Anda di halaman 1dari 5

Nama : Leni Maryani

NIM : 857534245
PRODI PGSD UPBJJ BANDUNG

Jawaban Soal No. 1


a. Ibadah mahdhah adalah segala bentuk amalan yang pelaksanaannya (syarat, rukun, dan tata
caranya) sudah ditetapkan oleh nas Al-Quran atau hadist.
Ibadah mahdhah juga ditunjukkan dengan maksud pokok orang yang mengerjakannya, yaitu dalam
rangka meraih pahala di akhirat. badah mahdhah hanya bisa diketahui melalui jalan wahyu, tidak
ada jalan yang lainnya, termasuk melalui akal atau budaya.
Contoh ibadah mahdhah :
 Ibadah dalam bentuk ucapan lisan (al-‘ibadah al-qauliyyah) (‫ة‬4444‫ادت القولي‬4444‫)العب‬, misalnya
mengucapkan dua kalimat syahadat dengan lisan; membaca Al-Qur’an; berdzikir kepada Allah
Ta’ala dengan tasbih, tahmid, dan takbir; mengajarkan ilmu agama; dan ibadah lisan lainnya.
 Ibadah anggota badan (al-‘ibadah al-badaniyyah) (‫)العبادت البدنية‬, misalnya shalat; sujud; puasa;
haji; thawaf di baitullah (Ka’bah); jihad; belajar ilmu agama; dan yang lainnya.
 Ibadah harta (al-‘ibadah al-maaliyyah) (‫)العبادت المالية‬, misalnya zakat; sedekah; menyembelih
hewan kurban; dan yang lainnya.

b. Ibadah Ghairu mahdhah merupakan ibadah (perkataan atau perbuatan) tersebut pada asalnya
bukanlah ibadah. Akan tetapi, berubah status menjadi ibadah karena melihat dan menimbang niat
pelakunya. Kemudian maksud pokok perbuatan tersebut adalah untuk memenuhi urusan atau
kebutuhan yang bersifat duniawi, bukan untuk meraih pahala di akhirat. Dan amal perbuatan
tersebut bisa diketahui dan dikenal meskipun tidak ada wahyu dari para rasul.
Contoh Ibadah Ghairu mahdah :
 Menikah dan jual beli
Yaitu termasuk perkara yang pada asalnya non-ibadah atau ibadah ghairu mahdhah. Hal ini
karena tanpa wahyu, manusia sudah biasa beraktivitas jual beli dan menikah. Dan juga maksud
pokok kedua aktivitas tersebut adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan duniawi. Akan
tetapi, dalam pelaksanaannya, kedua perkara ini kemudian diatur dalam syariat.
 Meninggalkan berbagai hal yang haram dalam rangka mencari ridha Allah Ta’ala
Misalnya, meninggalkan riba; meninggalkan perbuatan mencuri; tidak melakukan penipuan;
meninggalkan minum khamr; dan perbuatan yang lainnya. Perbuatan meninggalkan yang haram
tersebut hanya akan berpahala jika pelakunya meniatkan dalam hati untuk mencari pahala dari
Allah Ta’ala, karena motivasi takut terhadap adzab dan hukuman-Nya.
Jawaban Soal No. 2
a. Ayat Al Qur’an & Tafsir Penciptaan manusia

‫ِإَّنا َخ َلْقَنا ٱِإْل نَٰس َن ِم ن ُّنْطَفٍة َأْم َش اٍج َّنْبَتِليِه َفَجَع ْلَٰن ُه َسِم يًۢع ا َبِص يًرا‬
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang
Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu kami jadikan dia mendengar
dan melihat. (Q.S Al Insan :2 )

Tafsirnya diambil dari salah satu mufasirrin,


Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dari setetes air yang merupakan gabungan antara
sperma laki-laki dan sperma perempuan. Kami mengujinya dengan beban-beban syariat sesudah
itu, karena itu Kami membuatnya mendengar dan melihat agar dia mendengar ayat-ayat dan
melihat bukti-bukti. Sesungguhnya Kami menjelaskan dan mengenalkan kepadanya jalan hidayah
dan kesesatan, kebaikan dan keburukan, agar dia menjadi Mukmin yang bersyukur atau kafir yang
pengingkar. (Tafsir al-Muyassar)

b. Tahapan Penciptaan Manusia menurut Al Qur’an


Penciptaan alam beberapa ayat di Al Qur’an dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Manusia diciptakan dari tanah.
 Tanah tersebut menjadi air mani yang disimpan dalam rahim.
 Air mani berkembang menjadi segumpal darah.
 Segumpal darah tersebut berkembang menjadi segumpal daging.
 Segumpal daging tersebut berkembang menjadi tulang belulang yang dilapisi dengan
daging.
 Manusia akhirnya menjadi makhluk yang berbentuk manusia.
 Manusia lahir sebagai bayi dan tumbuh menjadi dewasa.
Jawab Soal No. 3
Istilah-Istilah sebutan manusia dalam Al Quran
1. "Insan" (‫)ِإْنَس ان‬
Istilah ini merujuk pada manusia secara umum, menekankan pada sifat manusiawi, kerapuhan,
dan keterbatasan manusia. Ini mencerminkan dimensi spiritual dan jasmani manusia,
menunjukkan kesadaran akan ketergantungan manusia pada Tuhan dan kebutuhan akan
bimbingan-Nya.
2. "Bashar" (‫)َبَش ر‬
Istilah ini merujuk pada manusia sebagai makhluk duniawi yang rentan terhadap kesalahan dan
godaan, menyoroti kelemahan dan keterbatasan manusia dalam menjalani kehidupan dunia.
Istilah ini menekankan aspek kemanusiaan yang lemah dan sering kali tersesat.
3. "Nas" (‫)َناس‬
Istilah ini mengacu pada manusia sebagai komunitas atau kelompok yang berbeda-beda,
menunjukkan keberagaman manusia dalam masyarakat dan kebutuhan akan interaksi sosial serta
kerja sama antar sesama manusia.
4. "Ibadi" (‫)ِع َب اِدي‬
Istilah ini merujuk pada hamba-hamba Allah, menekankan hubungan antara manusia dengan
Tuhan sebagai pencipta dan pemilik segala sesuatu.
5. "Khalifah" (‫)َخ ِليَفة‬
Istilah ini merujuk pada manusia sebagai wakil atau khalifah Allah di bumi, menunjukkan
tanggung jawab manusia untuk menjaga dan merawat alam semesta serta menjalankan
6. "Rajul" (‫)َر ُجل‬
Istilah ini merujuk pada manusia atau laki-laki secara spesifik, menekankan identitas gender dan
peran laki-laki dalam masyarakat dan keluarga.

Jawaban Soal No.4


Langkah-langkah yang dilakukan manusia untuk merealisasikan peran sebagai khalifah
 Memahami Nilai
Mengenal nilai yang diajarkan oleh Allah menjadi prasyarat menjadi khalifah. Tuntutan
mempelajari ilmu (wahyu) Allah merupakan kewajiban yang paling pertama, sebelum kewajiban-
kewajiban lainnya. Seperti diketahui bahwa wahyu yang pertama diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW adalah perintah untuk memepelajari isi yang diwahyukan kepadanya Surat Al-
Alaq (96):1-5). Dalam upaya memahami ilmu Allah kerap kali terdapat kendala seperti kendala
psikologis, kurang adanya minat sampai ketidakmampuan memahami Al Qur’an. Namun dengan
adanya minat yang kuat dan sungguh-sungguh. Berbagai kendala dapat dihadapi.
 Pengembangan Nilai
Menyampaikan atau mengajarkan ilmu yang dimiliki, mengenai ilmu yang hendak diajarkan atau
didakwahkan oleh khalitullah adalah ilmu Allah, yang diwahyukan yaitu Al Qur’an. Adapun
strategi dalam mengembangkan nilai dimulai dari diri sendiri selanjutnya lingkungan kerabat dan
masyarakat luas. Penekanan dalam dakwah bukan jumlah melainkan jumlah.

 Mengebudayakan nilai-nilai ilahiah


Proses pembudayaan berjalan sebagaimana yang dialami oleh proses pembentukan kepribadian dan
juga proses iman.Mengetahui, kemudian melakukan sebagaimana yang diketahui.
Wujud pembudayaan ilmu Allah ialah tercapainya pola hidup dan situasi kehidupan sebagaimana
yang dicontohkan Nabi.

Jawaban Soal No. 5


Prinsip-prinsip untuk mencapai masyarakat yang beradap yaitu ;
 Menegakan Keadilan
Keadilan merupakan sunatullah dimana Allah mencipkan alam semesta ini dengan prinsip keadilan
dan keseimbangan. Dalam Al Qur’an prinsip kedilan itu disebut sebgai hukum keseimbangan yang
menjadi hukum jagat raya. Keadilan juga merupakan sikap yang paling dekat dengan takwa.
Megakan keadilan merupakan kemestian yang bersifat fitrah yang harus ditegakan oleh individu.
 Supremasi Hukum
Keadilan seperti disebutkan diatas harus dipraktikan dalam semua aspek kehidupan. Dimulai dari
menegakan hukum. Menegakan hukum yang adil merupakan amanah yang diperintahkan untuk
dilaksanakn kepada yang berhak.
Dalam usaha mewujudkan supreamsi hukum itu maka kita harus menetapkan hukum pada siapapun
tanpa pandang bulu,bahkan kepada orang yang membenci kita sekalipun kita tetap harus berlaku
adil.
 Egalitarianisme (Persamaan)
Artinya Masyarakat madani tidak melihat keutamaan atas dasa keturunan, ras, etnis, dll. Melainkan
atas prestasi. Karena manusi dan warga masyarakat dihargai bukan atas dasar geneologis diatas
melinkan atas dasar prestasi yang dalam Al Qur’an adalah takwa.
 Pluralisme
Pluralisme adalah sikap dimana kemajemukan merupakan sesuatu yang harus diterima sebgai
bagian dari realitas obyektif. Pluralisme yang dimkasud tidak sebatas mengakui bahwa masyarakat
itu plural melainkan juga harus disertai sikap yang tulus bahwa keberagaman adalah bagian dari
karunia Allah.
Kesadaran pluralisme kemudian diwujudkan dengan sikapa toleransi dan saling menghormati antara
sesame anggota yang berbeda baik etnis, suku, bangsa maupun agama.
 Pengawasan Sosial
Pengawasan sosial sangat penting terutama ketika kekuatan, baik kekuatan uang maupunkekuatan
kekuasaan cenderung menyeleweng sehingga perwujudan masyarakat beradab dan sejahtera hanya
slogan semata. Pengawasan social baik secara individu maupun Lembaga merupakan suatu
keharusan dalam usaha pembentukan masyarakat beradab dan sejahtera. Namun demikian
pengawasan harus didasarkan atas prinsip fitrah manusia sehingga bersikap husnu al-dzan.

Sumber/Referensi :

- BMP MKDU4221 Pendidikan Agama Islam

- https://tafsirweb.com/start-sharing#no-list?refCode=tafsirweb-default

- https://metro.aspirasiku.id/khazanah/84210568794/jelaskan-langkah-langkah-yang-dilakukan-
manusia-untuk-merealisasikan-peran-sebagai-khalifah-cari-tahu-disini?page=2

Anda mungkin juga menyukai