Pendahuluan
Hidup ini memang penuh dengan warna. Dan ingatlah bahwa hakikat warna-warni kehidupan yang
sedang kita jalani di dunia ini telah Allah tuliskan (tetapkan) dalam kitab “Lauhul Mahfudz” yang terjaga
rahasianya dan tidak satupun makhluk Allah yang mengetahui isinya. Semua kejadian yang telah terjadi
adalah kehendak dan kuasa Allah SWT.Begitu pula dengan bencana-bencana yang akhir-akhir ini sering
menimpa bangsa kita. Gempa, tsunami, tanah longsor, banjir, angin ribut dan bencana-bancana lain yang
telah melanda bangsa kita adalah atas kehendak, hak, dan kuasa Allah SWT.Dengan bekal keyakinan
terhadap takdir yang telah ditentukan oleh Allah SWT, seorang mukmin tidak pernah mengenal kata
frustrasi dalam kehidupannya, dan tidak berbangga diri dengan apa-apa yang telah diberikan Allah SWT.
Kematian, kelahiran, rizki, nasib, jodoh, bahagia, dan celaka telah ditetapkan sesuai ketentuan-
ketentuan Ilahiah yang tidak pernah diketahui oleh manusia. Dengan tidak adanya pengetahuan tentang
ketetapan dan ketentuan Allah ini, maka kita harus berlomba-lomba menjadi hamba yang saleh-muslih,
dan berusaha keras untuk menggapai cita-cita tertinggi yang diinginkan setiap muslim yaitu melihat
Rabbul’alamin dan menjadi penghuni Surga.
A. Latar Belakang
Qadha dan Qadar adalah dua hal yang secara bahasa berbeda, namun merupakan satu kesatuan
kuasa Allah yang tak dipisahkan. Hal ini disebabkan keduanya merupakan ketentuan atau keputusan dan
wilayah otonomi kekuasaan Allah yang tak terbatas oleh ruang dan waktu.
Allah mempunyai hak untuk menciptakan dan memerintah apa yang dikehendakinya. Segala sesuatu
pun telah ditetapkan oleh Allah sebelum ia menciptakan makhluqnya. Ia juga mengatur dan menetapkan
empat perkara pada makhluknya, seperti rizqi, ajal, amalaannya dan celaka atau bahagia, sekali-kali tidak
ada pilihan bagi mereka. Dalam kenyataan hidup yang kita lihat, setiap hari di masyarakat ada berbagai
macam warna kehidupan, ada orang yang hidupnya beruntung namun ada pula yang nasibnya serba
kekurangan. Itu semua telah menunjukkan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu menurut kadar
ukurannya.
Dalam al-Qur’an banyak ayat yang inti kandungannya mengacu untuk menyakini akan ketentuan
dan ketetapan Allah swt. Dalam makalah ini semua contohnya ada golongan makiyah dan juga ada
golongan madaniyah. Dan sebagai seorang mukmin kita harus menyakini bahwa segala apa yang terjadi
di alam semesta ini telah direncakan oleh penciptanya.
D. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
2. Untuk mengetahui pengertian qada dan qadar.
3. Untuk mengetahui hubungan qada dan qadar.
4. Untuk mengetahui macam-macam Qada dan Qadar.
5. Untuk mengetahui makna Iman kepada qada dan Qadar.
6. Untuk mengetahui fungsi iman kepada Qada dan Qadar.
7. Untuk mengetahui hikmah yang di dapat jika kita beriman kepada qada dan qadar.
8. Untuk mengetahui penyakit dalam konteks Qada dan Qadar.
9. Untuk mengetahui pengertian penyakit.
10. Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit.
11. Untuk mengetahui teori perkembangan penyakit.
12. UUntuk mengetahui dalil tentang penyakit dan Qada dan Qadar.
13. Untuk mengetahui hikmah yang didapat ketika kita diberikan penyakit oleh Allah SWT.
Qadha’ menurut bahasa ialah Hukum, ciptaan, kepastian dan penjelasan. Asal (makna) nya
adalah: Memutuskan, menentukan sesuatu, mengukuhkannya, menjalankannya dan menyelesaikannya.
Maknanya adalah mencipta. Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah
sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk.
Sedangkan Qadar menurut bahasa yaitu Masdar (asal kata) dari qadara-yaqdaru-qadaran, dan adakalanya
huruf daal-nya disukunkan (qa-dran). Ibnu Faris berkata, “Qadara: qaaf, daal dan raa’ adalah ash-sha-hiih
yang menunjukkan akhir/puncak segala sesuatu. Maka qadar adalah: akhir/puncak segala sesuatu.
Dinyatakan: Qadruhu kadza, yaitu akhirnya. Demikian pula al-qadar, dan qadartusy syai’ aqdi-ruhu, dan
aqduruhu dari at-taqdiir.”
Qadar itu sama dengan Qadr, semuanya bentuk jama’nya ialah Aqdaar. Qadar, menurut istilah
ialah: Ketentuan Allah yang berlaku bagi semua makhluk, sesuai dengan ilmu Allah yang telah terdahulu
dan dikehendaki oleh hikmah-Nya. Atau: Sesuatu yang telah diketahui sebelumnya dan telah tertuliskan,
dari apa-apa yang terjadi hingga akhir masa. Dan bahwa Allah Azza wa Jalla telah menentukan ketentuan
para makhluk dan hal-hal yang akan terjadi, sebelum diciptakan sejak zaman azali.
Para Ulama berbeda pandangan dalam memberikan arti kata Qada’ dan qadar, sebagian ulama
mengartikan sama, dan sebagian ulama yang lain memberikan arti yang berbeda.
Pandangan yang membedakan antara Qada dan Qadar, mendefinisikan Qadar dengan “Ilmu Allah
SWT. Tentang apa yang akan terjadi pada makhluk di masa mendatang.” Sedangkan Qada’ adalah “Segala
sesuatu yang Allah SWT. Wujudkan (Adakan atau berlakukan) sesuai dengan ilmu dan kehendaknya.”
Sebagian ulama yang lain justru menerapkan definisi diatas secara terbalik, yakni Qada dan Qadar
ditukar.
Pendapat yang menyamakan Qada dan Qadar memberikan definisi “Aturan baku yang
diberlakukan oleh Allah Swt. Terhadap alam ini, undang-undang yang bersifat umum, dan hukum-hukum
yang mengikat sebab dan akibat.” Pengertian itu diilhami oleh beberapa ayat Al-Qur’an, seperti Firman
Allah Swt. Dalam Q.S Ar-Ra’d/13:8 yang berbunyi :
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Qada’ menurut bahasa berarti “Menentukan
atau memutuskan”, sedangkan menurut istilah artinya “Segala ketentuan Allah Swt. Sejak zaman Azali”.
Adapun pengertian Qadar menurut bahasa adalah “Memberi kadar, aturan, atau ketentuan”. Sedangkan
menurut istilah berarti ketetapan Allah Swt. Terhadap seluruh makhluknya tentang segala sesuatu”.
Firman Allah Swt. :
Iman kepada Qada dan Qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt.
Telah menentukan segala sesuatu bagi makhluknya. Menurut Yasin, iman kepada Qada dan Qadar adalah
“Mengimani adanya ilmu AllahSwt. Yang qadiim dan mengimani adanya kehendak Allah Swt. Yang
berlaku serta kekuasaannya yang menyeluruh”.
Setiap muslim wajib mengimani Qada dan Qadar Allah Swt., yang baik ataupun yang buruk.
Firman Allah Swt. :
Iman kepada Qada dan Qadar meliputi empat prinsip, sebagai berikut :
1. Iman kepada ilmu Allah Swt. Yang Qadiim (Tidak berpermulaan), dan dia mengetahui perbuatan manusia
sebelum mereka melakukannya.
2. Iman bahwa semua Qadar Allah Swt. Telah tertulis di Lauh Mahfuzh
3. Iman kepada adanya kehendak Allah Swt. Yang berlaku dan kekuasaan-nya yang bersifat menyeluruh.
4. Iman bahwa Allah Swt. Adalah zat yang mewujudkan makhluk. Allah Swt. Adalah sang pencipta dan yang
lain adalah makhluk
Dalil yang menunjukkan rukun yang agung dari rukun-rukun iman ini ialah Al-Qur-an, As-
Sunnah dan Akal.
1. Dalil-Dalil Dari Al-Qur-an
Thaahaa/ 20: 40
Al-Furqaan/25 :2
Al-A’laa/87 :3
Al- Israa’/17 :4
Al- Hadiid/57: 22
At- Tagaabun/64: 11
“…Dan engkau beriman kepada qadar, yang baik maupun yang buruk… .”
“Saya mengetahui sejumlah orang dari para Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan,
‘Segala sesuatu dengan ketentuan takdir.’ Ia melanjutkan, “Dan aku mendengar ‘Abdullah bin ‘Umar
mengatakan, ‘Segala sesuatu itu dengan ketentuan takdir hingga kelemahan dan kecerdasan, atau
kecerdasan dan kelemahan.’”
H.R . Muslim
“”Sesungguhnya penciptaan salah seorang dari kalian dikumpulkan dalam perut ibunya selama
empat puluh hari dalam bentuk nuthfah (Sperma), kemudian berubah menjadi
‘alaqah (Segumpal darah) selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi mughhah
(Sepotong daging) selama empat puluh hari, kemudian malaikat dikirim kepadanya
Kemudian malaikat meniupkan ruh padanya, dan malikat tersebut diperintahkan empat hal :
Menuliskan rizkinya, menuliskan ajalnya, menuliskan amal perbuatannya, dan menuliskan
apakah ia celaka, atau bahagia. Demi dzat yang tidak ada tuhan yang berhak
“ Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nutfah,
40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging, kemudian Allah
Mengutus malaikat untuk meniupkan ruh kedalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu
tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya, dan (Jalan hidupnya)
sengsara Atau bahagia.
Sedangkan dalil akal, maka akal yang sehat memastikan bahwa Allah-lah Pencipta alam semesta
ini, Yang Mengaturnya dan Yang Menguasainya.Tidak mungkin alam ini diadakan dengan sistim yang
menakjubkan, saling menjalin, dan berkaitan erat antara sebab dan akibat sedemikian rupa ini adalah
secara kebetulan.Sebab, wujud itu sebenarnya tidak memiliki sistem pada asal wujud-nya, lalu bagaimana
menjadi tersistem pada saat adanya dan perkembangannya.
Jika ini terbukti secara akal bahwa Allah adalah Pencipta, maka sudah pasti sesuatu tidak terjadi
dalam kekuasaan-Nya melainkan apa yang dikehendaki dan ditakdirkan-Nya.
Di antara yang menunjukkan pernyataan ini ialah firman Allah Azza wa Jalla
.Kemudian perincian tentang qadar tidak diingkari akal, tetapi merupakan hal yang benar-benar disepakati
Pada uraian tentang pengertian qadha dan qadar dijelaskan bahwa antara qadha dan qadar selalu
berhubungan erat. Qadha adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak zaman azali. Qadar adalah
kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah. Jadi hubungan antara qadha qadar ibarat rencana dan
perbuatan. Perbuatan Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan-Nya. Allah berfirman:
Orang kadang-kadang menggunakan istilah qadha dan qadar dengan satu istilah,yaitu Qadar atau
takdir. Jika ada orang terkena musibah, lalu orang tersebut mengatakan, ´sudah takdir´, maksudnya takdir
tersebut adalah qadha dan qadar.
Berikut ini, arti Qada dan Qadar dalam Al-Qur’an :
Artinya :
“Iman itu ialah engkau percaya kepada Allah, para malaikatnya, kitab-kitabnya, para Rasulnya, hari
akhirat, dan engkau percaya kepada qadar yang baiknya ataupun yang buruk”. (H.R. Muslim)
Iman kepada qada dan qadar dalam ungkapan sehari-hari lebih popular dengan sebutan iman
kepada takdir. Iman kepada takdir berarti percaya bahwa segala apa yang terjadi di alam semesta ini,
seperti adanya siang dan malam, adanya tanah yang subur dan yang tandus, hidup dan mati, rezeki dan
jodoh seseorang merupakan kehendak dan ketentuan Allah SWT.
Hukum beriman kepada takdir adalah fardu’ain. Seseorang yang mengaku islam, tetapi tidak
beriman pada takdir dapat di anggap murtad. Ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang iman kepada
takdir cukup banyak, antara lain :
Apakah manusia itu musayyar (di paksakan oleh kekuatan Allah) atau mukhayyar (di beri
kebebasan untuk menentukan pilihannya sendiri)? Tidak benar kalau di sana manusia itu
mutlak musayyar, tetapi juga keliru jika di katakan manusia itu mutlak mukhayyar.
Hal –hal yang musayyar misalnya, setiap manusia yang hidup di bumi tubuhnya tidak bisa
terbebas dari gaya tarik bumi, beberapa organ tubuh manusia seperti paru-paru, jantung, alat pernapasan,
dan peredaran darah bekerja secara otomatis diluar kesadaran atau perasaan, bahkan ketika manusia tidur
sekalipun.
Adapun hal yang mukhayyar mislanya, manusia mempunyai kebebasan untuk memilih dan
berbuat sesuai dengan kodratnya sebagai mahluk. Allah SWT melalui Rasulnya telah memberikan
petunjuk tentang jalan yang lurus, yang harus di tempuh manusia, kalau ia ingin masuk surga, dan jalan
yang sesat yang harus di jauhi manusia jika ia tidak ingin masuk neraka. Allah SWT berfirman :
Bahwa manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan pilihan dalam berbuat. Dimana, yang
dimaksud dengan dua jalan tersebut adalah Jalan kebajikan dan jalan kejahatan Hal itu tersirat dalam
pristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah SAW dan Khalifah Umar bin Khatab RA.
1. Takdir Mu’allaq
Takdir Mu’allaq adalah takdir yang bisa berubah. Takdir ini merupakan
ketentuan Allah yang disandarkan atas ikhtiar manusia. Manusia berikhtiar untuk
mendapatkan sesuatu yang diharapkan, sehingga usahanya dilakukan dengan
maksimal, baik secara lahir (usaha) atau secara batin (do’a). Contohnya seperti
kekayaan dan kepandaian, kedua contoh tersebut bisa disandarkan atas usaha
manusia (Dengan cara berdo’a disertai usaha dan hasilnya di tawakal kan kepada
Allah). Hal ini senada dengan firman Allah,
2. Takdir Mubram
Takdir mubram adalah takdir Allah yang tidak bisa berubah, takdir ini semata-mata ketentuan
Allah yang tidak disandarkan kepada ikthiar manusia. Contohnya seperti kematian hal ini termasuk
ketentuan Allah yang mana tidak dapat dirubah melalui ikhtiar manusia. Seperti firman Allah dalam Qs.
An-nisa/4: 78.
Qada dan Qadar atau takdir berjalan menurut hukum “Sunnatullah”. Artinya keberhasilan hidup
seseorang sangat tergantung sejalan atau tidak dengan Sunnatullah. Sunnatullah adalah huku-hukum
Allah Swt. Yang disampaikan untuk umat manusia melalui para rasul, yang tercantum di dalam Al-Qu’an
berjalan tetap dan otomatis. Misalnya malas belajar berakibat bodoh, tidak mau bekerja akan miskin,
menyentuh api merasakan panas,menanam benih akan tumbuh dan lain-lain.
1. Takdir
Mengapa manusia tidak mampu terbang laksana burung, tumbuh- tumbuhan berkembang subur,
lalu layu, dan kering. Rumput-rumput subur bila selalu disiram dan sebaliknya bila dibiarkan tanpa
pemeliharaan akan mati. Semua contoh tersebut, adalah ketentuan Allah Swt. Dan itulah yang disebut
takdir.
Manusia memiliki kemampuan terbatas sesuai dengan ukuran yang diberikan Allah Swt.
Kepadanya. Disamping itu, manusia berada dibawah huku-hukum tersebut (Qauliyah dan kauniyah).
Hanya berbeda dengan makhluk selain manusia, misalnya matahari, bulan dan planet lainnya, seluruhnya
ditetapkan takdirnya tanpa bisa ditawar-tawar.
Manusia makhluk yang paling sempurna, oleh karena itu ia diberi kemampuan memilih bahkan
pilihannya cukup banyak. Manusia dapat memilih ketentuan (Takdir) Allah Swt. Yang ditetapkan
keberhasilan atau kemalangan, kebahagiaan atau kesengsaraan, menjadi orang yang baik atau tidak.
Firman Allah Swt.
Artinya :
“Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman)
hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya
Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika
mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat
yang paling jelek.” (Q.S. Al- Kahfi/18 :29)
Namun harus diingat setiap pilihan yang diambil manusia. Pada saat yang sama manusia diminta
pertanggungjawaban terhadap pilihannya, karena dilakukan atas kesadaran sendiri. Firman Allah Swt:
Beberapa tamsil peristiwa ini akan dapat memudahkan dalam memahami persoalan takdir.
Dikisahkan ketika Umar bin Khattab akan berkunjung ke negeri Syam (Syiria dan Palestina)
beliau mendengar berita bahwa disana sedang terjadi wabah penyakit, sehingga beliau membatalkan
rencananya tersebut. Kemudian seseorang tampil bertanya : “Apakah anda lari/mendhindar dari takdir
Allah?” Umar serta merta menjawab : “Saya lari/ menghindari dari takdir Allah kepada takdirnya yang
lain”.
Sejak zaman Rasulullah saw. Telah terjadi kekeliruan dalam menyikapi takdir, salah satunya
beliau bersabda : “Pada akhir zaman ada suatu golongan yang berbuat kemaksiatan, dengan (Sangat
enaknya) mereka berkata: “Allah Swt. Telah menakdirkan saya mencuri.”
Peristiwa-peristiwa tersebut menunjukkan kesalahan dalam memahami takdir, padahal dengan
tegas Allah Swt. Melarangnya. Akhlak yang diajarkan islam adalah setiap keburukan yang menimpa
merupakan kesalahan kita sebagai manusia, sementara segala kebaikan dan keberhasilan merupakan
anugerah Allah Swt.
2. Ikhtiar
Ikhtiar adalah berusaha dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati dalam menggapai cita-cita
dan tujuan. Allah Swt. Menentukan takdir, kita sebagai manusia berkewajiban melakukan ikhtiar. Jika
Allah Swt. Telah menentukan, kenapa ada ikhtiar?
Allah berfirman dalam Q.S Al-Aniyaa’/21 : 90 dan Q.S. Al- Mukminuun/23: 60 yang berbunyi :
Dari beberapa ayat diatas, Allah Swt. Mendorong manusia untuk berusaha , berlomba dan
berkompetisi menjadi orang yang tercepat. Siapapun yang berusaha dengan sungguh-sungguh, berarti dia
sedang menuju keberhasilan. Pepatah Arab mengatakan “Man jadda wajadda”, Siapapun orangnya yang
bersungguh-sungguh akan memperoleh keberhasilan.
Rasullullah saw bersabda :
“Bersegeralah melakukan aktivitas kebajikan sebelum dihadapkan pada tujuh penghalang. Akankah
kalian menunggu kekafiran yang menyisihkan, kekayaan yang melupakan, penyakit
Yang menggerogoti, penuaan yang melemahkan, kematian yang pasti, ataukah Dajjal, kejahatan terburuk
yang pasti datang, atau bahkan kiamat yang sangat amat dahsyat?”
(HR. At- Tirmidzi)
Jika sudah diikhtiarkan namun kegagalan yang diperoleh, maka dalam hubungan inilah letak
“Rahasia Ilahi”. Meskipun begitu, Allah Swt. Tidak menyia-nyiakan semua amal yang sudah dilakukan,
walaupun gagal. Firman Allah Swt :
Berdasarkan penjelasan tersebut, jelaslah kenapa Allah Swt. Mewajibkan manusia berikhtiar.
Walaupun sudah ditentukan Qada dan Qadarnya, di pundak manusialah kunci keberhasilan dan
keberuntungan hidupnya. Disamping itu, begitu banyak anugerah yang telah Allah Swt. Berikan kepada
manusia berupa naluri, panca indera, akal, kalbu, dan aturan agama, sehingga lengkaplah sudah bekal
yang dimiliki manusia menuju kebahagiaan hidup yang diinginkan.
3. Do’a
Do’a adalah ikhtiar batin yang besar pengaruhnya bagi manusia yang meyakininya. Hal ini karena
do’a merupakan bagian dari motivasi intrinsik. Bagi yang meyakini, doa akan memberikan energi dalam
menjalani ikhtiarnya, karena Allah Swt. Telah berjanji untuk mengabulkan permohonan orang yang
bersungguh-sungguh memohon. Firman Allah Swt. :
4. Tawakal
Setelah meyakini dan mengimani takdir, kemudian dibarengi dengan ikhtiar dan do’a, maka
tibalah manusia mengambil sikap tawakal. Tawakal adalah menyerahkan segala urusan dan hasil
ikhtiarnya hanya kepada Allah Swt.
Peristiwa ini menyimpulkan pemahaman bahwa sikap tawakal baru boleh dilakukan setelah usaha
yang sungguh-sungguh sudah dijalankan. Hal ini juga memberikan pemahaman bahwa tawakal itu terkait
erat dengan ikhtiar, atau dapat disimpulkan bahwa tidak ada tawakal tanpa ikhtiar. Firman Allah Swt.
Pada Suatu hari, datang seorang sahabat ke kediaman Rasulullah dengan mengendarai unta.
Sesampainya di depan rumah beliau, (Ada peristiwa ganjil menurut pandangan Rasulullah),
sehingga beliau berkata : “Kenapa unta kalian tidak ditambatkan?” Ia menjawab : “Tidak ya
Rasulullah, karena saya telah bertawakal.” Kemudian Rasulullah berkata: “Tambatkan dulu unta
kalian, baru bertawakal!”
Allah SWT mewajibkan umat manusia untuk beriman kepada qada dan qadar (takdir), yang tentu
mengandung banyak fungsi (hikmah atau manfaat), yaitu antara lain :
1. Memperkuat keyakinan bahwa Allah SWT, pencipta alam semesta adalah tuhan Yang Maha Esa ,
maha kuasa, maha adil dan maha bijaksana. Keyakinan tersebut dapat mendorong umat manusia
(umat islam) untuk melakukan usaha-usaha yang bijaksana, agar menjadi umat (bangsa) yang
2. Menumbuhkan kesadaran bahwa alam semesta dan segala isinya berjalan sesuai dengan
ketentuan – ketentuan Allah SWT (sunatullah) atau hukum alam. Kesadaran yang demikian dapat
mendorong umat manusia (umat islam) untuk menjadi ilmuan-ilmuan yang canggih di bidangnya
masing-masing, kemudian mengadakan usaha-usaha penelitian terhadap setiap mahluk Allah
seperti manusia, hewan, tumbuhan, air, udara, barang tambang, dan gas. Sedangkan hasil – hasil
penelitiannya di manfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia kearah yang lebih tinggi.
Allah berfirman dalam Q.S. Al- Mujadilah/58 : 11
4. Menumbuhkan sikap prilaku dan terpuji, serta menghilangkan sikap serta prilaku tercela. Orang
yang betul-betul beriman kepada takdir (umat islam yang bertakwa ) tentu akan memiliki sikap
dan prilaku terpuji seperti sabar, tawakal, qanaah, dan optimis dalm hidup. Juga akan mampu
memelihara diri dari sikap dan prilaku tercela, seperti: sombong, iri hati, dengki, buruk sangka,
dan pesimis dalam hidup. Allah berfirman dalam Q.S. Al-Hadid/57 : 21-24.
5. Mendorong umat manusia (umat islam) untuk berusaha agar kualitas hidupnya meningkat,
sehingga hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Umat manusia
(umat islam) jika betul-betul beriman kepada takdir, tentu dalam hidupnya di dunia yang sebenar
ini tidak akan berpangku tangan. Mereka akan berusaha dan bekerja dengan sungguh-sungguh di
bidangnya masing-masing, sesuai dengan kemampuannya yang telah di usahakan secara
maksimal, sehingga menjadi manusia yang paling bermanfaat. Rasulullah SAW bersabda yang
artinya:
“Sebaik-baiknya manusia ialah yang lebih bermanfaat kepada manusia”. (H.R. At-Tabrani).
4. Jiwanya Tenang
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa mengalami ketenangan jiwa dalam
hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika
beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha
lagi. Allah SWT berfirman :
5. Semakin meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini tidak lepas dari Sunnatullah.
6. Semakin termotivasi untuk senantiasa berikhtiar atau berusaha lebih giat lagi dalam mengejar
cita- citanya.
7. Meningkatkan keyakinan akan pentingnya peran do’a bagi keberhasilan sebuah usaha.
8. Meningkatkan optimisme dalam menatap masa depan dengan ikhtiar yang sungguh-sungguh
A. Pengertian Penyakit
Penyakit adalah keadaan tidak normal pada badan atau minda yang menyebabkan
ketidakselesaan, disfungsi, atau tekanan/stres kepada orang yang terbabit atau berhubung rapat
dengannya. Kadang kala istilah ini digunakan secara umum untuk menerangkan kecederaan, kecacatan,
sindrom, simptom, keserongan tingkah laku, dan variasi biasa sesuatu struktur atau fungsi, sementara
dalam konteks lain boleh dianggap sebagai kategori yang boleh dibedakan.
Ada beberapa pengertian mengenai penyakit menurut Gold Medical Dictionary penyakit adalah
kegagalan dari mekanisme adaptasi suatu organisme untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau
tekanan sehingga timbul gangguan pada fungsi struktur, bagian, organ atau sistem dari tubuh. Sedangkan
menurut Arrest Hofte Amsterdam, penyakit bukan hanya berupa kelainan yang terlihat dari luar saja,
tetapi juga suatu keadaan terganggu dari keteraturan fungsi dari tubuh.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyakit adalah suatu keadaan
gangguan bentuk dan fungsi tubuh sehingga berada didalam keadaan yang tidak normal.
Segitiga epidemiologi (trias epidemiologi) merupakan konsep dasar dalam epidemiologi yang
menggambarkan hubungan antara tiga faktor utama yang berperan dalam terjadinya penyakit atau
masalah kehatan yaitu host (tuan rumah/penjamu), agen (penyebab), dan environtment. Timbulnya
penyakit terjadi akibat ketidak seimbangan ketiga faktor tersebut. Hubungan ketiga faktor tersebut
memuat:
1. Sehat
Interaksi pertama ini dikatakan berada pada equilibrium (keseimbangan antara, Host, Agent, dan
Environtment), individu dalam kondisi ini dapat disebut sehat
Perkembangan teori terjadinya penyakit bermula dari anggapan bahwa penyakit tersebut timbul
karena adanya gangguan dari makhluk halus. Namun kian lama teori-teori tersebut mulai bermunculan,
memberikan perkembangan-perkembangan tersendiri tentang kebenaran terjadinya penyakit. Berikut
beberapa teori yang pernah berkembang.
1. Teori Contagion
Penyakit terjadi akibat kontak antara satu orang dengan orang
lain. Berawal dari pengamatan terhadap penyakit kusta di Mesir.
2. Teori Hippocrates
Penyakit terjadi akibat kontak antara satu orang dengan orang
lain. Berawal dari pengamatan terhadap penyakit kusta di Mesir.
3. Teori Humoral.
4. Teori Miasma
Penyakit timbul akibat sisa makhluk hidup yang mengalami
pembusukan sehingga menyebabkan pengotoran udara dan lingkungan
sekitarnya.
Sesuatu yang tidak akan dipungkiri siapa pun adalah kehidupan ini tidak hanya dalam satu
keadaan. Ada senang, ada duka. Ada canda, begitu juga tawa. Ada sehat, namun juga adakalanya sakit.
Dan semua ini adalah sunnatullah yang mesti dihadapi orang manapun.
Di antara hal yang paling menarik dalam hal ini adalah di mana seorang manusia menghadapi
ujian berupa sakit. Tentu keadaan sakit ini lebih sedikit dan sebentar dibanding keadaan sehat. Yang perlu
diketahui oleh setiap muslim adalah tidaklah Allah menetapkan (mentaqdirkan) suatu taqdir melainkan di
balik taqdir itu terdapat hikmah, baik diketahui ataupun tidak. Dengan demikian, hati seorang muslim
harus senantiasa ridho dan pasrah kepada ketetapan Rabb-nya.
Saat seseorang mengalami sakit, hendaknya ia menyadari bahwa Rasulullah Saw. yang
merupakan manusia termulia sepanjang sejarah juga pernah mengalaminya. Bahkan dengan adanya sakit,
banyak orang menyadari kekeliruannya selama ini sehingga sakit itu mengantarkannya menuju pintu
taubat. Justru ketika sakit itu tidak ada, malah membuat banyak orang sombong dan congkak. Lihatlah
Fir’aun yang tidak pernah Allah timpa ujian sakit sepanjang hidupnya, membuatnya sombong terlampau
batas sampai-sampai berani menyatakan, “Akulah tuhan tertinggi kalian!”. Hal ini tercantum dalam Q.S
An- Nazi’at/79: 24 yang berbunyi :
Tidak heran jika ada sebagian orang saat tertimpa musibah malah justru bergembira sebagaimana
bergembira ketika mendapat kelapangan. Rasulullah Saw. pernah bersabda :
“…dan sesungguhnya salah seorang mereka benar-benar merasa gembira karena mendapat cobaan,
sebagaimana salah seorang mereka merasa senang karena memperoleh kelapangan.” (HR Ibnu Majah dan
Al Hakim, beliau berkata, “Shahih menurut syarat Muslim.” Disepakati oleh Adz Dzahabi)
Agar sakit itu berbuah kebahagiaan, bukan keluh kesah, hendaknya seorang muslim mengetahui
janji-janji yang Allah berikan, baik dalam Al Quran maupun melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad Saw.,
Allah Ta’ala berfirman:
Rasulullah ﷺbersabda :
HR. Bukhari dan Muslim
“Tidaklah seorang muslim yang tertimpa gangguan berupa penyakit atau semacamnya, kecuali Allah akan
menggugurkan bersama dengannya dosa-dosanya, sebagaimana pohon yang menggugurkan
dedaunannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Bencana senantiasa menimpa seorang mukmin dan mukminah pada dirinya, anaknya, dan hartanya
sampai ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada kesalahan pada dirinya.” (HR. At Tirmidzi,
dan beliau berkomentar, “Hasan shahih.”, Imam Ahmad, dan lainnya)
“Sesungguhnya besarnya pahala itu berbanding lurus dengan besarnya ujian. Dan sesungguhnya jika
Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Siapa yang ridha, baginya ridha(Nya), namun
siapa yang murka, maka baginya kemurkaan(Nya).” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Menurut anggapan mayoritas orang, yang dianggap penyakit hanyalah penyakit yang menimpa
badan secara nyata seperti demam, batuk, flu, dan seterusnya. Namun tahukah Anda, bahwa ada penyakit
lain yang seharusnya lebih mendapatkan perhatian dan penanganan? Itulah penyakit hati. Syaikh
Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan dalam sebuah pertemuannya dengan para
dokter, yaitu :
“Wahai saudara-saudaraku, penyakit itu ada dua, yaitu penyakit hati, inilah penyakit maknawi (abstrak),
dan yang kedua adalah penyakit jisim, inilah penyakit hissi (kongkrit). Jenis pertama harus lebih utama
diperhatikan dan ditangani karena ia mengakibatkan kebinasaan abadi.”
(Irsyadat lith Thabibil Muslim 05: 34 – 06: 04)
Al ‘Allamah ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah ketika menafsirkan firman Allah,
Yang dimaksud dengan penyakit di sini adalah penyakit keraguan, syubhat, dan kemunafikan.
Karena hati akan menghadapi dua penyakit yang akan mengeluarkannya dari kesehatan dan
keseimbangannya, yaitu penyakit syubhat yang bathil dan penyakit syahwat yang membinasakan.
Kekufuran, kemunafikan, keraguan, dan kebid’ahan semuanya termasuk penyakit syubhat. Sedangkan
zina, menyukai kekejian dan kemaksiatan serta melakukannya termasuk penyakit syahwat, sebagaimana
firman Allah,
Berkeinginan yang dimaksud adalah bangkitnya nafsu seseorang yakni syahwat zina. Dan orang yang
sehat adalah orang yang terselamatkan dari kedua penyakit ini. Maka jadilah ia memperoleh keyakinan,
keimanan, dan kesabaran dari segala maksiat.” (Taisirul Karimirrahman)
Maka penyakit hati itu pangkalnya ada dua, yaitu syubhat dan syahwat. Dari kedua hal inilah
bercabang semua penyakit, dan amat sedikit orang yang mengetahuinya kecuali yang dirahmati Robb-
nya. Ibnu ‘Utsaimin berkata, “…penyakit-penyakit (yang menyerang) agama yang porosnya adalah
syubhat dan syahwat.”
Hal lain yang seyogyanya diketahui oleh seorang muslim adalah tidaklah Allah menciptakan
suatu penyakit kecuali Dia juga menciptakan penawarnya. Hal ini sebagaimana yang disabdakan
Rasulullah ﷺ:
Imam Muslim ‘merekam’ sebuah hadits dari Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dari
Rasulullah ﷺ, bahwasannya beliau bersabda,
ب شدشواَتء اَلاداَهء بششرأش بهإ هيذهن اه شعاز شو شجال فشإ هشذاَ أت ه،لهتكرل شداَءء شدشواَتء
صيي ش
“Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat itu tepat untuk suatu penyakit, penyakit itu akan sembuh
dengan seizin Allah ‘Azza wa Jalla.”
Maka obat dan dokter hanyalah cara kesembuhan, sedangkan kesembuhan hanya datang dari
Allah. Karena Dia sendiri menyatakan demikian, “Dialah yang menciptakan segala sesuatu.” Semujarab
apapun obat dan sesepesialis dokter itu, namun jika Allah tidak menghendaki kesembuhan, kesembuhan
itu juga tidak akan didapat. Bahkan jika meyakini bahwa kesembuhan itu datang dari selain-Nya, berarti
ia telah rela keluar dari agama dan neraka sebagai tempat tinggalnya kelak jika tidak juga bertaubat. Dan
fenomena ini kerap dijumpai di banyak kalangan, entah sadar atau tidak. Seperti ucapan sebagian orang,
“Tolong sembuhkan saya, Dok .” Meski kalimat ini amat pendek, namun akibatnya sangat fatal, yaitu
dapat mengeluarkan pengucapnya dari Islam. Sepantasnya setiap muslim berhati-hati dalam setiap gerak-
geriknya agar ia tidak menyesal kelak.
Banyak orang ketika tertimpa sakit lari kesana-kemari mencari kesembuhan. Setiap orang akan
mencari dokter sepesialis terhebat di negerinya bahkan di seluruh dunia sekalipun demi mendapatkan
kesembuhan. Berapa pun biayanya akan dibayarnya meski harus berhutang. Celakanya ada sebagaian
orang yang masih percaya kepada dukun si penipu yang malah menjerumuskannya ke dalam lobang
kesyirikan yang mengeluarkan dari agama. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari
Rasulullah ﷺ, beliau bersabda:
3. Penyakit Kronis
Penyakit Kronis adalah Penyakit yang berlangsung sangat lama. Beberapa penyakit kronis yang
sering menyebabkan kematian kepada si penderitanya antara lain AIDS, Serangan jantung, dan
Kanker
Rasulullah bersabda
“Apabila seorang hamba mukmin sakit, maka Allah mengutus 4 malaikat untuk datang padanya.”
Allah memerintahkan :
Tatkala Allah akan menyembuhkan hamba mukmin itu, Allah memerintahkan kepada malaikat 1,
2 dan 3 untuk mengembalikan kekuatannya, rasa lezat, dan cahaya di wajah sang hamba. Namun untuk
malaikat ke 4, Allah tidak memerintahkan untuk mengembalikan dosa-dosanya kepada hamba mukmin.
Maka bersujudlah para malaikat itu kepada Allah seraya berkata : “Ya Allah mengapa dosa-dosa
ini tidak Engkau kembalikan?” Allah menjawab: “Tidak baik bagi kemuliaan-Ku jika Aku
mengembalikan dosa-dosanya setelah Aku menyulitkan keadaan dirinya ketika sakit. Pergilah dan
buanglah dosa-dosa tersebut ke dalam laut.”
Dengan ini, maka kelak si sakit itu berangkat ke alam akhirat dan keluar dari dunia dalam
keadaan suci dari dosa sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Sakit panas dalam sehari semalam, dapat
menghilangkan dosa selama setahun.”
“Tiada seorang mu’min yang ditimpa oleh lelah atau penyakit, atau risau fikiran atau sedih hati,
sampaipun jika terkena duri, melainkan semua penderitaan itu akan dijadikan penebus dosanya oleh
Allah” (HR Bukhari-Muslim)
Sakit, sebagaimana juga setiap ujian, bukan menguji ketangguhan dan kemampuan. Sebab sakit
Allah beri sudah sesuai dengan takaran dan daya tahannya. Ia sejatinya menguji kemauan untuk memberi
makna. Maka bagi dia yang mampu memberi makna terbaik bagi sakit, insya Allah kemuliaannya
diangkat dan membuat malaikat yang selalu sehat takjub.
Begitulah Allah SWT menguji manusia, untuk melihat siapa di antara hambaNya yang memang benar-
benar berada dalam keimanan dan kesabaran. Karena sesungguhnya iman bukanlah sekedar ikrar yang
diucapkan melalui lisan, tapi juga harus menghujam di dalam hati dan teraplikasian dalam kehidupan oleh
seluruh anggota badan.
Semua ujian yang diberikan-Nya semata-mata hanya agar hamba-Nya menjadi lebih baik di
hadapanNya. Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda : "Barangsiapa dikehendaki baik oleh
Allah, maka Dia akan menguji dan menimpakan musibah kepadanya". (HR. Bukhari).
“Tidaklah sakit seorang mukmin, laki-laki dan perempuan, dan tidaklah pula dengan seorang muslim,
laki-laki dan perempuan, melainkan Allah Swt menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan hal itu,
sebagaimana bergugurannya dedaunan dari pohon.” (HR. Ahmad, 3/346).
Sebagian orang menduga bahwa keutamaan dan pahala yang terdapat dalam hadits tersebut dan
yang semisalnya, hanya diperuntukkan bagi orang yang menderita sakit berat atau sakit parah, atau yang
"Tidak ada seorang muslimpun yang tertusuk duri, atau yang lebih dari itu, melainkan ditulis untuknya
satu derajat dan dihapus darinya satu kesalahan" (HR. Muslim no. 2572).
Maka jelaslah dari penjelasan nash-nash ini bahwa disamping menghapuskan kesalahan, juga
diperoleh peningkatan derajat dan tambahan kebaikan. Imam an-Nawawi rahimahullah memberikan
komentar atas hadits di atas, bahwa terdapat kabar gembira yang besar bagi kaum muslimin, bahwa tidak
berkurang sedikitpun dari diri mereka, dan di dalamnya dijelaskan tentang penebus berbagai kesalahan
dengan segala penyakit, segala musibah dunia dan duka citanya, sekalipun kesusahan itu hanyalah sedikit.
Dan di dalamnya dijelaskan pula tentang pengangkatan derajat dengan perkara-perkara ini dan tambahan
kebaikan (Syarh an-Nawawi atas Shahih Muslim 16/193).
"Sesungguhnya seseorang akan memperoleh kedudukan di sisi Allah Swt, ia tidaklah memperolehnya
dengan amalan, Allah Swt senantiasa terus mengujinya dengan sesuatu yang tidak disukainya, hingga ia
memperolehnya" (HR. Al-Hakim dan ia menshahihkannya 1/495).
6. Sakit Merupakan Bukti bahwa Allah SWT Menghendaki Kebaikan Terhadap Hamba-Nya
Hal itu ditunjukkan oleh bebreapa hadits-hadits berikut ini :
“Barangsiapa yang Allah SWT menghendaki kebaikan dengannya, niscaya Dia menimpakan musibah
kepadanya” (HR. al-Bukhari No.5645).
Artinya :
Artinya :
“Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang
saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik
dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).”
(Q.S Al- A’raaf/7:186)
صاحةت شوياَلفششراَ ت
غ نهيعشمشتاِهن شميغبتيوئْن فهييههشماِ شكثهييئْر همشن اَلاناِ ه
اَل ر:س
Artinya :
“Dua nikmat yang membuat manusia banyak terperdaya olehnya: nikmat sehat dan waktu luang.”
(HR. al-Bukhari No.6412)
Terkadang manusia mendapat kesempatan, akan tetapi ia tidak bisa memanfaatkannya karena
disibukkan oleh sakitnya. Nikmat adalah kesempatan yang tidak sempurna kecuali disertai oleh adanya
kesehatan. Maka akan diperoleh rasa bersyukur terhadap kesehatan yang disebabkan oleh ingatan pada
saat sakit karena besarnya kenikmatan tersebut.
A. Kesimpulan
Dilihat dari jalannya pembahasan, kita dapat mengambil kesimpulan, yaitu : Allah SWT dalam
menciptakan makhluk-Nya selalu dengan ukuran, bentuk, sifat, dan hukum tertentu. Dan itulah yang
disebut Sunnatullah. Sunnatullah mencakup tentang Qada dan Qadar yang memiliki hubungan yang
saling melengkapi. Karena, Qada lebih menggambarkan aspek perencanaan dan penentuan atas
penciptaan terhadap segala sesuatu. Sedangkan Qadar ialah batasan atau ukuran serta hukum-hukum yang
harus ada pada setiap ciptaan yang telah direncanakan itu. Akan tetapi manusia tidak boleh
menggantungkan diri sepenuhnya kepada takdir semata-mata, melainkan harus berusaha untuk
menentukan nasibnya sendiri.
B. Saran
http://febriputriak.blogspot.co.id/2013/01/makalah-iman-kepada-qada-dan-qadar.html
http://karya-tulis-ilmiah-makalah.blogspot.com/2012/10/makalah-pai-tentang-iman-kepada-qada.html
https://www.academia.edu/8462863/makalah_beriman_kepada_qada_dan_qadar
http://emhage.blogspot.co.id/2015/01/makalah-qadha-dan-qadar.html
http://serbamakalah.blogspot.co.id/2013/03/qadha-dan-qadar.html
http://mnormaliku.blogspot.co.id/2015/04/makalah-tentang-qada-dan-qadar.html
https://lukas21.wordpress.com/pengertian-penyakit/
http://srirahmayuli.com/konsep-terjadinya-penyakit-pengertian-penyebab-dan-distribusinya
http://weumb.blogspot.co.id/2014/03/konsep-dasar-timbulnya-penyakit.html
https://muslim.or.id/10924-dan-jika-aku-sakit-dialah-yang-menyembuhkanku.html
http://www.sarkub.com/hikmah-dibalik-karunia-sakit/
http://www.blogkhususdoa.com/2015/05/hikmah-dan-makna-sakit-dalam-pandangan-islam.html