Kata yang benar adalah Silaturrahim (bukan silaturrahmi). Silaturahim merupakan ajaran dasar
Islam yang bersifat sosial. Di dalamnya terkandung semangat kemanusiaan yang sangat tinggi.
Misi kerahmatan agama Islam ditunjukkan, antara lain, melalui doktrin silaturrahim ini.
Perkataan rahim secara harfiah mengandung beberapa makna, antara lain, kasih sayang, rasa
iba (ra'fah), dan kepekaan atau kepedulian (ta'aththuf). Kata rahim juga berarti kerabat atau
keluarga dekat, lawan dari ajnabi, bukan kerabat.
Artinya: “Telah bercerita kepadaku Abdul Malik bin Syu’aib bin Al-Laits, telah bercerita
kepadaku ayahku dari kakekku, telah bercerita kepadaku ‘Aqiil bin Kholid, beliau telah berkata:
telah berkata Ibnu Syihab : Anas bin Malik telah memberikan khabar kepadaku: bahwa
Rasulullah Shollallahu ‘Alaihu Wasallama pernah bersabda: barang siapa yang ingin dilapangkan
pintu rizqinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaknya dia menyambung shilaturrahim”
(H.R. Muslim : 2257)
Perintah silaturrahim dalam ayat ini, menurut mufassir Rasyid Ridha, mengandung tiga makna
sebagai berikut:
Kita disuruh menyambung hubungan silaturrahim dengan kerabat dan dilarang keras
memutuskannya. Kedua, kita disuruh memberikan kepada kerabat apa yang menjadi
haknya (QS Al-Isra': 26). Hak itu bisa harta (warisan), bisa juga pemberian atau sedekah
biasa. Ketiga, kita disuruh berbuat baik kepada kerabat dalam arti berbuat ihsan (QS
Annisa: 36).
Dalam bahasa modern, silaturrahim adalah jejaring (networking) bisa dengan facebook,
atau twitter. Melakukan silaturrahim berarti membangun dan memperkuat jejaring.
Jejaring adalah tuntunan modernitas, dan sekaligus globalitas yang akan mendukung
kekuatan dan kemajuan baik secara ekonomi, politik, sosial, maupun keagamaan.
Katanya, ''Siapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya, maka
hendaklah ia melakukan silaturrahim.'' Sebagai umat dan bangsa, kita perlu
membudayakan silaturrahim.
Silaturrahim adalah jalan yang sebenar-benarnya yang akan mengantarkan kita menuju
kehidupan yang lebih damai, toleran, dan berkeadaban.
Artinya: “tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, Maka apabila telah datang waktunya mereka
tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya”.
Secara sepintas bila difahami dari makna harfiah, terdapat makna yang berlawanan dari kedua
dalil di atas. Dalam hadits, rasulullah menjelaskan bahwa umur dan rizqi manusia dapat
ditambah dengan suka bersilaturrahim. Sedangkan firman Allah menjelaskan bahwa batas
waktu yang telah ditentukan oleh Allah, tidak dapat diawalkan atau diakhirkan, ditambah atau
dikurangi.
Imam Nawawi berkata, maksud al Atsaru yakni ajal, karena ajal ialah suatu hal yang mengiringi
kehidupan. Sedangkan bastur rizki adalah melapangkan rizki dan memperbanyak, dan
disebutkan maknanya yakni ‘keberkahan’. Adapun penundaan ajal menjadi sebuah pertanyaan
yang banyak diperdebatkan, karena ajal dan rizki keduanya ketentuan Allah yang tidak bisa
bertambah dan berkurang.