Anda di halaman 1dari 4

‫الَحْم ُد ِهلل اّلِذ ي َلُه َم ا ِفي السَم اَو اِت َو َم ا ِفي ْاَألْر ِض َو َلُه الَح ْم ُد ِفي اآلخَر ة اْلَحِكيُم

اْلَخ ِبيُر َيْع َلُم َم ا َيِلُج ِفي اَأْلْر ِض‬


‫ َأْش َهُد َأْن َال ِإَلَه ِإَّال ُهللا َو ْح َد ُه َال َش ِر ْيَك‬.‫َو َم ا َيْخ ُرُج ِم ْنَها َو َم ا َينِزُل ِم َن الَّس َم اِء َو َم ا َيْعُرُج ِفيَها وهو الّر ِح يم الَغ ُفْو ر‬
‫ َالَّلُهَّم َفَص ِّل َو َس ِّلْم َع َلى َس ِّيِد َنا ُمَح َّمٍد‬. ‫ َو َأْش َهُد َأَّن َس ِّيدنا ُمَحَّم ًدا َع ْبُد ُه َو َر ُسْو ُلُه الَّد اِع ى ِبَقْو ِلِه َو ِفْع ِلِه ِإَلى الَّرَش اِد‬، ‫َلُه‬
‫َو َع َلى آِلِه َو َأْص َحِابِه الَهاِد ْيَن ِللَّص َو اِب َو َع َلى الَّتاِبِع ْيَن َلُهْم ِبِإْح َس اٍن ِإَلى َيْو ِم ْالَم آِب‬.
: ‫ ِاَّتُقْو اَهللا َح َّق ُتَقاِته َو َالَتُم ْو ُتَّن ِاَّالَو َأنْـُتْم ُم ْس ِلُم ْو َن َفَقْد َقاَل ُهللا َتَع الَى ِفي ِكَتاِبِه اْلَك ِر ْيِم‬، ‫ َفَياَاُّيَها اْلُم ْس ِلُم ْو َن‬،‫َاَّم ا َبْعُد‬
‫َو ِإْذ َتَأَّذ َن َر ُّبُك ْم َلِئْن َشَكْر ُتْم َأَلِز يَد َّنُك ْم َو َلِئْن َكَفْر ُتْم ِإَّن َع َذ اِبي َلَش ِد يٌد‬
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Khalifah kedua, Sayyidina Umar bin Khattab radliyallahu 'anh pernah melontarkan kalimat:

‫َم َتى اْسَتْع َبْد ُتم الَّنـــــــــاَس َو َقْد َو َلَد ْتُهْم ُأَّمَهاُتُهْم َأْح َر اًرا؟‬
“Sejak kapan kalian memperbudak manusia, sedangkan ibu-ibu mereka melahirkan mereka
sebagai orang-orang merdeka.” (Kitab al-Wilâyah ‘alal Buldân fî ‘Ashril Khulafâ’ ar-Râsyidîn)

Sayyidina Umar memang menyampaikannya dengan nada tanya, namun sesungguhnya ia


sedang mengorek kesadaran kita tentang hakikat manusia. Menurutnya, manusia secara fitrah
adalah merdeka. Bayi yang lahir ke dunia tak hanya dalam keadaan suci tapi juga bebas dari
segala bentuk ketertindasan.

Sebagai konsekuensinya, penjajahan sesungguhnya adalah proses pengingkaran akan sifat


hakiki manusia. Karena itu Islam mengizinkan membela diri ketika kezaliman menimpa diri.
Bahkan, pada level penjajahan yang mengancam jiwa, umat Islam secara syar'i diperbolehkan
mengobarkan perang. Perang dalam konteks ini adalah untuk kepentingan mempertahankan diri
(defensif), bukan perang dengan motif asal menyerang (ofensif).

Hal ini pula yang dilakukan para ulama, santri, dan umat Islam bangsa ini ketika menghadapi
penjajahan Belanda dan Jepang pada masa lalu. Perjuangan mereka lakukan bersama berbagai
elemen bangsa lain yang tidak hanya beda suku dan daerah tapi juga agama dan kepercayaan.
Sebab, kemerdekaan memang menjadi persoalan manusia secara keseluruhan, bukan cuma
golongan tertentu. Islam mengakuinya sebagai nilai yang universal.

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Tanah air menjadi elemen penting dalam perjuangan tersebut. Tanah air tidak ubahnya
rumah yang dihuni jutaan bahkan ratusan juta manusia. Islam mengakui hak atas keamanan
tempat tinggal dan memperbolehkan melakukan pembelaan bila terjadi ancaman yang
membahayakannya.

Al-Qur’an bahkan secara tersirat menyejajarkan posisi agama dan tanah air dalam Surat al-
Mumtahanan ayat 8:
‫اَل َيْنَهاُك ُم ُهللا َع ِن اَّلِذ يَن َلْم ُيَقاِتُلوُك ْم ِفي الِّديِن َو َلْم ُيْخ ِر ُجوُك ْم ِم ْن ِدَياِر ُك ْم َأْن َتَبُّر وُهْم َو ُتْقِس ُطوا ِإَلْيِهْم ۚ ِإَّن َهللا ُيِح ُّب‬
‫اْلُم ْقِس ِط يَن‬
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah: 8)

Seorang pakar ilmu tafsir, KH Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat tersebut memberi
pesan bahwa Islam menyejajarkan antara agama dan tanah air. Oleh Al-Qur’an keduanya
dijadikan alasan untuk tetap berbuat baik dan berlaku adil. Al-Qur’an memberi jaminan
kebebasan beragama sekaligus jaminan bertempat tinggal secara merdeka. Tidak heran bila
sejumlah ulama memunculkan jargon hubbul wathan minal iman (cinta tanah air sebagian dari
iman).

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Dengan demikian, cara pertama yang bisa dilakukan untuk menyambut hari kemerdekaan
ini adalah mensyukuri secara sungguh-sungguh dan sepenuh hati atas anugerah kemanan atas
agama dan negara kita dari belenggu penjajahan yang menyengsarakan. Sebab, nikmat agung
setelah iman adalah aman (a’dhamun ni‘ami ba‘dal îmân billâh ni‘matul aman).

Lalu, bagaimana cara kita mensyukuri kemerdekaan ini?

Pertama, mengisi kemerdekaan selama ini dengan meningkatkan ketakwaan kepada Allah.
Menjalankan syariat secara tenang adalah anugerah yang besar di tengah sebagian saudara-
saudara kita di belahan dunia lain berjuang mencari kedamaian. Umat Islam Indonesia harus
mensyukurinya dengan senantiasa mendekatkan diri kepada sang khaliq dan berbuat baik kepada
sesama. Perlombaan yang paling bagus dim omen ini adalah perlombaan menuju paling menjadi
pribadi paling takwa karena di situlah kemuliaan dapat diraih.

‫َيا َأُّيَها الَّناُس ِإَّنا َخ َلْقَناُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َو ُأْنَثٰى َو َجَع ْلَناُك ْم ُش ُعوًبا َو َقَباِئَل ِلَتَع اَر ُفواۚ ِإَّن َأْك َر َم ُك ْم ِع ْنَد ِهَّللا َأْتَقاُك ْم ۚ ِإَّن َهَّللا َع ِليٌم َخ ِبيٌر‬

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
(QS al-Hujurat: 13)

Yang kedua, mencintai negeri ini dengan memperhatikan berbagai kemaslahatan dan
kemudaratan bagi eksistensinya. Segala upaya yang memberikan manfaat bagi rakyat luas kita
dukung, sementara yang merugikan masyarakat banyak kita tolak.

Dukungan terhadap kemaslahatan publik bisa dimulai dari diri sendiri yang berpatisipasi
terhadap proses kemajuan di masyarakat, andil bergotong royong, atau patuh terhadap peraturan
yang berlaku. Sebaliknya, mencegah mudarat berarti menjauhkan bangsa ini dari berbagai
marabahaya, seperti bencana, korupsi, kriminalitas, dan lain sebagainya.

Inilah pengejawantahan dari sikap amar ma’ruf nahi munkar dalam pengertian yang luas.
Ajakan kebaikan dan pengingkaran terhadap kemungkaran dipraktikkan dalam konteks
pembangunan masyarakat. Tujuannya, menciptakan kehidupan yang lebih harmonis, adil, dan
sejahtera. Termasuk dalam praktik ini adalah mengapresiasi pemerintah bila kebijakan yang
dijalankan berguna dan mengkritiknya tanpa segan ketika kebijakan pemerintah melenceng dari
kemaslahatan bersama.

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Al-Imam Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali dalam Ihyâ’ ‘Ulûmid Dîn mengatakan:

‫الُم ْلُك َو الِّدْيُن َتْو َأَم اِن َفالِّدْيُن َأْص ٌل َو الُّس ْلَطاُن َح اِر ٌس َو َم ا اَل َأْص َل َلُه َفَم ْهُد ْو ٌم َو َم ا اَل َح اِر َس َلُه َفَض اِئٌع‬
“Kekuasaan (negara) dan agama merupakan dua saudara kembar. Agama adalah landasan,
sedangkan kekuasaan adalah pemelihara. Sesuatu tanpa landasan akan roboh. Sedangkan sesuatu
tanpa pemelihara akan lenyap.”

Al-Ghazali dalam penryataan itu seolah ingin menegaskan bahwa ada hubungan simbiosis
yang tak terpisahkan antara agama dan negara. Alih-alih bertentangan, keduanya justru hadir
dalam keadaan saling menopang. Negara membutuhkan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam
agama, sementara agama memperlukan “rumah” yang mampu merawat keberlangsungannya
secara aman dan damai.

Indonesia adalah sebuah nikmat yang sangat penting. Kita bersyukur dasar negara kita
senafas dengan substansi ajaran Islam. Kemerdekaan memang belum diraih secara tuntas dalam
segala bidang. Namun, itulah tugas kita sebagai warga negara yang baik untuk tak hanya
mengeluhkan keadaan tapi juga harus turut serta memperbaikinya sebagai bagian dari ekspresi
hubbul wathan. Semoga Allah subhânahu wata‘âlâ senantiasa menjaga negara dan agama kita
dari malapetaka hingga bisa kita wariskan ke generasi-generasi berkutnya.

‫ َو َنَفَعِني َو ِإَّياُك ْم ِبَم اِفْيِه ِم ْن آَيِة َو ِذ ْك ِر اْلَحِكْيِم َو َتَقَّبَل ُهللا ِم َّنا َو ِم ْنُك ْم ِتَالَو َتُه‬، ‫َباَر َك هللا ِلي َو َلُك ْم ِفى ْالُقْر آِن ْالَعِظ ْيِم‬
‫ َو َأُقْو ُل َقْو ِلي َهَذ ا َفأْسَتْغ ِفُر َهللا الَعِظ ْيَم ِإَّنُه ُهَو الَغ ُفْو ُر الَّر ِح ْيم‬، ‫َو ِإَّنُه ُهَو الَّس ِم ْيُع الَعِلْيُم‬
‫‪Khutbah II‬‬

‫َاْلَحْم ُد ِهلل َعلَى ِإْح َس اِنِه َو الُّشْك ُر َلُه َعلَى َتْو ِفْيِقِه َو ِاْمِتَناِنِه‪َ .‬و َأْش َهُد َأْن َال ِاَلَه ِإَّال ُهللا َو ُهللا َو ْح َد ُه َال َش ِر ْيَك َلُه َو َأْش َهُد‬
‫أَّن َس ِّيَدَنا ُمَحَّم ًدا َع ْبُد ُه َو َر ُسْو ُلُه الَّد اِع ى إلَى ِرْض َو اِنِه‪ .‬اللُهَّم َص ِّل َع َلى َس ِّيِد َنا ُم َحَّمٍد ِو َع َلى َاِلِه َو َأْص َح اِبِه َو َس ِّلْم‬
‫َتْس ِلْيًم ا ِكثْيًرا‬

‫َأَّم ا َبْعُد َفيَا َاُّيَها الَّناُس ِاَّتُقواَهللا ِفْيَم ا َأَم َر َو اْنَتُهْو ا َع َّم ا َنَهى َو اْع َلُم ْو ا َأَّن َهللا َأَم َر ُك ْم ِبَأْم ٍر َبَد َأ ِفْيِه ِبَنْفِس ِه َو َثـَنى ِبَم آل‬
‫ِئَك ِتِه ِبُقْد ِس ِه َو َقاَل َتعَاَلى ِإَّن َهللا َو َم آلِئَكَتُه ُيَص ُّلْو َن َعلَى الَّنِبى يآ َاُّيَها اَّلِذ ْيَن آَم ُنْو ا َص ُّلْو ا َع َلْيِه َو َس ِّلُم ْو ا َتْس ِلْيًم ا‪ .‬اللُهَّم‬
‫َص ِّل َع َلى َس ِّيِد َنا ُمَح َّمٍد َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس ِّلْم َو َع َلى آِل َس ِّيِد نَا ُم َحَّمٍد َو َع َلى َاْنِبيآِئَك َو ُرُس ِلَك َو َم آلِئَك ِة ْالُم َقَّر ِبْيَن‬
‫َو اْر َض الّلُهَّم َع ِن ْالُخَلَفاِء الَّراِش ِد ْيَن َأِبى َبْك ٍر َو ُع َم ر َو ُع ْثَم ان َو َع ِلى َو َع ْن َبِقَّيِة الَّص َح اَبِة َو الَّتاِبِع ْيَن َو َتاِبِع ي‬
‫الَّتاِبِع ْيَن َلُهْم ِبِاْح َس اٍن ِاَلىَيْو ِم الِّدْيِن َو اْر َض َع َّنا َم َع ُهْم ِبَر ْح َم ِتَك َيا َأْر َح َم الَّراِحِم ْيَن‬

‫َاللُهَّم اْغ ِفْر ِلْلُم ْؤ ِمِنْيَن َو ْالُم ْؤ ِم َناِت َو ْالُم ْس ِلِم ْيَن َو ْالُم ْس ِلَم اِت َاَالْح يآُء ِم ْنُهْم َو ْاَالْم َو اِت اللُهَّم َأِع َّز ْاِإل ْس َالَم َو ْالُم ْس ِلِم ْيَن‬
‫َو َأِذ َّل الِّش ْر َك َو ْالُم ْش ِر ِكْيَن َو اْنُصْر ِعَباَدَك ْالُمَو ِّح ِد َّيَة َو اْنُصْر َم ْن َنَص َر الِّدْيَن َو اْخ ُذ ْل َم ْن َخ َذ َل ْالُم ْس ِلِم ْيَن َو َد ِّم ْر‬
‫َأْع َداَء الِّدْيِن َو اْع ِل َك ِلَم اِتَك ِإَلى َيْو َم الِّدْيِن ‪ .‬اللُهَّم اْدَفْع َع َّنا ْالَبَالَء َو ْالَو َباَء َو الَّز َالِز َل َو ْالِمَح َن َو ُسْو َء ْالِفْتَنِة َو ْالِمَح َن‬
‫َم ا َظَهَر ِم ْنَها َو َم ا َبَطَن َع ْن َبَلِد َنا ِاْنُدوِنْيِس َّيا خآَّص ًة َو َس اِئِر ْالُبْلَداِن ْالُم ْس ِلِم ْيَن عآَّم ًة َيا َر َّب ْالَع اَلِم ْيَن ‪َ .‬ر َّبَنا آِتنَا ِفى‬
‫الُّد ْنَيا َح َس َنًة َو ِفى ْاآلِخَر ِة َحَس َنًة َو ِقَنا َع َذ اَب الَّناِر‪َ .‬ر َّبَنا َظَلْم َنا َاْنُفَس َنا َو اإْن َلْم َتْغ ِفْر َلَنا َو َتْر َح ْم َنا َلَنُك ْو َنَّن ِم َن‬
‫‪ْ.‬الَخاِس ِر ْيَن‬

‫ِعَباَد ِهللا ! ِإَّن َهللا َيْأُم ُرَنا ِبْالَع ْد ِل َو ْاِإل ْح َس اِن َو ِإْيتآِء ِذ ي ْالُقْر بَى َو َيْنَهى َع ِن ْالَفْح شآِء َو ْالُم ْنَك ِر َو ْالَبْغ ي َيِع ُظُك ْم َلَع َّلُك ْم‬
‫َتَذَّك ُرْو َن َو اْذ ُك ُروا َهللا ْالَعِظ ْيَم َيْذ ُك ْر ُك ْم َو اْشُك ُرْو ُه َعلَى ِنَعِمِه َيِز ْد ُك ْم َو َلِذ ْك ُر ِهللا َأْك َبْر‬

Anda mungkin juga menyukai