap bergabung dengan Maou, dan seperti Emi
dengan Alas Ramus, saat Acies berada di luar, dia tidak bisa terpisah terlalu
jauh dari Maou.

Jadi, Acies yang aslinya memang tidak takut dengan orang asing, tiba-tiba
mengubah sikapnya setelah bergabung dengan Maou.

Bahkan Chiho yang biasanya tidak akan menunjukkan rasa cemburunya ketika
wanita lain mendekati Maou, menjadi tidak bisa mempertahankan
ketenangannya, itulah seberapa dekat Acies melekat pada Maou.

Seharusnya memang seperti itu......

“Namamu Rika kan? Apa kau tidak mau makan es loli?”

Tapi Acies langsung kehilangan minatnya pada Maou dan Chiho yang sedang
marah, dan berbalik untuk menyerahkan sebuah es loli kepada Rika, yang
hanya diam menatap ketiga orang yang sedang bercekcok itu, tidak tahu apa
yang harus dia lakukan.

“Ti-tidak usah, terima kasih.”

Dan saat dia ditolak, Acies bahkan menjadi sedikit depresi.

“Maou-san.”

“Y-ya!”

Karena tatapan dingin Chiho, Maou tanpa sadar menegakkan posturnya.

“Akan sangat bagus jika Yusa-san dan Ashiya-san bisa segera kembali!”
“Kau benar!”

Jawab Maou dengan nada penuh hormat secara refleks.

Dari samping, Rika menyaksikan kekuatan hubungan aneh di antara ketiga


orang itu.

“.....Aku sama sekali tidak mengerti.”

Tepat ketika Rika memiringkan kepalanya beberapa kali dan sedang


menggumam......

“Oh, ini pesan dari Suzuno. Mereka sepertinya akan segera kembali.”

HP jadul Maou menerima sebuah pesan.

Itu adalah pesan dari Kamazuki Suzuno yang sedang pergi keluar, dia bilang
dia akan kembali ke apartemen dalam 30 menit.

“Oh, hebat. Pagi tadi, aku meminta Amane membeli es loli.”

“Berapa banyak es loli yang ingin kau makan? Aku takkan peduli kalau kau
sakit perut.”

Meski tahu kalau orang itu tidak akan menjawabnya, Maou tetap menegurnya.

“Huuh, lalu ketika Suzuno dan Amane-san kembali, kita akan memulai
membicarakan cara untuk menyelamatkan Emi, Alas Ramus, Ashiya, dan ayah
Emi. Akan kupikirkan masalah jadwal kerja nanti."

Ketika Maou menata jadwal kerja yang ada di atas kotatsu dan berbicara untuk
menenangkan suasana.....

“Kubilang.....”

“Kya!!”
Sebuah suara lemah yang bukan milik siapapun yang ada di sini terdengar di
dalam kamar, membuat Rika berdiri kaget.

Tatapan semua orang, kecuali Acies, terfokus ke arah lemari.

“Tidak masalah jika kalian melupakan keberadaanku, tapi bisakah kalian


sedikit tenang. Aku ini berbeda dengan Bell dan belum sembuh sepenuhnya.
Jika suara di sekelilingku terlalu berisik, luka-lukaku akan jadi sakit.”

Mereka memandang ke arah lemari yang sedikit terbuka, dan beban Kastil Iblis,
Jenderal Iblis Lucifer, yang menyatakan dirinya sebagai NEET kasta pertama
Urushihara Hanzo, menunjukkan sebuah ekspresi sayu dari dalam.

XxxxX

Emi dan Ashiya kini ditahan di Ente Isla.

Awalnya, pernyataan ini sangatlah tidak pantas.

Bagaimanapun, Emi datang ke sini dari Ente Isla untuk mengejar Maou, si Raja
Iblis, dan Ashiya dulu memiliki misi untuk menaklukan Ente Isla.

Intinya, Ente Isla adalah tempat seharusnya mereka berada.

Tapi tanpa perlu ditanyakan lagi, mereka berdua kini ditahan di tempat
seharusnya mereka kembali.

Awal dari semuanya dimulai ketika Emi memutuskan untuk kembali ke


kampung halamannya untuk memastikan seperti apa sudut pandang orang
tuanya saat di Ente Isla, dan masa lalu macam apa yang mereka miliki.
Pada waktu itu, bahkan musuhnya Maou pun tidak pernah menduga kalau Emi,
yang dikenal sebagai manusia terkuat di dunia akan menemui bahaya.

Namun, tanggal pulang yang telah disetujui pun terlewat, dan Emi tidak
kunjung kembali, begitupun dengan Alas Ramus, yang bergabung dengan
'Evolving Holy Sword, One Wing' milik Emi.

Setelahnya, Maou berencana mendapatkan SIM Moped karena model bisnis


baru di tempat kerjanya, tapi karena dia terlalu khawatir, terutama soal Alas
Ramus, Maou pun mengalami sebuah Waterloo selama ujian teori.

(T/N : Waterloo maksudnya rintangan yang dihadapi seseorang, dan seseorang


itu dikalahkan oleh rintangan tersebut. Istilah ini merujuk pada Battle of
Waterloo.)

Lalu, di situasi di mana Emi masih belum kembali, Maou kembali ke Pusat
Ujian Mengemudi Fuchu untuk mengikuti ujian keduanya dan bertemu
pasangan ayah-anak aneh.

Pasangan ayah-anak yang menyebut diri mereka Satou Hiroshi dan Satou
Tsubasa ini, bertingkah seolah mereka tidak terbiasa dengan Jepang, mereka
naik ke bus yang Maou naiki di pemberhentian bus Tenmondai-mae di Mikata.

Karena kebetulan dia terlibat dengan mereka, Maou pun diganggu oleh mereka
saat menjalani ujian teori kedua yang begitu mencemaskan.

Meski ini bukan tujuan awalnya, tak disangka Maou akhirnya mengetahui
bahwa Satou Hiroshi adalah ayah Emi yang dianggap sudah mati selama invasi
Pasukan Raja Iblis, Nord Justina; sementara Satou Tsubasa adalah adik Alas
Ramus yang terlahir dari Yesod Sephirah, Acies Ara.

Saat Maou sibuk mengurusi perkembangan situasi yang terjadi begitu cepat di
sekitar ayah dan anak Satou, iblis tingkat atas dari Dunia Iblis yang telah
muncul di sekitar Maou dengan cara yang berbeda-beda, yaitu Kepala Suku
klan Malebranche, di saat yang sama juga muncul di sekolah Chiho, SMA
Sasahata, membuat Chiho menghadapi keadaan berbahaya di mana dia harus
melawan seorang iblis.

Suzuno dan Urushihara pun segera pergi untuk menolong Chiho, namun
keberangkatan mereka dilihat oleh teman Emi yang tidak tahu apa-apa
mengenai Ente Isla, Suzuki Rika, dan membuat dia mulai menginterogasi
Ashiya soal kebenarannya.

Tepat ketika Ashiya menyerah dan hendak mengakui semuanya, Maou yang
meminjam kekuatan Acies untuk menyelamatkan Chiho dari bahaya, terbang
dari pusat ujian menuju Kastil Iblis, dan setelah menempatkan Nord di Kastil
Iblis, dia pun kembali terbang.

Alhasil, hanya Rika, Ashiya, dan Nord; anggota aneh ini yang tetap berada di
Kastil Iblis.

Meski begitu, mereka bertiga tetap mencoba membicarakan soal kebenaran


yang terjadi pada mereka, tapi kali ini, Gabriel memimpin para Kesatria
Josokin dan melancarkan serangan ke Villa Rosa Sasazuka.

Bahkan dengan campur tangan manajer rumah pantai di Choshi, Ooguro-ya,


yaitu Ooguro Amane, hanya Rika lah yang berhasil selamat, Nord dan Ashiya
ditangkap oleh Gabriel, sementara Suzuno dan Urushihara, mereka terluka
parah karena Malaikat Agung Kamael, rekan dari Kepala Suku Malebranche,
Libicocco.

Seperti Emi yang mendapatkan kekuatan dahsyat setelah bergabung dengan


Alas Ramus, Maou yang tiba di sekolah Chiho jauh setelah Suzuno dan
Urushihara, berhasil memukul mundur Kamael dan Libicocco setelah
bergabung dengan Acies.
Tapi tidak hanya itu.

Chiho, Suzuno, dan Urushihara terluka parah karena insiden ini, Ashiya dan
Nord ditangkap, dan Maou yang tahu kalau Emi dan Alas Ramus sedang
ditahan di Ente Isla, situasi ini hanya bisa disebut kekalahan total.

Maou adalah Raja Iblis.

Jika Villa Rosa kamar 201 adalah Kastil Iblis, maka Sasazuka adalah kota di
mana Kastil Iblis memulai perkembangannya.

Ashiya Shirou, Urushihara Hanzo, Sasaki Chiho, Kamazuki Suzuno, dan


musuh Maou, Pahlawan Yusa Emi, mereka semua adalah Jenderal Iblis yang
ditunjuk secara pribadi oleh Raja Iblis Satan.

Untuk menakluan dunia dengan cara yang baru, mereka adalah 'bawahan' dan
'rekan' yang Maou anggap perlu.

Melindungi bawahan, adalah tanggung jawab Maou sebagai atasan dan


seorang master.

Dia harus membuat para idiot yang telah menjadikan Pasukan Raja Iblis
sebagai musuh mereka, membayar semuanya.

Raja Iblis Satan memutuskan untuk meminjam kekuatan dari rekannya di


Jepang, memimpin Pasukan Raja Iblis yang baru terbentuk dan berangkat dari
Jepang, menuju pertarungan di Benua Basilica Ente Isla.

XxxxX

"Ini tidak mungkin....."


Pandangan Maou beralih dengan bingung.

"Bagaimana bisa hal seperti ini terjadi?"

"Maou-san...."

Maou tidak bisa menyembunyikan rasa sesal dalam suaranya, membuat Chiho
meletakkan tangannya di bahu Maou untuk menghiburnya.

"Tapi inilah kenyataannya. Meski bagimu ini mungkin kenyataan yang kejam."

Crestia Bell, Kamazuki Suzuno mengucapkan kata-kata dingin tersebut kepada


Maou yang kehilangan semangatnya.

"Ini artinya kekuatanmu saat ini berada di bawah standar."

"Suzuno-san! Bilang begitu itu sudah berlebihan!"

"Chiho-dono, tidak peduli bagaimana kau membela Raja Iblis, kenyataan tidak
akan pernah berubah."

"Si-sialan....."

Suara Maou memukul tatami dengan penuh penyesalan menggema di dalam


ruangan.

"Kenapa.... Kenapa...."

Maou menggeretakkan giginya, menatap Suzuno dengan tatapan kuat namun


menyedihkan, dan berteriak dengan seluruh tenaganya.

"Kenapa kau mendapatkan SIM lebih dulu dibandingkan denganku?"

"Maou, kau berisik!!"


Suara Urushihara yang merasa kesakitan terdengar dari dalam lemari, tapi saat
ini, Maou tidak punya waktu untuk mempedulikan hal semacam itu.

Itu karena Suzuno yang menerima tatapan Maou dengan tenang, saat ini sedang
memegang sebuah kartu yang berkilau.... Itu adalah SIM dengan foto dan nama
Kamazuki Suzuno di atasnya.

"Aku mengikutinya karena kupikir aku memerlukannya. Lagipula, melihatmu


seperti ini, kau pasti tidak akan bisa mengikuti ujian ulang sebelum
keberangkatan kita."

"Meski begitu.... meski begitu....."

Maou tiba-tiba menoleh dan bergegas menuju jendela, menunjuk ke arah


halaman di bawahnya dan berteriak,

"Kenapa kau juga langsung membeli Moped setelah mendapatkan SIM-mu?


Apa kau cara masalah denganku? Apa kau mau mengejekku?"

Di halaman Villa Rosa Sasazuka, di sebelah kuda berharga Maou, Dullahan 2,


sebuah Moped cantik yang berkilau di bawah sinar matahari terparkir di sana,
dan bahkan itu adalah kendaraan bermerk terkenal, Honda GYRO ROOF.

Tambahan atap standar dan keamanan tiga roda yang patut dicontoh. Karena
bisa mengangkut barang-barang ringan tanpa terpengaruh cuaca, kendaraan
tersebut benar-benar disukai oleh bisnis pizza delivery ataupun bisnis
sejenisnya.

"Hey, Chiho-chan, kenapa Maou-san sangat kesal?"

Maou akhirnya bisa mendapatkan kembali semangatnya karena es loli yang


Chiho beli, tapi begitu Suzuno kembali, dia langsung kehilangan
ketenangannya, membuat Rika bertanya kepada Chiho mengenai alasannya
dengan kaget.

Chiho tersenyum kecut, dan berbisik di telinga Rika.

"Maou-san sudah gagal ujian mengemudi dua kali. Yang pertama karena dia
gagal di ujian teori, yang kedua karena di hari ujian tersebut, sebelum praktek,
dia pergi menyelamatkanku...."

"Oh...."

"Apa kau mau cari masalah denganku? MgRonalds akan menggunakan benda
itu!! Bagaimanapun aku melihatnya, kau itu sedang mengejekku, kan?"

"Mau bagaimana lagi. Lagipula, jika aku tidak punya SIM, aku takkan bisa
mengendarainya meski aku membeli Moped. Jika sudah begitu, satu-satunya
pilihan yang tersisa hanyalah memperoleh SIM."

Suzuno, duduk di sebelah Chiho, sama sekali tidak peduli dengan kegelisahan
Maou, dan menatapnya dengan ekspresi tegas.

"Ataukah kau bilang kau ingin bergerak di Ente Isla tanpa memikirkan cara
melakukan perjalanan jarak jauh?"

"Ugh... uh, erhm...."

"Dengan kekuatan yang kita miliki, kita pasti akan langsung terdeteksi saat kita
terbang. Sementara di pihak mereka, ada Gabriel, Kamael, dan kepala suku
Malebranche."

"T-tapi hingga ke titik tertentu, kita sudah bisa menentukan lokasinya....."


"Jika kita tidak bisa segera bergerak ke tempat yang jauh untuk
menyembunyikan keberadaan kita setelah membuka dan menutup 'gate',
semuanya akan percuma."

"Ta-tapi, meski kau berencana menggunakan moped.... Ente Isla itu tidak
memiliki mesin kau tahu? Jika kau hanya tidak ingin sihir suci atau sihir iblis
kita terdeteksi, kita bisa membeli kuda setelah sampai di sana....."

"Apa kau bisa mengendarai kuda?"

Maou terus memprotes, tapi dia langsung terdiam setelah Suzuno menegurnya
dengan keras karena gadis itu sudah tak bisa lagi mentolerir tindakan Maou.

"Saat ini, kita tidak bisa memastikan berapa lama kita akan berkeliaran di Ente
Isla! Dan kita juga masih harus membawa barang bawaan! Karena kita tidak
bisa memastikan apakah kita bisa mengendalikan gate dengan benar atau tidak,
maka kita harus bergerak dengan cepat! Jika sudah begitu, maka kita harus
bersiap-siap sebisa mungkin di Jepang! Apa kau berencana melintasi Benua
Timur menggunakan sepeda, ataukah mendapatkan uang sekarang untuk
membeli kuda?"

"......"

Maou yang tidak bisa membantahnya, hanya bisa duduk di sebelah jendela
dengan tidak senang.

"Aku memang tidak pernah mengendarai kuda, tapi jika itu wyvern, aku yakin
aku tidak akan kalah dengan siapapun...."

Tidak peduli seberapa anehnya Ente Isla ketika dilihat dari bumi, manusia tetap
tidak bisa memelihara wyvern.

"Huuuh.... dengar baik-baik, Raja Iblis."


"Apa?"

"Lihat, moped ini memiliki satu tempat duduk."

"Yeah."

"Meski itu adalah tempat di mana hukum Jepang tidak punya kendali, aku tetap
tidak mau berbagi kendaraan yang sama denganmu."

"Y-yeah."

"I-itu akan dikenakan denda 20.000 yen."

Chiho berekasi berlebihan membayangkan dua orang mengendarai kendaraan


yang sama, dan mulai mengatakan hal-hal yang aneh.

"Chiho-chan, itu untuk sepeda. Untuk moped, poin lemah dan dendanya itu
sedikit berbeda." Rika membantahnya pelan.

"Jadi....."

"O,oh?"

Dari bibir cantik Suzuno....

"Aku membeli satu lagi untuk kau kendarai. Jika kau mengendarai moped di
Ente Isla, kau tidak akan butuh SIM."

.... dia mengatakan sesuatu yang mengejutkan.

".... Satu lagi?"

"Yeah."

"Moped?"

"Yeah."
".... Kau membelinya?"

"Siapa lagi yang akan membelinya?"

Kata Suzuno dengan terang-terangan. Suasana di dalam ruangan sesaat


membeku, kemudian.....

"Yang benar sajaaaaaaaaaaaaaa???"

"Maou.... Kau benar-benar berisik!"

"Pa-pada awalnya itu memang sulit dipercayai, tapi berapa banyak uang yang
kau miliki?"

Urushihara kembali mengeluh karena teriakan Maou, tapi kali ini tidak hanya
Maou, bahkan Chiho pun juga ikut bertanya dengan kaget,

"A-aku tidak begitu yakin mengenai masalah ini, tapi moped itu tidak murah
kan?"

"Itu sangat mahal, tapi aku tidak membeli moped yang baru. Amane-san
seharusnya akan segera membawanya kemari. Harga keduanya total sekitar
50.000 yen. Untungnya, penjualnya sudah memiliki persiapan yang bagus, jadi
transaksinya berlangsung dengan cepat. Itu benar-benar membantu."

Suzuno membuang angka 50.000 dengan begitu mudahnya.

"Li...li..lima puluh.... li... lima puluh ribu...."

Otak Maou menjejerkan angka 0 yang tidak pernah dia lihat sebelumnya,
membuatnya merasa pusing.

"M-Maou-san! Maou-san? Be-bertahanlah!!"

"Ap-apa dia baik-baik saja? Wajahnya terlihat buruk."


Chiho dan Rika bergegas menuju ke samping Maou, yang jatuh pingsan
dengan sikap yang mirip seperti buku tulis.

Chiho menatap wajah Maou yang pucat dengan cemas, tapi kepala Acies tiba-
tiba menghalangi pandangannya.

"Baik, ayo kita lakukan napas buatan, uh!"

"Dia masih bernapas! Itu tidak perlu! Acies-chan bisa duduk di sana dan makan
es lolimu!"

Chiho menarik Acies menjauh dari Maou dengan seluruh tenaganya.

".... Rasanya ini berbeda dengan situasi yang secara mental sudah siap
kuhadapi."

Menyaksikan pertarungan tak nampak antara Chiho dan Acies, Rika


mengambil kipas di depannya dan mulai mengipasi wajah Maou.

Kali ini, sebuah suara mesin terdengar mendekat dari kejauhan dan berhenti di
bawah apartemen.

Usai terdengar suara seseorang menaiki tangga, orang itu membuka pintu
beranda Kastil Iblis.

"Oh, ya ampun~ maafkan aku, aku tersesat setelah mengambil jalan memutar
tadi. Tapi aku sudah membeli bahan bakarnya..... apa-apaan situasi ini?"

Ooguro Amane, wanita berkulit cokelat dengan rambut hitam ponytail,


membawa sebuah helm sambil menatap Maou yang ada di dalam kamar, serta
Chiho dan Acies yang bercekcok tanpa henti.

Dengan kedatangan Chiho, Suzuno, Rika, Amane dan Acies, jumlah wanita di
Kastil Iblis pun bertambah. Maou yang berangsur-angsur mendapatkan
kembali kesadarannya, mengerang dengan raut wajah yang menyedihkan saat
ia sedang berbaring.

"Dua dengan harga 50.000 ya..... Aku tidak tahu apa aku harus menyebutnya
dipersiapkan dengan baik, atau terlalu dipersiapkan dengan baik, tapi apa itu
tidak menghabiskan terlalu banyak uang? Apa memang perlu bersiap-siap
sampai segitunya?"

Suzuno yang terheran-heran mendengar kata-kata Maou, memandang ke arah


Acies yang terduduk di pojok ruangan memakan es loli sambil memperhatikan
situasi.

"Kekuatanmu saat ini memang hebat. Mengingat keadaan ketika Emilia dan
Alas Ramus bergabung, mungkin Raja Iblis saja sudah bisa mengalahkan
Gabriel dan Kamael. Tapi jangan lupa, sekarang Alsiel, Emilia, dan Alas
Ramus menjadi sandera. Meski pada akhirnya pertarungan tidak dapat
dihindari, pada intinya kita tetap harus bergerak cepat dan secara diam-diam,
berusaha sebaik mungkin agar tidak berinteraksi dengan musuh hingga
kemungkinan terakhir."

"Menjadikan kakak sebagai sandera, orang-orang itu memang sudah


keterlaluan! Mereka seharusnya mendapat hukuman mati!"

"Hey, Acies-chan, es lolimu mau jatuh~~"

Peringatan Amane sama sekali tidak berefek, es loli kedua Acies hari ini,
meninggalkan tangannya dan jatuh di atas tatami.

"Ahh!! Es loliku.... para malaikat itu, tidak bisa dimaafkan."

"Ah, akan kubersihkan."


Ketika Chiho berjalan menuju tempat cuci piring, meremas sebuah kain kering
dan kembali,

"Chiho, jangan dibuang! Sayang kalau dibuang!"

"A, ah yeah......"

Chiho mengembalikan es loli yang dia pungut kepada Acies dan mulai
membersihkan noda yang ada di tatami.

Acies tidak peduli dengan fakta bahwa es tersebut sudah jatuh sebelumnya dan
mulai memakannya.

"Erhm, boleh aku tanya sesuatu?"

Kali ini, Rika mengangkat tangannya dan berbicara,

"Ah, maafkan aku Rika-dono. Ini karena Maou... Raja Iblis yang terlalu berisik.
Kita seharusnya menjelaskan semuanya pada Rika-dono kan?"

Suzuno menoleh ke arah Rika.

Meski anggotanya berbeda, interaksi barusan tak disangka mirip dengan


suasana yang biasanya ada di Kastil Iblis.

Perbedaannya mungkin hanya Suzuno yang memanggil Maou dengan sebutan


'Raja Iblis' di depan Rika.

"Y-yeah, maaf, meski kalian semua terlihat sibuk, tapi kalian ini sebenarnya
siapa?"

Chiho yang pernah menanyakan pertanyaan yang serupa dengan Rika, tiba-
tiba merasakan sebuah perasaan yang aneh.
"Hey, ini kan kesempatan yang langka, kenapa kita tidak biarkan Chiho-chan
menangani situasi ini?"

"Eh?"

Amane tiba-tiba menyebut nama Chiho.

Adapun Chiho sendiri, dia saat ini sedang memegang kain tadi seraya berkedip
dengan gugup.

"Kurasa, meski Maou-kun atau Suzuno-chan menjelaskannya, Rika-chan


mungkin tidak tahu apa yang harus dia percayai. Mempertimbangkan hal ini,
jika itu Chiho-chan yang berada di posisi yang sama dengan Rika-chan,
seharusnya dia lebih bisa dipercaya dari sudut pandang orang luar kan?"

"Yeah, mungkin sebaiknya seperti itu."

Suzuno juga menyetujui saran tersebut, Maou yang sedikit demi sedikit pulih
dari kekacauan tadi, menatap Chiho dengan tatapan tegas, sepertinya dia juga
menganggap ini sebagai ide yang bagus.

"A-aku bisa melakukannya jika semuanya setuju.... apa Suzuki-san tidak


keberatan?"

"Uh.... sebelum itu, aku ingin bertanya, Chiho-chan nampak sangat terbiasa
dengan Maou-san, Suzuno, dan yang lainnya yang melakukan hal-hal aneh.
Jangan-jangan kau ini sebenarnya adalah gadis SMA yang bisa menggunakan
kekuatan supranatural dan melawan orang-orang jahat seperti yang ada di
manga?"

"Pu!!"

Respon Rika terhadap Chiho benar-benar tak terduga dalam berbagai artian.
"Uh, erhm... bagaimana aku mengatakannya ya."

Jika itu Chiho yang dulu, dia pasti masih bisa menyangkalnya, tapi sebagai
seseorang yang sudah mempelajari satu jenis mantra dari Ente Isla, dia tidak
bisa langsung membantahnya sekarang.

Maou membantu Chiho yang ragu untuk menjawab,

"Chi-chan itu berbeda. Awalnya dia tidak ada hubungan apapun dengan kami,
dia itu hanya juniorku di tempat kerja, seorang anak SMA yang bisa ditemukan
di manapun."

Meskipun kata 'tidak ada hubungan apapun dengan kami, dia itu hanya
juniorku di tempat kerja' sebenarnya sangat menyakiti Chiho, karena dia tahu
kalau Maou tidak bermaksud seperti itu, Chiho pun tidak membantahnya.

"Tapi dia sama seperti dirimu saat ini, dia tahu kebenaran karena terlibat
masalahku dan Emi. Meski dia pernah mengalami keadaan yang jauh lebih
menakutkan dibandingkan yang kau alami, Chi-chan tetap bilang kalau dia
tidak ingin melupakan hal-hal ini. Jadi sekarang, dia masih mau bersama
dengan kami, seperti ini."

"Chiho-chan, apa itu benar?"

Rika yang tidak bisa mengerti seberapa dalam ketetapan hati Chiho, bertanya,
Chiho pun menjawabnya usai memikirkannya sebentar....

"Begini, hmmm....."

Meskipun Rika pernah mengalami kejadian tak biasa yaitu diserang oleh
sekumpulan kesatria berpakaian aneh......
"Keadaanku hmm, bagaimana bilangnya ya, pertama kalinya aku tahu
kekuatan Maou-san dan yang lainnya adalah saat aku hampir tertimpa jalan tol
yang runtuh....."

"Eh?"

Rika menunjukkan ekspresi kaku mendengar apa yang Chiho katakan dengan
santainya.

Setelah itu, Chiho, dengan satu jari terangkat, mulai berbicara tentang
pengalamannya seperti saat diculik dan dibawa ke atap gedung Metropolitan,
dikelilingi oleh malaikat bersenjata dari Tentara Surga, menyaksikan
sekumpulan besar iblis bertarung, masuk rumah sakit karena keracunan sihir
iblis, bertarung di Tokyo Tower di mana dia terbang berkeliaran, dan dua kali
berhadapan dengan iblis berukuran besar.

"Meski aneh mengatakannya sekarang, tapi sungguh luar biasa aku bisa
bertahan sampai sekarang."

Terakhir, dia membuat kesimpulan tersebut.

"....."

Wajah Rika yang memucat, seharusnya bukan hanya hasil dari imajinasi Chiho.
Setelah Chiho menyadari hal ini.....

"Ah, ahh! Tapi, karena Maou-san, Yusa-san, Suzuno-san selalu melindungiku,


nyatanya aku tidak pernah terluka sama sekali, kau tahu."

...dia langsung menunjukkan sisi cerianya.

"T-tapi kau masih menemui bahaya, kan? Kau bahkan sempat masuk rumah
sakit....."
"Da-daripada bilang kalau itu adalah sesuatu yang berada di luar kendaliku, itu
lebih seperti sebagian besar tanggung jawabnya ada di tanganku, dan meski
aku masuk rumah sakit, keesokan harinya aku sudah bisa pulang karena tidak
ada komplikasi."

Fakta bahwa Chiho telah memicu ketakutan Rika, membuat Chiho khawatir,
Maou pun membantunya,

"Kami bisa membuatmu melupakan segala sesuatu mengenai kami. Selain itu,
kami juga sadar bahwa hal-hal ini itu tidak masuk akal, jadi kau bebas untuk
tidak mempercayai kami. Tidak peduli kesimpulan apa yang kau buat, kami
akan menghormati keinginanmu, terlepas dari apakah kau melupakan kami
atau tidak, kami tetap akan melakukan yang terbaik untuk melindungimu
supaya kau tidak menemui bahaya."

"Ughh....."

"Tak apa jika kau tidak mau lagi terlibat dengan kami, tapi kami tetap tidak
akan berhenti melindungimu karena hal ini. Jika kau merasa hari ini terlalu
melelahkan, kita bisa membicarakannya lain waktu. Uh, tapi karena kami akan
segera pergi, kau mungkin harus menunggu sampai kami kembali."

"Pu-pulang setelah mendengar semua ini, malah hanya akan membuatku


terganggu dan takut.... tidak, tapi, erhm, meski aku tidak tahu ke mana kalian
pergi, tapi tempat itu sangat berbahaya kan?"

"Yeah.... mungkin."

"Setidaknya perjalanan ini tidak akan seaman berjalan-jalan di Jepang."

Jawab Maou dan Suzuno dengan jujur.

Rika menatap mereka berdua secara bergantian, dan bertanya dengan gugup.
"Maksudku, jika apa yang kalian bicarakan ini benar, bukankah ini sudah
cukup lama semenjak Emi pergi ke dunia lain yang bukan Jepang itu.... apa
Emi akan baik-baik saja? Bagi Emi, bukankah tempat itu juga bukan tempat
yang aman?"

"".......... ah""

Menghadapi pertanyaan ini, Maou, Chiho, Suzuno, dan Urushihara yang ada
di dalam lemari, bersuara seolah mereka baru saja menyadari sesuatu.

"A-ada apa?"

"Erhm, kau mungkin akan merasa kalau kami ini dingin karena bilang begini...
tapi kami tidak pernah khawatir jika Emi terluka ataupun berada dalam
bahaya."

"Eh?"

Maou terus berbicara, memilih kata-katanya dengan hati-hati.

".... Kekuatan Emi itu sama sekali tidak bisa diukur dengan bayanganmu
sebagai manusia."

"D-dia sebelumnya pernah bilang kalau kakinya patah ketika


menyelamatkanku, tapi saat aku memikirkannya, dia langsung sembuh segera
setelahnya...."

Chiho menimpali dengan nada seolah sulit baginya untuk berkata demikian.

"Bahkan aku tidak tahu contoh macam apa yang bisa membantu Rika-dono
mengerti."
"Jika itu Yusa yang kembali ke Ente Isla, jangankan pedang atau pistol, bahkan
jika dia diserang menggunakan tank dari belakang, kurasa dia tidak akan
terluka."

"Ini bukanlah manga!"

Rika hanya bisa membantah kata-kata Suzuno dan Urushihara.

Tapi Maou dengan tenang menerima apa yang Rika katakan.

"Huuuh, kau yang bereaksi seperti itu memang normal. Tapi di sisi lain,
masalahnya adalah Emi yang memiliki kekuatan seperti itu, tidak bisa kembali
sekarang. Emi mungkin tidak sedang menghadapi bahaya fisik, melainkan
tidak bisa kembali karena masalah batin, aku benar-benar khawatir mengenai
hal ini."

"Eh?"

"Oh?"

"Hm?"

"Hah?"

Karena alasan yang tak diketahui, Chiho, Suzuno, dan Urushihara terlihat
seolah tidak bisa menerima jawaban tenang Maou terhadap kata-kata Rika,
mereka pun menatap Maou, dan Maou sendiri yang terkejut melihat reaksi
ketiga orang itu, balik menatap mereka.

"A-ada apa dengan kalian? Apa aku mengatakan sesuatu yang aneh?"

".... Kau tidak sadar?"

"..... Sepertinya dia tidak sadar."


"Maou-san..... aku senang, kau ternyata memang orang baik."

"A-apa yang terjadi?

"Apa-apaan ini.....??"

Maou merasa kalau hal ini sangat aneh, dan Rika, tentu saja juga tidak paham.

""Tidak, tidak apa-apa.....""

"Eh heh heh......"

Jawab Urushihara dan Suzuno serentak. Dan hanya Chiho yang menatap Maou
dengan gembira.

Meskipun dia merasa tidak nyaman dengan reaksi samar dan sulit dipahami ini,
Maou tetap menatap ke arah Rika dan melanjutkan perkataannya,

"Po-pokoknya, bahkan jika Emi akan baik-baik saja setelah ditabrak oleh tank,
dia tetaplah manusia. Meski dia memiliki kekuatan yang tak terkalahkan,
manusia tetap akan tertahan oleh berbagai belenggu dan perasaan, bukan? Jika
Emi menemui masalah, kurasa masalah semacam inilah yang kemungkinan
besar akan terjadi. Dan kau mungkin sudah tahu soal gadis yang bernama Alas
Ramus, dia saat ini sedang bersama dengan Emi karena beberapa alasan. Kami
juga harus memikirkan keselamatan anak itu. Meskipun mungkin dari sudut
pandangmu kami terlihat menangani masalah ini dengan santai, tapi
menggunakan waktu untuk mengevaluasi situasi dan bersiap-siap juga sangat
penting."

"Huuuh... rasanya aku benar-benar tidak paham skala masalah ini."

Menghadapi informasi yang melampaui kemampuan berpikirnya, Rika


menekan dahinya menggunakan tangannya, dan menutupi mata,
"Lalu, apa yang akan kau lakukan selanjutnya, rasanya kami sudah
memberitahumu banyak hal, apa kau sudah memutuskan apakah akan
memutus hubungan dengan kami....."

"Soal itu, biarkan aku memutuskannya nanti setelah aku mendengar


semuanya."

Hanya jawaban itu yang pasti.

"..... Begitu ya?"

"Chiho-chan juga sama kan? Aku juga ingin melakukan hal tersebut. Aku ingin
memikirkannya setelah memahami masalah mengenai Emi."

"Manis sekali."

"Amane, apa maksudnya manis?"

"Itu artinya ada orang yang begitu imut sampai-sampai kau ingin memeluk
mereka dengan erat, seperti ini, era~~tt!!"

"Eraaaatt!!"

Chiho mengabaikan Amane dan Acies yang berisik, dan berbicara dengan Rika.

"Meski mungkin sedikit tidak adil karena bilang begini sebelum


menjelaskannya....."

"Chiho-chan?"

"Tapi.... aku harap Yusa-san bisa mendapatkan teman sejati lagi."

"......"

Kata-kata tak terduga Chiho, sesaat membuat Rika jadi tak bisa berkata-kata,
dia mengamati sekelilingnya dengan kaget.
Setelah melihat ekspresi Maou, Suzuno, dan Urushihara yang menjulurkan
kepalanya dari dalam lemari, Rika menghela napas, mengalihkan
pandangannya ke arah Chiho dan mengatakan,

"Ini tidak seperti semuanya akan baik-baik saja asalkan kebohongan itu tidak
terungkap, aku juga punya hal-hal yang sulit untuk kusampaikan pada orang
lain."

"Suzuki-san?"

"Aku tidak akan terpengaruh oleh Chiho-chan, sebaliknya, aku akan menerima
semua ini dengan jujur. Jadi beritahu aku. Semuanya mengenai Emi, Maou-
san, dan yang lainnya, beritahu aku semuanya tanpa menahan apapun lagi."

Rika, dengan sikap normalnya, menatap Chiho dengan tatapan yang penuh
akan kebulatan tekad.

Usai Chiho menunjukkan sebuah senyum ramah.....

"Kalau begitu, ayo kita mulai dari saat aku tahu soal Maou-san dan yang
lainnya...."

Chiho perlahan mulai menceritakan kebenaran mengenai Maou, Emi, dan Ente
Isla.

"Huuuhhh~~~~"

Setelah mendengar semuanya dari Chiho, Rika menghela napas dalam, lalu.....

"Kalau seperti ini, tak heran jika Emi membenci Maou-san."

Dia menatap Maou dengan ekspresi dingin.

"Apa kau mempercayaiku?"


"Bagaimanapun juga, Ashiya-san menghilang di hadapanku, aku juga melihat
Suzuno dan Urushihara-san memamerkan kemampuan melompat yang tidak
biasa dengan mata kepalaku sendiri, selain itu, Maou-san dan Acies juga
terbang di udara."

Ditambah lagi, untuk membantu penjelasan Chiho, tidak hanya Suzuno saja
yang memperlihatkan perubahan jepit rambutnya menjadi palu raksasa di
tempat, bahkan Maou dan Acies juga menunjukkan penggabungan dan
pemisahan mereka, semua ini memaksa Rika untuk mempercayai mereka.

Rika dengan letih mengangguk menjawab pertanyaan Chiho, kemudian....

"Uwaahh, aku benar-benar ingin sembunyi di lubang sekarang, ini benar-benar


memalukan."

Dia tiba-tiba memegangi kepalanya, bersandar, dan jatuh ke belakang di atas


tatami.

"Suzu, Suzuki-san?"

"Ini sangat memalukan, aku mungkin akan mati di dalam lubang."

"A-ada apa?"

Maou juga merasa terkejut dengan reaksi Rika, Rika bangkit dengan air mata
di matanya, dan memeluk tangan Suzuno dari depan.

"Rika-dono?"

"Suzuno, aku minta maaf, benar-benar minta maaf! Lupakan semua yang
terjadi pada hari itu! Jadilah orang yang tidak tahu apa-apa dan lakukan hal
tersebut. Aku benar-benar minta maaf, gah, aku bisa mati karena malu ini."

"Ya-yang terjadi pada hari itu, maksudnya??"


Penyesalan dadakan Rika, membuat Suzuno heran.

"Maksudnya apa yang terjadi ketika aku pertama kali bertemu Suzuno! Uwaah,
bukankah hari itu aku sudah kehilangan kendali, dan mengatakan banyak hal
yang tidak penting? Aku benar-benar berpikir begitu, ah aku benci ini.....
ahhhhhh."

"Ah, jadi maksudmu yang terjadi pada waktu itu?"

Usai dijelaskan hingga ke poin ini, Suzuno akhirnya ingat.

Ketika Rika pertama kali bertemu Suzuno, Rika berasumsi dan salah mengira
kalau Suzuno adalah saingan Emi untuk mendapatkan Maou, dia ikut campur
dengan hal-hal yang tidak perlu.

"Tapi aku sengaja membuatmu salah paham, dan setelah kesalahpahaman itu,
semuanya juga langsung beres di tempat. Sejak awal Rika-dono tidak tahu
mengenai kami, jadi kau tidak perlu merasa begitu terganggu....."

"Bukan itu masalahnya! Meski aku tidak tahu apa-apa, aku, di depan Ashiya-
san, dari semua orang yang ada....... uwaaaahhhhh!!"

"H-hm?"

Meski masih sedikit bingung, Suzuno tetap memeluk Rika yang berkaca-kaca,
dan menepuk punggungnya dengan pelan,

"Tidak apa, yang salah itu kami, yang terus menyimpan rahasia ini. Rika-dono
tidak salah sama sekali."

"Uwaaahhhhh, memalukan sekali!!"

Suzuno berusaha keras menghibur Rika yang mulai berteriak keras dengan
wajah memerah.
“Suzu, Suzuki-san baik-baik saja, kan?”

“Dia sepertinya tidak bisa menerima beberapa bagian dari kebenaran ini.”

Chiho dan Maou saling menatap satu sama lain, daripada identitas asli Maou
dan Emi, Rika sepertinya menerima syok yang lebih besar karena suatu insiden
tertentu, tapi setidaknya dari hal ini, dia tidak terlihat membenci Maou dan
yang lainnya.

“Pemikiran anak muda zaman sekarang memang mudah beradaptasi.”

Hanya kali ini, Amane terlihat terkejut dengan reaksi Rika.

“Haaah, bagaimanapun, Suzuki Rika sepertinya sudah menerima hal ini....”

“Aku belum terima! Ketika Emi dan Ashiya-san kembali, bagaimana aku harus
menghadapi mereka?”

“.... Sekarang sudah saatnya kita mulai membicarakan rencana kita di Ente Isla
kan?”

Meski Maou tidak tahu rinciannya, tapi sepertinya ladang ranjau yang terkubur
di antara Rika, Suzuno, Emi, Ashiya, dan dirinya, memiliki daya ledak yang
begitu besar.

Tapi saat ini, tidak ada waktu untuk menghibur Rika, jadi Maou untuk
sementara mengabaikannya, dan mengambil secarik kertas yang ada di atas
kotatsu.

“Ini adalah informasi dan peta yang berkaitan dengan Benua Timur yang
Ashiya tinggalkan. Dia sepertinya sudah menduga kalau Emi ada di Benua
Timur, yang juga berarti, Emi sedang menemui masalah di Afashan.”

“Ke-kenapa bisa begitu?”


Suzuno yang terus memeluk Rika, menolehkan kepalanya ke arah Maou dan
bertanya,

“Soal itu, aku juga tidak yakin, tapi alasan utamanya mungkin karena di sana
ada markas Malebranche yang dihasut oleh Olba. Dalam artian yang berbeda
dengan Chi-chan, Olba adalah satu-satunya manusia yang sepenuhnya
mengerti kekuatan dan asal-usul Emi, dan Afashan kini telah menyatakan
perang terhadap berbagai negara, kan? Mencurigakan pun harusnya ada
batasnya. Jadi Urushihara.....”

“.... Yeah.”

Dengan perintah Maou, Urushihara mengulurkan tangannya dari dalam lemari.

Dia memegang sebuah kartu nama kusut di tangannya.

“Apa itu?”

Chiho mengambil kartu nama dari tangan Urushihara, dan menemukan sebuah
nomor HP tertulis di atasnya.

“Itu adalah nomor HP Gabriel.”

“Eh? Kenapa benda seperti ini bisa ada di sini?”

“Ke-kenapa seorang malaikat punya HP? Raja Iblis berkomunikasi melalui


telepon dengan seorang malaikat, sambungan telepon macam apa itu?”

Melihat mereka bingung terhadap fakta bahwa seorang Malaikat Agung dari
dunia lain memiliki HP saja, sudah cukup untuk membuktikan perbedaan
pengalaman antara Chiho dan Rika.
“Yeah, berkat dia yang meninggalkan kartu nama itu di Urushihara, setidaknya
kita bisa memastikan kalau Ashiya, Emi, Alas Ramus, dan ayah Emi saat ini
ada di Afashan.”

“Kenapa kau sangat yakin mengenai hal ini?”

Chiho merasa curiga dengan kata-kata Maou yang terasa tidak berkaitan.

Jawaban Maou begitu sederhana.

“Setelah menelepon, dia mengakuinya sendiri.”

“..... Apa tak masalah mempercayainya begitu saja?”

Chiho kenal dengan sifat Gabriel, jadi tidak aneh jika dia menyuarakan
keraguannya.

Karena kepribadian Gabriel yang sulit dipahami, tindakan yang dia lakukan
dalam sudut pandang Maou dan yang lainnya selalu tidak konsisten,
melakukan tindakan yang menguntungkan Maou dan yang lainnya meski dia
adalah seorang musuh, tujuan sebenarnya Gabriel sama sekali tidak bisa
diketahui.

“Aku tahu apa yang ingin kau katakan.”

Maou tersenyum kecut.

“Tapi, salam situasi ini, paling tidak dia tidak punya alasan untuk
menghubungi kita hanya untuk berbohong. Begitupun masalah mengenai Emi,
lagipula, kalau dia tetap diam, kita pasti tak akan bisa mengambil tindakan.”

“Dia mungkin sudah memprediksi kalau kita akan berpikir begitu, dan
berencana men-skakmat kita....”
Urushihara yang mendapatkan cara untuk menghubungi Gabriel, berbicara
dengan susah payah, Maou juga mengangguk dengan serius.

“Jadi untuk jaga-jaga, aku akan meninggalkanmu di Jepang.”

“Aku tahu, tapi aku perlu menunggu sampai aku sembuh dan bisa bergerak.....”

Urushihara yang sudah kekurangan dominasi serta motivasinya, berbicara


dengan suara yang lebih lemah dibandingkan biasanya.

“Urushihara-san, kau tidak ikut dengan Maou-san?”

Tanya Chiho dengan kaget.

Suzuno mampu membuka gate asalkan dia punya penguat, jadi sudah
dipastikan dari awal kalau dia akan menemani Maou ke Ente Isla.

Meskipun dia sudah mempelajari Idea Link, Chiho tidak sebegitu


kekanakannya hingga ingin pergi ke Ente Isla, di mana tingkat bahayanya tidak
bisa dibandingkan dengan Jepang.

Dengan tubuh yang tidak bisa dibandingkan dengan Suzuno sama sekali, jika
dia terlibat dalam medan pertarungan, beban macam apa yang akan dia berikan
pada Maou dan yang lainnya? Mengenai poin ini, dia sudah sangat paham dari
pertarungan antara Suzuno dan Tentara Surga di SMA Sasahata.

Tapi Urushihara, tidak peduli seberapa buruknya, dia tetaplah seorang Jenderal
Iblis. Meski sekarang dia seperti ini, tapi dia masih menunjukkan tolak ukur
tertentu ketika menyelamatkan Chiho dari bahaya, jika dia kembali ke Ente
Isla, dia seharusnya bisa jadi kekuatan tempur yang penting.

“Ini lebih seperti, kami tidak bisa membawanya.”


Suzuno yang berhasil lepas dari Rika setelah bersusah payah, menjawab
pertanyaan Chiho.

“Aku sudah memperhitungkannya berulang kali, mengingat situasi saat kami


pergi dan kembali, dengan diriku dan Raja Iblis saja sudah sangat memaksa.
Bagaimanapun....”

Suzuno menatap Acies yang ada di sebelah jendela.

“Dia ternyata lebih berat yang diperkirakan.”

“Aku tidak seberat itu! Kasar sekali!”

Acies memprotes, meski Suzuno tidak bermaksud begiitu.

“Dan bahkan jika kita mengabaikan kondisi ini saat kita menuju ke sana, begitu
kita kembali, kita masih harus membawa Alsiel dan ayah Emilia bersama kita.
Meskipun kita bisa mengumpulkan cukup sihir suci untuk menciptakan sebuah
'gate' dengan bantuan Emilia, ketika ada banyak orang melewati gate, itu pasti
akan jadi lebih sulit dikendalikan. Menyisakan beberapa kelonggaran tetaplah
pilihan terbaik.”

“Dan, akan jadi masalah jika musuh bergerak saat kita tidak ada. Ini semua
akan jadi sebuah bencana jika Chi-chan atau Suzuki Rika ditargetkan. Jadi
untuk jaga-jaga, aku meninggalkan Urushihara di sini.”

“Jika tidak terjadi apa-apa, maka tinggal di sini akan lebih santai..... fu,
owowowo.”

Chiho memang tidak meragukan Maou dan Urushihara setelah semua yang
terjadi, tapi di Jepang, di mana Urushihara (terlihat) tidak mampu
mengerahkan kekuatannya, seberapa besar perlindungan yang bisa dia
sediakan masih saja mengkhawatirkan.
Mungkin karena merasakan pemikiran Chiho, Maou mengangguk dan
mengatakan,

“Jangan khawatir, meski sesuatu benar-benar terjadi, masih ada Amane-san di


sini.”

“Aku tahu kau punya rencana semacam ini.”

Amane, melempar stick es loli ke dalam tempat sampah, mengangguk seolah


sudah menyerah.

“Meski pada awalnya aku tidak datang ke sini untuk tujuan ini.”

“Kalau begitu, bukankah sekarang waktunya untuk memberitahu kami alasan


kau datang ke sini?”

Sampa sekarang, Amane tidak mengatakan apa-apa mengenai alasannya


datang ke Sasazuka.

Tapi menurut Suzuno yang membiarkan Amane menginap di kamarnya,


barang-barang Amane hanya terdiri dari satu kotak baju, dompet, kosmetik,
charger HP dan barang-barang normal lain, sepertinya dia tidak datang ke
Sasazuka karena sebuah alasan yang misterius.

Seolah memverifikasi hal ini.....

“Bukankan sudah kubilang sebelumnya? Karena kau mengacaukan bisnis


rumah pantai itu, aku dimarahi habis-habisan setelah ayahku kembali, dia
bahkan bilang kalau sekarang adakah waktunya bagiku untuk mandiri dan
mengusirku."

Amane mulai mengulangi penjelasan yang telah dia ceritakan selama tiga hari
belakangan.
Jika Ashiya ada di sini, mungkin dia akan menggunakan kesempatan ini untuk
mengusir Urushihara keluar dari rumah.

“Aku senang Suzuno-chan membiarkanku menginap, tapi karena aku sudah


menghubungi bibi Mi-chan, kurasa kunci ke sebuah kamar di apartemen ini
sudah terbuka.”

Amane menggembungkan pipinya seperti seorang anak kecil dan menghela


napas seolah sudah menyerah.

“Tapi atas kebaikan kalian karena telah menyediakan tempat menginap dan
makanan, jika terjadi sesuatu, aku pasti akan membantumu melindungi Chiho-
chan dan Rika-chan. Bagaimanapun juga, hingga ke poin ini, semuanya masih
dianggap sebagai tugasku.”

Maou memang tidak tahu apa yang dimaksud 'tugas' oleh Amane, tapi Maou
akhirnya merasa lega setelah memegang janji Amane.

Menurut penjelasan Rika, meskipun Amane hanya melindunginya tiga hari


yang lalu, dan membiarkan Ashiya dan Nord dibawa, Maou menyimpulkan
kalau ini mungkin karena mereka berdua tidak sedang menghadapi bahaya
yang bisa mengancam nyawa.

“Lalu... Suzuki Rika, apa yang akan kau lakukan? Apa kau ingin ingatanmu
dihapus? Jujur saja, semuanya akan lebih aman jika seperti itu.”

“Daripada ingatanku, aku lebih ingin menghapus apapun yang terjadi di hari
itu..... Huuh.”

Dia sudah melepaskan Suzuno, tapi Rika masih merasa terganggu dengan apa
yang terjadi pada 'hari itu'.

Dia menggelengkan kepalanya berulang kali, mengatakannya dengan jelas,


“Jujur saja, meski aku sudah mendengar kata-kata barusan, aku masih saja
merasa takut, meskipun ada hal yang lebih aneh lagi..... tapi aku ingin bertemu
dengan Emi secara langsung, dan memutuskan semuanya setelah berbicara
dengannya.”

“Suzuki-san!”

Chiho tersenyum bahagia.

“Begitu ya?”

Maou tersenyum kecil dan mengangguk.

Suzuno dan Amane sepertinya tidak keberatan dengan keputusan Rika, dan
semua yang ada di ruangan tersebut, kembali menatap ke arah kotatsu sekali
lagi,

“Lalu, kembali ke topik awal kita, meski Gabriel tidak memberitahu kita di
mana lokasi persis Ashiya di Afashan, tapi aku sudah punya tebakan kasar.”

“Oh, akan kudengarkan dasar yang kau miliki.”

Suzuno mengangguk, mempersilakan Maou melanjutkan perkataannya, Maou


kemudian menunjuk ke arah peta yang melambangkan kota utama Afashan,
dan mengatakan,

“Tujuan Surga, Olba, dan Malebranche itu adalah pedang suci milik Emi, kan?
Dari bagaimana Gabriel dan Raguel mencari orang tua Emi, bisa dipahami
kenapa mereka menculik ayah Emi. Tapi, kenapa mereka juga menculik
Ashiya, menculik Alsiel?”

“Hm?”
“Barbariccia seharusnya tahu kalau kita ini tidak seperti Malebranche, dan dari
sudut pandang Olba, dia juga harusnya tahu kalau Alsiel kembali ke Ente Isla
dan mendapatkan wujud iblisnya, dia akan jadi lawan yang sulit. Dalam
pertarungan di Tokyo Tower, satu-satunya orang yang bisa menahan serangan
Gabriel adalah Alsiel. Namun, Gabriel membawa Alsiel, seseorang yang akan
jadi halangan tidak peduli siapapun yang dia hadapi. Dengan kata lain, orang-
orang yang bertindak mencurigakan di Afashan ini, menemukan sebuah
keuntungan dalam diri Alsiel yang akan mengesampingkan kerugian-kerugian
tersebut.”

“Apa maksudmu?”

“Gabriel bilang 'Emilia juga akan segera ke sini'. Emi sedang menuju ke tempat
di mana Gabriel dan Ashiya berada.”

Maou menatap satu lokasi yang ada di peta tersebut dengan ekspresi keras.

“Jika mereka ingin Pahlawan Emilia dan seorang Jenderal Iblis melakukan
sesuatu di Afashan, tidak peduli seberapa tak bergunanya itu, aku hanya bisa
memikirkan satu tempat.”

Maou menunjuk sebuah lokasi dan mengatakan,

“Tempat di mana Alsiel dan aku.... bertemu dengan Pahlawan Emilia untuk
yang pertama kalinya. Satu-satunya tempat di mana Pahlawan Emilia tidak
berhasil mengalahkan seorang Jenderal Iblis.”

Chiho, Suzuno, dan Urushihara yang baru pertama kali mengetahui hal ini,
sedikit membelalakkan matanya.

“Itu adalah ibukota Afashan, kastil di mana Unifying Azure Emperor tinggal.....
'Kastil Azure Sky Canopy'.”
Chapter 2 : Pahlawan, Bingung Dengan Kampung Halamannya

"Apa yang kau rencanakan?"

Satu set barang dikirim ke kamar di mana Emi ditempatkan, dia memandang
benda itu dan bertanya dengan suara tegas.

"Kau masih tidak tahu setelah melihat mereka?"

Pria itu menunjuk barang yang ada di meja dengan ekspresi santai di wajahnya.

"Menyuruhku mempersenjatai diri dengan lengkap, Olba, apa kau ingin bunuh
diri?"

Salah satu Uskup Agung Gereja yang dulunya memerangi Raja Iblis Satan
bersama dengan Emi, namun, sekarang dia adalah musuh Emi, Olba Meyers.
Apa yang dia bawa adalah sebuah pedang bermata dua, dan sebuah set armor
yang memberikan perlindungan ke seluruh tubuh.

Selain itu, desain armor tersebut bukanlah desain milik Afashan di mana Emi
sekarang ditahan, melainkan milik Saint Aire di Benua Barat.

"Tentu saja, aku punya alasan melakukannya. Mulai besok, kami akan
memintamu untuk pindah ke ibu kota, Azure Sky Canopy."

Emi mengernyit.

"Apa kau ingin aku bertemu dengan Unifying Azure Emperor? Aku dengar
Afashan menyatakan perang terhadap dunia demi pedang suci, apa kau
memintaku menyerahkan 'Evolving Holy Sword, One Wing' untuk
menghentikan perang?"

Emi baru sekali bertemu dengan Unifying Azure Emperor di masa lalu.
Emi ingat kalau orang itu adalah seorang kaisar tua yang mana tidak akan aneh
jika dia meninggal kapan saja.

Olba mengangkat dagunya dan menjawab pertanyaan Emi dengan sebuah


seringai.

"Hm, bisa dibilang kalau kau hampir tepat sasaran."

"Haah?"

"Oh ya Emilia, kau masih ingat kalau jarak antara Fangan dan Azure Sky
Canopy itu tidak dekat kan? Dan kita masih tidak bisa menggunakan 'gate',
sihir khusus ini untuk pergi ke tempat itu dalam sekali perjalanan. Jika gadis
kecil pedang suci itu perlu sesuatu, sebaiknya kau gunakan kesempatan hari ini
untuk meminta pelayan menyiapkannya. Kita akan berangkat pagi-pagi sekali
besok."

Setelah mengatakan hal tersebut, Olba membelakangi Emi tanpa pertahanan


apapun dan meninggalkan kamar.

Emi membayangkan adegan di mana dia mengangkat pedang dan menusuk


punggung itu, meski kenyataannya dia hanya diam menunggu Olba mengunci
pintu kamar.

"Apa yang sebenarnya.... dia rencanakan?"

Setelah tenang, Emi berjalan menuju pedang dan armor yang Olba tinggalkan.

"Hanya pedang dan armor biasa ya."

Karena dia tidak tahu telah diapakan benda itu, Emi tidak berani menyentuhnya
dengan sembrono.
Tapi meski dia mengamati detailnya dengan cermat, Emi tidak bisa
menemukan keanehan apapun, armor dan pedang itu terlihat seperti barang
yang diberikan kepada komandan pasukan di Saint Aire, yang mana dianggap
sebagai barang yang sangat bagus bahkan di antara barang berkualitas tinggi.

Sebagai salah satu anggota kesatria, sebelum Emi mempelajari cara


menggunakan 'Evolving Holy Sword, One Wing' dan Armor Pembasmi
Kejahatan, ada saat di mana dia menggunakan armor yang memiliki desain
serupa.

"Pedangnya sudah diasah. Dan ini tidak terlihat seperti replika. Sebenarnya apa
tujuan orang itu?"

Mengingat alasan Emi dibawa ke sini, setelah mendapatkan senjata-senjata ini,


tidak akan aneh jika Emi membuat keributan di pelabuhan militer Fangan,
mustahil Olba tidak tahu mengenai hal ini.

Emi membenci keadaan mentalnya yang lemah, karena itu membuatnya tidak
mampu melakukan hal-hal seperti itu, Olba tidak hanya memberikan benda-
benda itu kepada Emi, dia bahkan ingin Emi pergi ke Ibu kota kerajaan, Azure
Sky Canopy lewat darat.

Ini membuat Emi teringat perjalanan ketika ia berkelana untuk memerangi


Raja Iblis Satan.

Pada waktu itu, Emi, Olba, Emeralda, dan Alberto juga mendarat di pelabuhan
militer Fangan, sebagai titik awal mereka di Afashan.

Pada waktu itu, Benua Timur masih berada di bawah kendali Ashiya alias
Alsiel, Emi ingat betul waktu itu mereka bergerak dengan sangat hati-hati dan
menghabiskan waktu seminggu untuk mencapai ibukota kerajaan, Azure Sky
Canopy.
Kali pertama mereka mengunjungi Ibukota kerajaan, Azure Sky Canopy,
karena mereka harus segera pergi ke sisi timur benua dari Azure Sky Canopy,
mereka tidak bisa bertarung dengan Alsiel...

"Ini sangat membuang-buang waktu, kenapa dia ingin aku yang memakai
perlengkapan penuh untuk pergi ke Azure Sky Canopy?"

Setelah menatap helm armor tersebut selama beberapa saat, Emi menghela
napas dalam dan merosot ke tempat tidurnya.

"Andai aku tahu kalau semuanya akan jadi seperti ini, ketika aku pertama kali
memulai perjalanan, aku seharusnya tidak meninggalkan negosiasi dan
menyerahkan tugas yang membutuhkan kekuatan otak kepada Em dan Olba,
aku seharusnya menggunakan otakku juga...."

Emi berbicara pada dirinya sendiri dengan jengkel, dan menyatakan kalau ia
sudah menyerah.

Emi memang tidak kompeten jika menyangkut pemikiran dan informasi


pertarungan, dalam hal kekuatan politik dan kemampuan negosiasi, Em dan
Olba, yang merupakan spesialis dalam hal ini, berada satu tingkat di atasnya.

Dengan demikian, Emi dan Alberto berarti bertanggung jawab untuk tugas
yang membutuhkan kekuatan bertarung.

Dan kerugian dari susunan ini, telah menunjukkan wujudnya di Jepang.

Saat ini, Emi sudah bisa merasakannya dengan jelas, dibandingkan dengan
Maou, penafsirannya terhadap berbagai hal memang terlalu dangkal.

"Raja Iblis itu boss, dan Pahlawan itu kontraktor ya."

Sang Pahlawan teringat suatu memori.


Sebelum Suzuno menjadi rekan Emi, Ashiya menggunakan penjelasan tentang
pegawai dari suatu perusahaan yang sedang bersaing untuk menjelaskan
hubungan Maou dan Emi kepada Rika.

"Rasanya itu sudah lama sekali... waktu itu Alas Ramus juga belum ada."

Emi berbaring di ranjang, dan menatap ke arah langit-langit dengan linglung.

"Aku ingin kembali ke Jepang....."

"Mama...?"

Alas Ramus, dalam keadaan bergabung, memulai percakapan dengan ibunya


seolah merasa khawatir.

Emi sedikit tersenyum....

"Jangan khawatir, mama sudah tidak apa-apa."

Dan mengatakan hal tersebut untuk menenangkan putri kecilnya.

"Benarkah?"

"Yeah, karena Alas Ramus ada bersamaku."

Jawab Emi dengan samar, dia kemudian bangkit dan menatap ke arah botol air
yang diletakkan di sebelah pintu masuk kamar.

Karena alasan yang tak diketahui, di sana terdapat dua botol air.

Kumpulan partikel hitam terkumpul di dasar salah satu botol.

Beberapa hari ini, Emi memang sengaja membiarkan botol air yang berisi
partikel hitam itu, dan mencoba mempertahankan kebencian di dalam hatinya
yang semakin melemah.
"Tapi karena hal sepele inilah... aku tidak bisa bertarung. Mengabaikan tujuan
Olba.... apa aku benar-benar bisa bertarung?"

Partikel hitam yang ada di dasar botol air tersebut, membangkitkan ingatan
Emi ketika dia kembali ke Ente Isla.

XxxxX

Begitu melihat cahaya di sisi lain 'gate' yang berwarna pelangi tersebut, Emi
merasa kekuatan yang menarik tangannya tiba-tiba menjadi lebih kuat.

Dia ditarik masuk. Tapi itu bukan oleh teman yang ada di depannya. Dunia di
sisi lain gate lah yang menariknya.

Sesaat setelahnya, suara unik di dalam gate, yang bagaikan berbagai suara
bising yang berputar-putar, menghilang, dan Emi bisa merasakan sebuah
dengungan di telinganya.

Angin kuat bertiup ke seluruh tubuhnya, Emi bisa merasakan gaya tarik
gravitasi terhadap tubuhnya.

"Ugh.... ehhhhh?"

Begitu matanya terbuka, Emi berteriak keras.

Karena posisinya terlalu tidak terduga.

Tubuhnya jatuh ke bawah, ditarik oleh gravitasi.

Satu detik, dua detik, lima detik, sepuluh detik, dua puluh detik.... tak peduli
berapa lama waktu terlewati, Emi terus jatuh ke bawah karena tarikan gravitasi.
"Ke-kenapa kita ada di udara.... uhuk!!"

Emi yang berteriak sambil bernapas di udara yang tipis, sedikit tersedak.

Ditambah lagi, oksigennya begitu tipis. Emi yang tidak bisa tenang, melihat
lautan awan di bawahnya.

"Aku tidak tahu di mana tempat yang tidak bisa dilihat siapapun~~"

Teman Emi, yang membimbing Emi di dalam gate, berbicara dengan santainya
dari samping.

"Jadi kupikir, jika itu tempat yang tinggi seperti ini~ kita mungkin tidak akan
ketahuan oleh siapapun~"

"Meski begitu, apa ini tidak terlalu tinggi?"

Sepertinya, pintu keluar gate ini terbuka di langit yang cukup jauh dengan
daratan.

Emi yang jatuh tak terkendali, melihat langit berselimut bintang di atas lautan
awan.

"Ah...."

Di antara banyak bintang, dia menyadari dua bulan yang bersinar terang,
mengamati Emi dari atas.

Bulan merah dan bulan biru.

Dua bulan misterius yang tidak ada di langit bumi.

Seumur hidupnya, langit inilah yang paling akrab dengan Emi.

"Emilia~~ Kita akan segera memasuki lapisan awan~! Hati-hati dengan mata
dan telingamu~"
Sensasi memburu sesaat itu membuat Emi hampir melupakan dirinya, tapi Emi
langsung kembali tersadar karena peringatan temannya dan memandang
lapisan awan di bawahnya.

"Fu!"

Setelah menyesuaikan posisinya di udara, Emi menutup matanya dan masuk


ke dalam lapisan awan dengan kepala terlebih dahulu.

Suara bising angin dan awan terdengar di sebelah telinganya, tapi


dibandingkan dengan saat ia melewati gate, hal ini hanya terjadi dalam sekejap.

Emi dengan cepat menembus lapisan awan, dan suara di sekitarnya, kembali
berubah.

Setelah membuka matanya, apa yang dia lihat adalah.....

"... Ente Isla..."

Mengisi sudut mata Emi, adalah air mata yang terbentuk untuk membasahi
matanya yang kering karena angin kencang.

Emi memikirkan hal itu dalam benaknya, tapi apa yang tidak bisa dihindari
tetap tak bisa dihindari.

Semenjak Emi memulai perjalanannya sebagai Pahlawan, keadaan yang terus


menyeretnya, daripada disebut tetap sama, itu malah berkembang menjadi
masalah yang lebih rumit dan lebih kacau.

Tempat ini sekarang bukanlah tempat di mana Emi bisa hidup dengan aman.

Meski begitu, daratan yang terbentang luas di hadapannya....

"Aku..... pulang..."
.... masihlah rumah yang sangat dia rindukan, sampai dia pernah menangisinya
dalam mimpi.

"Emilia~~"

Kehangatan milik temannya menggenggam tangan Emi yang tanpa sadar


terbentang.

Teman Emi yang membimbingnya kembali ke rumah, teman baiknya yang


tergantikan, Emerada kini tersenyum ke arah Emi.

"Selamat datang kembali~~"

"Yeah."

Emi mengusap air matanya yang sudah tidak bisa dia sembunyikan dengan
tangannya yang bebas.
"Ahaha~~ sepertinya kita harus menemukan tempat untuk mengurusi baju-
baju kita~~"

Bahkan jika Emerada tersenyum kering, Emi dan bajunya tetap tidak akan bisa
kering.

Mereka tidak hanya basah.

Mereka bahkan penuh dengan lumpur.

"... Hah, untungnya barang bawaan kita tidak apa-apa..."

"Ma-maafkan aku~! Aku tidak pernah menyangka~~ kalau akan ada rawa
besar seperti ini saat kita mendarat~"

Emerada menundukkan kepalanya dan meminta maaf berulang kali.

Sebuah reaksi energi yang begitu besar akan terproduksi, saat sebuah gate
dibuka, alasan kenapa Emerada mengatur pintu keluar gate di tempat tinggi
seperti itu adalah untuk meminimalisir kemungkinan terdeteksi oleh orang lain.

Meskipun tugas membuka tutup gate dilakukan oleh 'Pena Bulu Malaikat' yang
ibu Emi --Lailah tinggalkan, dan bukan dengan mantra Emerada, fakta bahwa
ini akan menciptakan reaksi sihir suci yang begitu besar, tetap tidak akan
berubah.

Bahkan ketika mereka mulai terjun bebas setelah gate tertutup, sampai
mendekati tanah, Emerada tetap tidak mengizinkan Emi untuk menggunakan
mantra terbang.

Alasan kenapa mereka memilih datang di malam hari, adalah untuk


meminimalisir kemungkinan orang lain melihat mereka jatuh dari ketinggian,
cahaya yang terpancar saat menggunakan mantra terbang, mungkin juga bisa
menyebabkan kecurigaan dari prajurit dan kesatria yang berada di kota terdekat.
Mempertimbangkan situasi politik di Ente Isla saat ini, mereka tidak boleh
meninggalkan jejak apapun mengenai kembalinya Emi, Pahlawan Emilia,
ataupun tindakan sembunyi-sembunyi orang penting dari Kekaisaran Saint
Aire, Emerada.

Dari mulai terjun hingga hampir mendekati tanah, sampai akhirnya


merapalkan mantra saat mereka hampir mendarat di permukaan tanah,
semuanya masih dianggap berjalan lancar.

Karena terbang menghabiskan sihir suci dalam jumlah yang cukup besar,
mereka pun berencana mendarat di daratan dengan cara meluncur, tapi
masalahnya adalah, hutan tempat mereka mendarat, memiliki sebuah rawa, dan
Emi sekaligus Emerada mendarat di tepi rawa tersebut.

Semuanya sudah terlambat ketika mereka menyadari rawa tersebut dan dengan
panik mulai mencoba terbang, tekanan angin akibat meluncur, membuat
lumpur menempel pada tubuh mereka berdua, dan pada akhirnya, Emi dan
Emerada hanya bisa menghilangkan lumpur berbau tajam itu sambil berdiri di
tengah hutan yang gelap.

".... Tapi ini juga cukup bagus. Kalau dipikir dengan cara yang berbeda, setelah
kita memiliki bau dari hutan ini, mungkin para binatang buas tidak akan
menyerang kita, dan tasku pun juga tak apa.... lihat, senter dari Jepang tidak
akan rusak hanya karena hal ini."

Emi mengeluarkan senter dari dalam tas besarnya yang sudah ia siapkan untuk
perjalanan dan mencoba menyalakannya,

"Maaf~~!!"

Emerada, dipenuhi lumpur, masih menundukkan kepalanya dan meminta maaf


di bawah sinar putih LED.
"Tidak apa-apa. Lupakan soal diriku, apa kau tak masalah seperti ini, Em? Itu
jubah resmi kan?"

Emi, meletakkan senter di dahinya, bertanya kepada Emerada.

"Uu.... anggap saja aku tak sengaja jatuh ketika sedang memeriksa lahan
pertanian~"

Meski alasan ini sedikit dipaksakan, tapi tak ada artinya membantah hal
tersebut.

"Oiya, kira-kira di mana ini?"

"Hm~ biar kupikir dulu.... augh... lengket."

Emerada mengeluarkan peta dari dalam jubahnya dan mengerang setelah


mendapati petanya dipenuhi dengan lumpur.

Itu adalah peta yang merinci semua kekuatan negara terkuat di Benua Barat
sekaligus, menunjukkan bagian timur asal negara Emi dan Emerada,
Kekaisaran Suci Saint Aire.

“Kampung halaman Emilia, Sloan, ada di sini~~berarti kita seharusnya ada di


hutan ini sekarang~~”

Setelah menunjuk ke sebuah area di peta, Emerada dengan cepat


menggerakkan jarinya ke arah barat daya di atas kertas itu.

“Kalau kita berjalan mengikuti jalan ini, kita akan menemui beberapa kota dan
desa besar~”

Usai menjelaskan sambil menggerakkan jarinya....


“Aku tidak yakin apakah ini termasuk beruntung atau tidak beruntung~~, tapi
di antara kota-kota itu, tidak ada yang memiliki skala yang sama seperti saat
sebelum perang~~”

Emerada sedikit menurunkan volume bicaranya.

Sebelum perang, mengacu pada saat sebelum penyerangan Pasukan Raja Iblis.

“Kalau begitu....”

“Benar~ kota terbesar yang ada di sekitar sini, kota Cassius~~ memang
dibangun dengan kecepatan yang cukup cepat karena tempat itu memiliki
seorang pendeta yang bekerja sama langsung dengan Gereja~~ tapi desa dan
kota di sekitarnya~~ relatif masih sama~”

“Masih sama?”

Emi membelalakkan matanya kaget.

“Bagaimana mungkin? Seingatku desa ini memiliki guild kereta kuda dan
peternakan kuda militer, jadi seharusnya kan cukup makmur?”

Emi menunjuk sebuah desa yang berdekatan dengan Sloan.

Emerada menggelengkan kepalanya.

“Kami menemukan sesuatu dalam salah satu penyelidikan kami~”

“Ya?”

“Meski sulit mengatakan hal ini pada Emilia~ setelah kota di sekitar sini
diserang oleh Pasukan Invasi Barat yang dipimpin oleh Lucifer~~ mereka
kehilangan banyak penduduk~~”

“Jangan khawatir, aku sudah menata perasaanku terkait masalah itu. Lalu?”
“Ya~ lalu~ saat Alberto dan aku bertemu dengan Emi, pendeta di kota Cassius
terlihat berturut-turut membeli hak kepemilikan dan pengembangan lahan
sekitar~~”

“Karena itu dibeli oleh pendeta, maka itu artinya Gereja yang mengatur
pembangunannya kan? Selain itu, apakah itu mungkin? Pembangunan itu
seharusnya adalah pekerjaan negara yang memiliki lahan tersebut... dalam hal
ini, Saint Aire kan?”

Gereja, dengan markas yang berada di area paling barat di Benua Barat,
memiliki pengaruh ke seluruh dunia dan tidak hanya terbatas di Benua Barat
saja, di samping menjadi agama terbesar di Ente Isla, kekuatannya juga
ditunjukkan oleh ratusan juta pemeluknya.

Meski tidak aneh bagi seorang Penyelidik tingkat atas memiliki wewenang
yang lebih besar dibandingkan keluarga raja dari sebuah negeri kecil, karena
Saint Aire memiliki kekuatan nasional yang cukup untuk menentang Gereja
secara langsung, seharusnya Gereja tidak bisa ikut campur ke dalam masalah
ini secara sepihak.

Setidaknya, di negeri yang ada di Saint Aire, keadaan di mana Gereja


mengabaikan wewenang negeri tersebut dan membeli desa sekitar demi
pembangunan seperti kota Cassius, seharusnya tidak mungkin terjadi.....

“Cara mereka sangat cerdik~”

Menurut penjelasan Emerada, para pemilik lahan yang sekarat karena


penyerangan pasukan Lucifer, selain sebagian besar desa, batas-batas lahan
mereka juga menjadi tidak jelas.

Setelah Raja Iblis Satan dan Pasukan Raja Iblisnya terusir akibat pertarungan
akhir yang terjadi di Benua Utama, untuk memulai pembangunan di area ini,
Saint Aire memanggil para imigran baru dari dalam negeri.
Jadi di saat yang sama, mereka mengirim pedagang-pedagang yang bisa
mengangkut semua bahan-bahan untuk pembangunan dan kesatria yang
bertanggung jawab mengomandoi garis depan ke lokasi.

“Karena kota Cassius memiliki pendeta yang bekerja sama langsung dengan
uskup Gereja~~ sejak awal pihak Gereja memang ambil bagian dalam urusan
perbaikan melalui tawar-menawar~~ setelah itu, mereka memperoleh
wewenang untuk mengawasi sepenuhnya urusan perbaikan di sekitar kota
Cassius~”

Gereja membangun kota Cassius dengan kecepatan yang sangat cepat, dan
dengan alasan memperbaiki dinding kota, mereka memperluas wilayah kota.

Selain itu, mereka juga menjual hak pindah ke wilayah kota Cassius yang baru,
kepada para penduduk desa terdekat dengan harga yang murah.

Bagi imigran baru, dibandingkan ke desa-desa yang ada di pinggiran wilayah,


pindah ke sebuah kota besar dengan pendeta yang langsung bekerja sama
dengan uskup Gereja, itu berarti prospek masa depan yang lebih cerah.

Lalu apa yang terjadi setelah pembangunan berbagai kota dan hak imigrasi
tersebut?

Pada akhirnya, itu 'berubah', semua orang yang berimigrasi ke sana adalah
orang yang berhubungan dengan Gereja.

Situasi saat ini memang seperti itu, dan pada kenyataannya, pembangunan itu
sama sekali tidak mengalami kemajuan.

“Tu-tunggu sebentar. Lalu apa yang dilakukan para kesatria Saint Aire? Entah
itu di kota Cassius atau desa terdekat, seharusnya ada orang-orang dari pasukan
kesatria kan? Dan bahkan jika Gereja memiliki wewenang utama untuk ikut
urusan ini, hal-hal yang bisa mereka lakukan masihlah terbatas meski
wewenangnya ada di tangan mereka, tanah ini tetap tanah milik Saint Aire....”

“.... Ini sangat memalukan~~” Gumam Emerada.

“Wilayah ini, semuanya berada di bawah kekuasaan hukum si bajingan


Pepin~~”

“Bajingan.... eh?”

Sebuah umpatan tiba-tiba keluar dari bibir cantik milik Emerada, membuat
Emi terkejut.

“Ugh, Pepin yang kau bicarakan ini maksudnya Jenderal Pepin dari Kesatria
Kekaisaran Saint Aire kan?”

“Tak usah memanggilnya Jenderal Pepin, panggil saja dia Pepin si sampah~~”

“... Ada apa Em, apa kau tidak menyukai orang itu?”

Pepin Magnus, yang memimpin Kesatria Kekaisaran Suci Saint Aire, adalah
orang yang berdiri di puncak Kesatria di Saint Aire.

Emi pernah bertemu dengannya ketika dia menyelamatkan Kaisar Saint Aire,
tapi karena dia hanya sedikit berinteraksi, Emi bahkan tidak bisa mengingat
namanya dengan jelas.

Tapi dari nada bicara Emerada, temannya, yang tidak biasanya secara terbuka
menunjukkan emosinya, terlihat sangat membenci orang itu.

“Waktu itu, kenapa Lucifer tidak membunuh jenderal tikus got itu~~”

“Eh, Em?”
“Apa yang paling kubenci adalah~~ di antara para kapten kesatria yang dikirim
untuk pembangunan tersebut, orang yang dipilih untuk bertugas di area yang
dikuasai oleh Gereja ~~ kelihatannya adalah bawahan yang dilatih oleh Pepin
si tikus got itu~~”

“Be-begitu ya.”

“Pengawasan kota Cassius yang dilakukan oleh Kesatria Saint Aire itu penuh
celah~~ setelah orang itu menerima suap, dia tidak hanya menyetujui rencana
berdasarkan instruksi Gereja~~ bahkan keadaan imigrasi di desa terdekat pun
dirusak~~ si limbah Pepin itu, untuk mempermudah orang-orang Gereja~~ dia
diam-diam mengambil keuntungan seperti seekor tikus~~”

“O-oh....”

“Alasan kenapa rencana pembangunan itu tidak mengikuti rencana awal~~


pasti karena jenderal tua bau itu bermain-main di belakang~~”

“Seberapa besar kau membenci Jenderal Pepin!”

Karena Emerada bisa mengatakannya dengan begitu yakin, pasti si Pepin ini
memang bukan orang yang jujur dan tulus, tapi meski begitu, Emi tetap merasa
kasihan kepada Jenderal yang Emerada caci ini, yang mana wajahnya tidak
bisa dua ingat.

“Tapi sayangnya, jenderal pencuri ini sangat hebat~~ aku tak bisa menangkap
ekor rubahnya sedikitpun! Dan akupun tak tahu alasan kesengajaan penundaan
pembangunan ini~~ alasanku bisa meninggalkan ibukota kali ini~~ adalah
karena aku memakai kedok 'menyelidiki' penundaan rencana pembangunan
tersebut~~”

“.... Begitu ya.”


“Lalu~~ masalah terbesarnya~~ anggota si busuk Pepin itu~~ mungkin
melakukan tindakan terhadap desa Sloan yang Emilia tuju~~”

Emi sedikit menahan napasnya.

“Bagaimanapun juga, Sloan tetaplah kampung halaman Emilia~ sebuah


rencana pembangunan yang hati-hati telah disusun~~ jadi sudah dipastikan
sejak awal kalau pembangunan itu akan dimulai nanti~~ lantas, jika desa Sloan
nanti berhasil dipulihkan~~ kita tidak mungkin bisa menilai mana yang tidak
wajar~~”

“Jadi tempat itu bisa diawasi oleh Jenderal Pepin atau orang yang terhubung
dengan Gereja, ya kan?”

“Benar~ jadi kau harus berhati-hati~~”

Ucap Emerada sambil melipat petanya,

“Dan~~ ini tanda pengenal untuk Emilia pakai~~”

Benda itu juga kotor oleh lumpur, itu adalah lempengan kayu dengan sebuah
cap terbakar di atasnya.

"Ini adalah sertifikat identifikasi yang dikeluarkan menggunakan wewenangku.


Tapi karena ini diterbitkan oleh Insitut Manajemen Sihir~ mungkin ini akan
memberikan kesan buruk terhadap anggota jenderal kejam itu~~"

"Semuanya pasti akan lebih kacau jika ini terus berlanjut, jadi tolong panggil
saja dia Pepin meski kau tidak menyukainya."

Emi tersenyum kecut.

"Aku kagum bagaimana kau bisa terus mengatakan hal buruk mengenai
Jenderal Pepin. Apa kau tidak takut keceplosan di depan orang lain?"
"Orang-orang itu juga memanggilku brokoli saat di belakangku~~ anggap saja
ini mata dibalas mata~~"

Sepertinya mereka berdua memang tidak cocok sejak lahir.

Ataukah hubungan antara Kesatria Kekaisaran dan Institut Manajemen Sihir


itu memang tidak baik sejak awal?

"Tapi orang ini kok bisa merajalela seperti ini, apa yang terjadi dengan Jenderal
Lumark?"

Emerada menjawab pertanyaan Emi dengan ekspresi 'pertanyaan bagus' di


wajahnya.

"Benar sekali~~ orang-orang biasanya akan berpikir seperti ini kan~~ jika
Jenderal Lumark ada di negeri ini~ hal semacam ini tidak mungkin akan
terjadi~"

Ucap Emerada dengan sebuah helaan napas.

"Jenderal Lumark mengajukan diri menjadi wakil Benua Barat untuk Aliansi
Kesatria Lima Benua demi pembangunan kembali Benua Utama~~ dan sejak
Afashan menyatakan perang terhadap seluruh dunia~ dia harus pergi bolak-
balik dari Benua Utama ke Saint Aire~~ dan tidak punya waktu mengurusi
konflik internal~"

Jika Pepin Magnus adalah komandan di dalam negeri, maka Heather Lumark
adalah komandan di garis depan.

Semenjak dia memulai perjalanannya memerangi pasukan Lucifer, Emi pernah


beberapa kali bertemu dengan Lumark dalam pertarungan merebut Benua
Utara, dan saat serangan terhadap Kastil Iblis di Benua Utama.
Meski mereka berdua tidak terlalu dekat, Emi yang pernah bertarung bersama
Lumark beberapa kali, ingat kalau dia adalah seorang jenderal yang cakap dan
jujur.

"Tapi kalau dipikir dengan cara yang berbeda~~ bagi orang bermulut kotor dan
bodoh seperti Pepin~~ dia itu tidak bisa melakukan negosiasi eksternal yang
hangat dan bagus seperti Jenderal Lumark~~ benar-benar sebuah dilema~~"

Seperti yang diduga, Emerada sangat memuji Jenderal Lumark.

Bagaimanapun, Emi tahu, begitu ia berpisah dengan Emerada setelah ini, akan
lebih baik kalau ia menganggap semua orang di sekitarnya sebagai musuh.

"Yeah, aku cukup paham dengan situasi sekarang. Jika sesuatu yang buruk
terjadi, aku akan menggunakan sertifikat identifikasi ini.... Ngomong-
ngomong..."

"Apa ada yang salah~~?"

"YUSA EMI, ini jelas-jelas nama palsuku kan?"

"Menurutku itu akan lebih mudah dipahami~~"

Jika nama palsunya berbeda dengan nama aslinya, maka akan sulit untuk
memalsukannya, tapi rasanya masalah lain akan terjadi jika mereka melakukan
ini.

Meski sering dilupakan, tapi Yusa Emi bukanlah nama aslinya.

"Itu..... huuuh, yeah, lupakan, terima kasih."

Meski begitu, saat Emi ingat kalau dia sendirilah yang menamakan dirinya
'Emi' karena namanya 'Emilia', dia merubah cara berpikirnya dan merasa tidak
punya hak untuk komplain. Emi dengan hati-hati meletakkan surat izin dengan
cap milik pejabat Insitut Manajemen Sihir, Penyihir Kekaisaran, Emerada
Etuva ke dalam tasnya.

"Karena aku sudah membuat persiapan untuk berkemah selama seminggu, aku
tidak akan mendekati pasar kota Cassius, asalkan aku menemukan penjual baju
tua di luar dinding, aku pasti bisa menangani semuanya sendiri. Sertifikat
identifikasi ini benar-benar hanya untuk cadangan."

"Menurutku juga lebih baik begitu~~ dan~~ ini memang bukan uang untuk
membeli baju~ ini biaya perjalanan yang kusiapkan untukmu..... Ini adalah
koin Airenia~~ asalkan kau mencucinya sedikit....."

Setelah mengangguk sekali, Emerada mengeluarkan sebuah kantong kulit


berlumuran lumpur dengan sikap bersalah.

Setelah dia menerimanya, Emi tahu kalau kantong itu ternyata sangat berat.

"Terima kasih... Aku pasti akan membalas kebaikanmu nanti."

"Eh~~?? Tidak masalah~ hal seperti ini tuh bukan apa-apa!"

"Ini masalah perasaan!"

Ini adalah sesuatu yang tidak bisa dia kendalikan, pemikiran bahwa ia tidak
bisa menerima uang secara gratis begitu saja, telah terbakar di dalam hati Emi.

Ditambah lagi, dengan pekerjaan Emi sekarang, untuk koin Airenia seberat ini,
entah mereka ditukar dengan mata uang yen Jepang, ataupun dihitung
menggunakan nilai koin Ente Isla, jumlah ini bukanlah jumlah yang bisa
dengan mudah diterima.

Dengan pemahaman baru mengenai pentingnya dan bobot uang, Emi


membersihkan lumpur yang ada di kantong kulit tersebut.
"Tapi bisnis di luar dinding hanya dilakukan saat siang hari.... berharap ada
Jeans Mate 24 atau Don Quijote, bisa terlihat kalau aku ini sudah sangat
terpengaruh oleh Jepang."

"Apa maksudnya istilah itu~~"

"Mereka adalah toko baju murah yang buka selama 24 jam di Jepang."

"Eh~~ hebat!! Apa di Jepang, orang-orang biasanya membeli saat malam


mari~~?"

"Aku tidak pernah melakukannya... Tapi bisnis seperti ini ada karena ada orang
yang akan membelinya, kan?"

"Orang-orang Jepang memang pekerja keras~~ punya toko yang buka seharian
penuh~ aku tak bisa membayangkan bagaimana toko itu bisa beroperasi~ pada
dasarnya, ada orang yang bekerja di waktu seperti itu saja sudah cukup
berlebihan~~"

Emi tersenyum kecut dan mengatakan,

"Hal seperti ini takkan bisa dilakukan meski kau ingin menirunya. Itu hanya
bisa dilakukan di Jepang."

Berdasarkan pengetahuan umum Ente Isla, orang-orang yang akan keluar


malam hanyalah para kesatria yang berpatroli, dan pemabuk serta kriminal
yang ditangkap oleh para kesatria itu, tidak peduli seberapa amannya wilayah
itu, kalau dia bukan orang yang percaya diri dengan kemampuannya sendiri
seperti Emi, seorang wanita berkeluyuran sendiri itu sama saja dengan bunuh
diri.

Sebagian besar sistem di Jepang, 99% orang sangat bangga dengan fakta
bahwa mereka tidak melakukan tindak kriminal. Karena Jepang adalah negara
di mana para penduduknya menanamkan ke dalam hati mereka agar tidak
membuat kekacauan dan hidup dengan jujur, mereka bisa mempertahankan
situasi ini.

"Sisi sana itu lebih seperti sebuah keajaiban. Karena aku akan pergi sendiri,
aku harus terus waspada."

Emi berbicara untuk mengingatkan dirinya sendiri.

"Kapanpun~~ Pahlawan dan rekannya memang tidak bisa tenang ya~~"

"Benar sekali..."

Emerada nampaknya pernah mengatakan kalimat yang sama sebelumnya, Emi


menghela napas dalam setelah mendengarnya dan mengatakan,

"Renungan kita berakhir di sini. Em, terima kasih sudah membawaku kemari.
Di mana sebaiknya kita bertemu saat akan kembali?"

"Berbicara masalah ini~~ kupikir... sebaiknya Emilia memegang ini~?"

Emi menatap benda yang Emerada serahkan dan menunjukkan ekspresi agak
rumit.

Pena Bulu Malaikat. Itu adalah harta dari Surga yang bisa memungkinkan
seseorang membuka 'gate'.

Dan bulu yang digunakan sebagai bahannya, berasal dari sayap ibu Emi, Lailah.

"Aku tidak memerlukannya."

Meski barang-barang mereka berlumuran lumpur, hanya benda itu saja yang
masih memiliki sinar putih cerah, namun Emi tidak merasa bimbang karena
benda itu untuk waktu yang lama dan mengembalikannya pada Emerada.
"Walau aku tidak menginginkannya, aku pasti akan menemui beberapa
rintangan aneh. Meski presentasenya tidak ada satu dari sepuluh ribu, masih
ada satu dari seratus juta kesempatan. Aku serahkan benda itu pada Em dan
Albe untuk kalian amankan. Untuk satu dari seratus jutanya, kartu as milik kita
harus dibagi sebaik mungkin."

"Aku mengerti~~"

Usai merasa ragu sejenak, Emerada pun menerima penjelasan Emi dan
menyimpan bulu itu kembali ke dalam jubahnya.

"Jangan khawatir mengenai tempat pertemuan kita~~ karena aku akan menuju
desa Sloan setelah ini~~"

"Apa tidak masalah?"

Emi yang tidak pernah menyangka kalau Emerada akan menyesuaikan jadwal
dengannya sampai sejauh ini, balik bertanya,

"Dengan begini~ waktu penyelidikan Emilia akan bertambah~ dan tujuan


inspeksiku adalah untuk mengawasi situasi di wilayah ini~ jadi, semuanya
akan terlihat lebih alami dan lebih mudah~"

"Aku pasti akan menemukan informasi yang berguna untukmu."

Emi tidak bisa mengangkat kepalanya karena rencana sempurna Emerada.

'Jangan terlalu memaksakan diri~~ aku sudah sering bilang begitu kan? Kau
harus tetap tenang, santai, dan bertarung dengan kepala dingin~~'

Dulu, Emerada juga memberi saran kepada Emi yang bimbang seperti itu,
secara khusus menggunakan bahasa Ente Isla, Emerada meletakkan jarinya di
bibir dan tersenyum cerah kepada Pahlawan yang lebih muda dibanding
dirinya, namun telah berkelana dengan membawa nasib seluruh dunia.
Emi menarik napas karena karisma tak terukur di balik ekspresi itu.

Jika itu adalah serangan langsung dari depan, maka kekuatan Emi jauh
melebihi Emerada.

Tapi Emerada, selain menjadi penyihir terkuat di dunia, dia juga seorang
politikus berpengalaman, seorang prajurit yang bisa menggunakan akal yang
tak terukur untuk mengalahkan musuh yang kuat dan memperoleh
kemenangan dengan menggunakan kecerdasan.

Emi menyimpan peringatan dari seniornya yang bisa berdiri sejajar dengannya
di medan pertarungan ke dalam hatinya.

"Yeah, kau benar."

"Tentu saja!! Apalagi~ tubuhmu bukan hanya milikmu sendiri!"

Emerada berhenti memancarkan aura yang terasa seperti sebuah pedang es,
tersenyum dan menunjuk dada Emi.

".... Apa maksudmu?"

"Yang kubilang itu benar kan, Alas Ramus-chan~~?"

"Huuuh... Alas Ramus."

Emi menghela napas, mengulurkan tangannya dan memanggil Alas Ramus.

"Em onee-chan, ada apa?"

"Kau benar-benar~~ manis!"

"Euuuuu??"

Teriakan Emerada membuat Alas Ramus yang termaterialisasi di udara,


meringkuk ketakutan.
"Hey, Em, jangan membuatnya menangis lagi!"

Ketika Emerada pergi ke Jepang untuk menjemput Emi, karena dia berteriak
dengan sangat antusias saat melihat Alas Ramus yang baru kali pertama
ditemuinya, dia membuat Alas Ramus menangis.

"Ahh~~ maafkan aku~ Alas Ramus-chan~ kakak ini tidak menakutkan~~ coba
lihat sini~~"

"Uuuuu...."

Emerada mencoba membujuk Alas Ramus dengan nada yang ramah, namun
gadis kecil itu masih saja takut.

"Alas Ramus-chan, kau harus mengawasi mama~ jangan biarkan dia


memaksakan diri, okay~~?"

"Paksa??"

"Dan juga~~ kau harus mendengarkan kata-kata mama dan jadi anak yang baik,
okay~?"

"Anak baik, Alas Ramus adalah anak baik!!"

Alas Ramus mengepalkan tangan kecilnya yang lembut, mengangguk, dan


menjawab, menyebabkan kontrol Emerada hancur.

"Kyaaaaa~~ terlalu manis~"

"Eu, uwaahhh."

"Em!!"
Sangat jarang melihat Alas Ramus mendengarkan sesuatu dengan serius, tapi
karena Emerada tidak bisa menahan diri, dan mengeluarkan sebuah suara aneh,
hal itu membuat Alas Ramus menangis.

"Maaf~"

Emerada menjulurkan lidahnya dengan ekspresi seolah dia sudah menyesal,


mengepalkan tangan kecilnya dan mengulurkannya pada Emi.

Melihat hal ini, Emi tersenyum seraya menunjukkan ekspresi serius,


mengulurkan tangannya dan mengaitkannya dengan tangan Emerada.

'Jangan berpegang pada harapan.'

'Bergeraklah maju!'

'Hanya para pelopor yang bisa bertahan.'

Saat penyerangan Pasukan Raja Iblis di masa lalu, ini adalah slogan pasukan
manusia yang dibuat setelah kemenangan pertama mereka melawan Lucifer.

Meski mereka mengalahkan Lucifer, rasa takut yang dibawa oleh Pasukan Raja
Iblis di Benua Utama, Timur, Selatan, dan Utara tetap mendarah daging di hati
manusia.

Walaupun kemunculan Pahlawan dan pembebasan Benua Barat membawa


sedikit harapan, orang-orang di garis depan masih tidak merasa optimis
mengenai masa depan mereka hanya karena hal ini.

Di suatu titik, dunia manusia sudah hampir menyerah terhadap kekuatan


Pasukan Raja Iblis.
Kemunculan Pahlawan dan serangan balik yang dibawanya, hanya bisa
dideskripsikan sebagai sebuah keajaiban. Lalu ketika keajaiban itu masih ada,
mereka pasti bisa menyelamatkan dunia.

Jika mereka punya waktu luang untuk berpegang pada harapan, maka mereka
harus merubah dunia melalui pertempuran dan bergerak maju.

Itu adalah slogan serangan balik pertama yang para prajurit di Benua Barat
teriakkan dalam pertarungan melawan Pasukan Raja Iblis.

Melalui ingatan mereka pada waktu itu, tubuh serta pikiran Emi dan Emerada
bisa merasakan kenyataan yang menempatkan mereka di dalam pertempuran.

"Kalau begitu~ Emilia~ kau harus kembali dengan selamat satu minggu
lagi~~"

"Yeah, Em juga."

"Em onee-chan pergi."

"Benar... Kini akan jadi perjalanan satu orang... Tidak, perjalanan dua orang
dengan Alas Ramus dan aku."

"Alas Ramus, akan jadi anak baik!"

"Kalau begitu tenang ya. Kau harus kembali dulu sebentar."

Emi membersihkan lumpur yang ada di tangannya dan dengan lembut


menyentuh kepala Alas Ramus, membatalkan wujudnya.

"... Baiklah, ayo kita pergi ke pasar kota Cassius dulu. Aku perlu beberapa
baju."

Sebagian alasannya adalah karena dia berlumuran lumpur, tapi selain itu, baju
yang saat ini Emi pakai, adalah baju yang dia beli di Jepang.
Baju yang dia pakai ketika terdampar di Jepang dari Ente Isla tentu saja adalah
pakaian yang dia pakai di bawah armornya.

Meski dia bisa meminta Emerada untuk menyiapkannya, tapi teman baiknya
itu juga harus menghindari terlihat tidak wajar sebisa mungkin, selain itu, dia
juga tidak tahu tindakan apa yang akan dilakukan Jenderal Pepin dan orang-
orang yang menentang Emerada.

"Aku sama sekali tidak paham dengan mereka yang ingin merugikan orang
lain, bagian mananya dari itu yang menarik?"

Emi pun menghela napas untuk yang kesekian kalinya di hari itu, dan dengan
berlumuran lumpur, dia mengambil langkah pertama di hutan yang gelap
menuju kampung halamannya.

XxxxX

"Minimarket.... aku ingin minimarket."

Hari kedua setelah kembali ke Ente Isla.

Emi langsung menyerah.

Dia saat ini berada di sebuah kota yang dikembangkan sebagai penginapan di
pusatnya, berjarak satu hari berjalan dari sisi timur pasar kota Cassius.

Karena banyak kereta dan pedagang pengelana yang berkumpul di kota ini,
berdasarkan skalanya, kota ini sudah bisa dianggap tempat yang penuh dengan
aktivitas.

"Umm... eu...."
Alas Ramus tertidur di ranjangnya dengan ekspresi suram.

Dia memang tidak terkena flu atau semacamnya, tapi sepertinya dia tidak
senang dengan makanan di sini.

Untuk menyembunyikan fakta bahwa dia bersama seorang anak kecil, Emi pun
makan di dalam kamar penginapannya, namun, makanan yang dibungkus di
sini, kebanyakan adalah makanan yang tidak cocok untuk anak kecil.

Emi merasa terkejut dengan kepadatan makanan yang ada di kampung


halamannya... Saint Aire, Benua Barat.

Makanan yang bisa ditemukan di sini kebanyakan adalah daging, daging,


anggur dan daging lagi, dan hanya terkadang saja, sayuran bisa ditemukan.
Meski Emi ingin membeli beberapa hidangan olahan, dia hanya bisa
menemukan makanan berbahan dasar daging yang akan mengisi perutnya
dengan cepat dan terasa sangat asin. Di tempat ini, semua orang memakan
makanan ini saat siang hari bersama dengan anggur mereka.

Asalkan dia mau berjalan mengelilingi pasar, ini tidak seperti Emi tidak bisa
menemukan buah atau sayuran apapun, namun, rasa mereka tidak seenak buah
yang ada di Jepang, meski mereka memiliki bentuk yang serupa, mereka
adalah benda yang benar-benar berbeda.

Emi menghabiskan hari pertamanya di penginapan murah yang ada kota dekat
pasar kota Cassius, dan setelah berusaha keras mengumpulkan makanan yang
mirip dengan yang ada di Jepang, dia menggunakan dapur yang disediakan
untuk tamu agar bisa memasak makanan untuk Alas Ramus.

Namun, setelah melihat Alas Ramus, yang saat di Jepang tidak pernah pilih-
pilih makanan, mengernyit dan memuntahkan wortelnya hanya dengan satu
suapan, Emi sekali lagi sadar, seberapa besar dia telah terpengaruh oleh
makanan dan air di Jepang.
Apakah makanan dari kampung halamannya benar-benar seburuk ini? Emi
mengambil bahan-bahannya satu persatu, dan jatuh dalam kesuraman.

Di Jepang, seluruh sayuran mereka memiliki rasa yang dalam, pahit manis, dan
ringan, sampai-sampai Emi tidak bisa mengerti kenapa anak-anak Jepang
sangat pilih-pilih makanan.

Hal ini adalah hasil dari orang-orang yang terlibat dalam pertanian yang terus
menerus meningkatkan kualitas karena mereka ingin konsumen memakan
makanan yang lezat, namun sayangnya, sayuran di seluruh Saint Aire Benua
Barat masih jauh dari kondisi ini.

Wortel yang seratnya akan meninggalkan rasa pahit di gigi, tomat dengan
keasamannya yang menggelitik lidah, timun kecil yang rasanya begitu pahit
sampai mungkin bisa mengalahkan labu pahit, sekaligus jagung yang lebih
kering dari makanan beku. Bahkan Emi yang pernah memakan makanan ini
sebelum datang ke Jepang, tetap merasa ragu ketika dia sedang mengunyahnya.

Memang tak masalah jika buah-buahannya saja yang dibeli, namun produk-
produk itu harganya sangat mahal di sini.

Emi menerima banyak biaya perjalanan dari Emerada, meski dia ingin makan
sesuatu yang setingkat dengan makanan kaleng di supermarket Jepang,
harganya hanya akan satu koin perak di sini.

Menyeduh anggur adalah sesuatu yang umum di seluruh Saint Aire, jadi buah
berkualitas tinggi di sini, sebagian besar dibeli oleh orang-orang yang
berhubungan dengan industri ataupun pemilik lahan.

Para penduduk biasa, paling banyak hanya bisa memakan apel, jeruk, dan buah
sejenisnya, buah-buah itu tidak hanya berasa tidak enak (lagi-lagi ini
dibandingkan dengan standar Jepang), harga mereka juga beberapa kali lebih
mahal dibandingkan sayuran.
Ditambah lagi, jangankan bisa membeli roti potih yang di Jepang seharga 100
yen, di sini, bahkan tidak ada toko roti sama sekali, jadi meski Emi ingin
membuat sandwich, dia tidak bisa melakukan apa-apa.

Sebaliknya, item-item yang dianggap produk mewah di Jepang, seperti roti


hitam, roti gandum, dan roti gandum hitam, semua itu bisa dibeli di sini, namun,
walau sudah ditambah susu dan gula, semua roti-roti itu, yang mana tidak
melalui proses fermentasi, tetap memiliki tekstur yang keras dan rasa asam
yang kuat, benar-benar berbeda dengan roti yang biasanya Alas Ramus makan.

Alhasil, agar Alas Ramus mau makan, Emi pun terpaksa membuka makanan
instan yang dia beli di Jepang sebagai usaha terakhir, membuat Alas Ramus
harus merubah jadwal makannya.

Meski dia bisa dengan mudah mengatasi masalah belanja pakaian termasuk
bagian Alas Ramus dengan berhati-hati, Emi tidak pernah menyangka ada titik
buta yang tersembunyi di area makanan seperti sekarang ini.

Di hari kedua setelah mereka berhasil melewati hari pertama.

Di kota yang ditempati Emi dan Alas Ramus, mereka menghadapi masalah
baru yang tidak sempat mereka pikirkan karena cemas berlebihan yang mereka
rasakan di hari pertama.

“Toilet itu.... bagaimana bisa jadi sekotor itu.....”

Emi menatap wajah tertidur Alas Ramus, dan mengernyit.

Bagaimanapun, toilet itu memang sangat kotor. Meski Emi tahu kalau di sana
tidak akan ada fasilitas kebersihan yang canggih seperti toilet siram, toilet yang
dia lihat saat perjalanannya ini memang begitu kotor.

Dan itu tidak hanya kotor.


Mereka memang sangat kotor, tapi mereka tetap tidak gratis.

Tamu penginapan harus membayar ketika mereka menggunakan toilet.

Di samping setiap toilet, terdapat satu orang tua yang dikenal sebagai pengepul
biaya, mengawasi semuanya. Biaya normalnya adalah lima koin perunggu, dan
yang membuatnya menakutkan adalah, toilet-toilet yang harus dibayar setiap
kali digunakan ini, mereka berada di tingkatan di mana sudah dianggap bagus
selama ada pintunya.

Tentu saja mustahil tempat seperti ini selalu punya tisu toilet, dan karena
mereka sama sekali tidak dibersihkan, tercium bau busuk di sana.

Jangankan dirinya sendiri, Emi benar-benar tidak ingin membawa Alas Ramus
ke tempat seperti itu, dan meski ini akan membuat Alas Ramus agak tidak
senang, Emi lebih memilih menggunakan popok yang dia beli di sini.

Meski di awal perjalanannya Emi sudah harus menghadapi dua rintangan besar
yaitu makanan dan toilet, yang merupakan dua hal yang tak tergantikan dalam
kehidupan masyarakat beradab, dia tetap berusaha keras untuk menyiapkan
makanan dan berhasil membuat Alas Ramus menghabiskan makan malamnya.

Menumbuk kentang rebus, menambahkan merica yang dia beli sebagai bumbu,
dan mencampurnya dengan air panas.

Setelah itu, dia memasukkan jamur yang dipotong dadu, bawang, dan ayam,
memanaskan mereka hingga menjadi sup, Emi akhirnya bisa membuat Alas
Ramus bilang 'enak'.

Mempertimbangkan tagihan air, biaya kayu bakar, dan penggunaan dapur, jika
ini adalah perjalanan bersama orang dewasa, Emi tidak mungkin akan
memasak makanan seperti ini, tapi kali ini, tidak ada pilihan lain.
“Minimarket.... microwave.... makanan instan.... mesin penjual minuman....
toko kopi.....”

Emi yang hampir menangis, bersumpah dalam hatinya, begitu dia berhasil
mencapai tujuan hidupnya suatu hari nanti dan kembali ke Ente Isla, dia pasti
akan membawa kulkas dan microwave.

Ekspresinya saat ini pasti terlihat lesu karena kelemahannya.

Untungnya, penginapan murah ini tidak punya barang mewah seperti kaca
yang akan mencerminkan wajahnya, jadi dia tidak akan merasa depresi karena
melihat wajahnya.

Kali ini....

“Nona Emi, nona Emi.”

Seseorang yang tiba-tiba mengetuk pintunya, terdengar, membuat Emi terkejut.

Itu adalah suara pemilik penginapan ini.

“Ma-masuk.”

Setelah bangkit dan dengan panik mengikat rambutnya, Emi berjalan menuju
pintu dan membukanya dengan waspada. Dia menggunakan tubuhnya untuk
menghalangi pemandangan yang ada di dalam kamar.

“Ohh??”

Orang yang berdiri di koridor itu memang pemilik penginapan, orang tua itu
tidak menyangka kalau seseorang akan membuka pintu, dan menunjukkan
ekspresi kaget.

“Ada apa?”
“Ah, i-itu, aku tidak menyangka kau akan membuka pintu....”

“Ah.....”

Emi yang teringat suatu hal, mengutuk kesalahannya sendiri.

Ini bukanlah Jepang. Tak ada seorangpun yang bisa menjamin kalau pemilik
penginapan ini adalah orang baik, jika tamunya adalah orang jahat yang
menyamar sebagai pemilik penginapan, dalam situasi normal, pasti Emi sudah
didorong masuk ke dalam kamar.

Pada dasarnya, bahkan jika ada seseorang di balik pintu, pintu harus dikunci
sebelum keamanan bisa dipastikan, Emi tak pernah terpikir kalau dia akan
menemui malapetaka di tempat seperti ini karena dia terlalu terbiasa dengan
Jepang.

“Erhm, ini soal apa yang kau minta kepadaku kemarin, sepertinya sebuah
karavan pedagang akan melewati desa Warloski yang kau bicarakan itu.
Setelah aku menyinggung hal ini pada mereka, mereka bilang kalau mereka
mengizinkanmu ikut bersama mereka asalkan kau mau membayar.”

“Oh, begitu ya.”

Emi mengangguk.

Desa Warloski berada di dekat kampung halaman Emi, Sloan, sebuah desa
yang bisa didatangi dalam waktu setengah hari.

Saat memeriksa ke dalam penginapan, Emi memang tidak menyebut desa


Sloan, melainkan bertanya apakah ada imigran atau karavan pedagang yang
lewat desa sekitar.

Sementara untuk alasannya bertanya lokasi lain, tentunya agar orang lain tidak
tahu tujuan aslinya.
Dari sini, entah dia pergi ke Sloan atau Warloski, dia tetap harus berjalan
dengan jarak yang sangat jauh, tapi kalau dia bisa bepergian bersama karavan
pedagang yang memiliki kereta kuda, dia akan bisa menghemat banyak waktu.

“Terima kasih. Dan, ini depositnya.”

Emi mengeluarkan dua koin perak yang sudah dia siapkan sebelumnya dari
dalam tas, dan menyerahkannya pada si pemilik.

Karena penginapan murah ini tidak memiliki fasilitas keamanan apapun, meski
dia berada di depan si pemilik, Emi tidak bisa membiarkan orang lain melihat
kantong uangnya.

Dengan sembrono membuka pintu meski dia sudah mempertimbangkan hal ini,
Emi benar-benar sangat menyesal.

Dua koin perak memang harga yang cukup tinggi untuk deposit, tapi salah
satunya adalah uang tip untuk si bos.

Kau tidak boleh pelit ketika memang harus menggunakan uang, ini adalah
pelajaran dari Alberto.

“Yeah, aku paham. Kalau begitu aku akan pergi sekarang.”

Pemilik penginapan itu menggenggam koin peraknya, mengangguk puas dan


pergi setelah memberikan sedikit salam.

Emi mengunci pintu kamarnya dan bernapas lega.

“Sulit sekali. Padahal ini adalah sesuatu yang biasa kulakukan.”

Setelah melepas tali yang mengikat rambutnya, Emi perlahan duduk di ranjang,
dan dengan hangat mengelus rambut Alas Ramus yang kelihatannya
mengalami mimpi buruk.
“Tidak, ini bukan seperti itu. Saat aku benar-benar sendiri.... adalah satu tahun
di Jepang setelah aku bertemu Raja Iblis. Sebelum itu, aku selalu.....”

Sejak membangkitkan kekuatannya sebagai Pahlawan hingga saat dia


melepaskan Kekaisaran Suci Saint Aire dari cengkeraman Lucifer, entah itu
Olba yang sekarang menjadi musuhnya, ataupun para kesatria, mereka selalu
menjadi pelindung dan rekan Emi.

Emi bertemu dengan Emerada ketika dia membebaskan Saint Aire dan menjadi
sahabat baiknya.

Setelah mengalahkan Lucifer dan membebaskan Benua barat, Emi yang


memilih menuju ke Benua Utara, bertemu dengan Alberto di kapal, dia
kemudian meminjam ketangkasan serta kekuatannya, dan berhasil
menyelesaikan perjalanannya di Benua Utara dan Selatan, yang penuh dengan
cuaca yang keras.

Pasukan Alsiel di Benua Timur pun mundur sebelum berhadapan dengan Emi
dan yang lainnya dalam pertempuran, dan mereka berempat, dengan dipimpin
Emi, menyerang Kastil Iblis di Benua Utama dengan dukungan dari seluruh
dunia, lalu Emi terdampar ke dunia di mana kemungkinan bertemu bahaya bisa
dibilang cukup rendah, sendirian.

“Meski aku berlagak seperti Pahlawan, pada akhirnya aku memang tidak bisa
melakukan apapun sendiri. Aku tidak pernah menyangka kalau aku akan
mengkhawatirkan hal ini, dan ini terjadi saat aku sedang berada dalam
perjalanan, ini benar-benar tidak lucu.”

“Ah-uh.... uh-hm.”

“Alas Ramus, aku pasti akan memasakkan sesuatu yang lebih enak untukmu
besok.”
Emi tersenyum tipis, dan tanpa membangunkan Alas Ramus, dia menjatuhkan
diri ke atas ranjang tanpa mengganti baju ataupun melepas sepatunya.

“Naik ke ranjang dengan sepatu, benar-benar tidak beradab.”

Emi teringat saat dia pergi bersama Maou dan Alas Ramus, mereka bertiga
waktu itu sedang pergi ke Seiseki-sakuragaoka untuk membeli futon Alas
Ramus.

Saat itu, Alas Ramus naik ke atas kursi, dia bilang dia ingin melihat
pemandangan di luar, jadi Emi memintanya untuk melepas sepatunya terlebih
dahulu....

“Hey, Alas Ramus, jadilah anak baik dan dengarkan apa kata mama.”

“Yang benar saja.... kenapa dia sangat patuh dengan kata-kata papanya.....”

Suara yang tanpa sadar menggema dalam pikirannya, membuat Emi


mengerang.

Jika Alas Ramus terserang penyakit karena dia tidak terbiasa dengan makanan
ataupun air di sini, maka pria yang menganggap dirinya sebagai ayah itu pasti
akan marah dan mengkritik Emi.

Mampu memikirkan hal semacam ini meski dia sudah menyuruh dirinya untuk
berhati-hati, Emi, merasa tidak percaya, menghela napas berat.

“Ayah ya....”

Emi secara terang-terangan mengakui kalau hal ini memang sangat


menyakitkan, tapi dibanding sebelumnya, dirinya yang saat ini, benar-benar
telah kehilangan rasa benci dan keinginan untuk menantang Raja Iblis.
Sebagian alasannya adalah karena Emi tahu kalau ayahnya masih hidup,
sebagian yang lain, adalah karena dia terkadang tidak mampu memahami
eksistensi yang disebut Raja Iblis Satan.

Karena mereka sudah melewati beberapa bulan bersama di Jepang, pertanyaan


seperti inilah yang akan muncul.....

Karakter, kepribadian, dan pemikiran 'Maou Sadao', datang dari mana semua
itu?

Dengan semuanya yang seperti sekarang ini, Emi bahkan mulai mencurigai
apakah Maou itu benar-benar Raja Iblis Satan.

Emi memang menganggap orang itu sebagai musuh dan telah mengamatinya
dari dekat, dan sekarang, saat Emi kembali ke Ente Isla, dia sangat yakin kalau
Maou tidak akan melakukan hal-hal yang jahat di Jepang, kesan Emi terhadap
Maou Sadao dan Raja Iblis Satan benar-benar sangat berbeda.

“Setelah aku kembali ke kampung halamanku, aku penasaran apa aku akan
mendapatkan kembali kebencianku terhadap pria itu....”

Emi berbicara pada dirinya sendiri saat ia menatap wajah tertidur Alas Ramus.

Entah 'manusia' macam apa Maou sekarang, fakta bahwa Maou adalah orang
di balik pasukan Lucifer yang telah menghancurkan kampung halaman Emi,
adalah kenyataan yang tak terelakkan.

Dan adapun fakta bahwa ayahnya masih hidup, dia hanya mendengarnya dari
malaikat yang tak bisa dipercaya, dan tak ada bukti satupun.

Saat ini, bagi Emi, Maou tetaplah pembunuh ayahnya, musuh yang telah
menghancurkan kampung halaman dan semua yang ada di masa kecilnya.

Benar, dia sudah mengatakan hal ini berulang kali.


Keadaan mentalnya benar-benar terguncang karena fakta bahwa ayahnya
masih hidup. Ini adalah sesuatu yang tidak memiliki dasar. Ini benar-benar
membuatnya merasa menyedihkan.

“Un.... untuk apa aku bertarung, untuk siapa aku bertarung....”

Begitu pertanyaan yang tak bisa dijawab siapapun itu menghilang dalam
kegelapan kamar, kesadaran Emi pun terseret ke dalam dunia mimpi.

XxxxX

“Apa benar tak apa berhenti di sini? Kau sudah memberi kami banyak uang,
takkan masalah bahkan jika aku membawamu melewati dua desa lagi menuju
kota, kau tahu?”

Tanya kapten karavan pedagang dengan semangat bisnis yang jelas terlihat,
terdapat kecemasan dalam nada suaranya.

“Seperti yang bisa kau lihat, Warloski itu tidak punya satupun penginapan
untuk disewa petualang, dan desa terdekat, mulai dari Mility, Goff sampai
Sloan, mereka masihlah desa terlantar tanpa adanya tanda-tanda perbaikan.
Meski kau ingin pergi berziarah, di sana tak ada satupun penduduk yang akan
mendengar do'amu, kau tahu?”

Di sebelah jalan yang menuju desa Warloski, Emi turun dari kereta pedagang.

“Tak masalah, terima kasih atas bantuannya selama ini.”

Karena dia bepergian dengan kereta pedagang, Emi bisa menghemat lebih dari
satu hari waktu perjalanan.
Menggunakan kecepatan berjalan orang dewasa, dari Warloski menuju Sloan
akan butuh waktu setengah hari.

“Dalam beberapa hal, ziarah itu hanya alasan, aku kehilangan seseorang yang
penting saat Pasukan Raja Iblis menyerang, jadi selain ziarah, ini juga
perjalanan untuk mencari jejak orang itu.”

“.... Aku benar-benar bodoh. Seorang gadis yang berpetualang sendirian


ternyata punya alasan seperti itu.”

Si kapten, berada di tempat kusir kereta kuda, melepas topi lebarnya dan
menekankannya ke arah dada.

“Aku akan berdoa pada dewa perdagangan agar kau bisa menemukan ingatan
dari orang yang penting itu. Tak usah merasa tidak enak, karena kau sudah
memberiku banyak uang, anggap saja ini sebagai bagian dari layanan.”

“Kalau begitu izinkan aku berterima kasih atas niat baik anda.”

Emi tersenyum ke arah kapten yang suka melebih-lebihkan tersebut.

“Sampai jumpa, kuharap kita bisa bertemu lagi.”

Si kapten kembali memakai topinya, dan menarik tali kekang kuda agar
karavan bisa melanjutkan perjalanannya.

Para pria yang menjadi bagian dari rombongan enam kereta kuda itu
melambaikan tangannya ke arah Emi dan menghilang di ujung jalan.

Setelah tidak lagi melihat jejak mereka, Emi menekan dadanya dengan tangan,
dan berkata,

“Merasa begitu terguncang, aku benar-benar telah melemah.”

Doa tulus kapten tersebut memberikan kehangatan di hati Emi.


“.... Karena di sini terlalu damai, aku sampai lupa kalau ini adalah Ente Isla.”

Seolah agar tidak melupakan kehangatan tersebut, Emi menghirup napas


dalam.

Itu bukan ilusi, dia benar-benar merasa dipenuhi kekuatan.

“Kehangatan hati akan menjadi kekuatan. Sekarang, aku tidak akan kalah dari
siapapun.”

Emi memunggungi jalanan menuju desa Warloski dengan semangat tinggi


seraya merasakan sihir suci menyelimuti tubuhnya, dan berjalan menuju arah
desa Sloan.

Dalam perjalanan sebelumnya, dia hanya bisa bergantung pada cahaya bulan
dan bintang ketika berjalan di malam hari.

Namun, saat ini Emi memakai sebuah senter di kepalanya, dan dengan sebuah
alat canggih dari peradaban ilmiah bumi di tangan kanannya, yaitu sebuah
lampu LED, kedua benda itu memancarkan sinar yang begitu terang untuk
menerangi jalanan saat malam.

Ketika Emi berada di desa Sloan, sumber cahayanya adalah kedua benda ini.

Baterai yang terpasang pada lampu LED tersebut adalah alat canggih yang
menggunakan energi matahari, sehingga tak perlu khawatir kehabisan energi
listrik, dan meski Emi berlebihan menggunakannya sehingga tak ada listrik di
malam hari, baterai itu bisa diisi ulang secara manual.

Asalkan kabel dan colokan yang tersedia terhubung, bahkan HP Emi pun bisa
diisi ulang. Fitur langkanya adalah lampu bagian depan yang menghadap LED,
dapat digunakan di saat yang sama dengan bohlam yang terpasang di sisi bodi
utama, yang mana berfungsi sebagai lampu berdiri. Untuk menghemat energi,
fakta bahwa ada dua tingkat kecerahan adalah poin plus dalam produk ini.

Ketika berada di hutan lebat, Emi bahkan menggunakan fitur alarm yang
terpasang pada alat itu, dan tanpa harus bertarung, dia mengusir binatang liar
yang bersembunyi dalam kegelapan hutan seperti serigala, beruang, dan lain
sebagainya.

“Ditambah lagi, jika sebuah pemantik api atau pisau diletakkan di belakangnya
dan dijual, benda ini pasti akan membuat perubahan dramatis dalam hal
berpetualang di Ente Isla.”

Mengucapkan kalimat yang mirip seperti yang ada di saluran belanja televisi,
Emi menemukan sebuah reruntuhan kecil di ujung hutan yang mana akan dia
lewatkan jika dia tidak teliti.

Emi mematikan lampunya setelah memastikan tujuannya.

Mempertimbangkan adanya perampok atau orang sejenis itu mendiami tempat


ini, akan lebih baik kalau Emi tidak menunjukkan pergerakannya.

Dan reruntuhan ini berbeda dengan tempat-tempat lain.

Seperti apa yang Emerada khawatirkan, mungkin dia diawasi oleh banyak
orang berbahaya.

Emi dengan cermat merasakan udara di sekitarnya dan perlahan melangkah


maju, menghabiskan waktu dua kali lipat lebih lama dari yang biasanya ia
gunakan.

Dia dengan cepat berada di jarak di mana dia bisa melihat bentuk luar
bangunan itu di bawah sinar bulan, dia pun berhenti untuk mengamati keadaan.

“..... Tidak ada orang ya.”


Emi menghela napas dan berbicara.

Dia memang harus bergerak dengan hati-hati, kalau dipikir-pikir, Emi sudah
meninggalkan Ente Isla selama lebih dari satu tahun.

Dan para malaikat, iblis, dan orang yang berkaitan dengan Gereja, telah
memastikan kalau dia masih hidup setengah tahun lalu.

Dalam jangka waktu selama itu, tak peduli faksi mana, mereka tak akan punya
waktu untuk menempatkan pasukan ketika mereka tidak yakin apakah Emi
akan datang atau tidak.

Bagaimanapun, sebelum penyerangan Pasukan Raja Iblis, desa ini sama sekali
tak memiliki karakteristik khusus apapun, desa ini hanyalah desa petani yang
bisa ditemukan di manapun.

Emi, perlahan mendekati jalan, mendapati sebuah lahan datar yang terlihat
usang.

Dulunya itu adalah lahan pertanian.

Emi berjalan melewati jalanan kecil yang mengelilingi lahan pertanian tersebut,
dan mendekati sebuah bayangan reruntuhan di malam hari.

Akhirnya Emi berdiri di jalan utama yang cukup untuk dilewati sebuah kereta
kuda.

“.... Aku pulang.”

Tak satupun suara serangga terdengar, dan tak satupun tikus sawah yang
terlihat di tempat ini, seolah waktu di desa ini telah berhenti.

Hanya hembusan angin dingin yang menjawab suara gemetar Emi.


Desa Sloan, dengan tubuhnya sendiri sebagai batu nisan, diam-diam telah
membusuk.

“Mama, apa tak masalah masuk ke dalam?”

Tanpa mendapat izin siapapun, Emi berjalan memasuki sebuah rumah yang
memiliki kondisi paling baik di dekat jalan dan memasang tenda yang dia bawa.

Ini adalah untuk menghindari agar orang tidak melihat sinar yang dikeluarkan
Alas Ramus ketika dia termaterialiasi sekaligus asap ketika dia memasak.

“Tak usah khawatir. Karena.... ini kan rumah milik orang yang mama kenal.”

Emi memperlihatkan sebuah senyum kesepian, dan membuat persiapan makan


malam dengan cepat.

Makan malam hari ini adalah pasta sup kentang yang dimasak hingga kering
kemarin malam, dan ditemani nasi instan yang dia bawa dari Jepang, Gotou
Rice yang terkenal.

Orang-orang normalnya menganggap masakan ini hanya bisa dimasak


menggunakan microwave, namun ternyata masakan ini juga bisa dipanaskan
dengan air dan dimakan.

Emi menuangkan air ke dalam panci serbaguna dan mendidihkannya


menggunakan tungku api khusus kemah yang tidak menghasilkan banyak asap.

Usai menambah air panas untuk merubah pasta kentang menjadi sup, Emi
menggunakan air panas yang tersisa untuk memanaskan beras.

Lalu dia mengeluarkan beberapa daging yang telah diawetkan, yang mana bisa
bertahan lama, dan menyelesaikan persiapan makan malam.

“Sebagai makan malam ketika pulang ke rumah, ini lumayan juga.”


“Mama, kentang!”

Alas Ramus, disinari oleh cahaya dari lampu, sama sekali tak takut dengan
kegelapan di sekelilingnya, dan malah ingin meminum sup kentang yang
kelihatannya sangat dia sukai.

“Alas Ramus, apa yang harus lebih dulu kau lakukan?

“Uu... o,oh! Selamat Makan!”

“Ya, bagus sekali. Makanlah setelah meniupinya okay?”

Karena ini untuk Alas Ramus, Emi dengan teliti mengatur suhunya, dan seperti
biasa, menyuapkan supnya pada Alas Ramus.

“Fu, fu.... ah-um.”

“Bagaimana?”

“Um, enak.”

Makan malam di kampung halaman Emi yang terlantar berlalu dengan damai.

Setelah Alas Ramus mengisi perutnya dengan kentang dan sup, Emi mulai
memasak makan malam untuk dirinya sendiri.

Sebagai orang dewasa, Emi sama sekali tak pilih-pilih soal makanannya, jadi
dia hanya memakan beberapa roti gandum dan daging yang telah diawetkan,
ditambah sup Alas Ramus.

"Mama."

"Hm? Ada apa?"

"Teman mama, kenapa mereka tidak ada di sini?"


"..... Soal itu......."

Emi tahu, teman yang Alas Ramus bicarakan adalah


'seseorang yang dia kenal', yang sebelumnya dia sebutkan, Emi terbatuk sekali
dan mengatakan,

"Di rumah ini, seorang kakek bernama Kfar dulu tinggal di sini...."

Dulu, sepasang suami istri berusia sekitar 10 tahun lebih tua dari ayah Emi,
Nord, tinggal di sini, Emi bahkan ingat kalau mereka adalah pembicara yang
hebat.

"Kalau yang di sana?"

Alas Ramus bahkan tidak menunggu Emi menyelesaikan perkataannya dan


menunjuk ke sebuah rumah terlantar yang ada di seberang jendela.

"Ugh... itu rumah nenek Lilina. Dia itu wanita tua yang ahli merajut."

"Kenapa mereka tidak ada di sini lagi?"

"......."

Tujuan apa yang dimiliki Alas Ramus ketika menanyakan pertanyaan ini?

Apa itu hanya pertanyaan polos dari seorang anak kecil? Ataukah dia sedang
mencari kebenaran, menunjukkan kebijaksanaannya yang terkadang muncul?

"Karena sekelompok iblis yang menakutkan menyerang desa, jadi mereka


kabur."

Setelah Emi mendapatkan perlindungan dari Gereja, desa Sloan pun menjadi
pengorbanan untuk pasukan Lucifer tak lama setelahnya.
Mempertimbangkan jarak antara desa Sloan dengan titik paling barat di Benua
Barat, Holy Saint Ignord, insiden itu mungkin terjadi satu bulan setelah Emi
meninggalkan desa.

Namun, desa telah dihancurkan sebelum Emi sampai di Saint Ignord.

Dipengaruhi oleh kebencian, penyesalan, sifat kekanakan, dan terutama waktu,


Emi sudah tidak bisa lagi mengingat memorinya pada waktu itu, dan sekarang,
dia tidak bisa memastikan kapan tepatnya desa telah dihancurkan.

Tepat ketika Emi menelan memori kelamnya bersama dengan roti yang dia
gigit, Alas Ramus mengajukan pertanyaan lain,

"Mama, iblis yang kau maksud, apa itu si Wajah Putih Palsu?"

"Eh?"

"Menakutkan, dan membuat semua orang menangis, apa itu si Wajah Putih
Palsu?"

"Bu-bukan dia."

Kenapa nama Gabriel muncul di saat seperti ini?

Tidak, Emi sudah tahu, sebelum mereka berdua memiliki hubungan seperti
sekarang ini, Alas Ramus memang memiliki kebencian yang aneh terhadap
Malaikat Agung Gabriel, tapi meski begitu, pertanyaan ini masih sangat
mendadak.

"Lalu, apa iblis itu, maksudnya malaikat?"

"Uh, erhm, maaf. Mama benar-benar tidak paham apa yang Alas Ramus
katakan....."
Selain itu, meskipun sejak awal Alas Ramus tahu mengenai 'malaikat', tapi apa
dia mengerti konsep mengenai 'iblis'?

Logikanya, dengan menjadi pedang suci Emi 'Evolving Holy Sword, One
Wing', Alas Ramus seharusnya pernah melihat wujud iblis Maou dan Ashiya
beberapa kali, tapi walau begitu, sikap Alas Ramus terhadap mereka berdua
tetap tidak berubah.

"Apa iblis itu?"

"... Soal itu....."

Emi tak mampu menjawab.

Jika ini setengah tahun yang lalu, Emi pasti bisa berbicara mengenai monster-
monster mengerikan ini dengan lancar.

Tapi yang melayang dari dasar ingatannya, adalah apa yang Gabriel katakan
sebelumnya.

'Secara biologis, malaikat itu adalah manusia.'

Pertanyaan Suzuno, mengguncang ingatan Emi.

'Iblis.... menurutmu, mereka itu apa?'

Raja para Iblis, Satan yang tinggal di Jepang dengan penampilan seperti
manusia.

Secara biologis, apa sebenarnya dia itu?

Emi yang sekarang, tak punya jawabannya, jadi dia tidak bisa menjawab
pertanyaan Alas Ramus.

"Mama?"
Ada alasan lain yang membuat Emi tak bisa menjawab.

Iblis menakutkan yang telah mengusir orang-orang dari desa, bukanlah siapa-
siapa, melainkan Papa yang Alas Ramus kagumi.

Entah sebagai Pahlawan, atau sebagai manusia, saat ini Emi tidak bisa
memberitahu Alas Ramus kalau Papanya adalah seseorang yang seharusnya
dibenci.

Meski di suatu tempat di hatinya Emi tahu kalau ini tidak akan menguntungkan
hidup Alas Ramus, dia tetap tak bisa mengeraskan hatinya di momen yang
singkat ini, dan memberitahu putri tercintanya bahwa dia akan memutar bilah
pedangnya melawan papa yang ia kagumi.

Ditambah lagi, dalam situasi di mana dia tahu bahwa ayahnya mungkin masih
hidup, apakah hal itu memang perlu dilakukan atau tidak, menjadi tidak jelas
bagi Emi.

Apapun yang terjadi, jika dia mengkhianati cinta putrinya demi menuntut balas
dendam, bukankah Emi akan menjadi makhluk yang sama seperti 'iblis' yang
dia benci?

".... Aku merasa sedikit jengkel."

Bahkan di sini, jika dia mengingat wajah idiot Maou yang sangat mengganggu
itu, Emi pasti merasakan sesuatu yang berbeda dari rasa kebencian ataupun
kemarahan, yaitu sebuah rasa frustasi yang bercampur dengan kecemasan.

"Kalau aku kehilangan kesabaran terhadap orang itu sedikit saja, dia pasti akan
membuatku merasa sangat cemas seperti sekarang dan dengan tidak senonoh
berbicara soal ambisinya sambil melewati hari-harinya dengan santai, itu
menjengkelkan."
"Uu...."

"Dengar Alas Ramus, para iblis itu sangat licik, curang, dan melakukan apapun
yang mereka inginkan."

"Licik, curang....?"

"Serius ini, hal bagus apa sih yang Chiho-chan lihat dari pria itu, aku benar-
benar tidak mengerti."

"Uu~~ aku tidak mengerti."

Emi yang merasa jengkel terhadap hal-hal sepele ini, menunjukkan senyum
jahat di bawah cahaya lampu saat dia tiba-tiba memikirkan sesuatu.

"Benar, Alas Ramus, saat kita pulang... minta papa untuk mengajarimu!"

"Papa?"

"Yeah, kau bisa bertanya pada papa 'Apa iblis itu?' Karena papa tahu segalanya,
dia pasti akan mengajarimu."

"Aku mengerti."

Sungguh kejam.

Tapi dari sudut pandang Emi, dia memang tidak bisa menerima fakta bahwa
dialah satu-satunya orang yang merasa gelisah dengan hubungan antara Alas
Ramus dan Maou.

Jika dia tidak membuat Maou ikut memikirkan soal masa depan, maka itu akan
jadi tidak adil.

"Saat aku kembali, aku harus memberinya pelajaran."


Ketika memikirkan Maou yang panik karena pertanyaan Alas Ramus, Emi
tanpa sadar menyunggingkan sebuah senyum.

"Kapan aku bisa bertemu dengan papa?"

"Sebentar lagi. Kita akan mengadakan pesta untuk Chi nee-san nanti, di saat
itu, papa pasti akan datang."

Emi membicarakan janjinya setelah pulang ke Jepang dengan natural tanpa


menyembunyikan apapun.

"Meski ini sedikit terlalu awal, tapi ayo tidur setelah membereskan semuanya.
Kita masih harus bangun pagi besok."

Emi menyimpan semua barangnya selain tenda, kantong tidur, dan lampu ke
dalam tas, membawa Alas Ramus, memasuki tenda, dan membuka kantong
tidurnya.

"Halus dan lembut!!"

Alas Ramus masuk ke dalam kantong tidurnya untuk bermain.

"Hey, sudah, berhenti mainnya!"

Akhirnya, Emi juga masuk ke dalam kantong tidur, dan setelah bermain
sebentar, dia kemudian mengeluarkan Alas Ramus.

Meskipun dia menunjukkan ekspresi tidak senang, setelah Emi mematikan


lampu, Alas Ramus dengan patuh berbaring di lengan ibunya untuk bersiap-
siap tidur.

"Mama, bacakan cerita!!"

"Cerita ya. Kalau begitu....."


Ini memang bukan pertama kalinya Alas Ramus meminta Emi untuk
menceritakan sebuah kisah sebelum tidur, tapi hal ini jarang terjadi.

Beberapa dongeng dan legenda dari bumi terlintas di pikirannya, namun, Emi
menggelengkan kepalanya pelan, dan setelah menyalakan lampu dengan
setting paling kecil, dia mengatakan,

"Kalau begitu... akan kuceritakan sebuah legenda kuno dari Ente Isla. Ini
adalah cerita tentang seorang putri yang ditangkap oleh iblis menakutkan, dan
seorang raja muda pergi untuk menyelamatkannya....."

Emi menempatkan tangannya di perut Alas Ramus yang berada di dalam


kantong tidur, dan menggerakkannya ke atas dan ke bawah dengan gerakan
berirama.

Di sudut sebuah desa terlantar yang mana bahkan cahaya bulan tak bisa
meraihnya, senja milik 'ibu' dan 'anak' perlahan menjadi semakin larut.

Keesokan paginya, Emi membuka matanya sebelum langit mulai bercahaya


terang.

Emi membatalkan wujud Alas Ramus yang masih tertidur dan bergabung
dengannya, dia kemudian berjalan-jalan di desa tak terurus itu di bawah
matahari yang cerah.

Meskipun tempat ini masih merupakan desa yang sangat sepi, yang bahkan
keberadaan binatang kecil pun tak bisa dirasakan, karena Emi pernah
mengambil jalan memutar saat perjalanannya dulu dan datang ke sini untuk
mengusir binatang liar dan binatang iblis yang mendiami desa, di tempat ini
pun hampir tak terlihat pelapukan.
Apa yang mengejutkan adalah, walau pemandangan di sini menjadi sangat
berbeda setelah banyak bangunan runtuh, tapi tubuh Emi masih mengingat
jalannya dengan jelas.

Rumah Justina berada di arah matahari terbit.

Sinar matahari bersinar dari balik pegunungan nan jauh, dan Emi, seperti
ditarik oleh pemandangan itu, melintasi jalan utama dan mencapai lingkar luar
desa.

Lalu, karena melihat sesuatu yang tak terduga, Emi mematung.

Pohon, yang beberapa bagiannya dapat dilihat dari sisi lain jalan, adalah tempat
di mana Emi menghabiskan makan siang bersama ayahnya yang pergi ke
ladang untuk bekerja.

Artinya, ladang gandum yang terlantar di sekitarnya ini adalah....

"Ladang gandum.... milik ayah...."

Saat itu juga, seolah merespon kata-kata Emi, sang fajar mengulurkan
tangannya dari balik pegunungan untuk menyinari ladang.

Air mata tanpa sadar mengalir dari mata Emi.

Ladang ini penuh dengan tanaman hijau yang lebat.

Angin pagi pun menggerakkan pemandangan hijau yang menutupi hamparan


tanah tersebut.

"Masih hidup.... masih hidup...."

Biji kehijauan mengisi hamparan tanah yang luas.

Mereka adalah gandum.


Dan lahan pertanian ini, jelas-jelas sudah ditelantarkan untuk waktu yang lama.

Pemandangan hijau di depan matanya bercampur dengan gulma tinggi yang


tak terhitung jumlahnya, dan kepala gandum yang tertiup angin itu terlihat
sangat kurus dan lemah.

Bahkan dengan sudut pandang Emi pun, dia bisa tahu kalau kepala gandum ini
tak akan bertahan hingga musim gugur.

Tapi meski begitu, Emi tak bisa menahan keinginannya untuk berteriak ke arah
langit pagi dengan matahari terbitnya.

"Mereka masih hidup! Gandum yang ayah tanam masih hidup!!"

Meski mereka telah diinjak-injak oleh para iblis dan kehilangan pengurusnya
selama bertahun-tahun, tanaman gandum ini dengan kokoh masih terus
bertahan melewati diagenesis.

(T/N : Diagenesis, perubahan fisik dan kimia yang terjadi saat perubahan batu
sedimen)

"Apa kau benar masih hidup di suatu tempat sana? Bisakah kita, tinggal
bersama lagi....."

Bukti bahwa ayahnya masih hidup ada di hadapannya. Hal yang dia anggap
telah hilang setelah mengalami teror dan keputusasaan tepat berada di
hadapannya sekarang.

Emi tidak ingin mengalami keputusasaan itu lagi. Apapun yang terjadi, dia
akan mempertaruhkan hidupnya untuk melindungi pemandangan ini.

".... Ummm.. Mama? Ada ap, pwah!!"

Teriakan Emi bahkan sampai mengguncang keadaan mentalnya.


Emi langsung mematerialisasi Alas Ramus yang ketakutan karena teriakan
yang mengguncang keadaan mentalnya, dan tanpa menghapus air matanya, dia
memeluk gadis kecil itu dengan erat.

"Alas Ramus, aku masih bisa berusaha... Aku harus berusaha keras!!"

"Mama.... fwah...."

Emi dengan erat memeluk Alas Ramus yang tiba-tiba terbangun dan nampak
masih ingin tidur, dia kemudian buru-buru berlari menuju jalan yang dia ambil
untuk sampai ke tempat ini.

Itu karena dia ingin cepat-cepat mengemasi barangnya di rumah Kfar, dan
menuju rumah yang dia tinggali bersama ayahnya.

Dan dengan tempat itu sebagai titik awalnya, dia akan menyelesaikan
tujuannya kembali ke Ente Isla.

Rumah tempat dia tinggal bersama ayahnya pasti menyembunyikan sesuatu.

Sesuatu yang bisa merubah situasi di Ente Isla saat ini.

Sesuatu yang cukup untuk mengungkap kebenaran di balik misteri Ente Isla
dan bumi.

Usai menemukan keajaiban tak terduga ini, Emi pun memendam perasaan
yakin tersebut.
XxxxX

"Huuuuh.... Tidak ada apa-apa sama sekali...."

Emi yang konsentrasinya hancur, duduk dengan lesu di tempat yang dulunya
adalah dapur.

Saat ini adalah siang di hari ketiga Emi mencari di rumah lamanya.

Hari pertama ketika ia mengetahui bahwa ladang gandum milik ayahnya masih
bertahan, Emi merasa sangat tersentuh bahkan sampai menangis, dia melihat
hal tersebut sebagai pertanda bagus, dan yakin bahwa dia pasti akan
menemukan petunjuk yang bisa menyelesaikan situasi yang saat ini dunia
hadapi. Namun, mulai dari saat ia dipenuhi motivasi dan berpindah ke rumah
lama yang sangat dia rindukan sebagai titik awalnya, kini tiga hari telah
terlewati.

Sampai hari ini, tak ada hasil sama sekali.

Rumah Justina hanyalah rumah petani biasa. Mereka tidak memiliki mansion
mewah ataupun tanah yang luas.

Memang ada beberapa tanda kerusakan seperti rumah lain, tapi rumah ini
masih bertahan dengan kondisi yang mirip seperti di ingatan Emi.

Dapur tempat dia memasak untuk ayahnya.

Ruang makan tempat dia makan bersama ayahnya.

Ruang keluarga tempat mereka mengawasi api kompor bersama dan tertidur.

Ketika dia melihat ranjang yang ia gunakan saat kecil dulu, Emi bisa
merasakan air mata di matanya karena perasaan nostalgia.
Selain menjadi rumah Emi dan ayahnya, Nord, tempat ini juga
merupakan rumah ibu Emi yang menyembunyikan pergerakannya dan terlibat
dengan manusia Ente Isla dan bumi.... rumah Lailah.

Emi memang tidak tahu banyak hal saat masih ia kecil, benda-benda yang tidak
boleh dia sentuh, dan tempat-tempat yang tidak boleh dia masuki, mungkin
menyembunyikan beberapa petunjuk.

Tapi setelah sang Pahlawan yang menyelamatkan dunia mencari ke seluruh


rumahnya, hal yang ia ketahui adalah fakta bahwa ayahnya memang petani
yang sederhana dan bersemangat.

Sejak awal, rumahnya memang tidak memiliki banyak lemari, ataupun rak
buku, ataupun furnitur yang bisa menyimpan banyak barang.

Tempat ini bisa saja sudah dijarah oleh bandit setelah menjadi desa terlantar,
tanpa mempertimbangkan barang-barang berharga berukuran kecil, tak
mungkin ada bandit yang akan sengaja mencuri furnitur besar seperti lemari.

Berpikir jikalau benda-benda itu disembunyikan di tempat seperti loteng atau


basemen, Emi pun mulai mencari di tempat-tempat tersebut, tapi pada akhirnya,
di loteng, dia hanya bisa menemukan furnitur musiman, ember kosong, dan
kendi sekaligus barang-barang lain seperti paku dan sekrup.

Sementara untuk basemen, rumah Emi sejak awal tidak memiliki basemen.

“Di saat seperti ini, seharusnya ada basemen rahasia atau apa gitu....”

Tapi meski dia mengeluh, hal itu tak akan ada gunanya.

Setelah itu, Emi pun mencari di pondok alat pertanian, di belakang kompor,
serta di belakang dan di dalam oven, tempat-tempat yang tidak boleh dia dekati
sewaktu kecil, tapi selain membuat wajah dan kepalanya dipenuhi jelaga dan
kotoran, dia sama sekali tidak menemukan apapun, dan pada akhirnya, saat
sedang makan malam....

“Mama kotor sekali.”

Ucap Alas Ramus tanpa ampun, membuat Emi merasa sangat depresi.

“Nah, jika memang benda-benda penting itu disembunyikan di belakang


kompor atau di dalam oven, maka orang itu tak mungkin bisa mengambilnya
lagi, kan?”

Dengan begitu, satu-satunya cara yang tersisa adalah menyembunyikannya di


dalam pohon atau di dalam hutan.

Selama hari kedua, Emi pun memutuskan mencari di buku dan dokumen yang
tertinggal di rak buku.

Buku kertas di Ente Isla adalah produk mewah, jadi entah itu kertas kayu,
kertas kulit domba, ataupun kertas pohon lontar, benda-benda yang bahkan
tidak bisa disebut kertas yang dibuat secara kasar itu juga digunakan untuk
menerbitkan dokumen penting, hal itu sama sekali tidak aneh.

Karena tidak ada banyak buku atau dokumen yang tertinggal, Emi mengira
kalau dia tidak akan menghabiskan banyak waktu untuk selesai membaca
semuanya....

“Mem.... membosankan sekali....”

Meski dia sudah mulai mencari dari pagi, bahkan setelah matahari terbenam
pun Emi belum juga selesai membaca semuanya.

Awalnya, Emi merasa sangat tersentuh sampai menangis ketika ia melihat


tulisan tangan ayahnya, tapi ia tidak pernah menyangka kalau ayahnya yang
disiplin itu akan menggunakan buku catatan mahal untuk meninggalkan
sebuah jurnal mendetail.

Sebagian besar isinya berkaitan dengan pertumbuhan gandum dan masalah


pekerjaan, tapi karena ayahnya meninggalkan tulisan yang cermat seperti ini,
seperti dugaan Emi, beberapa petunjuk pasti tersembunyi di dalamnya, tapi
meski begitu, Emi masih tidak bisa mencari mereka dengan santai.

Saat Emi menjadi semakin lelah membaca buku harian pertanian itu, dan
hendak memeriksa dokumen kertas kayu dan kertas bulu domba, dia pun
menyadari kebanyakan dari mereka adalah sertifikat pembayaran pajak selama
20 tahun, dan selain gandum, banyak sertifikat dan pengajuan ternak tercampur
di dalamnya.

“.... Ah, segel pemeriksanya berubah.”

Perubahan mencolok pertama yang dia temukan setelah menghabiskan waktu


dua jam adalah cap di atas kertas kayu yang telah berubah, Emi sementara
berhenti membaca dan mulai menyiapkan makan malam.

“Hei, Alas Ramus.”

“Ada apa mama?”

Saat ini Alas Ramus sedang meminum sup kaleng instan yang larut ke dalam
air panas dengan nikmat, dan Emi, dia bertanya dengan maksud coba-coba.

“Apa kau merasakan tanda fragmen Yesod di sekitar sini??”

“Tidak!”

Jawab gadis kecil itu tanpa ragu, membuat Emi menundukkan kepalanya,
merasa putus asa.
Meskipun ia hanya setengah serius, tapi rasanya seperti ia sekali lagi dipaksa
untuk menghadapi kenyataan yang kejam.

Namun hal itu sudah bisa diperkirakan, jika benar-benar ada reaksi semacam
itu di dekat sini, maka Alas Ramus akan menemukannya ketika ia memasuki
desa.

Pada akhirnya, meski data yang tertinggal tidak banyak, Emi tetap tidak bisa
selesai membaca semuanya dalam satu hari, sampai hari ini, di hari ketiga, dia
terus membaca dan menata dokumen-dokumen itu secara berurutan.

“Hmmm... Di sini juga tidak ada hasil.”

Emi yang beralih dari dokumen perdagangan pertanian ke dokumen


pemeriksaan wewenang lahan, duduk bersila di sebuah kursi tua.

“Ataukah.... mereka sudah diambil oleh Olba atau Gabriel yang memiliki
pemikiran yang sama?”

Emi memindahkan dokumen batas lahan ke atas tumpukan dokumen yang


sudah dia baca dan mengambil buku catatan lain.

“Buku harian normal tidak mungkin hanya ini, kan?”

Buku itu mungkin satu-satunya harapan Emi, itu adalah buku harian milik
Nord.

Dibandingkan buku harian pertanian, kepadatan tulisan di buku ini sama sekali
tidak bisa dianggap tinggi.

Dibandingkan buku harian pertanian yang mencatat tiap hari, buku harian ini
paling banyak hanya mencatat seminggu sekali. Daripada menyebutnya buku
harian, buku tersebut lebih seperti laporan mingguan.
Selain itu, meskipun kegiatan dan keseharian Emi saat ia masih kecil tercatat
di dalamnya, nama ibunya, nama Lailah, nyatanya tak sekalipun disebutkan,
dan tanggal di halaman terakhirnya juga sudah berhenti beberapa tahun
sebelum Pasukan Raja Iblis menyerang.

“Berdasarkan waktunya, buku harian ini benar-benar tidak mencatat sesuatu


yang penting.”

Meskipun itu milik seorang anggota keluarga, pemikiran setelah membaca


buku harian orang lain tanpa izin pemiliknya tetap saja terasa tidak normal.

Ingatan ayahnya memang berharga, tapi mengingat waktu yang tertulis di


dalam, informasi yang Emi butuhkan jelas-jelas tak ada di sini.

“Masih ada dua hari lagi sebelum Em menjemputku...”

Ruang pencariannya semakin menyempit, menyebabkan Emi menghela napas


lemah.

“Sertifikat pengelolaan lahan, ini sertifikat batas lahan pertanian, ini pengajuan
untuk penurunan pajak lahan kosong.....”

Emi yang terus menata dokumen, mengelompokkan mereka setelah melewati


papan kayu satu persatu.

“Sertifikat pembayaran deposit pengelolaan jalan, apa ini? Kartu ucapan tahun
baru dari kepala desa ternyata tercampur di tempat seperti ini. Kertas kulit
dombanya taruh sini, lalu.... setelah itu surat izin dan hak...”

Seperti seorang pekerja berpengalaman, Emi terus menata dokumen-dokumen


tersebut dengan gerakan yang lihai.

“Hak untuk memotong pohon dari hutan secara teratur, izin untuk penggunaan
kapak? Mereka bahkan punya benda seperti ini. Berikutnya....”
Emi melihat-lihat dokumen berikutnya sambil mengolah banyak surat izin dan
hak yang tidak pernah dia dengar sebelumnya....

“Izin dari raja untuk membangun rumah, izin renovasi, izin pembangunan, ini
semua adalah dokumen yang berkaitan dengan rumah. Izin untuk membangun
pondok alat pertanian, ini izin untuk membuka lahan pertanian baru.... eh?”

Dan akhirnya berhenti ketika menemukan sebuah kertas kulit domba.

“Seingatku semua dokumen yang berkaitan dengan lahan ada di sini. Apa ini
diletakkan di tempat yang salah?”

Mungkin ayahnya membuat kesalahan ketika menatanya?

Dilihat baik-baik, itu adalah dokumen yang dibuat di saat yang sama ketika
rumah ini dibangun.

Mungkin karena pada waktu itu penataannya tidak dikerjakan dengan baik, hal
ini jadi terlupakan seiring berjalannya waktu.

Ketika Emi memikirkan hal tersebut, dan hendak meletakkan izin untuk
membuka lahan pertanian baru itu ke kategori yang berhubungan dengan
lahan....

“.... Apa ini?”

Dia menarik napas dan menatap kalimat yang ada di kulit domba tersebut.

“Ini ada di mana?”

Izin untuk membuka lahan pertanian baru, tepat seperti namanya, adalah
sebuah dokumen ketika seseorang ingin menggarap lahan pertanian baru,
diterbitkan oleh kepala desa dan raja yang menguasai wilayah di mana si
pemohon tinggal berdasarkan situasi pajak dan jumlah panennya.
Pembukaan lahan memang dilakukan oleh orang itu sendiri, sisi baiknya
adalah orang itu bisa mendapatkan lahan dengan harga yang murah, tapi karena
pajaknya berdasarkan luas lahan itu sendiri terlepas dari tingkat kesuburan
tanahnya, hal itu juga akan menambah beban pajak.

Jadi jika itu bukan petani yang punya banyak uang, mereka tidak akan
membuat pengajuan semacam ini.

Ditambah lagi....

“Kenapa tempat yang dipilih sejauh itu?”

Lahan yang tertera di sana berada di pegunungan sebelah timur desa, dan
jaraknya sangat jauh dari lahan lain yang dikelola oleh keluarga Justina.

Setelah mencocokkan peta yang dia dapatkan dari Emerada, Emi pun tahu,
bahkan dengan kecepatan berjalan orang dewasa, akan butuh waktu setengah
hari dari desa menuju tempat tersebut.

“Hmmmmm?”

Emi buru-buru melihat dokumen yang sebelumnya dia baca.

Dan di tumpukan dokumen untuk hak menggunakan fasilitas irigasi, dia


menemukan sebuah izin pembangunan pondok alat-alat pertanian lain, yang
terlihat seperti disembunyikan di dalamnya.

Lokasi yang tercacat di atasnya, sama dengan izin pembukaan lahan baru tadi.

"Benar-benar ada tempat seperti itu... aku tak pernah mendengarnya


sebelumnya."
Setidaknya dalam ingatan Emi, lahan pertanian milik keluarga Justina
semuanya berlokasi kurang lebih 10 menit jauhnya berjalan dari rumah ini,
bahkan dengan kecepatan anak kecil.

Selain gandum, ayahnya hanya punya pondok lain di rumah untuk memelihara
ayam, dan diambil telurnya untuk dijual.

Lalu, ada apa dengan lahan pertanian yang sepenuhnya berada jauh di luar desa
itu? Apa tujuan ayahnya membangun pondok itu?

Emi melompat dan dengan cepat membalik buku harian pertanian yang telah
ia baca sebelumnya, lalu pada tanggal yang sama dengan dua dokumen
misterius tersebut, dia menemukan catatan tentang operasi di dekat lahan
pertanian itu.

Dia membaca kata-kata yang tertulisnya di atasnya dengan wajah penuh


antusiasme.

"Tidak ada panen, tidak ada yang ditanam. Tapi...."

Di halaman selang tiga hari setelah penerbitan izin pembangunan pondok alat
pertanian itu, sebuah kata yang dia lewatkan saat pertama kali membaca tertulis
di sana.

"9... ini nomor 9..."

Awalnya, Emi pikir itu adalah sebuah kesalahan atau catatan sederhana, dan
dia tidak memperhatikan arti nomor tersebut, tapi sekarang, pecahan informasi
ini menekan Emi.

Sulit membayangkan kalau ini hanya sebuah kebetulan. Karena, Yesod


Sephirah yang menjadi inti 'Evolving Holy Sword, One Wing' dan Alas Ramus,
adalah Sephirah bernomor 9 di Pohon Kehidupan.
Emi tidak bisa menekan detak jantungnya yang gelisah, dan menekan dada
menggunakan tangannya.

"Alas Ramus...."

"... Uh Uhm..."

Sepertinya Alas Ramus sedang tertidur di dalam tubuh Emi.

Tapi dia harus memastikan arti di balik potongan informasi ini dengan cepat.

Emi mendongak menatap langit merah karena matahari terbenam secara


refleks.

Emerada akan datang menjemputnya dua hari lagi. Tapi tempat itu berlokasi
setengah hari jauhnya berjalan menggunakan kecepatan orang dewasa. Jika ini
adalah situasi di mana dia harus melakukan pencarian skala luas, dia mungkin
tidak bisa melakukannya tepat waktu sebelum hari yang telah dia sepakati
dengan Emerada jika ia berjalan ke sana.

Meski begitu, jika dia menunggu Emerada dan meninggalkannya di sini, itu
mungkin akan menyebabkan masalah untuknya karena dia juga harus
berkeliling dan mencari informasi di saat yang sama.

".... Sepertinya aku hanya bisa terbang ke sana."

Jika itu hanya terbang, jika dia tidak terbang terlalu cepat, dia mungkin tidak
akan terdeteksi oleh musuhnya.

"Pada dasarnya tempat ini bukan Jepang, ada banyak orang di seluruh dunia
yang bisa menggunakan sihir suci."

Mantra untuk menyalakan lampu akan digunakan di kota-kota besar saat


malam, dan termasuk pembuatan alat sihir sekaligus produksi produk makanan
yang telah diberkati seperti yang Suzuno bawa ke Kastil Iblis Sasazuka dulu,
sihir suci memang digunakan di banyak area.

Terutama di benua Barat di mana budaya sihir lebih maju daripada benua lain,
konsumsi sihir suci mereka setiap tahunnya 30% lebih banyak dibandingkan
benua lain.

Mempertimbangkan waktu yang tersisa dan sudut pandang Emerada, daripada


merasa bingung apakah sihir suci memang harus digunakan di sini, masalah
yang disebabkan oleh lamanya waktu investigasi itu sebenarnya lebih besar.

"Dan... aku sudah berjanji dengan Chiho-chan."

Usai mengatakan hal tersebut, Emi menatap jam yang ada di tangan kirinya.

Sampai sekarang, dia memang sengaja menggunakan jam tangan Rilakkuma


yang dia sukai.

Ini adalah untuk membandingkan matahari antara di bumi dan di Ente Isla.

Meski ada perbedaan waktu di antara keduanya, tapi lama waktu dalam satu
hari antara di bumi dan Ente Isla itu hampir sama, hal ini hanya bisa
digambarkan sebagai sebuah keajaiban.

Pada tanggal 12 September di bumi, semuanya berencana mengadakan pesta


ulang tahun untuk Chiho dan Emi.

"Aku harus menepati janjiku."

Emi menyimpan kedua informasi tersebut, dan menyimpan peralatan


berkemahnya ke dalam tas untuk bersiap meninggalkan rumah.

"Saat aku kembali, aku pasti akan mengambil jalan memutar."


Melewati teras dan menatap halaman yang telah mempertahankan wujudnya
dari saat-saat damai itu, Emi menekan bibirnya bebarengan.

Karena Emi rencananya bertemu dengan Emerada di desa ini, dia akan
meminta Emerada untuk membuka gate di langit atas rumahnya saat ia kembali.

Saat Emi memikirkan hal tersebut...

"Aku berangkat!"

Dia perlahan melayang di udara, dan hingga desa menjadi semakin jauh dari
pandangannya, Emi pun terbang menuju langit timur, tempat tujuan barunya
berada.

Berdasarkan peta, tempat yang ditujunya adalah pegunungan besar dengan


banyak pohon.

Emi pikir tempat itu hanyalah sebuah lahan yang tidak bisa digarap, tapi saat
musim tertentu, sepertinya itu digunakan untuk berburu.

Ada sebuah pemukiman di kaki gunung tersebut, nampaknya itu adalah tempat
istirahat untuk mengolah buruan.

Karena perbaikan tidak sampai ke tempat ini, hal tersebut membuat tempat ini
jadi tak berpenghuni, tapi di depan sebuah rumah, Emi menemukan peta yang
menunjukkan jalur pegunungan.

Emi datang ke tempat ini dengan banyak motivasi, beranggapan bahwa ini
adalah sebuah lahan tersembunyi. Tapi berdasarkan riwayat pendakian gunung
yang ditinggalkan, dia bisa tahu kalau sekelompok besar pemburu akan
memasuki gunung selama musim-musim tertentu, membuatnya khawatir jika
saja ayahnya berinvestasi dalam bisnis berburu saat jeda musim tanam.
Normalnya, beberapa pondok berburu akan tersebar di sekitar area berburu,
asalkan seseorang menjadi manajer di sini, ayahnya pasti bisa mendapatkan
sejumlah uang dari asosiasi pemburu.

"Jangan-jangan ayah memang bisa menjalankan bisnis...."

Karena ia sudah bisa memahami hal semacam ini saat ia dewasa, tak disangka
melihat perhitungan ayahnya yang hati-hati dan teliti seperti ini, membuat Emi
merasakan sebuah perasaan yang kompleks.

"Tapi karena ada izin membangun pondok alat pertanian dan pembukaan lahan
baru, itu mungkin tidak ada hubungannya dengan berburu...."

Bisa menemukan informasi yang dapat disebut sebagai petunjuk setelah


banyak kesulitan, Emi akan mendaki gunung menuju tempat itu untuk
memastikannya.

Emi yang memasuki gunung setelah memikirkan hal tersebut, apa yang dia
hadapi adalah jalan setapak yang disebut jalur pegunungan.

Dia memang tidak pernah mengharapkan ada jalur pegunungan rapi seperti
yang ada di wisata pegunungan di Jepang, tapi dia juga tidak pernah
menyangka akan memasuki hutan di mana seorang amatir tidak mungkin akan
tahu apakah mereka sedang naik atau menuruni gunung bahkan saat matahari
belum terbenam.

Sekarang memang masih cukup terang, tapi karena wilayah pegunungan ini
ditutupi oleh pepohonan dari hutan purba, di dalamnya sangat gelap dan
dipenuhi dengan makhluk hidup.

Mungkin karena tidak ada pemburu yang memasuki tempat ini setelah
penyerangan Pasukan Raja Iblis, Emi kerap menemui tanaman yang tumbuh
di jalan setapak menghalangi jalannya ataupun binatang besar yang tidak akan
pernah dia lihat di Jepang muncul di hadapannya, menyebabkan kemajuan
pendakian gunungnya melambat secara signifikan.

Meskipun binatang liar sama sekali bukan tandingan Emi, karena ia termasuk
pengganggu di sini, Emi lebih memilih menghindari pertarungan dengan
binatang tak bersalah sebisa mungkin.

"Mungkin pemandangannya akan lebih baik kalau dari atas.... ah, sepertinya
bukan ide yang bagus."

Emi mengusap keringatnya dan memandang ke atas, lalu menolak pemikiran


tersebut.

Cabang dan daun dari pepohonan lebat itu tumbuh subur menutupi langit, dan
sangat gelap meski ini masih siang.

Bahkan jika dia terbang ke udara, Emi tidak berpikir bisa melihat keadaan di
tanah yang ditutupi oleh pepohonan.

"Apakah aku, bisa menemukannya hari ini?"

Emi yang merasa gelisah, mulai membandingkan peta area luas yang ia
dapatkan dari Emerada dengan peta yang mencatat jalur pegunungan.

Pertama, pegunungan ini terlalu besar.

Di tambah lagi, apa yang lebih merepotkan di sini adalah dokumen tersebut
hanya menggunakan kata-kata untuk mencatat lokasi lahan itu, dengan peta
yang ia miliki sekarang, Emi tidak mungkin bisa menandai lokasi itu dengan
akurat.

Begitu matahari terbenam, Emi tidak akan bisa melanjutkan pencarian.


Karena mustahil untuk berkemah di tengah-tengah pegunungan yang dipenuhi
binatang liar, Emi hanya bisa kembali ke titik berkumpul yang ada di kaki
gunung.

"Setengah jalan pendakian gunung di lereng selatan.... sisi sebelah selatan itu
sangat besar, dan jalurnya belum dibersihkan, siapa yang tahu di mana titik
tengah pegunungan ini.... tapi kurasa aku sudah mendaki cukup tinggi."

Emi masuk dari sisi sebelah barat, tapi tak ada apapun di pegunungan ini yang
akan membuatnya paham batas antara area timur, barat, selatan, dan utara.

Dan kemudian.....

XxxxX

"Hm? Ada apa? Kenapa tiba-tiba? Eh, kau ingin keluar?"

Alas Ramus yang ada di dalam kepala Emi, tiba-tiba ingin menyampaikan
sesuatu.

"A-aku mengerti, tu-tunggu sebentar.... Hah!"

Meski merasa bingung, Emi tetap menurutinya dan membiarkan Alas Ramus
keluar.

Emi pada awalnya ingin menggendongnya....

"Mama, ke sini!"

Tapi tak disangka, Alas Ramus malah melewati tangan Emi, dan setelah
mendarat, dia mulai berlari dengan kaki kecilnya.
"Tu-tunggu, Alas Ramus?"

"Mama, cepat! Lewat sini!"

Gadis kecil itu menoleh dengan cemas untuk menyuruh Emi buru-buru, namun
Alas Ramus, berlari di jalan setapak, sama sekali tidak berhenti.

Meskipun Emi tidak perlu khawatir akan terpisah dengan Alas Ramus apapun
yang terjadi, dia tetap saja merasa panik.

"Tunggu, Alas Ramus! Kau mau pergi ke mana? Pa-paling tidak pakai dulu
semprotan pengusir serangga......"

Emi, memegang sebuah semprotan anti serangga untuk anak-anak, mulai


mengejar Alas Ramus dengan seluruh kekuatannya.

Meskipun Alas Ramus sudah memakai baju lengan panjang dan celana, Emi
tetap khawatir jika dia digigit oleh nyamuk, atau jika dia lecet oleh popoknya
karena berlari terlalu cepat, ya, hal-hal sepele semacam itu.

Cara Alas Ramus berlari dan pandangannya tidak memiliki sedikitpun


keraguan.

Seorang gadis kecil berlari di jalanan yang tidak nampak memiliki plang
apapun sejauh apa yang bisa Emi lihat, dan mereka berdua berlari hampir
selama 15 menit.

Pada akhirnya, Alas Ramus berhenti di bawah sebuah pohon besar yang ada di
tepi jalan setapak.

"A-ada apa?"

Emi yang nyaris tidak bisa mengejarnya, mendongak menatap pohon besar
yang ada di samping tempat Alas Ramus berdiri.
Meskipun itu adalah pohon yang besar, tapi selain jalan setapaknya,
pegunungan ini memang tak jauh berbeda dengan hutan purba.

Karena itulah, pohon itu tidak nampak terlalu berbeda, dan juga tidak begitu
besar, ataupun menjadi bagian dari spesies yang langka. Hanya ada satu
perbedaan nyata antara pohon itu dan pohon sekitarnya....

"Dia sudah layu."

Saat dia mendongak, Emi pun tahu kalau tak ada satupun daun di cabang pohon
tersebut, dan lumut serta tanaman merambat yang tumbuh di batangnya, pada
dasarnya tidak akan tumbuh di pohon yang hidup.

"Ada apa dengan pohon ini, Alas Ramus?"

Alas Ramus, berdiri di samping Emi dan memandang pohon layu itu,
mengangguk untuk menjawab pertanyaan ibunya.

"Lewat sini!"

Usai mengatakan hal tersebut, dia berjalan memasuki kulit pohon di


hadapannya.

".....Eh?"

Emi membutuhkan waktu beberapa saat untuk memahami fenomena yang


terjadi di hadapannya.

Tubuh kecil Alas Ramus, seperti sihir penembus, terhisap masuk ke dalam
batang pohon itu bersamaan dengan sebuah sinar redup.

"A-Alas Ramus? Tu-tunggu sebentar, kembali!!"

Emi membatalkan wujud Alas Ramus dengan panik....


"..... Alas Ramus? Eh?"

Tapi gadis kecil itu tidak kembali.

Di tubuhnya, Emi tidak bisa merasakan Perak Surga yang menciptakan Pedang
Suci.

Tidak peduli bagaimana dia berteriak, Emi tidak bisa mendengar jawaban Alas
Ramus.

"I-ini tidak mungkin? Ada apa ini? Alas....."

Saat Emi menjadi agak bingung karena situasi yang tak terduga ini...

"Mama, apa kau belum selesai?"

Alas Ramus menjulurkan kepalanya dari dalam batang pohon layu itu dengan
ekspresi santai di wajahnya.

Tubuh Alas Ramus dan batang pohon itu mengeluarkan kabut bagaikan sinar
berwarna putih, sementara dahi Alas Ramus, memancarkan sebuah cahaya
ungu yang redup.

"Alas Ramus!"

"Mama, sini! Mama juga bisa masuk, cepat!!"

Gadis itu langsung menarik kembali kepalanya masuk ke dalam batang pohon.

"A-apa maksudnya bisa masuk ke dalam...."

Emi yang sudah memastikan keselamatan Alas Ramus, merasa sedikit terkejut,
dan mencoba menyentuh pohon layu itu.

"I-ini hanya batang pohon biasa."


Sensasi sentuhan pada pohon itu sama dengan menyentuh pohon layu normal,
dan bahkan jika dia sedikit menekannya, rasanya dia tidak akan bisa
menembusnya seperti Alas Ramus.

"A-Alas Ramus, kembali! Aku tidak bisa masuk!"

Kali ini, berapa kali pun ia berteriak, gadis kecil itu tidak menunjukkan tanda-
tanda akan kembali.

"A-apa yang terjadi? Apa ini....."

Emi berjongkok di bagian bawah pohon layu tersebut, menyentuh tempat di


mana Alas Ramus menghilang.

Seperti yang diduga, bagian itu juga terasa seperti pohon normal, dan kali ini,
Emi tiba-tiba kepikiran sesuatu.

Ketika Alas Ramus menjulurkan kepalanya tadi, dahinya memancarkan sinar


berwarna ungu.

Dengan kata lain, fragmen yang membentuk inti Alas Ramus sedang bersinar.

"Ji-jika seperti itu...."

Evolving Holy Sword, One Wing, dan Alas Ramus sudah memasuki pohon
tersebut.

Kalau begitu, hanya ada dua fragmen lagi yang bisa Emi gunakan sekarang.

Itu adalah Armor Pengusir Kejahatan dan fragmen yang tertanam dalam sarung
pedang yang dibawa oleh Menteri Iblis Camio.

Emi mengambil botol kecil berisi fragmen yang dia buat menggunakan bahan
dari Tokyu Hands, dan dengan setengah yakin, setengah ragu, dia menuangkan
sihir suci ke dalamnya.
Dan kemudian....

"Wah!!"

Emi yang khawatir jikalau faksi Surga mendeteksi kekuatan fragmen tersebut,
hanya melepaskan sedikit kekuatannya, fragmen yang ada di botol kaca itu pun
menembakkan sinar ungu ke arah pusat batang pohon itu.

"A-apa ini cukup?"

Emi menelan ludahnya dan menekankan tangannya pada tempat yang disinari
oleh cahaya itu.

"Waahh!!!"

Kali ini, tangan yang seharusnya menyentuh permukaan pohon layu, benar-
benar masuk ke dalam batang tanpa perlawanan apapun. Di saat yang sama,
Emi juga merasa ditarik oleh kekuatan yang begitu kuat dan terhisap masuk ke
dalam pohon layu tersebut, menghilang tanpa jejak.

"Sakiiiittttt....."

Meski dia sedang membawa barang bawaan, Emi tak merasa sedikitpun
perlawanan, dan karena ia begitu terkejut, ia jatuh dengan cara yang sangat
tidak pantas bagi orang terkuat di dunia, Sang Pahlawan.

Emi yang merasakan bau tanah setelah dia jatuh, perlahan bangkit dengan kerut
di wajahnya.

Lalu dia menarik napasnya setelah melihat pemandangan yang ada di


hadapannya.

Ada sebuah jalan di depan sinar dari pohon layu tadi.

Itu adalah sebuah jalan setapak.


Tapi pepohonan yang tumbuh di samping jalan setapak itu, yang mana terlihat
seperti pohon di pinggir jalan yang ada di jalanan Jepang, berbaris dengan rapi
mengikuti jalur tersebut.

Mereka jelas-jelas tidak tumbuh secara alami.

"Mama, cepat ke sini!!?"

Alas Ramus yang melambaikan tangannya pada Emi, berada tak jauh di
depannya.

Emi menghela napas lega setelah memastikan keselamatan Alas Ramus, dia
kemudian segera mengendalikan ekspresinya dan mulai mengikuti di belakang
Alas Ramus.

Usai memastikan kalau Emi mengikutinya, Alas Ramus pun memandu jalan,
berjalan lurus mengikuti jalan setapak.

Jalan ini pasti petunjuk yang menghubungkan ayah dan ibunya.

Fakta bahwa hal ini harus dipandu oleh Alas Ramus dan fragmen Yesod,
memastikan hal tersebut.

Waktu di jalan itu seakan berlalu seperti sinar dari pohon layu tadi, Emi
mengangkat fragmen Yesod di depannya, menggunakannya sebagai pengganti
lampu untuk menerangi kegelapan dan bergerak maju.

Emi berjalan lurus di jalanan sepi itu, di mana tak ada suara serangga ataupun
burung yang terdengar dan tak ada satupun keberadaan binatang liar yang bisa
dirasakan selama lima menit.

Di hadapannya, saat bidang pandangannya tiba-tiba meluas, sebuah pondok


kecil pun terlihat.
Lahan di sebelah pondok itu menunjukkan tanda-tanda telah dibajak. Tidak
ada hutan di sekelilingnya, dan hanya ditanami beberapa pohon yang dapat
menghasilkan buah yang bisa dimakan.

Keberadaan manusia tak bisa dirasakan di sini, dan meski tempat ini terlihat
tak terurus selama beberapa waktu, semenjak dia datang ke Ente Isla, ini adalah
pertama kalinya jantung Emi berdetak dengan begitu cepat.

Matahari saat ini telah lenyap di sisi cakrawala nan jauh.

Apa yang menggantikannya adalah dua cahaya bulan dan cahaya bintang
terang yang mulai muncul di langit senja. Mengobarkan cahaya yang sama
seperti di luar, dari posisi benda-benda langit ini, Emi bisa memastikan kalau
ini berada di lereng sebelah selatan yang ada di dokumen milik ayahnya.

"Mama!!"

Alas Ramus menunggu Emi di depan pondok.

Emi menyimpan fragmen Yesod ke dalam sakunya dan berjalan menuju Alas
Ramus.

"Alas Ramus.... di mana ini?"

Saat ia tersadar, Emi rupanya sudah menanyakan pertanyaan tersebut.

Saat Alas Ramus berlari di jalanan pegunungan di luar pohon layu tadi, dia
jelas-jelas memang menuju tempat ini.

Namun, Alas Ramus memberikan jawaban yang tak terduga.

"Bukankah ini rumah mama?"

Gadis kecil itu balik bertanya.


".... Kenapa, kau berpikir seperti itu?"

Emi merasa jijik dengan keadaan mentalnya yang lemah yang mana
membuatnya tidak bisa bertanya dengan benar.

Dia selalu memikirkan masalah ini.

Alasan kenapa Alas Ramus memanggilnya 'mama'.

Alas Ramus yang disimpulkan lahir di Kastil Iblis yang Maou bangun di Benua
Utama, memanggil Emi, yang logikanya tidak ada hubungan apapun
dengannya selain fakta bahwa Emi adalah pemegang fragmen Yesod, dengan
sebutan mama.

Emi tidak pernah mengira kalau dia tiba-tiba akan dipaksa menghadapi
jawaban ini.

"Karena tempat ini memiliki bau mama."

Jawaban Alas Ramus sangatlah kejam bagi Emi yang sekarang.

"Bau, ibu....."

Langit sangat cerah, dan pemandangan yang terlihat dari lereng sangatlah luas.

Namun,

Hati Emi saat ini, seperti hari di mana dia dipisahkan dari ayah tercintanya,
terasa begitu terhimpit.

".... Hei, Alas Ramus."

"Ada apa?"

"Mama.... Alas Ramus, siapa namanya?"


"Nama mama?"

Alas Ramus membuka mulutnya setelah sesaat merasa bingung.

"Lailah."

Alas Ramus yang tiba-tiba muncul di Villa Rosa Sasazuka, dulu pernah bilang
bahwa 'Papa adalah Satan'.

Namun, ketika dia bertanya siapa mamanya, Alas Ramus menggunakan jarinya
untuk menunjuk ke arah Emi.

Emi memikirkan kembali beberapa bulan yang ia habiskan bersama Alas


Ramus.

Meskipun Alas Ramus memanggil Emi dengan sebutan mama, tapi dia tidak
pernah memanggil nama Emi.

Tentunya bagi Alas Ramus sekarang, mama yang dia cintai pastinya adalah
Emi.

Namun sejak tiba di Jepang, Alas Ramus selalu melihat Lailah di belakang Emi.

Dan jika Alas Ramus berpikir bahwa ayahnya adalah Maou, Raja Iblis Satan,
sementara ibunya adalah ibu Emi, Lailah, maka...

"Jadi ibu.... yang menyelamatkan orang itu ketika dia masih muda....."

Di kincir ria Big Egg Town, Emi mendengar masa lalu dari seorang Maou
Sadao.

Emi sudah curiga pada waktu itu, namun ketika kenyataan terhampar di
hadapannya seperti ini, kedua kakinya tetap terasa gemetar sampai-sampai dia
nyaris tak sanggup berdiri.
"Si.... Raja Iblis bodoh itu... apa maksudnya dengan 'seseorang yang tidak
kukenal'....."

Emi memarahi Maou yang tak ada di sana dengan suara bergetar.

Ketika Emi bertanya siapa malaikat yang menyelamatkan Maou kecil, Maou
menjawab 'dia bukan seseorang yang kau kenal'.

Memang benar kalau Emi tidak memahami ibunya, dia pun tidak tahu malaikat
yang dikenal sebagai Lailah.

Tapi walau begitu, dia setidaknya tahu bahwa 'malaikat bernama Lailah adalah
ibunya'.

"Bagiku..... merasa seterguncang ini, bukankah ini artinya aku seperti sudah
bisa ditebak dan membuat pria itu khawatir....."

Tak peduli sebanyak apapun dia marah, semua yang Emi lihat sejauh ini, hanya
mengarah pada satu kebenaran.

Ibunya telah menyelamatkan nyawa Raja Iblis Satan muda, dan begitu Satan
itu tumbuh, dia menyerang Ente Isla dan menghancurkan kehidupan Emi
bersama ayahnya, sekaligus kemakmuran dan nyawa banyak manusia.

"Aku....."

Emi tidak sebegitu bodohnya sampai dia ingin bertanggung jawab atas
tindakan ibunya yang tidak berkaitan dengan dirinya.

Baik Emi yang sekarang, ataupun Maou yang ada di bumi, mereka tidak tahu
tujuan di balik tindakan Lailah, namun mereka juga tidak berpikir kalau Lailah
bertindak tanpa berpikir.

Lalu, motif apa yang ibunya miliki ketika menyelamatkan Satan muda?
"......"

"Mama, ada apa?"

Emi menatap ke arah Alas Ramus.

Alas Ramus terlahir dari fragmen Yesod yang Lailah percayakan pada Maou.

Dari poin ini, bisa saja dia beranggapan bahwa tujuan Lailah membantu Maou
adalah agar Alas Ramus bisa terlahir ke dunia ini, namun, Maou baru
mengetahui eksistensi Alas Ramus belakangan ini, dan bahkan lupa soal
fragmen tersebut.

"Tapi...."

Emi memikirkan kembali saat dia menyerang Kastil Iblis di Benua Utama
bersama dengan Emerada, Alberto, dan Olba.

Dulu, Emi sangat yakin kalau cahaya ungu yang dipancarkan pedang suci
adalah cahaya pemandu yang mengarah pada lokasi Raja Iblis.

Legenda cahaya yang memandu Pahlawan menuju lokasi Raja Iblis telah
diturunkan dari generasi ke generasi bersama dengan Perak Surga yang
menjadi inti Pedang Suci dan Armor Pengusir Kejahatan, tapi saat ini, Emi
tahu bahwa itu adalah berkat pedang suci dan fragmen Yesod yang nantinya
menjadi Alas Ramus, saling menarik satu sama lain.

"Eh......?"

Berpikir sampai ke sini, Emi tiba-tiba menyadari sesuatu.

Cahaya pemandu dalam legenda Gereja, hanyalah efek dari fragmen Yesod
yang saling tarik menarik.
Kalau begitu, jika pada waktu itu Emi mengalahkan Raja Iblis Satan,
bagaimana keadaan ini akan berkembang?

"Akankah aku bertemu denganmu?"

"Uuu??"

Emi menatap dahi Alas Ramus.

Jika cahaya pemandu itu tidak menghilang setelah Raja Iblis Satan dikalahkan,
Emi pada waktu itu mungkin akan berpikir ada sesuatu yang lain. Jika dia terus
maju bersama cahaya pembimbing itu, dan menemukan fragmen Yesod
sebelum Alas Ramus mendapatkan wujud ini.....

"Akankah aku bergabung denganmu..... seperti sekarang?"

Emi beranggapan bahwa Evolving Holy Sword One Wing yang bergabung
dengan Alas Ramus, adalah sesuatu yang kebetulan terjadi ketika dia
menghadapi Gabriel di bumi.

Tapi pada waktu itu, bukankah Alas Ramus menggulung pedang suci dan
memakannya atas kemauannya sendiri?

Fragmen akan saling menarik satu sama lain.

Dengan kata lain, mereka ingin kembali ke wujud awal mereka, iya kan?

Tepat seperti pedang suci Emi, Armor Pengusir Kejahatan, dan Alas Ramus.

"Meskipun ibu... Lailah sengaja menghancurkan fragmen Yesod dan


menyebarkannya ke berbagai tempat.... dia berencana membiarkan fragmen itu
kembali wujud aslinya?"

Apa sebenarnya alasannya?


Dipikir baik-baik, Emi sama sekali tidak tahu wujud dan ukuran asli Yesod
Sephirah, dan karena hal itu, dia tidak tahu berapa jumlah total fragmen
tersebut.

Selain itu, karena dia tidak tahu apa yang terjadi pada Sephirah sehingga bisa
menjadi fragmen, otomatis Emi juga tidak tahu siapa dan bagaimana
menghancurkannya.

Apapun itu, Sephirah tetaplah permata yang menciptakan dunia, dan


seharusnya tidak bisa dengan mudah dihancurkan layaknya gelas kaca.

Mungkin seseorang menggunakan kekuatan super yang berada di luar


imajinasi Emi untuk menghancurkannya?

Tapi rantai aksi yang telah Lailah terapkan pada mereka sejak awal, rasanya
terlalu dipaksakan.

Bagaimanapun, hanya satu fragmen saja sudah cukup untuk membuat malaikat
penjaga Gabriel dan malaikat agung Sariel untuk mencarinya secara pribadi
dengan nyawa sebagai taruhannya, jadi pasti ada kaki tangan lain.

Jika itu benar, maka orang yang punya hubungan dekat dengan Lailah itu
seharusnya paling tidak adalah penghuni Surga.

Tapi siapa itu?

Dalam insiden dengan Tokyo Tower sebagai pusatnya, Raguel pernah bilang
kalau Lailah saat ini sedang diburu oleh Surga, dan hal yang mengganggunya
adalah, berbicara mengenai orang dengan situasi yang mirip seperti Lailah,
selain Urushihara Hanzo alias Fallen Angel Lucifer, Emi tidak bisa
memikirkan orang lain lagi.

"Itu..... tidak mungkin."


Emi langsung menolak pemikiran tersebut.

Itu bukan karena kehidupan Urushihara yang buruk, dan sangat tidak seperti
malaikat.

Itu karena, jika Urushihara memang ada hubungannya dengan fragmen Yesod
dan merupakan kaki tangan Lailah, maka sikapnya terhadap pedang suci Emi
dan Alas Ramus seharusnya sedikit berbeda.

Ketika Emi berhadapan dengan Lucifer di Benua Barat dan di Sasazuka,


meskipun dia menggunakan Evolving Holy Sword One Wing, dalam kedua
pertarungan ini, Urushihara hanya memperlakukan pedang suci Emi dengan
sikap 'senjata kuat yang digunakan oleh manusia'.

Ketika Alas Ramus muncul di Sasazuka, dia juga terlihat bingung dengan
urusan balita layaknya Maou dan Ashiya.

"Karena itulah, itu mungkin seseorang yang tidak kukenal."

Pemikiran Emi juga semakin menyempit karena dia tidak punya cukup
petunjuk, dia pun menghela napas.

Tapi setidaknya, dia tahu beberapa hal.

Jika orang yang menyelamatkan Satan muda, Maou, memang benar Lailah, itu
artinya jangkauan aksi Lailah juga termasuk Dunia Iblis, yang mana berarti,
fragmen lain mungkin juga berada di Dunia Iblis.

Meskipun alasannya tidak diketahui, jika tujuan Lailah memang menyatukan


fragmen itu sekali lagi, maka legenda yang diceritakan turun temurun dalam
Gereja mengenai pedang suci dan armor pengusir kejahatan, adalah cerita
palsu yang sengaja dirubah oleh malaikat abadi Lailah, lalu diceritakan pada
manusia.
Lebih penting lagi....

"Ayah tahu segalanya!"

Apa yang ibunya percayakan pada Chiho, ingatan tentang ayahnya dan pedang
suci lain.

Dan apa yang ayahnya katakan ketika dia menyerahkan Emi pada Gereja yang
datang untuk menjemputnya sebelum penyerangan Pasukan Raja Iblis.

"Ibumu masih hidup di suatu tempat di luar sana.", dan bukti paling nyatanya
adalah lokasi yang tidak bisa dimasuki tanpa fragmen Yesod ini. Ini artinya
ayahnya sudah tahu semuanya mengenai Lailah. Alasan kenapa dia
mengajukan akta dan hak milik tempat ini, adalah agar ia memiliki alasan
untuk membawa peralatan dan bahan yang dibutuhkan ke pegunungan untuk
mengatur tempat ini.

Ditambah lagi, asalkan Nord membayar pajaknya dengan benar, maka kepala
desa dan raja tidak akan memperhatikan apakah dia menggunakan pondok dan
lahan ini atau tidak, mereka juga tidak akan mau repot-repot melakukan
inspeksi lahan kecil seperti ini setiap tahun.

Pada kenyataannya, bahkan jika seseorang datang untuk memeriksa tempat ini,
orang normal pasti hanya akan melihat sebuah pohon layu dan lahan yang tak
digarap. Paling banyak, mereka mungkin akan berpikir kalau reklamasinya
telah gagal.

"Selain itu.... ada satu hal lagi yang sudah diketahui."

Emi berbalik dan menatap jalanan dari pohon layu itu hingga menuju ke sini.

"Orang yang menciptakan tempat ini pasti ibu."

Ayahnya bukanlah seorang penyihir yang kuat, fakta itu sudah sangat pasti.
Meskipun dia tahu soal sihir, menciptakan sebuah ruang di mana kuncinya
adalah fragmen Yesod, bahkan Emerada pun pasti akan kesulitan
melakukannya.

Bagaimanapun....

"Selama aku menyelidiki tempat ini dengan benar, aku pasti bisa menemukan
rahasia ibu dan ayah."

Meskipun Emi bisa menemukan jawabannya, dia tidak yakin apakah dia bisa
mengklarifikasi fakta rumit nan aneh ini atau tidak.

Tapi dia tidak bisa menyerah di sini.

Bagaimanapun, sudah ada banyak petunjuk muncul di hadapannya.

Karena itulah, dia hanya bisa berdoa sekarang.

"'Seseorang yang tidak kukenal' ya....?"

Emi sadar kalau rasa gemetarnya karena merasa begitu terguncang telah
berhenti ketika dia mulai berpikir.

"Aku tidak tahu apapun saat ini.... Dan aku juga tidak tahu kebenarannya."

Jika dia ingin merasa putus asa, maka belum akan terlambat untuk
melakukannya setelah memperoleh jawaban dari semua ini.

"Pertama aku harus mencari di seluruh pondok ini! Ayo Alas.... eh, Alas
Ramus?"

Emi yang memaksa dirinya untuk kembali ceria dengan sikap setengah
mendendam, berteriak untuk menyemangati dirinya sendiri, namun setelah
menyadari bahwa Alas Ramus menghilang, dia dengan panik langsung
memanggil-manggil nama gadis itu.
"Alas Ramus? Di mana kau?"

Tidak peduli bagaimanapun dia memanggilnya, tak ada seorangpun yang


menjawab.

"Ja-jangan-jangan??"

Tanah datar ini berada di lereng gunung.

Dan mustahil di sini ada pagar yang terpasang di batas antara lahan dan lereng
untuk mencegah agar seseorang tidak jatuh, Emi yang khawatir jikalau gadis
itu jatuh terperosok saat ia tidak berada dalam pengawasan, sesaat terlihat
pucat.

Dia memang tidak perlu khawatir jika Alas Ramus tersesat, dan dia juga bisa
terbang sendiri, namun, apakah gadis itu bisa membuat penilaian dengan benar
berdasarkan situasinya untuk menggunakan kekuatannya atau tidak, adalah
masalah yang beda lagi.

Emi yang khawatir kalau Alas Ramus terluka karena jatuh dari lereng, pergi
ke belakang pondok untuk mencari gadis itu.

"Oh, jadi kau di sini."

Begitu dia menemukan sesosok figur kecil berdiri di belakang pondok, Emi
pun bernapas lega.

"Alas Ramus, kita akan memasuki rumah ini, ayo sini!"

Emi memanggil sosok tersebut, namun....

"......"

"Alas Ramus, ada apa?"


Alas Ramus sama sekali tak bereaksi.

Emi berjalan ke samping gadis itu dan menatap ke arah yang sedang ditatapnya.

"Sepertinya sesuatu pernah ditanam di sini sebelumnya?"

Meskipun rumput liar sudah tumbuh seiring berjalannya waktu, di tanah


tempat Alas Ramus memandang, nampaknya terdapat sebuah lubang di mana
sesuatu yang besar pernah dikubur di dalamnya.

"..... Acies."

"Hm? Ada apa?"

"..... Acies..... Acies!!"

"Eh?"

"Mama, di mana Acies?"

"A-Acies?"

"Acies, di mana Acies?"

Alas Ramus memandang ke arah lubang tersebut dan berteriak.

"Mama, Acies ada di sini! Acies dulunya ada di sini! Tapi sekarang dia hilang!
Kenapa?"

"Te-tenanglah, Alas Ramus, siapa itu Acies.....?"

Perubahan tiba-tiba terhadap sikap Alas Ramus membuat Emi kesulitan


menyembunyikan kecemasannya, tapi dia tahu sesuatu yang penting akan
segera terjadi.
Setiap kali Alas Ramus menjadi banyak bicara, mulai berulang kali
menyebutkan istilah yang tidak Emi pahami, dan menjadi orang yang benar-
benar berbeda, itu adalah saat di mana terjadi sesuatu terhadap Sephirah.

Emi mencari-cari ke dalam ingatannya, mencari nama yang Alas Ramus


teriakkan dengan tidak jelas.

"Alas Ramus, Acies yang kau sebutkan..... apa itu maksudnya Acies Ara?"

Apa yang Lailah serahkan pada Chiho, dan apa yang Chiho serahkan pada Emi,
ingatan mengenai ayahnya yang ada di ladang gandum.

Pada waktu itu, ayahnya menyebutkan Acies Ara.

Emi merasa kalau nama yang berarti 'Pedang Bersayap' dalam bahasa Pusat
Perdagangan itu, adalah nama pedang suci lain selain Evolving Holy Sword,
One Wing.

Namun....

Alas Ramus mengatakan hal ini.

"Acies ada di sini."

Emi pernah melihat eksistensi yang sama seperti Alas Ramus dengan mata
kepalanya sendiri.

Dia adalah anak yang nampaknya terlahir dari Geburah Sephirah, Iron.

Jika demikian, maka Acies Ara yang memiliki kata 'Sayap' di namanya seperti
Alas Ramus....

"Apa itu nama anak yang terlahir dari Yesod Sephirah?"

"Acies! Aku datang! Acies! Di mana kau?"


Alas Ramus berteriak memanggil seseorang yang sudah menghilang.

Jika apa yang Maou katakan benar, seharusnya Alas Ramus terlahir dari
fragmen Yesod yang terkubur dalam tanah. Dari hal ini, bisa disimpulkan
bahwa fragmen Yesod yang merupakan wujud awal Acies Ara, juga dikubur
di dalam lubang tempat Alas Ramus merasakan sesuatu.

Dan mempertimbangkan bahwa dalam kurun waktu yang sangat lama tidak
ada seorangpun yang mengunjungi tempat buatan ayah dan ibunya ini .....

"Alas Ramus..... sayangnya, Acies tidak ada di sini lagi...."

"Tidak! Mama juga harus mencari Acies! Bau Acies ada di sini!!"

"Tenang sedikit Alas Ramus, Acies, sep-seperti Iron, dia juga pergi ke tempat
lain."

Emi mencoba membuat Alas Ramus tenang, tapi gadis kecil itu masih tidak
menyerah.

Ketika mereka pertama kali bertemu Iron, Alas Ramus dengan gigih
menentang kehendak Emi dan membatalkan wujud Evolving Holy Sword, One
Wing, dan kali ini, ekspresi cemas Alas Ramus saat mencari Acies Ara, bahkan
lebih parah dibandingkan pada waktu itu.

"Mama, kumohon, Acies....."

"Alas Ramus....."

Meskipun Alas Ramus tidak bisa dibandingkan dengan anak normal,


setidaknya sampai sekarang, jarang baginya tidak mematuhi Emi hingga
sejauh ini.
Emi yang tidak tahu apa yang harus dia lakukan, memutuskan menggendong
Alas Ramus dan menghiburnya supaya dia bisa tenang, namun, ketika Emi
mengulurkan tangannya.....

"Mama!!"

Alas Ramus terlihat kepikiran sesuatu, dan menggunakan tangan kecilnya


untuk menggenggam jari di kedua tangan Emi dengan erat.

"Ayo kita cari bersama!"

"Eh? Bersama maksudnya.... eh? Tu-tunggu, Alas Ramus...."

Situasinya berkembang ke titik di mana Emi tidak bisa menghentikannya.

Dahi Alas Ramus berangsur-angsur mulai bersinar, sebuah tanda berbentuk


bulan ungu pun muncul.

"Aci~es!!"

Pandangan Emi sesaat ditutupi dengan warna ungu dan putih saat Alas Ramus
berteriak.

"Ke-kenapa malah jadi seperti ini?"

Emi berteriak saat ia berlari menuruni gunung dengan seluruh kekuatannya.

Bagaimanapun, dia harus meninggalkan tempat ini secepat mungkin.

Sambil merasa kebingungan apakah dia harus meninggalkan barang bawaan di


punggungnya atau tidak, Emi terus bersikap waspada terhadap langit di
sekitarnya sambil terus berlari menuruni pegunungan.

Tindakan Alas Ramus memang terlalu ceroboh.


Alas Ramus yang terlalu bergantung pada Acies Ara, tanpa seizin Emi,
mengaktifkan Evolving Holy Sword, One Wing, yang berevolusi hingga ke
tahap akhir karena kembali ke Ente Isla.

Pedang suci melepaskan sihir suci dalam jumlah besar yang tidak pernah Emi
alami sebelumnya, dan tembakan sinar Yesod yang membelah langit Ente Isla,
bisa dengan mudah dilihat bahkan dari jarak puluhan kilometer.

Sekarang bukanlah saatnya untuk mengkhawatirkan soal barang bawaan,


ataupun janjinya dengan Emerada.

Evolving Holy Sword One Wing dan fragmen Yesod yang ada di dahi Alas
Ramus sudah aktif sampai ke tingkat ini, dan Emi tidak sebegitu optimisnya
berpikir kalau dia tidak akan ditemukan oleh siapapun.

Tanpa mendapat kesempatan untuk memeriksa tempat ini, pondok pertanian,


tanah datar yang miring ini, Emi berlari dengan sekuat tenaganya.

Musuh-musuh yang menentang Emi sehubungan dengan fragmen Yesod,


sudah tahu semua tentang identitas asli Emi dan kampung halamannya.
Sekarang, dia tidak bisa lagi kembali ke Sloan.

"..... Tidak ada di sini, Acies tidak ada di sini, kenapa.....?"

Alas Ramus menangis dalam tubuh Emi.

Karena kekuatan sekuat itu telah dilepaskan, tidak peduli di benua Ente Isla
mana fragmen Yesod berada, seharusnya ada beberapa reaksi. Namun, saat ini
tak ada satupun reaksi dari Acies Ara.

"Mama, maaf..... maaf!"


Mungkin karena ia mengerti konsekuensi apa yang disebabkan tindakan
gegabahnya, sambil menangis karena tidak bisa menemukan Acies Ara, Alas
Ramus terus meminta maaf pada Emi.

"Tidak apa-apa, mama tidak marah! Alas Ramus tidak melakukan sesuatu yang
nakal!"

Emi mengabaikan perbedaan ketinggian yang ia hadapi dan melompat dengan


seluruh kekuatannya, wajah dan tubuhnya menabrak beberapa cabang pohon,
dia pun menggunakan aura dan kekuatan yang sama untuk mematahkan
cabang-cabang tersebut agar bisa bergegas menuruni gunung.

"Bagi Alas Ramus, Acies Ara itu adalah eksistensi penting seperti Iron dan
Malkuth kan?

"..... Un."

"Kau selalu, selalu ingin bertemu dengan mereka, kan? Karena kau selalu
sendiri! Semenjak meninggalkan Pohon Kehidupan, kau selalu saja sendiri!"

"..... Un."

"..... Kalau begitu kita sama! Mama juga sama!"

"Mama..... juga sama?"

"Yeah.... ah, serius ini, benar-benar mengganggu!"

Emi akhirnya melempar semua barang bawaan di punggungnya yang malah


menghalangi dia saat sedang berlari.

Emi yang meninggalkan seluruh peralatan berkemah, makanan, dan produk


bayi untuk Alas Ramus dari Jepang modern, merasa lebih ringan, dia pun
berlari menuruni gunung sekuat yang dia bisa.
Saat ini, apa yang tersisa pada Emi yang bisa dianggap sebagai barang bawaan
hanyalah slimphone di sakunya yang ia gunakan untuk berkomunikasi via Idea
Link dengan Suzuno dan Chiho yang ada di Jepang.

"Aku selalu sendiri..... dan selalu saja mencari, jadi, bahkan jika itu musuh....
bahkan jika itu musuh yang sangat kubenci sampai aku ingin membunuhnya.....
aku tetap ingin menemui orang itu!"

Emi berteriak saat dia menuruni gunung dengan kecepatan yang tidak normal.

Jalan setapak menjadi semakin lebar dan kecuraman lereng menjadi semakin
berkurang.

Mereka berdua hampir mencapai tempat berisitirahat bagi para pemburu.

Begitu mencapai tempat itu, memeriksa situasi dan mengaktifkan Heavenly


Light Boots nya, entah di udara ataupun di darat, Emi harus kabur ke tempat
yang tidak ada hubungannya dengan masa lalunya.

Sekarang dia tidak bisa bertemu dengan Emerada.

Dan tidak bisa menepati janjinya dengan Chiho.

Dia bahkan tidak bisa kembali ke Jepang.

Meski begitu, Emi masih tidak bisa menyalahkan Alas Ramus, dan tidak
berniat melakukannya.

Itu karena dia juga selalu ingin bertemu seseorang yang membuatnya tidak
perlu menyembunyikan wujud aslinya, sekaligus kenal dirinya yang
sesungguhnya.

Selain berhubungan dengan Pohon Kehidupan, Alas Ramus itu tidak ada
bedanya dengan anak normal lainnya secara mental. Berpikir bagaimana dia
sudah berada di inti fragmen Yesod sendirian semenjak Raja Iblis Satan masih
muda, bagaimana bisa Emi menyalahkannya?

Pokoknnya, prioritas saat ini adalah lari sebelum ditemukan oleh musuh.

Tidak peduli musuh apa yang datang nanti, Emi seharusnya bisa melawannya,
dan menang.

Tapi jika medan pertarungannya ada di Ente Isla, maka tidak sulit
membayangkan jikalau musuhnya akan seperti Emi, dan memiliki kekuatan
yang jauh lebih kuat dibandingkan saat berada di Jepang.

Berdasarkan formasi musuh, mungkin saja dia tidak bisa menahan


kekuatannya, dan jika sudah begitu, fakta bahwa Emi, Pahlawan Emilia
ternyata masih hidup akan secara resmi tersebar ke seluruh Ente Isla.

Tak bisa dihindari, banyak kelompok yang bertentangan di sekitar Emi dan
Evolving Holy Sword One Wing, akan mulai merencanakan, meningkatkan,
dan menyalakan perselisihan yang sengit.

Emerada dan Alberto pasti akan terseret, dan pihak Gereja juga pasti tak akan
tinggal diam.

Jika markas pusat Gereja tahu kalau Emilia telah kembali ke kampung
halamannya, itu mungkin akan membahayakan Suzuno yang ada di Jepang.

Jika Suzuno terlibat, itu akan meningkatkan kemungkinan Jepang, Chiho, dan
Rika terpengaruh oleh bahaya tersebut.

Jika dia membuat kontak dengan musuhnya, lupakan soal Jepang, pada
akhirnya mungkin tidak ada tempat yang aman bagi Emi dan Alas Ramus di
Ente Isla.

Lupakan soal janji dan kebenaran dunia.


Saat ini, Emi harus menyembunyikan pergerakannya.

Emi terus berlari, meskipun musuhnya mengetahui bahwa dia ada di Ente Isla,
dia tidak bisa membiarkan masalah ini menjadi konsumsi publik.

"..... Ugh?"

Namun...

"I-ini......"

Saat dia hampir melewati pusat plaza di area istirahat, Emi dengan panik
menghentikan langkahnya.

"Mama....."

Emi tidak bisa menjawab suara gelisah Alas Ramus.

Ruang yang meliputi seluruh area istirahat mulai berputar.

Layaknya lubang yang terbuka di langit, membelah tanah, serta


menghancurkan jalanan, pemandangan dan ruang yang ada di depan Emi mulai
retak seolah mengepungnya.

"Itu gate..."

Emi menggertakkan giginya.

Semuanya sudah terlambat.

Pihak musuh memiliki keuntungan.

Emi tidak menyangka kalau mereka akan membawa pasukan dalam jumlah
besar seperti ini dan menggunakan gate untuk mengejar fragmen Yesod.
Yang pertama muncul dari retakan di tanah adalah sekumpulan orang dari
kekaisaran yang menguasai Benua Timur.... Kesatria dari Afashan.

Melihat tiap-tiap dari mereka memiliki bandana berwarna hijau giok dengan
pinggiran berwarna putih terikat di sekitar lengan mereka, mereka pasti adalah
pasukan dari Kesatria Josouikin.

Seolah mengepung seekor binatang buas, para Kesatria Josouikin


mengarahkan tombak mereka ke arah Emi begitu mereka muncul dan
mengepungnya dari segala sisi.

"Ugh....."

Tak mempedulikan Alas Ramus yang sedang dalam keadaan bergabung, masih
terus menangis, Emi mengangkat tangannya, bersiap mematerialisasi Evolving
Holy Sword, One Wing.

"Akan lebih baik kalau kau menurut, Emilia."

Namun, setelah mendengar suara yang datang dari dalam gerombolan Kesatria
Josouikin, Emi sesaat menahan napasnya.

"Dengan kekuatanmu yang sekarang, kau memang bisa mengalahkan semua


kesatria ini, termasuk aku, tapi...."

"Jika kau melakukan hal seperti itu, kau pasti akan menyesalinya."

Dua pria dengan perbedaan penampilan yang begitu jauh, muncul dari dalam
pasukan tersebut.

Satunya adalah pria tua dengan kepala botak yang memakai jubah pendeta
terhormat.
Dan yang lainnya adalah pemuda dengan gaya rambut afro yang memakai jaket
kulit dengan tulisan di atasnya mirip anak punk, yang mana tidak mungkin bisa
ditemukan di Ente Isla.

"Olba.... Raguel...."

Emi meneriakkan nama kedua orang itu dengan penuh kebencian.

"Jangan menunjukkan ekspresi mengerikan seperti itu."

Raguel mengangkat bahunya.

"Kami baru saja mendeteksi reaksi yang begitu gila, jadi rasanya kami tidak
bisa dengan santai berjalan saat kami menyerang, tentu saja kami akan
menggunakan gate."

"Akan sangat merepotkan jika orang lain datang ke sini lebih dulu.

Ucap Olba dengan sebuah senyum, ekspresi itu, mirip saat dia bepergian
dengan Emi dan saat dia berdiri di hadapan Emi sebagai setelah
mengkhianatinya di Sasazuka, sebuah ekspresi yang sulit dibaca.

"..... Urusan macam apa yang dimiliki seorang pendeta kafir dan malaikat
pengadil sambil membawa banyak tentara Afashan seperti ini? Aku benar-
benar tidak paham maksud dari kombinasi ini!"

Ucap Emi sambil menatap tajam ke arah kepala botak dan afro tersebut.

"Menurutmu untuk apa kami ke sini?"

Raguel mengabaikan tatapan Emi dan bertanya balik dengan sikap


meremehkan.
"Soal itu, jika pihak Gereja dan Surga datang meminta bantuanku untuk
menyelamatkan Afashan yang dikendalikan oleh Barbariccia, rasanya aku
tidak bisa membicarakannya dengan kalian."

Kata Emi dengan sikap kurang ajar sambil mengamati reaksi mereka berdua.

Lalu, setelah Olba dan Raguel saling menatap satu sama lain dengan kaget
karena alasan yang tak diketahui....

"Bisa kubilang kau tidak terlalu jauh dari sasaran."

".... Apa maksudnya itu?"

Emi merasa curiga dengan nada bicara tersebut, seolah Olba sedang
menyiratkan sesuatu dengan kata-katanya.....

"Ngomong-ngomong, meski ini tergantung pada sikapmu, tujuan kami kali ini
bukanlah merebut fragmen Yesod seperti saat di Jepang dulu. Karena
situasinya sudah sedikit berubah."

Namun, Raguel memotong obrolan mereka.

"Pahlawan Emilia Justina, ikutlah dengan kami ke Afashan."

"Ditolak!"

Emi langsung menjawabnya.

Olba dan Raguel nampaknya sudah menduga kalau semuanya akan jadi seperti
ini, dan bahkan tidak mengernyit.

"Untuk saat ini, boleh aku tanya kenapa?"

"Sentuh hati nuranimu dan pikirkan apa yang sudah kalian lakukan di Jepang!
Orang-orang seperti kalian yang dengan santainya melakukan hal-hal buruk
dan melukai orang tak berdosa demi tujuan kalian, bagaimana bisa aku
membenarkan kalian?"

"Begitu ya, masuk akal."

"Yeah, memang tidak perlu dibantah kalau soal itu. Meski begitu, kau tetap
harus ikut dengan kami. Kau tidak punya hak untuk menolak."

"Terserah apa katamu. Lagipula janjiku bulan ini sudah penuh. Jika itu
supremasi murahan untuk bermain beberapa permainan rumah, maka carilah
Raja Iblis dan mainkan permainan itu!"

Usai mengucapkan hal tersebut dengan tekad yang kukuh, Emi menatap Olba
dan Raguel, mematerialisasi Evolving Holy Sword, One Wing.

"Olba, kau benar, aku memang bisa menyingkirkan kalian semua dengan
mudah asalkan aku serius. Dan aku tidak punya alasan untuk ragu. Mundurlah,
dengan begitu...."

Saat Emi hendak menarik pedangnya dan bertarung,

"Tadi itu......?"

Sebuah getaran terasa di udara sekitar.

Mungkin sebuah ledakan terjadi di suatu tempat yang jauh.

Tidak, tidak ada kehancuran besar yang terjadi dalam bidang pandangannya.

Tapi Emi merasakannya.

Getaran itu berasal dari sisi sebelah barat, yang mana merupakan kampung
halaman Emi, Sloan.

"Sihir iblis.... ini sihir iblis?"


Bukan malaikat dan bukan kekuatan manusia, sebuah kekuatan milik iblis yang
berasal dari Dunia Iblis.

Sensasi ledakan energi ini datang dari arah Sloan.

Mungkin karena ia sadar kalau Emi merasakan gelombang sihir iblis tersebut,
Raguel menunjukkan senyum menjijikkan, yang sulit dipercayai kalau itu
berasal dari seorang malaikat.

"Seorang Malebranche, Draghi apalah itu, dengan nama yang bisa membuatmu
dengan mudah menggigit lidahmu sendiri, sekarang ada di sana!"

Ucap Raguel seraya dengan sengaja menatap ke arah Sloan.

"Begitu aku memberitahunya kalau kampung halaman milik musuh Jenderal


Iblis Maracoda ada di dekat sini, dia bersikeras untuk ikut dan tidak mendengar
siapapun lagi."

"..... Jangan-jangan....."

Wajah Emi memucat.

"Bagaimanapun, ini kan Benua Barat, untuk menghindari agar tidak bentrok
dengan Kesatria Saint Aire yang tidak tahu apa-apa, aku mengingatkannya
untuk tidak melakukan sesuatu yang bodoh. Tapi jika kau tidak bersedia
mendengarkan kami, aku tidak bisa menjamin apa yang akan terjadi nanti."

Untuk menghentikan kekuatan super macam Pahlawan Emilia, cara Raguel


dengan mengatakan ancaman tersebut, bisa dibilang terlalu kasar.

"Malebranche itu juga iblis. Mereka memang tidak bisa memperoleh sihir iblis
di Benua Barat yang sedang menjalani perbaikan dengan lancar. Namun,
menghancurkan sebuah desa tak berpenghuni itu masih sangat mudah bagi
mereka."
Emi tidak akan pernah bisa melupakan jiwa jahat yang tidak mungkin milik
seorang manusia yang mana saat ini bersembunyi di balik wajah datar Olba.

"Emilia, seingatku mimpimu adalah membangun kembali ladang milik


ayahmu, benar?"

"O.... Olba, a-apa yang kau.....?"

"Sebenarnya aku tadi mengambil jalan memutar untuk melihat-lihat, ladang


gandum milik ayahmu, masih bertahan kan?"

Bilah pedang suci mulai terkulai seolah kehilangan kekuatannya.

"Jadi?"

Emi tidak mampu menjawab pertanyaan Raguel.

Meskipun dia berpikir dengan seluruh kemampuannya, dia tetap saja dalam
keadaan rugi.

Bahkan jika dia menyingkirkan Raguel dan Olba sekarang dan terbang menuju
Sloan, bagi seorang iblis, menghancurkan ladang dan rumah lama Emi itu akan
sangat mudah.

Ketika mereka mampir ke Sloan saat perjalanan mereka memerangi Raja Iblis
Satan dulu, Olba tahu mengenai rumah lama Emi.

Meskipun beberapa gandum masih bertahan pada waktu itu, tapi ayahnya
sudah tidak lagi ada. Emi yang merasa ladang itu sudah tidak bisa diperbaiki,
kehilangan harapannya.

Saat terdampar di Jepang, Emi pernah menangis karena memimpikan


pemandangan itu.... pemandangan saat dia menjalani hidup yang damai nan
tenteram bersama ayahnya di kampung halamannya, di tengah-tengah aroma
gandum dan kepala gandum yang berwarna keemasan.

Setitik air mata muncul di sudut mata Emi.

"A-aku...."

Gelar Pahlawan adalah simbol harapan, bukti keadilan.

Di masa lalu, di antara banyak pertarungan berdarah yang dilaluinya, Emi terus
mengatakan hal itu pada dirinya.

Namun, rekan-rekannya di masa lalu, Emerada, Alberto, dan Olba, telah


mengetahui bahwa motif Emi memerangi Pasukan Raja Iblis hanyalah untuk
mengalahkan musuh ayahnya.

Emi lalu melihatnya bersama dengan matahari pagi, dia melihat waktu yang
telah berhenti sejak dia masih muda dulu dikarenakan Pasukan Raja Iblis,
kembali berputar, begitupun harapan jikalau ayahnya mungkin masih hidup,
dan harapan jikalau gandum yang dia tanam bersama ayahnya masih bisa
bertahan.

Namun, harapan yang mampu menggerakkan waktu yang telah terpotong sejak
saat dia merasakan perpisahan menyedihkan dengan ayahnya, sekali lagi akan
dihancurkan di depan matanya.

Memang tidak sulit untuk membalasnya.

Bahkan jika rumah dan ladangnya benar-benar dihancurkan, Emi, di bawah


kendali amarah dan kebencian, sebenarnya masih bisa tanpa ampun membuat
tumbal darah dari Olba, Raguel, Kesatria Josouikin, dan Malebranche yang ada
di desa Sloan, hal itu sangat mudah baginya.

Tapi kalau seperti itu, semuanya akan berakhir.


Meskipun itu hanya ladang dan gandum.

Namun bagi Emi, itu adalah harapan yang sangat ingin dia wujudkan sejak saat
ia masih muda, sambil terus mempertaruhkan seluruh hidupnya.

"Apa... yang harus kulakukan?"

Hati Emi dengan mudah dikalahkan.

Apa ini benar hati milik Pahlawan yang menyelamatkan dunia dari
keputusasaan?

Seolah mematerialisasi kelemahan hati Emi, Evolving Holy Sword, One Wing
di tangannya pun menjadi semakin kecil dan semakin pendek dibandingkan
wujudnya ketika berada di Jepang, dan kemudian menghilang.

"Bukankah sudah kukatakan sebelumnya? Kau hanya perlu mengikuti kami


dengan patuh."

".... Kalau aku mengikutimu, kau tidak akan menyerang desa itu kan?"

"Tentu saja. Dan aku sudah mengatakannya di awal tadi, kami sejak awal tidak
berencana melukaimu. Tapi agar kau tidak melawan ataupun melakukan
sesuatu yang bodoh seperti lari ke Jepang....."

"..... Aku tidak berniat melakukannya."

"Begitu ya, baguslah."

Setelah mengangguk dengan puas, Olba dan Raguel mengangkat tangan


mereka agar para Kesatria menurunkan kewaspadaannya.

"Kalau begitu, ayo pergi."

Ucap Raguel dengan pelan, memerintah Emi.


Emi mematuhinya dan mulai berjalan menuju gate yang dibuka oleh Raguel
dan gerombolannya.

Begitu ia berdiri di samping gate tersebut, Emi menengok ke arah gunung yang
baru saja dia turuni.

"...... Maafkan aku."

Usai dengan pelan menggumamkan kata tersebut, di bawah perintah Raguel,


Emi pun menghilang di dalam cahaya gate.
Chapter 3 : Raja Iblis, Bersiap Untuk Berangkat

"Bukankah sudah kubilang aku tidak bisa memastikan berapa hari yang
dibutuhkan?"

"Batasnya satu minggu! Siapa juga yang akan menghabiskan banyak uang
untuk sesuatu yang hanya digunakan selama seminggu?"

"Itu masalahmu kan? Bagaimana jika semua ini tidak bisa diselesaikan dalam
seminggu? Kemungkinan bertambahnya waktu yang diperlukan juga harus
dipertimbangkan untuk menyiapkan kebutuhan kita!"

"Kau selalu saja berpikir pesimis! Ini bukan bagaimana jika masalah ini tidak
bisa diselesaikan! Melainkan masalah ini harus diselesaikan! Kita ini anggota
masyarakat, jadi kita harus menyelesaikan pekerjaan kita dalam waktu yang
sudah ditentukan!"

"Lalu, menetapkan jangka waktu yang tidak bisa ditepati apapun yang terjadi,
apa itu masih bisa dianggap sebagai anggota masyarakat yang terhormat? Jika
pekerjaan bisa diselesaikan hanya dengan mental dan prinsip yang kuat, maka
semua orang tak perlu bekerja begitu keras!"

"Terlalu terpaku pada idealisme itu tidak akan menyelesaikan apapun! Tidak
peduli seberapa keras kita bekerja, ada batasan bagi persiapan yang bisa kita
lakukan untuk situasi yang beragam! Menghemat biaya di tempat di mana kita
tidak bisa menghematnya, cukup PNS dan politikus saja yang melakukannya!"

"Orang sepertimu yang hanya bisa mengeluh soal pemborosan, kemungkinan


besar juga tidak bisa menjaga hal-hal yang penting! Jika hanya berteriak soal
efisiensi, efisiensi, bahkan burung myna pun bisa melakukannya!"

"Apa katamu?"
"Kenapa?"

"Erhm, kalian berdua terlalu keras! Jangan bertengkar begitu!"

Chiho berusaha keras menenangkan Maou dan Suzuno yang sedang bertengkar.

Meski ketika mendengarkannya dari samping, hal itu terdengar seperti debat
tidak fokus antara si bos dan pegawai soal situasi pekerjaan akhir-akhir ini, tapi
sekarang, mereka benar-benar berada di pusat perbelanjaan bagian persediaan
kemah di Don Quijote Minamicho, yang mana berjarak 30 menit jauhnya
berjalan dari Sasazuka.

Alasan pertengkaran mereka sangat sederhana.

Agar tidak tertangkap oleh Kesatria Hakin dari Afashan yang memiliki
hubungan dengan musuh, Maou dan yang lainnya tidak akan tinggal di kota-
kota besar ketika pergi ke Afashan.

Karena mereka memprediksi akan berkemah di luar selama perjalanan, Maou


dan Suzuno sekarang sedang membuat persiapan terkait, namun mereka
berdua malah tidak saling setuju dengan strategi kemah mereka.

"Kita ini hanya bertiga! Membeli satu tenda saja sudah cukup! Karena kita
mungkin akan diserang oleh musuh, akan lebih baik jika ada sedikit barang
yang bisa dibuang!"

Mempertimbangkan jumlah barang bawaan yang bisa dibawa oleh moped


Suzuno dan waktu satu minggu perjalanan, Maou merasa satu tenda saja sudah
cukuSp.

"Jangan bodoh! Sebaiknya dua tenda, dan satu kantong tidur per orang! Selain
harus merawat kesehatan fisik kita, pada dasarnya Acies dan aku itu wanita!
Bagaimana bisa kami berdesak-desakkan di dalam sebuah tenda kecil bersama
denganmu?"

"I-itu benar! Maou-san, tidur bersama dengan gadis itu tidak baik!"

Sepertinya Suzuno menempatkan pengurangan beban pada tubuh mereka


sebanyak mungkin sebagai prioritas utama, dan apapun alasannya, dia ingin
menghindari situasi di mana dia harus tidur di bawah atap yang sama dengan
Maou.

Bahkan tanpa mempertimbangkan situasi darurat, Chiho yang merasa sulit


menerima Maou tidur di bawah atap yang sama dengan gadis lain, memilih
untuk mendukung Suzuno...

"Berpikir begitu rendah terhadap diriku, aku tidak akan melakukan sesuatu
yang bodoh di saat seperti ini!!"

"I-itu benar! Maou-san itu pria sejati!"

Tapi segera setelahnya, Chiho memilih membela Maou secara refleks.

"Chiho-dono, kau ini ada di pihak siapa?"

"Ma-maaf...."

Dan akhirnya terkena teguran yang tidak perlu.

"Selain itu, ini bukan masalah berpikir rendah terhadap dirimu atau tidak!
Padahal kau sudah bekerja setiap hari, apa kau tidak punya uang untuk
membeli tenda?"

"Jangan samakan aku dengan pengangguran kelas atas seperti dirimu! Aku ini
harus menyediakan makanan untuk bawahanku setiap hari!"
"Jangan membuatnya terdengar seolah-olah aku ini seperti Lucifer! Kasar
sekali!"

"Pokoknya, satu tenda saja sudah cukup! Ketika kita bertemu dengan Emi dan
yang lainnya, kita pasti akan kalah jika kita tidak bisa lari! Kita akan langsung
membuka gate begitu kita bertemu, dan meninggalkan Ente Isla!"

"Jangan konyol! Mantra pembuka gate itu sangat rumit! Jangan


menganggapnya sesederhana seperti menghentikan taksi! Selain itu,
bagaimana jika Emilia dan yang lainnya berada dalam situasi di mana mereka
tidak bisa langsung bergerak? Karena tidak dapat dipastikan kalau gate bisa
dibuka segera setelah kita bertemu untuk kabur, kita butuh lebih dari satu tenda
untuk bersembunyi!"

"Ugh... kalau begitu, setidaknya kita pilih kantong tidur musim panas yang ada
di sini! Ini kecil dan murah!"

"Di sana itu hampir musim gugur!! Mungkin saja di sana lebih dingin dari yang
diperkirakan! Jika kita terkena flu, bagaimana bisa kita punya energi untuk
melakukan operasi penyelamatan?"

"Ka-ka-ka-kalau begitu, kita bicarakan masalah tenda nanti, kenapa kita tidak
membeli barang-barang yang lainnya dulu? Kita bisa memutuskan setelah
memastikan jumlah barang bawaan yang lain, bukankah itu lebih baik?"

Untuk menenangkan Maou dan Suzuno yang obrolannya tidak punya fokus
sama sekali, Chiho pun mengajukan saran baru.

Namun.....

"Raja Iblis, bukankah sudah kubilang ada batas beban pada kargo moped?
Hanya bensin cadangan saja sudah sangat banyak, kenapa kau masih membeli
banyak air mineral?"
"Aku tidah tahu seperti apa sebelumnya, tapi aku ini sekarang manusia!
Bagaimana jika aku terkena diare karena tidak terbiasa dengan kualitas
airnya?"

"Dasar iblis lemah! Afashan itu tidak hanya kaya akan persediaan air, mereka
juga punya makanan yang melimpah! Ada sungai dan sumber air di mana-
mana, jadi kita cukup membawa saringan air dan tangki penyimpan air ini!
Soal airnya, kita bisa menyiapkannya di tempat!"

"Bukankah kau sendiri tadi yang bilang sesuatu mengenai memprioritaskan


kesehatan tubuh?"

Mereka berdua seketika mulai berselisih tentang air.

"Kita sebaiknya membawa beras!"

"Tidak, kita sebaiknya membawa udon!"

"Kubilang ya, bukankah memasak udon di alam liar itu terlalu berlebihan?"

"Orang yang tidak berpengalaman menggunakan kaleng untuk memasak nasi


pasti akan gagal! Di sisi lain, mie instan udon kering itu bisa dimasak dengan
cepat dan tidak perlu khawatir gagal, mereka juga ringan, jadi tidak ada
kekurangannya!!"

"Kalau begitu, bukankah lebih baik kita membawa biskuit atau makanan
sejenis yang tahan lama, karena ini hanya dalam jangka waktu pendek?"

"Makanan adalah hal yang paling mendasar! Asalkan ada peluang, kita tidak
perlu hidup dengan cara yang susah seperti itu."

"Meski begitu, udon itu terlalu...."

Mereka bahkan tidak bisa mencapai kesepakatan mengenai makanan.


"Kita masih butuh pengusir serangga."

"Benar, ada banyak serangga di alam liar."

Hanya dalam masalah pengusir serangga, karena alasan yang tak diketahui,
mereka dalam sekejap langsung setuju.

"Untuk lenteranya, ayo kita pilih tipe yang dibakar."

"Tidak, tipe LED lebih baik!"

"Ente Isla juga punya tipe yang dibakar, jadi kalaupun ada situasi yang
mengharuskan kita untuk meninggalkan mereka, itu akan membuat kita lebih
sulit untuk dilacak!"
"Tapi sebagai gantinya, jumlah barang bawaan kita akan bertambah,
sementara untuk tipe listrik, mereka bisa dinyalakan dan dimatikan dengan
menekan satu tombol! Dan benda ini tidak hanya punya mode pengisian daya
mekanis, tapi juga bisa digunakan untuk mengisi ulang HP."

"Tipe lentera bakarlah yang lebih baik! Bahan bakarnya bisa dibeli di Ente Isla,
jadi barang bawaan kita bisa dikurangi! Untuk mengisi ulang HP, kita hanya
perlu membawa power bank! HP itu hanya penguat untuk menggunakan Idea
Link di Ente Isla, tidak ada bedanya apakah mereka dihidupkan atau dimatikan,
dan memeriksa daya yang tersisa itu tidak berguna!"

"Salah! Lampu LED lebih nyaman! Jangan katakan kalau kau tidak punya
kepercayaan diri menggunakan produk elektronik sederhana seperti ini?"

"Apa yang kau bicarakan? Kau lah orang yang telah diracuni oleh ilmu
pengetahuan dan peradaban! Apa kau ini masih Raja Iblis?"

Ketika mereka berdua mulai membenturkan pandangan mereka mengenai


sumber cahaya saat malam hari dan tidak mau mengalah....

"..... Kalian berdua, hentikan!!"

"Ugoh?"

"Ooh?"

Pada akhirnya, yang marah di sana bukanlah siapa-siapa melainkan Chiho.

"Kurang lebih aku tahu apa masalahnya! Kalian berdua tidak punya
pengalaman berkemah kan?"

"Tidak, aku tidak punya...."

Maou menggaruk wajahnya merasa malu.


"Da-daripada berkemah.... setiap kali aku harus tidur di luar selama perjalanan
penyebaran agama, kebanyakan keperluan sudah ditangani oleh para
biarawan."

Suzuno membuat sebuah alasan dengan suara pelan.

"Orang tak berpengalaman tanpa rencana apapun hanya akan membuang-


buang waktu tak peduli bagaimana mereka membayangkannya! Lebih baik
kita mencari pegawai atau pergi ke toko khusus peralatan kemah untuk mencari
ahli supaya bisa membantu membuat rencana, okay?"

""..... Ya.""

Setelah dimarahi oleh Chiho, Maou dan Suzuno terlihat depresi.

"Ooh, Chiho sangat kuat!"

Di tempat yang tadinya tidak apa-apa, seluruh tubuh Maou tiba-tiba


memancarkan sinar ungu yang terang, dan segera setelahnya, gadis berambut
perak dan ungu tiba-tiba muncul di sampingnya.

"Meski aku sudah punya beberapa gambaran, pada dasarnya Maou memang
tidak berani mengangkat kepalanya di depan gadis ya?"

"Uwaaahh!!"

Acies Ara tiba-tiba muncul, membuat Maou dan Suzuno dengan panik melihat
sekeliling mereka.

Mereka berdua pun bernapas lega setelah memastikan kalau tak ada orang di
sekitar mereka yang memperhatikan tempat ini, namun, hanya Chiho yang
mendongak menatap langit-langit toko, wajahnya terlihat tegang.

"Erhm, Maou-san, Suzuno-san! Ayo kita tinggalkan toko ini dulu!"


Setelah berhasil membuat ketiga orang yang punya tanda tanya besar di atas
kepala mereka keluar dari toko, Chiho, terengah-engah, mengatakan,

"Tadi itu direkam oleh kamera pengawas.... Tolong lebih hati-hati ke


depannya."

Dibandingkan Emi yang akan memperhatikan sekelilingnya ketika membuat


Alas Ramus muncul ataupun bergabung, tindakan Maou tadi benar-benar
terlalu ceroboh.

"Ugh, ma-maaf. Hey, Acies, bukankah sudah kubilang kau tidak boleh keluar
sesukamu....."

"Aku bahkan tidak berpikir ada kamera pengawas. Seperti yang diharapkan
dari Chiho-dono, kau memang tinggal di era modern!"

"Chiho luar biasa!"

"Jika Suzuki-san melihat ini.... dia mungkin akan curiga apakah Maou-san itu
benar-benar Raja Iblis....."

Mereka bertiga memandang Chiho dengan ekspresi takjub, membuat Chiho


menghela napas.

"Benar juga, Suzuno-san, apa kau dengar persiapan macam apa yang dibuat
Yusa-san? Lain kali, pertimbangkan keadaannya dan bertanyalah di toko yang
lebih spesifik."

"Hmm... Emilia punya Emerada-dono di sana yang menemuinya. Tapi


berdasarkan rencana, dia seharusnya pergi sendiri setelah sampai di sana. Huuh,
meski pada akhirnya, keputusan akan dibuat berdasarkan apa yang Alas Ramus
inginkan."

Dengan kata lain, dia tidak tahu apa-apa.


".... Ba-bagaimanapun, ayo pergi ke tempat lain. Kita bisa pergi ke Tokyu
Hands lebih dulu atau melihat-lihat di toko khusus peralatan kemah yang ada
di pusat kota dan mendengarkan pendapat mereka. Tak ada banyak waktu yang
tersisa."

Setelah mengatakan hal itu, Chiho mulai berjalan, memimpin jalan.

Setelah menoleh dan memastikan ketiga orang itu mengikutinya, Chiho tiba-
tiba mulai berpikir apa yang akan terjadi ketika Emi kembali dengan selamat.

Meskipun dari luar Rika sudah terlihat tenang, akankah dia bersedia
memaafkan Emi yang telah membohonginya?

Usai menyelesaikan diskusi di Kastil Iblis, Rika langsung pergi bekerja karena
ia punya jadwal kerja di hari itu.

Dia menunjukkan ekspresi rumit saat ia pergi, membuat Chiho merasakan


sedikit kegelisahan yang tidak bisa dia hilangkan.

"Pertukaran budaya yang berbeda itu benar-benar sulit ya...."

Saat ini di belakangnya, Maou dan Suzuno terus melanjutkan debat yang
mereka mulai di Don Quijote, Chiho menoleh, menatap mereka berdua, dan
sekali lagi merasakan situasi yang tidak biasa di sekelilingnya.

"Tapi.... Kalaupun Yusa-san dan Ashiya-san kembali dengan selamat..."

Chiho mendongak menatap cerminan keadaan mentalnya.... menatap matahari


yang tertutupi awan.

"Berapa lama.... aku bisa terus bersama semuanya....."

Meskipun Chiho mencarinya ke seluruh dunia, takkan ada satupun orang yang
bisa menjawab pertanyaan ini.
XxxxX

"Terima kasih atas panggilan anda!"

"""Terima kasih atas panggilan anda!!"""

"Kami akan melayani dengan sepenuh hati!"

"""Kami akan melayani dengan sepenuh hati!!"""

"MgRonald Delivery!"

"""MgRonald Delivery!"""

".... Yeah, respon dasarnya kira-kira seperti ini."

Kisaki menatap dokumen yang ada di tangannya dengan tatapan dingin.

Pegawai MgRonald di depan stasiun Hatagaya, termasuk Maou dan Chiho,


setelah mengulangi perkataan Kisaki, mereka menunggu apa yang akan bos
mereka sampaikan selanjutnya dengan ekspresi tegang di wajah mereka.

"Meskipun masih ada beberapa waktu lagi sebelum semuanya benar-benar


dimulai, aku ingin menyerahkan informasi ini pada kalian lebih dulu, pasukan
utama. Yang perlu kalian lakukan adalah membiasakan diri dengan ini."

Maou menatap tumpukan dokumen berukuran A4 yang Kisaki bagikan dengan


ekspresi tegang di wajahnya.

"Tentu saja kalian bisa lebih dulu berlatih di cabang yang memiliki subsidi.
Bagi yang bersedia, bisa menemuiku nanti. Tapi karena jangka pengajuannya
pendek, orang yang memang ingin pergi harus menemuiku secepat mungkin."

"""Ya!!!"""
"Ah, satu hal lagi, meski tak perlu secara khusus mengatakannya pada kalian
sekarang....."

Kisaki mengetuk kertasnya seolah tiba-tiba mengingat sesuatu dan berbicara


sambil mengangkat bahunya.

"Tapi aku mengharapkan kalian memiliki sikap tulus terhadap produk-produk


kita. Aku yakin di antara para pegawaiku, tak ada satupun orang yang begitu
tak berpengalaman sampai hanya bisa bekerja dengan tulus setelah mengulangi
apa yang ada di dokumen ini. Kalau begitu, aku harap semuanya bisa bertarung
dengan gagah berani dengan caranya masing-masing hari ini. Kembali
bekerja!"

Rapat di ruang pegawai telah berakhir, saat rekan-rekannya meninggalkan


ruangan dan kembali ke pos kerja mereka masing-masing, Maou sekali lagi
memperhatikan tumpukan dokumen tersebut.

Maou sebenarnya sangat ingin berpartisipasi dalam latihan di restoran cabang


yang Kisaki sebutkan, tapi sayangnya, Maou masih belum mendapatkan SIM
moped.

Dengan begitu, kalaupun dia berpartisipasi dalam latihan itu, dia tidak akan
bisa mengendarai moped untuk melakukan delivery, ditambah lagi, selama
jangka waktu pengajuan latihan itu, Maou tidak bisa datang ke restoran untuk
bekerja.

Setelah mengatur jadwal kerja dengan seluruh kemampuannya, Maou akhirnya


bisa mengorganisir waktu untuk pergi ke Ente Isla.

Meskipun Maou harus membalas kebaikan seluruh rekannya di restoran depan


stasiun Hatagaya setelah ini, karena dia selalu melakukan pekerjaannya dengan
serius di Jepang, dan dekat dengan rekan-rekannya di tempat kerja, dia
akhirnya berhasil meminta banyak orang untuk mengisi shiftnya.
Jika ini tindakan egois yang hanya dilakukan oleh satu orang, hal seperti itu
tidak mungkin bisa diraih.

"Maou-san.... apa kau baik-baik saja?"

Mungkin karena ia khawatir dengan Maou yang menatap tumpukan dokumen


itu dengan ekspresi tegang di wajahnya, Chiho berbicara dengan cemas.

"Yeah, aku baik-baik saja. Hanya saja, karena aku tidak bisa berpartisipasi
dalam latihan itu, rasanya sedikit menyedihkan. Aku mungkin tidak akan gagal
di ujian mengemudi lagi, tapi ketika delivery dimulai, aku harus langsung
mulai berpartisipasi di dalamnya secara betulan."

"Eh.... Yeah."

Chiho nampak berkedip beberapa kali karena terkejut dengan jawaban Maou
dan tiba-tiba tersenyum paham.

"Baguslah, ini Maou-san yang biasanya."

"Huh?"

"Kupikir kau akan merasa gugup mengenai masalah malam ini."

".... Aah, begitu ya."

Maou yang memahami apa yang ingin Chiho katakan, juga ikut tersenyum.

Setelah Maou bekerja malam ini, dia akan pergi ke Ueno.

Dan itu artinya dia akan pergi menuju Ente Isla.

Sebaliknya, hanya hari ini dia tidak bisa menemukan orang untuk bertukar
dengannya, dan karena Kisaki bilang kalau dia akan membagikan dokumen
penjelasan layanan delivery hari ini, Maou pun datang bekerja.
"Karena hal-hal yang harus kami lakukan di sana itu sederhana. Kami hanya
perlu membawa Emi dan yang lainnya kembali. Tak peduli halangan apa yang
akan kami hadapi, kami hanya harus menggunakan cara paksa."

Maou terus berbicara dengan ekspresi tak berguna di wajahnya.

"Tapi untuk hal ini tuh berbeda. Aku tidak percaya diri dalam membaca peta,
dan meski aku ingin sampai ke lokasi sebelum makanannya dingin, aku masih
harus menghadapi lampu lalu lintas, batas kecepatan, two point turn, dan
peraturan lain yang tidak boleh dilanggar."

(T/N : Two Point turn, cara putar arah ketika berkendara, cek di google kalo
pengen tahu :3)

"Untuk Maou-san, itu bisa saja sedikit diperketat."

Seorang Raja Iblis yang bisa terbang di udara, khawatir tentang melanggar
peraturan two point turn di Jepang, ketika Chiho memikirkannya, dia tanpa
sadar tersenyum.

"Pekerjaan menerima telepon, bukankah Emi juga menganggapnya sulit? Jujur


saja, jika kita dapat pelanggan yang aneh, itu pasti akan sangat merepotkan,
dan selain itu, bukankah delivery moped memiliki alat pengukur yang disebut
cumi-cumi atau gurita yang terpasang untuk mengirimkan data ke kantor
pusat? Begitu aku berpikir kalau penilaianku akan menurun karena tersesat,
aku benar-benar merasa gelisah. Ah~, aku ingin ikut latihan itu juga!"

(T/N : Alat yang Maou bicarakan namanya Tachometer. Gurita dalam bahasa
Jepang artinya Tako, jadi Maou menyebutnya alat cumi-cumi atau gurita.)

"Ahahaha."
Reaksi Maou membuat Chiho berpikir kalau dia ternyata sedikit bodoh karena
merasa gugup, meskipun ia tidak ikut pergi, dan hal itu membuatnya tertawa.

"Ini sama sekali tidak lucu. Jika perbandingan, situasi di mana apapun bisa
dilakukan terhadap musuh itu jauh lebih mudah. Kehidupan manusia memang
penuh dengan kesulitan."

"Lalu, berasumsi bahwa Maou-san akan menaklukan Jepang sebagai Raja Iblis
suatu hari nanti, akankah kau menghapuskan peraturan itu?"

".... Chi-chan, apa kau tahu apa yang kau tanyakan?"

"Tentu saja."

Jawab Chiho tanpa malu. Maou membalasnya setelah sedikit menghela napas.

"Aku ini akan melakukan perjalanan sambil meninggalkan kegelisahan yang


belum bisa kuselesaikan, tolong lebih perhatikanlah diriku ini!"

Namun, Chiho tidak mau mengaku kalah.

"Kali ini, aku benar-benar hanya bisa menunggu."

"Hm?"

"Meskipun aku benar-benar senang hanya dengan Maou-san yang bersikap


normal....."

"Uh...."

"Tapi setidaknya, buatlah diriku yang akan ditinggal ini, merasa lebih tenang."

Chiho cemberut dengan sikap sedikit tidak puas.


"Aku ingin setidaknya kau bilang sesuatu seperti kau akan kembali dengan
selamat, atau kau pasti akan membawa Yusa-san dan Ashiya-san kembali,
kata-kata yang bisa diandalkan seperti itu."

Meskipun Maou paham apa yang coba Chiho ungkapkan, karena alasan yang
tak diketahui, Maou malah menunjukkan ekspresi enggan.

"Aku dengar Urushihara menyebutkan hal ini sebelumnya, hal-hal yang


disebut Death Flag, benar?"

"Death.... Serius ini! Maou-san!"

Walau Chiho menunjukkan ekspresi tidak senang karena penjelasan sembrono


ini, tapi Maou menolak untuk mengalah.

"Bukankah ini sama dengan yang di film-film? Kalaupun pria yang


mengatakan kata-kata keren itu pada karakter utama wanita akhirnya tidak mati,
tapi biasanya semuanya tidak akan berjalan sesuai rencana. Pada kenyataannya,
jika seseorang mengungkapkan tekadnya pada seseorang yang dekat
dengannya, itu malah akan seperti mengendarai macan dan kesulitan untuk
turun, membuat orang itu kehilangan peluang, dan yang lebih penting lagi.....
Chi-chan?"

Maou mencoba menjelaskannya dengan serius, Chiho yang memasang


ekspresi tidak senang beberapa detik yang lalu, saat ini sedang tersenyum lebar
karena alasan yang tak diketahui.

"Aku mengerti! Kalau begitu, aku hanya bisa menerimanya!"

Chiho yang dalam sekejap mengubah perasaan dan ekspresinya, membuat


Maou sangat kebingungan.
Kau bisa membayangkan alasan kenapa mood Chiho membaik, pasti karena
istilah 'karakter utama wanita'.

Karena dalam skenario ini, karakter utama dalam petualangan ini sudah pasti
Maou.

"Benar juga, Maou-san, apa kau sudah menyiapkannya?"

"Hm? Hmmm?? Menyiapkan apa? Persiapan untuk pergi ke Ente Isla sudah
hampir selesai."

"Bukan itu! Maksudku hadiah untuk Yusa-san!"

"Hadiah? Emi? Hm.... ah, ahh.."

Setelah dengan teliti mencari-cari ke dalam ingatannya, Maou memukul


tangannya dengan keras.

"Aku benar-benar lupa!"

"Yang benar saja......."

Yang mana berarti, andai Emi menepati janjinya dan kembali ke Jepang,
semuanya akan mengadakan pesta ulang tahun gabungan untuk Chiho dan Emi.

Namun, setelah memikirkan hal ini, Maou pun sadar kalau apa yang dia
katakan itu salah,

"Ah, t-ta-tapi, hadiah Chi-chan..... Aku sudah memikirkannya dengan benar."

Karena rencananya adalah merayakan ulang tahun Emi dan Chiho, jika Maou
lupa hadiah Emi, itu berarti dia juga lupa hadiah Chiho. Maou yang sedang
panik, melanjutkan serangkaian alasannya, namun Chiho sepertinya tidak
benar-benar keberatan, dan bahkan....
"Tidak usah memikirkanku, aku sudah menerimanya dari Maou-san."

.... mengatakan sesuatu yang aneh.

Meski Maou merasa bingung karena rasanya ia pernah mendengar hal ini
sebelumnya, tapi untungnya Chiho tidak terlihat marah.

"Memang kedengarannya tidak pantas bilang begini, tapi kalaupun aku


menyiapkan hadiah, aku tidak berpikir Emi akan mau menerimanya."

"Tidak masalah! Yusa-san mungkin tidak akan menerimanya, tapi yang


penting Maou-san sudah menyiapkan sesuatu untuknya. Yusa-san seharusnya
tidak akan membencinya."

Maou sama sekali tidak paham tujuan di balik menyiapkan hadiah untuk orang
yang tidak mau menerimanya, dan alasan kenapa Chiho sangat aktif mencoba
memperbaiki kesan Emi terhadap Maou.

"Dan.... saat ini Yusa-san pasti sedang menemui hal-hal yang dia benci.
Kalaupun dia kembali ke Jepang, melakukan hal itu memang tidak akan
menyelesaikan semua masalahnya, tapi agar Yusa-san bisa kembali sedikit
ceria setelah kembali, Maou-san sebaiknya tetap menyiapkan hadiah
untuknya."

Tatapan Chiho sangat serius ketika dia mengatakan hal tersebut, namun Maou
masih mencoba membantahnya dan mengatakan,

"Kalau begitu kau seharusnya sudah memprediksi kalau dia akan meneriaki
tindakanku, seperti 'Siapa juga yang mau menerima hadiah dari Raja Iblis?',
sesuatu seperti itu, ya kan?"

"Maou-san!! Yusa-san tidak akan melakukan sesuatu seperti.... uh, meski itu
tidak pasti..... tapi......"
Chiho yang hendak membantah jawaban dingin Maou, setelah
mempertimbangkan kalau kemungkinan hal itu terjadi tidak nol, dan
kemungkinan mendapatkan reaksi seperti itu lebih tinggi mengingat
kepribadian Emi, Chiho pun mulai tergagap.

"Huuuh.... pokoknya, setelah Emi kembali, kita hanya harus membuat Emi
ceria dan bertele-tele seperti sebelumnya, kan?"

"Be-benar! Itu dia!"

Chiho sedikit membungkuk ke depan, dan menunjukkan pose kemenangan.

"Terus? Hadiah apa yang Chi-chan siapkan untuk Emi? Aku ingin
mendengarnya sebagai referensi."

"Aku? Kalau aku......"

Saat Chiho hendak menyampaikan idenya dengan ekspresi sombong di


wajahnya....

"Hey, apa yang kalian berdua lakukan, ini waktunya bekerja!"

Si supervisor, merasa tidak senang dengan kedua orang yang belum kunjung
keluar setelah waktu yang cukup lama, menunjukkan ekspresi yang selangkah
lagi sudah seperti iblis, usai kembali ke ruang karyawan.

"Ma-maaf Kisaki-san!"

"Ba-baik!!"

Apapun alasannya, mereka sudah berbincang terlalu lama, Maou dan Chiho
pun dengan panik berlari keluar dari ruang karyawan bersama.

Belakangan ini, kalau mereka berada dalam shift yang sama, keduanya akan
bertugas di MdCafe yang ada di lantai dua.
Ini semua berkat latihan MgRonald Barista, dan saat mereka diusir ke lantai
atas oleh Kisaki....

""Pu!!""

Setelah melihat pelanggan yang terduduk di kursi barisan belakang, Maou dan
Chiho terlihat sangat terkejut.

"Ada apa dengan kalian berdua?"

"Ah, ti-tidak ada....."

"Tidak ada apa-apa..."

Bagaimana mungkin tidak ada apa-apa?

Bagaimanapun, di meja bagian paling dalam restoran, selain Suzuno, Amane,


Acies, dan Rika, bahkan Urushihara yang belum sepenuhnya sembuh pun ada
di sana.

"Padahal aku sudah menyuruh mereka untuk menunggu di apartemen."

Gumam Maou dengan volume yang tidak bisa didengar oleh Kisaki sambil
berjalan ke belakang counter, sementara Chiho, dia mengambil kain yang telah
disterilkan dan mulai membersihkan meja yang tidak digunakan.

Setelah selesai bekerja hari ini, Maou dan Suzuno akan pergi menuju Ente Isla
dari Museum Nasional Seni Barat di Ueno.

Maou tahu kalau Rika pernah bilang ingin melihat mereka berangkat, tapi
sekarang masih waktu makan malam. Waktu keberangkatan mereka adalah
tengah malam, berapa jam lagi orang-orang ini akan berencana duduk di sini?

Seperti Emi dan Alas Ramus, Maou dan Acies juga tidak bisa dipisahkan
melebihi jarak tertentu.
Namun, Maou sudah memastikan kalau jarak antara Villa Rosa Sasazuka dan
restoran di depan stasiun Hatagaya, masih tidak masalah, jadi dia
meninggalkan Acies di rumah agar bisa berkonsentrasi bekerja, tapi kalau
sudah seperti itu, bukankah dia akan terganggu sampai-sampai tidak bisa
berkonsentrasi bekerja?

"Oh ya, pelanggan yang duduk di sana itu, apa mereka temanmu?"

Dan saat Maou akhirnya bisa menyingkirkan pemikiran tentang Suzuno dan
yang lainnya dari dalam otaknya, Kisaki tiba-tiba membahas orang-orang itu.

"Erhm....."

"Kamazuki-san dan teman sekamarmu.... kalau tidak salah dia Urushihara-san


kan? Dan gadis dengan rambut yang cantik itu, apa dia kerabatmu?"

"Eh, kenapa.....?"

Saat Maou ingin bertanya 'kenapa kau berpikir seperti itu?', dia tiba-tiba
merubah pikirannya.

"Karena dia terlihat sangat mirip dengan anak kerabatmu yang sebelumnya di
bawa Chi-chan dan Kamazuki-san ke sini."

Benar, ketika Alas Ramus masih tinggal di Kastil Iblis, agar Alas Ramus bisa
bertemu dengan Maou, Chiho dan Suzuno membawanya ke sini.

Alas Ramus dan Acies adalah saudara yang terlahir dari fragmen Yesod, di
mata Kisaki yang tidak tahu apa-apa, otomatis dia akan berpikir kalau Acies
adalah kerabat Maou.

Dan hal tak terduga lainnya adalah, Alas Ramus yang memiliki penampilan
seperti anak kecil, ternyata adalah si kakak, sementara Acies yang terlihat
sedikit lebih muda dibandingkan Chiho, rupanya adalah si adik.
"I-ini tidak seperti itu."

"Kenapa kau menjawab dengan samar begitu? Dua wajah baru lagi ya...."

Ini adalah kunjungan Amane yang pertama, dan ketika Rika mengunjungi
tempat ini sebelumnya, Kisaki sedang tidak berada di restoran.

"Oh ya, Maa-kun?"

"Ya?"

"Apa kau akan melakukan perjalanan jauh?"

"Eh?"

"Tak usah terkejut begitu. Kau sangat jarang mengambil cuti, dan bahkan kau
menolak banyak shift. Chi-chan juga terlihat gelisah."

"..... Bagaimana bisa hal ini ada hubungannya dengan Chi-chan?"

"Jika kau berpikir ini tidak ada hubungannya, berarti kau benar-benar idiot."

Dia memang tidak pernah berencana menghindari pertanyaan semacam ini,


tapi begitu ditanyai dengan sikap terang-terangan seperti itu, Maou pun
menjadi sedikit malu.

"Huuuh, aku tidak akan memintamu membawakanku oleh-oleh, tapi kau harus
berhati-hati agar tidak terluka ataupun sakit. Jika sesuatu terjadi padamu....."

Kisaki memandang punggung Chiho yang sedang mengelap meja.

".... rasanya kekuatan tempur lain akan jadi tak berguna. Bagi restoranku, itu
akan jadi kerugian yang sangat besar."

"..... Aku akan mengingatnya."


"Hey, Suzuno-chan."

"Ada apa?"

"Aku ini lebih feminim kan?"

"..... Soal itu......."

"Menurutku manager itu tidak akan peduli tentang siapa yang menang dan
kalah untuk hal seperti itu."

Ucap Urushihara tanpa ampun pada Amane yang sebelumnya bertanya pada
Suzuno.

"He-hey, apa manager itu benar-benar orang yang luar biasa?"

Rika bertanya pada Urushihara.

"Huh? Kenapa kau bertanya seperti itu?"

"Karena bahkan Maou-san yang seorang Raja Iblis pun, bersedia mengikutinya,
benar? Jadi apa dia itu semacam Raja Iblis Agung, dewa, atau apa gitu?"

"Kisaki-san itu sama sepertiku dan Suzuki-san, orang Jepang normal."

"Oh~ Chiho!"

Chiho yang kali ini kebetulan lewat sambil membawa kain, mengatakan hal
tersebut dengan pelan.

"Eh? Benarkah? Tapi Maou-san itu kan Raja Iblis, dan setelah melihat Acies
menghilang dan muncul kembali, aku terus merasa kalau Maou-san yang
bekerja dengan normal itu adalah hal yang benar-benar aneh."

"Huuuh, soal itu, aku juga masih tidak mengerti sampai sekarang....."
Suzuno yang sedang meminum kopinya, menyetujui kebingungan Rika.

Meskipun Maou sering mengatakan kalau dia tidak punya sihir iblis,
sebenarnya ia masih menyembunyikan sedikit sisa sihir iblis.

Kalau dia menggunakan kekuatan ini, entah mendapatkan banyak uang melalui
cara yang ilegal, ataupun mengendalikan Kisaki untuk menambah bayaran
perjamnya, hal itu bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan.

Jangan bahas apakah menambah bayaran perjam itu hadiah yang pantas untuk
menggunakan sihir iblis~

"Tentu saja itu karena Maou-san adalah orang yang serius dan baik....
setidaknya itulah yang kupikirkan....."

Chiho tiba-tiba berbalik untuk melihat ke arah counter.

Kali ini, Maou sedang menerima bimbingan dari Kisaki dan mempelajari cara
menyeduh kopi.

Maou dan Chiho memang sudah melewati latihan yang diselenggarakan oleh
perusahaan, tapi keahlian Kisaki dalam menyeduh kopi, bukanlah sesuatu yang
bisa diraih setelah menjalani latihan sehari semalam.

Semenjak mulai bertugas di counter MdCafe, Maou terkadang menerima


bimbingan dari Kisaki dan mempelajari cara menyeduh kopi selama waktu
santai bekerja.

"Mungkin, karena dia itu Raja Iblis, karena dia itu raja dengan kekuatan yang
sangat hebat, setelah berubah menjadi manusia, dia sadar kalau hal-hal yang
bisa dia lakukan sendiri itu sangat terbatas."

"Hm?"
"Mungkin Suzuno-san dan Yusa-san akan marah setelah mendengar hal ini,
tapi kalaupun Maou-san berhasil menguasai Ente Isla, menurutku pada
akhirnya dia akan memperlakukan manusia dan iblis setara."

Jika itu Suzuno yang dulu, dia mungkin akan langsung membantah Chiho.

Namun Suzuno tidak bergerak sama sekali dan menunggu Chiho melanjutkan
perkataannya.

"Kenapa kau berpikir seperti itu?"

Sebaliknya, justru Urushihara yang bertanya seperti itu.

"Karena aku bertemu Camio-san."

"Camio?"

Urushihara terkejut mendengar nama yang tak terduga ini.

Maou dan yang lainnya pernah pergi ke rumah pantai yang dijalankan oleh
Amane di Choshi, dan pada waktu itu, ada prajurit burung iblis hitam yang
muncul di Choshi, dia adalah Menteri Iblis Camio.

Saat ini dia sedang berada di Dunia Iblis menjalankan tugasnya sebagai wakil
Raja Iblis, memerintah Dunia Iblis saat Raja Iblis Satan tidak ada, seorang iblis
berpikiran terbuka yang memperlakukan Chiho dengan sopan.

"Maou-san, Ashiya-san, dan Urushihara-san memang memiliki wujud iblis


yang berbeda-beda, tapi perbedaan pada wujud iblis Camio-san itu sangat jelas.
Dan setelah melihat Farfarello-san dan Libicocco-san, mereka juga punya
penampilan yang sangat berbeda.... Meski aku tidak tahu apakah aku benar
mengatakan ini.... tapi pada waktu itu aku berpikir.... pasti ada banyak sekali
species iblis.... atau lebih tepatnya terbagi dalam berbagai ras."
Chiho menatap tangannya yang sedang memegang kain.

"Maou-san menjadi Raja Iblis setelah melampaui banyak ras di dunia iblis kan?
Jadi setelah melampaui manusia, dia pasti akan menyatukan manusia di bawah
kekuasaannya."

"Sulit untuk mengatakannya! Setidaknya aku tidak pernah mendengar perintah


seperti itu sebelumnya."

Urushihara menatap ke arah Chiho dengan sikap mengejek, tapi jawaban


Chiho benar-benar melebihi ekspektasinya.

"Ada, kau tahu? Menurutku ada satu."

"Huh? Kenapa kau mengatakannya seolah kau menyaksikannya sendiri?"

Meskipun Urushihara menyangkalnya dengan tidak senang, jawaban Chiho


tetap terdengar santai.

"Itu pasti dikeluarkan tanpa Urushihara-san ketahui."

"Mustahil! Bahkan Ashiya pun berpikir seperti itu. Kami melakukannya untuk
menguasai dunia manusia Ente Isla...".

"Lihat, memang seperti itu."

"Huh?"

"Arti dari kata 'menguasai', adalah untuk menyatukan sebuah masyarakat di


bawah kekuasaanmu, kan?"

""".......???"""

Meski mereka berada di pihak si penyerang dan si pembela, Urushihara dan


Suzuno tetap menatap satu sama lain, tidak mengerti maksud perkataan Chiho.
"Tentu saja, ini tidak berarti akan lebih baik jika Ente Isla dikuasai oleh
Pasukan Raja Iblis, okay? Tapi menurutku Maou-san tidak pernah berencana
membawa manusia pada kepunahan.... atau lebih tepatnya dia tidak berencana
membantai manusia. Kalau bukan begitu, bagaimana mungkin Raja Iblis yang
tiba-tiba menjadi manusia biasa di dunia manusia bisa menghormati dan begitu
baik pada manusia?"

"Chiho-chan, sudut pandangmu benar-benar menarik."

Ucap Amane dengan takjub.

"Iblis yang bisa merubah kesedihan, kemarahan, dan ketakutan menjadi sihir
iblis, jika dia benar-benar berpikir kalau manusia itu makhluk yang tidak
berarti, dia pasti sudah menginjak-injak dunia manusia dengan lebih kejam.
Tapi Raja Iblis Satan memerintahkan keempat Jenderal Iblisnya untuk
'menguasai' benua yang berbeda. Itulah sebabnya aku berpikir seperti ini.
Maou-san itu raja. Jika dia tidak bisa memahami betapa pentingnya kekuatan
setiap rakyatnya lebih dari siapapun, maka dia tidak akan pantas untuk
menduduki posisi raja."

"Raja ya?"

Suzuno menatap wajahnya yang tercermin dalam cangkir kopinya.

'Kita akan lebih bahagia jika kita menjalani hidup dengan melihat sisi baik dari
suatu hal. Terutama karena aku adalah raja, untuk membawa orang-orang yang
mengikutiku ke arah yang benar, aku punya tugas untuk membawa jalan
kehidupan ini.'

Ketika mereka pergi ke toko elektronik di Shinjuku untuk membeli televisi,


Maou mengatakan hal itu pada Suzuno.
Meski Suzuno tidak menanggapi dan tidak ingin menanggapi kata-kata Maou
dengan serius, bahkan jika ia merasa enggan, dia harus mengakui kalau analisis
Chiho itu benar.

"Tapi semua ini hanya dugaan, dan menebak pemikiran Maou-san itu mungkin
sedikit kasar."

"Aku sama sekali tidak paham apa yang Chiho katakan."

Acies, dengan rakus memakan cheesecake sendirian, menatap Chiho dan


mengacungkan jempolnya.

Usai memberikan senyum kecut pada Acies yang melakukan sesuatu


seenaknya sendiri, Chiho melanjutkan perkataannya,

"Bukankah otak manusia itu terkadang memikirkan banyak hal sekaligus dan
terkadang juga bertentangan satu sama lain? Jadi mungkin dia tidak berpikir
jauh ke depan dan hanya terus fokus pada apa yang menarik di depannya."

"Jadi itu artinya Maou tidak berpikir sama sekali?"

"....."

Tak masalah jika ia tidak mengikuti topik ini, tapi dari banyak hal, kenapa
Acies menafsirkannya seperti itu?

"Huuuh, jumlah orang yang lahir di era dan tempat yang salah memang terlalu
banyak untuk dihitung, tapi sekarang bukanlah waktu untuk memikirkan hal-
hal rumit seperti itu, ya kan? Apa kalian semua sudah bersiap-siap?"

Mengabaikan Acies yang membuat kekacauan dan Urushihara yang terlihat


tidak puas, Amane bertanya pada Suzuno seolah menyimpulkan banyak hal.
"Dengan rekomendasi Suzuki-san, aku pergi ke sebuah toko khusus peralatan
berkemah di kota, dan meminta mereka menyiapkan hal yang mungkin kami
butuhkan. Saat aku bilang aku akan membayar semuanya, Raja Iblis....."

"Ah, yeah, setelah melihat kejadian itu, aku mulai curiga apakah Maou-san itu
benar-benar Raja Iblis."

Rika menganggukkan kepalanya setuju.

Maou dan Suzuno yang tidak bisa membeli semuanya di Don Quijote, akhirnya
mengikuti saran Chiho dan pergi menuju pusat kota, namun, bahkan Chiho pun
tidak tahu di mana letak toko khusus peralatan berkemah.

Saat mereka mencoba keberuntungan mereka dan menghubungi Rika yang


baru pulang bekerja, mereka mendapati kalau Rika rupanya tahu banyak toko.

Meski Rika terlihat seperti orang yang tidak suka berkemah, saat mereka
bertanya kenapa dia tahu banyak toko.....

"Karena selama beberapa waktu ini, majalah terus menerbitkan edisi khusus
'Pendakian Gunung seorang Wanita'." sepertinya Rika ingat informasi
mengenai toko khusus peralatan berkemah karena hal ini.

Saat mereka sampai di toko itu dengan bantuan Rika, karena Maou terlihat
enggan menggunakan budget untuk membeli barang-barang keperluannya,
Suzuno yang tidak bisa lagi mentolerirnya pun akhirnya menyarankan untuk
membeli tenda, kantong tidur, makanan, bahan bakar, dan semua peralatan
dengan uangnya sendiri, agar bisa menyelesaikan persiapan perjalanan ini.

Tapi setelah Maou mendengar hal ini, dia malah menjadi cemas.

"A-aku tidak berencana menjadi toy boy!"


(TN : Toy Boy, cowok yang bergantung pada wanita, biasanya mengacu pada
cowok yang punya hubungan dengan tante, gitu)

Akhirnya mereka berhasil membeli barang-barang keperluan mereka, yang


mana harga serta fungsinya satu tingkat lebih rendah dibandingkan apa yang
awalnya Suzuno rencanakan.

Begitu mereka berpikir kalau seorang Raja Iblis yang memaksakan dirinya
bahkan saat membeli peralatan berkemah benar-benar ada di dunia ini, Suzuno
dan Rika yang tidak tahu apakah harus merasa Maou itu menarik atau tak
berguna, tanpa sadar menunjukkan sebuah senyum kecut.

"Chiho-dono, sampai jam berapa Raja Iblis akan bekerja hari ini?"

"Sepertinya karena Kisaki-san mau berkompromi, sama sepertiku, dia akan


bekerja sampai jam 10 pm. Ah, maaf, aku harus kembali bekerja."

Chiho yang sadar kalau dia sudah terlalu lama mengobrol, kembali ke counter
setelah memberikan salam.

Suzuno menempatkan cangkir kopi kosongnya ke atas meja dan memandang


punggung Suzuno.

Chiho, Kisaki, dan Maou sedang berbicara sambil terkadang mellihat ke arah
Suzuno dan yang lainnya. Dari ekspresi ceria mereka, nampaknya Chiho tidak
dimarahi karena terlalu lama mengobrol dengan Suzuno dan yang lainya.

"Ada apa, Bell?"

Urushihara bertanya pada Suzuno, yang memandang Maou dan


gerombolannya dengan sedikit bimbang.

"Tidak, aku hanya merasa seolah situasi Ente Isla itu bergantung pada
pemikiran manajer Kisaki. Rasanya ini sedikit lucu."
Urushihara mengangguk, nampak memahaminya.

"Hanya saja orang itu tidak sadar. Kalau dibandingkan dengan Maou dan Emi,
dia itu sudah seperti senior jika berhubungan dengan manusia, dan benar-benar
bisa dipanggil yang terkuat di dunia."

"Jadi begitu! Melihat Maou menjadi sangat penurut, kupikir Kisaki memang
benar-benar kuat."

"Acies-chan! Aku juga sama! Aku juga termasuk mantan bos Maou-kun,
okay?"

"Amane bukan masalah besar!"

"Kasarnya!!!"

Usai dengan dingin mengabaikan Amane yang memiliki rivalitas aneh dengan
Kisaki, Acies pun dengan kasar berlutut di kursi dan menatap bagaimana Maou
dan yang lainnya bekerja, dan kali ini....

"Hm?"

Acies menyadari sesosok kecil yang berjalan menaiki tangga MdCafe.

"Ada apa, Acies....."

Bahkan suara Rika ketika bertanya sambil melihat ke arah yang sama dengan
Acies, juga ikut tenggelam.....

"Aku datang malam ini~~!"

Sebuah suara menyentak telinga setiap orang.

"Pu!"

"Uwah!"
"Hm?"

"Itu...."

Orang yang suaranya sudah menggema di seluruh MdCafe bahkan sebelum


memperlihatkan wujudnya, membuat semuanya menunjukkan bermacam
reaksi; Suzuno terkejut, Urushihara mengernyit, Amane memasang tampang
bingung di wajahnya, sementara Rika mencoba mencari orang itu ke dalam
ingatannya.

"Itu......."

Orang yang muncul dari tangga adalah seorang pria kecil dengan tinggi kira-
kira sama dengan Urushihara.

Meski pria itu tidak tinggi, dia memiliki ciri fisik yang proporsional. Dan dari
bagaimana dia masih mengenakan seragam, jelas-jelas dia menyelinap saat ia
sedang bekerja.

"Dewiku.... ya ampun, aku salah mengucapkannya! Manager Ki-sa-ki! Sarue


datang malam ini!"

Benar, dia adalah manager dari Sentucky Hatagaya, terletak berseberangan


dengan MgRonalds di depan stasiun Hatagaya, Malaikat Agung Sariel yang
dulunya adalah musuh Maou, Emi dan yang lainnya... Mitsuki Sarue.

Sebenarnya dia adalah playboy yang suka tidak tahan dengan wanita cantik,
dan setelah menyumbang sejumlah besar pemasukan untuk penduduk bumi,
Kisaki Mayumi, dia bahkan membuang posisi dan segalanya di Surga, dan
tinggal di Hatagaya.

Meski dulu dia pernah dilarang memasuki MgRonalds karena tindakan tidak
senonohnya, kini dia sudah mendapatkan maaf dari Kisaki setelah menghadapi
beberapa rintangan, kalaupun frekuensinya tidak setinggi sebelumnya, dia
masih datang setiap dua kali sehari, menyumbang banyak keuntungan.

Chiho, di belakang counter, mengernyit, sementara Maou terlihat seolah sudah


menyerah.

Suzuno dan yang lainnya sama sekali tak menduga akan melihat kejadian ini,
dan hanya seorang Kisaki lah yang menunjukkan senyum bisnis ramah dan
berdiri di counter.

"Hm? Orang itu.... aku sepertinya pernah melihatnya di suatu tempat....?"

Acies yang masih belum pulih dari keterkejutannya, dengan kurang ajar
menatap wajah Sariel dari kejauhan.

"......"

Setelah menerima pesanan, Kisaki pun membelakangi area tempat duduk


untuk membuat kopi, dan ketika Sariel dengan santai memalingkan wajahnya
ke arah Suzuno dan yang lainnya ketika sedang menunggu....

"Gyaaahhh!!"

Entah itu Suzuno, Amane, Urushihara, dan Rika, tak ada satupun orang yang
bisa menghentikannya tepat waktu.

Begitu Acies melihat wajah Sariel dari depan, dia seketika melompat dari
kursinya ke arah Sariel dengan garis lurus yang tidak bisa dilihat mata
telanjang, dan mengangkat tangannya yang bahkan bisa menghancurkan armor
Malaikat Agung Kamael.

"???"

Melihat hal ini, Sariel memasang ekspresi kaget.


Kisaki dan pelanggan lain yang ada di lokasi, benar-benar tidak bisa menyadari
tindakan Acies. Seperti itulah bagaimana cepatnya aksi yang dilakukan Acies,
dia melompat dengan dipenuhi aura membunuh berwarna hitam.

"Acies!!"

Saat di mana tak satupun orang bisa bereaksi, Maou, dengan refleks yang
begitu cepat, mengulurkan tangan kanannya ke arah Acies yang hendak
menyerang Sariel dengan tangan kecilnya.

"Maou....!!"

Teriakan protes Acies menghilang bersama dengan pembatalan materialisasi


pedang suci.

"Hm? Ada apa?"

Ketika atmosfer tegang yang menyebar ke seluruh MdCafe menghilang tanpa


jejak, begitu Kisaki berbalik untuk meletakkan kopi buatannya di atas
counter....

"Sarue, Maa-kun, Chi-chan, ada apa dengan kalian?"

.... dia melihat pelanggan dan para pegawainya menatap langit-langit restoran
dengan ekspresi kaku di wajah mereka.

Bahkan Chiho yang terbiasa dengan adegan pertempuran, sekaligus Maou dan
Sariel yang tidak tahu cara membereskan kekacauan, tindakan Acies dan aura
membunuhnya tadi benar-benar dipenuhi motivasi yang begitu besar.

"Tid-tidak apa-apa....erhm.."

Orang pertama yang berbicara adalah Sariel.


Setelah memandang Maou, Chiho, dan meja di mana Suzuno dan yang lainnya
berada secara berurutan...

"Manager Kisaki, bisakah pesanan tadi dibungkus?"

"Tidak masalah... tapi jarang sekali kau melakukannya?"

Normalnya, Sariel akan menambah lebih banyak lagi pesanan setelah duduk,
walau Kisaki terlihat kaget, bagaimanapun ini tetaplah permintaan pelanggan,
jadi dia merubah pesanan tadi dengan pesanan khusus bungkus.

"Yeah, aku tiba-tiba ingat ada pekerjaan yang harus kulakukan...."

Setelah Sariel mengatakan hal itu dengan tenang, dia sesaat melirik ke arah
Suzuno dan Urushihara.

"Kalau begitu, aku permisi dulu."

"..... Ada apa, apa perutmu sakit.....?"

Sariel meninggalkan restoran dengan sikap terang-terangan yang Kisaki


anggap aneh.

Tentunya Maou dan Chiho juga tidak bisa mengatakan apa-apa, dan bersama
dengan Kisaki, mereka hanya bisa melihat Sariel pergi.

Di tempat itu....

"Kalau begitu, ini juga sudah waktunya kami pergi..."

Suara Suzuno yang disengaja, terdengar dari area tempat duduk pelanggan.

Suzuno, Urushihara, Rika, dan Amane berdiri, dan mengembalikan nampan...

"Maaf karena tinggal terlalu lama."


"Aku kenyang."

"Te-terima kasih."

"Aku tidak akan menyerah."

Dan setelah menyapa Kisaki dengan berbagai cara, mereka pun berjalan
menuruni tangga.

"Te-terima kasih atas kunjungan anda.... hmm?"

Sangat jarang Kisaki tidak bisa dengan lancar menyampaikan rasa terima
kasihnya terhadap pelanggan yang meninggalkan restoran.

Tapi alasannya bukan karena dia mengenal pelanggan itu, dan juga bukan
karena salah satu kalimat itu tidak terdengar seperti salam.

"Rasanya.... kurang satu orang..."

"Ah, dia, dia pergi ke kamar mandi di lantai bawah lebih dulu!"

"Oh, benarkah? Aku mungkin melewatkannya."

Tidak diketahui apakah dia menerima penjelasan Chiho atau tidak, Kisaki pun
merenungkan tindakan aneh pelanggannya dan berbicara seolah dia kepikiran
sesuatu.

"Uh, Maa-kun, Chi-chan, aku akan ke bawah sebentar!"

"Huh? Ba-baiklah."

"Apa ada sesuatu yang salah?"

"Aneh sekali bagi Sarue kembali begitu cepat, aku akan memeriksa kamera
CCTV di lantai pertama."
"Ah.... Baiklah."

Dari hal ini, mereka bisa memastikan bahwa meski Kisaki sudah
menghapuskan larangan masuk bagi Sariel, dia masih belum bisa
mempercayainya sepenuhnya.

Setelah Kisaki pergi ke lantai bawah untuk memeriksa apakah Sariel


melakukan sesuatu yang merepotkan seperti menggoda pelanggan di lantai
pertama, Maou dan Chiho akhirnya bisa bernapas lega.

"A-apa itu tadi, Acies-chan tiba-tiba...."

"Meski aku tidak yakin, itu mungkin karena dia melihat wajah Sariel.... Ah~
berisik!"

Sepertinya Acies saat ini sedang memprotes di dalam kepala Maou.

Tapi jika Maou tidak menghentikannya, Acies mungkin akan menggunakan


kekuatan yang cukup untuk menghancurkan armor Kamael untuk menyerang
tubuh Sariel.

Dibandingkan keselamatan Sariel, jika kejadian mengejutkan seperti itu terjadi


di dalam restoran, hal itu bisa saja membawa bahaya yang tak diketahui ke
sekitar, memikirkan hal ini saja sudah membuat Maou dan Chiho gemetar.

"Acies dan Alas Ramus memiliki kebencian yang tak biasa terhadap malaikat,
hanya saja dibandingkan Alas Ramus, Acies memiliki mobilitas yang lebih...."

"Meskipun Iron-kun sangat tenang."

"Huuh, soal itu, kita hanya bisa berharap Suzuno dan yang lainnya bisa
mendapatkan beberapa informasi dari Sariel.... ah, benar-benar berisik!"
Maou benar-benar merasa lelah dengan teriakan protes yang tidak bisa
dihalangi bahkan jika dia menutup telinganya.

Saat ini, Maou benar-benar bisa mengerti masalah yang Emi hadapi ketika ia
dengan enggan menyetujui Alas Ramus mengunjungi Kastil Iblis karena gadis
kecil itu terus menangis di kepalanya saat malam hari.

Ketika Suzuno dan yang lainnya keluar restoran, mereka mendapati Sariel
menunggu dengan ekspresi tajam sambil membawa kantong bungkusan
pesanannya.

"........"

"Tak disangka kau bisa setenang ini. Kupikir kau akan lebih panik."

"Hmph, aku mungkin terkejut, tapi aku tidak akan kacau hanya karena hal ini."

Sariel menatap tajam Urushihara dengan sebuah cibiran.

"Apa itu anak yang kalian sebutkan sebelumnya? Anak yang bergabung
dengan Emilia...."

Sariel pasti merujuk pada Alas Ramus.

"Bagaimanapun, mereka memang terlihat mirip, jadi tidak aneh kau berpikir
begitu, tapi itu salah. Meskipun mereka adalah tipe eksistensi yang sama."

"Hm? Karena mereka fragmen?"

"Meski kau bertanya padaku, aku juga tidak yakin."

Urushihara menjawab pertanyaan Sariel dengan sebuah gelengan kepala.


"Kau seharusnya tahu. Aku tidak tahu bagaimana kalian mengurus Pohon
Kehidupan. Jauh sebelum kalian melakukan hal-hal seperti itu, aku sudah
meninggalkan Surga."

"Yeah, memang benar....."

"H-hey, Suzuno, aku ingat, orang itu kan yang dari Sentucky seberang......"

Saat dia memperhatikan Sariel yang sedang berbicara dengan Urushihara


sambil memasang ekspresi tegang, Rika menanyakan hal tersebut.

"Hm, benar juga, Rika-dono pernah bertemu dengannya sebelumnya. Itu benar,
meski identitasnya di Jepang adalah manager Sentucky, Sarue Mitsuki, pada
kenyataannya dia adalah Malaikat Agung yang datang dari Surga Ente Isla,
Sariel-sama."

"Ada apa dengan jalan ini? Jangan-jangan bekerja itu sedang populer di dunia
mitologi?"

Rika mungkin sudah mulai terbiasa dengan situasi semacam ini, bahkan jika ia
melihat fakta konyol ini dengan mata kepalanya sendiri, dia hanya terlihat
pasrah.

"Tapi aku mengerti sekarang. Dengan begini, aku tahu alasan Gabriel datang
ke sini ketika ada angin kuat berhembus."

"""????"""

Tidak hanya Suzuno dan Urushihara, bahkan Rika pun terkejut dengan apa
yang Sariel katakan.

"Jika dia juga Malaikat Agung, bukankah itu artinya dia rekan orang yang
bernama Gabriel itu?"
"Hm? Benar sekali.... Ah, kau yang datang ke restoran waktu itu bersama
Emilia...."

"Diamlah! Jangan sebut-sebut hari itu di depanku!"

Beberapa bulan yang lalu, Rika pernah bertemu Sariel sekali.

Apa yang terjadi di hari itu, membuat Rika mengalami luka mental berat
setelah mengetahui tentang Ente Isla.

"Aku memang tidak yakin akan situasinya, tapi apa kau sudah terlibat dengan
masalah di sisi ini seperti Sasaki Chiho?"

"A-a-aku tidak melibatkan diriku secara sukarela!! I-ini karena rekanmu


melakukan......"

"Apa kau membicarakan Gabriel? Apa yang pria itu lakukan?"

"Kau tidak tahu?"

Sariel menggelengkan kepalanya menanggapi pertanyaan Suzuno.

"Aku tidak tahu. Sebelumnya, karena dia membawa sekelompok orang untuk
membawaku kembali, jadi aku sedikit melawan. Dan itu membuat restoranku
tidak bisa beroperasi seharian penuh."

Sariel memandang restorannya dengan ekspresi kesal di wajahnya.

"Karena mereka memecahkan kaca, membalik meja dan kursi, dan


menyebabkan masalah untuk pelangganku, setelah sekian lama tidak
melakukannya, aku pun menyerang balik dengan serius. Bahkan jika itu
Gabriel, dia tidak mungkin bisa pergi tanpa terluka setelah menghadapi barrier
pergeseran dimensiku dan Evil Eye of The Fallen. Setelah sedikit
mengancamnya, dia pun langsung pergi. Setelah itu aku masih harus
memanipulasi ingatan pelanggan dan pegawaiku satu persatu, yang mana
benar-benar menguras tenaga."

"O,oh...."

"Sariel... kenapa kata-katamu mirip seperti Maou?"

Sariel yang bertentangan dengan Maou dan Emi, ternyata malah melakukan
pekerjaannya di Sentucky dengan serius seperti halnya Maou, membuat
Suzuno dan Urushihara merasa aneh.

Setidaknya ketika dia pertama kali datang ke Jepang, Sariel mungkin hanya
melihat Sentucky sebagai cara untuk menyembunyikan identitasnya.

"Lucifer, aku ingin bertanya sesuatu padamu."

"Ada apa?"

"Waktu itu, kenapa kau meninggalkan Surga?"

".... Walau rasanya seseorang sudah pernah bertanya padaku pertanyaan yang
sama sebelumnya, itu hanya karena aku merasa bosan."

"Jika itu sekarang, kurasa aku bisa mengerti apa yang kau rasakan."

"Apa maksudnya itu?"

Kali ini, Amane yang tidak ikut bergabung dalam percakapan ini sama sekali,
bertanya kepada Sariel dengan ekspresi serius di wajahnya.

Sariel menunjukkan reaksi kaget terhadap Amane yang baru pertama kali
ditemuinya, namun dia tetap menjelaskannya dengan jujur.

"Aku tidak pernah memikirkan hal ini ketika aku masih berada di Surga, tapi
setelah aku bekerja di kota ini dan bertemu dewiku, Kisaki Mayumi.... itu
adalah pertama kalinya aku berpikir untuk bekerja demi orang lain selain diriku
sendiri. Dan pemikiran semacam itu, ternyata tidak semenjijikkan yang
kuduga."

"Ah, bagian itu sedikit berbeda denganku, uhm...."

Suzuno menghentikan Urushihara yang masih ingin mengatakan sesuatu dari


samping.

"Bekerja keras demi orang lain, dan mendapat ucapan terima kasih sebagai
balasannya. Bagiku ini adalah sebuah pengalaman baru. Bell, mungkin hal ini
sedikit mengejutkan untukmu."

"Tidak, aku sudah melewati tahap itu."

Hanya pengikut religius dari Gereja saja yang bisa memahami makna di balik
kata-kata Sariel.

Dengan kata lain, ini berarti orang-orang yang menyebut diri mereka malaikat,
sama sekali tidak pernah melakukan sesuatu demi dunia manusia di masa lalu,
dan di sisi lain, doa yang ditujukan kepada kitab dan gereja juga tidak pernah
mencapai Surga sama sekali.

"Aku tidak ingin kembali ke dunia di mana 'kedamaian Surga' adalah prioritas
utama, dan hanya peduli tentang bagaimana cara melindungi diri sendiri. Tentu
saja aku juga tidak ingin terlibat dalam pertarungan. Saat ini, satu-satunya hal
yang kupedulikan adalah bagaimana caranya mendapatkan pengakuan Kisaki
Mayumi dan apakah aku bisa ambil bagian dalam hidupnya dan melanjutkan
hidup. Jika aku pergi dengan Gabriel di saat seperti ini, maka yang kulakukan
sejauh ini akan percuma."
Meski Kisaki saat ini sedang memeriksa kamera CCTV yang ada di lantai
pertama karena dia pikir sikap Sariel tadi itu aneh, akan lebih baik kalau Sariel
tidak tahu.

"Jadi tak peduli apa yang kalian rencanakan, aku tak akan membantu ataupun
menghalangi kalian. Aku hanya ingin bekerja demi masa depanku dan Kisaki
Mayumi."

"Rayuan yang normal ya..."

Sepertinya kalimat tanpa ampun Amane tidak mencapai telinga Sariel.

"Jadi aku tidak akan peduli kenapa Lucifer dan Bell, yang biasanya bergerak
sendiri-sendiri, sekarang sedang bersama. Dan meskipun aku penasaran
dengan dua wanita cantik yang tahu mengenai masalah Ente Isla ini, aku tidak
akan terlalu menghiraukannya."

"Jadi pada akhirnya kau masih akan menghiraukannya?"

Kali ini, bahkan Urushihara juga membantahnya.

"Bagiku, mengabaikan wanita cantik adalah sesuatu yang benar-benar


menggelikan."

Sariel yang bisa menjawab demikian, juga merasa agak terkejut.

"Dan masih ada gadis fragmen Yesod itu.... Huuuh, mempertimbangkan apa
yang sudah kami lakukan sampai sekarang, tidak aneh jika dia bertingkah
seperti itu setelah melihatku."

"Benar, inilah letak masalahnya."

"Hm? Lucifer, ada apa?"


"Ini adalah bagian yang tidak kumengerti. Apa yang kalian lakukan di masa
lalu? Alas Ramus dan gadis itu sangat tidak menyukai Gabriel. Lebih tepatnya
mereka membenci semua malaikat. Setelah aku pergi, apa yang kalian lakukan
terhadap Pohon Kehidupan?"

Pertanyaan Urushihara memiliki koneksi yang kuat terhadap dasar dari


eksistensi Alas Ramus, Acies Ara, dan Iron.

Mereka memang tidak memiliki kewaspadaan terhadap manusia, iblis, dan


fallen angel seperti Urushihara, tapi, mereka menaruh kebencian yang tidak
normal ketika berhadapan dengan malaikat.

"Walau aku bukan malaikat penjaga Pohon Kehidupan, dan tidak menduduki
posisi yang berhubungan langsung dengan Pohon Kehidupan.... tapi aku bisa
memberitahumu alasan kenapa Surga menargetkan Pohon itu."

Seraya berbicara, Sariel bersandar pada pohon yang ada di jalur pejalan kaki
seolah merasa lelah, dia mengangkat kepalanya dengan ekspresi tenang dan
mengatakan,

"Mereka ingin menghalangi Tuhan yang sesungguhnya lahir di Ente Isla.


Untuk mengungkapkannya dengan cara yang ekstrim, hanya itulah tujuan
mereka."

Baik Suzuno maupun Urushihara, mereka berdua sama sekali tidak bisa
mengerti maksud Sariel hanya berdasarkan kalimat tersebut. Rika bahkan lebih
buruk lagi.

Terkecuali Amane.

“.....Sampai memikirkan hal bodoh seperti itu.”


Dia memberikan senyum kecut yang nampak tidak toleran namun membawa
sebuah jejak kebaikan, dan mengatakan,

“Meski aku tidak tahu dari mana kalian berasal, tapi apa kalian benar-benar
berpikir kalau manusia bisa melawan kekuatan alam?”

“......?”

Kalimat ini menyebabkan Sariel menatap Amane dengan ekspresi aneh di


wajahnya.

Suzuno dan Urushihara juga bingung dengan kata-kata Amane.

Meski sudah jelas-jelas bisa disimpulkan dari percakapan barusan bahwa


Sariel berasal dari Ente Isla, atau setidaknya dari Surga....

“Tapi, karena ada pemikiran seperti tadi, makanya hal itu dilakukan. Pohon
Kehidupan di tempatmu sana, benar-benar menciptakan makhluk
menyedihkan yang penuh dosa.”

“Kau itu....”

“Tidak penting siapa aku. Hanya saja, mulai dari sekarang, tempat yang
dikenal dengan nama Ente Isla itu akan mengalami banyak kesulitan. Berbagai
reaksi sudah mulai muncul. Bahkan jika itu aku, aku pun tak bisa memperdiksi
bagaimana semua ini akan berkembang.”

“Apapun yang terjadi, aku tak ada niatan untuk kembali.”

Kata Sariel dengan nada berat, dia kemudian bertolak dari pohon di jalur
pejalan kaki tadi, dan berbalik untuk pergi.

“Sariel-sama!”
Suzuno berteriak ke arah punggung yang semakin menjauh tersebut, namun
Sariel hanya mengangkat satu tangannya seolah menganggap itu hal yang
merepotkan dan mengatakan,

“Aku sudah mengatakannya sebelumnya. Saat ini, aku tidak berada dalam
posisi yang bisa membantu kalian. Di saat yang sama, aku juga tidak ingin
secara aktif menentang kalian. Selain itu, aku juga tidak berencana
memberitahu kalian apa-apa lagi ataupun menawarkan bantuan. Insiden
sebelumnya, benar-benar pengecualian di antara semua pengecualian.”

Insiden sebelumnya, pasti merujuk pada kejadian saat Sariel membantu Chiho
berlatih mantra.

Meski sebelumnya dia sudah dipancing dengan kesempatan untuk berdamai


dengan Kisaki, dan menunjukkan ekspresi bodoh seperti bayi penguin yang
merasa antusias menyambut musim panas, tapi malaikat agung ini, dengan
nada yang berlebihan, mengatakan sesuatu yang tak terduga.

“....Tapi aku sudah membulatkan tekadku untuk melindungi Kisaki Mayumi


dengan nyawaku jika dia menemui bahaya. Jadi meski aku tidak tahu apa yang
ingin kalian lakukan, tapi tolong sampaikan itu pada Raja Iblis nanti. Apapun
yang terjadi, aku pasti akan melindungi dewiku Kisaki Mayumi, dan restoran
sekaligus karyawan MgRonalds di depan stasiun Hatagaya, hanya area jalan
perbelanjaan ini, aku pasti akan melindunginya dengan benar.”

“Rika-chan, bagaimana menurutmu tipe ini?”

“Agak sulit untuk menilainya. Kami memang pernah bicara sebelumnya, tapi
itu rasanya hanya penuh penyesalan.”

Setelah menyaksikan Sariel kembali ke restorannya, Amane menanyakan hal


tersebut pada Rika, Rika pun meresponnya dengan serius.
“Yeah, Suzuki Rika, jawaban yang tepat.”

Urushihara juga menjamin penilaian itu.

“Tapi ini bisa dipastikan kalau dia itu serius dengan manager Kisaki,
setidaknya kita bisa mempercayai hal ini kan? Sariel itu tak terkalahkan saat
melawan malaikat dan manusia, dan iblis yang akan menyerang tempat ini,
paling banyak mungkin hanya Malebranche, kan? Mereka bukanlah lawan
yang bisa merepotkan Sariel.”

“Meski aku merasa gelisah terhadap berapa banyak sihir suci Sariel-sama yang
tersisa..... tapi ini juga bisa dianggap keuntungan yang tak terduga.”

Sariel telah mengatakannya dengan jelas kalau dia akan melindungi para
karyawan MgRonalds di depan stasiun Hatagaya.

Selain itu, juga ada Amane, ini artinya keamanan Kisaki dan Chiho ketika
mereka sedang bekerja bisa terjamin.

Orang yang paling senang mengenai hal ini, tak lain tentu saja adalah
Urushihara, yang merasa kalau dia tidak perlu bekerja meski sesuatu terjadi.

“Kalau begitu, karena kita sudah mengikuti alur dan meninggalkan restoran,
apa yang sebaiknya kita lakukan selanjutnya?”

Suzuno menoleh ke arah MgRonalds karena pertanyaan Rika.

“Kita hanya bisa menunggu Raja Iblis dan yang lainnya selesai bekerja, ayo
kita pulang dulu, lalu memilih waktu yang tepat untuk pergi ke Ueno dan
membuat persiapan.... Amane-san, maafkan aku, bisakah aku merepotkanmu
mengendarai moped Raja Iblis menuju ke Ueno.”

“Aku sih tak masalah, tapi kenapa harus begitu?”


“Tentu saja itu karena......”

Suzuno menatap ke arah lantai dua MgRonalds dengan tidak senang.

“Raja Iblis bodoh itu tidak memiliki SIM. Jika kita membiarkan dia
mengendarai moped, kalau kita bertemu dengan patroli mendadak di jalan, dia
bisa-bisa ditahan karena berkendara tanpa memiliki SIM. Si Raja Iblis itu, dia
pasti juga tak akan mau meski diminta berkendara ke sana sendiri. Dia pasti
akan mengatakan sesuatu seperti kehilangan pekerjaannya jika tertangkap atau
akan dimarahi jika terkena denda.”

“Hei, meski sedikit aneh mengatakan hal ini sekarang..... tapi apa Maou-san
itu benar-benar Raja Iblis? Raja dari para iblis?”

Dari sudut pandang Rika, entah itu Raja Iblis yang takut tertangkap karena
berkendara tanpa SIM, ataupun Suzuno yang menyebut dirinya Penyelidik,
tapi malah mengkhawatirkan Raja Iblis, keduanya memang sedikit aneh.

“Itu benar.”

Kata Suzuno dengan nada yang sangat jengkel.

“Orang yang mengikuti aturan, menghormati manusia, mencintai pekerjaannya


dan khawatir dengan musuhnya yakni Emilia, itu adalah raja dari para iblis
yang menyerang Ente Isla. Emilia dan aku pun juga sangat bingung.”

Di dalam kalimat tersebut berisi perasaan rumit yang tidak bisa Rika
bayangkan.

XxxxX
Malam harinya, di taman Ueno yang ada di distrik Taito.

Di Museum Nasional Seni Barat yang seharusnya dilarang untuk dimasuki di


waktu seperti ini.

Namun, di halaman bagian depannya, terdapat dua orang yang sedang


mendorong dua moped beratap yang berisi peralatan kemah seraya merasa
cemas dengan penjaga keamanan yang berpatroli dan kamera pengawas.

“Ap-apa ini tak masalah? Apa ada orang yang melihat kita?”

“... Serius, apa kau ini benar-benar Raja Iblis?”

Bahkan teguran Rika yang ke sekian kalinya juga tidak bisa menenangkan
kegugupan Maou.

“Ini jelas-jelas masuk tanpa izin. Dan di saat seperti ini pun, masih ada
beberapa orang di taman.....”

“Bagaimanapun, jalanan ini kan memang tidak memiliki banyak hotel, dan ada
banyak toko yang beroperasi sepanjang malam.”

“Hey, Suzuno, bergeraklah lebih cepat, ayo berangkat, cepat, cepat, cepat!
Coba pikir, bukankah gawat jika Chi-chan dan yang lainnya dilhat oleh orang
lain?”

“Maou-kun, diamlah!”

Tak disangka, justru Amane lah yang memperingatkan Maou, yang mana
begitu cemas dengan tatapan orang lain.

“Ini masihlah kepulangan agung dari sang Raja Iblis, kan? Tidak bisakah kau
menjadi lebih tegas?”
“Jika kita tertangkap karena kita terlalu memaksakan diri, maka itu akan jadi
seperti meletakkan kereta di depan kuda! Sial, bahkan jika kita harus pergi ke
Ente Isla, jika memungkinkan, aku masih ingin mendapatkan SIM sebelum
berangkat....”

“Serius ini, bukankah sikapmu itu terlalu lembek? Jika sesuatu menjadi tidak
beres, aku pasti akan membantumu memikirkan sesuatu. Sudah tenanglah!
Kalau ini terus berlanjut, kau mungkin akan ditinggalkan oleh Chiho-chan.”

“Eh, a-aku tidak akan melakukannya karena hal ini... erhm....”

“Yang benar saja, aku mengantuk. Aku ini tidak bisa terjaga terlalu larut karena
aku sedang terluka. Bell, cepat, dan mulailah!”

“.... Serius, kenapa semua orang jadi seperti ini?”

Pada akhirnya, Suzuno, orang yang harus berusaha paling keras pun malah
terlihat paling lesu, sebesar inilah kurangnya ketegangan dalam keberangkatan
ini.

“Maaf, semuanya, tolong tenang sedikit! Aku harus fokus untuk merapalkan
mantra pembuka gate.”

Usai meminta semuanya tenang, meskipun terdapat tanda 'Di depan ada
podium anti gempa bumi, dilarang naik!' Suzuno tanpa ragu tetap melangkah
ke atas podium dengan pintu tersebut.

Ada sesuatu yang membuat Suzuno merasa gelisah.

Cetak biru dari 'Gate of Hell' ini memang berasal dari sebuah karya yang
terkenal dan merupakan sebuah rancangan yang berisi sejarah yang hebat.
Tapi apakah itu bisa digunakan sebagai penguat mantra pembuka gate adalah,
masalah yang berbeda, pada kenyataannya, 'Gate of Hell' yang bisa digunakan
sebagai gate hanyalah sebatas deduksi dari Maou dan Ashiya.

“.....”

Pintu raksasa di depan Suzuno adalah pahatan perunggu, 'Gate of Hell' yang
diciptakan oleh Auguste Rodin.

Pintu yang dilindungi oleh patung 'Adam' dan 'Eve', yang mana juga
merupakan karya Auguste, adalah pintu masuk menuju Neraka yang muncul
di bagian ketiga dari bab Inferno dari syair 'Divine Comedy'.

Dalam 'Divine Comedy', tulisan yang ada di 'Gate of Hell' adalah 'membuang
semua harapan, bagi mereka yang masuk ke sini'.

“Membuang semua harapan ya.”

“Suzuno-san, apa ada sesuatu yang salah?”

“Aku hanya mengingat beberapa hal di masa lalu. Aku tidak pernah
menyangka akan ada hari di mana aku akan merenungkan kalimat ini bersama
Raja Iblis.”

Pertanyaan Chiho membuat Suzuno tanpa sadar tersenyum.

“Rasanya ini akan berhasil."

Suzuno mengambil Holy Vitamin Beta dari dalam lengan kimono, dan
meminumnya dalam sekali tegukan.

“Dari awal, kita memang tidak pernah berpegang pada harapan.”

Suzuno perlahan berjalan menuju pintu dan mendongak.


Patung pria duduk yang melihat ke bawah menatap semua yang akan
memasuki gerbang ini, berada dalam pandangan Suzuno.

Perwakilan karya Auguste, 'The Thinker', adalah patung duduk yang dibuat
sebagai salah satu bagian pintu, dan patung itu mewakili si pengarang sekaligus
karakter utama dalam 'Divine Comedy', Dante Alighieri.

Suzuno sedikit membungkuk ke arah patung itu dan mengambil napas dalam,
dia kemudian mengangkat kedua tangannya ke arah pintu.

'Roh suci yang menghubungkan kehidupan dan waktu, temukanlah dunia di


atas dataran bintang!'

Dari mulut Suzuno, terdengar sebuah bahasa yang sepenuhnya berbeda dengan
bahasa Jepang.

Dengan setiap suku katanya, bola-bola cahaya mulai muncul di ujung jari
Suzuno dan melayang menuju gerbang.

“Lu-luar biasa....”

Chiho merasa takjub oleh sosok Suzuno.

Karena dia sudah mempelajari mantra, Chiho pun bisa merasakan kapasitas
dari sihir suci Suzuno, sekaligus kemampuan dan jumlah besar sihir suci yang
dibutuhkan untuk menggunakan mantra ini.

Kalaupun ada 100 Chiho, mereka mungkin tidak akan bisa menandingi
kapasitas sihir suci Suzuno.

“I-ini terasa benar-benar seperti sihir.... ini, ini bukan CG, kan?”
Tak heran kalau Rika berulang kali menatap tangan Suzuno sambil mengusap
matanya, meskipun dia sudah pernah melihat palu suci sekaligus kemunculan
dan menghilangnya Acies.

Bola-bola cahaya berangsur-angsur bertambah banyak dan menjadi dua


kumpulan cahaya, mereka tidak lagi hanya terbatas di tangan Suzuno,
melainkan juga mulai berputar di sekitarnya.

“Hm, aneh sekali.”

Kimono milik Suzuno mulai melayang, dan gumaman Amane pun bercampur
ke dalam suara getaran pohon sekitar dan tak bisa didengar oleh siapapun.

Karena pandangan semua orang terfokus pada Suzuno, tak ada satupun yang
menyadari kalau kabut tipis mulai muncul di sekitar kaki Amane, menyelimuti
area di sekitar 'Gate of Hell'.

Selama jangka waktu tersebut, kumpulan cahaya yang berputar di sekitar


Suzuno, mulai menunjukkan gambaran yang terlihat seperti kata-kata.

'Ugh... ughh... hanya, sedikit lagi.....'

Dalam sekejap, kata-kata muncul dalam kumpulan cahaya tersebut, wajah


Suzuno mulai menunjukkan tanda-tanda kesakitan yang jelas.

Meskipun Chiho sangat ingin membantu, jika ia mengganggu konsentrasi


Suzuno sekarang, mantranya pasti akan lenyap seperti asap.

Ini adalah mantra tingkat tinggi yang tidak bisa dibandingkan dengan Idea Link.

“Se-sepertinya itu akan terbuka!”

Dan kali ini, Maou memperhatikan arah pintu dan bersorak.


'Gate of Hell' hanyalah sebuah patung, dan tidak bisa benar-benar terbuka dan
tertutup seperti layaknya pintu sungguhan.

Namun, pinggiran pintu itu mulai bersinar dan ruang pun mulai terdistorsi.

“A-apa ini akan baik-baik saja?”

Akan tetapi, setelah melihat cahaya itu, Urushihara mengatakan hal tersebut
dengan tanda kegelisahan dalam suaranya.

Ruang terdistorsi itu nampak terhenti setelah sedikit terbuka.

Ruang tersebut terlihat tertahan oleh sesuatu, dan ingin kembali menutup setiap
kali hendak terbuka.

'Begitu ini terbuka..... ini pasti akan stabil.... ugh....”

Suzuno mempertahankan ekspresi deritanya dan tiba-tiba mendongak.

Pria di atas pintu diam-diam memperhatikan Penyelidik dari dunia lain tersebut.

Apakah itu artinya dia tidak ingin si Penyelidik membuka 'Gate of Hell'?

Tidak, karena ini adalah Crestia Bell, karena ini adalah wanita yang dulu
dikenal sebagai Sabit Kematian Bell, dia akan menjadi pasangan yang cocok
untuk Gate of Hell.

Suzuno bernapas dengan keras dan melangkah ke arah pintu.

'Jangan berpegang, pada harapan.... bergerak, maju!'

'Hanya pelopor yang bisa bertahan!'

Dengan suara ini, kumpulan cahaya yang mengelilingi Suzuno pun memadat,
dan bertabrakan dengan lengkungan ruang yang lepas dari tangan kecil Suzuno.
'Te-terbuka, ini terbuka! Aku berhasil membuka gate!'

Wajah Suzuno dipenuhi dengan keringat, menunjukkan betapa hebatnya


mantra tersebut.

Suzuno sudah tak punya lagi energi untuk berbicara bahasa Jepang, ia
mengepalkan tangannya karena berhasil merapalkan mantra pembuka gate dan
berteriak,

“Ki-kita berangkat, Raja Iblis! Meski sekarang masih aman, tapi aku tidak bisa
menahannya terlalu lama! Apa kau sudah memastikan kalau kau telah
bergabung dengan Acies?”

“Ye-yeah!”

Suzuno dengan gelisah menaiki moped, diikuti dengan Maou.

Usai memakai helm keselamatan, mereka berdua pun menarik rem dan mulai
menyalakan mesin.

“Maou-san! Suzuno-san! Acies-chan!”

Chiho berteriak ke arah teman-teman berharganya yang sedang menaiki


HGYRO ROOF, dan bersiap menuju dunia lain,

“Setelah ini, serahkan semuanya padaku, berhati-hatilah selama perjalanan!”

“Yeah!”

“Kami berangkat!”

Suzuno, Maou, dan Acies yang tak terlihat, tidak butuh kata-kata yang tidak
perlu.
Karena tak peduli ke mana mereka pergi, tempat mereka berada adalah
apartemen kayu berukuran tiga tsubo yang terletak di Sasazuka Jepang.

Dua mesin meraung dengan keras, Maou dan Suzuno mengendarai moped dan
bergerak lurus menuju retakan dimensi yang dikelilingi cahaya tersebut, dan
kemudian....

“Mere-mereka menghilang.....”

Rika menggumam sendiri dengan kaget.

Seperti menyaksikan sebuah sihir, begitu Maou dan Suzuno menyentuh


retakan dimensi di depan Gate of Hell, mereka tiba-tiba menghilang bersama
dengan mopednya tanpa suara.

Dan pada akhirnya, hanya retakan dimensi dengan cahaya misteriusnya yang
tertinggal di tempat kejadian.

".... Hati-hati."

Chiho kembali menggumam dengan suara pelan.

Cincin dengan fragmen Yesod yang tertanam di dalamnya, mengeluarkan


cahaya lemah di tangan Chiho.

".... Apa selanjutnya?"

Mungkin karena merasa gelisah menyaksikan misteri dari dunia lain, Rika pun
menatap gate dan Chiho secara bergantian dengan perasaan bingung.

"Kita hanya harus menunggu. Karena Maou-san dan Suzuno-san pasti akan
menyelamatkan Yusa-san, Alas Ramus-chan, dan Ashiya-san, kemudian
kembali."

Berbeda dengan Rika, nada bicara Chiho tak memiliki sedikitpun keraguan.
Nada Chiho yang kelewat kukuh, membuat Rika sesaat tak bisa berkata-kata.

"Ta-tapi..."

"Ah, tentunya tidak hanya menunggu. Lagipula, aku sudah memutuskan ketika
aku bekerja nanti, aku akan meminta Kisaki-san untuk membantuku membuat
pengajuan latihan pra-penerapan layanan Delivery di restoran yang
menyediakannya."

"Eh?"

Karena perbedaan besar antara adegan yang baru saja terjadi di hadapannya
dengan kata-kata Chiho, Rika mengeluarkan suara konyol. Kenapa dia
menyebutkan latihan bekerja di saat seperti ini?

"Karena Maou-san bilang dia ingin berpartisipasi dalam latihan itu."

Jawab Chiho dengan santai.

"Aku ingin ambil bagian dalam latihan itu, dan ketika Maou-san kembali, aku
ingin memberitahunya apa yang telah kupelajari. Dengan begini, aku bisa
sedikit mengurangi beban Maou-san ketika dia mulai bekerja di lingkup kerja
yang baru."

"Aku sepertinya menyaksikan apa yang disebut 'istri yang baik'."

Amane menunjukkan senyum segan mendengar determinasi Chiho.

"Apa itu penting? Semua orang melakukan apa yang mereka bisa demi rekan
mereka masing-masing. Itulah yang namanya kerja sama tim."

"A-aku...."

Kata-kata tegas Chiho, membuat Rika yang jauh lebih tua menjadi sedikit
panik....
"Rika-chan memang berbeda dengan Chiho-chan, dan masih seorang pemula,
sekarang kau seharusnya mensimulasi situasi di mana Yusa-chan kembali, dan
bersiap untuk bisa menerimanya dengan yakin."

Namun, dengan sikap seperti orang dewasa yang sangat jarang terlihat, Amane
memberikan nasehat pada Rika.

"Persiapan, untuk menerimanya."

".... Kalau begitu, aku akan tidur dulu."

Bahkan di saat seperti ini, Urushihara sama sekali tidak merubah gayanya.

"Ah, he-hey, distorsi itu?"

Kali ini, di arah yang ditunjuk oleh Rika, lubang gate yang barusan Suzuno
buka, perlahan menyusut dan menghilang tak lama setelahnya.

Pada akhirnya, hanya pahatan kokoh Gate of Hell yang tertinggal di sana.

Pintunya sendiri tidak berubah, jejak yang Maou dan Suzuno tinggalkan
hanyalah bekas ban saat mereka pertama kali berakselerasi.

"Kalau begitu, ayo kita kembali. Untungnya, tak ada yang melihat kita."

Kata Amane dengan sikap yang dibuat ceria, kabut di sekitar kakinya pun juga
menghilang, dan taman Ueno kembali menjadi hening, sesuai dengan malam
yang memang sudah larut.

"Benar juga, apa tidak masalah bagi Sasaki Chiho berada di luar di jam seperti
ini?"

Urushihara melirik ke arah jam yang ada di taman, sekarang waktu


menunjukkan jam 01:30 pagi.
Di jam seperti ini, bahkan orang dewasa yang berjalan sendirian pun mungkin
akan dihentikan dan ditanyai oleh polisi.

"Keluargaku tidak masalah. Karena aku bilang pada keluargaku kalau aku akan
menginap di rumah Suzuno-san hari ini."

"Eh? Kau tidak pulang? Amane-san masih tinggal di kamar Bell, kan?"

Urushihara membelalakkan matanya kaget, dan Chiho, yang pikirannya tidak


bisa ditebak, menatap lurus ke arah Amane.

"Ah, tak masalah kok jika Urushihara-san tetap berada di kamar. Tidak usah
hiraukan kami."

"..... Setelah orang lain memutuskan kalau aku hanya akan bermalas-malasan,
rasanya ternyata sangat tidak enak."

Walau Urushihara terlihat tidak senang, Chiho sama sekali tidak terpengaruh.

"Aku tidak bermaksud begitu, tapi dalam hal ini, bahkan Maou-san pun tidak
bisa melakukannya. Aku hanya bisa melakukannya saat Maou-san, Yusa-san,
dan Suzuno-san tidak ada, jadi kalau bisa, aku ingin Urushihara-san tetap
berada di rumah dan du.... memulihkan kesehatan."

"Apa-apaan itu..... dan tadi kau ingin bilang duduk diam di rumah, kan?"

Urushihara merasa bingung karena tidak memahami apa yang Chiho katakan,
Chiho mengabaikannya dan menoleh ke arah Amane.

"Amane-san."

"Ada apa, Chiho-chan? Ekspresi yang tegas."

"Apapun yang pemilik kontrakan-san tidak ceritakan, itu tidak boleh dikatakan
pada Maou-san dan yang lainnya kan?"
Amane membalas tatapan Chiho dari ketinggian satu kepala lebih tinggi, dan
menunjukkan senyum tak kenal takut seolah merasa hal itu sedikit menarik.

"Kalau begitu, bagaimana jika kau memberitahuku?"

".... Meski aku tidak tahu apa yang ingin kau tanyakan, tapi kenapa kau berpikir
kalau aku akan memberitahumu?"

Ini hanyalah tes yang Amane berikan pada Chiho.

Namun Chiho menyebutkan jawaban yang benar tanpa keraguan sedikitpun.

"Karena aku adalah manusia dari bumi."

"Kau memang luar biasa."

Amane menggaruk kepalanya dan mengernyit.....

"Ini sudah bukan soal istri yang baik lagi. Sebelumnya kupikir gadis ini hanya
orang normal dengan sedikit keberanian....."

Tapi ekspresinya terlihat begitu ceria.

".... tapi aku tadah pernah menyangka kalau dia ternyata adalah monster yang
jauh melampaui Maou-kun dan Yusa-chan."

Yang menyaksikan percakapan antara manusia di sisi lain dan di sisi ini
hanyalah Dante yang ada di atas pintu, dan Dante yang duduk diam di seberang
Gate of Hell.
Chapter 4 : Raja Iblis, Kisah Masa Lalu Dan Masa Kini

Emi pernah bermimpi.

Dia terbangun di mimpi itu dengan panik. Jam menunjukkan pukul 8 pagi. Dia
benar-benar kesiangan.

Dia dengan panik bangun dari tempat tidurnya untuk bersiap bekerja, dan tanpa
sengaja menendang jam alarm yang ada di tempat tidurnya, sebuah sensasi rasa
sakit yang begitu kuat terasa di ujung kakinya, membuat dia berjongkok karena
rasa sakit tersebut.

"Emi, ada apa?"

Ketika dia mendongak, dia mendapati Rika yang duduk di sebelahnya, sedang
menatap ke arah mejanya.

Emi yang muncul dari bawah meja dengan berbalut seragam kerjanya,
tersenyum malu.

"Pulpenku jatuh di antara lantai dan sekat pemisah, aku tidak bisa meraihnya."

"Begitu ya. Ngomong-ngomong, aku menemukan restoran ramen yang cukup


bagus kemarin, siang ini, ayo kita ke sana?"

"Baiklah. Kita sudah lama tidak makan bersama...... ah, maaf, Rika, ponselku
berbunyi.... hello!"

"Hello, Yusa-san!"

Orang yang berada di ujung sambungan telepon itu adalah Chiho. Emi,
mengenakan baju santainya, duduk di atas sofa yang ada di rumahnya, dan
mendengarkan Chiho berbicara.
Dia memang akan menelepon Chiho beberapa kali tiap minggunya untuk
mendapatkan informasi tentang situasi pekerjaan Maou sambil berbincang-
bincang.

Meski itu nampak seperti kesan yang diberikan oleh seorang gadis yang sedang
jatuh cinta, tapi berkat Chiho, waktu yang harus Emi habiskan untuk
mengawasi Maou secara diam-diam, menjadi semakin berkurang.

Dengan dalih ingin mengetahui keadaan Emi, Chiho juga berinteraksi


dengannya sebagai seorang teman.

“Yusa-san, maafkan aku, besok aku harus mengurus beberapa urusan di klub,
jadi aku tidak bisa pergi ke rumah Maou-san untuk makan malam.”

“Begitu ya. Meski sangat disayangkan, tapi mau bagaimana lagi kalau itu
adalah tugas sekolah. Tapi jika ibumu tidak keberatan, tak masalah kok jika
kau datang sedikit terlambat? Yeah, kabari aku lagi jika kau bisa datang. Ba-
baiklah..... Bell, Chiho-chan bilang dia mungkin tidak bisa datang hari ini.”

Emi yang menyelesaikan teleponnya, tiba-tiba berada di kamar nomor 202


Villa Rosa Sasazuka, dan sedang berbicara dengan Suzuno yang bekerja di
dapur.

“Begitu ya? Sayang sekali. Padahal aku sudah memasak nasi omelet yang
Chiho-dono ajarkan padaku, aku ingin dia mencobanya.”

Jawab Suzuno dengan sedikit rasa sesal sambil membuka kulkas.

“.... Astaga?”

“Ada apa?”

“Ceroboh sekali aku ini.... aku lupa membeli saus tomat.”


“Kalau hanya itu, aku bisa membantumu membelikannya? Uh. Seingatku
tomat saus itu.....”

Emi mendongak dan berbalik, dia berjalan di dalam supermarket Seiyu di


depan stasiun Sasazuka, mencari barang yang ingin dia beli.

“.... Alsiel, Lucifer, kenapa kalian membawa banyak sekali telur?”

Dan dia bertemu dengan Ashiya dan Urushihara di supermarket.

“Aku ingin mencoba membuat puding yang Sasaki-san ajarkan padaku


sebelumnya.”

“Karena ada diskon, bahkan aku pun juga dibawa-bawa.... ah~ merepotkan
sekali. Oh benar juga, apa yang kau lakukan di sini?”

“Bell memintaku membeli sesuatu. Oh iya, Chiho-chan bilang dia tidak bisa
datang hari ini.”

“Benarkah? Ugh.... lalu siapa yang harus kumintai tolong untuk menilai ini....?”

“Sasaki Chiho tidak bisa datang ya~, kalau seperti itu, tidak akan ada karaage
hari ini, tsk.”

Tak disangka, pengaruh Chiho juga sangat kuat di sini. Sepertinya makan
malam hari ini akan penuh dengan hidangan telur.

Para iblis itu nampak terpukul ketika mereka tahu Chiho tidak akan datang,
Emi pun berjalan pulang dari supermarket berdampingan dengan mereka
sambil....

“Tapi tak masalah. Karena Alas Ramus juga menyukai telur. Ya kan Alas
Ramus?”
… berbicara dengan Alas Ramus yang melangkahkan kakinya dengan
bersemangat.

“Mama, aku ingin cepat bertemu papa!”

“Baik baik, kita hampir sampai.”

Ketika dia tersadar, mereka ternyata sudah sampai di tangga umum Villa Rosa
Sasazuka, Emi menggendong Alas Ramus dan menaiki tangga yang masih
agak terlihat mengerikan bahkan setelah direnovasi, dan setelah membuka
pintu menuju koridor umum, dia dengan cepat sampai di beranda Kastil Iblis.

Papan kayu dengan tulisan pulpen 'MAOU' di atasnya, digunakan sebagai


pengganti plat pintu. Kenapa mereka tidak menggantinya saja? Pikir Emi.

“Raja Iblis, kau ada di rumah kan? Aku masuk!”

Semua ini seperti biasanya.

Saat Emi menekan bel pintu seperti biasanya dan membuka pintu....

“Eh?”

Dia mendapati tak ada siapapun di ruangan itu.

Tidak hanya itu, semua furnitur dan perangkat elektronik juga ikut menghilang,
tidak terlihat satupun tanda-tanda seseorang tinggal di sana.

“Alsiel, Lucifer, di mana Raja Iblis..... Alsiel, Lucifer?”

Dua orang yang sampai beberapa saat lalu berada di sampingnya, juga tidak
bisa ditemukan di manapun. Apa mereka terpisah saat dalam perjalanan
pulang?

Emi dengan cepat berlari dan mengetuk pintu kamar sebelah.


“Bell? Hey, Bell? Raja Iblis menghilang, apa kau tahu ke mana dia pergi.....”

Namun di kamar 202, di mana Suzuno tadi memasak, juga sepenuhnya kosong.

“Eh, a-apa yang terjadi? Tu-tunggu....”

Emi dengan panik mengeluarkan HPnya dan menelepon Chiho.

Sekolah seharusnya sudah selesai di jam seperti ini, namun.....

'Nomor yang anda tuju tidak terdaftar, cobalah telepon kembali setelah
memeriksa.....'

…. panggilan tersebut tidak bisa tersambung. Tidak hanya itu, bahkan nomor
telepon yang digunakan untuk menelepon Chiho juga menghilang.

Meski dia berganti menelepon Rika, Suzuno, atau bahkan komputer


Urushihara, tetap tak ada satupun yang menjawab.

Emi yang tiba-tiba merasa kesal, berlari kembali ke Kastil Iblis dan mencoba
membuka pintunya.

Tapi pintu tidak bisa terbuka.

Meskipun tadi pintu itu terbuka dengan sangat mudahnya, sekarang, tak peduli
betapa kuatnya Emi menarik ataupun mendorongnya, dia tidak bisa membuka
pintu kamar nomor 201.

“Raja Iblis, kau ada di rumah kan? Buka pintunya!”

Emi berteriak sambil menggedor-gedor pintu kamar 201, tapi tak ada satupun
respon dari dalam.

“Apa maksudnya ini? Cepat dan buka pintunya! Hey, ada apa? Apa kau baik-
baik saja?”
Tingkat kecemasan terus meningkat melawan kehendak Emi.

Ada apa ini? Chiho, Rika, Ashiya, dan Urushihara telah menghilang.

Mungkinkah sesuatu juga terjadi pada Maou?

“Semua orang menghilang, apa kau tahu apa yang terjadi? Tolong, buka
pintunya. Apa yang terjadi? Kau sudah kembali kan? Ini gawat, dengarkan
aku! Raja Iblis!”

Kali ini, pintu yang sebelumnya tidak bergeser sedikitpun, tiba-tiba terbuka.
Emi pun jatuh ke dalam kamar karena seseorang membuka pintunya dari dalam.

Usai mendongak dengan bingung, Emi menarik napasnya.

“??”

Tempat ini adalah Kastil Iblis.

Kastil di mana para iblis tinggal di Benua Utama Ente Isla.

Ini juga merupakan aula di mana Emi dan Raja Iblis bertarung, tempat di mana
dia tinggal selangkah lagi menusukkan pedang sucinya menembus jantung
Raja Iblis.

Sebuah bayangan yang penampilannya tidak bisa dilihat, menghalangi


jalannya.

Bayangan besar itu membawa pedang dengan penampilan yang sama persis
seperti pedang suci Emi, dia dengan santainya mendekati tempat Emi.

Emi secara alami bermaksud memasang kuda-kuda bertarung dengan pedang


sucinya. Namun, karena alasan yang tak diketahui, Alas Ramus yang sampai
beberapa saat lalu ada di tangannya, juga ikut mengilang.
Dan 'Evolving Holy Sword, One Wing' tidak bisa muncul.

Emi mulai khawatir.

Bayangan besar itu pasti Raja Iblis.

Itu adalah Raja Iblis yang harus dia bunuh.

Tapi meski begitu, karena alasan yang tidak diketahui, Emi tetap bernapas lega.

“Baguslah.... jadi kau di sini. Kalau kau ada di sini...... meresponlah sedikit!'

Walau ia merasa takut dengan aura membunuh yang tak terukur dari bayangan
hitam itu, Emi terus berbicara,

“Aku tidak bisa menelepon Chiho-chan.... Bell juga, meskipun dia memintaku
untuk membeli sesuatu, aku tidak tahu ke mana dia pergi, ditambah lagi Alsiel
dan Lucifer yang bersama denganku saat dalam perjalanan pulang, mereka
juga tiba-tiba menghilang..... tidakkah kau berpikir kalau mereka itu benar-
benar kasar?”

Bayangan hitam itu menarik pedang suci dan perlahan mendekati Emi.

“Alas Ramus juga ikut menghilang setelah aku berpaling sebentar.... jika kau
menghilang juga.... aku tidak akan tahu apa yang harus kulakukan, ke mana
mereka semua pergi?”

Bayangan hitam itu berjalan ke arah Emi dan menatap wajahnya.

Meskipun jarak mereka begitu dekat, Emi masih tidak bisa melihat wajah
orang itu.

“Hey, meski Chiho-chan bilang dia tidak akan datang hari ini.... anehnya Bell
dan Alsiel terlihat termotivasi, kenapa kita tidak menunggu Chiho-chan
bersama? A-aku tak masalah dengan apapun, hanya saja jika kita melakukan
itu, Alas Ramus akan lebih senang......”

Bayangan hitam itu mengayunkan pedang sucinya ke bawah.

Jejak cahaya berwarna ungu yang dilukis oleh bilah pedang suci, terpantul oleh
cahaya merah yang masuk melalui jendela, membuat wajah bayangan hitam
itu bisa terlihat dalam kegelapan.

“Jadi.....”

Ekspresi Maou Sadao yang terlihat dari dalam kegelapan, karena alasan yang
tak diketahui, adalah sebuah senyum hangat.

“....semuanya..... bisa makan bersama lagi.....”

"Ugh!!"

Emi tersentak bangun oleh suaranya sendiri dan melompat dari ranjang.

Walaupun dia bercucuran keringat, dia tetap menyentuh bagian tengah


dadanya.

".... Apa.... itu?"

Jantungnya berdebar-debar, dan napasnya tidak menentu.

Emi terbangun ketika dadanya ditusuk oleh pedang suci bercahaya ungu yang
diayunkan oleh bayangan hitam berwajah Maou.

Mimpi yang terlihat realistis itu, terasa sangat mengerikan dan memberikan
rasa sakit aneh pada mimpinya.

Meski begitu, mimpi itu juga memberi Emi sebuah perasaan damai yang
mengusir semua itu.
Dia, Rika, Chiho, Suzuno, Ashiya, Urushihara, Alas Ramus, dan.....

Meski itu sangat berisik, panas, dan merepotkan, waktu di mana dia tidak perlu
menyembunyikan perasaannya yang sesungguhnya, seperti di mimpi itu,
memang ada di 'kehidupan normal' Emi.

".... Rasanya.... aku benar-benar bodoh, situasinya pun juga tidak gawat."

Emi menggumam, mencemooh dirinya sendiri.

Meskipun saat berada di Jepang dia selalu bermimpi tentang kehidupan damai
di Ente Isla bersama ayahnya, ketika ia tersadar, hari-hari di sini, Emi malah
memimpikan tentang Jepang.

"Aku memang selalu mengejar hal yang tidak kumiliki."

Suara ombak yang menabrak pelabuhan Fangan, armor dan pedang yang
diletakkan oleh para pengkhianat di sudut ruangan, dan hati Emi yang
terkurung sampai ia tak bisa mengambil tindakan, adalah realita Emi saat ini.

"Uu pu mu pu.... pwah."

Setelah dengan lembut mengelus rambut Alas Ramus yang sedang mengigau,
Emi sekali lagi berbaring di tempat tidurnya.

Mulai besok dan seterusnya, Emi akan terus melanjutkan hidup terpenjara yang
tidak meyenangkan ini. Sekarang dia tidak bisa mengurangi waktu tidurnya
karena bingung dengan mimpi yang tak berarti itu.

Namun, karena alasan yang tak diketahui, Emi merasa seperti tidak perlu
mengusap air matanya yang jatuh sebelum dia terbangun.

Itu adalah air mata yang jatuh karena perasaan lega saat ia melihat sosok Raja
Iblis.
Keesokan paginya.

"..... Jadi, apa yang kalian rencanakan?"

Hanya satu kali ini, Emi bertanya sebelum kebenciannya muncul.

Orang yang datang bersama Olba, adalah pasukan kesatria yang dikenal
sebagai 'Pasukan Kesatria Hakin dari Afashan', dan mereka semua adalah para
kesatria berpangkat tinggi.

Dengan grup pertama yaitu Kesatria Seisokin yang bertugas menjaga istana
kerajaan dan mengawal Unifying Azure Emperor, Pasukan Kesatria Hakin
juga dibagi menjadi Josokin, Seisuikin, Josuikin, Seitokin, Jotokin, Seikokin
and Jokokin, totalnya ada 8 pasukan. Urusan pemerintahan, wilayah, dan
perlengkapan mereka semuanya sangat berbeda.

Tidak semua orang yang menjadi bagian Pasukan Kesatria adalah prajurit, ada
juga posisi seperti polisi ataupun sarjana, tapi para Kesatria yang saat ini
mengunjungi kamar Emi bersama Olba, adalah para wakil pemimpin ataupun
panglima yang terpilih untuk menyapa dan menerima tamu dari luar.

"Apa kau tidak menyukai armormu?"

Olba tidak menjawab pertanyaan Emi dan malah menoleh ke arah satu set
armor dan pedang yang belum tersentuh.

"Aku sudah punya Armor Pengusir Kejahatan. Meski aku merasa tidak enak
karena kau sudah menyiapkan armor mahal seperti itu, tapi aku tidak sebegitu
bodohnya sampai mau memakai sesuatu yang mungkin sudah disabotase."

"Oh, begitu ya."

Olba menunjukkan senyum agak kurang tertarik, dan sekali lagi, mengucapkan
sesuatu yang sulit diartikan.
"Tapi maafkan aku, Emilia, jika kami mengizinkanmu menggunakan terlalu
banyak kekuatan sekarang, kami juga akan kerepotan. Ini juga untuk
kebaikanmu sendiri, bisakah kami memintamu untuk memakai armor ini?"

"Ugh...."

Emi menggertakkan giginya dengan penuh rasa sesal, hingga membuat


ekspresinya berubah.

Dengan kata lain, dia tidak diizinkan untuk menolaknya.

Emi tidak mengerti tujuan Olba, namun Olba juga pasti tidak berencana
menjelaskannya.

Olba, menilai bahwa Emi sudah menerima permintaannya, mengangguk puas.

"Kalau begitu, minta pelayan untuk datang dan membantumu memakaikan


perlengkapan. Setelah itu, kau dan aku, sekaligus elit dari Kesatria Hakin ini
akan bertolak dari Fangan menuju Azure Sky Canopy di timur. Ayo pergi,
Emilia. Sementara untuk pedang suci..."

Olba tiba-tiba mengalihkan pandangannya dari Emilia, mengangguk puas


setelah melihat sekeliling kamar, dan mengatakan,

"Sepertinya kau melindunginya dengan baik. Bagus bagus."

"Ugh....."

Tidak melihat Alas Ramus, itu berarti dia sedang bergabung dengan Emi.

Emi tidak bisa menentang Olba.

Emi menatap tajam ke arah punggung Olba, tapi yang bisa dia lakukan
hanyalah meninggalkan kamar dengan desakan para Kesatria Hakin, untuk
mengganti bajunya.
"Mama...."

Suara gelisah Alas Ramus terdengar dari dalam pikiran Emi.

".... Jangan khawatir, tidak akan terjadi apa-apa."

Emi menggumam pelan tanpa ada sifat meyakinkan dalam suaranya.

10 menit kemudian, walaupun Emi merasa kalau Armor mengkilap, pedang di


pinggangnya, dan helm yang dia bawa di sekitaran pinggangnya, memiliki
bobot yang berbahaya, dia tetap berjalan dengan penuh rasa malu di sepanjang
koridor markas pelabuhan militer Fangan, dengan dikelilingi oleh Olba dan
para Kesatria Hakin.

Berat seperti ini memang bukan apa-apa bagi Emi, tapi entah kenapa rasanya
seolah beban di hatinya menjadi semakin bertambah dengan berat tersebut.

"Hm?"

Hati Emi tiba-tiba dipenuhi dengan perasaan menakjubkan yang aneh.

"Ini...."

Meskipun itu lemah, rasanya seakan tubuhnya dipenuhi kekuatan.

Tentu saja, selama beberapa minggu semenjak dia kembali ke Ente Isla, sihir
suci Emi telah pulih ke level terkuatnya, tapi rasanya selain itu, kehangatan
lain juga mengalir dalam tubuhnya.

"A-apa ini?"

"Kau menyadarinya?"

Kata Olba yang berjalan di depan tanpa menolehkan kepalanya.

"Apa kau dengar suara yang penuh harapan itu?"


".....?"

Ada sebuah pintu di ujung koridor di mana kota bisa dicapai dari halaman
markas militer. Sepertinya Olba menuju tempat itu.

"Ada sebuah kota setelah wilayah ini."

"Benar."

"Aku mendengar, suara....."

Itu adalah suara sekumpulan besar orang yang membuat kebisingan.

Emi yang punya perasaan tidak enak, mengernyit.

Begitu mereka keluar dari halaman, bisa terlihat sekumpulan Kesatria Hakin
berarmor dan kereta kuda yang berisi persediaan menunggu mereka.

Di antara mereka, Emi mendapati seekor kuda berwarna putih yang kuat,
anggun, nan cantik menunggu sang pemilik untuk menungganginya.

"Emilia, ini adalah kudamu. Kau harusnya ingat cara menungganginya, kan?"

Dalam sekali lihat, Emi bisa tahu kalau itu adalah kuda yang dirawat dengan
baik.

Setidaknya itu bukanlah kuda yang diperuntukkan prajurit biasa, melainkan


tunggangan untuk prajurit setingkat jenderal, dan pada dasarnya, bahkan
selama perjalanannya memerangi Raja Iblis, Emi tidak pernah menunggangi
kuda yang bagus seperti itu.

"Emilia, bawa helm mu, biarkan semua orang melihat wajahmu!"


Meski tidak bisa dibandingkan dengan tunggangan Emi, usai berkata demikian,
Olba menaiki kuda cantik dengan ekor berwarna Chestnut. Dia terlebih dulu
menyampaikan beberapa patah kata kepada para Kesatria Hakin....

"Baiklah, ayo berangkat!"

Lalu berbicara dengan senyum licik di wajahnya.

"Kita akan memulai perjalanan kedua Pahlawan Emilia untuk bertempur


merebut Azure Sky Canopy!"

"K-kau bilang merebut.... eh?"

Sebelum Emi sempat menanyakan maksud di balik kata-kata Olba, gerbang


utama dari markas militer Fangan pun mulai terbuka.

Dibarengi sinyal untuk membuka pintu, berbagai sorakan terdengar dari luar.

"A-ada apa ini?"

Jalan utama yang memotong melewati kota dipenuhi orang-orang yang


memandang ke arah Emi dengan mata penuh harapan.

Rombongan mereka mulai bergerak maju di bawah instruksi pemimpin


rombongan, dan orang-orang yang hadir pun bersorak ceria.

"Oh, jadi itu Pahlawan dari Pedang Suci!"

"Jadi isu kalau dia masih hidup itu benar!"

"Itu benar! Aku pernah melihatnya ketika dia mengunjungi Fangan!"

Emi tidak bisa menekan detak jantungnya yang menjadi semakin kencang.

Penduduk Fangan tahu kalau dia adalah Emilia sang Pahlawan.


Dan sambil mengetahuinya, mereka juga menyematkan harapan mereka
padanya.

"Tuhan belum meninggalkan kita!"

"Sang Pahlawan telah datang ke Benua Timur dan bergerak untuk


menyelamatkan Afashan."

Kali ini, Emilia menyadari sesuatu yang aneh.

Dari informasi yang Emilia dengar, meski dia tidak tahu apakah Afashan
melakukannya secara sukarela ataukah ditaklukan setelah melakukan
perlawanan, bukankah mereka saat ini dikendalikan oleh faksi Barbariccia dan
menyatakan perang terhadap keempat Benua lain karena Evolving Holy Sword,
One Wing?

Walaupun Emi tidak tahu skala faksi Barbariccia, dari jumlah pasukan yang
dibawa ke Choshi oleh Ciriatto, jika mereka tidak berjumlah puluhan kali lipat
lebih dari itu, mereka tidak mungkin bisa membentuk sebuah pasukan.

Fangan bisa dianggap sebagai salah satu markas militer besar di Afashan, dan
merupakan sebuah kota dengan banyak konsulat dan bisnis dari luar negeri.

Namun, setelah datang ke kota ini, Emi tak pernah sekalipun melihat tanda-
tanda Malebranche, ataupun merasakan sihir iblis.

"Olba.... boleh aku bertanya sesuatu?"

"Apa?"

"Tanpa memikirkan prosesnya, bukankah Afashan itu bekerja sama dengan


Barbariccia... dengan Malebranche? Itulah kenapa mereka menyatakan perang
terhadap dunia, benar?"
"....."

"Ini semua berkat kau menarik benang di belakang mereka, kan? Kalau begitu,
Malebranche... atau lebih tepatnya Barbariccia, seharusnya tahu tentang aksi
ini kan? Apa maksudnya melakukan semua ini?"

Penyelidik dengan pangkat tertinggi di Gereja, salah satu anggota dari enam
Uskup Agung, Olba Meyers, berbalik untuk menjawab pertanyaan Emi dengan
ekspresi seperti seorang ayah.

"Emilia."

Nada bicaranya....

"Sejarah mengulangi dirinya sendiri."

Di area pelabuhan Fangan yang dipenuhi dengan harapan dan sihir suci,
terdapat sebuah niat jahat yang begitu gelap.

"Kalimat ini tidaklah buruk, 'Jangan berpegang pada harapan, bergerak maju,
hanya pelopor yang bisa bertahan'. Lihat, para penduduk Fangan tak berguna
yang hanya bisa bergantung pada harapan ini....."

Olba menengadah ke arah langit. Di antara langit biru pucat siang hari, bulan
berwarna merah bisa sedikit terlihat.

"..... mirip sekali dengan para Malebranche di hari itu.... mirip seperti kepala
suku Malebranche bodoh yang sangat yakin kalau mereka bisa melakukan
balas dendam untuk Raja Iblis Satan dan para Jenderal Iblis."

"....Ugh!"
"Emilia, kau pasti bisa mendengar sorakan mereka. Sorakan para penduduk
menyedihkan yang menyematkan harapan mereka padamu, dan meminta untuk
diselamatkan tanpa bertindak sama sekali."

"Olba... Kau....."

Suara Emi dipenuhi dengan kutukan, hingga mencapai titik di mana dia
khawatir apabila amarah, kesedihan, dan kebencian yang tumpah dari hatinya,
malah akan mengotori Alas Ramus yang ada di dalam dirinya.

"Karena kau sudah memperlihatkan wajahmu di hadapan para penduduk ini


dan menaikkan harapan mereka, maka hanya ada satu jalan yang bisa kau
ambil. Pahlawan Emilia, kau akan menyelamatkan bendera Afashan yang telah
dikuasai dan dikendalikan oleh Pasukan Raja Iblis. Jangan khawatir, aku tidak
akan memintamu untuk melakukan sesuatu yang menentang moral manusia.
Kau dan aku hanya akan....."

Kalimat itu benar-benar melukiskan apa yang disebut keputusasaan dan


kehampaan, itu mirip seperti suara yang Emi dengar di kampung halamannya,
sebuah suara yang berasal dari kegelapan.

".... membunuh iblis-iblis mengerikan yang merusak Afashan."

XxxxX

"Hey, Suzuno."

Ucap Maou kepada Suzuno dengan tatapan seolah dia telah melihat sesuatu
yang tak dapat dipercaya.
"Ada apa?"

"Apa kau tidak punya pertanyaan mengenai pakaianmu saat ini?"

"Apa sih yang ingin kau katakan?"

"..... Tidak, lupakan. Tapi anggap saja ini sebagai permintaan dariku. Tolong
jangan berjalan di depanku dengan pakaian seperti itu."

"Kasar sekali. Bagian mana yang tidak kau sukai?"

"Ini bukan masalah suka atau tidak suka... tapi, lupakan sajalah!"

Maou duduk di atas rerumputan dan menarik napas dalam.

Ini adalah hari berkemah pertama bagi mereka berdua di Afashan, di Benua
Timur Ente Isla.

Suzuno, Maou, dan Acies berhasil melewati gate dengan aman, dan tiba di
Afashan, Benua Timur Ente Isla.

Dari dua bulannya, mataharinya, dan pemandangannya, tempat mereka


mendarat adalah wilayah hutan sebelah selatan dari ibukota kekaisaran, Azure
Sky Canopy, tepatnya di tepi sebuah sungai besar yang berawal dari wilayah
utama benua, melewati ibukota kekaisaran, Azure Sky Canopy, dan mengalir
ke laut di sebelah selatan.

Pintu keluar gate yang berada di pinggir sungai adalah situasi yang sangat
menguntungkan. Tidak hanya tidak harus khawatir mengenai air minum,
kemungkinan tersesat pun juga menurun. Selain itu, di sepanjang tepi sungai
ini, terdapat populasi yang cukup padat, jadi jika mereka ingin mengumpulkan
informasi, mereka akan bisa dengan mudah melakukannya.
Dari penjelasan Suzuno, karena 'Gate of Hell' awalnya memang tidak dibuat
untuk keperluan penguat mantra, gate yang terbuka dengan patung itu sebagai
penguatnya, tidak akan bisa menunjuk lokasi tujuannya dengan akurat. Jadi
kali ini, mereka yang muncul di tempat yang tidak ada orangnya, bisa
dikatakan sepenuhnya karena keberuntungan.

Tanpa tahu apakah itu perbedaan waktu dengan bumi ataukah Ente Isla
memiliki perbedaan waktu tersendiri, meski Maou dan yang lainnya berangkat
saat malam hari, mereka tiba di Benua Timur saat sore hari

Setelah menunggu bintang-bintang bermunculan, Suzuno mulai menggunakan


posisi bintang dan dua bulan yang ada di langit untuk menentukan lokasi
mereka.

Kemudian dia menyarankan untuk bergerak 10 km ke selatan dari pintu keluar


gate, dan memasang tenda mereka untuk yang pertama kalinya.

Meski begitu....

“Hey, bukankah terlalu awal berpakaian seperti itu sekarang?”

Meskipun sebelumnya Maou sudah pasrah, ketika dia menyaksikan Suzuno


menancapkan tenda kemahnya ke tanah dengan pasak, dia kembali
menyuarakan pendapatnya.

“Itu kan kebebasan pribadiku.”

Namun, Suzuno tidak menghiraukannya.

“Aku harus menggunakan kesempatan ketika masih aman-aman saja untuk


membiasakan diri bergerak dengan pakaian ini. Ini juga termasuk latihan.”

“Walau begitu....”
“Hey~ Maou, lihat, lihat!”

“Hm~? Ada apa, Aci pwah~”

Setelah dipanggil oleh Acies dari belakang, Maou yang awalnya memasang
ekspresi tidak senang, tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.

“Sama seperti Suzuno!!”

“Ja-jadi seperti yang kubilang.....”

Maou merasa bingung.

Itu karena Suzuno dan Acies memakai kantong tidur untuk bergerak ke sana
sini.
Kantong tidur model Mummy ini adalah kantong tidur berkualitas bagus yang
bisa mempertahankan panas dari kepala sampai kaki, fitur lainnya adalah,
ketika resleting di sebelah samping dan bawah dibuka, orang yang
memakainya akan bisa mengeluarkan tangan dan kaki mereka sambil tetap
terbungkus kantong tidur tersebut.

Sepertinya itu untuk tujuan kenyamanan, seperti saat bagian tangannya dibuka,
kau akan menjadi bisa membaca di dalam tenda ataupun mengatur lampu, dan
untuk bagian kakinya, itu akan membuatmu bisa segera kabur ketika kau
merasakan adanya binatang besar yang mendekat.

Karena itu adalah peralatan kemah yang dijual di Jepang, bagi Maou dan yang
lainnya, yang sudah tahu kegunaan barang-barang ini, seharusnya tidak perlu
aktif menggunakannya bahkan saat memasang tenda.

Dari samping, mereka nampak seperti kepompong raksasa berwarna cerah


dengan tangan dan kaki yang bergerak-gerak dengan kaku, itu benar-benar
aneh.

Dan karena Suzuno dan Acies memiliki penampilan yang cukup cantik,
pakaian ini jelas-jelas tidak sesuai.

Terutama di mata Maou yang sudah selesai memasang tendanya, alasan kenapa
Suzuno dan Acies kerepotan memasang tenda mereka, adalah karena mereka
bergerak seperti kepompong raksasa.

“Kalian ini.... sebenarnya hanya ingin mencobanya, kan?”

“Yeah!”

“A-apa yang kau katakan? I-ini tidak seperti itu!”


Maou menegur mereka dengan kalem. Acies menjawab dengan jujur, namun
Suzuno malah terguncang.

“Jadi, kau.....”

“Ti-tidak! I-itu benar, aku berencana untuk ganti baju nanti! Agar tidak terlihat
olehmu, aku ingin melakukannya di dalam kantong tidur ini..... ah!”

Suzuno tergagap, mencari alasan sambil melambaikan tangannya yang terjulur


keluar dari kantong tidur, dan karena dia terlalu bersemangat, dia malah
menendang pasak yang belum tertancap cukup dalam di tanah.

“Ah~ jadi rubuh.”

“Oh, oh tidak.... Ra-Raja Iblis, ini semua salahmu!”

Mungkin karena pasak lain juga belum tertancap cukup dalam, begitu salah
satunya mengendur, keseluruhan tenda pun mulai condong.

“Cukup, aku akan membantumu memasang tenda, jika kau ingin ganti baju,
maka gunakanlah kesempatan ini untuk menemukan tempat berganti baju yang
tidak bisa kutemukan.”

“Ugh~~”

Usai mengambil pasak dari Suzuno, Maou melambai dan


mengusir kepompong raksasa tersebut.

Meskipun ekspresi Suzuno nampak berubah karena rasa malu, dia tetap
membawa pakaiannya dan berjalan menuju hutan di sebelah sungai.

“Ah, hey, kau lupa membawa semprotan pengusir serangga!”

“Berisik! Aku tahu!”


Walaupun Suzuno baru saja meluapkan amarahnya, ia tetap saja berusaha
bersembunyi ke tempat yang tidak bisa Maou lihat dengan punggung gemetar
(meski itu tidak terlihat jelas karena bagian belakang kantong tidur itu
melengkung).

“Hey, Acies, bantu aku memalu pasak yang ada di sana ke tanah.”

“Baik baik.”

Kepompong warna-warni yang satunya lagi berlari ke samping Maou dengan


pergerakan yang aneh.

“Oh ya, Acies.”

“Hm?”

Acies memalu pasak ke dalam tanah dengan gerakan yang berbahaya sembari
menjawab.

“Kapan kau dan Nord datang ke bumi..... datang ke Jepang?”

“Kapan ya..... yaa! Seingatku itu sudah lama.”

“Lama? Apa itu sekitar setengah tahun yang lalu?”

Itu adalah saat di mana Maou dan Emi kembali bertemu dengan Urushihara,
dan kekacauan mulai terjadi di sekitar mereka.

“Setengah tahun itu apa maksudnya setengah dari satu tahun?”

Namun jawaban Acies benar-benar di luar ekspektasi Maou.

“Karena aku lahir kurang dari setahun yang lalu, aku tidak yakin apa yang
terjadi sebelum itu.”

“Serius ini?”
Mengabaikan Maou yang terkejut, Acies, masih dengan penampilan
seperti kepompong, mengikatkan tali pada pasak.

“Yeah, semenjak aku lahir, aku sudah tinggal di Jepang bersama ayah, aku
tidak yakin dengan hal-hal yang terjadi sebelum itu.”

Bagi Maou, ini adalah fakta yang tak terduga.

Jika penjelasan Acies bisa dipercaya, maka dia adalah adik Alas Ramus.

Dan, karena ada perbedaan dalam perkembangan tubuh mereka, Maou pun
berpikir kalau Acies mendapatkan wujud manusianya lebih dulu daripada Alas
Ramus.

Kelahiran yang Acies bicarakan, pasti mengacu pada saat mereka


mendapatkan wujud yang sekarang, dari wujud buah fragmen Yesod seperti
Alas Ramus.

Belum ada tiga bulan semenjak Alas Ramus lahir, meskipun perbedaan di
antara keduanya saat mendapatkan wujud manusia masih kurang dari setahun,
sudah ada perbedaan yang begitu besar dalam perkembangan tubuh mereka.

“Dan juga, kenapa Acies yang mendapatkan wujud manusia lebih dulu, malah
menjadi adik? Peraturan macam apa ini?”

“Hm?”

“Tidak.... kita bisa membicarakan masalah ini setelah Alas Ramus kembali....
tapi itu artinya, Nord datang ke Jepang lebih awal dari yang kuduga.”

“Mungkin~~”

Mungkin karena inilah Acies hanya bisa berbicara bahasa Jepang.

“Huuh, merepotkan sekali.”


“Sepertinya.....”

“Hm?”

Maou menatap tenda yang dengan cantiknya terpasang ketika mereka sedang
berbicara dan mengangguk puas.

“.... Setelah kekacauan ini berakhir, kita perlu mengadakan sebuah pertemuan
keluarga besar.”

“Pertemuan keluarga?”

“Haah, kita akan membicarakannya ketika sudah waktunya. Ngomong-


ngomong, si Suzuno lama sekali. Apa dia diserang oleh beruang atau
semacamnya.....”

“Aku tidak akan kalah dengan beruang!”

“Ugoh!”

Maou terkejut karena tiba-tiba ada suara yang terdengar dari belakang.

“A-apa! Katakanlah sesuatu jika kau sudah kembali....!!”

Maou menoleh sambil memprotes....

“Itu karena punggungmu terbuka lebar. Meski terkadang aku sudah


merasakannya, tapi kau itu benar-benar terlalu meremehkan kemampuanku....
ada apa?”

Namun, setelah menatap Suzuno dengan ekspresi tidak senang di wajahnya,


dia tiba-tiba terdiam.

Suzuno, melihat hal tersebut, sekali lagi berbicara dengan nada tegas.

“Ada apa, apa kau ingin komplain lagi soal pakaianku?”


Maou menggelengkan kepalanya dengan panik.

“Jadi kau bisa berpakaian seperti ini juga ya?”

“Apa?”

Menurut akal sehat, tidaklah aneh bagi Maou merasa terkejut.

Suzuno yang tadi terlihat seperti kepompong warna warni, setelah mengganti
pakaiannya dan kembali, ternyata tidak memakai kimono yang biasanya ia
pakai.

Di atas sepatu kulit Suzuno, terdapat pakaian panjang milik Penyelidik Gereja
yang mencapai pergelangan kakinya, dia juga mengenakan jubah berwarna
nakal dengan sebuah selempang kepala yang terlihat sudah dipakai untuk
waktu yang lama.

Bagian logam yang mengamankan jubah ke bahu, memiliki dekorasi permata


yang terlihat seperti penguat mantra.

Suzuno yang saat ini mengenakan jubah, bukan lagi tetangga cerewet di
apartemen tiga tatami, dia memiliki aura dan kemisteriusan seorang Penyelidik
peringkat atas dari Dewan Pembenaran Ajaran Gereja, Crestia Bell.

“Ini adalah jubah dari Departemen Penyebaran Ajaran Luar milik Gereja.
Gereja juga mengirimkan sekumpulan besar biarawan dan utusan ke Afashan,
meskipun aku tidak pernah berinteraksi dengan orang-orang itu karena
pekerjaanku dulu, ketika kami melewati desa-desa di sepanjang perjalanan,
hanya jubah inilah yang tidak akan dicurigai oleh orang lain..... jadi, tatapan
macam apa itu?”

Kata-kata Suzuno memang masuk akal, tapi itu akan lebih baik lagi jka dia
memegang sesuatu seperti kitab. Dengan membawa kantong tidur model
mummy yang dia pakai hingga beberapa saat lalu, itu semua terdengar tidak
meyakinkan sedikitpun.

“Ah, aku mengerti, ini berganti kulit kan?”

“Maou, apa itu berganti kulit?”

“Raja Iblis.... berani-beraninya kau menyamakanku dengan ular dan udang


karang.....”

“Ti-tidak tidak! Kenapa kau harus menyebutkan hewan-hewan aneh seperti


itu? Karena kau itu gadis, seharusnya itu seperti kupu-kupu atau semacamnya!”

Suzuno memiringkan kepala dengan ekspresi buas di wajahnya....

“...... Kupu-kupu?”

Tapi setelah memahami maksud contoh tersebut, ekspresinya berubah menjadi


terkejut.

“Ka-kau bilang kupu-kupu? Ra-Raja Iblis, apa yang kau bicarakan.....?”

“Hey, Maou, apa itu berganti kulit?”

Suzuno pun mulai panik, tapi sebelum dia bisa bertanya maksud Maou yang
sesungguhnya, Acies yang masih terlihat seperti kepompong, menyelanya dan
mengganggu Maou dengan bertanya sebuah pertanyaan.

“Yeah, Acies, berganti kulit adalah saat di mana ular, udang, dan kepiting
menggugurkan dan meninggalkan kulit di tubuh mereka supaya mereka bisa
tumbuh lebih besar. Di sisi lain, dalam kasus kupu-kupu dan jangkrik, itu
merujuk pada larva yang berubah menjadi kepompong, dan dari kepompong
menjadi serangga dewasa, mereka menanggalkan kulit luar mereka dan
mendapatkan penampilan yang benar-benar berbeda. Proses itu disebut
berganti kulit.”

“.... Lupakan, siapa yang peduli dengan berganti kulit dan hal-hal semacam
itu?”

Setelah Maou menyelesaikan penjelasan biologikal tersebut, Suzuno malah


memperlihatkan ekspresi terluka karena alasan yang tak diketahui, dan
meringkuk sambil memeluk kantong tidurnya.

“Oh~ kupu-kupu ya. Kalau begitu, Suzuno itu berganti kulit yang cantik, ya
kan?”

“Hm? Yeah, sesuatu seperti itu.”

“Suzuno! Maou bilang kalau kau itu cantik!”

“Begitu ya. Raja Iblis ini memang suka bercanda!”

Acies dengan ceria berlari ke arah Suzuno, tapi Suzuno malah memasang
wajah tanpa ekspresi, seolah tidak peduli dengan hal tersebut.

“Tunggu dulu, apa maksudmu dengan suka bercanda? Aku ini selalu serius!”

Di sisi lain, Maou berbicara dengan wajah terkejut.

“Bukankah Emi dan Chi-chan sudah menyebutkan hal ini sejak awal? Meski
tak ada yang salah dengan kimono, cobalah sekali-sekali memakai pakaian ala
barat. Jubah itu benar-benar cocok denganmu, kau tahu?”

“Apa.... apa yang kau katakan?”

Ucap Maou dengan serius secara tiba-tiba, membuat Suzuno membelalakkan


matanya, dan tidak tahu harus melakukan apa.
“Hm? Uh, karena biasanya aku hanya melihatmu memakai kimono, jadi aku
sedikit terkejut karena itu terasa menyegarkan. Tapi kenyataannya, memakai
pakaian barat itu lebih mudah dan lebih murah, dan itu juga cukup cocok
denganmu.”

“Be-be-be-benarkah....?”

“Hm? Suzuno, ada apa denganmu?”

Nada bicara Suzuno mendadak menjadi aneh, membuat kepompong Acies


terkejut.

“Se-sejujurnya, aku... dari dulu selalu melakukan pelayanan keagamaan, jadi


aku terbiasa memakai jubah panjang berat seperti ini, soal rok dan baju lengan
pendek yang biasanya Emilia atau Chiho-dono pakai, a-aku sedikit
menentangnya..... me-meskipun aku tahu kalau kimono itu bukan pakaian
normal, alasanku tetap menyukai mereka adalah karena mereka terasa berat,
panjang lengan bajunya pun juga seperti jubah, jadi akan lebih mudah bagiku
untuk memakainya, erhm....”

“Eh?”

Maou memperhatikan kelakuan Suzuno yang menggelar kantong tidur yang


sudah dia lipat dengan susah payah, dan melipatnya kembali dengan bingung.

“Kau......”

“Kau?”

“Wajah Suzuno memerah pwoh!”

Mencengkeram pipi Acies dan menyumbat mulutnya saat dia mendekat dari
samping secara refleks dengan satu tangannya, Suzuno menggenggam
pinggiran jubahnya dengan gelisah dan bertanya pelan,
“Kau.... pikir.... itu cocok denganku?”

“A-apa kau merasa terganggu karena itu?”

Dari sudut pandang Maou, dia tidak pernah menyangka kalau keengganan
Suzuno untuk memakai pakaian ala barat, akan sebegitu kuatnya sampai-
sampai dia menunjukkan ekspresi seperti itu. Hal itu membuat Maou yang tahu
kalau dia telah mengatakan sesuatu yang tidak pantas, mengucurkan keringat
dingin.

“Bukan seperti itu! Ha-hanya saja i-i-ini pertama kalinya seseorang,


mengatakan hal seperti itu..... padaku......”

Pandangan Suzuno mulai berpindah-pindah, yang mana tidak sesuai dengan


gaya tegasnya yang biasa.

“Menurutku sejak awal semuanya ingin kau memakai pakaian ala barat.... yeah,
menurutku itu juga akan sangat cocok.”

“Ra.... Raja Iblis, ada apa denganmu, kenapa kau tiba-tiba mengatakan hal
seperti itu, meskipun kau memujiku..... tidak ada hal bagus yang akan datang,
kau tahu?”

“Kuzuno, wayahku sakittt!”

Acies yang wajahnya terus dicengkeram sepanjang waktu, berteriak kesakitan


karena kekuatan yang Suzuno gunakan untuk mencengkeram pipinya menjadi
semakin kuat, tapi, Suzuno sama sekali tidak menyadarinya.

“Uh, tapi apa yang kukatakan itu benar. Dan Ashiya bilang saat mencuci baju,
melempar pakaian biasa ke dalam mesin cuci itu tak masalah.”

“....Hm?”
“Aku memang sering membeli baju di UNIxLo, tapi ada juga kok toko baju
murah lain di pusat perbelanjaan, jika kau melihat baju yang kau sukai, kau
bisa membeli baju dengan model dan ukuran yang sama dalam jumlah besar.”

“...Hmmm?”

“Puubowabapwohpwoh.”

“Meski aku tidak pernah memakai kimono, memikirkan gaya hidup kita,
keuntungan memakai pakaian ala barat itu lebih tinggi, serius.”

“.....”

“Dan aku pernah dengar kalau kimono itu memiliki aturan khusus untuk pola
mereka berdasarkan musim dan suasananya, benar? Dalam hal ini, untuk
pakaian ala barat itu tidak terlalu merepotkan, dan kau hanya perlu memilih
jenis kain yang kau butuhkan. Karena itu benar-benar mudah, jadi aku
menyarankanmu untuk mencobanya sekali-sekali.”

"Yeah, itu benar, itu juga yang kupikirkan."

"Hm? Ada apa?"

".... Tidak, tidak ada apa-apa. Hanya saja, aku merasa begitu bodoh
membiarkan hatiku dibingungkan oleh seorang iblis. Aku ingin bermeditasi
sebentar setelah ini, supaya aku bisa menyingkirkan pikiran jahat di hatiku."

"Pwah!!"

Suzuno yang terlihat sedikit depresi, akhirnya melepaskan Acies.

"O-oh? A-apa aku mengatakan sesuatu yang buruk?"

"Itu benar. Kata-kata yang membingungkan hati manusia dan menggoda


manusia untuk jatuh ke dalam kegelapan itu, memang kata-kata seorang iblis."
Ketika Suzuno mengatakan hal tersebut dengan lesu dan hendak memasuki
tenda...

"Ah, er, erhm, tapi apa yang tadi kukatakan soal bagaimana pakaian itu cocok
denganmu itu serius lho."

Meski dia tidak tahu alasannya, Maou yang sadar kalau dia telah membuat
Suzuno bad mood, dengan tidak natural menambahkan kalimat tersebut,
mengatakannya pada sosok Suzuno yang terlihat lesu.

Namun....

"......"

Kalimat tersebut, layaknya pasak, membuat Suzuno berhenti bergerak. Lalu....

"A-aku tidak akan bingung lagi!"

Dalam sekejap, Suzuno berbalik dengan wajah memerah dan membentak


Maou, dia kemudian menunduk masuk ke dalam tenda yang dipasangkan oleh
Maou dengan aura yang mengerikan.

Ngomong-ngomong, dalam perjalanan ini, mereka sudah sepakat kalau laki-


laki dan perempuan akan tidur di tenda yang berbeda.

"Hm~ apa aku sudah mengatakan sesuatu yang buruk?"

Setelah melihat Suzuno membuat kehebohan besar di dalam tenda, Maou


menggumam pada dirinya sendiri, merasa gelisah.

"Augh... sakit...."

Di sisi lain, Acies yang matanya berkaca-kaca, mengelus pipinya yang


memerah dan berteriak ke arah tenda.
"Suzuno, apa yang kau lakukan?"

Tidak takut dengan Surga maupun Bumi, seharusnya memang seperti ini.
Maou memandang Acies yang mempertahankan wujud kepompong warna-
warninya dan memasuki tenda yang diselimuti badai.

".... I-ini sudah waktunya untuk tidur."

Meski sebelumnya mereka bilang kalau mereka akan mendiskusikan urutan


jaga malam setelah makan malam, percakapan yang tenang tidak mungkin bisa
dilakukan di situasi seperti sekarang ini.

"Sepertinya.... akan ada banyak masalah di masa yang akan datang."

Maou menghela napas sambil menengadah menatap langit berbintang Ente Isla.

XxxxX

"Penggunaan bahan bakarnya ternyata lebih besar dari yang kita perkirakan...
apa ini bisa bertahan sampai Azure Sky Canopy?"

Siang di hari ketiga berkeliaran di Afashan. Ketika mereka sedang makan di


sebuah restoran desa yang mereka lewati, Maou menanyakan hal itu pada
Suzuno yang duduk di seberangnya.

"Jalan memutar pagi ini memang menyebabkan banyak kerugian.... Aku tidak
pernah menyangka kalau kita akan bertemu pasukan patroli Seikokin. Kita
tidak hanya mempercepat laju kita, kita bahkan melewati tempat yang
memiliki kondisi jalan yang buruk."
Meteran bahan bakar di moped mereka, saat ini hanya tinggal satu bagian
jauhnya dari simbol E.

Meski mereka membawa bahan bakar cadangan, mengingat Afashan tidak


memiliki jalan beraspal, jumlah itu pasti tidak akan cukup.

Mempertimbangkan jadwal mereka, untuk makanan dan air, mereka tentu


masih bisa bertahan asalkan mereka mengisi kembali persediaan mereka di
desa, tapi di Ente Isla yang tidak memiliki POM bensin, hanya masalah bahan
bakar lah yang sulit untuk dipecahkan.

“Kita harus berhati-hati memilih rute kita mulai dari sekarang.”

Suzuno membentangkan peta tulisan tangan yang Ashiya tinggalkan ke atas


meja.

“Tapi sepertinya kita akan mencapai Azure Sky Canopy lebih cepat dari yang
kita duga. Aku harap kita bisa menggunakan waktu hari ini untuk..... sampai di
dekat kota ini. Semakin dekat kita dengan Azure Sky Canopy, semakin besar
kemungkinan kita bertemu Kesatria Hakin, kuharap kita bisa menggunakan
moped semaksimal mungkin untuk bergerak ke tempat terdekat.”

“Itu benar.”

Usai bertukar pendapat, mereka berdua memutuskan untuk melanjutkan


perjalanan dengan moped sampai menghabiskan bahan bakar cadangan.

“Meskipun aneh bagiku untuk mengatakan ini, tapi upaya pembangunan di sini
benar-benar berjalan dengan baik ya. Kukira keadaannya akan lebih kacau.”

“Memang seharusnya bukan kau yang mengatakan hal itu, tapi aku juga agak
risau. Raja Iblis, biar kutanya sesuatu, seberapa kuat Malebranche di Dunia
Iblis?”
“Kekuatan Malebranche? Jika kau bertanya soal jumlah, maka aku hanya bisa
menjawab kalau jumlah mereka cukup banyak. Ketika Pasukan Raja Iblisku
menyerang keempat benua, entah itu pasukan utara, timur ataupun barat,
mereka adalah pasukan campuran yang terdiri dari berbagai klan, namun hanya
pasukan Malacoda yang ada di selatan lah, 80% nya adalah Malebranche, tapi,
bagaimana aku mengatakannya ya, kebanyakan dari mereka sudah dibunuh
oleh Emi dan para manusia....”

“Yeah, dengan kata lain, tidak ada banyak pasukan yang ada di bawah
komando Camio?”

“Karena kami tidak melakukan sensus dengan ketat seperti di Jepang, jadi aku
juga tidak yakin jumlah pastinya.”

Seolah menyetujui kata-kata Maou, Suzuno mengangguk berulang kali dan


mengatakan,

“Aku sebenarnya punya pemikiran yang sama denganmu. Pemulihan ini


berjalan terlalu lancar. Tapi maksudku bukan kerusakan yang disebabkan oleh
Pasukan Raja Iblis yang kau pimpin sudah sepenuhnya menghilang, hanya saja
fakta bahwa meski Malebranche sudah menembus pusat Afashan dan
menyatakan perang ke seluruh dunia, suasana perang dan aura iblis sama sekali
tidak bisa dirasakan di sini. Berdasarkan peta, kita ini sudah memasuki lingkar
ibukota Afashan.”

“..... Itu masuk akal. Dari bagaimana berlebihannya Ciriatto, Farfarello, dan
Libococco berbicara, kupikir akan ada banyak iblis yang berkeliaran di mana-
mana.”

Maou mengerti kalau Suzuno merasakan situasi yang tidak biasa.

“Menjengkelkan sekali. Sejak para malaikat itu.... terutama setelah Gabriel


muncul, semua gerakan mereka benar-benar mengganggu.”
“..... Benar sekali.”

Pada dasarnya, jika Ashiya dan Nord tidak diculik oleh Gabriel, kalaupun
keberadaan Emi tidak diketahui, itu mungkin tidak akan menyebabkan
pergolakan politik apapun.

Tapi pergolakan politik itu disebabkan oleh pernyataan perang terhadap


seluruh dunia yang dibuat oleh Afashan dari Benua Timur, mereka menjadi
boneka untuk Pasukan Raja Iblis kedua milik Barbariccia yang dihasut oleh
Olba. Jika cuma itu, itu hanya berarti penyerang baru dunia manusia setelah
Raja Iblis Satan, telah muncul.

Namun, di balik insiden ini, bayangan beberapa malaikat bisa terlihat. Para
malaikat dan iblis tersebut menggunakan tentara dari Kekaisaran Afashan
untuk menculik Ashiya dan Nord, dengan begini, maka bisa ditebak bahwa
selain benang dari insiden yang ada di hadapan mereka, satu pihak yang tidak
diketahui masih bersembunyi di baliknya.

“Untuk mengetahui situasi yang sebenarnya, ayo kita cari informasi dari
penduduk di sini.”

“Meski tidak ada banyak kerumunan ataupun semangat para warganya,


setidaknya tempat ini tidak terlihat telah diserang.”

Maou dan Suzuno menatap jalan utama desa dari jendela.

Menurut peta Ashiya, ini adalah desa yang dikenal dengan nama Honfa.
Mereka menyembunyikan moped mereka di pepohonan di belakang desa
sebelum datang ke sini.

Meskipun desa ini terlihat tidak terlalu besar, tapi mereka mempunyai populasi
yang cukup padat, para penduduk sepertinya meminta para Kesatria Josokin
untuk bertanggung jawab terhadap keamanan desa, karena itulah, prajurit
dengan bandana merah yang memiliki pinggiran berwarna putih bisa dilihat di
mana-mana.

“Maou, boleh aku tambah lagi? Ini enak.”

“.... Kau benar-benar santai ya.”

Ketika Maou dan Suzuno sedang berada dalam diskusi serius, Acies dengan
anteng terus memakan makanannya, saat akhirnya mereka menyadari keadaan
sekitar, mereka mendapati Acies sudah menghabiskan roti yang diletakkan di
dalam keranjang, dan menyerahkan piring kosong yang sebelumnya berisi
ayam dan sayuran rebus, sekaligus pie yang terbuat dari sayuran lokal dan ikan
air tawar kepada karyawan restoran.

Mungkin karena Benua Timur memiliki sumber air yang melimpah dan
kualitas air yang hampir mendekati Jepang, budaya makanan yang
berkembang di sini, adalah sesuatu yang bahkan bisa dinikmati oleh Maou
yang sudah terbiasa dengan makanan Jepang.

“Suzuno, apa itu tak masalah?”

Namun, Maou tidak bisa langsung setuju dengan Acies yang memesan lebih
banyak lagi makanan tanpa meminta izin lebih dulu.

Itu karena Maou dan Acies, saat ini bergantung sepenuhnya pada Suzuno
dalam hal keuangan.

Meski kata-kata 'pinjaman' atau 'bunga' yang bisa membuat Raja Iblis jatuh ke
dalam teror, tidak muncul, jika dia terlalu bergantung pada bantuan keuangan
Suzuno, rasanya nanti banyak hal akan menjadi sangat mengerikan.

Terlebih lagi, bagi Maou yang selalu mencari uang untuk menghidupi dua anak
buahnya, menjadi toy boy itu sangatlah menyedihkan.
“Tak masalah, kenapa kita tidak memesan pie lagi? Aku kebetulan juga ingin
memakan hidangan mi yang mirip seperti udon tadi. Boss!”

Tak disangka, Suzuno langsung menyetujui permintaan Acies dan meminta si


boss untuk menghampirinya.

'Bisakah kau membawakanku salah satu pie ikan tawar itu dan membantu gadis
ini mendapatkan semangkuk sayuran rebus lagi? Ditambah lagi, aku ingin sop
mi beras ini, dan jika tokomu punya wine yang kau banggakan, izinkan aku
melihatnya juga.”

Suzuno menggunakan bahasa resmi Afashan, yang dikenal di benua lain


dengan nama bahasa Akou.

'Walau bisnis yang menguntungkan seperti ini sangat bagus bagi kami, tapi
sayangnya, toko kami tidak terlalu berkelas sehingga punya wine yang bisa
kami sajikan pada nona pendeta dari Gereja.'

Pemilik restoran ini adalah seorang wanita berbadan besar, dia menerima
pesanan tersebut sambil tersenyum.

“H-hey, Suzuno, apa kau barusan memesan wine? Menyetir setelah minum-
minum itu melanggar hukum.”

Maou yang sedikit-sedikit tahu bahasa Akou saat dia menyerang Ente Isla dulu,
menegur isi pesanan Suzuno.

“Iya, tenanglah. Ini tidak seperti aku benar-benar ingin meminum wine.”

Suzuno nampak sudah menduga kalau Maou akan menentangnya seperti itu,
dan hanya menjawab sekenanya.
'Akan butuh beberapa waktu untuk pie nya dipanggang, apa kau mau
menggunakan kesempatan itu untuk minum? Tapi toko kami hanya punya
wine jenis ini.'

Sembari berbicara, pemilik restoran itu membawa dua botol minuman wine.

Suzuno melihat label pada botol itu, mengangguk perlahan setelah berpikir
beberapa saat, dan mengatakan,

'Sepertinya sirkulasi di sini masih normal.'

'Eh?'

'Kau tahu kalau aku adalah orang yang lahir di Benua Barat, itulah kenapa kau
merekomendasikan wine ini, benar? Kedua botol minuman wine ini diproduksi
di Benua Barat.'

Suzuno menatap si pemilik yang sedang bingung dan langsung menuju ke poin
utama.

'Aku ingin bertanya padamu sesuatu. Apakah rumor bahwa Azure Sky Canopy
dikendalikan oleh iblis itu benar?'

Pemilik restoran menunjukkan ekspresi rumit,

'Jujur saja, itu bisa dianggap benar.'

Lalu langsung mengiyakan pertanyaan Suzuno.

Anehnya, nada bicaranya, daripada terdengar takut, malah lebih ke bingung.

'Tapi.... jika ditanya apakah ada perbedaan atau tidak, sebenarnya tidak ada
perbedaan yang signifikan di sini. Meskipun ada keributan besar setelah orang-
orang tahu kalau Jenderal Iblis Alsiel kembali.'
Begitu berbicara sampai ke poin ini, si pemilik restoran, setelah memastikan
tidak ada pelanggan lain di toko, mendekat ke arah Suzuno dan mengatakan,

'Karena kau adalah orang dari Barat, aku akan memberitahumu hal ini,
sebenarnya bagi kami, rakyat biasa, apakah penguasanya Jenderal Iblis
ataupun Unifying Azure Emperor, itu tidak ada bedanya sama sekali.'

'Oh?'

“Mereka sepertinya berbicara sesuatu yang rumit? Aku ingin cepat makan pie!”

“Mereka akan segera membawanya, tenanglah sebentar!”

Maou menahan Acies yang sudah tak sabar menunggu pelayan restoran
membawakan makanan.

'Meskipun pemerintahan Alsiel itu mengerikan dan banyak kesatria mati,


bahkan sebelum itupun bagian timur Afashan sudah mengalami perselisihan
sipil terus menerus, dan setiap beberapa tahun, konstruksi publik skala besar
pasti akan dilakukan untuk menaikkan martabat Unifying Azure Emperor
ataupun Azure Sky Canopy, mereka memanfaatkan para warga di manapun,
jadi banyak orang yang mati karena kecelakaan.'

'Hal-hal seperti itu.....'

'Tentu saja mempertimbangkan masalah komunikasi, akan lebih baik kalau


penguasanya itu manusia, kami pun berharap para iblis menakutkan itu
secepatnya menghilang.... tapi setelah Pahlawan Emilia mengusir Alsiel,
semuanya menyadari hal ini. Entah pemimpinnya iblis ataupun Unifying
Azure Emperor, kami masih akan menjadi pihak yang diperas..... oh sayang,
maafkan aku, rasanya semakin aku berbicara, semakin aku membuat
suasananya suram.'
'Tidak, kamilah yang seharusnya meminta maaf. Karena menyebutkan topik
menyakitkan seperti ini.....'

'Yeah, tapi itu benar. Karena sangat jarang ada nona pendeta yang bersedia
berbincang denganku, maka aku akan memberitahumu dengan jujur. Setelah
Pasukan Raja Iblis baru masuk ke Azure Sky Canopy, hanya ada satu hal yang
benar-benar berubah. Kesatria Hakin di seluruh Afashan menjadi semakin kuat,
dan mereka tiba-tiba menyatakan perang terhadap benua lain.'

“Hey~ Maou~ sayur rebus dan pie ku~”

“... Akan kuberi bagianku nanti, jadi diamlah!”

'Kesatria Hakin menjadi semakin kuat?'

'Yeah, aneh kan? Meskipun hal pertama yang Alsiel lakukan sebelumnya
adalah memutus kekuatan Kesatria Hakin. Walau ini hanya rumor, beberapa
orang bahkan curiga kalau Unifying Azure Emperor dikendalikan oleh nafsu
kekuasaan dan bekerja sama secara aktif dengan iblis untuk menyebabkan
perang. Dulu, Alsiel memulai banyak proses untuk melemahkan manusia, tapi
setelah iblis-iblis datang kali ini, sirkulasi kami, produksi kami, bahkan
kekuatan militer kami menjadi semakin kuat. Kalau sudah begini, wajar kalau
itu menyebabkan kecurigaan.'

Suzuno memandang peta Ashiya dengan ekspresi berat di wajahnya sembari


mendengarkan si pemilik berbicara.

'Begitu ya.... ugh, terima kasih sudah memberitahuku informasi yang berharga
ini. Terakhir, boleh aku bertanya pertanyaan lain?'

'Apa itu?'

Suzuno bertanya pada pemilik restoran dengan tatapan tegas,


'Pernahkah kau mendengar rumor malaikat muncul di Azure Sky Canopy?'

Si pemilik membuka lebar matanya bingung.

'Malaikat? Malaikat yang kau bicarakan ini maksudnya malaikat yang tertulis
di dalam kitab Gereja?'

Dia kemudian memberikan senyum merasa tidak enak.

'Karena kita punya iblis, maka seharusnya juga ada malaikat di suatu tempat di
dunia ini, tapi aku sama sekali tidak pernah mendengar rumor seperti itu.'

'…. Be-begitu ya.'

Suzuno dan Maou bertukar pandangan merasa bingung.

Mereka memang tahu mengenai eksistensi para iblis, tapi pergerakan rahasia
yang dilakukan oleh para malaikat, sama sekali tidak mencapai telinga rakyat
biasa.

'Sudah ya, gadis itu sepertinya sudah tidak bisa menunggu lagi, ini saatnya aku
mengeluarkan pie panggangnya, apa ada hal lain yang ingin kau tanyakan??'

'Tidak, tidak ada, terima kasih. Itu informasi yang sangat berharga.'

'Baguslah kalau begitu..... ah, dan.....'

Si pemilik tiba-tiba tergagap, Suzuno pun mengangguk dengan ekspresi tegas.

'Jangan khawatir. Atas namaku, aku tidak akan memberitahu siapapun tentang
apa yang kudengar darimu.'

'Itu akan sangat membantu.'


Meski menunjukkan ekspresi lega, si pemilik restoran masih menatap ke arah
Maou dengan gelisah. Memahami arti di balik tatapan itu, Suzuno
menambahkan,

'Jangan khawatir. Meskipun dia ini pelayanku, dia tetaplah pengikut Gereja
yang taat, jadi dia tahu betapa pentingnya rahasia.'

“.....Hey!”

Meskipun dia tidak membantah di hadapan si pemilik restoran, Maou memutar


bola matanya dan menunjukkan bahwa ia paham apa yang Suzuno katakan.

“Siapa yang tadi kau sebut pelayan, hm?”

Lebih dari 10 kilometer dari desa Honfa di dekat hutan rawa, Maou memprotes
mengenai apa yang terjadi siang tadi.

“Apa, kau masih menyimpan dendam?”

Tapi Suzuno membalasnya dengan ekspresi acuh tak acuh.

“Kau seharusnya tahu kalau penjelasan itu akan lebih mudah. Pada dasarnya
biaya untuk perjalanan ini sebagian besar aku yang membayarnya, jadi rasanya
takkan ada yang terjadi jika aku mengatakannya.”

“Ugh.”

Dibalas dengan jawaban seperti itu, Maou sesaat tak bisa berkata-kata.

Melihat Maou terdiam penuh penyesalan, Suzuno berbicara sambil tersenyum,

“Tapi ini bukanlah lelucon, jika peta Alsiel benar, maka kita harus melewati
perkotaan lain untuk sampai ke Azure Sky Canopy. Jika pemeriksaannya
menjadi semakin ketat, menyebutmu dan Acies sebagai pelayan yang
kupekerjakan akan menjadi alasan paling meyakinkan dan bisa diandalkan.”
“.... Masalahnya adalah apakah orang ini bisa berakting atau tidak. Jika sesuatu
terjadi, dia bisa tetap berada di dalam tubuhku. Meskipun itu artinya Acies
harus diperlakukan seperti sebuah barang dan rasanya juga tidak akan
menyenangkan.”

Setelah kejadian siang tadi, mereka membeli banyak pie ikan air tawar bungkus
untuk makan malam, Maou menatap ke arah Acies yang telah memakan
makanannya dan berubah menjadi kepompong agar bisa tidur di sebelah api
unggun, dan menunjukkan sebuah senyum kecut.

“Huuh, apa ya yang sebaiknya kita lakukan jika kita benar-benar menemui
situasi seperti itu? Ayo kita pikirkan setelah menyelesaikan setengah hari
perjalanan besok.”

Suzuno menatap peta Ashiya dan berbicara,

“Aku harap kita bisa menggunakan moped sedekat mungkin dengan Azure Sky
Canopy, tapi dalam skenario terburuk, kita mungkin harus meninggalkan
moped kita di suatu tempat.”

“Eh? Aku tidak setuju!”

Maou bangkit dan menentang kata-kata Suzuno.

“Meski kau bilang begitu, mau bagaimana lagi. Semakin dekat kita dengan
ibukota, semakin besar kemungkinan kita ketahuan. Kita ini harus menghindari
tindakan yang terlalu mencurigakan....”

“Aku akhirnya berhasil memahami sensasi mengendarai 'Dullahan III


bermotor' setelah susah payah! Bagaimana bisa aku meninggalkannya di
tempat seperti ini?”

“....Apa-apaan bermotor itu tadi?”


Mengingat kepribadian Maou, pasti dia sudah memberi nama pada moped
tersebut.

“Ini bukanlah masalah mengembangkan perasaan dengan kendaraan, masalah


ini mungkin ada hubungannya dengan nyawa Emilia. Berdasarkan hak milik,
bagaimana kita harus memperlakukan moped ini itu diputuskan olehku.”

“Ughhh....”

Setelah mengucapkan hal tersebut dengan tegas, seolah kepikiran sesuatu,


Suzuno bertanya kepada Maou,

“Oh ya, sejak dulu aku sedikit penasaran, kenapa kau selalu menamakan
kendaraan dengan nama 'Dullahan'?

“Huh?”

“Dullahan itu adalah nama iblis yang muncul dalam legenda dan dongeng bumi
kan? Seingatku itu adalah iblis kesatria tanpa kepala yang mengendarai kereta
yang ditarik oleh kuda tak berkepala, benar?”

“Ohh, kau mengetahuinya.”

“Tapi aku tidak pernah mendengar makhluk semacam itu di antara iblis yang
menyerang berbagai wilayah di Ente Isla. Meski itu mungkin hanya karena aku
tidak mengetahuinya....”

“Yeah, Dunia Iblis memang tidak memiliki iblis seperti Dullahan yang tersebar
di bumi. Pada dasarnya, dari sudut pandang biologi, sangat aneh kan berlari-
lari sambil membawa kepalamu sendiri!”

“Kau tidak punya hak untuk mengatakan hal-hal seperti itu... lupakan sajalah,
jadi kenapa harus Dullahan?”
“Uh, sebenarnya tidak ada makna khusus apapun.”

Maou mengangkat bahunya.

“Sebelum bekerja di MgRonalds, Ashiya dan aku sudah beberapa kali dipecat
dari pekerjaan kami.”

“Oh?”

Suzuno membuka lebar matanya merasa terkejut.

Karena Maou, Ashiya, dan Urushihara sudah memiliki kehidupan yang tidak
kalah dengan orang Jepang normal ketika Suzuno datang ke bumi, dia pikir
kehidupan mereka dari awal sudah berjalan lancar.

“Huft, karena beberapa tempat kerja kami tutup, jadi tidak semuanya kami
dipecat, tapi sebelum Ashiya dan aku memutuskan kalau kita harus membagi
fokus kita dalam bekerja, pekerjaan rumah tangga, dan penyelidikan,
setidaknya kami sudah dua kali dipecat.”

Meski Maou sedang berbicara mengenai kenangan pahitnya, fakta bahwa


kenangan pahit milik Raja Iblis Satan ternyata adalah tentang dia yang dipecat
dari pekerjaannya, bagi Manusia Ente Isla, itu sudah menjadi sesuatu yang
tidak perlu didengarkan lebih jauh lagi.

“Setelah itu, aku mulai bekerja di MgRonalds, dan aku dengar dari Chi-chan
yang kala itu masih karyawan baru, mengenai tempat untuk membeli sepeda
murah. Pada saat itu, termasuk sepeda, aku membeli banyak barang-barang
mahal, membuat tabunganku memasuki zona bahaya. Ya ampun, waktu itu
Ashiya benar-benar marah.”

Meskipun dia tidak tahu situasinya pada waktu itu, Suzuno bisa
membayangkan adegan tersebut.
“Lalu, jika aku dipecat setelah bersenang-senang membeli berbagai barang dan
memakai semua tabunganku, bukankah itu akan jadi sangat buruk?”

“Yeah, itu memang benar..... tunggu, jangan-jangan....”

Suzuno menahan napasnya karena memikirkan kesimpulan yang benar-benar


konyol.

“Jadi agar aku tidak dipecat lagi, aku membuat permohonan kepada sepedaku.
Nah, bukankah Dullahan itu iblis tak berkapala? Jadi kalau aku mengganti kata
'Kepala' dengan 'Pecat', itu akan menjadi 'Iblis yang tidak akan dipecat'.”

(T/N : 'Kepala' dan 'Pecat' memiliki lafal pengucapan yang sama dalam bahasa
Jepang)

Maou memperlihatkan senyum bercanda dengan malu-malu, sementara


Suzuno yang sudah tidak tahan lagi, menekankan tangannya ke dahi.

“.... Bodoh sekali.”

“Apa? Yang bertanya di sini itu kau! Hey, apa yang kau tertawakan?”

Suzuno pada awalnya menunjukkan ekspresi jengkel, tapi setelah itu, dia
perlahan mulai menganggapnya lucu dan sedikit tertawa.

“Hehehe... daripada itu, jika kau bilang kalau itu agar aku tidak bisa melupakan
perasaan saat kau menjadi Raja Iblis dulu, atau setidaknya ingin menamakan
tungganganmu dengan nama Dullahan, itu akan jauh lebih baik, hhahahha!”

“Kalau seperti itu, bukankah aku malah menjadi orang yang tidak memiliki
pengetahuan umum?”

“Ahh, menggelikan sekali. Aku harus menceritakan ini pada Emilia dan Chiho-
dono nanti.”
“Hey, jangan lakukan itu, bodoh! Tanpa mempertimbangkan Chi-chan, si Emi
itu pasti akan menertawakanku selamanya, jadi jangan beritahu dia!”

“Aku benar-benar ingin melihat kejadian itu. Sang Pahlawan menertawakan


Raja Iblis karena sesuatu yang ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.”

“Lakukan sesuka hatimu, sialan!”

Maou berpaling, wajahnya memerah padam. Karena itulah, dia melewatkan


kalimat yang Suzuno tambahkan dengan pelan.

“Jika memungkinkan.... aku berharap bisa mengatakannya secara langsung,


dan menyaksikan adegan itu.”

“Huuh? Apa itu tadi?”

“Tidak, bukan apa-apa. Lupakan. Aku hanya merasa itu sedikit lucu karena
terlalu mirip dengan manusia.”

“Berisik, berisik! Berani-beraninya kau meremehkanku!”

Maou yang merasa benar-benar kesal, berpaling dari api dan melempar kayu
bakar jauh ke dalam kegelapan, seolah sedang melepaskan amarahnya.

Karena alasan yang tak diketahui, Suzuno menatap punggung itu dengan
ekspresi lembut, dia kemudian tiba-tiba memungut peta yang Ashiya gambar.

“Hey, Raja Iblis.”

“Apa?”

“Kenapa kalian datang ke Ente Isla?”

“Huh?”
Meski wajah Maou tidak bisa dilihat dengan jelas karena bayangan api unggun,
Suzuno bisa dengan jelas melihat kalau ekspresinya sedikit berubah.

“Maksudku bukan yang sekarang. Tapi saat kau, Alsiel, dan Lucifer berencana
menguasai kelima benua di sini sebelum berakhir terdampar ke Jepang.”

“Dengan semuanya yang sudah seperti sekarang ini, kenapa kau menanyakan
hal ini padaku? Dan bukankah sudah kubilang sebelumnya? Itu adalah untuk
menguasai Ente Isla.....”

“Itulah kenapa aku ingin bertanya, kenapa harus menguasai? Bukankah kalian
datang untuk menghancurkan dunia manusia?”

Suzuno teringat apa yang Chiho katakan sebelum mereka berangkat dan
bertanya,

“Menguasai dan menghancurkan itu sangat berbeda. Pada kenyataannya,


Alsiel bahkan mengingat semua informasi dalam masyarakat manusia dan
dengan cantiknya menguasai Afashan? Apa yang sebenarnya terjadi?”

“.....”

“Kau sudah bilang padaku sebelumnya. Jika kita benar-benar memikirkan


keselamatan Chiho-dono, kenapa kita tidak langsung menghapus ingatannya.
Aku akan mengembalikan pertanyaannya padamu. Kenapa kau ingin Chiho
tetap berada di sampingmu?”

“Dari caramu mengatakannya, rasanya seolah aku ini orang jahat yang
mengganggu Chi-chan dan tidak mau melepaskannya.”

“Selalu tidak mau membalas keberanian Chiho-dono, dan menggunakan


kebaikannya untuk menahan jawabanmu dan menyiksanya, kau memanglah
orang jahat.”
“Ugh... me-menyiksanya... itu, tapi.....”

Saat Chiho menyatakan perasaannya pada Maou, mereka bertemu dengan


Suzuno yang berada di daerah itu, ketika mengingat hal tersebut, Maou
mengeluarkan erangan aneh.

“Belakangan ini, aku tidak bisa memahamimu. Bukan sebagai Maou Sadao,
melainkan sebagai Raja Iblis Satan.”

Suzuno menatap api unggun dan menggumam pelan.

“Pada awalnya, aku sangat yakin kalau gaya hidup Maou Sadao di Jepang, itu
hanya untuk menyembunyikan identitas aslimu sebagai Raja Iblis Satan. Aku
selalu curiga kalau kau sebenarnya memandang rendah manusia, dan akan
mengkhianati serta melukai orang lain begitu kau menemukan celah.”

“Kasar sekali. Meskipun bagi iblis, menjadi jahat itu adalah semacam pujian.”

“Tapi, seperti apa kenyataannya? Memiliki semangat taat hukum, melakukan


pekerjaan dengan jujur, membangun hubungan baik dengan anggota
masyarakat, dan bahkan menghormati manusia yang hendak kau kuasai.
Ditambah lagi, itu bukan hanya kau, bahkan Alsiel dan Lucifer pun juga seperti
itu.”

“Apakah Urushihara pernah berinteraksi dengan warga masyarakat?”

“Kulihat dia cukup akrab dengan karyawan Sasuke Delivery.”

“Si Urushihara itu....”

Maksud Suzuno mungkin adalah saat Urushihara membeli barang secara


online tanpa permisi saat Maou dan Ashiya tidak ada. Hal ini membuat bahu
Maou merosot.
“Namun, di sisi lain, kau selalu dengan sembrono menyatakan bahwa kau akan
menguasai manusia dan Ente Isla suatu hari nanti. Walau begitu, kau tidak
memiliki rasa permusuhan yang besar terhadap Emilia yang hanya menjadi
halangan, dan setelah tahu identitas asliku, kau juga sama sekali tidak
mewaspadaiku.”

Suzuno berdiri dengan gerakan yang mencolok, dan menunduk memandang


Maou yang masih membelakanginya.

“Membiarkan Chiho-dono, Emilia, dan aku tetap berada di sampingmu,


keuntungan apa yang kau dapat?”

“Menghemat pengeluaran, dan membuat meja makan malam menjadi lebih


mewah dengan berbagai cara, hanya itu keuntungannya.”

“Meski kau pernah berubah kembali ke wujud Raja Iblis beberapa kali, kenapa
kau tidak kembali, kau bahkan tidak berencana menyingkirkanku dan Emilia,
dan terus tinggal di Jepang sebagai Maou Sadao dengan taat hukum?”

“.....”

“Kedatangan kita kali ini, seharusnya menjadi kesempatan yang besar kan?
Kau yang sekarang, telah memiliki kekuatan yang melampaui seorang
Malaikat Agung, Alsiel dan para iblis bawahanmu juga berada dalam
jangkauan. Kalau kau melupakan soal Jepang dan bumi, dan membunuhku, si
pembuka gate, tak akan masalah bahkan jika kau ingin kembali ke Dunia Iblis.
Kondisi dunia manusia yang sekarang tidaklah sekuat yang sebelumnya,
Emilia juga berada dalam masalah, bukankah ini kesempatan yang bagus untuk
menguasai dunia?”

“....Apa yang sebenarnya kau ingin aku lakukan?”


“Jika itu adalah Raja Iblis yang dibayangkan oleh orang-orang Ente Isla,
sangatlah wajar jika kau melakukan itu, benar?”

Ucap Suzuno secara terang-terangan.

“Tapi sekarang kau bersama denganku. Mengkhawatirkan keselamatan Emilia,


menenangkan Rika-dono, dan berjanji pada Chiho-dono kalau kau akan
kembali ke Jepang, bahkan kau juga meminta Amane-dono untuk melindungi
Jepang.”

“Mengkhawatirkan Emi..... Mungkin tidak sampai segitunya.”

Sepertinya, sampai saat ini, Maou masih tidak sadar akan apa yang dia katakan
secara tak sengaja ketika berada di apartemen sebelum keberangkatan.

“Berdasarkan hal ini, kau yang berencana menguasai Ente Isla, tindakanmu itu
tidaklah konsisten sama sekali. Tapi saat ini, aku memikirkan sebuah asumsi.
Jika asumsi ini benar, tindakan tidak konsistenmu semuanya akan menjadi
jelas.”

“.... Hentikan omong kosong ini. Di dalam drama TV populer, menyampaikan


pendapatmu di tahap asumsi itu tidak baik.”

Maou mencoba mengabaikannya, tapi Suzuno tidak berkeinginan untuk


mundur.

“Raja Iblis Satan.”

“Hentikan!”

Suara tenang Suzuno mencapai telinga Maou.

“Kau mungkin sama sekali tidak berubah kan?”

“Kubilang hentikan....”
“Mata kebijaksanaan Chiho-dono terkadang memang sangat mengerikan.
Tidak, mungkin karena Chiho-dono tidak tahu apa-apa, dia bisa sampai pada
kesimpulan seperti itu. Raja Iblis, kau......”

“Ah~ aku tidak ingin dengar! Aku~tidak~ingin~dengar~~~!”

Maou berbicara keras-keras sambil menutupi telinganya, tapi suara tegas


Suzuno, bisa dengan mudah menembus penghalang semacam itu.

“Kau sebenarnya adalah pria baik nan tulus yang akan membuat orang
bertanya-tanya kenapa kau terlahir sebagai seorang iblis.”

Letupan api unggun terdengar di hutan malam.

“..... Mengucapkan kata-kata itu, apa kau tidak malu sama sekali?”

“Karena aku belajar semuanya dari Chiho-dono. Chiho-dono tahu kalau kau
adalah Raja Iblis dari dunia lain dan tidak pernah meragukannya, meski orang-
orang sering bilang kalau cinta membuat seseorang buta, dalam kasus Chiho-
dono, itu malah membuat mata kebijaksanaannya menjadi lebih sensitif.”

Kata Suzuno dengan santai, membuat Maou lagi-lagi terdiam.

“Dan hal ini juga bisa dilihat oleh Chiho-dono, termasuk Emilia dan aku,
semua orang di Ente Isla sama sekali tidak menyadarinya.”

Konflik di pusat perbelanjaan Shinjuku sekali lagi terlintas di pikiran Suzuno.

Maou mengatakan hal ini pada waktu itu.

“Kau memanglah 'raja' yang memimpin 'penduduk' Dunia Iblis.”

“.... Yeah, aku memang Raja Iblis, terus kenapa?”

Maou masih membelakangi Suzuno dengan tidak senang.


“Apa hubungannya membicarakan masa lalu dengan situasi sekarang? Saat ini,
aku akan menyelamatkan Emi dan Ashiya bersamamu, dan kemudian kembali
ke Jepang bersama semuanya, bukankah itu sudah cukup bagus?”

“Tidak.”

“Kenapa?”

“Sederhananya, karena aku merasa gelisah. Mungkin aku akan diserang saat
sedang tidur, dan saat ini, aku tak bisa menjamin kalau kau dan Alsiel tidak
akan mengkhianatiku setelah sampai di Azure Sky Canopy, dan memulai
aktifitas Pasukan Raja Iblis yang baru.”

“Me-menurutku, apa yang kau katakan tadi itu tidak konsisten sedikitpun.”

“Bagaimanapun, aku telah melakukan pekerjaan yang mengharuskanku


mencurigai orang lain untuk waktu yang sangat lama.”

“Bagaimana bisa seorang pendeta mencurigai orang lain?”

Maou mengernyit dengan punggung yang masih menghadap Suzuno, Suzuno


pun tersenyum hangat dan kemudian...

“Itu benar, meskipun dulu aku seorang Penyelidik, aku masihlah seorang
pendeta tak peduli seberapa jauh aku jatuh, aku..... yosh!”

“Uwah!”

Dorongan kecil di punggungnya, membuat Maou menoleh karena kaget.

Di posisi satu kepala lebih pendek dari dirinya, Maou melihat bagian belakang
kepala Suzuno yang diterangi cahaya api unggun, dia pun sadar kalau Suzuno
sedang duduk saling membelakangi dengannya.
"Ke-kenapa kau tiba-tiba melakukan ini?"

Suzuno tiba-tiba mendekat, menyebabkan Maou kesulitan menyembunyikan


kebingungannya.

"Pendeta tidak akan pernah membocorkan rahasia yang diceritakan melalui


pengakuan dosa."

Sebaliknya, Suzuno berbicara dengan suara tenang yang berlalu melewati


punggung mereka.

"Dengan begini, kau tidak akan melihat wajahku. Raja para iblis, beritahu aku
jika kau tidak keberatan. Kenapa kau menyerang Ente Isla?"

"Yang benar saja, kelakuan macam apa ini...."

Maou menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan menghela napas dalam.

"Biar kukatakan hal ini lebih dulu, sampai sekarang, aku tidak pernah
menceritakan ini pada orang lain, dan itu bukan karena ada rahasia besar di
belakang semua ini. Ini hanya karena tidak ada orang yang pernah bertanya,
makanya aku tidak pernah mengatakannya."

Maou mengucapkan beberapa kalimat pembuka dengan suara pelan.

"Bagi kalian (manusia), ini akan menjadi sesuatu yang membosankan dan bisa
dilihat di manapun, bahkan jika kau tidak bisa terima setelah mendengar
semuanya, aku tidak akan peduli, okay? Aku tidak bisa menjamin ini dapat
disebut sebagai pengakuan."

"Aku mengerti. Aku akan mengingatnya."

Sambil merasakan kehangatan dari punggung Suzuno....

"Huuuh..... Serius, situasi macam apa ini....."


Maou sekali lagi menghadap ke arah hutan malam dan menghela napas dalam.

"Dari mana sebaiknya aku mulai..."

Lalu dia mulai berbicara dengan nada yang terdengar natural, seolah sedang
mengingat apa yang baru saja terjadi beberapa hari yang lalu.

"Aku tidak ingat apakah aku pernah mengatakan hal ini padamu atau tidak, tapi
pokoknya, Dunia Iblis tempatku lahir adalah dunia tanpa harapan yang
dikuasai oleh kekerasan. Iblis kuat akan menyiksa dan melukai iblis yang
lemah kapanpun mereka mau, mereka hanya peduli dengan keberlangsungan
hidup mereka sendiri, Dunia Iblis pada waktu itu adalah tempat yang seperti
itu. Lalu aku membangun sebuah pasukan untuk mengubah dunia itu, dan
dengan bantuan Camio dan Alsiel, aku berhasil memenuhi tujuan
penaklukanku, sebuah negara beradab yang tidak pernah dilihat sebelumnya
pun, lahir di bawah kekuasaanku. Sampai saat itu, semuanya masih bisa
dianggap bagus."

"Yeah."

"Berkat hal ini, sebagian besar iblis lemah tidak lagi mati karena kekerasan
yang tidak masuk akal. Sihir, setelah disistemisasi, menjadi semakin efisien,
dan kekuatannya sedikit demi sedikit meningkat. Hingga saat itu, aku, Camio,
dan Alsiel sama sekali tidak menyadari masalah itu."

Melalui punggungnya, Suzuno merasakan napas Maou yang menjadi sedikit


lebih cepat.

"Seperti yang kau ketahui, iblis bisa memperoleh sihir iblis melalui perasaan
takut dan keputusasaan guna mendapatkan energi yang mereka butuhkan untuk
bertahan. Meskipun penyatuan dunia yang kulakukan berhasil membawa
ketertiban dan kedamaian pada Dunia Iblis, sebaliknya, rasa takut dan
keputusasaan berangsur-angsur mulai menghilang. Dan alhasil, sihir iblis di
Dunia Iblis pun berkurang dengan kecepatan yang begitu luar biasa. Tapi
karena penyatuan itu, populasi malah terus meningkat. Kau bisa menebaknya
kan, alasan kenapa Dunia Iblis dipenuhi dengan sihir iblis sampai sekarang.
Dan aku membuat alasan itu menghilang. Kalau sudah begini, sihir iblis yang
telah terakumulasi pun terpakai dengan kecepatan yang tak dapat dipercaya.
Begitu aku tahu kalau itu tidak akan bertahan lebih dari 500 tahun, aku benar-
benar pusing."

".... Jadi, itu alasan kenapa kalian menyerang Ente Isla? Sungguh alasan yang
biasa."

Maou tidak bisa melihat ekspresi Suzuno. Tapi karena dia tahu dari suara
tersebut kalau Suzuno mendengarkannya dengan serius, Maou melanjutkan
ceritanya,

"Setelah menyerang berbagai negara, menyelesaikan masalah kekurangan


sumber daya melalui perampokan dan penjajahan, sebagai motif perang, itu
benar-benar menggelikan, bukan? Tapi aku tidak punya waktu untuk tertawa.
Bagaimana bisa aku membiarkan penduduk yang mempercayai dan
mengikutiku, dan penduduk Dunia Iblis yang tidak lagi harus khawatir dengan
kekerasan dari bangsa mereka sendiri, kelaparan karena aku salah
perhitungan? Itulah kenapa aku datang ke sini."

"Untuk 'menguasai' Ente Isla?"

Suzuno dengan sengaja menekankan kata 'menguasai'.

"Meskipun kami berpikir kalau kalian berencana memusnahkan manusia


karena kalian terlihat berbeda dan memiliki kekuatan yang besar, sebenarnya
kau tidak pernah punya rencana seperti itu kan?"

"Jika aku bilang ya, akankah manusia memaafkanku?"


"Siapa yang tahu. Tapi saat ini, aku hanyalah pendeta yang mendengarkan
sebuah pengakuan dosa. Jadi aku tidak akan meragukan apa yang kau katakan."

Rasanya seolah Suzuno sedikit tersenyum.

"Jika kami membiarkan manusia punah, hal yang sama hanya akan terjadi lagi.
Lagipula, aku dengar kalau umur manusia itu sangat pendek jika dibandingkan
dengan kami. Hari di mana manusia punah, hanya akan menempatkan para
iblis itu ke tempat yang tidak memiliki apa-apa. Itulah kenapa aku ingin
membuat keadaan di mana para manusia menghasilkan perasaan takut yang
cukup dan menguasai mereka. Karena itulah, aku dengan ketat memerintahkan
Empat Raja untuk membunuh siapapun yang melawan, tapi juga menerima
manusia yang menyerah. Huft, meskipun ukuran implementasinya berbeda
berdasarkan si iblis itu sendiri."

"Begitu ya. Jadi itu alasan kenapa para keluarga kerajaan masih hidup dengan
aman sekarang."

Sebelum Suzuno datang ke Jepang, dia hanya tahu kekejaman yang dilakukan
oleh para Jenderal Iblis hingga batas tertentu, dan memang terdapat perbedaan
besar antara benua timur, barat, selatan, dan utara.

Pada saat itu, berdasarkan statistik yang terkumpul, kecuali Benua Utama yang
menjadi tempat munculnya Kastil Iblis, jumlah manusia yang mati utamanya
terkonsentrasi di benua selatan dan barat, sementara jumlah korban di benua
timur dan utara, relatif lebih rendah.

"Setelah itu, semuanya sama seperti yang kau ketahui. Emi berhasil
membebaskan berbagai benua dan pada akhirnya, aku menjadi pemimpin
pasukan yang kalah dan terdampar ke Jepang. Hey, ini sangat membosankan,
bukan?"
Suzuno yang merasa kalau Maou itu terlihat lucu karena terus menekankan
kata bosan untuk menaikkan pertahanannya, sedikit tersenyum sambil berhati-
hati agar tidak ketahuan.

"Tidak semembosankan itu. Hanya tahu bahwa kau tidak ada bedanya dengan
raja manusia saja sudah sangat membantuku. Tapi, ada satu hal yang tidak
kupahami."

"Huh?"

Ketika Maou menoleh, ternyata Suzuno juga melakukan hal yang sama,
menyebabkan pandangan mereka saling bertemu.

"Setelah datang ke Ente Isla, apa yang kau lakukan?"

"..... Aku?"

Maou balik bertanya, merasa kaget.

Seolah dia tidak memperkirakan pertanyaan ini sama sekali.

Tidak menyangka pertanyaan tersebut, dengan kata lain, itu artinya orang di
sekitar Maou tidak pernah bertanya padanya mengenai hal itu.

"Yeah, benar sekali. Setelah ibukota Benua Utama, Isla Centrum hancur,
sampai pertarungan final dengan Pahlawan Emilia, tak ada seorangpun yang
pernah mendengar nama Raja Iblis Satan. Orang yang bertugas menyerang
benua timur, barat, selatan, dan utara adalah para Jenderal Iblis kan? Aku ingin
tahu, setelah menyerahkan semua tugas penyerangan kepada Pasukan Raja
Iblis, apa yang Raja Iblis sendiri lakukan?"

Mata Suzuno merefleksikan cahaya api unggun yang berkobar.


Dan baru sekarang lah Maou sadar kalau mata mereka sudah saling bertatapan
untuk waktu yang lumayan lama, dia pun dengan panik mengalihkan
pandangannya.

"Jika kau tertawa, aku tidak akan bercerita lagi."

"Ternyata kau benar-benar pengecut. Apa kau tidak percaya diri dengan apa
yang kau lakukan sebelumnya?"

"Karena aku sedang berbicara tentang kegagalanku, mana mungkin aku punya
kepercayaan diri?"

Pertama Maou mengucapkan kalimat tersebut dengan tidak senang....

"Aku mempelajari manusia."

Dan kemudian mengatakan hal itu dengan suara yang sangat pelan.

"Memang tidak separah iblis, tapi orang-orang yang berbeda dalam hal suku
bangsa, bahasa, dan penampilan ini, mereka benar-benar bisa membangun
sebuah masyarakat pasca perang dan menjalani kehidupan dengan bekerja
sama, ini membuatku berpikir kalau manusia itu benar-benar species yang
sangat misterius."

"......"

"Ketika melihat seseorang terluka di pinggir jalan, orang yang menginjak


orang itu pasti adalah iblis dari Dunia Iblis kami, dan orang yang membantu
dan menyembuhkannya, pasti adalah manusia. Datang darimana perbedaan
ini?"

"Tidak semua manusia itu baik dan mulia."

"Meski begitu, tidak semuanya juga sampah seperti iblis."


Maou menghela napas pelan, dan menengadah ke arah langit.

"Aku melakukan banyak hal-hal kecil. Seperti merenovasi kamarku yang ada
di Kastil Iblis hingga menjadi seperti milik penguasa manusia. Karena itu akan
menjadi kamar penguasa mutlak seluruh dunia manusia, suatu hari nanti
keluarga kerajaan dari seluruh dunia pasti akan datang dan menyatakan
kesetiaannya padaku, aku bahkan memikirkan hal-hal membosankan itu
sebelumnya."

"Oh, aku tiba-tiba merasa seperti melihatnya."

"Berisik, aku tidak akan pernah menunjukkan kamarku pada seseorang yang
kukenal. Selain itu, hal-hal seperti bahasa manusia, kehidupan masyarakat
manusia, dan lain sebagainya, aku mengumpulkan banyak informasi melalui
kota-kota yang telah hancur dan melakukan penelitian. Tentu saja salah satu
alasannya adalah untuk menyelidiki sesuatu yang sebaiknya dilakukan agar
aku berhasil menaklukan kalian."

"Dan apa kau belajar sesuatu dari penyelidikanmu?"

"Karena aku tidak dapat apa-apa, itulah kenapa aku berakhir dengan bekerja di
Jepang."

Maou mengangkat bahunya.

"Tapi pada akhirnya aku berhasil. Dari saat aku memutuskan menyerang kalian
hingga saat aku dikalahkan oleh Emi dan terdampar di Jepang, aku sama sekali
tidak bisa memikirkan perbedaan antara manusia dengan kami. Tapi tak
kusangka, setelah tiga hari terdampar di Jepang, aku akhirnya paham."

"Apa itu?"
"Itu ternyata adalah hal yang sangat sederhana. Kalau sekarang kupikir-pikir,
itu adalah sesuatu yang begitu alami, sehingga terasa agak lucu."

Setelah Maou mengucapkan hal tersebut, ia menoleh ke arah Acies yang


tertidur dengan ekspresi bahagia di wajahnya.

"Itu adalah apakah kita butuh makan atau tidak, itu saja."

Jawaban itu, membuat Suzuno mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah


Maou.

"Apa maksudmu memakan makanan?"

"Yeah."

Maou mengangguk dengan sungguh-sungguh.

Setelah terdampar di Jepang, Maou pernah masuk rumah sakit dengan diantar
ambulans karena dehidrasi dan malnutrisi. Dia tidak akan pernah melupakan
langit-langit rumah sakit yang dia lihat ketika terbangun setelah tidur tiga hari
tiga malam.

"Kami, para iblis, sama sekali tidak perlu melakukan sesuatu yang khusus
untuk mendapatkan sihir iblis yang kami butuhkan untuk bertahan. Meski ada
beberapa dari mereka yang akan memakan seseorang yang mereka bunuh
karena rasa tertarik, tapi itu benar-benar hanya karena ketertarikan dan
tentunya bukan disebabkan alasan seperti sekarat karena kami tidak makan.
Tapi manusia berbeda. Asalkan seseorang memiliki uang, orang itu bisa
memakan makanan lezat yang dibuat oleh seseorang, ataupun sesuatu yang
bagus bagi tubuh mereka, karena seseorang perlu makan dan ingin memakan
sesuatu yang mereka sukai, manusia akan bekerja dan mendapatkan uang.
Masyarakat manusia terbentuk seperti ini. Dari faktor pembentuk masyarakat
saja, itu sudah sangat berbeda dari kami para iblis.... dan waktu itu, aku bahkan
tidak tahu hal sederhana seperti ini."

"..... Raja Iblis?"

"Karena aku tidak tahu... aku menyebabkan banyak orang yang


mempercayaiku mati. Dan aku dengan dangkalnya berpikir kalau manusia bisa
ditaklukan hanya dengan kekuatan dan sihir iblis."

Getaran bisa dirasakan dari bagian punggung Maou yang bersentuhan dengan
punggung Suzuno.

"Hey, apa kau....."

Suzuno mau tidak mau berkeinginan untuk menoleh, namun dia dengan lembut
langsung didorong kembali oleh tubuh Maou.

"Aku tidak menangis, okay! Orang yang seharusnya menangis adalah Pasukan
Iblis yang mengikuti orang bodoh seperti diriku, atau mereka yang terbunuh
oleh orang bodoh sepertiku, atau juga orang seperti Emi yang mengalami
pengalaman tragis. Aku telah salah, walau aku seorang raja, aku telah membuat
kesalahan."

Maou yang sedang membungkuk, terlihat begitu kecil.

Selama pertarungan yang terjadi di SMA Sasahata, Maou datang untuk


menyelamatkan Suzuno, Chiho, serta Urushihara, dan menunjukkan kekuatan
yang cukup untuk melampaui malaikat dan iblis, layaknya aura milik sang raja,
tapi saat ini, hal itu sama sekali tidak bisa dirasakan dari dirinya.

".... Meski begitu, kau masih harus mengambil tindakan, benar? Karena kau
adalah raja."
Kata Suzuno ke arah punggung itu dengan lembut, punggung Maou pun
gemetar.

"Kau harus meletakkan dunia manusia dan nyawa pendudukmu di atas sebuah
timbangan dan membandingkan mereka, iya kan? Raja Iblis....."

Suzuno mengangkat kepalanya, dan bertanya pada Raja Iblis Satan di


belakangnya, yang mana ekspresinya tidak bisa dilihat.

"Dosa yang menyebabkan rasa sakit di hatimu, apa itu?"

"Dosa-dosaku...."

"Apakah itu membunuh manusia dan menyerang Ente Isla?"

"Bukan."

Maou menyangkalnya dengan tegas.

Meski begitu, Suzuno tetap tak bergeming dan terus bertanya dengan nada
yang tenang.

"Lalu apa itu?"

"Itu adalah mengkhianati kepercayaan rakyatku, memaksa mereka berada di


jalan kematian.... dan sebagai seorang raja, aku telah memilih jalan yang
salah....."

"Jika kau merasa menyesal mengenai hal itu, apa yang seharusnya kau
lakukan?"

"......"

Maou membiarkan kata-kata Suzuno tenggelam ke dasar hatinya, kalimat demi


kalimat, dan di saat yang sama, membuka mulutnya dan mengatakan,
"Meski begitu, tak peduli apapun yang terjadi, sampai saat aku tidak lagi
menjadi raja, aku akan terus hidup sebagai seorang raja."

"Benar sekali."

Suzuno menyunggingkan sebuah senyum, perlahan bangkit dan meninggalkan


punggung Maou, tapi dia tidak melihat ekspresi pria yang telah mengakui
dosanya itu, melainkan mendongak menatap langit berbintang.

"Bukankah kau sudah bilang begitu sebelumnya? Untuk membimbing orang-


orang yang mengikutimu ke arah yang benar, kau harus terus melihat ke arah
yang kau anggap benar, dan terus hidup. Sampai raja baru menggantikanmu,
kau harus terus menarik orang-orang yang ada di belakangmu. Kau ingin
menjadi raja yang bisa menaklukan iblis dan manusia di saat yang sama kan?"

"...... Oh ya, apa ini juga termasuk pengakuan?"

Balas Maou dengan ekspresi yang terlihat seolah bisa saja menangis ataupun
tersenyum, seolah-olah dia akan segera hancur.

"Dewa-dewa dalam kepercayaanmu, apakah mereka mau memaafkan dosa-


dosa iblis?"

"Huft, normalnya sih, mereka tidak akan mau, lagipula ini kan dosa raja para
iblis."

"Hey, kau sudah membuatku berbicara sejauh ini, bukankah itu terlalu
keterlaluan?"

Maou membantah jawaban tanpa ragu Suzuno dengan seluruh kemampuannya,


tapi Suzuno menggelengkan kepalanya dengan sebuah senyum tenang, dan
mengatakan,

"Tapi aku memaafkanmu."


"Suzuno?"

Maou pun menoleh.

Hal pertama yang dia lihat adalah bagian belakang jubah yang dipakai oleh
seorang pendeta, dan di wajah Suzuno yang perlahan menoleh, terdapat
senyum hangat yang tidak pernah Maou lihat sebelumnya.

"Satan, Raja dari para iblis. 'Kesendirian' dan 'dosa' sebagai seorang raja, aku
telah mendengarnya dengan jelas. Aku menilai bahwa apa yang kau katakan
itu benar, dan dengan nama Crestia Bell, aku memaafkan dosa-dosamu.
Bahkan jika dewa atau siapapun yang ada di dunia ini tidak memaafkanmu, hal
itu tetap tak akan berubah.... Kau telah melakukannya dengan baik."

Maou menatap wajah Suzuno dengan linglung, tapi setelah kembali tersadar
beberapa saat kemudian, dia mengernyit dan mengatakan,

"A-ada apa denganmu? Jangan-jangan ada sesuatu yang aneh di dalam pie
yang kita makan hari ini?"

"Mungkin, bahkan aku pun merasa kalau aku ini sudah gila."

Wajah suzuno terlihat sedikit memerah di bawah cahaya api unggun.

"Ini cuma masalah sederhana. Kau telah menyelamatkanku beberapa kali.


Bahkan jika kau tidak berniat melakukannya, kupikir aku tetap harus
membalasmu, dan aku takut kalau....."

"A-apa?"

"..... Tidak, lupakan."


Suzuno sedikit menggelengkan kepalanya, pergi dari hadapan Maou seolah
sedang melepas ketegangannya, duduk di sisi lain api unggun, dan tersenyum
kecut.

"Jika aku terus berbicara, aku hanya akan terus mengeluh. Itu akan jadi seperti
menaruh kuda di depan kereta jika aku membuat si pengaku merasa gelisah,
ditambah lagi, jika aku mengutarakannya dengan gamblang, aku mungkin akan
membuat Chiho-dono marah."

"Ke-kenapa kau membawa Chi-chan di saat seperti ini?"

".... Sekarang akhirnya aku paham betapa sulitnya hal ini bagi Chiho-dono."

Meskipun dia berbicara seolah tidak sanggup menahannya lagi, tapi wajah
Suzuno, diterangi oleh cahaya api, masih dihiasi dengan sebuah senyum.

"Akhir-akhir ini, aku sangat mempercayai Chiho-dono. Anggap saja seperti itu.
Aku.... tidak memiliki keyakinan yang Chiho-dono miliki, aku juga tidak
memiliki keberanian seperti dia."

"Huft...."

Maou menghindari poin penting dalam masalah ini dan berhasil melewatinya,
tapi tidak bisa terus membantah, dia hanya bisa tetap diam.

"....Raja Iblis."

"Apa lagi kali ini?"

Ini mungkin hanya imajinasi Maou, tapi ekspresi Suzuno saat ini, karena alasan
yang tak diketahui, terlihat diselimuti kesedihan.

"Apapun yang kau pikirkan, aku akan mempertaruhkan harga diri seorang
pendeta untuk menerima kata-kata itu, jadi aku tidak akan memberitahu
siapapun. Namun... jika kau bermaksud menceritakannya suatu hari nanti,
maka beritahu Emilia......"

"Tidak mau."

"... masalah tadi..... Eh?"

"Khusus Emi, aku tidak akan memberitahunya."

Nada kelewat tegas Maou, membuat Suzuno menganga karena kaget,

"Bukankah yang seperti itu tidak adil?"

Maou menggelengkan kepalanya dengan nada setegas ekspresinya.

"Tidak adil?"

"Setelah berinteraksi dengannya beberapa bulan terakhir, aku pun tahu,


meskipun dia terus mengoceh soal Pahlawan lagi dan lagi, tapi secara mental
dia itu sama seperti tahu. Butuh usaha keras untuk membuatnya berdiri lagi,
jika dia menjadi bimbang seperti kemarin, tidakkah kau merasa kalau itu akan
sangat merepotkan?"

Usai mengatakan hal itu dengan cepat, Maou menundukkan kepalanya dan
menggumam,

"Bagi Emi, aku adalah raja dari para pengganggu yang telah mengacaukan
hidupnya. Itu saja sudah cukup."

"Tapi, itu....."

"Meskipun ayahnya masih hidup, kenyataan bahwa aku telah mencuri bagian
hidupnya itu tak bisa dibantah lagi, aku telah meletakkan nyawa jutaan
manusia, termasuk dia dan nyawa rakyat dan negaraku di atas timbangan, aku
membandingkan mereka, dan pada akhirnya aku memilih rakyat dan
negaraku."

Kata Maou dengan pelan seakan sambil mencerna kata-kata-katanya sendiri.

"Aku tidak peduli apa yang kulakukan padanya, aku juga tidak mengharapkan
kata maaf darinya, dan tidak berada dalam posisi untuk menerima maafnya.
Jika aku memberitahunya hal ini, aku hanya akan membuat dia kehilangan
pijakannya. Ditambah lagi, kali ini, dia sudah menyebabkan banyak masalah
untuk kita."

"Raja Iblis, kau....."

"Kali ini, kita juga harus menyelesaikan masalah dengan Ashiya, Alas Ramus,
Acies, dan Nord. Karena orang yang mengangkat Emi menjadi Jenderal Iblis
adalah aku dan karena aku membuatnya mengambil tanggung jawab ini, aku
pun punya tanggung jawab untuk menyelamatkannya. Ini adalah masalah yang
sepenuhnya berbeda dengan masalah Pahlawan ataupun Raja Iblis, jadi....."

Maou menatap ke arah Suzuno.

"Meskipun kita berhasil mengalahkan Emi, jangan beritahu dia hal yang tidak
perlu. Kali ini, kau, sebagai pendeta, bilang kalau ini adalah pengakuan dosa,
makanya aku membuat pengecualian dan memberitahumu. Si Emi itu sekarang
menjadi lemah karena dia merasa punya tanggung jawab, kau bisa coba
memberitahu dia masalahku, dan lihat bagaimana dia akan bimbang karenanya.
Dia pasti akan sangat bimbang. Itu....."

Maou perlahan berdiri, membelakangi Suzuno, dan berjalan menuju tendanya.

"... akan lebih baik jika dia mencelotehkan satu dua kalimat sarkas setiap kali
dia melihatku. Jika tidak, bahkan pace ku pun akan kacau."
"Raja Iblis...."

"... Ah, hey, kalimat tadi itu juga termasuk pengakuan, jangan beritahu pada
siapapun, okay?"

Maou sedikit membungkuk, berbalik, dan menunjuk ke arah Suzuno, dan


setelah menyelesaikan kalimatnya, dia langsung masuk ke dalam tendanya
tanpa menunggu jawaban.

"......"

Suzuno tak bisa berbuat apa-apa selain memeluk tubuhnya, yang mana hingga
beberapa saat yang lalu, merasakan suhu tubuh Maou.

"Kau benar-benar pria yang baik..... dan juga kejam."

Usai memasang senyum mencela diri, Suzuno mendongak menatap bulan


merah dan biru yang melayang di langit malam, dan menggumam pelan,

"Emilia.... bagaimana kau akan menjalani kehidupanmu 'mulai dari


sekarang'?"

"Fwah... Melon ham... Uhm."

Satu-satunya manusia yang menggenggam sebagian kebenaran yang bisa


mengubah perang.... Crestia Bell, merasa seolah dirinya tak bisa melihat masa
depan macam apa yang akan ditunjukkan oleh kebenaran itu.

"Roti udang rebus.... telur goreng dengan roti panggang...."

"Bukankah kau hanya menggabungkan makanan yang belum pernah kau


makan sebelumnya?"
Dan begitulah, bahkan igauan serakah seorang gadis polos yang berubah
menjadi kepompong pun, terasa seperti penyegar bagi Suzuno yang sedang
menata pemikiran rumitnya.

"Dan aku, 'mulai dari sekarang'..... akan menjadi apa?"

Suzuno memeluk tubuhnya dengan erat, dan begitu ia mengingat detak


jantungnya yang menjadi semakin cepat, dia sekali lagi menghela napas.

XxxxX

Kota pedagang Kuifan akan secepatnya berhasil diduduki.

Dengan di bawah bendera kedatangan kedua Pahlawan Emilia, Pasukan


Kesatria Hakin yang berangkat dari Fangan dan menyebut diri mereka 'Fangan
Milita' mulai bertarung dari area sebelah barat Ibukota Kerajaan Azure Sky
Canopy, mereka berencana membebaskan berbagai kota yang dikuasai oleh
pasukan yang dipimpin para kepala suku Malebranche.

Milita berturut-turut mengambil alih kota-kota yang telah dikuasai oleh


anggota Pasukan Raja Iblis baru, yaitu kepala suku Malebranche, dan pada
akhirnya, mereka berhasil mencapai kota besar sebelum Azure Sky Canopy,
Kuifan.

Pertarungan pengepungan dimulai dengan keuntungan besar dari pihak Milita.

Karena Kuifan merupakan sebuah kota pedagang, kota ini tidak memiliki
dinding kokoh ataupun bangunan pertahanan, jalan yang lebar dengan mudah
dimasuki oleh pasukan besar, dan Milita menumpas Malebranche yang ada di
hadapan mereka dalam sekejap mata.
Kepala suku Malebranche yang mendiami Kuifan, Scarmiglione telah
dipojokkan.

“Lapor! Garis depan pasukan Jokokin telah berhadapan dengan kepala suku
musuh! Mereka sudah mulai bertarung sekarang!”

Ketika si pembawa pesan berlari masuk ke dalam tenda operasi Milita dan
melaporkan informasi itu, Emi perlahan berdiri.

“Biarkan aku pergi. Kekuatan para kepala suku ini benar-benar berbeda dengan
Malebranche normal, dengan kekuatan tempur yang tidak cukup, pertarungan
ini tidak akan bisa dimenangkan.”

Emi tidak menggunakan pedang sucinya, melainkan mengambil pedang yang


Olba siapkan untuknya dan bersiap meninggalkan tenda, tapi dia dihentikan
oleh sebuah suara.

“Tidak, kau tidak perlu melakukannya.”

Emi menoleh dan menatap tajam penasehat pihak Milita, Olba, yang tetap
berada di tenda dan bersiaga.

“Olba, apa kau ingin Kesatria Hakin mati sia-sia? Kalau aku pergi, ini akan
berakhir dalam sekejap.”

“Meskipun kau benar, seorang Jenderal tidak seharusnya memasuki medan


perang dengan begitu mudahnya. Tak masalah jika mereka mengalami
pertarungan yang sulit, tapi jika Jenderal muncul ketika pasukan sedang berada
dalam keadaan menguntungkan, itu akan berdampak pada moral pasukanku!”

“Tapi.....!”

Tangan Emi yang ia gunakan untuk memegang gagang pedang, gemetar.


“Emilia, kau adalah Jenderal simbolik dari Milita ini. Tolong jangan bertindak
terlalu gegabah. Keberanianmu saja sudah cukup untuk memberikan mereka
keteguhan.”

“Ugh.....”

Emi melirik ke arah perwira pasukan Hakin yang sudah bersiap siaga di tenda
semenjak meninggalkan Fangan.

Mereka semua sama sekali tidak mengerti tujuan Emi, dan wajah mereka
dipenuhi dengan harapan dan keteguhan.

“Kalau begitu, setidaknya aku bisa memberikan saran. Karena kemenangan


kita sudah dipastikan, kita tidak perlu membuat lebih banyak lagi pengorbanan.
Berikan peringatan menyerah pada pasukan Malebranche. Tujuan kita adalah
untuk membebaskan Kuifan, bukan melakukan pembantaian sepihak.....”

Emi memberikan saran dengan wajah yang nampak seperti memohon, tapi
Olba menjawabnya dengan terkejut,

“Emilia, apa kau bilang kita harus melepaskan para iblis itu?”

“Itu......”

Seluruh tatapan orang yang ada di tenda tertuju ke arah Emi.

Emi tidak bisa langsung menjawab pertanyaan Olba.

Emi tidak sanggup menata perasaannya yang tak dapat memberikan jawaban,
saat pembawa pesan lain berlari memasuki tenda,

“Ada sebuah Idea Link dari pasukan garis depan! Pesan penting! Itu adalah
pesan penting!”
Belum ada lima menit semenjak transmisi terakhir, namun sudah terdapat
kegembiraan di wajah tentara tersebut, melihat hal itu, Emi menarik napasnya
merasa putus asa.

“Pesan penting dari pasukan garis depan! Berhadapan dengan kepala suku
Malebranche, mereka berhasil mengalahkan musuh setelah pertarungan sengit!
Kepala suku musuh sudah dipastikan tewas! Kita berhasil membebaskan
Kuifan!”

“Uoooohhh!!”

Tenda dibanjiri dengan sorakan, meski Emi jelas-jelas menunjukkan ekspresi


kaku, tak satupun dari mereka yang ada di tempat itu menyadarinya.

Kabar yang pembawa pesan itu bawa dengan gembira adalah apa yang paling
Emi takuti.

“Itu hanya...... seorang iblis, yang telah lenyap hanyalah musuh manusia....”

Ketika semua orang tenggelam ke dalam euforia keberhasilan pembebasan


Afashan, di dalam Milita, hanya Emi yang diam memeluk kakinya, berjongkok
di dalam tenda yang kosong.

“Itu benar, ini adalah balasan. Mereka ingin menguasai Ente Isla meniru
Pasukan Raja Iblis, mereka adalah sisa-sisa dari Dunia Iblis.... mereka
hanyalah iblis mengerikan yang seharusnya manusia kalahkan.... dan mereka
hanya berkurang satu.”

Suara Emi saat dia sedang menggumam sendiri sama sekali tak berisi emosi,
seolah dia hanya murni merunut fakta tanpa perasaan apapun.

“Iblis, adalah musuh. Mereka adalah musuh Ente Isla dan musuhku, asalkan
kita membunuh mereka, dunia akan mendapatkan kembali kedamaiannya....”
'Apa... sebenarnya iblis itu?'

“Ugh.”

Takut akan suara yang berasal jauh dari dalam hatinya, Emi memeluk tubuhnya
dengan erat seolah ingin memeras sesuatu dan membuat dirinya semakin kecil.

“Mu-musuh. Iblis adalah musuh manusia. Musuh mengerikan, yang telah


mengancam manusia.....”

'… mirip sekali dengan Malebranche di hari itu... mirip seperti kepala suku
Malebranche bodoh yang sangat yakin kalau mereka bisa melakukan balas
dendam untuk Raja Iblis Satan dan para Jenderal Iblis.'

“Ugh!!”

Emi memegangi kepalanya dan mengerang.

Dia seharusnya sudah mengetahui hal ini.

Selama periode lebih dari setahun ini, dia sudah melihat dunia, manusia, dan
iblis yang benar-benar berbeda.

“Kenapa... meskipun yang mati adalah iblis, aku masih sangat....”

Dia tidak ingin bilang kalau musuh juga punya masalah mereka sendiri.

Dia memang memiliki keraguan di hatinya, tapi jika dia menghadapi Maou dan
para iblis itu, dia tetap menganggap mereka sebagai musuh.

Namun, yang telah mati adalah kepala suku Malebranche yang tidak pernah
dia lihat, tapi kenapa dia terasa dicengkeram oleh perasaan bersalah seperti ini.

Jika para Malebranche tidak dikalahkan di sini, Kuifan akan terus dikuasai oleh
iblis.
Untuk membebaskan rakyat Kuifan, bertarung adalah pilihan yang tepat.

“....Mama.”

Saat ini, secara mental Emi benar-benar lelah, sampai dia tidak bisa mendengar
panggilan Alas Ramus di dalam tubuhnya.

Emi berdiri dengan lemah, dan tanpa bisa menata perasaan kuat yang telah
mengacaukan pikirannya, dia kembali ke tenda pribadinya, dan jatuh di ranjang
bahkan tanpa melepas armornya.

Emi, berbaring di atas tempat tidurnya dengan lemah, memasuki alam mimpi
dengan keadaan yang mirip seperti kematian.

“....Ugh.”

Emi tertidur dengan seringai di wajahnya, Alas Ramus kemudian muncul di


sebelahnya, dan menggunakan tangan kecilnya untuk menyentuh pipi
mamanya yang sudah sangat kelelahan.

Kali ini,

“Uu?”

Alas Ramus menatap ke arah langit-langit seolah menyadari sesuatu.

“Siapa itu?”

Walaupun sesaat dia merasakan sebuah kehadiran yang begitu nostalgia,


seperti sebuah kerikil di padang pasir, hal itu seketika menghilang di dalam
keberadaan dunia.

Meski begitu, Alas Ramus tetap meletakkan tangannya di atas dahi, dan
memandang kegelapan sekitar untuk waktu yang sangat lama.
XxxxX

“Ah~h berantakan sekali.”

“.....”

“Kau juga mendengarkannya kan? Aku sudah menghentikan mereka


sebelumnya, okay?”

“.....”

“Hey~ ayolah bicara sebentar, ini tidak seperti kita tidak saling mengenal.”

“.... Apa yang kau rencanakan?”

“Oh, akhirnya kau mau berbicara.”

Tempat ini adalah tahta di puncak kastil Azure Sky Canopy. Di ruang tahta di
mana Unifying Azure Emperor yang memerintah kekaisaran Afashan
seharusnya berada, sekelompok orang tergeletak di atas lantai.

Yang tergeletak di atas lantai adalah orang-orang kuat dari Pasukan Kesatria
Hakin.

Orang yang menyebabkan mereka terbaring di lantai ruang tahta adalah....

“Bagaimana, Ashiya-kun, tidak, Jenderal Iblis Alsiel, seperti apa rasanya


singgasana Azure Sky Canopy, setelah kembali mendudukinya untuk waktu
yang sangat lama??”

“.....Ini menjijikkan.”
Dua buah ekor yang mirip seperti tulang melambai dengan tidak sabar, dari
singgasana, Alsiel menatap tajam Gabriel yang sedang bersandar di tiang dekat
pintu masuk dan memandang ke arah singgasana dengan riang.

Meskipun kain UNIxLO robek yang tidak dapat menahan perubahan ukuran
masih menempel di tubuhnya, aura keberadaan iblis itu tetap terasa begitu
murni.

“Malaikat Agung Gabriel, apa yang kau rencanakan?”

“Aku tidak merencanakan apa-apa. Kami para malaikat tidak akan secara
khusus membantu manusia, dan tempat ini bukanlah jepang, kau sadar akan
hal ini, kan? Hey, berbahagialah! Kau akhirnya kembali ke Ente Isla yang
sangat kau rindukan. Sihir iblismu juga telah sepenuhnya pulih, kau tidak perlu
lagi menggunakan tangga ketika kau pergi ke supermarket, kau juga tidak perlu
lagi memelototi label harga cairan pembersih.”

Gabriel membentangkan tangannya, dan memperlihatkan postur yang


mencurigakan,

“Huft, aku tahu ini memang seperti bohong. Maaf maaf.”

Karena Alsiel sama sekali tidak merespon, Gabriel hanya bisa mengakhiri
percakapan tersebut sendiri.

“.... Apa ini benar-benar Azure Sky Canopy?”

“Benar sekali. Apa kau ingin melihatnya?”

“Hmph.”

Alsiel menjawab singkat, turun dari singgasana, dan melewati Gabriel.

“Ugh.... Ugh.....”
Seolah ingin mengejar punggung iblis itu, para kesatria yang terbaring di lantai
mengerang.

“Bodoh sekali~ mereka tetaplah para elit Afashan, Kesatria Hakin, tapi kenapa
semuanya sulit untuk ditangani. Meski aku sudah memberitahu mereka kalau
mereka tidak akan bisa mengalahkanmu dan menyuruh mereka agar tidak
bertindak sembrono, mereka malah panik melihat perubahanmu, sampai-
sampai aku tidak bisa menghentikan mereka tepat waktu. Terima kasih sudah
tidak membunuh mereka.”
“.... Tidak ada gunanya membunuh mereka, membunuh mereka itu percuma.”

Usai berjalan keluar menuju balkon puncak kastil, Alsiel menggumam.

Ketika Ashiya mendapatkan kembali wujud Alsiel nya, Pasukan Kesatria


Hakin yang bertugas mengawasinya sekejap menjadi panik.

Mereka sebenarnya ingin mengikat Alsiel yang terlihat tidak ingin melakukan
apa-apa ke tahta, tapi pada akhirnya mereka malah berakhir seperti ini.

Meskipun dia melihat pemandangan ibukota Afashan di depan mata kepalanya


sendiri, ekspresi Alsiel sama sekali tidak berubah dan malah balik menatap
Gabriel yang memasang senyum remeh di wajahnya.

“Pekerjaan macam apa yang hendak kau paksa padaku?”

“Oh, kau tahu?”

“Ayah Emilia muncul di apartemen itu hanyalah sebuah kebetulan. Jika


kekacauan terjadi di sekolah Sasaki Chiho, wajarnya Bell lah yang akan
bertindak. Karena itu, tujuanmu pasti aku.”

“Bisa saja itu Lucifer dan Satan?”

“Jika memang demikian, kau seharusnya datang ketika mereka berada di


rumah. Kau bukanlah tipe orang yang akan menyerang tanpa memastikan
target lebih dulu.”

“Haha, baik baik, memang seperti itu. Pekerjaanmu sederhana. Kau hanya
harus duduk di tahta itu. Apa yang terjadi selanjutnya akan berkembang dengan
sendirinya.”

“....”
Setelah menoleh dan menatap tatapan remeh Gabriel, Alsiel menutup matanya
sesaat untuk berpikir.

“Aneh sekali.”

“Eh?”

“Kalau begitu, kenapa kau membiarkanku melihat keluar?”

“Uh? Apa ada masalah?”

“Jika kau memang berencana membiarkanku duduk di singgasana ini, maka


Gabriel, kau tidak mungkin akan mengizinkan memastikan situasi di luar.
Memastikan situasi ibukota kerajaan, Azure Sky Canopy, di mana sama sekali
tak terlihat ada Malebranche.”

“....Oohhh.”

Meskipun nada Gabriel terdengar tenang, ekspresinya tak disangka terlihat


takjub.

“Bahkan, kau tidak seharusnya muncul di hadapanku. Pekerjaan menculikku,


seharusnya dilakukan oleh Malebranche dan manusia, benar?”

“Boleh aku bertanya kenapa kau berpikir seperti itu?”

“Sederhana. Karena meski semua kepala suku Malebranche menyerangmu


bersamaan, mereka bukanlah tandinganmu. Dan kalian bukanlah eksistensi
mulia seperti yang dipuja-puja oleh manusia di alkitab. Kalau begitu, akan
lebih sederhana untuk berpikir kalau semua ini adalah karena aksi dari Surga.
Olba Meyers dan Barbariccia, keduanya telah tertipu oleh kata-kata manis
kalian, itulah kenapa kau berada di sini sekarang, benar?”

“.....”
“Begitu seseorang melihat figur para malaikat, mereka akan menyimpulkan
bahwa, entah Malebranche sedang membangun Pasukan Raja Iblis baru,
ataupun Afashan menyatakan perang terhadap benua lain ketika dikendalikan
oleh Malebranche, itu hanyalah hal yang terjadi di permukaan. Tujuanmu
tersembunyi di balik semua ini. Logikanya, bukan kau yang seharusnya
muncul di hadapanku.”

“Hm..... ini akan jadi sangat merepotkan.”

Gabriel menggaruk perutnya dengan kasar, dan memperlihatkan postur


menyerah.

“Ini seperti apa yang kau simpulkan. Aku tidak seharusnya muncul di
hadapanmu. Orang yang seharusnya ada di sampingmu ketika kau terbangun,
adalah Barbariccia. Itu demi.....”

“.... membuat kesan kalau 'Alsiel telah kembali', benar?”

Alsiel menyela Gabriel dan berbicara.

“Rasanya seperti pahlawan besar dari alam semesta.”

“Karena di antara keempat Jenderal, hanya akulah yang tidak memiliki catatan
bertarung dengan Emilia.”

“Kau sama sekali tidak membantahnya.... ya? Untuk situasi ini, haruskah aku
yang membantah?”

“Aku dengar beberapa orang menyebar rumor palsu tentang pertarungan yang
terjadi di Kastil Iblis di Benua Utama. Jika situasinya berubah menjadi Jenderal
Iblis Alsiel kembali ke Afashan yang dikendalikan oeh Malebranche, semua
orang akan merasa kalau Pasukan Raja Iblis akan menyerang lagi.”

“Yeaaahh, terus?”
“Dan kemudian.... orang-orang di Ente Isla akan berharap kalau sang Pahlawan
kembali, dan menumpas Pasukan Raja Iblis yang menyerang lagi. Karena hal
inilah, kalian menggunakan suatu cara untuk membuat Emilia tetap berada di
sini, kan?”

“Karena kau sudah berbicara sejauh ini, maka aku akan mendengarkannya
sampai akhir.”

".... Kebangkitan Pasukan Raja Iblis dan kemunculan Sang Pahlawan. Orang-
orang pasti berharap Sang Pahlawan menang, dan faktanya, kalian mungkin
berencana membuat Barbariccia dan aku dikalahkan oleh Emilia. Kemunculan
Pahlawan Emilia, mengusir Pasukan Raja Iblis yang kembali berencana
menguasai Afashan, dan sekali lagi membawa cahaya pada Ente Isla. Sebuah
naskah yang sangat mudah dipahami."

"Kurasa ini tidak sebegitu mudahnya dipahami.... huh, karena kau adalah salah
satu orang yang terlibat, maka akan lebih mudah untuk menyimpulkan."

"Tapi di sini, ada dua pertanyaan. Kenapa kalian baru mengungkap keberadaan
Emilia sekarang? Kenapa kalian para malaikat mengendalikan semuanya di
balik bayangan? Alasan pengungkapan keberadaan Emilia, yang awalnya
harus disingkirkan, itu bisa disimpulkan demi membuat Gereja mengakui
rencana licik Olba Meyers guna efek pemurnian diri. Sementara untuk alasan
kenapa kalian bergerak di balik bayangan, aku masih belum bisa melihatnya."

"Yeah, karena kami tidak pernah membiarkanmu melihatnya."

Setelah Alsiel mengabaikan Gabriel yang masih menghadapi hal ini dengan
remeh, malaikat agung itu mulai berbicara,

"Tapi apapun alasannya, kami ini tetaplah malaikat. Mungkin kami memang
berniat melemahkan kekuatan iblis di dunia iblis, dan agar bisa melindungi
kedamaian Ente Isla di masa yang akan datang, kami secara khusus memancing
para iblis itu keluar, memberikan harapan pada orang-orang....."

"Kalian, yang bahkan tidak bertindak ketika Pasukan Raja Iblis menguasai
80% wilayah Ente Isla di tangan kami, masih berani berkata seperti itu?"

".... Itu benar."

"Kalian tidak mungkin akan bertindak di balik bayangan hanya untuk


menyingkirkan sekelompok kepala suku Malebranche. Jika tidak, kalian pasti
akan diam-diam mengubur Raja Iblis dan aku ketika kami berada di Jepang...
Gabriel, apa tujuanmu?"

"Hm? Apa maksudmu?"

"Selama kita terus membuang-buang waktu di sini, Emilia pasti akan segera
datang ke tempat ini, memerangiku dan Malebranche, dan dengan begitu, hal
tersebut paling tidak akan mengurangi jumlah iblis dan memenuhi tujuan
membuat manusia Ente Isla menemukan harapan lagi. Tapi.... kau tidak
berencana membiarkan semuanya berkembang seperti itu."

"Kenapa kau berpikir begitu?"

"Ada banyak alasan. Seperti membiarkanku melihat keluar, memberikanku


waktu dan bahan untuk memahami situasi dan lain sebagainya. Dari informasi
ini saja, bisa disimpulkan kalau kau ingin menggunakan Emilia dan aku
membantu melakukan sesuatu. Dan itu tidak lain untuk 'tujuan asli Surga'."

".... Ternyata, kau memang bukan sekedar orang yang akan bingung dengan
ukuran telur di supermarket ya."

"..... Kau... Di mana kau menyembunyikan mata-mata itu, dasar tikus kotor!"
Alsiel yang terus berbicara dengan tegas selama ini, terguncang untuk yang
pertama kalinya karena hal tersebut.

Gabriel tersenyum kecut, terduduk di pinggiran balkon, dan memandang ke


kejauhan kota di bawah Azure Sky Canopy.

"Maafkan aku. Tapi aku tidak menempatkan harapan apapun pada kau dan
Emilia. Seperti yang kau pikirkan, tujuan luar dari sandiwara ini adalah untuk
membuatmu dan Malebranche dikalahkan oleh Emilia. Untungnya kami juga
bisa menemukan Nord Justina. Mencoba membuat Emilia mengalahkan
Jenderal Iblis, menyelamatkan Ente Isla sekali lagi, dan menyusun sebuah
pertemuan yang telah ditakdirkan dengan ayahnya yang telah terpisah darinya
selama bertahun-tahun. Itu pasti akan sangat menyentuh dan layak
mendapatkan piala Oscar."

"........"

"Dan kemudian, aku hampir saja lelah dengan sandiwara semacam ini."

"........"

"Aku sangat takut. Yesod dan Geburah, mereka seharusnya adalah eksistensi
yang tidak boleh diganggu. Ketika aku menculikmu di Jepang, aku sudah
bertemu dengan darah 'Hitam' pekat. Dia benar-benar menakutkan~ di momen
yang sangat langka, kupikir aku akan mati."

"Hitam pekat....?"

"Aku, ingin menyelamatkan Surga."

"Apa katamu?"

Tanya Alsiel dengan suara rendah,


"Surga belum diserang oleh siapapun kan?"

"Itu benar."

Gabriel tersenyum kecut.

"Surga bermaksud melakukan kesalahan yang sama. Mereka menyebut satu-


satunya kesempatan yang hanya bisa mereka temui di masa lalu ini sebagai
'Bencana Besar', tapi mereka bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa. Hanya
untuk menikmati perdamaian monoton saat ini. Tapi menyedihkannya, aku
tidak bisa melakukan apa-apa sendirian. Meskipun aku ini orang tampan yang
kuat, aku tetap tak bisa melakukan apapun yang menentang tirani mayoritas."

"......"

"Ada sebuah kesempatan untuk menyangkal tadi. Tapi, meskipun mereka


adalah orang-orang yang tak berguna, bagiku mereka tetaplah rekan yang tidak
bisa kutinggalkan. Tidak peduli betapa bodoh, malas, dan arogannya mereka,
mereka tetaplah rekan yang menghabiskan waktu 10.000 tahun bersamaku."

"10.000 tahun itu terlalu berlebihan. Bahkan bagi iblis pun, tak ada yang hidup
melebihi 4.000 tahun."

"..... Kau benar-benar tidak cocok dengan lelucon."

Gabriel tersenyum dari dasar hatinya, melompat turun dari pinggiran balkon
dan meregangkan otot-ototnya.

"Aku hanya ingin meminta satu hal padamu. Ketika Emilia datang ke sini, aku
harap kau bisa membentangkan pertarunganmu dengannya sebaik mungkin.
Mengingat waktunya, aku ingin kau bertarung dengannya selama dua hari atau
lebih."

"....."
Setelah menepuk pundak Alsiel, Gabriel perlahan pergi.

Alsiel mengikuti punggung Gabriel dengan pandangannya.

"Ketika kami pertama kali bertemu, aku awalnya tidak mengharapkan apapun
dari pria itu. Karena dia bermaksud mengorbankan nyawa dengan begitu
mudahnya. Tapi.... selama dia tinggal di dunia itu, dia mungkin memikirkan
banyak hal dengan sendirinya."

"Apa maksudmu?"

"Setelah menunggu selama dua ribu tahun, 'Raja Iblis Agung' yang baru
akhirnya lahir. Ini mungkin akan menjadi kesempatan terakhir kami."

Suara Gabriel yang biasanya santai, tertiup oleh angin yang berhembus
melewati lantai teratas, dan tidak mencapai telinga Alsiel.

XxxxX

“Sial, kenapa! Kenapa semuanya menjadi seperti ini?”

Sebuah suara tajam menggema di Azure Sky Canopy.

“Ke mana Olba pergi? Kenapa dia belum kembali?”

Tingginya memang hanya sedikit lebih tinggi dari pria dewasa normal, tapi
jubah yang menutupi tubuh orang itu, masih tidak bisa sepenuhnya
menyembunyikan ciri-cirinya sebagai Malebranche.... yakni cakar tajam tipis
seperti sabit yang ada di kedua tangan kanan dan kirinya.
Pemilik cakar tajam nan cantik dengan panjang melebihi Malebranche normal
sekaligus sekuat sabit yang telah diasah itu adalah, kepala suku tertinggi klan
Malebranche, Barbariccia.

“Tenanglah, Barbariccia-sama, meski kau membuat keributan, situasinya tidak


akan berubah.”

“Diam, Farfar! Bagaimana mungkin aku bisa tenang?”

Malebranche bernama Barbariccia berdiri dengan kekuatan yang cukup untuk


membalik kursi, dia kemudian mengayunkan cakarnya ke bawah untuk
meluapkan kecemasannya.

Malebranche satunya adalah orang yang dulu mengomandoi perwujudan


Geburah, Iron, dia adalah kepala suku muda yang bertemu Maou dan kawan-
kawannya di Jepang, Farfarello.

Dia mencoba membujuk pemimpin klan, Barbariccia, sambil memandang


meja rapat yang dihancurkan dengan brutal dan sedikit mendesah.

“Raguel! Bukankah kau bersamanya? Ke mana Olba menghilang?”

Barbariccia mengabaikan Farfarello dan menatap pria berambut afro yang


duduk di seberang meja dengan cara yang kasar.

“.... Aku juga tidak tahu.”

“Berhenti bercanda! Bagaimana bisa kau tidak tahu?”

“Walau kau bilang begitu, itu tidak akan merubah fakta bahwa aku tidak tahu.
Ngomong-ngomong, bukankah situasi sekarang ini sangat buruk? Entah Olba
ada atau tidak, itu tidak akan merubah keadaanmu yang tidak menguntungkan,
benar?”
“Ughhhh!”

Barbariccia yang menjadi pemimpin seluruh klan Malebranche setelah


kematian Jenderal Iblis Malacoda, memandang peta kekaisaran Afashan yang
meluncur jatuh dari meja rapat yang dia hancurkan.

“Apa yang sebenarnya terjadi di Fangan dan Kuifan?”

Barbariccia menginjak peta itu sembari menggeretakkan giginya.

“Huft, setidaknya bisa dipastikan kalau itu adalah hal yang benar-benar buruk.”

Raguel mempertahankan postur bersilanya dan memandang Barbariccia yang


menginjak peta tanpa bergerak sama sekali.

“Lalu, apa yang akan kau lakukan? Berdasarkan laporan dari Kesatria hakin
yang berada di ibukota kerajaan, semua kepala suku Malebranche, selain
Libicocco yang tetap berada di Azure Sky Canopy untuk memulihkan diri
setelah terluka parah di Jepang, yang tersisa itu hanya ada kalian berdua, kau
tahu?”

Suara Raguel sama sekali tidak berisi kekhawatiran.

Tapi kalimat tersebut masih bisa membuat ekspresi Barbariccia dan Farfarello
menjadi suram.

“Membantu kami di situasi darurat seperti ini, bukankah itu tugasmu?”

Kali ini, bahkan nada bicara Farfarello pun mulai menjadi kasar, namun
malaikat berambut afro itu tetap menjawab dengan dingin.

“Penafsiran kami terhadap kata darurat itu sedikit berbeda. Pertama, bukankah
kita sudah sepakat kalau invasi Ente Isla itu sepenuhnya akan ditangani oleh
kalian? Atau jika tidak, itu akan merendahkan Raja Iblis Satan. Ditambah lagi,
meski kami bilang kalau kami akan membantumu menyusun invasi, kami tidak
pernah bilang kalau kami akan bekerja keras membantu kalian sejauh ini.”

“Ka-kau....”

“Dan, kami juga sudah melakukan apa yang semestinya kami lakukan. Kami
tidak hanya membiarkan Jenderal Iblis Alsiel yang pantas menjadi pemimpin
kalian untuk kembali ke sini, kami bahkan juga membawa pemegang pedang
suci lain yang kau inginkan, ayah Pahlawan Emilia. Jangan-jangan meski kita
sudah melakukannya sejauh ini, kau ingin bilang kalau kau tidak bisa
melakukan sesuatu sendiri?”

Nama Alsiel memang berhasil membuat ekspresi Barbariccia menjadi sedikit


lega, tapi sebaliknya, ekspresi Farfarello malah menjadi suram.

“Kita seharusnya mengikuti perintah Maou-sama pada waktu itu....”

“Farfar, apa yang kau katakan?”

“.... Bukan apa-apa.”

“Pokoknya, yang paling penting saat ini adalah memastikan apakah


Draghignazzo dan Scarmiglione selamat, lalu menyelidiki identitas pasukan
yang berangkat dari Fangan dan menyerang Azure Sky Canopy! Farfar,
terbanglah menuju lokasi dan pastikan situasi.......”

Saat Barbariccia menitahkan perintah yang belum dia pikirkan matang-matang,


pintu berat menuju ruang rapat tiba-tiba terbuka, dan begitu orang yang
membukanya terlihat, Barbariccia dan Farfarello tanpa sadar langsung
menegakkan posturnya.

Walau Raguel tidak bergerak, dia menatap pintu yang terbuka tersebut dengan
ekspresi agak tegang.
“A.....”

“Alsiel.... sama....”

“Jelaskan situasinya padaku dengan ringkas.”

Setelah mengucapkan kalimat tersebut dengan nada rendah, Alsiel


menggerakkan jarinya, lalu, meja yang telah dihancurkan Barbariccia dan peta
kusut tadi, dalam sekejap kembali ke bentuk semula.

“Al-Alsiel-sama, aku sudah dengar rincian dunia lain Jepang dari Farfar, meski
kau mungkin akan sangat marah sekarang, tapi klan Malebranche sama sekali
tidak berniat mengkhianati Raja Iblis....”

“Aku bilang aku ingin kalian menjelaskan situasinya dengan ringkas.”

Terkejut oleh aura Jenderal Iblis, pemimpin Pasukan Raja Iblis baru,
Barbariccia, dengan panik membenarkan tindakannya pada Alsiel dengan
hormat, namun ia langsung disela oleh kalimat pendek Alsiel.

“Alsiel-sama, izinkan hamba menjelaskannya.”

Menggantikan Barbariccia yang tak bisa berkata apa-apa, Farfarello berdiri di


depan meja rapat.

Setelah melirik ekspresi Farfarello yang benar-benar lelah, Alsiel mengangguk


dan mengatakan,

“...... Kau, yang memerintah Iron....”

“Itu benar, orang yang bersikap kasar terhadap Raja Iblis Satan dan Jenderal
baru MgRonalds Barista Chiho adalah hamba yang rendah ini. Hamba bersedia
menerima apa yang akan Alsiel-sama putuskan nanti, tapi hamba mohon
izinkan hamba menjawab pertanyaan Alsiel-sama.”
Usai membungkuk sekali, Farfarello menunjuk cakar tajamnya ke arah peta
Afashan.

“Malebranche, Olba, dan Raguel-sama... utusan dari Surga, menyerang


Afashan bersama-sama, mendiami tempat ini, dan menahan kota-kota utama
di Afashan. Lalu, untuk menyambut kedatangan Raja Iblis Satan nantinya,
kami memutuskan untuk merebut kembali Kastil Iblis di Benua Utama. Dan
untuk memecah belah Aliansi Kesatria Lima Benua yang berencana
membangun kembali Benua Utama, kami secara khusus memperkuat kekuatan
militer Kesatria Hakin milik Afashan dan membuat mereka menyatakan
perang terhadap dunia.”

“Hm.”

“Strategi ini membuahkan hasil, pasukan kesatria manusia pun kembali ke


benua asal mereka masing-masing untuk memulai persiapan, dan Benua
Utama akhirnya tak memiliki pertahanan. Dengan menuduh Gereja di Benua
Barat menyembunyikan pedang suci Pahlawan Emilia, kami berhasil
mengguncang keseimbangan militer dari berbagai benua, dan berusaha
menyebarkan perselisihan. Hal ini membuat kekuatan di dunia manusia tidak
sekuat sebelumnya.'

“Lalu kenapa kalian sekarang menghadapi masalah?”

Alsiel dengan cepat melirik ke arah Raguel yang memandang para iblis itu
dengan tatapan geli, dan menanyakan sebuah pertanyaan.

Farfarello menggunakan cakarnya untuk menunjuk beberapa lokasi di peta dan


berbicara dengan lancar.

“Berbagai kota di Afashan yang dijaga oleh berbagai kepala suku, pasukan
Malebranche di bawah mereka, dan Kesatria Hakin yang kami kendalikan,
telah kalah secara berturut-turut selama beberapa hari ini.”
“Oh.”

Alsiel mengangguk dengan serius, tapi tatapannya saat ini tidak lagi tertuju
pada peta, melainkan menatap tajam Raguel yang sedang mengamati
perkembangan situasi.

“Di dua titik antara Azure Sky Canopy dan Fangan, kami menempatkan kepala
suku Draghignazzo dan Scarmiglione, tapi setelah mereka berdua putus
komunikasi, hamba takut wilayah yang dikendalikan oleh Libicocco, yang
sedang menerima perawatan di Azure Sky Canopy karena terluka di dunia lain
Jepang, itu mungkin hanya masalah waktu....”

“Begitu ya.”

Alsiel mengangguk tanpa perasaan apapun, menatap Raguel dan melipat


tangannya.

“Singkatnya, kalian itu cukup bodoh untuk ditipu oleh kata-kata manis Olba
dan para tikus dari Surga, menyia-nyiakan tanah yang dulu kukuasai, dan pada
akhirnya, jangankan merebut kembali Kastil Iblis, kalian bahkan telah
mengorbankan banyak rakyat Raja Iblis Satan.”

“.... Hamba tak bisa membantahnya.”

“I-itu, tapi Alsiel-sama....”

Farfarello mengangguk dengan patuh, tapi Barbariccia terlihat ingin


menyangkal.....

“Diamlah, Barbariccia! Dasar bodoh!!”

Tapi apa yang dia dapatkan adalah cercaan keras dari Alsiel.
“Dengan semuanya yang sudah seperti sekarang, aku tidak akan menegurmu
karena menurunkan pasukan tanpa izin. Bagaimanapun, pada akhirnya yang
salah adalah kami karena terlalu tak berguna sampai-sampai membuat kalian
merasa marah. Tapi! Kenapa kau tidak mengikuti perintah Raja Iblis Satan
yang disampaikan melalui Farfarello? Maou-sama seharusnya sudah
memerintahkan kalian untuk kembali ke Dunia Iblis!”

“......”

“Hamba benar-benar... malu dengan Maou-sama.”

“Jangan marah begitu! Mereka juga tidak bisa dengan mudah mundur dari apa
yang telah mereka lakukan. Dan semuanya berjalan dengan sangat lancar pada
awalnya.”

“Itulah yang kalian inginkan, dasar tikus Surga yang bergerak diam-diam di
kegelapan.”

Meski sedang menghadapi Raguel yang berbicara mewakili Malebranche,


Alsiel tetap terlihat tanpa belas kasih.

“Menyebutku tikus itu terlalu kasar. Kenyataannya, kami berada di pihakmu


kali ini. Kami juga membantu membuat banyak persiapan, kau tahu?”

“Aku sudah bosan dengan akting kalian para malaikat. Meski aku tidak tahu
untuk tujuan apa kalian menggunakan kami, jangan pikir, aku, Alsiel akan
mengikutinya dengan patuh!”

Bergerak lebih cepat dari apa yang bisa digambarkan kata-kata, Alsiel
menghilang layaknya kabut dan muncul di belakang Raguel dalam sekejap, dia
kemudian mengayunkan cakarnya ke arah kepala yang sangat mudah dibidik
dengan kekuatan yang cukup untuk menghancurkan sebuah tengkorak.
“Hm?”

Namun lengannya dihentikan oleh seseorang dari belakang.

Dan tidak hanya itu saja.

Apa yang mencengkeram pergelangan tangan Alsiel, yang mana memiliki


tubuh paling keras di Dunia Iblis, adalah lengan milik seorang anak kecil.

“K-kau....”

Setelah menoleh dan melihat orang yang mencengkeram tangannya dari


belakang ternyata adalah seorang anak kecil berkulit hitam, Alsiel pun terkaget.

Di atas rambut hitamnya, terdapat segumpal rambut berwarna merah.

“Kau, pasti Iron.... kan.... kupikir, kau hanya mendengar perintah Farfarello....”

Alsiel mau tidak mau merasa curiga jika kepala suku Malebranche muda itu
mengkhianatinya.

“Oh, mengenai anak itu, pihak kami sebelumnya hanya meminjamkannya, ini
bukan berarti pemuda itu mengkhianatimu, jadi kau bisa tenang.”

“Meminjamkan....? Uhm?”

Anak kecil yang terlahir dari Geburah Sephirah, dia tidak hanya bisa
menangkis bilah 'Evolving Holy Sword, One Wing' yang telah bergabung
dengan Alas Ramus, dia bahkan juga bisa dengan mudah menerbangkan
Suzuno yang telah menggunakan seluruh kekuatannya. Dan sekarang,
sepertinya, bahkan Jenderal Iblis Alsiel yang memulihkan sihir iblisnya pun
tidak bisa bertarung melawan kekuatan tangannya yang begitu mengejutkan.

Iron, dengan ekspresi datar, membalik Alsiel dan melemparnya ke arah dinding
di belakang dengan kekuatan yang begitu mengerikan.
“Ugh!”

Meskipun Alsiel bisa menghindari benturan keras, dia tetap tercengang oleh
kekuatan yang tak terukur dari tangan anak kecil tersebut.

"Huuuh, mungkin karena kami meminjamkan anak kecil ini, mereka jadi salah
paham mengenai banyak hal. Jadi jangan terlalu menyalahkan mereka."

Raguel melirik ke arah Alsiel yang terkejut dan berdiri dengan santainya.

Setelah menepuk kepala Iron, Raguel berjalan menuju Alsiel, kepala berambut
afro bergaya berandal itu lalu menunjukkan senyum jahat nan kejam,

"Lagipula, Dunia Iblis tidak akan memiliki masa depan."

"Apa....?"

"Ya ampun. Jika kau tampil dengan cukup bagus di pertarungan nanti, hasilnya
mungkin akan berbeda. Tapi...."

Momen ketika Raguel selesai berbisik pada Alsiel, tubuh Raguel dan Iron
mulai diselimuti cahaya redup, dan menghilang tanpa jejak.

"Iblis harus mati. Ini demi masa depan kami. Haaah, lakukan yang terbaik."

Alsiel, Farfarello, dan Barbariccia hanya bisa diam berdiri melihat malaikat
jahat itu menghilang.

"A-apa-apaan si Raguel itu! Jika ini terus berlanjut, jangankan merebut Kastil
Iblis, kita mungkin bahkan harus menyerahkan Afashan!"

"..... Sejak awal, kalian Malebranche itu hanya punya kekuatan sebesar itu."

Alsiel melenturkan pergelangan tangannya yang tadi dilempar oleh Iron dan
menghela napas di saat yang bersamaan.
"Aku memang tidak tahu ada berapa banyak malaikat lain selain Raguel, tapi
dalam skenario terburuknya, meski aku bekerja sama dengan kalian, kita
mungkin tidak akan bisa menang melawan satupun dari mereka. Sepertinya
kita memang berada dalam belas kasihan mereka."

Dari nada bicara Gabriel, Surga memang ingin menggunakan Alsiel dan
Barbariccia untuk melakukan sesuatu, dan pada dasarnya, bahkan Pasukan
Raja Iblis baru milik Barbariccia pun, dipergunakan untuk membawa mereka
ke tujuan itu.

Tak satupun dari kepala suku Malebranche yang masih bertahan, bisa
menandingi kekuatan Malacoda, jadi bisa dikatakan bahwa, sejak mereka
dikendalikan oleh para malaikat itu, takdir Barbariccia dan yang lainnya sudah
disegel.

"Ta-tapi Alsiel-sama, kami tahu kekuatan para malaikat itu dengan baik.
Asalkan kita mendapatkan pedang suci, kita tidak akan lagi hidup dalam belas
kasihan mereka. Si Raguel sialan itu, membawa pria yang tak dikenal ke sini
dan mengatakan kalau dia adalah ayah Pahlawan Emilia yang memiliki pedang
suci...."

Barbariccia nampaknya tidak paham akan kebodohannya dan berbicara kepada


Alsiel dengan heran.

Tapi di mata Alsiel, bagi iblis, mendapatkan pedang suci itu saja sudah
mustahil.

"Bodoh! 'Evolving Holy Sword, One Wing' milik Emilia itu bukanlah senjata
yang sederhana. Pedang itu adalah benda suci yang dibuat menggunakan
Yesod Sephirah sebagai intinya, itu adalah sebuah permata yang membuat
dunia terlahir dari Pohon Kehidupan. Kita, para iblis, tanpa sihir suci, kalaupun
kita mendapatkan pedang suci, kita tidak akan bisa menggunakan kekuatan
apapun...."

"Eh? Ti-tidak, Alsiel-sama, bukan seperti itu."

".... Apa?"

Barbariccia meraih ke dalam bajunya dengan panik.

"Kupikir kau sudah tahu ketika Farfar menggunakan Iron..."

Begitu melihat Barbariccia mengeluarkan 'benda itu' dari dalam bajunya,


Alsiel membelalakkan matanya kaget.

"Kekuatan Sephirah bukanlah sesuatu yang hanya bisa digunakan malaikat dan
manusia."

Sebuah batu ungu kecil terlihat di ujung cakar tajam milik Barbariccia.

Itu adalah sesuatu yang sudah dilihat oleh Alsiel, Ashiya Shirou, berkali-kali
sebelumnya... sebuah fragmen dari Yesod Sephirah.

"Seperti yang kau lihat, ini juga bereaksi kuat terhadap sihir iblis kita."

Barbariccia sedikit berkonsentrasi dan menyuntikkan sihir iblis ke dalam


fragmen itu melalui cakarnya.

"Ba-bagaimana mungkin... i-ini...."

Sinar ungu redup yang sudah biasa Alsiel lihat, mulai mengelilingi fragmen itu.

Barbariccia menjelaskannya dengan cepat kepada Alsiel yang tercengang.

"Ketika aku mengirim Ciriatto bersama pasukannya menuju dunia lain Jepang,
aku pernah mencoba menggunakan fragmen ini dan bola telepati untuk
mencari keberadaan pedang suci Emilia. Meskipun rencana itu gagal karena
Ciriatto tidak kembali, tapi fragmen ini, setelah diisi dengan sihir iblis,
memang pernah menarik fragmen lain sekali."

Alsiel memang tidak pernah melihatnya sendiri, tapi dia tahu kalau Ciriatto
yang muncul di atas laut Jepang di Choshi, Chiba, memang memiliki bola
telepati yang bisa bereaksi dengan pedang suci Emilia.

Sampai sekarang, Emi hanya pernah melihat Emi menggunakan fragmen


Yesod, jadi wajar jika dia meyakini bahwa entah itu pedang suci maupun
Sephirah, itu adalah benda-benda yang hanya bisa digunakan oleh mereka yang
memiliki sihir suci.

Tapi fakta yang baru saja Barbariccia ungkap, membalik pemikiran tersebut.

"Pedang suci.... Sephirah, mereka bukan benda-benda suci?"

Seolah sedang berbicara dengan dirinya sendiri, Alsiel mencoba menerima


fakta tersebut....

".... Ugh!"

Kemudian, dia tiba-tiba kepikiran sesuatu.

Kali ini, akhirnya Alsiel sampai pada ujung tujuan pribadi Gabriel yang ia
sebutkan saat berada di balkon Azure Sky Canopy.

"Barbariccia! Farfarello!"

""Ya!!""

"Nord Justina.... Ayah Emilia yang dibawa ke sini bersamaku, di mana dia
sekarang?"

"Ya, itu, dia ditahan di salah satu kamar di kastil Azure Sky Canopy... orang
itu, apa dia benar-benar ayah Emilia?"
"Jika kau yang memiliki fragmen Yesod sudah mengira sejauh ini.... itu
artinya....."

Suatu peristiwa tiba-tiba terlintas di kepala Alsiel.

Di Villa Rosa Sasazuka saat sedang hujan deras.

Di mata Alsiel pada waktu itu, Nord yang dilempar masuk ke dalam kamar
oleh Maou, terlihat hanya seperti manusia biasa.

Lalu Maou menghilang di langit bersama seorang gadis berambut perak.

"Nord tidak memiliki pedang suci?"

"I-itu benar....."

Barbariccia dan Farfarello yang tidak dapat menebak pemikiran Alsiel, hanya
bisa saling menatap satu sama lain.

Tapi termasuk informasi penting yang barusan dia dapatkan, semua informasi
yang Alsiel peroleh hingga hari ini, saling bersimpangan satu sama lain dengan
rumit di kepalanya.

Usai memikirkannya sesaat.

"Aku memang tidak tahu tujuan mereka, tapi aku tahu apa yang ingin Gabriel
lakukan di sini."

"Eh?"

Alsiel menyusun kembali informasi di dalam kepalanya, dan mendecapkan


lidahnya dengan tidak senang.

"Aku benar-benar tak berguna, jangan bilang tak ada strategi lain untuk
memecahkan situasi ini selain mengikuti apa yang mereka inginkan?"
"Apa... apa ada sesuatu yang salah...."

Alsiel berjalan menuju meja rapat, menyusuri titik-titik di peta dan mengatakan,

"Sederhananya, orang yang membunuh para kepala sukumu dan menuju Azure
Sky Canopy adalah Pahlawan Emilia."

"E-Emilia?"

"Bu-bukankah Emilia berada di dunia lain Jepang?"

"Emilia kembali ke Ente Isla beberapa minggu lalu. Para malaikat itu dan Olba
Meyers sepertinya menggunakan cara paksa untuk membuat Emilia menurut,
mengangkat senjata, dan merangsek menuju ibukota ini. Dan tujuan mereka
adalah membuat Emilia membunuh kita di sini."

"A-apa katamu....?"

"U-untuk apa....?"

"Berdasarkan deduksiku, tujuan sebenarnya Raguel dan Surga adalah


melemahkan Dunia Iblis, dan menggunakan pertarungan melawan para iblis
untuk menaikkan harapan dan kepercayaan penduduk Ente Isla."

Alsiel menatap tanda-tanda yang berada di peta Kekaisaran Afashan, tanda-


tanda serangan dari sebuah pasukan misterius yang berturut-turut mengalahkan
para kepala suku Malebranche yang menguasai Afashan.

"Emilia sialan.... meskipun dia sangat banyak bicara kemarin, pada akhirnya
dia tetap terlibat dalam situasi yang merepotkan...."

"Alsiel-sama?"

"Barbariccia, setelah aku kembali ke sini, berapa hari telah terlewati?"


"Ya? Uh, i-itu, dengan waktu dari tempat ini, itu sudah tujuh hari."

"Tujuh hari ya.... Hm."

Alsiel dengan cepat menyusun situasi di kepalanya.

Kesampingkan dulu masalah Gabriel, karena tujuan Olba dan Raguel adalah
untuk membuat Emilia mengalahkan Alsiel, maka sebelum Alsiel
mendapatkan kembali sihir iblis dan berubah kembali ke wujud iblisnya,
mereka mungkin tidak akan menyerang Azure Sky Canopy.

Sebaliknya, karena Alsiel sudah terbangun, tidaklah sulit untuk


membayangkan Raguel menghubungi Olba, memintanya untuk merubah
jalurnya menuju Azure Sky Canopy.

Karena Alsiel tidak tahu ada berapa banyak malaikat lain selain Gabriel dan
Raguel, meski dia mendapatkan kembali wujud iblisnya, mereka tidak boleh
bertindak ceroboh.

Meski Alsiel tidak tahu alasannya, bagi Emi yang dengan patuh bersedia
bergabung dengan pasukan Olba, itu berarti mungkin dia menemui situasi yang
tidak bisa dipecahkan dengan kekuatan bertarung.

Walau dia sendiri tidak sadar, anehnya, Alsiel saat ini sedang memikirkan cara
untuk memecah keadaan sulit ini bersama Emilia, sebelum Surga bisa
bertindak.

"..... Alsiel... sama...."

Farfarello dengan cemas memandang sang Jenderal yang sedang terdiam, tapi
setelah beberapa saat, Alsiel membuka mulutnya dan berbicara,

'Minggu ini, jadwal kerja Maou-sama adalah, senin shift pagi pulang cepat,
selasa shift malam, rabu seharian penuh, kamis shift siang dan menggantikan
manager sampai shift sore, jumat shift siang sampai tutup, sabtu libur, minggu
seharian penuh, lalu senin depannya libur lagi, selasa shift pagi......'

"Eh?"

Alsiel terus mencelotehkan kata-kata yang terdengar sangat aneh bagi kedua
Malebranche.

"Farfar, ada apa dengan Alsiel-sama?"

"A-aku tidak tahu... Setauku sepertinya itu adalah bahasa dunia lain..."

Mangabaikan Malebranche yang sedang berbisik-bisik, Alsiel terus berpikir.

'Kuncinya adalah apakah dia bisa menemukan orang yang bisa menggantikan
shift minggu seharian penuh, dan shift kamis yang bertugas menggantikan
manager. Situasi pekerjaan karyawan lain di hari itu seharusnya tidak terlalu
ketat. Tapi akan lebih pantas beranggapan kalau Maou-sama bisa bertindak,
paling cepat, itu adalah kamis siang.'

Sebelum terjadi insiden si Villa Rosa Sasazuka, Alsiel sudah membuat


persiapan untuk Maou guna mengejar Emi dan Alas Ramus.

Jika Ooguro Amane menyampaikan kata-kata Alsiel kepada Maou dengan


benar, maka Maou pasti akan mengambil tindakan.

'Bahkan jika hanya satu detik, asalkan kita bisa terus hidup..... Barbariccia!'

"Y-ya!"

Barbariccia yang tiba-tiba dipanggil, dengan panik langsung menegakkan


posturnya.

"Bagaimana dengan Unifying Azure Emperor? Jangan-jangan kau sudah


membunuhnya?"
Hingga saat ini, Alsiel belum melihat sang pemegang kekuasaan mutlak
tertinggi di Benua Timur alias Kekaisaran Afashan... yakni Unifying Azure
Emperor.

"Tidak, karena orang tua itu adalah simbol Afashan dan sangat penting ketika
digunakan untuk menyatakan perang terhadap seluruh dunia, agar dia tidak
sekarat karena sihir iblis dari kami, kami mengirim Kesatria Seisuikin yang
bisa menggunakan barrier untuk bertugas, dan menempatkannya di rumah
tahanan di menara kastil kecil 'Cloud Detached Palace'."

"Hm, keputusan yang cukup bagus."

Alsiel mengangguk.

"Aku punya sesuatu yang ingin kukatakan pada Unifying Azure Emperor.
Tunjukan jalannya."

"Ya? T-tapi...."

"Jangan khawatir dengan malaikat-malaikat itu."

Alsiel memegang erat keyakinannya.

"Aku sementara akan bertindak sesuai keinginan mereka, dan bekerja sedikit
sebagai seorang aktor."

Walaupun mereka berdua terlihat bingung, kedua kepala suku Malebranche itu
mematuhinya dan membawa Alsiel menuju menara kastil kecil yang tadi
mereka sebutkan.

Gabriel yang sedang berada di atap, menyaksikan mereka sambil tersenyum


kecut.
"Bekerja sebagai aktor ya. Baiklah, aku mengerti. Tapi sejalan dengan itu, kau
harus menari dengan baik, okay?"

Lalu usai menepuk tangannya sekali, dia tiba-tiba menghilang dari tempatnya
berada.
Continuing Chapter : Raja Iblis, Muntah

Keesokan harinya, Suzuno terbangun karena syok yang disebabkan oleh


seseorang memukul pipinya.

Karena ia pikir itu adalah Acies yang kembali membangunkannya dengan


posisi tertidur, Suzuno membuka matanya seolah merasa pasrah....

“!!!!!!....???”

Tapi begitu ia melihat wajah Maou di dalam tenda, Suzuno yang mengira
jantungnya akan melompat keluar dari mulutnya, tersentak kaget.

“Raja uhm!!!”

Suzuno hampir saja berteriak, tapi mulutnya langsung dibungkam oleh tangan
Maou.

“????”

Tidak bisa memahami maksud tindakan Maou, wajah syok Suzuno berganti
antara merah dan putih.

Meski Suzuno juga merasa kalau tindakannya kemarin malam tidak sesuai
dengan gayanya, dia tidak pernah menyangka kalau Maou akan mengikutinya
dan melakukan tindakan aneh ini, hal ini tentunya membuat Suzuno panik.

Ditambah lagi, Maou bahkan mendekatkan wajahnya ke telinga Suzuno,


menyebabkan Suzuno hampir mati lemas.

“Jangan berisik, ada seseorang mendekat.”

Kalimat tersebut seketika membuat Suzuno tenang, dia pun menggunakan


tatapannya mengisyaratkan kalau dia paham.
Mungkin karena dia tidak tidur dengan nyenyak, lingkaran hitam muncul di
sekitar mata Maou, tapi saat ini, hal seperti itu tidaklah penting.

“........daging cokelat sederhana sayuran yang direbus menggunakan


microwave minyak untuk melunakkan sashimi...... uhmgugu.”

Maou menutup mulut Acies, memotong igauan dari mimpi tak jelasnya, dan
menggunakan mata serta tangannya untuk menunjuk ke arah luar.

Suzuno yang berada di dalam kantong tidurnya, memanfaatkan kesempatan ini


untuk mengeluarkan tangan dan kakinya, menarik jepit rambutnya, dan
memasang posisi siaga.

Rambut panjang Suzuno terurai keluar dari kantong tidurnya, rambutnya


begitu sesuai dengan desain cerah warna warni dari kantong tidur tersebut. Hal
itu membuatnya terlihat lebih mirip seperti tanaman pemakan serangga
daripada sebuah kepompong. Tapi bagaimanapun, setelah memastikan kalau
Suzuno sudah memasuki mode siaga bertarung, Maou mengintip keluar
melalui celah yang ada di tenda.

“Apa itu musuh?”

“Jika seorang rekan masih bisa datang di situasi seperti sekarang ini, aku pasti
akan sangat menyambutnya.”

Suzuno dan Maou berbicara dengan suara pelan.

“Tapi aku sama sekali tidak terpikir apapun, akan sangat bagus kalau itu hanya
petualang yang sedang melintas.”

“.... Sepertinya bukan.”

Suzuno menggenggam jepit rambutnya dengan erat, bersiap merubahnya


menjadi palu raksasa kapanpun.
Suara langkah kaki yang tidak salah lagi mendekati tempat mereka, berasal
dari hutan yang diselimuti kabut.

Suara langkah kaki itu terdengar seperti hanya terdiri dari satu orang, tapi sulit
membayangkan kalau akan ada petualang yang dengan anehnya, menghindari
jalanan dan memasuki sebuah hutan.

“Walau Acies tertidur, apa dia masih bisa menggunakan kekuatannya?”

“Selain terus mengeluh setelah dipaksa bangun, kupikir itu tak akan masalah.”

Maou tidak terlihat begitu optimis.

Nampaknya pemilik langkah kaki itu tidak berniat menyembunyikan suaranya,


dia terus melangkah melewati rumput dan kayu dalam satu garis lurus, berjalan
ke arah Maou dan yang lainnya.

Apakah itu patroli Kesatria Hakin, ataukah malaikat atau iblis yang muncul
setelah menemukan pergerakan Maou dan Suzuno?

Pokoknya, apapun itu, mereka tidak akan bisa menghindari pertarungan, dan
moped serta sebagian besar peralatan berkemah mereka sepertinya akan
ditinggalkan di sini.

Walaupun mereka sudah tidak terlalu jauh dari ibukota kerajaan,


keberuntungan mereka saat ini sangatlah buruk, saat Maou dan Suzuno sudah
setengah pasrah,

'Ini yang disebut moped itu kan?'

Maou dan Suzuno tidak melewatkan istilah unik yang diucapkan oleh pria
bersuara rendah tersebut, Maou juga merasa memiliki kesan terhadap suara itu.
Yang orang itu gunakan adalah bahasa Ente Isla, tapi apa dia tadi menyebut
'Moped' di tengah-tengahnya?

“....Ah … hm, siapa di sana?”

Usai melakukan sedikit latihan tenggorokan, apa yang keluar dari mulut pria
itu adalah bahasa Jepang.

“Apakah itu Raja Iblis, Alsiel, Lucifer, Sasaki-san, atau orang yang bernama
Crestia Bell?”

“Wha....”

Kali ini, Suzuno bahkan merasa lebih terkejut dibandingkan ketika dia tadi
melihat wajah Maou dari dekat.

Seseorang yang bisa menggunakan bahasa Jepang untuk menyebutkan nama


kelima orang tersebut, di Jepang maupun di Ente Isla seharusnya tidak ada
banyak.

“Meski aku tidak tahu apa yang terjadi.....”

Sepertinya Maou juga memiliki pemikiran yang sama, dia melepaskan


tangannya dari mulut Acies dan menurunkan kewaspadaannya.

“Mengejutkannya, dia tidak terlihat seperti musuh.”

Seolah merespon panggilan orang itu, Maou keluar dari tenda, Suzuno pun
mengikutinya dengan panik.

Tamu tak terduga pagi ini memiliki tubuh besar nan kuat layaknya pepohonan
di hutan, berkulit tan gelap, dan begitu tinggi sehingga orang harus mendongak
untuk menatapnya. Tapi karena alasan yang tak diketahui, pria itu seketika
mengernyit dan langsung memasang posisi bertarung begitu ia melihat Suzuno.
“H-hey, siapa orang itu, apa itu iblis jenis baru?”

“Si-siapa yang kau sebut iblis jenis baru!!??”

Meskipun Suzuno memprotes....

“Yeah, aku bisa mengerti perasaanmu, ini memang aneh.”

Usai menatap tanaman pemakan serangga berwajah Suzuno yang terlihat tidak
tenang, Maou kembali menoleh ke arah pria itu dan mengatakan,

“Ngomong-ngomong, pertemuan di tempat seperti ini seharusnya bukan hanya


kebetulan, benar? Kalau begitu ayo kita bertukar informasi dengan baik-baik,
Alberto Ende.”

“O-oh...... ta-tapi orang itu benar-benar bukan iblis kan?”

“Kau masih bilang begitu!!??”

Rekan Emi ketika memerangi Raja Iblis dulu, seorang praktisi seni sihir yang
lahir di Benua Utara, Alberto Ende mengangguk. Tapi daripada Maou, sang
Raja Iblis, dia nampaknya lebih khawatir dengan Suzuno yang berpakaian aneh.

“Dan lagi, kenapa kau bisa datang ke sini seperti sudah menentukan target?”

Maou membangunkan Acies yang mengigau hingga hampir menjadi makanan,


sedangkan Suzuno melepas kantong tidurnya, setelah itu, mereka pun kembali
bertatap muka dengan Alberto.

“Uh, aku tidak datang ke sini setelah menentukan target dengan benar.”

Alberto melihat kepompong Acies yang baru saja terbangun dengan gelisah,
menunjuk moped yang berada di bawah bayangan pohon, dan berkata,
“Aku dengar ada sekumpulan orang berpakaian jubah Gereja yang
mengendarai kereta aneh, aku datang ke sini mengikuti rumor itu dan sampai
di sini kemarin.”

“A-apakah kita semencurigakan itu sampai-sampai menjadi rumor?”

Maou dan Suzuno saling menatap satu sama lain.

Meski mereka berdua sudah berusaha untuk menghindari pedesaan dan mata
orang lain selama perjalanan, sepertinya mereka tidak akan bisa sepenuhnya
melarikan diri dari perhatian orang.

“Tidak, aku hanya menggunakan instingku untuk memilih satu rumor dari
rumor-rumor yang terkenal di Afashan. Aku tidak menganggap kalian
semencurigakan itu.”

Alberto melambaikan tangannya untuk membuat mereka tenang.

“Rakyat Afashan merasa lebih gelisah dibandingkan saat kau, Raja Iblis,
menyerang. Meski mereka setidaknya bisa memikirkan apa yang akan mereka
lakukan di masa depan jika mereka benar-benar ditaklukan oleh para iblis, saat
ini hanya ibukota kekaisaran, Azure Sky Canopy saja yang mengeluarkan
kabar telah dikuasai oleh para iblis, jadi keadaan negeri tidak berubah banyak,
dan rumor tidak penting tersebar di mana-mana.”

Hal ini sebagian besar sesuai dengan apa yang dikatakan pemilik restoran
kemarin.

“Kebanyakan rumor itu adalah tentang kemunculan iblis, tapi pada dasarnya
mereka hanya salah mengenali binatang liar, dan juga para kriminal yang
membual di antara sesamanya. Ketika aku mendengar rumor tentang kereta itu,
aku terpikir benda yang sama yang kulihat di duniamu... uh bilang begitu
rasanya sedikit aneh, maksudnya benda yang kulihat di Jepang. Aku juga harus
pergi ke Azure Sky Canopy untuk melakukan sesuatu, jadi kupikir akan
kugunakan kesempatan ini menyelidikinya.”

Alberto, terduduk di pohon yang telah tumbang, sedikit membungkuk dan


menatap mereka bertiga dengan tatapan tajam.

“Apa kalian datang untuk menyelamatkan Emilia?”

“Benar sekali, tapi sebelum itu, aku ingin menanyakan sesuatu, apa yang
terjadi pada Emerada-dono?”

Suzuno mengkonfirmasi kata-kata Alberto sambil menanyakan sebuah


pertanyaan.

“Ah.... soal itu, itu sedikit rumit.”

Alberto menggaruk kepalanya dan menjelaskan,

“Sederhananya, di hari yang dia sepakati untuk bertemu dengan Emilia,


Emerada menerima panggilan dari ibukota Kerajaan Saint Aire.”

“Panggilan dari ibukota kerajaan?”

“Yeah, awalnya Em berencana menjemput Emilia dengan menggunakan dalih


memeriksa apakah rencana pembangunan di dekat desa Emilia melakukan
sesuatu yang curang atau tidak.....”

“Dan dia ketahuan?”

“Tidak, dalam suatu makna tertentu, ini bahkan lebih buruk dari itu.”

Alberto menunjuk jubah Suzuno.

“Pihakmu bergerak. Em akhirnya dicap sebagai pengkhianat yang menentang


keinginan Gereja, mereka terlihat hampir tidak bisa menutupi kejahatan Olba.
Jadi dia harus dibawa ke Gereja yang ada di ibukota kerajaan untuk menjalani
pengadilan agama.”

“.... Di saat seperti ini?”

Suzuno tidak bisa menerima penjelasan ini.

Emerada dan Alberto telah mulai menentang Gereja jauh sebelum Suzuno
datang ke Jepang.

Beberapa bulan telah terlewati, tapi kenapa Gereja baru menahan kebebasan
Emerada sekarang?

“Alasan kenapa keselamatanku dan Emilia dilindungi oleh otoritas di sini


adalah karena posisi Em saat ini. Terlepas dari apakah dia harus melawan atau
menyerah, sepertinya dia memang harus kembali lebih dulu. Jika demikian,
kupikir aku yang memiliki kebebasan lebih tinggi, harus menggantikan
tempatnya dan menemui Emilia....”

Alberto menunjukan ekspresi suram dan menoleh ke arah langit barat daya,
yang mana merupakan arah Azure Sky Canopy.

“Ketika aku sampai di sebuah tempat yang jauhnya setengah hari perjalanan
dari desa Emilia, aku merasakan banyak gate terbuka di arah desa Emilia. Saat
aku buru-buru menuju tempat tersebut, aku menemukan beberapa orang aneh
yang terlihat ingin melakukan sesuatu terhadap kampung halaman dan ladang
Emilia.”

“Apakah mereka itu iblis, ataukah malaikat?”

Karena Alberto menggunakan kata yang aneh untuk menggambarkan orang-


orang itu, mereka mungkin memang benar-benar aneh, tapi Alberto
menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan Maou.
“Bukan, mereka adalah para kesatria Gereja yang diutus oleh Kota Cassius.”

“Seingatku kota Cassius itu tidak memiliki gereja dari keuskupan pusat.....
kenapa kesatria Gereja dari kota itu datang ke kampung halaman Emilia?”

Tanya Suzuno sembari mencari-cari ke dalam ingatannya, Alberto


menggelengkan kepala dan menjawab,

"Itulah yang ingin kuketahui, tapi karena musuhnya adalah kesatria Gereja, aku
tidak bisa bertindak ceroboh. Jadi aku mulai menyelidiki tempat di mana ada
banyak gate terbuka dan tempat sihir suci diaktifkan tadi. Dan ternyata mereka
melakukan pemeriksaan lahan untuk mempercepat rencana pembangunan di
wilayah tersebut. Ini benar-benar aneh. Sebab, meski Em sebelumnya pergi
untuk menyelidiki tempat itu karena rencana pembangunannya tertunda, reaksi
gate aneh malah baru muncul setelah dia kembali ke ibukota kerajaan, dan
kemudian tempat itu memulai pemeriksaan lahan yang tidak wajar. Tentu,
walau keadaannya berakhir seperti ini, aku tidak bisa menemukan tanda-tanda
keberadaan Emilia. Dan aku menghabiskan dua hari untuk mencari di tempat
itu."

Usai membentangkan tangannya dan menghela napas, Alberto melanjutkan,

"Karena aku tidak bisa menghubungi Emilia, jadi kupikir akan lebih baik kalau
aku mengikuti perintah Em, dan begitu aku kembali ibukota kerajaan, akupun
mendapati kalau Institut Pengawasan Sihir di bawah kekuasaan Em, telah
disegel atas perintah dari Penjaga Kerajaan Jenderal Pepin. Alasannya adalah
untuk mencegah agar Em tidak menyembunyikan bukti selama pengadilannya,
dan dengan begitu, pena bulu malaikat yang bisa membuka gate juga ikut disita
bersama bangunan tersebut, sehingga membuatku butuh waktu lama untuk
bergerak."

".... Jadi itu alasannya dia tidak bisa menghubungiku..."


Alberto mengangguk menjawab pertanyaan Suzuno.

"Yeah, awalnya kau tinggal di Jepang karena perintah rahasia dari Gereja, kan?
Jika kami ketahuan menghubungimu, itu pasti akan membuat kalian berada
dalam masalah. Meskipun Emilia memberitahuku untuk membawa ini....."

Sembari berbicara, Alberto mengeluarkan Slimphone yang sangat mirip


dengan milik Emi dari dalam saku kaosnya.

"Aku tidak pernah merasa semenyesal ini karena aku tidak bertanya nomor
teleponmu pada Em. Tapi jika aku dengan gegabah memancarkan sonar ke
Jepang, aku tidak akan tahu siapa yang bisa mendengarnya."

"Baiklah, untuk kenyamanan bersama nantinya, ayo kita gunakan kesempatan


ini untuk bertukar nomor telepon."

Bahkan di saat seperti ini, Maou dan Suzuno masih sempat mengeluarkan HP
mereka, berniat meminta nomor HP Alberto.

Tapi seperti yang diperkirakan. Lupakan soal HP Maou dan Suzuno, HP


Alberto sudah kehabisan baterai sejak dulu.

Meskipun HP masih bisa digunakan sebagai penguat untuk Idea Link, jika
nomor HPnya tidak didaftarkan, itu mungkin akan mempengaruhi efek
kestabilan mantranya.

Dengan baterai yang kosong, HP memang masih bisa berfungsi sebagai


penguat untuk Idea Link, tapi jika nomornya tidak terdaftar, itu bisa juga
meningkatkan efek amplifikasi.

Maou dan Suzuno yang merasa tidak boleh melewatkan kesempatan ini,
mengeluarkan radio yang mereka beli setelah bertengkar hebat, itu adalah radio
dengan baterai bertenaga matahari yang bahkan bisa mengisi daya HP tua
Maou, dan lampu LED yang bisa dicharge secara manual, mereka ingin
menggunakannya untuk membantu mengisi ulang HP Alberto.

Alberto yang jelas-jelas tidak terbiasa mengoperasikannya, Suzuno yang kaku


dalam menggunakan alat elektronik, dan Maou yang tidak terbiasa
menggunakan model HP terbaru, setelah mencoba-coba dengan berisik selama
beberapa saat, akhirnya berhasil bertukar nomor telepon.

"Semuanya sangat hebat~ aku juga ingin HP."

"..... Kau terlihat seperti tipe orang yang akan mendaftar di segala jenis website
berbayar, meskipun aku ingin membelikannya, aku mungkin akan membeli
yang khusus untuk anak kecil."

"Ugh... Tapi selama kau mau membelikannya untukku, jika memang seperti
itu, mau bagaimana lagi."

Walau begitu, Acies masih memandangi HP mereka bertiga dengan tatapan iri,
dan yang paling penting, meski Maou tidak bilang kalau dia akan
membelikannya, Acies merasa kalau Maou sudah setuju.

"Lalu Alberto, kenapa kau menuju Afashan?"

"Alasannya sederhana. Karena hanya wilayah di sekitar"

Afashan saja yang dipenuhi reaksi sihir suci besar seperti sedang ada
pertarungan. Tentu saja aku sudah mengirim bawahanku ke Benua Utara dan
Selatan, tapi mengingat peristiwa yang terjadi ketika Emilia menghilang,
kurasa akan lebih baik kalau aku menyelidikinya sendiri..... karena kalian
berdua ada di sini, itu artinya intuisiku benar."

"Yeah, itu benar. Saat ini Emi berada di Ibukota Kekaisaran, Azure Sky
Canopy. Tidak, lebih tepatnya, selanjutnya dia akan muncul di sana."
"Izinkan aku bertanya, apa dasarmu bilang begitu?"

"Meskipun ditanyai oleh orang sepertimu yang bergerak berdasarkan insting


itu rasanya sedikit tidak enak, tapi kami diberitahu langsung oleh bajingan
yang menarik benang di belakang semua ini."

Maou menggunakan ibu jari dan kelingking di tangan kanannya untuk


membentuk simbol telepon.

"Alberto, aku punya banyak hal yang ingin kutanyakan padamu nanti, tapi kau
harus bekerja sama dengan kami dulu. Kupikir kau juga sudah mengetahuinya,
semua ini tidak akan bisa terselesaikan hanya dengan menyelamatkan Emi. Ini
memalukan, tapi sebenarnya, Ashiya... yang berarti Alsiel dari pihakku, juga
diculik oleh orang yang sama dengan orang yang menangkap Emi."

"Eehh?? Alsiel diculik?"

Alberto mengangkat sebelah alisnya tak percaya.

"Biar kuberitahu satu hal lagi yang tak dapat dipercaya, ayah Emi, Nord Justina,
juga diculik bersama dengan Alsiel."

"Ah? A-ayah Emilia? I-itu...."

"Ngomong-ngomong, anak yang terus menatap HP dengan iri dan bahkan


ingin merebut HPku ini....."

"Eep? Ma-Maou, aku minta maaf, maafkan aku."

Maou mencengkeram tengkuk leher Acies yang ingin menggunakan HP Maou


tanpa izin, dan mengangkatnya dari tanah.

Acies yang mengira akan dimarahi, meringkuk, tapi Maou malah mendorong
Acies ke depan Alberto dan menyatakan,
"Anak ini.... adalah perwujudan dari pedang suci yang satunya."

"Haaaaah??"

"Ueehhh!!"

"..... Meski kita seharusnya membicarakan hal yang serius...."

Alberto menatap kepompong warna warni Acies yang diangkat oleh Maou
seperti seekor anak kucing.

Adegan tersebut sangatlah aneh, yang bahkan membuat Suzuno, sebagai salah
satu orang yang terlibat, merasa bingung.

"Jika perkiraanku benar, orang-orang yang merencanakan sandiwara ini


mungkin ingin memanfaatkan Ashiya dan Emi untuk membawa dunia ke arah
yang menguntungkan bagi mereka. Aku sangat benci orang-orang yang tidak
mau mengotori tangannya ini."

"Ma-Maou, turunkan aku..."

"Hanya dengan kami saja memang sedikit sulit, tapi jika kau, Alberto bersedia
membantu kami, perjalanan ini mungkin akan jauh lebih mudah. Orang-orang
ini sudah mengacaukan teman-teman kita, jadi ayo kita kacaukan sandiwara
mereka."

"Tak masalah jika kau memang ingin menyebabkan masalah, tapi apa gadis
yang kau sebutkan tadi itu adalah anak yang bergabung dengan pedang suci
Emilia....."

"Tidak, itu salah. Dia berbeda dengan Alas Ramus. Lebih tepatnya gadis ini
adalah inti dari pedang suci yang satunya."
"Meski aku tidak yakin bagaimana manusia bisa menjadi inti dari pedang suci
tanpa lebih dulu membicarakan strukturnya secara mendetail, tapi kurang lebih
aku mengerti kalau ada 'Evolving Holy Sword, One Wing' yang lain. Tapi
mungkin itu tidak akan bisa dipakai oleh Raja Iblis. Bell, apa kau yang
menggunakannya?"

"Eh? Tidak, aku....... hm?"

Sangatlah wajar bagi Alberto menanyakan hal tersebut, tapi itu adalah
pertanyaan yang sama sekali tidak Suzuno duga, membuat dia menatap ke arah
Maou secara refleks.

Maou adalah Raja para Iblis yang menggunakan sihir iblis, kebanyakan orang
yang mendengar kalau itu adalah sesuatu yang sama dengan 'Evolving Holy
Sword, One Wing' milik Emi, pasti akan berpikir kalau pedang itu diaktifkan
menggunakan sihir suci sebagai mediumnya.

Tapi Suzuno sudah pernah melihat Maou mengayunkan pedang suci dengan
kekuatan yang bukan sihir iblis maupun sihir suci dengan mata kepalanya
sendiri, dan seperti Emi dan Alas Ramus, Maou dan Acies Ara seharusnya juga
bergabung menggunakan fragmen Yesod sebagai medianya.

"Hm? Hmmm?? Tunggu, sepertinya, ada yang sedikit aneh."

"Ada apa, Suzuno?"

"Uh, sepertinya aku melewatkan sesuatu yang penting."

Meskipun Maou merasa bingung saat melihat Suzuno menekan dahinya dan
mulai berpikir....

"Pokoknya, kau pasti akan sangat terkejut setelah melihat ini. Acies,
berubahlah menjadi pedang."
"Ah, hm, tapi rasanya kondisi fisikku tidak begitu bagus, jadi mungkin aku
akan gagal."

"Kondisi fisik? Jangan katakan kalau kau makan terlalu banyak dan sakit
perut?"

"Bukan seperti itu! Kasar sekali! Semenjak aku datang ke dunia ini, aku merasa
gampang sekali lapar dan tidak bisa memasuki kondisi terbaikku."

Acies, masih diangkat oleh Maou, memutar lehernya dan sedikit


menggerakkan bahunya, lalu dia pun mengangguk dan mengatakan,

"Pokoknya, jika aku tidak mencoba dan sedikit bergerak, mana mungkin aku
tahu apakah aku terkilir atau tidak. Aku akan segera kembali, okay?"

"Tidak, jangan membuat dirimu terkilir...."

Acies menggunakan idiom yang salah dengan cara yang salah pula, dan saat
Maou sedang membantahnya, siluet gadis itu memancarkan cahaya redup, dan
dalam sekejap, ia menjadi bola-bola ungu dan kembali ke tubuh Maou.

"Oh? Itu tadi seperti Emilia....."

Alberto membungkuk merasa kaget.

Maou mengulurkan tangan kanannya dan memikirkan ekspresi kaget Alberto,


lalu segera setelahnya,

"Keluarlah! Acies!"

Setelah memfokuskan konsentrasinya di telapak tangannya, bola-bola cahaya


tadi pun berkumpul di tangan kanan Maou, dan kemudian....

".....eh?"
Orang pertama yang menyuarakan kebingungannya adalah Maou yang barusan
menyombongkan diri.

"Apa itu? Meski itu adalah pedang suci, rasanya sedikit...."

Setelah melihat apa yang muncul di tangan Maou, Alberto juga ikut
mengernyit,

"He-hey, Acies, apa ini, kenapa jadi seperti ini?"

".... Ya ampun~ kenapa ini?"

Dihadapkan dengan pertanyaan Maou, suara Acies di kepala Maou juga


menunjukan emosi bingung yang sangat jarang.

"Padahal aku sudah menggunakan kekuatan penuhku....."

"Tidak mungkin. Aku seharusnya lebih dari ini."

"Ada apa, Raja Iblis?"

Suzuno yang juga belum memecahkan kebingungan dalam dirinya,


mendongak dan bertanya, tapi Maou hanya bisa balik menatapnya dengan
ekspresi tak berguna.

Hal tersebut memang tak bisa dielakkan.

Itu karena, pedang suci yang muncul di tangan Maou, terlihat begitu begitu
layaknya sebuah pisau buah.

Bagian pangkalnya memang masih terlihat memiliki fragmen Yesod yang


tertanam di dalamnya, tapi bagian bilahnya, terlihat tidak jauh berbeda dengan
pisau yang dijual di toko 100 yen Sasazuka, genggamannya begitu buruk,
sampai-sampai ketika Maou menggenggamnya, beberapa bagian tangannya
sampai keluar dari pegangan.
Kesucian dan kekuatan yang terlihat di SMA Sasahata, yang mana membuat
orang-orang merasa kalau itu adalah Evolving Holy Sword, One Wing, sama
sekali tidak terlihat, dan di samping itu.....

"Ugh!!"

Maou tiba-tiba mengernyit, dan menutupi mulutnya.

"A-ada apa, Raja Iblis?"

Tidak hanya itu, dia tiba-tiba juga menjadi pucat dan jatuh ke belakang dengan
langkah terseok-seok, Suzuno dengan cepat langsung menahan punggungnya.

Tapi sekalipun dengan bantuan Suzuno, Maou masih jatuh berlutut.

"Ah, oh tidak."

Usai mengucapkan hal tersebut, Maou tiba-tiba menjauhkan tangan Suzuno


dan masuk ke kedalaman hutan.

"Raja Iblis?"

"Hey hey hey, ada apa dengan pria itu?"

Suzuno dan Alberto melihat Maou terburu-buru berlari ke dalam bayangan


pepohonan di hutan, dan tak lama setelahnya,

"Eurghhhhhhhhhhh....."

Sebuah raungan yang tidak cocok dengan hutan pagi yang dingin dan kabut,
sebuah suara tak tertahankan seperti sesuatu yang tidak seharusnya keluar,
terdengar.

"".......""
Rangkaian kejadian dari mulai membual, kegagalan pedang suci, dan arus
balik dari organ pencernaan yang terjadi tiba-tiba, membuat Suzuno dan
Alberto tidak tahu apa yang harus dilakukan saat mereka terdiam syok.

Terakhir, setelah rangkaian kejadian yang tidak seharusnya terjadi,


terpampang di hadapan mereka, Maou yang terlihat pucat, akhirnya berjalan
keluar dari kedalaman hutan dengan bantuan Acies yang termaterialisasi.

"A-apa kau baik-baik saja..?"

"Apa aku terlihat seperti.... baik-baik saja.... Urgh!"

Maou yang terlihat berkaca-kaca saat dibantu berdiri oleh Acies, menarik
tangannya dari bahu Acies dan langsung duduk di tanah.

"Acies, apa yag sebenarnya terjadi?"

Melihat Maou yang nampak hampir pingsan, Suzuno bertanya pada Acies
sambil memandang Maou dengan cemas.

"Hm~ aku juga tidak yakin, aku merasa seperti akan dirampok begitu aku
menggunakan kekuatanku."

"Dirampok.... maksudmu ditolak?"

Setelah membenarkan penafsiran bahasa dari Acies, Suzuno pun menatap


Maou dan Acies secara bergantian.

"Siapa yang menolakmu?"

Acies tanpa sadar menunduk.

"Itu, tentu saja Maou."

“Hah? Aku?”
Terlihat seolah bisa mati kapan saja, Maou menoleh ke arah Acies.

“Padahal aku yang memanggilmu, kenapa malah jadi aku yang


menolakmu.....?”

“Aku tidak tahu. Tapi rasanya memang begitu. Aku juga sedikit terkejut.
Padahal kita sudah sangat mesra.”

“Kau...... ugh!!”

Maou ingin memarahi Acies yang bertingkah seolah tidak menganggap serius
situasi ini, tapi dia nampak tidak bisa menekan sensasi mual di dadanya dan
langsung menutupi mulutnya.

“Aku memang tidak begitu mengerti, tapi ini artinya pedang suci tidak bisa
digunakan, kan?”

Alberto yang memperhatikan keseluruhan proses kejadian tadi, bertanya


dengan gelisah.

“Sepertinya begitu.... dengan begini, situasinya akan jadi sedikit merepotkan.”

Menurut penilaian Suzuno, Maou menjadi begitu kuat setelah mendapatkan


kekuatan dari Acies, dan dari bagaimana dia bisa mengalahkan seorang
malaikat agung dengan begitu mudah, sepertinya dia setara, atau dalam
beberapa situasi, bahkan melebihi Emi dalam hal kekuatan.

Karena dia tidak bisa menggunakan kekuatan itu, jika mereka menemui situasi
yang mengharuskan mereka untuk bertarung melawan para malaikat yang
bergerak di Afashan, pasti akan ada resiko kekuatan yang tidak memadai.

Tapi di sisi lain, Maou telah menggunakan kekuatan itu dengan begitu baik
saat pertama kali dia menggunakannya di SMA Sasahata, dan setelah kejadian
itu sampai hari ini, tubuhnya tidak menunjukan satupun kondisi aneh atau
ketidaknyamanan, bahkan proses perwujudan dan penggabungan Acies pun
berjalan dengan lancar.

“Hm?”

Alarm tak terlihat di kepala Suzuno kembali berbunyi.

Rasanya dia kembali melewatkan sesuatu yang penting.

Usai menatap Maou yang terlihat pucat, Acies yang terlihat santai, dan Alberto
yang tadi menyela secara bergantian, Suzuno mulai berpikir dengan sangat
sangat keras.

“Ah.... sialan, bagaimana bisa semuanya jadi seperti ini? Padahal tidak ada
yang berubah sampai hari ini......”

Dalam sekejap, Maou yang wajah pucatnya sedikit demi sedikit pulih,
mengeluh demikian.

“Hm?”

Suzuno berhasil mendapatkan petunjuk menuju satu pertanyaan besar.

Benar, sesuatu yang sudah terasa aneh sejak awal. Namun, dia tidak menyadari
keadaan yang tak biasa tersebut.

“Kenapa?”

Karena Suzuno sudah berinteraksi dengan manusia yang bernama 'Maou


sadao' untuk waktu yang sangat lama.

“Raja Iblis, meski kau kembali ke Ente Isla.... kenapa kau tidak mendapatkan
kembali wujud iblismu?”

“.....Huh?”
“Walau kau tidak berubah.... bagaimana dengan sihir iblismu? Apa sihir
iblismu kembali?”

“.....Ah.”

Tanya Suzuno dengan suara gemetar, membuat Maou menahan napasnya.

“E-eh? Itu benar, sihir.... iblisku.... eh? Aneh sekali?”

Mereka berdua akhirnya menyadari betapa seriusnya situasi ini,


mengakibatkan wajah yang sudah mendapatkan kembali beberapa coraknya,
kembali memucat.

Sihir iblis tidak kembali ke tubuh Maou.

Meskipun Ente Isla adalah dunia para manusia, Raja Iblis Satan seharusnya
bisa mendapatkan sihir iblis di dunia ini untuk mempertahankan wujud
iblisnya.

Dan begitu sihir iblis pulih, selama dia sendiri tidak dengan sengaja memonitor
kondisi tubuhnya, secara otomatis dia harusnya berubah menjadi Raja Iblis
Satan.

Maou dengan panik menyentuh kepala dan kakinya, dan setelah memastikan
kalau struktur tubuhnya tidak berubah sedikitpun, dia langsung terpaku.

“Apa ini karena kekuatan Acies....?”

“Aku tidak yakin.”

Acies sepenuhnya tidaklah bertanggung jawab, bahkan jika mereka terus


bertanya, Maou merasa kalau gadis itu tak mungkin tahu kenapa sihir iblis
tidak kembali ke tubuhnya.
Dan setelah melihat kepanikan yang menyerang Maou, Suzuno kembali
menoleh ke arah Acies karena menyadari hal penting lain.

“Raja Iblis, kau bergabung dengan Acies di Jepang, kan?”

“Ye-yeah....”

Pertanyaan tersebut, membawa pertanyaan mengejutkan lain pada manusia dan


iblis yang memiliki hubungan dengan invasi Ente Isla yang dilakukan oleh
Pasukan Raja Iblis dulu,

“Kenapa Raja Iblis dengan sihir iblis bisa bergabung dengan pedang suci...
dengan fragmen Yesod.........?”

~Selesai~
Catatan Pengarang

'Jika kau dapat membawa satu benda ke sebuah pulau tak berpenghuni, apa
yang akan kau bawa?' Pernahkah kalian menanyakan pertanyaan ini, atau
ditanyai dengan pertanyaan semacam ini?

Wagahara dulu benar-benar terganggu dengan kondisi 'pulau tak berpenghuni'


tersebut.

Ini mungkin hanya imajinasiku, tapi dari pengucapan istilah 'pulau tak
berpenghuni', banyak orang pasti pertama kali akan terpikir sebuah pulau di
tengah lautan dengan sebuah pohon kelapa, lalu kemudian membayangkan
keberadaan hutan atau binatang, benar?

Tapi tunggu dulu.

Jika itu adalah pulau tak berpenghuni yang terbentuk dari sebuah gunung
berapi, maka flora dan fauna yang mampu tumbuh pasti akan sangat terbatas.

Jika itu adalah pulau tak berpenghuni yang terdiri dari karang dan batuan, maka
memastikan persediaan air minum akan sangat sulit.

Terdapat beberapa pulau tak berpenghuni yang berada di wilayah dingin. Pulau
tak berpenghuni di lingkar arktik atau lingkar antartika, dengan pulau yang
berada di garis ekuator, selain tidak memiliki penduduk, kondisi di kedua
wilayah tersebut sangatlah berbeda.

Ada begitu banyak kondisi yang tidak pasti, dan kau hanya bisa membawa satu
benda, bukankah itu terlalu sembrono?

Beberapa orang mungkin berpikir kalau tak perlulah terlalu serius dengan
permainan tanya jawab semacam ini. Tapi jika kita fokus, dan dengan serius
memikirkan pertanyaan mengenai 'pulau tak berpenghuni', maka hal terakhir
yang harus dipikirkan tentang pertanyaan tersebut adalah, 'jika kau terdampar
ke suatu tempat yang tak diketahui, apa yang sebaiknya kau prioritaskan dan
lakukan lebih dulu.'

Apa yang ingin kuungkapkan di sini adalah, jika kalian terlempar ke sebuah
dunia lain, agar bisa bertahan hidup, menurut kalian apa hal yang paling
penting? Ketika menulis buku ini, Wagahara begitu serius memikirkan
pertanyaan tersebut.

Jika komposisi atmosfer, makhluk hidup selain manusia, daratan, komposisi


tanah, serta kondisi lain dari dunia itu tidak cocok bagi penduduk bumi untuk
bertahan hidup, maka orang itu mungkin akan seketika mati, jadi dengan
asumsi bahwa itu adalah 'lingkungan di mana aktivitas vital makhluk bumi
tidak akan terganggu', aku ingin memastikan dengan kalian mengenai tindakan
yang harus dilakukan ketika terlempar ke sebuah dunia lain.

Prioritas utamanya pasti adalah mengumpulkan informasi mengenai lokasi


tersebut.

Manusia adalah organisme yang akan kesulitan berjalan di suatu arah tanpa
penunjuk apapun. Situasi berakhir di tempat yang sama setelah berputar-putar
atau berjalan tanpa arah tujuan di pegunungan bersalju, sangatlah akrab di
telinga kita. Hanya dengan memahami lokasi dan cuaca saja, seseorang pasti
bisa berjalan dengan arah dan tujuan di suatu tempat yang tak diketahui.

Setelah memahami arah timur, barat, selatan, utara dan kondisi cuaca,
berikutnya yang harus dilakukan adalah mengamankan air minum. Air yang
tak mengalir seperti danau dan kolam, tidaklah cocok untuk diminum, jadi
sebaiknya kita mencari mata air atau aliran air, dan dalam kasus terburuk,
carilah sungai yang airnya mengalir.
Selain mengamankan persediaan air minum, sungai tidak hanya bisa menjadi
penanda ketika kita bergerak, karena biasanya ada desa di pinggiran sungai,
maka kemungkinan selamat pun juga akan meningkat.

Ditambah lagi, flora dan fauna akan berkumpul di sekitar sungai, jadi
mendapatkan makanan pun akan menjadi lebih mudah. (Tentunya juga ada
kemungkinan bertemu binatang berbahaya)

Setelah dengan susah payah berhasil bertahan hidup, jika kau diselamatkan
oleh orang lain atau menemukan desa, maka petualanganmu akan dimulai dari
sana.

Tentunya, kondisi dari pulau tak berpenghuni yang disebutkan di awal tadi
tidaklah sama, dan titik awal dari dunia lain tempat orang itu terdampar, bisa
saja merupakan wilayah dingin, wilayah kering, ataupun daerah pegunungan.
Kalaupun kau menggunakan cara yang tadi dijelaskan untuk menemukan jalan
keluar, kemungkinan bertahan hidup pasti akan sangat rendah, benar?

Peradaban manusia di dunia lain tersebut juga sangat penting, jika kau
beruntung, kau bisa terdampar di wilayah yang padat penduduk, tapi jika
leluhur penduduk di sana bukan kera, maka masa depanmu akan menjadi
sangat suram.

Jadi bagi orang-orang yang merasa seolah akan dikirim ke dunia lain,
janganlah hanya membawa satu benda, sering-seringlah memakai baju lengan
panjang dan celana, memakai jaket, membawa kompas untuk menunjuk arah,
semprotan pengusir serangga dan air mineral.

Membawa benda-benda itu saja akan sangat meningkatkan kemungkinan


bertahan hidup. Untuk baju lengan panjang dan celana, kegunaan mereka di
wilayah dingin sangatlah jelas, dan bahkan di wilayah kering dengan sinar
matahari terik yang terus bersinar pun, benda itu bisa melindungi kulit dari
sinar matahari yang terik.

Alasan membawa kompas dan air mineral sepertinya tidak perlu dijelaskan
secara khusus.

Karena digigit di tempat yang tak diketahui bisa membawa bahaya yang
mengancam nyawa, maka semprotan pengusir serangga adalah perlengkapan
yang sangat penting.

Asalkan kau memiliki perlengkapan ini, meskipun mereka adalah makhluk


yang berevolusi dari organisme lain selain kera, mereka mungkin akan
melihatmu sebagai orang yang memiliki latar belakang yang beradab.

Tapi jika kau biasa membawa benda-benda itu, dan orang-orang di zaman
modern menganggapmu sebagai orang yang mencurigakan, maka Wagahara
tidak akan bertanggung jawab. Semuanya, saat bersiap-siap berpetualang di
dunia lain, tanggunglah akibatnya sendiri.

Wagahara selalu memikirkan hal semacam ini setiap hari, dengan seiring
berkembangnya cerita 'Hataraku Maou-Sama', plot di mana kampung halaman
Emi dan Suzuno yaitu 'Benua Salib Suci, Ente Isla' menjadi panggung utama,
adalah sesuatu yang sangat wajar. Atau akan lebih tepat menyebutnya tidak
bisa dihindari.

Terdapat jarak di antara dua dunia dalam volume ini, ini adalah kisah di mana
meski mereka sudah bekerja keras demi kehidupan mereka hari ini, banyak hal
yang akan berkembang tidak sesuai dengan harapan manusia, iblis, dan para
malaikat itu. Mereka berusaha dengan seluruh kekuatan mereka untuk
memenuhi peran mereka.

Karena kisah 'Hataraku Maou-Sama akan memasuki panggung baru, kalian


yang menantikan perkembangan Maou Sadao, Yusa Emi, dan Sasaki Chiho,
sekali lagi harus menunggu dalam keadaan seperti ini, jadi aku benar-benar
minta maaf.

Volume ini hanyalah titik peralihan, volume berikutnya adalah volume ke


sepuluh, agar mereka yang hidup di dunia 'Hataraku Maou-Sama' bisa menuju
ke dunia baru, kisah ini juga akan mencapai batu loncatan yang penting.

Aku harap semuanya bersedia menemani Raja Iblis dan Pahlawan dalam
perjalanan mereka untuk sementara waktu.

Aku harap bisa bertemu dengan kalian lagi di volume berikutnya.

Sampai jumpa!

Anda mungkin juga menyukai