Anda di halaman 1dari 13

TAKDIR DAN IKHTIAR SERTA RELEVANSI TAUHID

DALAM PERKEMBANGAN SUMBER DAYA


MANUSIA

Oleh :
Feni Larasati 14630034
Emi Nafis Solikhah 14630013
Nur Hasani Fajriana 14630012
Meidian Syahputra
Ivona Ana Phalia Farahdiba

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARA
2014
BAB I
PENGERTIAN

TAKDIR, IKHTIAR, RELEVANSI, TAUHID DAN SUMBER DAYA


MANUSIA
A. TAKDIR (QADLA DAN QADAR)
Takdir berasal dari bahasa Arab Al-qodr yang memiliki beberapa
makna diantaranya adalah hukum, ketetapan, kekuatan, daya, potensi,
ukuran, dan batasan. Dalam artian lain, Takdir adalah ketentuan Allah
terhadap segenap makhluk sesuai dengan ilmunya terhadap segala sesuatu
itu sejak sebelumnya serta sesuai dengan hikmah-Nya.
Semua makna ini merupakan realitas-realitas yang tidak bisa
diabaikan, dan ada didalam kata Takdir. Dapat dipahami bahwa takdir
adalah Hukum Allah yang ditetapkan dan dibangun berdasarkan ketetapan,
kekuatan, daya, potensi, ukuran, dan batasan tertentu yang ada pada
sesuatu. Setiap unsur tidak dapat berdiri sendiri melaikan saling
berpengaruh dan berelasi satu dan yang lainnya, membentuk bangunan
yang berarti membangun hukum atau takdir yang lain pula.
Dalam agama islam takdir adalah bagian dari tanda kekuasaan
Tuhan yang harus diimani sebagaimana dikenal dalam Rukun Iman. Yang
biasa kita kenal dengan Qadla dan Qadar. Qadha memiliki beberapa
pengertian yaitu: hukum, ketetapan,pemerintah, kehendak, pemberitahuan,
penciptaan. Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah
ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang
segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Sedangkan Qadar arti
qadar menurut bahasa adalah: kepastian, peraturan, ukuran. Adapun
menurut Islam qadar perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap
semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradahNya. Firman Allah yang artinya: yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit
dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya
dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan
Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (QS .AlFurqan ayat 2).
Untuk memperjelas pengertian qadha dan qadar, berikut ini
dikemukakan contoh. Saat ini Zaskiya melanjutkan pelajarannya di SMA.
1

Sebelum Zaskiya lahir, bahkan sejak zaman azali Allah telah menetapkan,
bahwa seorang anak bernama Zaskiya akan melanjutkan pelajarannya di
SMA. Ketetapan Allah di Zaman Azali disebut Qadha. Kenyataan bahwa
saat terjadinya disebut qadar atau takdir. Dengan kata lain bahwa qadar
adalah perwujudan dari qadha.
Perbuatan Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuanNya. Di dalam surat Al-Hijr ayat 21 Allah berfirman, yang artinya Dan
tidak sesuatupun melainkan disisi kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak
menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.
Orang kadang-kadang menggunakan istilah qadha dan qadar
dengan satu istilah, yaitu Qadar atau takdir. Jika ada orang terkena
musibah, lalu orang tersebut mengatakan, sudah takdir, maksudnya
qadha dan qadar.
Konsep dari takdir adalah suatu yang sangat ghoib, sehingga kita
tak mampu mengetahui takdir kita sedikitpun. Yang dapat kita lakukan
hanya berusaha, dan berusahapun telah Allah jadikan sebagai kewajiban.
Tugas kita hanyalah senantiasa berusaha, biar hasil Allah yang
menentukan, itulah kalimat yang sepertinya sudah tidak asing lagi di
telinga kita, yang menegaskan pentingnya mengusahakan qadha untuk
selanjutnya menemui qadarnya. Takdir itu memiliki empat tingkatan yang
semuanya wajib diimani, yaitu :
1. Al-`Ilmu, bahwa seseorang harus meyakini bahwa Allah mengetahui
segala sesuatu baik secara global maupun terperinci. Dia mengetahui
apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi. Karena segala sesuatu
diketahui oleh Allah, baik yang detail maupun jelas atas setiap gerakgerik makhluknya. Sebagaimana firman Allah yang artinya Dan pada
sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di
daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur
melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam
kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering,
melainkan tertulis dalam kitab yang nyata. (QS. Al-an`am:59)

2. Al-khitabah, beriman terhadap di tulisnya qadar (tkadir) tersebuut.


Yakin bahwasannnya Allah tellah menulis segala sesuatu yang Ia
ketahui ilmunya sebelumnya bahwa semua itu tertulis di lauhul
mahfudz, sebagaimana firman-Nya dalam QS Alhajj ayat 70.
3. Al-Masyiah (kehendak), Kehendak Allah ini bersifat umum. Bahwa
tidak ada sesuatu pun di langit maupun di bumi melainkan terjadi
dengan iradat/masyiah (kehendak /keinginan) Allah SWT. Maka tidak
ada dalam kekuasaan-Nya yang tidak diinginkan-Nya selamanya. Baik
yang berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh Zat Allah atau yang
dilakukan oleh makhluk-Nya. Allah berfirman Sesungguhnya
keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata
4.

kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia (QS. Yasin:82).


Al-Khalqu, Bahwa tidak sesuatu pun di langit dan di bumi melainkan
Allah

sebagai

penciptanya,

pemiliknya,

pengaturnya

dan

menguasainya, dalam firman-Nya dijelaskan Sesunguhnya Kami


menurunkan kepadamu Kitab dengan kebenaran. Maka sembahlah
Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya. (QS. Az-Zumar:2).
B. IKHTIAR
Ikhtiar berasal dari bahasa Arab ( )yang berarti mencari hasil
yang lebih baik. Adapun secara istilah, pengertian ikhtiar yaitu usaha
manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, baik material,
spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar tujuan hidupnya selamat
sejahtera dunia dan akhirat terpenuhi. Maka, segala sesuatu baru bisa
dipandang sebagai ikhtiar yang benar jika di dalamnya mengandung unsur
kebaikan. Tentu saja, yang dimaksud kebaikan adalah menurut syariat
Islam, bukan semata akal, adat, atau pendapat umum. Dengan
sendirinya, ikhtiar lebih tepat diartikan sebagai memilih yang baik-baik,
yakni segala sesuatu yang selaras tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Ikhtiar juga dilakukan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan
semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya.
Akan tetapi, jika usaha kita gagal, hendaknya kita tidak berputus asa. Kita
sebaiknya mencoba lagi dengan lebih keras dan tidak berputus asa.
3

Kegagalan dalam suatu usaha, antara lain disebabkan keterbatasan dan


kekurangan yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri. Apabila gagal
dalam suatu usaha, setiap muslim dianjurkan untuk bersabar karena orang
yang sabar tidak akan gelisah dan berkeluh kesah atau berputus asa. Agar
ikhtiar atau usaha kita dapat berhasil dan sukses, hendaknya melandasi
usaha tersebut dengan niat ikhlas untuk mendapat ridha Allah, berdoa
dengan senantiasa mengikuti perintah Allah yang diiringi dengan
perbuatan baik, bidang usaha yang akan dilakukan harus dikuasai dengan
mengadakan penelitian atau riset, selalu berhati-hati mencari teman (mitra)
yang mendukung usaha tersebut, serta memunculkan perbaikan-perbaikan
dalam manajemen yang professional.
C. HUBUNGAN ANTARA TAKDIR(QADLA DAN QADAR) DENGAN
IKHTIAR
Iman kepada qadha dan qadar artinya percaya dan yakin dengan
sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menentukan tentang segala sesuatu
bagi makhluknya. Berkaitan dengan qadha dan qadar, Rasulullah SAW
bersabda yang artinya sebagai berikut yang artinya Sesungguhnya
seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk
nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal
daging, kemudian Allah mengutus malaekat untuk meniupkan ruh ke
dalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu tentang rezekinya,
ajalnya, amal perbuatannya, dan (jalan hidupnya) sengsara atau
bahagia. (HR.Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Masud).
Dari hadits di atas dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah
ditentukan Allah sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia
telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam
menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban
untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya.
Janganlah sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas
berusaha dan berbuat kejahatan. Pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar
bin Khattab, seorang pencuri tertangkap dan dibawa kehadapan Khalifah

Umar. Mengapa engkau mencuri? tanya Khalifah. Pencuri itu


menjawab, Memang Allah sudah mentakdirkan saya menjadi pencuri.
Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu berkata,
Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelah itu potonglah tangannya!.
Orang-orang yang ada disitu bertanya, Mengapa hukumnya diberatkan
seperti itu?Khalifah Umar menjawab, Ya, itulah yang setimpal. Ia wajib
dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul karena berdusta
atas nama Allah.
Mengenai adanya kewajiban berikhtiar , ditegaskan dalam sebuah
kisah. Pada zaman nabi Muhammad SAW pernah terjadi bahwa seorang
Arab Badui datang menghadap nabi. Orang itu datang dengan
menunggang kuda. Setelah sampai, ia turun dari kudanya dan langsung
menghadap nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat kudanya. Nabi menegur
orang itu, Kenapa kuda itu tidak engkau ikat?. Orang Arab Badui itu
menjawab, Biarlah, saya bertawakkal kepada Allah. Nabi pun bersabda,
Ikatlah kudamu, setelah itu bertawakkalah kepada Allah.
Dari kisah tersebut jelaslah bahwa walaupun Allah telah
menentukan segala sesuatu, namun manusia tetap berkewajiban untuk
berikhtiar. Kita tidak mengetahui apa-apa yang akan terjadi pada diri kita,
oleh sebab itu kita harus berikhtiar. Jika ingin pandai, hendaklah belajar
dengan tekun. Jika ingin kaya, bekerjalah dengan rajin setelah itu berdoa.
Dengan berdoa kita kembalikan segala urusan kepada Allah kita kepada
Allah SWT. Dengan demikian apapun yang terjadi kita dapat
menerimanya dengan ridha dan ikhlas.
Mengenai hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar ini,
para ulama berpendapat, bahwa takdir itu ada dua macam :
1. Takdir muallaq: yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar
manusia. Contoh seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur
pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu ia belajar dengan tekun.
Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi
insinyur pertanian. Dalam hal ini Allah berfirman: Artinya: Bagi
manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di
muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.
5

Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga


mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan
apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak
ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Dia. ( Q.S Ar-Rad ayat 11)
2. Takdir mubram; yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak
dapat diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia.
Contoh. Ada orang yang dilahirkan dengan mata sipit , atau dilahirkan
dengan kulit hitam sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan
sebagainya.
D. TAUHID
Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fiil
wahhada-yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya
menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
berkata: Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan penafsiran. Yaitu
menafsirkan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja,
kemudian baru menetapkannya (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39).
Secara istilah syarI, makna tauhid adalah menjadikan Allah
sebagai

satu-satunya

kekhususannya

(Syarh

sesembahan

yang

Tsalatsatil

Ushul,

benar
39).

dengan
Dari

segala

makna

ini

sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan


sesembahan oleh manusia, berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih
atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang yang bertauhid
hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.
E. SUMBER DAYA MANUSIA
Sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM adalah
potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya
sebagai makhluk social yang adaptif dan transformative yang mampu
mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam
menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang
dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari.

BAB II
PEMBAHASAN
TAKDIR DAN IKHTIAR SERTA RELEVANSI TAUHID DALAM
PERKEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
Sebagai umat islam maka dituntut untuk mengimani adanya Qadla dan
Qadar Alloh. yang mana hubungan takdir dan ikhtiar ialah umat islam harus
berusaha dalam menumbuhkan sikap tidak pantang menyerah untuk menggali
potensi yang di miliki dengan bekal keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT
sebagai pemberi potensi dan yang Maha Mengetahui apa yang terbaik buat
hamba-Nya yang telah berusaha.
Untuk meningkatkan mutu SDM diperlukan berbagai macam pendidikan
dan pengajaran, salah satunya adalah tauhid. Dalam hal ini pendidikan tauhid
adalah pemberian bimbingan kepada anak didik agar ia memiliki jiwa tauhid yang
kuat dan memmiliki tauhid yang baik dan benar. Sedangkan pengajaran tauhid
yang baik adalah pemberian pengertian tentang ketauhidan, baik sebagai aqidah
yang wajib diyakini maupun sebagai filsafat hidup yang membawa kepada
kebahagian hidup duniawi dan ukhrawi.
Pendidikan dan pengajaran tauhid, baik yang berhubungan dengan aqidah
maupun dalam kaitan dengan ibadah, akan menanamkan keikhlasan pada diri
seseorang dalam setiap tindakan atau perbuatan pengabdiannya. Keikhlasan dalam
mengabdi kepada Allah inilah yang membuat tauhid bagai kan pisau bermata dua,
satu segi untuk kehidupan di akhirat sisi lainnya untuk kehidupan di dunia. Dalam
hal keikhlasan dalam mengabdi kepada Allah ini, menjadikan manusia berfikir
kepada kehidupan di Dunia dan di Akhirat. Dari situlah manusia berusaha
meningkatkan kualitas baik ibadahnya maupun dalm sumberdaya yang ia miliki
sebagai peningkatan kehidupan Dunia. Sehingga dalam hal tersebut manusia dapat
mencapai tujuan dunia dan di Akhirat secara seimbang dan sempurna. Jadi dengan
tauhid manusia dapat meningkatkan sumberdaya yang ia miliki, karena di dalam
tauhid terdapat tujuan hidup yang bukan untuk akhirat saja, melainkan untuk
dunia juga dengan melalui peningkatan kinerja, kejujuran, mutu pemikirannya dan
kualitas hidup yang lain.

Pendidikan dan pengjaran tauhid kepada anak harus dimulai sejak anak itu
kecil. Pada waktu itu, orang tua lah yang bertanggung jawab dalam pendidikan
tersebut, sebab anak adalah amanah dari Allah yang harus di jaga, dirawat,
dibimbing dan yang terpenting adalah diberikan pendidikan khususnya masalah
ketauhidan. Fitrah anak yang mempunyai keimanan kepada Tuhan sejak sebelum
is lahir ke Dunia, harus disalurkan secara wajar dan dibina terus menerus sehingga
perkembangan aqidahnya semakin lama semakin sempurna. Sehingga, ia menjadi
manusia bertauhid yang betul-betul mencintai Allah diatas segala-galanya.
Usaha-usaha pemupukan rasa keimanan sebagai fitrah manusia harus
sungguh-sungguh mendapat perhatian setiap orangtua atau pengasuh anak. Usaha
tersebut dilakukan melalui tiga proses yaitu pembiasaan, pembentukan pengertian
dan pembentukan budi luhur.
1. Tahap pembiasaan, pemupukan rasa keimanan atau pendidikan agama
dimasa kanak-kanak. Dalam tahap ini, aktifitas yang di lakukan hanya
memberikan pengenalan secara umum dan membiasakan anak untuk ingat
bahwa tuhan itu ada.
2. Tahap pembentukan pengertian meliputi masa sekolah sampai menjelang
remaja. Pada usia ini anak cenderung suka berhayal. Oleh karena itu,
kesukaan seperti ini bisa dimanfaatkan oleh orang tua untuk menanamkan
tauhid melalui cerita-cerita tentang keagungan Allah.
3. Tahap pembentukan budi luhur. Tahap ini berlangsung pada masa
peralihan dari remaja menuju dewasa. Pada masa ini seorang anak sering
mengalami kebimbangan dan mudah terombang ambing oleh problema
yang dihadapi. Bimbingan dilakukan dengan cara memberikan keinsyafan
dan kesdaran bahwa segala apa yang ada adalah ciptaan tuhan dan
semuanya mlik Tuhan.
Apabila pertumbuhan dan perkembangan pengenalan kepada Allah berjalan
dengan baik dan lancar dan kebiasaan baik yang berhubungan dengan tauhid
sudah menjadi aktifitas keseharian maka terbentukalah rasa iman kepada Allah
yang cukup mendalam bagi dirinya.
Peranan keluarga sangat penting dalam pembinaan manusia menurut islam.
Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan uatam bagi seseorang, dan

orangtua sebagai kuncinya. Pendidikan dalam keluarga terutama berperan dalam


pengembangan watak, kepribadian, nilai-nilai budaya, nilai-nilai keagamaan dan
moral, serta keterampilan sederhana. Dalam hal fungsi atau peranan keluarga
menurut UU RI Nomor 2 tahun 1989 tentang system pendidikan nasional,
keluarga berperan memberi keyakinan agama, menanamkan nilai-nilai moral dan
budaya, member tauladan, dan memberikan keterampilan dasar.
Menurut islam, setiap upaya mengambangkan kualitas manusia (sumber
daya manusia) memerlukan intervensi nilai, disamping nilai-nilai yang sudah
dibawa secara fitrah. Intervensi nilai-nilai instrumental terutama melalui
pendidikan, yang mencakup pendidikan fisik maupun qalbu. Ada beberapa
dimensi kualitas manusia yang ditunjuk oleh islam sebagai sasaran atau target
pengembangan :
1. Dimensi keilmuan dan ketaqwaan (al-hujurat: 13)
2. Dimensi kepribadian, yang mencakup pandangan dan sikap hidup (alFuqan: 63-75)
3. Dimensi kreatifitas dan produktifitas (An-Nahl: 97, Al-Ashr: 1-3)
4. Dimensi kesadaran social (Al-Mamun: 1-3, Ad-Dhuha: 9-11, dll)

10

BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa :
Takdir adalah ketentuan Allah terhadap segenap makhluk sesuai dengan
ilmunya terhadap segala sesuatu itu sejak sebelumnya serta sesuai dengan
hikmah-Nya. Dalam islam umat islam wajib mengimani rukun iman yang enam,
oleh sebab itu tidak jarang jika taqdir di sebut juga qadla dan qadar Alloh artinya
bahwa antara qadha dan qadar selalu berhubungan erat . Qadha adalah ketentuan,
hukum atau rencana Allah sejak zaman azali. Qadar adalah kenyataan dari
ketentuan atau hukum Allah. Jadi hubungan antara qadha qadar ibarat rencana dan
perbuatan. Perbuatan Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan-Nya
Manusia itu lemah karena manusia mempunyai kemampuan terbatas sesuai
dengan ukuran yang diberikan oleh Allah kepadanya. Oleh sebab itu, sekiranya
manusia menginginkan perubahan kondisi dalam menjalani hidup di dunia ini,
diperintah oleh Allah untuk berusaha dan berdoa untuk merubahnya.diwajibkan
untuk berusaha secara bersungguh-sungguh untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu
beribadah kepada Allah. Dalam menjalani hidupnya, manusia diberikan pegangan
hidup berupa wahyu Allah yaitu Al Quran dan Al Hadits untuk ditaati, sebagai
pegangan kita sebagai umat islam untuk bertauhid kepada Alloh.

11

Daftar Pustaka
Yusron, Asmuni.1993.Ilmu Tauhid.Jakarta:Citra Niaga Rajawali
Hasbi Asy-Shiddieqy.1972.Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid atau
Kalam.Jakarta:Bulan Bintang
Aziz, Abdul.1998.Pelajaran Tauhid untuk Tingkat Lanjutan.Jakarta: Lantabora
Press

12

Anda mungkin juga menyukai