Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebelum manusia lahir di dunia ini, manusia telah ditetapkan
semuanya oleh Allah SWT mulai dari jodoh, rezeki, dan maut. Tetapi setelah
manusia terlahir di dunia ini manusia juga harus berusaha untuk bertahan
hidup dan mendapatkan apa yang menjadi kebutuhan manusia. Biarpun
semuanya sudah ditetapkan oleh Allah kita tidak sepantasnya hanya berdiam
diri menerima keadaan atau takdir Allah, kita juga diharuskan berusaha atau
ikhtiar kepada Allah.
Mengenai hubungan antara takdir dan ikhtiar ini, banyak mengundang
pertanyaan. Telah banyak buku yang ditulis tetapi masih belum bisa
memuaskan semua pihak. Karena itu kami akan mencoba memberikan sedikit
pandangan dan pendapat dengan tujuan untuk lebih mengenal ilmu Allah dan
berguna bagi untuk orang lain.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Takdir dan Ikhtiar?
2. Apa hubungan antara Takdir dan Ikhtiar?
3. Bagaimana aplikasi secara nyata tentang keduanya?

C. Tujuan
1. Memahami Konsep Takdir dan Ikhtiar.
2. Mencari hubungan antara Takdir dan Ikhtiar.
3. Mencari bukti nyata atau perilaku dalam hubungan keduanya.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Takdir
Kata takdir (taqdir) berasal dari akar kata qadara yang antara lain berarti
mengukur, memberi kadar atau ukuran, sehingga jika kita berkata, "Allah telah
menakdirkan demikian," maka itu berarti, "Allah telah memberi kadar/ukuran/batas
tertentu dalam diri, sifat, atau kemampuan maksimal makhluk-Nya." Takdir adalah
ketentuan suatu peristiwa yang terjadi di alam raya ini yang meliputi semua sisi
kejadiannya baik itu mengenai kadar atau ukurannya, tempatnya maupun waktunya.
Dengan demikian segala sesuatu yang terjadi tentu ada takdirnya, termasuk manusia.

a. Takdir Dalam Agama Islam


Umat Islam memahami takdir sebagai bagian dari tanda kekuasaan Tuhan yang harus
diimani sebagaimana dikenal dalam Rukun Iman. Penjelasan tentang takdir hanya dapat
dipelajari dari informasi Tuhan, yaitu informasi Allah melalui Al Quran dan Al Hadits.
Secara keilmuan, umat Islam dengan sederhana telah mengartikan takdir sebagai segala
sesuatu yang sudah terjadi.

b. Konsep Takdir
Takdir adalah suatu yang sangat ghoib, sehingga kita tak mampu mengetahui takdir
kita sedikitpun. Yang dapat kita lakukan hanya berusaha, dan berusahapun telah Allah
jadikan sebagai kewajiban. “Tugas kita hanyalah senantiasa berusaha, biar hasil Allah
yang menentukan”, itulah kalimat yang sepertinya sudah tidak asing lagi di telinga kita,
yang menegaskan pentingnya mengusahakan qadha untuk selanjutnya menemui
qadarnya.
Takdir itu memiliki empat tingkatan yang semuanya wajib diimani, yaitu :
a. Al-`Ilmu, bahwa seseorang harus meyakini bahwa Allah mengetahui segala sesuatu
baik secara global maupun terperinci. Dia mengetahui apa yang telah terjadi dan apa
yang akan terjadi. Karena segala sesuatu diketahui oleh Allah, baik yang detail
maupun jelas atas setiap gerak-gerik makhluknya. Sebagaimana firman Allah :
ُ ُ‫ب الَ يَ ْعلَ ُم َها إِالَّ ه َُو َويَ ْعلَ ُم َما فِي ْالبَ ِ ِّر َو ْالبَحْ ِر َو َما ت َ ْسق‬
‫ط ِمن َو َرقَة إِالَّ يَ ْعلَ ُم َها َوالَ َحبَّة فِي‬ ِ ‫َو ِعندَهُ َمفَاتِ ُح ْالغَ ْي‬
‫طب َوالَ يَا ِبس إِالَّ فِي ِكت َاب ُّمبِين‬ ْ ‫ض َوالَ َر‬ ِ ‫ت األ َ ْر‬
ِ ‫ظلُ َما‬
ُ
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di
lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan
tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau
yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata.” (QS. Al-an`am:59)

b. Al-Kitabah, Bahwa Allah mencatat semua itu dalam lauhil mahfuz, sebagaimana
firman-Nya :
ِ ‫س َماء َو ْاأل َ ْر‬
َّ ‫ض ِإ َّن ذَلِكَ فِي ِكتَاب ِإ َّن ذَلِكَ َعلَى‬
‫َّللاِ َي ِسير‬ َّ ‫أَلَ ْم ت َ ْعلَ ْم أ َ َّن‬
َّ ‫َّللاَ َي ْعلَ ُم َما فِي ال‬
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja
yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam
sebuah kitab. Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al-
Hajj:70)

c. Al-Masyiah (kehendak), Kehendak Allah ini bersifat umum. Bahwa tidak ada sesuatu
pun di langit maupun di bumi melainkan terjadi dengan iradat/masyiah (kehendak
/keinginan) Allah SWT. Maka tidak ada dalam kekuasaan-Nya yang tidak
diinginkan-Nya selamanya. Baik yang berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh Zat
Allah atau yang dilakukan oleh makhluq-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya :

ُ‫شيْئا ً أ َ ْن َيقُو َل لَه ُ ُك ْن فَ َي ُكون‬


َ َ‫ِإنَّ َما أ َ ْم ُرهُ ِإذَا أ َ َراد‬
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata
kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia” (QS. Yasin:82)

d. Al-Khalqu, Bahwa tidak sesuatu pun di langit dan di bumi melainkan Allah sebagai
penciptanya, pemiliknya, pengaturnya dan menguasainya, dalam firman-Nya
dijelaskan :
َ‫َّللاَ ُم ْخ ِلصا ً لَّهُ ال ِدِّين‬ ِ ِّ ‫َاب بِ ْال َح‬
َّ ‫ق فَا ْعبُ ِد‬ َ ‫إِنَّا أَنزَ ْلنَا إِلَيْكَ ْال ِكت‬
“Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab dengan kebenaran. Maka
sembahlah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar:2).
c. Impliksi Iman Kepada Takdir
Kesadaran manusia untuk beragama merupakan kesadaran akan kelemahan dirinya.
Terkait dengan fenomena takdir, maka wujud kelemahan manusia itu ialah
ketidaktahuannya akan takdirnya. Manusia tidak tahu apa yang sebenarnya akan terjadi.
Kemampuan berfikirnya memang dapat membawa dirinya kepada perhitungan, proyeksi
dan perencanaan yang canggih. Namun setelah diusahakan realisasinya tidak selalu
sesuai dengan keinginannya. Manusia hanya tahu takdirnya setelah terjadi.
Oleh sebab itu sekiranya manusia menginginkan perubahan kondisi dalam
menjalani hidup di dunia ini, diperintah oleh Allah untuk berusaha dan berdoa untuk
merubahnya. Usaha perubahan yang dilakukan oleh manusia itu, kalau berhasil seperti
yang diinginkannya maka Allah melarangnya untuk menepuk dada sebagai hasil
karyanya sendiri. Bahkan sekiranya usahanya itu dinilainya gagal dan bahkan manusia
itu sedih bermuram durja menganggap dirinya sumber kegagalan, maka Allah juga
menganggap hal itu sebagai kesombongan yang dilarang juga (QS. Al Hadiid:23).
Kesimpulannya, karena manusia itu lemah (antara lain tidak tahu akan takdirnya)
maka diwajibkan untuk berusaha secara bersungguh-sungguh untuk mencapai tujuan
hidupnya yaitu beribadah kepada Allah. Dalam menjalani hidupnya, manusia diberikan
pegangan hidup berupa wahyu Allah yaitu Al Quran dan Al Hadits untuk ditaati.

2 . Pengertian Ikhtiar
ْ yang berarti mencari hasil yang lebih baik.
Ikhtiar berasal dari bahasa Arab (‫)إخ ِتيَار‬
Adapun secara istilah, pengertian ikhtiar yaitu usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan
dalam hidupnya, baik material, spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar tujuan
hidupnya selamat sejahtera dunia dan akhirat terpenuhi. Maka, segala sesuatu baru bisa
dipandang sebagai ikhtiar yang benar jika di dalamnya mengandung unsur kebaikan.
Tentu saja, yang dimaksud kebaikan adalah menurut syari’at Islam, bukan semata akal,
adat, atau pendapat umum. Dengan sendirinya, ikhtiar lebih tepat diartikan sebagai
“memilih yang baik-baik”, yakni segala sesuatu yang selaras tuntunan Allah dan Rasul-
Nya.
Ikhtiar juga dilakukan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan semaksimal
mungkin sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya. Akan tetapi, jika usaha kita
gagal, hendaknya kita tidak berputus asa. Kita sebaiknya mencoba lagi dengan lebih keras
dan tidak berputus asa. Kegagalan dalam suatu usaha, antara lain disebabkan keterbatasan
dan kekurangan yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri. Apabila gagal dalam suatu
usaha, setiap muslim dianjurkan untuk bersabar karena orang yang sabar tidak akan
gelisah dan berkeluh kesah atau berputus asa. Agar ikhtiar atau usaha kita dapat berhasil
dan sukses, hendaknya melandasi usaha tersebut dengan niat ikhlas untuk mendapat ridha
Allah, berdoa dengan senantiasa mengikuti perintah Allah yang diiringi dengan perbuatan
baik, bidang usaha yang akan dilakukan harus dikuasai dengan mengadakan penelitian
atau riset, selalu berhati-hati mencari teman (mitra) yang mendukung usaha tersebut, serta
memunculkan perbaikan-perbaikan dalam manajemen yang professional.
a. Pentingnya Ikhtiar

Setiap manusia memiliki keinginan dan cita-cita untuk mendapat kesuksesan, tak
ada seorang pun yang menginginkan kegagalan. Hal ini karena Allah menganugerahkan
kehendak kepada manusia. Jika kehendak tersebut mampu dikelola dengan baik, manusia
akan menemukan kesuksesannya.

“ (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah
dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui
” (QS.Ash-Shaff:11)

b. Larangan Berputus Asa


Allah telah mencontohkan kisah Nabi Ya’qub dalam Al-Qur’an sebagai contoh
nyata pelajaran orang-orang yang ditimpa kesusahan dan larangan berputus asa. Nabi
Ya'qub yang terus berdo'a dan berharap pada Tuhannya setiap saat agar tidak termasuk
orang-orang yang berputus asa, karena berputus asa pada kebaikan Tuhan adalah sifat-
sifat orang yang kafir.
Kisah itu digambarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an surah Yusuf ayat 87.

”Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya
dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa
dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir”. (QS: Yusuf: 87)
Tak ada cara lain, mari kita palingkan semua pada Islam. Berikhtiarlah untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan kita, yakni: dengan memilih jalan-jalan keluar yang baik-
baik dan yang diridhoi Allah Subhanahu wa-ta'ala.
BAB III
PENUTUP

Dari pembahasan yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa :


1. Takdir diumpamakan sebuah “chip”. Bagaikan sebuah “chip” dalam komputer yang
kemudian diselipkan pada otak manusia yang akan dibawanya serta ketika manusia
dilahirkan. Setiap manusia memiliki “chip” masing-masing yang berbeda satu sama lain.
Ada yang rumit dan ada pula yang sederhana. Semua atas kehendakNya.
2. Sesungguhnya ikhtiar bukan hanya usaha, atau semata-mata upaya untuk menyelesaikan
persoalan yang tengah membelit. Ikhtiar adalah konsep Islam dalam cara berpikir dan
mengatasi permasalahan. Dalam ikhtiar terkandung pesan taqwa, yakni bagaimana kita
menuntaskan masalah dengan mempertimbangkan – pertama-tama – apa yang baik
menurut Islam, dan kemudian menjadikannya sebagai pilihan, apapun konsekuensinya dan
meskipun tidak populer atau terasa berat.
DAFTAR PUSTAKA

Zainuddin.agustus 1992.Ilmu tauhid lengkap.Jakarta:Rineka cipta

Sabiq, Sayid. 1996.Akidah Islam.Surabaya:Al Ikhlas

Anda mungkin juga menyukai