Anda di halaman 1dari 4

Makna Fastabiqul Khairat Bagi Kaum Muda

Terkadang manusia perlu untuk diingatkan. Selain karena manusia memang tempatnya
lupa, juga karena saling mengingatkan adalah salah satu kunci terjalinnya hubungan
dan relasi yang baik antar manusia. Selain itu, hati manusia ini ibarat perahu kecil di
tengah samudra yang diterpa oleh badai. Ya, hati manusia sangat mudah terombang-
ambing oleh pesona dan daya tarik dunia yang seakan-akan menjanjikan kebahagiaan
yang abadi. Pada hakikatnya kita tahu bahwa dunia adalah kefanaan yang sewaktu-
waktu akan tergantikan oleh sesuatu yang abadi yang telah digariskan Allah dalam
firman-Nya. Akan tetapi kembali kepada pasal bahwasanya manusia adalah tempatnya
lupa dan hatinya mudah terombang-ambing. Maka di sinilah urgensi saling
mengingatkan.
Persyarikatan Muhammadiyah sebagai salah satu Organisasi Masyarakat (Ormas)
terbesar di Indonesia, juga merupakan lahan yang sangat subur sebagai ranah
aktualisasi anak mudanya. Muhammadiyah dikenal sebagai Ormas yang begitu identik
dengan perkaderan. Kader yang notabenenya adalah pemuda merupakan aset penting
persyarikatan yang mutlak harus dijaga keberlangsungan dan regenerasinya. Karena
Muhammadiyah percaya bahwa wajah pemudanya saat ini adalah cerminan masa
depan Muhammdiyah.
Semboyan Anak Muda
Di kalangan anak muda Muhammadiyah, dikenal sebuah semboyan yang selalu
digaungkan untuk terus menggugah semangat anak mudanya. Semboyan itu
ialah fastabiqul khairat. Semboyan ini bukan sekedar semboyan, lebih dari itu
merupakan suntikan spirit yang mampu memacu jiwa seorang kader atau pemuda untuk
selalu berusaha tampil sebagai pemenang. Tentunya dalam koridor kebaikan menurut
syariat. Itulah yang dipahami oleh mayoritas umat Islam. Identifikasi potongan ayat yang
mengandung kalimat “astabiqul khairat ada dua di dalam Al-Qur’an. Pertama terdapat di
Surat Al Baqarah ayat 148 dan kedua dalam surat Al Maidah ayat 48. Semboyan ini juga
sekaligus menjadi ciri khas kader muda Muhammadiyah.

Di dalam kitab tafsir Jalalain, dikatakan bahwa makna dari fastabiqul khairat ialah:


segera menaati dan menerimanya. Kemudian di dalam tafsir Al Qurthuby diartikan
bahwa: bersegeralah kalian kepada ketaatan. Lalu kemudian di dalam tafsir Ibnu Katsir,
dimaknai sebagai: ketaatan kepada Allah dan mengikuti syariatnya.
Berlomba dalam Kebaikan
Ustadz Muhammad Utama Al Faruqi, mantan sekretaris Pimpinan Cabang Istimewa
Muhammadiyah Arab Saudi, dalam tulisannya yang berjudul “Memaknai Fastabiqul
Khayrat” mencatat beberapa hal penting yang harus dipahami oleh kalangan muda
Muhammadiyah dalam semboyan Fastabiqul khairat ini.
Diantaranya ialah harus dipahami bahwasanya berlomba-lomba dalam hal kebaikan dan
amal shalih tidak boleh ditunda-tunda dan harus tersistem secara rapi dan teratur.
Kemudian juga dikatakan bahwa fastabiqul khairat haruslah diiringi dan diikuti oleh sikap
Istiqomah dan konsistensi dalam berbuat kebaikan. Maka merupakan sebuah kekeliruan
ketika seorang kader Muhammadiyah berfastabiqul khairat namun mengesampingkan
sistem yang rapi dan konsistensi dalam beramal shalih.
Fastabiqul khairat bukan sekedar semboyan  yang hanya digaungkan belaka. Bukan
pula sekedar kutipan ayat penutup pidato atau ceramah yang biasa dibawakan oleh
kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Lebih daripada itu, spirit dan motivasi
yang dikandung semboyan itu haruslah terus mengalir dan menjadi karakter diri yang
dimiliki oleh seorang kader. Lalu bagaimana langkah internalisasi pemaknaan dan
ruh “astabiqul khairat ke dalam jiwa dan sanubari setiap kader? Inilah Yang menjadi
tantangan bagi semua elemen  umat khususnya para kader Angkatan Muda
Muhammadiyah (AMM).
Semboyan Kebanggan yang Punya Tiga Karakter
Berangkat dari  semboyan fastabiqul khairat kebanggaan kader IMM ini, menurut hemat
saya ada 3 sifat dan karakteristik yang seyogyanya harus dimiliki kader muda. Tiga
karakteristik itu di rangkum dengan sebuah konsep kecil yang disingkat 3K. 3K di sini
berbeda dengan 3K yang biasa terpampang di daftar menu warung kopi. Akan tetapi 3K
yang dimaksud di sini ialah: 1. Kompetitif dengan mengedepankan kolaborasi, 2. Koridor
kebaikan, dan 3. Konsisten dan Kontinyu.

Yang pertama ialah, Kompetitif dengan mengedepankan kolaborasi. Setiap kader harus
mampu membaca peluang. Peluang yang akan menjadi ranah beraktualisasi dan
menjadi wadah berfastabiqul khairat. Di era yang serba teknologi saat ini, peluang
kompetisi dan kolaborasi sangat terbuka lebar. Di bidang ilmu pengetahuan misalnya,
genderang perang telah lama ditabuh dalam ranah pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Karakteristik yang kedua dalam konsep 3K ialah, Koridor kebaikan harus tetap menjadi
kontrol. Dewasa ini, banyak kader khususnya kader muda Muhammadiyah yang begitu
semangat di dalam berkompetisi dan berkolaborasi. Akan tetapi koridor kebaikan masih
kerap kali dikesampingkan. Salah satu kalimat sakti di kalangan aktivis IMM ialah,
“anggun dalam moral unggul dalam intelektual”. Ini menujukkan betapa moral atau adab
jauh lebih diutamakan melebihi aspek intelektual. Adab lebih utama di atas ilmu.
Karakteristik yang ketiga atau yang terakhir yang mutlak harus dimiliki seorang kader
ialah, Kritis dan berpihak. Kaum muda selalu identik sumber datangnya berbagai kritik.
Kritik yang membangun dan menawarkan solusi tentunya. Juga kritik yang murni
berangkat dari keresahan rohani terhadap segala bentuk ankara murka dan
ketidakadilan. Budaya perlawanan akan penindasan dan keberpihakan kepada mereka
yang tertindas harus selalu tumbuh subur dalam jiwa kader muda Muhammadiyah.
Fastabiqul Khairat yakni berlomba-lomba dalam kebaikan demi meraih ridha Allah
SWT adalah model orang-orang yang terpilih. Dalam surah Al-Fatir ayat 32, Allah
menggambarkan tipe manusia dalam tiga jenis:
“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara
hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka sendiri
dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih
dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang
Amat besar.”

Jenis pertama adalah mereka yang zalim. Keburukan mereka lebih banyak daripada
kebaikan yang mereka ukir. Mereka menghabiskan usia pada perkara-perkara yang
Allah tidak ridai.
Jenis yang kedua adalah mereka yang pertengahan. Dalam artian, di satu waktu
mereka melakukan keburukan tetapi di waktu lain merekapun melakukan kebaikan.
Merekalah orang yang ibadahnya jalan, keburukannya pun jalan.
Dan jenis yang ketiga adalah mereka yang selalu membangun budaya Fastabiqul
Khairat, berlomba-lomba dalam ketaatan. Inilah karakteristik dari sahabat Rasulullah
SAW. Karena budaya Fastabiqul Khairat inilah para sahabat Nabi pantas dikatakan
Khairu Ummah atau generasi yang terbaik. Mereka tidak pernah melewatkan
momentum untuk menjalankan ketaatan kepada Allah.
Memang menjadi pribadi Fastabiqul Khairat, yang gemar berlomba dalam kebaikan,
bukanlah perkara yang mudah. Butuh keseriusan untuk menjaga semangat dan
berkomitmen dalam kebaikan. Inilah lima resep yang bisa menjadi solusi untuk
mempertahankan semangat dalam berbuat baik.
Pertama, niat yang ikhlas. Ikhlas adalah beribadah atau beramal shaleh untuk
mendekatkan diri kepada Allah, karena Allah. Kebalikan dari ikhlas adalah riya’ dan
sum’ah, yakni beribadah karena ingin dinilai sebagai orang baik oleh manusia.
Ikhlas dengan indah digambarkan dalam doa iftitah: “Sesungguhnya shalatku,
ibadahku, hidupku, dan matiku lillahi Rabbil Alamiin.” Jadi, ikhlas adalah melakukan
segala hal lillah. Apa artinya lillah? ada tiga makna lillah: karena Allah, untuk Allah
dan kepunyaan Allah.
Jika kita sudah bisa ikhlas dalam beramal, pastilah beramal itu akan menjadi hal yang
menyenangkan. Maka semangat Fastabiqul Khairat akan senantiasa berkobar dalam
jiwa kita.
Kedua, resep untuk bersemangat dalam beramal shaleh adalah cinta kebaikan dan
cinta kepada orang baik. Hal ini juga ada hubungannya dengan keikhlasan, yakni
beramal semata karena Allah. Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik, maka
kita menjadi cinta kebaikan sekaligus suka dengan orang yang gemar berbuat baik.
Inilah penegasan Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 195:“Dan belanjakanlah (harta
bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berbuat baik.”
Ketiga, merasa beruntung jika melakukannya. Sikap ini hadir karena kita percaya dan
yakin kepada Allah. Jika iman sudah merasuk dalam jiwa, maka kita akan merasa
beruntung jika terus melakukan perbuatan baik demi untuk menggapai ridha-Nya. Jika
perasaan demikian sudah muncul, maka semangat untuk berlomba dalam kebaikan
akan senantiasa berkobar tak pernah padam.
Dalam Surat Ali Imran ayat 85 Allah SWT berfirman:“Barangsiapa mencari agama
selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya,
dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi.”

Keempat, meneladani generasi yang beramal baik. Era Rasulullah dan para sahabat
adalah era “khairu ummah”, umat terbaik. Maka kita perlu belajar dan meneladani
mereka. Rasulullah SAW dan para sahabat senantiasa bersemangat dan berjuang tanpa
henti untuk menebar kebaikan pada semua orang, baik kepada orang mukmin maupun
kafir. Hal ini harus kita teladani, mudah-mudahan menjadi jalan agar kita kelak
dikumpulkan di surga bersama mereka.
Kelima, memahami ilmu tentang kebaikan. Sayyidina Ali kw pernah berkata, “Tubuh
kita ini selalu melewati enam keadaan, yakni sehat, sakit, mati, hidup, tidur dan
bangun. Begitu pula ruh. Hidupnya hati adalah berkat bertambahnya ilmu, dan
matinya akibat tidak adanya ilmu. Sehatnya hati adalah berkat keyakinan, dan
sakitnya hati karena keragu-raguan. Tidurnya hati adalah akibat kelalaian, dan
bangunnya hati karena zikir yang dilakukan.”
Maka ilmu sangatlah penting untuk selalu membuat hati kita hidup. Ilmu apa saja
perlu dipelajari agar kita tidak terjerumus ke dalam kehinaan. Maka mempelajari ilmu
wajib bagi kita. Jika ilmu tentang kebaikan sudah kita genggam, maka semangat
melakukan kebaikan akan terus tumbuh dalam jiwa kita. Sebab dalamnya ilmu itu
menjadi bekal untuk beramal demi kebahagiaan di dunia dan akhirnya.

Riya:memperlihatkan

Sum’ah:memperdengarkan

Anda mungkin juga menyukai