Anda di halaman 1dari 6

TUGAS 1

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Nama : Renzia Titnia


NIM : 051659185
UPBJJ-UT Jakarta Timur
Program Studi : Manajemen

UNIVERSITAS TERBUKA
2023
1. Ibadah mahdhah adalah amal dan ucapan yang merupakan jenis ibadah sejak asal
penetapannya dari dalil syariat. Artinya, perkataan atau ucapan tersebut tidaklah
bernilai kecuali ibadah. Dengan kata lain, tidak bisa bernilai netral (bisa jadi ibadah atau
bukan ibadah). Ibadah mahdhah juga ditunjukkan dengan dalil-dalil yang menunjukkan
terlarangnya ditujukan kepada selain Allah Ta’ala, karena hal itu termasuk dalam
kemusyrikan.

Contoh sederhana ibadah mahdhah adalah shalat. Shalat adalah


ibadah mahdhah karena memang ada perintah (dalil) khusus dari syariat. Sehingga
sejak awal mulanya, shalat adalah aktivitas yang diperintahkan (ciri yang pertama).
Orang mengerjakan shalat, pastilah berharap pahala akhirat (ciri ke dua). Ciri ketiga,
ibadah shalat tidaklah mungkin kita ketahui selain melalui jalur wahyu. Rincian berapa
kali shalat, kapan saja, berapa raka’at, gerakan, bacaan, dan seterusnya, hanya bisa
kita ketahui melalui penjelasan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan hasil dari
kreativitas dan olah pikiran kita sendiri.

Sedangkan ibadah ghairu mahdhah adalah segala amalan yang diizinkan oleh Allah
SWT, yang dalam pelaksanaannya dilandaskan dengan niat untuk mencari ridha dan
pahala dari Allah SWT. Dan jika tidak berdasarkan niat karena Allah SWT, maka
amalannya tetap sah, hanya saja tidak ada nilai pahala dalam pengerjaannya.

Contoh sederhana dari ibadah ghairu mahdhah adalah aktivitas makan. Makan pada
asalnya bukanlah ibadah khusus. Orang bebas mau makan kapan saja, baik ketika
lapar ataupun tidak lapar, dan dengan menu apa saja, kecuali yang
Allah Ta’ala haramkan. Bisa jadi orang makan karena lapar, atau hanya sekedar ingin
mencicipi makanan. Akan tetapi, aktivitas makan tersebut bisa berpahala ketika
pelakunya meniatkan agar memiliki kekuatan (tidak lemas) untuk shalat atau berjalan
menuju masjid.
Sumber: https://muslim.or.id/46004-perbedaan-antara-ibadah-mahdhah-dan-ibadah-
ghairu-mahdhah-bag-1.html

2. Proses penciptaan manusia dalam Al-Qur'an tercantum dalam surat Al-Mu'minun ayat
12-14.

. .

Artinya:
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan
dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling
Baik"

Proses penciptaan manusia yang dijelaskan dalam surat Al-Mu'minun ayat 12-14
menjelaskan bahwa manusia berasal dari sari pati tanah liat. Sulalah min thin (Saripati
Tanah). Saripati tanah yang dimaksud adalah suatu zat yang berasal dari bahan
makanan (baik tumbuhan maupun hewan) yang bersumber dari tanah, yang kemudian
dicerna menjadi darah, kemudian diproses hingga akhirnya menjadi sperma. Nuthfah
(Air Mani) Makna asal kata ‘nuthfah’ dalam bahasa Arab berarti setetes yang dapat
membasahi. Dalam tafsir Al Misbah, yang dimaksud dengan nuthfah adalah pancaran
mani yang menyembur dari alat kelamin pria yang mengandung sekitar dua ratus juta
benih manusia, tetapi yang berhasil bertemu dengan ovum wanita hanya satu.

Alaqah (Segumpal Darah) Alaqah diambil dari kata alaqa yang artinya sesuatu yang
membeku, tergantung atau berdempet. Sehingga dapat diartikan sebagai sesuatu yang
bergantung di diding rahim
Mudghah (Segumpal Daging) Dalam ilmu kedokteran, ketika sperma pria bergabung
dengan sel telur wanita intisari bayi yang akan lahir terbentuk. Sel tunggal yang dikenal
sebagai zigot dalam ilmu biologi ini akan segera berkembangbiak dengan membelah
diri hingga akhirnya menjadi segumpal daging. Melalui hubungan ini zigot mampu
mendapatkan zat-zat penting dari tubuh sang ibu bagi pertumbuhannya
Idzam (Tulang atau Kerangka) Di dalam fase ini embrio akan mengalami
perkembangan dari bentuk sebelumnya yang hanya berupa segumpal daging hingga
berbalut kerangka atau tulang.
Kisa Al-Idzam Bil-Lahim (Penutupan Tulang) Pengungkapan fase ini dengan kisa yang
berarti membungkus, dan lahm (daging) diibaratkan pakaian yang membungkus tulang,
selaras dengan kemajuan yang dicapai embriologi yang menyatakan bahwa sel-sel
tulang tercipta sebelum sel-sel daging, dan bahwa tidak terdeteksi adanya satu sel
daging sebelum terlihat sel tulang.
Insya (Mewujudkan Makhluk Lain) Tahap ini menandakan bahwa ada sesuatu yang
dianugerahkan kepada manusia yang menjadikannya berbeda dari makhluk lainnya,
yaitu ruh yang menjadikan berbeda dengan makhluk lainnya.
Sumber : https://www.merdeka.com/jatim/3-proses-penciptaan-manusia-menurut-
alquran-menambah-wawasan-kln.html#

3. Al-Qur’an memberikan sebutan manusia dalam tiga kata yaitu al-basyar, an-nas, dan al-
ins atau al-insan, ketiga kata ini lazim diartikan sebagai manusia

Pertama, Al-Insan. Kata Insan ini dinyatakan dalam Alquran sebanyak 65 kali dan
tersebar dalam 43 surat. Kata al-Insan dalam ayat (Surah Al-Mu’minun: 12 -14) berarti
menguatkan karakter manusia sebagai insan, makhluk yang berdimensi rohani dan
jasmani. Ini bisa dipahami dari redaksi Tsumma, oleh para ulama disebut fase peniupan
ruh, yang penyebutannya setelah menjelaskan proses fisik manusia di dalam rahim.
Karena itu term Insan kepada manusia dalam Alquran bisa menunjukkan sifat dan
karakter manusia tersebut sebagai makhluk rohani yang berjasad kasar.
Kedua, Al-Basyar. Term al-Basyar yang juga berarti manusia. Al-Basyar dinyatakan
dalam Alquran sebanyak 36 kali dan tersebat dalam 26 surat. Berarti manusia dari segi
fisik – jasmaniah. Atau lebih tepatnya, manusia adalah makhluk jasmani; justru, jasmani
atau jasad kasar diciptakan untuk mendukung keberadaan rohani atau subordinat bagi
rohani. Karena itu ayat-ayat yang mengecam manusia, selalu diarahkan kepada
mereka yang diperbudak oleh kebutuhan jasmaninya, yang biasanya dikendalikan oleh
hawa nafsu.
Ketiga, An-Nas. Term an-Naas berasal dari kata nawasa yang artinya goncangan atau
fluktuatif. An-Nas dalam Alquran disebutkan sebanyak 241 kali dan tersebar dalam 55
surat. Dikatakan goncangan atau fluktuatif, karena manusia itu cenderung berubah jika
bertemu dengan sesamanya. ada juga yang memahami term A-Nas itu menunjuk arti
manusia dewasa dan berakal.
4. Untuk merealisasikan peran khalifah
1. Pemahaman Agama
Langkah pertama dalam menjadi khalifah adalah memahami prinsip-prinsip agama
Islam. Ini mencakup memahami ajaran agama, etika, dan hukum-hukumnya.
Pemahaman yang mendalam tentang Islam adalah dasar untuk tindakan yang sesuai
dengan prinsip khalifah.

2. Ketaatan Terhadap Tuhan


Sebagai khalifah, manusia harus hidup dalam ketaatan terhadap Allah.
Ini melibatkan menjalankan ibadah sehari-hari, seperti shalat, puasa, dan sedekah,
serta menjalani kehidupan sesuai dengan nilai-nilai moral Islam.

3. Akhlak Mulia
Seorang khalifah harus menjaga akhlak yang mulia. Ini mencakup berperilaku baik,
jujur, adil, dan menjaga integritas dalam segala aspek kehidupan.

4. Pengembangan Diri
Manusia harus berusaha untuk terus mengembangkan diri dalam segala aspek
kehidupan.
Ini termasuk pendidikan, keterampilan, dan kemampuan yang memungkinkan mereka
untuk memberikan kontribusi yang lebih baik dalam peran khalifah mereka.

5. Keadilan
Salah satu prinsip kunci khalifah adalah keadilan. Manusia harus memastikan bahwa
mereka berperilaku adil dalam semua hubungan dan tindakan mereka.
Ini mencakup perlakuan yang adil terhadap semua individu, tanpa memandang suku,
agama, atau ras.
6. Menjaga Lingkungan
Manusia sebagai khalifah juga memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan. Mereka
harus menjaga alam dan sumber daya alam dengan bijak, serta berperilaku ramah
lingkungan.

7. Pengelolaan Sumber Daya


Pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial harus dilakukan dengan bijak.
Manusia sebagai khalifah harus menjaga keseimbangan dalam penggunaan sumber
daya alam dan kekayaan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat.

8. Kepemimpinan yang Baik


Sebagai khalifah, manusia diharapkan untuk menjadi pemimpin yang baik dalam
masyarakat.
Hal ini termasuk memberikan contoh yang baik, memimpin dengan keadilan, dan
mempromosikan kebaikan dalam masyarakat.

9. Pemberdayaan Masyarakat
Manusia sebagai khalifah harus berusaha untuk memajukan masyarakat. Ini bisa
dilakukan melalui pendidikan, pembangunan ekonomi, dan program sosial yang
membantu mereka yang membutuhkan.

10. Penghormatan Terhadap Hukum


Menghormati hukum negara adalah penting. Manusia sebagai khalifah harus berusaha
untuk menjalani kehidupan yang patuh terhadap hukum negara asalkan hukum tersebut
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama.

11. Menghindari Perilaku Haram


Manusia harus menjauhi perilaku yang diharamkan oleh agama, seperti perjudian, riba,
atau konsumsi alkohol. Mereka juga harus menjauhi tindakan yang merugikan diri
sendiri dan orang lain.

12. Bersikap Kasih Sayang


Kasih sayang adalah aspek penting dari peran sebagai khalifah. Manusia harus peduli
terhadap kesejahteraan orang lain dan memberikan bantuan kepada yang
membutuhkan.

13. Dialog dan Toleransi


Meningkatkan dialog antaragama dan toleransi terhadap perbedaan adalah penting.
Manusia harus berusaha untuk memahami dan menghormati pandangan dan
keyakinan orang lain.

14. Pengabdian Sosial


Manusia harus terlibat dalam kegiatan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti
pelayanan sosial, amal, dan kerja sukarela.

15. Pengembangan Spiritualitas


Memperkuat hubungan dengan Allah melalui doa, meditasi, dan refleksi spiritual adalah
langkah penting untuk menjadi khalifah yang lebih baik.

Dengan mengikuti langkah-langkah ini, manusia dapat merealisasikan peran mereka


sebagai khalifah yang bertanggung jawab di dunia ini, menjaga lingkungan, mengelola
sumber daya dengan bijak, dan mempromosikan kebaikan serta keadilan dalam
masyarakat.

Sumber : https://metro.aspirasiku.id/khazanah/84210568794/jelaskan-langkah-langkah-
yang-dilakukan-manusia-untuk-merealisasikan-peran-sebagai-khalifah-cari-tahu-disini

5. Islam memiliki prinsip-prinsip yang penting untuk menegakkan masyarakat yang


beradab dan sejahtera. Berikut adalah beberapa prinsip utama yang dapat dijelaskan:
a. Keadilan: Islam menekankan pentingnya keadilan dalam semua aspek kehidupan.
Keadilan harus ditegakkan dalam sistem hukum, distribusi sumber daya, perlakuan
terhadap individu, dan hubungan sosial. Dengan adanya keadilan, masyarakat
dapat hidup dalam harmoni dan keseimbangan.
b. Kesejahteraan: Islam mendorong kesejahteraan bagi semua anggota masyarakat.
Ini mencakup pemenuhan kebutuhan dasar seperti makanan, air, tempat tinggal,
pendidikan, dan perawatan kesehatan. Islam juga mendorong pemberdayaan
ekonomi dan penghapusan kemiskinan untuk menciptakan masyarakat yang
sejahtera secara ekonomi.
c. Kerjasama: Islam mendorong kerjasama dan solidaritas antara anggota masyarakat.
Ini melibatkan saling membantu, berbagi sumber daya, dan bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama. Dengan kerjasama yang baik, masyarakat dapat
membangun hubungan yang harmonis dan saling mendukung.
d. Pendidikan: Islam menghargai pentingnya pendidikan dan pengetahuan. Pendidikan
harus diakses oleh semua anggota masyarakat, baik pria maupun wanita. Dengan
pendidikan yang baik, masyarakat dapat meningkatkan kualitas hidup,
mengembangkan potensi mereka, dan berkontribusi secara positif dalam
pembangunan masyarakat.
e. Etika: Islam menekankan pentingnya etika dan moralitas dalam kehidupan sehari-
hari. Masyarakat yang beradab harus didasarkan pada prinsip-prinsip etika yang
baik, seperti kejujuran, integritas, kesopanan, dan saling menghormati. Etika yang
baik membentuk dasar yang kuat untuk hubungan sosial yang sehat dan harmonis.
f. Kepemimpinan yang Adil: Islam mengajarkan pentingnya kepemimpinan yang adil
dan bertanggung jawab. Pemimpin harus memperhatikan kepentingan masyarakat,
mengambil keputusan yang bijaksana, dan bertanggung jawab atas tindakan
mereka. Kepemimpinan yang adil dapat menciptakan lingkungan yang stabil dan
memberikan kepercayaan kepada masyarakat.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, Islam berusaha untuk menciptakan masyarakat


yang beradab dan sejahtera, di mana keadilan, kesejahteraan, kerjasama, pendidikan,
etika, dan kepemimpinan yang adil menjadi landasan dalam kehidupan sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai