subhanahu wa ta’ala tak terbatas dengan ruang dan waktu. Demikian juga kekuasaan
dan kehendak-Nya tidak terbatas dengan ruang dan waktu.
Berbeda sekali dari manusia yang senantiasa dalam keterbatasan. Misalnya kita
melihat, penglihatan kita terbatas pada saat kita terjaga. Ketika kita tidur, kita tak
َو َأَّلَف َبَنْي ُقُلْو ِهِبْم َفَأْص َبُحْو ا.َاَحْلْم ُد ِهلل اَّلِذْي َغَمَر َص ْف َو َة ِعَباِدِه ِبَلطَاِئِف الَّتْخ ِص ْيِص َقْو اًل َو اْم ِتَناًنا
lagi bisa melihat. Cara melihat kita pun melalui perantara mata. Tanpa mata, kita
يِف ِخ ِة ِد ىِف ِر ِه ِغ ِم ِبِن ِتِه ِإ
َو ْاآل َر ُر َفاَقاَء، َو َنَز َع ال َّل ْن ُصُد ْو ْم َفَأْص َبُحْو ا الُّد ْنَيا َأْص َقاَء َو َأْع َو اًنا.ْع َم ْخ َو اًنا tidak bisa melihat.
ِخ
َأْش َه ُد َأْن َال ِإَلَه ِإاَّل اُهلل َو ْح َد ُه َال َش ِر ْيَك َلُه،َو َأ َاَّلنا
Jarak pandang kita juga terbatas. Kita di Indonesia tak bisa melihat belahan bumi
yang berseberangan dengan kita. Bahkan kita tidak bisa melihat dengan jarak di atas
Pemahaman tentang bagaimana beriman atau berkeyakinan kepada Allah dan Rasul-
satu km. Ini menunjukkan pandangan kita terbatas. Berbeda dengan pandangan
Nya secara benar. Yang perlu diketahui pertama kali, paling mendasar bagi semua
Allah yang absolut, tak terbatas.
insan adalah mengetahui tentang ketuhanan (tauhid) secara mantap dalam hati.
Kedua, apa saja yang terjadi di alam semesta ini, tidak lepas dari sifat qudrah
Mengutip pernyataan Syekh Ibnu Ruslan dalam kitabnya Az-Zubad sebagai berikut:
(kemampuan) dan irâdah (kehendak) Allah. Kehendak Allah meliputi apa saja yang
َأَّو ُل اِج ٍب َلى اِإْل ْن اِن ِر َفُة اِاْل َلِه ِبا ِت َق اِن
ْس ْي َس َم ْع َع َو terjadi di jagat raya ini baik itu berskala kecil mulai dari penciptaan atom,
Artinya: “Kewajiban pertama kali bagi manusia adalah mengenal Tuhan dengan pergerakan mikroba sampai penciptaan bumi langit seisinya dan semua kegiatan
keyakinan yang teguh.” entah itu baik atau buruk, semua atas kehendak Allah.
ِم
Ulama-ulama Ahlussunnah menyatakan, setiap orang Islam wajib mengetahui sifat
َو َم ا َتَش اُءوَن ِإاَّل َأْن َيَش اَء الَّلُه َر ُّب اْلَعاَل َني
dasar ketuhanan yang tercantum pada istilah aqâid lima puluh. Pada akidah dasar ini
Artinya: “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila
setiap orang harus mengenal Tuhannya, bahwa Tuhan itu mempunyai sifat wajib 20,
dikehendaki Allah, Tuhan seluruh alam. (QS At-Takwir: 29) .
sifat muhal/mustahil juga 20, dan sifat jâiz satu.
Pada ayat tersebut, Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya menyatakan bahwa ayat
tersebut turun berawal dari ayat
Semua sifat di atas adalah dogma yang bersifat absolut (benar, mutlak dan tak
ِق ِم ِإْن ِإاَّل ِذ ِل ِم ِل
terbatas). Bila Allah disebut sebagai Dzat yang Maha-Melihat, Maha-Mendengar, َمْن شاَء ْنُك ْم َأْن َيْس َت يَم، ْك ٌر ْلعاَل َني ُه َو
dan Maha-Mengetahui, maka penglihatan, pendengaran dan pengetahuan Allah
Artinya: “(Al-Quran) itu tidak lain adalah peringatan bagi seluruh alam. (Yaitu) bagi namun kehendak Allah.Sehingga kita mengucapkan hamdalah, atas taufiq atau
siapa di antara kamu yang menghendaki jalan yang lurus.” pertolongan Allah, kita bisa melaksanakan taat.
Menurut cerita Abu Hurairah dan Sulaiman bin Musa, saat ada Al-Qur'an yang َفَأَهْلَم َه اُفُج وَر َه ا َو َتْق َو اَه ا
berbunyi, “Bagi siapa di antara kamu yang menghendaki jalan yang lurus”, Abu
Jahal lalu berdalih. Ia membuat ayat ini sebagai tameng. “Semua urusan itu terserah Artinya: “Maka Dia (Allah) mengilhamakaan kepadanya (jalan) kejahatan dan
kita. Kalau kita mau, kita akan jadi orang yang lurus. Jika kita tidak mau, ya kita ketakwaannya.” (QS As-Syams: 8)
tidak akan jadi orang lurus.” Begitu kata Abu Jahal.Ideologi ini termasuk konsep Sebaliknya, seumpama kita terpeleset melakukan maksiat, kita seharusnya
dasar ideologi Qadariyah. menyatakan itu perilaku kita pribadi berdasarkan atas kebodohan kita.Sehingga jika
Setelah Abu Jahal mengatakan demikian, turunlah ayat: demikian, kita kemudian minta ampun/istighfar kepada Allah.
Jika kita sudah memahami bahwa semua yang terjadi atas kehendak Allah, kita tidak
َو اَل، َفَبَنَّي َهِبَذ ا َأَّنُه اَل َيْع َم ُل اْلَعْبُد َخ ْيًر ا ِإاَّل ِبَتْو ِفيِق الَّلِه، َو ما َتشاُؤ َن ِإاَّل َأْن َيشاَء الَّلُه َر ُّب اْلعاَلِم َني
boleh memaksa siapa pun untuk mengikuti kehendak kita, baik secara gagasan
َش ًّر ا ِإاَّل ِخِب ْذ اَل ِنِه maupun gerakan, termasuk dalam masalah berdakwah. Jangankan kita, Rasulullah
Muhammad saja tidak punya otoritas untuk memberikan hidayah kepada seseorang,
Dengan demikian, jadi jelas, seorang hamba tidak akan bisa berbuat kebaikan sebagaimana firman Allah:
kecuali mendapatkan pertolongan Allah, dan tidak pula bisa melakukan keburukan
َِباْلُم ْه َتِد ين َٰلِك َّل ِد ِد ِإ
kecuali melalui perantara kuasa Allah. (Tafsir Al-Qurthubi, juz 19, halaman 243) َّنَك اَل َتْه ي َمْن َأْح َبْبَت َو َّن ال َه َيْه ي َمْن َيَش اُء ۚ َو ُه َو َأْع َلُم
Artinya: “Sungguh, Engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada
Meskipun semua kebaikan dan keburukan itu atas kehendak Allah, para ulama orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia
membuat klasifikasi sebagai berikut: Ada satu hal yang dikehendaki oleh Allah. kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk."
Perkara ini selain dikehendaki, juga disukai dan diridhai oleh Allah, yaitu perbuatan (QS Al-Qashah: 56).
yang sesuai dengan perintah Allah dan Rasul.
Namun ada pula satu hal yang dikehendaki oleh Allah tapi tidak disukai dan tidak Merupakan sunnatullah, manusia diciptakan terdiri dari laki-laki dan perempuan,
diridhai oleh Allah yakni perbuatan-perbuatan maksiat yang dilarang oleh Allah bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Bahkan beraneka ragam budaya serta agama
dan Rasul-Nya. Sehingga sebagai bentuk adab kita kepada Allah, jika kita yang diyakini oleh penduduk yang hidup di bawah kolong langit ini. Semuanya itu
melakukan kebaikan, kita harus mengembalikan bahwa ini bukan kehendak kita, hanya Allah yang akan memberikan penilaian. Siapa di antara mereka yang paling
mulia?Tentu mereka yang paling takwa.Siapa yang paling takwa, hanya Allah yang bertawakallah kepada Allah.Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang
paling bisa memberikan penilaian. bertawakal.” (QS Ali Imran: 159) .
ا َأُّي ا الَّنا ِإَّنا َلْق َناُك ِم َذَك ٍر ُأ َثى ْلَناُك ُش و ا اِئ ِل ا ُفوا ِإَّن َأْك ُك ِعْنَد الَّلِه
َر َم ْم َو ْن َو َجَع ْم ُع ًب َو َقَب َل َتَع َر َي َه ُس َخ ْم ْن
Jika tauhid kita kuat, mestinya kita tidak akan menebar ketakutan atau teror kepada
ِل ِإ
َأْتَق اُك ْم َّن الَّلَه َع يٌم َخ ِبٌري siapa pun. Nabi Muhammad dengan perilakunya, sikapnya yang lemah lembut bisa
Artinya:" Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang menarik orang-orang yang sebelumnya belum Islam menjadi memeluk agama Islam
laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa karena tertarik dengan model dan cara dakwah Nabi Muhammad. Meskipun begitu,
dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.Sesungguhnya yang paling mulia di tetap saja ada orang-orang yang iri dan tidak setuju pada dakwah Baginda Nabi
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.Sungguh, Allah Maha yang mengajak mengesakan Tuhan seperti Abu Jahal, Abu Lahab dan sebagainya.
Mengetahui, Maha teliti. (QS Al-Hujurat: 13) . Bagaimana sikap Nabi?Nabi tidak membalasnya dengan menebar teror kepada
Sikap ekstrem atau keras dalam beragama dan tindakan kekerasan dalam berdakwah mereka.Nabi tidak pernah memaksakan ajakan dakwahnya kepada mereka. Lalu
hanya akan merugikan diri sendiri dan membuat citra negatif terhadap kesucian dan kenapa Nabi Muhammad berperang?
keagungan Islam yang kita cintai dan kita banggakan ini. Oleh karena itu, marilah Iya, perang yang dilakukan Nabi bukan dalam rangka teror. Perang yang dilakukan
kita teladani akhlak dan perilaku Rasulullah sebagaimana yang dinyatakan oleh Nabi adalah perang di medan tempur. Tidak ngebom di perumahan dengan
Allah: membabi-buta. Namun hanya dilakukan di medan tempur saja. Alasan yang
ِف ِل ِم ِب ِل ٍة ِم ِه ِل ِب melatarbelanginya pun amat masuk akal, yakni pembelaan diri lantaran kezaliman
َف َم ا َر َمْح َن الَّل ْنَت ُهَلْم ۖ َو َلْو ُك ْنَت َفًّظا َغ يَظ اْلَق ْل اَل ْنَف ُّضوا ْن َحْو َك ۖ َفاْعُف َعْنُه ْم َو اْس َتْغ ْر yang dialami umat Islam.
َِّك ِلني َّلِه ِإ َّل ِحُي ِو يِف ِر ِإ
ُهَلْم َو َش ا ْر ُه ْم اَأْلْم ۖ َف َذا َعَزْمَت َفَتَو َّك ْل َعَلى ال ۚ َّن ال َه ُّب اْلُم َتَو
Sejak awal, Allah sudah mewahyukan kepada Nabi dengan ayat: