Para Kompetitior Syarhil Qur’an, Hadirin Wal Hadirat Yang Kami Banggakan
Persatuan dan kesatuan adalah kunci kehidupan negeri ini, satu kata dalam bertindak, satu
ucapan dalam bicara, adalah satu kemutlakan yang harus dimiliki bangsa ini. Indonesia adalah
Negara yang besar, aneka suku, beda warna, beda ras, ragam bahasa yang kita miliki, bukan
berarti harus beda dalam menyikapi keutuhan negeri ini.
Orang Jawa bilang “Rek opo kabare?” , orang Makassar bilang “Apa karebaa?” , orang
Bandung mengatakan “Kumaha damang?” , orang Batak bilang “Horas bah?”. Itu warna bahasa
yang semakin menunjukkan kekuasaan Allah SWT. terhadap Indonesia yang dibungkus dengan
Bhineka Tunggal Ika.
Hadirin, Indonesia, bila tidak mawas diri terhadap dunia, rakyatnya, sukunya, bukan
hal impossible untuk melahirkan disintegrasi bangsa, serta mudah diganggu oleh bangsa lain.
Hadirin, sesudah kami berkontemplasi dengan perspektif nurani tentang hal ini izinkan kami
mengangkat topic syarahan dengan judul “TOLERANSI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT
MENURUT AL-QUR’AN” dengan landasan normative kitab suci Al-Qur’an surah al-Hujurat ayat
13:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.”
Prof. Quraisy Syihab dalam tafsirnya “al-Misbah” menjelaskan bahwa “lita`arafu” dalam
ayat tadi diambil dari kata “`arafa” yang berarti saling mengenal, bahkan kata yang digunakan
dalam ayat ini mengandung makna timbal balik yang berarti saling mengenal. Semakin baik
pengenalan satu pihak ke pihak lain semakin terbuka peluang untuk saling bersatu padu dalam
memberi manfaat.
Asbabun nuzul turunnya ayat ini yang diriwayatkan oleh Abu Mulaibah pada saat
terjadinya Fathul Makkah pada tahun 8 H. Dimana Rasul mengutus Bilal bin Rabbah untuk
mengumandangkan adzan, kemudian Haris bin Hizam berkata: “Rasul tidak mendapatkan orang
adzan kecuali burung gagak hitam ini.” Kalimat burung gagak hitam ini adalah ejekan kepada
Bilal bin Rabbah karena warna kulitnya, lalu turunlah ayat ini, dengan penegasan kemuliaan
manusia di hadapan Allah karena ketakwaannya. Karena itu Allah menggunakan huruf taukid
“inna” pada potongan ayat “inna akramakum `indallahi at-qokum.”
Hadirin, mari kita sama kan langkah, wujudkan kekompakan, satukan arah tujuan,
satukan persepsi, hidup sehati, perbedaan jangan sampai melahirkan perpecahan karena
Indonesia satu nusa, satu bahasa, bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
Bertoleransi dalam agama tidaklah dianjurkan mengikuti agama lain,tetapi dituntut untuk
saling menghormati dan saling menghargai. Allah SWT. berfirman dalam surah Al-Kafirun ayat
4-6:
4) Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah
5) Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah
6) Untukmu agamamu, dan untukku agamaku