Anda di halaman 1dari 11

NASKAH KHUTBAH IDUL ADHA 10 ZULHIJAH 1443

H/10 JULI 2022

SE-KOTA KENDARI

IDUL ADHA:
SEMANGAT BERKURBAN DAN KEPEDULIAN
SOSIAL
Khutbah I
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar

Kaum Muslimin dan Muslimat yang berbahagia

Umat Islam yang berada di tanah air menyambut hari raya Idul Adha
1443 H yang mulia dengan takbir, tahlil, dan tahmid sebagai ungkapan

rasa syukur, sedangkan jutaan umat Islam di tanah suci Makkah, Arafah

dan Mina sedang berkonsentrasi menunaikan manasik haji. Mereka


datang dari berbagai pelosok dunia, dari berbagai bangsa dan suku, dari
latar belakang yang berbeda, menyatu dalam kepasrahan kepada Allah
SWT. Mereka menanggalkan segala atribut duniawi, meninggalkan

berbagai aktivitas sehari-hari untuk menghadap Allah Yang Maha


Pengasih dan Penyayang dengan penuh khusyu dan keikhlasan. Secara

serentak, mereka mengumandangkan kalimat talbiyah:

“Kami penuhi panggilan-Mu wahai Allah, wahai Allah kami datang


memenuhi seruan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya segala puji,
nikmat dan karunia hanyalah milik-Mu, milik-Mu segala kekuasaan dan
kerajaan, tiada sekutu bagi-Mu”.

Pada momen ini pula umat Islam yang mampu ditekankan untuk
melaksanakan ibadah kurban. Berbagi daging dan kebahagiaan kepada
sesama. Menyembelih sebagian harta kita untuk diberikan kepada orang
lain, terutama yang membutuhkan.

Dari sinilah kita semua belajar tentang kesetaraan manusia di hadapan


Allah, tanpa memandang jabatan, status sosial, latar belakang
pendidikan, suku, bangsa, serta kelas ekonomi. Ibadah kurban
memberikan pesan kepada umat Islam tentang pentingnya solidaritas,
empati terhadap orang lain, serta menyembelih ego pribadi untuk
kemanfaatan bersama.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar


Ketika seorang muslim mendapatkan rezeki berupa harta yang cukup, ia
harus ingat saudara-saudaranya yang lain. Dengan kata lain, ia harus
merasa empati pada mereka. Islam memandang bahwa rezeki yang
barakah adalah rezeki yang cukup untuk diri sendiri dan orang lain,
bukan rezeki yang banyak dan berlimpah tetapi tidak barakah.
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, Nabi SAW bersabda:

“Makanan satu orang cukup untuk dua orang, dan makanan dua orang
cukup untuk empat orang”. (HR. Bukhari, No: 5392, Muslim, No: 2058).

Pengertian hadis di atas menyebutkan bahwa makanan untuk satu orang


dapat mencukupi dua orang, makanan untuk dua orang dapat
mencukupi empat orang, dan seterusnya. Hadis ini mengarahkan
supaya setiap orang muslim memiliki kepedulian kepada mereka yang
lemah dan miskin, sehingga dapat mengantarkan mereka pada
kehidupan yang layak. Selain dari itu, hadis ini mengisyaratkan juga agar
setiap orang, mengonsumsi makanan secara sederhana dan tidak
berlebihan. Hal ini sangat berkaitan erat dengan pola hidup sederhana
dan kesehatan fisik maupun mental manusia. Mengonsumsi makanan
secara berlebihan akan mengantarkan seseorang untuk menggali
kuburnya sendiri. Makan berlebihan dapat menyebabkan berbagai
penyakit yang membinasakan dan merusak terhadap fisik dan rohani
umat manusia.

Seorang muslim yang senantiasa menginfakkan sebagian rezekinya


pada orang-orang yang membutuhkan, akan merasa cukup dengan
segala karunia Allah kepadanya. Meskipun rezekinya tidak banyak,
tetapi itu dirasakan sebagai suatu kecukupan yang tetap ia syukuri.
Hatinya selalu tentram dan hidupnya pun nyaman. Dengan
kedermawanannya, banyak orang yang bersimpati kepadanya, dan
berdoa untuk kebaikan orang tersebut dalam segala kehidupannya.
Inilah yang dimaksud dengan keberkahan. Dalam hal memperoleh
rezeki, umat Islam diarahkan agar meraih keberkahan dari rezeki
tersebut, bukan meraih banyak jumlahnya. Karena harta yang banyak
dan berlimpah kalau tidak disertai keberhakan akan menjadi sia-sia dan
bahkan akan menjerumuskan orang tersebut dalam prilaku yang tercela.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamd,

Manusia muslim harus memperhatikan nasib masyarakat yang berada di


bawah garis kemiskinan yang lebih sulit dan menderita dari dirinya. Ia
harus empati dan iba untuk menolong dan meringankan beban mereka.
Jika hal itu terwujud, maka jurang kemiskinan pun bisa diminimalisir dan
angka gejolak sosial pun dapat ditekan. Dengan demikian, masyarakat
muslim akan sejahtera sesuai dengan tatanan dan tuntunan agamanya.
Alangkah agungnya ajaran Islam yang memandang semua umatnya
adalah bersaudara yang harus saling membantu dan menolong antara
satu dengan yang lain. Bahkan, lebih jauh lagi, Islam melalui sabda
Rasulullah SAW memandang bahwa iman seseorang tidak sempurna
sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri.
“tidak sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai saudaranya
seperti ia mencintai dirinya sendiri” (HR Bukhari No. 13, Muslim No. 45)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar


Kaum Muslimin dan Muslimat yang kami cintai,

Selain menyerukan untuk empati atau solidaritas pada sesama,


pengarahan berikutnya dari hadits di atas adalah menyebarkan salam. Ia
merupakan pesan yang sangat tinggi bagi kemanusiaan berupa tegur
sapa yang mengandung arti perdamaian dan kesejahteraan. Karena
mengandung nilai perdamaian dan kesejahteraan itulah, ucapan tersebut
harus disebarluaskan pada setiap orang, baik orang yang dikenal
maupun tidak. Hidup yang damai dan sejahtera adalah dambaan semua
manusia yang beradab.

Tidak ada seorang pun yang menginginkan adanya kekerasan, dan


tindakan yang tidak berperikemanusiaan mengenai dirinya. Oleh karena
itu, Islam sebagai agama yang membawa rahmat untuk semesta alam
(rahmatan lil alamin), sesuai namanya, juga menyerukan umatnya untuk
menebarkan perdamaian dan saling mencintai antar sesama
manusia.Cinta kasih adalah modal utama untuk mewujudkan hidup
rukun, aman, dan tentram. Tetapi jika ada pihak atau sekelompok
manusia yang menginginkan untuk mencabik nilai-nilai yang tinggi itu,
maka Islam melalui sabda Nabi Muhammad SAW, dengan tegas
menyatakan bahwa mereka tidak akan memperoleh kesuksesan di dunia
dan akhirat.
Demikianlah, ajaran Islam yang paripurna dan senantiasa relavan untuk
diamalkan umat manusia sampai akhir masa, demi mencapai
kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Bangsa yang berkeadaban adalah
umat yang selalu memperhatikan nasib masyarakat sekitarnya. Mereka
dapat hidup tenang dan damai, jika masyarakatnya berkecukupan.
Sebaliknya mereka merasa gundah dan gelisah, jika masyarakatnya
hidup susah.

“Kamu melihat kaum mukminin dalam hal sayang menyayangi, cinta


mencintai, dan kasih mengasihi, bagaikan satu tubuh, jika ada salah satu
anggota tubuh yang mengeluh (sakit), maka anggota-anggota tubuh
lainnya ikut merasakannya dengan tidak bisa tidur dan merasa demam”.
(HR. Bukhari, No 6011; Muslim, No 2586).

Sikap dan cara pandang itulah yang harus kita usung bersama, yaitu
solidaritas terhadap sesama. Dalam nuansa Idul Adha tahun ini, di balik
merayakan kegembiraan dan kemenangan kita dengan takbir, tahlil, dan
tahmid, kita pun harus menengok saudara-saudara kita yang masih
hidup dalam garis kemiskinan, khususnya di Kota Kendari. Kepada
mereka, kita ulurkan tangan. Untuk mereka, kita hentikan gaya hidup
yang berlebihan. Marilah kita berbagi dan empati dalam kerangka
solidaritas sosial untuk bahu membahu mewujudkan masyarakat yang
mapan dan sejahtera.

Berkaitan dengan hal inilah maka pada hari Idul Adha dan hari-hari
Tasyriq (tanggal 11, 12, 13 Dzul Hijjah), diperintahkan kepada kita agar
melaksanakan ibadah kurban. Kurban itu diarahkan agar dilakukan
secara ikhlas, semata-mata mengharap keridhaan Allah SWT. Ibadah itu
dilaksanakan karena Allah, dan mengahrap keridhaan-Nya. Sedangkan
daging kurbannya adalah diperuntukkan bagi mereka yang hidup dalam
kekurangan dan amat membutuhkan protein hewani. Tidaklah akan
sampai kepada Allah darah dan daging kurban itu, yang sampai kepada
Allah adalah ketakwaan dari mereka yang melakukan kurban tersebut.

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai


(keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat
mencapainya. Demikianlah Allah Telah menundukkannya untukmu
supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepadamu.
dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”. (QS.
Al-Haj, 22:37).

Khutbah II

Anda mungkin juga menyukai