I. Kompetensi Dasar
1. Menjelaskan Pengertian Qadla dan Qadar
2. Menjelaskan Takdir Muallaq dan Takdir Mubram
3. Menjelaskan hikman iman kepada qadla dan qadar
4. Menjelaskan Implikasi Iman kepada Qadla dan Qadar dalam kehidupan
Adapun qadhâ` berasal dari qadha - yaqdhi – qadhâ`an - wa taqdhiyatan (قىض – يقىض
تقضية- – قضاء ) yang berarti:
penggantian
“…Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat bagi
sunnah Allah, dan
sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu.” (QS.
Fathir (35): 43).
4. Kelengkapan Iman Kepada Qadha dan Qadar
Beriman kepada takdir tidak akan sempurna kecuali dengan empat perkara yang akan
disebut kelengkapannya. Keempat kelengkapan itu adalah pengantar untuk memahami
masalah takdir. Barang siapa yang mengaku beriman kepada takdir, maka dia harus
merealisasikan semua rukun-rukunnya. Sebab, bagian satu akan bertalian dengan
bagian lainnya. Barang siapa yang mengakui semuanya, baik dengan lisan, keyakinan
dan amal perbuatan, maka keimanannya kepada takdir telah sempurna. Namun, barang
siapa yang mengurangi salah satunya atau lebih, maka keimanannya kepada takdir telah
rusak. Keempat kelengkapan itu adalah:
a. Ilmu
Beriman bahwa Allah mengetahui dengan ilmu-Nya yang azali mengenai apa-apa
yang telah terjadi, yang akan terjadi, dan apa yang tidak terjadi, baik secara global
maupun terperinci, di seluruh penjuru langit dan bumi serta di antara keduanya.
Allah Maha Mengetahui semua yang diperbuat makhluk-Nya sebelum mereka
diciptakan, mengetahui rizki, ajal, amal, gerak, dan diam mereka, serta men getahui
siapa di antara mereka yang sengsara dan bahagia.
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah
berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Mahakuasa atas segala
sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.”
(QS. Al-Talaq (65): 12)
b. Al-Kitabah (Penulisan)
Mengimani bahwa Allah Swt telah menuliskan apa yang telah diketahui-Nya berupa
ketentuan-ketentuan seluruh makhluk hidup di dalam al-Lauhul Mahfuzh. Suatu kitab
yang tidak meninggalkan sedikit pun dari sesuatu di dalamnya, semua yang terjadi,
apa yang akan terjadi, dan segala yang telah terjadi hingga hari Kiamat, ditulis di sisi
Allah Ta’ala dalam Ummul Kitab.
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu
sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul-Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami
jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang
luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang
diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi
membanggakan diri.” (QS. Al-Hadid (57): 22-23)
c. Masyi`atullah (Kehendak Allah)
Bahwa segala sesuatu yang terjadi di langit dan di bumi adalah sesuai dengan
keinginan dan kehendak (iradah dan masyiah) Allah yang berputar di antara rahmat
dan hikmah. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dengan
rahmat-Nya, dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dengan hikmah-Nya. Dia
tidak boleh ditanya mengenai apa yang diperbuat-Nya, karena kesempurnaan
hikmah dan kekuasaan-Nya, tetapi kita, sebagai makhluk-Nya yang akan ditanya
tentang apa yang terjadi pada kita.
“Dan tiada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di
bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa .” (QS. Fathir (35): 44)
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila
dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At-Takwir, (81): 29)
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata
kepadanya, ‘Jadilah!’ maka terjadilah ia.” (QS. Yâsîn (36): 82)
d. Al-Khalq ( Penciptaan )
Bahwa Allah adalah Pencipta ( Khaliq) segala sesuatu yang tidak ada pencipta selain-
Nya, dan tidak ada rabb selain-Nya, dan segala sesuatu selain Allah adalah makhluk.
“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (QS. Az-
Zumar (39): 62)
“Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak,
dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan
segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukuranya dengan serapi-rapinya.” (QS.
Al-Furqan (25): 2)
5. Hikmah Beriman Kepada Qada Dan Qadar
1) Dapat membangkitkan semangat dalam bekerja dan berusaha, serta memberikan
dorongan untuk memperoleh kehidupan yang layak di dunia ini.
2) Tidak membuat sombong atau takabur, karena ia yakin kemampuan manusia sangat
terbatas, sedang kekuasaan Allah Maha Tinggi.
3) Memberikan pelajaran kepada manusia bahwa segala sesuatu yang ada di alam
semesta ini berjalan sesuai dengan ketentuan dan kehendak Allah Swt.
4) Mempunyai keberanian dan ketabahan dalam setiap usaha serta tidak takut
menghadapi resiko, karena ia yakin bahwa semua itu tidak terlepas dari takdir Allah
Swt.
5) Selalu merasa rela menerima setiap yang terjadi pada dirinya, karena ia mengerti
bahwa semua berasal dari Allah Swt. Dan akan dikembalikan kepadanya, sebagai
firman Allah Swt yang artinya,
“Dan bertawakallah kepada Allah.
Sesungguhnya
Dialah Mendengar lagi
yang Maha
Maha Mengetahui.” (QS. Al-Anfal (8): 61)
Dan jika kita mendapatkan musibah atau cobaan, janganlah berputus asa dari rahmat
Allah dan janganlah bersungut-sungut, tetapi bersabarlah. Karena sabar adalah perisai
seorang mukmin yang dia bersaudara kandung dengan kemenangan. Ingatlah bahwa
musibah atau cobaan yang menimpa kita hanyalah musibah kecil, karena musibah dan
cobaan terbesar adalah wafatnya Rasulullah Saw, sebagaimana disebutkan dalam hadits
sabdanya,
“Jika salah seorang diantara kalian tertimpa musibah, maka ingatlah musibah yang
menimpaku, sungguh ia merupakan musibah yang paling besar.” (HR. Ad-Darimi)
1. Implikasi Iman Bagi Kehidupan Manusia
a. Terbebasnya jiwa manusia dari takut mati.
Hal itu karena seorang mukmin yakin bahwa manusia pasti mati, dan kematian itu
ada di tangan Allah. Kalau ajal manusia telah tiba, maka ajal itu tidak bisa ditunda
sesaatpun juga, dan ia tidak bisa lari dari kematian itu walaupun, ia berada di
benteng yang sangat kuat. Firman Allah:
“Dan adalah manusia itu sangat kikir.“ (QS. Al-Isra’ (17): 100)
Tabiat manusia semacam ini adalah tabiat manusia yang tidak tersentuh aqidah. Jika
aqidah Islam telah merasuk ke dalam lubuk hati seorang manusia, maka ia akan
terbebas dari sifat cinta harta, egois, kikir, dan semacamnya, bahkan ia akan
mengutamakan orang lain dalam kesenangan, dan mau berkorban untuk membela
orang lain. Seorang mukmin yakin bahwa harta yang ada di tangannya, pada
dasarnya milik Allah, ia akan senang hati melaksanakan perintah Allah pada
hartanya seperti zakat, infak dan sedekah. Seorang mukmin yakin bahwa
mengeluarkan zakat, infak dan sedekah merupakan sebab mendapatkan ridho Allah.
Pada waktu yang bersamaan ia yakin bahwa zakat, infaq, sedekah tidak akan
mengurangi harta, bahkan akan menyebabkan harta itu menjadi berkah dan
berkembang.
Firman Allah :
َو َم ا َتَو اَض َع، َو َم ا َز اَد َر ُج اًل ِبَع ْفٍو اَّل ِع ًّز ا، َم ا َنَقَص ْت َص َد َقٌة ِم ْن َم اٍل
ِإ
) ٌ (رواه الرتمذي. َأَح ٌد ِهَّلِل اَّل َر َفَع ُه اُهَّلل
“Sedekah tidak akan mengurangi harta, Allah tidak akan menambah seorang hamba
ِإ
lantaran memaafkan kecuali kemuliaan, dan seseorang tidaklah tawadhu’ karena
Allah, kecuali Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR. Tirmidzi).
d. Hati yang selalu ingat kepada Allah.
Seorang muslim yakin bahwa Allah selalu mengetahui dan mengawasi tingkah laku
hamba-Nya, baik yang dilakukan terang-terangan ataupun secara sembunyi. Orang
yang hatinya selalu ingat kepada Allah yang selalu mengawasinya akan
meninggalkan larangan-larangan Allah; ia tidak mencuri, menipu, berkhianat dan
sebagainya. Ia tidak akan mengambil sedikitpun harta yang bukan miliknya
sekalipun harta itu melimpah ruah, dan sekalipun ia seorang fakir miskin.
Jadi, orang yang kuat imannya akan selalu meninggalkan maksiat, karena ia yakin
bahwa Allah selalu melihatnya walaupun tidak seorangpun yang melihatnya. Orang
yang melakukan maksiat menunjukan bahwa hatinya sedang lemah. Firman Allah :
“Tidaklah kamu perhatikan bahwa sesungguhanya Allah mengetahui apa yang ada
di di langit dan apa yang ada di bumi ? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga
orang, melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara ) lima
orang, melainkan Dialah yang keenamnya dan tiada (pula) pembicaraan antara
(jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka
di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada
hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah maha mengetahui
segala sesuatu.“ (QS. Al-Mujadalah (58): 7 )
Jika seandainya pada suatu waktu melakukan maksiat karena lalai, seorang muslim
yang hatinya selalu ingat kepada Allah akan segera menghindari kelalaiannya, dia
akan segera taubat dan mohon ampun kepada Allah.