Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hidup ini memang penuh dengan warna. Dan ingatlah  bahwa hakikat warna-
warni kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini telah Allah tuliskan (tetapkan)
dalam kitab “Lauhul Mahfudz” yang terjaga rahasianya dan tidak satupun makhluk
Allah yang mengetahui isinya. Semua kejadian yang telah terjadi adalah kehendak
dan kuasa Allah SWT. Begitu pula dengan bencana-bencana yang akhir-akhir ini
sering menimpa bangsa kita. Gempa, tsunami, tanah longsor, banjir, angin ribut dan
bencana-bancana lain yang telah melanda bangsa kita adalah atas kehendak, hak, dan
kuasa Allah SWT.Dengan bekal keyakinan terhadap takdir yang telah ditentukan oleh
Allah SWT, seorang mukmin tidak pernah mengenal kata frustrasi dalam
kehidupannya, dan tidak berbangga diri dengan apa-apa yang telah diberikan Allah
SWT.
            Kematian, kelahiran, rizki, nasib, jodoh, bahagia, dan celaka telah ditetapkan
sesuai ketentuan-ketentuan Ilahiah yang tidak pernah diketahui oleh manusia. Dengan
tidak adanya pengetahuan tentang ketetapan dan ketentuan Allah ini, maka kita harus
berlomba-lomba menjadi hamba yang saleh-muslih, dan berusaha keras untuk
menggapai cita-cita tertinggi yang diinginkan setiap muslim yaitu melihat
Rabbul’alamin dan menjadi penghuni Surga.
            Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun. Yang
terakhir adalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun takdir
yang buruk. Salah memahami keimanan terhadap takdir dapat berakibat fatal,
menyebabkan batalnya keimanan seseorang. Terdapat beberapa permasalahan yang
harus dipahami oleh setiap muslim terkait masalah takdir ini.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan diatas, maka saya
membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari takdir ?
2. Ada berapa tingkatan takdir ?
3. Apakah hubungan manusia dengan takdir ?
4. Apakah hikmah iman kepada takdir ?
5.
C. TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah :
1. Mengetahui pengertian takdir
2. Mengetahui beberapa tingkatan takdir
3. Memahami hubungan antara manusia dan takdir
4. Mengetahui hikmah iman kepada takdir

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TAKDIR
Yang dimaksud dengan istilah takdir adalah Qadar (Al-Qadar khairuhu wa
syarruhu) atau Qadha’ dan Qadar (Al-Qadha’ wal-Qadar). Ulama yang menganggap
istilah Qadha’ dan Qadar mempunyai pengertian yang sama memberikan definisi sebagai
berikut : “ segala ketentuan, undang-undang, peraturan dan hukum yang ditetapkan secara
pasti oleh Allah SWT untuk segala yang ada, yang mengikat antara sebab dan akibat
segala sesuatu yang terjadi ”. (Yasin,1983 hal 146)
Sebagai contoh kita kutip beberapa ayat sebagai berikut:
“ Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.” (Ar-Ra’d 13:8)

B. TINGKATAN TAKDIR
Tingkatan taqdir atau Qadar :
1. Al-Ilmu
Al-‘Ilmu (pengetahuan), yaitu mengimani dan meyakini bahwa Allah
Mahatahu atas segala sesuatu. Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi,
secara umum maupun terinci, baik itu termasuk perbuatanNya sendiri atau perbuatan
makhlukNya. Tak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagiNya.
Allah berfirman pada Q.S Al-hajj 22:70 ‘ Apakah kamu tidak mengetahui
bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit atau bumi?’

2. Al-Kitabah
Al-Kitabah (penulisan), yaitu mengimani bahwa Allah telah menuliskan
ketetapan segala sesuatu dalam Lauh Mahfuzh yang ada disisiNya.
“Artinya ; Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah
mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi; bahwasanya yang demikian itu
terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat
mudah bagi Allah.” [Al-Hajj : 70]
Ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam ditanya tentang apa yang hendak kita
perbuat, apakah sudah ditetapkan atau tidak? Beliau menjawab: “Sudah ditetapkan.”
Dan ketika beliau ditanya: “Mengapa kita mesti berusaha dan tidak pasrah saja
dengan takdir yang sudah tertulis?”, beliau pun menjawab: “Berusahalah kalian,
masing-masing akan dimudahkan menurut takdir yang telah ditentukan baginya.”
Kemudian beliau mensitir firman Allah:
“Artinya ; Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan
bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka Kami akan
memudahkan baginya (jalan) yang mudah. Sedangkan orang yang bakhil dan merasa
dirinya cukup serta mendustakan adanya pahala yang terbaik, maka Kami akan
memudahkan baginya (jalan) yang sukar.” [Al-Lail 5-10]

2
Oleh karena itu, hendaklah Anda berusaha, sebagaimana yang diperintahkan
Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam kepada para sahabat. Anda akan dimudahkan
menurut takdir yang telah ditentukan Allah.

3. Al-Masyi-ah
Al-Masyi’ah (kehendak). Artinya, bahwa segala sesuatu yang terjadi, atau
tidak terjadi, di langit dan di bumi, adalah dengan kehendak Allah. Hal ini dinyatakan
jelas dalam Al-Qur’an Al-Karim. Dan Allah telah menetapkan bahwa apa yang
diperbuatNya adalah dengan kehendakNya, serta apa yang diperbuat para hambaNya
juga dengan kehendakNya.
Firman Allah:
“Artinya : (Yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus.
Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila
dikehendaki Allah, Tuhan Semesta Alam.” [At-Takwir : 28-29]
“Artinya : Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya.”
[Al-An’am : 112]
“Artinya : Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan
tetapi Allah berbuat apa yang dikehendakiNya.” [Al-Baqarah : 253]
Dalam ayat-ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa apa yang diperbuat
manusia terjadi dengan kehendakNya.
Dan banyak pula ayat-ayat yang menunjukkan bahwa apa yang diperbuat Allah
adalah dengan kehendakNya. Seperti firman Allah:
“Artinya : Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap
jiwa petunjuk (bagi)nya.” [As-Sajdah : 13]
“Artinya : Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang
satu.” [Huud : 118]
Dan banyak lagi ayat-ayat yang menetapkan kehendak Allah dalam apa yang
diperbuatNya. Oleh karena itu, tidaklah sempurna keimanan seseorang kepada qadar
(takdir) kecuali dengan mengimani bahwa kehendak Allah meliputi segala sesuatu.
Tak ada yang terjadi atau tidak terjadi kecuali dengan kehendakNya. Tidak mungkin
ada sesuatu yang terjadi di langit ataupun di bumi tanpa dengan kehendak Allah.

4. Al-Khalq
Al-Khalq (penciptaan). Yaitu, mengimani bahwa Allah Pencipta segala
sesuatu. Apa yang ada di langit dan di bumi Penciptanya tiada lain adalah Allah.
Sampai yang dikatakan “mati” (tidak hidup), itupun diciptakan oleh Allah. Firman
Allah:
“Artinya : Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di
antara kamu yang lebih baik amalnya.” [Al-Mulk : 2]
Jadi, segala sesuatu yang ada di langit ataupun di bumi PenciptaNya tiada lain
adalah Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Kita semua mengetahui dan meyakini bahwa apa yang terjadi dari perbuatan
Allah adalah ciptaanNya. Seperti langit, bumi, gunung, sungai, matahari bulan,

3
bintang, angin, manusia, dan hewan, kesemuanya adalah ciptaan Allah. Demikian
pula apa yang terjadi untuk para makhluk ini, seperti: sifat, perubahan dan keadaan,
itupun ciptaan Allah.
Akan tetapi mungkin saja ada orang yang sulit memahami, bagaimana dapat
dikatakan bahwa perbuatan dan perkataan yang kita lakukan dengan kehendak
kita ini adalah ciptaan Allah?
Jawabnya: Ya memang demikian. Sebab perbuatan dan perkataan kita ini timbul
karena adanya 2 faktor, yaitu kehendak dan kemampuan. Apabila perbuatan manusia
timbul karena kehendak dan kemampuannya, maka perlu diketahui bahwa yang
menciptakan kehendak dan kemampuan manusia adalah Allah. Dan Siapa yang
menciptakan sebab, Dialah yang menciptakan akibatnya.
Jadi, sebagai argumentasi bahwa Allah-lah yang menciptakan perbuatan
manusia, yaitu bahwa apa yang diperbuat manusia itu timbul karena 2 faktor, yaitu
kehendak dan kemampuan. Andaikata tidak ada kehendak dan kemampuan, tentu
manusia tidak akan berbuat. Karena andaikata dia menghendaki, tetapi tidak mampu,
tidak akan ia perbuat. Begitu pula andaikata dia mampu, tetapi tidak menghendaki,
tidak akan terjadi perbuatan itu. Jika perbuatan manusia itu terjadi karena adanya
kehendak yang mantap dan kemampuan sempurna, sedangkan kehendak dan
kemampuan tadi pada diri manusia adalah Allah, maka dengan cara ini dapat kita
katakana bahwa Allah-lah yang menciptakan perbuatan manusia.
Akan tetapi, pada hakikatnya manusia yang berbuat. Manusialah yang bersuci,
yang melakukan shalat, yang menunaikan zakat, yang berpuasa, yang melaksanakan
ibadah haji dan umrah, yang berbuat kemaksiatan, yang berbuatan ketaatan; hanya
saja semua perbuatan ini ada dan terjadi dengan kehendak dan kemampuan yang
diciptakan oleh Allah. Dan alhamdulillah hal ini sudah cukup jelas.

C. MANUSIA DAN TAKDIR


Muhammad As-Saleh Al-‘Utsaimin mengemukakan beberapa dalil yang
membuktikan bahwa manusia memiliki hak ikhtiar:
1. Di dalam Al-Quran Allah SWT menyebutkan secara eksplisit tentang adanya
masyiah dan iradah manusia seperti firman-Nya pada Q.S At-Taubah 9:46
2. Adanya perintah dan larangan Allah SWT terhadap hamba-Nya tentu berdasarkan
pertimbangan dia dapat memilih. Kalau bukan, tentu tidak perlu adanya perintah
dan larangan tersebut, sebab hal itu berarti taklif yang tidak mungkin bisa
dilaksanakan. Allah SWT mustahil melakukan hal itu sebagai mana firmannya :
‘Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya’(Al-
Baqarah 2:286)
3. Allah SWT memuji orang-orang yang berbuat baik, mencela orang-orang yang
berbuat jahat, dan memberikan balasan yang adil bagi keduannya.
4. Allah SWT telah mengutus para rasul untuk menjadi mubasyirin dan munzirin
supaya tidak ada alasan (hujjah) lagi bagi umat manusia untuk membantah Allah
sesudah diutus para rasul itu. Allah berfirman pada Q.S An-Nisa’ 4:165

4
5. Dalam kehidupan sehari-hari manusia melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu berdasarkan kemauannya sendiri, tanpa merasakan ada sesuatu yang
memaksakannya.
Dari uraian diatas jelaslah bagi kita bahwa untuk hal-hal yang ikhtiyari
sifatnya, seseorang tidak bisa menjadikan takdir sebagai alasan untuk menghindar
dari tanggung jawab, dalam hal ini Allah SWT mencela sikap-sikap orang yang
musyikin yang mencoba berdalih bahwa kemusyikan yang mereka lakukan itu
hanyalah semata-mata karena kehendak Allah SWT.

D. HIKMAH IMAN KEPADA TAKDIR

Ada beberapa hikmah yang dapat dipetik dari keimanan kepada takdir ini,
antara lain :

1. Melahirkan kesadaran bagi umat manusia bahwa segala sesuatu di alam


semesta ini berjalan sesuai undang-undang, aturan dan hukum yang telah
ditetapkan oleh Allah SWT
2. Mendorong manusia untuk berusaha dan beramal dengan sungguh-
sungguh untuk mencapai kehidupan yang baik untuk dunia dan akhirat,
mengikuti hukum sebab akibat yang telah ditetapkan oleh Allah SWT
3. Mendorong manusia untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT
yang memiliki kekuasaan dan kehendak yang mutlak, disamping itu
memiliki kebijaksanaan, keadilan, dan kasih sayang kepada makhluk-Nya
4. Menanamkan sikap tawakal dalam diri manusia, karena menyadari bahwa
manusia hanya bisa berusaha dan berdoa, sedangkan Allah SWT lah yang
menentukan hasilnya
5. Mendatangkan ketenangan jiwa dan ketentraman hidup, karena meyakini
apapun yang terjadi adalah atas kehendak dan Qadar Allah SWT.

BAB III
5
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Beriman kepada qada’ dan qadar akan melahirkan sikap optimis,tidak mudah
putus asa, sebab yang menimpanya ia yakini sebagai ketentuan yang telah Allah
takdirkan kepadanya dan Allah akan memberikan yang terbaik kepada seorang
muslim,sesuai dengan sifatnya yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.Oleh
karena itu,jika kita tertimpa musibah maka ia akan bersabar,sebab buruk menurut
kita belum tentu buruk menurut Allah,sebaliknya baik menurut kita belum tentu
baik menurut Allah.Karena dalam kaitan dengan takdir ini seyogyanya lahir sikap
sabar dan tawakal yang dibuktikan dengan terus menerus berusaha sesuai dengan
kemampuan untuk mencari takdir yang terbaik dari Allah.

B. SARAN

Keimanan seseorang akan berpengaruh terhadap perilakunya sehari-hari.Oleh


karena itu,penulis menyarankan agar kita senantiasa meningkatkan iman dan
takwa kita kepada Allah SWT agar hidup kita senantiasa berhasil menurut
pandangan Allah SWT.Juga keyakinan kita terhadap takdir Allah senantiasa
ditingkatkan demi meningkatkan amal ibadah kita.Serta Kita harus senantiasa
bersabar,berikhtiar dan bertawakal dalam menghadapi takdir Allah.

6
DAFTAR PUSTAKA

Kuliah Aqidah, Yunahar Ilyas UMY Yogyakarta

https://almanhaj.or.id/2061-tingkatan-qadha-dan-qadar.html

Anda mungkin juga menyukai