Anda di halaman 1dari 4

Al Quran dan Kerukunan Dalam Masyarakat Multikultular

Assalamu’alaikum Warohmatullahi wabarokatuh


Alhamdulilahilladzii aujaba Alainaa biihsani ila jamiil
‘alam; wa haroma ‘alainaa biguluwati fi dianil islaam;
asholaatu wassalaamu ‘alaa khoiril imaam; wa’alaa aalihi
washohbihil kiroom (Amma ba’du)

Dewan hakim yang kami hormati


Hadirin wal hadirot sebangsa dan setanah air yang berbahagia
Indonesia ini, bukan negara agama, bukan negara sekular,
tapi setiap individu masyarakat Indonesia, wajib beragama
sesuai ketentuan yang ada. Konsekuensinya, sebagai penganut
suatu agama di negara kita, bukan hanya dihadapkan dengan
umat seagama, melainkan dengan umat yang berbeda agama.
Secara sosiologis, jelas kita wajib bergandengan tangan baik
dengan umat seagama, maupun dengan umat berbeda agama.
(Betul?) Namun secara theologis, dari segi keyakinan, apakah
semua agama benar atau hanya agama yang kita dianut saja
yang benar?
Pertanyaan mendasar ini menjadi penting direnungkan.
Karena jika penganut suatu agama, berkeyakinan bahwa “semua
agama benar”, ia akan dianggap ber-aqidah samar-samar. Tapi
jika penganut suatu agama, berkeyakinan “hanya agama yang
dianut dirinya saja yang benar”, maka akan dianggap ber-
aqidah sangar. Saudara-saudara, jika setiap penganut agama
berskesimpulan seperti ini, maka wajah agama yang damai dan
bersahabat, akan berubah menjadi monster yang paling jahat,
wajah agama yang harmonis dan humanis, akan berubah menjadi
teroris yang paling sadis, sikap radikal paling brutal,
menjadi pemicu terjadinya konflik vertikal, konflik diagonal
bahkan tidak mustahil menjadi pemicu terjadinya konflik
horizontal secara nasional. Na’udzubillah min Dzalik.
Saudara-saudara! Indonesia merupakan bangsa yang terdiri
dari banyak suku bangsa sehingga rasisme dan diskriminisme
menjadi senjata penghancur negara, Apartheid Afrika Selatan
menganggap Caocasoid lebih mulia dari ras negroid; Fasisme
Italia menganggap bangsanya lebih mulia dari bangsa lain;
Fasisme Jepang menganggap bangsanya lebih pantas memimpin
dunia; Doktrin Monrou “America is on America” menganggap
bangsa Amerika paling baik dari bangsa lain. Multikultural
merupakan tantangan mendasar bagi persatuan antar masyarakat,
lantas bagaimanakah solusi atas hal ini? Sebagai jawabannya
“Al Quran dan kerukunan dalam masyarakat multicultural”
adalah tema syarhil quran yang akan kami sampaikan pada
kesempatan ini. Dengan landasan Al Quran surat Al Hujurat
ayat: 13

‫ٰٓيَاُّيَها الَّناُس ِاَّنا َخ َلْقٰن ُك ْم ِّم ْن َذ َك ٍر َّو ُاْنٰث ى َو َج َع ْلٰن ُك ْم ُش ُعْو ًبا َّو َقَبۤا ِٕىَل ِلَتَع اَر ُفْو ا ۚ ِاَّن َاْك َر َم ُك ْم‬
13 ‫ِع ْن َد ِهّٰللا َاْتٰق ىُك ْم ِۗاَّن َهّٰللا َع ِلْي ٌم َخ ِبْيٌر‬

‫ٌم‬

Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari


seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu
saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara
kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh,
Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.)

Hadirin walhadirat yang kami hormati

Menurut Ibnu Asyakir dalam kitab al-Mubhamat bahwa ayat


tersebut diturunkan berkenaan dengan keinginan Rasulullah
untuk menikahkan Abu Hindin kepada seorang puteri dari
kalangan Bani Baydhah (kalangan bangsawan). Bani Baydhah
dengan sinis berkata “Ya Rasul, pantaskah kalua kami
mengawinkan puteri-puteri kami kepada budak-budak kami?” Rasul
belum sempat menjawab, pada saat itu Jibril dating mewahyukan
surat Al Hujurat ayat 13. Ayat tersebut diawali dengan yaa
ayyuhannas, Imam Ali Ashabuni dalam kitab Shafwatut Tafaasir
menjelaskan bahwa Ay khitoo bun lijamii’il basir, objeknya
seluruh manusia. Walaupun bercorak suku berlainan bangsa,
semuanya memiliki harkat, derajat, dan martabat yang sama di
hadapan Allah SWT. Fungsinya bukan untuk saling menghina,
melecehkan, membangga-banggakan keturunan, suku, bangsa, adat
istiadat maupun daerah masing-masing. Sebab dengan tegas Rasul
bersabda:

Laisaminnii manda’aa ila’ashobiiti walaiisaminnii minna


manmaata’ala ‘ashobiyyah

“Bukan golongan kami orang yang membangga-banggakan kesukuan,


bukan golongan kami orang mati karena membela, mempertahankan
dan memperjuangkan kesukuan”

Namun hadirin, multikultural harus kita jadikan jembatan emas


dalam rangka lita’arofuu, Imam Ali Ashabuni menjelaskan
liyahshula ta’arofa watta aluffa baiinakum agar kamu saling
mengenal, menjalin komunikasi haromoni serta menebarkan cinta
kasih dan kasih sayang yang tiada pandang sayang. Inilah
hadirin deskripsi Allah mengenai multikultural dengan
antrophosentris approach.

Hadirin wal hadirat

Lantas bersikap moderat terhadap segala perbedaan


merupakan solusi untuk bangsa ini, dengan landasan Al Quran
surat Al-Mumtahanah ayat 8:

‫اَل َيْنَهاُكُم ُهَّللا َعِن اَّل ِذيَن َل ْم ُي َقاِتُلوُكْم ِفي الِّد يِن َوَل ْم ُي ْخِرُجوُكْم ِمْن ِدَياِرُكْم‬
‫َأْن َتَبُّروُهْم َوُتْقِسُطوا ِإَل ْيِهْم ِإَّن َهَّللا ُي ِحُّب اْل ُم ْقِسِطيَن‬
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan
berprilaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu
karena agam dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

Hadirin, walhadirat sebangsa dan setanah air yang berbahagia


Asbabun nuzul ayat ini, berkenaan dengan Kisah Al-Asma,
puteri Abu Bakar As-Shidiq, yang didatangi ibunya bernama
sayyidah Qatilah, yang saat itu belum beragama Islam. Al-Asma
pun bertanya kepada baginda Rasul: “Ya Rasulallah! Bolehkah
hamba berbuat baik, dan menerima kebaikan bunda Qotilah yang
tidak seagama?” Rasulullah Saw menjawab, “Boleh wahai Al-
Asma”. Pada saat itulah, Allah membenarkan sikap moderat
Rasulullah dengan menurunkan surat al-Mumtahanah ayat 8 yang
diawali dengan kalimat:
‫اَل َيْنَهاُكُم ُهَّللا َعِن اَّل ِذيَن َل ْم ُي َقاِتُلوُكْم ِفي الِّد يِن‬
Maksudnya, Allah tidak melarang berbuat baik kepada orang
yang tidak memerangimu karena perbedaan agama dan tidak
mengusirmu dari negaramu.” Demikian penafsiran Imam ‘Ali
Ashbuni dalam Shofwatuttafaasiir Jilid III halaman 323
Dengan demikian, masyarakat multikultural dalam konteks
kebhinekaan, kita tidak boleh menutup diri, gara-gara beda
kitab suci; kita tidak boleh menutup ukhuwah, gara-gara beda
aqidah; kita tidak boleh mengorbankan persaudaraan, gara-gara
beda keyakinan; dan kita tidak boleh memutus kerjasama, gara-
gara beda agama. (setuju?) Kini saatnya, kita sebagai bangsa,
menatap masa depan dengan mau bergandeng tangan. Karena sikap
menutup diri dan tidak bertoleransi, hanya akan merugikan
bangsa sendiri. Bersikap radikal dan bertindak brutal, hanya
akan menjadikan bangsa kita semakin tertinggal.
Saudara-saudara! Apakah kita rela bangsa besar yang
dibangun dengan susah payah, dengan tetesan keringat, linangan
air mata, bahkan kocoran darah para syuhada ini, harus rusak
binasa karena perbedaan, yang dijadikan perpecahan bahkan
menimbulkan peperangan? Tentu tidak!
Oleh karena itu, bersikap toleran merupakan pilihan utama
dalam merawat Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetap satu
jua. Satu nusa, satu bangsa, satu Bahasa. Itulah Indonesia.
Jika sikap ini yang kita tumbuhkembangkan, maka multikultural
di tengah kebhinekan yang ada, pasti Nampak terasa sebagai
aktualisasi keimanan dan kesholehan
Hadirin walhadirat sebangsa dan setanah air yang kami hormati
Dengan dengan berakhirnya lantunan kalam Ilahi tadi,
uraikan ini dapat kami simpulkan bahwa Indonesia memiliki
kebhinekaan yang sangat tinggi. Beraneka suku, berlainan
bahasa bahkan berbeda agama. Jika saling menutup diri dan
tidak bertoleransi, maka akan menimbulkan bahaya. Tapi jka
saling berkomunikasi dan bertoleransi sebagai implementasi
sikap moderasi dalam beragama, maka segala perbedaan yang ada,
bisa menjadi modal utama membangun bangsa. Amin ya
Rabbal’alamin. Demikian yang dapat kami sampaikan, mohon maaf
atas khilaf dan kekurangan:

‫والسالم عليكم ورحمةهللا وبركاتة‬

Anda mungkin juga menyukai