a. Menurut bahasa qadha memiliki beberapa arti yaitu hukum, ketetapan, perintah,
kehendak, pemberitahuan, dan penciptaan. Sedangkan menurut istilah, qadha adalah
ketentuan atau ketetapan Allah SWT dari sejak zaman azali tentang segala sesuatu yang
berkenaan dengan makhluk-Nya sesuai dengan iradah (kehendak-Nya), meliputi baik dan
buruk, hidup dan mati, dan seterusnya.
b. Menurut bahasa, qadar berarti kepastian, peraturan, dan ukuran. Sedangkan menurut
istilah, qadar adalah perwujudan ketetapan (qadha) terhadap segala sesuatu yang berkenaan
dengan makhluk-Nya yang telah ada sejak zaman azali sesuai dengan iradah-Nya. Qadar
disebut juga dengan takdir Allah SWT yang berlaku bagi semua makhluk hidup, baik yang
telah, sedang, maupun akan terjadi.
ََب هَّللا ُ لَنَا هُ َو َموْ اَل نَا ۚ َو َعلَى هَّللا ِ فَ ْليَت ََو َّك ِل ْال ُم ْؤ ِمنُون ِ ُقُلْ لَ ْن ي
َ صيبَنَا إِاَّل َما َكت
Artinya: "Katakanlah, sesekali-sekali tidak akan menimpa kami, melainkan apa yang telah
ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah pelindung kami dan hanya kepada Allah orang
beriman harus bertawakal." (QS. At Taubah: 51)
َ َأَ َجلُهُ ْم اَل يَ ْستَأْ ِخرُونَ َسا َعةً ۖ َواَل يَ ْستَ ْق ِد ُمون
Artinya: “Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan
ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatupun dari makhluk yang melata, tetapi Allah
menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. maka apabila telah tiba
waktu (yang telah ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya
barang sesaat pun dan tidak pula mendahulukannya." (QS An Nahl: 61)
a. Takdir Mubram
Dalam bahasa Arab, mubram artinya sesuatu yang sudah pasti, tidak dapat dielakkan.
Jadi, takdir mubram merupakan ketentuan mutlak dari Allah SWT yang pasti berlaku atas
setiap diri manusia, tanpa bisa dielakkan atau di tawar-tawar lagi, dan tanpa ada campur
tangan atau rekayasa dari manusia.
2) Usia seseorang
b. . Takdir Mu’allaq
Dalam Bahasa Arab, mu’allaq artinya sesuatu yang digantungkan atau ditunda. Jadi,
takdir muallaq berarti ketentuan Allah yang masih mungkin dapat diubah manusia melalui
usaha atau ikhtiarnya. Tentu saja jika Allah mengizinkan. Jadi Allah menunda pelaksanaan
keputusan-Nya dan menggantungkannya kepada usaha manusia sendiri. Dengan kata lain,
ketentuan Allah SWT tersebut juga tergantung dari usaha atau rekayasa dari manusia.
Allah SWT. berfirman yang artinya: “…Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu
kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…” (QS. ar-
Ra’d : 11)
Beberapa contoh takdir mu’allaq antara lain adalah kekayaan, kepandaian, dan kesehatan.
Untuk menjadi pandai, kaya, atau sehat, seseorang tidak boleh hanya duduk berpangku tangan
menunggu datangnya takdir tapi ia harus berusaha. Untuk menjadi pandai kita harus belajar;
untuk menjadi kaya kita harus bekerja keras dan hidup hemat; dan untuk menjadi sehat kita
harus menjaga kebersihan. Tidak mungkin kita menjadi pandai kalau kita malas belajar atau
suka membolos. Demikian juga kalau kita ingin kaya, tetapi malas bekerja dan suka hidup
boros; atau kita ingin sehat, tetapi kita tidak menjaga kebersihan lingkungan, maka apa yang
kita inginkan itu tak mungkin terwujud. Orang yang meyakini takdir Allah SWT, tidak boleh
pasrah begitu saja kepada nasib karena Allah SWT memberikan akal yang bisa membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk. Allah SWT juga memberikan tubuh dalam bentuk
sebaik-baiknya untuk digunakan sarana berusaha.
a. Paham Jabariyah
Takdir adalah sesuatu yang telah “diatur” tanpa ada daya manusia sebagai pelaku
kehidupan. Jabariyah adalah paham yang menafikan perbuatan dari hamba secara hakikat
dan menyerahkan perbuatan tersebut kepada Allah SWT. Artinya, manusia tidak punya andil
sama sekali dalam melakukan perbuatannya. Tuhanlah yang menentukan segala-galanya.
Nama jabariyah berasal dari kata Arab jabara yang berarti alzama hu bi fi’lih, yaitu
berkewajiban atau terpaksa dalam pekerjaannya. Manusia tidak mempunyai kemampuan dan
kebebasan untuk melakukan sesuatu atau meninggalkan suatu perbuatan. Sebaliknya ia
terpaksa melakukan kehendak atau perbuatannya sebagaimana telah ditetapkan Tuhan sejak
zaman azali. Dalam filsafat Barat aliran ini disebut Fatalism atau Predestination.
Paham jabariyah ini berpendapat bahwa qada dan qadar Tuhan yang berlaku bagi
segenap alam semesta ini, tidaklah memberi ruang atau peluang bagi adanya kebasan
manusia untuk berkehendak dan berbuat menurut kehendaknya. Paham ini menganggap
semua takdir itu dati Allah. Oleh karena itu menurut mereka, seseorang menjadi kafir atau
muslim adalah atas kehendak Allah.
b. Paham Qadariyah
Sedangkan paham qadariyah punya pandangan ekstrim bahwa kita, manusia lah yang
sepenuhnya menguasai dan menentukan apa yang terjadi pada kita, bukan Tuhan. Qadariyah
adalah sebuah firqah yang mengingkari ilmu Allah terhadap perbuatan hambaNya dan
berkeyakinan bahwa Allah belum membuat ketentuan terhadap makhlukNya.
Kedua, orang-orang yang memandang nasib manusia telah ditentukan oleh azal.
Dengan demikian, qadara disini berarti menentukan, yaitu ketentuan Tuhan atau nasib.
Qadariyah adalah suatu aliran dalam teologi Islam yang berpendirian bahwa manusia
memiliki kemerdekaaan dan kebebasan dalam menentukkan perjalanan hidupnya. Manusia
mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Dengan demikian nama qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai
qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian
bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan. Dalam istilah Inggris paham ini dikenal
dengan nama Free Will dan Free Act.
Dengan paham tersebut mereka beranggapan bahwa setiap aktifitas manusia adalah
semata-mata keinginannya sendiri, yang terlepas dari kehendak Allah. Diantara mereka ada
yang sangat ekstrim setingkat meniadakan qadar atau ketetapan Allah yang azali atas segala
sesuatu yang belum terjadi. Sehingga setiap pekerjaan berasal dari manusia sendiri, tidak
bisa disandarkan pada Allah baik dari segi penciptaan maupun penetapan. Menurut mereka,
manusia bebas memilih apa saja yang akan dikerjakan maupun ditinggalkan,tidak ada
seorangpun yang memiliki kuasa atas kemauannya. Dia bisa beriman atau kafir jika mau dan
mengerjakan apa saja yang diinginkannya. Karena kalau tidak, maka dia bagaikan sebuah
alat atau sama seperti halnya dengan benda-benda mati lainnya. Sehingga asas takhlif atau
pemberian tanggung jawab, pemberian pahala dan siksa tidak ada gunanya.
Dengan perkataan lain, manusia itu bebas menentukan dirinya sendiri memilih
beramal baik atau buruk, karena mereka harus memikul resiko, dosa kalau berbuat munkar
dan berpahala jika berbuat baik dan taat.
d. Paham Asy'ariyah
Secara umum perbuatan manusia menurut faham asy’ariyah adalah diciptakan oleh
Tuhan, bukan diciptakan oleh manusia itu sendiri. Untuk mewujudkan suatu perbuatan,
manusia membutuhkan dua daya, yaitu daya Tuhan dan daya manusia. Hubungan perbuatan
manusia dan kehendak Tuhan dapat dijelaskan melalui teori Kasb, yakni berbarengnya
kekuasaan manusia dengan perbuatan Tuhan. Al kasb mengandung arti keaktifan. Karena itu
manusia bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan.
Menurut faham asy’ariyah, bahwa segala sesuatu itu dijadikan Tuhan, tetapi Tuhan
juga menciptakan ikhtiar dan kasab bagi manusia. Sesuatu yang diperbuat manusia adalah
pertemuan ikhtiar manusia dengan takdirnya. Ikhtiar dan kasab adalah sebagai sebab saja,
bukan yang mengadakan atau menciptakan sesuatu. Umpamanya bila sesuatu benda
disentuh api, maka ia terbakar. Bila orang makan, maka kenyanglah. Tetapi bukan api yang
membakarnya dan bukan nasi yang mengenyangkannya, semua adalah Allah semata.
Kadang-kadang terjadi sebaliknya bila Allah menghendakinya. Banyak benda yang disentuh
api tetapi tidak terbakar. Banyak orang yang berusaha sekuat tenaga tetapi sial dan
kemalangan yang diperoleh. Kalau obat itu mesti dapat menyembuhkan penyakit, tentu tidak
ada orang yang mati. Kenyataannya menunjukkan banyak penyakit yang tidak dapat
disembuhkan.
5. Kiat-kiat kesuksesan dan kedamaian hidup dunia dan akhirat kaitannya dengan takdir
b. Lakukan hal yang kamu kuasai, sesuai skill dan ilmu yang kamu punya
Seseorang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila dia mendapat
keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena dia beranggapan bahwa keberuntungan itu
merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah maka
ia akan sabar, tawakal, pasrah, karena hal tersebut merupakan ujian dari Allah. Dalilnya
terdapat dalam QS. An-Nahl : 53.
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang
tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak datang begitu
saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan
qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu.
Dalilnya terdapat dalam QS Al-Qashas : 77.
d. Menenangkan Jiwa
b. Mendidik diri untuk ikhlas menerima kenyataan hidup dengan hati sabar dan tabah.
d. Berusaha untuk dapat mengendalikan diri (tidak bersikap sombong) saat berhasil
usahanya. Karena sadar bahwa keberhasilan usahanya tidak terlepas dari kehendak Allah
swt.
e. Melatih diri untuk sabar dan tabah apabila usahanya belum berhasil seperti
yang diharapkan.
f. Selalu menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa
g. Senantiasa berprasangka baik kepada Allah swt ketika menghadapi kesulitan hidup.
h. Selalu meyakini bahwa semua yang dialami manusia (baik menyenangkan maupun
menyusahkan) adalah ujian dari Allah swt.
i. Yakin bahwa di balik suatu peristiwa yang kurang menyenangkan pasti ada hikmahnya
(bagi orang yang mampu mengambil hikmahnya)
https://rickykisaranasrillah.wordpress.com/2016/06/26/hikmah-beriman-kepada-qadha-dan-
qadar/
http://riyadindo7.blogspot.com/2016/12/perilaku-yang-mencerminkan-keimanan.html