Anda di halaman 1dari 2

KERUKUNAN BERAGAMA ‫َو اَل َتُسُّبوا اَّلِذ ْيَن َيْدُع ْو َن ِم ْن ُد ْو ِن ِهّٰللا َفَيُسُّبوا َهّٰللا َع ْد ًو ۢا ِبَغْيِر ِع ْلٍۗم َك ٰذ ِلَك َز َّيَّنا

ْدُع ْو َن ِم ْن ُد ْو ِن ِهّٰللا َفَيُسُّبوا َهّٰللا َع ْد ًو ۢا ِبَغْيِر ِع ْلٍۗم َك ٰذ ِلَك َز َّيَّنا ِلُك ِّل ُاَّمٍة‬
‫َع َم َلُهْۖم ُثَّم ِاٰل ى َر ِّبِهْم َّم ْر ِج ُعُهْم َفُيَنِّبُئُهْم ِبَم ا َك اُنْو ا َيْع َم ُلْو َن‬
‫ َو َأْش َهُد َأْن اَل‬.‫ َو َبَّيَن َلَنا ُس ُبَل اْلَفاَل ِح‬،‫ َو َح َّثَنا َع َلى الَّص اَل ِح‬،‫َاْلَحْم ُد ِهَّلِل اَّلِذ ْي َأَم َر َنا ِباِإْل ْص اَل ِح‬
“Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain
‫ َالَّلُهَّم َص ِّل َو َس ِّلْم‬.‫ َو َأْش َهُد َأَّن َس ِّيَدَنا ُمَحَّم ًدا َع ْب ُد ِهللا َو َر ُس وُلُه‬،‫ِإَلَه ِإاَّل ُهللا َو ْح َد ُه اَل َش ِرْيَك َلُه‬
Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa
: ‫ َو َع َلى َأِلِه َو َص ْح ِبِه َو َم ْن َتِبَع ُهْم ِبِإْح َس اٍن ِإَلى َيْو ِم الِّدْيِن َأَّم ا َبْعُد‬، ‫َو َباِرْك َع َلى َس ِّيِد َنا ُم َحَّمٍد‬
dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik
pekerjaan mereka.
Keragaman dan perbedaan merupakan salah satu ketentuan Tuhan (Sunnatullah)
yang menjadikan kehidupan di dunia ini penuh dengan warna-warni. Perbedaan, Ayat ini secara khusus ditujukan kepada kita, umat Islam, tentang bagaimana
pandangan, keyakinan, sikap dan perilaku manusia merupakan sebuah seharusnya kita bersikap menghadapi sesembahan orang di luar Islam. Ayat ini
keniscayaan diturunkan saat suatu ketika orang-orang Islam mencaci-maki berhala,
seperti disinyalir dalam firman Allah sesembahan orang-orang kafir, kemudian mereka dilarang Allah melalui nabi
: ‫َو َلْو َش ۤا َء َر ُّبَك َلَجَعَل الَّناَس ُاَّم ًة َّو اِح َد ًة َّو اَل َيَزاُلْو َن ُم ْخ َتِلِفْيَۙن‬ untuk tidak memaki-maki itu.

“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat Kita sebagai umat Islam yang berada di Indonesia sudah sepantasnya dan
yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat” (Q.S. Hud:118). seharusnya selalu bersyukur tiada kira kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Atas
berkat rahmat-Nya lah kita diberikan kehidupan sebagai umat Muslim bebas
Toleransi menjadi kunci terciptanya kehidupan yang damai. Perbedaan-
melaksanakan ibadah dengan aman dan nyaman. Sudah menjadi fakta bahwa
perbedaan yang ada di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat tidak boleh
bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang mempunyai penduduk majemuk, tidak
menjadi pemicu konflik akibat arogansi dan prinsip merasa paling benar sendiri.
hanya terdiri dari satu agama, satu suku, dan satu ras saja, tapi multiagama,
Perbedaan-perbedaan yang ada, sudah seharusnya menjadi kekuatan untuk
multisuku, dan multiras. Sementara ini, alhamdulillah kita diberikan pertolongan
bersama membangun kehidupan yang harmonis penuh dengan toleransi serta
oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk hidup yang relatif damai, rukun
tidak saling menyakiti dan menyalahkan keyakinan dan kepercayaan orang lain.
berdampingan tanpa ada perseteruan berarti.
Allah swt berfirman dalam Qur’an surat Al-An’am: 108
Dari sini kemudian muncul konsepsi Islam tentang persamaan derajat di antara
Islam sebagai agama dan kebudayaan besar sudah sejak awal memberi suku-suku yang berbeda itu. Bahwa dalam proses saling mengenal, semuanya

sumbangsih bagi terciptanya hidup bersama. Islam mengajak semua pengikut didasarkan pada rasa persamaan derajat.

agama-agama pada satu cita-cita bersama kesatuan umat manusia tanpa


membedakan ras, warna kulit, etnik, budaya dan agama. Islam lahir untuk Di sini Islam secara tegas menegasikan kehendak untuk meneguhkan
pencerahan kemanusiaan universal, rahmatan lil ‘alamin. Allah berfirman: superioritas satu bangsa atau suku di hadapan yang lainnya. Islam menegaskan
bahwa kemuliaan derajat manusia tidak ditentukan oleh status duniawinya,
‫َو َم آ َاْر َس ْلٰن َك ِااَّل َر ْح َم ًة ِّلْلٰع َلِم ْيَن‬ melainkan status ketakwaannya.

“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) Di sini jelas bahwa Islam telah meletakkan dasar-dasar humanisme yang
rahmat bagi seluruh alam.” (Q.S. al-Anbiya’: 107). menempatkan manusia sejajar di hadapan Tuhan, sehingga tidak ada kasta
atau status sosial di antara manusia. Hanya ketakwaannyalah yang dijadikan
Karena faktor universalitas dari dimensi kerahmatan ini pula Islam mengajak
standar derajatnya. Itulah Islam yang selama ini kita anut. Bahwa Islam
semua manusia beragama untuk mencapai satu titik temu. Sebagaimana firman
bukanlah sekadar ritual keagamaan, melainkan juga ritual sosial. Dan
Allah:
pengejawantahan ritual sosial ini salah satunya adalah dalam bentuk
‫َن ْع ُب َد ِااَّل َهّٰللا َو اَل ُنْش ِر َك ِب ٖه َش ْئًـ ا َّو اَل‬ ‫ُقْل ٰٓي َاْه َل اْلِك ٰت ِب َت َع اَلْو ا ِاٰل ى َك ِلَم ٍة َس َو ۤا ٍۢء َب ْي َنَن ا َو َب ْي َن ُك ْم َااَّل‬ kebangsaan dan kenegaraan yang dilandasi oleh nilai-nilai solidaritas dan

‫ْو ا َف ُقْو ُل وا اْش َه ُد ْو ا ِبَاَّن ا ُمْس ِلُمْو َن‬ ‫َي َّت ِخ َذ َب ْع ُض َن ا َب ْع ًض ا َاْر َب اًب ا ِّمْن ُد ْو ِن ِهّٰللاۗ َف ِاْن َت َو َّل‬ soliditas

‫َااَّل َن ْع ُبَد ِااَّل َهّٰللا‬


Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada
satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak
menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu
pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah.
Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa
kami adalah orang Muslim.”

Anda mungkin juga menyukai