Anda di halaman 1dari 7

Nama : Putrie Aura Hermawan.

NIM : 21003249.

Tugas Pertemuan 7:

1. Bagaimana kedudukan syariah dalam agama Islam? Menjelaskan


Jawab:

Syariah pada intinya adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia sebagai
makhluk Allah yang paling sempurna. Syariah ini diturunkan kepada manusia untuk
dilaksanakan dalam kehidupan tidak lain semata-mata untuk mencapai keridoan Allah,
seperti yang diluruskan dalam petunjuk al-Qur’an, antara lain Firman Allah:

Dia (Allah) telah mensyariahkan bagi kamu tentang agama apa yanng telah diwasiatkan-Nya
kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu, dan apa yang telah kami
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu
berpecah-belah tentangnya. Amatlah beratlah bagi orang-orang musrik (tentang) agama
yang kamu serukan kepada mereka. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-
Nya dan memberikan petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada)-Nya (Surat
alSyura ayat 13).
Menurut catatan kaki Al-Quran dan Terjemahnya bahwa yang dimaksud agama dalam ayat di
atas adalah kita beriman kepada-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akherat serta
mentaati segala perintah dan larangan-Nya.

Sebagaimana petunjuk firman Allah dalam Surat al-Maidah ayat 48 bahwa Allah menurunkan
syariah kepada umat manusia dengan lengkap sesuai dengan hakekat manusia sebagai
makhlik Allah yang memiliki penciptaan yang paling harmoni. Syariah Islam diturunkan oleh
Allah Swt. kepada manusia adalah untuk dilaksanakan untuk mengatur perilaku hidup dan
kehidupan manusia di dunia ini dalam rangka mencapai kebahagiaan yang hakiki di dunia dan
akhirat.

Karena itu syariah Islam mencakup segenap aturan-aturan yang mengatur semua aspek
perilaku hidup dan kehidupan manusia di dunia ini, baik sebagai individu maupun sebagai
anggota/warga masyarakat, dalam hubungan baik hubungannya dengan Allah Swt. dengan
diri sendiri, dengan sesama manusia lain, maupun dalam hubungannya dengan alam
lingkungan sekitar.

2.Bagaimana konsep ibadah dalam Islam ? menjelaskan

Jawab:

Secara etimologis kata ‘ibadah’ berasal dari bahasa Arab al-‘ibadah, yang berarti taat,
menurut, mengikut, tunduk. Ibadah juga berarti doa, menyembah, atau mengabdi. Sedang
secara terminologis ibadah diartikan segala sesuatu yang dikerjakan untuk mencapai keridoan
Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat. Inilah definisi yang dikemukakan oleh ulama fikih.
Dari makna ini, jelaslah bahwa ibadah itu mencakup semua aktivitas manusia baik perkataan
maupun perbuatan yang didasari dengan niat ikhlas untuk mencapai keridoan Allah dan
mengharap pahala di akhirat kelak. Dalam masalah ibadah berlaku ketentuan, tidak boleh
ditambah-tambah atau dikurangi. Allah telah mengatur ibadah dan diperjelas oleh Rasul-Nya.
Karena ibadah bersifat tertutup (dalam arti terbatas), maka dalam ibadah berlaku asas umum,
yakni pada dasarnya semua perbuatan ibadah dilarang untuk dilakukan kecuali
perbuatanperbuatan itu dengan tegas diperintahkan . Dengan demikian, tidak mungkin dalam
ibadah dilakukan modernisasi, atau melakukan perubahan dan perombakan yang mendasar
mengenai hukum, susunan, dan tata caranya. Yang mungkin dapat dilakukan adalah
penggunaan peralatan ibadah yang sudah modern.

Para ulama membagi ibadah menjadi dua macam, yaitu ibadah mahdlah (ibadah
khusus) dan ibadah ghairu mahdlah (ibadah umum). Ibadah khusus adalah ibadah
langsung kepada Allah yang tata cara pelaksanaannya telah diatur dan ditetapkan
oleh Allah atau dicontohkan oleh Rasulullah secara rinci. Karena itu, pelaksanaan
ibadah sangat ketat, yaitu harus sesuai dengan contoh dari Rasul. Allah dan Rasul-Nya
telah menetapkan pedoman atau cara yang harus ditaati dalam beribadah, tidak boleh
ditambah-tambah atau dikurangi. Penambahan atau pengurangan dari ketentuan-
ketentuan ibadah yang ada dinamakan bid’ah dan berakibat batalnya ibadah yang
dilakukan.

3.Jelaskan fungsi syariah daalam kehidupan? Analisis


Jawab:

1. Untuk menunjukkan dan mengarahkan kepada pencapaian positif tujuan dari penciptaan
manusia sebagai hamba Allah di muka bumi ini. Hal ini dinyatakan dalam firman Allah
dalam Surat adz-Dzariyat ayat 56.
2. Untuk menujukkan dan mengarahkan manusia kepada pencapaian tujuan dalam misi
hidupnya sebagai khalifah Allah di muka bumi ini, yaitu kesejahteraan lahir batin dan
terhindar dari kesesatan. Firman Allah menegaskan: Hai Daud sesungguhnya kami
menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara)
adil, dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan
Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akam mendapat azab yang
berat, karena mereka melupakan hari perhitungan ( Surat Shad ayat 26).
3. Untuk menunjukkan jalan positif menuju tercapainya kebahagiaan abadi hidup di dunia
dan akherat, sebagaimana dikehendaki petunjuk dan firman Allah tentang doa yang
seyogyanya senantiasa diucapkan setiap Muslim, paling tidak sehabis melaksanakan shalat
lima waktu sehari semalam. Ya Tuhan kami, berilah kebaikan (hidup) di dunia dan kebaikan
di akherat dan peliharalah kami dari siksa api neraka (Surat al. Baqarah ayat 201).
Manusia dalam hidupnya terkait dengan fungsi syari’ah pada garis besarnya ada dua
macam yaitu:

a. Manusia sebagai hamba di mana harus menghambakan dirinya di hadapan Khaliq (Allah
SWT).

b. Manusia sebagai khalifah di muka bumi (mengurus dan mengatur tatanan hidup dan
kehidupan.

Sementara peran syariah Islam adalah sebagai berikut:

1. Memelihara Agama

2. Memelihara Maruah

3. Memelihara Nyawa

4. Memelihara Akal

5. Memelihara Keturunan

6. Memelihara Harta

4.Jelaskan tingakatan mashlahat yang dapat diwujudkan oleh syari`ah? Analisis


Jawab:

Secara global, tujuan syari’at (maqashid al-syari’ah) menjaga keseimbangan alam raya dan
membatasi aktivitas manusia supaya tidak jatuh ke jurang kerusakan dan kerugian.
Keseimbangan yang harus di jaga atau di lindungi sebagai tujuan syari’at Islam adalah
melindungi agama (hifdh al-din), melindungi jiwa (hifdh al-nafs), melindungi akal (hifdh al-
’aql), melindungi keturunan (hifdh al-nasl), dan melindungi harta (hifdh al-mal) atau dikenal
dengan al-Kulliyat al-Khamsah, lima hal ini disusun berurut berdasarkan prioritas
urgensinya.[1] Setiap hal yang menjaga al-Kulliyat al-Khamsah disebut dengan maslahat.
Menjaga al-Kulliyat al-Khamsah berarti melindungi dan menjamin keberlangsungannya baik
secara individual ataupun dalam kaitan dengan masyarakat sosial.

Pertama, dari tujuan syari’ah adalah hifdh al-din atau memelihara agama. Ajaran Islam
menyuruh manusia berbuat sesuai dengan kehendak dan keridhaan Allah baik dalam bidang
ibadah maupun muamalat. Manusia diciptakan pada hakikatnya adalah untuk beribadah
dalam arti yang luas. Ibadah adalah aplikasi dari rasa syukur dan patuh kepada Allah dengan
adanya iman. Naluri manusia untuk percaya kepada Allah dan hal-hal yang gaib dan naluri ini
adalah hak bagi setiap manusia untuk dan tidak ada yang bisa menggugatnya.

Diantara bukti bahwa memelihara agama lebih didahulukan dari pada yang lain adalah;
perintah untuk melakukan jihad memerangi orang kafir dalam rangka mempertahankan
agama, padahal jihad sangat membahayakan jiwa. Ini menunjukkan bahwa dalam pandangan
agama memelihara agama lebih didahulukan daripada memelihara jiwa.

Kedua, memelihara jiwa menempati posisi kedua karena hanya orang yang bernyawa sehat
jasmani dan rohani yang mungkin melaksanakan seluruh syari’at, ajaran, aktivitas dan
ketentuan agama. Demikian pentingnya memelihara jiwa, maka syari’at dengan tegas
mengharamkan pembunuhan baik terhadap orang lain maupun terhadap diri sendiri atau
bunuh diri. Pembunuhan bertentangan dengan harkat dan martabat kemanusiaan dan di
benci oleh semua orang yang berakal sehat; sebab jika orang tersebut tidak waras, maka tidak
bisa memahami, menghayati dan melaksanakan syari’at ajaran agama sehingga tidak mampu
memahami ketentuan syari’at menyangkut kemaslahatan.

Bukti yang lain yang menunjukkan bahwa begitu pentingnya memelihara jiwa adalah;
kesepakatan para ulama boleh bagi orang yang hampir meninggal karena kehausan untuk
mengkonsumsi minuman keras. Namun, pemeliharaan jiwa saja tidak cukup jika tidak disertai
dengan pemeliharaan akal sehat, karena hanya akal sehat yang bisa membawa seseorang
menjadi mukallaf. Karena itu, sebagian teks syari’at juga membidik manusia untuk
memelihara akal agar senantiasa sehat dan berpikiran jernih. Hanya pikiran sehat dan jernih
yang dapat memenuhi tuntutan syari’ah untuk memahami ayat-ayat Allah.

Ketiga, memelihara akal yang sehat dan jernih manusia dapat berkreasi dan bekerja untuk
membangun kehidupan yang berbudaya. Manusia bisa berdiskusi, bertukar informasi,
berdialog dan bermusyawarah sehingga menghasilkan manusia yang berilmu dan
bermasyarakat secara sempurna. Syari’at menghendaki kemaslahatan duniawi dan ukhrawi
mewajibkan manusia untuk memelihara kesehatan akal.

Menurut Ramadhan al-Buthi, menjadi kesepakatan ulama bahwa pelaksanaan hukuman had
zina tidak boleh menyebabkan kematian, kelumpuhan fungsi anggota badan atau kerusakan
fungsi otak karena fungsi hukuman adalah untuk membuat efek jera.[2] Ini menunjukkan
bahwa memelihara keturunan berada di belakang memelihara akal.

Keempat, memelihara keturunan, bentuk dari kemaslahatan baik duniawi atau ukhrawi
adalah bertujuan untuk menjamin keberlangsungan hidup manusia dari generasi ke generasi.
Karena itu syari’at memandang pentingnya naluri manusia untuk berketurunan dan syari’at
mengatur pemeliharaan keturunan. Al-Qur’an juga mengatur hukum keluarga yang
mencakup perintah membangun keluarga diatas landasan pernikahan yang sah, batasan
jumlah istri, tata cara menggauli, talak, menafkahi istri dan tanggung jawab terhadap anak-
anak yang lahir.
Bukti yang lain yang menunjukkan bahwa memelihara keturunan lebih di dahulukan dari pada
memelihara harta; berprofesi sebagai PSK dilarang oleh agama. Sebagaimana Firman Allah
dalam al-Qur’an Surat al-Nur ayat 33.[3] Ayat ini menjelaskan bahwa memelihara keturunan
lebih diutamakan daripada memelihara harta.[4]

Kelima, dalam hal memelihara harta, syari’at menghendaki kehidupan yang layak dan
sejahtera untuk melaksanakan syari’at itu sendiri. Karena itu, memelihara harta menjadi salah
satu tujuan syari’at. Manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah dan melaksanakan
semua yang diperintahkan dan itu adalah untuk kehidupan akhirat akan tetapi manusia tidak
boleh melupakan atau meninggalkan kehidupan dunia.

Media untuk menjaga al-Kulliyat al-Khamsah terbagi menjadi tiga tingkat berdasarkan
urgensinya yang bervariasi. Tiga tingkatan tersebut di kalangan para pakar ushul fiqh di kenal
dengan al-Dharuriyat, al- Hajiyat dan al-Tahsiniyat.[5]

Al-Dharuriyah adalah hal-hal yang menjadi unsur elementer kehidupan manusia dan karena
itu wajib ada sebagai syarat mutlak terwujudnya kehidupan itu sendiri. Baik kehidupan yang
bersifat duniawi maupun yang bersifat ukhrawi. Dalam arti apabila unsur ini tidak ada, maka
tatanan kehidupan akan mengalami kegoncagan, kerusakan merajalela, urusan akhirat
terabaikan dan bahkan kehidupan manusia akan punah sama sekali dan akhirnya maslahat
akhirat potensial tidak di peroleh. Ini dapat ditempuh dengan menegakkan sendi-sendinya
dan menerapkan dasar-dasarnya serta menghindarkan kerusakan yang mungkin menimpa.
Al-Kulliyat al-khamsah mempunyai pengertian yang berbeda-beda dalam kerangka al-
Dharuriyat.

Hifdh al-Din adalah melindungi agama setiap manusia dari hal-hal yang merusak akidah atau
kepercayaan kepada Allah dan amaliyat. Secara lebih umum adalah menolak setiap hal yang
berpotensi merusak dasar dan sendi agama yang aksiomatik (qoth’i). Tanpa akidah yang
benar, agama tidak mungkin terwujud dan berkembang karena Allah tidak meridhai agama
tanpa akidah tauhid. Pengertian ini memasukkan menjaga keutuhan masyarakat agama dan
melindungi karakter dan nafas Islam dengan menjaga dan memelihara media penyampaian
ajaran agama kepada masyarakat.

Untuk mewujudkan memelihara agama Allah mewajibkan iman dan melaksanakan rukun
Islam yang lima. Dalam penyaluran naluri tauhidnya sejumlah ibadah ritual diberlakukan. Jika
konsep tauhid diwajibkan, ibadah yang memperkokoh tauhidpun turut wajib. Perbedaan
iman dan ibadah adalah jika iman bersifat universal (Kulli) dalam arti hukum wajibnya bersifat
mutlak dan berlaku kapan dan dimana saja, maka hukum ibadah bersifat parsial (juz’i).[6]
Sedang untuk melindunginya Allah mensyari’atkan jihad, memberi sangsi kepada ahli bid’ah,
membuat aturan tentang orang murtad, memberi dosa besar bagi kemusyrikan dan Allah
tidak mengampuninya di akhirat dan lain sebagainya.
Hifdh al-Nafs adalah melindungi jiwa dan raga seseorang dari kerusakan baik secara individu
ataupun kehidupan sosial. Ini karena masyarakat sosial adalah komunitas yang terbentuk dari
beberapa individu manusia. Dengan demikian dalam diri setiap manusia terdapat nilai yang
menjamin keberlangsungan kehidupan masyarakat sosial. Program memelihara jiwa
diwujudkan dalam bentuk menghalalkan makanan, minuman dan tempat tinggal yang
menjadi tumpuan kehidupan, perintah memakai pakaian. Sejalan dengan itu, manusia tidak
hanya sekedar hidup, tetapi juga hidup sehat jasmani dan rohani. Karena kesehatan menjadi
unsur penting kedua dan termasuk kebutuhan primer. Jika usaha menjaga keselamatan jiwa
adalah wajib, maka upaya menyehatkan tubuh manusia turut menjadi wajib.

Hifdh al-‘Aql adalah melindungi akal dari segala hal yang merusak. Hilang akal yang terjadi
pada manusia tidak hanya berefek negatif secara individu namun juga dapat meresahkan
masyarakat. Hukum yang disyari’atkan adalah penghalalan yang menjamin keselamatan dan
pertumbuhan akal dan pengharaman segala hal yang dapat merusakkan.

Hifdh al-Nasl adalah melindungi manusia dari kepunahan dan melindungi status nasab
manusia. Abai terhadap nasab akan menghilangkan rasa empati yang menjadi pendorong
untuk melindungi dan menjamin segala kebutuhan keberlangsungan hidup seseorang. Untuk
menjaga keturunan disyari’atkan pernikahan, diharamkan perzinaan dan menuduh zina
(Qadzaf).

Hifdh al-Mal adalah melindungi harta dari kerusakan dan menghindarkan jatuh ketangan
orang lain tanpa prosedur yang legal syar’i. Allah mensyari’atkan transaksi sosial yang
merupakan kebutuhan primer dalam bentuk jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam dan
lainnya. Sedang untuk melindunginya ditetapkan hukuman bagi pencuri, pengharaman
ghashab, penjarah, kewajiban memberi kompensasi bagi seseorang yang merugikan orang
lain dan lain-lain.[7]

Al-Hajiyyat adalah segala hal yang sangat di butuhkan sebagai sarana untuk mempermudah
kehidupan manusia agar hidup bahagia dan sejahtera dunia dan akhirat dan terhindar dari
berbagai kesulitan. Jika kebutuhan ini tidak diperoleh, kehidupan manusia pasti mengalami
kesulitan (masyaqqah) meski tidak sampai menyebabkan kepunahan.

Al-Hajiyyat dibidang memelihara jiwa disyari’atkan aturan rukhshah (keringanan), berburu,


amnesti dan lainnya. Untuk memelihara harta disyari’atkan berbagai transaksi yang bersifat
skunder seperti modal ventura, jasa katering, pengolahan lahan dan lainnya. Dalam bidang
memelihara keturunan ditetapkan aturan tentang mas kawin, ditetapkan kriteria saksi dalam
perzinaan, aturan khiyar, gadai, jaminan dan larangan bai’ gharar.

Al-Tahsiniyyat adalah kebutuhan hidup komplementer skunder untuk menyempurnakan


kesejahteraan hidup manusia. Hal-hal yang ketiadaannya tidak mengganggu kehidupan dan
tidak menimbulkan kesulitan (haraj) bagi manusia. Jika kemaslahatan al-Tahsiniyyat ini tidak
terpenuhi, maka kemaslahatan hidup manusia kurang sempurna dan kurang nikmat meski
tidak menyebabkan kesengsaraan dan kebinasaan hidup.

Syari’at al-Tahsiniyyat dibidang memelihara agama adalah aturan najis, thaharah dan
menutup aurat. Dalam bidang memelihara jiwa adalah etika makan, minum, menghindari
makanan yang menjijikkan, menjauhi sifat boros. Sedang untuk memelihara harta terdapat
larangan jual beli benda najis dan larangan menjual diatas transaksi orang lain. Untuk
memelihara keturunan terdapat aturan kesepadanan (kafa’ah) dan etika hubungan suami istri
dalam rumah tangga.

Selain itu al-Hajiyyat juga berstatus sebagai Mukammilah al-Dharuriyyat, al-Tahsiniyyat


berfungsi sebagai Mukammilah al-Hajiyyatt. Sedang al-Dharuriyyat merupakan induk dari
segala maslahat.

Anda mungkin juga menyukai