Anda di halaman 1dari 11

KERUKUNAN

ANTAR UMAT BERAGAMA

Oleh:

Nama : MUSTAIN, A. Ma
NIP : 197606152014091007

SEKOLAH DASAR NEGERI GALUHTIMUR 02


KECAMATAN TONJONG KABUPATEN BREBES
2018

1
1. PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai


makhluk individu ia memiliki karakter yang unik, yang berbeda satu dengan yang
lain , dengan fikiran dan kehendaknya yang bebas. Kebutuhan rohani (agama)
adalah kebutuhan yang tidak terpisahkan bagi manusia, karena menyangkut
hubungan dengan Tuhannya. Menurut KBBI agama adalah sistem yang mengatur
tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha kuasa
serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta
lingkungannya. Di Indonesia terdapat beberapa agama diantaranya Islam,
Kristen, Budha, Hindu dan sebagainya. Sebagai mahkluk sosial, manusia sudah
sepatutnya untuk hidup rukun di dunia diantara umat yang berbeda.

2. PERMASALAHAN

1. Apakah yang dimaksud dengan ukhuwah?


2. Apa saja jenis-jenis ukhuwah?
3. Bagaimana ukhuwah dijelaskan dalam Alquran?
4. Bagaimana usaha untuk mewujudkan ukhuwah dalam kehidupan
sehari-hari?
5. Bagaimanakah batasan persaudaraan dengan umat non muslim?
6. Apa contoh kasus tentang kemunduran ukhuwah islamiah?\

3. PEMBAHASAN

3.1 Pengeritan Ukhuwah

Ukhuwah berarti persaudaraan, artinya perasaan simpati dan empati antara


dua orang atau lebih. Masing-masing pihak memiliki satu kondisi atau perasaan
yang sama suka maupun duka. Jalinan perasaan itu menimbulkan timbal balik
untuk saling membantu apabila pihak lain mengalami kesulitan dan sikap saling
membagi kesenangan apabila mendapatkan.

3.2 Jenis-jenis Ukhuwah

Ukhuwah terdiri dari tiga yaitu, ukhuwah islamiah, ukhuwah wathoniyah,


ukhuwah insaniah (basyariyah).

Ukhuwah islamiah yaitu persaudaraan antara sesama umat islam tanpa


dibatasi suku, ras, kenegaraan dan aspek-aspek yang lainnya. Persaudaraan
sesama muslim berarti saling menghormati dan menghargai relativitas masing-
masing sebagai sifat dasar kemanusiaan, seperti perbedaan pemikiran, sehingga
tidak menjadi penghalang untuk membantu atau menolong. Karena diantara
mereka disatukan oleh satu keyakinan dan jalan hidup yaitu Islam. Agama Islam
memberikan petunjuk yang jelas untuk menjaga agar persaudaraan sesama muslim
terjalin dengan kokoh. Sebagaimana disebutkan dalam QS. 49 (Al-Hujarat) ayat
10 yang artinya :

2
“orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara, sebab itu damaikanlah
antara kedua saudaramu itu dan takutlah kepada Allah, supaya kamu mendapat
rahmat”

Sesama umat Islam, hendaklah saling membantu, saling tolong-menolong agar


terwujud kehidupan yang harmonis untuk menegakkan ajaran Islam. Allah SWT
berfirman dalam QS. 3 (Ali Imran) ayat 103 yang artinya:

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu
dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu,
lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan
kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari
padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu
mendapat petunjuk”

Ukhuwah Insaniyah berarti bahwa persaudaraan sesama manusia secara


universal tanpa membedakan agama, suku, ras dan aspek kekhususan lainnya.
Semua umat manusia itu adalah makhluk Allah, sekalipun Allah memberikan
petunjuk kebenaran melalui ajaran Islam, tetapi Allah juga memberikan
kebebasan kepada semua manusia untuk memilih jalan hidup berdasarkan
akalnya. Karena itu sejak awal penciptaan, Allah tidak menetapkan manusia
sebagai satu umat. Itulah fitrah manusia sebagaimana yang dijelaskan dalam
Alquran surat 5 Al-Maidah ayat 48 yang artinya:

“ dan Kami telah turunkan kepadamu Alquran dengan membawa kebenaran,


membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah
perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang
kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan yang
terang. Sekiranya Allah menghendaki niscaya Allah dijadikannya satu umat tetapi
Allah hendak menguji kamu atas pemberian-Nya kepadamu. Maka berlomba-
lomba lah kamu dalam kebaikan. Hanya kepada Allah kalian dikembalikan. Lalu
diberitahukan kepada mu apa yang telah kamu perselisihkan”

Adapun tujuan penciptaan manusia dari berbagai jenis dan bangsa yang berbeda
adalah supaya kita saling mengenal satu sama lain, sebagaimana firman Allah
dalam surat 49 Al-Hujurat ayat 10 yang artinya:

“Sesungguhnya Kami menciptakan kamu sekalian dari jenis laki-laki dan


perempuan dan kami jadikan kalian berbagai suku dan bangsa supaya kalian
saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian di sisi
Allah adalah orang yang paling bertaqwa diantara kalian.”

3
Prinsip kebebasan itu menolak pemaksaan suatu agama oleh otoritas manusia
manapun, bahkan Rasulullah SAW pun dilarang Allah melakukannya. Allah
berfirman dalam QS.2 Al-Baqarah ayat 103 yang artinya :

“ Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar
kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Dan QS. 10 Yunus ayat 99 yang artinya :

“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di


muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya
mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?“

Perbedaan agama yang terjadi di antara umat manusia merupakan konsekuensi


dari kebebasan yang diberikan Allah, maka perbedaan agama itu tidak menjadi
penghalang bagi manusia untuk saling berinteraksi sosial dan saling membantu,
sepanjang masih dalam kawasan kemanusiaan.

Ukhuwah Wathoniyah, persaudaraan dalam hubungan sosial antara orang-


orang dari bangsa yang sama, meskipun dalam orientasi keagamaan yang berbeda,
kelompok etnis atau suku yang berbeda, Semua itu adalah saudara yang perlu
untuk dijalin, karena kesamaan bangsa. Sebagaimana sabda Rasulullah yang
artinya “cinta tanah air adalah sebagian dari iman.”

Sebagai seorang muslim, harus berupaya semaksimal mungkin untuk


mengaktualisasikan ketiga macam ukhuwah tersebut dalam kehidupan sehari-hari,
apabila ketiganya terjadi bersamaan, maka yang harus kita prioritaskan adalah
ukhuwah islamiah, karena menyangkut kehidupan dunia dan akhirat

3.3 Petunjuk Alquran mengenai Ukhuwah

Proses berlangsungnya atau bagaimana diterapkannya ukhuwah ini


tentunya tak lepas dari persamaan yang dimiliki antar pihak sebagai faktor
penunjang yang secara signifikan membentuk persaudaraan. Semakin banyak
persamaan yang ada, baik kesamaan rasa maupun kesamaan cita-cita atau target
capaian, maka ukhuwah yang terjalin cenderung menguat. Ukhuwah umumnya
melahirkan aksi solidaritas, dapat berupa aksi yang positif dan negatif. Contoh
ukhuwah yang melatarbelakangi sebuah aksi positif yakni ketika terjadi banjir
misalnya, sebuah kelompok masyarakat yang sebelumnya mungkin berselisih
paham atau tidak akur antar anggotanya, dapat timbul ukhuwah saat semuanya
menjadi korban banjir. Banjir ini menyatukan perasaan mereka, berupa rasa sama-
sama menderita dan sepenanggungan. Kesamaan rasa itulah yang kemudian
memunculkan kesadaraan untuk saling membantu. Sedangkan contoh ukhuwah
yang berakibat aksi negatif ialah pemberontakan oleh sekelompok orang terhadap

4
pemerintahan, akibat rasa persaudaraan yang timbul sesama mereka karena
berbagai motif, seperti landasan atau paham Islam yang melenceng sehingga
menimbulkan tindakan pengeboman oleh kalangan teroris.

Di dalam Alquran, terdapat penjelasan atau petunjuk mengenai


pelaksanaan ukhuwah sebagaimana mestinya, sehingga bentuk aksi yang negatif
dapat terhindari. Berikut adalah beberapa poin pedoman ukhuwah yang
disebutkan dalam kitab suci tersebut:

Tetaplah berkompetisi secara sehat dalam melakukan kebajikan, meski berbeda


agama, ideologi, maupun status. “Janganlah berpikir untuk menjadikan manusia
tersatukan dalam keseragaman, dengan memaksa orang lain untuk berpendirian
seperti kita misalnya, karena Allah menciptakan perbedaan itu sebagai rahmat,
untuk menguji siapa di antara umatNya yang memberikan kontribusi terbesar
dalam kebaikan.” (QS 5:48)

Amanah atau tanggung jawab sebagai khalifah Allah di bumi harus senantiasa
dipelihara, mengingat manusia memiliki keharusan menegakkan kebenaran dan
keadilan (QS 38:26) serta menjaga keseimbangan lingkungan alam. (QS 30:41).

Kuat pendirian, namun tetap menghargai pendirian orang lain. “Lakum dinukum
waliyadin” (QS 112:4), tidak perlu bertengkar dengan asumsi bahwa kebenaran
akan terbuka nanti di hadapan Allah (QS 42:15).

Meski terkadang kita berbeda ideologi dan pandangan, tetapi harus berusaha
mencari titik temu, “kalimatin sawa”, tidak bermusuhan, seraya mengakui
eksistensi masing-masing (QS 3:64).

Tidak mengapa bekerja sama dengan pihak yang berbeda pendirian, dalam
hal kemaslahatan umum, atas dasar saling menghargai eksistensi, berkeadilan
dan tidak saling menimbulkan kerugian (QS 60:8). Dalam hal kebutuhan pokok
(mengatasi kelaparan, bencana alam, wabah penyakit, dsb) solidaritas
sosial dilaksanakan tanpa memandang agama, etnik, atau identitas lainya (QS
2:272).

Tidak memandang rendah (mengolok-olok) kelompok lain, tidak pula


meledek atau membenci mereka (QS 49:11).

Jika ada perselisihan diantara kaum beriman, penyelesaian yang akan dirumuskan
haruslah merujuk kepada petunjuk Al Qur'an dan Sunnah Nabi (QS 4:59).

Al Qur'an menyebut bahwa pada hakekatnya orang mu'min itu bersaudara (seperti
saudara sekandung), “innamal mu'minuna ikhwah” (QS 49:10). Hadist
Nabi bahkan memisalkan hubungan antara mukmin itu bagaikan hubungan
anggota badan dalam satu tubuh dimana jika ada satu yang menderita sakit, maka
seluruh anggota badan lainnya solider ikut merasakan sakitnya dengan gejala
demam dan tidak bisa tidur misalnya. Nabi juga mengingatkan bahwa hendaknya

5
di antara sesama manusia, tidak ada pikiran negatif (buruk sangka), tidak mencari-
cari kesalahan orang lain, tidak saling mendengki, tidak saling membenci, tidak
saling membelakangi, tetapi kembangkanlah persaudaraan (HR. Abu Hurairah).

Meski demikian, persaudaraan dan solidaritasnya harus berpijak


kepada kebenaran, bukan mentang-mentang saudara lalu buta terhadap masalah.
Alquran mengingatkan kepada orang mu'min, agar tidak tergoda untuk
melakukan perbuatan melampaui batas ketika orang lain melakukan hal yang
sama kepada mereka. Sesama mukmin diperintakan untuk bekerjasama dalam hal
kebajikan dan taqwa dan dilarang bekerjasama dalam membela perbuatan dosa
dan permusuhan, ta'awanu 'alal birri wat taqwa wala ta'awanu 'alal itsmi wal
'udwan. (QS 5:2).

3.4 Langkah dalam Mewujudkan Kerukunan antar Umat Beragama

Indonesia yang multikultural terutama dakam hal agama membuat


Indonesia menjadi sangat rentang terhadap konflik antar umat beragama.Maka
dari itu menjaga kerukunan antar umat beragama sangatlah penting. Dalam
kaitannya untuk menjaga kehidupan antar umat beragama agar terjaga sekaligus
tercipta kerukunan hidup antar umat beragama dalam masyarakat khususnya
masyarakat Indonesia misalnya dengan cara sebagai berikut:

1. Menghilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama


lain yaitu dengan cara mengubah rasa curiga dan benci menjadi rasa
penasaran yang positf dan mau menghargai keyakinan orang lain.

2. Jangan menyalahkan agama seseorang apabila dia melakukan kesalahan


tetapi salahkan orangnya. Misalnya dalam hal terorisme.

3. Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya jangan olok-olok mereka


karena ini bagian dari sikap saling menghormati.

4. Hindari diskriminasi terhadap agama lain karena semua orang berhak


mendapat fasilitas yang sama seperti pendidikan, lapangan pekerjaan dan
sebagainya.[9]

Dengan memperhatikan cara menjaga kerukunan hidup antar umat beragama


tersebut hendaknya kita sesama manusia haruslah saling tolong menolong dan kita
harus bisa menerima bahwa perbedaan agama dengan orang lain adalah sebuah
realitas dalam masyarakat yang multikultural agar kehidupan antar umat beragma
bisa terwujud

3.5 Batasan Persaudaraan dengan Umat Non Muslim

Pengertian Non-muslim sangat sederhana, yaitu orang yang tidak


menganut agama Islam. Tentu saja maksudnya tidak mengarah pada suatu

6
kelompok agama saja, tapi akan mencakup sejumlah agama dengan segala bentuk
kepercayaan dan variasi ritualnya. Alquran menyebutkan kelompok non muslim
ini secara umum seperti terdapat dalam surat Al-Hajj, ayat 17. dan surat Al-
Jasiyah, ayat 24, sbb:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang


Shaabi-iin, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik,
Allah akan memberi Keputusan di antara mereka pada hari kiamat.
Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu”.

“Dan mereka berkata: "Kehidupan Ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia
saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain
masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka
tidak lain hanyalah menduga-duga saja.

Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong


menolong (ta’awun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa
saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama. Dengan kerjasama dan tolong
menolong tersebut diharapkan manusia bisa hidup rukun dan damai dengan
sesamanya.
Kerukunan dalam Islam diberi istilah "tasamuh" atau toleransi. Sehingga
yang di maksud dengan toleransi ialah kerukunan sosial kemasyarakatan, bukan
dalam bidang aqidah Islamiyah (keimanan), karena aqidah telah digariskan secara
jelas dan tegas di dalam Alquran dan Al-Hadits. Dalam bidang aqidah atau
keimanan seorang muslim hendaknya meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya
agama dan keyakinan yang dianutnya sesuai dengan firman Allah SWT. dalam
Surat Al-Kafirun (109) ayat 1-6 yang artinya sebagai berikut:
"Katakanlah, " Hai orang-orang kafir!". Aku tida menyembah apa yang kamu
sembah. Dan tiada (pula) kamu menyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku
bukan penyembah apa yang biasa kamu sembah Dan kamu bukanlah penyembah
Tuhan yang aku sembah. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku".
Sikap inkritisme dalam agama yang menganggap bahwa semua agama
adalah benar hal ini tidak sesuai dan tidak relevan dengan keimanan seseorang
muslim dan tidak relevan dengan pemikiran yang logis, meskipun dalam
pergaulan sosial dan kemasyarakatan Islam sangat menekankan prinsip toleransi
atau kerukunan antar umat beragama. Apabila terjadi perbedaan pendapat antara
anggota masyarakat (muslim) tidak perlu menimbulkan perpecahan umat, tetapi
hendaklah kembali kepada Alquran dan Al-Hadits.
Dalam sejarah kehidupan Rasulullah SAW., kerukunan sosial
kemasyarakatan telah ditampakkan pada masyarakat Madinah. Pada saat itu rasul
dan kaum muslim hidup berdampingan dengan masyarakat Madinah yang berbeda
agama (Yahudi danNasrani). Konflik yang terjadi kemudian disebabkan adanya
penghianatan dari orang bukan Islam (Yahudi) yang melakukan persekongkolan
untuk menghancurkan umat Islam.

7
Persaudaraan antara umat Islam dengan Umat non Islam ini sudah diatur
oleh Alquran di dalam surat Al-Kafirun. "Lakum dinukum waliyadin" yang artinya
“Untuk kamu Agama kamu untuk kamu agama saya untuk saya". Memahami dan
mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat tidak selalu hanya
dapat diharapkan dalam kalangan masyarakat muslim. Islam dapat diaplikasikan
dalam masyarakat manapun, sebab secara esensial ia merupakan nilai yang
bersifat universal. Kendatipun dapat dipahami bahwa Isalam yang hakiki hanya
dirujukkan kepada konsep al Quran dan As sunnah, tetapi dampak sosial yanag
lahirdari pelaksanaan ajaran isalam secara konsekwen ddapat dirasakan oleh
manusia secara keseluruhan.
Demikian pula pada tataran yang lebih luas, yaitu kehidupan antar bangsa,
nilai-nilai ajaran Islam menjadi sangat relevan untuk dilaksanakan guna
menyatukan umat manusia dalam suatu kesatuan kkebenaran dan keadilan.
Dominasi salah satu etnis atau negara merupakan pengingkaran terhadap
makna Islam, sebab ia hanya setia pada nilai kebenaran dan keadilan yang bersifat
universal.
Universalisme Islam dapat dibuktikan anatara lain dari segi agama dan
sosiologi. Dari segi agama, ajaran Islam menunjukkan universalisme dengan
doktrin monoteisme dan prinsip kesatuan alamnya. Selain itu tiap manusia, tanpa
perbedaan diminta untuk bersama-sama menerima satu dogma yang sederhana
dan dengan itu ia termasuk ke dalam suatu masyarakat yang homogin hanya
dengan tindakan yang sangat mudah, yakni membaca syahadat. Jika ia tidak ingin
masuk Islam, tidak ada paksaan dan dalam bidang sosial ia tetap diterima dan
menikmati segala macam hak kecuali yang merugikan umat Islam.
Ditinjau dari segi sosiologi, universalisme Islam ditampakkan bahwa
wahyu ditujukan kepada semua manusia agar mereka menganut agama Islam, dan
dalam tingkat yang lain ditujukan kepada umat Islam secara khususu untuk
menunjukan peraturan-peraturan yang harus mereka ikuti. Karena itu maka
pembentukan masyarakat yang terpisah merupakan suatu akibat wajar dari ajaran
Al Qur’an tanpa mengurangi universalisme Islam.
Melihat Universalisme Islam di atas tampak bahwa esensi ajaran Islam
terletak pada penghargaan kepada kemanusiaan secara universal yang berpihak
kepada kebenaran, kebaikan, dan keadilan dengan mengedepankan peredamaian,
menghindari pertentangan dan perselisian, baik ke dalam intern umat Islam
maupun ke luar. Dengan demikian tampak bahwa nilai-nilai ajaran Islam menjadi
dasar bagi hubungan antar umat manusia secara universal dengan tidak mengenal
suku, bangsa dan agama.
Hubungan antara muslim dengan penganut agama lain tidak dilarang oleh
syariat Islam, kecuali bekerja sama dalam persoalan aqidah dan ibadah. Kedua
persoalan tersebut merupakan hak intern umat Islam yang tidak boleh dicampuri
pihak lain, tetapi aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja sama
yang baik.
Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari hubungan sosial
anatar manusia yang tidak dilarang dalam ajaran Islam. Hubungan dan kerja sama

8
ydalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan
dianjurkan sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan.

3.6 Studi Kasus Tentang Kemunduran Ukhuwah Islamiah

a. Akhir-akhir ini sering dikejutkan konflik bernuansa sosial maupun


politik. Jika hal ini terus berlanjut , dapat dipastikan akan merusak sendi-sendi
ukhuwah dan sekaligus mengancam seutuhan bangsa. Jika kita perhatikan mereka
yang terlibat konflik masih satu agama, kalaupun beda agama masih satu bangsa.
Sepertinya kesamaan agama maupun kesamaan bangsa tidak lagi menjadi simpul
perekat persaudaraan atau ukhuwah diantara mereka hanya kepentingan-
kepentingan individu dan golongan membuat mereka menutup mata dan
mengorbankan ukhuwah dan keutuhan bangsa.

Pembahasan:

Masalah pertama yang akan dibahas adalah perpecahan dalam satu agama
satu bangsa, seperti kudeta yang sedang melanda negara Islam di timur tengah.

Masalah kedua yaitu perpecahan satu agama namun berbeda bangsa.


Seperti perebutan wilayah antara negara Indonesia dengan Malaysia yang sedang
memanas. Padahal kedua negara ini notabene masih negara dengan komunitas
Islam terbesar.

b. Islam adalah agama yang cinta perdamaian, tetapi akhir-akhir ini Islam
diidentikan terorisme dan kekerasan. Hal ini menjadi tantangan para ulama di
Indonesia menghadapi gerakan terorisme bukan hanya untuk mengembalikan citra
islam yang diidentikkan dengan kekerasan, tapi juga bagaimana mengurangi aksi-
aksi kekerasan. Mengingat terorisme adalah dampak dari kekeliruan memahami
teks-teks agama disertai konteks kebijakan global negara-negara barat yang tidak
adil, maka program melawan kekerasan itu tidak hanya diarahkan pada pelurusan
terhadap paham keagamaan kaum muslim, tetapi juga harus berupaya
menciptakan tatanan global yang adil.

Genderang perang melawan kekerasan sampai pada titik tertentu


menjadikan Islam sebagai pusat perhatian masyarakat international. Hal ini
disebabkan dua hal yaitu: kekerasan membuat masyarakat dihantui rasa takut dan
agama Islam dijadikan pembenar atas aksi-aksi kekerasan. Tentu pandangan ini
menyebabkan masyarakat barat menganggap Islam mengajarkan kekerasan dan
terorisme. Tentu pandangan masyarakat barat ini membuat "sakit hati" kaum
muslim. Padahal Islam mengajarkan sikap sopan santun dan berbuat baik pada
semua seorang, kecuali yang memusuhi agama Islam. Mayoritas masyarakat
muslim Indonesia ramah, dan santun. Makanya di masa lalu Islam masuk

9
Indonesia dengan jalan yang damai, tidak masuk dengan jalan peperangan seperti
di tempat lain di dunia.

Makanya sangat lucu kalau Islam diidentikkan dengan kekerasan dan


terorisme. Apalagi kalau itu dikaitkan dengan keadaan umat Islam Indonesia yang
sangat ramah dan santun. Jelas tuduhan bahwa Islam adalah agama yang keras dan
identik dengan terorisme tidak berdasar. Mungkin hanya karena ulah sekelompok
oknum tertentu yang menamakan gerakan Islam yang radikal, maka Islam
dikatakan teroris. Sungguh kesimpulan yang tidak berdasar dan hanya sebuah
rekayasa wacana yang sangat mendiskreditkan Islam itu sendiri.

Mestinya kalangan pelaku teror menganggap bahwa jalan kekerasan


merupakan pilihan melawan ketidakadilan barat atas kaum muslim, namun
menurut Syafii Maarif radikalisme umumnya berakhir dengan malapetaka dan
bunuh diri. Sebab, prinsip kearifan dan lapang dada yang diajarkan agama tidak
lagi dihiraukan dalam mengatur langkah dan strategi. Sejarah perjuangan Rasul
yang pahit dan getir, tapi ditempuh dengan ketabahan, seharusnya menginsafkan
umat Islam bahwa cara-cara radikal-emosional akan membawa kita kepada
kegagalan dan kesalahan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Alquran

Hidayatullah, Syarif. 2006. “Makalah Prinsip Hubungan Muslim dengan Non-


Muslim dalam Pandangan Islam”. Jakarta: DEPAG RI.

http://www.scribd.com/doc/78141247/Kerukunan-Antar-Umat-Beragama

http://www.scribd.com/doc/33833392/Kerukunan-Antar-Umat-Beragama

http://www.scribd.com/doc/68023090/Tugas-Kerukunan-Antar-Umat-Beragama-
Faris-15308007

http://www.ditpertais.net/annualconference/.../Makalah%20Masri.doc

Prof. Dr. M.Abudh, dkk, 2009. “Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama


Islam pada Pergruan Tinggi”. Jakarta : Departemen Agama

Wahyuddin, Achmad, dkk. 2009. “Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan


Tinggi”. Jakarta: Grasindo

11

Anda mungkin juga menyukai