Disusun Oleh :
1. Amalya Ryka Febriana (12 MIPA 3/02)
2. Naura Adelia Nataneila (12 MIPA 3/15)
3. Savira Aulia Kusuma D. (12 MIPA 3/21)
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidup ini memang penuh dengan warna. Dan ingatlah bahwa hakikat warna-
warni kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini telah Allah tuliskan (tetapkan)
dalam kitab "Lauhul Mahfudz" yang terjaga rahasianya dan tidak satupun makhluk Allah
yang mengetahui isinya. Semua kejadian yang telah terjadi adalah kehendak dan kuasa
Allah SWT. Begitu pula dengan bencana-bencana yang akhir-akhir ini sering menimpa
bangsa kita. Gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir, angin ribut dan bencana-
bencana lain yang telah melanda bangsa kita adalah atas kehendak, hak, dan kuasa Allah
SWT. Dengan bekal keyakinan terhadap takdir yang telah ditentukan oleh Allah SWT,
seorang mukmin tidak pernah mengenal kata frustrasi dalam kehidupannya, dan tidak
berbangga diri dengan apa-apa yang telah diberikan Allah SWT.
Kematian, kelahiran, rizki, nasib, jodoh, bahagia, dan celaka telah ditetapkan
sesuai ketentuan-ketentuan yang tidak pernah diketahui oleh manusia. Dengan tidak
adanya pengetahuan tentang ketetapan dan ketentuan Allah ini, maka kita harus
berlomba-lomba menjadi hamba yang shalih dan sholehah, dan berusaha keras untuk
menggapai cita-cita tertinggi yang diinginkan setiap muslim yaitu melihat Rabbul'alamin
dan menjadi penghuni Surga.
Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun. Yang
terakhir adalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun takdir yang
buruk. Salah memahami keimanan terhadap takdir dapat berakibat fatal, menyebabkan
batalnya keimanan seseorang. Terdapat beberapa permasalahan yang harus dipahami oleh
setiap muslim terkait masalah takdir yang akan kami bahas pada makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud makna beriman kepada qada dan qadar ?
2. Bagaimana kaitan antara beriman kepada gada dan qadar dengan sikap optimis,
berikhtiar, dan bertawakal?
3. Apakah hikmah beriman kepada qada dan qadar?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk memahami iman kepada qada' dan qadar.
2. Untuk mengetahui kaitan antara beriman kepada qada dan qadar dengan sikap
optimis, berikhtiar, dan bertawakal.
3. Untuk mengetahui hikmah hagi orang yang beriman kepada qada' dan qadar.
BAB II
PEMBAHASAN
b) Qada’ dan Qadar Allah SWT untuk setiap makhluk telah tertulis di Lauhil Mahfuz
Artinya: Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum
Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah. (Q.S Al Hadid/57 : 22)
a) Takdir Muallaq
Takdir muallaq adalah takdir yang erat kaitannya dengan usaha (ikhtiar)
manusia. Artinya, usaha atau ikhtiar manusia mempunyai pengaruh terhadap
takdir, sehingga usaha manusia mendatangkan hasil seperti yang dicita-citakan
oleh manusia. Misalnya seorang peserta didik bercita-cita ingin menjadi insinyur
pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu ia berusaha secara maksimal, baik
secara lahir, maupun batin. Jenis usaha lahirnya adalah belajar dengan tekun dan
sungguh-sungguh. Ia belajar tidak karena akan ulangan atau ujian. Sebaliknya, ia
belajar setiap waktu karena tugas utama bagi seorang peserta didik adalah belajar.
Sedangkan usaha batin adalah melalui rajin beribadah dan berdoa kepada Allah
Swt. Sehingga akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan, yaitu menjadi
insinyur pertanian.
b) Takdir Mubram
Takdir mubram adalah takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak
dapat diusahakan atau tidak dapat diubah melalui usaha manusia. Artinya, usaha
manusia sudah tidak dapat lagi berpengaruh terhadap qada dan qadar Allah Swt.
Contoh, Setiap manusia dari lahir akan berangsur tumbuh kembang sampai tua.
Adakah manusia yang dapat mengubah fisik tuanya menjadi remaja lagi? Contoh
lainnya adalah ketika seseorang sudah proses menuju kematiannya. Adakah
dokter dan rumah sakit canggih menolak kematian?
B. Peran Optimis, Ikhtiar, dan Tawakal terhadap Ketentuan Qada dan Qadar Allah
SWT
1. Optimis
a) Pengertian Optimis
Dilihat dari segi bahasa, optimis berasal dari bahasa latin yaitu "Optima"
yang berarti terbaik. Menjadi optimis dalam arti khas kata yang berarti "satu
harapan untuk mendapatkan hasil terbaik dari situasi tertentu". Dalam kamus
Inggris Oxford, optimis didefinisikan sebagai "harapan dan keyakinan mengenai
masa depan atau hasil yang sukses dari sesuatu; Kecenderungan untuk mu'min
dalam menyikapi mengambil pandangan positif atau penuh harapan". Sedangkan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa yang dimaksud optimis
adalah orang yang selalu berpengharapan (berpandangan) baik dalam menghadapi
segala hal atau persoalan.
Optimis adalah sikap seseorang yang memiliki harapan positif dalam
menghadapi segala hal atau persoalan. Seseorang yang bersikap optimis akan
tetap semangat menghadapi semua permasalahan. Jika tidak berhasil dalam
menyelesaikan suatu permasalahan, dia akan mencoba lagi untuk kedua kalinya,
jika gagal kedua kalinya, akan mencoba lagi untuk ketiga kali, sampai berhasil.
Sebaliknya jika seseorang pesimis, maka akan menyerah dan tidak mau berusaha
lagi. Sifat pesimis merupakan sifat tercela yang harus dihindari oleh setiap
muslim. Sifat pesimis akan membuat seseorang berprasangka buruk kepada diri
sendiri dan kepada Allah Swt.
b) Bentuk-Bentuk Optimis
Sebagai muslim kita harus mengenali bentuk-bentuk perilaku optimis,
agar kelak dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, di antaranya
sebagai berikut :
Mampu menghentikan dan menahan pikiran negatif.
Selalu merasa gembira dan bersyukur meskipun berada pada situasi sulit.
Selalu yakin bahwa kesempatan terbuka lebar.
Sering memberikan motivasi dan mendorong orang lain untuk berbuat sesuatu
yang baik dan positif.
Mampu menerima hal yang sudah tidak bisa dirubah lagi.
2. Ikhtiar
a) Pengertian Ikhtiar
Kata ikhtiar berasal dari bahasa Arab (ikhtara-yakhtaru-ikhtiyaran) yang
berarti memilih. Ikhtiar diartikan berusaha karena pada hakikatnya orang yang
berusaha berarti memilih.
Adapun menurut istilah, ikhtiar adalah berusaha dengan mengerahkan
segala kemampuan yang ada untuk meraih suatu harapan dan keinginan yang
dicita-citakan. Ikhtiar juga dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh yang
dilakukan untuk mendapatkan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat.
b) Bentuk-Bentuk Ikhtiar
Sebagai muslim kita harus mengenali bentuk-bentuk perilaku ikhtiar, agar
dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-sehari, di antaranya sebagai
berikut :
Mau bekerja keras dalam mencapai suatu harapan dan cita-cita.
Selalu bersemangat dalam menghadapi kehidupan.
Tidak mudah menyerah dan putus asa.
Disiplin dan penuh tanggung jawab.
Giat bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup.
Rajin berlatih dan belajar agar bisa meraih apa yang diinginkannya.
3. Tawakal
a) Pengertian Tawakal
Kata tawakkal berasal dari bahasa Arab yang artinya pasrah dan
menyerah. Secara istilah, tawakkal berarti sikap pasrah dan menyerah terhadap
hasil suatu pekerjaan atau usaha dengan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah
SWT.
Tawakkal dapat diberi pengertian berserah diri kepada Allah Swt. setelah
semua proses pekerjaan atau amalan lain sudah dilakukan secara optimal.
Tawakkal harus dilakukan setelah ada usaha dan kerja keras dengan menyerahkan
segala kemampuan yang dimiliki. Akan tetapi, ketika seseorang belum berusaha
secara optimal untuk mencapai suatu angan atau cita-citanya, kemudian ia pasrah
atau berserah diri, maka orang tersebut belum dapat dikatakan tawakkal.
Serahkan semua urusan hanya kepada Allah SWT jangan
menggantungkan sesuatu kepada selain Allah Swt. Sebab, hanya Allah-lah yang
mempunyai kekuasaan atas segala sesuatu. Segala usaha dan kerja keras tidak
akan berarti apa-apa, jika Allah Swt. tidak menghendaki keberhasilan atas usaha
itu. Manusia boleh berharap dan harus terus berusaha dengan segenap daya upaya,
namun jangan lupa bahwa manusia tidak dapat menentukan suatu usaha itu
berhasil atau gagal.
Dengan demikain, tawakkal dilakukan sesuai dengan aturan yang benar,
sehingga tidak ada penyimpangan aqidah dan keyakinan dari perbuatan tawakkal
yang salah.
b) Bentuk-Bentuk Tawakal
Sebagai muslim kita harus mengenali bentuk-bentuk perilaku tawakkal,
agar kelak dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-sehari, di antaranya
sebagai berikut :
Melakukan sesuatu atas dasar niat ibadah kepada Allah Swt.
Tidak menggantungkan keberhasilan suatu usaha kepada selain Allah Swt. \
Bersikap pasrah dan siap menerima apa pun setelah berusaha maksimal.
Tidak bersikap otoriter atau memaksakan kehendak dan keinginan kepada
siapa pun dan pilihan mana pun.
Bersikap tegar dan tenang, baik dalam menerima keberhasilan maupun
kegagalan. Contoh:
(a) Rajin belajar dan tawakkal dengan berdoa kepada Allah akan
menghasilkan kemudahan dalam mengerjakan soal.
(b) Ayah dan Ibu Ahmad adalah petani kecil. la sangat mendambakan agar
Ahmad kelak menjadi anak shalih yang cerdas. Sebagai muslim dan
muslimat yang taat beragama, setiap hari mereka selalu berdoa dan
bertawakkal kepada Allah Swt. semoga keluarganya hidup tenteram di
bawah ridha Allah Swt.
C. Kaitan Antara Beriman Kepada Qada’ dan Qadar dengan Sikap Optimis,
Berikhtiar, dan Bertawakal
Dikisahkan ketika Umar bin Khattab akan berkunjung ke negeri Syam (Syiria dan
Palestina sekarang) beliau mendengar berita bahwa di sana sedang terjadi wabah
penyakit, sehingga beliau membatalkan rencananya tersebut. Kemudian seseorang
tampil bertanya: "(Apakah Anda lari/menghindar dari takdir Allah?)" Umar serta
merta menjawab:"(Saya lari/menghindari dari takdir Allah Swt. kepada takdir-Nya
yang lain)"
Kisah lain menceritakan bahwa pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, seorang
pencuri tertangkap dan dibawa ke hadapan Khalifah Umar. "Mengapa Engkau
mencuri?" tanya Khalifah. Pencuri itu menjawab, "memang Allah sudah menakdirkan
saya menjadi pencuri" Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu
berkata, "Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelah itu potonglah tangannya!" para
sahabat lain bertanya, "Mengapa hukumnya diberatkan seperti itu?" Khalifah Umar
menjawab, "Ya, itulah yang setimpal. la wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan
wajib dipukul karena berdusta atas nama Allah.
Peristiwa-peristiwa tersebut menunjukkan kesalahan dalam memahami takdir,
padahal dengan tegas Allah Swt. melarangnya. Akhlak yang diajarkan Islam adalah
setiap keburukan yang menimpa merupakan kesalahan kita sebagai manusia,
sementara segala kebaikan dan keberhasilan merupakan anugerah Allah Swt.
...dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa
dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (S. Yusuf: 87)
"Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sebiji sawi dari sifat
kesombongan." (HR. Muslim)
Dan carilah dari apa yang dikaruniakan Allah untuk kebahagiaan akhiratmu dan
janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu di dunia. (S. Al Qashash: 77)
4. Ketenangan Jiwa
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa mengalami ketenangan jiwa
dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa puas dengan apa yang ditentukan Allah
kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau
gagal, ia bersabar dan berusaha lagi. Yang artinya :
Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke
dalam Surga-Ku. (Al Fajr : 27-30)
7. Membuat manusia sadar bahwa segala apa yang ada di alam semesta ini
berjalan mengikuti ketentuan Allah Yang Maha Bijaksana.
8. Takdir menuntut orang beriman untuk berusaha dan bekerja, lalu bertawakal
dan akhirnya bersyukur karena Allah atas karunia-Nya dan bersabar atas
cobaan dan ujian yang menimpanya.
A. Kesimpulan
Qadha' adalah merupakan realisasi atau pelaksanaan dari rencana Allah yang telah
disusun, dan qadar merupakan rencana atau ketentuan yang Allah susun untuk
direalisasikan kepada kehidupan nyata ini. Oleh karena itu, banyak sekali perbedaan
pendapat mengenai kebebasan manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam bertindak,
namun dalam setiap tindakannya Allah memberikan aturan tersendiri, yang memberikan
batasan disetiap tindakan yang dilakukan oleh manusia. Manusia memiliki kewajiban
untuk berusaha (ikhtiar), do'a, dan kemudian akhirnya mereka bertawakkal kepada Allah
SWt., dan hasilnya ini merupakan takdir dari allah SWT. Dengan kita mempercayai atau
beriman kepada Qadha' dan Qadar maka kita akan memiliki ketenangan dalam menjalani
hidup ini dan mengurangi sifat kufur atas nikmat Allah SWT.
B. Saran
Sebaiknya dalam menyikapi takdir Allah dengan penuh ikhlas tanpa mengeluh
karena apa yang telah ditakdirkan Allah untuk itu adalah yang terbaik. Akan tetapi, takdir
itu dapat berubah selama kita mau berusaha dan selalu berikhtiar kepada Allah SWT.
serta tidak lupa untuk senantiasa berdo'a hanya kepada Allah bukan kepada selain-Nya.
DAFTAR PUSTAKA